Anda di halaman 1dari 152

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII SMP Negeri 8

Palangka Raya masih rendah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah

siswa kelas VIII ini terlihat ketika peneliti melakukan Pengenalan Lapangan

Persekolahan II (PLP-II) di SMP Negeri 8 Palangka Raya. Pada kesempatan

pemagangan tersebut peneliti diarahkan untuk mengajar siswa kelas VIII

yakni kelas VIII-4. Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) model

pembelajaran yang peneliti gunakan ialah model Pembelajaran Berbasis

Masalah (Problem Based Learning). Berdasarkan hasil pengamatan pada

pertemuan pertama, peneliti memberikan tes individu berbentuk masalah di

akhir pembelajaran. Tujuannya ialah untuk melihat bagaimana kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa di kelas tersebut. Hasil penilaian tes

individu, dari 23 siswa hanya 5 siswa saja yang kemampuan pemecahan

masalahnya cukup baik. Siswa sudah mampu membuat rencana penyelesaian

masalah dengan baik meskipun masih ada beberapa kesalahan penghitungan

pada tahap akhir penyelesaian soal yang diberikan. Sedangkan untuk siswa

yang lainnya di kelas tersebut kemampuan pemecahan masalah

matematikanya masih kurang bahkan terbilang rendah, berdasarkan jawaban

yang ditulis terlihat bahwa siswa masih belum mampu memahami dengan baik

masalah yang diberikan, siswa juga belum mampu menulis apa yang diketahui

1
dan yang ditanya pada soal sehingga siswa kesulitan dalam merencanakan

penyelesaian masalah yang diberikan.

Kemampuan pemecahan masalah siswa di kelas VIII-4 SMP Negeri 8

Palangka Raya yang tergolong rendah ini juga diakui oleh salah satu guru

matematika yang mengajar di kelas VIII-4. Hasil wawancara yang dilakukan

oleh peneliti pada tanggal 29 Oktober 2021 guru mengatakan bahwa

kemampuan pemecahan masalah siswa di kelas masih tergolong rendah.

Banyak siswa yang mengalami kesulitan ketika diberikan soal apalagi yang

membutuhkan pemecahan masalah matematika. Hal ini disebabkan oleh

beberapa hal yang diantaranya siswa kurang berminat dalam pembelajaran

matematika, proses pembejaran yang masih mengandalkan guru sebagai

pemberi seluruh informasi materi matematika, dan kegiatan pembelajaran

matematika di kelas kurang menekankan pada aspek kemampuan siswa dalam

menemukan konsep-konsep dan struktur-struktur matematika berdasarkan

pengalaman sendiri. Oleh karena pembelajaran seperti itulah siswa menjadi

tidak menyukai matematika.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah pada siswa berdampak

pada rendahnya hasil belajar siswa di sekolah. Hal ini juga berpengaruh pada

hasil ulangan semester siswa maupun hasil Ujian Akhir Nasional (UAN) yang

cenderung tidak meningkat dan kurang memuaskan. Menyikapi masalah

mengenai rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis dan hasil

belajar siswa tersebut, muncul pertanyaan “model dan pendekatan

pembelajaran seperti apa yang tepat untuk dilakukan guna mengatasi

2
permasalahan tersebut serta dapat mengakomodasi peningkatan kualitas

matematika siswa sehingga mencapai hasil belajar yang optimal”. Dalam

upaya meningkatkan kualitas matematika siswa, maka perlu dilakukan usaha-

usaha untuk mencari penyelesaian terbaik guna meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah tersebut. Pembelajaran matematika yang inovatif dan

beragam dapat mengubah cara belajar siswa sehingga berpengaruh terhadap

peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

Pemecahan masalah adalah suatu hal yang sangat penting untuk

dikuasai oleh siswa pada mata pelajaran matematika. Jika dilihat dari aspek

kurikulum, kemampuan pemecahan masalah menjadi salah satu tujuan dalam

pembelajaran matematika di sekolah yaitu melatih cara berpikir dan bernalar

dalam menarik kesimpulan, mengembangkan kemampuan memecahkan

masalah, serta mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau

mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan, gambar, grafik, peta,

diagram, dan sebagainya (Depdiknas, 2006). Sejalan dengan tujuan

pembelajaran matematika yang terdapat dalam KTSP peserta didik harus

memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan

memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperolah. Kemampuan pemecahan masalah sangat

penting dimiliki oleh setiap siswa karena (a) pemecahan masalah merupakan

tujuan umum pengajaran matematika, (b) pemecahan masalah yang meliputi

metoda, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam

3
kurikulum matematika, dan (c) pemecahan masalah merupakan kemampuan

dasar dalam belajar matematika (Eka, 2021).

Matematika memiliki peranan penting dalam segala aspek kehidupan

terutama dalam meningkatkan daya pikir manusia, sehingga matematika

merupakan salah satu mata pelajaran yang diwajibkan di setiap jenjang

sekolah mulai dari SD, SMP, hingga SMA. Kemampuan untuk memecahkan

masalah pada dasarnya merupakan tujuan utama proses pendidikan

(Dahar, 2011). Karena Pendidikan merupakan upaya untuk membentuk

sumber daya manusia yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan. Oleh

karena itu maka peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang wajib

dilakukan secara berkesinambungan.

Salah satu tujuan diajarkannya matematika ialah untuk

mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Pemecahan masalah

sangat penting dalam belajar matematika juga dalam kehidupan sehari-hari.

Karena itu setiap siswa harus belajar bagaimana memecahkan masalah.

Branca mengungkapkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa memiliki peranan penting karena kemampuan pemecahan masalah

merupakan jantungnya matematika (Eka, 2021). Namun meskipun matematika

memiliki peran yang penting dalam mengembangkan kemampuan pemecahan

masalah, kebanyakan siswa masih kurang mampu dalam memecahkan

masalah dan kesadaran akan pentingnya kemampuan pemecahan masalah

matematis dalam kehidupan sehari-hari belum disadari dengan baik.

4
Kurikulum 2013 edisi revisi 2016 yang tertuang dalam permendikbud

nomor 24 tahun 2016 menyatakan bahwa kemampuan menyelesaikan masalah

merupakan kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa-siswa mulai dari

sekolah dasar kelas 1 hingga sekolah menengah atas kelas XII. Salah satu

kompetensi dasar 4 (keterampilan) di SD kelas 1 berbunyi “menyelesaikan

masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan penjumlahan dan

pengurangan bilangan yang melibatkan bilangan cacah sampai dengan 99”.

Salah satu kompetensi dasar 4 di SMA kelas XII berbunyi “menyelesaikan

masalah konstektual yang berkaitan dengan kaidah pencacahan (aturan

penjumlahan, aturan perkalian, permutasi, atau kombinasi). Dengan demikian,

alasan pertama siswa-siswa perlu memiliki kemampuan memecahkan masalah

karena kemampuan tersebut adalah kompetensi dasar yang harus dimiliki

siswa-siswa dalam belajar matematika (Mairing: 2017).

Menurut Polya langkah yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan

masalah, yaitu (1) memahami masalah, (2) perencanaan pemecahan masalah,

(3) melaksanakan perencanaan pemecahan masalah, dan (4) melihat kembali

kelengkapan pemecahan masalah. Siswa yang dapat menerapkan keempat

tahap tersebut akan mencapai proses belajar yang baik yang pada akhirnya

memberikan hasil yang baik pula (Mairing, 2017).

Sehubungan dengan hal-hal yang terjadi seperti masalah di atas tentang

kemampuan pemecahan masalah siswa, maka peranan guru sangat penting

untuk menciptakan siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah

5
yang baik, sehingga memperoleh hasil belajar yang memuaskan dan tujuan

pembelajaran yang ditetapkan dapat tercapai.

Belum baiknya kemampuan pemecahan masalah siswa dipengaruhi

oleh beberapa faktor. Secara garis besar, Siti Mila Kudsiyah mengelompokkan

faktor tersebut kedalam tiga aspek yaitu; aspek kognitif, aspek afektif dan

aspek psikomotor. Aspek kognitif salah satunya meliputi berpikir panjang.

Sejalan dengan Siti Mila Kudsiyah, Kartika Handayani juga menjelaskan

bahwa faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah

matematika adalah faktor pengalaman, faktor motivasi, faktor kemampuan

memahami masalah, dan faktor keterampilan berpikir. Berdasarkan ini, maka

terlihat bahwa berpikir menjadi faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan

pemecahan masalah seseorang. (Mila, 2017)

Berpikir merupakan aktivitas kognitif yang dilakukan secara mental

untuk memecahkan suatu masalah melalui proses yang abstrak. Kegiatan

berpikir diperlukan oleh siswa ketika belajar dan menyelesaikan soal

matematika di sekolah. Pada dasarnya, setiap siswa memiliki cara khas

tersendiri dalam berpikir. Anthony Gregorc mengistilahkan cara khas berpikir

ini sebagai karakteristik cara berpikir. Menurutnya ada empat jenis karakter

berpikir, yaitu: sekuensial konkret (SK), sekuensial abstrak (SA), acak abstrak

(AA), dan acak konkret (AK). Tipe berpikir SK mengarah kepada mereka

yang memiliki kecenderungan menghafal dan lebih menyukai hal konkret.

Tipe berpikir SA merupakan mereka yang suka berpikir dalam konsep dan

menganalisis informasi. Tipe berpikir AA ialah mereka yang cenderung

6
menggunakan perasaan dalam belajar. Adapun untuk tipe berpikir AK adalah

mereka yang cenderung bersikap coba-coba, senang menemukan alternatif dan

mengerjakan segala sesuatu dengan cara mereka sendiri (Deporter, 2010).

Empat jenis tipe berpikir yang telah dikemukakan oleh Anthony

Gregorc yaitu; SK, SA, AA, dan AK tidak dipahami oleh kebanyakan guru

yang mengajar di sekolah-sekolah. Para pendidik terlalu mementingkan

jawaban akhir para siswa dibandingkan melihat proses mereka menemukan

jawaban itu. Satu dari sebagian peran guru dalam mengajarkan matematika

adalah membantu para siswa memecahkan masalah, seperti meminta siswa

menceritakan langkah yang ada dalam pikirannya sewaktu hendak

mengerjakan atau menjawab suatu soal. Selain itu, apabila guru mampu

mengenali karakteristik cara berpikir yang dimiliki setiap siswa maka akan

mudah baginya untuk merancang model pembelajaran yang sesuai dengan

siswa tersebut. Dan ini akan berdampak baik bagi kemampuan guru dalam

mengajar dan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

Pembenahan dalam pembelajaran matematika sangat diperlukan terkait

dengan rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa. Untuk

memperbaiki proses pembelajaran yang selama ini terpusat pada guru

sehingga siswa cenderung lebih pasif yaitu melalui upaya pemilihan model

pembelajaran yang tepat dan inovatif dalam pembelajaran matematika di

sekolah. Sehingga berbeda dengan pembelajaran pada umumnya yang biasa

dilakukan oleh guru (konvensional), di mana sebagian besar kegiatan belajar

mengajar masih didominasi oleh guru yang secara aktif mengajarkan

7
matematika, lalu memberikan contoh dan latihan, di sisi lain siswa hanya

mendengar, mencatat, dan mengerjakan soal yang diberikan guru.

Pembelajaran semacam ini akan membuat anak kurang tertarik dan termotivasi

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yang akan berakibat pada rendahnya

hasil belajar siswa serta tidak bermakna pengetahuan yang diperoleh siswa.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa

bekerjasama dalam kelompok untuk berbagi ide selama proses pemecahan

masalah, sehingga siswa akan memahami, menghayati, dan mengambil

pelajaran dari pengalamannya.

Salah satu model pembelajaran yang disarankan untuk pembelajaran di

kelas pada kurikulum 2013 adalah pembelajaran berbasis masalah. Sintaks

model pembelajaran berbasis masalah yaitu: (1) memberikan orientasi tentang

permasalahan kepada siswa, (2) mengorganisasikan siswa untuk meneliti, (3)

membantu pemecahan mandiri/kelompok, (4) mengembangkan dan

mempresentasikan hasil karya, dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah (Arends, 2012). Prinsip utama pembelajaran berbasis

masalah adalah memaksimalkan pembelajaran dengan menyelidiki,

menjelaskan, dan menyelesaikan masalah kontekstual dan bermakna. Oleh

karena itu, model pembelajaran berbasis masalah ini dapat digunakan untuk

mendorong siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran (Oguz-Unver, 2011).

Sehubungan dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, peneliti

tertarik melakukan penelitian tentang “Analisis Kemampuan Pemecahan

8
Masalah Matematika Ditinjau Dari Karakteristik Cara Berpikir Siswa Melalui

Pembelajaran Berbasis Masalah di kelas VIII SMP Negeri 8 Palangka Raya”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis

mengidentifikasikan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Metode pembelajaran yang digunakan masih menggunakan metode belajar

yang hanya berpusat pada guru.

2. Kurangnya penerapan variasi model, metode dan pendekatan dalam

pembelajaran matematika.

3. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

4. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah

siswa adalah keterampilan berpikir.

5. Dalam berpikir setiap siswa meiliki karakteristik yang berbeda-beda.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas,

peneliti merumuskan masalahnya menjadi empat rumusan, yaitu:

1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII

SMP Negeri 8 Palangka Raya dalam pembelajaran berbasis masalah pada

materi peluang ditinjau dari karakteristik cara berpikir Sekuensial Konkret

(SK)?

9
2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII

SMP Negeri 8 Palangka Raya dalam pembelajaran berbasis masalah pada

materi peluang ditinjau dari karakteristik cara berpikir Sekuensial Abstrak

(SA)?

3. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII

SMP Negeri 8 Palangka Raya dalam pembelajaran berbasis masalah pada

materi peluang ditinjau dari karakteristik cara berpikir Acak Abstrak

(AA)?

4. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII

SMP Negeri 8 Palangka Raya dalam pembelajaran berbasis masalah pada

materi peluang ditinjau dari karakteristik cara berpikir Acak Konkret

(AK)?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan pada

penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

ditinjau dari karakteristik cara berpikir Sekuensial Konkret (SK) melalui

pembelajaran berbasis masalah pada materi peluang di kelas VIII SMP

Negeri 8 Palangka Raya .

2. Mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

ditinjau dari karakteristik cara berpikir Sekuensial Abstrak (SA) melalui

10
pembelajaran berbasis masalah pada materi peluang di kelas VIII SMP

Negeri 8 Palangka Raya.

3. Mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

ditinjau dari karakteristik cara berpikir Acak Abstrak (AA) melalui

pembelajaran berbasis masalah pada materi peluang di kelas VIII SMP

Negeri 8 Palangka Raya.

4. Mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

ditinjau dari karakteristik cara berpikir Acak Konkret (AK) melalui

pembelajaran berbasis masalah pada materi peluang di kelas VIII SMP

Negeri 8 Palangka Raya.

E. Batasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis

membatasi masalah ini hanya mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Penelitian ini terbatas pada kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa pada materi peluang dan ditinjau dari karakteristik cara berpikir

siswa.

2. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ialah pembelajaran

berbasis masalah.

3. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII-4 SMP Negeri 8 Palangka Raya

semester genap 2021/2022 pada materi peluang.

11
F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Memperluas wawasan dan menambah pengalaman baru dalam

mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

berdasarkan karakteristik cara berpikir yang dimiliki oleh siswa serta

sebagai sarana bagi peneliti untuk mengembangkan ilmu yang didapat

demi kemajuan dibidang pendidikan.

2. Bagi Siswa

Siswa bisa mengetahui jenis karakteristik cara berpikir apa yang ia

miliki sehingga ia dapat mengoptimalkan pemahamannya dalam

menyelesaikan masalah matematika.

3. Bagi Guru

Bisa dijadikan sumber referensi tentang pentingnya mengetahui

karakteristik cara berpikir siswa agar lebih mudah dalam merancang dan

memilih model pembelajaran maupun tugas yang sesuai dengan

karakteristik cara berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika.

4. Bagi Sekolah

Penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan referensi dalam rangka

meningkatkan penggunaan model pembelajaran yang baik dan tepat untuk

mencapai kualitas proses pembelajaran yang sesuai dengan harapan

kurikulum 2013, terutama pada mata pelajaran matematika.

12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori Dasar

1. Hakikat Matematika

Matematika merupakan pengetahuan yang universal yang mendasari

perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam

kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, mata pelajaran matematika perlu

diajarkan mulai dari sekolah dasar hingga ke jenjang perguruan tinggi untuk

membekali mereka dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis,

kreatif, cermat dan konsisten serta kemampuan bekerja sama. Matematika

merupakan salah satu bagian yang penting dalam bidang ilmu pengetahuan.

Apabila dilihat dari sudut pengklasifikasian bidang ilmu pengetahuan,

pelajaran matematika termasuk ke dalam kelompok ilmu-ilmu eksakta, yang

lebih banyak memerlukan pemahaman dari pada hafalan. Matematika adalah

ilmu yang mengkaji tentang cara berhitung atau mengukur sesuatu dengan

angka, symbol, atau jumlah. Untuk dapat memahami suatu pokok bahasan

dalam matematika, peserta didik harus mampu menguasai konsep-konsep

matematika dan keterkaitannya serta mampu menerapkan konsep-konsep

tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Hakikat belajar matematika adalah suatu aktivitas mental agar peserta

didik dapat memahami makna dan hubungan – hubungan serta simbol –

simbol, kemudian mengaplikasikannya pada kehidupan sehari – hari. Seperti

13
yang dikemukakan Johnson matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi

praktisnya untuk mengekspresikan hubungan – hubungan kuantitatif dan

keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir

(Abdurrahman, 2012).

Beth dan Piaget menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

matematika adalah pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai struktur

abstrak dan hubungan antar – struktur tersebut sehingga teroganisasi dengan

baik. Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses mencari

kebenaran (generalisasi) dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan

alam dan ilmu pengetahuan yang lain. Metode pencarian kebenaran yang

dipakai adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara induktif. Pada ilmu

pengetahuan alam adalah metode induktif dan eksperimen. Walaupun dalam

matematika mencari kebenaran itu dapat dimulai dengan cara induktif, tetapi

seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus dapat

dibuktikan dengan cara deduktif (Runtukahu, 2014).

Dalam matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau dalil itu

dapat diterima kebenarannya sesudah dibuktikan secara deduktif. Dengan

mempelajari matematika, kita akan mudah dalam menyelesaikan masalah,

karena ilmu matematika itu sendiri memberikan kebenaran berdasarkan alasan

logis dan sistematis. Disamping itu, matematika dapat memudahkan dalam

pemecahan masalah karena proses kerja matematika dilalui secara berturut –

turut yang meliputi tahap observasi, menebak, menguji hipotesis, mencari

analogi, dan akhirnya merumuskan teorema – teorema. Oleh karena itu, mata

14
pelajaran matematika diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah

dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis,

sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama.

Berdasarkan berbagai pandangan dan pengertian tentang matematika di

atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan salah satu mata

pelajaran terpenting dalam bidang pendidikan yang memiliki objek – objek

yang abstrak, konsep – konsep yang saling berhubungan satu sama lain yang

penalarannya secara deduktif. Matematika sebagai suatu bidang ilmu yang

merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan masalah

berbagai persoalan praktis.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah

a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

Kemampuan dapat diartikan dengan kesanggupan. Kemampuan

merupakan kesanggupan seseorang dalam melaksanakan suatu aktivitas.

Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengingat,

menerima, maupun menggunakan sesuatu yang diterimanya karena setiap

orang memiliki cara yang berbeda dalam menyusun sesuatu yang diamati,

dilihat, ataupun dipikirkannya. Begitu juga dengan siswa, setiap siswa

memiliki cara yang berbeda menerima, menyikapi situasi belajar serta

menghubungkan pengalaman – pengalamannya terhadap pelajarannya serta

cara mereka merespon pembelajaran.

Masalah adalah suatu kondisi dimana mendorong seseorang untuk

menyelesaikannya, namun tidak tahu secara langsung apa yang harus

15
dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada

siswa misalnya dalam bentuk soal dan siswa tersebut mampu mengerjakan

penyelesaiannya dengan baik dan benar maka tidak dapat dikatakan sebagai

masalah. Masalah merupakan bagian dari kehidupan manusia baik bersumber

dari dalam diri maupun lingkungan sekitar. Hampir setiap manusia

berhadapan dengan suatu masalah yang perlu dicari jalan keluarnya.

Menurut Abdurrahman “pemecahan masalah adalah aplikasi dari

konsep dan keterampilan. Dalam pemecahan masalah biasanya melibatkan

beberapa kombinasi konsep dan keterampilan dalam suatu situasi baru atau

situasi yang berbeda”. Pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah

akan menjadi hal yang sangat menentukan dalam keberhasilan pembelajaran

matematika di kelas, oleh karenanya penerapan pemebelajaran pemecahan

masalah menjadi suatu keharusan (Dwiningrat, 2014). Pemecahan masalah

merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting.

