Anda di halaman 1dari 37

IMPLEMENTASI MODEL MEANS ENDS ANALYSIS DALAM UPAYA

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH


MATEMATIKA SISWA DI SMP N 8 PADANG

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Guru Profesional

VITA RIA SYAFITRI Z, S.Pd.


NIM. 17303086

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Matematika merupakan ilmu universal yang sangat penting dalam peradaban
manusia. Hal ini dikarenakan matematika sebagai ilmu dasar mempengaruhi
perkembangan ilmu pengetahuan lainnya, khususnya sains dan teknologi. Alur
berpikir dalam matematika dapat membantu untuk menyelesaikan masalah dalam
kehidupan sehari-hari, seperti berpikir logis, analitis, kritis, kreatif, sehingga
mampu memilih model yang tepat untuk memperoleh solusi dari suatu
permasalahan. Oleh karena itu matematika dibelajarkan kepada siswa pada semua
jenjang pendidikan.
Konsep matematika tidak akan bermakna jika tidak diterapkan dalam
memecahkan masalah baik dalam konteks matematika maupun di luar matematika
(kehidupan nyata, ilmu, dan teknologi). Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan
pembelajaran matematika berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 58 Tahun 2014,
yaitu siswa memiliki kecakapan atau kemampuan dalam memecahkan masalah.
Berdasarkan hasil observasi di kelas VII A SMP N 8 Padang dan wawancara
pada tanggal 30 April 2018, terlihat masih banyak siswa yang mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan suatu permasalahan pada soal matematika. Hal ini
dikarenakan siswa tidak terbiasa mengerjakan soal-soal pemecahan masalah.
Seperti terlihat pada salah satu jawaban siswa saat mengerjakan soal mengenai
penyajian data menggunakan diagram lingkaran berikut:

Dari jawaban terlihat siswa sudah bisa mengorganisasi data dan memilih
informasi yang relevan dalam mengidentifikasi masalah (indikator 1). Namun

1
3

siswa belum bisa menyajikan suatu rumusan masalah secara matematis (indikator
2). Selain itu kebanyakan siswa juga tidak dapat memilih dan menggunakan
strategi atau model yang tepat untuk menentukan jumlah buku keterampilan jika
tidak diketahui besar sudutnya dan jumlah semua buku mata pelajaran yang ada
(indikator 3). Siswa juga tidak dapat menafsirkan jawabannya, hal ini terlihat dari
ketidaksesuaian antara simbol yang akan dicari dan hasil yang di peroleh, siswa
mencari sudut untuk keterampilan, tetapi hasil yang diperoleh merupakan banyak
buku keterampilan (indikator 5).
Dari lima indikator kemampuan pemecahan masalah yang peneliti pilih,
terdapat tiga indikator yang dilanggar. Selain itu, dari 32 orang siswa sebanyak 24
siswa menjawab salah. Ini berarti ada 75% siswa yang memiliki kemampuan
pemecahan masalah yang rendah. Berdasarkan wawancara peneliti dengan guru
pamong, diketahui bahwa siswa sering lupa menuliskan rumus dan ini teramati
saat siswa mengerjakan soal tersebut. Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara
peneliti dengan guru pamong di SMPN 8 Padang pada tanggal 28 Mei 2018, siswa
sering kesulitan untuk menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah tanpa
bimbingan dari guru.
Jika hal ini dibiarkan terus menerus, maka siswa tidak akan terbiasa
memecahkan masalah. Padahal kurikulum 2013 disusun untuk menyikapi tuntutan
zaman yang semakin kompetitif yang salah satunya harus mencerminkan
kemampuan problem solving (pemecahan masalah). Hal ini dikarenakan salah
satu kompetensi yang dibutuhkan pada dunia kerja di abad 21 adalah kemampuan
memecahkan masalah. Selain itu, hal ini juga akan berpengaruh terhadap sikap
dan cara berpikir siswa dalam menghadapi permasalahan yang ditemuinya dalam
kehidupan di era modernisasi saat ini.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, hendaknya guru merancang
pembelajaran seoptimal mungkin, sedemikian hingga dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah pada siswa. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan menciptakan proses pembelajaran yang bukan sekedar
mentransfer pengetahuan, melainkan yang mendorong siswa untuk dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalahnya. Oleh karena itu dibutuhkan
4

suatu model pembelajaran yang sesuai dengan pemecahan masalah pada


pembelajaran matematika. Salah satu model yang diperkirakan sesuai ialah
model pembelajaran MEA (Means Ends Analysis).
Model pembelajaran Means Ends Analysis merupakan variasi dari
pembelajaran dengan pemecahan masalah. MEA merupakan proses yang
memisahkan permasalahan-permasalahan yang diketahui (problem state) dan
tujuan yang akan dicapai (goal state) yang dilanjutkan dengan melakukan
berbagai cara untuk mereduksi perbedaan yang ada di antara permasalahan dan
tujuan. Pada model MEA siswa akan diajarkan cara memecahkan suatu masalah
menjadi sub-sub masalah sehingga siswa akan lebih mudah menyelesaikan suatu
masalah.
Pada tahap pertama dalam model pembelajaran MEA, guru akan menyajikan
materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristik. Pada tahap
inilah indikator memahami masalah serta mengorganisasi data dan memilih
informasi yang relevan dalam mengidentifikasi masalah dapat ditingkatkan.
Selanjutnya, masalah dielaborasikan menjadi sub-sub masalah yang lebih
sederhana. Pada tahap ini indikator memahami masalah, mengorganisasi data dan
memilih informasi yang relevan dalam mengidentifikasi masalah, serta indikator
menyajikan suatu rumusan masalah secara matematis dalam berbagai bentuk dapat
ditingkatkan. Tahap ketiga yaitu mengidentifikasi perbedaan. Pada tahap ini
indikator mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam
mengidentifikasi masalah dapat ditingkatkan. Tahap selanjutnya yaitu menyusun
sub-sub bab masalah sehingga terjadi konektivitas. Pada tahap ini indikator
memahami masalah, mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan
dalam mengidentifikasi masalah, serta indikator menyajikan suatu rumusan
masalah secara matematis dalam berbagai bentuk dapat ditingkatkan. Tahap
terakhir yaitu memilih strategi solusi. Pada tahap ini indikator memilih dan
menggunakan atau mengembangkan pendekatan dan model yang tepat untuk
memecahkan masalah, menyelesaikan masalah dan menafsirkan hasil jawaban
yang diperoleh untuk memecahkan masalah dapat ditingkatkan.
5

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Model Means Ends Analysis
(MEA) dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada
Pembelajaran Matematika di SMP N 8 Padang”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka masalah dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa selama
proses pembelajaran dengan mengimplementasikan model MEA?
2. Bagaimanakah peningkatan aktivitas siswa selama proses pembelajaran
dengan mengimplementasikan model MEA?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa
selama proses pembelajaran dengan mengimplementasikan model MEA
2. Untuk mendeskripsikan peningkatan aktivitas siswa selama proses
pembelajaran dengan mengimplementasikan model MEA

D. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian tindakan kelas ini, diharapkan dapat
bermanfaat:
1. Bagi peneliti, dapat memperoleh pengalaman dalam melaksanakan
pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran Mean
Ends Analysis.
2. Bagi siswa, dapat memperoleh pengalaman belajar untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika dalam pembelajaran matematika
melalui model pembelajaran MEA.
3. Bagi guru, dapat menambah variasi model pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran matematika.
6

