Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan ilmu dasar yang mempunyai peranan penting

dalam upaya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika juga

dapat digunakan untuk bekal terjun dan bersosialisasi di masyarakat.

Misalnya orang yang telah mempelajari matematika diharapkan bisa

menyerap informasi secara lebih rasional dan berpikir secara logis dalam

menghadapi situasi di masyarakat.

Oleh karena itu matematika perlu diajarkan pada semua jenjang

pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi (Anggraini,

2015). Mata pelajaran matematika diberikan kepada semua peserta didik

mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi untuk membekali peserta

didik agar memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan

kreatif. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki

kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk

menghadapi keadaan yang selalu berubah dan tidak pasti. Perkembangan

matematika dari tahun ke tahun terus meningkat sesuai dengan tuntutan

zaman. Karena tuntutan zaman mendorong manusia untuk lebih kreatif dalam

mengembangkan atau menerapkan matematika sebagai ilmu dasar.

Pembelajaran matematika sangat diperlukan karena terkait dengan

penanaman konsep pada peserta didik. Peserta didik itu yang nantinya ikut

1
2

andil dalam pengembangan matematika lebih lanjut ataupun dalam

mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan pembelajaran matematika Kurikulum 2013 pada Jenjang

pendidikan menengah yaitu: (1) memahami konsep matematika, merupakan

kompetensi dalam menjelaskan keterkaitan antar konsep dan menggunakan

konsep maupun algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam

pemecahan masalah; (2) menggunakan pola sebagai dugaan dalam

penyelesaian masalah, dan mampu membuat generalisasi berdasarkan

fenomena atau data yang ada; (3) menggunakan penalaran pada sifat,

melakukan manipulasi matematika baik dalam penyederhanaan, maupun

menganalisa komponen yang ada dalam pemecahan masalah; (4)

mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun bukti

matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram,

atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap

menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa

ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap

ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah; (6) memiliki sikap dan

perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika dan

pembelajarannya; (7) melakukan kegiatan–kegiatan motorik yang

menggunakan pengetahuan matematika; (8) menggunakan alat peraga

sederhana maupun hasil teknologi untuk melakukan kegiatan-kegiatan

matematika (Depdikbud, 2014).


3

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika di atas, pemecahan

masalah merupakan satu diantara yang penting dikembangkan dan harus

dimiliki siswa. Selain itu, alasan mengapa mengajarkan pemecahan masalah

matematika, sebagaimana dikemukakan oleh Pekhonen (1997) yaitu : (a)

pemecahan masalah mengembangkan keterampilan kognitif secara umum; (b)

pemecahan masalah menumbuhkan kreativitas; (c) pemecahan masalah

merupakan bagian dari proses aplikasi matematika; dan, (d) pemecahan

masalah memotivasi siswa untuk belajar matematika. Hal ini juga sejalan

dengan pendapat Ruseffendi dalam Ma’rufah (2012) bahwa beberapa alasan

mengapa siswa perlu diberi soal pemecahan masalah, diantaranya: karena

kegiatan pemecahan masalah dapat menimbulkan rasa ingin tahu siswa;

memotivasi siswa dan menumbuhkan sifat kreatif siswa dalam menemukan

solusinya; dapat meningkatkan kemampuan penerapan siswa dari ilmu

pengetahuan yang sudah diperoleh kedalam kehidupan nyata; dapat

menumbuhkan kemampuan analisis dan sintesis siswa serta siswa dapat

melakukan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan. Siswa diharapkan

tidak hanya terampil dalam mengerjakan soal-soal matematika, tetapi dapat

menggunakan matematika untuk memecahkan masalah-masalah yang

dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang dihadapi setiap siswa

berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Siswa perlu memiliki langkah

pemecahan masalah yang tepat untuk memecahkan masalah ini.

Langkah pemecahan masalah menurut Polya (1973) sering

digunakan dalam memecahkan masalah matematika, karena penggunaannya


4

lebih sederhana. Hal ini sejalan dengan pendapat Sukayasa (2012) bahwa

fase-fase pemecahan masalah menurut Polya lebih populer digunakan dalam

memecahkan masalah matematika sebab fase-fase dalam proses pemecahan

masalah tidak rumit, aktivitas pada setiap fase mudah dipahami dan sudah

biasa digunakan dalam memecahkan masalah matematika.

Dengan langkah pemecahan masalah yang tepat, maka siswa dapat

memecahkan masalah matematika dengan tepat pula, serta langkah tersebut

juga dapat diterapkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-

hari siswa, bahkan jika masalah yang dihadapi siswa berbeda-beda. Jika siswa

telah mampu memecahkan masalah matematika dengan baik, maka hal

tersebut akan mendukung peningkatan hasil belajar siswa.

Setiap proses belajar dan mengajar ditandai dengan adanya beberapa

unsur antara lain tujuan, bahan, alat, dan metode, serta evaluasi. Unsur

metode dan alat merupakan unsur yang tidak bisa dilepaskan dari unsur

lainnya yang berfungsi sebagai cara atau teknik untuk mengantarkan bahan

pelajaran agar sampai kepada tujuan. Dalam pencapaian tujuan tersebut,

metode pembelajaran sangat penting sebab dengan adanya metode

pembelajaran, bahan dapat dengan mudah dipahami oleh siswa.

Selain itu penggunaan metode pembelajaran yang mengajarkan

siswa dalam pemecahan masalah, terutama pemecahan masalah dalam

kehidupan sehari- hari masih kurang. Pengembangan metode pembelajaran

tersebut sangat perlu dilakukan untuk menjawab kebutuhan keterampilan

pemecahan permasalahan yang harus dimiliki oleh siswa. Metode


5

pembelajaran problem solving atau pemecahan masalah kegunaannya adalah

untuk merangsang berfikir dalam situasi masalah yang komplek. Dalam hal

ini akan menjawab permasalahan yang menganggap madrasah kurang bisa

bermakna dalam kehidupan nyata di masyarakat. Penggunaan metode dalam

pembelajaran sangat diutamakan guna menimbulkan gairah belajar, motivasi

belajar, merangsang siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Melalui

metode problem solving diharapkan dapat lebih mempermudah pemahaman

materi pelajaran yang diberikan dan nantinya dapat mempertinggi kualitas

proses pembelajaran yang selanjutnya dapat meningkatkan hasil belajar

siswa.

Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Palu adalah salah satu madrasah

Aliyah Negeri yang terletak di jalan Jamur No. 46 Palu. Peneliti adalah salah

satu guru matematika di madrasah ini. Hasil survey peneliti dalam proses

pembelajaran terlihat masih rendah perhatian siswa, siswa kurang

berpartisipasi, dan siswa kurang berminat pada pelajaran matematika.

Diharapkan dengan menggunakan metode problem solving dalam proses

pembelajaran matematika akan menarik minat siswa mengikuti kegiatan

belajar sehingga akan meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi

beberapa permasalahan yang terjadi di MA Negeri 1 Kota Palu sebagai

berikut:

1. Masih rendahnya hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika.


6

2. Masih rendahnya minat belajar siswa dalam mata pelajaran matematika.

3. Perlu penerapan metode problem solving dalam proses pembelajaran

matematika.

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan akan dibatasi pada masalah

motivasi belajar siswa dan hasil belajar matematika setelah digunakannya

metode problem solving.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas maka

dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan motivasi belajar matematika dengan

menggunakan metode problem solving di ke;las XII IPA-3 MA Negeri 1

Kota Palu?

