Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diterapkan di berbagai

tingkat pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA, bahkan sampai perguruan tinggi.

Menurut Suherman, matematika perlu bagi siswa untuk memenuhi kebutuhan

praktis dan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu agar

mampu mengikuti pelajaran matematika lebih lanjut, juga untuk membantu

memahami bidang studi lain, agar siswa dapat berpikir logis, kritis dan praktis

serta bersikap positif dan berjiwa kreatif.1 Salah satu kunci menuju peluang adalah

matematika.2 Jika ada seseorang berhasil mempelajari matematika akan dapat

memberikan peluang karir yang bagus. Dalam suatu permasalahan, matematika ini

dapat berfungsi untuk memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau

situasi untuk menjadi suatu studi atau pemecahan masalah melalui abstrak,

idealisasi, atau generalisasi. Tetapi banyak siswa beranggapan matematika ini sulit

dan tidak terlalu berlaku bagi kehidupan sehari-hari.

Dalam proses pembelajaran di sekolah, kemampuan belajar siswa banyak

mendapat kendala dan hambatan. Terutama pada mata pelajaran matematika yang

menuntut setiap siswa harus menguasai banyak konsep. Tidak sedikit siswa yang

1
Suherman, dkk., 2001, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA
UPI), h. 58
Siti Akhyar, 2016, “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Treffinger Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa MTsN Rukoh Banda Aceh”, Skripsi, (Banda
Aceh: UIN Ar-Raniry), h. 46

2
NRC, 1989, Everybody Counts. A Report to the Nation on the Future of Mathematics
Education. Washington DC: National Academy Press, h. 1

1
2

kualahan terhadap mata pelajaran matematika dan mengakibatkan rendahnya

kemampuan siswa.

Guru berperan sebagai pendidik yang berhubungan langsung dengan siswa.

Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu

pengetahuan kepada peserta didik.3 Sehingga guru harus bisa memberikan materi

atau evaluasi dengan lebih akurat, objektif, dan mengoptimalkan pembelajaran.

Dalam konteks yang khusus, seorang guru matematika harus menyadari bahwa ia

adalah guru manusia, guru anak bangsa, sama seperti semua guru pada mata

pelajaran yang lain, dan kemudian dia adalah guru matematika yang membuka

peluang kepada peserta didik bukan sekedar untuk dapat mengetahui matematika

saja, tetapi agar peserta didik belajar berpikir matematis.4

Banyak guru gagal menyampaikan materi karena adanya beberapa masalah,

seperti salahnya memilih metode pendekatan. Guru seharusnya mampu

merancang suasana pembelajaran yang tidak membosankan agar siswa dapat

menguasai pelajaran yang diterimanya, yang pada akhirnya siswa akan dapat

mengaplikasikan pengetahuannya, dan dapat menggunakannya dalam kehidupan

dan tugasnya yang akan mendatang.5

Tidak hanya guru, orang tua juga memilik peran besar terhadap potensi

anak, bagaimanapun interaksi orang tua dengan anak melebihi porsi interaksi guru

dengan siswa. Orang tua harus mampu memberikan kondisi yang nyaman dan

sarana yang memadai agar dapat membantu proses belajar anak, sehingga apa
3
Heriansyah, 2018, Guru Adalah Manajer Sesungguhnya Di Sekolah, Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam, vol 01, no 01, h. 120
4
Departeman Agama RI, 2005, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan, (Jakarta :
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam), h. 17
5
Dra. Roestiyah N.K, 1986, Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem, (Jakarta : PT
Rineka Cipta), h. 47
3

yang diberikan oleh guru disekolah dapat dimaksimalkan oleh siswa ketika siswa

sedang berada diluar lingkungan sekolah.

Guru adalah salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses

pembelajaran di kelas.6 Biasanya guru menggunakan model pembelajaran

konvensional dan metode ceramah sebagai cara untuk menyampaikan materi

pelajaran. Melalui model pembelajaran konvensional dan metode ceramah, siswa

akan lebih banyak mendapat pengetahuan, tetapi ilmu yang di dapat kurang

berkesan karena ilmunya hanya di peroleh dari guru saja dan biasanya mudah

terlupakan.

Didalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki pendekatan yang

tepat agar tujuan pembelajaran tercapai serta agar siswa dapat belajar secara

efektif dan efesien. Salah satu langkah untuk memiliki strategi yang tepat, guru

harus menguasai teknik- teknik penyajian, atau biasanya disebut metode

mengajar. Setiap materi yang ingin di sampaikan haruslah menggunakan metode

yang tepat juga. Karena dengan metode belajar yang berbeda sangat dapat

mempengaruhi siswa dalam memahami dan menerima materi pembelajaran. Jadi

guru harus memilih pendekatan, strategi, metode dan teknik yang dapat

melibatkan siswa aktif dalam belajar.7

Salah satu penyebab kurangnya tingkat kemampuan siswa dalam

menangkap konsep matematika karena kesempatan siswa untuk mencoba

membangun argumen atau pendapatnya sendiri terhadap konsep dalam

6
M. Shabir U, Kedudukan Guru Sebagai Pendidik : (Tugas dan Tanggung Jawab, Hak dan
Kewajiban, dan Kompetensi Guru), Vol 02, No 02, 2015, h. 224
7
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Belajar Mengajar, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya), h. 147
4

pembelajaran matematika tidak diberikan oleh guru.8 Dan siswa sering kali

menguasai materi pelajaran yang persis dengan buku, sehingga ketika ditanyakan

soal-soal dan masalah-masalah yang menyangkut materi, ternyata siswa hanya

menguasai materi dengan hafalan saja.9

Materi bangun datar adalah salah satu materi matematika yang dipelajari di

jenjang pendidikan SMP kelas VII semester dua, dan materi bangun datar ini

adalah prasyarat untuk melanjutkan materi bangun ruang yang akan dipelajari di

kelas VIII semester dua nantinya. Materi bangun datar ini termasuk materi dimana

peserta didik mengalami kewalahan dalam mempelajarinya, khususnya ketika

menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan bangun datar.

Berdasarkan observasi dan kajian awal peneliti pada tanggal 15 november 2019

pada kelas VIII di MTsN 1 Model Banda Aceh yang terdiri dari 35 peserta didik,

mereka kesulitan dalam mengerjakan soal-soal permasalahan dalam kehidupan

sehari-hari yang berkaitan dengan materi bangun datar persegi dan persegi

panjang. Hal ini penulis ketahui dari langkah-langkah peserta didik dalam

menyelesaikan soal pemecahan masalah yaitu 18 orang peserta didik kurang

mampu dalam memahami masalah, 15 orang kurang mampu dalam merencanakan

penyelesaian yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah dan juga kurang

mampu menerapkan prosedur, lalu hanya 2 orang peserta didik saja yang bisa

menjawab soal pemecahan masalah yang peneliti berikan, tetapi kurang mampu

memeriksa kembali solusi yang diperoleh Rendahnya pemahaman siswa pada

8
Tatang Herman, 2011, Membangun Pengetahuan Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah, (Di Presentasikan dalam Seminar Nasional MIPA 1 Agustus 2006 yang diselenggarakan
oleh Fakultas MIPA UNY,Yogyakarta) h. 1
9
Mursell, J, Prof. Dr. Nasution. S,M.A, 1995, Mengajar Dengan Sukses, (Jakarta : Bumi
Aksara), h. 5
5

materi bangun datar dan kurang mampu dalam menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan bangun datar menyebabkan kemampuan pemecahan masalah

matematis peserta didik rendah.