4. Bagi kepala sekolah, sebagai umpan balik untuk meningkatkan mutu sekolah
melalui peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa.
7

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika


1. Pengertian Masalah dan Pemecahan Masalah
Menurut Shadiq (2014:104) sebagian besar ahli pendidikan matematika
menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan atau soal yang harus dijawab
atau direspon. Namun tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah.
Suatu pertanyaan akan menjadi suatu masalah jika pertanyaan itu menunjukkan
adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan melalui prosedur rutin.
Sementara menurut Hudoyo (Suwangsih, 2006:127) suatu pertanyaan
merupakan suatu permasalahan apabila pertanyaan itu tidak bisa dijawab dengan
prosedur rutin, sedangkan pemecahan masalah adalah proses penerimaan
tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Krulik dan Rudnik (Lidinillah, 2009:2) mendefinisikan masalah sebagai
berikut:
“A problem is a situation, quantitatif or otherwise, that confront
an individual or group of individual, that requires resolution,
and for wich the individual sees no apparent or obvius means or
path to obtaining a solution.”

Definisi tersebut menjelaskan bahwa masalah adalah suatu situasi yang


dihadapi oleh seseorang atau kelompok orang yang memerlukan suatu pemecahan
tetapi individu atau kelompok orang tersebut tidak memiliki cara yang langsung
dapat menentukan solusinya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa masalah dalam pembelajaran adalah suatu
pertanyaan yang memiliki tantangan bagi siswa karena tidak dapat diselesaikan
secara langsung melalui prosedur rutin yang telah diketahui sebelumnya. Sehingga
diperlukan kemampuan khusus untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut,
yaitu kemampuan pemecahan masalah.
Suwangsih (2006:127) menyatakan bahwa pemecahan masalah dapat
didefinisikan secara berbeda oleh orang yang berbeda dalam saat yang sama atau
oleh orang yang sama pada saat yang berbeda, akan tetapi pada hakekatnya semua
8

sepakat bahwa pemecahan masalah mengandung pengertian sebagai proses


berpikir tingkat tinggi dan mempunyai peranan yang penting dalam pembelajaran
matematika. Oleh karena itu dalam pengelolaannya diperlukan perencanaan
pembelajaran yang matang dan perubahan pola pikir pada diri guru itu sendiri.
Dalam perencanaan, guru harus merancang pembelajaran sedemikian rupa
sehingga mampu merancang berpikir dan mendorong siswa menggunakan
pikirannya secara sadar untuk memecahkan masalah.
Menurut Hamiyah & Jauhar (2014:120), pemecahan masalah merupakan
upaya atau usaha dalam mencari jalan keluar untuk mencapai tujuan yang
diperoleh sebelumnya ke dalam situasi yang baru.
Jadi, pemecahan masalah merupakan proses yang dilalui siswa dalam
menjawab suatu soal atau masalah yang menjadi tantangan bagi siswa tersebut.
Suatu masalah bagi seseorang belum tentu menjadi suatu masalah bagi orang lain
apabila dia telah mengetahui prosedur jawabannya. Dan hal tersebut perlu
disesuaikan dengan tingkatan pengetahuan kognitif yang telah diperoleh siswa
sebelumnya.

2. Tipe Masalah pada Matematika


Adapun tipe-tipe masalah dalam matematika menurut Holmes (Wardhani,
2010:28-29) yaitu masalah rutin dan masalah nonrutin. Masalah rutin dapat
dipecahkan dengan metode yang sudah ada. Masalah rutin sering disebut sebagai
masalah penerjemahan karena deskripsi situasi dapat diterjemahkan dari kata-kata
menjadi simbol-simbol. Masalah rutin dapat membutuhkan satu, dua atau lebih
langkah pemecahan.
Masalah nonrutin dapat berbentuk petanyaan open ended sehingga memiliki
lebih dari satu solusi atau pemecahan. Masalah tersebut kadang melibatkan situasi
kehidupan atau membuat koneksi dengan subyek lain. Intinya apapun jenis
masalahnya baik masalah rutin atau pun nonrutin tetap bergantung pada pemecah
masalah. Sebuah masalah nonrutin dapat menjadi masalah rutin jika pemecah
masalah telah memiliki pengalaman memecahkan masalah dengan tipe yang sama
9

dan dapat dengan mudah mengenali metode dan kalimat matematika yang akan
digunakan.
Charles (Wardhani, 2010:19) menyatakan bahwa ada sedikitnya lima tipe
masalah yang sering digunakan dalam penugasan matematika berbentuk
pemecahan masalah. Lima tipe masalah tersebut pada intinya ialah sebagai
berikut:
1. Masalah penerjemah sederhana (simple translation problem)
Penggunaan masalah dalam pembelajaran yang dimaksudkan untuk memberi
pengalaman kepada siswa dalam menerjemahkan situasi dunia nyata ke dalam
pengalaman matematis.
2. Masalah penerjemah kompleks (complex translation problem)
Sebenarnya masalah ini mirip dengan masalah penerjemah yang sederhana,
namun didalamnya menuntut lebih dari satu kali penerjemahan dan ada lebih
dari satu operasi hitung yang terlibat.
3. Masalah proses (processs problem)
Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk
memberi kesempatan siswa mengungkapkan proses yang terjadi dalam
pikirannya. Siswa dilatih untk mengembangkan model umum pemecahan
masalah.
4. Masalah penerapan (applied problem)
Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk
memberi kesempatan pada siswa mengeluarkan berbagai keterampilan,
proses, konsep dan fakta untuk memecahkan masalah nyata (kontekstual).
Masalah ini akan menyadarkan siswa pada nilai dan kegunaan matematika
dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan belajar dan dibiasakan berlatih memecahkan masalah sejak dini,
diharapkan siswa tersebut akan muncul sebagai pemecah masalah yang tangguh.
Karena dengan membiasakan diri belajar memecahkan masalah dapat membantu
siswa meningkatkan kemampuan bernalar dan berpikir tingkat tinggi serta kreatif.
3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
10

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata


mampu yang berarti kuasa (sanggup, bisa, dapat). Dan dengan tambahan imbuhan
ke-an maka artinya menjadi kesanggupan, kekuatan, dan kecakapan dalam
melakukan sesuatu.
Dari beberapa pengertian masalah dan pemecahan masalah diatas, maka yang
dimaksud dengan kemampuan pemecahan masalah ialah kemampuan yang
ditunjukkan siswa dalam menyelesaikan suatu soal atau masalah berdasarkan
pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Adapun kemampuan pemecahan
masalah yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika yang sesuai dengan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud pembelajaran)
Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 menyatakan bahwa salah satu tujuan
matematika ialah kemampuan pemecahan masalah yang meliputi :
1. Memahami masalah
2. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam
mengidentifikasi masalah.
3. Menyajikan suatu rumusan masalah secara matematis dalam berbagai bentuk
4. Memilih pendekatan dan model yang tepat untuk memecahkan masalah
5. Menggunakan atau mengembangkan model pemecahan masalah
6. Menafsirkan hasil jawaban yang diperoleh untuk memecahkan masalah
7. Menyelesaikan masalah.
Kemudian untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika,
diperlukan indikator yang menurut Sumarmo (2014:11) ialah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan masalah
Menurut Hendriana & Soemarrmo (2014:24) adapun kegiatannya ialah
mengidentifikasi konsep matematika yang terlibat dan mengidentifikasi
hubungan konsep yang bersangkutan.
2. Membuat model matematik dari suatu masalah dan menyelesaikannya
Lebih lanjut Hendriana & Soemarrmo (2014:24) Menyatakan setelah
mengidentifikasi hubungan konsep yang terlibat kemudian dinyatakan dalam
bentuk model matematika.
3. Memilih dan menerapkan model menyelesaikan masalah dalam matematika
11