2. Bagaimana peningkatan hasil belajar matematika dengan menggunakan

metode problem solving di kelas XII IPA-3 MA Negeri 1 Kota Palu?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui peningkatan motivasi dan hasil belajar matematika

siswa kelas XII IPA-3 MA Negeri 1 Kota Palu melalui penerapan

Problem Solving.
7

2. Mendapatkan bukti-bukti bahwa penerapan Problem Solving dapat

meningkatkan motivasi dan hasil belajar matematika siswa kelas XII

IPA-3 MA Negeri 1 Kota Palu.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Bertambahnya khazanah keilmuan yang berkaitan dengan metode

pembelajaran Problem Solving.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

1) Mampu menganalisa terjadinya permasalahan-permasalahan

pembelajaran dan mampu mengatasi permasalahan tersebut.

2) Mampu menumbuhkan suasana pembelajaran yang kondusif dan

meningkatkan kemandirian siswa.

b. Bagi peneliti

Dapat menambah pengalaman peneliti untuk terjun ke bidang

pendidikan.

c. Bagi madrasah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk

menumbuhkan minat belajar siswa sehingga prestasi belajar siswa

meningkat.
8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Motivasi belajar

Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong

seseorang untuk melakukan sesuatu. Berawal dari kata “motif” itu, maka

motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif.

Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk

mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak (Sardiman, 2009: 73).

Menurut Mc. Donald dalam Sardiman (2009: 73), motivasi adalah perubahan

energi dalam diri seorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan

didahului dengan tanggapan adanya tujuan. Menurut Wina Sanjaya (2008:

249), motivasi merupakan penggerak atau pendorong untuk melakukan

sesuatu.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi

adalah daya penggerak untuk melakukan sesuatu yang telah aktif untuk

mencapai tujuan. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai

keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan

belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang

memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki

leh subjek belajar itu dapat tercapai.

1. Cara Menumbuhkan Motivasi

Menurut Sardiman (2009: 92-95), cara untuk menumbuhkan motivasi

dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu sebagai berikut.

8
9

1) Memberi angka

Angka dimaksudkan adalah sebagai simbol atau nilai dari hasil

aktivitas belajar anak didik.

2) Hadiah

Hadiah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai

penghargaan atau kenang-kenangan atau cendera mata.

3) Kompetisi

Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk

mendorong anak didik agar mereka bergairah belajar.

4) Ego-involvement

Menumbuhkan kesadaran kepada anak didik agar merasakan

pentingnya tugas dan menerimanya sebagai suatu tantangan sehingga

bekerja keras dengan mempertahankan harga diri, adalah sebagai

salah satu bentuk motivasi yang cukup penting

5) Memberi ulangan

Ulangan merupakan strategi yang cukup baik untuk memotivasi anak

didik agar lebih giat belajar.

6) Mengetahui hasil

Dengan mengetahui hasil, anak didik terdorong untuk belajar lebih

giat. Apalagi hasil belajar itu mengalami kemajuan, anak didik

berusaha untuk mempertahankannya atau bahkan meningkatkan

intensitas belajarnya guna mendapatkan prestasi belajar yang lebih

baik dikemudian hari.


10

7) Pujian

Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus

merupakan motivasi yang baik.

8) Hukuman

Meski hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi bila

dilakukan dengan tepat dan bijak akan merupakan alat motivasi yang

baik dan efektif.

9) Hasrat untuk belajar

Hasrat untuk belajar berarti ada unsur kesengajaan, dan maksud

untuk belajar.

10) Minat

Minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan

dan mengenang beberapa aktivitas.

11) Tujuan yang diakui

Rumusan yang diikuti dan diterima baik oleh siswa merupakan alat

motivasi yang sangat penting. Dengan memahami tujuan yang harus

dicapai, maka akan timbul gairah untuk belajar.

Dari sekian berbagai cara menumbuhkan motivasi diatas, maka dengan

penerapan metode problem solving dapat meningkatkan minat dan hasrat

untuk belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran Matematika.

2. Ciri-ciri Orang yang Termotivasi

Siswa yang merasa tertarik pada pelajaran IPS, motivasi mampu

mengarahkan dirinya untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh


11

guru. Hal ini mendorong siswa untuk dapat mencapai tujuan yang

diinginkan yaitu meraih prestasi yang maksimal. Ketika tindakan siswa

sudah terarah, maka perilaku siswa selama proses pembelajaran dapat

terlihat mengalami peningkatan. Menurut Sardiman (2009: 83), motivasi

yang ada pada diri setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1) Tekun menghadapi tugas

2) Ulet menghadapi kesulitan

3) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah.

4) Lebih senang bekerja mandiri

5) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin

6) Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan

sesuatu)

7) Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.

8) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Ciri-ciri motivasi diatas yang menjadi indikator motivasi belajar siswa

dengan penerapan metode problem solving pada pembelajaran

matematika kelas XII IPA-3 MA Negeri 1 Kota Palu.

3. Fungsi Motivasi Dalam Belajar

Hasil belajar akan menjadi optimal, kalau ada motivasi. Semakin tepat

motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Jadi

motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para

siswa. Perlu ditegaskan, bahwa motivasi bertalian dengan suatu tujuan.


12

Dengan demikian, motivasi mempengaruhi adanya kegiatan. Menurut

Sardiman (2009: 85), ada tiga fungsi motivasi.

1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau

motor yang melepaskan energi.

2) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak

dicapai.

3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa

yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan

menyisihkan perbuatanperbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan

tersebut.

B. Hasil Belajar Matematika

Menurut Nana Sudjana (2005: 3) hakikat hasil belajar adalah

perubahan tingkah laku individu yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Menurut Nana Sudjana (1989: 38-40) hasil belajar yang

dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri

siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.

Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya.

Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar

yang dicapai. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada

faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan

belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.

Hasil belajar merupakan segala upaya yang menyangkut aktivitas

otak (proses berfikir) terutama dalam ranah kognitif, afektif, dan


13

psikomotorik. Proses berfikir ini ada enam jenjang, mulai dari yang terendah

sampai dengan jenjang tertinggi (Suharsimi Arikunto, 2003: 114-115).

Keenam jenjang tersebut adalah: (1) Pengetahuan (knowledge) yaitu

kemampuan seseorang untuk mengingat kembali tentang nama, istilah, ide,

gejala, rumus- rumus dan lain sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan

untuk menggunakannya. (2) Pemahaman (comprehension) yakni kemampuan

seseorang untuk memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat

melalui penjelasan dari kata- katanya sendiri. (3) Penerapan (application)

yaitu kesanggupan seseorang untuk menggunakan ide- ide umum, tata cara

atau metode- metode, prinsip- prinsip, rumus- rumus, teori- teori, dan lain

sebagainya dalam situasi yang baru dan kongkret. (4) Analisis (analysis)

yakni kemampuan seseorang untuk menguraikan suatu bahan atau keadaan

menurut bagian- bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan

diantara bagian- bagian tersebut. (5) Sintesis (synthesis) adalah kemampuan

berfikir memadukan bagian- bagian atau unsur- unsur secara logis, sehingga

menjadi suatu pola yang baru dan terstruktur. (6) Evaluasi (evaluation) yang

merupakan jenjang berfikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut

Taksonomi Bloom. Penelitian disini adalah kemampuan seseorang untuk

membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide, atas beberapa

pilihan kemudian menentukan pilihan nilai atau ide yang tepat sesuai kriteria

yang ada (Anas Sudijono, 2005: 50- 52).

