Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL

PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL STUDENT


TEAM ACHIEVMENT DIVISION UNTUK
MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI
BELAJAR PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
KELAS X IPA 1 DI SMA NEGERI 2 SINGARAJA TAHUN
2018/2019

Oleh :
NAMA : Gede Krisma Eka Putra
NIM : 1615061003

PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting bagi sebuah negara,
dimana kemajuan sebuah negara dilihat dari seberapa besar tingkat
kecerdasan masyarakatnya. Tentu saja rakyat yang cerdas perlu menjalani
sebuah pendidikan. Pendidikan secara umum adalah sebuah proses
pengembangan diri pada tiap individu untuk dapat melangsungkan
kehidupannya. Oleh karena itu pemerintah pun tidak segan untuk
menggratiskan pendidikan dari jenjang SD, SMP, dan SMA walaupun tidak
semuanya demi mengembangkan potensi-potensi generasi muda. Begitu pula
dengan para pendidik yang perannanya dalam membentuk dan
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh generasi muda.
Terkait dengan banyaknya pelajaran yang ada di Indonesia khususnya
pelajaran Matematika. Hudoyo (dalam Yuniati : 2008) mengatakan bahwa :
“Tujuan pembelajaran matematika saat ini adalah agar siswa mampu
memecahkan masalah (problem solving) yang dihadapi dengan berdasarkan
pada penalaran dan kajian ilmiahnya”. Ditambahkan pula oleh Polya (dalam
Yuniati : 2009) bahwa : “Pemecahan masalah adalah usaha mencari jalan
keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak segera
dapat dicapai”. Oleh karena itu pemecahan masalah merupakan suatu tingkat
aktivitas intelektual yang tinggi dan membutuhkan suatu proses psikologi
yang tidak hanya melibatkan aplikasi dalil-dalil atau teorema-teorema yang
dipelajari. Matematika secara umum sangat sulit dipahami oleh siswa, karena
matematika memiliki obyek yang sifatnya abstrak dan membutuhkan
penalaran yang cukup tinggi untuk memahami setiap konsep-konsep
matematika yang sifatnya hirarkis.
Namun menurut pengamatan peneliti selama ini, siswa SMA Negeri 2
Singaraja kelas X mengalami kesulitan dalam memecahkan permasalahan
yang diberikan pada materi yang diberikan. Untuk tingkat menggunakan

1
2

rumus-rumus yang sudah baku saja masih banyak siswa yang mengalami
kesulitan, apalagi untuk soal yang berkonteks dan menuntut kemampuan
pemecahan masalah, mereka akan bingung untuk memulai dari mana, konon
lagi dengan penyelesaiannya.
Hal ini banyak kemungkinan penyebab terjadinya kelemahan siswa
dalam memecahkan permasalahan yang diberikan, salah satunya adalah masih
banyak proses pembelajaran matematika yang kurang memperhatikan
aktivitas belajar siswa. Hal ini terlihat dari kurangnya respon positif siswa
dalam mengikuti pelajaran matematika di sekolah. Siswa cenderung pasif dan
jarang sekali mengemukakan pendapatnya di kelas. Siswa banyak diam,
hanya mendengarkan dan mengerjakan latihan dengan penuh
kebingungan. Syaban (dalam Ossa : 2009) mengatakan bahwa : “Dalam
proses pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru sementara siswa
lebih cenderung pasif mengakibatkan siswa tidak mempunyai kesempatan
untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematikanya”.
Dari masalah yang telah dikemukakan di atas, guru hendaknya perlu
melakukan perbaikan proses pembelajaran untuk meningkatkan keaktifan
belajar siswa. Salah satunya dengan menerapkan pendekatan pembelajaran
yang menekankan pada keaktifan siswa untuk mengembangkan potensi
secara maksimal. Banyak sekali model-model pembelajaran yang bisa
diterapkan, sehingga memungkinkan guru untuk menyampaikan materi
matematika secara menarik dan menyenangkan. Dalam kondisi peserta didik
yang menyenangkan maka peserta didik dapat mengikuti dengan
menyenangkan juga, sehingga mereka tidak merasa jenuh dalam belajar
matematika.
Bedasarkan masalah tersebut peneliti berpendapat perlunya dilakukan
perbaikan proses pembelajaran pada siswa kelas X IPA 1. Hal ini dilakukan
dengan tujuan agar siswa dapat ikut beroeran aktif selama proses
pembelajaran berlangsung. Siswa saling bertukar pendapat memahami konsep
serta mampu menyelesaikan soal secara berdiskusi dalam kelompok. Maka
diperlukan model pembelajaran yang dapat mendorong keaktifan,
kemandirian dan tanggung jawab dari diri siswa adalah model pembalajaran
3

kooperatif tipe STAD. Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe


SRAD diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa.
Sesuai dengan uraian diatas maka peneliti mengadakan penelitian dengan
judul “Penerapan Pembelajaran Model Student Team Achievment Division
Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Pada Kelas X IPA 1 di
SMA Negeri 2 Singaraja”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan dan
prestasi belajar siswa.

B Identifikasi Masalah
Adapun yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Kurangnya aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika.
2. Kurangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
matematika.
3. Kurang efektifnya kerja/diskusi kelompok dalam pembelajaran
matematika.
4. Kesulitan belajar siswa pada materi pokok trigonometri
5. Kurang tepatnya penggunaan strategi pembelajaran matematika.