Selain itu, berdasarkan hasil observasi peneliti dikelas VIII MTsN Model

1 Banda Aceh, proses pembelajaran masih berpusat kepada guru yaitu (teacher

centered). Pembelajaran didominasi oleh guru sehingga guru aktif dan peserta

didik menjadi pasif. Dalam memberikan soal-soal, guru cenderung mengambil

soal yang ada dibuku. Perhatian guru terhadap pengembangan kemampuan

pemecahan masalah matematika masih kurang sehingga mengakibatkan peserta

didik kurang memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis.

Selain faktor materi dan guru, keinginan peserta didik sendiri juga menjadi

penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah. Melalui observasi dan

wawancara yang penulis lakukan dengan peserta didik kelas VIII MTsN Model 1

Banda Aceh, beranggapan bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang

rumit. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak mampu menjawab soal-soal

matematika jika tanpa melihat buku catatan atau buku paket. Dalam wawancara,

peserta didik mengatakan bahwa mereka tidak aktif dan kurang semangat ketika

belajar matematika, bahkan mereka hanya mau maju ke depan jika guru

memberikan nilai bagi yang maju. Ketergantungan peserta didik terhadap buku

catatan atau buku paket serta kurangnya minat tersebut, membuat peserta didik

menjadi kaku dalam berpikir untuk memecahkan suatu masalah matematika.


6

Sehingga ketika diberikan soal pemecahan masalah matematis, peserta didik

kualahan dalam menjawabnya.10

Dari pembahasan di atas salah satu upaya yang cocok terhadap

kemampuan pemecahan masalah siswa adalah pendekatan kontekstual.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Elma Lusiana Arafani, Elin Herlina,

Luvy Sylvina Zanthy, dengan menggunakan pendekatan kontekstual kemampuan

pemecahan masalah siswa memberikan peningkatan yang positif dari pada

menggunakan pembelajaran biasa.11 Berdasarakan penelitian Fredi Ganda Putra,

kebermaknaan dalam proses pembelajaran merupakan salah satu cara agar peserta

didik memiliki kemampuan pemecahan masalah. Pendektan CTL adalah salah

satu alternatif strategi pembelajaran yang tepat untuk kemampuan pemecahan

masalah. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan peserta didik dengan

perlakuan pembelajaran kontekstual berbantuan Hands On Activity, memiliki

kemampuan pemecahan masalah matematik yang baik dibandingkan dengan

perlakuan pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional.12

Menurut penelitian Zainul Mustofa dan kawan-kawan, untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah guru haruslah melakukan sebuah inovasi dalam

proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berfikir

siswa yang disesuaikan dengan karakteristik dan lingkungan siswa. Strategi yang

10
Hasil observasi di MTsN Model 1 Banda Aceh Kelas VIII-1, Jum’at tanggal 15
November 2019, pukul 11.00 wib
11
Elma Lusiana Arafani, dkk, Peningkatan Kemampuan Memecahkan masalah Matematik
Siswa SMP dengan Pendekatan Kontekstual, Jurnal Pendidikan Matematika, vol 03, No 02, 2019,
h. 330
12
Fredi Ganda Putra, Eksperimentasi Pendekatan Kontekstual Berbantuan Hands On
Activity (HoA) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik. Jurnal Pendidikan
Matematika, Vol 08, No 01, 2017, h. 75 & 79
7

tepat adalah strategi Probrem Based Learning dengan menggunakan pendekatan

kontekstual.13

Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran dikenal dengan sebutan

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep pembelajaran yang

membantu guru untuk mengaitkan antara materi ajar dengan kondisi yang ada

disekitar lingkungan, yang dapat mendorong siswa untuk bisa menghubungkan

pengetahuan yang didapat dengan penerapan dikehidupan siswa sebagai anggota

keluarga dan masyarakat.14 Dengan pendekatan ini proses pembelajaran akan

berjalan secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,

bukan sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa, sehingga pembelajaran

dapat berkesan dan bermakna dan juga mudah untuk di ingat.

Melalui pendekatan kontekstual diharapkan siswa mengerti akan makna dan

manfaat materi yang di sampaikan oleh guru, dan juga bisa memahami bagaimana

penerapan ilmunya bagi kehidupan siswa tersebut. Sehingga dengan demikian

siswa merasakan ilmu yang didapat merupakan salah satu kebutuhan yang penting

dalam dunia nyata.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis akan melakukan

penelitian dengan judul “Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual and

Learning (CTL) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Siswa”

13
Zainul Mustofa, dkk, Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Melalui
Pendekatan Kontekstual Berbasis Lesson Study Untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan
Masalah dan Hasil Belajar Kognitif Siswa, Jurnal Pendidikan : Teori, Penelitian, dan
Pengembangan, Vol 01, No 05, 2016 h. 885-889
14
Nurhadi, 2002, Pendekatan Kontekstual, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada), h. 1
8

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi kajian utama peneliti

adalah:

1. Apakah pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta

didik?

2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik

dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik dari pada

kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik dengan

menggunakan pembelajaran konvensional?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka adapun tujuan penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa dengan menggunakan CTL.

2. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa dengan menggunakan pendekatan CTL dan

kemampuan pemecahan masalah dengan menggunakan pendekatan

konvensional.

D. MANFAAT PENELITIAN
9

Review ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat

teoritis maupun yang bersifat praktik.

1. Manfaat Teoritis

Peneltian ini dapat memberikan sumbangan terhadap pembelajaran

matematika terutama untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa.

2. Manfaat Praktek

Dilihat dari segi praktek, penelitian ini memberikan manfaat antara lain:

a) Memberi sumbangan bagi guru matematika dalam upaya

meningkatkan kualitas pembelajaran matematika untuk

meningkatan pemecahan masalah kemampuan matematis siswa.

b) Memberi masukan bagi siswa bahwa dengan menggunakan

pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning

(CTL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa.

c) Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan memberi informasi dan

masukan dalam menggunakan pendekatan pembelajaran

Contextual Teaching and Learning (CTL) yang mampu

meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah.

d) Bagi peneliti, penelitian ini untuk mengetahui keefektifan model

pembelajaran matematika melalui pendekatan Contextual

Teaching and Learning (CTL) sehingga mampu meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Selain itu


10

sebagai wahana uji kemampuan terhadap bekal teori yang

diterima di bangku kuliah.

e) Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dimanfaatkan

sebagai perbandingan atau sebagai referensi untuk penelitian

yang relevan.

E. DEFINISI OPERASIONAL

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah yang

digunakan dalam penelitian ini diberikan batasan sebagai berikut :

1. Penerapan

“Penerapan artinya pemasangan, pengenaan dan mempraktekkan sesuatu hal

sesuai dengan aturan”.15 Aturan yang dimaksud disini adalah adanya perubahan

dari sesuatu hal yang kurang baik atau kurang bermutu ke arah yang lebih baik

dan bermutu.

2. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pendekatan merupakan hal, usaha, perbuatan mendekati atau

mendekatkan.16 Kontekstual berarti apa yang ada di depan atau di belakang kata,

kalimat, ucapan tersebut.17 Pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and

Learning (CTL) merupakan suatu konsep belajar dimana situasi dunia nyata

dihadirkan ke dalam kelas oleh guru dan mendorong siswa membuat hubungan

antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka.