Pada pendidikan formal, semua bidang studi dan bidang pendidikan

harus memanfaatkan dasar mental yang ada pada tiap anak untuk
14

meningatkan kemampuan mentalnya kearah kematangan dan kedewasaan

dalam arti seluas- luasnya. Oleh karena itu penyelenggara pendidikan dan

pengajaran harus dilaksakan secara teratur, terarah, dan terencana sesuai

dengan pengembangan dasar dan kemampuan mental anak, agar tujuan

pendidikan dan pengajaran tercapai secara maksimal (Nursid Sumaatmadja,

2001: 2).

Dalam kegiatan belajar mengajar setiap guru selalu berusaha

melakukan kegiatan pembelajaran secara efektif dan efisien dalam mencapai

tujuan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran secara efektif disini

dimaksudkan agar pembelajaran tersebut dapat membawa hasil atau berhasil

guna, dan kegiatan pembelajaran secara efisien dimaksudkan agar

pembelajaran tersebut dapat berdaya guna atau tepat guna baik di lingkungan

madrasah maupun dalam kehidupan bermasyarakat.

C. Metode Problem Solving

Metode problem solving atau sering juga disebut dengan nama

Metode Pemecahan Masalah merupakan suatu cara mengajar yang

merangsang seseorang untuk menganalisa dan melakukan sintesa dalam

kesatuan struktur atau situasi di mana masalah itu berada, atas inisiatif

sendiri. Metode ini menuntut kemampuan untuk dapat melihat sebab akibat

atau relasi- relasi diantara berbagai data, sehingga pada akhirnya dapat

menemukan kunci pembuka masalahnya. Kegiatan semacam ini merupakan

ciri yang khas daripada suatu kegiatan intelegensi. Metode ini

mengembangkan kemampuan berfikir yang dipupuk dengan adanya


15

kesempatan untuk mengobservasi problema, mengumpulkan data,

menganalisa data, menyusun suatu hipotesa, mencari hubungan (data) yang

hilang dari data yang telah terkumpul untuk kemudian menarik kesimpulan

yang merupakan hasil pemecahan masalah tersebut. Cara berfikir semacam

itu lazim disebut cara berfikir ilmiah. Cara berfikir yang menghasilkan suatu

kesimpulan atau keputusan yang diyakini kebenarannya karena seluruh proses

pemecahan masalah itu telah diikuti dan dikontrol dari data yang pertama

yang berhasil dikumpulkan dan dianalisa sampai kepada kesimpulan yang

ditarik atau ditetapkan. Cara berfikir semacam itu benar- benar dapat

dikembangkan dengan menggunakan Metode Pemecahan Masalah (Jusuf

Djajadisastra, 1982: 19- 20).

Problem Solving is very important but problem solvers often


misunderstand it. This report proposes the definition of problems.
Terminology for Problem Solving and useful Problem Solving
patterns. We should define what is the problem as the first step of
Problem Solving. Yet problem solvers often forget this first step.
Further, we should recognize common terminology such as
purpose, situation, problem, cause, solvable cause, issue, and
solution. Even Consultants, who should be professional problem
solvers, are often confused with the terminology of Problem
Solving. For example, some consultants may think of issues as
problems, or some of them think of problems as causes. But issues
must be the proposal to solve problems and problems should be
negative expressions while issues should be a positive expression
(Shibata, 1998: 1).

Kurang lebih artinya: pemecahan masalah sangat penting namun

pemecahan masalah sering salah paham akan hal itu. Uraian ini menunjukkan

pengertian masalah, terminologi dari pemecahan masalah dan bentuk- bentuk

pemecahan masalah yang berguna. Kita sebaiknya mendefinisikan apa

permasalahannya sebagai langkah awal dari pemecahan masalah. Namun,


16

pemecahan masalah sering melupakan langkah awal ini. Selanjutnya, kita

sebaiknya mengakui terminologi umum seperti tujuan, situasi, masalah,

penyebab, penyebab yang bisa dipecahkan, persoalan, dan solusi. Bahkan,

konsultan- konsultan yang seharusnya menjadi pemecah permasalahan yang

mahir sering kebingungan dengan terminologi pemecahan masalah. Misalnya,

beberapa konsultan kemungkinan berpikiran mengenai persoalan sebagai

masalah atau sebagian dari mereka menganggap masalah- masalah sebagai

penyebab. Namun persoalan harusnya merupakan rujukan untuk memecahkan

masalah- masalah dan masalah- masalah seharusnya ekspresi negatif

sedangkan persoalan- persoalan seharusnya merupakan ekspresi positif

(Shibata, 1998: 1).

Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya

sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab

dalam problem solving dapat menggunakan metode- metode lainnya dimulai

dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. Langkah- langkah

metode ini antara lain:

a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh

dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan

masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku- buku, meneliti,

bertanya, berdiskusi, dan lain- lain.


17

c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban

ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah

kedua diatas.

d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa

harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa

jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban

sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran

jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti,

demonstrasi, tugas diskusi, dan lain-lain.

e. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan

terakhir tentang jawaban dari masalah yang ada (Nana Sudjana, 1989:

85-86).

Penyelesaian masalah dalam metode problem solving ini dilakukan

melalui kelompok. Suatu isu yang berkaitan dengan pokok bahasan dalam

pelajaran diberikan kepada siswa untuk diselesaikan secara kelompok.

Masalah yang dipilih hendaknya mempunyai sifat conflict issue atau

kontroversial, masalahnya dianggap penting (important), urgen dan dapat

diselesaikan (solutionable) oleh siswa (Gulo, 2002: 116).

Tujuan utama dari penggunaan metode Pemecahan Masalah adalah:

a. Mengembangkan kemampuan berfikir, terutama didalam mencari sebab-

akibat dan tujuan suatu masalah. Metode ini melatih murid dalam cara-

cara mendekati dan cara-cara mengambil langkah-langkah apabila akan

memecahkan suatu masalah.


18

b. Memberikan kepada murid pengetahuan dan kecakapan praktis yang

bernilai/bermanfaat bagi keperluan hidup sehari-hari. Metode ini

memberikan dasar-dasar pengalaman yang praktis mengenai bagaimana

cara-cara memecahkan masalah dan kecakapan ini dapat diterapkan bagi

keperluan menghadapi masalah-masalah lainnya didalam masyarakat.

Suatu masalah dapat dikatakan masalah yang baik bila memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:

a. Jelas, dalam arti bersih dari pada kesalahan-kesalahan bahasa maupun isi

pengertian yang berbeda. Istilah yang dipergunakan tidak memiliki dua

pengertian yang dapat ditafsirkan berbeda-beda.

b. Kesulitannya dapat diatasi. Maksudnya ialah bahwa pokok persoalan

yang akan dipecahkan tidak merupakan pokok berganda/kompleks.

c. Bernilai bagi murid. Hasil ataupun proses yang diamati murid harus

bermanfaat dan menguntungkan pengalaman murid atau memperkaya

pengalaman murid.

d. Sesuai dengan taraf perkembangan psikologi murid. Masalah yang

dipecahkan tidak terlalu mudah tetapi juga tidak terlalu sulit. Jadi harus

sesuai dengan kapasitas pola pikir murid.

e. Praktis, dalam arti mungkin dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Atau,

problema itu diambil dari praktek kehidupan sehari-hari, dari lingkungan

sekitar dimana murid itu berada (Jusuf Djajadisastra, 1982: 20-21).

Problem solving melatih siswa terlatih mencari informasi dan

mengecek silang validitas informasi itu dengan sumber lainnya, juga problem

solving melatih siswa berfikir kritis dan metode ini melatih siswa

memecahkan dilema (Omi Kartawidjaya, 1988: 42). Sehingga dengan


19

menerapkan metode problem solving ini siswa menjadi lebih dapat mengerti

bagaimana cara memecahkan masalah yang akan dihadapi pada kehidupan

nyata/ di luar lingkungan madrasah.