C Batasan Masalah
Bedasarkan latar belakang di atas, penelitian ini hanya membahas upaya
meningkatkan keaktifan dan preastasi belajar siswa melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dalam penelitian ini indicator
meningkatnya keaktifan siswa dilihat dari proses pembelajaran selama
dikenai tindakan dan meningkatna prestasi belajar siswa dilihat dari hasil tes
siswa

D Rumusan Masalah
Bedasarkan uraian di atas rumusan masalah yang diajukan dalam
penelitian tindakan kelas ini adalah :
4

1. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat


meningkatkan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran
matematika di kelas X IPA 1 SMA Negeri 2 Singaraja
2. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
matematika di kelas X IPA 1 SMA Negeri 2 Singaraja

E Tujuan Penelitian
Bedasarkan rumusan di atas, tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah :
1. Meningkatkan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran
Matematika di kelas X IPA 1 SMA Negeri 2 Singaraja melalui
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2. Meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
Matematika di kelas X IPA 1 SMA Negeri 2 Singaraja melalui
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

F Manfaat Hasil Penelitian


Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagi Guru
Sebagai bahan masukan dalam penerapan model pembelajaran
dalam pembelajaran matematika dan   Sebagai salah satu alternatif
variasi strategi pembelajaran matematika.
2. Bagi Siswa
Sebagai media baru dalam proses meningkatkan keaktifan dan
preasti dalam pembelajaran matematika
3. Bagi Peneliti
Sebagai pengembangan pengetahuan tentang penelitian dalam
pembelajaran matematika
    
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Deskripsi Teori
1. Matematika
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
mengembangkan daya pikir manusia. Masih banyak persepsi negatif
yang dianut oleh masyarakat kita. Seperti, matematika itu hanya ilmu
yang sulit dan mempersulit masalah, matematika hanya ilmu hayalan
(abstrak) ataupun matematika hanya ilmu berhitung bilangan-bilangan
saja. Fathani (2006:1) mengemukakan bahawa :
Masyarakat mempunyai persepsi negatif bahwa matematika adalah
ilmu berhitung. Kemampuan berhitung dengan bilangan-bilangan
memang tidak dapat dihindari ketika belajar matematika. Namun,
berhitung hanya merupakan sebagian kecil dari keseluruhan isi
matematika.
Pada dasarnya matematika merupakan cara untuk menemukan
jawaban terhadap masalah yang dihadapi oleh manusia. Abdurrahman
(1999:252) mengungkapkan bahwa :
Matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap
masalah yang dihadapi manusia. Suatu cara menggunakan informasi,
menggunakan pengetahuan-pengetahuan tentang menghitung, dan yang
paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam
melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.
Dengan demikian matematika sangat penting untuk dipelajari, karena
matematika memiliki hubungan yang sangat erat dengan kehidupan
sehari-hari. Matematika juga merupakan suatu cara menggunakan
informasi dalam membantu memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
Objek pembelajaran yang biasanya bersifat abstrak merupakan salah
satu penyebab munculnya persepsi negatif pada matematika. Jenning dan

5
6

Dune (dalam Hasbi, 2009) mengatakan “Kebanyakan siswa mengalami


kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan
real”.
Pembelajaran matematika yang tidak diaplikasikan ke dalam situasi
kehidupan nyata ditambah lagi proses pembelajaran yang tidak dikaitkan
dengan pengalaman sehari-hari anak mengesankan pembelajaran yang
kurang bermakna, sehingga kesan sulit dan mempersulit susah untuk
dihilangkan. Sejalan dengan pernyataan Van de Henvel-Panhuizen
(dalam Hasbi, 2009) “Bila anak belajar matematika terpisah dari
pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak
dapat mengaplikasikan matematika”.
Matematika yang pada hakikatnya merupakan aktivitas kehidupan
manusia sudah seharusnya dalam pembelajaran di kelas dapat lebih
bermakna dengan menekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep
matematika dengan pengalaman anak sehari-hari. Selain itu, perlu juga
menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimiliki anak pada
kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain yang sangat penting
dilakukan.
2. Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar
yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah
suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok- kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang
dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans
dalam Isjoni (2009:15) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus
dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama
selama proses pembelajaran. Selanjutnya Stahl dalam Isjoni (2009: 15)
menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa
lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam
7

perilaku sosial.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus
pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar
(Sugiyanto, 2010: 37). Anita Lie (2007: 29) mengungkapkan bahwa
model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar
belajar dalam kelompok. Ada lima unsur dasar pembelajaran cooperative
learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang
dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif
dengan benar akan menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif.
Menurut Ibrahim dalam Jamil Suprihatiningrum (2012: 193)
terdapat enam langkah utama dalam penerapan model pembelajaran
kooperatif. Langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut
ini:
Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase – 1 Guru menyampaikan semua tujuan
Menyampaiakan Tujuan Pelajaran yang ingin dicapai saat
Dan Memotivasi Siswa pelajaran dan memotivasi siswa
belajar
Fase – 2 Guru menyajikan invormasi pada
Menyajikan Informasi siswa dengan jalan demonstrasi atau
lewat bahan bacaan
Fase – 3 Guru menjelaskan kepada siswa
Mengorganisasikan Siswa tentang bagaiamana caranya
Kedalam Kelompok membentuk kelompok belajar dan
Kooperatif membantu kelompok untuk
bertransmisi efesien
Fase – 4 Guru membimbing kelompok
Membimbing Kelompok kelompok saat belajar
Belajar dan Bekerja
Fase – 5 Guru mengevaluasi hasil belajar
8

Evaluasi tentang materi yang diberikan.


Fase – 6 Guru memberi cara cara untuk
Memberikan Penghargaan menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individu maupun kelompok
Sumber: Jamil Suprihatiningrum (2012: 193)

