Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Perkembangan zaman yang semakin modern menuntut adanya sumber

daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia merupakan

prasyarat untuk mencapai tujuan pembangunan. Peran pendidikan dalam suatu

bangsa sangatlah penting. Kualitas atau mutu pendidikan didalam suatu bangsa

sangatlah menentukan maju tidaknya bangsa tersebut. Pembaharuan pendidikan

harus terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan suatu

bangsa, sehingga bangsa tersebut bisa maju.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui

pembangunan dibidang pendidikan (Qadrianti, 2016). Berdasarkan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 Pendidikan

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasaan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang pendidikannya

dilaksakan secara sengaja, terencana, terarah dan sistematis (Tu’u, 2004:18) .

Untuk terlaksanakannya pendidikan, maka dibutuhkan guru yang inovatif, kreatif,

dan berpusat pada peserta didik. Keterampilan seorang guru dalam proses belajar

mengajar sangat penting untuk meningkat mutu pendidikan. Guru seharusnya

1
2

tidak hanya berfokus pada hasil akhir dari pembelajaran yang didapatkan oleh

peserta didik, tetapi seorang guru juga harus fokus pada kegiatan proses belajar

mengajar agar siswa mampu memahami materi yang disampaikan, proses belajar

mengajar dapat tercapai dengan baik, terutamanya pada mata pelajaran

matematika.

Matematika adalah ilmu yang memegang peranan penting bagi ilmu

lainnya terutama pada sains dan teknologi. Matematika merupakan salah satu

bidang studi yang diajarkan diseluruh lembaga pendidikan, baik itu di SD, SMP,

SMA/MA maupun di perguruan tinggi. Pembelajaran matematika akan

membantu peserta didik dalam memecahkan dan penyelesaian suatu masalah.

Salah satu kemampuan dalam matematika yaitu kemampuan literasi matematis.

Kemampuan literasi adalah pengetahuan untuk mengetahui dan menggunakan

dasar matematika dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, guru harus

mampu membuat siswa agar bisa memahami materi yang diajarkan, paling tidak

siswa mulai memiliki kerangka berpikir tentang materi tersebut sehingga siswa

dapat mengkaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. Menurut NCTM (Asnawati,

dkk, 2018) Yaitu:

mengembangkan kemampuan yang meliputi pemahaman konsep


(conceptual understanding), pemecahan masalah (problem solving),
penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi
(communication), koneksi (connection) dan representasi (representation).
Keenam kemampuan tersebut membentuk hierarki yang satu dengan
lainnya saling terhubung.

Jadi dalam pelajaran matematika siswa juga harus mampu memahami


konsep, memecahkan masalah, menalar dan membuktikan, koneksi dan dapat
merepresentasikan matematika dalam berbagai konteks. Masalah didapat dalam
kehidupan sehari hari tidak luput dari permasalahan yang berkaitan dengan
matematika, kita bisa mencontohkannya dalam kasus-kasus pertumbuhan dan
3

perkembangan suatu usaha atau menghitung tabungan di bank bahkan dalam


kegiatan penyusunan bangku di sebuah ruangan juga menggunakan konsep
matematika.Selain itu NCTM (Harahap dan Edy, 2017) juga mengungkapkan:

tujuan pengajaran pemecahan masalah secara umum adalah untuk (1)


membangun pengetahuan matematika baru, (2) memecahkan masalah yang
muncul dalam matematika dan dalam konteks-konteks lainnya, (3)
menerapkan dan menyesuaikan bermacam strategi yang sesuai untuk
memecahkan permasalahan, dan (4) memantau dan merefleksikan proses
dari pemecahan masalah matematika.

Kemampuan literasi merupakan kemampuan yang sangat penting dalam

menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Steecey dan Turner

(2015) menyebutkan bahwa literasi dalam konteks matematika adalah kekuatan

untuk menggunakan pemikiran matematika dalam memecahkan masalah

kehidupan sehari-hari agar lebih siap menghadapi tantangan kehidupan. Literasi

matematis sangat penting pada kehidupan setiap individu, karena berkaitan

dengan tugas dan pekerjaan kehidupan dalam sehari-hari. Pemanfaatan literasi

matematis tidak hanya sekedar pemahaman aritmetik, namun lebih kepada

penguasaan pemecahan masalah yang membutuhkan penalaran serta harus mampu

menggunakan logika dalam setiap pengambilan keputusan Linuhung (Kusumah,

2011:3).

Dalam Programme for International Student Assessment (PISA) 2015,

literasi matematis didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk merumuskan,

menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Kemampuan

literasi matematis mencakup penalaran matematis dan kemampuan menggunakan

konsep-konsep matematika, prosedur, fakta dan fungsi matematika untuk

menggambarkan, menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena. Kemampuan

literasi matematis membantu seseorang dalam menerapkan matematika didalam


4

kehidupan sehari-hari sebagai wujud dari keterlibatan masyarakat yang

konstruktif dan reflektif. Oleh karena itu pembelajaran matematika di Indonesia

pada zaman ini sangat diharapkan untuk mengembangkan kemampuan literasi

matematis melalui pendekatan pembelajaran kontekstual. Pendekatan

pembelajaran matematika kontekstual yang dimaksudkan di sini adalah

pembelajaran yang menekankan posisi guru yang tidak lagi langsung memberi

informasi kepada siswa, melainkan harus menciptakan aktivitas yang dapat

digunakan oleh para siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika.

Dalam kenyataannya, kemampuan literasi matematis siswa Indonesia

masih jauh dari memuaskan. Pernyataan tersebut mengacu pada hasil test

kemampuan literasi matematis dalam PISA sebagai kegiatan resmi secara

internasional di bawah naungan Organisation for Economic Coorporation and

Development (OECD) untuk mengukur kemampuan literasi siswa berumur sekitar

15 tahun, yang menunjukkan bahwa prestasi Indonesia jauh dari memuaskan. Dari

keikutsertaan Indonesia pada tahun 2015, PISA 2015 Indonesia berada di posisi

63 dari 70 negara dengan skor matematika adalah 386 dan hasil PISA pada tahun

2018 untuk kategori matematika itu indonesia berada peringkat ketujuh dari

bawah dari 79 negara dengan skor kemampuan matematika 379, ini menjadi

bahan refleksi bagi proses pembelajaran matematika di Indonesia, terutama untuk

melihat sejauh mana pendekatan pembelajaran yang telah kita lakukan dapat

meningkatkan kemampuan literasi matematis siswa.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru bidang

studi matematika di SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu diperoleh informasi bahwa


5

kemampuan literasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal matematika masih

rendah, siswa sulit memecah masalah dalam soal-soal yang berkaitan dengan

kehidupan sehari-hari, karena mereka tidak terbiasa dengan soal –soal yang

berkaitan dengan kehidupan nyata, sehingga mereka tidak mampu menalar dan

menggunakan konsep matematika untuk memecahkan masalah terutama dalam

materi barisan dan deret di kelas XI. Barisan dan deret merupakan materi

pembelajaran matematika di kelas XI pada semester genap, dalam materi ini

banyak siswa mengeluh tidak memahami materi yang diajarkan dan bagaimana

menggunakan rumus untuk menyelesaikan persoalan yang diberikan. Selain itu

pembelajaran yang dilakukan di SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu lebih banyak

menggunakan kegiatan hafalan dan siswa lebih terbiasa menyelesaikan soal–soal

yang sesuai dengan contoh tanpa mengetahui manfaatnya, dan apabila guru

memberikan soal yang polanya tidak sama dengan contoh maka siswanya tidak

mampu menyelesaikannya.

Guru juga menyajikan pelajaran matematika hanya dengan model yang

sama yaitu dengan model pembelajaran konvesional yang menggunakan metode

ceramah dan buku teks dengan soal-soal yang rutin jadi siswa kurang tertarik

dengan pelajaran matematika yang terkesan monoton dan tidak bermanfaat untuk

masalah kehidupan siswa dalam lingkungannya. Oleh karena itu guru seharusnya

bisa menyampaikan dan memberikan pemecahan masalah semudah dan semenarik

mungkin agar siswa memahami masalah yang diberikan dan mampu menemukan

pemecahan yang terbaik dari setiap soal.


6

Guru seharusnya tidak fokus pada buku teks pembelajaran saja tetapi juga

bisa menggunakan bahan ajar yang lain yang bisa membuat siswa berkembang

dan menyukai pelajaran matematika dan membuat siswa lebih aktif, kreatif

dalam menghadapi persoalan. Pelajaran matematika sering dianggap sebagai

pelajaran yang paling sulit dipahami bagi siswa, maka diperlukan alat penunjang

untuk membantu siswa dalam memahami dan menyelesaikan masalah yang

terdapat dalam materi yang dipelajari. Meskipun matematika mendapatkan waktu

yang lebih banyak dibandingkan pelajaran lain dalam penyampaiannya, namun

siswa kurang memberi perhatian pada pelajaran ini karena siswa menganggap

metematika itu pelajaran yang menakutkan serta mempunyai soal-soal yang sulit

dipecahkan. Siswa beranggapan bahwa matematika itu hanyalah ilmu yang

abstrak dan tidak memiliki fungsi dalam kehidupan nyata, matematika adalah

pelajaran yang mengajarkan rumus saja, dan rumus tersebut tidak bisa

digunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Maka ketika siswa mendapatkan

persoalan yang real/nyata dalam kehidupan mereka, mereka tidak mampu

menyelesaikannya.

Salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran

matematika agar siswa lebih aktif dalam memecahkan masalah dan dapat melatih

kemampuan literasi matematis siswa yaitu dengan menggunakan bahan ajar

berupa modul matematika dan mengembangkan modul matematika tersebut

dengan berbasis Realistic Mathematics Education (RME). Modul merupakan

salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya

memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk


7

membentuk siswa menguasai tujuan belajar yang spesifik. Modul minimal

memuat tujuan pembelajaran, materi atau subtansi belajar dan evaluasi. Modul

berfungsi sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri sesuai dengan kecepatan

masing-masing (Darmiatun, 2013:9). Modul memiliki sifat membantu dan

mendorong pembacanya untuk mampu membelajarkan diri sendiri (self

Intructional) dan tidak bergantung pada media lain (self alone) dalam

penggunaannya. Modul juga memiliki sifat self contained artinya dikemas dalam

satu kesatuan yang utuh untuk mencapai kompetensi tertentu (Hamdani,

2011:219).

Modul yang dikembangkan ini merupakan modifikasi modul yang

membantu siswa dalam kemampuan literasi matematisnya yaitu siswa dapat

merumuskan masalah, dapat memecahkan masalah dengan menggunakan atau

menerapkan konsep matematika yang dipelajari kemudian siswa mampu

menafsirkan hasil penyelesaian yang dilakukan dalam pemecahan masalah

matematika. Beberapa teori belajar yang mendukung dalam pengembangan bahan

ajar adalah bruner (Siregar E dan Nara.H, 2010:33) mengusulkan bahwa proses

belajar akan belajar dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan

kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi

dan sebagainya) melalui contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi

sumbernya.

Piaget (Trianto, 2014:29) mengemukakan bahwa perkembangan kognitif

sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan

pemahaman realitas melalui pengalaman dan interaksi mereka. Modul yang baik
8

adalah modul yang bisa membangun pengetahuan siswa berdasarkan

pengalaman dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun sebuah literasi

matematis. Berdasarkan hal diatas memang diperlukan suatu modul

pembelajaran yang dapat melatih siswa menerapkan pengetahuan dan

kemampuan matematis melaui berbagai situasi dalam kehidupan sehari-hari

misalnya menyajikan masalah dalam situasi nyata dan meminta siswa untuk

mengidentifikasi matematika yang relevan, mengorganisasi masalah berdasarkan

konsep, melihat kelengkapan masalah dan menyelesaikan kembali dan

memaknainya kembali ke dunia nyata (Abidin, dkk, 2018) .

Untuk kemampuan litrasi matematis siswa, siswa diharuskan terbiasa

dengan permasalahan yang nyata ini sesuai dengan pendekatan pembelajaran

realistic mathematics Education (RME). Pendekatan Matematika Realistik

Indonesi (PMRI) atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah teori

intruksi awal ke lebih spesifik untuk mata pelajaran matematika yang telah

dikembangkan di Belanda. Menurut Rahayu (2010:15) Realistic Mathematics

education (RME) adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang lebih

menekankan realitas dan lingkungan sebagai titik awal dari pembelajaran.

Pendekatan Matematika Realistic atau Realistic Mathematics Education (RME)

adalah sebuah pendekatan belajar matematka yang menempatkan permasalahan

matematika dalam kehidupan sehari-hari siswa, sehingga mempermudah

menerima materi dan memberikan pengalaman langsung dengan pengalaman

mereka sendiri. Tahapan yang akan dilalui siswa dalam pendekatan matematika

realistik ini adalah pertama tahapan pemberian masalah kontekstual, dimana


9

siswa diberikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, lalu siswa

diajak untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Selain itu, siswa juga

diberikan kesempatan untuk melalui tahap interwining, dimana siswa belajar

mengaitkan ide/ konsep matematika yang dipelajari dengan ide/konsep lain

(Bunga dkk, 2016).

Dengan adanya pengembangan modul berbasis RME ini, diharapkan

siswa mampu mengasah kemampuan literasinya dalam memecahkan persoalan

matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (Nurwati dkk, 2016).

Sehingga Pendekatan berbasis Realistic mathematics Education (RME) ini

sangat berperan penting untuk membantu siswa terhadap kemampuan literasi

matematisnya. Ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri dkk.

(2020) yang menggunakan modul berbasis RME pada kemampuan literasi siswa

SMK, dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa modul pembelajaran berbasis

RME layak dan praktis digunakan terhadap kemampuan literasi matematika

siswa. Jadi Pengembangan modul berbasis Realistic Mathematics Education

(RME) akan menghadirkan berbagai soal-soal atau permasalahan yang berkaitan

erat dalam kehidupan sehari-hari dengan pokok bahasan barisan dan deret, yang

disusun secara sistematis sesuai dengan tujuan pencapaian kompetensi materi

sehingga siswa akan merasa bahwa ilmu matematika yang mereka pelajari dapat

digunakan dalam kehidupan nya sehari-hari terutama dalam menyelesaikan

permasalahan yang sering ditemukan dalam kehidupan nyata.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian pengembangan atau Research and Development yang berjudul


10

“Pengembangan Modul Matematika Berbasis Realistic Mathematics Education

(RME) terhadap Kemampuan Literasi Matematis Siwa SMA Negeri 1 Syamtalira

Bayu”.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat

diidentifikasi permasalahan pada pembelajaran matematika sebagai berikut.

1. Kurangnya bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran matematika

menyebabkan peserta didik cenderung bergantung kepada pendidik yang

berperan sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.

2. Kurangnya bahan ajar yang menyajikan contoh dan permasalahan nyata dalam

kehidupan sehari- hari dalam pembelajaran matematika menyebabkan

kemampuan literasi matematis siswa rendah.

3. Perlunya pengembangan bahan ajar agar kegiatan belajar mengajar lebih

menarik dan menghadirkan permasalahan nyata dengan memanfaatkan

pendekatan pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME).

4. Bahan ajar yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah modul matematika

berbasis Realistic Mathematics Education (RME) terhadap kemampuan literasi

matematis siswa SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu.

1.3 Batasan Masalah


Penelitian ini dibatasi pada pengembangan bahan ajar matematika

berbentuk modul matematika berbasis Realistic Mathematics Education (RME)

terhadap kemampuan literasi matematis siswa kelas XI SMA Negeri 1 Syamtalira

Bayu pada materi barisan dan deret aritmatika di semester genap yang didasarkan
11

pada standar isi dan kompetensi dasar yang dibatasi pada model ADDIE (Analysis

Desain Development Implementation Evaluation).

1.4 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang

dikemukakan pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kelayakan modul matematika berbasis Realistic Mathematics

Education (RME) terhadap kemampuan literasi matematis siswa SMA Negeri

1 Syamtalira Bayu?

2. Bagaimana kepraktisan modul matematika berbasis Realistic Mathematics

Education (RME) terhadap kemampuan literasi matematis siswa SMA Negeri

1 Syamtalira Bayu?

1.5 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kelayakan modul matematika berbasis Realistic

Mathematics Education (RME) terhadap kemampuan literasi matematis siswa

SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu.

2. Untuk Mengetahui kepraktisan modul matematika berbasis Realistic

Mathematics Education (RME) terhadap kemampuan literasi matematis siswa

SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu.

1.6 Pentingnya Pengembangan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat bagi peserta didik;

a. Memberi pengalaman belajar yang berbeda dari proses pembelajaran yang

biasa dilakukan, sehingga peserta didik tidak merasa jenuh dan bosan ketika

belajar matematika .
12

b. Menumbuhkan semangat belajar. Kemampuan pemahaman konsep dan

kemampuan memecahkan masalah yang tinggi dapat menjadikan peserta

didik semangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Karena pada

dasarnya peserta didik memiliki semangat belajar karena dia bisa

menguasai materi dan merasa materi itu ada dalam kehidupan nyata.

2. Manfaat bagi guru


a. Memberikan masukan kepada guru/calon guru matematika dalam

menentukan metode belajar yang tepat, yang dapat menjadi alternatif lain

dalam mata pelajaran matematika.

b. Guru semakin mantap dalam mempersiapkan diri dalam proses

pembelajaran.

3. Manfaat bagi sekolah;

a. Dapat digunakan sebagai referensi dalam mengambil keputusan sebagai

kegiatan belajar mengajar.

b. Dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk memilih media pembelajaran

dalam rangka meningkatkan hasil belajar peserta didik, khususnya dalam

mata pelajaran matematika.

4. Manfaat bagi peneliti;

a. Menambah pengalaman bagi peneliti mengenai pengembangan

pembelajaran tersebut.

b. Memperoleh bekal tambahan bagi calon guru matematika sehingga

diharapkan dapat bermanfaat ketika terjun di lapangan.

c. Menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.


13

1.7 Batasan Pengembangan


Adapun batasan-batasan dalam pengembangan ini antara lain sebagai berikut:
1. Bahan ajar yang dikembangkan hanya berupa modul matematika berbasis

RME pada materi barisan dan deret aritmatika.

2. Pengembangan modul matematika ini terbatas pada materi barisan dan deret

aritmatika saja. Selain itu, uji coba hanya diterapkan pada satu kelas di kelas

XI SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu.

3. Langkah pengembangan modul matematika berbasis RME ini hanya sampai

pada tahap pengembangan saja kemudian diujicobakan kepada siswa untuk

melihat tingkat kelayakan dan kepraktisan modul matematika tersebut terhadap

kemampuan literasi matematis siswa.

