Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu proses, dimana proses tersebut

mempersiapkan manusia untuk bertahan hidup di lingkungan tempat tinggalnya

(life skills). Untuk dapat bertahan hidup, setiap manusia harus dibekali dengan

pengetahuan supaya dapat memiliki keterampilan, seperti keterampilan yang dapat

menghasilkan suatu produk maupun keterampilan dalam menghadapi suatu

masalah yang terjadi dalam kehidupannya di lingkungan sosial. Maka dari itu,

keterampilan seperti itu penting untuk ddidalami oleh siswa disetiap pelajaran

yang sampaikan di lingkungan sekolah. Seperti tercantum di UU Sisdiknas Nomor

20 Tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan nasional adalah pendidikan yang dapat

mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan seluruh umat manusia.

Indonesia seutuhnya adalah manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa serta kemanusiaan yang adil dan beradab, berakhlak mulia, memiliki

pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, memiliki kepribadian

yang dewasa dan mandiri serta bertanggung jawab terhadap kehidupan sosial.

Tujuan pendidikan ini dilaksanakan pada semua mata pelajaran di pendidikan

formal.

Kepandaian tersebut dapat menunjang disposisi matematis siswa.

Menumbuhkan ranah afektif yang merupakan tujuan suatu pendidikan dalam

pembelajaran matematika SMK seperti dalam kurikulum 2006 pada hakikatnya

mampu mengembangkan suatu perkembangan disposisi pembelajaran matematis.

Perlunya pengembangan disposisi matematis, hal tersebut sejalan dengan

1
Nurkamilah et al. (2018) maka dalam mempelajari kemampuan dalam

matematika, peserta didik perlu mempunyai keterampilan berpikir matematis level

atas, sikap teliti, aktif serta cekatan, sikap yang pasti seta transparan dalam

mengapresiasi pembelajaran yang menarik. Dalam matematika, kita tahu bahwa

rasa ingin tahu siswa yang lebih mendalam dan senang belajar matematika harus

dikembangkan dalam kehidupan sosial.

Namun pada dasarnya pembelajaran konvensional seringkali membuat

siswa merasa bosan karena pembelajarannya sangat monoton. Akibatnya siswa

merasa kurang menarik dalam belajar, kemudian yang parahnya siswa dihadapkan

pada tugas-tugas yang sangat sulit dan harus membutuhkan keterampilan berpikir

kritis yang membuat siswa bosan dalam memecahkan masalah yang dihadapi,

kemudian siswa harus mengerjakan jawaban yang secara tidak langsung

mengerjakan soal yang berbeda, pertanyaan di dalam kelas pada saat sedang

belajar sehingga siswa cenderung malas dalam mengerjakan tugas yang

diberikan, dan akhirnya siswa merundingkan hal tersebut kepada guru.

Pembelajaran abad 21 menuntut peserta didik untuk selalu berpikir kritis.

Keterampilan berpikir kritis merupakan sebuah pemikiran logis dan reflektif yang

fokus memutuskan sesuatu yang akan dilakukannya (Permana & Setyawan, 2019)

berdasarkan langkah yang sistematis. Keterampilan berpikir kritis termasuk pada

kemampuan kognitif (Priyadi et al., 2018), yang menunjang peserta ini untuk

dapat menentukan kebenaran dari suatu informasi. Melalui keterampilan berpikir

kritis, peserta didik mampu menyelesaikan masalah secara logis, sistematis, dan

terukur.

2
Keterampilan berpikir kritis harus dapat dikuasai peserta didik, karena

aplikatif terhadap kehidupan pribadi dan profesional mereka (Bezanilla et al.,

2019). Berpikir kritis adalah suatu usaha aktif mengelola informasi dengan

membentuk konsep, menalar, serta memecahkan masalah (Komariyah & Laili,

2018). Penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Rosana (2014) menyatakan

bahwa pentingnya keterampilan berpikir kritis bagi peserta didik yaitu untuk

memudahkan mereka dalam memahami realita dan mampu memecahkan

permasalahan kehidupan. Pencapaian berpikir kritis tiap indikator akan berbeda-

beda bergantung dari model pembelajaran apa yang digunakan dan kemampuan

peserta didik (Luzyawati, 2017). Untuk melatih keterampilan berpikir kritis,

kegiatan pembelajaran harus sesuai dan didasarkan pada prinsip-prinsip

pembelajaran aktif.