3. Model Pembalajaran STAD


Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division
(STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran
kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai
menggunakan pembelajaran kooperatif.
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu
tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan
dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran
menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan
pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa
seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh
siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka
tidak boleh saling membantu.
Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan
Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi
diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru
yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada
siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks.
Menurut Slavin (dalam Noornia, 1997: 21) ada lima komponen
utama dalam pembelajaran kooperatif metode STAD, yaitu:
a. Penyajian Kelas
Penyajian kelas merupakan penyajian materi yang
dilakukan guru secara klasikal dengan menggunakan presentasi
9

verbal atau teks. Penyajian difokuskan pada konsep-konsep dari


materi yang dibahas. Setelah penyajian materi, siswa bekerja pada
kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran melalui tutorial,
kuis atau diskusi.
b. Menetapkan siswa dalam kelompok
Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD
karena didalam kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif
antar siswa untuk mencapai kemampuan akademik yang
diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok adalah untuk saling
meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat bekerja sama
dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan semua
anggota kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok
yang dibentuk sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok
atas, satu siswa dari kelompok bawah dan dua siswa dari
kelompok sedang. Guru perlu mempertimbangkan agar jangan
sampai terjadi pertentangan antar anggota dalam satu kelompok,
walaupun ini tidak berarti siswa dapat menentukan sendiri teman
sekelompoknya.
c. Tes dan Kuis
Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau
dua kali penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam
kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan keberhasilan
mereka nantinya akan memberikan sumbangan yang sangat
berharga bagi kesuksesan kelompok.
d. Skor peningkatan individual
Skor peningkatan individual berguna untuk memotivasi
agar bekerja keras memperoleh hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Skor peningkatan
individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor
dasar dapat diambil dari skor tes yang paling akhir dimiliki siswa,
nilai pretes yang dilakukan oleh guru sebelumnya melaksanakan
pembelajaran kooperatif metode STAD.
10

e. Pengakuan kelompok
Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan
penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama
belajar. Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan
lainnya jika dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan
bersama. Pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas
guru.
4. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model STAD.
Menurut Maidiyah (1998: 7-13) langkah-langkah pembelajaran
kooperatif metode STAD adalah sebagai berikut:
a. Persiapan STAD
1) Materi
Materi pembelajaran kooperatif metode STAD dirancang
sedemikian rupa untuk pembelajaran secara kelompok. Sebelum
menyajikan materi pembelajaran, dibuat lembar kegiatan
(lembar diskusi) yang akan dipelajari kelompok kooperatif dan
lembar jawaban dari lembar kegiatan tersebut.
2) Menetapkan siswa dalam kelompok
Kelompok siswa merupakan bentuk kelompok yang
heterogen. Setiap kelompok beranggotakan 4-5 siswa yang
terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan
rendah. Bila memungkinkan harus diperhitungkan juga latar
belakang, ras dan sukunya. Guru tidak boleh membiarkan siswa
memilih kelompoknya sendiri karena akan cenderung memilih
teman yang disenangi saja. Sebagai pedoman dalam menentukan
kelompok dapat diikuti petunjuk berikut (Maidiyah, 1998:7-8):

a) Merangking siswa
Merangking siswa berdasarkan hasil belajar
akademiknya di dalam kelas. Gunakan informasi apa saja
yang dapat digunakan untuk melakukan rangking
tersebut. Salah satu informasi yang baik adalah skor tes.
11

b) Menentukan jumlah kelompok


Setiap kelompok sebaiknya beranggotakan 4-5 siswa.
Untuk menentukan berapa banyak kelompok yang
dibentuk, bagilah banyaknya siswa dengan empat. Jika
hasil baginya tidak bulat, misalnya ada 42 siswa, berarti
ada delapan kelompok yang beranggotakan empat siswa
dan dua kelompok yang beranggotakan lima siswa.
Dengan demikian ada sepuluh kelompok yang akan
dibentuk.
c) Membagi siswa dalam kelompok
Dalam melakukan hal ini, seimbangkanlah kelompok-
kelompok yang dibentuk yang terdiri dari siswa dengan
tingkat hasil belajar rendah, sedang hingga hasil
belajarnya tinggi sesuai dengan rangking. Dengan
demikian tingkat hasil belajar rata- rata semua kelompok
dalam kelas kurang lebih sama.
d) Mengisi lembar rangkuman kelompok
Isikan nama-nama siswa dalam setiap kelompok pada
lembar rangkuman kelompok (format perhitungan hasil
kelompok untuk pembelajaran kooperatif metode
STAD).
3) Menentukan Skor Awal
Skor awal siswa dapat diambil melaluiPre Test yang dilakukan
guru sebelum pembelajaran kooperatif metode STAD dimulai
atau dari skor tes paling akhir yang dimiliki oleh siswa. Selain
itu, skor awal dapat diambil dari nilai rapor siswa pada semester
sebelumnya.
4) Kerja sama kelompok
Sebelum memulai pembelajaran kooperatif, sebaiknya diawali
dengan latihan-latihan kerja sama kelompok. Hal ini merupakan
kesempatan bagi setiap kelompok untuk melakukan hal-hal yang
menyenangkan dan saling mengenal antar anggota kelompok.
12

5) Jadwal Aktivitas
STAD terdiri atas lima kegiatan pengajaran yang teratur, yaitu
penyampaian materi pelajaran oleh guru, kerja kelompok, tes
penghargaan kelompok dan laporan berkala kelas.
b. Mengajar
Setiap pembelajaran dalam STAD dimulai dengan presentasi
kelas, yang meliputi pendahuluan, pengembangan, petunjuk
praktis, aktivitas kelompok, dan kuis.
Dalam presentasi kelas, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1) Pendahuluan
a) Guru menjelaskan kepada siswa apa yang akan dipelajari dan
mengapa hal itu penting untuk memunculkan rasa ingin tahu
siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberi teka-
teki, memunculkan masalah-masalah yang berhubungan
dengan materi dalam kehidupan sehari-hari, dan sebagainya.
b) Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk
menentukan konsep atau untuk menimbulkan rasa senang
pada pembelajaran.
2) Pengembangan
a) Guru menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari
pembelajaran. 
b) Guru menekankan bahwa yang diinginkan adalah agar siswa
mempelajari dan memahami makna, bukan hafalan.
c) Guru memeriksa pemahaman siswa sesering mungkin dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan.
d) Guru menjelaskan mengapa jawabannya benar atau salah.
e) Guru melanjutkan materi jika siswanya memahami pokok
masalahnya.
3) Praktek terkendali
a) Guru menyuruh siswa mengajarkan soal-soal atau jawaban
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru.
13