1.8 Spesifikasi Produk yang diharapkan


Spesifikasi produk yang diharapkan dalam penelitian pengembangan ini adalah

sebagai berikut:

1. Modul matematika berbasis RME pada materi barisan dan deret yang

dikembangkan dapat digunakan sebagai bahan ajar matematika di SMA Negeri

1 Syamtalira Bayu.

2. Modul matematika yang dikembangkan sesuai dengan SK/ KD suatu pokok

bahasan yang diajarkan, materi barisan dan deret aritmatika di kelas XI SMA

Negeri 1 Syamtalira Bayu.

3. Modul matematika yang dikembangkan dapat dapat memenuhi kriteria aspek

kontruksi, teknis, didaktik, sesuai standar isi, kualitas materi dalam modul dan

kesesuaian dengan pendekatan RME, serta tampilan yang baik dan menarik
14

sehingga dapat dikategorikan sebagai bahan ajar yang valid dan praktis

digunakan terhadap kemampuan literasi matematis siswa.

4. Modul matematika berbasis RME mempunyai format yang terdiri dari 3

bagian, yaitu: Bagian awal terdiri dari:1) judul, 2) kata pengantar, 3) daftar isi.

Bagian inti pembelajaran terdiri dari: 1) standar kompetensi/kompetensi dasar,

2) deskripsi, 3) peta konsep, 4) kegiatan belajar (materi), 5) latihan soal dan

bagian penutupnya terdiri dari 1) rangkuman (Summary), 2) evaluasi, dan

daftar pustaka.

1.9 Definisi Operasional


Untuk menghindari adanya perbedaan pendapat, diperlukan penjelasan

pada beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, beberapa istilah

tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Kemampuan literasi matematis, kemampuan berasal dari kata mampu yang

berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, dengan imbuhan ke-an kata

mampu menjadi kemampuan yaitu kesanggupan atau kecakapan. Adapun

kemampuan literasi matematis dalam penelitian ini adalah kemampuan peserta

didik dalam menerapkan matematika untuk menyelesaikan soal-soal

matematika dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi

barisan dan deret aritmatika

2. Pengembangan modul matematika adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

untuk menghasilkan bahan ajar berupa modul matematika berbasis RME yang

valid atau memenuhi kriteria layak dan praktis digunakan terhadap kemampuan

literasi matematis siswa .


15

a. Modul matematika berbasis RME dikatakan valid jika menurut para ahli

modul matematika berbasis RME memenuhi kriteria setiap aspek yang

dinilai untuk validitas (kontruksi, teknis, didaktik, kualitas materi dan

pendekatan RME) dalam modul.

b. Modul matematika berbasis RME dikatakan praktis jika hasil respon siswa

setelah menggunakan modul matematika berbasis RME berada dalam

kategori praktis atau sangat praktis.

3. Barisan dan deret Aritmatika merupakan jenis barisan serta deret bilangan yang

dimana bilangan berikutnya adalah penambahan bilangan dari sebelumnya

dengan sustu bilangan beda tertentu. Barisan Aritmatika merupakan suatu

baris dimana nilai pada masing-masing suku sebelumnya lewat

penjumlahanatau pengurangan dengan suatu bilangan b. Selisih antara nilai

suku-suku yang berdekatan tersebut selalu sama yakni b. Deret aritmatika

merupakan suatu penjumlahan antar suku-suku dari sebuah barisan aritmatika.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kemampuan Literasi Matematis


2.1.1 Pengertian Kemampuan Literasi Matematis
Literasi atau melek matematika didefinisikan sebagai kemampuan

seseorang individu merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan matematika

dalam berbagai konteks. Termasuk di dalamnya bernalar secara matematis dan

menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika dalam menjelaskan

serta memprediksi fenomena, (Setiawan, dkk, 2014:245). Menurut NCTM ( Sari,

2015:714) Pengertian literasi adalah “an individual’s ability to explore, to

conjecture, and to reason logically as well as to use variety of mathematical

methods effectively to solve problems. By becoming literate, their

mathematical power should develop”. Literasi matematika adalah kemampuan

individu untuk mengidentifikasi dan memahami peran matematika di dunia

nyata, untuk menemukan pendapat-pendapat dan untuk menggunakan cara-

cara yang ada dalam matematika dalam rangka menemukan kebutuhan-

kebutuhan dalam dirinya dalam kehidupan saat ini dan akan datang seperti suatu

kemampuan yang sifatnya membangun, menghubungkan dan

merefleksikan masyarakat (Gunardi, 2017).

Menurut OECD (2017) Literasi matematika adalah kapasitas siswa

untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam

berbagai konteks. Mencakup penalaran matematis dan menggunakan konsep-

konsep matematika, prosedur, fakta, dan alat-alat untuk menggambarkan,

16
17

menjelaskan dan meprediksi fenomena. Steecey dan Turner (2015) menyebutkan

bahwa literasi dalam konteks matematika adalah kekuatan untuk menggunakan

pemikiran matematika dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari agar

lebih siap menghadapi tantangan kehidupan. Literasi matematis sangat penting

pada kehidupan setiap individu, karena berkaitan dengan tugas dan pekerjaan

kehidupan dalam sehari-hari. Dalam Programme for Interna.tional Student

Assessment (PISA) 2015, literasi matematis didefinisikan sebagai kemampuan

individu untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam

berbagai konteks.

Secara umum pendapat-pendapat diatas menekankan pada hal sama yaitu

bagaimana kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuan matematika

yang dimilikinya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari

secara maksimal. Dalam proses memecahkan masalah atau konteks, siswa yang

memiliki kemampuan literasi matematika akan memahami bahwa konsep

matematika yang telah dipelajari dapat menjadi sarana menemukan solusi dari

masalah yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Menurut peneliti dapat

disimpulkan bahwa kemampuan literasi matematis adalah kemampuan seseorang

yang dapat menyelesaikan permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari

dengan menggunakan bentuk matematika serta mampu menafsirkan hasil dari

penyelesaiannya.

2.1.2 Indikator Kemampuan Literasi Matematis


menurut Ojose (2011) indikator untuk kemampuan literasi matematika terdiri

dari :

1. Pemikiran dan penalaran matematika: memunculkan pertanyaan


18

karakteristik matematika, mengetahui jenis jawaban yang ditawarkan

matematika, membedakan antara berbagai jenis pernyataan, memahami

dan menangani batas dan batasan konsep matematis.

2. Argumentasi matematika: mengetahui apa yang dibuktikan, mengetahui

bagaimana bukti berbeda dari bentuk penalaran matematika lainnya,

mengikuti dan menilai rantai argumen, merasa untuk heuristik,

menciptakan dan mengekspresikan argumen matematika.

3. Komunikasi matematika: mengekspresikan diri dengan berbagai cara

dalam bentuk visual lisan, tulisan, dan bentuk visual lainnya, memahami

pekerjaan orang lain.

4. Pemodelan: penataan lapangan untuk dimodelkan, menerjemahkan

realitas ke dalam struktur matematika, menafsirkan model matematis

dalam konteks atau realitas, bekerja dengan model, memvalidasi model,

mencerminkan, menganalisis, dan menawarkan kritik terhadap model atau

solusi, merefleksikan proses pemodelan.

5. Pengajuan masalah dan pemecahan seperti pengajuan, merumuskan, dan

pemecahan masalah dengan berbagai cara.

6. Representasi: menguraikan, mengkodekan, menerjemahkan, membedakan

antara, dan menafsirkan berbagai bentuk representasi objek dan situasi

matematika serta memahami hubungan antara representasi yang berbeda.

7. Simbol: menggunakan bahasa dan operasi simbolis, formal, dan teknis.

8. Alat dan Teknologi: menggunakan alat bantu dan peralatan, termasuk

teknologi bila sesuai.


19

Sedangkan menurut PISA 2015 (OECD, 2017) mengenai proses literasi

matematika mengemukakan indikator kemampuan literasi matematis meliputi:

1) Merumuskan masalah secara matematis (formulate);

2) Menggunakan/menerapkan konsep matematika (employ);

3) Menafsirkan hasil penyelesaian (interpret) matematika dalam memecahkan

masalah nyata .

Selain tiga hal tersebut, dalam PISA juga terdapat 7 kemampuan dasar

matematika yang menjadi pokok dalam proses literasi matematis (OECD, 2017),

yaitu meliputi:

1) Kemampuan komunikasi, yaitu mampu menuliskan proses dalam mencapai

solusi dan menyimpulkan hasil matematika.

2) Kemampuan matematisasi, yaitu mampu menggunakan pemahaman konteks

untuk menyelesaikan masalah matematika .

3) Kemampuan representasi, yaitu menghubungkan berbagai macam

representasi saat menyelesaikan masalah dan menggunakan berbagai macam

representasi dalam pemecahan masalah.

4) Kemampuan penalaran dan argumen, yaitu menjelaskan pembenaran dalam

menentukan proses dan prosedur yang digunakan untuk menentukan hasil

atau solusi matematis dan menyimpulkan dari berbagai argumen matematis.

5) Kemampuan memilih strategi untuk memecahkan masalah yaitu

menggunakan strategi melalui berbagai prosedur yang mengarah kepada

solusi dan kesimpulan matematis.


20

6) Kemampuan menggunakan bahasa dan operasi simbolis, formal dan teknis

yaitu menggunakan bentuk formal berdasarkan definisi dan aturan matematika.

7) Kemampuan menggunakan alat-alat matematika yaitu menggunakan alat-alat

matematika untuk mengenali struktur matematika atau untuk menggambarkan

hubungan matematis.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka Indikator kemampuan literasi

matematis yang ingin digunakan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan PISA

2015 (OECD, 2017): 1) Merumuskan masalah secara matematis (formulate), 2)

menggunakan/menerapkan konsep matematika (employ); dan 3) Menafsirkan

hasil penyelesaian (interpret) matematika dalam memecahkan masalah .