Untuk mendukung strategi belajar mengajar dengan menggunakan

metode problem solving ini, guru perlu memilih bahan pelajaran yang

memiliki permasalahan. Materi pelajaran tidak terbatas hanya pada buku teks

di madrasah, tetapi juga di ambil dari sumber-sumber lingkungan seperti

peristiwa-peristiwa kemasyarakatan atau peristiwa dalam lingkungan

madrasah (Gulo, 2002: 114). Tujuannya agar memudahkan siswa dalam

menghadapi dan memecahkan masalah yang terjadi di lingkungan sebenarnya

dan siswa memperoleh pengalaman tentang penyelesaian masalah sehingga

dapat diterapkan di kehidupan nyata.

Kebaikan atau keuntungan dalam penerapan metode problem solving:

a. Mendidik murid untuk berfikir secara sistematis.

b. Mendidik berfikir untuk mencari sebab-akibat.

c. Menjadi terbuka untuk berbagai pendapat dan mampu membuat

pertimbangan untuk memilih satu ketetapan.

d. Mampu mencari berbagai cara jalan keluar dari suatu kesulitan atau

masalah.

e. Tidak lekas putus asa jika menghadapi suatu masalah.

f. Belajar bertindak atas dasar suatu rencana yang matang.

g. Belajar bertanggung jawab atas keputusan yang telah ditetapkan dalam

memecahkan suatu masalah.

h. Tidak merasa hanya bergantung pada pendapat guru saja.

a. Belajar menganalisa suatu persoalan dari berbagai segi.


20

i. Mendidik suatu sikap-hidup, bahwa setiap kesulitan ada jalan

pemecahannya jika dihadapi dengan sungguh-sungguh.

Sedangkan kelemahan atau kekurangan metode problem solving

(pemecahan masalah) adalah :

a. Metode ini memerlukan waktu yang cukup jika diharapkan suatu hasil

keputusan yang tepat. Padahal kita ketahui bahwa jam-jam pelajaran

selalu terbatas.

b. Dalam satu jam atau dua jam pelajaran mungkin hanya satu atau dua

masalah saja yang dapat dipecahkan, sehingga mungkin sekali bahan

pelajaran akan tertinggal.

c. Metode ini baru akan berhasil bila digunakan pada kurikulum yang

berpusat pada anak dengan pembangunan semesta, dan bukan dari

kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran seperti pada kurikulum

konvensional/tradisional.

d. Metode ini tidak dapat digunakan di kelas- kelas rendahan karena

memerlukan kecakapan bersoal-jawab dan memikirkan sebab akibat

sesuatu (Jusuf Djajadisastra, 1982: 26-27).

Beberapa saran dalam menggunakan metode ini sehingga

kelemahan-kelemahan di atas bisa diatasi adalah:

a. Perkenalkan kepada siswa beberapa masalah yang hampir sama.

b. Masalah yang diajukan harus cocok dengan tingkat kedewasaan serta

tingkat keterampilan siswa.

c. Siswa harus melihat masalah itu sebagai sesuatu yang penting.

d. Bantulah siswa dalam mendefinisikan dan membatasi masalah yang akan

dipelajari.
21

e. Teliti apakah bahan dari sumber cukup dan bisa didapatkan oleh siswa.

f. Berilah petunjuk dan pengarahan jika perlu tetapi jangan berlebih.

g. Bantulah siswa membuat kriteria sehingga evaluasi memadai (Omi

Kartawidjada, 1988: 57-58).

D. Tinjauan Materi Matematika

Materi matematika di kelas XII pada semester ganjil terdiri dari 3

konsep yaitu penyajian data, pemusanat data dan penyebaran data.

1. Penyajian data

Dalam statistik data terbagi menjadi data tunggal dan data berkelompok.

Baik data tunggal maupun data berkelompok data disajikan dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi dan grafik.Penyajian grafik da[pat berupa

Histogram, Poligon frekuensi, dan Ogive.

Contoh :

Disajikan data berkelompok sebagai berikut :

Tabel 2.1 Data Kelompok

Kelas Frekuensi
16 – 20 19
21 – 25 15
26 – 30 21
31 – 35 16
36 - 40 9

Sajikan data tersebut dalam bentuk Histogram, Poligon frekuensi, dan

Ogive !

Jawab :
22

1) Histogram

25

20

15

10

0
16 -20 21 - 25 26 - 30 31 - 35 36 - 40

Gambar 2.1 Histogram

2) Poligon Frekuensi

25

20

15

10

0
16 - 20 21 - 25 26 - 30 31 - 35 36 - 40

Gamabr 2.2 Poligon Frekuensi


23

3) Ogive

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
16 - 20 21 - 25 26 - 30 31 - 35 36 - 40

Gambar 2.3 Ogive

2. Pemusatan data

Materi pemusatan data terdiri dari nilai mean, median, dan modus. Mean

suatu data merupakan rata-rata dari data tersebut. Median merupakan

nilai tengah dari data tersebut sedangkan modus adalah data yang paling

sering muncul.

Contoh 1 :

Diberikan data sebagai berikut :

42 41 41 40 40 41 42 42 43 41 40 42 tentukan mean, median dan

modusnya!

Jawab :

1) Mean = (42+41+41+40+40+41+42+42+43+41+40+42)/12

= (480 + 15) : 12

= 495/12 = 41,25

2) Median = 40 40 40 41 41 41 41 42 42 42 42 43
24

= (41 + 41)/2

= 41

3) Modus = 41 dan 42

Contoh 2 :

Diberikan data sebagai berikut :

Tabel 2.2 Data hasil nilai matematika

Skor Ujian Frekuensi

51-60 4

61-70 8

71-80 15

81-90 8

91-100 5

Sebuah tabel menunjukan hasil nilai 40 siswa dalam ujian matematika.

Berapa modus data kelompok tersebut?

Diketahui: Letak Modus pada kelas interval = 71 - 80

Tepi bawah kelas modus (L) = 71 - 0,5 = 70,5

Panjang kelas interval (p) = 10

d1 = 15 - 8 = 7

d2 = 15 - 8 = 7

Jawab:

Rumus: Mo = L + p (d1 / d1 + d2)

Mo = 70,5 + 10 (7 / 7 + 7)

Mo = 70,5 + 70/14
25

Mo= 70,5 + 5

Mo = 75,5

Jadi, modus data kelompok hasil nilai 40 siswa dalam ujian matematika

adalah 75,5.

3. Penyebaran data kelompok

Secara prinsip cara menentukan simpangan rata-rata, simpangan baku,

dan ragam untuk data tunggal hampir sama dengan untuk data

berkelompok. Berikut akan diberikan beberapa contoh distribusi

frekuensi suatu populasi disertai dengan simpangan rata-rata, simpangan

baku, dan ragam.

1) Simpangan rata-rata

Simpangan rata-rata juga disebut sebagai deviasi mean. Ini

merupakan rata-rata jarak antara nilai dengan rata-ratanya.

Penggunaan simpangan rata-rata juga menjadi bagian dari cara

mencari ukuran penyebaran data, seperti simpangan baku alias

standar deviasi. Seperti disebutkan pada pembuka, simpangan rata-

rata digunakan untuk mengetahui seberapa jauh nilai menyimpang

serta bagaimana persebaran data hendak diolah. Rumus simpangan

rata-rata data tunggal adalah sebgai berikut :


26

Keterangan:
n = jumlah seluruh frekuensi
xi = nilai datum ke – i
x̄ = rata – rata
Contoh :

Tentukan simpangan rata-rata dari data 4,6,8,5,4,9,5,7.