b) Guru memanggil siswa secara acak untuk menjawab


pertanyaan atau menyelesaikan soal-soal yang diajukan oleh
guru. Hal ini akan menyebabkan siswa mempersiapkan diri
untuk menjawab pertanyaan atau soal-soal yang diajukan.
c) Guru tidak perlu memberikan soal atau pertanyaan yang lama
penyelesaiannya pada kegiatan ini. Sebaliknya siswa
mengerjakan satu atau dua soal, dan kemudian guru
memberikan umpan balik.
c. Kegiatan Kelompok
1) Pada hari pertama kegiatan kelompok STAD, guru sebaiknya
menjelaskan apa yang dimaksud bekerja dalam kelompok, yaitu:
a) Siswa mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa
teman dalam kelompoknya telah mempelajari materi dalam
lembar kegiatan yang diberikan oleh guru.
b) Tidak seorang pun siswa selesai belajar sebelum semua
anggota kelompok menguasai pelajaran.
c) Mintalah bantuan kepada teman satu kelompok apabila
seorang anggota kelompok mengalami kesulitan dalam
memahami materi sebelum meminta bantuan kepada guru.
d) Dalam satu kelompok harus saling berbicara sopan.
2) Guru dapat mendorong siswa dengan menambahkan peraturan-
peraturan lain sesuai kesepakatan bersama. Selanjutnya kegiatan
yang dilakukan guru adalah:
a) Guru meminta siswa berkelompok dengan teman
sekelompoknya.
b) Guru memberikan lembar kegiatan (lembar diskusi) beserta
lembar jawabannya.
c) Guru menyarankan siswa agar bekerja secara berpasangan
atau dengan seluruh anggota kelompok tergantung pada
tujuan yang dipelajarinya. Jika mereka mengerjakan soal-soal
maka setiap siswa harus mengerjakan sendiri dan selanjutnya
mencocokkan jawabannya dengan teman sekelompoknya.
14

Jika ada seorang teman yang belum memahami, teman


sekelompoknya bertanggung jawab untuk menjelaskan.
d) Tekankanlah bahwa lembar kegiatan (lembar diskusi) untuk
diisi dan dipelajari. Dengan demikian setiap siswa
mempunyai lembar jawaban untuk diperiksa oleh teman
sekelompoknya.
3) Guru melakukan pengawasan kepada setiap kelompok selama
siswa bekerja dalam kelompok. Sesekali guru mendekati
kelompok untuk mendengarkan bagaimana anggota kelompok
berdiskusi.
d. Kuis atau Tes
Setelah siswa bekerja dalam kelompok selama kurang lebih
dua kali penyajian, guru memberikan kuis atau tes individual.
Setiap siswa menerima satu lembar kuis. Waktu yang disediakan
guru untuk kuis adalah setengah sampai satu jam pelajaran. Hasil
dari kuis itu kemudian diberi skor dan akan disumbangkan sebagai
skor kelompok.
e. Penghargaan Kelompok
1) Menghitung skor individu dan kelompok
Setelah diadakan kuis, guru menghitung skor perkembangan
individu dan skor kelompok berdasarkan rentang skor yang
diperoleh setiap individu. Skor perkembangan ditentukan
berdasarkan skor awal siswa.
2) Menghargai hasil belajar kelompok
Setelah guru menghitung skor perkembangan individu dan skor
kelompok, guru mengumumkan kelompok yang memperoleh
poin peningkatan tertinggi. Setelah itu guru memberi
penghargaan kepada kelompok tersebut yang berupa sertifikat
atau berupa pujian. Untuk pemberian penghargaan ini
tergantung dari kreativitas guru.
f. Mengembalikan kumpulan kuis yang pertama
Guru mengembalikan kumpulan kuis pertama kepada siswa
15

5. Kelebihan dan Kelemahan Model STAD


Menurut Soewarso dalam Mulyati (2007: 30-31) metode STAD
mempunyai kelebihan antara lain:
1) Membantu siswa mempelajari isi materi pelajaran yang sedang
dibahas.
2) Adanya anggota kelompok lain yang menghindari kemungkinan
siswa mendapat nilai rendah.
3) Menjadikan siswa mampu belajar berdebat, belajar mendengarkan
pendapat orang lain, dan mencatat hal- hal yang bermanfaat untuk
kepentingan bersama-sama.
4) Menghasilkan pencapaian belajar siswa yang tinggi menambah
harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan teman sebaya.
5) Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan memberikan
dorongan bagi siswa untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.
6) Siswa yang lambat berfikir dapat dibantu untuk menambah ilmu
pengetahuan.
7) Pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan guru untuk
memonitor siswa dalam belajar bekerja sama.
Menurut Slavin dalam Mulyati (2007: 32) model pembelajaran
cooperative learning tipe STAD mempunyai kelemahan sebagai berikut:
1) Apabila guru terlena tidak mengingatkan siswa agar selalu
menggunakan keterampilan-keterampilan kooperatif dalam
kelompok maka dinamika kelompok akan tampak macet.
2) Apabila jumlah kelompok tidak diperhatikan, yaitu kurang dari
empat, misalnya tiga, maka seorang anggota akan cenderung
menarik diri dan kurang aktif saat berdiskusi dan apabila kelompok
lebih dari lima maka kemungkinan ada yang tidak mendapatkan
tugas sehingga hanya membonceng dalam penyelesaian tugas.
3) Apabila ketua kelompok tidak dapat mengatasi konflik- konflik
yang timbul secara konstruktif, maka kerja kelompok akan kurang
efektif.
16

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode STAD


mempunyai kelebihan yaitu dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dalam mempelajari materi pelajaran. Sedangkan kelemahan metode
STAD yaitu bila dalam penerapan metode siswa tidak dipantau secara
teliti akan mengurangi kefektifan metode tersebut.
6. Kajian Tentang Hasil Belajar
Menurut Slameto (2003: 2) mengatakan bahwa belajar ialah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Ciri-ciri
perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar menurut Slameto (2003:
3-4) adalah:
1) Perubahan terjadi secara sadar.
2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional.
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.
4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.
5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Faktor-faktor belajar menurut Slameto (2003: 54) dibedakan menjadi
dua yaitu :
1). Faktor intern, yang meliputi:
a) faktor jasmaniah: kesehatan dan cacat tubuh
b) faktor psikologis: intelegensi, perhatian, minat, bakat motif,
kematangan, dan kesiapan.
c) faktor kelelahan.