Matematika merupakan mata pelajaran wajib di sekolah yang diajarkan

sejak sekolah dasar sampai sekolah menegah. Matematika adalah salah satu mata

pelajaran yang ikut serta dalam mencerdaskan generasi bangsa agar mampu

bersaing di era globalisasi yang semakin maju. Mempelajari matematika tidak

merugikan karena dalam kehidupan sehari-hari matematika sangat sering kita

temukan baik sadar ataupun tidak sadar. Matematika juga membantu siswa

melatih, menggunakan dan mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Pengembangan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika

sangat mungkin, karena materi matematika dan keterampilan berpikir kritis

merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Materi matematika dipahami

melalui berfikir kritis, dan berfikir kritis dilatih melalui pembelajaran matematika.

3
Akan tetapi, tidak heran lagi jika matematika menjadi mata pelajaran yang

masih dianggap sulit dipahami para siswa. Siswa cenderung menghindar bahkan

takut untuk belajar matematika, sehingga dapat mengurangi prestasi siswa dalam

belajar. Meskipun matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting

dalam dunia pendidikan dan sangat banyak kaitannya dalam kehidupan sehari-

hari, namun matematika masih saja dianggap sebagai momok yang menakutkan

bagi siswa. Siswa cenderung takut dan merasa kesulitan dalam belajar

matematika, umumnya pada masalah matematika yang dibuat sedemikan

kompleks, sehingga siswa kesulitan untuk memecahkan masalah matematika.

Faktor lain yang menentukan keberhasilan pembelajaran matematika

adalah disposisi matematis siswa. Banyak siswa yang beranggapan bahwa

matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dan kurang diminati. Anggapan

tersebut muncul karena siswa kesulitan dan kurang gigih mengerjakan soal

matematika, kurangnya keingintahuan serta kepercayaan diri siswa dalam belajar

matematika. Sikap-sikap siswa yang dapat menumbuhkan disposisi matematis

adalah antusias belajar matematika, gigih mengerjakan soal matematika, percaya

diri, dan rasa ingin tahu.

Upaya guru menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan

melalui berbagai model pembelajaran yang tepat dapat mengembangkan disposisi

matematis siswa. Semakin tinggi disposisi matematis siswa, maka siswa lebih

percaya diri dan antusias dalam belajar matematika serta gigih untuk

menyelesaikan soal matematika.

4
Hasil wawancara dan observasi dengan guru matematika di sekolah SMK

Negeri 4 Kota yaitu Ibu Iqramina diperoleh bahwa pada saat proses pembelajaran,

siswa sering meminta guru untuk memberikan contoh-contoh soal. Jika soal yang

diberikan guru sama dengan contoh soal sebelumnya, siswa percaya diri

mengerjakan soal di depan kelas dan berani memberikan tanggapan tentang

jawaban siswa lain yang salah. Namun, jika siswa diberi soal yang sedikit berbeda

dari contoh sebelumnya mereka bingung mengaplikasikan konsep yang telah

dipelajari, kepercayaan diri dan kegigihan dalam memecahkan masalah

berkurang. Akhirnya siswa tidak dapat menyelesaikannya dan merasa kesulitan

untuk membuat kesimpulan pada akhir pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa

tingkat disposisi matematis siswa masih rendah. Kemampuan berpikir kritis

matematis siswa masih tergolong rendah, karena siswa kurang minat dalam

pembelajaran, kurang merespon terhadap pembelajaran matematika serta hanya

menerima materi yang diajarkan guru tanpa mempelajari atau memikirkan ulang

apa yang telah disampaikan. Siswa cenderung fokus pada penjelasan guru saja

tanpa ada inisiatif bertanya, jadi saat guru memberikan soal siswa menjawab soal

tersebut tanpa memahami cara penyelesaiannya. Permasalahan tersebut menjadi

penyebab terhambatnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa sehingga

menurunkan prestasi belajar siswa.