15
Muhammad Ali, 1983, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta : Balai
Pustaka Amani), h. 535
16
W.J.S Poerwadarmita, 2005, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka),
h. 275
17
Ibid., h. 613
11

Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu

kontruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry),

masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi

(reflection), dan assement autentik (authentic asseement).

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Kemampuan pemecahan masalah dalam matematika adalah keterampilan

atau kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah matematika dengan

menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh dengan

memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah

pemecahan masalah dan tidak sebagai suatu keterampilan generik.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran

1. Belajar

Belajar merupakan proses yang komplek yang terjadi pada setiap orang

sepanjang hidupnya, dan hal ini terjadi karena adanya interaksi antara seseorang

dengan lingkungannya. 18
Belajar adalah suatu usaha mencari, menenemukan dan

melihat seluk-beluk sesuatu. Belajar ialah memecahkan suatu masalah tidak hanya

dalam pelajaran ilmu pasti, tetapi juga dalam mempelajari keterampilan motoris,

atau menghargai suatu sanjak atau simponi.19

Cronbach menyatakan bahwa belajar ditunjukkan oleh adanya perubahan

tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dalam proses belajar (leraning is

shown by a change in behavior as a result of experiences).20Geoch juga

menyatakan bahwa belajar adalah perubahan kemampuan dan keterampilan

sebagai hasil dari praktik yang dilakukan oleh seseorang (learning is a change in

performance as a result of practice).21

Dari beberapa pengertian diatas dapat kita tarik kesimpulan, belajar adalah

suatu perkembangan pengetahuan, keterampilan, sikap dan tingkah laku pada diri

18
Azhar Arsyad, 1997, Media Pengajaran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 1
19
J. Mursel & Prof. Dr. Nasution, S, M.A., 1995 Mengajar Dengan Sukses, (Jakarta: Bumi
Aksara), h. 22
20
Prof. Dr. Wahab Jufri, A, M.Sc., 2017 Belajar dan Pembelajaran Sains, (Bandung :
Pustaka Reka Cipta), h. 49
21
Ibid, h. 49

12
13

seseorang yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan mengobservasi, mendengar,

mencontoh, dan mempraktekkan langsung kegiatan.

2. Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran bisa dikatakan sebagai titik tolak atau sudut

pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan

tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya

mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan

cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua

jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau

berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran

yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Pembelajaran atau pengajaran adalah upaya untuk membelajarkan

siswa. Secara implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih,

menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran

yang memiliki hakikat perencanaan atau perancangan sebagai upaya untuk

membelajarkan siswa. Pembelajaran secara garis besar dapat didefinisikan

sebagai suatu proses interaksi antara komponen-komponen sistem pembelajaran

dengan tujuan untuk mencapai suatu hasil belajar. Hal ini berarti bahwa

pembelajaran adalah proses transaksional (saling memberikan timbal balik) di

antara komponen-komponen sistem pembelajaran, yaitu pendidik, peserta didik,

bahan ajar, media, alat, prosedur dan proses belajar untuk mencapai suatu

perubahan yang komprehensif pada diri peserta didik. Perubahan yang

komprehensif tersebut berarti perubahan yang mendalam dan esensial pada


14

perilaku, sikap, pengetahuan dan kemampuan pemaknaan pada peseta didik yang

berguna untuk menyelesaikan tugas/kewajiban-kewajiban dalam hidupnya,

sehingga melalui sebuah kegiatan pembelajaran yang berkelanjutan, seluruh

kebutuhan hidup peserta didik tersebut sebagai seorang insan manusia akan

dapat terpenuhi.22

Dari beberapa penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

pembelajaran merupakan suatu interaksi peserta didik dengan pendidik dengan

menggunakan berbagai macam media pembelajaran.

B. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

1. Pengertian Pendekatan CTL

Pendekatan pembelajaran merupakan suatu konsep atau prosedur yang

digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang pelaksanaannya memerlukan satu atau lebih metode

pembelajaran. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

merupakan pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan,

menceritakan) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami

siswa kemudian diangkat ke dalam konsep matematika yang dibahas. Pada

pembelajaran kontekstual, sesuai dengan tumbuh-kembangnya ilmu pengetahuan,

konsep diskontruksi oleh siswa melalui proses tanya jawab dalam diskusi.

Adapun beberapa definisi pembelajaran dengan pendekatan Contextual

Teaching and Learning (CTL), yaitu :


22
Fujiawati Siti Fuja, “Pemahaman Konsep Kurikulum dan Pembelajaran dengan Peta
Konsep Bagi Mahasiswa Pendidikan Seni”. Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni, vol. 1, No. 1,
April 2016, h. 21
15

a) Pendekatan CTL merupakan suatu proses pendidikan yang


bertujuan membantu siswa dalam melibatkan makna
pembelajaran yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkan dengan kehidupan mereka sehari-hari yaitu
lingkungan pribadi, sosial dan budayanya.
b) Pendekatan CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan
siswa memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan
keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di
luar sekolah untuk memecahkan semua masalah dalam dunia
nyata.
c) Pendekatan CTL adalah suatu konsep belajar mengajar yang
membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan dunia
nyata. Memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara
pengetahuan dengan aplikasi dalam kehidupan siswa sebagai
anggota keluarga, dan anggota masyarakat.23

Jadi dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan

CTL adalah suatu proses pembelajaran yang menghubungkan pengalaman siswa

ke dunia nyata tempat mereka belajar.

2. Karakteristik Pembelajaran CTL

Pembelajaran CTL mempunyai tujuh komponen utama, yaitu :

kontruktivisme (contructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning),

masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi

(reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment). “sebuah kelas

dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen

tersebut dalam pembelajarannya.”

a) Kontruktivisme (contructivism)

Kontrutivisme adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru

dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.24 Dalam konstruktivisme,

23
Nurhadi, 2004, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, (Malang :
IKIP), h.11
24
Sugiyanto, 2010, Model-model Pembelajaran Inovatif, (Surakarta : Yuma Pressindo), h.
18
16

pengetahuan memang berasal dari luar tetapi dikontruksi dalam diri seseorang.

Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, yang siap untuk diambil

atau di ingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dari memberi makna

melalui pengalaman nyata.

Pengetahuan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang

semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu di uji dengan pengalaman yang

baru. Menurut piaget, “manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya,

seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-

beda”.25 Pengalaman yang sama bagi beberapa orang akan dimaknai berbeda-beda

oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap

pengalaman baru dihubungkan dengan kotak-kotak (struktur pengalaman) dalam

otak manusia tersebut.