2.2 Pendekatan Realstic Mathematics Education (RME)


Realistic Mathematics Education (RME) merupakan suatu pendekatan

baru dalam bidang pendidikan matematika. Pendekatan ini sudah lama

diujicobakan dan diimplementasikan di Belanda. Di indonesia istilah ini dikenal

dengan nama Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) (Wardono

dan mariani, 2014). Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah

pendekatan matematika tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep

matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata (Andriani, 2013: 44).

Siswa dapat menggunakan kemampuan matematisnya untuk menyelesaikan

masalah yang ditemukan jika konteks dari permasalahan tersebut melingkupi

pengalaman atau yang berada dalam kehidupan sehari- hari siswa. Freudental

menyatakan bahwa pembelajaran RME harus berangkat dari aktivitas manusia

atau “Mathematics is Human Activity” (Shoimin, 2014). Sedangkan menurut

Wardono dkk. (2015) mengemukakan bahwa pendekatan dalam pembelajaran


21

matematika yang bisa memberikan efek positif terhadap kemampuan literasi

matemtis siswa dan dapat mengembangkan karakter siswa adalah pendekatan

realistik. Pendekatan realistik ini diadopsi dari Realistic Mathhematics

Education (RME).

Fauzi (2013:139) berpendapat bahwa Realistic Mathematics Education

(RME) menempatkan realitas dan pengalaman nyata siswa dalam kehidupan

sehari-hari sebagai titik awal pembelajaran serta menjadikan matematika sebagai

aktivitas siswa, siswa diajak berpikir cara menyelesaikan masalah yang pernah

dialami. Suatu masalah realistik tidak harus selalu berupa masalah yang ada di

duinia nyata (real word problem) dan bisa ditemukan dalam kehidupan siswa.

Suatu masalah disebut “realistik” jika masalah tersebut dapat dibayangkan

(imaginabel) dan nyata (real) dalam pikiran siswa. Suatu cerita rekaan ,

permainan bahkan bentuk formal matematika bisa digunakan sebagai masalah

realistik (Wijaya, 2015: 21).

Dari beberapa pendapat diatas peneliti mengambil kesimpulan bahwa

pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) adalah suatu pendekatan

pembelajaran matematika yang menggunakan masalah-masalah kontekstual/

realistik sebagai langkah awal dalam pembelajaran serta memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mendeskripsikan, menyederhanakan,

menginterpretasikan dan menyelesaikan masalah kontekstual tersebut menurut

cara mereka sendiri baik secara individu maupun secara kelompok.


22

2.2.1 Ciri-ciri Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)


Pendekatan pembelajaran yang diperkenalkan oleh Freudenthal berusaha

mengajarkan matematika secara bermakna yang dicirikan oleh hal-hal berikut

menurut (Fathurrohman, 2015:186):

1. Mengajarkan matematika secara lebih menarik, relevan dengan lingkungan

siswa, sedikit formal, dan tidak terlalu abstrak.

2. Menekankan belajar dari pengalaman siswa sendiri, bukan berdasar

pengalaman gurunya.

3. Memperkenalkan kemampuan siswa.

4. Banyak ditekankan pada penyelesaian masalah yang tidak rutin dan mungkin

jawabannya tidak tunggal.

2.2.2 Prinsip-prinsip Realistic Mathematics Education (RME)


RME atau disebut juga Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

menurut Fathurrohman (2015:191) mempunyai tiga prinsip yaitu:

1. Guded Reiventation ( menemukan kembali). Dalam prinsip ini. peserta didik

harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana

konsep-konsep matematika ditemukan.

2. Dedicatical Pnemonologi (fenomena didaktik). Situasi yang diberikan dalam

suatu topik materi jika disajikan atas dua pertimbangan, yaitu melihat

kemungkinan aplikasi dalam pengajaran dan sebagai titik tolak dalam proses

matematika.

3. Self Development Models (Pengembangan model sendiri). Kegiatan ini

berperan sebagai jembatan antara pengetahuan informal dengan matematika


23

formal. Model dibuat oleh siswa sendiri dalam memecahkan masalah. Model

awalnya adalah suatu model dari situasi yang dikenal (akrab) oleh siswa.

2.2.3 Karakteristik Realistic Mathematics Education (RME)


Menurut Fathurrohman (2015:192) Realistic Mathematics Education

(RME) memiliki 5 karakteristik, yaitu:

1. Menggunakan masalah kontekstual. Konteks adalah lingkungan keseharian

siswa yang nyata. Maksudnya adalah menggunakan lingkungan keseharian

siswa sebagai awal pembelajaran.

2. Menggunakan model atau jembatan dengan instrument vertikal. Dalam

pembelajaran matematika ini perlu dikembangkan suatu model yang harus

dikembangkan oleh siswa sendiri dalam pemecahan masalah.

3. Menggunakan kontribusi siswa. Kontribusi yang besar pada proses belajar

mengajar diharapkan dari kontribusi peserta didik sendiri yang mengarahklan

mereka dari metode informal ke arah yang lebih formal yaitu baku.

4. Interaktivitas. Interaksi antara siswa dan guru merupakan hal yang mendasar

dalam RME. Dalam pelajaran kontruktif diperhatikan interaksi, negoisasi

secara eskplisit, intervensi, koperasi dan evaluasi sesama peserta didik, peserta

didik dan guru serta guru dan lingkungannya. Maksudnya untuk mendapatkan

hal yang formal diperlukan interaktivitas baik antara guru dengan murid,

murid dengan murid, maupun murid dengan orang lain atau ahli yang sengaja

ke sekolah untuk memberikan penjelasan langsung atau dengan model.

5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya. Dalam pembelajaran

menggunakan pendekatan holistik. Artinya bahwa topik-topik belajar dapat


24

dikaitkan dan diintegrasikan sehingga muncul pemahaman suatu konsep atau

operasi secara terpadu

2.2.4 Langkah-langkah Realistic Mathematics Education (RME)


Menurut Asikin (2001:3) langkah-langkah Realistic Mathematics

Education (RME) adalah sebagai berikut:

1. Memahami masalah kontekstual. Pada langkah ini guru menyajikan masalah

kontekstual kepada siswa. Selanjutnya guru meminta kepada siswa untuk

memahami masalah terlebih dahulu.

2. Menjelaskan masalah kontekstual. Langkah ini ditempuh saat siswa

mengalami kesulitan memahami masalah kontekstual. Pada langkah ini guru

memberikan bantuan dengan memberi petunjuk atau pertanyaan seperlunya

yang dapat mengarah siswa untuk memahami masalah.

3. Meyelesaikan masalah kontekstual. Pada tahap ini siswa didorong

menyelesaikan masalah kontekstual secara individual maupun kelompok

berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang telah

disediakan.

4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Pada tahap ini guru mula-mula

meminta siswa untuk mendiskusikan jawabannya.

5. Menyimpulkan. Dari hasil diskusi guru mengarahkan siswa untuk menarik

kesimpulan mengenai pemecahan masalah, konsep, prosedur, atau prinsip yang

telah dibangun bersama.


25

2.2.5 Kelebihan Realistic Mathematics Education (RME)


Adapun kelebihan Realistic Mathematics Education menurut Shoimin

(2014) sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada

siswa tentang kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi

manusia.

2. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas

kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang

dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak hanya oleh mereka

yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

3. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada

siswa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak

harus sama antara yang satu dengan dengan orang yang lain. Setiap siswa bisa

menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan siswa itu sungguh-

sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya, dengan

membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang

lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang tepat, sesuai dengan tujuan

dari proses penyelesaian masalah tersebut.

4. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada

siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan

sesuatu yang utama dan siswa harus menjalani proses itu dan berusaha untuk

menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain

yang lebih mengetahui (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani

sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.


26

2.2.6 Kekurangan Realistic Mathematics Education (RME)


Adapun kekurangan dari Realistic Mathematics Education menurut

Shoimin (2014) yaitu sebagai berikut:

1. Tidak mudah untuk mengubah pandangan yang mendasar tentang berbagai

hal, misalnya mengenai siswa, guru, dan peranan sosial atau masalah

kontekstual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkan

RME.

2. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut

dalam pembelajaran matematika realistic tidak selalu mudah untuk setiap

pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-

soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.

3. Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan

berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.

2.3 Pengembangan Modul Matematika


2.3.1 Pengertian Modul
Modul merupakan bahan ajar cetak yang disusun secara sistematis

dengan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik, serta sesuai dengan

usia dan tingkat pengetahuan mereka agar dapat melakukan pembelajaran

mandiri. Modul merupakan paket belajar mandiri yang yang meliputi

serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara

sistematis untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran (Setiyadi dkk,

2017).

Modul disebut juga media untuk belajar mandiri karena di dalamnya

telah dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri (Susilo dkk, 2016). Menurut
27

Asyhar (2012:155) modul adalah bahan ajar yang dirancang untuk belajar

secara mandiri oleh peserta pembelajaran , karena itu modul dilengkapi dengan

petunjuk untuk belajar sendiri. Modul merupakan seperangkat pembelajaran

mandiri yang disusun sedemikian rupa meliputi serangkaian pengalaman belajar

dengan tujuan agar siswa mampu mencapai tujuan pembelajaran yang

diharapkan dan membantu menciptakan pembelajaran yang berkualitas.