Menurut Hendriana & Soemarrmo (2014:25) berdasarkan model matematika


yang sudah disusun, dipikirkan alternatif model penyelesaiannya. Kemudian
berdasarkan karakteristik model masing-masing, dapat dipilih dn satu model
yang lebih sesuai untuk dilaksanakan.
4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta
memeriksa kebenaran hasil maupun jawaban.
Adapun indikator kemampuan pemecahan masalah matematika yang
digunakan dalam penelitian ini ialah indikator yang ingin dicapai dalam
pembelajaran matematika sesuai dengan Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014
yang telah dimodifikasi. Perubahan yang dilakukan terjadi pada indikator
memahami masalah yang di asumsikan telah tersirat pada indikator
mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam mengidentifikasi
masalah, sehingga indikator tersebut tidak digunakan. Hal ini dikarenakan, ketika
siswa memahami masalah maka indikasinya adalah siswa dapat mengorganisasi
data yang diketahui dari soal.
Perubahan kedua yang dilakukan adalah menggabungkan indikator memilih
pendekatan dan model yang tepat untuk memecahkan masalah dengan indikator
menggunakan atau mengembangkan model pemecahan masalah, sehingga
diperoleh indikator baru yaitu memilih dan menggunakan atau mengembangkan
pendekatan dan model yang tepat untuk memecahkan masalah. Ini dilakukan
karena kegiatan memilih dan menggunakan model yang tepat untuk memecahkan
masalah merupakan satu rangkaian kegiatan.
Perubahan terakhir yang dilakukan adalah menukar urutan antara indikator
menafsirkan hasil jawaban yang diperoleh untuk memecahkan masalah dan
menyelesaikan masalah. Hal ini dilakukan mengingat kelogisan indikator tersebut,
dimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah terlebih dahulu baru kemudian
menafsirkan hasil jawaban dari pemecahan masalah tersebut. Sehingga diperoleh
indikator kemampuan pem\\ecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu:
1. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam
mengidentifikasi masalah
12

2. Menyajikan suatu rumusan masalah secara matematis dalam berbagai bentuk


3. Memilih dan menggunakan atau mengembangkan pendekatan dan model
yang tepat untuk memecahkan masalah
4. Menyelesaikan masalah
5. Menafsirkan hasil jawaban yang diperoleh untuk memecahkan masalah

B. Model Pembelajaran Means Ends Analysis (MEA)


1. Pengertian Model Pembelajaran Means Ends Analysis (MEA)
Huda (2014:294) secara etimologis, Means Ends Analisys (MEA) terdiri dari
tiga unsur kata, yakni: Means berarti ‘cara’, End berarti ‘tujuan’, dan Analisys
berarti ‘analisa atau menyelidiki secara sistematis’. Dengan demikian, MEA bisa
diartikan sebagai model untuk menganalisis permasalahan melalui berbagai cara
untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan.
Dikembangkan pertama kali oleh Newell dan Simon pada 1972, MEA
merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam Artificial Intelegence untuk
mengontrol upaya pencarian dalam program computer pemecahan masalah. MEA
juga digunakan sebagai salah satu cara untuk mengklarifikasikan gagasan
seseorang ketika melakukan pembuktian matematis.
MEA merupakan model yang memisahkan permasalahan yang diketahui
(problem state) dan tujuan yang akan dicapai (goal state) yang kemudian
dilanjutkan dengan melakukan berbagai cara untuk mereduksi perbedaan yang ada
diantara permasalahan dan tujuan Means berarti ‘alat’ atau cara berbeda yang bisa
memecahkan masalah sementara Ends berarti ‘akhir tujuan dari masalah’.
Ngalimun (2014) Model pembelajaran MEA ini adalah variansi dari
pembelajaran dengan pemecahan maasalah dengan sintaks: sajikan materi dengan
pendekatan heuristic, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana,
identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga terjadi konektivitas, pilih
model solusi.
Huda ((2014:295) menyatakan bahwa MEA sudah diadopsi dalam konteks
pembelajaran dan menjadi salah satu variasi pembelajaran untuk pemecahan
masalah khususnya pada mata pelajaran matematika. Berdasarkan pernyataan
13

tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Means Ends Analysis


cocok diterapkan dalam pembelajaran matematika.

2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Means Ends Analysis MEA


Langkah pertama dalam model pembelajaran MEA yaitu menyajikan suatu
permasalahan dalam bentuk pendekatan heuristic. Menurut Sagala (2013:80),
pendekatan heuristik adalah pendekatan pengajaran yang menyajikan sejumlah
data dan siswa diminta untuk membuat kesimpulan menggunakan data tersebut,
implementasinya dalam pengajaran menggunakan metode penemuan dan metode
inkuiri. Dengan metode ini akan dicari hubungan antar materi-materi yang
sebelumnya belum diketahui oleh siswa. Prinsip pendekatan heuristik oleh Rusyan
(1993:115) adalah (1) aktivitas siswa menjadi fokus perhatian utama dalam
belajar, (2) berfikir logis adalah cara yang paling utama dalam menemukan
sesuatu, (3) proses mengetahui dari sesuatu yang sudah diketahui menuju kepada
yang belum diketahui adalah jalan pelajaran yang paling rasional dalam pelajaran
di sekolah, (4) pengalaman yang penuh tujuan adalah tonggak dari usaha
pembelajaran siswa ke arah belajar, bekerja, dan berusaha, (5) perkembangan
mental seseorang berlangsung selama ia berfikir dan belajar mandiri.
Menurut Huda (2014:296) dalam pembelajaran matematika MEA bisa
diterapkan dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini:

a. Tahap 1 (Mengidentifikasi perbedaan antara current state dan goal state)