Pemecahan masalah sangat penting dalam belajar matematika juga dalam

kehidupan sehari-hari. Karena itu setiap siswa harus belajar bagaimana

memecahkan masalah. Siswa dapat belajar hal tersebut dari apa yang

dilakukan pemecah-pemecah masalah yang baik (good problem solvers)

dalam menyelesaikan suatu masalah. Belajar mengenai apa yang mereka

pikirkan dan lakukan pada waktu memecahkan masalah? Bagaimana mereka

memahami masalah, membuat perencanaan penyelesaian, melaksanakan

rencana dan memeriksa kembali penyelesaian yang telah dibuat. Dengan

pemecahan masalah siswa akan memperoleh pengalaman dalam menggunakan

16
pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki untuk menyelesaikan soal yang

tidak rutin. Dalam pengajaran matematika, kemampuan pemecahan masalah

berarti serangkaian operasi mental yang dilakukan seseorang untuk mencapai

suatu tujuan tertentu (Mairing: 2011).

Menurut Polya terdapat empat tahapan penting yang harus ditempuh

siswa dalam memecahkan masalah, yakni memahami masalah, menyusun

rencana penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian, dan memeriksa

kembali. Melalui tahapan yang terorganisir tersebut, siswa akan memperoleh

hasil dan manfaat yang optimal dari pemecahan masalah. Pemecahan masalah

matematika dapat dibedakan atas dua jenis berikut: (1) Pemecahan rutin atau

masalah abstrak. Soal jenis ini adalah soal yang menyerupai soal nyata. Dalam

pemecahan masalah rutin, anak mengaplikasikan cara matematika yang

hampir sama dengan cara yang telah dijelaskan oleh guru. Sebuah contoh

masalah rutin (terkenal dengan soal cerita). (2) Pemecahan masalah non –

rutin atau pemecahan masalah nyata. Dewasa ini lebih dikenal dengan real

mathematics. Soal dimulai dari situasi nyata dan penyelesaiannya ialah dengan

penerjemahan maslah dengan kedalam model matematika dan selanjutnya

masalah dikembalikan kepada masalah dunia nyata. Berlainan dengan soal

cerita rutin, soal non – rutin membutuhkan pemikiran yang lebih tinggi untuk

memilih prosedur pemecahannya (Hartono, 2014).

Berdasarkan pengertian – pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kesanggupan,

pengetahuan yang berbeda – beda yang dimiliki setiap orang untuk

17
menyelesaikan masalah. Masalah merupakan suatu situasi yang tidak

diinginkan dan menghambat untuk mencapai beberapa tujuan. Sehingga untuk

mencapai tujuan tersebut diperlukan upaya pemecahan masalah yang

melibatkan proses berpikir secara optimal. Ada empat tahapan penting yang

harus ditempuh siswa dalam memecahkan masalah, yakni memahami

masalah, menyusun rencana penyelesaian, melaksanakan rencana

penyelesaian, dan memeriksa kembali. Jika kita telah mampu mengatasi

situasi yang menghambat dalam pencapaian tujuan maka sudah dapat

dikatakan menyelesaikan masalah. Berikut tahapan pemecahan masalah

menurut Polya yang dirinci pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika


Tahapan Pemecahan Deskripsi Tahapan Pemecahan Masalah
Masalah Menurut Polya
Memahami Masalah Mampu menuliskan serta menyebutkan apa yang
diketahui dan ditanyakan pada soal.
Membuat Rencana Mampu menuliskan serta menyebutkan rumus/cara
yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan.
Melaksanakan Rencana Mampu menuliskan serta menyebutkan penyelesaian
permasalahan menggunakan rumus/cara yang sudah
ditulis sebelumnya.
Memeriksa Kembali Mampu memeriksa kembali perhitungan yang sudah
dikerjakan dengan menuliskan perhitungan ulang.
Mampu mengembalikan pertanyaan yang dicari.
Mampu mencari jawaban tersebut dengan
menggunakan cara lain.
Mampu menuliskan serta menyebutkan kesimpulan
jawaban dari permasalahan.

b. Cara Mengukur Kemampuan Pemecahan Masalah

Dalam pemberian skor pemecahan masalah, bila yang ingin diukur

atau diketahui adalah kemampuan siswa pada setiap langkah atau proses

18
berpikirnya dalam memecahkan masalah tersebut maka butir soal disusun

untuk setiap proses yang bersangkutan. Namun, bila kita ingin mengukur

proses pemecahan masalah secara keseluruhan, butir soal disusun sedemikian

rupa sehingga memuat semua proses pemecahan masalah yang ingin diukur.

Pedoman penskoran pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Schoen dan

Ochmke yang dirangkum dalam tabel 2.1 dibawah ini: (Isra, 2018)

Tabel 2.2 Alternatif Pemberian Skor Pemecahan Masalah


Aspek Yang Langkah-langkah Pemecahan Masalah Skor
dinilai
Memahami Tidak ada jawaban sama sekali 0
masalah Menuliskan yang diketahui dan ditanyakan 1
dengan benar tetapi tidak lengkap
Menuliskan yang diketahui dan ditanyakan 2
dengan benar dan lengkap
Menyusun Tidak ada jawaban sama sekali 0
rencana Menuliskan rumus untuk hal yang diketahui 1
penyelesaian Menuliskan rumus untuk hal yang ditanya 2
Menuliskan/menyusun prosedur penyelesaian 3
Memecahkan Tidak ada jawaban sama sekali 0
masalah Menuliskan aturan penyelesaian dengan benar 1
tetapi tidak lengkap
Menuliskan aturan penyelesaian dengan tuntas 2
tetapi hasil salah
Menuliskan aturan penyelesaian dengan tuntas 3
dan hasil benar
Memeriksa Tidak ada jawaban sama sekali 0
kembali Menuliskan jawaban dan dapat memeriksa 1
kembali hasil penyelesaian tetapi jawaban salah
Menuliskan jawaban dan dapat memeriksa 2
kembali hasil penyelesaian dengan benar

3. Karakteristik Cara Berpikir

Dalam menghadapi suatu masalah siswa dituntut untuk dapat

menemukan solusi dari permasalahan tersebut. Pada fase ini siswa akan

melakukan proses berpikir untuk menemukan solusi baru dalam pemecahan

masalah. Proses berpikir adalah aktivitas yang terjadi dalam otak manusia.

19
Seseorang memerlukan pemikiran dalam memecahkan masalah. Berpikir merupakan

kemampuan untuk meletakkan hubungan antara bagian – bagian pengetahuan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Karakteristik adalah ciri-ciri

khusus”. Dengan kata lain, karakteristik meliputi satu ciri khusus atau lebih.

Menurut Carson “Berfikir sebenarnya merupakan penggabungan antara teori

dan praktek, abstrak dan konkret, konsep dan fakta” (Danar, 2015).

Selanjutnya pendapat Bigot “Berpikir itu adalah meletakkan hubungan antara

bagian – bagian pengetahuan kita. Bagian – bagian pengetahuan kita yaitu

segala sesuatu yang telah kita miliki, yang berupa pengertian – pengertian dan

dalam batas tertentu juga tanggapan – tanggapan” (Suryabrata, 2013).

Proses berpikir yang terjadi dalam benak siswa akan berakhir sampai

diketemukan jawaban. Proses atau jalannya berpikir itu ada tiga langkah,

yaitu: (1) pembentukan pengertian, (2) pembentukan pendapat, dan (3)

penarikan kesimpulan.

Menurut Dick & Carey Seorang guru hendaknya mampu untuk

mengenal dan mengetahui karakteristik siswa, sebab pemahaman yang baik

terhadap karakteristik siswa akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

proses belajar siswa. Untuk mengetahui karakteristik cara berpikir siswa, guru

dapat membagi angket karakteristik cara berpikir siswa secara berkala,

misalnya setiap awal semester. Jika seorang guru mampu mengenali

karakteristik cara berpikir siswa maka diharapkan guru tersebut dapat

membantu terselenggaranya proses pembelajaran secara efektif yang memungkinkan

peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa (Lestanti, 2016).

20
Teori yang menjelaskan tentang karakteristik cara berpikir salah

satunya dikembangkan oleh Anthony Gregorc. Anthony Gregorc membagi

siswa ke dalam beberapa tipe karakteristik cara berpikir matematika antara

lain yaitu Sekuensial Konkret (SK), Sekuensial Abstrak (SA), Acak Konkret

(AK), dan Acak Abstrak (AA). Menurut Anthony Gregorc, orang dengan

kategori sekuensial cenderung memiliki dominasi otak kiri, sedangkan orang

dengan kategori berpikir secara acak cenderung dalam dominasi otak kanan

Berikut masing-masing tipe karakteristik cara berpikir yang mana

dikemukakan oleh DePorter & Hernacki:

a. Tipe Sekuensial Konkret (SK)

Pemikir dengan tipe Sekuensial Konkret (SK) ini sangat memperhatikan

dan mengingat detail dengan rinci dan lebih mudah. Tipe SK ini terrbiasa

dengan mengatur tugas tahap demi tahap dan berusaha mencapai

kesempurnaan. Tipe SK memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Pemikir SK sangat berpegang pada realita dan proses informasi yang

terurut dan sekuensial atau menghubung-hubungkan.

2) Bagi para SK, realita terdiri dari apa yang dapat mereka ketahui melalui

panca indra fisik mereka.

3) Mereka memperhatikan dan mengingat realita dengan mudah. Mereka juga

dapat mengingat fakta, informasi dan rumus khusus secara mudah.

4) Catatan adalah cara yang baik bagi tipe SK untuk belajar.

5) Tipe SK harus mengatur tugas-tugas mereka menjadi tahap demi tahap

agar tiap tahap yang dilakukannya sempurna.

21
6) Tipe SK sangat menyukai pengarahan dan prosedur khusus.

b. Sekuensial Abstrak (SA)

Pemikir dengan tipe Sekuensial Abstrak (SA) berpikir dalam konsep dan

menganalisis informasi. Tipe SA ini memiliki karakteristik:

1) Realita bagi tipe SA adalah pemikiran abstrak.

2) Pemikir SA suka berpikir dalam konsep dan menganalisis informasi.

3) Tipe SA menghargai orang dan peristiwa yang teratur rapi dan mudah

dipahami.

4) Menemukan detail penting seperti kata kunci adalah mudah bagi SA.

5) Proses berpikir tipe SA adalah rasional, logis dan intelektual.

6) Aktivitas favorit tipe SA adalah membaca dan meneliti sesuatu secara

mendalam.

7) Tipe ini selalu ingin tahu sebab dibalik akibat dan memahami teori serta

konsep.

c. Acak Konkret (AK)

Pemikir Acak Konkret (AK) berpegang pada kenyataan dan bersikap

selalu ingin mencoba hal-hal baru. Tipe pemikir AK memiliki

karakteristik:

1) Tipe AK memiliki sikap eksperimental yang menantang dan diikuti

perilaku yang kurang terstuktur.

2) Pemikir AK berpegang pada kenyataan, namun sering kali mereka ingin

melakukan pendekatan coba-coba (trial and error).

22
3) Para AK cenderung lebih suka menemukan alternatif dan mengerjakan

sesuatu dengan cara mereka sendiri. Bisa dikatakan bahwa AK merupakan

pemikir yang kreatif.

4) Bagi orang-orang dengan pemikiran tipe AK, prioritas yang utama

bukanlah waktu sehingga AK cenderung tidak terlalu perduli akan waktu

terutama jika mereka sedang terlibat dalam situasi yang menurut AK

menarik.

5) Tipe pemikir AK lebih berorientasi pada proses daripada hasil.

d. Acak Abstrak (AA),

Pemikir dengan tipe Acak Abstrak (AA) lebih mudah dalam mengolah

informasi melalui evaluasi dan lebih suka untuk berkecipung dalam

lingkungan tidak teratur yang berorientasi pada orang. Tipe pemikir AA

memiliki karakteristik:

1) Bagi tipe abstrak, dunia nyata mereka adalah perasaan dan emosi. AA

tertarik pada nuansa dan beberapa pada mistisisme.

2) Pemikir AA menyerap ide-ide, kesan, informasi dan mengolahnya dengan

refleksi, terkadang hal ini memakan waku lama (lamban) tetapi tepat,

sehingga orang lain tidak menyangka jika tipe AA mempunyai reaksi atau

pendapat.

3) Pemikir AA mampu mengingat dengan baik jika informasi diperinci.

4) Pada tipe AA , perasaan dapat mempengaruhi belajar mereka.

5) Tipe AA akan sangat merasa dibatasi ketika berada di lingkungan teratur.

23
6) AA sangat suka berkiprah di lingkungan yang tidak teratur yang

berorientasi dengan orang-orang.

7) Para pemikir AA mengalami peristiwa secara holistik yaitu melihat

keseluruhan gambar bukan bertahap.

De Porter & Hernacki menegaskan bahwa setiap tipe karakterstik cara

berpikir tersebut, tidak ada salah satu tipe karakterstik cara berpikir manapun

yang lebih baik atau lebih buruk dari pada yang lainnya. masing-masing tipe

karakterstik cara berpikir tersebut hanya berbeda saja. Tetapi meskipun begitu,

keberhasilan seseorang dalam belajar salah satunya dipengaruhi oleh

karakteristik cara berpikir dari keempat tipe tersebut. Hal ini karena tipe-tipe

karakteristik cara berpikir tersebut mempengaruhi seseorang dalam

memecahkan suatu permasalahan juga menentukan langkah-langkah apa untuk

mencapai tujuannya. Cara yang dikembangkan oleh masing-masing orang

dalam menentukan keberhasilannya, tergantung dari kesadaran masing-masing

orang tersebut termasuk pada tipe mana yang sekiranya paling sesuai dengan

dirinya (Eka, 2021).

Untuk mengetahui atau mengklasifikasikan seorang siswa termasuk

dalam karakteristik cara berpikir matematika yang mana, salah seorang

pembimbing program SuperCamp di California bernama John Parks Le Tellier

merancang sebuah angket untuk menentukannya. Langkah-langkah untuk

angket tersebut adalah:

a. Siswa diminta untuk membaca setiap kelompok pada tiap nomor yang

terdiri dari empat kata.

24
b. Siswa diminta memilih dua kata dari empat kata yang paling sesuai untuk

menggambarkan dirinya. Tidak ada jawaban yang benar atau salah. Setiap

siswa akan memberikan jawaban yang berbeda, yang penting adalah

bersikap jujur.

c. Setelah siswa menyelesaikan setiap butir angket tersebut, huruf-huruf dari

kata yang dipilih dilingkari pada setiap nomor dalam empat kolom yang

disediakan,

d. Lalu jawaban pada kolom I, II, III dan IV dijumlahkan dan kemudian pada

masing-masing kolom tersebut dikalikan dengan empat. Kotak dengan

jumlah terbesar itulah yang menunjukkan cara berpikir siswa tersebut

(Eka, 2021).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik cara

berpikir siswa adalah cara - cara yang dikembangkan oleh masing-masing

siswa dalam mengelola dan mengatur informasi sesuai dengan pengetahuan,

keterampilan dan kemampuan yang ada pada siswa dalam menentukan tujuan

pembelajaran agar tercapai. Setiap siswa memiliki cara berpikir yang berbeda

– beda, sehingga perbedaan cara berpikir siswa mengakibatkan kemampuan

pemecahan masalah setiap siswa berbeda.

4. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

a. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran

dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa

dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan

25
keterampilan yang lebih tinggi dan inquiry kolaboratif, memandirikan siswa

dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Model ini bercirikan penggunaan

masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk

melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan pemecahan

masalah serta mendapatkan pengetahuan konsep – konsep penting. Dalam

proses pembelajaran berbasis masalah, siswa bekerjasama dalam tim dan

kolaborasi itu penting untuk mengembangkan proses kognitif yang berguna

untuk meneliti lingkungan, memahami permasalahan, mengambil dan

menganalisa data penting dan mengelaborasi solusi (Rusman, 2014).

Pembelajaran berbasis masalah adalah: Model pembelajaran yang

menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa utuk

belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta

untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran.

Dalam hal ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah

yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi

pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah juga menyajikan masalah autentik

dan bermakna sehingga siswa dapat melakukan penyelidikan dan menemukan

sendiri. Dan model pembelajaran berbasis masalah adalah metode belajar yang

menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan data dan

mengintegrasikan pengetahuan baru (Komalasari, 2013).

Model pembelajaran berbasis masalah meliputi pengajuan pertanyaan

atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan

autentik, kerja sama dan menghasilkan karya serta peragaan. Pembelajaran

26
berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan

informasi sebanyak-banyaknya pada siswa. Pembelajaran berbasis masalah

antara lain bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan

berpikir dan keterampilan pemecahan masalah. Dalam pembelajaran berbasis

masalah, perhatian pembelajaran tidak hanya pada perolehan pengetahuan

procedural. Oleh karena itu, penilaian tidak hanya cukup dengan tes.

Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis

masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil

pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama – sama.

Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan siswa tersebut.

Penilaian proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana siswa

merencanakan pemecahan masalah, melihat bagaimana siswa menunjukkan

pengetahuan dan keterampilannya.

Beberapa definisi menurut para ahli di atas dapat penulis simpulkan

bahwa model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu strategi

pembelajaran yang dapat digunakan oleh seorang guru dalam proses kegiatan

pembelajaran dengan menggunakan masalah sebagai langkah untuk

mengumpulkan pengetahuan, sehingga dapat merangsang siswa untuk berpikir

kritis dan belajar secara individu maupun kelompok kecil sampai menemukan

solusi dari masalah tersebut. Peran guru pada model pembelajaran berbasis

masalah yaitu sebagai fasilitator dan membuktikan asumsi juga mendengarkan

perspektif yang ada pada siswa sehingga yang berperan aktif di dalam kelas

pada saat pembelajaran adalah siswa.

27
b. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Arends mengemukakan sintaks pembelajaran berbasis masalah terdiri

atas lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa

dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja

siswa.

1) Orientasi siswa pada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,

menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlihat pada

aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

2) Mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu siswa

mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan

dengan masalah tersebut.

3) Membimbing penyelidikan individual dan kelompok. Guru mendorong

siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan

eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya.

4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa

merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video

dan model serta membantu berbagai tugas dengan temannya.

5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru

membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan

dan proses – proses yang mereka gunakan (Hariyanto, 2012).

Secara ringkas, kegiatan pembelajaran melalui PBM diawali

dengan aktivitas peserta didik untuk menyelesaikan masalah nyata yang

28
ditentukan atau disepakati. Proses penyelesaian masalah tersebut

berimplikasi pada terbentuknya keterampilan peserta didik dalam

menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membentuk

pengetahuan baru. Proses tersebut dilakukan dalam tahapan-tahapan atau

sintaks pembelajaran yang disajikan pada tabel berikut :

Tabel 2.3 Sintaks atau Langkah-langkah PBM


FASE-FASE PERILAKU GURU

Fase 1 Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan


Orientasi siswa logistik yang dibutuhkan dan emotivasi siswa
kepada Masalah untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah
yang dipilih
Fase 2 Membantu siswa mendefinisikan dan
Mengorganisasikan mengorganisasikan tugas belajar yang
siswa berhubungan dengan masalah tersebut
Fase 3 Mendorong siswa untuk mengumpulkan
Membimbing informasi yangsesuai, melaksanakan
penyelidikan individu eksperimen untuk mendapatkanpenjelasan dan
dan kelompok pemecahan masalah
Fase 4 Membantu siswa dalam merencanakan dan
Mengembangkan dan menyiapkankarya yang sesuai seperti laporan,
menyajikan hasil model dan berbagitugas dengan teman
karya
Fase 5 Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
Menganalisa dan telahdipelajari /meminta kelompok
mengevaluasi proses presentasihasil kerja
pemecahan masalah

Kesimpulan yang diambil dari pendapat Arends mengenai langkah-

langkah pembelajaran berbasis masalah menurut penulis yaitu pada langkah

awal pembelajaran siswa harus mampu merumuskan masalah yang akan

dipecahkan dan dipelajari, dan guru bertugas untuk membimbing siswa,

selanjutnya siswa harus mampu menganalisis masalah dari berbagai sudut

pandang, setelah itu siswa menentukan sebab akibat yang akan dipecahkan

atau diselesaikan, untuk memecahkan masalah yang ada siswa harus

29
mengumpulakan informasi atau data dari berbagai sumber yang relevan,

kemudian siswa berhipotesis untuk mengahasilkan data yang dibutuhkan dan

menarik kesimpulan.

c. Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah

Kelebihan dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah antara

lain:

1) Siswa akan terbiasa menghadapi masalah dan merasa tertantang untuk

menyelesaikan masalah, yang ada dalam kehidupan sehari-hari;

2) Memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-

teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya;

3) Semakin mengakrabkan guru dengan siswa;

4) Karena ada kemungkinan suatu masalah harus diselesaikan siswa melalui

eksperimen hal ini juga akan membiasakan siswa dalam menerapkan

metedo eksperimen (Hariyanto, 2012).

d. Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah

Kekurangan dari model pembelajaran berbasis masalah antara lain:

1) Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa kepada pemecahan

masalah;

2) Seringkali memerlukan biaya mahal dan waktu yang panjang:

3) Aktivitas siswa yang dilaksanakan diluar sekolah sulit dipantau guru

(Hariyanto, 2012).