Berdasarkan beberapa defenisi di atas maka dapat disimpulkan

bahwa modul merupakan sarana pembelajaran dalam bentuk media cetak yang

disusun secara sistematis, memuat materi pembelajaran, metode, tujuan

pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau indikator pencapaian

kompetensi, dan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar

mandiri dan siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing.

2.3.2 Fungsi, Tujuan dan Kegunaan Modul


Penyusunan modul memiliki arti penting dalam kegiatan pembelajaran.

Pentingnya modul bagi kegiatan pembelajaran meliputi fungsi, tujuan, dan

kegunaan modul bagi kegiatan pembelajaran. Penjabarannya adalah sebagai

berikut:

1. Fungsi Modul

Sebagai salah satu bahan ajar, Prastowo (2015) mengemukakan modul

memiliki fungsi sebagai berikut:

1) menjadi bahan ajar mandiri, maksudnya modul berfungsi meningkatkan

kemampuan peserta didik untuk belajar sendiri tanpa tergantung kepada

kehadiran pendidik.
28

2) Pengganti fungsi pendidik, maksudnya modul sebagai bahan ajar yang

mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan mudah

dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka.

3) Sebagai evaluasi, maksudnya dengan modul peserta didik dituntut untuk

dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaanya terhadap materi

yang telah dipelajari.

4) Agar peserta didik mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materi

yang telah dipelajari.

Secara garis besar tujuan diadakannya pembelajaran menggunakan

modul adalah membuka kesempatan bagi siswa untuk belajar menurut kecepatan

dan cara masing-masing. Oleh karena itu bisa saja di dalam pengerjaan suatu

masalah yang sama, siswa dapat menyelesaikannya dengan cara yang bervariatif

sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.

2. Tujuan penggunaan modul

Adapun tujuan penyusunan atau pembuatan modul menurut Prastowo

(2015) antara lain:

1) Agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan

bimbingan pendidik.

2) Agar peran pendidik tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan

pembelajaran.

3) Mengakomodasikan berbagai tingkat dan kecepatan belajar peserta didik dalam

mengasah kemampuan literasinya.


29

4) Agar peserta didik mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materi

yang telah dipelajari

Secara garis besar tujuan diadakannya pembelajaran menggunakan

modul adalah membuka kesempatan bagi siswa untuk belajar memahami dan

memunculkan ide/ konsep yang dimilikinya untuk menyelesaikan permasalahan

yang terdapat dalam bahan ajar berupa modul baik secara pribadi maupun

secara kelompok. Oleh karena itu bisa saja di dalam pengerjaan suatu masalah

yang sama, siswa dapat menyelesaikannya dengan cara yang bervariatif sesuai

dengan kemampuan mereka masing-masing.

2.3.3 Karakteristik Modul


Daryanto (2013:9-11) menyampaikan beberapa karakteristik yang perlu

diperhatkan dalam mengembangkan modul:

a. Self Instruction

Self instruction merupakan karakter yang memungkinkan seseorang

belajar secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi

karakter self instruction, maka modul harus:

1) Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat menggambarkan

pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

2) Memuat materi pembelajaran yang spesifik, sehingga memudahkan

untuk dipelajari secara tuntas.

3) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan

materi pembelajaran.

4) Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang bertujuan untuk

mengukur penguasaan siswa.


30

5) Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana atau

konteks kegiatan dan lingkungan siswa.

6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.

7) Terdapat rangkuman materi pembelajaran.

8) Terdapat instrumen penilaian yang memungkinkan siswa melakukan

penilaian secara mandiri (self assessment).

9) Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik siswa materi.

b. Self Contained
Modul dikatakan self contained bila seluruh materi pembelajaran yang

diperlukan disajikan dalam modul tersebut. Tujuannya memberikan kesempatan

siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara tuntas. Materi yang

disajikan dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh.

c. Stand Alone (berdiri sendiri)

Merupakan karakteristik modul yang tidak tergantung pada bahan ajar

atau media lain, atau tidak harus digunakan bersamas-ama dengan bahan ajar

atau media lain.

d. Adaptive

Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat

menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bersifat

fleksibel.

e. User Friendly (bersahabat atau akrab)

Modul hendaknya bersahabat atau akrab dengan pemakainya. Pemaparan

ataupun instruksi dalam modul bersifat membantu dan bersahabat dengan


31

pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses

sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti,

serta menggunakan istilah yang umum, merupakan salah satu bentuk user

friendly.

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitan pengembangan ini akan

disesuaikan dengan karakteristik-karakteristik modul, seperti self intruction, self

contained, stand alone, adaptive, dan friendly (bersahabat). Oleh karana itu,

harapannya dapat digunakan dengan mudah oleh siswa, baik dari segi

penggunaan, pembelajaran, tampilan, maupun fleksibilitas modul.

2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Modul


Sebagai bahan ajar dalam proses pembelajaran, penggunaan modul

memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Adapun kelebihan

penggunaan modul dalam pembelajaran menurut Nasution (2006) adalah

sebagai berikut:

a. Memberikan feedback (balikan) yang banyak dan segera, sehingga siswa

mampu mengetahui taraf hasil belajarnya.

b. Penguasaan tuntas (mastery) memberikan dasar yang lebih mantap untuk

menghadapi pelajaran baru.

c. Memiliki tujuan yang jelas.

d. Menimbulkan motivasi yang kuat pada siswa.

d. Dapat disesuaikan dengan perbedaan antar siswa, dan

f. Mengurangi rasa persaingan dan mempererat kerjasama dalam arti positif,

memberikan pengajaran remedial atau perbaikan kelemahan.


32

Selain memiliki kelebihan penggunaan modul juga memiliki kekurangan,

antara lain:

a. Biaya pengembangan bahan tinggi dan waktu yang dibutuhkan lama.

b. Membutuhkan ketekunan yang lebih tinggi dari guru untuk terus menerus

memantau proses belajar siswa, memberi motivasi dan konsultasi secara

individu setiap waktu peserta didik membutuhkan.

2.3.5 Modul berbasis Realistic Mathematics Education (RME)


Modul berbasis Realistic Mathematics Education (RME) atau modul

berbasis realistik adalah modul yang dikembangkan dengan menggunakan

pendekatan realistik. Menurut Treffers (Wijaya, 2011:21) Lima karakteristik

pendekatan realistik yaitu:

1. Penggunaan konteks, yaitu memulai pembelajaran dengan masalah riil.

Adapun dalam Penggunaan modul matematika berbasis RME pada materi

barisan dan deret aritmatika ini konteks yang digunakan adalah konteks

penyusunan kotak sehingga membentuk susunan tangga yang sering siswa

lihat dalam kehidupan nyata, kemudian ada juga pembagian kelereng

kepada setiap anak dengan jumlah yang berbeda sesuai dengan umur anak.

2. Penggunaan model yaitu sebagai jembatan antara matematika informal

menuju matematika formal.

3. Penggunaan kontruksi siswa yaitu pemecahan masalah yang diberikan

siswa.

4. Interaktivitas yaitu proses interaksi antara siswa dengan siswa serta

mengkomunikasikan pemecahan masalah atau hasil kerja dan gagasan

mereka sendiri.
33

5. Intertwinement, terintegrasi dengan topik lain.

Jadi modul matematika yang akan dikembangkan oleh peneliti adalah

modul matematika yang berbasis RME dengan menggunakan pendekatan

matematika realistik dengan tujuan siswa dapat memahami, memunculkan

ide/konsep dan menyelesaikan pemecahan masalah kontekstual yang terdapat di

dalam modul untuk mengasah kemampuan literasi matematis siswa pada materi

barisan dan deret aritmatika. berikut ini contoh iceberg barisan aritmatika.

Gambar 2.1 Iceberg Barisan Aritmatika

Adapun penyusunan modul hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip

pengembangan modul. Daryanto (2013:15) mengatakan bahwa prinsip-prinsip

yang perlu diperhatikan pada pengembangan modul meliputi: analisis kebutuhan,

pengembangan desain modul implementasi, penilaian, evaluasi dan validasi, serta

jaminan kualitas.
34

Dari prinsip-pripsip diatas maka modul yang dikembangkan harus sesuai

dengan kebutuhan siswa , secara sistematis dan menggunakan bahasa yang mudah

dipahami serta melengkapinya dengan gambar.

2.3.6 Kualitas Produk Pengembangan


Untuk mengetahui kualitas hasil pengembangan produk diperlukan tiga

kriteria. Kriteria tersebut adalah kevalidan (kelayakan) dan kepraktisan.

1) Kevalidan (kelayakan)

Menurut Sugiyono (2018:121), valid berarti instrumen tersebut dapat

digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas instrumen juga

menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek

yang diukur (Sukmadinata, 2017:228). Dengan demikian data yang valid adalah

data yang tidak berbeda antar data yang dilaporkan peneliti dengan data yang

sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian. Ada beberapa macam validitas, yaitu

validitas isi, validitas konstruk, dan validitas kriteria.

1. Validitas isi, menurut Sukmadinata (2017:229), validitas isi berkenaan dengan

isi dan format dari instrumen.

2. Validitas konstruk, menurut Sukmadinata (2017:229), validitas konstruk

berkenaan dengan konstruk atau struktur dan karakteristik psikologis aspek

yang akan diukur dengan instrumen.

3. Validitas empiris (validitas kriteria), menurut Sukmadinata (2017:229),

validitas kriteria berkenaan dengan tingkat ketepatan instrumen mengukur

segi yang akan diukur dibandingkan dengan hasil pengukuran dengan

instrumen lain yang menjadi kriteria.