Pada tahap ini siswa dituntut untuk memahami dan mengetahui konsep-
konsep dasar matematika yang terkandung dalam permasalahan matematika
yang disuguhkan. Bermodalkan pemahaman terhadap konsep, siswa dapat
melihat sekecil apapun perbedaan yang terdapat antara current state dan goal
state.
b. Tahap 2 (Organisasi subgoals)
Pada tahap ini, siswa diharuskan untuk menyusun subgoals dalam rangka
menyelesaikan sebuah masalah. Penyusunan ini dimaksudkan agar siswa
14

lebih fokus dalam memecahkan masalahnya secara bertahap dan terus


berlanjut sampai akhirnya goal state dapat tercapai.
c. Tahap 3 (Pemilihan solusi yang tepat)
Pada tahap ini, setelah subgoals terbentuk, siswa dituntut untuk memikirkan
bagaimana konsep dan operator yang efektif dan efisien untuk memecahkan
subgoals tersebut. Terpecahkannya subgoals akan menuntun pemecahan goal
state yang sekaligus bisa menjadi solusi utama.
Suherman (2008:18) menyatakan bahwa model pembelajaran Means Ends
Analysis merupakan variasi dari metode pembelajaran pemecahan masalah dengan
sintaks:
a. Sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristik;
b. Elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana;
c. Identifikasi perbedaan;
d. Susun sub-sub masalah sehingga terjadi konektivitas;
e. Pilih model solusi.
Dalam penelitian yang akan dilakukan, pembelajaran dengan menerapkan
model Means Ends Analysis dilakukan secara berkelompok yang beranggotakan
4-6 siswa. Pembagian siswa dalam kelompok didasarkan pada tingkat kemampuan
akademik siswa, sehingga dalam satu kelompok terdapat siswa yang memiliki
kemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
Tahapan pertama dari model pembelajaran Means Ends Analysis (MEA)
adalah menyajikan materi dengan pendekatan masalah berbasis heuristik. Pada
saat penelitian, kegiatan yang dilakukan adalah guru akan memunculkan
permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa untuk
memotivasi dan melibatkan siswa di dalam proses pembelajaran. Langkah-
langkah yang dilakukan adalah dengan memberikan beberapa pertanyaan yang
berkaitan dengan materi yang akan diajarkan kepada siswa dan berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari. Pada kegiatan ini, guru mendapat informasi sejauh mana
kemampuan siswa dalam mengembangkan konsep yang dimilikinya serta
bagaimana penguasaan siswa terhadap materi yang akan dipelajari.
15

Tahapan kedua pada model pembelajaran Means Ends Analysis (MEA) adalah
mengelaborasi masalah menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana sehingga
mempermudah dalam pemecahannya. Pada penelitian ini, siswa akan
mengelaborasi masalah yang diberikan oleh guru menjadi beberapa sub-sub
masalah agar siswa mampu berpikir secara cermat dan lebih mudah dalam
menyelesaikan masalah yang diberikan.
Tahap ketiga pada model pembelajaran Means Ends Analysis (MEA) adalah
mengidentifikasi perbedaan. Pada tahap ini, siswa melakukan identifikasi terhadap
permasalahan yang diberikan sehingga mampu menemukan pemecahannya.
Tahapan keempat pada model Means Ends Analysis (MEA) adalah menyusun
sub-sub masalah dari masalah yang sudah diidentifikasi sehingga menjadi
konektivitas. Pada tahap ini siswa menyusun sub-sub masalah dari masalah yang
diberikan sehingga menjadi konektivitas.
Tahapan kelima pada model Means Ends Analysis (MEA) adalah memilih
model solusi. Pada tahap ini siswa menyelesaikan masalah dengan model solusi
yang tepat terhadap permasalahan yang diberikan. Uraian kegiatan pembelajaran
menggunakan model Means Ends Analysis (MEA) disajikan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kegiatan pembelajaran menggunakan model Means Ends Analysis (MEA)
No. Sintaks MEA Uraian Kegiatan
1. Sajikan materi dengan Pada tahap ini siswa akan mengamati sebuah permasalahan
pendekatan pemecahan masalah yang disuguhkan baik itu dalam bentuk gambar ataupun
berbasis heuristik soal cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
2. Elaborasi menjadi sub-sub Pada tahap ini siswa mengelaborasi masalah yang diberikan
masalah yang lebih sederhana oleh guru menjadi beberapa sub-sub masalah agar siswa
mampu berpikir secara cermat dan lebih mudah dalam
menyelesaikan masalah yang diberikan.
3. Identifikasi perbedaan Pada tahap ini siswa dituntut untuk memahami dan
mengetahui konsep-konsep dasar yang terkandung dalam
permasalahan matematika yang disuguhkan. Bermodalkan
pemahaman tersebut siswa dapat melihat perbedaan antara
masalah dan tujuan.
4. Susun sub-sub masalah sehingga Setelah mengetahui perbedaan antara permasalahan dan
terjadi konektivitas tujuan, siswa akan menyusun sub-sub masalah agar terlihat
hubungannya.
5. Pilih model solusi Pada tahap ini siswa menyelesaikan masalah dengan model
solusi yang tepat terhadap permasalahan yang diberikan
Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran MEA merupakan suatu
rencana atau pola yang di desain untuk kegiatan belajar mengajar, untuk
16

memecahkan masalah melalui penemuan pemecahan masalah dengan


menggunakan tahap demi tahap untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya.
Dengan menggunakan model pembelajaran MEA, diharapkan ingatan siswa
akan lebih tahan lama. Sebab, hasil belajar dengan model MEA mempunyai efek
transfer yang lebih baik pada hasil belajarnya, dan yang tidak kalah pentingnya
secara menyeluruh belajar dengan model MEA dapat meningkatkan penalaran
siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas, secara khusus belajar dengan
melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah
secara sendiri maupun kelompok.
Dalam implementasi model pembelejaran MEA, kegiatan pembelajaran
dirancang dalam bentuk diskusi kelompok. Adapun pembagian kelompok
dilakukan secara heterogen berdasarkan kemampuan akademik siswa. Hal ini
dilakukan agar terjadi kerja sama dan saling membantu antar siwa untuk
memahami materi pelajaran.
Deasy (2013), kelemahan dan kelebihan dari model pembelajaran MEA ialah
sebagai berikut:
Kelebihan model MEA (Means, Ends, Analisys) adalah:
a. Melatih siswa untuk mengelaborasi setiap kejadian.
b. Berfikir dan bertindak kreatif.
c. Memecahkan masalah yang dihadapi dengan sikap kritis.
d. Mengidentifikasi dan melakukan pengamatan.
e. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi dengan tanggap.
f. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan khususnya
dunia kerja.
Kelemahan model MEA (Means, Ends, Analisys) adalah sebagai berikut:
a. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang deibandingkan dengan metode
pembelajaran yang lain.
b. Tidak semua mata pelajaran dapat menggunakan model MEA
c. Perlu penguasaan materi oleh guru yang menerapkan model pembelajaran ini.
17

C. Pendekatan Saintifik
Menurut Kemendikbud (2013:4-8), proses pembelajaran pada Kurikulum
2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah
(saintifik). Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam proses
pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya,
percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau
informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan,
dan mencipta. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran disajikan sebagai
berikut:
a. Mengamati (observasi)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti
menyajikan media obyek secara nyata, siswa senang dan tertantang, dan mudah
pelaksanaannya. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru membuka secara
luas dan bervariasi kesempatan siswa untuk melakukan pengamatan melalui
kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi
siswa untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan
(melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.
Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan
mencari informasi.
b. Menanya
Dalam kegiatan menanya, guru membuka kesempatan secara luas kepada
siswa untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau
dilihat. Guru perlu membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan:
pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada
yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang
lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang
bersifat hipotetik. Dari situasi di mana siswa dilatih menggunakan pertanyaan dari
guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke
18

tingkat di mana siswa mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari


kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya
dikembangkan rasa ingin tahu siswa.
Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan
dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah mengajukan pertanyaan
tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan
untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari
pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Adapun
kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan
kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk
membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang
hayat.
c. Mengumpulkan Informasi
Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari bertanya.
Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu siswa dapat membaca buku
yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau
bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah
informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas
mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain
selain buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas wawancara dengan
narasumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah
mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain,
kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi
melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan
belajar sepanjang hayat.
d. Mengasosiasikan/Mengolah Informasi/Menalar
Kegiatan “mengasosiasi/mengolah informasi/menalar” dalam kegiatan
pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun
2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari
hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati
19

dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan


dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki
pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan
untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya,
menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang
diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja
keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta
deduktif dalam menyimpulkan.
Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir
yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk
memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks
pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk
pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam
pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan
mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi
penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak,
pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-
pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi
dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.
e. Menarik kesimpulan
Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik
merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi. Setelah
menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola dari
keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan
kelompok, atau secara individual membuat kesimpulan.
f. Mengkomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini
dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam
kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut
20

disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar siswa atau
kelompok siswa tersebut.
Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah
menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara
lisan, tertulis, atau media lainnya.
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah
mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis,
mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan
kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
Hubungan model pembelajaran MEA dengan pendekatan saintifik adalah
sebagai berikut:
1. Sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristik
Pada tahap ini siswa akan mengamati sebuah permasalahan berbasis heuristik
yang disuguhkan baik itu dalam bentuk gambar ataupun soal cerita, sehingga
langkah mengamati pada pendekatan saintifik terjadi. Dari permasalahan yang
diamati siswa diberikan kesempatan untuk bertanya (menanya) tentang informasi
yang tidak dipahami dari apa yang diamati.
2. Elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana
Pada tahap ini siswa akan mengelaborasi masalah menjadi sub-sub masalah
yang lebih sederhana sehingga mempermudah dalam pemecahannya. Dengan
begitu, siswa mampu berpikir secara cermat dalam menyelesaikan masalah yang
diberikan. Kegiatan ini memunculkan langkah menalar pada pendekatan saintifik.
3. Identifikasi perbedaan
Pada tahap ini, siswa melakukan identifikasi terhadap permasalahan yang
diberikan sehingga mampu menemukan pemecahannya. Pada tahap ini sisiwa
dituntut untuk memahami dan mengetahui konsep-konsep dasar yang terkandung
dalam permasalahan matematika yang disuguhkan untuk melihat perbedaan antara
apa yang diketahui dan tujuan yang akan dicapai, sehingga langkah mengamati
dan mengumpulkan informasi pada pendekatan saintifik terjadi.
4. Susun sub-sub masalah sehingga terjadi konektivitas
21

Pada tahap ini siswa menyusun sub-sub masalah dari masalah yang diberikan
sehingga menjadi konektivitas, sehingga langkah menalar terjadi.
5. Pilih model solusi
Terakhir, siswa akan mengerjakan menyelesaikan masalah dengan model
solusi yang tepat terhadap permasalahan yang diberikan. Pada tahap ini langkah
menalar dan menarik kesimpulan terjadi. Setelah memilih model solusi, siswa
mengkomunikasikan hasil yang diperolehnya.

Kaitan antara model pembelajaran MEA dengan pendekatan saintifik dapat


disajikan dalam tabel 2.2
Tabel 2.2 Kaitan Model Pembelajaran MEA dengan Pendekatan Saintifik
No. Sintaks Model Means Ends Analysis Pendekatan Saintifik
Sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah Mengamati dan menanya
1.
berbasis heuristik
Elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih Menalar
2.
sederhana
Identifikasi perbedaan Mengamati dan mengumpulkan
3.
informasi
4. Susun sub-sub masalah sehingga terjadi konektivitas Menalar
5. Pilih model solusi Menalar dan mengomunikasikan

D. Aktivitas Belajar
Selama proses pembelajaran di kelas, aktivitas siswa menjadi salah satu penentu
keberhasilan siswa dalam belajar. Montessori dalam Sardiman (2010:96)
menegaskan bahwa anak-anak memiliki tenaga untuk berkembang sendiri,
membentuk sendiri. Guru akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati
bagaimana perkembangan anak-anak didiknya. Pernyataan Montessori ini
memberikan petunjuk bahwa yang telah banyak melakukan aktivitas dalam
pembentukan diri adalah siswa itu sendiri, sedangkan pendidik hanya memberikan
bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang diperbuat oleh siswa.
22

Banyak macam- macam kegiatan (aktivitas belajar) yang dapat dilakukan


anak- anak di kelas, tidak hanya mendengarkan atau mencatat. Aktivitas belajar
menurut Dierich dalam Sardiman (2004:101) dibagi menjadi 8 kelompok, yaitu:
1. Visual activities (kegiatan-kegiatan visual), misalnya membaca,
memperhatikan: gambar, percobaan, demonstrasi, mengamati
pekerjaan orang lain dan sebagainya.
2. Oral activities (kegiatan-kegiatan lisan), misalnya menyatakan,
merumuskan, bertanya, memberi saran, mengemukakan pendapat,
mengadakan interview, diskusi, interupsi, dan sebagainya.
3. Listening activities (kegiatan-kegiatan mendengarkan), misalnya
mendengarkan: uraian/penyajian, percakapan, pidato, diskusi kelompok,
dan sebagainya.
4. Writing activities (kegiatan-kegiatan menulis), misalnya menulis: cerita,
menyalin, laporan, karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes,
membuat angket, dan sebagainya.
5. Drawing activities (kegiatan-kegiatan menggambar), misalnya
menggamabr, membuat grafik, chart, diagram, peta, pola, dan sebagainya.
6. Motor activities (kegiatan-kegiatan gerak), misalnya melakukan percobaan,
membuat konstruksi, mereparasi, melaksanakan pameran, membuat model,
menyelenggarakan permainan, memelihara binatang, menari, berkebun,
dan sebagainya.
7. Mental activities (kegiatan-kegitan mental), misalnya merenungkan,
menanggapi, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat
hubungan-hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya.
8. Emotional activities (kegiatan-kegiatan emosional), misalnya: menaruh
minat, membedakan, merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup, dan
sebagainya.
Aktivitas siswa yang akan diamati dalam penelitian ini ada 5 (lima)
aktivitas, yaitu: 1) memperhatikan penjelasan guru/teman, 2) bertanya dan
mengemukakan pendapat kepada teman/guru, 3) bekerja sama dalam diskusi
23

kelompok, 4) menyelesaikan permasalahan yang ada dalam LKS, 5)


mempersentasikan hasil kerja kelompok.