Penerapan kontruktivisme dalam proses pembelajaran dikelas, yaitu ketika

kita merancang pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja, praktek mengerjakan

sesuatu, menciptakan ide, dan sebagainya.

b) Menemukan (inquiry)

Komponen kedua dalam pendekata CTL adalah inquiry. Inquiry adalah

“proses pembelajaran didasarkan pada penemuan melalui proses berfikir secara

sistematis”.26 Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan

tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses

perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal,

tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan


25
Trianto, 2009, Mendesain Model-Model Pembelajaran Inovasi-Progresif, (Jakarta :
Kencana), h. 11
26
Ibid, h. 11
17

sendiri materi yang harus dipahaminya. Menurut Nana Syaudih, “kegiatan belajar

inquiri (menemukan) lebih bersifat aktif, karena sejumlah proses mental yang

dilakukan siswa. Belajar inquiri lebih komplek, banyak menuntut sejumlah

aktifitas fisik.”27

c) Bertanya (questioning)

Bertanya merupakan “bagian utama pembelajaran yang berbasis CTL”.28

Pengetahuan yang dimiliki sekarang selalu bermula dari bertanya, dengan adanya

keingintahuan tentang pengetahuan maka pengetahuan yang ada selalu dapat

berkembang. Pembelajaran CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja

tetapi memancing siswa dengan bertanya, agar siswa dapat menemukan

jawabannya sendiri. Dengan demikian pengembangan keterampilan guru dalam

bertanya sangat diperlukan. Hal ini penting, karena pertanyaan guru dapat

menjadikan pembelajaran lebih produktif, yaitu berguna untuk :

 Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam

penguasaan pelajaran

 Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar

 Meransang keingintahuan siswa terhadap sesuatu

 Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan

 Membimbing siswa untuk menemukan atau

menyimpulkan sesuatu

d) Masyarakat belajar (Learning community)

27
Nana Syaudih, 1996, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta : Rineka Cipta), h. 38
28
Trianto, (2009), Mendesain Model-Model Pembelajaran Inovasi-Progresif, (Jakarta :
Kencana), h. 18
18

Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan peserta didik untuk

melakukan kerja sama dengan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman

belajarnya. Konsep ini menyatakan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh

dengan orang lain. seperti siswa mengerjakan LKS yang dibagikan guru secara

berkelompok dan melakukan aktivitas sesuai LKS yang telah diperoleh.

e) Pemodelan (modelling)

Pemodelan adalah “proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu

contoh yang dapat ditiru oleh siswa”.29 Model itu bisa berupa cara

mengoperasikan sesuatu, guru memberi model bagaimana cara belajar sesuatu.

Perlu juga dipahami bahwa modelling tidak terbatas dari guru saja tetapi dapat

juga memanfaatkan siswa atau sumber lain yang dapat mempunyai pengalaman

atau keahlian. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa

dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa

ditunjukkan modelnya atau cotohnya.

f) Refleksi (reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang

dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa

pembelajaran yang telah dilaluinya. Seperti guru memberikan kesempatan kepada

siswa untuk menanyakan atau memberikan tanggapan tentang pengetahuan

lainnya yang mereka ketahui mengenai bangun ruang kubus dan balok sesuai yang

telah dipelajari.

29
Trianto, (2009), Mendesain Model-Model Pembelajaran Inovasi-Progresif, (Jakarta :
Kencana), h. 18
19

Melalui CTL, pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan dimiliki ketika

peserta didik berada dalam kelas, akan tetapi jauh lebih penting bagaimana

membawa pengalaman itu ke luar dari kelas, yaitu pada saat ia dituntut untuk

menghadapi dan memecahkan permasalahan nyata yang dihadapi sehari-hari.

g) Penilaian yang Sebenarnya

Penilaian sebenarnya adalah “proses yang dilakukan guru untuk

mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.

Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau

tidak.”30 Penilaian ini berguna untuk mengetahui apakah pengalaman belajar

mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan siswa, baik intelektual,

mental maupun psikomotorik.

Pembelajaran CTL lebih menekankan pada proses belajar dari pada hasil

belajar, oleh karena itu penilaian ini dilakukan terus-menerus selama kegiatan

pembelajaran berlangsung. Dalam kegiatan CTL, keberhasilan permbelajaran

tidak hanya ditentukan oleh perkembangan intelektual saja. Akan tetapi

perkembangan seluruh aspek. Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai

hasil belajar siswa adalah sebagai berikut: kegiatan tertulis hasil tes tertulis,

pekerjaan rumah, presentasi dan penampilan siswa, demonstrasi, dan sebagainya

yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan.

Berdasarkan komponen-komponen diatas, pembelajaran CTL melibatkan

para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran

akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan

mengaitkan keduanya, para siswa melihat makna didalam tugas sekolah. Ketika
30
Sugiyanto, 2010, Model-model Pembelajaran Inovatif, (Surakarta : Pressindo), h. 18
20

siswa menemukan permasalahan yang menarik, mereka membuat pilihan, mencari

informasi dan menarik kesimpulan. Selanjutnya, mereka secara aktif memilih,

menyusun, merencanakan, menyelidiki, mempertanyakan dan membuat

keputusan. Kemudian mereka mengaitkan isi akademis dengan konteks dalam

situasi kehidupan. Dengan cara inilah mereka menemukan pembelajaran yang

bermakna.

3. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Contextual Teaching and

Learning (CTL)

Pendekatan CTL mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam

pembelajaran. Adapun kelebihan pendekatan CTL adalah membantu para siswa

menemukan makna dalam pelajaran mereka dengan cara menghubungkan materi

akademis dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari. Siswa membuat

hubungan-hubungan penting yang menghasilkan makna dengan melaksanakan

pembelajaran yang diatur sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif,

menghargai orang lain, mencapai standar tinggi dan berperan serta dalam tugas-

tugas autentik.31 Penilaian autentik mengajak para siswa untuk menggunakan

pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk tujuan yang bermakna.

Sebaliknya, kekurangan pendekatan CTL adalah apabila siswa tidak mampu

memahami materi suatu mata pelajaran yang sedang dipelajari dengan baik dan

benar maka akan sulit diaplikasikan ke dalam praktiknya, sehingga sulit

diaplikasikan ke dalam dunia nyata.

C. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa


31
Sugiyanto, 2010, Model-model Pembelajaran Inovatif, (Surakarta : Pressindo), h. 88
21

Polya (1973) mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu usaha

mencari jalan keluar dari suatu tujuan yang tidak begitu mudah segera dapat

dicapai. Ruseffendi (1988) menyatakan bahwa, sesuatu itu merupakan masalah

bagi seseorang bila sesuatu itu merupakan hal baru bagi yang bersangkutan dan

sesuai dengan kondisi atau tahap perkembangan mentalnya dan ia memiliki

pengetahuan prasyarat yang mendasarinya. Pengertian yang serupa dikemukan

Lester, dan Kroll (1990) yang menyatakan : masalah adalah situasi di mana

seorang individu atau sekelompok orang menghadapi suatu tugas di mana tidak

tersedia algoritma yang lengkap untuk menemukan solusinya. Pakar lain, Krulik

dan Rudnik (1995) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan proses

di mana individu menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang

telah diperoleh untuk menyelesaikan masalah pada situasi yang belum dikenalnya.