Jawab :

Jadi, simpangan rata-ratanya adalah 1,5

Sedangkan Rumus Simpangan Rata-rata (SR) Data Kelompok adalah

sebagai berikut :

Keterangan:
n = jumlah seluruh frekuensi
fi = frekuensi kelas ke – i
xi = nilai tengah kelas ke – i
x̄ = rata – rata
k = panjang interval kelas
27

Contoh :

Tentukan simpangan rata-rata dari data berikut:

Tabel 2.3 Data simpangan

Data Frekuensi
41 - 45 6
46 - 50 3
51 - 55 5
56 - 60 8
61 - 65 8

Jawab:

Tabel 2.4 Hasil simpangan rata-rata

Data f xi fixi |xi-x| Fi|xi-x|


41-45 6 43 258 11,5 69
46-50 3 48 114 6,5 19,5
51-55 5 53 265 1,5 7,5
56-60 8 58 464 3,5 28
61-65 8 63 504 8,5 68
Jumlah 30 1.635 165

Jadi, simpangan rata-ratanya adalah 5,5.

Rumus Standar Deviasi/Simpangan Baku Data Tunggal adalah

sebagai berikut :
28

Keterangan:
n = jumlah seluruh frekuensi
xi = nilai datum ke – i
x̄ = rata – rata

Sedangkan Rumus Standar Deviasi (Simpangan Baku) Data

Kelompok adalah sebagai berikut :

Keterangan:

fi = frekuensi kelas ke – i

xi = nilai tengah kelas ke – i

x̄ = rata – rata

k = panjang interval kelas

.
29

Rumus Variasi/Ragam (S2) Data Tunggal adalah sebagai berikut :

Keterangan:
n = jumlah seluruh frekuensi
xi = nilai datum ke – i
x̄ = rata – rata

Rumus Variasi/Ragam Data Kelompok adalah sebagai berikut :

Keterangan:
fi = frekuensi kelas ke – i
xi = nilai tengah kelas ke – i
x̄ = rata – rata
k = panjang interval kelas
Contoh :

Tentukan variari dan simpangan baku dari data berikut :

Tabel 2.5 Data simpangan baku

Data Frekuensi
41 - 45 6
46 - 50 3
51 - 50 5
30

Data Frekuensi
56 - 60 8
61 - 65 8
Jawab :

Tabel 2,6 Data hasil simpangan baku

Data f xi fixi (xi-x)2 fi(xi-x)2

41-45 6 43 258 132.25 93.5

46-50 3 48 144 42.25 126.75

51-50 5 53 265 2.25 11.25


56-60 8 58 464 12.25 98

61-65 8 63 504 72.25 578

Jumlah 30 1.635 676

Jadi, variasinya = 22,53 dan simpangan bakunya = 4,75


31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action

research). Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap

kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan

terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh

guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa (Suharsimi

Arikunto, dkk. 2006: 3). Berdasarkan jumlah dan sifat perilaku para anggota

maka penelitian ini berbentuk individual, artinya peneliti melaksanakan

penelitian tindakan kelas (PTK) di satu kelas saja. Penelitian tindakan kelas

dibagi dalam tiga siklus, masing-masing siklus terdiri dari perencanaan

(planning), tindakan (action), observasi (observe), serta refleksi (reflect).

Kemmis dan McTaggart dalam Suwarsih Madya (1994:2), yang

mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang

dilakukan oleh peserta-pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan

penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan terhadap situasi tempat

dilakukan praktik-praktik tersebut.

Model PTK yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan model Kemmis dan McTaggart. Adapun alur kegiatan

penelitian tindakan menurut Kemmis dan McTaggart adalah sebagai berikut :

31
32

Keterangan :
1. Perencanaan
2. Tindakan dan Observasi I
3. Refleksi I
4. Rencana terevisi I
5. Tindakan dan Observasi II
6. Refleksi II
7. Rencana terevisi II
8. Tindakan dan Observasi III
9. Refleksi III

Gambar 3.1. Alur Kegiatan PTK

Langkah-langkah penelitian tindakan kelas oleh Kemmis dan McTaggart

adalah sebagai berikut:

1. Persiapan kegiatan

Persiapan kegiatan dilakukan sebelum merencanakan penelitian adalah

melakukan survey dan penjajagan. Survey dan penjajagan dilakukan

secara langsung untuk mengetahui kemungkinan dan ketersediaan

madrasah yang bersangkutan untuk dijadikan tempat penelitian. Tujuan

survey yang lain adalah untuk mendapatkan informasi baik fisik maupun

non fisik keadaan madrasah dan suasana pembelajaran di kelas.

2. Perencanaan dan pelaksanaan tindakan

a. Perencanaan

Perencanaan tindakan kegiatan dimulai dengan:

1) Membuat instrumen kegiatan pembelajaran yaitu:


33

a) Lembar kegiatan pembelajaran, yakni urutan rencana

pembelajaran bagi guru, media dan metode yang akan

diterapkan.

b) Lembar kegiatan dijadikan petunjuk dan arahan kegiatan

pembelajaran.

2) Membuat instrumen pengumpul data

1) Lembar observasi aktivitas siswa dengan observer.

2) Post tes

3) Mempersiapkan media dan metode yang disesuaikan dengan

materi pelajaran.

b. Pelaksanaan dan tindakan

1) Pelajaran diawali dengan salam dan presensi.

2) Guru menginformasikan tujuan pembelajaran.

3) Guru menjelaskan mengenai materi yang akan dipelajari dengan

menggunakan media yang disesuaikan dengan materi.

4) Guru membentuk kelompok untuk melaksanakan Problem

Solving.

5) Guru memberikan permasalahan untuk dipecahkan semua

kelompok.

6) Masing-masing kelompok berdiskusi untuk memecahkan

permasalahan.

7) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi

kelompoknya.
34

8) Secara bersama-sama membuat kesimpulan dari hasil diskusi

kelompok.

9) Pelaksanaan tindakan dilaksanakan dalam beberapa siklus, pada

tiap siklus guru menggunakan metode problem solving dan

media yang disesuaikan materi pelajaran. Selanjutnya diberikan

evaluasi tiap siklus yang hasilnya sebagai bahan perencanaan

dan perbaikan untuk siklus selanjutnya.

3. Observasi

Selama kegiatan pembelajaran berlangsung diadakan observasi yang

dilakukan oleh peneliti terhadap aktivitas peserta didik.

4. Refleksi

Refleksi ini diadakan berdasarkan dari catatan dan pengamatan yang telah

dilakukan oleh guru dan peneliti. Peneliti bersama dengan guru kemudian

membahas dampak yang dihasilkan dan membandingkan dengan keadaan

sebelum diberi tindakan.

B. Jenis Tindakan

Jenis tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan metode problem

solving. Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya

sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab

dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai

dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.

Langkah-langkah metode ini:


35

1. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh

dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan

masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti,

bertanya, berdiskusi dan lain-lain.

3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban

ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah

kedua diatas.

4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa

harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa

jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban

sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran

jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti,

demonstrasi, tugas diskusi, dan lain-lain.

5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan

terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Objek penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar matematika.

Hasil belajar yang dimaksud adalah peningkatan kemampuan kognitif siswa

pada mata pelajaran matematika setelah penerapan pembelajaran Problem

Solving. Wujud kemampuan peningkatan kognitif meliputi: pengetahuan

(knowledge), pemahaman (comprehention), aplikasi (application), analisis

(analysis), sintesis (synthesis), evaluasi (evaluation).