2). Faktor ekstern, yang meliputi:


a) faktor keluarga: cara orang tua mendidik, relasi antaranggota
keluarga, suasana rumah, keadaaan ekonomi keluarga,
pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.
b) faktor sekolah: metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,
alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas
17

ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.


c) faktor masyarakat: kegiatan siswa dalam masyarakat, mass
media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
Menurut Agus Suprijono (2009: 5) hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
ketrampilan.
Gagne dalam Agus Suprijono (2009: 5-6) mengatakan hasil belajar
berupa :
1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan
dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan
merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.
Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol,
pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
2) Ketrampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan
konsep dan lambang. Ketrampilan intelektual terdiri dari
kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis
fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.
Ketrampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan
aktivitas kognitif bersifat khas.
3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan
mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini
meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan
masalah.
4) Ketrampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian
gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud
otomatisme gerak jasmani.

5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek


berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan
kemampuan menginternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan
kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
18

Menurut Bloom dalam Nana Sudjana (2005:46) tipe hasil belajar


dibedakan menjadi 3, yaitu:
1) Tipe hasil belajar bidang kognitif merupakan bidang yang
berhubungan dengan penguasaan konsep.
2) Tipe hasil belajar bidang afektif merupakan bidang yang
berhubungan dengan sikap dan nilai.
3) Tipe hasil belajar bidang psikomotorik merupakan bidang yang
berhubungan dengan ketrampilan (skill) dan kemampuan
bertindak individu.
Adapun tipe hasil belajar yang akan diuraikan dalam penelitian ini
adalah tipe informasi verbal (dapat dikategorikan dalam ranah kognitif)
yaitu siswa dapat menjawab pertanyaan maupun soal yang dibuat guru
tentang materi yang telah disampaikan.
B. Penelitian yang Relevan
Di bawah ini akan disajikan penelitian-penelitian mengenai penggunaan
model pembelajaran cooperative learning tipe STAD.
Sri Sumarsih (2008) melakukan penelitian dengan judul “Penerapan
Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam Meningkatkan
Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika (PTK Pembelajaran Matematika
Kelas VIII B SMP N 3 Kebakkramat)”. Menyimpulkan bahwa dengan
menerapkan pendekatan kontekstual dengan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD menghasilkan:
a) Keaktifan siswa bekerjasama dengan anggotanya meningkat dari 0%
menjadi 57,5 % pada akhir siklus.
b) Keberanian siswa menjawab pertanyaan guru/mengerjakan soal ke
depan kelas meningkat dari 10 % menjadi 27,5 %.
c) Siswa yang mengajukan ide atau tanggapan pada guru meningkat dari
5 % menjadi 12 %.
d) Siswa yang memberi tanggapan jawaban siswa lain meningkat dari 5
% menjadi 15 %.
e) Siswa yang aktif membuat kesimpulan materi baik secara
19

kelompok atau mandiri meningkat dari 25 % menjadi 42,5 %.


Peningkatan hasil belajar siswa adalah nilai rata-rata kelas latihan
terkontrol meningkat dari 93,125 menjadi 96,875. Sedangkan nilai rata-rata
kelas latihan mandiri meningkat dari 77 menjadi 88,375.
Edi Winarto (2008)melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan
Motivasi Belajar Siswa melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Student Teams Achievement Divisions (PTK Pembelajaran Matematika
kelas VII MTs N Jumapolo). Menyimpulkan bahwa melalui pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam
belajar matematika yang meliputi: a) motivasi mengerjakan tugas mandiri
kondisi awal sebanyak 10 siswa (41,70%) dan kondisi akhir sebanyak 17
siswa (70,83%), b) motivasi bertanya kondisi awal sebanyak 3 siswa
(12,50%) dan kondisi akhir sebanyak 11 siswa (45,83%), c) motivasi
menjawab pertanyaan kondisi awal sebanyak 10 siswa (41,70%) dan kondisi
akhir sebanyak 13 siswa (54,17%), d) motivasi mengerjakan soal di depan
kelas kondisi awal sebanyak 4 siswa (16,70%) dan kondisi akhir sebanyak 9
siswa (37,50%), e) motivasi mengerjakan soal-soal latihan kondisi awal
sebanyak 18 siswa (75%) dan kondisi akhir sebanyak 21 siswa
(87,50%). Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa.
C. Konsep Penelitian
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa
yang saling bertukar informasi. Menurut wikipedia, pengertian
pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi
proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata
lain, pengertian pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik
agar dapat belajar dengan baik.
Hasil pembelajaran yang baik didapatkan dengan peran guru yang kreatif
merencanakan proses pembelajaran dimana guru dapat menciptakan suasana
20

pembelajaran yang menyenangkan dan dapat membantu meningkatkan


prestasi belajar siswa. Oleh karena itu jika model pembelajaran yang berpusat
pada guru kecil kemungkinan dalam membangun prestasi belajar siswa dan
keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran.
Penggunaan metode pembelajaran kooperatif merupakan salah satu faktor
penunjang demi terciptanya suasana pembelajaran yang menarik serta
menyenangkan. Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) adalah salah satu metode yang bisa digunakan
dalam proses pembelajaran. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Achievement Division (STAD) ini menuntut pemikiran kreatif siswa
dalam pemecahan masalah dan menuntut keikutsertaan siswa secara aktif
karena pemusatan pebelajaran lebih pada keterampilan pemecahan masalah-
masalah yang terkait dengan materi pelajaran. Kemudian model pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) ini juga
dipandang efektif dalam membantu pemecahan berbagai masalah dalam
pembelajaran.
Kurangnya motivasi belajar dan keaktifan belajar siswa kelas X IPA 1 di
SMA Negeri 2 Singaraja pada mata pelajaran Matematika khususnya pada
materi Trigonometri dapat dilihat dari proses pembelajaran berlangsung
dimana siswa ketika diberi pertanyaan oleh guru hanya sebagian yang dapat
menjawab dan sisanya kurang mengerti dan siswa kurang memperhatikan
guru pada saat guru menjelaskan materi. Karena masalah tersebut diperlukan
perbaikan dalam proses pembelajaran agar terciptanya suasana pembelajaran
yang menyenangkan agar motivasi belajar siswwa dan keaktifan belajar siswa
meningkat. Penerapan model pembelajaran STAD cocok diterapkan pada
kelas ini dan berharap mampu meningkatkan motivasi belajar dan keaktifan
belajar siswa kelas X IPA 1 di SMA Negeri 2 Singaraja.