35

2) Kepraktisan

Menurut Nieveen (Yanuar dan Wijaya, 2018) suatu produk memiliki

kepraktisan yang tinggi apabila guru dan ahli menganggap bahwa produk dapat

bermanfaat bagi pengguna dan mudah untuk guru dan peserta didik untuk

menggunakan produk di lapangan sesuai dengan niat pengembang.

2.4 Materi Pembelajaran

Barisan aritmatika ialah suatu barisan bilangan-bilangan dimana beda

(selisih) di antara dua suku berurutan merupakan bilangan tetap. Rumus umum

suku ke – n barisan aritmatika dengan suku pertama a dan beda b dapat

diturunkan seperti berikut :

U1 = a
Dimana :
U2 = a + b
a adalah suku pertama / nilai awal
U3 = a + 2b b adalah beda (selisih)

U4 = a + 3b

Jadi: Un = a + (n – 1) b

Contoh :

Carilah suku ke-20 dari barisan aritmatika : -3, 2, 7, . . .

Jawab :

a = -3, b = 7 – 2 = 5 , n = 20

Un = a + (n – 1) b

Un = -3 + (20– 1) 5

Un = -3 + (19) 5
36

Un = -3 + 95

Un = 92

Deret Aritmatika

Dari barisan aritmatika 4, 7, 10, 13, 16, . . . dapat dibentuk suatu deret yang

merupakan penjumlahan dari suku barisan tersebut, yaitu 4 + 7 + 10 + 13 + 16 +

. . . Karena suku-suku yang dijumlahakan merupakan suku-suku dari barisan

aritmatika, maka deret yang terbentuk disebut deret aritmatika.

Jadi rumus umum jumlah n suku pertama deret aritmatika adalah :

Sn = n [2a + (n – 1) b]

Contoh :

Carilah jumlah 100 suku pertama deret 1 + 3 + 5 + 7 + 9 + . . .

Jawab :

1+3+5+7+9+ ...

Dalam hal ini : a = 1 , b = 3 – 1 = 2 , dan n = 100

1
Sn = n [2a + (n – 1) b]
2

1
Sn = 100 [2 . 1 + (100 – 1) 2]
2

Sn = 50 [2+ (99) 2]

Sn = 50 [200] = 10.000
37

2.5 Penelitian yang relevan


Penelitian relevan adalah suatu penelitian sebelumnya yang sudah pernah

dibuat dan dianggap mempunyai keterkaitan dengan judul yang akan diteliti

selanjutnya . Adapun beberapa penelitian relevan dengan penelitian yang akan

dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Putri dkk. (2020), hasil penelitian menunjukkan bahwa modul berbasis RME

layak digunakan dengan kriteria 1) modul sangat valid setelah adanya revisi

dengan besar persentase 93.00%, 2) modul praktis digunakan dengan hasil rata

–rata uji terbatas angket respon siswa 88.67 dan 77.67 pada uji lapangan, 3)

ketuntasan dengan uji lapangan dengan kriteria efektif dan 4) modul

pembelajaran berbasis RME benar dikatakan dapat meningkatkan

kemampuan literasi matematika siswa kelas XI SMK PGRI 3 Madiun dengan

hasil analisis uji gain sebesar 0.80 (tinggi).

2. Hilaliyah dkk. (2019), hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) rata-rata

validitas modul berbasis RME menurut ahli mencapai 85% yang termasuk

dalam kategori baik, 2) rata-rata kepraktisan modul mencapai 82% menurut

guru dan 90% menurut siswa yang keduanya termasuk kategori sangat

praktis, 3) respon siswa terhadap tampilan modul mencapai 89% yang

termasuk dalam kategori baik, 4) kemampuan literasi matematis siswa

mencapai 93% yang termasuk kategori efektif.

3. Wulandari dkk. (2019), hasil penelitian menunjukkan bahwa validitas modul

berbasis pendekatan RME dengan presentase 91,74% dalam kriteria sangat

valid. Yang kedua nilai kepraktisan dengan presentase sebesar 82,26% dalam

krteria sangat praktis. Yang ketiga nilai keefektifan diperoleh nlai sebesar
38

75,61% dalam kriteria efektif. Jadi pengembangan modul berbasis Realistic

Mathematics Education (RME) terhadap pemahaman konsep tergolong valid,

praktis dan efektif untuk digunakan.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Model Pengembangan


Model pengembangan yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis

penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D) dengan

metode pengembangan ADDIE. Metode penelitian dan pengembangan atau

Research and Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk

menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut

(Sugiyono, 2018:297). Adapun produk yang dihasilkan dalam penelitian ini

berupa modul matematika berbasis Realistic Mathematics Education (RME)pada

materi barisan dan deret aritmatika.

metode penelitian R&D memiliki 5 langkah, dikenal dengan pendekatan

ADDIE yaitu singkatan dari Alaysis, Design, Development, Implementation, dan

Evaluation. Berikut adalah gambar tahapan langkah penelitian R&D dengan

metode pendekatan ADDIE.

Gambar 3.1 Langkah-Langkah Penelitian R&D Dengan Pendekatan ADDIE


Menurut Branch (2009:2)

39
40

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar berbentuk

modul berbasis Realistic Mathematics Education (RME) terhadap kemampuan

literasi matematis siswa SMA kelas XI pada materi barisan dan deret

aritmatika dan mengetahui kualitas bahan ajar yang akan dikembangkan. Alasan

peneliti menggunakan model pengembangan ADDIE, dikarenakan memiliki

keunggulan yaitu dilihat dari prosedur kerjanya yang sistematik yakni pada setiap

langkah yang akan dilalui selalu mengacu pada langkah sebelumnya yang sudah

diperbaiki sehingga diperoleh yang efektif. Adapun tahapan desain

pengembangan ADDIE sebagai berikut:

1. Analiysis yaitu analisis kebutuhan untuk menentukan masalah dan solusi yang

tepat dan menentukan kompetensi siswa.

2. Design yaitu menentukan pendekatan pembelajaran, menyusun kerangka

modul, materi yang akan diajarkan serta menyusun lembar penilaian.

3. Development yaitu mengembangkan modul sesuai dengan pendekatan

pembelajaran yang dipilih.

4. Implementation yaitu mengujicobakan modul dan membagikan angket respon

siswa.

5. Evaluation yaitu melakukan analisis serta perbaikan terhadap kesalahan yang

terjadi selama pembelajaran.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu kelas XI di

Kabupaten Aceh Utara. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini karena

pertimbangan sebagai berikut:


41

1. Letak sekolah tersebut tidak terlalu jauh dari tempat tinggal peneliti.

2. Berdasarkan hasil observasi SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu, peneliti

melihat bahwa masih banyak siswa yang masih sulit dalam memahami

materi yang diajarkan oleh guru dan kurangnya bahan ajar yang dapat

membantu proses pembelajaran, dan masih banyak siswa yang

kemampuan literasi matematisnya rendah .

3. Terbukanya kemungkinan untuk melakukan penelitian dengan

pengembangan modul berbasis Realistic Mathematics Education (RME)

terhadap kemampuan literasi matematis siswa

Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2020/2021.


3.3 Prosedur Pengembangan
Penelitian dan pengembangan modul matematika berbasis Realistic

mathematics Education (RME) ini dilakukan dengan prosedur pengembangan

yang terdiri dari lima tahap, yaitu:

1. Analisis (Analysis)
Langkah analisis terdiri atas 3 tahap, yaitu analisis masalah, analisis kebutuhan

dan analisis kurikulum. Tahapan ini dijelaskan secara rinci yaitu:

a. Analisis Masalah

Analisis masalah dilakukan untuk mengetahui dan mengklarifikasi

permasalahan- permasalahan siswa dalam proses pembelajaran serta bagaimana

proses pembelajaran yang diterapkan di sekolah.

b. Analisis kebutuhan

merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan kemampuan-

kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa untuk


42

meningkatkan kinerja atau prestasi belajar. Analisis kebutuhan bertujuan untuk

melakukan program pembelajaran sebagai solusi dari masalah pembelajaran yang

sedang dihadapi.

c. Analisis Kurikulum

Merupakan langkah yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana

kurikulum yang digunakan dalam proses pembelajaran dan untuk megetahui

Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) yang akan

dijadikan tujuan yang akan dicapai dari pembelajaran serta situasi belajar yang

berlangsung selama proses pembelajaran. Apa saja model pembelajaran yang

digunakan atau pendekatan yang bagaimana sehingga siswa mampu memahami

materi yang diajarkan.

2. Perancangan (Design)
Pada langkah perancangan (design) ini dilakukan penyusunan modul

matematika berbasis Realistic Mathematics Education (RME) pada materi

barisan dan deret aritmatika terhadap kemampuan literasi matematis siswa di

kelas XI SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu.

Rancangan penelitian dan pengembangan modul matematika berbasis

Realistic Mathematics Education (RME) pada materi barisan dan deret aritmatika

ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menyusun kerangka modul yang akan dikembangkan. Modul matematika

yang dikembangkan terdiri dari tiga bagian utama yaitu bagian awal, isi

dan penutup. Bagian awal berisi sampul, kata pengantar, daftar isi, dan

pendahuluan. Bagian isi uraian materi yang akan dipelajari dan rangkuman

Bagian penutup berisi soal evaluasi dan daftar pustaka.


43

2) Menyiapkan referensi berupa buku-buku sumber untuk pengumpulan

materi pokok. Pengumpulan materi pokok ini dilakukan dengan

menggunakan buku-buku mata pelajaran matematika beserta referensi

yang mendukung lainnya.

3) Merancang format penulisan modul matematika. Kegiatan dalam

merancang format penulisan modul matematika antara lain merancang

bentuk modul matematika, bentuk penggunaannya, menentukan unsur-

unsur yang harus ada dalam modul matematika, dan urutan dari unsur-

unsur tersebut.

Pada tahap ini juga dilakukan perancangan terhadap instrumen penelitian

yang akan diujicobakan, adapun instrumen yang akan digunakan adalah angket.

3. Pengembangan (Development)
Pada tahap pengembangan (development), modul matematika yang sudah

disusun dikembangkan berdasarkan validasi dari ahli media dan materi

pembelajaran. Dalam tahap ini diikuti dengan revisi yang berguna memperoleh

penilaian dan masukan berupa saran-saran dalam perbaikan modul matematika

yang dikembangkan.

4. Implementasi (Implementation)
Langkah selanjutnya adalah menguji cobakan modul matematika kepada

siswa, implementation dilakukan untuk mendeskripsikan kepraktisan dan

keefektivan dari modul yang telah dikembangkan. Uji coba ini dilakukan setelah

produk dinyatakan valid (layak) oleh validator yaitu dosen ahli dan guru

matematika, setelah terpenuhi keduanya baru produk tersebut diuji cobakan

kepada siswa. Peneliti hanya menguji sampai pada tahap pengujian kelompok
44

besar yang terdiri dari 32 siswa, dikarenakan adanya keterbatasan waktu, dan dan

tenaga dari peneliti sendiri.

Pada tahap ini, produk yang telah dinyatakan valid oleh ahli kemudian

diimplementasikan dalam pembelajaran matematika pada peserta didik kelas XI

SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu. Implementasi yang dilakukan pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Uji coba produk dilakukan dengan subjek uji coba kelompok kecil yang

berjumlah 6 orang peserta didik (kategori rendah, sedang dan tinggi)

2. Analisis uji coba kelompok kecil dilakukan untuk mengetahui kepraktisan

produk yang dikembangkan melalui respon siswa.

3. Uji coba kelompok besar dengan subjek yang berjumlah 32 orang peserta

didik.

4. Analisis hasil uji coba kelompok besar dilakukan untuk mengetahui tingkat

kepraktisan modul yang dikembangkan dengan jumlah siswa yang lebih

banyak yaitu 32 siswa.

5. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan

nilai terhadap program pembelajaran. Evaluasi ini bertujuan untuk menentukan

kualitas sesuatu, terutama yang berkenaan dengan nilai dan arti. Pada dasarnya,

evaluasi sudah dilakukan dari tahap development yaitu evaluasi tingkat validasi

modul oleh para ahli. Akan tetapi, evaluasi pada tahap ini lebih kepada evaluasi

untuk mengetahui tingkat kelayakan dan kepraktisan modul matematika yang

telah diimplementasikan.
45

Kevalidan (kelayakan) modul untuk digunakan didapat dari penilaian oleh

ahli pada tahap pengembangan. Sedangkan kepraktisan modul matematika didapat

dari hasil pengisian angket respon siswa pada tahap implementasi. Pada tahap ini

juga dilakukan revisi yang terakhir terhadap modul yang dikembangkan. Hal ini

bertujuan agar modul yang dikembangkan dapat digunakan lebih luas lagi.

Langka-langkah yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah:

Prosedur penelitian terdiri dari beberapa tahap:

a. Tahap analisis, disini peneliti menganalisis masalah, kebutuhan dan kurikulum

di sekolah SMA Syamtalira Bayu. Setelah melakukan analisis ternyata masih

kurangnya bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran matematika, siswa

memiliki kemampuan literasi matematis yang rendah, kurikulum yang

digunakan adalah kurikulum 2013 sehingga dibutuhkan bahan ajar yang dapat

membantu dalam proses pembelajaran dan bahan ajar yang akan digunakan

peneliti adalah modul matematika kemudian mengembangkan modul tersebut

berbasis RME.

b. Tahap design (perancangan), pada tahap ini peneliti mulai merancang modul

matematika yang akan dikembangkan mulai dari judul, materi serta soal,

kemudian ditahap perancangan juga dibuat instrumen penelitian yaitu angket

dan RPP.

c. Tahap pengembangan, pada tahap ini modul matematika dikembangkan sesuai

pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) setelah modul

dikembangkan kemudian modul diuji kevalidanya oleh dosen ahli dan guru
46

matematika jika modulnya sudah valid maka akan diimplementasikan ke

sekolah, namun jika belum valid maka aka direvisi.

d. Tahap implementasi, pada tahap ini modul matematika akan diujicobakan

kepada kelompok kecil yaitu siswa kelas XI sebanyak 6 orang dengan

kategori siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Tahap ujicoba

dilakukan dengan melakukan pembelajaran menggunakan modul matematika

berbasis RME, setelah menggunakan modul tersebut siswa diminta untuk

mengisi angket respon, hasil dari angket respon siswa jika menunjukkan bahwa

modul matematika berbasis RME praktis digunakan dalam pembelajaran

matematika maka akan dilanjutkan dengan ujicoba kepada kelompok besar

sebanyak 28 siswa, setelah menggunakan modul matematika berbasis RME

siswa diminta Kembali untuk mengisi angket respon siswa untuk mengetahui

sejauh mana tingkat kepraktisan modul Ketika digunakan pada jumlah siswa

yang lebih banyak. Tahap evaluasi, pada tahap ini dilakukan penilaian terhadap

modul matematika yang telah digunakan.

e. Menganalisis (Evaluasi) data yang diperoleh dari penelitian.

3.4 Ujicoba Produk Pengembangan


Ujicoba produk dipandang perlu dilakukan dengan alasan selain supaya

produk yang dihasilkan benar-benar bermutu, tepat guna dan sasarannya, uji coba

produk merupakan salah satu syarat yang harus dikerjakan oleh peneliti dalam

mengambil penelitian model pengembangan, adapun desain uji coba, subjek uji

coba dan jenis data dalam penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut.
47

3.4.1 Desain Ujicoba


Studi ini merupakan kegiatan pengembangan yang dilakukan secara

individu. Kegiatan yang dilaksanakan mulai dari tahap analisis, perancangan

produk, pengembangan produk dan menguji kelayakan produk dengan cara

validasi oleh validator. Pelaksanaan uji kelayakan dilakukan dengan cara

menyerahkan produk pengembangan beserta sejumlah angket penilaian kepada

validator untuk menilai layak atau tidaknya produk pengembangan kemudian

baru diujicobakan kepada siswa. Berikut ini tahapan yang dilakukan Sesuai

dengan langkah model ADDIE.


48

Tahap Analisis
Analisis kinerja, kebutuhan dan situasi belajar.

Tahap Desain
Merancang modul matematika berbasis RME
pada materi barisan dan deret aritmatika

Tahap Development
Mengembangkan modul matematika yang telah
dirancang sesuai dengan pendekatan RME

Modul matematika Berbasis


Realistic Mathematics
Education (RME)

Validasi oleh dosen Validasi oleh guru


ahli matematika ahli matematika

Valid (layak digunakan)?

Ya Tidak

Tahap implementation Revisi


Mengimplementasikan modul matematika yang
telah dinyatakan valid oleh ahli kepada siswa
Tidak

Ujicoba kelompok kecil sebanyak 6 orang Praktis?


Ya
Layak dan
Ujicoba kelompok besar sebanyak 28 orang
praktis

Tahap Evaluation
Penilaian terhadap modul matematika yang telah digunakan

Modul matematika berbasis RME layak dan praktis digunakan terhadap


kemampuan literasi matematis siswa SMA Kelas XI

Gambar 3.2 Bagan Alur Desain UjiCoba


49

3.4.2 Subjek Ujicoba


1. Tahap Validasi
Subjek validasi atau validator modul berbasis Realistic Mathematics

Education (RME) ini adalah dosen ahli dan guru ahli materi yang kompeten

dalam pembelajaran matematika. Adapun kriteria masing-masing validator

adalah sebagai berikut:

a. Dosen Ahli jurusan matematika telah menempuh jenjang pendidikan S-2

pada progam studi matematika atau pendidikan matematika.

b. Guru matematika yang sudah berpengalaman mengajar materi barisan

dan deret aritmatika di kelas XI.

Guru matematika yang menjadi validator produk modul berbasis Realistic

Mathematics Education (RME) yang peneliti kembangkan adalah guru

matematika di SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu.

2. Tahap Ujicoba
Pada tahap ini, produk yang telah dinyatakan valid oleh ahli kemudian

diimplementasikan dalam pembelajaran matematika pada peserta didik kelas XI

SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu. Implementasi yang dilakukan pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:

5. Uji coba produk dilakukan dengan subjek uji coba kelompok kecil yang

berjumlah 6 orang peserta didik

6. Analisis uji coba kelompok kecil dilakukan untuk mengetahui kepraktisan

produk yang dikembangkan melalui respon siswa.

7. Uji coba kelompok besar dengan subjek yang berjumlah 28 orang peserta

didik.
50

Pada tahap pengujian, peneliti menggunakan uji coba kelompok kecil yang

terdiri dari 6 orang siswa, kemudian dilanjutkan dengan uji coba kelompok besar.

Uji coba kelompok kecil digunakan untuk menguji tingkat kepraktisan modul.

3.4.3 Jenis Data


Jenis data dalam penelitian ini ini adalah data kualitatif dan kuantitatif.

