Anda di halaman 1dari 39

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

PESERTA DIDIK DITINJAU DARI MINAT BELAJAR


DALAM MATERI PROGRAM LINEAR DI KELAS XI
SMA NEGERI 2 PONTIANAK

OLEH:
SINTA NAULI PASARIBU
NIM: F1042161021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
A. Judul
Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Minat
Belajar Peserta Didik dalam Materi Matrik di Kelas XI SMA Negeri 2
Nanga Pinoh

B. Latar Belakang
Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sangat penting.
Hal ini diisyaratkan oleh pemerintah dengan menjadikan matematika
sebagai pelajaran wajib di sekolah, mulai dari jenjang Sekolah Dasar
(SD/MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/Sederajat), Sekolah Menengah
Atas (SMA/Sederajat), bahkan Perguruan Tinggi. Hal ini menunjukan
bahwa matematika memiliki eksistensi tersendiri.
Sebagai suatu mata pelajaran yang sangat penting tersebut, maka
sudah pasti ada kualifikasi kemampuan peserta didik yang hendak dicapai.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 21 Tahun 2016
tentang suatu Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah mengungkapkan
bahwa salah satu kompetensi pembelajaran Matematika adalah menjunjukan
sikap logis, kritis, analitis, cermat dan teliti, tanggung jawab, responsif, dan
tidak mudah menyerah dalam menyelesaikan masalah.
Selaras dengan Permendikbud, kualifikasi yang hendak dicapai dalam
mempelajari Matematika juga terdapat dalam Standar Isi (SI) Mata
Pelajaran Matematika untuk jenjang pendidikan dasaar dan menengah yang
menyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika di sekolah dasar
adalah agar peserta didik mampu:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara


konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes,
akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Manggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan maslah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.

Istilah pemecahan masalah juga terdapat pada NCTM (National


Council of Teacher of Mathematics) yang mengemukakan kulifikasi
kemampuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran matematika yaitu
kemampuan pemecahan masalah (Problem Solving), kemampuan membuat
koneksi (Connection), kemampuan komunikasi (Communication),
kemampuan penalaran (Reasoning), dan kemampuan representasi
(representation).
Seiring dalam Permendikbud, Standar Isi (SI) mata pelajaran
matematika serta NCTM, maka terlihat bahwa kemampuan pemecahan
masalah merupakan suatu kemampuan yang sangat penting dalam proses
pembelajaran matematika, sebab dengan adanya kemampuan pemecahan
masalah tersebut, dapat menciptakan generasi yang berketerampilan dan
memiliki kemampuan berfikir kritis. Menurut Conney dan Herman
Hudoyono yang dikutip oleh Risnawati mengajar pemecahan masalah
kepada peserta didik, memungkinkan peserta lebih analitik dalam
mengambil keputusan dalam hidup.
Pada hakikatnya, sebuah pembelajaran dalam hal formal, informal
maupun nonformal memiliki satu tujuan yang sama, yakni tidak hanya
memmahami dan menguasi apa dan bagaimana sesuatu terjadi, tetapi juga
memberi pemahaman dan juga keterampilan tentang “mengapa hal itu
terjadi”. Inti dari mengapa hal itu terjadi adalah bagian dari konsep
pemecahan masalah menjadi sangat penting untuk diajarkan.
Dengan kelebihan yang dimiliki oleh kemampuan pemecahan
masalah, maka dapat kita simpulkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah adalah kemampuan yang sangat penting dimiliki oleh peserta didik
dikurikulum 2013. Yang mana, kurikulum 2013 mengajarkan bahwa pusat
dari pembelajaran adalah student center. Sehingga peserta didik harus
memiliki suatu kemampuan dalam diri untuk mendapatkan pusat dari
pembelajaran.
Namun, dibalik kelebihan yang ada pada kemampuan pemecahan
masalah, justru kemampuan pemecahan masalah tersebut sangatlah rendah
di kalangan peserta didik di Indonesia. Kelemahan pemecahan masalah
peserta didik dapat dilihat dari hasil test Programmer for International
Student Assessmen atau yang biasa dikenal dengan sebutan PISA. Hasil tes
PISA 2018 yang diliris pada 3 Desember 2019. Berdasarkan hasil tersebut
terlihat bahwa peringkat Indonesia pada PISA tahun 2018 jika dibandingkan
dengan PISA 2015 pada kategori matematika, Indonesia berada diperingkat
7 dari bawah (73) dari skor rata-rata 379. Sementara pada PISA 2015,
Indonesia berada pada peringkat ke 62 dari 72 negara dan mendapatkan skor
rata-rata kemampuan matematika 386. Selain pada kemampuan matematika,
kemampuan memabaca dan kinerja sains juga menurun dari rata-rata skor
397 dan 403 menjadi 371 dan 396. Perbedaan pada PISA 2015 dan PISA
2018 hanya terdapat pada negera yang disurvei. Jikan tahun 2015 ada 70
negara yang disurvei, makan tahun 2018 bertambah menjadi 79 negara.
Berdasarkan hasil tes PISA 2015 dan PISA 2018, bisa kita ambil
kesimpulan bahwa terdapat masalah pada kemampuan pemecahan masalah
peserta didik pada mata pelajaran matematka. Oleh karena itu, kita perlu
mengetahui secara pasti apa kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam
memecahkan masalah matematis. Seiring dengan hal itu, peneliti melakukan
suatu wawancara dengan guru SMAN 9 Pontianak sewaktu PPL terkait
kemampuan pemecahan masalah matematis. Berdasarkan hasil wawancara
peneliti dengan guru SMAN 9 Pontianak, diperoleh informasi bahwa dalam
proses pembelajaran, guru merasa peserta didik masih mengalami kendala
dalam hal pemecahan masalah, namun guru belum mengetahui pasti di
mana letak kendala tersebut. Peserta didik hanya bisa menyelesaikan soal
yang sama dengan soal yang telah dikerjakan sebelumnya. Jika soal tersebut
dimodifikasi, maka peserta didik tampak kebingungan. Di lain pihak, guru
juga mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran guru masih belum
menerapkan indikator kemampuan pemecahan masalah secara utuh.
Berdasarkan hasil wawancara, maka dapat disimpulkan bahwa SMAN 9
Pontianak belum dilakukan pengukuran terkait kemampuan pemecahan
masalah sehingga belum diketahui apa kesulitan yang dialami oleh peserta
didik dalam melakukan pemecahan masalah serta bagaimana kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik. Oleh karena itu, peneliti ingin
melihat secara real bagaiman kemampuan pemecahan masalah matematis di
SMAN 9 Pontianak tersebut serta di indikator manakah kemampuan
pemecahan masalah mengalami kerendahan.
Dalam suatu proses pembelajaran, seorang peserta didiik memerlukan
kesiapan diri untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kesiapan diri
tersebut adalah hal utama yang dapat mengakomodasi keberhasilan belajar.
Keberhasiilan belajar peserta didik dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
baik berasal dari dalam diri maupun dari luar diri yang bersangkutan. Satu
diantara banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar yang
berasal dari dalam diri adalah minat belajar. Menurut Guildford, minat
belajar adalah dorongan-dorogan dari dalam diri peserta didik secara psikis
dalam mempelajari sesuatudengan penuh dengan kesadaran, ketenangan dan
kedisiplinan sehingga menyebabkan individu secara aktif dan senang untuk
melakukannya. Indikator minat belajar di antaranya:
1. Perasaan senang
2. Ketertarikan untuk belajar
3. Menunjukann perhatian saat belajar
4. Keterlibatan belajar