Pengertian serupa, dikemukakan Hudoyo (1998) bahwa masalah dalam

matematika adalah persoalan yang tidak rutin, tidak terdapat aturan dan atau

hukum tertentu yang segera dapat digunakan untuk menemukan solusinya atau

penyelesaian. Istilah pemecahan masalah mengandung arti mencari cara metode

atau pendekatan penyelesaian melalui beberapa kegiatan antara lain : mengamati,

memahami, mencoba, menduga, menemukan dan meninjau kembali.32

Ditinjau dari segi tujuannya, istilah masalah matematis, Polya (1973),

Hudojo (2003) mengklasifikasi masalah matematis dalam dua jenis yaitu :

a) Masalah untuk menemukan secara teoritis atau praktis, abstrak, atau


konkret, termasuk teka-teki. Bagian utama dari suatu masalah adalah
apa yang dicari, bagaimana data yang diketahui, dan bagaimana
32
Dr. H. Heris Hendriana, M.Pd., dkk, 2018, Hard Skills dan Soft Skills Matematika Siswa,
(Bandung : PT Refika Aditama), h. 44
22

syaratnya. Ketiga bagian utama tersebut merupakan landasan untuk


dapat menyelesaikan masalah jenis ini.
b) Masalah untuk membuktikan yang menunjukkan bahwa suatu
pernyataan itu benar, salah, atau tidak kedua-duanya. Bagian utama
dari masalah ini adalah hipotesis dan konklusi dari suatu teorema yang
harus dibuktikan kebenarannya. Kedua bagian utama tersebut sebagai
landasan utama untuk jenis ini.33

Beberapa penulis mengemukakan indikator kemampuan pemecahan

masalah dengan rincian yang hampir sama.34

Menurut Kesumawati indikator kemampuan pemecehan masalah matematis

adalah sebagai berikut :

a. Menunjukkan pemahaman masalah, meliputi kemampuan


mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan
kecukupan unsur yang diperlukan.
b. Mampu membuat atau menyusun model matematika, meliputi
kemampuan merumuskan masalah situasi sehari-hari dalam
matematika.
c. Memilih dan mengembangkan strategi pemecahan masalah, meliputi
kemampuan memunculkan berbagai kemungkinan atau alternatif cara
penyelesaian rumus-rumus atau pengetahuan mana yang dapat
digunakan dalam pemecahan masalah tersebut.
d. Mampu menjelaskan dan memeriksa kebenaran jawaban yang
diperoleh, meliputi kemampuan mengidentifikasi kesalahan-kesalahan
perhitungan, kesalahan penggunaan rumus, memeriksa kecocokan
antara yang telah ditemukan dengan apa yang ditanyakan, dan dapat
menjelaskan kebenaran jawaban tersebut.35

D. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam

Pembelajaran Bangun Ruang

1. Langkah- langkah pendekatan kontekstual dalam pembelajaran :

33
Ibid, h. 44-45
34
Ibid, h. 47
35
Siti Mawaddah, Hana Anisah,”Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Pada
Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Generatif (Generative
Learning) Di Smp”. EDU-MATH Jurnal Pendidikan Matematika, Vol 3, No 2, Oktober 2015, h.
166-175
23

Pendekatan
No Langkah-langkah pembelajaran aktif
kontekstual
 Bagi siswa menjadi beberapa kelompok
sesuai dengan jumlah tugas/masalah
yang akan diberikan dengan anggota
yang heterogen
1. Learning community
 Setiap kelompok berdiskusi dan saling
berbagi untuk menyelesaikan masalah
yang diberikan dengan bimbingan guru

 Masing-masing anggota kelompok


mengembangkan pengetahuan yang
Contructivism dan
2. telah ada untuk menyelesaikan masalah
inquiry
yang diberikan, kemudian
mengajarkannya kepada kelompok lain

Minta setiap kelompok menyiapkan


strategi untuk menyampaikan materi
3. Modelling
kepada teman-teman sekelas dengan
menunjukkan satu juru bicara.

Buat beberapa syarat seperti:


a. Menggunakan contoh-contoh yang
relevan dalam kehidupan sehari-hari
b. Melibatkan siswa (kawan) dalam
proses pembelajaran melalui diskusi
c. Memberikan kesempatan pada yang
lain untuk bertanya
4. Question
Beri mereka waktu yang cukup untuk
persiapan, baik di dalam maupun di luar
kelas
Dalam menyampaikan materi setiap
kelompok harus mengaitkan materi dengan
contoh penerapan dalam kehidupan sehari-
hari sesuai tugas yang telah diberikan
 Guru mengumpulkan berbagai data
tentang perkembangan peserta didik
ketika proses pembelajaran
berlangsung
Authentic assesment dan
5.  Setelah semua kelompok
Reflection
menyelesaikan masalah yang diberikan,
beri kesimpulan dan klarifikasi
sekiranya ada yang perlu diluruskan
dari pemahaman siswa
24

2. Materi bangun ruang tabung dan kerucut :

 Tabung

Panjang selimut tabung = Keliling lingkaran

= 2π r

Lebar selimut tabung = Tinggi tabung

Luas selimut tabung = Luas persegi panjang

=pxl

= (2π r )× t

= 2π rt

Luas lingkaran = π r2

Jadi Luas seluruh permukaan tabung dapat di peroleh

= Luas sisi alas + luas sisi atas + luas selimut

= π r2 + π r2 + 2π rt

= 2 (π r2 ) + 2π rt

=2πr(r+t)
25

 Kerucut

Luas Permukaan Kerucut

Luas sisi kerucut = Luas Selimut + Luas Alas

= π r2 + π rs

=πr(r+s)

E. Penelitian Relavan

Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasil

penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya yang berhubungan dengan

penelitian yang akan dilakukan. Sebagai perbandingan dalam penelitian ini,

peneliti akan menguraikan hasil penelitian terdahulu.

Penelitian yang relavan dengan penelitian ini adalah penelitian dengan judul

1. “Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemandirian

Belajar Siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) melalui Pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL)” oleh Nuridawani, Said

Munzir, Saiman, pada Program Studi Magister Pendidikan

Matematika Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program Studi

Magister Matematika Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program

Studi Pendidikan Matematika Universitas Samudra Langsa, 2013.


26

a. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh pembelajaran

matematika baik dengan pembelajaran CTL maupun dengan

pembelajaran biasa dapat meningkatkan kemampuan Penalaran

Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa terhadap

matematika. Beliau menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan

peningkatan kemampuan Penalaran Matematis dan Kemandirian

Belajar Siswa yang diajarkan dengan pendekatan secara

konvensional, kemudian proses penyelesaian jawaban siswa

yang diajar dengan pendekatan pembelajaran CTL lebih baik

dan bervariasi dibandingkan dengan proses penyelesaian siswa

yang diajarkan dengan pembelajaran biasa.

b. Terdapat kesamaan dalam penelitian yang dilakukan oleh

Nuridawani, dkk yaitu pengunaan pendekatan kontekstual

(CTL)

c. Perbedannya terletak pada kemampuan penalaran dan

kemandirian belajar Siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs)

sedangkan dalam penelitian ini yaitu penerapan pendekatan

kontekstual (CTL) terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematis.

2. “Pembelajaran Kontekstual Untuk meningkatkan Kemampuan

Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama” oleh

Kartini Hutagol pada program sarjana Universitas Advent Indonesia,

2013.
27

a. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh pembelajaran

matematika baik dengan pembelajaran kontekstual maupun

dengan pembelajaran biasa dapat meningkatkan koneksi

Matematis siswa SMP terhadap matematika. Beliau

menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan

kemampuan representasi Matematis Siswa yang diajarkan

dengan pembelajaran kontektual dengan siswa yanh diajarkan

dengan pendekatan secara konvensional, kemudia proses

penyelesaian jawaban siswa yang diajarkan dengan pendekatan

pembelajaran kontekstual lebih baik dan bervariasi

dibandingkan dengan proses penyelesaian siswa yang diajarkan

dengan pembelajaran biasa.

b. Terdapat kesamaan dalam penelitian yang dilakukan oleh

Kartini Hutagol, dkk yaitu penggunaan pendekatan kontekstual

c. Perbedaannya terletak pada kemampuan Representasi matematis

Siswa SMP sedangkan dalam penelitian ini yaitu penerapan

pendekatan kontekstual (CTL) terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematik.