E. Penelitian yang Relevan


Berdasarkan kajian teori yang dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa
penelitian terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai
berikut:
a. Yuda Rama Al Fajar dalam penelitian tindakan kelasnya yang berjudul
“Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas
VIII F SMP N 14 Banjarmasin melalui Model Pembelajaran Means End
Analysis (MEA)” (2016). Penelitian ini dilakukan di SMP N 14 Banjarmasin.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII F tahun ajaran 2015/2016.
Hasil studinya menghasilkan kesimpulan bahwa (1) aktivitas siswa pada
siklus I berada pada kualifikasi cukup baik dan pada siklus II berada pada
kualifikasi sangat baik. (2) Hambatan-hambatan pada penerapan model
pembelajaran MEA adalah (a) sulitnya memberikan bimbingan secara merata
kepada setiap kelompok siswa, (b) siswa yang memiliki kemampuan
pemecahan masalah yang rendah memerlukan waktu yang lebih lama untuk
menyelesaikan masalah sehingga menyebabkan alokasi waktu pembelajaran
kurang efisien; (c) tidak mudah menyajikan masalah yang relevan dengan
kemampuan pemecahan masalah siswa. (3) Terjadi peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa pada penerapan model pembelajaran
Means End Analysis (MEA).
b. M. Juanda, R. Johar, dan M. Ikhsan dalam penelitian yang berjudul
“Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis
Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Means-end Analysis (MeA)”
(2014). Penelitian ini dilakukan di SMPS YPPU Sigli. Sampel dalam
penelitian ini adalah siswa kelas VIII-1 (eksperimen) dan VIII-2 (kontrol).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan
masalah dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
model MeA lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
24

konvensional baik ditinjau berdasarkan keseluruhan siswa maupun


berdasarkan level kemampuan siswa. Terdapat interaksi antara faktor model
pembelajaran dan level kemampuan siswa terhadap peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis. Tidak terdapat interaksi antara model
pembelajaran MeA dan level kemampuan siswa terhadap peningkatan
kemampuan komunikasi matematis. Siswa memiliki sikap positif terhadap
pembelajaran matematika dan MeA.
c. Ahmad Supendi, Yulis Jamiah, dan Dian Ahmad dalam penelitiannya yang
berjudul “Model Means End Analysis dan Direct Instruction terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa” (2017). Penelitian ini
dilakukan di SMP Negeri 7 Pontianak. Populasi dalam penelitian ini adalah
siswa kelas VIII SMP N 7 Pontianak. Hasil analisis menunjukan bahwa
terdapat pengaruh penggunaan model MEA dan DI terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa yaitu: 1) sebelum pembelajaran dengan
model MEA kemampuan pemecahan masalah matematisnya sebesar 43%
dengan kategori sedang, setelah pembelajaran menjadi 60% dengan kategori
tinggi. 2) sebelum pembelajaran dengan model DI kemampuan pemecahan
masalah matematisnya sebesar 45% dengan kategori sedang, setelah
pembelajaran menjadi 55% dengan kategori sedang. Hal ini menggambarkan
bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis pada pembelajaran dengan
model MEA lebih baik daripada model DI.
d. Muhammad Azhari dalam penelitian tindakan kelas yang berjudul
“Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII-F SMPN 14 Banjarmasin
melalui Model Pembelajaran Means End Analysis (MEA)” (2017). Penelitian
ini dilakukan di SMP Negeri 14 Banjarmasin. Subjek dalam penelitian ini
adalah siswa kelas VIII-F yang berjumlah 32 siswa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa (1) aktivitas siswa pada siklus I berada pada kualifikasi
cukup baik dan pada siklus II berada pada kualifikasi sangat baik. (2)
Hambatan-hambatan pada penerapan model pembelajaran MEA di antaranya
adalah (a) sulitnya bagi seorang guru memberikan bimbingan secara merata
kepada setiap kelompok siswa, (b) siswa masih kesulitan ketika bekerja
25

secara berkelompok, (c) ketika menampilkan hasil pekerjaan kelompoknya


siswa masih kebingungan bagaimana cara menyampaikannya di depan siswa
yang lain (3) Terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada penerapan model
pembelajaran Means End Analysis (MEA).
e. Lia Anggi Puspitasari, Jazim Ahmad, dan Nigo Linuhung dalam
penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Model MEA (Means End Analysis)
disertai Strategi Pemberian Tugas terhadap Pemahaman Konsep Matematis
Siswa” (2017). Penelitian ini dilakukan di SMP Ma’arif 01 Seputih Raman
tahun ajaran 2016/2017. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII
SMP Ma’arif 01 Seputih Raman. Hasil penelitian menunjukan bahwa
kemampuan pemahaman konsep siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan menggunakan model MEA (Means-End Analysis) disertai strategi
pemberian tugas lebih tinggi dari kemampuan pemahaman konsep siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional.
f. Budi Wahyono dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Means Ends Analysis pada Pembelajaran Matematika Materi
Ajar Perbandingan”. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMPN 3
Tanjung Brebes dan dilakukan selama 2 siklus. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penerapan model pembelajaran MEA dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada pembelajaran Matematika materi ajar perbandingan.
g. Improving the Students’ Mathematical Problem Solving Ability by Applying
Problem Based Learning Model in VII Grade at SMPN 1 Banda Aceh
Indonesia. Jurnal internasional yang ditulis oleh Eviyanti, dkk merupakan
penelitian eksperimen mengenai penerapan model Problem based Learning
untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa yang di
ajarkan dengan model Problem based Learning lebih baik dibandingkan
siswa yang di ajarkan dengan model pembelajaran konvensional.
h. Penelitian yang dilakukan oleh Pratama, Jariyatun, dan Joebagio dengan
judul: The development of Means-Ends Analysis and Value Clarification
Technique Integration Model to explore the local Wisdom in Historical
26

Learning. Berdasarkan hasil peneltian, dapat disimpulkan bahwa model


Means-Ends Analysis dengan Teknik Klarifikasi Nilai dapat membantu siswa
mengidentifikasi nilai-nilai kearifan lokal.
i. Riana dalam penelitian tindakan kelasnya yang berjudul Application of Means
Ends Analysis (MEA) Learning Model in Attempt to Improve Student’s High
Order Thinking. Kesimpulan yang diperoleh yaitu penerapan model Means
Ends Analysis dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
pada pembelajaran IPS.
j. Wahid Umar dalam jurnal internasionalnya yang berjudul: Constructing
Means Ends Analysis Instruction to Improve Students’ Critical Thinking
Ability and Mathematical Habits of Mind Dispositions. Penelitian ini
menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan model pembelajaran MEA
mengalami peningkatan yang jauh lebih besar dalam kemampuan berpikir
kritis mereka daripada mereka yang diajar dengan model pembelajaran
konvensional.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang relevan tersebut, terlihat bahwa model
pembelajaran Means Ends Analysis (MEA) dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa. Perbedaannya hanya terdapat pada
subjek penelitian. Selain kemmapuan pemecahan masalah, penerapan model
Means Ends Analysis ternyata juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis dan berpikir tingkat tinggi, yang menunjang kemampuan pemecahan
masalah siswa.

F. Kerangka Konseptual
Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang ditunjukkan
siswa dalam menyelesaikan suatu soal atau masalah berdasarkan pengetahuan
yang telah diperoleh sebelumnya. Kemampuan ini merupakan suatu kemampuan
yang harus dimiliki siswa agar tujuan pembelajaran matematika dapat
tercapai.
Siswa yang memilki kemampuan pemecahan masalah yang baik mampu
menerapkan konsep-konsep matematika untuk menyelesaikan permasalah di dalam
maupun diluar matematika. Selain itu alur berpikir siswa akan terlatih untuk dapat
27

menyelesaikan permasalahan dalam kehidupannya dengan lebih mudah.


Oleh karena itu guru harus menerapkan model pembelajaran yang sesuai
dengan pemecahan masalah pada pembelajaran matematika. Salah satu model
yang diperkirakan sesuai ialah model pembelajaran MEA (Means Ends Analysis).
Model pembelajaran MEA diharapkan bisa meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka
konseptual dalam penelitian tindakan kelas ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Peserta didik sering
Kondisi Awal
lupa menuliskan rumus
dan menafsirkan
jawaban.
Peserta didik sulit
SMPN 8 menyelesaikan soal
Padang pemecahan masalah
tanpa bimbingan guru.