Kesimpulan penulis, dalam setiap model pembelajaran pasti ada

kelebihan dan kekurangannya, maka dari itu penulis menyimpulkan bahwa

30
guru ataupun calon guru harus pandai memilih model pembelajaran dan harus

mampu menutupi kekurangan dari model pembelajaran yang akan digunakan.

5. Materi Pembelajaran Peluang

Peluang adalah kemungkinan terjadinya suatu peristiwa atau kejadian.

Teori peluang awalnya lahir dari masalah peluang memenangkan permainan

judi. Perkembangan teori peluang menjadi cabang dari ilmu matematika yang

digunakan sacara luas. Teori peluang banyak digunakan dalam dunia bisnis,

meteorologi, sains, industri, politik, dan lain-lain. Akan pentingnya materi

teori peluang, maka materi ini menjadi salah satu materi pokok yang wajib

dipelajari oleh siswa. Salah satu materi dari teori peluang meliputi peluang

teoritik dan empirik yang diajarkan di jenjang SMP di kelas VIII.

a. Ruang Sampel dan Titik Sampel

Ruang sampel adalah himpunan semua kemungkinan hasil suatu

percobaan dan dilambangkan dengan huruf 𝑆. Setiap kemungkinan hasil

dalam suatu ruang sampel disebut dengan titik sampel. Seandainya

banyaknya unsur ruang sampel itu terhingga, maka dapat didaftarkan unsur-

unsur tersebut menggunakan koma (,) atau memisahkan setiap unsur dan

menutupnya dengan dua kurung kurawal ({}).

Jadi contoh dari ruang sampel (𝑆) dari pelemparan satu keping uang

logam dapat dituliskan sebagai 𝑆 = {𝐴, 𝐺} dengan 𝐴 yang menyatakan sisi

angka dan 𝐺 yang menyatakan sisi gambar. Misalnya akan dilakukan

pelemparan tiga keping uang logam, maka untuk menentukan ruang contoh

31
dari percobaan tersebut maka dapat dirinci menggunakan diagram pohon

sebagai berikut.

A G

A A

G G

G A G

G G

Jadi ruang sampel dari pelemparan tiga keping uang logam tersebut

dapat dituliskan 𝑆 = {(𝐴, 𝐴, 𝐴), (𝐴, 𝐴, 𝐺), (𝐴, 𝐺, 𝐴), (𝐴, 𝐺, 𝐺), (𝐺, 𝐴, 𝐴), (𝐺,

𝐴, 𝐺), (𝐺, 𝐺, 𝐴), (𝐺, 𝐺, 𝐺)} Misalnya akan dilakukan pelemparan dua buah

mata dadu secara bersamasama. Maka untuk menentukan ruang sampelnya

dapat menggunakan tabel sebagai berikut.

Tabel 2.4 Ruang Sampel Pelemparan Dua Buah Mata Dadu

Jadi ruang sampel dari pelemparan tiga keping uang logam tersebut

dapat dituliskan sebagai 𝑆 = {(1,1), (2,1), (3,1), (4,1), (5,1), (6,1), (1,2), (2,2),

32
(3,2), (4,2), (5,2), (6,2), (1,3), (2,3), (3,3), (4,3), (5,3), (6,3), (1,4), (2,4), (3,4),

(4,4), (5,4), (6,4), (1,5), (2,5), (3,5), (4,5), (5,5), (6,5), (1,6), (1,6), (3,6), (4,6),

(5,6), (6,6)}.

b. Peluang teoretik

Peluang teoritik dikenal juga dengan istilah peluang klasik (classical

probability). Jika terdapat suatu soal yang hanya menyebutkan “peluang”,

maka peluang yang dimaksud tersebut adalah peluang teoretik. Peluang

teoretik adalah perbandingan dari hasil yang dimaksud dengan semua hasil

yang mungkin pada suatu percobaan tunggal. Kejadian adalah bagian dari

ruang sampel 𝑆. Suatu kejadian 𝐴 dapat terjadi jika memuat titik sampel pada

ruang sampel 𝑆. Misalkan (𝐴) menyatakan banyak titik sampel kejadian 𝐴, dan

𝑛(𝑆) adalah semua titik sampel pada ruang sampel 𝑆. Peluang teoretik kejadian

𝐴, yaitu (𝐴) dirumuskan

n( A)
𝑃(𝐴) =
n (S )

Berikut ini merupakan peluang teoretik kejadian 𝐴 dari suatu

eksperimen.

Tabel 2.5 Peluang Teoritik Kejadian (A) dari Suatu Eksperimen

Eksperime Ruang n(S) Kejadian Titik Banya Peluang


n Sampel (A) Sampel k Titik Teoritik
Kejadia Sampel P(A)
n (A) n (A)
Pelemparan {A, G} 2 Hasil Sisi {A} 1 1
2
satu koin Angka
{A, G} 2 Hasil Sisi {G} 1 1
2
Gambar

33
{1,2,3,4, 6 Hasil Mata {3} 1 1
6
5,6) Dadu 3
{1,2,3,4, 6 Hasil Mata {} 0 0
atau 0
6
5,6) Dadu 7 Kosong
{1,2,3,4, 6 Hasil Mata {2,4,6} 3 3 1
atau
6 2
5,6) Dadu
Genap
Pelemparan {1,2,3,4, 6 Hasil Mata {1,3,5} 3 3 1
atau
6 2
satu Dadu 5,6) Dadu
Ganjil

c. Peluang Empirik

Pendekatan lain menghitung peluang yang dapat dilakukan adalah

dengan menggunakan peluang empirik. Nilai ini diperoleh dengan melakukan

sampling sebanyak jumlah tertentu perulangan dan berdasarkan hasil sampling

tersebut disusunlah suatu frekuensi relatif kemunculan hasil-hasil tertentu

yang menjadi perhatian. Misalkan 𝐴 suatu kejadian dalam ruang sampel 𝑆

yang terkait dengan suatu percobaan 𝐴. Cara untuk mengetahui berapa

peluang terjadinya 𝐴 secara empiris, untuk itu dapat melakukan sampling

dengan misalnya melakukan M buah perulangan yang memiliki 𝑆 sebagai

ruang sampel pada eksperimen 𝐴. Peluang terjadinya 𝐴 pada eksperimen

tersebut dirumuskan

n( A)
𝑓𝐴 =
M

Berikut ini merupakan peluang empirik percobaan pelemparan satu

buah dadu.

34
Tabel 2.6 Peluang Empirik Percobaan Penggelindingan Dadu

Nama yang Mata dadu Banyak kali Banyaknya Rasio (A)


melakukan yang diamati mata dadu percobaan terhadap
percobaan yang diamati (M)
(A)
SP 1 19 120 19
120
ES 2 20 120 20
120
LH 3 21 120 21
120
MT 4 20 120 20
120
NM 5 22 120 11
20
SR 6 18 120 18
120
Total 120 1

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan adalah penelitian yang telah ada dan pernah

dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga dapat dijadikan acuan dan

pendukung dalam sebuah penelitian yang baru. Pada bagian ini peneliti akan

mengemukakan beberapa penelitian yang sesuai dengan penelitian ini ditemukan

diantaranya adalah:

1. Fannya Isra (2018) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa Ditinjau dari Karakteristik Cara

Berfikir Melalui Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)

35
di Kelas VIII MTs AlJamiyatul Washliyah Tembung Tahun Ajaran

2017/2018”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan

masalah siswa dengan karakteristik cara berpikir tipe sekuensial konkret (SK)

lebih tinggi daripada siswa dengan karakteristik cara berpikir tipe SA, AK,

dan AA. Karena siswa dengan karakteristik cara berpikir SK sudah mencapai

indikator yang sistematis, teratur, teliti, dan logis dalam melakukan

penyelesaian dalam pemecahan masalah. Penelitian ini berhubungan dengan

penelitian yang akan dilakukan, karena penelitian ini memiliki kesamaan yaitu

menganalisis kemampuan pemecahan masalah matematika ditinjau dari

karakteristik cara berpikir siswa, perbedaannya dalam penelitian tersebut

memakai model pembelajaran Student Teams Achievement Division.

Sedangkan pada penelitian ini menggunakan model pembelajaran Berbasis

Masalah (Problem Based Learning).

2. Nihayah (2019) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau Dari Karakteristik Cara Berpikir

Siswa”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan

masalah matematika yang dimiliki siswa berbeda-beda. Siswa dengan

karakteristik cara berpikir Acak Abstrak (AA) memiliki kemampuan

pemecahan masalah berkatogori sangat baik dan mendapatkan hasil tes 95.06.

Siswa dengan karakteristik cara berpikir Sekuensial Konkret (SK) memiliki

kemampuan pemecahan masalah matematika berkategori baik dan

mendapatkan hasil tes 84.72. Siswa dengan karakteristik cara berpikir

Sekuensial Abstrak (SA) memiliki kemampuan pemecahan masalah

36
matematika berkategori sangat kurang dan mendapatkan hasil tes 35.55. Siswa

dengan karakteristik Acak Konkret (AK) memiliki kemampuan pemecahan

masalah berkategori cukup dan mendapatkan hasil tes 56.94. Penelitian ini

berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan, karena penelitian ini

memiliki kesamaan yaitu menganalisis kemampuan pemecahan masalah

matematika ditinjau dari karakteristik cara berpikir siswa, perbedaannya dalam

penelitian tersebut tes kemampuan pemecahan masalah matematika pada

materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) sedangkan pada

penelitian ini tes kemampuan pemecahan masalah pada materi Peluang dan

menggunakan model pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning).

3. Lestanti dkk (2016) dalam jurnal dengan penelitian yang berjudul “ Analisis

Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau Dari Karakteristik Cara Berfikir

Siswa dalam Model Problem Based Learning” diperoleh bahwa kemampuan

pemecahan siswa dengan karakteristik cara berfikir tipe SA (Sekuensial

Abstrak) lebih tinggi daripada siswa dengan karakteristik cara berfikir tipe SK

(Sekuensial Konkret), AK (Acak Konkret), dan AA (Acak Abstrak) meskipun

siswa dengan karakteristik cara berpikir tipe SA dalam memahami masalah

tidak menuliskan apa yang ditanyakan dari soal dan menuliskan langkah-

langkah pemecahan masalah secara kurang lengkap. Penelitian ini

berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan, karena penelitian ini

memiliki kesamaan yaitu menganalisis kemampuan pemecahan siswa ditinjau

dari cara berfikir siswa dengan model pembelajaran problem based learning.

37
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 8 Palangka Raya yang

beralamatkan jalan Temanggung Tilung no.58 Kelurahan Menteng,

Kecamatan Jekan Raya Palangka Raya pada semester genap tahun ajaran

2021/2022.

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Peneliti

menggunakan pendekatan kuantitatif untuk memperoleh data berupa nilai

hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan memperoleh

data hasil lembar angket karakteristik cara berpikir siswa.

Jenis penelitian ini ialah penelitian deskriptif. Jenis penelitian ini

untuk mendeskripsikan bagaimana kemampuan pemecahan masalah

matematika ditinjau dari karakteristik cara berpikir siswa melalui

pembelajaran berbasis masalah. Semua data yang diperoleh diolah secara

deskriptif kemudian ditarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah.

C. Subjek Penelitian

38
Subjek dalam peneitian ini adalah siswa kelas VIII-4 SMPN-8 Palangka

Raya semester genap tahun ajaran 2021/2022 sebanyak 23 siswa.

D. Prosedur Penelitian

Penyusunan prosedur yang sitematis ditetapkan agar tercapai tujuan

penelitian yang sudah ditetapkan. Ada tiga tahap prosedur dalam penelitian

yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.

1. Tahap Persiapan

a. Meninjau sekolah tempat penelitian yaitu SMP-N 8 Palangka Raya

b. Konsultasi dengan guru matematika yang bersangkutan, menentukan

subjek penelitian serta menetapkan jadwal penelitian yang akan

dilakukan.

c. Membuat RPP dan LKPD kelas eksperimen, divalidasi oleh dosen dan

guru matematika.

d. Mempersiapkan instrumen yang akan digunakan yaitu soal untuk tes

kemampuan pemecahan masalah matematika, dan lembar angket

karakteristik cara berpikir siswa.

e. Melaksanakan seminar proposal

f. Menyelesaikan segala administrasi penelitian dan mengajukan surat

permohonan penelitian

2. Tahap Pelaksanaan

39
a. Melaksanakan proses pembelajaran dengan model Pembelajaran

Berbasis Masalah pada materi peluang di kelas VIII-4 oleh guru

matematika.

b. Membagi lembar angket cara berpikir siswa di kelas penelitian.

c. Memberikan tes di akhir materi peluang.

3. Tahap Akhir

a. Menganalisis data lembar angket.

b. Menganalisis hasil tes akhir untuk mengetahui kemampuan

pemecahan masalah matematika ditinjau dari karakteristik cara

berpikir siswa melalui pembelajaran berbasis masalah.

c. Dari hasil analisis data lembar angket dan tes akhir yang diperoleh

akan ditarik kesimpulannya.

E. Definisi Istilah

1. Analisis adalah aktivitas yang terdiri dari serangkaian kegiatan seperti;

mengurai, membedakan, dan memilah sesuatu untuk dikelompokkan

kembali menurut kriteria tertentu dan kemudian dicari kaitannya lalu

ditafsirkan maknanya. Dalam bidang matematika, analisis adalah proses

pemecahan suatu masalah kompleks menjadi bagian-bagian kecil sehingga

bisa lebih mudah dipahami.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah merupakan kecakapan atau potensi yang

dimiliki siswa dalam menyelesaikan permasalahan dan mengaplikasikan

dalam kehidupan sehari-hari (Gunantara, 2014). Kemampuan pemecahan

masalah juga merupakan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan

40
yang telah dimiliki sebelumnya ke dalam situasi baru yang melibatkan

proses berpikir tingkat tinggi.

3. Karakteristik adalah ciri-ciri khusus. Dengan kata lain, karakteristik

meliputi satu ciri khusus atau lebih. Berpikir merupakan suatu aktifitas

mental yang diarahkan untuk memecahkan masalah. Sehingga

karakteristik cara berpikir dapat didefinisikan sebagai cara yang meliputi

satu ciri khusus atau lebih dan bertujuan pada pemecahan permasalahan

yang tentunya memerlukan proses pertimbangan kognisi sehingga

menghasilkan suatu keputusan.

4. Peluang adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengetahui kemungkinan

terjadinya suatu kejadian.

5. Model pembelajaran adalah gambaran atau desain pembelajaran yang akan

dilaksanakan pendidik didalam kelas

6. Pembelajaran Berbasis Masalah, adalah suatu model pembelajaran yang

dimulai dengan menghadapkan siswa pada masalah nyata atau masalah

yang disimulasikan. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan

model pembelajaran yang memfokuskan pada pelacakan akar masalah dan

memecahkan masalah tersebut (Abbudin, 2011).

F. Instrumen Penelitian

1. Pengembangan Instrumen

Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

41
hasilnya lebih baik (Arikunto, 2010). Pada penelitian ini instrumen yang

digunakan adalah tes tertulis dan angket.

a. Instrumen Angket

Angket Penelitian ini menggunakan instrumen angket yang dirancang

oleh John Park Le Tellier untuk mengukur karakteristik cara berpikir siswa

(DePotter, 2010). Angket ini terdiri dari 15 soal dimana setiap soalnya

memuat 4 pilihan kata dan para siswa diminta untuk memilih dua kelompok

kata yang paling baik menggambarkan diri mereka. Hasil dari pilihan siswa ini

kemudian disalin kedalam format penilaian angket karakteristik cara berpikir

yang terdiri dari 4 kolom. Setelah disalin maka jawaban dijumlahkan

kemudian dikalikan 4 untuk setiap kolomnya. Kolom dengan jumlah tertinggi

itulah yang menunjukkan cara berpikir siswa.

Tabel 3.1 Kriteria Pengelempokkan Karakteristik Cara Berpikir Siswa


Skor Tertinggi Tipe Karakteristik Cara Berpikir
Kolom I SK
Kolom II SA
Kolom III AA
Kolom IV AK
Sumber: DePorter, B. & Hernacki

Instrumen angket karakteristik cara berpikir yang digunakan tidak

dibuat sendiri melainkan adopsi langsung dari John Park Le Tellier. Suci

Febriani dalam penelitiannya melakukan pengukuran tingkat validitas dan

reliabilitas terhadap angket karakteristik cara berpikir (gaya berpikir). Dari

penelitiannya diketahui bahwa tingkat reliabilitas angket karakteristik cara

berpikir adalah sebesar 0,893 dengan intepretasi sangat tinggi dan angket ini

42
sudah valid karena selalu diterapkan oleh penelitipeneliti sebelumnya

(Febriani, 2018).

b. Instrumen Tes

Pada penelitian ini tes yang digunakan berbentuk essay (uraian). Tes

uraian dipilih karena dalam menyelesaikan masalah matematika siswa dituntut

untuk menyusun penyelesaian secara terurai, dan ini dapat meningkatkan

kemampuan berpikir siswa semakin meningkat. Tes dilakukan setelah

mengetahui hasil angket karakteristik cara berpikir siswa dan setelah

penerapan model pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan di kelas. Agar

data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan, maka siswa juga

diberikan tes kemampuan pemecahan masalah pada setiap pertemuan sebagai

tes pembiasaan sehingga diharapkan di akhir penelitian diperoleh data

kemampuan pemecahan masalah yang tepat dan jelas.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes


Kompetensi Kelas/ Materi Indikator Nomo
Dasar Semester r Soal
3.11 VIII/ Peluang • Peserta didik mampu
Menjelaskan Genap menentukan ruang 1
peluang empirik sampel suatu kejadian
dan teoretik • peserta didik mampu
suatu kejadian menentukan peluang dari
dari suatu suatu kejadian
percobaan • peserta didik mampu
menentukan cara 2
mencari frekuensi
4.11 harapan atau peluang
Menyelesaikan empirik pada suatu
masalah yang kejadian
berkaitan • Peserta didik mampu
dengan peluang menyelesaikan masalah 3
empirik dan peluang dari suatu
teoretik suatu kejadian
kejadian dari

43
suatu percobaan

2. Validitas Instrumen
Validitas Instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-

tingkat kevalidan suatu instrument (Arikunto, 2010). Sebuah Instrumen

dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur. Oleh

karena itu, suatu instrument tes harus diuji kevalidannya. Dalam hal ini, butir

tes akan divalidasi oleh tiga orang ratters, yaitu dua dosen dari Program Studi

Pendidikan Matematika FKIP Universitas Palangka Raya dan satu guru

matematika kelas VIII dari SMP Negeri 8 Palangka Raya. Apabila paling

sedikit dua orang ratters memberikan skor A pada suatu soal yang sama, maka

soal tes tersebut dapat digunakan, apabila paling sedikit dua orang ratters

memberikan skor B pada suatu soal yang sama, maka soal tes tersebut dapat

digunakan tetapi perlu diperbaiki, dan apabila paling sedikit dua orang ratters

memberikan skor C pada suatu soal yang sama, maka soal tes tersebut tidak

dapat digunakan.

G. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan peneliti dalam teknik pengumpulan datanya,


adalah sebagai berikut:
1. Metode tes yang digunakan untuk memperoleh data kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa berupa tes akhir atau posttest. Tes

adalah mengumpulkan data untuk mengukur kemampuan siswa dalam

aspek kognitif, atau tingkat penguasaan materi pembelajaran (Wina,

2009). Tes akhir belajar diberikan setelah seluruh rangkaian pembelajaran

44
dilaksanakan berbentuk uraian yang terdiri 3 soal yang harus dijawab

siswa mengenai kompetensi dasar dan indikator kemampuan pemecahan

masalah siswa terkait materi peluang.

2. Metode angket dalam penelitian ini berguna untuk mengumpulkan data

terkait empat jenis karakteristik cara berpikir siswa, yaitu: SK, SA, AA,

dan AK. Angket adalah seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis

yang diajukan kepada responden untuk kepentingan pengumpulan data

penelitian (Sugiyono, 2018).