3. “Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Pada

Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model

Pembelajaran Generatif (Generative Learning) Di Smp”, oleh Siti

Mawaddah, Hana Anisah, pada program sarjana Pendidikan

Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat, 2015.


28

a. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh pembelajaran

matematik baik dengan Model Pembelajaran Generatif

(Generative Learning) maupun dengan pembelajaran biasa

dapat meningkatkan kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis siswa SMP terhadap matematika. Beliau

menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa yang diajarkan dengan

Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) dengan

siswa yang diajarkan dengan pendekatan secara konvensional,

kemudian proses penyelesaian jawaban siswa yang diajar

dengan Model Pemebelajaran Generatif (Generative Learning)

lebih baik dan bervariasi dibandingkan dengan proses

penyelesaian siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa.

b. Terdapat kesamaan dalam penelitian yang dilakukan oleh Siti

Mawaddah dan Hana Anisah yaitu kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa.

c. Perbedaannya terletak pada model pembelajaran yang

digunakan yaitu Model Pembelajaran Generatif (Generative

Learning) sedangkan dalam penelitian ini yaitu menggunakan

pendekatan kontektual.

F. Hipotesis
29

Berdasarkan hasil penelitian yang relevan di atas dapat dirumuskan

hipotesis tindakan “Melalui pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and

Learning (CTL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa”.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Sebuah penelitian memerlukan rancangan atau pendekatan penelitian tepat

agar data yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan dan valid. Pendekatan

penelitian meliputi metode penelitian dan teknik pengumpulan data. Metode

merupakan cara yang digunakan untuk membahas dan meneliti masalah.36

Adapun pendekatan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang dapat

dilihat pada penggunaan angka-angka pada waktu pengumpulan data, penafsiran

terhadap data, dan penampilan dari hasil.37 Penelitian kuantitatif adalah penelitian

yang didasarkan pada penafsiran yang berupa angka-angka.

Jenis penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah jenis

penelitian eksperimen. Jenis eksperimen yang digunakan adalah Quasy

Eksperimental Design. Penelitian eksperiman dalam penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya akibat atau perubahan terhadap suatu subjek yang

diteliti. Menggunakan quasy eksperimen karena peneliti tidak dapat mengontrol

variabel lain yang ikut mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis

peserta didik.

Dalam penelitian ini, rancangan yang digunakan peneliti adalah rancangan

pretest-posttest control group design yaitu dengan memberikan pre-test dan post-
36

Suharsimi Arikunto, 2006, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta), h. 207

37
Ibid, h. 27

31
32

test. Jenis design control group ini menggunakan dua kelas, yaitu kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen akan dilakukan

pembelajaran eksperimen dengan menerapkan pendekatan pembelajaran

kontekstual. Sedangkan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran

konvensional. Pada tahap awal, akan diberikan pre-test (test awal) pada kelas

eksperimen untuk mengetahui pengetahuan awal siswa. Kemudian diberikan

perlakuan dengan pendekatan pembelajaran kontekstual, lalu diberikan post-test

(test akhir) untuk melihat kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

setelah diterapkan pembelajaran menggunakan model. Begitu pula dengan kelas

kontrol, akan diberikan pre-test untuk mengetahui kemampuan awal siswa, lalu

setelah itu diberikan perlakuan dengan model pembelajaran konvensional.

Kemudian diberikan post-test setelah proses pembelajaran dilakukan. Adapun

design penelitiannya adalah sebagai berikut:

Cotrol Pre Test Post Test Design

Grup Pre test Treatment Post test


Eksperimen O1 X O2
Control O1 - O2
Sumber: Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakara: Rineka Cipta,
2006

Keterangan:

O1 = Skor tes awal kelas eksperimen


O1 = Skor tes awal kelas kontrol
O2 = Skor tes akhir kelas eksperimen
O2 = Skor tes akhir kelas kontrol
X = Treatment melalui pendekatan pembelajaran kontekstual38

38

Suharsimi Arikunto, 2006, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta), h. 108-109


33

B. Populasi dan Sampel

Menurut Suharsimi, populasi yaitu seluruh subjek penelitian, sedangkan

sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. 39 Adapun populasi yang

menjadi subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP.

Penelitian ini menggunakan random sampling. Dikatakan sampling (sederhana)

karena dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa

memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. Asumsi tersebut

didasarkan pada alasan bahwa siswa yang menjadi subjek penelitian duduk pada

tingkat yang sama dan pembagian kelas tidak berdasarkan rangking. Dengan

demikian, anggota populasi adalah homogen.40 Adapun yang dipilih secara acak

dalam hal ini adalah kelasnya, yaitu dengan menggunakan table angka random.

Setelah dilakukan pemilihan maka terpilih kelas VIII-2 dan kelas VIII-3.

C. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan peniliti dalam penelitian

ini adalah tes. Tes digunakan untuk melihat tingkat kemampuan pemecahan

masalah matematis peserta didik melalui pendekatan pembelajaran kontekstual.

Tes merupakan pertanyaan-pertanyaan atau latihan-latihan serta alat lain yang

digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan,

atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. 41 Tes yang dibuat oleh

39
Ibid, h. 108-109
40

Sugiyono, 2014, Metode Penelitian, (Bandung: ALFABETA), h. 82


41
Suharsimi Arikunto, 2006, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta), h. 108-109
34

peneliti adalah soal-soal yang dimodifikasi dari beberapa buku matematika serta

berdasarkan indikator-indikator pada kemampuan pemecahan masalah matematis.

Adapun tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tulis. Tes tertulis

yang dimaksud adalah tes pemecahan masalah yang dapat mengukur tingkat

kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik, yaitu tes tulis berbentuk

uraian. Dalam hal ini, digunakan dua tes, yaitu:

1. Pre-test

Pre-test adalah tes awal yang digunakan untuk melihat kemampuan awal

siswa sebelum terjadinya kegiatan belajar mengajar.

2. Post-test

Post-test yaitu tes yang diberikan kepada siswa setelah selesai pembelajaran.

Tes ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah

peserta didik.

D. Instrumen Penelitian

Adapun instrument penelitian yang digunakan dalam pembelajaran ini

adalah perangkat pembelajaran dan instrument pengumpulan data.

1. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran merupakan sumber-sumber belajar yang digunakan

untuk membantu dalam proses belajar mengajar. Perangkat pembelajaran yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),

Lembar Kerja Siswa (LKS), buku paket dan soal test.