Penerapan model Means


Evaluasi Ends Analysis (MEA)
Peserta didik kesulitan
menyelesaikan soal
pemecahan masalah
Pelaksanaan
Pembelajaran

Kemampuan
tidak efektif
Efektivitas Pemecahan
Refleksi Pembelajaran Masalah masih
rendah
efektif

Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Aktivitas
meningkat

Gambar 2.1 Kerangka konseptual


28

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bertujuan
untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
dengan menerapkan model pembelajaran Means Ends Analysis (MEA).
Penelitian tindakan kelas ini mengacu pada model Kurt Lewin yang terdiri dari
tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 8 Padang. Waktu penelitian
pada semester ganjil tahun ajaran 2018/2019.

C. Subjek dan Variabel Penelitian


Kelas yang menjadi subjek penelitian adalah s a l a h s a t u kelas VII di
SMP Negeri 8 Padang tahun ajaran 2018/2019 yang memiliki kemampuan
pemecahan masalah yang rendah. Variabel bebas dari penelitian ini adalah
model pembelajaran MEA dan variabel terikatnya adalah kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa.

D. Desain
Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini mengacu pada model Kurt Lewin yang terdiri
dari empat tahap, yaitu:
1. Perencanaan tindakan (plan)
2. Pelaksanaan tindakan (action)
3. Pengamatan (observation)
4. Refleksi (reflection)

E. Prosedur Penelitian
29

1. Tahap Plan (Perencanaan Tindakan)


Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti membuat perencanaan sebagai
berikut:
a) Meganalisis kurikulum dan menyiapkan silabus pembelajaran
b) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
menggunakan model pembelajaran MEA.
c) Menyiapkan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)
d. Menyiapkan instrumen penilaian
Penilaian dilakukan pada setiap akhir pertemuan berupa tes uraian
tertulis dalam bentuk kuis. Soal yang diberikan adalah soal-soal pemecahan
masalah matematika.
e. Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok.
Dalam kegiatan pelajaran, siswa belajar secara berkelompok yang
masing masing kelompoknya terdiri dari 4-6 orang. Pembagian kelompok
dilakukan berdasarkan kemampuan akademik siswa agar terbentuk
kelompok yang heterogen.
f. Membuat lembar observasi

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan (Action)


Pada tahap pelaksanaan, pembelajaran dilaksanakan sesuai rencana yang
terdiri atas:
a. Kegiatan pendahuluan
1. Guru memberikan salam dan dilanjutkan dengan meminta seorang siswa
untuk memimpin do’a.
2. Guru memeriksa kesiapan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran.
3. Guru mengarahkan siswa untuk mengingat materi terdahulu yang
berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. (Apersepsi)
4. Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari dan tujuan
pembelajaran
5. Guru menyampaikan motivasi kepada siswa, seperti kegunaan dan
kaitan materi dengan materi selanjutnya, kehidupan sehari-hari dan
bidang kajian keilmuan lainnya.
30

6. Guru menyampaikan teknis kegiatan pembelajaran dan penilaian yang


akan dilakukan.
7. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan kemampuan yang
heterogen.
8. Guru membagikan LKPD kepada setiap kelompok.

b. Kegiatan inti
Fase 1. Sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis
heuristik.
1. Guru memberikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari berbasis
heuristik kepada siswa terkait materi pelajaran.
2. Guru mendeskripsikan hasil yang diinginkan.

Fase 2. Elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana.


3. Siswa mengelaborasi kondisi-kondisi atau syarat-syarat yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan akhir.
4. Siswa membuat sub-sub masalah yang lebih sederhana.
5. Siswa mendeskripsikan kondisi terkini berdasarkan sub-sub masalah
tersebut.

Fase 3. Identifikasi perbedaan.


6. Siswa melakukan identifikasi terhadap permasalahan yang diberikan
sehingga mampu menemukan pemecahannya.

Fase 4. Susun sub-sub masalah sehingga terjadi konektivitas


7. siswa menyusun sub-sub masalah dari masalah yang diberikan sehingga
menjadi konektivitas.
8. Siswa menganalisis dalam kelompoknya cara-cara yang dibutuhkan untuk
mencapai hasil yang diinginkan.
9. Siswa mengkonstruksi dan menerapkan rencana yang telah dianalisis.
Fase 5. Pilih model solusi
10. Siswa memilih strategi solutif yang paling mungkin untuk memecahkan
masalah.
31

11. Siswa mempresentasikan hasil diskusinya dan siswa lain menanggapi.


12. Guru mengevaluasi hasil jawaban siswa.

c. Kegiatan penutup
1. Guru bersama siswa merefleksikan kegiatan pembelajaran pada pertemuan
ini, baik mengenai jalannya diskusi kelompok maupun presentasi hasil
kerja kelompok.
2. Guru melakukan kegiatan tindak lanjut.
3. Guru menginformasikan kegiatan pembelajaran untuk pertemuan
berikutnya.
4. Siswa bersama dengan guru mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan
mengucapkan hamdalah.

3. Tahap Pengamatan (Observation)


Selama proses pembelajaran, pengamatan dilakukan terhadap keterlaksanaan
model pembelajaran pada setiap fasenya, kemampuan pemecahan masalah, dan
aktivitas belajar siswa. Observasi dilakukan oleh dua orang yaitu guru
pamong dan satu orang rekan guru lainnya. Selain lembar observasi juga
digunakan foto atau video.

4. Refleksi (reflection)
Semua hasil pengamatan dilaporkan pada akhir pertemuan dan
dilakukan refleksi bersama observer. Hasil refleksi menjadi acuan peneliti untuk
pindah ke siklus berikutnya.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah
berupa tes dan observasi. Tes digunakan untuk melihat kemampuan
32

pemecahan masalah matematika siswa dan observasi digunakan untuk melihat


keterlaksanaan model pembelajaran dan aktivitas belajar siswa.

G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lembar observasi digunakan untuk melihat keterlaksanaan model
pembelajaran MEA dan aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran.
2. Catatan lapangan
3. Dokumen
4. Foto atau video
5. Tes tertulis berbentuk essay untuk mengukur kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa. Tes dilakukan dalam bentuk kuis disetiap akhir
pertemuan dan dilihat peningkatannya.
Langkah-langkah dalam menyusun soal tes adalah sebagai berikut:
a. Membuat kisi-kisi soal tes
b. Merancang soal
c. Meminta pendapat ahli

H. Teknik Analisis Data


1. Lembar observasi
Lembar observasi keterlaksanaan model MEA dianalisis dengan melihat
skor yang diperoleh untuk masing-masing aspek yang diamati, kemudian
dilihat kecenderungannya pada setiap pertemuan. Lembar observasi aktivitas
belajar dianalisis dengan menggunakan persentase setiap aktivitas yang
diamati, dengan menggunakan rumus:
F
P= × 100
N
Keterangan:
P = persentase jumlah siswa yang terlibat aktif
F = jumlah siswa yang terlibat aktif
N = jumlah siswa
33