H. Teknik Analisis Data

1. Analisis Data Angket

Analisis data angket karakteristik cara berpikir siswa berpedoman

pada angket yang dikembangkan oleh Tellier (De Porter, 2010). Setelah siswa

mengisi angket karakteristik cara berpikir, maka selanjutnya adalah

menganalisis data angket karakteristik cara berpikir tersebut untuk

mengidentifikasi dan mengklasifikasikan tipe karakteristik cara berpikir siswa

dengan cara menjumlahkan jawaban pada kolom I, II, III, IV lalu mengalikan

masing-masing kolom dengan 4. Kolom I merupakan tipe skuensial konkret,

kolom II merupakan tipe skuensial abstrak, kolom III merupakan tipe acak

abstrak, dan kolom IV merupakan tipe acak konkret. Kolom dengan jumlah

terbesar menjelaskan dengan cara apa siswa paling sering mengolah

informasi. Jika jawaban pada kolom I lebih banyak dari kolom lainnya maka

siswa memiliki karakteristik cara berpikir sekuensial konkret, jika jawaban

45
pada kolom II lebih banyak dari kolom lainnya maka siswa memiliki

karakteristik cara berpikir sekuensial abstrak, jika jawaban pada kolom III

lebih banyak dari kolom lainnya maka siswa memiliki karakteristik cara

berpikir acak abstrak, dan jika jawaban pada kolom IV lebih banyak dari

kolom lainnya maka siswa memiliki karakteristik cara berpikir acak konkret.

Berikut kolom pengisian jawaban angket karakteristik cara berpikir.

1. C D A B
2. A C B D
3. B A D C
4. B C A D
5. A C B D
6. B C A D
7. B D C A
8. C A B D
9. D A B C
10. A C B D
11. D B C A
12. C D A B
13. B D C A
14. A C D B
15. A C B D
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah

I II III IV

Kolom I : ….. × 4 = ….. Sekuensial Konkret (SK)


Kolom II : ….. × 4 = ….. Sekuensial Abstrak (SA)
Kolom III : ….. × 4 = ….. Acak Abstrak (AA)
Kolom IV : ….. × 4 = ….. Acak Konkret (AK)

46
Setelah mengetahui tipe karakteristik cara berpikir masing-masing

siswa, selanjutnya adalah mengelompokkan siswa yang memiliki tipe

karakteristik cara berpikir yang sama. Hal ini akan memudahkan peneliti

dalam mendeskripsikan kemampuan representasi matematis siswa dengan

masing-masing tipe karakteristik cara berpikir.

2. Analisis Data Tes

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuantitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan terhadap data hasil tes

kemampuan pemecahan masalah matematika digunakan untuk mengetahui

seberapa besar kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah

dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis

masalah. Tes ini dikerjakan siswa secara individu. Setelah tes dilaksanakan

maka didapatlah skor masing-masing siswa. Langkah untuk menganalisis data

hasil tes tertulis adalah menentukan nilai tes siswa dan menentukan kategori

kemampuan pemecahan masalah siswa. Hasil tes ini dianalisis dengan

menggunakan rata-rata dengan rumus berikut:

jumlah skor yang diperoleh olehsiswa


X=
jumlah siswa

Keterangan:
X = skor rata-rata

Dengan kriteria sebagai berikut:

47
80 ≤ X ≤100 sangat baik
60 ≤ X <80 baik
40 ≤ X <60 cukup
20 ≤ X <40 kurang
0 ≤ X <20 sangat kurang

(Arikunto, 2010)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 8 Palangka Raya. Subjek

penelitian ini adalah siswa kelas VIII-4 yang berjumlah 23 siswa. Dalam

penelitian ini, guru matematika SMP Negeri 8 Palangka Raya Ibu Harum, S.Pd

secara langsung menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (Problem

Based Learning) kepada siswa yang menjadi subjek penelitian. Pelaksanaan

pembelajaran dilaksanakan 3 kali dengan menggunakan pembelajaran PBL yang

diajarkan oleh guru, 1 kali pertemuan untuk tes kemampuan pemecahan masalah.

Kegiatan penelitian ini dilakukan pada Mei - Juli 2022. Adapun jadwal

pelaksanaan penelitian yang peneliti lakukan sebagai berikut:

Tabel 4.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian di SMP Negeri 8 Palangka Raya


Hari,
Waktu Kelas Kegiatan
Tanggal
Senin, 4 10.00 Peneliti diskusi dengan guru matematika,
April 2022 WIB materi yang akan dijadikan penelitian dan
jadwal pelaksanaan penelitian

48
Senin, 11 08.00
Seminar Proposal
April 2022 WIB
1. Peneliti mengirimkan perangkat
pembelajaran (RPP, LKPD, Tugas
Individual, dan Video Materi
Kamis, 19 09.00 Pembelajaran)
Mei 2022 WIB 2. Peneliti berdiskusi dengan guru
langkah-langkah penerapan model
pembelajaran berbasis masalah
(Problem Based Learning).
Jumat, 20 11.00 1. Peneliti bergabung pada grup google
Mei 2022 WIB classroom dan whatsapp kelas VIII-4
07.30-
Senin, 23
09.30 Pertemuan ke-1
Mei 2022
WIB
07.30-
Senin, 30 VIII-4
09.30 Pertemuan ke-2
Mei 2022
WIB
07.45-
Senin, 6
09.15 Pertemuan ke-3
Juni 2022
WIB
07.30-
Senin, 20 09.30 VIII-4 Tes akhir (post test)
Juni 2022 WIB

Sebelum kegiatan penelitan dilaksanakan, peneliti mengadakan pertemuan

dengan pihak sekolah SMP Negeri 8 Palangka Raya dan guru matematika kelas

VIII-4 guna meminta izin untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut. Peneliti

melakukan wawancara dengan guru matematika untuk mengetahui keadaan kelas

dan siswa. Menurut guru yang bersangkutan, materi Peluang akan dilaksanakan

pada minggu pertama bulan Mei 2022, namun dikarenakan adanya kegiatan lain

di sekolah sehingga kegiatan pembelajaran diliburkan. Oleh karena itu, materi

akan diajarkan pada minggu ketiga bulan Mei 2022. Peneliti berdiskusi dengan

guru matematika kelas yang akan dipilih sebagai subjek penelitian. Peneliti

meminta bantuan kepada guru matematika untuk secara langsung menerapkan

model pembelajaran berbasis masalah pada materi Peluang di kelas VIII-4. Guru

49
matematika meyetujui permintaan peneliti dengan baik, sehingga peneliti akan

menjadi pengamat dalam penelitian ini.

Berikut ini uraian hasil pengumpulan data yang telah dilakukan di SMP

Negeri 8 Palangka Raya pada kelas VIII-4 mulai tanggal 23 Mei – 20 Juni 2022.

Data yang diambil dalam penelitian ini berupa hasil angket karakteristik cara

berpikir siswa dan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

pada materi peluang setelah proses pembelajaran dengan model PBL

(Pembelajaran Berbasis Masalah) dilakukan. Adapun data yang diperoleh dari

hasil pengumpulan data sebagai berikut:

1. Kegiatan Pembelajaran di Kelas dengan Menggunakan Pembelajaran

Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Pembelajaran dilakukan 3 kali pada kelas VIII 4 (empat) yang dilakukan

oleh guru mata pelajaran matematika dengan jumlah 23 siswa. Materi yang

diajarkan adalah peluang, pelaksanaan pembelajaran didasarkan pada RPP yang

telah disusun oleh peneliti. Pada pembelajaran ini, guru membagi siswa menjadi

6 kelompok secara heterogen sehingga setiap kelompok memiliki anggota dengan

kemampuan yang berbeda-beda.

Pada pertemuan pertama Senin, 23 Mei 2022 dengan materi Peluang

Empirik. Sebelum pertemuan ini dilaksanakan, guru sudah terlebih dahulu

mengirimkan materi pembelajaran dan juga LKPD kepada siswa melalui Google

Classroom untuk dikerjakan secara berkelompok dan pada saat pertemuan

dilaksanakan akan ada perwakilan kelompok yang diminta untuk

mempresentasikan hasil pembahasan kelompoknya. Pada pertemuan pertama ini,

50
guru mengalami beberapa hambatan yaitu siswa yang sulit diatur dan sibuk

sendiri. Pada pembelajaran ini siswa belum aktif, baik dalam kegiatan diskusi dan

pembahasan soal-soal oleh kelompok lain yang sedang persentasi maupun dalam

mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru. Siswa juga masih mengalami

kesulitan dalam menjelaskan materi dan pengerjaan soal pemecahan masalah

matematika di depan kelas serta masih ada beberapa kelompok yang belum

selesai mengerjakan tugas kelompok yang sudah diberikan.

Pada pertemuan kedua Senin, 30 Mei 2022 dengan materi Peluang

Teoritik. Sama seperti pertemuan sebelumnya materi dan LKPD sudah dibagikan

oleh guru melalui Google Classroom untuk dikerjakan oleh masing-masing

kelompok. Pada pertemuan kedua ini, terlihat siswa sudah mulai mengerti dan

paham alur pembelajaran yang dilakukan. Pada saat pemaparan materi dan

pembahasan soal oleh kelompok lain, siswa-siswa yang lain memperhatikan

penjelasan temannya dengan seksama dan juga antusias saat diadakan sesi tanya

jawab, pada pertemuan kedua ini sudah lebih baik dari pertemuan sebelumnya

karena siswa sudah mulai aktif dalam berdiskusi baik antara guru dengan siswa

maupun antara siswa dengan siswa, meskipun pada pertemuan kali ini ternyata

masih ada satu kelompok yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-

soal pada LKPD yang berkaitan dengan pemecahan masalah matematika dan

terlambat mengumpulkan hasil pekerjaan kelompok nya. Kendati demikian

terlihat bahwa siswa sudah ada usaha untuk mencari tahu dan menemukan cara

untuk memecahkan permasalahan pada LKPD dengan baik.

51
Pada pertemuan ketiga Senin, 6 Juni 2022 pada materi Hubungan Peluang

Empirik dengan Peluang Teoritik. Sebelum pertemuan ketiga ini sama seperti

pertemuan-pertemuan sebelumnya, guru sudah memberikan materi beserta LKPD

kepada siswa sebagai bahan diskusi kelompok untuk dibahas dan dipresentasikan

oleh siswa pada saat pembelajaran. Pada pertemuan ketiga ini, siswa aktif dalam

proses pembelajaran, siswa sudah mulai terbiasa memaparkan hasil diskusi dan

siswa sudah mulai berani mengungkapkan kritik, saran dan pendapat pribadi

mengenai hasil diskusi temannya di depan kelas, siswa juga bertanya kepada guru

mengenai soal-soal yang masih belum dipahami agar dijelaskan kembali dengan

perlahan agar mudah dipahami. Pada pertemuan kali ini siswa sudah sangat baik

dalam penyelesaian soal-soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah

matematika dibandingkan dua pertemuan sebelumnya. Dari proses pembelajaran

berbasis masalah yang sudah dilaksanakan ini dapat dilihat interaksi antar siswa

dengan siswa, siswa dengan guru sudah sangat baik. Guru dapat mengelola kelas

dengan sangat baik hingga akhir pertemuan. Pada akhir pembelajaran guru

memberitahukan kepada siswa bahwa pertemuan berikutnya akan dilaksanakan

tes akhir pada materi peluang, dimana pada pertemuan inilah soal tes untuk

mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dilaksanakan.

Dari pertemuan pertama sampai pertemuan ketiga aktivitas siswa tidak

jauh berbeda. Dimana siswa mempelajari materi dalam bentuk video dan

mengerjakan LKPD yang dikirimkan guru pada google classroom. Siswa

mengerjakan LKPD secara mandiri lalu mengirim hasil penyelesaiannya pada

google classroom kemudian pada saat pertemuan tatap muka siswa berdiskusi

52
dan mempresentasikan hasil pekerjaannya. Pembelajaran dengan model PBL

(Pembelajaran Berbasis Masalah) menuntut keaktifan siswa dan guru,

meningkatkan interaksi antar siswa dengan siswa dan guru, dan terampil dalam

pemecahan masalah. Dengan proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara

aktif dalam belajar mandiri, berdiskusi di kelas maupun dengan kelompok, maka

siswa akan memahami materi dengan baik dan bertahan lama serta mampu

menggunakannya dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dengan diterapkan

model pembelajaran berbasis masalah, kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas VIII-4 meningkat dengan baik disetiap pertemuan. Siswa

yang sebelumnya kurang aktif menjadi aktif, siswa yang sebelumnya asik sendiri

menjadi aktif mengikuti pembelajaran dan memperhatikan guru ataupun

kelompok yang sedang presentasi, siswa semakin antusias menjawab dan

memberikan perdapat saat berdiskusi di kelas dan kerja kelompok, dan siswa

lebih berani bertanya apabila ada materi yang belum dipahami. Oleh karena itu,

model pembelajaran berbasis masalah pada materi peluang dapat dijadikan

alternatif pembelajaran yang efektif.

2. Hasil Penentuan Subjek Penelitian

Angket dibagikan kepada siswa kelas VIII-4 SMP Negeri 8 Palangka Raya

pada tangggal 23 Mei 2022. Hasil analisis angket karakteristik cara berpikir siswa

diperoleh 5 siswa dengan tipe berpikir SK, 6 siswa dengan tipe berpikir SA, 8

siswa dengan tipe berpikir AA, dan 4 siswa dengan tipe berpikir AK.

Tabel 4.2 Pengelompokkan Karakteristik Cara Berpikir Siswa


Karakteristik Cara Berpikir Siswa Jumlah Presentase
siswa (%)
Sekuensial Konkret 5 21,74 %

53
Sekuensial Abstrak 6 26,08%
Acak Abstrak 8 34,79%
Acak Konkret 4 17,40%

Langkah berikutnya adalah pemberian tes tertulis kemampuan pemecahan

masalah yang terdiri dari 3 soal uraian pada hari Senin, 6 Juni 2022 bagi seluruh

siswa kelas VIII-4. Dari hasil pengelompokkan karakteristik cara berpikir siswa

serta mempertimbangkan hasil tes kemampuan masalah, setiap tipe karakteristik

cara berpikir siswa dipilih 2 subjek penelitian secara Purposive Sample. Subjek

dalam penelitian ini dipilih dengan mempertimbangkan penjelasan guru mengenai

kemampuan siswa mengemukakan pendapat atau jalan pikiran secara lisan.

Selanjutnya dari masing-masing tipe karakteristik siswa yang sudah dipilih akan

dianalisis kemampuan pemecahan masalah matematikanya.

3. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Pada

Materi Peluang

Indikator dan butir soal kemampuan pemecahan masalah yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah dan Soal


No Indikator Soal
1 a. Memahami Masalah 1. Jasmin mempunyai 10 kartu yang
b. Merencanakan bernomor 1 sampai 10. Jika satu
Penyelesaian Masalah kartu diambil Jasmin secara acak,
maka tentukanlah:
c. Menyelesaikan Masalah
a. Ruang sampel percobaan?
d. Memeriksa Kembali b. peluang terambilnya kartu
bernomor bilangan prima?
2 a. Memahami Masalah 2. Pada percobaan pelambungan dua
b. Merencanakan keping mata uang logam sebanyak
Penyelesaian Masalah 120 kali, muncul keduanya gambar
c. Menyelesaikan Masalah
sebanyak 50 kali. Tentukanlah
d. Memeriksa Kembali

54
peluang empirik muncul selain
keduanya gambar…?
3 a. Memahami Masalah 3. Armando memperbolehkan ibunya
b. Merencanakan untuk mengambil 1 permen dari
Penyelesaian Masalah sebuah
c. Menyelesaikan Masalah kantong. Beliau tidak dapat melihat
warna permen tersebut. Banyaknya
d. Memeriksa Kembali
permen dengan setiap warna dalam
kantong tersebut ditunjukkan dalam
grafik berikut.

Berapakah peluang ibunya Armando


mengambil sebuah permen berwarna
merah?

Berikut ini uraian hasil pengumpulan data yang telah dilakukan di SMP

Negeri 8 Palangka Raya pada kelas VIII-4 tanggal 20 Juni 2022. Data yang

diambil dalam penelitian ini berupa hasil tes pemecahan masalah matematika

setelah pelaksanaan proses pembelajaran dengan model Pembelajaran Berbasis

Masalah (PBL). Adapun data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data sebagai

berikut.

Tabel 4.4 Hasil Tes Pemecahan Masalah Siswa


No Kode Siswa Nilai

1 ARR 100
2 SPR 16
3 AVA 100
4 AZT 83
5 CLA 83
6 CTN 100
7 CDB 83
8 DNA 83

55
9 EWM 100
10 EMP 33
11 FDA 83
12 IMDW 100
13 JJA 100
14 JTSM 15
15 LSP 66
16 LPA 15
17 MCL 44
18 PTSN 11
19 RKL 100
20 RRN 66
21 SBO 11
22 SRO 61
23 SMH 100
Jumlah 1.545
Rata-rata 67

Hasil tes ini dianalisis dengan menggunakan rata-rata dengan rumus

berikut:

jumlah skor yang diperoleh siswa


X=
jumlah siswa
1.545
X=
23
X =67
Untuk mengetahui penilaian hasil tes pemecahan masalah matematika

siswa terhadap suatu kriteria menggunakan tabel sebagai berikut:

Tabel 4.5 Kriteria Penilaian Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika


Rentang Nilai Kategori
80 ≤ X ≤100 Sangat Baik
60 ≤ X <80 Baik
50 ≤ X <60 Cukup
20 ≤ X <40 Kurang
0 ≤ X <20 Sangat Kurang

56
Berdasarkan tabel 4.5 dengan nilai rata-rata keseluruhan siswa 67 dapat

disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas

VIII-4 masuk ke dalam kategori Baik. Dengan demikian dari hasil data tes

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diperoleh selama proses

pembelajaran pada materi peluang dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah

dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika,

kemampuan siswa yang awalnya tergolong rendah meningkat menjadi lebih baik.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan sebagaimana

dikutip oleh Lestanti, dkk (2016) aktivitas siswa yang ditimbulkan oleh model

pembelejaran berbasis masalah berpengaruh positif terhadap kemampuan

pemecahan masalah siswa. Selain itu berdasarkan penelitian Klegis dan Hurren

sebagaimana dikutip oleh Lestanti, dkk (2016) yang menyatakan bahwa

penggunaan Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

4. Hasil Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

dalam Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah Pada Materi Peluang

Berikut ini adalah penyajian dari hasil tes yang telah dikerjakan oleh siswa

dalam mengerjakan soal pada materi peluang. Dari 23 siswa diambil sampel 8

siswa, masing-masing diambil 2 siswa yang mempunyai karakteristik cara

berpikir Sekuensial Konkret (SK), Sekuensial Abstrak (SA), Acak Abstrak (AA),

Acak konkret (AK). Dimana setiap siswa tersebut memiliki kemampuan

pemecahan masalah yang berbeda-beda.

57
a. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Tipe

Karakteristik Cara Berpikir Sekuensial Konkret (SK)

1) Soal nomor 1

Gambar 1. Lembar Jawaban Subjek EMP

Berdasarkan gambar 1 menunjukkan bahwa subjek belum memenuhi

indikator tahapan dalam pemecahan masalah. Pada tahap memahami masalah,

subjek dengan karakteristik tipe sekuensial konkret cenderung tidak mampu

menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanya sesuai informasi yang ada pada

soal. Pada tahap merencanakan masalah, siswa cenderung tidak mampu membuat

rencana penyelesaian seperti memisalkan kejadian terambil kartu bernomor

bilangan prima jika diambil secara acak. Pada tahap menyelesaikan masalah,

subjek cenderung masih belum mampu dan kurang teliti dalam penyelesaian

masalah sehingga hasil jawaban masih kurang tepat. Pada tahap memeriksa

kembali, subjek cenderung tidak mampu melihat kembali jawaban yang sudah

58
dikerjakan. Subjek tidak mengembalikan pertanyaan yang dicari, tidak mencari

jawaban dengan cara lain, dan tidak menyimpulkan jawaban.

2) Soal nomor 2

Gambar 2. Lembar jawaban subjek MCL

Berdasarkan gambar 2 menunjukkan bahwa subjek belum memenuhi

indikator tahapan dalam pemecahan masalah. pada tahap memahami masalah,

subjek dengan karakteristik tipe sekuensial konkret cenderung tidak mampu

menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanya sesuai informasi yang ada pada

soal. Pada tahap merencanakan masalah, siswa cenderung tidak mampu membuat

rencana penyelesaian seperti memisalkan kejadian muncul selain keduanya

gambar. Selanjutnya pada tahap menyelesaikan masalah, subjek cenderung masih

belum mampu dan kurang teliti dalam penyelesaian masalah sehingga hasil

jawaban masih kurang tepat. Pada tahap memeriksa kembali, subjek cenderung

tidak mampu melihat kembali jawaban yang sudah dikerjakan. Subjek tidak

59
mengembalikan pertanyaan yang dicari, tidak mencari jawaban dengan cara lain,

dan tidak menyimpulkan jawaban.

b. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Tipe

Karakteristik Cara Berpikir Sekuensial Abstrak (SA)

1) Soal nomor 3

Gambar 3. Lembar jawaban subjek EWM

Berdasarkan gambar 3 menunjukkan bahwa pada tahap memahami

masalah, subjek dengan karakteristik tipe sekuensial abstrak mampu menuliskan

apa yang diketahui dan ditanya sesuai dengan informasi yang ada pada soal. Pada

tahap perencanaan penyelesaian masalah, subjek cenderung tidak mampu menulis

rencana penyelesaian seperti memisalkan jumlah permen yang dimiliki oleh

Armando. Pada tahap menyelesaikan masalah, subjek cenderung mampu

menyelesaikan masalah walaupun tidak direncanakan sebelumnya. Subjek mampu

menentukan peluang terambilnya permen berwarna merah dengan benar yaitu 1/5.

