Anda di halaman 1dari 65

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOPERATIF TIPE STAD

(STUDENT TEAM ACHIEVENENT DIVISION) TERHADAP


PENINGKATAN KOMIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII
SMP NEGERI 3 SIKAKAP MENTAWAI

PROPOSAL

ABIEJER SAGARA-GARA

19050005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1

B. Identifikasi Masalah............................................................................7

C. Batasan Masalah................................................................................7

D. Rumusan Penelitian............................................................................7

E. Manfaat Penelitian..............................................................................8

BAB II LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teori...................................................................................9

B. Pembelajaran Koperatif STAD.........................................................15

C. Kelebihan Dan Kekurangan STAD..................................................19

D. Karangka Berfikir.............................................................................20

E. Hasil Belajar....................................................................................21

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian...........................................................23

B. Subjek dan Objek Penelitian.............................................................23

C. Rancangan Penelitian.......................................................................23

D. Instrumen Penelitian.........................................................................24

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian PTK..............................................24

F. Teknik Pengumpulan Data...............................................................28

i
G. Teknik Analisis Data........................................................................29

H. Indikator Keberhasilan......................................................................33

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan bagi umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi

sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok

manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk

maju, sejahtera, dan bahagia. Salah satu naluri manusia yang terbentuk dalam

jiwanya secara individual adalah kemampuan dasar yang disebut para ahli

psikologi sebagai instink greogorius (naluri untuk hidup berkelompok) atau

hidup bermasyarakat. Dan dengan naluri ini, tiap manusia secara individual

ditinjau dari segi antropologi sosial disebut homo socius artinya makhluk

yang bermasyarakat, saling tolong menolong dalam rangka mengembangkan

kehidupan disegala bidang. Tujuan pendidikan tentu tidak bisa terlepas dari

kurikulum sekolah. Kurikulum digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam

dunia pendidikan akan selalu muncul masalah-masalah baru seiring tuntutan

perkembangan zaman karena pada dasarnya sistem pendidikan nasional

senantiasa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan baik

ditingkat lokal dan nasional. Belajar matematika merupakan suatu syarat

cukup untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Dikarena dengan

belajar matematika kita akan belajar bernalar secara kritis, kreatif dan aktif.

1
Matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol, maka

konsep-konsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum

memanipulasi simbol-simbol itu (anwar 2021).

Dalam proses pembelajaran matematika sangat diperlukan komunikasi

antara guru dan siswa. Tiadanya komunikasi yang baik antara guru dan

siswa, mustahil proses pembelajaran akan berhasil. Selain itu menurut Asikin

(2016:3) komunikasi dalam matematika merupakan alat untuk mengukur

pemahaman dan merefleksikan pemahaman matematika para siswa. Terkait

dengan aktivitas. komunikasi dalam pembelajaran matematika. Pelajaran

matematika juga merupakan alat bantu untuk mengkomunikasikan berbagai

ide dengan jelas, tepat, dan ringkas. Jika di dalam pembelajaran matematika

dilakukan secara sistematis dan dipahami setiap langkahnya bisa

menghilangkan persepsi siswa dengan mengatakan pelajaran matematika itu

sulit.

Matematika dianggap salah satu mata pelajaran yang sulit dan juga

membosankan karena melibatkan banyak rumus dan angka, sebagaimana

pendapat yang disampaikan oleh Afriansyah (2016: 143) Siswa juga banyak

mengalami kesulitan dalam pembelajaran matematika ini. Salah satu

penyebab kesulitan yang di alami siswa ialah dengan kondisi kelas yang pasif

sehingga siswa jarang di libatkan dalam kegiatan pembelajaran membuat

siswa berfikir bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit. Dengan

2
Meningkatkan kemampuan komunikasi siswa membuat siswa tidak pasif di

kelas dan mampu meningkatkan rasa ingin tau siswa tentang pelajaran

terutama didalam pelajaran matematika. Maka dari itu peran seorang guru

sangat penting di dalam kegiatan pembelajaran. Apabila siswa sulit untuk

memahami materi yang sedang dipelajari maka akan menjadi kendala bagi

siswa untuk memahami materi selanjutnya. Dengan demikian guru semestinya

memberikan inovasi baru di dalam kegiatan pembelajaran agar kelas menjadi

tidak pasif.

Kurikulum Berbasis Kompetensi menyatakan bahwa kemampuan

komunikasi merupakan salah satu kemampuan yang perlu diperhatikan dalam

penilaian hasil belajar sehubungan dengan keberhasilan dan efisiensi suatu

pembelajaran. Penilaian kemampuan komunikasi tersebut meliputi

kemampuan siswa dalam menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika

secara lisan, tulisan atau memdemonstrasikan. (Depdiknas, 2014:1). Oleh

karena itu kompetensi yang terkait dengan komunikasi ini harus dicapai

selama proses pembelajaran di kelas. Menurut informasi dari guru

matematika kelas VIII SMP Negeri 3 Kabupaten Kepulauan mentawai

sebagian besar siswa beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang

sulit. Sebagian dari mereka mengalami ketegangan dalam proses

pembelajaran matematika di kelas. Banyak siswa yang takut untuk bertanya

tentang sesuatu yang belum dimengerti atau mengemukakan pendapat atau

3
gagasan. Banyak dari mereka yang hanya memilih duduk diam, mencatat dan

mendengarkan pada saat pembelajaran berlangsung. Sehingga proses

pembelajaran terkesan membosankan. Melihat kondisi tersebut maka guru

perlu memahami dan mengembangkan serta menerapkan model atau strategi

yang tepat dalam pembelajaran matematika. tujuannya agar siswa dapat

belajar secara aktif dan mampu meningkatkan motivasi siswa dalam belajar

matematika.Sebagaimana wawancara ketika observasi disekolah kepada salah

seorang guru mata pelajaran matematika wajib kelas VIII di SMP Negeri 3

Sikakap, bahwasannya guru masih menggunakan model pembelajaran

konvensional, guru matematika disekolah tersebut pun pernah menggunakan

model pembelajaran kooperatif tetapi tidak kondusif dikarna kan belum

semuanya aktif dalam kegiatan pembelajaran tersebut, hanya beberapa siswa

saja yang aktif didalam pembelajaran tersebut. Siswa pun sulit untuk

menjelaskan materi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Padahal

siswa tersebut mengerti dengan apa yang ingin dijelaskannya dengan teman-

temannya tapi ia sulit untuk mengkomunikasikan kembali kepada teman-

temannya. Selain itu hasil belajar matematika siswa kelas VIII masih belum

mencukupi KKM, dan kemampuan siswa dalam menyampaikan ide baik

secara lisan maupun tulisan masih kurang dikarna kan siswa banyak yang

bingung dengan simbol atau notasi yang ada pada materi pembelajaran

matematika. Saat pembelajaran berlangsung siswa tidak berani untuk

menanyakan kesulitan dalam memahami materi maupun dalam mengerjakan

4
soal yang diberikan guru. Inisiatif siswa kurang, hal tersebut nampak ketika

guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya maupun berpendapat tidak

dimanfaatkan dengan baik oleh siswa dan hal tersebut berdampak pada

rendahnya hasil belajar siswa.Kesulitan yang muncul mengakibatkan siswa

yang bersangkutan sulit untuk memahami apa yang sedang dipelajari. Karena

itu, Soedjadi (dalam Mulbar, 2016) mengemukakan bahwa kesulitan siswa itu

bukan masalah baru, tetapi tidak dapat dipecahkan hanya dalam satu cara,

serta memerlukan perhatian yang terus menerus lebih lanjut dikatakan bahwa

kesulitan siswa dalam belajar matematika adalah sesuatu yang unik. Dengan

sifat keunikan tersebut, maka kesulitan siswa dapat diduga sangat beragam,

ini dipengaruhi oleh potensi yang ada pada masing-masing pribadi (individu).

Dalam hal ini guru sangat diharapkan untuk dapat mengantisipasi kerawanan

dan kesulitan yang diduga akan muncul, serta berani menentukan dan

mengukur bahan pelajaran yang akan diberikan. Kesulitan siswa dalam belajar

matematika tersebut kemungkinan karena siswa tidak atau belum mengetahui

cara belajar matematika yang baik. Berkaitan dengan kenyataan ini, Herman

Hudoyo (1998) mengatakan bahwa belajar matematika akan berhasil bila

proses belajarnya baik, dan peristiwa belajar yang dikehendaki akan tercapai

apabila faktor yang mempengaruhi dapat dikelola dengan sebaik-baiknya.

Faktor tersebut antara lain, peserta didik, pengajar, sarana dan prasarana serta

penilaian. Hal ini juga menjadi masalah yang terjadi di SMP Negeri 3

Sikakap,dimana kemampuan komunikasi matematis siswa tersebut masih

5
tergolong cukup rendah dan hal tersebut dapat dilihat dari tabel kemampuan

komunikasi matematis siswa dalam semester ganjil .

Tabel 1.2 Persentase Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VIII

Semester ganjil tahun ajaran 2022/2023

Kelas VIII 1/2


Indikator Kemampuan
No. Persentase
Komunikasi Kriteria
(%)
Matematis

1. Menghubungkan benda nyata,

gambar, dan diagram ke 67,24 Baik

dalam ide matematika.