Untuk menentukan kategori aktivitas digunakan klasifikasi sebagai


berikut:
81% - 100% kategori sangat baik/ baik sekali
61% - 81% kategori baik/ tinggi
41% - 60% kategori cukup/ sedang
21% - 40% kategori kurang/ rendah
0% - 20% kategori sangat kurang/ rendah sekali
Data yang diperoleh dari catatan lapangan, dokumen, dan video mengenai
aktivitas siswa dianalisis secara kualitatif, dengan mendeskripsikan ke
bentuk kalimat-kalimat.
2. Tes kemampuan pemecahan masalah.
Hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
berdasarkan pada rubrik kemampuan pemecahan masalah matematika
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Rubrik Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Skor
Indikator
0 1 2 3 4
Mengorganisa Tidak ada Tidak benar Sebagian dalam Sudah mampu Mampu dalam
si data dan jawaban dalam mengorgani dalam mengorganisa
memilih mengorgani sasikan data dan mengorgani sikan data dan
informasi sasikan data dan memilih sasikan data dan memilih informasi
yang relevan memilih informasi yang memilih yang relevan
dalam informasi yang relevan informasi yang berdasarkan yang
mengidentifik relevan berdasarkan relevan diketahui dan
asi masalah berdasarkan yang diketahui berdasarkan yang ditanyakan
masalah yang diketahui dan yang yang diketahui dengan lengkap
dan yang ditanyakan dan yang dan benar
ditanyakan ditanyakan
namun hampir
lengkap dan
benar

Menyajikan Tidak ada Tidak benar Hanya sebagian Mampu Mampu


suatu rumusan jawaban dalam dalam menyajikan menyajikan suatu
masalah menyajikan menyajikan suatu rumusan rumusan masalah
secara suatu rumusan suatu rumusan masalah dalam dalam matematis
matematis masalah dalam masalah dalam matematis baik baik itu
dalam matematis baik matematis baik itu memodelkan memodelkan atau
berbagai itu memodelkan itu memodelkan atau menuliskan menuliskan
bentuk atau menuliskan atau menuliskan rumus-rumus rumus-rumus
rumus-rumus rumus-rumus yang dibutuhkan yang dibutuhkan
yang dibutuhkan yang dibutuhkan namun masih dengan tepat dan
ada sedikit benar
34

Skor
Indikator
0 1 2 3 4
kesalahan

Memilih dan Tidak ada Tidak benar Strategi yang Strategi yang Strategi yang
menggunakan jawaban dalam memilih dipilih sudah dipilih sudah dipilih sudah
pendekatan strategi dalam benar namun benar dan tepat benar dan tepat
dan strategi memecahkan terdapat pada pada penggunaan
yang tepat masalah kesalahan pada penggunaan nya nya serta sudah
untuk penggunaa nya namun terdapat benar dalam
memecahkan pada prosedur sedikit melakukan
masalah kesalahan pada perhitungan nya
perhitungan
nya

Menyelesaika Tidak ada Ada jawaban Sebagian benar Sudah benar Sudah benar dan
n masalah jawaban namun tidak dalam dalam tepat dalam
menunjukkan menyelesai kan menyelesai kan menyelesaikan
penyelesaian masalah masalah tetapi masalah
masalah masih terdapat
sedikit
kesalahan
Menafsirkan Tidak ada Tidak tepat Mampu dalam Mampu dalam Mampu dalam
hasil jawaban jawaban Menafsirkan menafsirkan menafsirkan menafsirkan
yang diperoleh hasil jawaban jawaban yang jawaban yang jawaban yang
untuk yang diperoleh diperoleh diperoleh diperoleh dengan
memecahkan untuk namun hasil namun masih benar
masalah memecahkan jawabannya ada sedikit
masalah salah kesalahan
Diadaptasi dari : Puji Iryanti (2004)

Teknik penilaian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu siswa mendapatkan
skor untuk setiap soal, dengan :
Skor=bobot soal × skala
Nilai akhir dari tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ditentukan
dengan rumus :
skor yang didapat
Nilai Akhir = ×100
skor ideal

I. Indikator Ketercapaian
Ketercapaian peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
melalui penerapan model Means Ends Analysis dikatakan tercapai ketikaterjadi
perubahan yang lebih baik dari kondisi sebelumnya, baik dalam proses
35

pembelajaran maupun hasil. Peneliti menentukan indikator keberhasilan sebagai


berikut :
1. Melalui analisis secara deskriptif dari hasil observasi, peserta didik dan
guru telah melaksanakan setiap tahapan pada model pembelajaran Means
Ends Analysis.
2. Untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran dilihat peningkatan
indikator yang ada pada kemampuan pemecahan masalah. Dalam hal ini
ditetapkan kriteria keberhasilan ≥ 50 % dimana data sebelumnya hanya
25%. Untuk ketuntasan tes kemampuan pemecahan masalah matematika
apabila ≥ 50 % siswa secara individu mendapat nilai ≥ 80
3. Untuk mengukur keberhasilan peningkatan aktivitas, ditetapkan kriteria
keberhasilan jika persentase jumlah siswa yang terlibat aktif berada pada
kategori sangat baik.
Penelitian dihentikan jika target penelitian sudah tercapai, tetapi
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model MEA tetap dilanjutkan.
36

DAFTAR PUSTAKA

Fajar, Yuda Rama Al. 2016. “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah


Matematis Siswa Kelas VIII F SMP N 14 Banjarmasin melalui Model
Pembelajaran Means End Analysis (MEA)”. Jurnal

Hamiyah & Jauhar. 2014. Startegi Belajar Mengajar Di Kelas. Jakarta : Prestasi
Pustaka Raya

Hendriana & Sumarmo. 2014. Penilaian Pembelajaran Matematika. Bandung:


Refika Aditama.

Huda, Miftahul. 2014. Model-model pengajaran dan pembelajaran. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Juanda, dkk. 2014. “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan


Komunikasi Matematis Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Means-
end Analysis (MeA)”. Jurnal

Lidinillah, Dindin Abdul Muiz. 2019. Pembelajaran Berbasis Masalah. Makalah,


UPI

Sardiman. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Shadiq, Fadjar. 2014. Belajar Memecahkan Masalah Matematika. Yogyakarta:


Graha Ilmu

Shadiq, Fadjar. 2014. Strategi Pemodelan pada Pemecahan Masalah


Matematika.. Yogyakarta: Graha Ilmu

Shadiq, Fadjar. 2014. Pembelajaran Matematika Cara Meningkatkan


Kemampuan Berpikir Siswa. Yogyakarta: Graha Ilmu
37

Suwangsih, Erna. Diakses tanggal 14 September 2015. Model pembelajaran


matematika.
http://file.upi.edu/Direktori/DUALMODES/MODEL PEMBELAJARAN
MATEMATIKA/ BBM4 Dra._Erna_ Suwangsih, M.Pd.pdf
Wardhani, Sri. Diakses tanggal 16 September. Analisis SI Dan SKL Mata
Pelajaran Matematika SMP/Mts Untuk Optimalisasi Tujuan Mata
Pelajaran Matematika. http://p4tkmatematika.org/2009/04/analisis-si-skl-
matematika-smp-untuk-optimalisasi-tujuan/

Wardhani, Sri. Diakses tanggal 16 September. Pembelajaran Kemampuan


Pemecahan Masalah Matematika Di SD.
http://p4tkmatematika.org/2009/04/analisis-si-skl-matematika-smp-untuk-
optimalisasi-tujuan/

Anda mungkin juga menyukai