2. Lembar Soal Test


35

Lembar soal test dibuat untuk melihat kemampuan pemecahan masalah

matematis peserta didik dan dibuat dalam bentuk essay yang terdiri dari soal pre-

test dan post-test. Adapun kriteria penskoran pemecahan masalah matematis yaitu:

Rubrik penskoran

Aspek yang Skor Keterangan


dinilai
Memahami 0 Salah menginterpretasikan soal/tidak ada jawaban
masalah sama sekali
1 Salah menginterpretasikan sebagian soal atau
mengabaikan isi soal
2 Memahami masalah/soal selengkapnya
Merencanakan 0 Menggunakan strategi yang tidak relevan/tidak ada
Penyelesainny strategi sama sekali
a 1 Menggunakan satu strategi yang kurang tepat
dilaksanakan dan tidak dapat dilanjutkan
2 Menggunakan sebagian strategi yang benar tapi
mengarah pada jawaban yang salah atau tidak
mencoba strategi yang lain
3 Menggunakan beberapa prosedur yang mengarah
ke solusi yang benar

Melaksanakan 0 Tidak ada solusi sama sekali


penyelesaian
1 Menggunakan beberapa prosedur yang mengarah
masalah
ke solusi yang benar
2 Hasil salah satu atau sebagian hasil salah tetapi
hanya salah satu perhitungan saja
3 Hasil dan solusi benar
Memeriksa 0 Tidak ada pemeriksaan tetapi atau tidak ada
kembali keterangan apapun
1 Ada pemeriksaan tapi tidak tuntas

2 Pemeriksaan dilaksanakan untuk melihat


keterangan hasil dan proses
Sumber: Adaptasi dari Yani Komalasari42

42
Yani Komalasari, 2019, “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui
Pendekatan Kontekstual Pada Siswa Kelas VIII Di Kabupaten Bandung Barat”. Jurnal Cendekia:
Jurnal Pendidikan Matematika. Vol 3, No 1, h. 195
36

E. Teknik Analsis Data

Tahap analisis data adalah tahap yang sangat penting dalam penelitian

karena pada tahap inilah penulis dapat merumuskan hasil dari penelitiannya.

Setelah semua data terkumpulkan, maka untuk mendeskripsikan data penelitian

dianalisis menggunakan statistik yang sesuai.

1. Analisis Kemampuan pemecahan masalah

Data kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan data ordinal,

maka terlebih dahulu data tersebut dikonversikan dalam bentuk interval dengan

menggunakan MSI (Method Succesive Interval). Adapun data yang diolah untuk

penelitian ini adalah hasil pre-test dan post-test. Selanjutnya data tersebut diuji

dengan menggunakan uji-t pada taraf signifikan  = 0,05. Statistik yang

diperlukan sehubungan dengan uji-t dilakukan sebagai berikut:

Untuk pengolahan data tentang hasil belajar peserta didik kelas eksperimen

dan kelas kontrol, dapat dianalisis dengan menggunakan uji-t. adapun langkah-

langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Mentabulasi Data ke dalam Daftar Distribusi

Untuk menghitung table distribusi frekuensi dengan panjang kelas yang

sama menurut Sudjana terlebih dahulu ditentukan:

1) Rentang (R) adalah data terbesar  data terkecil


2) Banyak kelas interval (K) = 1 + 3,3 log n
rentang
3) Panjang kelas interval P =
banyak kelas
4) pilih ujung bawah kelas interval pertama. Untuk ini bisa
diambil sama dengan data terkecil atau nilai data yang
lebih kecil dari data terkecil tapi selisihnya harus kurang
dari panjang kelas yang telah ditentukan. Selanjutnya
37

daftar diselesaikan dengan menggunakan harga-harga


yang telah dihitung.43
b. Menghitung rata-rata skor pre-test masing-masing kelompok

dengan rumus :

fix
❑ =
i

fi

Keterangan:

❑ = rata-rata hitung

f i = frekuensi kelas interval data (nilai) ke-i

x i = nilai tengah atau tanda kelas interval ke-i44

c. Menghitung simpangan baku masing-masing kelompok.

S= √ n f i x 2
i−¿ ¿¿¿
¿ ¿¿

d. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat bahwa data yang diperoleh

merupakan sebaran secara normal atau tidak. Untuk menguji normalitas data

digunakan uji chi kuadrat (2). Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji

normalitas adalah sebagai berikut:


k 2
(Oi −Ei )
 =∑ E
2
i=1 i

Keterangan:

2 = Statistik chi-kuadrat
43
Sudjana, 2005, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito), h. 47
44
Ibid, h. 67
38

Oi = Frekuensi pengamatan

Ei = Frekuensi Yang diharapkan45

Hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : data hasil pre-tes kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa berdistribusi normal

H1 : data hasil pre-tes kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa berdistribusi tidak normal.

Kriteria pengujian tolak H0 jika 2  2 (1) (k  1) dengan  = taraf nyata

untuk pengujian dan dk = (k  1), dalam hal lainnya H0 diterima.

e. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians bertujuan untuk mengetahui apakah sampel dari

penelitian ini mempunyai varians yang sama, sehingga generalisasi dari hasil

penelitian akan berlaku pula untuk populasi yang berasal dari populasi yang sama

atau berbeda. Untuk menguji homogenitas digunakan langkah-langkah berikut:

1) Menentukan hipotesis pengujian

H0 : tidak ada perbedaan varians antara kelas eksperimen

dan kelas kontrol

H1 : terdapat perbedaan varians antara kelas eksperimen

dan kelas kontrol

2) Menentukan hipotesis statistik

H0 : 12 = 22

45
Sudjana, 2005, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito), h. 95
39

H1 : 12  22

3) Cari Fhitung dengan rumus

varians terbesar
F= 46
varians terkecil

4) Menetapkan taraf signifikan ()

5) Cari Ftabel pada tabel F dengan rumus:

Ftabel = F 1 (dk varians terbesar-1, dk varians terkecil-1).


2

6) Kriteria pengujian: jika Fhitung  Ftabel maka H0 diterima

(homogen).

Hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : 12=22 : Data skor total kemampuan pemecahan

masalah matematis yang diterapkan dengan

pendekatan pembelajaran kontekstual dan yang

diterapkan dengan pembelajaran konvensioanal

mempunyai varians yang homogen.

H0 : 1222 : v Data skor total kemampuan pemecahan

masalah matematis yang diterapkan dengan

pendekatan pembelajaran kontekstual dan yang

diterapkan dengan pembelajaran konvensioanal

mempunyai varians yang berbeda atau tidak

mempunyai varians yang homogen.

46
Ibid, h. 273
40

F1 n n
Kriteria pengujian ini adalah tolak H0 jika F  ( 1 – 1, 2  1), dalam hal lain
2

H0 diterima.47

f. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata

Pengujian kesamaan rata-rata dilakukan untuk melihat peningkatan

kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik pada kelas eksperimen.

Pengujian dengan menggunakan uji-t. pengujian ini dilakukan setelah data normal

dan homogen.

1) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas

Eksperimen

Untuk menghitung peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa kelas eksperimen digunakan uji-t berpasangan (paired sample t-test) dengan

rumus:

B
B
t= S B dengan B =
n
√n

SB =
√ 1
n−1
2
{B −¿ ¿ ¿

Keterangan:

B = rata-rata selisih pre-test dan post-test kelas eksperimen

B = selisih pre-test dan post-test kelas eksperimen

n = jumlah sampel

SB = standar deviasi dari B48

47

Sudjana, 2005, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito), h. 250


48
Sudjana, 2005, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito), h. 250
41

Hipotesis pengujian

H0 : y  x pendekatan pembelajaran kontekstual tidak dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematis peserta didik

H0 : y > x pendekatan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis peserta

didik

Pengujian hipotesis yang dilakukan adalah uji-t pihak kanan dengan = 0,05

dan dk= n1. Adapun kriteria pengujian adalah tolak H0 jika t > t ¿¿ dan terima H0

dalam hal lainnya.

