Dari jawaban terlihat siswa sudah bisa mengorganisasi data dan memilih
informasi yang relevan dalam mengidentifikasi masalah (indikator 1). Namun
1
3
siswa belum bisa menyajikan suatu rumusan masalah secara matematis (indikator
2). Selain itu kebanyakan siswa juga tidak dapat memilih dan menggunakan
strategi atau model yang tepat untuk menentukan jumlah buku keterampilan jika
tidak diketahui besar sudutnya dan jumlah semua buku mata pelajaran yang ada
(indikator 3). Siswa juga tidak dapat menafsirkan jawabannya, hal ini terlihat dari
ketidaksesuaian antara simbol yang akan dicari dan hasil yang di peroleh, siswa
mencari sudut untuk keterampilan, tetapi hasil yang diperoleh merupakan banyak
buku keterampilan (indikator 5).
Dari lima indikator kemampuan pemecahan masalah yang peneliti pilih,
terdapat tiga indikator yang dilanggar. Selain itu, dari 32 orang siswa sebanyak 24
siswa menjawab salah. Ini berarti ada 75% siswa yang memiliki kemampuan
pemecahan masalah yang rendah. Berdasarkan wawancara peneliti dengan guru
pamong, diketahui bahwa siswa sering lupa menuliskan rumus dan ini teramati
saat siswa mengerjakan soal tersebut. Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara
peneliti dengan guru pamong di SMPN 8 Padang pada tanggal 28 Mei 2018, siswa
sering kesulitan untuk menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah tanpa
bimbingan dari guru.
Jika hal ini dibiarkan terus menerus, maka siswa tidak akan terbiasa
memecahkan masalah. Padahal kurikulum 2013 disusun untuk menyikapi tuntutan
zaman yang semakin kompetitif yang salah satunya harus mencerminkan
kemampuan problem solving (pemecahan masalah). Hal ini dikarenakan salah
satu kompetensi yang dibutuhkan pada dunia kerja di abad 21 adalah kemampuan
memecahkan masalah. Selain itu, hal ini juga akan berpengaruh terhadap sikap
dan cara berpikir siswa dalam menghadapi permasalahan yang ditemuinya dalam
kehidupan di era modernisasi saat ini.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, hendaknya guru merancang
pembelajaran seoptimal mungkin, sedemikian hingga dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah pada siswa. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan menciptakan proses pembelajaran yang bukan sekedar
mentransfer pengetahuan, melainkan yang mendorong siswa untuk dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalahnya. Oleh karena itu dibutuhkan
4
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Model Means Ends Analysis
(MEA) dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada
Pembelajaran Matematika di SMP N 8 Padang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka masalah dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa selama
proses pembelajaran dengan mengimplementasikan model MEA?
2. Bagaimanakah peningkatan aktivitas siswa selama proses pembelajaran
dengan mengimplementasikan model MEA?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa
selama proses pembelajaran dengan mengimplementasikan model MEA
2. Untuk mendeskripsikan peningkatan aktivitas siswa selama proses
pembelajaran dengan mengimplementasikan model MEA
D. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian tindakan kelas ini, diharapkan dapat
bermanfaat:
1. Bagi peneliti, dapat memperoleh pengalaman dalam melaksanakan
pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran Mean
Ends Analysis.
2. Bagi siswa, dapat memperoleh pengalaman belajar untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika dalam pembelajaran matematika
melalui model pembelajaran MEA.
3. Bagi guru, dapat menambah variasi model pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran matematika.
6
4. Bagi kepala sekolah, sebagai umpan balik untuk meningkatkan mutu sekolah
melalui peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
dan dapat dengan mudah mengenali metode dan kalimat matematika yang akan
digunakan.
Charles (Wardhani, 2010:19) menyatakan bahwa ada sedikitnya lima tipe
masalah yang sering digunakan dalam penugasan matematika berbentuk
pemecahan masalah. Lima tipe masalah tersebut pada intinya ialah sebagai
berikut:
1. Masalah penerjemah sederhana (simple translation problem)
Penggunaan masalah dalam pembelajaran yang dimaksudkan untuk memberi
pengalaman kepada siswa dalam menerjemahkan situasi dunia nyata ke dalam
pengalaman matematis.