D. Kerangka Berfikir
Proses pembelajaran sebelum menggunakan kooperatif yaitu

menggunakan metode konvensional, pembelajarannya masih berpusat pada

guru sehingga keaktifan siswa rendah. Akibatnya siswa menjadi jenuh dan
21

mudah bosan. Akibat dari kondisi awal yang seperti itu, dapat mempengaruhi

hasil belajar Matematika.

Dari kondisi awal di atas, penulis melakukan tindakan dengan

menerapkan model pembelajaran cooperatif learning tipe STAD dalam

pembelajaran Matematika materi Trigonometri.

Setelah tindakan dilaksanakan, kondisi akhir yang dicapai adalah hasil

belajar siswa meningkat.

Kerangka berfikir dapat digambarkan sebagai berikut:

Pembelajaran Matematika di SMA

Kondisi awal Tindakan Kondisi akhir

Model pembelajaran
Hasil belajar siswa
tradisional:
meningkat
Hasil belajar siswa rendah

Model pembelajaran
Cooperative Learning tipe
STAD

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pemikiran


22

E. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah dengan
menerapkan model pembelajaran STAD (Student Team Achievment Division)
secara berkelompok untuk meningkatan aktivitas belajar dan prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran Matematika di kelas X IPA 1 SMA Negeri 2
Singaraja.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas atau Classroom
Action Research. Menurut Suharsimi Arikunto (2008: 3) penelitian tindakan
kelas merupakan pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa tindakan yang
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.
Penelitian tindakan kelas (PTK) dilaksanakan sebagai strategi pemecahan
masalah dengan memanfaatkan tindakan nyata kemudian merefleksi terhadap
hasil tindakan. Penelitian tindakan cocok untuk meningkatkan kualitas subyek
yang akan diteliti. Penelitian ini dilaksanakan untuk meningkatkan aktivitas
belajar siswa dalam pembelajaran IPS dengan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).
Pada pelaksanaannya, penelitian ini dilaksanakan secara kolaborasi antara
peneliti dengan guru. Peneliti bertindak sebagai observer dan guru bertindak
sebagai pengajar. Dalam hal ini peneliti berkolaborasi dengan guru dengan
tujuan agar lebih mudah dan teliti dalam kegiatan observasi.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan bentuk penelitian tindakan kelas (classroom
action research) yang dilaksanakan sebagai strategi pemecahan masalah.
Pada penelitian tindakan dibagi menjadi 3 tahapan yaitu perencanaan
(planning), tindakan (action) dan observasi (observe), serta refleksi (reflect).
Model penelitian tindakan kelas yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart.

1. Tahapan Penelitian Siklus I


a. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran, hand out, lembar kerja siswa, lembar observasi keaktifan,
lembar angket respon siswa, lembar observasi pelaksanaan pembelajaran
STAD dan pedoman wawancara yang kemudian dikonsultasikan dengan

23
24

dosen pembimbing.
b. Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus pertama dilakukan dalam tiga kali
pertemuan. Tahap tindakan dilakukan oleh guru dengan menerapkan
model pembelajaran koopertif tipe STAD. Proses pembelajaran dilakukan
sesuai dengan jadwal pelajaran matematika kelas VIIB. Materi yang akan
diberikan adalah materi himpunan tentang diagram Venn.
Adapun tindakan yang dilakukan pada tiap siklus yaitu:
1) Pendahuluan
Guru menyampaikan presentasi kelas dengan memberikan apersepsi
dan motivasi kepada siswa dalam mempelajari materi himpunan.
2) Kegiatan Inti
a). Siswa belajar dalam kelompok
b). Guru memberi penekanan dari hasil diskusi dalam kelompok.
d). Siswa mengerjakan kuis secara individu
e). Peningkatan nilai
f). Pemberian penghargaan kelompok
3) Penutup
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang telah berhasil
mencapai kriteria keberhasilan tertentu.
c. Observasi
Dilakukan selama proses pembelajaran dengan menggunakan
lembar observasi yang telah disiapkan dan mencatat kejadian-kejadian
yang tidak terdapat dalam lembar observasi dengan membuat lembar
catatan lapangan. Hal-hal yang diamati selama proses pembelajaran
adalah kegiatan pembelajaran dan aktivitas guru maupun siswa selama
pelaksanaan pembelajaran.

d. Refleksi
Pada tahap ini peneliti bersama guru melakukan evaluasi dari
pelaksanaan tindakan pada siklus I yang digunakan sebagai bahan
pertimbangan perencanaan pembelajaran siklus berikutnya. Jika hasil
25

yang diharapkan belum tercapai maka dilakukan perbaikan yang


dilaksanakan pada siklus kedua dan seterusnya.
2. Tahapan Penelitian Siklus II dan Siklus III
Rencana tindakan siklus II dimaksudkan sebagai hasil refleksi dan
perbaikan terhadap pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. Sedangkan
kegiatan pada siklus III dimaksudkan sebagai hasil refleksi dan perbaikan
terhadap pelaksanaan pembelajaran pada siklus II. Tahapan tindakan
siklus II dan siklus III mengikuti tahapan tindakan siklus I.
Adapun rancangan penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 3.1

berikut.