Data kualitatif ialah data yang dinyatakan bukan dalam bentuk angka. Sedangkan

data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka. Data

kualitatif berupa kritik, saran, dan komentar para ahli terhadap modul

matematika berbasis Realistic Mathematics Education (RME). Data kuantitatif

diperoleh dari data hasil angket dari lembar validasi ahli materi, angket respon

siswa terhadap produk pengembangan siswa berdasarkan kemampuan

matematisnya (kemampuan literasi matematis ).

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian ,karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data

yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2018:224). Penelitian

pengembangan ini, teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk

mengevaluasi dan memvalidasi serta untuk mengetahui tingkat kepraktisan bahan

ajar modul yang dikembangkan adalah angket.

Menurut Sugiyono (2018:142) angket merupakan teknik pengumpulan

data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau

pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket digunakan

untuk mengumpulkan data mengenai penilaian beragam aspek validasi dari suatu
51

modul pembelajaran. Validasi akan dilakukan oleh dosen ahli dan guru

matematika. Seluruh data yang diperoleh dikelompokkan menurut sifatnya

menjadi dua, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.

3.5.1 Instrumen Penelitian


Pengembangan modul matematika berbasis Realistic Mathematics

Education (RME) berupa angket. Lembar angket, Angket merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan

atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono,

2018:142). Lembar angket yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan

ini sebagai berikut:

a. Lembar Validasi modul matematika untuk Validasi Dosen Ahli

Instrumen validasi yang ditujukan kepada dosen ahli matematika juga

berupa angket penilaian yang menggunakan format skala perhitungan skala likert.

Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2018: 93)

Angket penilaian dosen ahli ini digunakan untuk mengetahui kelayakan

modul matematika yang dikembangkan dari segi aspek kontruksi dan teknisnya.

Skala penilaian komponen angket tersebut adalah sebagai berikut: untuk jawaban

sangat setuju diberi skor 4, setuju diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 2, dan

sangat tidak setuju diberi skor 1. Kisi-kisi Lembar validasi untuk ahli media

pembelajaran pendidikan matematika sebagai berikut:


52

Tabel 3.1 Kisi-kisi Lembar Validasi Modul Matematika Untuk Dosen Ahli
Matematika
No Kriteria Indikator Nomor Butir
1. Aspek konstruksi Ketepatan penggunaan bahasa dan
kalimat 1, 2, 7

Memperhatikan kemampuan siswa 3, 4, 5, 8


Memiliki manfaat, tujuan dan 6, 9, 10
identitas
2. Aspek teknis Desain cover modul matematika 11, 12
Ketepatan penggunaan tulisan, 13, 14, 15, 16, 17,
gambar dan ilustrasi 18, 19, 20

Ukuran modul matematika dan 21, 22, 23


kemenarikan tata letak
Jumlah butir 23
Sumber: Syakrina (2012)

b. Lembar Validasi Modul untuk Guru Ahli Materi Pembelajaran Matematika


Instrumen validasi yang akan diberikan kepada guru ahli materi

pembelajaran matematika juga menggunakan skala perhitungan skala likert.

Angket penilaian ahli meteri digunakan untuk mengetahui kelayakan dari

aspek didaktik, kualitas dan kesesuaian materi dengan pendekatan RME. Skala

penilaian komponen angket tersebut adalah sebagai berikut: untuk jawaban

sangat setuju diberi skor 4, setuju diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 2, dan

sangat tidak setuju diberi skor 1. Berikut kisi-kisi lembar validasi modul

matematika untuk ahli materi pelajaran matematika.


53

Tabel 3.2 Kisi-kisi Lembar Validasi Modul Matematika Untuk Guru Ahli
Matematika
No Kriteria Indikator Nomor Butir
Aspek didaktik Kesesuaian dengan
1, 2
kemampuan siswa
1
Kegiatan yang merangsang
3, 4
siswa
Aspek kualitas Kesesuaian uraian materi
5, 6, 7, 8
materi dalam modul dengan SK dan KD
matematika Keakuratan materi 9, 10, 11, 12, 13
2 Teknik penyajian materi 14, 15
Mendorong siswa untuk
aktif dalam kemampuan 16, 17
literasi matematis
Aspek pendekatan Memuat fase-fase
Realistic pembelajaran berbasis
18, 19, 20, 21,
3 Mathematics pendekatan Realistic
22
Eduication (RME) Mathematics Education
(RME)
Jumlah Butir 22
Sumber : Syakrina (2012)

c. Lembar Respon Siswa Untuk Modul matematika Berbasis Realistic


mathematics Education (RME)
Instrumen ini ditujukan kepada siswa setelah melakukan pembelajaran

dengan modul matematika berbasis RME untuk melihat bagaimana repon siswa

dan bagaimana kepraktisan modul matematika yang digunakan. Skala penilaian

komponen angket tersebut adalah sebagai berikut: untuk jawaban sangat setuju

diberi skor 4, setuju diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 2, dan sangat tidak

setuju diberi skor 1. Adapun kisi-kisi penilaian sebagai berikut.


54

Tabel 3.3 Kisi-kisi Penilaian Respon Siswa


No Aspek Indikator Nomor
1. Tampilan Kejelasan teks 1
No. Aspek Indikator Nomor
Kejelasan gambar 2, 3, 4
Kemenarikan gambar 5
Butir
Kesesuaian gambar dengan materi 6
2. Penyajian Penyajian materi 7, 8, 9,
materi
Kemudahan memahami materi 12
10, 11
Ketepatan sistematika penyajian materi 13, 14
Kejelasan kalimat 15, 16
Kejelasan simbol dan lambang 17
Kejelasan istilah 18
Kesesuaian contoh dengan materi 19
3. Manfaat Kemudahan belajar 20, 21
Ketertarikan menggunakan modul 22
matematika berbasis RME
Peningkatan kemampuan literasi 23, 24,
matematis siswa
berbentuk modul 25

Jumlah Butir 25
Sumber: Rahmantiwi (2012)

3. 6 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif

kualitatif dan teknik analisis kuantitatif yang mendeskripsikan hasil uji

validitas dan praktikalitas modul matematika berbasis Realistic Mathematics

Education (RME) untuk meningkatkan kemampuan literasi matematis siswa.

3.6.1 Analisis Deskriptif Kualitatif


Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan cara megelompokkan

informasi-informasi dari data kualitatif yang berupa masukan, kritikan, dan


55

saran perbaikan yang tedapat pada angket. Teknik analisis deskriptif kualitatif ini

digunakan untuk mengolah data hasil Tanggapan dari ahli materi pembelajaran

dan ahli media pembelajaran matematika berupa saran dan komentar mengenai

perbaikan modul matematika berbasis Realistic mathematics education (RME).

3.6.2 Analisis Deskriptif Kuantitatif


Analisis deskriptif kuantitatif dilakukan dengan cara menganalisis data

kuantitatif berupa angka. Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk

menganalisis data yang diperoleh dari angket. Angket yang digunakan

menggunakan format skala perhitungan skala likert. Skala likert digunakan

untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekolompok orang

tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2018:93). Adapun tabel kriteria angket

sebagai berikut:

Tabel 3.4 Skala Angket


Jawaban Item Instrumen Skor
Sangat setuju 4
Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Sumber: Sugiyono (2018: 94)
a. Angket
1. Analisis Kevalidan Modul Matematika Berbasis RME
Validasi kevalidan ini untuk mengukur tingkat kelayakan dari modul

matematika berbasis RME yang akan dilakukan oleh validatior ahli. Adapun

rumus yang digunakan adalah sebagai berikut Purwanto ( Nirmalasari, 2019)

3.1)

Keterangan:

NP : Nilai persen yang diharapkan (dicari)


56

R : Jumlah skor mentah dari validator

SM : Skor maksimum ideal dari pernyataan

Interval penentuan persentase tingkat kevalidan modul pembelajaran adalah sebagai

berikut.

Tabel 3.5 Kriteria kelayakan Modul Matematika


No Persentase (%) Kategori
1 81-100% Sangat Layak
2 61-80% Layak
3 41-60% Cukup Layak
4 21-40% Tidak Layak
5 0- 2 0 % Sangat Tidak Layak
Sumber: Arikunto (2010)

Kriteria modul matematika dikatakan baik jika minimal tingkat validitas yang

dicapai adalah tingkat layak. Jika tingkat validitasnya masih dibawah layak, maka perlu

diadakan revisi sesuai masukan yang disampaikan oleh validator.

2. Analisis Kepraktisan Modul Matematika Berbasis RME

Untuk memperkuat data hasil penilaian kevalidan atau kelayakan,

dilakukan juga penilaian bahan ajar untuk mengetahui kepraktisan bahan ajar

terhadap peserta didik. Penilaian berdasarkan data angket yang diperoleh. Rumus

dan kriteria penilaian berdasarkan Riduwan (Rismaini, dkk, 2019)

............................................................................................... (3.2)

Keterangan:

: Nilai praktikalitas

X : Skor yang diperoleh

Y : Skor maksimum
57

Tabel 3.6 Kriteria Kepraktisan Modul Matematika


Interval Kategori
0 – 20 Tidak praktis
21 – 40 Kurang praktis
41 – 60 Cukup praktis
61 – 80 Praktis
81 – 100 Sangat praktis
Sumber:Riduwan (Rismaini, dkk, 2019)

Kriteria modul matematika dikatakan baik jika minimal tingkat kepraktisan

yang dicapai adalah tingkat praktis. Jika tingkat masih dibawah praktis, maka perlu

diadakan revisi sesuai dengan hasil angket respon siswa terhadap kepraktisan modul

matematika yang telah dikembangkan.

Anda mungkin juga menyukai