Pada tahap memeriksa kembali, subjek cenderung tidak mampu melihat kembali

jawaban yang sudah dikerjakan. Subjek tidak mengembalikan pertanyaan yang

60
dicari, tidak mencari jawaban dengan cara lain, dan tidak menyimpulkan jawaban.

Subjek hanya mengecek jawaban dengan melakukan penghitungan ulang jawaban.

2) Soal nomor 2

Gambar 4. Lembar jawaban subjek CDB

Berdasarkan gambar 4 menunjukkan bahwa pada tahap memahami

masalah, subjek dengan tipe karakteristik sekuensial abstrak mampu menuliskan

apa yang diketahui secara lengkap dan menuliskan apa yang ditanyakan dari soal

secara tepat sesuai dengan informasi yang ada pada soal. Pada tahap perencanaan

penyelesaian masalah, siswa mampu menulis rencana penyelesaian dengan baik

walaupun tidak menuliskan dengan menggunakan pemisalan untuk menentukan

kejadian muncul selain keduanya gambar. Pada tahap penyelesaian masalah, siswa

sudah mampu menjawab dengan benar sesuai dengan rencana penyelesaian yang

sudah direncanakan. Pada tahap memeriksa kembali, subjek mengembalikan

pertanyaan yang dicari, melakukan perhitungan ulang, dan membuat kesimpulan.

61
c. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Tipe

Karakteristik Cara Berpikir Acak Konkret (AK)

1) Soal nomor 1

Gambar 7. Lembar jawaban subjek JJA


Berdasarkan gambar 7 menunjukkan bahwa pada tahap memahami

masalah, subjek dengan karakteristik tipe acak konkret tidak menuliskan apa yang

diketahui dan ditanya pada soal. Pada tahap perencanaan penyelesaian masalah,

subjek cenderung tidak mampu menulis rencana penyelesaian seperti memisalkan

kejadian terambil kartu bernomor bilangan prima. Pada tahap menyelesaikan

masalah, subjek mampu menyelesaikan masalah walaupun tidak direncanakan

sebelumnya. Subjek mampu menentukan ruang sampel yaitu S= 10 dan peluang

terambilnya kartu bernomor bilangan prima jika diambil secara acak dengan

menggunakan rumus peluang walaupun tanpa menggunakan pemisalan terlebih

dahulu sehingga didapat lah hasil nya yaitu 2/5 dan jawaban tersebut benar. Pada

tahap memeriksa kembali, subjek cenderung tidak mampu melihat kembali

jawaban yang sudah dikerjakan. Subjek tidak mengembalikan pertanyaan yang

62
dicari, tidak mencari jawaban dengan cara lain, dan tidak menyimpulkan jawaban.

Subjek hanya mengecek jawaban dengan melakukan penghitungan ulang jawaban.

2) Soal nomor 2

Gambar 8. Lembar jawaban subjek CTN


Berdasarkan gambar 8 menunjukkan bahwa pada tahap memahami

masalah, subjek dengan karakteristik tipe acak konkret cenderung tidak

menuliskan apa yang diketahui dan ditanya pada soal. Pada tahap merencanakan

masalah, siswa cenderung tidak mampu membuat rencana dengan memisalkan

kejadian muncul selain keduanya gambar seperti yang ditanyakan pada soal. Pada

tahap menyelesaikan masalah, subjek cenderung mampu melaksanakan

penyelesaian walaupun tidak direncanakan sebelumnya. Subjek mampu

menentukan peluang empirik muncul selain keduanya gambar dengan benar. Pada

tahap memeriksa kembali, subjek cenderung tidak mampu melihat kembali

jawaban yang sudah dikerjakan. Subjek tidak mengembalikan pertanyaan yang

dicari, tidak mencari jawaban dengan cara lain, dan tidak menyimpulkan jawaban.

Subjek hanya mengecek jawaban dengan melakukan penghitungan ulang jawaban.

63
d. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Tipe

Karakteristik Cara Berpikir Acak Abstrak (AA)

Soal nomor 1

Gambar 5. Lembar jawaban subjek AVA


Berdasarkan gambar 5 menunjukkan bahwa pada tahap memahami

masalah, subjek dengan karakteristik tipe acak abstrak tidak menuliskan apa yang

diketahui dan ditanya sesuai dengan informasi yang ada pada soal. Pada tahap

perencanaan penyelesaian masalah, subjek cenderung mampu menulis rencana

penyelesaian seperti menentukan terlebih dahulu ruang sampel yaitu n (s) = 10

dan n (a) = 4. Pada tahap menyelesaikan masalah, subjek cenderung mampu

menyelesaikan masalah. Subjek mampu menentukan ruang sampel yaitu S= 10

dan peluang terambilnya kartu bernomor bilangan prima jika diambil secara acak

dengan menggunakan rumus peluang walaupun tanpa menggunakan pemisalan

terlebih dahulu sehingga didapat lah hasil nya yaitu 2/5 dan jawaban tersebut

benar. Pada tahap memeriksa kembali, subjek cenderung tidak mampu melihat

64
kembali jawaban yang sudah dikerjakan. Subjek tidak mengembalikan pertanyaan

yang dicari, tidak mencari jawaban dengan cara lain, dan tidak menyimpulkan

jawaban.

Soal nomor 3

Gambar 6. Lembar jawaban subjek FDA


Berdasarkan gambar 6 menunjukkan bahwa pada tahap memahami

masalah, subjek dengan tipe karakteristik acak abstrak mampu menuliskan apa

yang diketahui secara lengkap dan menuliskan apa yang ditanyakan dari soal

secara tepat sesuai dengan informasi yang ada pada soal. Pada tahap perencanaan

penyelesaian masalah, siswa cenderung mampu menulis rencana penyelesaian

dengan baik yaitu dengan cara menjumlahkan seluruh permen yang dimiliki

Armando dan memisalkan permen merah dengan huruf A. Selanjutnya pada tahap

menyelesaikan masalah, subjek mampu menerapkan dan melaksanakan rencana

penyelesaian dengan menggunakan rumus peluang dengan benar. Pada tahap

65
memeriksa kembali, subjek melakukan perhitungan ulang, mengembalikan

pertanyaan yang dicari, dan membuat kesimpulan.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Kemampuan pemecahan masalah merupakan suatu kemampuan yang

sangat dibutuhkan oleh siswa. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai

proses dimana siswa mengemukakan kombinasi aturan – aturan yang telah

dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang

baru. Namun memecahkan masalah bukan sekedar menerapkan aturan-aturan

yang diketahui, tetapi juga menghasilkan pelajaran baru, dalam memecahkan

masalah siswa harus berpikir, mencoba hipotesis dan apabila berhasil

memecahkan masalah itu maka ia mempelajari sesuatu yang baru. Seperti yang

dikemukakan oleh Polya terdapat empat indikator penting yang harus ditempuh

siswa dalam memecahkan masalah, yakni memahami masalah, menyusun

rencana penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian, dan memeriksa

kembali. Melalui tahapan yang terorganisir tersebut, siswa akan memperoleh

hasil dan manfaat yang optimal dari pemecahan masalah

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis kemampuan

pemecahan masalah matematika ditinjau dari karakteristik cara berpikir siswa

melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL). Setelah melaksanakan penelitian,

diperoleh hasil yang dapat menjawab permasalahan pada Bab I.

66
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika siswa dengan tipe SK

Subjek penelitian dengan karakteristik cara berpikir SK yaitu subjek EMP

dan MCL. Berdasarkan hasil analisis, kemampuan pemecahan masalah subjek

EMP dan MCL dideskripsikan sebagai berikut:

Kemampuan pemecahan masalah subjek EMP dan MCL belum mencapai

seluruh indikator tahapan dalam penyelesaian masalah karena: Pada tahap

memahami masalah, subjek EMP dan MCL belum mampu menerjemahkan

informasi yang didapat dari soal dengan menuliskan apa yang diketahui dan apa

yang ditanyakan dari dalam soal. Pada tahap merencanakan penyelesaian

masalah, subjek EMP dan MCL belum mampu dalam perencanaan penyelesaian.

Keduanya belum mampu menentukan rencana apa yang akan digunakan dalam

penyelesaian masalah. Pada tahap menyelesaikan masalah, siswa dengan tipe

berpikir SK cenderung masih belum mampu dan kurang teliti dalam penyelesaian

masalah sehingga hasil jawaban masih kurang tepat. Siswa dengan karakteristik

tipe SK cenderung terlihat ingin menyelesaikan permasalahan secara singkat dan

cepat tanpa ada menuliskan rencana penyelesaian terlebih dahulu sehingga siswa

dengan tipe berpikir SK masih belum mampu menyelesaikan permasalahan

dengan tepat dan benar karena kurang nya ketelitian dan kemampuan dalam

memahami masalah sehingga berpengaruh pada hasil penyelesaian masalah yang

dikerjakan oleh siswa. Pada tahap memeriksa kembali, siswa dengan tipe berpikir

SK cenderung tidak memeriksa kembali hasil penyelesaian yang telah dilakukan

karena siswa tidak dapat memahami masalah dengan baik, rencana penyelesaian

pun tidak dibuat sehingga penyelesaian yang dikerjakan pun salah. Subjek

67
dengan karakteristik tipe SK termasuk kedalam kategori kurang dalam

menyelesaikan persoalan pemecahan masalah. Dapat dilihat dari penyelesaian

yang mereka kerjakan, mereka masih belum mampu menyelesaikan

permasalahan dengan langkah-langkah dan konsep pemecahan masalah dengan

baik. Kemudian subjek dengan karakteristik tipe SK cenderung hanya memiliki

satu cara dalam pengerjaan soal tersebut. Berdasarkan hasil tes kemampuan

pemecahan masalah, diperoleh nilai rata-rata semua siswa dengan karakteristik

cara berpikir tipe SK sebesar 34.

Berdasarkan hasil analisis di atas, kemampuan pemecahan masalah subjek

dengan karakteristik cara berpikir SK belum mampu mencapai seluruh indikator

tahapan dalam penyelesaian pemecahan masalah karena subjek cenderung belum

mampu memahami masalah dengan benar, belum mampu merencanakan

penyelesaian masalah serta belum mampu menyelesaikan masalah dengan tepat

dan tidak memeriksa kembali jawaban yang didapat.

Berdasarkan Penelitian Fannya Isra (2018), kemampuan pemecahan

masalah siswa dengan karakteristik cara berpikir tipe SK (Sekuensial Konkret)

lebih tinggi dari pada siswa dengan karakteristik cara berpikir tipe SA, AK, dan

AA. Karena siswa dengan karakteristik cara berpikir tipe SK sudah mencapai

indikator yang sistematis, teratur, teliti, dan logis dalam melakukan pemecahan

masalah. Namun peneliti menemukan hasil yang berbeda. Siswa dengan

karakteristik tipe SK belum mampu mencapai seluruh indikator tahapan dalam

penyelesaian pemecahan masalah karena subjek cenderung belum mampu

memahami masalah dengan benar, belum mampu merencanakan penyelesaian

68
masalah serta belum mampu menyelesaikan masalah dengan tepat dan tidak

memeriksa kembali jawaban yang didapat. Perbedaan hasil penelitian tersebut

dipengaruhi materi yang diajarkan oleh Fannya Isra berbeda dengan materi yang

diajarkan peneliti serta model pembelajaran yang digunakan dikelas penelitian.

Fannya memfokuskan penelitian untuk mengetahui kemampuan pemecahan

masalah siswa pada materi kubus dan balok dengan menggunakan model

pemebelajaran STAD (Student Team Achievement Division), sedangkan peneliti

memfokuskan penelitian untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah

siswa pada materi peluang dengan model pembeleajaran berbasis masalah.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika siswa dengan tipe SA

Subjek penelitian dengan karakteristik cara berpikir SA yaitu subjek

EWM dan CDB. Berdasarkan hasil analisis, kemampuan pemecahan masalah

subjek EWM dan CDB dideskripsikan sebagai berikut:

Kemampuan pemecahan masalah subjek EWM dan CDB sudah mencapai

sebagian indikator tahapan dalam penyelesaian masalah karena: Pada tahap

memahami masalah subjek EWM dan CDB sudah mampu menerjemahkan

informasi yang didapat dari soal dari kalimat verbal kedalam kalimat matematis

secara teratur dengan menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan

dari dalam soal, pada tahap merencanakan penyelesaian masalah, subjek CDB

cenderung mampu dalam perencanaan penyelesaian. Subjek mampu menentukan

rencana apa yang akan digunakan dalam penyelesaian masalah dan rencana

penyelesaian yang dikerjakan sudah baik. Sedangkan subjek EWM pada tahap

69
merencanakan penyelesaian masalah tidak membuat rencana penyelesaian

masalah terlebih dahulu. Pada tahap menyelesaikan masalah, subjek CBD dan

EWM menyelesaikan masalah dengan baik, subjek CDB melakukan penyelesaian

yang dikerjakan sesuai dengan langkah-langkah perencanaan yang sudah dibuat

dan penyelesaian benar. Subjek EWM mampu menyelesaikan masalah dengan

benar walaupun tanpa menuliskan rencana penyelesaian masalah terlebih dahulu.

Subjek dengan karakteristik cara berpikir tipe SA tergolong baik dalam

penyelesaian pemecahan masalah. Dapat dilihat dari penyelesaian yang mereka

kerjakan, mereka mampu menyelesaikan permasalahan dengan baik. Pada tahap

memeriksa kembali, subjek dengan tipe berpikir SA melakukan pengecekan hasil

pekerjaan langkah demi langkah secara detail untuk meyakini kebenaran

jawabannya, subjek mengembalikan pertanyaan yang dicari dan membuat

kesimpulan. Berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah, diperoleh

nilai rata-rata semua siswa dengan karakteristik cara berpikir tipe SA sebesar 68.

Berdasarkan hasil analisis di atas, kemampuan pemecahan masalah subjek

dengan karakteristik cara berpikir tipe SA sudah mampu mencapai sebagian

indikator tahapan dalam penyelesaian pemecahan masalah karena subjek

cenderung sudah mampu memahami masalah dengan benar, mampu

merencanakan penyelesaian masalah serta sudah mampu menyelesaikan masalah

dengan tepat dan juga memeriksa kembali jawaban yang didapat. Meskipun

terkadang sebagian siswa dengan tipe SA mampu menyelesaikan masalah tanpa

membuat rencana penyelesaian terlebih dahulu.

70
3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika siswa dengan tipe AA

Subjek penelitian dengan karakteristik cara berpikir AA yaitu subjek

AVA dan FDA. Berdasarkan hasil analisis, kemampuan pemecahan masalah

subjek AVA dan FDA dideskripsikan sebagai berikut:

Kemampuan pemecahan masalah subjek AVA dan FDA sudah mencapai

sebagain besar indikator tahapan dalam penyelesaian masalah karena: Pada tahap

memahami masalah, subjek FDA sudah mampu menerjemahkan informasi yang

didapat dari soal dari kalimat verbal kedalam kalimat matematis secara teratur

dengan menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari dalam soal.

Sedangkan subjek AVA tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang

ditanyakan pada soal. Namun pada tahap merencanakan penyelesaian masalah,

keduanya cenderung mampu dalam memnuat perencanaan penyelesaian. Subjek

AVA dan FDA mampu menentukan rencana apa yang akan digunakan dalam

penyelesaian masalah dan rencana penyelesaian yang dikerjakan sudah baik.

Pada tahap menyelesaikan masalah, subjek AVA dan FDA mampu

menyelesaikan masalah dengan baik, kedua subjek melakukan penyelesaian yang

dikerjakan sesuai dengan langkah-langkah dan penyelesaian yang didapat benar.

Subjek dengan karakteristik cara berpikir tipe AA tergolong baik dalam

penyelesaian pemecahan masalah. Dapat dilihat dari penyelesaian yang mereka

kerjakan, mereka mampu menyelesaikan permasalahan dengan baik. Pada tahap

memeriksa kembali, Subjek dengan tipe berpikir AA melakukan pengecekan

hasil pekerjaan langkah demi langkah secara detail untuk meyakini kebenaran

jawabannya, serta membuat kesimpulan, subjek dengan tipe berpikir AA

71
cenderung hanya memili satu cara saja dalam penyelesaian masalah. Berdasarkan

hasil tes kemampuan pemecahan masalah, diperoleh nilai rata-rata semua siswa

dengan karakteristik cara berpikir tipe AA sebesar 84.

Berdasarkan hasil analisis di atas, kemampuan pemecahan masalah subjek

dengan karakteristik cara berpikir AA sudah mencapai sebagian besar indikator

tahapan dalam penyelesaian pemecahan masalah karena subjek cenderung sudah

mampu memahami masalah dengan benar, mampu merencanakan penyelesaian

masalah serta sudah mampu menyelesaikan masalah dengan tepat dan juga

memeriksa kembali jawaban yang didapat.

4. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika siswa dengan tipe AK

Subjek penelitian dengan karakteristik cara berpikir AK yaitu subjek JJA

dan CTN Berdasarkan hasil analisis, kemampuan pemecahan masalah subjek JJA

dan CTN dideskripsikan sebagai berikut:

Kemampuan pemecahan masalah subjek JJA dan CTN belum mencapai

sebagian indikator tahapan dalam penyelesaian masalah karena: Pada tahap

memahami masalah, subjek dengan karakteristik cara berpikir tipe AK belum

mampu menerjemahkan informasi yang didapat dari soal dengan menuliskan apa

yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari dalam soal. Pada tahap

merencanakan penyelesaian masalah, subjek JJA dan CTN belum mampu dalam

perencanaan penyelesaian. Keduanya belum mampu menentukan rencana apa

yang akan digunakan dalam penyelesaian masalah. Pada tahap menyelesaikan

masalah, subjek dengan tipe berpikir AK cenderung mampu dan teliti dalam

72
penyelesaian masalah walaupun tanpa membuat rencana penyelesaian masalah

terlebih dahulu. Hasil jawaban kedua subjek bernilai benar. Siswa dengan

karakteristik tipe AK cenderung terlihat menulis jawaban yang didapat secara

singkat dan cepat tanpa ada menuliskan rencana penyelesaian terlebih dahulu

namun terlihat siswa mampu menyelesaikan masalah yang ada pada soal dengan

baik. Pada tahap memeriksa kembali, siswa dengan tipe berpikir AK cenderung

tidak memeriksa kembali hasil penyelesaian yang telah dilakukan karena siswa

ingin membuat semua menjadi singkat dan cepat. Subjek dengan karakteristik

tipe AK termasuk kedalam kategori baik dalam menyelesaikan persoalan

pemecahan masalah. Dapat dilihat dari penyelesaian yang mereka kerjakan,

walaupun tanpa menuliskan apa yang mereka pahami pada soal dan tanpa

membuat rencana penyelesaian terlebih dahulu subjek dengan tipe berpikir AK

mampu menyelesaikan permasalahan dengan benar. Berdasarkan hasil tes

kemampuan pemecahan masalah, diperoleh nilai rata-rata semua siswa dengan

karakteristik cara berpikir tipe AK sebesar 74.

Berdasarkan hasil analisis di atas, kemampuan pemecahan masalah subjek

dengan karakteristik cara berpikir tipe AK belum mampu mencapai sebagian

indikator tahapan dalam penyelesaian pemecahan masalah karena subjek

cenderung tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan pada

soal serta tidak membuat rencana penyelesaian masalah terlebih dahulu dan juga

tidak memeriksa kembali hasil yang didapat, tetapi meskipun demikian siswa

cenderung sudah mampu menyelesaikan masalah dengan hasil yang tepat.

73
Sebelum proses pembelajaran dilaksanakan, peneliti bekerjasama dengan

guru untuk mengelompokkan siswa ke dalam 6 kelompok diskusi. Pada awalnya

siswa merasa kurang puas dengan kelompok yang telah ditentukan oleh peneliti

dan guru karena tidak sesuai dengan harapan siswa. Namun pada pertemuan-

pertemuan selanjutnya, siswa dapat menerima kelompok yang telah ditentukan

dan juga proses pembelajaran bisa berjalan dengan baik. Pada saat berdiskusi,

siswa saling berinteraksi dengan sesama anggota kelompok. Interaksi yang terjadi

antara lain adanya tanya jawab, saling berpendapat dan menghargai pendapat dari

teman yang lain. Dengan kegiatan diskusi siswa dapat menemukan sendiri

informasi mengenai materi peluang dan dilatih untuk memecahkan masalah.