Hal ini terlihat pada proses pembelajaran yang belum menunjukkan

adanya interaksi yang kurang baik karena minimnya keterlibatan peserta didik

dalam pembelajaran. Peserta didik cenderung pasif karena peserta didik hanya

menulis dan mendengarkan saja saat materi diberikan. Sehingga peserta didik sulit

5
untuk memahami konsep yang diberikan oleh guru. Apalagi dalam pelajaran

Matematika, Matematika memiliki objek kajian yang abstrak. Oleh karena mereka

tidak mengalami sendiri pembelajaran tersebut, hanya melalui catatan dan

mendengarkan dari guru saja, peserta didik tidak menemukan langsung manfaat

dari pembelajaran yang dialaminya. Pada situasi ini, tentunya kita sebagai tenaga

pendidik perlu meningkatkan pengajaran yang monoton dan terus berupaya

meningkatkan mutu pendidikan di setiap sekolah. Oleh karena itu, diperlukan

upaya untuk mencari solusi permasalahan ini. Untuk itu dibutuhkan model

pembelajaran yang dapat melatih keterampilan berpikir kritis dan meningkatkan

disposisi matematis pada peserta didik, namun tetap fokus pada konsep-konsep

materi. Model pembelajaran Problem Based Learning dan Project Based Learning

merupakan model pembelajaran yang bersifat kreatif, inovatif, dan konstekstual di

mana memberikan kebebasan bagi peserta didik untuk merancang dan membuat

suatu proyek dari materi pembelajaran (Nugroho et al., 2019). Model ini sering

dipilih oleh guru karena kelebihannya selain memberi kesan mandiri kepada

peserta didik, juga fokus pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara

seimbang. Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang

mengutamakan penggunaan masalah aktual sebagai konteks bagi siswa untuk

meningkatkan keterampilan berpikir kritis serta memperoleh konsep dan

pengetahuan esensial dari pelajaran lain (Suharini & Handoyo, 2020). Selain

Problem Based Learning, pembelajaran Project Based Learning memberikan

pengalaman bermakna karena aktivitas sepenuhnya berpusat pada peserta didik,

sedangkan guru hanya sebagai fasilitator saja. Sehingga untuk memberikan

6
pembelajaran yang berkesan dan pencapaian aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik yang maksimal, maka model ini merupakan salah satu rekomendasi

terbaik. Kedua model pembelajaran tersebut diharapkan secara langsung dan

transparan kepada siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan

disposisi matematis siswa, serta membangun pengetahuan dan pengalaman baru

bagi siswa.

Studi pendahuluan dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui

kemampuan berpikir kritis siswa dan penyelesaian masalah terhadap siswa kelas

X MIPA SMKN 4 Medan di materi Fungsi Eksponen. Hasil penilaian siswa yang

didapatkan dari studi pendahuluan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir

kritis dan kemampuan penyelesaian masalah matematis siswa sangat rendah pada

materi Fungsi Eksponen, terbukti pada saat diberikan soal mengenai fungsi eksponen

baik berupa soal kontekstual maupun tidak mengenai fungsi eksponen, siswa belum mampu

berpikir kritis dan siswa masih mengalami kesulitan mengelola dan memanfaatkan informasi

yang diketahui sehingga berakibat kesulitan dalam penyelesaian masalah. Dari hasil tes, 5

soal cerita yang diberikan berkaitan dengan materi Fungsi Eksponen, didapatkan

nilai rata – rata sebesar 58,5 dari 36 siswa di dalam satu kelas yang mengikuti

tes. Selain observasi didapatkan pula hasil wawancara dengan guru mata pelajaran

matematika yang mengungkapkan bahwa kemampuan siswa dalam

menyelesaikan fungsi eksponen terutama pada saat menterjemahkan soal cerita

dalam bentuk grafik masih rendah. Hal ini diduga berkaitan dengan kemampuan

siswa berpikir kritis dalam menggunakan dan mengelola informasi antara yang

diketahui di dalam soal dan yang diperoleh pada saat pembelajaran.