2. Masalah penerjemah kompleks (complex translation problem)
Sebenarnya masalah ini mirip dengan masalah penerjemah yang sederhana,
namun didalamnya menuntut lebih dari satu kali penerjemahan dan ada lebih
dari satu operasi hitung yang terlibat.
3. Masalah proses (processs problem)
Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk
memberi kesempatan siswa mengungkapkan proses yang terjadi dalam
pikirannya. Siswa dilatih untk mengembangkan model umum pemecahan
masalah.
4. Masalah penerapan (applied problem)
Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk
memberi kesempatan pada siswa mengeluarkan berbagai keterampilan,
proses, konsep dan fakta untuk memecahkan masalah nyata (kontekstual).
Masalah ini akan menyadarkan siswa pada nilai dan kegunaan matematika
dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan belajar dan dibiasakan berlatih memecahkan masalah sejak dini,
diharapkan siswa tersebut akan muncul sebagai pemecah masalah yang tangguh.
Karena dengan membiasakan diri belajar memecahkan masalah dapat membantu
siswa meningkatkan kemampuan bernalar dan berpikir tingkat tinggi serta kreatif.
3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
10
Tahapan kedua pada model pembelajaran Means Ends Analysis (MEA) adalah
mengelaborasi masalah menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana sehingga
mempermudah dalam pemecahannya. Pada penelitian ini, siswa akan
mengelaborasi masalah yang diberikan oleh guru menjadi beberapa sub-sub
masalah agar siswa mampu berpikir secara cermat dan lebih mudah dalam
menyelesaikan masalah yang diberikan.
Tahap ketiga pada model pembelajaran Means Ends Analysis (MEA) adalah
mengidentifikasi perbedaan. Pada tahap ini, siswa melakukan identifikasi terhadap
permasalahan yang diberikan sehingga mampu menemukan pemecahannya.
Tahapan keempat pada model Means Ends Analysis (MEA) adalah menyusun
sub-sub masalah dari masalah yang sudah diidentifikasi sehingga menjadi
konektivitas. Pada tahap ini siswa menyusun sub-sub masalah dari masalah yang
diberikan sehingga menjadi konektivitas.
Tahapan kelima pada model Means Ends Analysis (MEA) adalah memilih
model solusi. Pada tahap ini siswa menyelesaikan masalah dengan model solusi
yang tepat terhadap permasalahan yang diberikan. Uraian kegiatan pembelajaran
menggunakan model Means Ends Analysis (MEA) disajikan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kegiatan pembelajaran menggunakan model Means Ends Analysis (MEA)
No. Sintaks MEA Uraian Kegiatan
1. Sajikan materi dengan Pada tahap ini siswa akan mengamati sebuah permasalahan
pendekatan pemecahan masalah yang disuguhkan baik itu dalam bentuk gambar ataupun
berbasis heuristik soal cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
2. Elaborasi menjadi sub-sub Pada tahap ini siswa mengelaborasi masalah yang diberikan
masalah yang lebih sederhana oleh guru menjadi beberapa sub-sub masalah agar siswa
mampu berpikir secara cermat dan lebih mudah dalam
menyelesaikan masalah yang diberikan.
3. Identifikasi perbedaan Pada tahap ini siswa dituntut untuk memahami dan
mengetahui konsep-konsep dasar yang terkandung dalam
permasalahan matematika yang disuguhkan. Bermodalkan
pemahaman tersebut siswa dapat melihat perbedaan antara
masalah dan tujuan.
4. Susun sub-sub masalah sehingga Setelah mengetahui perbedaan antara permasalahan dan
terjadi konektivitas tujuan, siswa akan menyusun sub-sub masalah agar terlihat
hubungannya.
5. Pilih model solusi Pada tahap ini siswa menyelesaikan masalah dengan model
solusi yang tepat terhadap permasalahan yang diberikan
Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran MEA merupakan suatu
rencana atau pola yang di desain untuk kegiatan belajar mengajar, untuk
16
C. Pendekatan Saintifik
Menurut Kemendikbud (2013:4-8), proses pembelajaran pada Kurikulum
2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah
(saintifik). Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam proses
pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya,
percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau
informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan,
dan mencipta. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran disajikan sebagai
berikut:
a. Mengamati (observasi)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti
menyajikan media obyek secara nyata, siswa senang dan tertantang, dan mudah
pelaksanaannya. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru membuka secara
luas dan bervariasi kesempatan siswa untuk melakukan pengamatan melalui
kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi
siswa untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan
(melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.
Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan
mencari informasi.
b. Menanya
Dalam kegiatan menanya, guru membuka kesempatan secara luas kepada
siswa untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau
dilihat. Guru perlu membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan:
pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada
yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang
lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang
bersifat hipotetik. Dari situasi di mana siswa dilatih menggunakan pertanyaan dari
guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke
18
disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar siswa atau
kelompok siswa tersebut.
Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah
menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara
lisan, tertulis, atau media lainnya.
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah
mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis,
mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan
kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
Hubungan model pembelajaran MEA dengan pendekatan saintifik adalah
sebagai berikut:
1. Sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristik
Pada tahap ini siswa akan mengamati sebuah permasalahan berbasis heuristik
yang disuguhkan baik itu dalam bentuk gambar ataupun soal cerita, sehingga
langkah mengamati pada pendekatan saintifik terjadi. Dari permasalahan yang
diamati siswa diberikan kesempatan untuk bertanya (menanya) tentang informasi
yang tidak dipahami dari apa yang diamati.
2. Elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana
Pada tahap ini siswa akan mengelaborasi masalah menjadi sub-sub masalah
yang lebih sederhana sehingga mempermudah dalam pemecahannya. Dengan
begitu, siswa mampu berpikir secara cermat dalam menyelesaikan masalah yang
diberikan. Kegiatan ini memunculkan langkah menalar pada pendekatan saintifik.
3. Identifikasi perbedaan
Pada tahap ini, siswa melakukan identifikasi terhadap permasalahan yang
diberikan sehingga mampu menemukan pemecahannya. Pada tahap ini sisiwa
dituntut untuk memahami dan mengetahui konsep-konsep dasar yang terkandung
dalam permasalahan matematika yang disuguhkan untuk melihat perbedaan antara
apa yang diketahui dan tujuan yang akan dicapai, sehingga langkah mengamati
dan mengumpulkan informasi pada pendekatan saintifik terjadi.
4. Susun sub-sub masalah sehingga terjadi konektivitas
21
Pada tahap ini siswa menyusun sub-sub masalah dari masalah yang diberikan
sehingga menjadi konektivitas, sehingga langkah menalar terjadi.
5. Pilih model solusi
Terakhir, siswa akan mengerjakan menyelesaikan masalah dengan model
solusi yang tepat terhadap permasalahan yang diberikan. Pada tahap ini langkah
menalar dan menarik kesimpulan terjadi. Setelah memilih model solusi, siswa
mengkomunikasikan hasil yang diperolehnya.
D. Aktivitas Belajar
Selama proses pembelajaran di kelas, aktivitas siswa menjadi salah satu penentu
keberhasilan siswa dalam belajar. Montessori dalam Sardiman (2010:96)
menegaskan bahwa anak-anak memiliki tenaga untuk berkembang sendiri,
membentuk sendiri. Guru akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati
bagaimana perkembangan anak-anak didiknya. Pernyataan Montessori ini
memberikan petunjuk bahwa yang telah banyak melakukan aktivitas dalam
pembentukan diri adalah siswa itu sendiri, sedangkan pendidik hanya memberikan
bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang diperbuat oleh siswa.
22
F. Kerangka Konseptual
Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang ditunjukkan
siswa dalam menyelesaikan suatu soal atau masalah berdasarkan pengetahuan
yang telah diperoleh sebelumnya. Kemampuan ini merupakan suatu kemampuan
yang harus dimiliki siswa agar tujuan pembelajaran matematika dapat
tercapai.
Siswa yang memilki kemampuan pemecahan masalah yang baik mampu
menerapkan konsep-konsep matematika untuk menyelesaikan permasalah di dalam
maupun diluar matematika. Selain itu alur berpikir siswa akan terlatih untuk dapat
27
Kemampuan
tidak efektif
Efektivitas Pemecahan
Refleksi Pembelajaran Masalah masih
rendah
efektif
Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Aktivitas
meningkat
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bertujuan
untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
dengan menerapkan model pembelajaran Means Ends Analysis (MEA).