Namun ada beberapa kekurangan pada saat diskusi kelompok berlangsung, yaitu

ada beberapa siswa yang hanya bergantung pada anggota kelompoknya yang lain

untuk mengerjakan soal, ada juga beberapa siswa yang sibuk sendiri bermain

handphone, dan selain itu saat tenggat waktu mengumpulkan tugas kelompok

sudah tiba ternyata masih ada beberapa kelompok yang terlambat mengumpulkan

hasil pekerjaan kelompoknya. Hal ini diebabkan kurangnya kerjasama antar

anggota kelompok selama siswa diberikan tugas untuk didiskusikan.

Pada tahap mengembangkan dan menyajikan hasil karya, salah satu

kelompok diskusi diminta untuk mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya

yang sudah didiskusikan ke depan kelas. Sehingga, tiap kelompok harus

menguasai dan siap untuk mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas.

Penunjukkan kelompok secara acak bergantung pada keinginan guru, ini menjadi

suatu hal yang positif yang secara tidak langsung menuntut setiap kelompok

74
untuk menguasai materi yang telah didiskusikan, karena setiap kelompok sama-

sama memiliki peluang untuk ditunjuk guru presentasi.

Berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah, diperoleh nilai

rata-rata seluruh siswa kelas VIII-4 SMP Negeri 8 Palangka Raya sebesar 67

dimana nilai tersebut masuk kedalam kategori baik. Sedangkan untuk nilai rata-

rata masing-masing karakteristik cara berpikir siswa yaitu: Nilai rata-rata siswa

dengan karakteristik berpikir tipe SK sebesar 34, siswa dengan karakteristik cara

berpikir tipe SA sebesar 68, siswa dengan karakteristik cara berpikir tipe AA

sebesar 84, siswa dengan karakteristik cara berpikir tipe AK sebesar 74. Hal ini

menunjukan bahwa siswa dengan karakteristik cara berpikir tipe AA sudah

mampu mencapai sebagian besar indikator tahapan dalam penyelesaian

pemecahan masalah karena siswa dengan karakteristik cara berpikir tipe AA

cenderung sudah mampu memahami masalah dengan benar, mampu

merencanakan penyelesaian masalah serta sudah mampu menyelesaikan masalah

dengan tepat dan juga memeriksa kembali jawaban yang didapat. Kemudian

siswa dengan karakteristik cara berpikir tipe SA dan AK hanya mampu mencapai

sebagian indikator saja dalam penyelesaian pemecahan masalah karena siswa

dengan tipe SA, AK terkadang pada tahap memahami masalah serta membuat

rencana penyelesaian tidak ditulis pada lembar jawabannya. Namun meskipun

demikian pada tahap menyelesaikan masalah siswa dengan tipe SA, AK

cenderung mampu menyelesaikan dengan baik. Sedangkan siswa dengan tipe

berpikir SK belum mampu mencapai seluruh indikator tahapan dalam

penyelesaian pemecahan masalah karena subjek cenderung belum mampu

75
memahami masalah dengan benar, belum mampu merencanakan penyelesaian

masalah serta belum mampu menyelesaikan masalah dengan tepat dan tidak

memeriksa kembali jawaban yang didapat. Siswa dengan tipe berpikir AA

mampu mengembangkan logika berpikirnya, sehingga mampu mencapai

sebagian besar indikator tahapan pemecahan masalah serta mampu melaksanakan

pemecahan masalah dengan baik.

Penelitian yang mendukung hal di atas yaitu penelitian yang dilakukan

oleh Nihayah (2019) yang dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa siswa

dengan karakteristik cara berpikir tipe Acak Abstrak (AA) memiliki kemampuan

pemecahan masalah berkategori sangat baik dan mendapatkan hasil tes 95.06.

Nihayah juga menyatakan bahwa siswa dengan karakteristik cara berpikir tipe

Acak Abstrak (AA) cenderung menguasai seluruh tahapan kemampuan

pemecahan masalah matematika dengan baik. Siswa dengan cara berpikir tipe

Acak Abstrak (AA) menunjukkan nilai kemampuan berpikir kritis secara signifikan

lebih tinggi dari pada siswa dengan karakteristik cara berpikir yang lain.

Hasil peneltian ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Lestanti, dkk (2016) dimana hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa “kemampuan pemecahan masalah siswa dengan karakteristik cara berpikir

tipe AA: (1) menuliskan apa yang diketahui secara kurang lengkap dan tidak

menuliskan apa yang ditanyakan dari soal (2) memiliki satu cara untuk

menyelesaikan permasalahan dan menuliskan langkah-langkah penyelesaian

secara kurang lengkap (3) melaksanakan rencana penyelesaian walaaupun tidak

direncanakan sebelumnya, namun terkadang siswa dengan karakteristik cara

76
berpikir AA belum mampu melaksanakan rencana penyelesaian, (4) tidak

memiliki cara atau asumsi lain untuk memperoleh hasil yang sama dengan cara

pertama dan tidak melakukan pengecekkan hasil pekerjaan langkah demi langkah

secara detail untuk meyakini kebenaran jawabannya”.

Perbedaan hasil penelitian tersebut dipengaruhi materi yang diajarkan

oleh Lestanti, dkk (2016) berbeda dengan materi yang diajarkan. Lestanti, dkk

memfokuskan penelitian untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah

siswa pada materi luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas.

Sedangkan peneliti memfokuskan penelitian untuk mengetahui kemampuan

pemecahan masalah siswa pada materi peluang dengan sama-sama menggunakan

model pembeleajaran berbasis masalah dalam kelas penelitian. Namun hasil

penelitian ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh DePorter & Hernacki

(2010) “siswa dengan tipe Acak Abstrak (AA) memiliki karakteristik

diantaranya, adalah: (1) Pikiran AA menyerap ide-ide, informasi, dan kesan serta

mengaturnya dengan refleksi kadang-kadang hal ini memakan waktu yang sangat

lama hingga orang lain tidak menyangka bahwa orang AA mempunyai pendapat

atau reaksi, dan (2) Mereka mengingat dengan baik jika informasi di

personifikasikan. Perasaan juga dapat mempengaruhi belajar mereka. Sehingga

dengan karakteristik tersebut membuat siswa dengan karakteristik cara berpikir

AA lebih unggul dibandingkan dengan cara berpikir SK, SA, dan AK”.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat menjadi salah satu alternatif

model pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa, dimana model pembelajaran berbasis masalah

77
merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa lebih aktif dalam kegiatan

pembelajaran, karena dalam kegiatan pembelajaran berbasis masalah siswa

diorientasikan pada permasalahan nyata yang membutuhkan penyelesaian nyata

dan siswa diorganisasikan untuk belajar secara berkelompok yang membutuhkan

kerja sama yang baik dalam menemukan solusi dari masalah yang diberikan

sehingga siswa saling bertukar pendapat dengan temannya untuk menemukan

ide-ide atau strategi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah tersebut.

Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Rusman (2014) bahwa pembelajaran

dengan pemecahan masalah menuntut keaktifan siswa dan guru, meningkatkan

interaksi antar siswa dengan siswa dan guru, dan terampil dalam pemecahan

masalah. Dengan demikian, proses pembelajaran melibatkan siswa secara aktif

dalam belajar mandiri, berdiskusi di kelas maupun dengan kelompok, maka siswa

akan memahami materi dengan baik dan bertahan lama serta mampu

menggunakannya dalam konteks kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,

pembelajaran berbasis masalah pada materi peluang dapat dijadikan alternatif

pembelajaran yang efektif.

78
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB IV, peneliti

dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Karakteristik

Cara Berpikir Tipe Sekuensial Konkret (SK) belum mampu mencapai seluruh

indikator tahapan dalam pemecahan masalah karena, siswa dengan tipe

berpikir SK cenderung tidak memahami masalah dengan baik, siswa dengan

tipe berpikir SK tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang

ditanyakan dari soal. Siswa dengan tipe berpikir SK cenderung tidak

membuat rencana penyelesaian masalah terlebih dahulu ketika akan

menyelesaikan masalah, karena siswa ingin membuat hasil penyelesaian

secara singkat. Siswa dengan tipe berpikir SK cenderung tidak mampu

menyelesaikan masalah dengan tepat dikarenakan siswa tidak memahami

masalah dengan baik. Siswa dengan tipe berpikir SK tidak memiliki cara atau

asumsi lain untuk memperoleh hasil penyelesaian masalah, siswa juga tidak

mengecek kembali hasil penyelesaian karena siswa dengan tipe berpikir SK

meyakini hasil jawaban yang diperolehnya benar.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Karakteristik

Cara Berpikir Tipe Sekuensial Abstrak (SA) mampu mencapai sebagian

indikator tahapam dalam pemecahan masalah karena, siswa dengan tipe

79
berpikir SA cenderung memahami masalah dengan baik, siswa mampu

menuliskan apa yang diketahui secara lengkap dan terurut, menuliskan apa

yang ditanyakan dari soal secara tepat sesuai informasi yang ada dari soal.

Siswa dengan tipe berpikir SA mampu membuat rencana penyelesaian

masalah dengan baik. Siswa dengan tipe berpikir SA mampu menyelesaikan

masalah sesuai dengan langkah-langkah dan rencana penyelesaian yang sudah

dibuat sebelumnya. Siswa dengan tipe berpikir SA tidak memiliki asumsi

atau cara lain untuk memperoleh hasil yang sama dengan cara pertama, siswa

melakukan pengecekan kembali hasil penyelesaian dan membuat kesimpulan

dari hasil penyelesaian.

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Tipe Berpikir

Acak Abstrak (AA) sudah mampu mecapai sebagian besar tahapan dalam

pemecahan masalah karena, Siswa dengan tipe berpikir AA cenderung

memahami masalah dengan baik, siswa mampu menuliskan apa yang

diketahui secara lengkap dan terurut, menuliskan apa yang ditanyakan dari

soal secara tepat sesuai informasi yang ada dari soal. Siswa dengan tipe

berpikir AA mampu membuat rencana penyelesaian masalah dengan baik.

Siswa dengan tipe berpikir AA mampu menyelesaikan masalah sesuai dengan

langkah-langkah dan rencana penyelesaian yang sudah dibuat sebelumnya.

Siswa dengan tipe berpikir AA tidak memiliki asumsi atau cara lain untuk

memperoleh hasil yang sama dengan cara pertama, siswa melakukan

pengecekan kembali hasil penyelesaian dan membuat kesimpulan dari hasil

penyelesaian.

80
4. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Karakteristik

Tipe Acak Konkret (AK) sudah mampu mecapai sebagian indikator tahapan

dalam pemecahan masalah karena, siswa dengan tipe berpikir AK cenderung

tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari dengan

mngikuti informasi yang ada pada soal. Siswa dengan tipe berpikir AK

cenderung tidak membuat rencana penyelesaian masalah yang akan

diselesaikan terlebih dahulu. Siswa dengan tipe berpikir AK cenderung

mampu menyelesaikan masalah walaupun tidak direncanakan sebelumnya.

Siswa dengan tipe berpikir AK tidak memiliki cara atau asumsi lain untuk

memperoleh hasil yang sama dengan cara pertama dan siswa juga tidak

melakukan pengecekan hasil pekerjaan langkah demi langkah secara detail

untuk meyakini jawabannya, siswa juga tidak membuat kesimpulan dari hasil

penyelesaian yang dibuat.

B. Implikasi Penelitian

Hasil penelitian ini memberikan gambaran secara teoritis mengenai

analisisis kemampuan pemecahan masalah matematika ditinjau dari karakteristik

cara berpikir siswa dalam pembelajaran berbasis masalah. Dimana karakteristik

cara berpikir siswa penting untuk diketahui agar dapat lebih mudah menentukan

pembelajaran seperti apa yang cocok untuk dilakukan didalam kelas agar siswa

tidak mudah bosan dan siswa juga lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu model pembelajaran yang dapat

dijadikan salah satu alternatif untuk diterapkan oleh guru matematika dalam

81
proses pembelajaran di kelas dengan upaya memberikan pembelajaran yang

menarik minat belajar siswa, menjadikan siswa aktif, mandiri dan kreatif.

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) merupakan pilihan

yang baik untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan daya tarik yang lebih

besar dalam berinteraksi antar siswa dengan siswa dan guru dengan siswa dalam

proses belajar yang beragam.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disampaikan saran-saran

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui karakteristik cara berpikir siswa, sebaiknya guru

matematika di SMP Negeri 8 Palangka Raya membagi angket karakteristik

cara berpikir siswa secara berkala, misalnya setiap awal semester. Dengan

guru mengetahui karakteristik cara berpikir siswa, hal ini akan lebih

memudahkan guru dalam pemilihan dan penerapan metode pembelajaran

yang akan digunakan saat mengajar matematika, sehingga dapat menstimulasi

siswa dalam memecahkan masalah dan menyeimbangkan karakteristik dari

masing-masing tipe berpikir yang dimiliki siswa, seperti menerapkan model

pembelajaran PBL untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

memecahkan masalah matematika.

2. Sebaiknya guru matematika di SMP Negeri 8 Palangka Raya mendorong

siswa untuk dapat menemukan asumsi atau cara lain dalam merencanakan

penyelesaian dan memeriksa kembali peoses dan hasil. Guru juga sebaiknya

memberikan variasi soal maupun latihan terhadap topik yang dibahas agar

82
siswa terbiasa memecahkan masalah baru yang mungkin belum pernah

ditemukan sebelumnya.

3. Bagi peneliti berikutnya agar melakukan penelitian lebih mendalam tentang

kemampuan pemecahan masalah matematika ditinjau dari karakteristik

berpikir siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah

maupun dengan metode pembelajaran yang lain yang dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

83
Daftar Pustaka

Abdurahman, mulyono. 2012. Anak berkesulitan belajar teori, diagnosis dan


remediasinya. Jakarta: rieneka cipta.

Abuddin, Nata. 2011. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta:


Kencana.

Amelia, Suci Febriani. 2018. Analisis Gaya Belajar Dan Gaya Berpikir Siswa
Kelas VIII Pada Pembelajaran Ipa Di Smp Negeri 5 Padang Panjang.
Skripsi. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Tadris Biologi, Institut
Agama Islam Negeri (IAIN), Batusangkar.

Arends, R. I. 2012. Learning to Teach (Ninth Edition). New York: McGraw-Hill.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Dahar, R. W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Danar, dkk. 2015. Analisis Proses Berfikir Siswa Dalam Memecahkan Masalah
Matematika Berdasarkan Langkah Polya Ditinjau Dari Kecerdasan
Emosional Siswa Kelas VIII SMP Al Azhar Syifa Budi Tahun Pelajaran
2013/2014. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika, Volume 3,
No 2, ISSN:2339-1685. Diakses pada 22 Januari 2022.

Depdiknas. 2006. Kurikulum Standar Kompetensi Matematika Sekolah Menengah


Atas dan Madrasah aliyah. Jakarta: Depdiknas

,.2006. Strategi Pembelajaran yang Mengaktifkan Siswa. Jakarta:


Depdiknas.

Deporter, B. & Hernacki. 2010. Quantum learning: membiasakan belajar nyaman.


Bandung: kaifa.

Dwiningrat, dkk. 2014. Pengaruh model pembelajaran Missouri mathematics


project terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. E-
Journal MIMBAR, 2(1): 1. Diakses pada 22 Januari 2022.

Eka, Y. 2021. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa


Ditinjau dari Karakteristik Cara Berpikir Siswa. Skripsi. Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan. Pendidikan Matematika, Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru.

84
Gunantara, dkk. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas V. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan
Ganesha Jurusan PGSD, Vol.2(1). Diakses pada 24 Januari 2022.

Hartono, Yusuf. 2014. Matematika strategi pemecahan masalah. Yogyakarta:


graha ilmu.

Komalasari, Kokom. 2013. Pembelajaran Konstektual. Konsep dan aplikasi.


Bandung: PT Reflika Aditama.

Kudisyah, S. M. Dkk. 2017. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan


pemecahan masalah matematika kelas x di sma negeri 2 kota suka bumi.
In: seminar nasional pendidikan, sukabumi.

Lestanti, Isnarto, Supriyono. 2016. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah


Ditinjau Dari Karakteristik Cara Berfikir Siswa Dalam Model Problem
Based Learning. Unnes Journal of Mathematics Education. Volume 5, No
1, ISSN:2252-6927. Diakses pada 24 Januari 2022.

Mairing, J. P. 2017. Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: Alfabeta.

,. dkk. 2011. Profil Pemecahan Masalah Siswa Peraih Medali OSN


Matematika. Jurnal Pendidkan dan pembelajaran. Vol 18. Nomor 1.
Diakses Pada 24 Januari 2022.

NCTM. 2000. Principles and Standars for School Mathematics. Reston: National
Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Nihayah, E. F. K. 2019. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika


Ditinjau dari Karakteristik Cara Berpikir Siswa. Jurnal Ilmu
Pendidikan,Volume 3 (2), 80-94.

Oguz-Unver, A. Ans Arabacioglu, S. 2011. Overviews on inquiri based and


problem learning methods. Watern Anatolia journal of education science.

Panjaitan, Fannya Isra Jannah. 2018. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah


Matematika Ditinjau Dari Karakteristik Cara Berfikir Siswa Melalui
Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) di Kelas VIII
MTs Al Jamiyatul Washliyah Tembung T.A 2017/2018. Skripsi. Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Pendidikan Matematika, Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara.

85
Runtukahu, tombokan. 2014. Pembelajaran matematika dasar bagi anak
berkesulitan belajar. Cet. 1; Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Ruseffendi. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan


Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika. Bandung: Tarsito.

Rusman. 2014. Model-modelPembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme


Guru. Jakarta. Rajawali Pers. PT. Raja Grafindo Persada. Cetakan ke-7.

Santyasa, I. W. 2012. Pembelajaran inovatif. Bali: Undiksha Press.

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.

Suryabrata, Sumadi. 2013. Psikologi Pendidikan. Jakarta: RAJAGRAFINDO


PERSADA.

Warsono dan Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya

86
LAMPIRAN

87
Lampiran 1
DAFTAR NAMA SISWA KELAS VIII-4 SMP NEGERI 8 PALANGKA RAYA
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
No Nama Siswa Kode Siswa

1 Ahmad Rafi Rahman ARR


2 Aisyavira Arroyyani AVA
3 Aniz Zahroturrofiah AZT
4 Cinta Luna Azzania CLA
5 Cristian CTN
6 Cristian Delon Baboe CDB
7 Diyesta Nutriana DNA
8 Eline Wihelmina EWM
9 Elizabeth Meisa Pania EMP
10 Fadilah Ahmad FDA
11 I Made Desna Wira Dinata IMDW
12 Jenifer Jasten Avrilia JJA
13 Jeremy Tzar Tsaleach Mokorowu JTSM
14 Leo Saputra LSP
15 Lionel Putra Anugrah LPA
16 Meyceliano MCL
17 Posmauli Tobias Sinaga PTSN
18 Rachel Kezia Laura RKL
19 Ririn RRN
20 Salsa Bela Oktavia SBO
21 Septian Reynaldi SPR
22 Sersi Oktavia SRO
23 Syakira Maisarah SMH

88
Lampiran 2
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Sekolah : SMP Negeri 8 Palangka Raya
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : VIII-4/Genap
Materi : Peluang
Kegiatan 10.1 Peluang Empirik
Pertemuan : 1 (Pertama)
Alokasi Waktu : 3×40 menit

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Siswa terampil melakukan suatu percobaan agar memperoleh suatu data dan
menghitung peluang empirik dari data tersebut
2. Peserta didik mampu menentukan cara mencari frekuensi relatif dan frekuensi
harapan dari suatu percobaan
Karakter yang dikembangkan: Kolaborasi dan Komunikasi

B. METODE PEMBELAJARAN
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

C. Media dan Sumber Belajar


Media : LKPD, YouTube , Google Classroom, dan Whatsapp
Sumber : Buku Matematika Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,
Matematika untuk SMP/MTs kelas VIII edisi Revisi, video pembelajaran dari
Youtube dengan link: https://youtu.be/fpjgefHVYqE (Melakukan suatu
percobaan), https://youtu.be/tVRdi5ub7Ig (Frekuensi Relatif dan Frekuensi
Harapan).

D. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Waktu
Aktivitas Pembelajaran Platform
Pelaksanaan
Pra-Pembelajaran (Belajar mandiri di rumah)
1. Guru mengirimkan materi peluang dalam bentuk
video dalam youtube, tugas dalam bentuk LKPD Setelah
melalui group kelas di google classroom. (tahap 1 pertemuan
Google
PBM) sebelumnya
Classroom,
2. Peserta didik mempelajari materi dari video dan
Whatsapp
mengerjakan pertanyaan yang ada dalam LKPD
(tahap 2 PBM). Setiap jawaban di-upload di google
classroom sehari sebelum pertemuan tatap muka.