36

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XII IPA-3 MA Negeri 1 Kota

Palu, karena hasil belajar pada kelas ini lebih rendah dibandingkan dengan

kelas lainnya.

D. Instrumen Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2003: 136), instrumen penelitian adalah

suatu alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan

data agar lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat,

lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Lembar observasi/pengamatan

Lembar observasi/pengamatan, yaitu lembar yang berisi indikator-

indikator proses pembelajaran dalam melaksanakan pengamatan di kelas.

Lembar observasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

lembar observasi untuk memperoleh gambaran tentang pembelajaran

dengan menggunakan metode problem solving.

2. Tes formatif akhir siklus

Setiap akhir siklus diberikan tes formatif sebagai umpan balik untuk

mengetahui perubahan hasil belajar yang terjadi akibat metode problem

solving terhadap hasil belajar matematika.


37

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam

penelitian ini adalah dengan teknik observasi atau pengamatan secara

langsung untuk mengamati tindakan dengan menggunakan metode problem

solving. Selanjutnya pada tiap siklus dilaksanakan tes untuk mengetahui hasil

belajar siswa.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui

seleksi, pemfokusan, dan pengabstraksian data mentah menjadi informasi

bermakna.

2. Paparan data adalah proses penampilan data secara lebih sederhana

dalam bentuk paparan naratif, representasi tabular termasuk dalam format

matriks, grafis, dan sebagainya.

3. Penyimpulan adalah proses pengambilan intisari dari sajian data yang

telah terorganisir tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat dan atau

formula yang singkat dan padat tetapi mengandung pengertian yang luas.

G. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah bila terjadi

peningkatan aktifitas belajar dan hasil belajar siswa yang di hitung

berdasarkan persentase pada setiap siklusnya.


38

Kriteria hasil belajar siswa menggunakan rata-rata tes formatif.

Sekurang-kurangnya siswa lulus secara klasikal sebanyak 85% . Siswa lulus

secara individual jika nilai yang diperoleh minimal 75 (sesuai kriteria

ketuntasan minimal mata pelajaran matematika Kelas XII IPA-3).

Untuk keaktifan siswa dikatakan berhasil bila mencapai persentase

baik yaitu antara 61 - 80 % dan sangat baik jika melebihi 80% siswa yang

aktif. Dengan arti kata penelitian akan berhasil dan sangat baik jika ada

peningkatan aktivitas belajar siswa mencapai > 80 % setelah proses

pembelajaran menggunakan metode problem solving untuk meningkatkan

aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.


39

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan sampai terjadi pada

peningkatan siklus yang telah ditetapkan. Pelaksanaan tindakan pada

penelitian ini terdiri dari 3 siklus dan setiap siklus terdiri dari dua pertemuan

tindakan dan satu kali pertemuan untuk evaluasi hasil belajar siswa.

1. Siklus I

Siklus I dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan tindakan dan 1 kali

pertemuan evaluasi dengan alokasi waktu selama 3 x 90 menit yaitu pada

tanggal 22 Agustus, 24 Agustus dan 29 Agustus 2016. Pada akhir

pembelajaran pertemuan kedua dilaksanakan pengisian angket motivasi dan

hasilnya adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Motivasi belajar siswa siklus I


N SKOR
NAMA SISWA PERSENTASE
O PEROLEHAN
1 ABDI PRATAMA 27 45,00
2 ANDIKA MAHA KARA 28 46,67
3 BASUKI 22 36,67
4 FIKRI NUGRAHA 28 46,67
5 KHAERUNNISA 28 46,67
6 KIRAN AYU 33 55,00
7 MOH. ZULFIKAR 32 53,33
8 MUHAMMAD AIDIL 32 53,33
9 NIZA EL ZANNAH 39 65,00
10 NUR LATIFA 22 36,67
11 NUR FADILAH 34 56,67
12 RAHMAT HIDAYAT 36 60,00
13 RAHMI AYU 30 50,00
14 RISNAWATI 29 48,33

39
40

N SKOR
NAMA SISWA PERSENTASE
O PEROLEHAN
15 SARIFA NIKMA 30 50,00
16 SHAFIRA ANGGRAINI 54 90,00
17 SRI RAMADHANI 32 53,33
18 UMI ALSUM 30 50,00
19 YUSNIATUL LAILA 33 55,00
JUMLAH 599 998,33
RATA-RATA 31,53 52,54%

Hasil angket motivasi menunjukkan bahwa motivasi siswa terhadap

pelajaran matematika adalah 52,54% tergolong motivasi yang cukup.

Sedangkan hasil tes formatif siklus I sebagai berikut :

Tabel 4.2 Hasil test pada siklus I

SKOR TUNTAS
NO NAMA SISWA NILAI
PEROLEHAN YA BELUM
1 ABDI PRATAMA 12 80,00 √ -
2 ANDIKA MAHA KARA 12 80,00 √ -
3 BASUKI 6 40,00 - √
4 FIKRI NUGRAHA 11 73,33 - √
5 KHAERUNNISA 10 66,67 - √
6 KIRAN AYU 12 80,00 √ -
7 MOH. ZULFIKAR 9 60,00 - √
8 MUHAMMAD AIDIL 12 80,00 √ -
9 NIZA EL ZANNAH 10 66,67 - √
10 NUR LATIFA 8 53,33 - √
11 NUR FADILAH 12 80,00 √ -
12 RAHMAT HIDAYAT 10 66,67 - √
13 RAHMI AYU 11 73,33 - √
14 RISNAWATI 12 80,00 √ -
15 SARIFA NIKMA 7 46,67 - √
16 SHAFIRA ANGGRAINI 13 86,67 √ -
17 SRI RAMADHANI 12 80,00 √ -
18 UMI ALSUM 8 53,33 - √
19 YUSNIATUL LAILA 12 80,00 √ -
JUMLAH 199 1326,67 9 10
41

SKOR TUNTAS
NO NAMA SISWA NILAI
PEROLEHAN YA BELUM
RATA-RATA 10,47 69,82
PERSENTASE (%) 47,37 52,63

Dari tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil

belajar pada siklus I adalah 69,82. Ketuntasan belajar mencapai 47,37% atau

9 siswa dari 19 siswa nilainya telah tuntas, sedangkan ada 10 dari 19 siswa

yang belum tuntas (52,63%). Berikut ini penjabaran hasil penelitian dalam

siklus II.

2. Siklus II

Siklus II dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan tindakan dan 1 kali

pertemuan evaluasi dengan alokasi waktu selama 3 x 90 menit yaitu pada

tanggal 31 Agustus, 7 September dan 13 September 2016. Pada akhir

pembelajaran pertemuan kedua dilaksanakan pengisian angket motivasi dan

hasilnya adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Motivasi Siswa Setelah Pembelajaran pada Siklus II

N SKOR
NAMA SISWA PERSENTASE
O PEROLEHAN
1 ABDI PRATAMA 44 73,33
2 ANDIKA MAHA KARA 50 83,33
3 BASUKI 31 51,67
4 FIKRI NUGRAHA 45 75,00
5 KHAERUNNISA 48 80,00
6 KIRAN AYU 49 81,67
7 MOH. ZULFIKAR 50 83,33
8 MUHAMMAD AIDIL 50 83,33
9 NIZA EL ZANNAH 49 81,67
10 NUR LATIFA 51 85,00
11 NUR FADILAH 53 88,33
12 RAHMAT HIDAYAT 49 81,67
42