Penelitian tindakan kelas ini mengacu pada model Kurt Lewin yang terdiri dari
tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi.
D. Desain
Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini mengacu pada model Kurt Lewin yang terdiri
dari empat tahap, yaitu:
1. Perencanaan tindakan (plan)
2. Pelaksanaan tindakan (action)
3. Pengamatan (observation)
4. Refleksi (reflection)
E. Prosedur Penelitian
29
b. Kegiatan inti
Fase 1. Sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis
heuristik.
1. Guru memberikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari berbasis
heuristik kepada siswa terkait materi pelajaran.
2. Guru mendeskripsikan hasil yang diinginkan.
c. Kegiatan penutup
1. Guru bersama siswa merefleksikan kegiatan pembelajaran pada pertemuan
ini, baik mengenai jalannya diskusi kelompok maupun presentasi hasil
kerja kelompok.
2. Guru melakukan kegiatan tindak lanjut.
3. Guru menginformasikan kegiatan pembelajaran untuk pertemuan
berikutnya.
4. Siswa bersama dengan guru mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan
mengucapkan hamdalah.
4. Refleksi (reflection)
Semua hasil pengamatan dilaporkan pada akhir pertemuan dan
dilakukan refleksi bersama observer. Hasil refleksi menjadi acuan peneliti untuk
pindah ke siklus berikutnya.
Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah
berupa tes dan observasi. Tes digunakan untuk melihat kemampuan
32
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lembar observasi digunakan untuk melihat keterlaksanaan model
pembelajaran MEA dan aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran.
2. Catatan lapangan
3. Dokumen
4. Foto atau video
5. Tes tertulis berbentuk essay untuk mengukur kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa. Tes dilakukan dalam bentuk kuis disetiap akhir
pertemuan dan dilihat peningkatannya.
Langkah-langkah dalam menyusun soal tes adalah sebagai berikut:
a. Membuat kisi-kisi soal tes
b. Merancang soal
c. Meminta pendapat ahli
Skor
Indikator
0 1 2 3 4
kesalahan
Memilih dan Tidak ada Tidak benar Strategi yang Strategi yang Strategi yang
menggunakan jawaban dalam memilih dipilih sudah dipilih sudah dipilih sudah
pendekatan strategi dalam benar namun benar dan tepat benar dan tepat
dan strategi memecahkan terdapat pada pada penggunaan
yang tepat masalah kesalahan pada penggunaan nya nya serta sudah
untuk penggunaa nya namun terdapat benar dalam
memecahkan pada prosedur sedikit melakukan
masalah kesalahan pada perhitungan nya
perhitungan
nya
Menyelesaika Tidak ada Ada jawaban Sebagian benar Sudah benar Sudah benar dan
n masalah jawaban namun tidak dalam dalam tepat dalam
menunjukkan menyelesai kan menyelesai kan menyelesaikan
penyelesaian masalah masalah tetapi masalah
masalah masih terdapat
sedikit
kesalahan
Menafsirkan Tidak ada Tidak tepat Mampu dalam Mampu dalam Mampu dalam
hasil jawaban jawaban Menafsirkan menafsirkan menafsirkan menafsirkan
yang diperoleh hasil jawaban jawaban yang jawaban yang jawaban yang
untuk yang diperoleh diperoleh diperoleh diperoleh dengan
memecahkan untuk namun hasil namun masih benar
masalah memecahkan jawabannya ada sedikit
masalah salah kesalahan
Diadaptasi dari : Puji Iryanti (2004)
Teknik penilaian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu siswa mendapatkan
skor untuk setiap soal, dengan :
Skor=bobot soal × skala
Nilai akhir dari tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ditentukan
dengan rumus :
skor yang didapat
Nilai Akhir = ×100
skor ideal
I. Indikator Ketercapaian
Ketercapaian peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
melalui penerapan model Means Ends Analysis dikatakan tercapai ketikaterjadi
perubahan yang lebih baik dari kondisi sebelumnya, baik dalam proses
35
DAFTAR PUSTAKA
Hamiyah & Jauhar. 2014. Startegi Belajar Mengajar Di Kelas. Jakarta : Prestasi
Pustaka Raya
Sardiman. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.