89
Pendahuluan
1. Peserta didik menyapa dan memberi salam kepada
guru
2. Salah satu peserta didik memimpin doa
3. Guru memeriksa kehadiran siswa
4. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
5. Memberikan gambaran tentang manfaat
mempelajari materi peluang dalam kehidupan
sehari-hari (Motivasi)
6. Guru mengingatkan kembali materi prasyarat dengan
bertanya serta mengajukan pertanyaan yang ada
keterkaitannya dengan pelajaran yang akan
dilakukan (Apersepsi)
7. Peserta didik dikelompokkan secara heterogen yang
terdiri dari 3-4 orang. Setiap kelompok duduk
bersama dengan anggota kelompoknya.
8. Guru mengingatkan cara mempraktikkan karakter
15 menit Tatap muka
Kolaborasi dan Komunikasi dalam pembelajaran di
terbatas
kelas, dan mengapa kedua karakter tersebut penting.
(Keterampilan kolaborasi sangat penting dikuasai
oleh siswa. Selain untuk meningkatkan prestasi
belajar, keterampilan tersebut akan menumbuhkan
karakter yang positif seperti merangsang untuk
melahirkan ide, menghargai orang lain, membina
hubungan dengan orang lain, dan bekerja sama
dengan orang lain untuk mencapai tujuan yang sama,
dan tanggung jawab).
(Kemampuan berkomunikasi menjadi
syarat penting dalam proses pembelajaran karena
dapat membantu dan memfasilitasi peserta didik
untuk mengutarakan gagasan, serta bertukar
informasi dengan guru atau sesama peserta didik.
Kemampuan komunikasi yang baik tidak hanya akan
mempermudah dalam kehidupan sehari-hari, tetapi
juga dalam dunia kerja nantinya).
Kegiatan Inti
1. Setiap anggota kelompok mendiskusikan hasil 80 menit Tatap muka
jawaban LKPD masing-masing yang sudah dikerjakan terbatas
di rumah (tahap 3 PBM)
2. Setiap kelompok bergiliran mempresentasikan hasil
diskusi. (tahap 4 PBM)
3. Guru memfasilitasi diskusi kelas dengan
mengajukan pertanyaan “mengapa” atau

90
“bagaimana” dan memberi kesempatan bagi peserta
didik lainnya yang memiliki jawaban atau cara
berbeda untuk menjawab.
4. Guru bertanya jawab dengan peserta didik terkait
materi yang belum dipahami.
Penutup
1. Beberapa peserta didik menarik kesimpulan dari
materi pembelajaran. (tahap 5 PBM)
2. Guru melakukan refleksi dengan mengajukan
pertanyaan kepada peserta didik.
a. Bagaimana perasaanmu mengenai kegiatan
belajar hari ini? 25 menit Tatap muka
b. Apa yang belum dipahami pada pembelajaran hari terbatas
ini?
3. Guru menyampaikan materi dan aktivitas belajar
mandiri untuk pertemuan berikutnya
4. Guru mengingatkan agar peserta didik terus
mempraktik-kan karakter yang telah disepakati.

E. PENILAIAN PEMBELAJARAN
1. Sikap : Pengamatan
2. Pengetahuan : Masalah pada LKPD
3. Keterampilan : Kuis individual/PR

Palangka Raya, Mei 2022

Silphany
ACA 118 058

91
Lampiran 3

LEMBAR KERJA PESERTA


DIDIK
Sekolah : SMP Negeri 8 Palangka Raya
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : VIII/ 2 (dua)
Materi Pokok : Peluang

Kelompok :
Nama :
1.
2.
3.
4.

PETUNJUK:
1. Cermatilah materi pembelajaran
berupa video yang dikirim guru
dan bacalah LKPD ini dengan
cermat.
2. Diskusikan LKPD ini bersama
dengan teman sekelompok mu.
3. Tanyakan pada guru apabila ada
kesulitan atau kurang jelas
dalam mengerjakan LKPD
4. Setelah selesai mengerjakan
LKPD, setiap kelompok
mempresentasikan hasil
diskusinya.

92
Peluang Empirik

Ayo Mengingat

Perhatikanlah gambar kue dibawaah ini!

Anita memiliki sebuah kue, kemudian Anita membagi kue tersebut menjadi 7
bagian yang sama. Kemudian kue tersebut akan diberikan kepada Celin, Caca,
Una, dan Yoyo. Jika setiap orang mendapat 1 bagian kue tersebut, maka berapa
bagian yang diperoleh setiap orang jika dibandingkan jumlah seluruh kue
tersebut?
Dapatkah kalian menjelaskan maksud dari hasil tersebut?

Pada saat jam istirahat Nana dan Caca secara bersamaan menuju ke ruang
komputer sekolah untuk mengerjakan tugas. Setelah berdiskusi, mereka
memutuskan untuk menggunakan komputer secara bergantian masing-masing
selama satu jam. Masalahnya adalah mereka sama-sama ingin mendapat giliran
lebih dahulu. Bagaimanakah menurut kalian cara yang tepat untuk menyelesaikan
masalah tersebut?

93
Nana dan Caca memikirkan cara yang adil agar hasilnya bisa mereka
terima. Nana mengusulkan untuk mengundi dengan melempar uang logam,
sedangkan Caca mengusulkan untuk menggelindingkan dadu.

Suatu cara dikatakan Nana dalam masalah Nana dan Caca diatas, jika
dengan cara tersebut Nana dan Caca mempunyai kesempatan yang sama untuk
mendapatkan giliran menggunakan komputer terlebih dahulu. Untuk mengetahui
cara yang digunakan tersebut adil atau tidak, kalian bisa melakukan percobaan
dengan mengikuti langkah-langkah berikut.
Percobaan 1
a. Lemparlah satu koin sebanyak 10 kali.
b. Amati hasil yang didapatkan dalam setiap kali percobaan.
c. Tulislah hasil tersebut di dalam tabel di bawah ini.
Kejadian Turus Banyak Perbandingan f
Kejadian f terhadap n(P)
f
n(P)
Sisi Angka
Sisi Gambar

Jawablah Pertanyaan di bawah ini dari hasil pengamatan percobaan di atas:


a. Berapakah perbandingan f terhadap n (P) untuk kejadian sisi angka?
Jawab:

b. Dapatkah kalian Jelaskan tentang perbandingan f terhadap n (P) pada


kejadian sisi angka?
Jawab:

c. Berapakah perbandingan f terhadap n (P) untuk kejadian sisi gambar?


Jawab:

94
d. Dapatkah kalian Jelaskan tentang perbandingan f terhadap n (P) pada
kejadian sisi gambar?

Percobaan 2
a. Gelindinglah dadu sebanyak 10 kali.
b. Amatilah hasil yang didapatkan dalam setiap kali percobaan.
c. Tulislah hasil tersebut di dalam tabel di bawah ini.
Kejadian Turus Jumlah Turus Perbandingan f terhadap n(P)
f f
n( P)
(1) (2) (3) (4)
Mata dadu 1
Mata dadu 2
Mata dadu 3
Mata dadu 4
Mata dadu 5
Mata dadu 6
Jawablah pertanyaan dibawah ini dari hasil pengamatan percobaan diatas:

a. Berapakah perbandingan f terhadap n (P) untuk kejadian mata dadu 2?


Jawab:

b. Dapatkah kalian Jelaskan tentang perbandingan f terhadap n (P) pada


kejadian mata dadu 2?
Jawab:

c. Berapakah perbandingan f terhadap n (P) untuk kejadian mata dadu 3?


Jawab:

d. Dapatkah kalian Jelaskan tentang perbandingan f terhadap n (P) pada


kejadian mata dadu 3?
Jawab:

95
e. Berapakah perbandingan f terhadap n (P) untuk kejadian mata dadu 4?
Jawab:

f. Dapatkah kalian Jelaskan tentang perbandingan f terhadap n (P) pada


kejadian mata dadu 4?
Jawab:

g. Berapakah perbandingan f terhadap n (P) untuk kejadian mata dadu 5?


Jawab:

h. Dapatkah kalian Jelaskan tentang perbandingan f terhadap n (P) pada


kejadian mata dadu 5?
Jawab:

i. Berapakah perbandingan f terhadap n (P) untuk kejadian mata dadu 6?


Jawab:

j. Dapatkah kalian Jelaskan tentang perbandingan f terhadap n (P) pada


kejadian mata dadu 6?
Jawab:

Perbandingan antara kejadian f terhadap banyak anggota ruang sampel (n


f
(P)) atau disebut juga sebagai peluang empirik.
n( P)

96
Kerjakanlah soal-soal berikut dengan benar!
1. Pada percobaan pelambungan dua keping mata uang logam sebanyak 100
kali, muncul keduanya gambar sebanyak 45 kali. Berapakah peluang empirik
muncul selain keduanya gambar..?
Jawab:
Diketahui = ….?
Ditanya = ….?
Penyelesaian:

2. Suatu percobaan menggunakan seperti gambar dibawah ini.

Percobaan dilakukan sebanyak 200 kali memutar. Jarum spiner menunjuk


warna hijau sebanyak 35, biru sebanyak 43, orange sebanyak 40 dan merah
muda sebanyak 39. Tentukan peluang empirik jarum spiner menunjukkan ke
warna kuning!
Jawab:
Diketahui = ….?
Ditanya = ….?
Penyelesaian:

SELAMAT MENGERJAKAN 

97
Lampiran 4
Pedoman Penskoran Soal Latihan
No Penyelesaian Indikator Skor
1 Diketahui:
N = 100 kali
Misalkan n(B) adalah kejadian muncul Memahami 10
keduanya gambar, maka: n(B) = 45 Masalah
Ditanya: berapa peluang empirik
muncul selain keduanya gambar?
Penyelesaian:
Misalkan C adalah kejadian muncul
selain keduanya gambar, maka
n = n(B) + n(C) Merencanaka
100 = 45 + n(C) n Penyelesaian 25
100 - 45 = n(C) Masalah
55 = n(C)

Sehingga:
n(C)
F (C) ¿
n

55 Penyelesaian
¿ Masalah 15
100
&
Memeriksa
Jadi, Peluang empirik muncul selain
Kembali
55
keduanya gambar adalah
100

2 Diketahui:
N = 200 kali
Misalkan H: jarum spiner menunjuk
warna hijau, maka: n(H) = 35 Memahami 10
Misalkan B: jarum spiner menunjuk Masalah
warna biru, maka: n(B) = 43
Misalkan O: jarum spiner menunjuk
warna orange, maka: n(O) = 40
Misalkan M: jarum spiner menunjuk
warna merah, maka: n(M) = 39
Ditanya: Peluang empirik jarum
spiner menunjukkan ke warna kuning!
Penyelesaian:
Misalkan K: jarum spiner menunjuk
warna kuning, maka: Merencanaka 25
n = n(H) + n(B) + n(O) + n(M) + n(K) n Penyelesaian

98
200 = 35 + 43 + 40 + 39 + n(K) Masalah
200 = 157 + n(K)
200-157 = n(K)
43 = n(K)

Sehingga:

43
f(K) ¿ Penyelesaian
200
Masalah
Jadi, peluang empirik jarum spiner &
Memeriksa 15
menunjukkan ke warna kuning adalah
Kembali
43
200

SKOR TOTAL 100

Skor perolehan siswa


Nilai akhir ¿ ×100
Skor total maksimum

99
Lampiran 5
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Sekolah: SMP Negeri 8 Palangka Raya
Mata Pelajaran: Matematika
Kelas/Semester: VIII-4/Genap
Materi : Peluang
Kegiatan 10.2 Peluang Teoritik
Pertemuan : 2 (Kedua)
Alokasi Waktu : 3×40 menit

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
3. pesera didik dapat menjelaskan pengertian peluang teoritik
4. Peserta didik dapat menentukan ruang sampel dari suatu percobaan
5. Peserta didik dapat menentukan titik sampel yang memenuhi suatu kejadian
6. Siswa dapat menyelesaikan masalah terkait peluang teoritik
Karakter yang dikembangkan: Kolaborasi dan Komunikasi

B. METODE PEMBELAJARAN
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

C. Media dan Sumber Belajar


Media : LKPD, YouTube, Google Classroom, dan Whatsapp
Sumber : Buku Matematika Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,
Matematika untuk SMP/MTs kelas VIII edisi Revisi, video pembelajaran dari
Youtube dengan link: https://youtu.be/BsMyiMb278I (Peluang Teoritik),
https://youtu.be/w5I12GstTZk (Ruang Sampel & Titik Sampel)

D. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Waktu
Aktivitas Pembelajaran Platform
Pelaksanaan
Pra-Pembelajaran (Belajar mandiri di rumah)
3. Guru mengirimkan materi peluang dalam bentuk
video dalam youtube, tugas dalam bentuk LKPD Setelah pertemuan
melalui group kelas di google classroom. (tahap 1 sebelumnya
PBM)
Google
4. Peserta didik mempelajari materi dari video dan
Classroom,
mengerjakan pertanyaan yang ada dalam LKPD
Whatsapp
(tahap 2 PBM). Setiap jawaban di-upload di
google classroom sehari sebelum pertemuan tatap
muka.

100
Pendahuluan
9. Peserta didik menyapa dan memberi salam
kepada guru
10. Salah satu peserta didik memimpin doa
11. Guru memeriksa kehadiran siswa
12. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
13. Guru memberikan motivasi terkait materi yang
akan dipelajari dengan kehidupan nyata
14. Guru mengingatkan kembali materi sebelumnya
serta mengajukan pertanyaan yang ada
keterkaitannya dengan pelajaran yang akan
dilakukan (Apersepsi)
15. Peserta didik dikelompokkan secara heterogen
yang terdiri dari 3-4 orang. Setiap kelompok
duduk bersama dengan anggota kelompoknya.
16. Guru mengingatkan cara mempraktikkan karakter
Kolaborasi dan Komunikasi dalam pembelajaran
di kelas, dan mengapa kedua karakter tersebut Tatap muka
penting. terbatas
15 menit
(Keterampilan kolaborasi sangat penting dikuasai
oleh siswa. Selain untuk meningkatkan prestasi
belajar, keterampilan tersebut akan
menumbuhkan karakter yang positif seperti
merangsang untuk melahirkan ide, menghargai
orang lain, membina hubungan dengan orang
lain, dan bekerja sama dengan orang lain untuk
mencapai tujuan yang sama, dan tanggung
jawab).
(Kemampuan berkomunikasi menjadi
syarat penting dalam proses pembelajaran karena
dapat membantu dan memfasilitasi peserta didik
untuk mengutarakan gagasan, serta bertukar
informasi dengan guru atau sesama peserta didik.
Kemampuan komunikasi yang baik tidak hanya
akan mempermudah dalam kehidupan sehari-hari,
tetapi juga dalam dunia kerja nantinya).
Kegiatan Inti
5. Setiap anggota kelompok mendiskusikan hasil 80 menit Tatap muka
jawaban LKPD masing-masing yang sudah terbatas
dikerjakan di rumah (tahap 3 PBM)
6. Setiap kelompok bergiliran mempresentasikan hasil
diskusi. (tahap 4 PBM)
7. Guru memfasilitasi diskusi kelas dengan

101
mengajukan pertanyaan “mengapa” atau
“bagaimana” dan memberi kesempatan bagi
peserta didik lainnya yang memiliki jawaban atau
cara berbeda untuk menjawab.
8. Guru bertanya jawab dengan peserta didik terkait
materi yang belum dipahami.
Penutup
5. Beberapa peserta didik menarik kesimpulan dari
materi pembelajaran. (tahap 5 PBM)
6. Guru melakukan refleksi dengan mengajukan
pertanyaan kepada peserta didik.
c. Bagaimana perasaanmu mengenai kegiatan
belajar hari ini? 25 menit Tatap muka
d. Apa yang belum dipahami pada pembelajaran terbatas
hari ini?
7. Guru menyampaikan materi dan aktivitas belajar
mandiri untuk pertemuan berikutnya
8. Guru mengingatkan agar peserta didik terus
mempraktik-kan karakter yang telah disepakati.

E. PENILAIAN PEMBELAJARAN
4. Sikap : Pengamatan
5. Pengetahuan : Masalah pada LKPD
6. Keterampilan : Kuis individual/PR

Palangka Raya, Mei 2022

Silphany
ACA 118 058

102
Lampiran 6

LEMBAR KERJA PESERTA


DIDIK
Sekolah : SMP Negeri 8 Palangka Raya
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : VIII/ 2 (dua)
Materi Pokok : Peluang

Kelompok :
Nama :
1.
2.
3.
4.

PETUNJUK:
5. Cermatilah materi pembelajaran
berupa video yang dikirim guru
dan bacalah LKPD ini dengan
cermat.
6. Diskusikan LKPD ini bersama
dengan teman sekelompok mu.
7. Tanyakan pada guru apabila ada
kesulitan atau kurang jelas
dalam mengerjakan LKPD
8. Setelah selesai mengerjakan
LKPD, setiap kelompok
mempresentasikan hasil
diskusinya.

103
Peluang Teoritik

1. Sebuah kantong berisi 5 kelereng merah, 6 kelereng kuning, dan 9 kelereng


hijau. Sebuah kelereng diambil dari kantong tersebut.
a. Jika banyak kelereng didalam kantong disebut ruang sambel S, maka
tentukan ruang sampel S?
Ruang sampel S = {………………………………………………………}
b. Jika n(S) adalah jumlah semua kelereng yang ada didalam ruang sampel,
maka berapakah nilai n(S)?
n(S) = ….
c. Kemungkinan terambil kelereng kuning
Jika n(A) adalah jumlah semua kelereng kuning, maka tentukanlah nilai
n(A).
n(A) = …
d. Kemungkinan terambil kelereng merah
Jika n(A) adalah jumlah semua kelereng merah, maka tentukanlah nilai
n(A).
n(A) = …
e. Kemungkinan terambil kelereng hijau
Jika n(A) adalah jumlah semua kelereng hijau, maka tentukanlah nilai
n(A).
n(A) = …

Lengkapilah tabel dibawah ini berdasarkan isian diatas!


Kejadian Ruang Jumlah Jumlah titik Perbandingan
(A) Sampel (S) seluruh titik sampel n(A)
sampel pada kejadian Terhadap
ruang sampel n(A) n(S)
n(S)
n( A)
n (S)
Kelereng ..... ….. ….. …..
kuning
Kelereng ….. ….. ….. …..
merah
Kelereng ….. ….. ….. …..
Hijau

104
f. Berdasarkan permasalahan diatas maka perbandingan n(A) terhadap n(S)
dapat disebut juga sebagai ….

Mari
Berlatih!!!

Kerjakanlah soal-soal berikut dengan benar!

3. Peluang muncul 1 angka dan 1 gambar pada pelemparan dua uang logam
adalah….
Jawab:

Diketahui = ….?
Ditanya = ….?
Penyelesaian:

4. Dua buah dadu dilempar secara bersamaan satu kali. Tentukan peluang
munculnya mata dadu berjumlah 10!
Jawab:
Diketahui = ….?
Ditanya = ….?
Penyelesaian:

SELAMAT MENGERJAKAN 

105
SELAMAT MENGERJAKAN 

Lampiran 7

Pedoman Penskoran Soal Latihan

No Penyelesaian Indikator Skor


1 Diketahui:
Uang logam 1 angka 1 gambar
Memahami 10
Ditanya: Peluang muncul 1 angka Masalah
dan 1 gambar?
Penyelesaian:
Agar lebih mudah maka dibuat dalam
bentuk tabel:

A G Merencanakan
A (A,A) (A,G) Penyelesaian 25
G (G,A) (G,G) Masalah

Berdasarkan tabel diatas, maka:


n ( S) = 4
Kejadian muncul 1 A, 1 G = (A,G) dan
(G,A) = n (A) = 2

Sehingga:
n( A)
P(A) ¿
n(S)
Penyelesaian
2
¿ (Sederhanakan) Masalah 15
4 &
Memeriksa
1 Kembali
¿
2

Jadi, peluang munculnya 1 angka dan


1 gambar jika di lakukan pelemparan
1
ialah
2

2 Diketahui:
S = {(1,1), (1,2), (1,3), (1,4), (1,5),
(1,6), (2,1), (2,2), (2,3), (2,4), (2,5),
(2,6), (3,1), (3,2), (3,3), (3,4), (3,5), Memahami 10
(3,6), 4,1), (4,2), (4,3), (4,4), (4,5), Masalah
(4,6), (5,1), (5,2), (5,3), (5,4), (5,5),
(5,6), (6,1), (6,2), (6,3), (6,4), (6,5),

106
(6,6)}

n (S) = 36
Ditanya: Peluang munculnya mata
dadu berjumlah 10?
Penyelesaian:
Misalkan A adalah kejadian muncul
mata dadu berjumlah sepuluh, maka: Merencanakan 25
Penyelesaian
A = {(4,6), (5,5), (6,4)} Masalah
n (A) = 3

Sehingga:
n( A)
P(A) ¿
n(S)
Penyelesaian
Masalah
3
¿ &
36 Memeriksa 15
Kembali
1
¿
12

Jadi, peluang munculnya mata dadu


1
berjumlah 10 adalah
12

SKOR TOTAL 100

Skor perolehan siswa


Nilai akhir ¿ ×100
Skor total maksimum

107
Lampiran 8
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Sekolah : SMP Negeri 8 Palangka Raya
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : VIII-4/Genap
Materi : Peluang
Kegiatan 10.3 Hubungan Peluang Empirik & Teoritik
Pertemuan : 3 (Ketiga)
Alokasi Waktu : 3×40 menit

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
7. Peserta didik mampu menemukan hubungan antara peluang empirik dengan
peluang teoritik
8. Peserta didik mampu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peluang
empirik dan peluang teoritik
Karakter yang dikembangkan: Kolaborasi dan Komunikasi

B. METODE PEMBELAJARAN
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

C. Media dan Sumber Belajar


Media : LKPD, YouTube , Google Classroom, dan Whatsapp
Sumber : Buku Matematika Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,
Matematika untuk SMP/MTs kelas VIII edisi Revisi, video pembelajaran dari
Youtube dengan link: https://youtu.be/c_DcDPKN4xo

D. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Waktu
Aktivitas Pembelajaran Platform
Pelaksanaan
Pra-Pembelajaran (Belajar mandiri di rumah)
5. Guru mengirimkan materi peluang dalam bentuk
video dalam youtube, tugas dalam bentuk LKPD
melalui group kelas di google classroom. (tahap 1
PBM)
6. Peserta didik mempelajari materi dari video dan Setelah Google
mengerjakan pertanyaan yang ada dalam LKPD pertemuan Classroom,
(tahap 2 PBM). Setiap jawaban di-upload di google sebelumnya Whatsapp
classroom sehari sebelum pertemuan tatap muka.