Untuk melihat bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis

peserta didik, jawaban siswa dihitung dan dianalisis menggunakan rubrik

kemampuan pemecahan masalah matematis. Data kemampuan pemecahan

masalah matematis peserta didik dianalisis berdasarkan indikator kemampuan

pemecahan masalah matematis peserta didik. Perolehan skor untuk kemampuan

pemecahan masalah matematis peserta didik disesuaikan dengan rubrik

kemampuan pemecahan masalah matematis.

2) Perbandingan Kemampuan pemecahan masalah Matematis

Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Untuk melihat perbandingan kemampuan pemecahan masalah matematis

peserta didik yang dibelajarkan dengan pendekatan pembelajaran kontekstual dan


42

yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional digunakan uji-t sampel

independen dengan rumus:

x 1−x 2


t hitung= 1 1
s +
n1 n2

Dengan S = √
2 2
( n −1 ) S +(n¿¿ 2−1)S
1 1 2
¿
n1 +n2 −2

Keterangan:

x 1= rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen

x 2= rata-rata hasil belajar siswa kelas kontrol

n1 = jumlah sampel kelas eksperimen

n2 = jumlah sampel kelas kontrol

S21= varians kelompok eksperimen

2
S2= varians kelompok kontrol

S = varians gabungan/simpangan gabungan

Adapun rumusan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1) adalah

sebagai berikut:

H0: 1  2 (kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik

kelas VIII SMP yang dibelajarkan dengan pendekatan

pembelajaran kontekstual tidak lebih baik dengan

kemampuan pemecahan masalah matematis yang

dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional).


43

H0 : 1 >  (kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik

kelas VIII SMP yang dibelajarkan dengan pendekatan

pembelajaran kontekstual lebih baik dengan kemampuan

pemecahan masalah matematis yang dibelajarkan dengan

pembelajaran konvensional).

Karena uji yang digunakan adalah uji pihak kanan, maka menurut Sudjana

“kriteria pengujian yang ditentukan adalah tolak H0 jika thitung > ttabel, dalam hal

lainnya H0 diterima”.49 Derajat kebebasan untuk daftar distribusi t adalah (n1 +

n22) dengan =0,05.

3) Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah

Tes kemampuan pemecahan masalah matematis dilaksanakan diawal dan di

akhir pembelajaran. Hasil tes dianalisis untuk melihat kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa sebelum dan sesudah diterapkan pendekatan

pembelajaran kontekstual.

Persentase kemampuan pemecahan masalah matematis dikategorikan

sebagai berikut:

Konversi Persentase Skor

Persentase Ketuntasan Kategori

80 x  100 Sangat tinggi


60 x < 80 Tinggi
40  x < 60 Sedang
20 x < 40 Rendah
0  x  20 Sangat rendah
Sumber: diambil dari Siti Akhyar50

49
Sudjana, 2005, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito), h. 242

50
Sudjana, 2005, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito), h. 239
44
DAFTAR PUSTAKA

Akhyar Siti, (2016), “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Treffinger

Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa MTsN Rukoh

Banda Aceh”, Skripsi, Banda Aceh: UIN Ar-Raniry

Ali Muhammad, (1983), Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Jakarta :

Balai Pustaka Amani

Arafani Lusiana Elma, dkk, (2019), Peningkatan Kemampuan Memecahkan

Masalah Matematik Siswa SMP dengan Pendekatan Kontekstual, Jurnal

Pendidikan Matematika, vol 03, No 02.

Arikunto Suharsimi, (2006), Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta

Arsyad Azhar, (1997), Media Pengajaran, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Departeman Agama RI, (2005), Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan,

Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam

Dra. N.K Roestiyah, (1986), Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem, Jakarta :

PT Rineka Cipta

Dr. H. Hendriana Heris, M.Pd., dkk, (2018), Hard Skills dan Soft Skills

Matematika Siswa, Bandung : PT Refika Aditama

Fuja Siti Fujiawati, (2016), “Pemahaman Konsep Kurikulum dan Pembelajaran

dengan Peta Konsep Bagi Mahasiswa Pendidikan Seni”. Jurnal Pendidikan

dan Kajian Seni, vol. 1, No. 1.

45
46

Heriansyah, 2018, Guru Adalah Manajer Sesungguhnya Di Sekolah, Jurnal

Manajemen Pendidikan Islam, vol 01, no 01.

Herman Tatang, (2011), Membangun Pengetahuan Siswa Melalui Pembelajaran

Berbasis Masalah, Di Presentasikan dalam Seminar Nasional MIPA 1

Agustus 2006 yang diselenggarakan oleh Fakultas MIPA UNY,Yogyakarta

Hutagol, K, (2013) Pembelajaran Kontekstual Untuk meningkatkan Kemampuan

Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama, Jurnal Ilmiah

Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung

J. Mursell, Prof. Dr. Nasution. S,M.A, (1995) Mengajar Dengan Sukses, Jakarta :

Bumi Aksara

Komalasari Yani, (2019), “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah

Melalui Pendekatan Kontekstual Pada Siswa Kelas VIII Di Kabupaten

Bandung Barat”. Jurnal Cendekia: Jurnal Pendidikan Matematika. Vol 3,

No 1

Mawaddah Siti, Anisah Hana, (2015), Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa Pada Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan

Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) Di Smp. EDU-MATH

Jurnal Pendidikan Matematika, Vol 3, No 2

Mustofa Zainul, dkk, (2016), Penerapan Model Pembelajaran Problem Based

Learning Melalui Pendekatan Kontekstual Berbasis Lesson Study Untuk

Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah dan Hasil Belajar


47

Kognitif Siswa, Jurnal Pendidikan : Teori, Penelitian, dan Pengembangan,

Vol 01, No 05.

NRC, (1989), Everybody Counts. A Report to the Nation on the Future of

Mathematics Education. Washington DC: National Academy Press.

Nurhadi, (2002), Pendekatan Kontekstual, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Nurhadi, (2004), Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK,

Malang : IKIP

Nuridawani, & dkk, (2015) Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis dan

Kemandirian Belajar Siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) melalui

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Jurnal Didaktik

Matematika.

Poerwadarmita. W.J.S, (2005), Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka

Prof. Dr. Jufri Wahab, A, M.Sc., (2017) Belajar dan Pembelajaran Sains,

Bandung : Pustaka Reka Cipta

Putra Ganda Fredi, (2017), Eksperimentasi Pendekatan Kontekstual Berbantuan

Hands On Activity (HoA) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematik. Jurnal Pendidikan Matematika, Vol 08, No 01.

Sudjana, Nana. (2009). Penilaian Hasil Belajar Mengajar, Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya

Sudjana, (2005), Metode Statistika, Bandung: Tarsito


48

Sugiyanto, (2010), Model-model Pembelajaran Inovatif, Surakarta : Yuma

Pressindo

Sugiyono, (2014), Metode Penelitian, Bandung: ALFABETA

Suherman, dkk., (2001), Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,

Bandung: JICA UPI

Syaudih Nana, (1996), Perencanaan Pengajaran, Jakarta : Rineka Cipta

Trianto, (2009), Mendesain Model-Model Pembelajaran Inovasi-Progresif, Jakarta :

Kencana

U Shabir, M, (2015), Kedudukan Guru Sebagai Pendidik : (Tugas dan Tanggung

Jawab, Hak dan Kewajiban, dan Kompetensi Guru), Vol 02, No 02.

Anda mungkin juga menyukai