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Erlando, didapat informasi


bahwa terdapat hubungan positif antara minat belajar dengan prestasi belajar
matematika peserta didik dengan koefisien korelasi sebesar 0,0706 dan
koefisien determinasi sebesar 0,498 yang berarti bahwa variabel minat
belajar memberikan konstribusi sebesar 49,8% terhadap penambahan
prestasi belajar matematika peserta didik. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa minat belajar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi
belajar peserta didik.
Minat belajar yang tinggi akan memudahkan peserta didik mencapai
tujuan belajar dikarenakan adanya dorongan dari dalam diri peserta didik
untuk belajar, begitupun sebaliknya. Dalam bukunya, Heris mengatakan
bahwa dampak buruk dari kurangnya minat belajar ialah dapat melahirkan
sikap penolakan kepada guru yang mengampu bidang tersebut.
Salah satu materi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah
adalah matriks. Peneliti memilih materi matriks dalam penelitian ini
dikarenakan matriks merupakan materi yang dalam menyelesaikannya
diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang telah didapatkan untuk
menyelesaikan masalah. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Minat
Belajar Peserta Didik dalam Materi Matrik di Kelas XI SMA Negeri 2
Nanga Pinoh”. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian yang
mendalam oleh peneliti.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “bagaimana kemampuan pemecahan masalah
matematis ditinjau dari minat belajar peserta didik dalam materi matrik di
kelas XI SMA Negeri 9 Pontianak?”. Adapun rumusan masalah secara
khusus adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik
SMAN 9 Pontianak?
2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik
ditinjau dari minat belajar?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi, maka tujuan yang
ingin peneliti capai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah peserta didik
SMAN 2 Nanga Pinoh.
2. Untuk mengetahui minat belajar peserta didik SMAN 2 Nanga Pinoh.
3. Untuk menganalisis kemampuan pemecahan masalah matematis peserta
didik ditinjau dari minat belajar matematika.

E. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
pemikiran terhadap upaya peningkatan kemampuan peserta didik
dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika.
2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis yang ingin dicapai adalah sebagai
berikut:
a. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui minat
dan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik,
sehingga guru diharapkan untuk memahami dan mengarahkan
peserta didiknya dalam belajar matematika.
b. Bagi sekolah
Sebagai masukan dalam pembaharuan proses pembelajaran
untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
c. Bagi peneliti
Dengan penelitian ini, peneliti dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai kemampuan pemecahan masalah peserta
didik sehingga mampu memberikan pembelajaran yang efektif
dan berkualitas.
d. Bagi peserta didik
Peserta didik dapat mengetahui seberapa besar kemampuan
pemecahan masalah yang dimilikinya ditinjau dari minat belajar
dalam pembelajaran matematika sehingga ia bisa meningkatkan
minat belajar terutama pembelajaran matematika dan peserta didik
lebih temotivasi lagi untuk belajar.
e. Bagi orang tua
Sebagai bahan acuan untuk memberikan arahan kepada anaknya
agar terus semangat belajar.

F. Definisi Operional
Beberapa istilah yang berkaitan dengan penelitian ini, agar tidak
menimbulkan salah penafsiran, yakni sebagai berikut:
1. Analisis
Analisis diartikan sebagai kegiatan atau aktivitas yang terdiri
dari proses mengurai, membedakan, memilah suatu pokok atas
berbagai bagiannya dan penelahaan bagian itu untuk dikelompokkan
kembali berdasarkan kriteria tertentu untuk kemudian dicari kaitannya
lalu ditafsirkan maknanya. Analisis pada penelitian ini adalah analisis
kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik ditinjau dari
minat belajar matematika.
2. Pemecahan Masalah Matematika
Pemecahan masalah merupakan kemampuan yang dimiliki
peserta didik guna meneyelesaikan suatu masalah dengan
menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang telah
diperoleh sebelumnya.
3. Minta Belajar
Minat belajar adalah dorongan-dorongan yang berasal dari
dalam diri peserta didik untuk mempelajari sesuatu, yang mana minat
tersebut bukanlah bawaan dari lahir.
4. Program Linear
Program linear adalah suatu metode yang digunakan untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan optimasi linear (nilai
maksimum dan nilai minimum). Pada penelitian ini akan mengambil
data dengan instrumen soal penyelesaian matematika yang
membutuhkan kemampuan untuk mengubah bahasa cerita menjadi
bahasa matematika atau model matematika. Model matematika yang
dimaksud adalah bentuk penalaran manusia dalam menerjemahkan
permasalahan menjadi bentuk matematika (dimisalkan dalam variabel
x dan y) sehingga dapat diselesaikan.