108
Pendahuluan
17. Peserta didik menyapa dan memberi salam kepada
guru
18. Salah satu peserta didik memimpin doa
19. Guru memeriksa kehadiran siswa
20. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
21. Guru memberikan motivasi terkait materi yang akan
dipelajari dengan kehidupan nyata
22. Guru mengingatkan kembali materi sebelumnya
serta mengajukan pertanyaan yang ada
keterkaitannya dengan pelajaran yang akan
dilakukan (Apersepsi)
23. Peserta didik dikelompokkan secara heterogen yang
terdiri dari 3-4 orang. Setiap kelompok duduk
bersama dengan anggota kelompoknya.
24. Guru mengingatkan cara mempraktikkan karakter
Kolaborasi dan Komunikasi dalam pembelajaran di Tatap muka
kelas, dan mengapa kedua karakter tersebut penting. terbatas
(Keterampilan kolaborasi sangat penting dikuasai
15 menit
oleh siswa. Selain untuk meningkatkan prestasi
belajar, keterampilan tersebut akan menumbuhkan
karakter yang positif seperti merangsang untuk
melahirkan ide, menghargai orang lain, membina
hubungan dengan orang lain, dan bekerja sama
dengan orang lain untuk mencapai tujuan yang sama,
dan tanggung jawab).
(Kemampuan berkomunikasi menjadi
syarat penting dalam proses pembelajaran karena
dapat membantu dan memfasilitasi peserta didik
untuk mengutarakan gagasan, serta bertukar
informasi dengan guru atau sesama peserta didik.
Kemampuan komunikasi yang baik tidak hanya akan
mempermudah dalam kehidupan sehari-hari, tetapi
juga dalam dunia kerja nantinya).
Kegiatan Inti
9. Setiap anggota kelompok mendiskusikan hasil 80 menit Tatap muka
jawaban LKPD masing-masing yang sudah dikerjakan terbatas
di rumah (tahap 3 PBM)
10. Setiap kelompok bergiliran mempresentasikan
hasil diskusi. (tahap 4 PBM)
11. Guru memfasilitasi diskusi kelas dengan
mengajukan pertanyaan “mengapa” atau
“bagaimana” dan memberi kesempatan bagi peserta

109
didik lainnya yang memiliki jawaban atau cara
berbeda untuk menjawab.
12. Guru bertanya jawab dengan peserta didik terkait
materi yang belum dipahami.
Penutup
9. Beberapa peserta didik menarik kesimpulan dari
materi pembelajaran. (tahap 5 PBM)
10. Guru melakukan refleksi dengan mengajukan
pertanyaan kepada peserta didik.
e. Bagaimana perasaanmu mengenai kegiatan
belajar hari ini? 25 menit Tatap muka
f. Apa yang belum dipahami pada pembelajaran hari terbatas
ini?
11. Guru menyampaikan materi dan aktivitas belajar
mandiri untuk pertemuan berikutnya
12. Guru mengingatkan agar peserta didik terus
mempraktik-kan karakter yang telah disepakati.

E. PENILAIAN PEMBELAJARAN
7. Sikap : Pengamatan
8. Pengetahuan : Masalah pada LKPD
9. Keterampilan : Kuis individual/PR

Palangka Raya, Mei 2022

Silphany
ACA 118 058

110
Lampiran 9

LEMBAR KERJA PESERTA


DIDIK
Sekolah : SMP Negeri 8 Palangka Raya
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : VIII/ 2 (dua)
Materi Pokok : Peluang

Kelompok :
Nama :
1.
2.
3.
4.

PETUNJUK:
9. Cermatilah materi pembelajaran
berupa video yang dikirim guru
dan bacalah LKPD ini dengan
cermat.
10. Diskusikan LKPD ini
bersama dengan teman
sekelompok mu.
11. Tanyakan pada guru apabila
ada kesulitan atau kurang jelas
dalam mengerjakan LKPD
12. Setelah selesai mengerjakan
LKPD, setiap kelompok
mempresentasikan hasil
diskusinya.

111
Hubungan Peluang Empirik &
Teoritik

Suatu ketika Ameliya, Budi, Citra, Dana, Erik, dan Fitri mendapat tugas
kelompok dari gurunya untuk menemukan peluang empirik suatu percobaan.
Mereka melakukan percobaan dengan menggelindingkan satu dadu sebanyak 120
kali. Mereka membagi tugas untuk mencatat kemunculan mata dadu hasil
penggelindingan.
Ameliya bertugas mencatat setiap mata dadu 1 yang muncul.
Budi bertugas mencatat setiap mata dadu 2 yang muncul.
Citra bertugas mencatat setiap mata dadu 3 yang muncul.
Dana bertugas mencatat setiap mata dadu 4 yang muncul.
Erik bertugas mencatat setiap mata dadu 5 yang muncul.
Fitri bertugas mencatat setiap mata dadu 6 yang muncul.
Setelah menggelindingkan sebanyak 120 kali, Mereka merekap catatan
mereka dalam suatu tabel. Berikut tabel yang menyajikan hasil percobaanmereka.

Tabel 1 Peluang empirik percobaan penggelindingan satu dadu


Yang Mata dadu (A) Banyak (B) Banyak Rasio (A)
melakukan yang muncul mata percobaan terhadap (B)
percobaan diamati dadu yang diamati (kali)
Ameliya 1 19 120 19
120
Budi 2 20 120 20
120
Citra 3 21 120 21
120
Dana 4 20 120 20
120
Erik 5 22 120 22
120
Fitri 6 18 120 18
120
Total 120 1

112
Pada kolom kelima Tabel 10.1, nilai rasio (A) terhadap (B) disebut dengan
frekuensi relatif atau peluang empirik secara umum, jika n(A) merepresentasikan
banyak kali muncul kejadian A dalam M kali percobaan,
n( A)
f A=
M

Nilai fA merepresentasikan peluang empirik terjadinya kejadian A pada M


percobaan.

Setelah kalian mengamati pengertian peluang empirik pada kegiatan ayo


mengamati, buatlah dugaan peluang empirik dari percobaan berikut.
1. Munculnya sisi angka pada percobaan melemparkan satu koin sebanyak 50
kali.
2. Munculnya mata dadu 5 pada percobaan menggelindingkan 1 dadu sebanyak
120 kali.
3. Terambilnya kelereng kuning pada percobaan mengambil 1 kelereng dari 3
kelereng (warna kuning, putih, hitam) pada suatu kantong sebanyak 90 kali.
Untuk menguji kebenaran perkiraanmu tersebut, mari melakukan percobaan.
1. Kerjakan bersama teman sekelompokmu
2. Persiapkan perlengkjapan untuk percobaan sebagai berikut.
a. Satu koin uang logam
b. Satu dadu dengan enam sisi. Tiap sisi tuliskan bilangan 1 hingga 6.
c. Tiga kelereng dengan ukuran sama dan kantong berwarna gelap untuk
wadah kelereng. Kelereng berwarna kuning, putih, hitam.
3. Lakukan percobaan:
a. Pelemparan koin sebanyak 50 kali.
b. Penggelindingan dadu sebanyak 120 kali.
c. Pengambilan satu kelereng sebanyak 90 kali.

Catatlah kemunculan pada setiap kali percobaan, Tuliskan catatan kalian pada
tabel berikut.

Percobaan pelemparan koin 50 kali


Sisi Angka Sisi Gambar
… … Banyak muncul (kali)
… … Peluang Empirik

113
Percobaan penggelindingan dadu 120 kali
6 5 4 3 2 1
… … … … … … Banyak muncul (kali)

… … … … … … Ppeluang Empirik

Percobaan pengambilan kelereng 90 kali


Kelereng kuning Kelereng putih Kelereng
hitam
… … … Banyak terambil
(kali)
… … … Peluang empirik

Dari percobaan tersebut, bandingkan peluang empirik data hasil percobaan dengan
dugaan kalian sebelumnya. Bagaimanakah hubungan antara dugaan kalian dengan
percobaan yang kalian lakukan?

Dugaan Hasil Hubungan


Percobaan
… … … Peluang empirik muncul
sisi angka
… … … Peluang empirik muncul
mata dadu 5
… … … Peluang empirik terambil
kelereng kuning

Diskusikan dengan anggota kelompok kalian. Buatlah suatu simpulan sementara


tentang hubungan secara umum antara peluang empirik hasil percobaan dengan
dugaan kalian.

Sampaikan hasil percobaan yang kalian lakukan di depan kelas, lalu bandingkan
hasil percobaan tersebut dengan hasil percobaan kelompok lain!

Selamat Mengerjakan

114
115
Lampiran 10
KISI-KISI SOAL TES
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Satuan Pendidikan : SMP


Materi Pokok : Peluang
Kelas/Semester : VIII/Genap
Kompetensi Dasar Kelas/ Materi Indikator Nomor
Semester Soal
3.11 Menjelaskan
peluang empirik dan
VIII/
Genap
Peluang
• Peserta didik mampu 1a
teoretik suatu menentukan ruang
kejadian dari suatu sampel suatu
percobaan kejadian
• peserta didik mampu 1b
menentukan peluang
dari suatu kejadian
4.11 Menyelesaikan
masalah yang
berkaitan dengan
• peserta didik mampu 2
peluang empirik dan menentukan peluang
teoretik suatu empirik pada suatu
kejadian dari kejadian
suatu percobaan • Menyelesaikan
masalah yang 3
berkaitan dengan
peluang dari suatu
percobaan

116
Lampiran 11

SOAL TES
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Nama Sekolah : SMP Negeri 8 Palangka Raya


Mata Pelajaran : Matematika
Materi : Peluang
Kelas/Semester : VIII/II

Petunjuk:
a. Berdoa terlebih dahulu sebelum mengerjakan soal!
b. Tulislah nama dan kelasmu pada lembar jawaban yang telah disediakan!
c. Bacalah dan kerjakan soal berikut ini dengan teliti dan benar!
Soal Tes
4. Jasmin mempunyai 10 kartu yang bernomor 1 sampai 10. Jika satu kartu
diambil Jasmin secara acak, maka tentukanlah:
a. Ruang sampel percobaan?
b. peluang terambilnya kartu bernomor bilangan prima?
5. Pada percobaan pelambungan dua keping mata uang logam sebanyak 120 kali,
muncul keduanya gambar sebanyak 50 kali. Tentukanlah peluang empirik
muncul selain keduanya gambar…?
6. Armando memperbolehkan ibunya untuk mengambil 1 permen dari sebuah
kantong. Beliau tidak dapat melihat warna permen tersebut. Banyaknya
permen dengan setiap warna dalam kantong tersebut ditunjukkan dalam
grafik berikut.

Berapakah peluang ibunya Armando mengambil sebuah permen berwarna


merah?

117
Lampiran 12
PEDOMAN PENSKORAN
SOAL KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
Indikator
No Jawaban Bobot Pemecahan
Masalah
1 Penyelesaian:
Diketahui: 10 kartu bernomor 1 sampai 10 Memahami
Ditanya : Berapa peluang terambilnya 10 Masalah
kartu bernomor bilangan prima jika diambil
secara acak?
 Ruang sampel kartu
𝑆 = {1,2,3,4,5,6,7,8,9,10} 15 Merencanakan
𝑛(𝑆) = 10 Penyelesaian
 Misalkan P adalah kejadian terambil Masalah
kartu bernomor bilangan prima, maka:
𝑝 = {2,3,5,7}
𝑛(𝑝) = 4
Pembahasan:
 Peluang terambilnya kartu bernomor
bilangan prima adalah: 5 Menyelesaikan
n( p) Masalah
𝑃(𝑃) =
n (s)
4
=
10
2
=
5
 Jadi peluang terambilnya kartu
2
bernomor bilangan prima adalah
5
2 Penyelesaian:
Diketahui: 𝑛 = 120 kali 10 Memahami
Misalkan B adalah kejadian muncul Masalah
keduanya gambar, maka : 𝑛(𝐵) = 50
Ditanya : berapakah peluang empirik
muncul selain keduanya gambar?
 Misalkan C adalah kejadian muncul
selain keduanya gambar, maka 15 Merencanakan
𝑛 = 𝑛(𝐵) + 𝑛(𝐶) penyelesaian

118
120 = 50 + 𝑛(𝐶) Masalah
120 − 50 = 𝑛(𝐶)
70 = 𝑛(𝐶)
Pembahasan:
 Sehingga diperoleh 5 Menyelesaiaka
n(c ) n Masalah
𝑓(𝐶) =
n
70
=
120
 Jadi, peluang empirik muncul selain
70
keduanya gambar adalah
120
3 Penyelesaian:
Diketahui : 10 Memahami
Jumlah permen merah n (M) = 6 Masalah
Jumlah permen Orange n (O) = 5
Jumlah permen kuning n (K) = 3
Jumlah permen hijau n (H) = 3
Jumlah permen biru n (B) = 2
Jumlah permen pink n (P) = 4
Jumlah permen ungu n (U) = 2
Jumlah permen coklat n (C) = 5
Ditanya : Berapakah peluang ibunya
Armando mengambil sebuah permen
berwarna merah ?
 Jumlah seluruh permen:
n (S) = 6 + 5 + 3 + 3 + 2 + 4 + 2 + 5 = 30 15 Merencanakan
Jadi, jumlah keseluruhan permen milik Penyelesaian
Armando ialah 30. Masalah

Pembahasan:
 Sehingga Peluang terambilnya sebuah 5 Menyelesaikan
permen berwarna merah ialah: Masalah
n( M )
𝑃(M) =
n( s)
6
=
30
1
=
5
Jadi, peluang terambilnya permen warna merah

119
1
adalah
5
Jumlah 90

skor yang diperoleh


skor= ×100
N

120
Lampiran 13

Lembar Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Subjek EMP

121
Lampiran 14

Lembar Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Subjek MCL

122
Lampiran 15

Lembar Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Subjek EWM

123
Lampiran 16

Lembar Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Subjek CDB

124
Lampiran 17

Lembar Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Subjek AVA

125
Lampiran 18

Lembar Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Subjek FDA

126
Lampiran 19

Lembar Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Subjek JJA

127
Lampiran 20

Lembar Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Sibjek CTN

128
Lampiran 21

ANGKET KARAKTERISTIK CARA BERPIKIR SISWA

Judul Penelitian : Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika


Ditinjau Dari Karakteristik Cara Berpikir Siswa Melalui
Pembelajaran Berbasis Masalah Dikelas VIII SMP Negeri 8
Palangka Raya.
Penyusun : Silphany (Adopsi dari John Parks Le)
Pembimbing I : Dr. H. Suparman, M. Pd
Pembimbing II : Drs. H. M. Hamdani, M.Pd
Instansi : Pendidikan Matematika Universitas Palangka Raya
Petunjuk Pengisian:
1. Mulailah dengan berdoa terlebih dahulu.
2. Isilah identitas diri Anda pada kertas yang diberikan.
3. Bacalah setiap kelompok kata yang diberikan dengan teliti.
4. Angket terdiri dari 15 nomor, dimana setiap nomornya memuat empat
kelompok kata.
5. Dari setiap nomor angket, tandailah dua buah kata yang paling baik
menggambarkan diri Anda.

Selamat Mengerjakan 

129
Angket Karakteristik Cara Berpikir

Nama : ………………..
Kelas : ………………..
1 A. Imajinatif 9 A. Pembaca
B. Investigatif B. Suka bergaul
C. Realistis C. Mampu memecahkan masalah
D. Analitis D. Perencana
2 A. Teratur 10 A. Penghafal
B. Mudah Beradaptasi B. Berasosiasi
C. Kritis C. Berpikir mendalam
D. Penuh rasa ingin tahu D. Pemulai
3 A. Suka berdebat 11 A. Pengubah
B. Langsung pada permasalahan B. Penilai
C. Suka mencipta C. Spontan
D. Suka menghubung-hubungkan D. Mengharapkan arahan
4 A. Personal 12 A. Berkomunikasi
B. Praktis B. Menemukan
C. Akademis C. Waspada
D. Suka berpetualang D. Menggunakan nalar
5 A. Tepat 13 A. Suka tantangan
B. Fleksibel B. Suka berlatih
C. Sistematis C. Peduli
D. Penemu D. Memeriksa
6 A. Suka berbagi 14 A. Menyelesaikan pekerjaan
B. Teratur B. Melihat kemungkinan
C. Penuh perasaan C. Mendapatkan gagasan
D. Mandiri D. Menafsirkan
7 A. Kompetitif 15 A. Mengerjakan
B. Perfeksionis B. Berperasaan
C. Kooperatif C. Berpikir
D. Logis D. Bereksperimen
8 A. Intelektual
B. Sensitif
C. Kerja keras
D. Mau mengambil resiko

130
Lampiran 22

PEDOMAN PENSKORAN ANGKET


KARAKTERISTIK CARA BERPIKIR

Langkah Perhitungan Hasil Angket:


1. Silanglah jawaban yang Anda pilih pada tabel berikut ini.
2. Jumlahkan jawaban yang Anda lingkari pada masing-masing kolom.
3. Kalikan masing-masing kolom dengan 4.
4. Kolom dengan jumlah terbesar menjelaskan dengan cara apa Anda paling
sering mengolah informasi.

Tabel Hasil Angket Krakteristik Cara Berpikir


Nomor Jawaban
Angket Kolom I Kolom II Kolom III Kolom IV
1 C D A B
2 A C B D
3 B A D C
4 B C A D
5 A C B D
6 B C A D
7 B D C A
8 C A B D
9 D A B C
10 A C B D
11 D B C A
12 C D A B
13 B D C A
14 A C D B
15 A C B D
Jumlah

Keterangan:
Kolom I : ….. × 4 = ….. Sekuensial Konkret (SK)
Kolom II : ….. × 4 = ….. Sekuensial Abstrak (SA)
Kolom III : ….. × 4 = ….. Acak Abstrak (AA)
Kolom IV : ….. × 4 = ….. Acak Konkret (AK)

131
Lampiran 23

Hasil Angket Karakteristik Cara Berpikir Subjek EMP

132
Lampiran 24

Hasil Angket Karakteristik Cara Berpikir Subjek MCL

133
Lampiran 25

Hasil Angket Karakteristik Cara Berpikir Subjek EWM

134
Lampiran 26

Hasil Angket Karakteristik Cara Berpikir Subjek CDB

135
Lampiran 27

Hasil Angket Karakteristik Cara Berpikir Subjek AVA

136
Lampiran 28

Hasil Angket Karakteristik Cara Berpikir Subjek FDA

137
Lampiran 29

Hasil Angket Karakteristik Cara Berpikir Subjek JJA

138
Lampiran 30

Hasil Angket Karakteristik Cara Berpikir Subjek CTN

139
Lampiran 31

Hasil Telaah Butir Tes

140
141
142
143
144
145
Lampiran 32 Administrasi

146
147
148
149
150
Lampiran 33

Dokumentasi Penelitian

(Pemberian Materi Sebelum Pertemuan Tatap Muka)

(Kegiatan pembelajaran di dalam kelas, diskusi, presentasi dan melakukan


percobaan pelemparan koin, dan dadu serta menjawab kuis di depan kelas)

151
(Pengisian Angket Karakteristik Cara Berpikir Siswa)

(Evaluasi dan Penarikan Kesimpulan Pembelajaran)

(Tes Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

(Foto Bersama Siswa Kelas Penelitian)

152

Anda mungkin juga menyukai