7
1. Siswa belum
mampu
menganalisis soal
2. Siswa belum
mampu
menghubungkan
dan
mengembangkan
konsep fungsi
eksponen untuk
menyelesaikan
masalah.
3. Siswa belum
mampu
menggunakan
Gambar 1. Hasil Jawaban Siswa

Beberapa fakta yang sudah dikemukakan di atas, maka dari itu peneliti

memandang perlu untuk mengetahui lebih jauh lagi mengenai pengaruh Project

Based Learning dan Problem Based Learning terhadap kemampuan berpikir kritis

dan disposisi matematis siswa SMKN 4 Medan.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari beberapa permasalahan penelitian yang telah dibahas di dalam latar

belakang dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut.

1. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa kemampuan berpikir kritis siswa

SMKN 4 Medan masih tergolong rendah.

2. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa disposisi matematis siswa SMKN 4

8
Medan masih tergolong rendah.

3. Dibutuhkan penggunaan model pembelajaran yang dapat melatih

keterampilan berpikir kritis dan disposisi matematis pada siswa, namun tetap

fokus pada konsep-konsep materi.

4. Model pembelajaran Project Based Learning dan Problem Based Learning

merupakan model pembelajaran yang bersifat kreatif, inovatif, dan

konstekstual di mana memberikan kebebasan bagi peserta didik untuk

merancang dan membuat suatu proyek dari materi pembelajaran.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Aspek yang diteliti yaitu kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis

siswa;

2. Model pembelajaran yang diberikan dalam penelitian ini yaitu Project Based

Learning dan Problem Based Learning.

3. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas X SMKN 4 Kota Medan.

4. Materi pelajaran yang diteliti adalah Fungsi Eksponen.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka peneliti dapat merumuskan

masalah sebagai berikut.

1. Apakah penggunaan model Project Based Learning berpengaruh secara

signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMKN 4

Medan?

9
2. Apakah penggunaan model Project Based Learning berpengaruh secara

signifikan terhadap disposisi matematis siswa kelas X SMKN 4 Medan?

3. Apakah penggunaan model Problem Based Learning berpengaruh secara

signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMKN 4

Medan?

4. Apakah penggunaan model Problem Based Learning berpengaruh secara

signifikan terhadap disposisi matematis siswa kelas X SMKN 4 Medan?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah.

1. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Project Based Learning


terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMKN 4 Medan?
2. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Project Based Learning
terhadap disposisi matematis siswa kelas X SMKN 4 Medan?
3. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMKN 4 Medan?
4. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning
terhadap disposisi matematis siswa kelas X SMKN 4 Medan?

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan diharapkan memberikan manfaat sebagai

berikut.

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang

pengaruh Project Based Learning dan Problem Based Learning terhadap

10
kemampuan berpikir kritis siswa dan disposisi matematis siswa pada Fungsi

Eksponen di kelas X SMKN 4 Medan.

2. Bagi akademisi, hasil penelitian diharapkan mampu memberikan kontribusi

dalam mengembangkan pembelajaran matematika yang berkualitas.

3. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam menentukan

model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan

disposisi matematis siswa yang berguna mempersiapkan siswa menguasai

skill keterampilan abad ke-21.

4. Bagi siswa, yang diharapkan pembelajaran matematika dengan model

pembelajaran Project Based Learning dan Problem Based Learning di materi

Fungsi Eksponen dapat menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna.

11

Anda mungkin juga menyukai