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Tindakan Kelas


(diadopsi dari Kemmis & Taggart dalam sukardi,2003)
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 1 SMA Negeri 2 Singaraja.
Siswa kelas X IPA 1 berjumah 34 siswa terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 20
siswa perempuan
26

D. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di kelas X IPA 1SMA Negeri 2 Singaraja yang
beralamat di jalan Srikandi no 6 Baktiseraga Kecamatan Buleleng Kabupaten
Buleleng Bali, pada semester genap tahun pelajaran 2019/2020 dengan
mengambil Kompetisi Dasar (KD) Trigonometri. Pelaksanaan pada penelitian
dilakukan pada bulan Januari-Maret 2020
E. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai


berikut:
1. Observasi

Dalam penelitian ini terdapat dua pedoman observasi yaitu


observasi keaktifan siswa dan obsevasi pelaksanaan pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Observasi keaktifan siswa difokuskan pada
pengamatan keaktifan siswa selama proses pembelajaran pada materi
himpunan. Sedangkan observasi pelaksanaan pembelajaran STAD
difokuskan pada aktivitas guru maupun siswa selama proses
pembelajaran. Dan pengamatan yang belum terdapat pada pedoman
observasi dituliskan pada lembar catatan lapangan.
2. Wawancara
Wawancara adalah teknik mengumpulkan data dengan
menggunakan bahasa lisan baik secara tatap muka ataupun melalui
saluran media tertentu (Wina Sanjaya, 2011: 96). Dengan wawancara
peneliti dapat mengecek kebenaran data atau informsi yang diperoleh
dengan cara lain. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan
guru mengenai pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dan wawancara dengan siswa mengenai aktivitas
siswa terhadap penerapan model pembelajaran STAD.
3. Tes
Tes merupakan salah satu alat ukur untuk menentukan keberhasilan
dalam proses pembelajaran. Suharsimi Arikunto (2010: 193)
mengatakan bahwa tes merupakan serentetan pertanyaan yang
27

digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan maupun


kemampuan yang dimiliki oleh individu maupun kelompok. Tes yang
diberikan pada siswa dalam penelitian dimaksudkan untuk mengetahui
sejauh mana siswa menguasai materi pelajaran setelah diterapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
4. Angket

Angket dibagikan dan diisi oleh siswa yang fungsinya untuk


mengetahui respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran
matematika dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD.
5. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan barang-barang yang tertulis (Suharsimi
Arikunto, 2010: 201). Peneliti menggunakan checklist dokumentasi
sebagai alat dalam mengkaji dokumen yang digunakan untuk
mendukung data penelitian.
F. Instrumen Penelitian
1. Peneliti
Peneliti merupakan instrumen karena peneliti sekaligus sebagai
perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data dan
pada akhirnya menjadi pelapor penelitiannya (Lexy J. Moleong 2007: 168)

2. Lembar Observasi
Dalam penelitian ini digunakan dua lembar observasi yaitu lembar
observasi pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan lembar
keaktifan siswa. Lembar observasi pelaksanaan pembelajaran STAD
digunakan sebagai pedoman peneliti dalam melakukan observasi
pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Sedangkan lembar
observasi keaktifan siswa digunakan pada setiap pembelajaran sehingga
kegiatan observasi tidak terlepas dari konteks permasalahan dan tujuan
penelitian.
28

Tabel 3.1 Kisi-kisi Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

No. Aspek Butir


1. Presentasi Kelas
Apersepsi 1,2,4
Motivasi 3
Interaksi guru dengan siswa 5,6,7
Penghargaan kelompok 8,9
2. Belajar kelompok
Aktifitas guru 1,2,6,7
Aktivitas siswa 3,4,5

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Obsevasi Keaktifan Siswa

No. Aspek Butir


1. Interaksi siswa dengan guru 1,2,3,4
2. Aktifitas siswa dalam kelompok 5,6
3. Menyelesaikan soal dan tugas 7,8

3. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara ini digunakan untuk mengetahui respon atau
tanggapan guru dan siswa mengenai proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
4. Angket Respon Siswa
Angket yang akan digunakan adalah angket tertutup dengan alternatif
jawaban yaitu selalu, sering, kadang-kadang dan tidak pernah. Berikut
kisi-kisi angket respon siswa:
Tabel 3.3 Kisi-kisi Angket Respon Siswa

No Aspek yang diamati Butir


1. Motivasi dalam mengikuti pelajaran 1,2,3,14,15,16,20.
29

2. Interaksi
a. Interaksi dengan guru 4,7
b. Interaksi dengan teman atau siswa lain 6,13
3. Kerja sama dengan teman sekelompok 5,8,9,10,11
4. Mengerjakan soal dan tugas
a. Mengerjakan soal dan tugas kelompok 12
b. Mengerjakan soal dan tugas individu 17,18,19

5. Tes
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD digunakan pre test,
post test, dan kuis individu. Tes ini digunakan untuk mengetahui
sejauhmana prestasi siswa mengenai materi himpunan dengan penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
6. Dokumentasi
Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah silabus,
rencana pelaksanaan pembelajaran, daftar nilai siswa, daftar kelompok,
dokumen guru mengenai nilai siswa semester ganjil, dan foto-foto selama
proses pembelajaran.
7. Catatan lapangan
Catatan lapangan merupakan catatan tertulis tentang hasil pengamatan
di kelas yang tidak terdapat di lembar observasi. Dalam penelitian ini
catatan lapangan digunakan untuk mengamati hal-hal yang terjadi selama
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
G. Validitas Instrumen
Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik triangulansi.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu lain sebagai pengecekan atau pembanding data itu (Lexy J. Moleong,
2005: 330). Data yang digunakan baik data observasi, wawancara maupun
catatan lapangan. Triangulasi dalam penelitian ini, menggunakan triangulasi
metode. Triangulasi metode itu adalah pengecekan derajat penemuan hasil
penelitian dengan beberapa metode yaitu observasi, wawancara, dan catatan
30

lapangan.
H. Teknik Analisa Data

Teknik analisis data kualitatif ini mengacu pada metode analisis dari
Miles dan Huberman (Sugiyono, 2009: 247-252). Teknik analisis yang
digunakan adalah reduksi data yaitu kegiatan pemilihan data,
penyederhanaan data serta transformasi data kasar dari hasil catatan
lapangan. Penyajian data berupa sekumpulan informasi dalam bentuk tes
naratif yang disusun, diatur dan diringkas sehingga mudah dipahami. Hal ini
dilakukan secara bertahap kemudian dilakukan penyimpulan dengan cara
diskusi bersama mitra kolaborasi. Untuk menjamin pemantapan dan
kebenaran data yang dikumpulkan dan dicatat dalam penelitian digunakan
triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang
bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber
data yang telah ada (Sugiyono, 2005:83).
1. Analisis Data Observasi Keaktifan Siswa
Data hasil observasi dianalisis untuk mengetahui keaktifan siswa
yang berpedoman pada lembar observasi keaktifan siswa. Penilaian
dilihat dari hasil skor pada lembar observasi yang digunakan. Persentase
diperoleh dari skor pada lembar observasi dikualifikasikan untuk
menentukan seberapa besar keaktifan siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran. Untuk setiap siklus persentase diperoleh dari rata-rata
persentase keaktifan siswa pada tiap pertemuan. Hasil data observasi ini
dianalisis dengan pedoman kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.4. Kriteria Keaktifan Siswa


Persentase Kriteria
75% - 100% Sangat
50% - 74,99% Tinggi Tinggi
25% - 49,99% Sedang
0% - 24,99% Rendah
31

Peneliti menggunakan kriteria tersebut karena dalam lembar


observasi terdapat empat kriteria penilaian, sehingga terdapat empat
kriteria keaktifan. Cara menghitung persentase keaktifan siswa
(Sugiyono, 2001:81) berdasarkan lembar observasi untuk tiap
pertemuan adalah sebagai berikut:
Persentase Skor keseluruhan yang diperoleh kelompok x100 %
Jumlah kelompok  skor maksimum

2. Analisis Angket Respon Siswa


Angket respon siswa terdiri dari 14 butir pertanyaan dengan rincian
12 butir pertanyaan positif (+) ada 2 butir pertanyaan negatif (-).
Penskoran angket untuk butir (+) adalah 4 untuk jawaban selalu, 3 untuk
jawaban sering, 2 untuk jawaban kadang-kadang dan 1 untuk jawaban
tidak pernah. Untuk butir (-) adalah skor 1 untuk jawaban selalu, 2
untuk jawaban sering, 3 untuk jawaban kadang-kadang dan 4 untuk
jawaban tidak pernah. Data hasil angket dibuat kualifikasi dengan
kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.5. Kriteria Respon Siswa

Persentase Kriteria
75% - 100% Sangat
50% - 74,99% Tinggi Tinggi
25% - 49,99% Sedang
0% - 24,99% Rendah

Peneliti menggunakan kriteria tersebut karena dalam angket respon


terdapat empat pilihan jawaban sehingga terdapat empat kriteria respon.
Cara menghitung persentase angket respon menurut Sugiyono (2001:81)
adalah sebagai berikut:

3. Analisis Hasil Belajar


32

Hasil tes siswa dianalisis untuk menentukan peningkatan ketuntasan


siswa, nilai individu, skor kelompok dan penghargaan kelompok.
a. Peningkatan ketuntasan mengikuti ketentuan sekolah bahwa ”siswa
dinyatakan lulus dalam setiap tes jika nilai yang diperoleh  60
dengan nilai maksimal 100”. Maka dalam penelitian ini juga
menggunakan ketentuan yang ditetapkan sekolah, untuk menentukan
persen (%) ketuntasan siswa dengan menggunakan perhitungan
persen (%) ketuntasan yaitu sebagai berikut:

b. Peningkatan prestasi siswa juga dilihat dari hasil belajar jangka


pendeknya yang ditunjukkan dengan kenaikan nilai rata-rata tes
pada setiap siklus. Dari data perolehan skor untuk setiap tes, rata-
rata nilai siswa dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut :

a). Peningkatan nilai individu siswa diperoleh dengan


membandingkan skor dasar siswa (rata-rata nilai tes siswa
sebelumnya) dengan nilai kuis sekarang. Aturan pemberian skor
peningkatan individu mengikuti aturan dalam Slavin (1995:80)
seperti pada halaman 10.
b).Perolehan penghargaan kelompok dengan melihat jumlah rata-
rata skor tiap kelompok. Aturan perolehan penghargaan
kelompok mengikuti aturan dalam Mohamad Nur (2005:36)
seperti pada halaman 12.

I. Kriteria Keberhasilan Penelitian


Penelelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila telah memenuhi
indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Adapun indikator keberhasilan
yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut ;
1.Sekurang-kurang 80% dari jumalh siswa memiliki preasti belajar
Matematika berkategori tinggi (≥65). Sekurang-kurangnya 80% dari jumlah
33

siswa mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan


oleh pihak sekolah yaitu 75 (≥75).
DAFTAR PUSTAKA

Hatta, Bung. 2016. Pentingnya Pendidikan Bagi Semua Orang. Tersedia pada
https://bunghatta.ac.id/artikel-259-pentingnya-pendidikan-bagi-semua-
orang.html
(di akses pada tanggal 8 Juni 2019)
Ismail. 2003. Model Pembelajaran Kooperatif. Dit. PLP Dikdasmen.
Math, Suadin. 2016. Model dan Jenis-Jenis Pembelajaran Kooperatif. Tersedia
pada
https://suaidinmath.wordpress.com/2016/08/24/model-dan-jenis-jenis-
pembelajaran-kooperatif/
(di akses pada tanggal 8 Juni 2019)
Revy, Reza. 2013. Hakikat Matematika. Tersedia pada
https://revyareza.wordpress.com/2013/10/31/hakikat-matematika/
(di akses pada tanggal 8 Juni 2019)
Rochiati Wiriaatmadja. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Suharsimi Arikunto. 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

33

Anda mungkin juga menyukai