G. Kajian Teori
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Masalah (problem) adalah suatu yang tak jelas jalan
pemecahannya yang menuntut individu atau kelompok untuk
menemukan jawaban. Masalah didefinisikan sebagai suatu
pernyataan yang merangsang dan menantang untuk dijawab, namun
jawaban masalah itu tidak dapat segera diketahui oleh peserta
didik. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika
pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge)
yang tidak bisa dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine
procedur) yang diketahui peserta didik. Seperti yang dinyatakan
Cooney dalam Fajar Shadiq menyatakan bahwa: “...for question to
be a problem, it must present a challenge that cannot be resolved
by some routine procedure known to the student”. Yang
mempunyai arti suatu pertanyaan disebut masalah apabila
pernyataan tersebut mennantang dan tidak dapat diselesaikan
denggan cara yang telah diketahui oleh peserta didik. Ada beberapa
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli terkait pengertian dari
pemecahan masalah matematis, menurut Syaiful Bahri Djamarah
dan Aswan Zain, pemecahan masalah adalah suatu cara berpikir
secara ilmiah untuk mencari pemecahan suatu masalah.
Dilain pihak Nurhadi menyatakan bahwa pemecahan masalah
sebagai suatu pendekatan pengajaran menggunakan masalah dunia
nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar
tentang cara berpikir kritis dan keterampilan permasalahan, serta
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi
pembelajaran.
Senada dengan pendapat di atas Polya mengemukakan bahwa
pemecahan masalah merupakan suatu usaha umtuk mencari jalan
keluar dari kesulitan, mencari suatu tujuan yang tidak dengan
segera dapat dicapai. Karena itu pemecahan masalah merupakan
suatu tingkat aktivitas intelektual yang tingggi.
Hal ini diperkuat oleh Anderson yang dikutip oleh Fachmi
Basyaib dalam buku Teori Pembutan Keputusan mendefinisikan
bahwa pemecahan masalah sebagai proses yang diawali dengan
pengamatan perbedaan diantara keadaan aktual langkah untuk
memperkecil atau menghilangkan perbedaan tersebut. Menurut
Anderson, pemecahan masalah terdiri atas tujuh langkah sebagai
berikut:
1) Pengenalan dan pendefinisian permasalahan
2) Penentuan sejumlah solusi alternatif
3) Penentu kriteria yang akan digunakan dalam mengevaluasi
solusi alternatif
4) Evaluasi alternatif
5) Pemilihan sebuah solusi alternatif
6) Implementasi solusi alternatif terpilih
7) Evaluasi hasil yang diperoleh umtuk menentukan diperoleh
solusi yang memuaskan.
Kesimpulan dari beberapa definisi di atas adalah kemampuan
pemecahan masalah merupakan kesanggupan atau kecakapan
seorang individu dalam mencari jalan keluar dari suatu
permasalahan untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman
konsep berpikir tingkat tinggi secara ilmiah.
“menurut Comey dalam Herman Hudoyono yang dikutip oleh
Risnawati mengajar penyelesaian masalah kepada peserta diidk,
memungkinkan peserta didik itu lebih analitik dalam mengambil
keputusan dalam hidupnya”. Untuk mennyelesaikan masalah
seseorang harus menguasai hal-hal yang telah dipelajari
sebelumnya dan kemudian menggunakan dalam situasi baru.
Karena itu masalah yang disajikan kepada peserta didik harus
sesuai dengan kemampuan dan kesiapannya serta proses
penyelesaiannya tidak dapat dengan prosedur rutin. Cara
melaksanakan kegiatan mengajar dalam menyelesaikan masalah
ini, peserta didik diberikan pertanyaan-pertanyaan dari yang mudah
ke yang sulit berurutan secara hiarki. Salah satu fungsi utama
pembelajaran matematika adalah untuk mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah
matematika peserta didik ditekankan pada berpikir tentang cara
menyelesaikan masalah dan memproses informasi matematika.
Menurut Kennedy yang dikutip Mulyono Abdurrahman
menyarankan empat langkah proses pemecahan masalah, yaitu:
“memahami masalah, merancang pemecahan masalah,
melaksanakan pemecahan masalah, dan memeriksa kembali”.
Berdasarkan dari uraian yang telah dipaparkan dapat
disimpulkan bahwa pemecahan masalah matematis memberi
manfaat yang besar kepada peserta didik. Oleh karena itu,
pemecahan masalah merupakan bagian integral dari semua
pembelajaran matematika.
Kemampuan pemecahan masalah adalah suatu cara yang
dilakukan peserta didik untuk mengetahui hasil suatu masalah
dengan pengetahuam yang dimilikinya atau berusaha mengetahui
pengetahuan yang diperlukan. Menurut Polya, pemecahan masalah
merupakan suatu usaha untuk menemukan jalan keluar dari suatu
kesulitan dan mencapai tujuan yang dapat dicapai dengan segera.
Pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh
oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya
sampai masalah tersebut tidak menjadi masalah baginya.
Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang
mengabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah
diperoleh sebelumnya dan tidak sebagai suatu keterampilan
genetik. Menurut Kiswono pemecahan masalah adalah proses
penerimaan masalah dan berusaha menyelesaikan masalah.
Pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual
yang sangat tinggi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan
Gagne bahwa keterampilan intelektual tinggi perlu dikembangkan
melalui pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti ini menggunakan
pemecahan masalah menurut Polya. Polya mengajukan empat
langkah pendekatan dalam menyelesaikan masalah yaitu
memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaiakn
masalah, dan melakukan pengecekan kembali terhadap jawaban
yang telah diperoleh. Pada tahap memahami masalah peserta didik
tidak mungkin menyelesaikan masalah dengan benar tanpa adanya
pemahaman terhadap masalah yang diberikan. Selanjutnya peserta
didik harus mampu menyusun rencana atau strategi. Penyelesaian
masalah dalam langkah ini sangat bergantung pada pengalaman
peserta didik kreatif dalam menyusun penyelesaian suatu masalah.
Langkah selanjutnya adalah peserta didik mampu menyelesaikan
masalah sesuai dengan rencana yang telah disusun dan dianggap
tepat. Kemudian langkah terakhir penyelesaian masalah Polya
adalah melakukan pengecekan terhadap langkah-langkah yang
telah dilakukan sebelumnya. Kesalahan tidak akan terjadi sehingga
peserta didik menemukan jawaban yang benar-benar sesuai dengan
masalah yang diberikan.
b. Komponen Kemampuan pemecahan Masalah Matematis
Menurut Glass dan Holyoak dikutip oleh Jacob menyajikan
empat komponen dasar dalam menyelesaikan masalah:

1) tujuan, atau deskripsi yang merupakan suatu solusi terhadap


masalah.
2) deskripsi objek-objek yang relevan untuk mencapai suatu
solusi sebagai sumber yang dapat digunakan dan setiap
perpaduan atau pertantangan yang dapat tercakup.
3) himpunan operasi, atau tindakan yang diambil untuk
membantu mencapai solusi.
4) himpunan pembatas yang tidak harus dilanggar dalam
pemecahan masalah.

Lester mengemukakan pendapat bahwa kemempuan


pemecahan masalah yang baik sekurang-kurangnya terdiri atas 5
komponen sebagai berikut:
1) Pengetahuan dan pengalaman matemtika
2) Keterampilan dalam penggunaan berbagai alat generik (seperti
menyortir informasi yang relevan dan tidak relevan,
menggambarkan diagram dan lain-lain)
3) Kemampuan menggunakan berbagai heuristik untuk
memecahkan masalah
4) Pengetahuan tentang kognitif seseorang sebelum, selama dan
sesudah proses pemecahan masalah
5) Kemampuan untuk mempertahankan kontrol eksekutif dari
prosedur yang digunakan selama memecahkan masalah
Komponen-komponen kemampuan pemecahan masalah
tersebut mengarahkan peneliti untuk menyusun indikator
kemampuan pemecahan masalah matematis yang akan digunakan
dalam penelitian ini. Jadi, jelaslah bahwa dalam suatu penyelesaian
masalah itu mencakup adanya informasi keterangan yang jelas
untuk menyelesaikan masalah matematika, tujuan yang ingin
dicapai, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan,
agar penyelesaian masalah berjalan dengan baik sesuai dengan
yang diharapkan.
c. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
Indikator-indikator pemecahan masalah digunakan sebagai
acuan menilai kemampuan peserta didik dalam pemecahan
masalah. Kemampuan pemecahan masalah merupakan kompetensi
dalam kurukulum yang harus dimiliki peserta didik. Dalam
pemecahan masalah peserta didik dimungkinkan memperoleh
pengalaman menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang
dimilikinya untuk menyelesaikan masalah yang bersifat nonrutin
yaitu lebih mengerah pada masalah proses. Melalui kegiatan
pemecahan masalah, aspek-aspek yang penting dalam
pembelajaran matematika seperti penerapan aturan pada masalah
yang mengarah pada proses, penemuan pola, komunikasi
matematika dan lain-lain dapat dikembangkan dengan baik.
Adapun indikator yan menunjukan pemecahan masalah
matematika adalah:
1. Menunjukan pemahaman masalah.
2. Merancang strategi pemecahan masalah.
3. Melaksanakan strategi pemecahan masalah.
4. Memeriksa kebenaran jawaban.

Menurut Polya indikator kemampuan pemecahan masalah


matematis adalah sebagai berikut:
a) Memahami masalah, yaitu mengidentifikasi kecukupan data
untuk menyelesaikan masalah sehingga memperoleh gambaran
lengkap apa yang diketahu dan ditanyakan dalam masalah
tersebut.
b) Merencanakan penyelesaian, yaitu menetepkan langkah-
langkah penyelesaian, pemilihan konsep, persamaan dan teori
yang sesuai untuk setiap langkah.
c) Menjalankan rencana, yaitu menjalankan penyelesaian
berdasarkan langkah-langkah yang telah dirancang dengan
menggunakan konsep, persamaan serta teori yang dipilih.
d) Melihat kembali apa yang telah dikerjakan yaitu tahap
pemeriksaan, apakah langkah-langkah penyelesaian telah
terrealisasikan sesuai rencana sehingga dapat memeriksa
kembali kebenaran jawaban yang pada akhirnya membuat
kesimpulan akhir.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menggunkan


indikator menurut Polya dalam penelitian ini, karen langkah-
langkah indikator dalam pemecahan masalah matematika yang
dijelaskan oleh Polya sangatlah tepat dan mudah dipahami oleh
peserta didik khususnya. Yaitu ketika peserta didik akan
menyelesaikan masalah maka berdasarkan pendapat Polya dimulai
dari langkah-langkah memahami masalah, menyusun rencana, dan
melihat kembali. Hal ini sangatlah mudah dimengerti pada peserta
didik dalam menyelesaikan masalah secara langkah-langkah yang
benar dan tepat khususnya.
d. Faktor yang Mempengarui Kemempuan Pemecahan Masalah
Matematis
Menurut Charles dan Laster dalam Kaur Berinderject
menyebutkan ada tiga faktor yang mempengaruhi kemampuan
pemecahan masalah dari seseorang:
a. Faktor pengalaman, baik lingkungan maupun personal seperti
usia, isi pengetahuan (ilmu), pengetahuan tentang strategi
penyelesaian, pengetahuan tentang konteks msalah dari isi
masalah.
b. Faktor efektif, misalnya minat, motivasi, tekanan kecemasan,
toleransi terhadap ambigunitas, ketahanan dan kesabaran.
c. Faktor kognitif, seperti kemampuan membaca, berwawasan
(spatial ability), kemampuan menganalisis, ketermpilan
menghitung dan sebaginya.

Menurut Siswono ada beberapa faktor yang mempengaruhi


kemampuan dalam pemecahan masalah, yaitu:
1) Pengalaman awal, yaitu pengalaman terhadap tugas-tugas
menyelesaikan soal cerita. Ketakutan terhadap matematika
pada pengalaman awal dapat menghambat kemampuan peserta
didik dalam pemecahan masalah.
2) Latar belakang matematika, yaitu kemampuan peserta didik
terhadap konsep-konsep matematika yang berbeda tingkatnya
yang dapat memicu perbedaan kemampuan peserta didik dalm
memecahkan masalah.
3) Keinginan dan motivasi, yaitu dorongan yang kuat dari dalam
diri sendiri seperti menumbuhkan keyakinan saya untuk
mampu menyelesaikan soal atau tugas yng diberikan. Dengan
pemberian soal-soal atau tugas-tugas yang menarik,
menantang, kontekstual maka dapat mempengaruhi hsil
pemecahan masalah.
4) Struktur masalah, yaitu struktur masalah yang diberikan
kepada peserta didik, seperti format secara verbal atau gambar,
kompleksitas (tingkat kesulitan soal), konteks (latar belakang
cerita atau tema), bahasa soal, maupun pola masalah satu
dengan yang lain dapat mengganggu kemampuan peserta didik
dalam memecahkan masalah.
Menurut Sri Wulandari Danoebroto faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis
yaitu:
1) Kemampuan memahami ruang lingkup masalah dan mencari
informasi yang relevan untuk mencapai solusi;
2) Kemampuan dalam memilih pendekatan pemecahan masalah
atau strategi pemecahan masalah dimana kemampuan ini
dipengaruhi oleh keterampilan peserta didik dalam
merepresentasikan masalah dan struktur pengetahuan peserta
didik;
3) Keterampilan berpikir dan bernalar peserta didik yaitu
kemampuan berpikir yang fleksibel dan objektif;
4) Kemampuan metakognitif atau kemampuan untuk melakukan
monitoring dan kontrol selama proses memecahkan masalah;
5) Persepsi tentang matematika;
6) Sikap peserta didik, mencakup kepercayaan diri, tekad,
kesungguh-sungguhan, dan ketekunan peserta didik dalam
mencari pemecahan masalah;
7) Latihan-latihan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah matematis merupakan langkah yang penting dalam
menyelesaikan persoalan matematika setelah peserta didik
memahami konsep dengan baik serta mengajarkan peserta didik
untuk mencari kemungkinan-kemungkinan solusi dari
permasalahan berdasarkan pengalaman yang diperoleh peerta didik.
e. Manfaat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Ketika peserta didik belajar untuk menyelesaikan masalah
matematis, dalam hal ini peserta didik akan berhadapan dengan
bermacam aneka soal dan akan menemui tingkat kesulitan dari soal
yang berbeda. Peserta didik akan berpikir untuk mencari solusi dari
jawaban pemecahan masalah soal tersebut, sehingga ketika peserta
didik mendapatkan solusi dari jawaban soal tersebut maka peserta
didik akan mengetahui begitu banyak cara untuk menyelesaikan
soal sehingga pengetahuan peserta didik dalam pemecahan masalah
matematis semakin meningkat.
Untuk meningkatkan kualitas pemecahan masalah matematis
pesert didik dalam menyelesaikan masalah dari berbagai soal, maka
diperlukannya ketekunan berlatih. Memahami soal adalah langkah
awal peserta didik untuk mendapatkan solusi untuk menjawab soal
pemecahan masalah.
Ada beberapa manfaat yang akan diperoleh peserta didik
melalui pemecahan masalah yaitu:
1. Peserta didik akan belajar bahwa akan ada banyak cara untuk
menyelesaikan masalah suatu soal dan ada lebih dari satu
solusi yang mungkin dari suatu soal.
2. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan membentuk
nilai-nilai sosial kerja kelompok.
3. Peserta didik berlatih untuk bernalar secara logis.

2. Minat Belajar
a. Pengertian Minta Belajar
Dilihat dari pengertian Etimologi, minat berarti perhatian,
kesukaan (kecenderungan) hati kepada suatu kegiatan. Sedangkan
menurut arti terminologi minat adalah keinginan yang terus
menerus untuk memperhatikan dan melakukan sesuatu. Minat
dapat menimbulkan semangat dalam melakukan kegiatan agar
tujuan dari pada kegiatan terebut dapat tercapai. Dan semangat
yang ada itu merupakan modal utama bagi setiap individu untuk
melakukan suatu kegiatan. Minat adalah perhatian yang
mengandung unsur-unsur perasaan. Minat juga menentukan suatu
sikap yang menyebabkan seseorang berbuat aktif dalam suatu
pekerjaan. Dengan kata lain minat dapat menjadi sebab dari suatu
kegiatan. Minat adalah kecenderungan jiwa yang relatif menetap
kepada diri seseorang dan biasanya disertai dengan perasaan
senang.
Berdsarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa minat
mempunyai hubungan yang erat dengan kemauan, aktifitas serta
perasaan dan didasari dengan pemenuhan kebutuhan. Minat
merupakan kemauan, aktifitas serta perasaan senang tersebut
memiliki potensi yang memungkinkan individu untuk memilih,
memperhatikan sesuatu yang datang dari luar dirinya sehingga
individu yang bersangkutan menjadi kenal dan akrab dengan obyek
yang ada. Minat adalah kecenderungan jiwa yang sifatnya aktif.
Sedangkan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukn
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Fathurrohman,
belajar adala suatu kegiatan yang menimbulkan suatu perubahan
tingkah laku yang relatif tetap dan perubahan itu dilakukan lewat
kegiatan, atau usaha yang disengaja.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa minat
belajar adalah aspek psikologi seseorang yang menampkan diri
dalam beberapa gejala, seperti: gairah, keinginan, perasaan suka
untuk melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbgai
kegiatan yang meliputi mencari pengetahuan dan pengalaman,
dengan kata lain minat belajar adalah perhatian, raa suka,
ketertrikan seseorang (peerta didik) terhadap belajar yang
ditunjukan melalui keantusiasan, partisipasi dan keaktifan dalam
belajar.
b. Aspek-aspek Minat Belajar
Seperti yang telah dikemukakan bahwa minat dapat diartikan
sebagai suatu ketertarikan terhadap suatu objek yang kemudian
mendorong individu untuk mempelajari dan menekuni segala hal
yang berkaitan dengan minatnya tersebut. Minat yang diperoleh
melalui adanya suatu proses belajar dikembangkan melalui proses
menilai suatu objek yang kemudian menghasilkan suatu penilaian-
penilaian tertentu terhadap objek yang menimbulkan minat
seseorang. Penilaian-penilaian terhadap objek yang diperoleh
melalui proses belajar itulah yang kemudian menghasilkan suatu
keputusan mengenal adanya ketertarikan atau ketidakketertarikkan
seseorang terhadap objek yang dihadapinya. Minat memiliki dua
aspek yaitu:
1. Aspek Kognitif
Aspek ini didasarkan atas konsep yang dikembangkan
seseorang mengenai bidang yang berkaitan dengan minat.
Konep yang membngun aspek kognitif didasarkan atas
pengalaman dan apa yang dipelajari dari lingkungan.
2. Aspek Afektif
Aspek afektif adalah konsep yang membangun konsep kognitif
dan dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan atau objek yang
menimbulkan minat. Aspek ini mempunyai peranan yang besar
dalam memotivasikan tindakan seseorang.
c. Indikator Minat Belajar
Indikator minat belajar yang dikemukakan oleh Djamarah
yang dikutip Heris Hendriana, diantaranya adalah:
1) Rasa suka atau senang
2) Pernyataan lebih menyukai sesuatu
3) Adanya rasa ketertarikan
4) Adanya kesadaran untuk belajar atas keinginan sendiri tanpa
disuruh
5) Berpartisipasi dalam aktivitas belajar, serta
6) Bersedia memberikan perhatian

Menurut Slameto, sebagaimana dikutip oelh Heirs Hendriana,


peserta didik yang berminat dalam belajar mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Mempunyai kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan
dan mengenang sesuatu yang dipelajari terus menerus.
2. Ada rasa suka dan senang pada sesuatu yang diminati.
3. Memperoleh suatu kebanggaan dan kepuasan pada sesuatu
yang diminati.
4. Lebih menyukai suatu hal yang menjadi minatnya dari pada
lainnya.
5. Dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dari
kegiatan.

Sedangkan menurut Karunia Eka Lestari dkk, ada beberapa


indikator peserta didik yang memiliki minat belajar, yakni:
1) Perasaan senang
2) Ketertarikan untuk belajar
3) Menunjukkan perhatian saat belajar
4) Keterlibatan dalam belajar

Selanjutnya, Brown sebagaimana yang dikutip oleh Heirs


Hendriana mengajukan beberapa saran penting untuk
mengembankan minat peserta didik, sebagai berikut:
1) Perasaan senang: Sajikan kegiatan dan situasi belajar
sedemikian agar peserta didik senang dan tidak merasa
terpaksa melakukan kegiatan belajar
2) Perhatian dalam belajar: Usahakan peserta didik
memperhatikan objek yang dipelajarinya
3) Bahan pelajaran dan sikap guru yang menarik: Sajikan bahan
pembelajaran dengan cara dan sikap guru yang menarik
4) Manfaat dan fungsi mata pelajaran: Pahamkan manfaat dan
fungsi mata pelajaran bagi peserta didik

Berdasarkan penjelasan indikator tersebut, dapat


disimpulakan bahwa minat dapat mendorong kecenderungan
peserta didik untuk ikut serta dalam suatu kegiatan. Sehingga minat
belajar akan memberi pengaruh terhadap kegiatan dan hasil belajar.
Sehingga indikator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
perasaan senang, ketertarikan peserta didik, perhatian dalam
belajar, dan keterlibatan peserta didik.

3. Program Linear
Program linear adalah suatu metode yang digunakan untuk
memecahkan masalah yang berkaitn dengan optimasi linear (nilai
maksimum dan nilai minimun). Program linear tidak lepas dengan
sistem pertidaksamaan linear. Khususnya pada tingkat sekolah
menengah, sistem pertidaksamaan linear yang dimaksud adalah sistem
pertidaksamaan linear dua variabel. Penyelesaian program linear sangat
terkait dengan kemampuan melakukan sketsa daerah himpunan
penyeleaian sistem. Berikut ini adalah teknik menentukan daerah
himpunan penyelesaian:
1. Buat sumbu koordinat kartesius.
2. Tentukan titik potong pada sumbu x dan y dari semua persamaan-
persamaan linearnya.
3. Sketsa grafiknya dengan menghubungkan antara titik-titik
potongnya.
4. Pilih salah satu titik uji yang berada di luar garis
5. Subtitusikan pada persamaan
6. Tentukan daerah yang dimaksud
Contoh:
1. Buatlah grafik himpunan penyelesaian pertidaksamaan linear
3 x+ 2 y ≥12
Jawab:
3x + 2y = 12
Tabel 1 Titik Potong

x Y (x,y)

0 6 (0,6)

4 0 (4,0)

Gambar 1 Persamaan Linear


Titik Uji (0,0)
3𝑥 + 2𝑦 ≥ 12
3 (0) + 2 (0) ≥ 12
0 ≥ 12 (salah)

Dengan demikian titik (0,0) bukan termasuk dalam daerah himpunan


penyelesaian dari pertidaksamaan tersebut, sehingga daera himpunan
penyelesaian adalah sebelah atas dari garis 3𝑥 + 2𝑦 ≥ 12. Dengan
demikian daerah pertidaksamaannya sebagai berikut:
Gambar 2 Daerah Penyelesaian
Program linear juga membutukan kemampuan bahasa cerita
menjadi bahasa matematika tau model matematika. Model matematika
adalah bentuk penalaran manusia dalam menerjemahkan permasalahan
menjadi bentuk matematika (dimisalkan dalam variabel x dan y)
sehingga dapat diselesaikan.

Contoh:
Sebuah pesawat udara berkapasits tempat duduk tidak lebih dari 48
penumpang. Setiap penumpang kelas utama boleh membawa bagasi 60
kg dan kelas ekonomi hanya 20 kg. Pesawat hanya dapat menampung
bagasi 1.440 kg. Jika harga tiket kelas utama Rp 600.000,00 dan kelas
ekonomi Rp 400.000,00, pendapatan maksimum yang diperoleh
adalah...
Jawab:
Misalkan:
x = banyaknya penumpang kelas utama
y = banyaknya penumpang kelas ekonomi
Tabel 2 Kapsitas Penumpang

x Y Total Pertidaksamaan Linear


Total
x Y 48 x + y ≤ 48
Penumpang
Berat Bagasi
60 20 1.440 60x + 20y ≤ 1.440
(Kg)
Pendapatan
600.000 400.000 z 600.000x + 400.000y ≤ z
Maksimum
Jadi berdasarkan pertidaksmaan terebut, model matematikanya adalah:
Total penumpang : x + y ≤ 48
Berat bagasi : 60x + 20y ≤ 1.440 ; disederhanakan menjadi 3x + y ≤ 72
Banyaknya penumpang di kelas utama (x) tidak mungkin negatif : x ≥ 0
Banyaknya penumpang di kelas ekonomi (y) tidak mungkin negatif :
y≥0
Gambar daerah himpunan penyelesaian:

Gambar 3 Daerah Penyelesian


Menentukan titik-titik sudutnya:
1. Perpotongan garis-garis x + y = 48 dan 3x + y + 72
Dengan melakukan teknik eliminasi dan subtitusi didapatkan x =
12; y = 32 atau (12,36)
2. Titik-titik sudut yng lain dalah (0,0); (24,0); dan (0,48)
Menguji titik-titik sudutnya:
1. Untuk (12,36) disubtitusikan ke fungsi objektifnya:
(600.000).12 + (400.000).36 = 7.200.000 + 14.400.000 = 21.600.000
2. Untuk (24,0) disubtitusikan ke fungsi objektifnya:
(600.000).24 + (400.000).0 = 14.400.000 + 0 = 14.400.000
3. Untuk (0,48) disubtitusikan ke fungsi objektifnya:
(600.000).0 + (400.000).48 = 0 + 19.200.000 = 19.200.000
Dengan demikian pendapatan makimum diperoleh jika
banyaknya penumpang pada kelas utama adalah 12 dan banyaknya
penumpang pada kelas ekonomi adalah 36 dengan keuntungan
Rp21.600.000.

H. Metode Penelitian
Metode penelitian menurut Sugiyono (2017:3) merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode
penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan
data penelitiannya (Arikunto, Suharsimi, 2002).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode
penelitian adalah cara yang dipergunakan untuk mengumpulkan data yang
diperlukan dalam penelitian.
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini, maka
penelitian yang digunakan merupakan penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif merupakan suatu penelitian yang bermaksud memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan
dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu
konteks khusus yang alamiah serta dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah (Tohirin, 2012:3). Wina Sanjaya (2013:44)
menyebutkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menjadikan kehidupan nyata sebagai sumber data serta peneliti sebagai
instrument utamanya dan penarikkan kesimpulan merupakan
kesepakatan antara peneliti dengan yang diteliti.
Sedangkan metode penelitiannya adalah deskriptif, yaitu suatu
metode penelitian yang berusaha untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan suatu gejala, peristiwa, atau keadaan yang sedang
diteliti secara mendalam (Trianto, 2010). Metode deskriptif juga
didefinisikan sebagai metode penelitian yang berkaitan dengan
pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan mengenai situasi yang
diteliti dalam bentuk uraian kata-kata. Dalam penelitian ini
pengumpulan data dengan metode angket, tes dan wawancara. Data
yang diperoleh kemudian akan dianalisis.

2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas XI SMA Negeri 2
Nanga Pinoh tahun ajaran 2020/2021 dan teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan (purposive sampling).
Penentuan subjek penelitian didasarkan pada hasil angket minat belajar
matematika dan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik. Minat belajar peserta didik dapat dikategorikan dalam
tiga jenis yakni Tinggi (H), Sedang (M), dan Rendah (S). Kemudian
dipilih 3 orang peserta didik masing-masing pada setiap kategori minat
belajar. Pemilihan kelas didasarkan pertimbangan guru matematika
yang mengampu kelas XI SMA Negeri 2 Nanga Pinoh. Subjek
penelitian yang telah terpilih secara purposive selanjutnya akan
dianalisis kemampuan pemecahan masalah matematisnya sesuai dengan
hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik.

3. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian yang dilalukan pada penelitian ini
terdiri dari tiga tahapan, yaitu:
a. Tahap persiapan
1) Melakukan observasi di SMA Negeri 2 Nanga Pinoh
2) Menyusun desain penelitian
3) Menyusun angket dan instrument penelitian berupa kisi-kisi tes,
soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan
alternatif penyelesaiannya serta pedoman wawancara.
4) Memvalidasi instrument penelitian.
5) Merevisi instrument penelitian berdasarkan hasil validasi.
6) Mengujicobakan instrument penelitian di SMA Negeri 2 Nanga
Pinoh.
7) Menganalisis data hasil uji coba instrument penelitian.
8) Merevisi instrument penelitian berdasarkan hasil uji coba.
9) Mengurus perizinan untuk melaksanakan penelitian di SMA
Negeri 2 Nanga Pinoh.
10) Menentukan waktu penelitian dengan guru mata pelajaran.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Menyebarkan angket dikelas uji coba.
2) Melakasanakan tes kemampuan pemecaan masalah matematis di
kelas uji coba.
3) Menganalisis data hasil angket dan tes kemampuan pemecahan
masalah matematis di kelas uji coba instrument untuk
mengetahui validitas tes, taraf kesukaran butir soal, dan daya
pembeda butir soal.
4) Merevisi soal tes berdasarkan masukan validator (guru bidang
studi mtematika).
5) Menyebarkan angket di kelas penelitian.
6) Melaksanakan tes kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik di kelas penelitian.
7) Memilih subjek penelitian yang akan diwawancarai
8) Melaksanakan wawancara
9) Mengelolah dan menganalisis data yang telah dikumpulkan
c. Tahap Akhir
1) Mendeskripikan analisis kualitatif tes kemampuan pemecahan
masalah matematis peserta didik.
2) Membuat kesimpulan sebagaimana jawaban dari masalah dalam
penelitian dan saran.

4. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan (Sugiyono 2015, 308). Adapun teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi melalui
angket, tes tertulis bentuk uraian, dan wawancara.
a. Angket
Angket digunakan untuk mengetahui minat belajar peserta didik
kelas XI SMA Negeri 2 Nanga Pinoh dalam proses belajar mengajar.
Indikator-indikator minat belajar tersebut digunakan untuk menyusun
item-item intrument yang berupa pernyataan atau pertanyaan.
Pernyataan-pernyataan dalam angket diberikan kepada peserta didik
untuk mendapatkan jawaban/respon yang diperlukan sebagai bahan
penelitian.
Angket yang digunakan dalam penelitian ini disusun
menggunakan skala Likret (Sugiyono, 2017:135). Skala Likert
memiliki lima alternatif jawaban, di mana terdapat pilihan jawaban
netral. Pilihan jawaban netral itu bisa dipilih orang yang ragu-ragu
dalam menjawab. Oleh karena itu, peneliti menghapus pilihan netral
agar minat belajar peserta didik terklasifikasi dengan jelas dan pasti.
Peserta didik diminta untuk memberikan jawaban dengan “√” pada
salah satu pilihan jawaban yang telah disediakan. Terdapat empat
pilihan jawaban, yakni Selalu (SS), Sering (S), Pernah (P), Tidak
Pernah (TP). Pernyataan yang diberikan bersifat tertutup, mengenai
pendapat peserta didik tentang pernyataan-pernyataan positif dan
negatif. Adapun penskoran angket minat belajar matematika dapat
dilihat di tabel 3.1.
Tabel 3.1
Penskoran angket minat belajar matematika

Alternatif Skor
Jawaban Pernyataan Positif (+) Pernyataan Negatif (-)
Selalu 4 1
Sering 3 2
Pernah 2 3
Tidak pernah 1 4

Kemudian setiap pernyataan dalam angket dijumlahkan untuk


mendapatkan skor, lalu diubah dalm bentuk persentase dengan
rumus:

skor peserta didik


perentase Skor= x 100 %
skor maksimal

Untuk kriteria pengelompokan minat belajar peserta didik dapat


dilihat pada tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2
Kriteria Pengelompokkan Minat Belajar Peserta Didik

Kriteria Minat Belajar Peserta Didik Keterangan


x ≥( x+ s) Tinggi
(x ¿−s)< x<( x+ s) ¿ Sedang
x ≤( x−s ) Rendah

Keterangan:
x = Skor minat belajar peserta didik
x = Rata-rata skor minat belajar peserta didik
s = Simpangan baku dari skor minat belajar peserta didik

b. Tes
Tes merupakan suatu alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan
aturan-aturan yang sudah ditentukan (Arikunto, Suharsimi, 2019:45).
Metode tes digunakan untuk menggali kemampuan pemecahan
masalah matematis peserta didik. Tes tersebut disusun oleh peneliti
dengan langkah-langkah pembuatan soal tes sebelum soal tersebut
digunakan untuk mengambil data penelitian yakni:
a. Membuat kisi-kisi soal
Kisi-kisi soal disusun atas indikator dari kemampuan
pemecahan masalah matematis.
b. Menentukan bentuk dan model soal
Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal tes
bentuk uraian. Masing-masing soal akan disusun berdasarkan
indikator-indikator yang telah ditetapkan. Lalu setiap soal
diberi skor untuk setiap poin berdasarkan indikator tersebut.
c. Menentukan banyaknya item soal
d. Menyusun soal tes
e. Mengujicobakan sol tes
Sebelum tes diberikan ke kelas penelitian, terlebih dahulu
diujicobakan pada kelas uji coba untuk mengetahui validitas,
reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran butir soal.
c. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu
yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewe)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara dalam
penelitian ini digunakan untuk memperoleh data secara langsung
mengenai kemampuan pemecahan masalah matematis peserta
didik ditinjau dari minat belajarnya. Esterberg sebagaimana yang
dikutip oleh Sugiyono mengemukakan beberapa macam
wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan

tidak terstruktur. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini


adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara tak berstruktur
termasuk dalam kategori in-depth interview, di mana dalam
pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara
terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak
yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam
melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti
dan mencatat apa yang dikemukakan oleh responden. Dalam
wawancara semi terstruktur ini peneliti menyusun pertanyaan
secara spontan, karena nuansa tanya jawab terjadi seperti air
mengalir.

5. Teknik Analisis Data


Analisis instrumen penelitian data yang digunakan pada
penelitian ini sesuai dengan teknik pengumpulan data yang telah
dipaparkan, yaitu sebagai berikut:
a. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Dalam penelitian ini, intrumen te kemampuan pemecahan
masalah matematis yang digunakan peneliti adalah tes subjektif,
yaitu tes yang berbentuk oal uraian, di mana peserta didik dituntut
untuk menguraikan jawaban serta menjelaskan jawabannya melalui
tulisan secara lengkap dan jelas (Lestari dan Yudhanegara,
2018:164).
Sebelum instrument tes tersebut diberikan, instrument tersebut
harus terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas, relibilitas, daya
beda dan menganalisis tingkat kesukaran butir tes yang diuraikan
sebagai berikut:
1) Uji Validitas
Menurut Anderson dalam Karunia Eka Lestari (2018:190),
sebuah te dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang
hendak diukur. Dengan kata lain, validitas suatu intrument
merupakan tingkatan ketepatan suatu instrument untuk mengukur
sesuatu yang harus diukur.
Teknik yang digunakan untuk mengetahui validitas
instrumen ini adalah korelasi product moment, dengan rumus
sebagai berikut (Karunia Eka Lestari, 2018:193):
r xy =N ∑ XY −¿ ¿ ¿

Keterangan:
r xy: Koefisien korelasi antara skor butir soal (X) dan total skor (Y)
N : Banyak subjek
X : Skor tiap butir soal atau skor item pernyataan/pertanyaan
Y : Total skor

Uji validitas instrument dilakukan dengan membandingkan


nili hasil perhitungan r xy dengan r tabel pada taraf signifikan 5%.
Dengan ketentuan, jika r xy< r tabel maka butir soal/item tersebut
tidak valid sehingga harus dibuang atau dihilangkan. Sedangkan
jika r xy> r tabel maka butir soal/item tersebut valid (Sugiyono,
2009:179).
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas suatu instrument adalah kekonsistenan
instrument tersebut bila diberikan pada subjek yang sama
meskipun oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, atau
tempat yang berbeda, maka akan memberikan hasil yang sama
atau relatif sama (tidak berbeda secara signifikan) (Lestari dan
Yudhanegara, 2018:206). Pengujian reliabilitas dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara mencobakan intrument sekali saja,
kemudian data yang diperoleh akan dianalisis. Oleh sebab itu,
pengujian reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach,
yaitu:

( )( )
2
n ∑S i
r= . 1− 2
n−1 St
Keterangan:
r : Koefisien reliabilitas
n : Banyak butir soal
2
Si : Variansi skor butir soal ke-i
2
St : Variansi skor total
(Kurnia Eka Lestari dan R. Yudhanegara, 2018:206)

Untuk mengetahui apakah instrument tersebut reliabel atau


tidak, langkah selanjutnya adalah melihat standar reliabelitas.
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas
instrument ditentukan berdasarkan kriteria menurut Guilford yang
dikutip oleh Karunia Eka Lestari dan Mokhammad Ridwan dapat
dilihat pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1
Kriteria Koefisien Korelasi Reliabilitas Instrument
Koefisien Korelasi Korelasi Interpretai
0,90 ≤ r ≤ 1,00 Sangat Tinggi Sangat baik
0,70 ≤ r ≤ 0,90 Tinggi Baik
0,40 ≤ r < 0,70 Sedang Cukup
0,20 ≤ r < 0,40 Rendah Buruk
r < 0,20 Sangat Rendah Sangat Buruk
(Sumber: Karunia Eka Lestari dan Mokhammad Ridwan Yudhanegara)

3) Uji Tingkat Kesukaran


Tingkat kesukaran butir soal merupakan salah satu indikator
yang dapat menunjukan kualitas butir soal tersebut apakah
termasuk sukar, sedang atau mudah. Suatu soal dikatakan mudah
bila sebagian besar peserta didik dapat menjawabnya dengan
benar dan suatu soal dikatakan sukar bila sebagian besar peserta
didik tidak dapat menjawab dengan benar (H. M. Ali Hamzahi,
2014:244).
Tingkat kesukaran (difficulty index) dapat didefinisikan
sebagai proporsi peserta didik tes yang menjawab benar
(Purwanto, 2013:99). Bilangan yang menunjukkan sukar dan
mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index).
Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,0. Indeks
kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan
indeks keukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar,
sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya mudah
(Suharsimi Arikunto, 2009). Menghitung tingkat kesukaran butir
tes digunakan rumus:
B
P=
JS
Keterangan
P : Indeks kesukaran
B : Banyaknya pesert didik yang menjawab soal itu dengan betul
JS : Jumlah seluruh peserta didik peserta tes
Penafsiran tingkat kesukaran butir tes kedalam tiga
klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 3.2
Tiga Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal
Rentang Taraf
Klasifikasi
Kesukaran
0,00 < P < 0,30 Sukar
0,30 ≤ P < 0,70 Sedang
0,70 ≤ P < 1,00 Mudah
(Sumber: Asrul, Rusydi, dan Rosnita)

Namun, bila taraf kesukaran diklasifikasikan kedalam lima


kelompok: sangat sukar, sukar, sedang, mudah dan sangat mudah,
maka pembagian rentang tarf kesukaran diatur sebagai berikut:
Tabel 3.3
Lima Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal
Rentang Taraf
Klasifikasi
Kesukaran
0,00 < P ≤ 0,20 Sangat sukar
0,20 ≤ P < 0,40 Sukar
0,40 ≤ P < 0,60 Sedang
0,60 ≤ P < 0,80 Mudah
0,80 ≤ P < 1,00 Sangat Mudah
(Sumber: Purwanto, 2009)