N SKOR
NAMA SISWA PERSENTASE
O PEROLEHAN
13 RAHMI AYU 48 80,00
14 RISNAWATI 47 78,33
15 SARIFA NIKMA 54 90,00
16 SHAFIRA ANGGRAINI 58 96,67
17 SRI RAMADHANI 50 83,33
18 UMI ALSUM 54 90,00
19 YUSNIATUL LAILA 52 86,67
JUMLAH 932 1553,33
RATA-RATA 49,05 81,75

Dari tabel di atas diketahui bahwa motivasi belajar siswa

menggunakan metode Probem Solving pada siklus II adalah 81,75%. Hal ini

tergolong motivasi yang tinggi. Selain motivasi belajar siswa pada pertemuan

ketiga dilaksanakan test formatif dengan hasil sebagaimana tabel berikut :

Tabel 4.4
: Hasil Test Formatif pada Siklus II

Tuntas
No Nama Siswa Skor Nilai
Ya Belum
1 ABDI PRATAMA 13 86,67 √ -
2 ANDIKA MAHA KARA 12 80,00 √ -
3 BASUKI 10 66,67 - √
4 FIKRI NUGRAHA 13 86,67 √ -
5 KHAERUNNISA 12 80,00 √ -
6 KIRAN AYU 13 86,67 √ -
7 MOH. ZULFIKAR 11 73,33 - -
8 MUHAMMAD AIDIL 11 73,33 - -
9 NIZA EL ZANNAH 12 80,00 √ -
10 NUR LATIFA 10 66,67 - √
11 NUR FADILAH 13 86,67 √ -
12 RAHMAT HIDAYAT 12 80,00 √ -
13 RAHMI AYU 13 86,67 √ -
14 RISNAWATI 14 93,33 √ -
15 SARIFA NIKMA 10 66,67 - √
16 SHAFIRA ANGGRAINI 14 93,33 √ -
17 SRI RAMADHANI 12 80,00 √ -
43

Tuntas
No Nama Siswa Skor Nilai
Ya Belum
18 UMI ALSUM 11 73,33 - -
19 YUSNIATUL LAILA 12 80,00 √ -
JUMLAH 228 1520,00 16 3
RATA-RATA 12,00 80,00
PERSENTASE (%) 84,21 15,79

Dari tabel di atas diketahui bahwa rata-rata hasil test formatif pada

siklus I adalah 80,00 sedangkan ketuntasan belajar klasikal 84,21% atau 16

siswa dari 19 siswa yang tuntas, dan 3 siswa dari 19 siswa yang belum tuntas

dari KKM 75 atau 15,79%. Dengan demikian pada siklus II ini nilai motivasi

belajar siswa sudah tinggi dan prestasi hasil belajar siswa nilai rata-rata sudah

mencapai 84,21.

3. Siklus III

Siklus III dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan tindakan dan 1 kali

pertemuan evaluasi dengan alokasi waktu selama 3 x 90 menit yaitu pada

tanggal 14, 16 dan 19 September 2016. Pada akhir pembelajaran pertemuan

kedua siklus III dilaksanakan pengisian angket motivasi dan hasilnya adalah

sebagai berikut :

Tabel 4.5 : Motivasi Siswa Setelah Pembelajaran pada Siklus III

SKOR
NO NAMA SISWA PERSENTASE
PEROLEHAN
1 ABDI PRATAMA 55 91,67
2 ANDIKA MAHA KARA 57 95,00
3 BASUKI 44 73,33
4 FIKRI NUGRAHA 53 88,33
5 KHAERUNNISA 58 96,67
6 KIRAN AYU 56 93,33
7 MOH. ZULFIKAR 53 88,33
44

SKOR
NO NAMA SISWA PERSENTASE
PEROLEHAN
8 MUHAMMAD AIDIL 58 96,67
9 NIZA EL ZANNAH 56 93,33
10 NUR LATIFA 56 93,33
11 NUR FADILAH 54 90,00
12 RAHMAT HIDAYAT 58 96,67
13 RAHMI AYU 59 98,33
14 RISNAWATI 58 96,67
15 SARIFA NIKMA 55 91,67
16 SHAFIRA ANGGRAINI 60 100,00
17 SRI RAMADHANI 58 96,67
18 UMI ALSUM 56 93,33
19 YUSNIATUL LAILA 57 95,00
JUMLAH 1061 1768,33
RATA-RATA 55,84 93,07

Dari tabel di atas diketahui bahwa motivasi belajar siswa

menggunakan metode problem solving pada siklus III adalah 93,07%. Hal ini

tergolong motivasi yang sangat tinggi. Selain motivasi belajar siswa pada

pertemuan ketiga siklus III dilaksanakan test formatif dengan hasil

sebagaimana tabel berikut :

Tabel 4.6 : Hasil Test Formatif pada Siklus III

SKOR TUNTAS
N
NAMA SISWA PEROLEHA NILAI BELU
O YA
N M
1 ABDI PRATAMA 14 93,33 √ -
ANDIKA MAHA
2 13 √ -
KARA 86,67
3 BASUKI 11 73,33 - √
4 FIKRI NUGRAHA 14 93,33 √ -
5 KHAERUNNISA 13 86,67 √ -
6 KIRAN AYU 13 86,67 √ -
7 MOH. ZULFIKAR 13 86,67 √ -
8 MUHAMMAD AIDIL 14 93,33 √ -
9 NIZA EL ZANNAH 13 86,67 √ -
45

SKOR TUNTAS
N
NAMA SISWA PEROLEHA NILAI BELU
O YA
N M
10 NUR LATIFA 13 86,67 √ -
11 NUR FADILAH 14 93,33 √ -
12 RAHMAT HIDAYAT 13 86,67 √ -
13 RAHMI AYU 14 93,33 √ -
14 RISNAWATI 14 93,33 √ -
15 SARIFA NIKMA 13 86,67 √ -
SHAFIRA
16 15 √ -
ANGGRAINI 100,00
17 SRI RAMADHANI 14 93,33 √ -
18 UMI ALSUM 14 93,33 √ -
19 YUSNIATUL LAILA 14 93,33 √ -
JUMLAH 256 1706,67 18 1
RATA-RATA 13,47 89,82
94,7
5,26
PERSENTASE (%) 4

Dari tabel di atas diketahui bahwa rata-rata hasil test formatif pada

siklus III adalah 89,82 sedangkan ketuntasan belajar klasikal 94,74% atau 18

siswa dari 19 siswa yang tuntas, dan 1 siswa dari 19 siswa yang belum tuntas dari

KKM 75 atau 5,26%. Dengan demikian pada siklus III ini karena nilai motivasi

belajar sangat tinggi dan prestasi hasil belajar siswa nilai rata-rata 89,82 dengan

ketuntasan belajar 94,74%, maka penelitian tidak dilanjutkan ke siklus.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Dalam bab ini akan dibahas tentang hasil motivasi dan hasil nilai test

formatif.

1. Motivasi Belajar Siswa

Pada siklus I penerapan metode problem solving dilaksanakan

pemberian angket untuk mengetahui motivasi awal siswa. Hasil angket


46

menunjukkan bahwa motivasinya adalah 52,54%. Motivasi belajar siswa

dengan penerapan metode problem solving pada siklus II menunjukan adanya

peningkatan sebesar 29,21% yaitu 52,54% pada siklus I dan 81,75% pada

siklus II. Peningkatan motivasi terjadi disebabkan guru menggunakan metode

problem solving yang menyenangkan dan menarik.

Pada siklus III, guru melaksanakan metode ini sudah terbiasa

sehingga menjadi menarik, dan nampak permainannya sambil belajar. Siswa

terlihat lebih tertarik untuk mempelajari materi yang akan dibahas dalam

soal-jawab. Hal ini dapat dilihat dalam keaktifan siswa bertanya setelah sesi

presentasi pasangan, sudah mulai berani mengajukan pertanyaan

pengembangan materi yang belum dipahami secara jelas dalam soal-jawab.