2. Menjelaskan ide, situasi, dan

relasi matematika

secara lisan atau 60,34 Baik

tulisan, dengan benda

nyata, gambar, grafik, dan

aljabar

6
3. Menyatakan peristiwa sehari-

hari dalam bahasa 38,79 Cukup

matematika.

4. Mendengarkan, diskusi, dan


45,68 Cukup
menulis tentang matematika.

5. Membaca dengan pemahaman


Baik
suatu presentasi matematika 59,48

tertulis.

6. Menyusun pertanyaan

matematika yang 33,62 Cukup

relevan

dengan situasi masalah.

7. Membuat konjektur,menyusun

argument, merumuskan 33,62 Cukup

definisi dan generalisasi.

Total Skor 48,40 Cukup

(Sumber: Guru Mata pelajaran matematika kelas VIII)

Berdasarkan tabel hasil tes awal kemampuan komunikasi matematis

matematika siswa yang mengacu pada tujuh indikator yang ada pada

kemampuan komunikasi matematis siswa, bahwa kemampuan komunikasi

matematis siswa dalam menjawab soal matematika masih sangat rendah

7
yaitu dengan kategori cukup, dengan persentase 48,40. Adapun

pertimbangan dalam masalah tersebut adalah:

1) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa matematika.

2) Mendengarkan, diskusi, dan menulis tentang matematika

3) Menyusun pertanyaan matematika yang relevan dengan situasi masalah.

4) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan

generalisasi.

Rendah nya kemampuan komunikasi matematis siswa tersebut dikarenakan

siswa masih belum bisa mengkomunikasi kan pertanyaan yang diberikan. Jika siswa

sudah menguasai kemampuan komunikasi matematis, siswa akan lebih mudah untuk

memahami maksud pertanyaan yang diberikan sehingga siswa mampu untuk

menjawab pertanyaan yang diberikan dan melanjutkan materi selanjutnya. Untuk

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran

tergantung dengan proses pembelajaran dikelas, siswa di biasakan untuk mampu

memecahkan masalah yang diberikan dengan mengkonstruksikan sendiri

pengetahuannya.Selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Wahyuni (2016: 3)

Rendahnya komunikasi matematis, tidak lepas dari proses pembelajaran

matematika. Untuk mengembangkan komunikasi matematis siswa dapat di lakukan

dengan merancang suatu pembelajaran yang membiasakan siswa untuk

mengkonstruksikan sendiri pengetahuannya. Dengan begitu siswa lebih

8
memahamikonsep yang diajarkan serta mampu

mengkomunikasikan pemikirannya baik dengan guru maupun teman sejawat.

Rendahnya hasil belajar dan kemampuan komunikasi matematika siswa merupakan

gambaran dari rendahnya tingkat penguasaan matematika siswa sebagai masalah

dalam bidang pendidikan yang harus segera diatasi. Permasalahan tersebut dicoba

diselesaikan oleh peneliti Berdasarkan permasalahan di atas, guru harus mampu

merancang metode pembelajaran yang membuat siswa aktif melatih kemampuan

komunikasi matematis dan meningkatkan hasil belajar matematika siswa secara

realistis. Hal ini memungkinkan siswa untuk memahami materi yang disampaikan

guru secara lebih bermakna(Matematika & Surakarta, 2018).

Dari kenyataan yang ada tersebut, dapat dikatakan bahwa kualitas

pembelajaran matematika, perlu dioptimalisasi, utamanya dalam upaya

meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa. Untuk itu

diperlukan model atau strategi yang tepat dalam pembelajaran di kelas agar

pembelajaran menjadi lebih efektif, guru perlu mengantisipasinya dengan

menerapkan model-model pembelajaran yang menunjang rencana tersebut.

Salah satu model yang dapat diterapkan yaitu model pembelajaran kooperatif

tipe STAD (Student Teams-Achievement Divisions). Pembelajaran kooperatif

tipe STAD adalah model pembelajaran dimana dalam pembelajaran para

siswa diberi kesempatan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang

heterogen yang terdiri dari 4-5 orang siswa untuk belajar menyelesaikan atau

9
memecahkan suatu masalah secara bersama-sama. Diharapkan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD ini mampu memberi landasan teoritis

kepada siswa bagaimana dapat sukses belajar bersama orang lain.

Sehubungan dengan itu, menurut Slavin dalam Pradnyo Wijayanti,

(2002) STAD merupakan suatu tipe model pembelajaran kooperatif yang

efektif dalam mengajarkan konsep-konsep yang sulit pada siswa dan dapat

melatih kemampuan siswa dalam pembelajaran. Dan juga diharapkan melalui

model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa lebih berani untuk

mengemukakan pendapat atau ide sehingga mampu meningkatkan

kemampuan komunikasi matematika siswa dalam kelas. melalui penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang penggunaannya

diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran yang telah dituangkan dalam

Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) mata pelajaran Matematika.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai salah satu

solusi alternatif model pembelajaran yang dapat dicoba untuk lebih

mengaktifkan proses pembelajaran. Diharapkan dengan penerapan model

pembelajaran tipe STAD siswa mampu berpikir aktif dan kreatif serta mampu

berkomunikasi matematika secara baik sehingga tujuan pembelajaran tercapai

secara efektif serta dapat menghilangkan kebosanan dalam interaksi belajar

mengajar sehinnga terdapat peningkatan hasil belajar siswa seperti yang

diharapkan Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti mengangkat

10
judul penelitian “Penerapan Model pembelajaran koperatif tipe STAD

terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa terhadap

pelajaran matematika kelas VIII Smp Negeri 3 Sikakap Mentawai.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai

berikut:

1. Guru kelas VIII masih menggunakan metode pembelajaran konvensional seperti

ceramah, latihan dan dan pembelajaran koperatif namun belum optimal.

2. kemampuan komunikasi matematis siswa masih sangat rendah.

3. Hasil belajar matematika siswa masih sangat rendah

C.Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu penerapan model pembelajaran

koperatif tipe stpada pembelajaran matematika pada siswa kelas VIII SMP

Negeri 3 Sikakap.

D. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah apakah dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

11
STAD (Student Teams Achievment Divisions) mampu meningkatkan

kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Sikakap.

E.Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi Peserta Didik

Melalui model pembelajaran koperatif tipe stad diharapkan dapat

meningkatkan.hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika

1. Bagi Pendidik

Model pembelajaran koperatif tipe stad ini dapat dijadikan alternatif

metode pembelajaran untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran

sehari-hari dan untuk memudahkan guru mencapai tujuan pembelajaran.

2. Bagi Sekolah

Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya mengadakan perbaikan-

perbaikan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar siswa.

12
BAB II

KAJIAN TEORI

A.Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan

terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang

beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara

siswa dengan siswa. Menurut Saiful Sagala (2009: 61) pembelajaran ialah

membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar

merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan

proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh guru sebagai pendidik,

sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Pembelajaran

merupakan suatu proses belajar dan mengajar dengan segala interaksi di

dalamnya.

Erman Suherman (2003: 8) menyatakan bahwa pembelajaran adalah

upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar

tumbuh dan berkembang secara optimal. Sehingga kemampuan yang dimiliki

guru untuk mengorganisir komponen di dalamnya sangat diperlukan agar

13
tujuan pembelajaran tercapai. Menurut Herman Hudojo (2005: 103)

pembelajaran matematika berarti pembelajaran tentang konsep-konsep dan

struktur-struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta mencari

hubunganhubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut.

Sedangkan Dienes (Herman Hudojo, 2005: 71) mengemukakan bahwa belajar

matematika melibatkan suatu struktur hierarki dari konsepkonsep tingkat yang

lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya.

Agar tujuan pengajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisir

semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu

dengan lainnya dapat berinteraksi secara harmonis. Salah satu komponen

dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode

pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan

konteks pembelajaran. Sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat

memilih model pembelajaran serta media yang cocok dengan materi atau

bahan ajaran

Dalam pembelajaran matematika salah satu upaya yang dilakukan oleh

guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD

karena dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat terjadi proses

saling membantu diantara anggota-anggota kelompok untuk memahami

konsep-konsep matematika dan memecahkan masalah matematika dengan

kelompoknya. Menurut Kaharuddin & Magfirah (2018:18) menjelaskan

14
bahwa pembelajaran matematika merupakan proses belajar konsep, struktur

dan batas-batas yang saling terkait untuk dipecahkan atau diselesaikan. Dalam

pembelajaran matematika diharapkan guru dapat menciptakan sarana

pendukung terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa

tentang matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara

guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika

tersebut. Oleh karena itu sangat dibutuhkan strategi pembelajaran yang dapat

membuat guru dan siswa menjadi aktif.Kemampuan serta sikap aktif siswa

tersebut, yaitu dimana siswa yang melakukan proses pembelajaran, sedangkan

guru sebagai pemimpin dan sebagai fasilitator belajar yakni mengatur,

mengorganisasi siswa. Saat ini yang dibutuhkan adalah siswa yang lebih aktif

melakukan proses pembelajaran sehingga akan tercapai hasil yang optimal.

Agar siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, maka diperlukan

berbagai upaya dari guru untuk dapat membangkitkan keaktifan mereka.

Aktivitas atau tugas-tugas yang dikerjakan siswa hendaknya menarik minat

siswa, dibutuhkan dalam perkembangannya, serta bermanfaat bagi masa

depannya. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dalam pembelajaran upaya

guru dalam mengembangkan keaktifan belajar siswa sangatlah penting. Sebab

keaktifan belajar siswa menjadi penentu bagi keberhasilan pembelajaran yang

dilaksanakan. Keberhasilan Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran matematika adalah suatu upaya penataan lingkungan belajar

siswa tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam

15
matematika yang pada akhirnya siswa dapat mengkomunikasikan konsep-

konsep dan struktur-struktur tersebut sehingga proses belajar dapat

berkembang secara optimal.

B. Pembelajaran Koperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang

menempatkan siswa belajar dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 siswa

dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Pembelajaran ini menekankan kerja

sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan yang sama. Kunci dari

pembelajaran kooperatif ini adalah kerja sama. Kerja sama adalah suatu

bentuk interaksi, merancang untuk

memudahkan pencapaian tujuan dalam kelompok. Sehingga dapat

dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah sekumpulan proses yang

membantu siswa untuk berinteraksi dalam rangka mencapai tujuan tertentu

atau membangun hasil akhir yang diinginkan. Roger dan David Johnson

dalam Anita Lie (2004) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa

dianggap cooperative learning (pembelajaran kooperatif). Terdapat 5 unsur

dasar yang membedakan pembelajaran kooperatif belajar kelompok yang

dilakukan asal-asalan. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam

pembelajaran kooperatif, unsur-unsur dasar tersebut harus diterapkan yaitu:

(1) saling ketergantungan positif,

16
(2) tanggung jawab perseorangan,

(3) tatap muka,

(4) komunikasi antar anggota,

(5) evaluasi proses kelompok.

2. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif menurut Asikin

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

a. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara

kooperatif.

b. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang,

dan rendah.

c. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya,

jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok

terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula.

d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.

Pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tujuan penting yaitu sebagai berikut.

1. Hasil Belajar Akademik Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk

meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Benyak ahli yang

berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu

siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit.

17
2. Penerimaan Terhadap Keragaman Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar

siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam

latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama

kemampuan akademik, dan tingkat sosial.

3. Pengembangan Keterampilan Sosial Keterampilan sosial yang dimaksud dalam

pembelajaran kooperatif antara lain yaitu berbagi tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau

menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok, dan sebagainya.

Terdapat enam fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif seperti

yang digambarkan sebagai berikut.

FASE Indikator Aktivitas/kegiatan

Guru

Guru menyampaikan semua tujuan

pembelajaran yang ingin


Menyampaikan tujuan dan
1 dicapai pada pelajaran
memotivasi siswa
tersebut dan memotivasi

siswa belajar.

2 Menyampaikan Guru menyajikan informasi kepada

informasi siswa dengan jalan

18
demonstrasi atau

lewat bahan bacaan.

Guru menjelaskan kepada siswa

bagaimana caranya

Mengorganisasikan siswa ke membentuk kelompok

3 dalam kelompok- belajar dan membantu

kelompok belajar setiap kelompok agar

melakukan transisi secara

efisien.

Guru membimbing kelompok-


Membimbing kelompok
4 kelompok belajar pada saat mereka
bekerja dan belajar
mengerjakan tugas.

Guru mengevaluasi hasil belajar

Evaluasi tentang materi yang telah

dipelajari
5
atau masing-masing kelompok

mempresentasikan hasil

kerjanya.

19
Guru mencari cara-cara untuk

Memberikan menghargai upaya atau hasil


6
pengharga belajar individu maupun

an kelompok

. Keuntungan-Keuntungan Pembelajaran Kooperatif Keuntungan menggunakan

pembelajaran kooperatif antara lain adalah sebagai berikut.

a. Membiasakan supaya terampil dalam berpikir kritis.

b. Meningkatkan hasil kelas.

c. Model menyesuaikan siswa dalam teknik problem solving.

d. Menampilkan pembelajaran sesuai selera personal.

e. Momotivasi siswa dalam kurikulum tertentu.

f. Membangun ketrampilan sosial dalam diri siswa.

g. Membangun variasi pemahaman diantara siswa dan guru.

h. Menetapkan lingkungan yang baik dalam memberi contoh menerapkan kerja sama.

i. Membangun komunitas belajar.

j. Membangun kepercayaan diri siswa.

k. Menambah ketertarikan.

l. Menambah sikap positif dalam diri seorang guru.

m. Dapat menggunakan barbagai teknik penilaian.

1.Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif.

20
Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif dapat dilakukan melalui

berbagai tipe, guru dapat memilih tipe yang sesuai dengan tujuan yang hendak

dicapai. Tipe-tipe dalam model pembelajaran kooperatif yaitu: tipe STAD

(Student Teams Achievment Divisions), tipe jigsaw, tipe TGT (Teams Games

Tournament), tipe TAI (Teams Assisted Individualization), tipe CIRC

(Cooperative Integrated Reading and Composition), tipe investigasi

kelompok, dan tipe pendekatan struktural. Pada penelitian tindakan kelas ini

peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD karena

pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif

yang paling sederhana dan paling mudah diterapkan. Selain itu di kelas VIII

smp negeri 3 sikakap belum pernah menerapkan pembelajaran kooperatif

sehinnga peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan

harapan dapat mudah diikuti oleh siswa.

C.Pembelajaran koperatif tipe stad

STAD singkatan dari Student Teams-Achievment Divisions. STAD

merupakan salah satu tipe dalam model pembelajaran kooperatif untuk

pengelompokan campur yang melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab

kelompok untuk pembelajaran individu anggota kelompok. Menurut

Mohammad Nur (2012) terdapat empat inti kegiatan dalam STAD yaitu

penyajian materi, belajar dalam tim, pemberian kuis, dan penghargaan.

1.Penyajian Materi

21
Guru menyajikan atau mempresentasikan materi pelajaran. Setiap awal

pembelajaran kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian kelas.

Penyajian tersebut mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan

terbimbing

2.Belajar Dalam Tim

Siswa belajar melalui kegiatan kerja dalam tim/kelompok mereka

dengan dipandu oleh LKS, untuk menuntaskan materi pelajaran. Selama

belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang

diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi

tersebut. Pada saat pertama kali menggunakan pembelajaran kooperatif, guru

perlu memberi bantuan dengan cara memperjelas perintah, mereview konsep,

atau menjawab pertanyaan. Selain itu guru juga melakukan bimbingan kepada

siswa yang mengalami kesulitan pada saat kegiatan belajar kelompok

berlangsung.

3.Pemberian Kuis

Siswa mengerjakan kuis secara individual tidak boleh kerja sama. Hal

ini bertujuan untuk menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama

belajar dalam kelompok. Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan

individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan kelompok. Nilai

perkembangan kelompok diperoleh dari nilai perkembangan individu tiap

22
anggota kelompok. Nilai awal diambil dari hasil ulangan harian siswa tiap

anggota kelompok.

4.Penghargaan

Pemberian penghargaan kepada siswa yang berprestasi dan

tim/kelompok yang memperoleh akor tertinggi dalam kuis. Kegiatan ini

dilakukan pada setiap akhir pertemuan kegiatan pembelajaran. Guru

dapat memberikan penghargaan berupa pujian, skor perkembangan, atau

barang yang dapat berbentuk makanan kecil. Langkah tersebut dilakukan

untuk memberikan motivasi kepada siswa agar lebih aktif dalam kegiatan

belajar mengajar.Oleh karena itu yang perlu disiapkan guru sebelum

memulai model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini adalah sebagai

berikut.

1. Nilai rata-rata harian siswa. Nilai ini sebagai acuan untuk membentuk

kelompok siswa yang heterogen dan skor rata-rata suatu kelompok

(jumlah nilai rata-rata siswa dalam suatu kelompok dibagi dengan

banyaknya siswa dalam kelompok tersebut).

2. Guru membentuk kelompok siswa yang heterogen tanpa membedakan

kecerdasan, suku/bangsa, maupun agama. Jadi, dalam setiap kelompok

sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing

siswa sebaiknya merasa cocok satu sama lain. Setiap kelompok terdiri

atas 4 sampai 5 siswa.

23
3. Guru mempersiapkan LKS (Lembar Kerja Siswa). LKS itu untuk belajar

bukan untuk sekedar diisi dan dikumpulkan.

4. Kunci jawaban LKS untuk mengecek pekerjaan siswa (dicek sendiri oleh

siswa). Oleh karena itu, penting bagi siswa untuk pada akhirnya diberi

kunci jawaban LKS.

5. Kuis, berupa tes singkat untuk seluruh siswa. Kuis berbeda dengan

ulangan harian. Waktu kuis berkisar antara 10 menit sampai 15 menit

saja

6. Membuat tes/ulangan untuk melihat ketercapaian hasil belajar yang

diharapkan.

Adapun langkah-langkah STAD dalam pembelajaran matematika sebagai

berikut.

1. Guru menyajikan materi pelajaran seperti biasa.

2. Guru membentuk kelompok belajar dan mengatur tempat duduk

siswa agar setiap kelompok dapat saling bertatap muka.

3. Guru membagikan LKS. Setiap kelompok diberi 2 set.

4. Anjurkan agar setiap siswa dalam kelompok dapat mengerjakan LKS

secara berpasang-pasangan dua-dua atau tigaan. Kemudian saling

mengecek pekerjaannya di antara teman dalam pasangan atau tigaan itu.

Bila ada siswa yang tidak dapat mengerjakan LKS, teman satu

tim/kelompok bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada temannya

24
yang tidak bisa tadi.

5. Berikan kunci LKS agar siswa dapat mengecek pekerjaannya sendiri.

6. Bila ada pertanyaan dari siswa, mintalah mereka mengajukan

pertanyaan itu kepada teman satu kelompok sebelum mengajukannya

kepada guru.

7. Guru berkeliling untuk mengawasi kinerja kelompok.

8. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya atau melapor

kepada guru hambatan yang dialami anggota kelompoknya dalam

mengisi LKS. Jika diperlukan, guru dapat memberikan bantuan kepada

kelompok secara proporsional.

9. Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah

memahami, dan dapat mengerjakan LKS yang diberikan guru.

10. Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator jika diperlukan.

11. Setelah selesai mengerjakan LKS secara tuntas, berikan kuis kepada

seluruh siswa. Para siswa tidak boleh bekerja sama dalam mengerjakan

kuis. Setelah siswa selesai mengerjakan kuis, langsung dikoreksi untuk

melihat hasil kuis.

12. Berikan penghargaan kepada siswa yang benar, dan kelompok yang

memperoleh skor tertinggi. Berilah pengakuan/pujian kepada prestasi

tim.

13. Guru memberikan tugas/PR secara individual kepada para siswa tentang

25
pokok bahasan yang sedang dipelajari.

14. Guru bisa membubarkan kelompok yang dibentuk dan para siswa

kembali ke tempat duduknya masing-masing.

15. Guru dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan kompetensi yang

ditentukan.

A. Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran koperatif tipe stad

Kelebihan dalam penggunaan pendekatan pembelajaran ini adalah sebagai berikut.

a. Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir kritis dan kerja sama

kelompok.

b. Menyuburkan hubungan antara pribadi yang positif diantara siswa yang berasal

dari latar belakang yang berbeda.

c. Menerapakan bimbingan oleh tim.

d. Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah. Sedangkan

kelemahan dalam penggunaan pendekatan pembelajaran ini adalah sebagai

berikut.

a) Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan seperti

ini.

b) Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan

kelas, akan tetapi usaha yang sungguh-sungguh dan terus menerus akan dapat

terampil menerapkan model pembelajaran ini.

26
Dengan melihat keunggulan-keunggulan dan karakteristik dari pembelajaran

kooperatif dalam penerapannya di kelas diharapkan siswa dapat mempelajari

materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan

mereka dapat menemukan arti di dalam proses pembelajarannya sehingga

pembelajarn menjadi lebih berarti dan menyenangkan bagi siswa. Siswa akan

bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, menggunakan

pengalaman dan pengetahuan sebelumnya sebai dasar untuk membangun

pengetahuan baru. Itu semua nantinya diharapkan akan dapat meningkatkan

pemahaman konsep matematika siswa, yang tentunya saja pada akhirnya

bermuara pada peningkatan belajar metematika siswa

D.Kemampun Komunikasi Matematis

a. Pengertian Komunikasi Matematis

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh sumber

melalui saluran saluran saluran tertentu kepada penerima atau “receiver”

(Suparno, 2001:135). Dalam setiap peristiwa komunikasi terkandung

sejumlah unsur diantaranya pesan yang disampaikan, pihak-pihak yang

terlibat dalam peristiwa komunikasi tersebut, serta cara

pengalihan/penyampaian pesan serta teknologi yang dijadikan sarana. Pesan-

pesan itu dapat berbentuk lisan maupun tulisan, dapat bersifat verbal maupun

non verbal, dalam arti bahwa simbol-simbol yang disepakati tidak diucapkan

27
tetapi disampaikan melalui cara/alat selain kata-kata dan mempunyai makna

yang dipahami oleh keduanya. Untuk mencapai interaksi dalam belajar

mengajar perlu adanya komunikasi yang jelas antara guru dengan siswa.

Sering dijumpai kegagalan pembelajaran disebabkan lemahnya komunikasi

antara guru dan siswa. Jika para siswa hanya pasif dalam pembelajaran akan

mengakibatkan guru tidak dapat menetahui tingkat kesukaran yang dihadapi

masing-masing siswa Untuk itulah guru perlu mengembangkan pola

komunikasi yang efektif dalam proses pembelajaran. Sudjana (1989)

menyatakan terdapat tiga pola komunikasi yang dapat digunakan untuk

mengembangkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa antara lain

sebagai berikut.

a. Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah.

Dalam komunikasi ini guru berperan sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai

penerima aksi. Guru aktif siswa pasif. Komunikasi jenis ini kurang banyak

menghidupkan kegiatan belajar siswa.

b. Komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah.

Komunikasi jenis ini guru dan siswa dapat berperan sama, yakni pemberi

aksi dan penerima aksi. Keduanya dapat saling memberi dan saling menerima.

c. Komunikasi sebagai tranaksi atau komunikasi banyak arah.

28
Dalam komunikasi ini tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara

guru dengan siswa yang satu dengan siswa yang lainnya. Pola komunikasi ini

mengarah kepada proses pembelajaran yang mengembangkan kegiatan siswa

yang optimal, sehingga menumbuhkan siswa belajar aktif. Merujuk pada

pengertian komunikasi tersebut, maka komunikasi matematika dapat diartikan

sebagai suatu peristiwa saling hubungan atau dialog yang terjadi dalam suatu

lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan

berisi tentang materi matematika yang dipelajari di kelas. Pihak yang terlibat

dalam peristiwa komunikasi di lingkungan kelas adalah guru dan siswa.

Sedang pengalihan pesan dapat secara lisan maupun tulisan. Menurut

Sumarmo (2003:6) pembelajaran matematika termasuk di dalamnya evaluasi

hasil belajar hendaknya mengutamakan pada pengembangan “daya

matematika” atau mathematical power siswa yang meliputi kemampuan

menggali, menyusun konjektur, menalar secara logis, menyelesaikan soal

yang tidak rutin, menyelesaikan masalah (problem solving), berkomunikasi

secara matematika, mengaitkan ide matematika dengan kegiatan intelektual

lainnya. Dalam seting pembelajaran di kelas dapat dimaknai bahwa

komunikasi yang terjadi di kelas memiliki dua arti penting, yaitu sebagai

berikut.

1. Komunikasi dapat meningkatkan motivasi siswa menghasilkan kinerja

prestasi yang lebih baik. .

29
2. Komunikasi dapat meningkatkan komitmen para siswa terhadap terbangunnya

komunitas matematika.

Perlu ditumbuhkan kesadaran tentang pentingnya memperhatikan

kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan matematika yang dipelajari

di sekolah. Sebab salah satu fungsi pelajaran matematika adalah sebagai cara

untuk mengkomunikasikan gagasan secara praktis, sistematis, dan efisien.

Menurut Baroody dalam Asikin (2001:3) sedikitnya ada 2 alasan penting yang

menjadikan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu menjadi fokus

perhatian, yaitu:

1. mathematic as language; matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpiir (a tool

of thinking), alat untuk menemukan pola, atau menyelesaikan maslah, namun

matematika juga an invaluable tool for communicating a variety of ideas

clearly, precisely, and succinty, dan

2. mathematics learning as social activity; sebagai aktivitas sosial, dalam

pembelajaran matematika, interaksi antar siswa, seperti juga komunikasi guru-

siswa merupakan bagian penting untuk “nurturing children’s mathematical

potential”. Uraian tentang peran penting komunikasi dalam pembelajaran

matematika dideskripsikan dalam rangkuman sebagai berikut.

1. Komunikasi merupakan alat untuk mengeksploitasi ide matematika dalam

berbagai perspektif, membantu mempertajam cara berpikir siswa dan

30
mempertajam kemampuan siswa dalam melihat berbagai keterkaitan materi

matematika.

2. Komunikasi merupakan alat untuk “mengukur” pertumbuhan pemahaman dan

merefleksikan pemahaman matematika para siswa.

3. Melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan

pemikiran matematika mereka.

4. Komunikasi antar siswa dalam pembelajaran matematika sangat penting untuk

pengkonstruksian pengetahuan matematika, pengembangan pemecahan

masalah, dan peningkatan penalaran, menumbuhkan rasa percaya diri, srta

peningkatan ketrampilan sosial.

Dari 4 macam berpikir tingkat tinggi dalam matematika salah satunya adalah

kemampuan komunikasi matematika. Adapun kemampuan komunikasi

matematika dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam hal-hal sebagai

berikut.

1. Menghubungkan benda nyata /gambar/diagram ke dalam ide matematika.

2. Menjelaskan ide matematika, situasi, dan relasi matematika secara lesan maupun

tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan atau secara aljabar.

3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam simbol atau bahasa matematika.

4. Mendengarkan, berdiskusi, menulis tentang metematika.

31
5. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.

6. Membuat konjektur (mengajukan dugaan), menyusun argumen, merumuskan

definisi, dan generalisasi.

7. Menjelaskan materi matematika yang telah dipelajari.

8. Membuat atau mengajukan pertanyaan tentang materi matematika yang telah

dipelajari.

b.Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis

Indikator kemampuan siswa dalam komunikasi matematis pada pembelajaran

matematika menurut NCTM (Nurazizah, 2009:23),

1) Kemampuan mengekspresikann ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan

mendemonstrasikannya serta mengambarkannya secara visual;

2) Kemampuan memahami, menginterprestasikan, dan mengevaluasi ideide

matematika baik secara lisan maupun bentuk visual lainnya;

3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi Matematika dan

struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-

hubungan dan model-model situasi. Menurut Jihad (2008:168), indikator

kemampuan komunikasi matematis meliputi kemampuan siswa,

1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram kedalam ide matematika,

32
2) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan

benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.

3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika

4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.

5) Membaca dengan pemahaman atau persentasi matematika tertulis.

6) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi.

7) Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

Dari indikator-indikator diatas maka kemampuan komunikasi yang akan

dinilai dalam penilaian ini meliputi indikator kemampuan komunikasi

matematis yaitu sebagai berikut

: 1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram kedalam ide – ide

matematika

2) Menginterpretasikan dan mengevaluasi ide – ide, symbol, istilah serta informasi

matematika

3) Menjalankan ide – ide situasi dan relasi matematika secara lisan dan tulisan

dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar

4) Menyatakan peristiwa sehari – hari dalam bahasa atau symbol matematika.

33
5) Menggunakan tabel, gambar model, dan lain – lain sebagai penunjang

penjelasannya.

6) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi.

Model Pembelajaran Konvensional

Menurut R. Wallace dalam Huljannah (2016: 14-18) Pendekatan

konvensional memandang bahwa proses pembelajaran yang dilakukan

sebagaimana guru mengajarkan materi kepada peserta didiknya. Pembelajaran

bersifat transfer ilmu, artinya guru mentransfer ilmu kepada peserta didiknya,

sedangkan peserta didik lebih banyak sebagai penerima. Menurut Putra (2019:

95) Dengan menerapkan pembelajaran dengan model pembelajaran

konvensional oleh siswa merasa takut untuk mengemukakan pendapat atau

pertanyaan, siswa mungkin bingung dengan apa yang akan ditanyakan

dikarenakan siswa kurang dilatih untuk mengembangkan ide-ide dalam

memahami dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dikarenakan pada

proses pembelajaran konvensional cendrung pembelajaran berlangsung satu

arah yaitu dari guru ke siswa saja. Selama proses pembelajaran seperti ini

siswa akan merasa bosan serta kurangnya aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran. Dalam keadaan seperti ini siswa tidak akan mau bertanya

kepada gurunya tentang hal-hal yang tidak dimengerti. Menurut Afriansyah

(2011: 38-40) Pembelajaran konvensional memiliki ciri- ciri sebagai berikut:

34
1. Guru lebih berperan aktif kegiatan pembelajaran sedangkan peserta didik

bersifat pasif dan hanya melakukan kegiatan melalui perbuatan pendidik.

2. Materi yang disampaikan guru terdiri dari materi atau konsep-konsep dasar

tetapi tidak dikaitkan dengan pengetahuan awal siswa

3. Pembelajaran lebih didominasi oleh guru tidak pernah belajar dengan

metode kelompok

4. Pembelajaran tidak dilaksanakan melalui kegiatan laboratorium

Kelebihan metode pembelajaran konvensional:

1. Bahan belajar dapat dituntaskan secara tuntas dikarena kan tidak

membutuhkan waktu banyak dalam kegiatan pembelajaran hanya guru yang

berperan aktif

2. Dapat dipahami oleh peserta didik dalam jumlah besar

3. Pembelajaran dapat dilaksanakan sesuai dengan alokasi waktu

Kekurangan pembelajaran konvensional:

1. Sangat membosankan karena mengurangi motivasi dan kreativitas siswa

2. Keberhasilan perubahan sikap dan perilaku peserta didik relatif sulit diukur

di karenakan proses pembelajaran dilakun satu arah.

3. Kualitas pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan adalah relatif

rendah karena pendidik sering hanya mengejar target waktu untuk

menghabiskan target materi pembelajaran.

4. Pembelajaran kebanyakan menggunakan ceramah dan Tanya jawab

35
E.Penelitian Relevan

Peneliti relevan dalam penelitian ini adalah:

a. Dwe febrianti (2013) dengan judul “penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Student Teams Achievement Division (STAD) dengan menggunakan LAS

untuk meningkatkan komunikasi matematis siswa pada materi SPLDV kelas

VII SMP Pembangunan Galang T.A 2016/2017” diperoleh bahwa

pembelajaran kooperatif tipe (STAD) dapat meningkatkan kemampuan

komunikasi matematis siswa pada materi segi empat di kelas VII

pembangunan Galang T.A 2012/2013 dengan tingkat kenaikan dari 33,37%%

menjadi 66,93% atau meningkat sebesar 30,26% hingga 30,28%

b. Peneliti Retno Lisiyani (2010) dengan judul “pengaruh metode pembelajaran

kooperatif tipe STAD dan kemampuan numerik terhadap prestasi siswa kelas

VIII SMP Negeri 1 Banguntapan pada materi sistem persamaan linier dua

variabel”.Hasil penelitian menunjukkan bahwa: penelitian tindakan kelas

untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui strategi pembelajaran

kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) pada materi

Bilangan. Dari penelitian terdahulu, ditemukan bahwa kemampuan

komunikasi matematika siswa dapat ditingkatkan melalui model

pembelajaran kooperatif tipe (STAD)

36
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengambil tempat di SMP Negeri 3 Sikakap

kelas VIII semester I Tahun Pelajaran 2023

B.Rancangan Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (Quasi

Eksperimen). Pada penelitian ini di gunakan dua kelas dalam satu sekolah

yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen di berikan

perlakuan yaitu dengan cara menerapkan model pembelajaran kooperatif

teknik STAD, sementara kelas kontrol di berikan perlakuan dengan

menerapkan model konvensional yaitu pembelajaran biasa yang di lakukan

oleh guru seperti yang telah di uraikan pada pembelajaran konvensional.

Menurut Sugiyono (2003), Lestari (2018 : 112) Metode eksperimen adalah

37
suatu metode penelitian yang berusaha mencari hubungan variabel tertentu

terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat.

C.Desain Penelitian

eksperimen quasi menurut Arikunto (2013) merupakan desain yang

menggunakan kelompok pembanding untuk mengetahui efek perlakuan. Tipe

desainnya adalah desain eksperimen ulang non-random (nonrandom pre-test

post-test control group design). Tipe desain ini dilakukan dengan prosedur

pemberian pre-tes sebelum perlakuan dan post-test sesudah perlakuan pada

kelompok eksperimen dan kontrol, kelompok kontrol tidak diberikan

perlakuan sedangkan untuk kelompok eksperimen perlakuan akan diberikan.

(Arikunto: 2013). Desain eksperimen yang hanya memiliki kelompok-

kelompok yang diberi perlakuan saja tidak cukup, menurut Taniredja dalam

Arikunto (2013) suatu eksperimen dapat mengandung upaya perbandingan

mengenai akibat suatu treatment tertentu dengan suatu treatment lainnya yang

berbeda. Kelompok eksperimen dan kontrol sedapat mungkin sama atau

mendekati sama ciri-cirinya, pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan

kemudian diobservasi untuk melihat atau membandingkan perbedaan atau

perubahan yang terjadi pada kelompok eksperiman, tentu saja perbedaan atau

perubahan ini nantinya sebagai hasil bandingan antara kelompok kontrol dan

kelompok eksperimen rancanga . Observasi yang dilakukan sebelum

38
eksperimen (01) disebut pre-test dan observasi sesudah eksperimen (02)

disebut post-test (Arikunto: 2013).

Rancangan penelitian nonrandom pre-test post-test control group design

Dapat dilihat dari tabel3

Kelas Perlakuan Tes Akhir

Eksperimen X O

Kontrol - O

Sumber : Arikunto(2010:126)

Keterangan:

X = Penggunaan model pembelajaran koperatif tipe Student Teams Achiement

Divisions (STAD)

O = Tes akhir yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol

C..Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siwa kelas VIII SMP Negeri 3

Sikakap, Yang terdiri dari kelas VIII-1 DAN VIII-2 dengan jumlah siswa

sebanyak 38 siswa yang terdiri dari 21 siswa perempuan dan 17 siswa laki –

laki. peneliti melakukan penelitian disini dengan pertimbangan sekolah ini

belum pernah Menerapkan model pembelajaran koperatif tipe Student Teams

39
Achiement Divisions (STAD) khususnya pada mata pelajaran matematika.

Waktu penelitian diharapkan dapat selesai dalam waktu 1 bulan. Objek

penelitian ini adalah komunikasi matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 3

Sikakap, dengan strategi pembelajaran student teams achievement division

(STAD) untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas

VIII SMP Negeri 3 Sikakap.

D.Prosedur Penelitian

Prosedur yang di lakukan dalam penelitian ini dilakukan melalui tahap

persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan.

1) Menyusun proposal penelitian

2) Melakukan konsultasi dengan pembimbing proposal penelitian

3) Melakukan konsultasi dengan pihak sekolah, yaitu wakil kurikulum dan

guru matematika yang bersangkutan di SMP Negeri 3 Sikakap.

4) Menentukan sampel penelitian yang akan digunakan dalam penelitian.

5) Menentukan waktu mulainya penelitian di SMP Negeri 3 Sikakap.

6) Menetapkan materi yang akan di ajarkan

7) Mempersiapkan perangkat pembelajaran dalam penelitian seperti silabus,

RPP, LKPD dan soal pretest dan posttest

40
2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan yaitu pelaksanaan proses pembelajaran yang

akan di lakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

1) Pertemuan pertama, akan di berikan soal pretest kepada kedua kelas

sebelum melakukan perlakuan yaitu mengenai materi yang telah berlalu

2) Pada pertemuan kedua sampai pertemuan kelima, akan di berikan perlaukan

model pembelajaran kooperatif teknik Make a Match pada kelas

eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

3) Pada pertemuan keenam akan diberikan soal posttest kepada kedua kelas

untuk mengetahui kemampuan akhir matematis siswa.

3. Tahap Pelaksanaan data

Setelah melaksanakan penelitian, peneliti akan memperoleh data pretest dan

Posttest dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Selanjutnya, data- data tersebut

akan diolah menggunakan teknis analisis data statistic Deskriptif dan inferensial

untuk menjawab rumusan permasalahan penelitian. Adapun

langkah-langkah analisisnya sebagai berikut:

1) Mengumpulkan data pretest dan posttest

2) Mengolah data pretest dan posttest

E.Teknik Pengumpulan Data

41
Dalam penelitian ini digunakan dua teknik dalam pengumpulan data, yaitu

dokumentasi dan tes.

a.Dokumentasi

Dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat

penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan

kegiatan, foto-foto, film dokumenter, data yang relevan. Pada penelitian ini

dokumentasi dilakukan untuk mengetahui jumlah siswa-siswi SMP Negeri 3

Sikakap kelas VIII tahun pelajaran 2023/2024.

b.Tes

Tes sebagai instrumen pengumpul data adalah serangkaian

pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan

pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu

atau kelompok.Secara umum tes diartikan sebagai alat yang digunakan untuk

mengukur pengetahuan atau penguasaan objek ukur terhadap seperangkat

konten atau materi tertentu.Tes dalam penelitian ini digunakan untuk

mengumpulkan data menegenai kemampuan komunikasi matematis siswa

pada pokok bahasan kubus dan balok. Tes dalam penelitian ini berupa tes

uraian soal komunikasi matematis. Pengumpulan data dilakukan dengan

memberikan tes awal berupa tes kemampuan komunikasi matematis tertulis

42
siswa sebelum diberi perlakuan dan tes akhir berupa tes kemampuan

komunikasi matematis tertulis siswa setelah diberikan perlakuan.

F.Instrumen Penelitian.
Agar penelitian ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin

di capai maka peneliti menggunakan perangkat pembelajaran sebagai

berikut:

1.Silabus

Menurut Lestari(2018: 177) Silabus adalah Penjabaran dari standar

kompetensi dan kompetensi dasar yang bertujuan agar peneliti mempunyai

acuan yang jelas dalam melakukan penelitian (memberi perlakuan dalam

pembelajaran) karena disusun berdasarkan prinsip yang berorientasi pada

pencapaian kompetensi.. Silabus merupakan penjabaran dari standar

kompetensi dan kompetensi dasar yang bertujuan agar peneliti mempunyai

acuan yang jelas dalam melakukan penelitian (memberi perlakuan dalam

pembelajaran) karena disusun berdasarkan prinsip yang berorientasi pada

pencapaian kompetensi.

2.Rencana Pelaksanaan dan Pembelajaran (RPP)

43
Menurut Rusman (2014: 4) ―Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar

siswa dalam upaya mencapai kompetensi dasar‖. Maka dari itu pada

penelitian ini RPP merupakan acuan peneliti dalam melaksanakan satu kali

proses pembelajaran. Tujuannya agar kegiatan pembelajaran berjalan

sebagaimana mestinya sesuai dengan silabus yang sudah di susun.Menurut

Lestari (2018: 178) RPP merupakan rencana operasional kegiatan

pembelajaran suatu kompetensi dasar dalam setiap tatap muka di kelas.

Lingkup RPP paling luas mencakup satu kompetensi dasar yang terdiri atas

satu atau beberapa indikator untuk satu kali pertemuan atau lebih. Rencana

yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk

mencapai satu kompetensi dasar yang di tetapkan dalam standar isi dan di

jabarkan dalam silabus. Dengan kata lain

3.Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)

Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) adalah panduan siswa untuk

dapat memahami materi dengan di sajikan nya sebuah permasalahan dan

siswa melakukan penyelidikan atau pemecahan masalah. LKPD berfungsi

untuk mengaktifkan siswa dan juga meningkatkan komunikasi matematis

dalam proses pembelajaran agar tidak berpusat dari guru saja, membantu

siswa agar menambah informasi materi yang di pelajari melalui kegiatan

belajar yang sistematis.

44
4.Kartu Soal dan Jawaban

Pada penelitian ini peneliti menyiapkan kartu soal dan jawaban,

dimana antara kartu soal dan kartu jawaban dibuat terpisah. Lampiran soal

yang ada pada kartu soal akan dikerjakan oleh masing-masing siswa agar

mengetahui siapa yang menjadi pasangan pemegang jawaban yang cocok dari

kartu yang dimiliknya. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data Data dari

pretest dan posttest merupakan data kemampuan komunikasi matematis siswa

yang telah. Data ini di kumpulkan dengan menggunakan teknik tes tertulis,

sedangkan instrumen pengumpulannya berupa lembar tes. Untuk memperoleh

soal-soal yang baik sebagai instrumen pengumpulan data, maka peneliti akan

melakukan uji coba tes. Soal-soal yang diuji cobakan tersebut bertujuan untuk

mengetahui validitas soal, realibilats soal, tingkat kesukaran soal, dan daya

pembeda soal.

a.Uji Validitas Soal

Menurut Anderson (Ari Kunto, 2005) dalam Lestari dan Yudhanegara

(2018: 190) ―Sebuah tes di katakan valid apabila tes tersebut mengukur

apa yang hendak diukur. Dengan kata lain, validitas suatu instrumen

merupakan tingkat ketepatan suatu instrumen yang di analisis dalam

penelitian meliputi validitas logis dan validitas empiris‖. Pada penelitian ini

peneliti menggunakan validitas empiris. Menurut Lestari (2018: 192) validitas

45
empiris adalah validitas yang di peroleh melalui observasi atau pengamatan

yang bersifat empirik dan di tinjau berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria

untuk menentukan tinggi rendahnya validitas instrument penelitian dinyatakan

dengan koefisien korelasi yang di peroleh melalui perhitungan. Koefisien

korelasi butir soal atau item pernyataan/pertanyaan suatu instrument

dinotasikan dengan 𝑟𝑥𝑦. Alasan peneliti melakukan validitas instrumen

penelitian adalah, jika suatu alat pengukur disini peneliti menggunakan pretest

dan posttest sebagai alat ukur dikatakan valid jika alat itu benar-benar cocok

untuk mengukur apa yang hendak di ukur.

Tabel 3.1 Kriteria Koefisien Korelasi Validitas Instrumen

Koefisien Korelasi Korelasi Interpretasi Validitas


0,90 ≤ 𝑟𝑥𝑦 ≤ 1,00 Sangat Tinggi Sangat Tepat/sangat baik
0,70 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 0,90 Tinggi Tepat/baik
0,40 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 0,70 Sedang Cukup tepat/cukup baik
0,20 ≤ 𝑟𝑥𝑦 < 0,40 Rendah Tidak Teapat/buruk
𝑟𝑥𝑦 < 0,20 Sangat Rendah Sangat Tidak Tepat/sangat
buruk
Sumber : Lestari dan Yudhanegara (2018: 193)

Dalam penelitian pendidikan berikut cara yang biasa di gunakan untuk

mencari koefisien korelasi validitas instrument:

a.Koefisien Korelasi Product Moment Pearson

Menurut Lestari (2018: 193) Koefisien Korelasi Product Moment di

kembangkan oleh Karl Pearson. Koefisien korelasi ini di gunakan untuk data

46
yang memiliki skala pengukuran minimal interval (data interval atau rasio).

Koefisien korelasi Product Moment Pearson diperoleh dengan rumus:

N ∑ KF−(∑ K ).(∑ F)
Xry=
√ [N ∑ K 2−(∑ K )2]. ¿ ¿

Keterangan :

𝑟𝑥𝑦 = koefisien korelasi antara skor butir soal (X) dan total skor (Y)

N = banyak subjek

X = Skor butir soal atau skor item pernyataan/pertanyaan

Y = total skor

b.Reliabititas

Menurut Lestari (2018: 206) Reliabilitas suatu instrumen adalah

keajegan atau kekonsistenan instrumen tersebut bila diberikan pada subjek

yang sama meskipun oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, atau

tempaat yang berbeda, maka akan memberikan hasil yang sama atau relatif

sama (tidak berbeda secara signifikan). Tinggi rendahnya derajat reliabilitas

suatu instrumen ditentukan oleh niali koefisien korelasi antara butir soal atau

item pernyataan/pertanyaan dalam instrumen tersebut yang dinotasikan

dengan r. Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrument

ditentukan berdasarkan kriteria menurut Guilford (1956) berikut:

Tabel 5 Kriteria Koefisien Korelasi Reliabilitas Instrumen


Koefisien Korelasi Korelasi Interpretasi Validitas

47
0,90 ≤ 𝑟 ≤ 1,00 Sangat Tinggi Sangat Tepat/sangat baik
0,70 ≤ r < 0,90 Tinggi Tepat/baik
0,40 ≤ r < 0,70 Sedang Cukup tepat/cukup baik
0,20 ≤ r < 0,40 Rendah Tidak Teapat/buruk
𝑟 < 0,20 Sangat Rendah Sangat Tidak Tepat/sangat
buruk
Dalam penelitian pendidikan berikut ini cara yang biasa digunakan untuk

mencari koefisien korelasi validitas instrumen :

a.Reliabilitas Instrumen Tes Tipe Subjektif atau Instrumen Non Tes Rumus yang

digunakan untuk menentukan reliabilitas instrument tes tipe subjektif atau

instrumen non tes adalah rumus Alpha Cronbach, yaitu:

n ∑ Si 2
R= x1
n−1 st 2

Keterangan:

𝑟 = Koefisien reliabilitas

𝑛 = Banyak butir soal

𝑆i2 = Variansi skor butir soal ke-i

𝑆𝑡2 =Variansi skor total

Dari rumus di atas dapat peneliti simpulkan bahwa, rumus alpha

cronbach dapat digunakan jika data yang dihasilkan dari instrumen tes tipe

subjektif tersebut memiliki skala interval. Jika hasilnya masih tetap buruk

maka instrumen tersebut sebaiknya tidak di gunakan sebagai instrument

penelitian.

48
c.Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran adalah suatu bilangan yang menyatakan derajat

kesukaran suatu butir soal. Indeks kesukaran sangat erat kaitannya dengan

daya pembeda, jika soal terlalu sulit atau terlalu mudah, maka daya pembeda

soal tersebut menjadi buruk karena baik siswa kelompok atas maupun siswa

kelompok bawah akan dapat menjawab soal tersebut dengan tepat atau tidak

dapat menjawab soal tersebut dengan tepat. Akibatnya, butir soal tersebut

tidak akan mampu membedakan siswa berdasarkan kemampuannya. Oleh

karena itu, suatu butir soal dikatakan memiliki indeks kesukaran yang baik

jika soal tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Indeks

kesukaran suatu butir soal diinterprestasikan dalam kriteria

sebagai berikut:

Tabel 3.3 Kriteria Indeks Kesukaran Instrumen

IK Interpretasi Indeks Kesukaran


IK = 0,00 Terlalu Sukar
0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar
0,30 < IK ≤ 0,70 Sedang
0,70 < IK < 1,00 Mudah
IK = 1,00 Terlalu Mudah
Sumber: Lestari (2018: 224)

a.Indeks Kesukaran Instrumen Tes Tipe Subjektif

Rumus yang digunakan untuk menentukan indeks kesukaran instrument tes


tipe subjektif, yaitu

49
K
IK=
MI

Keterangan:

IK = Indeks Kesukaran butir soal

X = rata-rata skor jawaban siswa pada suatu butir soal

SMI = Skor Maksimum Ideal, yaitu Skor maksimum yang akan diperoleh siswa jika
menjawab butir soal tersebut dengan tepat (sempurna)

Jika data yang di hasilkan dari instrument tes tipe subjektif tersebut

memiliki skala interval, maka rumus daya pembeda di atas dapat langsung di

gunakan. Namun, jika data yang di hasilkan berskala ordinal, maka data

tersebut harus di peringkat terlebih dahulu.

d.Daya Pembeda

Daya pembeda dari suatu butir soal menyatakan seberapa jauh

kemampuan butir soal tersebut membedakan antara siswa yang dapat

menjawab soal dengan tepat dan siswa yang tidak dapat menjawab soal

tersebut dengan tepat (siswa yang menjawab kurang tepat/tidak tepat).

Dengan kata lain, daya pembeda dari sebuah butir soal adalah kemampuan

butir soal tersebut membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi,

kemampuan sedang, dengan siswa yang berkemampuan rendah. Tinggi atau

rendahnya tingkat daya pembeda suatu butir soal dinyatakan dengan indeks

50
daya pembeda (DP). Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan

indeks daya pembeda disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.4 Kriteria Indeks Daya Pembeda Instrumen

Nilai Interpretasi Daya Pembeda


0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,00 < DP ≤ 0,20 Buruk
DP ≤ 0,00 Sangat Buruk

a) Daya pembeda Instrumen Tes Tipe Subjektif atau Instrumen Non Tes

Untuk menentukan indeks daya pembeda instrument tes tipe subjektif atau
instrumen non tes maka menggunakan rumus:
Xa− Xb
SMI

Keterangan :

DP = indeks daya pembeda butir soal

X𝐴 = rata-rata skor jawaban siswa kelompok atas


X𝐵 = rata-rata skor jawaban siswa kelompok bawah

SMI = Skor Maksimum Ideal, yaitu skor maksimum yang akan diperoleh
siswa jika menjawab butir soal tersebut dengan tepat (sempurna).

Jika data yang dihasilkan dari instrumen tes tipe subjektif tersebut

memiliki skala interval, maka rumus daya pembeda di atas dapat langsung

digunakan. Namun, jika data yang di hasilkan berskala ordinal, maka data

tersebut harus di peringkat terlebih dahulu. Data yang di hasilkan dari

51
instrument non tes, seperti angket juga merupakan data yang memiliki skala

ordinal. Oleh karena itu, sebelum menggunakan rumus tersebut, peneliti

hendaknya membuat daftar peringkat dari data tersebut. dengan cara

mencari nilai rata-rata yang diperoleh siswa dengan menggunakan rumus

Jumlah Skor
x100%
skor maksimal

Keteranga: RS : Persentase rata-rata skor

Nilai RS selanjutnya diberikan penafsiran berdasarkan interval dan kriteria yaitu:

Tabel 3.5 Interpretasi komunikasi siswa

Interval RS Kriteria
75% < RS ≤ 100% Sangat Baik
50% < RS ≤ 75% Baik
25% < RS ≤ 50% Cukup
RS ≤ 25% Kurang
Sumber: Nasution(2015:107)

Tabel 3.6 Rubrik Penskoran Soal-soal Komunikasi Matematis


Respon Siswa terhadap Soal Sk

Di luar tugas, di luar topik, tidak terbaca, kosong, atau tidak


0
cukup untuk dinilai.
Respons yang salah — upaya dilakukan 1

52
Menggunakan bahasa matematika (istilah, simbol, tanda dan
/ atau representasi) yang minimal efektif dan akurat, untuk 2
menggambarkan operasi, konsep, dan proses.
Menggunakan bahasa matematika (istilah, simbol, tanda, dan /
atau representasi) yang sebagian efektif, akurat, dan 3
menyeluruh untuk menggambarkan operasi, konsep, dan
proses
Menggunakan bahasa matematika (istilah, simbol, tanda, dan /
atau representasi) yang sangat efektif, akurat, dan 4
menyeluruh, untuk menggambarkan operasi, konsep, dan
proses
Sumber: Maryland Math Communication Rubric (1991: 209)

e. Prosedur Pengolahan Data


Data dari hasil pretest dan posttest kedua kelompok yang telah dikumpul
selanjutnya akan dianalisis. Adapun langkah-langkah analisisnya adalah
sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data pretest dan posttest


2. Mengolah data pretest dan posttest
3. Mengolah data menggunakan uji normalitas untuk data pretest
a. Jika data berdistribusi normal maka di lanjutkan uji homogenitas
b. Jika data berdistribusi normal dan variansnya homogen maka akan di
lanjutkan uji dua pihak (uji kesamaan rata-rata dua nilai pretest)
c. Jika data berdistribusi normal dan variansnya tidak homogen maka akan di
lakukan uji perbedaan dua rata-rata
d. Jika data tidak berdistribusi normal dan variansnya tidak homogen maka
akan di lakukan uji non-parametrik salah satunya uji Mann-Whitney U (U-
test)
4. Mengolah data menggunakan uji normalitas untuk data posttest
a. Jika data berdistribusi normal maka akan di lanjutkan uji homogenitas
b. Jika data berdistribusi normal dan variansnya homogen maka akan di
lanjutkan uji dua pihak (uji kesamaan rata-rata dua nilai postest)

53
c. Jika data berdistribusi normal dan variansnya tidak homogen maka akan di
lakukan uji perbedaan dua rata-rata
d. Jika data tidak berdistribusi normal dan variansnya tidak homogen maka
akan dilakukan uji non-parametrik salah satunya uji Mann-Whitney U (U-
test)
5. Jika terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik maka selanjutnya
dilakukan uji perbedaan rata-rata pada data pretest dan posttest pada
kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini karena
kemampuan komunikasi matematis siswa pada awal yang berbeda.
Untuk membandingkan selisih nilai pretest dan posttest peneliti menggunakan data
N-gain. Data N-gain digunakan untuk melihat peningkatan dan pencapaian
kemampuan komunikasi matematis siswa. Nilai N-gain ditentukan dengan
menggunakan rumus berikut:
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡−𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
N-Gain =
𝑆𝑀𝐼−𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
Nilai N-gain ditentukan berdasarkan kriteria berikut:

Tabel 3.7 Kriteria Nilai N-Gain

Nilai N-Gain Kriteria


N-Gain ≥ 0,70 Tinggi
0,30 < 𝑁 − 𝐺𝑎i𝑛 < 0,70 Sedang
N-Gain ≤ 0,30 Rendah
Sumber : Lestari (2015: 235)

6. Langkah selanjutnya peneliti membuat kesimpulan apakah terdapat


pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif teknik stad
terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa SMP Negeri 3 Sikakap.

1.Teknik Analisis Data.

54
Pada penelitian ini data yang terkumpul berupa data pretest dan
posttest, yang data tersebut akan di analisis dengan menggunakan analisis
deskriptif dan analisis inferensial sehingga akan di dapati suatu kesimpulan
dari hasil penelitian yang telah di lakukan.

a.Analisis Statistik Deskriptif


Menurut Sugiyono (2012 : 147) Statistik deskriptif adalah statistik
yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi. Penelitian yang dilakukan pada populasi (tanpa diambil
sampelnya) jelas akan menggunakan statistik deskriptif dalam analisisnya.
Tetapi bila penelitian dilakukan pada sampel, maka analisisnya dapat
menggunakan statistik deskriptif maupun inferensial. Dari pendapat di atas
dapat peneliti simpulkan bahwa statistik deskriptif dapat digunakan bila
peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel, dan tidak ingin membuat
kesimpulan yang berlaku untuk populasi di mana sampel di ambil. Tetapi
bila peneliti ingin mengambil kesimpulan dari data yang di analisisnya
maka peneliti dapat menggunakan analisis statistik inferensial.

Berikut rumus yang digunakan mengukur kemampuan komunikasi


matematis siswa di dalam kelas.

𝑀𝑒 = ∑ 𝑥i

Dimana:

Me = Mean (rata-rata)

∑ = Epsilon (baca jumlah)

55
𝑥i = Nilai x ke I sampai ke n
N = Jumlah individu

2.Analisis Statistik Inferensial


Menurut Sugiyono (2012: 148) Statistik inferensial adalah teknik
statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya
diberlakukan untuk populasi. Statistik ini akan cocok digunakan bila
a.Uji rata-rata kemampuan komunikasi (uji-t)
1) Pengujian Pretest

Hipotesis untuk data pretest (uji dua pihak):

𝐻0 : 𝜇1 = 𝜇2 : Tidak terdapat rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa


antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (rata-rata kemampuan
komunikasi matematis kedua kelas adalah sama)

𝐻0 : 𝜇1 G 𝜇2 : Terdapat perbedaan rata-rata kemampuan komunikasi matematis


antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol (rata-rata hasil kemampuan
komunikasi matematis kedua kelas adalah tidak sama.

Keterangan:

𝜇1 = rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen

𝜇2 = rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas kontrol Rumus

uji-t yang digunakan untuk menguji hipotesis di atas sebagai berikut:

1.Jika kedua varians homogen dan data berdistribusi normal, maka rumus uji-t
yang digunakan adalah Jika variansi homogeny
x 1−x̅ 2
n 1+n 2
Sgabungan √
n 1. n2

56
√ (n 1−1)s 1 2+(n 2−1)s 22
Dengan Sgabungan
n 1+n 2−2

Keterangan:

𝑥̅1= rata-rata siswa kelas eksperimen

𝑥̅2= rata-rata siswa kelas kontrol

𝑠12 =variansi hasil belajar kelas eksperimen

𝑠22 = variansi hasil belajar kelas kontrol

𝑛1 = banyaknya siswa kelas eksperimen

𝑛2 = banyaknya siswa kelas

kontrol Jenis pengujiannya adalah:

Apabila −𝑡1− 1 𝛼 < t < 𝑡1− 1 𝛼 maka 𝐻0 diterima dan 𝐻1 ditolak. Untuk harga-
2 2

harga t lainnya ditolak. Derajat kebebasan (dk) dalam daftar distribusi frekuensi
adalah 𝑛1 + 𝑛2 − 2, dengan peluang (1 − 1
) dan 𝛼 = 0,05.
2

Jika kedua varians tidak sama (tidak homogen), maka rumus uji-t yang
digunakan adalah

x 1−x̅ 2
t, hitung √ s 12 + s 22
n2 n2 ¿
¿

Keterangan:

57
𝑥̅1 = rata-rata siswa kelas eksperimen

𝑥̅2= rata-rata siswa kelas kontrol

𝑠12 =variansi hasil belajar kelas eksperimen

𝑠22 = variansi hasil belajar kelas kontrol

𝑛1 = banyaknya siswa kelas eksperimen

𝑛2 = banyaknya siswa kelas control

1. Pengujian Posttest

Hipotesis untuk data pretest (uji dua pihak):

𝐻0 : 𝜇1 ≤ 𝜇2 : Rata-rata kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen


menggunakan model kooperatif teknik stad kurang atau sama dengan rata-
rata kemampuan komunikasi matematis kelas kontrol menggunakan
pembelajaran konvensional, maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan
model

kooperatif stad terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII SMP
Negeri 3 Sikakap.

𝐻0 : 𝜇1 > 𝜇2 : Rata-rata kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen


menggunakan model kooperatif teknik stad lebih besar dari rata-rata
kemampuan komunikasi matematis kelas kontrol menggunakan
pembelajaran konvensional, maka terdapat pengaruh yang signifikan model
kooperatif stad terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa kelas
VIII SMP Negeri 3 Sikakap.

Keterangan:

𝜇1 = rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen

𝜇2 = rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas kontrol. Rumus

58
uji-t yang digunakan untuk menguji hipotesis di atas adalah:

x 1−x̅ 2
n 1+n 2
Sgabungan √
n 1. n2

√ (n 1−1)s 1 2+(n 2−1)s 22


Dengan Sgabungan
n 1+n 2−2

Keterangan:

𝑥̅1 = rata-rata siswa kelas eksperimen

𝑥̅2= rata-rata siswa kelas kontrol


𝑥̅1 = rata-rata siswa kelas eksperimen

𝑥̅2= rata-rata siswa kelas kontrol

𝑠12 =variansi hasil belajar kelas eksperimen

𝑠22 = variansi hasil belajar kelas kontrol

𝑛1 = banyaknya siswa kelas eksperimen

𝑛2 = banyaknya siswa kelas control

W 1ti+W 2 t 2 2
Kriteria Pengujiannya adalah jika 𝑡′ ≥ maka 𝐻O diterima dan H1
W 1+W 2
ditolak dengan

Derajat kebebasan (dk) dalam distribusi frekuensi adalah (𝑛1 – 1) dan (𝑛2 – 1), dan
peluang untuk penggunaan daftar distribusi t adalah (1 – 𝛼) dengan 𝛼 = 0,05

Dari analisis uji yang dilakukan, maka dapat disimpulkan:

a. Jika 𝑡ℎi𝑡𝑢𝑛g > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka 𝐻1 diterima dan 𝐻0 ditolak, ini berarti rata-rata
kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model kooperatif teknik
stad lebih dari rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa dengan

59
pembelajaran konvensional atau dengan kata lain terdapat pengaruh yang
signifikan model koperatif teknik stad terhadap kemampuan komunikasi
matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Sikakap.
b. Jika 𝑡ℎi𝑡𝑢𝑛g < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka 𝐻0 diterima 𝐻1 ditolak, ini berarti bahwa tidak
terdapat perbedaan rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa
menggunakan model kooperatif teknik stad dengan rata-rata
kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran
konvensional.


DAFTAR PUSTAKA

Akhirman. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan


Karakter Bagi Siswa SMP. J-TEQIP Tahun V Nomor 1.

Dimyati & Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
bekerjasama dengan Depdikbud.

Eggen, P & Kauchak, D. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan


Konten dan Keterampilan Berpikir (Edisi Keenam).

Terjemahan oleh Satrio Wahono. 2012. Jakarta: Indeks. Faizi, M. 2013. Ragam
Metode mengajarkan Eksakta pada Murid. Yogyakarta:

Diva Press. Hamalik, O. 2014. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamdayama, J. 2014. Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan
Berkarakter. Jakarta: Ghalia Indonesia.

60
Hendriyana, H & Sumarmo, U. 2014. Penilaian Pembelajaran Matematika. Bandung:
Refika Aditama. Iriantara, Y. 2014. Komunikasi Pembelajaran Interaksi
Komunikatif dan Edukatif di Dalam Kelas. Bandung:

Remaja Rosdakarya. Jatmika. 2010. Mengoptimalkan Aktivitas dan Hasil Belajar


Siswa dalam Pembelajaran Operasi Bilangan Real Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD di Kelas X Akutansi 2 SMKN 1
Kandangan. PTK diterbitkan dalam jurnal Pendidikan

Lestari, K.,E., & Mokhammad R., Y. 2018. Penelitian Pendidikan Matematika.

Bandung: PT Refika Aditama.

Luthfianannisak & Ummu., S. 2018. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dala


menyelesaikan soal materi komposisi fungsi di tinjau dari kemampuan
matematika. Jurnal Tadris Matematika 1. Vol.1, No.1. 1-8

Maisari,D.,Gimin, S. & Rini, A. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif


tipe student team achievement dibisions terhadap pemahaman konsep
matematis. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol.2, No.1. 1-6

Maryland .,S.D.O. Sample activities, student responses and Maryland teacher’s


comments on a smple task: Mathematics Grade 8. February 1991. Page:209

Milaturrahmah, N., Jazim, A & Swaditya, R. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran


student team achievement dibisions terhadap Aktivitas dan komunikasi
Matematika Siswa MTS Muhammadiyah 1 Natar tahun pelajaran 2014/2015..
Hal 786-795

Nasution, D. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe student team


achievement divisions untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Kelas VII di MTs Negeri 2 Medan. Jurnal Inspiratif. Vol.1
No. 1. Hal 96-111.

Suci, P.A.R.U. 2019. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif teknik student


team achievement divisions terhadap kemampuan komunikasi dan Hasil
Belajar Matematika Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Bangkinang Kota.
Skripsi. Pekanbaru: Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau.

61
62

Anda mungkin juga menyukai