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau
terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang peserta
didik untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya
soal yang terlalu sukar akan menyebabkan peserta didik menjadi
putua asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi
karena diluar jangkauannya (Rusydi Ananda dan Rosnita, 2015:
179).
4) Uji Daya Pembeda
Analisis butir soal untuk melihat daya beda perlu dilakukan
agar soal yang kita buat berfungsi dengan baik bagi guru, peserta
didik mampu proses pembelajaran yang dilakukan (M. Ali
Hamzahi, 2014:240). Secara tidak langsung dengan menganalisis
daya butir soal maka kita telah berusaha untuk meningkatkan
kualitas butir soal sehingga kita akan dapat mengukur hasil
belajar dengan tepat dan baik.
BA BB
DP= − =PA−PB
JA JB
Keterangan:
DP : daya beda suatu butir soal
JA : banyaknya peserta kelompok atas
JB : banyaknya peserta kelompok bawah
BA : banyaknya peserta kelompok atas yangg menjawab soal
itu dengan benar
BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal
itu dengan benar
BA
PA= : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
JA
(ingat, P sebagai indeks kesukaran)
BB
PB= : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
JB

Untuk menentukan daya pembeda ini perlu dibedakan


antara kelompok kecil (kurang dari 100 data) dan kelompok besar
(100 orang ke atas). Untuk kelompok kecil, Seluruh kelompok
tester dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50%
kelompok bawah. Dan untuk kelompok besar, maka jumlah
kelompok atas diambil 27% dan jumlah kelompok bawah diambil
27% dari sampel uji coba.26 (Sugiyono, 2017:180) .Jadi, daya
pembeda yang diperoleh dapat diinterpretasikan dengan
menggunakan klasifikasi daya pembeda sebagai berikut:
Tabel 3.3
Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Klasifikasi
-1,00 ≤ DP ≤ 0,00 Sangat jelek
0,00 < DP ≤ 0,20
Jelek (poor)
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup (satisfactory)
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik (good)
0,70 < DP ≤ 1,00 Baik sekali (excellent)
(Sumber: Asrul,Rusydi, dan Rosnita)

b. Angket Minat Belajar Matematika


1) Uji Validitas
Menurut Anderson dalam Arikunto yang dikutip oleh
Karunia Eka Lestari, sebuah tes dikatakan valid apabila tes
tersebut mengukur apa yang hendak diukur (Eka Lestari dan R.
Yudhanegara, 2018:190). Rumus yang digunakan adalah korelasi
product moment, karena korelasi jenis ini digunakan untuk
analisis data berbentuk interval atau rasio.
N ∑ XY −( ∑ X ) .(∑Y )
r xy=
√¿¿¿
Keterangan:
r xy : Koefisien korelasi antara skor butir soal (X) dan Total Skor (Y)
N : Banyak subjek
X : Skor tiap butir soal atau skor item pernyataan/pertanyaan
Y : Total skor

Uji validitas instrument dilakukan dengan membendingkan


nilai hasil perhitungan r xydengan r tabel pada taraf signifikan 5%.
Dengan ketentuan, jika r xy< r tabel maka butir soal/item tersebut
tidak valid sehingga harus dibuang atau dihilangkan. Sedangkan
jika r xy> r tabel maka butir soal/item tersebut valid (Sugiyono,
2017:179).
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas suatu instrument adalah kekonsistenan
instrument tersebut bila diberikan pada subjek yang sama
meskipun oleh orang berbeda, waktu yang berbeda, atau tempat
yang berbeda, maka akan memberikan hasil yang sama atau
relatif sama (tidak berbeda secara signifikan) (Eka Lestari dan R.
Yudhanegara, 2018:206). Pengujian reliabilitas dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja,
kemudian data yang diperoleh akan dianalisis. Dalam penelitian
ini digunakan instrumen tes tipe subjektif atau instrument non tes.
Oleh sebab itu, pengujian reliabilitas menggunakan rumus Alpha
Cronbach, yaitu:
( )( )
2
n ∑S
r= . 1− 2 i
n−1 St

Keterangan:
r : Koefisien reliabilitas
n : Banyak butir soal
2
Si : Variansi skor butir soal ke-i
2
S t : Variansi skor soal total

Untuk mengetahui apakah instrumen tersebut reliabel atau


tidak, langkah selanjutnya adalah melihat standar reliabilitas.
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas
instrumen ditentukan berdasarkan kriteria menurut Guilford yang
dikutip oleh Karunia Eka dan Mokhammad Ridwan dapat dilihat
pada Tabel berikut:
Tabel 3.1
Kriteria Koefisien Korelasi Reliabilitas Instrument
Koefisien Korelasi Korelasi Interpretai
0,90 ≤ r ≤ 1,00 Sangat Tinggi Sangat baik
0,70 ≤ r ≤ 0,90 Tinggi Baik
0,40 ≤ r < 0,70 Sedang Cukup
0,20 ≤ r < 0,40 Rendah Buruk
r < 0,20 Sangat Rendah Sangat Buruk
(Sumber: Karunia Eka Lestari dan Mokhammad Ridwan Yudhanegara)

c. Analisis Data Penelitian


Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Analisis model Miles dan Huberman. Miles dan Huberman
menjelaskan bahwa analisis data merupakan langkah-langkah untuk
memproses temuan penelitian yang telah ditranskripsikan melalui
proses reduksi data, yaitu data disaring dan disusun lagi, dipaparkan,
diverifikasi atau dibuat kesimpulan (Tohirin, 2012:142).
1) Reduksi Data (Data Reduction)I
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang
tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa
sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik. Proses
reduksi data bertujuan menghindari penumpukkan data dan
informasi dari mahasiswa, kemudian data yang telah valid
disajikan untuk setiap jenis kemampuan pemecahan masalah
matematis peserta didik.
Reduksi data mengarah kepada proses menyeleksi,
memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksikan, serta
mentransformasikan data mentah yang ditulis pada catatan
lapangan yang diikuti dengan perekaman. Tahap reduksi data
dalam penelitian ini meliputi:
a. Mengoreksi angket minat belajar peserta didik yang kemudian
dikelompokkan ke dalam tiga tipe minat peserta didik dan hasil
tes kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik
untuk menentukan peserta didik yang akan dijadikan sebagai
subjek penelitian.
b. Hasil angket minat belajar peserta didik dan tes kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik yang akan
dijadikan sebagai subjek penelitian yang merupakan data
mentah ditransformasikan pada catatan sebagai bahan untuk
wawancara.
c. Hasil wawancara disederhanakan menjadi susunan bahasa
yang baik dan rapi yang kemudian diolah agar menjadi data
yang siap digunakan.
2) Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dengan memunculkan kumpulan
data yang sudah terorganisir dan terkategori yang memungkinkan
dilakukan penarikan kesimpulan. Data yang disajikan berupa hasil
angket minat belajar peserta didik dan tes kemampuan pemecahan
masalah matematis peserta didik, hasil wawancara, dan hasil
analisis data.
3) Penarikan Kesimpulan
Menurut Sugiyono, kesimpulan dalam penelitian kualitatif
yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang belum
pernah ada atau berupa gambaran suatu obyek yang sebelumnya
masing gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Kesimpulan
dalam penelitian kualitatif ini masih sebagai hipotesis, dan dapat
menjadi teori jika didukung data-data yang lain. Dikarenakan
masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif bersifat
sementara dan akan berkembang setelah penelitian di lapangan.

Anda mungkin juga menyukai