Pada siklus III rata-rata motivasi kelas mengalami peningkatan

sebesar 11,32% yaitu dari 81,75% pada siklus II menjadi pada 93,07% pada

siklus III. Untuk mengetahui nilai motivasi belajar siswa dalam mata

pelajaran matematika dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 4.7 Rata-rata Motivasi Belajar Siswa

Siklus Motivasi Kelas Kategori Peningkatan


I 52,54% Sedang
II 81,75% Tinggi 29,21%
III 93,07% Sangat Tinggi 11,32%
Rata-rata 75,79% Tinggi 27,24%

Rata-rata motivasi tersebut dapat digambaekan pada grafik berikut:


47

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Pra Siklus Siklus I Siklus II

Series 1

Gambar 4.1 Grafik rata-rata motivasi belajar siswa

2. Nilai Test Formatif Siswa

Perolehan nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan dalam setiap

siklusnya. Pada siklus I guru juga memeberikan pembelajaran dan juga

kemampuan siswa. Pada siklus ini nilai rata-rata siswa adalah 69,82 nilai

tertinggi 86,67 dan nilai terendah 40,00.

Pada siklus II pembelajaran mulai menggunakan strategi problem

solving. Dengan demikian siswa mulai dapat mensikronkan antara soal-jawab

dengan soal-soal yang ada pada test formatif. Pada siklus ini, nilai rata-rata

siswa meningkat sebesar 10,18 poin yaitu dari 69,82 pada siklus I menjadi 80

pada siklus II, nilai tertinggi mencapai 93,33 dan nilai terendah 66,67.

Pada siklus III, juga terjadi peningkatan nilai perestasi belajar

sebesar 9,82 point yaitu nilai rata-rata 80 pada siklus II dan 100 pada siklus

III, nilai tertinggi 100 dan nilai terebdah 73,33. Hal ini terjadi karena

pembelajaran menggunakan metode problem solving pada siklus III sudah

mencapai tarap berhasil. Guru terlihat sudah terbiasa dan siap dalam
48

pembelajaran. Terlihat pertanyaan-pertanyaan yang begitu deras dari siswa

setelah sesi presentasi siswa guru nampak menjawabnya dengan baik.

Demikian juga halnya dengan siswa yang begitu antosias melaksanakan

pembelajaran ini, semangat, tekun, dan menyenangkan. Untuk mengetahui

nilai rata-rata siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.8. Rata-rata Nilai Test Formatif

Siklus Nilai Rata-rata Kategori Peningkatan

I 69,82 Tinggi

II 80,00 Tinggi 10,18

III 89,82 Sangat Tinggi 9,82

Rata-rata 79,88 Tinggi 10,00

Nilai rara-rata tersebut dapat digambarkan pada grafik berikut :

100
90
80
70
60
50
Series 1
40
30
20
10
0
Siklus I Siklus II Siklus III Rata-rata

Gambar 4.2 Grafik nilai rata-rata


49

Daya serap siswa terhadap materi juga mengalami peningkatan.

Peningkatan daya serap klasikal dari siklus I ke siklus II adalah 36,87% yaitu

dari 47,37% pada siklus I menjadi 84,21% pada siklus II. Sedangkan

peningkatan daya serap dari siklus II ke siklus III adalah 10,53 yaitu dari

84,21 pada siklus II menjadi 94,74% pada sikluis III. Daya serap/ketuntasan

belajar masing-masing siklus dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.9. Daya Serap Siswa

Siklus Daya Serap Klasikal Kategori Peningkatan


I 47,37% Rendah
II 84,21% Tinggi 36,87%
III 94,74% Sangat Tinggi 10,53%
Rata-rata 75,44% Tinggi 23,70%

Peningkatan daya serap klasikal tersebut dapat digambarka

sebagaimana pada grafik berikut :

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Siklus I Siklus III Siklus II Rata-rata

Daya serap

Gambar 4.3 Grafik daya serap klasikal


50

Dengan demikian hasil penelitian dari siklus I, siklus II, dan siklus

III menunjukkan bahwa pembelajaran dengan penerapan metode problem

solving dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XII IPA-3

MA Negeri 1 Kota Palu sesuai indikator keberhasilan yang ditetapkan.


51

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Upaya untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa MA Negeri 1

Kota Palu dapat ditempuh menggunakan metode problem solving dengan

memadukan metode ceramah dan tanya jawab. Metode problem solving

dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: adanya

masalah yang jelas untuk dipecahkan, mencari data atau keterangan yang

dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut, menetapkan

jawaban sementara dari masalah tersebut, menguji kebenaran jawaban

sementara tersebut, menarik kesimpulan. Siklus I pada awal pelajaran

didahului dengan menggunakan metode ceramah, kemudian dilanjutkan

dengan metode problem solving. Pada siklus II menggunakan metode

problem solving yang kemudian diklarifikasi dengan metode tanya jawab.

Dan pada siklus III memadukan keduanya yaitu didahului metode ceramah

dan kemudian diklarifikasi dengan metode tanya jawab.

2. Bukti-bukti yang menunjukkan peningkatan hasil belajar matematika

dengan menggunakan metode problem solving yaitu perolehan nilai rata-

rata yang setiap siklusnya mengalami peningkatan. Siklus I nilai rata-rata

yang diperoleh sebesar 69,82 pada siklus II mengalami peningkatan yaitu

51
52

80,00 dan mengalami peningkatan lagi pada siklus III yaitu memperoleh

nilai rata-rata 89,82.

3. Daya serap klasikal juga meningkat dari siklus ke siklus. Pada siklus I

daya serap sebesar 47,37% siklus II sebesar 84,21% dan pada siklus III

sebesar 94,74%.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas maka dapat diajukan

saran sebagai berikut:

1. Bagi Guru

Dalam menggunakan problem solving untuk meningkatkan hasil

belajar siswa hendaknya guru melakukan langkah-langkah: adanya

masalah yang jelas untuk dipecahkan, mencari data atau keterangan yang

dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut, menetapkan

jawaban sementara dari masalah tersebut, menguji kebenaran jawaban

sementara tersebut, menarik kesimpulan.

Sebaiknya metode problem solving dapat diterapkan oleh guru

geografi dan guru bidang studi lain sebagai alternatif peningkatan

keaktifan dan prestasi belajar di kelas. Karena penelitian ini membuktikan

bahwa penerapan metode problem solving pada mata pelajaran matematika

lebih efektif.

2. Bagi Peneliti

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai penerapan metode

pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran maupun materi pelajaran


53

dimana metode tersebut bisa menghasilkan prestasi akademik yang

maksimal.
54

DAFTAR PUSTAKA

Abdur Rahman As’ari, Tjang Daniel Chandra, Ipung Yuwono, Lathiful Anwar,
Syaiful Hamzah Nasution, Dahliatul Hasanah, Makbul Muksar, Vita
Kusuma Sari, Nur Atikah, 2014. Matematika SMA/MA/SMK/MAK Kelas
XII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algesindon.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineksa Cipta.

Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pendidikan. Jakarta:


Usaha Nasional.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa


Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak.


Psikologi UGM.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.

Hasibuan K.K. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya: University Press.
Univesitas Negeri Surabaya.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina
Aksara.

54
55

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-
PIPS, Universitas Terbuka.

Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan


Cendekia.

Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars.

Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Madrasah. Jakarta: PT.


Rineksa Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai