Anda di halaman 1dari 46

Judul : Penerapan Model Pembelajaran Problem Based

Learning disertai Pendekatan Visual Thinking untuk


Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa Kelas VIII MTs Masmur Pekanbaru
ditinjau dari Perbedaan Gender
Peneliti/ NPM : Kinanti Januarita Putri/ 166411132
Pembimbing : Dr. Hj. Sri Rezeki, S.Pd., M.Si

A. Pendahulan

1. Latar Belakang

Masalah pendidikan merupakan masalah yang sering menjadi sorotan

masyarakat terutama masyarakat di Indonesia, oleh karena itu masalah pendidikan

merupakan masalah yang sangat menarik untuk dibahas, karena pendidikan

merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tujuannya untuk

meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia. Pendidikan bisa didapat di

mana saja dari lahirnya seseorang di dunia bahkan sampai kembalinya seorang

tersebut.

Pendidikan berasal dari pecahan kata yaitu pendidik, didik, dan didikan yang

artinya pendidik adalah orang yang mendidik, didik adalah memberi tuntutan,

arahan, serta ajaran mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, sedangkan didikan

adalah hasil dari pendidik mendidik orang agar menjadi pribadi yang terarah.

Pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang yang telah terdidik

untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam upaya

mendewasakan manusia melalui upaya pembelajaran dan pengajaran.


Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas)

Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara.

Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa proses dari pendidikan adalah belajar.

Belajar adalah kegiatan manusia sepanjang hayat. Belajar merupakan proses yang

diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Dalam

kurikulum pendidikan Indonesia, salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada

jenjang dasar, menengah, maupun jenjang strata adalah matematika. Pada

kehidupan masyarakat kebanyakan orang mempelajari matematika tetapi tidak

mengenal dengan baik apa itu matematika.

Seperti halnya ilmu yang lain, matematika memiliki aspek teori dan aspek

terapan atau praktis dan penggolonganya atas matematika murni, matematika

terapan dan matematika sekolah. Oleh karena itu, perlu bagi semua orang untuk

mengenal matematika, memahami perannya dan memanfaat matematika dengan

baik (Hamzah, 2014: 47).

Matematika merupakan salah satu ilmu yang mampu menggiring kita untuk

berpikir kritis, sistematis, dan logis dalam pengembangan sains dan teknologi. Hal
tersebut tercantum dalam Permendikbud no 58 tahun 2014 tentang Kurikulum

2013 SMP/MTS pada lampiran III yang menyatakan bahwa:

Tujuan Pembelajaran Matematika agar siswa dapat:


1. Memahami konsep matematika, merupakan kompetensi dalam
menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan menggunakan konsep maupun
algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan
masalah.
2. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah, dan
mampu membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data yang ada.
3. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika
baik dalam penyederhanaan, maupun menganalisa komponen yang ada
dalam pemecahan masalah dalam konteks matematika maupun di luar
matematika (kehidupan nyata, ilmu, dan teknologi) yang meliputi
kemampuan memahami masalah, membangun model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperolehtermasuk
dalam rangka memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (dunia
nyata).
4. Mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun bukti
matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
6. Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam
matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten,
menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang lain,
santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan
(konteks, lingkungan), kerjasama, adil, jujur, teliti, cermat, bersikap luwes
dan terbuka, memiliki kemauan berbagi rasa dengan orang lain.
7. Melakukan kegiatan–kegiatan motorik yang menggunakan pengetahuan
matematika.
8. Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknologi untuk
melakukan kegiatan-kegiatan matematika.
Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika yang dinyatakan di atas, maka

pemecahan masalah adalah sebuah kemampuan yang harus ditingkatkan dan

dikembangkan oleh peserta didik. Dalam proses pembelajaran matematika

kemampuan pemecahan masalah adalah hal yang sangat penting. Oleh karena itu
pembelajaran matematika hendaknya selalu mengarah untuk melatih kemampuan

siswa dalam memecahan masalah, sehingga selain dapat memecahkan dan menguasai

matematika dengan baik juga dapat melatih dalam hal mengembangkan pikiran dan

berpikir secara kritis, logis, sistematis maka dapat berprestasi secara optimal.

Dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan matematika khususnya

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika yang merupakan faktor

penting dalam matematika, tentunya orang-orang yang terkait dengan dunia

pendidikan akan selalu berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkannya,

meskipun di Indonesia masalah pendidikan tidak ada habisnya dan menjadi salah satu

masalah yang sudah lumrah adanya. Namun hal tersebut bukan berarti sistem

pendidikan di Indonesia tidak baik. Guru diminta untuk mendorong siswa belajar

aktif dan kreatif dalam hal meningkatkan pemecahan masalah.

Berdasarkan hasil observasi peneliti yang dilakukan selama praktek

pengalaman lapangan tanggal 16 Juli 2019 hingga 27 September 2019 pada semester

ganjil tahun ajaran 2019/2020 terhadap proses pembelajaran matematika siswa kelas

VIII di MTs Masmur Pekanbaru maka ditemukan beberapa hal yaitu selama proses

belajar mengajar siswa kurang memberikan respon terhadap penjelasan yang

disampaikan oleh guru. Setelah selesai mendengarkan penjelasan dari guru, siswa

mencatat yang guru tulis di papan tulis. Kemudian siswa mengerjakan soal latihan

yang diberikan kepada guru.


Permasalahannya dalam mengerjakan soal latihan siswa hanya berfokuskan

pada contoh soal yang diberikan kepada guru. Apabila terdapat soal yang berbeda

dari contoh, siswa menjadi kesulitan untuk mengerjakannya sehingga ada sebagian

siswa yang tidak mengerjakan bahkan melihat jawaban dari temannya. Salah satunya

apabila diberikan soal yang berbasis cerita, siswa sangat kesulitan untuk berpikir

kritis bagaimana cara memecahkan masalahnya, akhirnya siswa menjadi malas dalam

menyelesaikan persoalan tersebut.

Dalam hal ini mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi rendah sehingga

berdampak pada nilai ulangan harian siswa. Adapun persentase ketuntasan siswa

berdasarkan nilai ulangan harian siswa kelas VIII2 di MTs Masmur Pekanbaru pada

mata pelajaran matematika semester ganjil tahun ajaran 2019/2020 sebagai berikut:

Tabel 1. Persentase Ketuntasan Nilai UH Siswa Kelas VIII 2 MTs


Masmur Pekanbaru pada Mata Pelajaran Matematika Semester
Ganjil Tahun Pelajaran 2019/2020
Persentase Siswa yang
Materi Pokok Rata-rata Nilai UH
Tidak Tuntas
Pola Bilangan dan Barisan
32.33 100%
Bilangan
Sistem Koordinat Kartesius 76.26 34.48%
Sumber: Guru Mata Pelajaran

Berdasarkan tabel hasil ulangan harian semester ganjil tahun pelajaran

2019/2020 yang dilakukan peneliti saat praktik pengalaman lapangan tersebut dengan

siswa kelas VIII2 MTs Masmur Pekanbaru diperoleh informasi bahwasanya banyak

siswa bahkan semua siswa di kelas tersebut yang tidak mencapai KKM yang
ditetapkan yaitu 78. Berdasarkan nilai ulangan harian tersebut rata-rata nilai ulangan

harian siswa pada materi pola bilangan dan barisan bilangan yaitu 32.33 tidak ada

siswa yang tuntas. Pada materi sistem koordinat kartesius rata-rata nilai ulangan

siswa yaitu 76.26 dan persentase siswa yang tuntas adalah 65.52% dari jumlah siswa

30 orang. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-

soal sangat rendah.

Selanjutnya peneliti melihatkan contoh soal uraian berbasis cerita kepada guru

dan peneliti menanyakan apakah guru pernah memberikan soal-soal seperti tersebut

kepada siswa. Guru mengatakan bahwa siswa di sini terlalu sulit untuk

menyelesaikan soal dengan masalah yang kompleks. Artinya siswa diminta untuk

berpikir secara kritis dalam memecahkan soal tersebut sehingga guru tersebut jarang

memberikan soal seperti soal yang peneliti perlihatkan. Dalam hal tersebut peneliti

mengganti soal tersebut dalam bentuk soal dengan pemecahan masalah yang ringan

berbasis pilihan ganda.

Selanjutnya untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa, peneliti melakukan tes pemecahan masalah pada tanggal 06 November 2019

kepada 30 orang siswa kelas VIII2 MTs Masmur Pekanbaru pada materi pola dan

barisan bilangan. Berdasarkan hasil pemberian tes pemecahan masalah diperoleh

persentase siswa kelas VIII2 MTs Masmur Pekanbaru yang melakukan tahapan

pemecahan masalah pada mata pelajaran matematika semester ganjil tahun ajaran

2019/2020 adalah sebagai berikut:


Tabel 2. Persentase Indikator Tes Pemecahan Masalah Matematis Siswa
Kelas VIII2 MTs Masmur Pekanbaru Semester Ganjil Tahun
Pelajaran 2019/2020
Persentase Tes Pemecahan
Indikator
Masalah
Memahami yang diketahui dan ditanya pada
41%
soal yang diberikan
Menentukan cara atau rumus yang digunakan
untuk menyelesaikan permasalahan pada soal 36%
yang diberikan
Menerapkan atau menggunakan rumus tersebut
35%
untuk menyelesaikan soal yang diberikan
Memeriksa kembali jawaban yang telah ditulis
dalam menyelesaikan soal yang diberikan 12%
untuk memastikan jawaban tersebut
Sumber: Observasi Peneliti

Berdasarkan tabel 2 di atas diketahui bahwa terdapat 59% siswa yang tidak

melakukan tahapan memahami masalah, 64% siswa yang tidak melakukan tahapan

merencanakan penyelesaian, 65% siswa yang tidak melakukan tahapan melaksanakan

rencana penyelesaian, dan untuk aspek memeriksa kembali sebanyak 88% siswa yang

tidak melakukan tahap ini. Berdasarkan jawaban siswa diketahui bahwa tidak semua

siswa melakukan setiap tahapan memecahkan masalah dengan benar. Sebagian besar

siswa menjawab soal yang diberikan masih keliru atau belum sempurna. Artinya,

kemampuan siswa untuk memecahkan permasalahan masih rendah.

Pada proses pembelajaran matematika siswa seharusnya dihadapkan pada

masalah untuk diselesaikan secara mandiri sehingga dapat melatih pemikiran siswa

dalam memecahkan masalah matematika secara optimal. Pembelajaran yang pasif

tidak dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Oleh

karena itu, inovasi dalam proses pembelajaran sangat diperlukan dan diperbaiki. Hal
ini dikarenakan agar kegiatan belajar mengajar lebih berfokuskan kepada aktivitas

belajar siswa yang lebih aktif.

Dalam hal ini peran guru juga diperlukan agar siswa belajar lebih aktif dalam

mengemukakan pendapat, mampu memecahkan masalah matematis, serta

mengembangkan pemikirannya sehingga dapat diamalkan dan dimanfaatkan dalam

kehidupan. Salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan kontribusi dalam

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yaitu dengan

menerapkan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) disertai dengan

pendekatan pembelajaran yang mampu membuat siswa lebih aktif, memunculkan

gagasan-gagasan, menanggapi gagasan, membandingkan pendapat dengan teman,

merespon dan menyelesaikan masalah secara kreatif, serta mampu memecahkan

masalah matematika yang lebih kompleks yaitu dengan menggunkan pendekatan

Visual Thinking.

Dalam Untarti (2015) menyatakan bahwa PBL merupakan model

pembelajaran yang disajikan dalam bentuk masalah yang kontekstual sehingga dapat

merangsang siswa untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan PBL, siswa bekerja

dalam kelompok untuk memecahkan masalah yang ada di dunia nyata (real world).

Selain itu, PBL menyajikan agar siswa mampu dihadapkan dengan permasalahan

yang membangkitkan rasa keingintahuan untuk melakukan penyelidikan dalam

memecahkan permasalahan tersebut sehingga dapat menemukan sendiri jawabannya,

dan mengemukakan pendapatnya kepada orang lain. Model pembelajaran PBL lebih
sempurna jika disertai dengan pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru

dalam memunculkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yaitu

pendekatan visual thinking.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti melakukan penelitian dengan judul

“Penerapan Model Pembelajaran PBL (Problem Based Learning) disertai

Pendekatan Visual Thinking Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa Kelas VIII MTs Masmur Pekanbaru Ditinjau dari Perbedaan

Gender”.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang menjadi kajian

dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah penerapan PBL disertai pendekatan visual thinking dapat

memperbaiki proses pembelajaran siswa kelas VIII di MTs Masmur

Pekanbaru?

2. Apakah penerapan PBL disertai pendekatan visual thingking dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII

MTs Masmur Pekanbaru?

3. Apakah penerapan PBL disertai pendekatan visual thingking dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa laki-laki

kelas VIII MTs Masmur Pekanbaru?


4. Apakah penerapan PBL disertai pendekatan visual thingking dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa perempuan

kelas VIII MTs Masmur Pekanbaru?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Dapat memperbaiki proses pembelajaran siswa kelas VIII di MTs Masmur

Pekanbaru.

2. Dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas

VIII di MTs Masmur Pekanbaru.

3. Terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa

laki-laki kelas VIII MTs Masmur Pekanbaru

4. Terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa

perempuan kelas VIII MTs Masmur Pekanbaru

4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagi siswa, melalui penerapan PBL yang disertai dengan pendekatan

visual thinking dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa kelas VIII MTs Masmur Pekanbaru ditinjau dari

perbedaan gender.
b. Bagi guru, penerapan PBL yang disertai dengan pendekatan visual

thinking dapat digunakan sebagai salah satu metode dan alternatif dalam

kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa yang ditinjau dari perbedaan gender.

c. Bagi sekolah, sebagai salah satu bahan masukan dalam rangka

memperbaiki dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa yang ditinjau dari perbedaan gender.

d. Bagi peneliti, dapat menambah pengalaman secara langsung bagaimana

menerapkan model pembelajaran PBL yang disertai pendekatan visual

thinking dalam kegiatan pembelajaran yang baik dan menyenangkan serta

dapat dijadikan modal bagi peneliti untuk siap melaksanakan tugas yang

ada di lapangan nantinya.

5. Definisi Operasional

a. Model pembelajaran PBL (Problem Based Learning)

PBL (Problem Based Learning) merupakan model pembelajaran yang

dimulai dengan menyajikan masalah yang kompleks agar menumbuhkan pola

berpikir kritis siswa. Model pembelajaran ini diterapkan di kelas dalam bentuk

tim atau kelompok guna untuk melatih siswa dalam bekerja sama dan

berinteraksi, berani mengeluarkan pendapat, menghargai pendapat teman lain,

serta menumbuhkan pola berpikir siswa kritis agar dapat memecahkan

permasalahan yang ada di dunia nyata. Pada model ini terdapat 5 fase yaitu
orientasi terhadap masalah, mengorganisir masalah, mengumpulkan

informasi, merencanakan dan melaksanakan hasil karya, serta mengevaluasi.

b. Pendekatan visual thinking

Visual Thinking dalam Bahasa Indonesia berarti berpikir visual yaitu

pemikiran yang dapat membantu siswa dalam memecahkan serta

mengkomunikasikan permasalahan matematika dalam bentuk struktur ide

yang berupa gambar, angka, diagram, simbol, serta tabel sehingga dapat

membantu siswa dalam memahami, menganalisis, serta mengkomunikasi

permasalahan tersebut agar mudah dimengerti dan dipahami. Langkah-

langkah pada pendekatan ini yaitu mengidentifikasi (looking), memahami

(seeing), menentukan solusi (imagining), memjelaskan dan mempresentasikan

(showing and telling).

c. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa merupakan

kemampuan siswa dalam berpikir secara kompleks, memahami,

merencanakan, menganalisis, serta meninjau kembali solusi yang diberikan

terhadap suatu permasalahan. Siswa dapat menentukan dan mencari sendiri

solusi yang akan digunakan dalam memecahkan permasalahan tersebut.

Indikator yang digunakan pada kemampuan pemecahan masalah matematis


adalah memahami masalah, membuat rencana, melaksanakan rencana,

mengoreksi atau melihat kembali.

d. Perbedaan gender

Gender sama artinya dengan jenis kelamin. Perbedaan gender dapat

menjadi faktor pembeda seseorang berpikir dan menentukan pemecahan

masalah yang diambil. Ketika dihadapkan pada soal yang berbasis pemecahan

masalah, siswa laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan pemecahan

masalah yang berbeda.

B. Kajian Teori

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Menurut Cooney kepemilikan kemampuan pemecahan masalah membantu

siswa meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi situasi baru

serta membantu untuk berpikir analitik dalam mengambil keputusan di kehidupan

sehari-hari. Pentingnya kepemilikan kemampuan pemecahan masalah tersebut

tercermin dalam kutipan Branca yang menyatakan bahwa pemecahan masalah

matematis merupakan salah satu tujuan yang penting dalam pembelajaran

matematika bahkan proses pemecahan masalah matematis merupakan jantung

dari matematika. Dengan demikian kemampuan pemecahan masalah matematis

sangat penting dimiliki oleh siswa (Ulvah, 2016: 145).


Menurut Matlin (Cahyani, 2016: 153), pemecahan masalah dibutuhkan

apabila kita ingin mencapai tujuan tertentu tetapi cara penyelesaiannya tidak jelas.

Dengan kata lain jika seorang siswa dilatih untuk menyelesaikan suatu masalah

tertentu maka siswa itu menjadi mempunyai keterampilan yang baik dalam

memahami informasi, menghasilkan informasi yang sesuai, menganalisis

informasi dan menyadari bahwa perlu untuk meneliti kembali hasil yang

diperolehnya.

Menurut Polya (1957) ada empat tahap pemecahan masalah yaitu memahami

masalah, merencanakan/menentukan penyelesaian masalah, melakukan

perencanaan masalah, dan mengoreksi hasil yang diperoleh. 4 tahapan Polya

adalah sebagai berikut:

(1) Memahami masalah (understand the problem) Tahap pertama pada


penyelesaian masalah adalah memahami soal. Siswa perlu
mengidentifikasi apa yang diketahui apa yang tidak diketahui, apa saja
yang ada, jumlah, hubungan dan nilai-nilai yang terkait serta apa yang
sedang mereka cari. Beberapa saran yang dapat membantu siswa dalam
memahami masalah yang kompleks yaitu sebagai berikut: memberikan
pertanyaan mengenai apa yang diketahui dan dicari, menjelaskan masalah
sesuai dengan kalimat sendiri, menghubungkannya dengan masalah lain
yang serupa, fokus pada bagian yang penting dari masalah tersebut,
mengembangkan model, dan menggambar diagram.
(2) Membuat rencana (devise a plan) Siswa perlu mengidentifikasi operasi
yang terlibat serta strategi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah
yang diberikan. Hal ini bisa dilakukan siswa dengan cara seperti:
menebak, mengembangkan sebuah model, mensketsa diagram,
menyederhanakan masalah, mengidentifikasi pola, membuat tabel,
eksperimen dan simulasi, bekerja terbalik, menguji semua kemungkinan,
mengidentifikasi sub-tujuan, membuat analogi, dan mengurutkan
data/informasi.
(3) Melaksanakan rencana (carry out the plan) Apa yang diterapkan jelaslah
tergantung pada apa yang telah direncanakan sebelumnya dan juga
termasuk hal-hal berikut: mengartikan informasi yang diberikan ke dalam
bentuk matematika dan melaksanakan strategi selama proses dan
penghitungan yang berlangsung. Secara umum pada tahap ini siswa perlu
mempertahankan rencana yang sudah dipilih. Jika semisal rencana
tersebut tidak bisa terlaksana, maka siswa dapat memilih cara atau rencana
lain.
(4) Melihat kembali (looking back) Aspek-aspek berikut perlu diperhatikan
ketika mengecek kembali langkah-langkah yang sebelumnya terlibat
dalam menyelesaikan masalah, yaitu: mengecek kembali semua informasi
yang penting yang telah teridentifikasi, mengecek semua penghitungan
yang sudah terlibat, mempertimbangkan apakah solusinya logis, melihat
alternatif penyelesaian yang lain dan membaca pertanyaan kembali dan
bertanya kepada diri sendiri apakah pertanyaannya sudah benar-benar
terjawab.
Sementara itu, menurut Krulik dan Rudnick (Carson 2007: 8-9), ada lima

tahap dalam memecahkan masalah yaitu sebagai berikut:

1) Membaca (read); Aktifitas yang dilakukan siswa pada tahap ini adalah
mengidentifikasikan masalah, mencatat kata kunci, bertanya kepada teman
apa yang ditanyakan masalah tersebut, atau menyatakan kembal masalah
ke dalam bahasa yang lebih mudah dipahami.
2) Mengeksplorasi (explore); Proses ini meliputi pencarian pola untuk
menentukan konsep atau prinsip untuk digunakan dalam masalah. Pada
tahap ini siswa mengidentifikasi masalah yang diberikan,
merepresentasikan masalah ke dalam cara yang mudah dipahami.
Pertanyaan yang digunakan pada tahap ini adalah, “seperti apa masalah
tersebut”?
3) Memilih suatu strategi (select a strategy); Pada tahap ini, siswa membuat
kesimpulan atau hipotesis mengenai bagaimana cara menyelesaikan
masalah yang ditemui berdasarkan apa yang sudah diperoleh pada dua
tahap pertama.
4) Menyelesaikan masalah (solve the problem); Pada tahap ini, siswa
menerapkan metode atau strategi yang telah ditentukan di tahap tiga untuk
digunakan dalam menyelesaikan masalah.
5) Meninjau kembali dan mendiskusikan (review and extend); Pada tahap ini,
siswa meninjau kembali jawabannya dan mencari variasi dalam cara
memecahkan masalah.
Berdasarkan tahap pemecahan masalah yang telah diuraikan di atas, dapat

disimpulkan bahwa aktivitas pemecahan masalah antara Polya, Krulik dan Rudnick

hampir sama. Sementara itu, perbandingan dari tahap-tahap pemecahan masalah

menurut Polya, Krulik dan Rudnick, menurut Carson (2007: 8) dapat dilihat pada

Tabel 3. di bawah ini.

Tabel 3. Perbedaan Tahap Pemecahan Masalah


Tahap-tahap Pemecahan Masalah
Krulik dan Rudnick Polya
Memahami masalah (understand and
Membaca (read)
problem)
Mengeksplorasikan (explore) Membuat rencana (device a plan)
Melaksanakan rencana (carry out the
Memilih suatu strategi (select a strategi)
plan)
Meninjau kembali dan mendiskusikan
Melihat kembali (looking for)
(review and extend)
Sumber: Carson (2007: 8)

Selain itu, tahap pemecahan masalah menurut Polya juga digunakan secara

luas di kurikulum matematika di dunia dan merupakan tahap pemecahan masalah

yang jelas. Sementara itu, indikator tahap pemecahan masalah menurut Polya adalah

sebagai berikut:

(1) Indikator memahami masalah, yaitu mengetahui apa saja yang diketahui dan
ditanyakan pada masalah dan menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat
sendiri.
(2) Indikator membuat rencana, yaitu menentukan cara atau rumus yang akan
digunakan dalam memecahkan masalah.
(3) Indikator melaksanakan rencana, yaitu menerapkan atau menggunakan rumus
yang telah direncanakan untuk menyelesaikan masalah.
(4) Indikator melihat kembali, yaitu memeriksa atau mengoreksi kembali hasil
jawaban yang telah diberikan dalam menyelesaikan masalah.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan

masalah matematis merupakan kemampuan pemecahan masalah yang membantu

siswa berpikir secara kritis dalam memecahkan masalah matematis dengan

berdasarkan tahap-tahapan serta indikator pemecahan masalah yang sangat penting

dimiliki oleh siswa dalam menghadapi situasi yang baru dan mempunyai

keterampilan sehingga dapat diaplikasikan ke kehidupan nyata.

2. PBL (Problem Based Learning)

2.1 Pengertian Problem Based Learning

Menurut Sumartini dalam Cahyani (2016: 151) untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah siswa, diperlukan metode pembelajaran yang tepat.

Salah satu pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah adalah

pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).

PBL merupakan model pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar

bagaimana belajar”, berkerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari

permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk

meningkatkan rasa ingin tahu siswa pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah

diberikan kepada siswa ketika siswa belum mempelajari konsep atau materi yang

berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan (Daryanto, 2014: 29).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa PBL

(Problem Based Learning) merupakan model pembelajaran yang digunakan oleh guru
guna untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang diawali dengan permasalahan-

permasalahan dan berpusat kepada siswa agar siswa mampu menyelesaikan dan

memecahkan permasalah yang ada di kehidupan nyata.

2.2 Karakteristik Problem Based Learning

Menurut Suyadi (2015: 134) menyatakan bahwa setidaknya, terdapat enam

bahkan lebih nilai karakter dari 18 nilai karakter yang dikemukakan Kemendikbud,

yaitu tanggung jawab, kerja keras, toleransi, demokratis, mandiri, semangat

kebangsaan, cinta tanah air, nasionalisme, peduli lingkungan, dan peduli sosial

maupun keagamaan.

2.3 Fase-fase Problem Based Learning

Adapun sintak Problem Based Learning, menurut Jumanta Hamdayama (Maarif,

2015: 102) adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Sintak Problem Based Learning


Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi siswa kepada masalah menjelaskan segala hal yang akan
dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat
dalam aktivitas pemecahan masalah
yang dipilihnya
Fase 2 Guru membantu siswa mendefinisikan
Mengorganisir siswa untuk belajar dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah
Fase 3 Guru mendoronng siswa untuk
Membimbing penyelidikan individual mengumpulkan informasi yang sesuai,
atau kelompok melaksanakan eksperimen atau
pengamatan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah
Fase 4 Guru membantu siswa dalam
Mengembangkan dan menyajikan hasil merencanakan dan menyiapkan karya
karya yang sesuai, melaksanakan eksperimen
atau pengamatan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah
Fase 5 Guru membantu siswa untuk melakukan
Menganalisis dan mengevaluasi proses refleksi atau evaluasi terhadap
pemecahan masalah penyelidikan mereka dan proses-proses
yang mereka gunakan
Sumber: Maarif (2015: 102)

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan

perubahan seseorang yang meliputi perubahan perbuatan, nilai-nilai, pemahaman

pengertian, perubahan sikap dan keterampilan setelah melakukan proses belajar

maupun dari hasil dari pengalaman.

3. Penerapan PBL dalam Pembelajaran Matematika

Penerapan PBL dalam proses pembelajaran matematika melalui beberapa

tahap yaitu: tahap persiapan, tahap penyajian kelas, dan tahap evaluasi.

a. Tahap Persiapan

Dalam tahap ini peneliti mempersiapkan beberapa hal diantaranya perangkat

pembelajaran berupa silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar

kegiatan peserta didik (LKPD) kemampuan pemecahan masalah.

1. Silabus disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku yaitu kurikulum

2013
2. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) disusun berdasarkan pada

langkah-langkah penerapan pembelajaran diskusi berbasis masalah

3. Lembar kegiatan peserta didik disusun mengacu pada materi pembahasan

berbasis masalah

4. Menyiapkan instrumen pengumpulan data yaitu perangkat pembelajaran

lembar kegiatan peserta didik (LKPD)

b. Tahap Penyajian Kelas

1. Kegiatan Awal

i. Guru mengucapkan salam ketika masuk ke kelas dan sebelum

pembelajaran dimulai siswa diminta untuk membaca ayat suci Al-

quran dan berdoa lalu menyiapkan kelas kemudian dilanjutkan dengan

mengabsen siswa.

ii. Motivasi: guru memberikan motivasi siswa dengan mengaitkan materi

yang akan dipelajari dengan kehidupan sehari-hari

iii. Apersepsi: guru memberikan apersepsi mengingatkan kembali materi

sebelumnya

iv. Menyampaikan dan menginformasikan tujuan dari pembelajaran yang

akan dipelajari ataupun materi pelajaran yang akan dibahas.

2. Kegiatan Inti

i. Guru menjelaskan materi secara garis besar

ii. Guru memberikan lembar kegiatan siswa pada masing-masing siswa

kemudian meminta siswa untuk melihat, membaca, mengamati, serta


mengumpulkan informasi dalam mengerjakan lembar kegiatan siswa

tersebut.

Mengamati

i. Guru meminta siswa untuk mengamati permasalahan yang ada di

lembar kegiatan siswa

ii. Guru menanamkan sikap cermat dan teliti dalam mengamati masalah

yang ada di lembar kegiatan siswa

Menanya

i. Guru membimbing siswa untuk menemukan konsep penyelesaian dari

lembar kegiatan siswa

ii. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa

Mengumpulkan informasi

i. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami

permasalahan yang ada di lembar kegiatan siswa dan membuat

catatan kecil tentang apa yang belum dipahaminya

ii. Guru meminta siswa untuk berdiskusi dengan kelompoknya masing-

masing saling bertukar ide dan pendapat dalam menyelesaikan

permasalahan yang ada di lembar kegiatan siswa tersebut.

Mempresentasikan
i. Guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya di

depan kelas

ii. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk

menanggapi, bertanya, dan memberi masukan kepada siswa yang

menampilkan hasil diskusinya

iii. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok penyaji untuk

menanggapi masukan dan pertanyaan yang diberikan siswa lainnya.

iv. Guru bersama-sama siswa menarik kesimpulan tentang materi yang

telah didiskusikan

v. Guru memberikan penghargaan kepada setiap kelompok siswa yang

mempresentasikan hasil diskusinya dengan baik

3. Penutup

i. Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari

ii. Guru menanyakan kembali tentang materi yang telah dipelajari

iii. Guru mengingatkan kepada siswa untuk mengulang lagi materi

pelajaran yang telah diajarkan dan materi selanjutnya. Kemudian guru

menutup pertemuan diakhiri dengan salam.

c. Tahap Evaluasi

Pada tahap evaluasi, guru memberika latihan-latihan soal yang mencangkup

semua materi yang telah dipelajari dalam kegiatan pembelajaran kepada siswa dan
meminta siswa untuk mengerjakan secara individu dalam waktu yang telah

ditentukan oleh guru. Evaluasi pembelajaran dapat berupa ulangan harian.

4. Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking

Pendekatan pembelajaran merupakan himpunan asumsi yang saling terkait dan

berhubungan dengan sifat pembelajaran. Suatu pendekatan bersifat aksiomatik dan

menggambarkan sifat-sifat dan ciri khas suatu pokok bahasan yang diajarkan. Dalam

pengertian pendekatan pembelajaran tergambarkan latar psikologis dan latar

pedagogis dari pilihan metode pembelajaran yang akan diterapkan dan digunakan

oleh guru bersama siswa (Suryono dan Hariyanto, 2011: 18).

Menurut Surya dalam Isnaini (2017) menyatakan bahwa:

Visualisasi adalah suatu tindakan dimana seseorang individu membentuk


hubungan yang kuat antara internal membangun sesuatu yang diakses diperoleh
melalui indra. Sambungan berkualitas tersebut dapat dibuat dalam salah satu dari
dua arah. Visualisasi suatu tindakan dapat terdiri dari konstruksi mental setiap
objek atau proses yang satu menghubungkan (dalam pikiran) individu dengan
objek atau peristiwa yang dirasakan oleh dirinya atau sebagai eksternal. Atau
suatu tindakan visualisasi dapat terdiri dari konstruk pada beberapa media
eksternal seperti kertas, papan tulis atau komputer, objek atau peristiwa yang
mengidentifikasikan individu dengan objek atau proses dalam dirinya atau
pikiran.
Meningkatnya representasi pemikiran visual sangat penting dalam pemecahan

masalah matematis. Modelminds dalam Isnaini (2017) mengatakan ada 10 alasan

mengapa pemikiran visual penting dalam memecahkan masalah yang kompleks,

yaitu:
(1) Pemikiran visual membantu memahami masalah kompleks lebih mudah, (2)
Visualisasi masalah kompleks, menjadi lebih mudah untuk berkomunikasi dan
Bagi orang lain untuk menyelesaikannya, (3) Pemikiran visual membantu orang
berkomunikasi lintas budaya dan bahasa, (4) Pemikiran visual membuat
komunikasi dari sisi emosional menjadi lebih baik, (5) Visualisasi membantu
memfasilitasi penyelesaian masalah non linier, (6) Visualisasi masalah
memungkinkan orang berpikir bersama dengan gagasan masing-masing dengan
menciptakan bahasa yang sama, (7) pemetaan visual masalah dapat membantu
untuk melihat kesenjangan dari solusi yang dapat ditemukan; (8) Visualisasi
membantu orang untuk menghafal, membuat gagasan menjadi konkret dan
dengan demikian menciptakan hasil yang lebih akurat pada akhirnya; (9)
Pemikiran visual dapat memberi Anda gambaran yang diperlukan untuk belajar
dari kesalahan Anda; (10) Visualisasi berfungsi sebagai motivasi yang hebat
untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut Zhukovskiy V.I & Pivovarov D.P dalam tulisannya dikisahkan The

Nature of Visual Thinking bahwa Visual Thinking adalah pola pikir yang tidak lisan

dan memungkinkan seseorang melihat sesuatu dengan memikirkan secara abstrak-

verbal. Visual Thinking adalah jembatan kognitif antara pikiran verbal dan aktivitas

praktis antara kata dan gambar dan merupakan suatu pemikiran abstrak menjadi

pemikiran yang intelektual (Zhukovzky, 2008: 150).

Sword K.L dalam Isnaini (2005: 8) menyatakan beberapa keunggulan Visual

Thinking, yaitu: (1) Dengan Visual Thinking, informasi yang diperoleh langsung

diproses dan hanya dengan melihat gambar saja. (2) Visual Thinking dapat membantu

menyampaikan masalah dan cara mengatasi masalah.

Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa

visual thinking merupakan proses berpikir analitis, kreatif, dan jelas dalam

memahami, menafsirkan, menyederhanakan, serta menyampaikan masalah dengan

cara mengatasi masalah dengan berpikir secara abstrak dalam bentuk visual (gambar)
yang bertujuan untuk dapat menghasilkan gambaran baru, bentuk visual baru dan

dapat diterapkan maupun diaplikasikan pada permasalahan yang ada.

Langkah-langkah Visual Thinking menurut Bolton (Nurd in, 2012: 29) dalam

Ariawan (2017) adalah: (1) Looking, pada tahap ini, siswa megidentifikasi masalah

dan hubungan timbal baliknya, merupakan aktivitas melihat dan mengumpulkan; (2)

Seeing, memahami masalah dan kesempatan, dengan aktivitas menyeleksi dan

mengelompokkan; (3) Imagining, mengeneralisasikan langkah untuk menemukan

solusi, kegiatan pengenalan pola; (4) Showing and Telling, menjelaskan apa yang

dilihat dan diperoleh kemudian mengkomunikasikannya

5. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking

Penerapan pendekatan visual thinking dalam penelitian tindakan ini melalui

beberapa tahap yaitu: tahap persiapan, tahap penyajian kelas, dan tahap evaluasi.

a. Tahap Persiapan

Dalam tahap ini peneliti mempersiapkan beberapa hal diantaranya perangkat

pembelajaran berupa silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar

kegiatan peserta didik (LKPD) kemampuan pemecahan masalah.

1. Silabus disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku yaitu kurikulum

2013
2. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) disusun berdasarkan pada

langkah-langkah penerapan pembelajaran diskusi dengan pendekatan

pembelajaran visual thinking

3. Lembar kegiatan peserta didik disusun mengacu pada materi pembahasan

berdasarkan pendekatan pembelajaran visual thinking

4. Menyiapkan instrumen pengumpulan data yaitu perangkat pembelajaran

lembar kegiatan peserta didi (LKPD)

b. Tahap Penyajian Kelas

1. Kegiatan Awal

i. Guru mengucapkan salam ketika masuk ke kelas dan sebelum

pembelajaran dimulai siswa diminta untuk membaca ayat suci Al-

quran dan berdoa lalu menyiapkan kelas kemudian dilanjutkan

dengan mengabsen siswa.

ii. Motivasi: guru memberikan motivasi siswa dengan mengaitkan

materi yang akan dipelajari dengan kehidupan sehari-hari

iii. Apersepsi: guru memberikan apersepsi mengingatkan kembali

materi sebelumnya

iv. Menyampaikan dan menginformasikan tujuan dari pembelajaran

yang akan dipelajari ataupun materi pelajaran yang akan dibahas.

2. Kegiatan Inti

i. Guru menjelaskan materi secara garis besar


ii. Guru memberikan lembar kegiatan siswa pada masing-masing siswa

kemudian meminta siswa untuk melihat, membaca, mengamati, serta

mengumpulkan informasi dalam mengerjakan lembar kegiatan siswa

tersebut.

Mengamati

i. Guru meminta siswa untuk mengamati permasalahan yang ada di

lembar kegiatan siswa

ii. Guru menanamkan sikap cermat dan teliti dalam mengamati masalah

yang ada di lembar kegiatan siswa

Menanya

i. Guru membimbing siswa untuk menemukan konsep penyelesaian dari

lembar kegiatan siswa

ii. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa

Mengumpulkan informasi

i. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami

permasalahan yang ada di lembar kegiatan siswa dan membuat

catatan kecil tentang apa yang belum dipahaminya

ii. Guru meminta siswa untuk berdiskusi dengan kelompoknya masing-

masing saling bertukar ide dan pendapat dalam menyelesaikan

permasalahan yang ada di lembar kegiatan siswa tersebut.


Mempresentasikan

i. Guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya di

depan kelas

ii. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk

menanggapi, bertanya, dan memberi masukan kepada siswa yang

menampilkan hasil diskusinya

iii. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok penyaji untuk

menanggapi masukan dan pertanyaan yang diberikan siswa lainnya.

iv. Guru bersama-sama siswa menarik kesimpulan tentang materi yang

telah didiskusikan

v. Guru memberikan penghargaan kepada setiap kelompok siswa yang

mempresentasikan hasil diskusinya dengan baik

c. Penutup

i. Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari

ii. Guru menanyakan kembali tentang materi yang telah dipelajari

iii. Guru mengingatkan kepada siswa untuk mengulang lagi materi

pelajaran yang telah diajarkan dan materi selanjutnya. Kemudian

guru menutup pertemuan diakhiri dengan salam.

d. Tahap Evaluasi

Pada tahap evaluasi, guru memberikan latihan-latihan soal yang mencangkup

semua materi yang telah dipelajari dalam kegiatan pembelajaran kepada siswa dan
meminta siswa untuk mengerjakan secara individu dalam waktu yang telah

ditentukan oleh guru. Evaluasi pembelajaran dapat berupa ulangan harian.

6. Perbedaan Gender

Gender merupakan suatu konsep kultural yang mengarah kepada karakteristik

yang membedakan antara laki-laki dan perempuan baik secara biologis, mentalitas,

perilaku, dan sosial budaya. Berdasarkan karakteristik masing-masing gender

tentunya antara laki-laki dan perempuan memiliki solusi yang berbeda dalam

menyelesaikan masalah (Ayuni, 2018: 13).

Menurut American Psychological Association (Science Daily, 6 Januari 2010)

mengemukakan berdasarkan analisis terbaru dari penelitian internasional kemampuan

perempuan di seluruh dunia dalam matematika tidak lebih buruk daripada

kemampuan laki-laki meskipun laki-laki memiliki kepercayaan diri yang lebih dari

perempuan dalam matematika, dan perempuan-perempuan dari negara dimana

kesamaan gender telah diakui menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam tes

matematika (Apriani, 2011).

7. Penerapan Model Pembelajaran PBL (Problem Based Learning) disertai

Pendekatan Visual Thinking terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa

Guru harus kreatif dan bijaksana dalam menentukan suatu model atau strategi

yang akan digunakan dalam proses pembelajaran agar tercipta proses belajar
mengajar yang efektif. Dengan digunakannya strategi yang baik siswa diharapkan

mampu meningkatkan kemampuan dan keterampilannya dalam memecahkan suatu

masalah. Salah satu model pembelajaran yang dipandang dapat memberikan

konstribusi dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis yaitu

dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL). PBL dalam Bahasa

Indonesia berarti pembelajaran berdasarkan masalah.

Menurut Nurhadi Problem Based Learning (PBL) adalah kegiatan belajar

mengajar dengan menggunakan cara mengkaitkan masalah dunia nyata sebagai bahan

pemikiran bagi siswa dalam memecahkan masalah untuk memperoleh pengetahuan

dari suatu materi. Dalam kelas yang menerapkan PBL, siswa bekerja dalam bentuk

kelompok untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan dunia nyata (real

word), masalah yang diberikan bukan hanya sekedar memberikan latihan setelah

contoh-contoh soal disajikan, tetapi siswa akan disuguhkan dengan permasalahan

yang membangkitkan rasa keingintahuan untuk melakukan penyelidikan dan

mengamati sehingga dapat menemukan jawabannya sendiri, dan mengemukakan

hasilnya pada orang lain (Saputri, 2019: 85).

Tingkat keberhasilan siswa dalam belajar sangat dipengaruhi oleh strategi

yang digunakan guru. Oleh karena itu, guru harus berusaha semaksimal mungkin

untuk meningkatkan keberhasilan dari siswanya dan mengembangkan kemampuan

yang ada pada siswa. Meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar adalah salah

satu tujuan dari pendekatan. Model pembelajaran yang disertai dengan pendekatan
pembelajaran akan melengkapi dan memberikan kesempurnaan dalam proses belajar.

Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran yaitu

pendekatan visual thinking. Visual thinking dapat membantu siswa menjadikan

pembelajaran lebih bermakna dan diharapkan dapat membantu meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan mengembangkan ide-ide siswa

dalam berpikir sehingga siswa mampu memecahkan masalah dengan optimal.

8. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Diana Natasia (2018) menyatakan bahwa terdapat pengaruh pendekatan

pembelajaran visual thinking terhadap kemampuan berpikir kritis matematis

siswa kelas VII SMP Negeri 1 Siak Hulu yang ditinjau dari gaya kognitif field

dependent serta tidak dapat pengaruh pendekatan pembelajaran visual

thinking ditinjau dari field independent.

b. Husni Thamrin dan Edy Surya (2017) dalam penelitiannya yang berjudul

penerapan visual thinking disertai problem based learning untuk

meningkatkan kemandirian belajar matematika siswa menyimpulkan

Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dengan visual thinking

haruslah dibuat strategi belajar yang mengasikkan dan menyenangkan tetapi

tujuan pengajaran tetap tercapai serta dalam metode PBL, peserta didik

diberikan suatu permasalahan yang mereka cari solusinya secara

berkelompok.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Rizki Isnaini (2019) yaitu Penerapan Model

Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Matematika Siswa Kelas XI SMA Swasta Bina Siswa menyimpulkan

bahwa berdasarkan hasil lembar pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa

pada penerapan PBL yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung pada

setiap pertemuan yaitu pertemuan 1 sampai 8 terlihat aktivitas guru dan siswa

secara keseluruhan sudah berjalan dengan baik dan mengalami peningkatan

pada setiap siklusnya. Berdasarkan analisis data hasil belajar diperoleh bahwa

analisis hasil tindakan sejalan dengan hipotesis tindakan yang diajukan yaitu

jika diterapkan model pembejaran Problem Based Learning (PBL) dapat

memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar matematika

siswa kelas XI IPA2 SMA Swasta Bina Siswa tahun ajaran 2018/2019.

9. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah penerapan Problem Based

Learning (PBL) disertai pendekatan visual thinking dapat memperbaiki proses

pembelajaran serta meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

kelas VIII di MTs Masmur Pekanbaru ditinjau dari perbedaan gender.

C. METODOLOGI PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Tahap-

tahap penelitian mengikuti yang dikemukakan oleh Arikunto (2014: 16) bahwa
penelitian tindakan kelas dalam perencanaannya dimulai dengan rencana

tindakan,pelaksanaan tindakan, observasi atau pengamatan, dan refleksi yang

merupakan dasar suatu rancangan pemecahan masalah.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan di MTs Masmur Pekanbaru yang beralamat

di Jalan Soekarno Hatta, Sidomulyo, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru.

Pada semester genap tahun ajaran 2019/2020.

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII2 MTs Masmur Pekanbaru yang

berjumlah 30 orang, terdiri dari 17 orang laki-laki dan 13 orang perempuan.

4. Metode dan Desain Penelitian

Menurut Arikunto (2014: 16) mengemukakan bahwa ada beberapa pendapat

ahli yang berbeda tanggapan mengenai bagan model penelitian tindakan, namun

secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim diketahui, yaitu (1)

perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Berikut merupakan

model dan penjelasan untuk masing-masing tahap.


Sumber: Arikunto (2014: 16)
Menurut Suharsimi Arikunto (2014: 17) menyatakan bahwa ada 4 tahapan

dari model penelitian tindakan diantaranya sebagai berikut:

Tahap I : Menyusun rancangan tindakan (Planning)

Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, bagaimana,

kapan, di mana, oleh siapa tindakan tersebut dilakukan. Dalam tahapan menyusun

rancangan berarti peneliti menentukan titik atau fokus peristiwa yang perlu

diperhatikan khusus untuk dicermati, kemudian membuat sebuah instrumen

pengamatan untuk membantu merekam fakta yang ada dan terjadi di lapangan selama

tindakan berlangsung. Apabila yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk

terpisah maka peneliti dan pelaksana harus bersepakat dalam melakukan tindakan
antara keduanya. Dikarenakan pelaksana guru peneliti adalah pihak yang paling

berkepentingan untuk meningkatkan kinerja, maka pemilihan strategi dalam

pembelajaran disesuaikan dengan kepentingan dan selera guru peneliti, agar

pelaksanaan tindakan dapat berjalan secara realistis, wajar, dan dapat dikelola dengan

baik.

Tahap 2: Pelaksanaan Tindakan (Acting)

Pada tahap ini peneliti melakukan tindakan yaitu pelaksanaan yang

merupakan implementasi atau penerapan isi dari rancangan yaitu dengan mengenakan

tindakan di kelas. Dalam tahap ke-2 ini hal yang perlu diingat adalah bahwa guru

harus ingat untuk melaksanakan dan berusaha menaati apa yang telah dirumuskan

dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar dan tidak dibuat-buat. Dalam

refleksi, perlu diperhatikan secara saksama keterkaitan antara pelaksanaan dengan

perencanaan agar sinkron dengan semula.

Tahap 3: Pengamatan (Observing)

Tahap ke-3 yaitu pengamat melakukan kegiatan pengamatan. Pelaksanaan

kegiatan mengamat dilakukan pada waktu tindakan sedang berlangsung. Ketika guru

sedang melaksanakan tindakan, tentu tidak sempat untuk menganalisis peristiwa yang

sedang terjadi. Oleh karena itu, guru pelaksana yang juga berstatus sebagai pengamat

agar melakukan “pengamatan balik” terhadap apa yang terjadi ketika tindakan sedang
berlangsung. Sambil melakukan pengamatan balik, guru pelaksana mencatat apa yang

terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus yang berikutnya.

Tahap 4: Refleksi (Reflecting)

Tahap ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang telah

dilakukan. Apabila guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan maka kegiatan

refleksi ini sangat tepat untuk dilakukan. Jika penelitian tindakan ini dilakukan

melalui beberapa siklus, maka dalam tahap refleksi terakhir, peneliti menyampaikan

rencana yang disarankan kepada peneliti lain apabila dia menghentikan kegiatannya,

atau kepada peneliti sendiri apabila ingin melakukan penelitian lebih lanjut dalam

kesempatan lain. Catatan-catatan kecil yang dibuat sebaiknya bersifat rinci sehingga

siapa pun yang akan melaksanakan penelitian dalam lain kesempatan tidak akan

menjumpai kesulitan dikarenakan tidak rincinya catatan-catatan penting tersebut.

5. Instrumen Penelitian

4.1 Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Silabus

Menurut BNSP (2006) menyatakan bahwa silabus disusun berdasarkan

prinsip yang berorientasi pada pencapaian kompetensi yang mencakup

standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran,


kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi untuk penilaian,

penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Dalam Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses,

disebutkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana

kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP

dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran

peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar. Menurut

Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 lampiran IV tentang Implementasi

Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran, tahapan pertama dalam

pembelajaran menurut standar proses adalah perencanaan pembelajaran

yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran. RPP adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan

secara rinci dari suatu materi atau tema tertentu mengacu pada silabus.

c. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)

Lembar kegiatan peserta didik merupakan lembar kerja siswa yang

berisikan uraian materi dan langkah kerja siswa dalam menyelesaikan

soal-soal yang diberikan untuk menemukan konsep, melakukan kegiatan

penyelidikan, pemecahan masalah serta membangun pengetahuan siswa.

d. Instrumen Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data aktivitas

pembelajaran guru dan siswa serta data tes kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa yang dikumpulkan melalui:

i. Lembar Pengamatan

Pengisian lembar pengamatan sesuai dengan langkah-langkah

pembelajaran PBL dan pendekatan visual thinking yang dilihat

selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar pengamatan

digunakan untuk mengamati aktivitas yang dilakukan oleh guru

dan siswa selama pembelajaran yang bersifat terbuka.

ii. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Tes kemampuan pemecahan masalah matematis dalam penelitian

ini berupa soal-soal pemecahan masalah yang dikaitkan dengan

kehidupan sehari-hari guna melatih pemikiran siswa agar berpikir

secara kreatif bagaimana siswa mampu memecahkan masalah

tersebut dengan sendirinya.

5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data

adalah teknik pengamatan (observasi) dan teknik tes.

a. Teknik Non Tes

Dalam mengumpulkan data tentang aktivitas guru dan siswa selama proses

pembelajaran, peneliti menggunakan lembar pengamatan sebagaimana


pada lembar pengamatan tersebut terdapat aktivitas-aktivitas guru dan

siswa, pengamat secara langsung mengisi hasil pengamatan mereka

dikolom lembar pengamatan.

b. Teknik Tes

Data tentang tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa berupa

soal uraian terdiri dari 3 soal yang setiap soal diberikan skor penilaian

sesuai dengan indikator pemecahan masalah, seperti: (1) memahami

masalah, (2) merencanakan penyelesaian, (3) melaksanakan rencana, (4)

melihat kembali. Pedoman penskoran yang digunakan untuk memperoleh

data kemampuan pemecahan masalah matematis siswa berdasarkan

indikator pemecahan masalah matematis yang telah ditetapkan adalah

sebagai berikut:

Tabel 5. Pedoman Penskoran Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Aspek Skor No Soal


Tidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanya,
0 atau menuliskan apa yang diketahui (salah), atau
menuliskan apa yang ditanya (salah)
Menuliskan apa yang diketahui (salah), tetapi
1
Memahami masalah menuliskan apa yang ditanyakan (benar)
Menuliskan sebagian yang diketahui dan ditanya
2
(benar)
Menuliskan yang diketahui dan ditanyakan secara
3
benar
Merencanakan Tidak menuliskan tahapan penyelesaian dan
pemecahan masalah 0 rumus, atau merencanakan penyelesaikan (salah),
atau memilih dan menuliskan rumus (salah)
Merencanakan penyelesaian (benar) dan memilih
1 rumus (salah atau sebaliknya), terdapat
kekurangan/ kesalahan prosedur
2 Merencanakan penyelesaian dan memilih rumus
(benar), tetapi menulis rumus (salah atau
sebaliknya), terdapat sedikit kekurangan/
kesalahan prosedur
Merencanakan penyelesaian, memilih rumus, dan
3
menuliskan rumus secara benar
0 Tidak ada penyelesaian sama sekali
Menerapkan 1 Ada penyelesaian tetapi prosedur tidak jelas
rencana pemecahan Prosedur penyelesaian (tepat) tetapi jawaban
2
masalah (salah)
3 Prosedur penyelesaian dan jawaban tepat
Tidak melakukan pemeriksaan kembali terhadap
0 proses dan jawaban serta tidak memberikan
kesimpulan
Tidak melakukan pemeriksaan kembali terhadap
1 proses dan jawaban serta memberikan kesimpulan
Memeriksa kembali/ (salah)
Mengoreksi Melakukan pemeriksaan kembali terhadap proses
2 dan jawaban (kurang tepat) serta memberikan
kesimpulan (benar)
Melakukan pemeriksaan kembali terhadap proses
3 dan jawaban serta memberikan kesimpulan secara
tepat
Sumber: Lorensia, (2017: 19)

6 Teknik Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari lembar pengamatan dan tes kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa kemudian dianalisis. Teknik analisis data

yang digunakan adalah analisis data kualitatif yang bertujuan untuk

menggambarkan data tentang aktivitas guru dan siswa kemudian data kuantitatif

yang bertujuan untuk data tentang hasil pemecahan masalah matematis siswa

selama proses pembelajaran.

a. Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif pada penelitian ini merupakan analisis dari lembar

pengamatan aktivitas guru dan siswa yang dianalisis secara deskriptif

yaitu dengan deskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

oleh pengamat selama proses pembelajaran. Apabila dari hasil


pengamatan tersebut terdapat hal-hal yang belum sempurna artinya ada hal

yang harus diperbaiki pada pertemuan selanjutnya maka pengamat

mendiskusikannya kepada guru yang bersangkutan.

b. Analisis Data Kuantitatif

Analisis data kuantitatif pada penelitian ini merupakan hasil tes

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diperoleh masih

merupakan data mentah sehingga perlu dianalisis. Rumus yang digunakan

untuk analisis ini adalah sebagai berikut. Rumus yang digunakan untuk

mencari deskripsi kemampuan masalah matematis siswa adalah sebagai

beriku:

 Rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematis siswa:

Untuk melihat nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa digunakan rumus sebagai berikut:

Nilai=
∑ skor yang diperoleh ×100 %
∑ skor maksimal
Nilai kemampuan pemecahan masalah yang diperoleh dari perhitungan

kemudian dikualifikasikan sesuai dengan tabel sebagai berikut:

Tabel 6. Kualifikasi Kemampuan Pemecahan Masalah

Presentase Aktivitas (%) Kualifikasi


85,00 < M ≤ 100,00 Sangat Baik
70,00 < M ≤ 85,00 Baik
55,00 < M ≤ 70,00 Cukup Baik
40,00 < M ≤ 55,00 Kurang Baik
0 < M ≤ 40,00 Sangat Baik
Sumber: Mawaddah & Anisah (2015)

 Ketuntasan klasikal kemampuan pemecahan masalah dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

Ketuntasan Klasikal=
∑ siswa yang mendapatkan skor tuntas × 100 %
∑ jumlah seluruh siswa
Indikator ketuntasan kemampuan pemecahan masalah secara klasikal

apabila 70% dari seluruh jumlah siswa dinyatakan tuntas dalam tes

pemecahan masalah.

 Standar Deviasi/ Simpangan Baku

Untuk mengetahui sebaran data di kelas menggunakan rumus

sebagai berikut:
(Sudjana, 2005: 94)
2

s=
√ nx i2−( ∑ x i )
n ( n−1 )

Keterangan:

s : Standar Deviasi/ Simpangan Baku

∑ xi : Jumlah semua data

n : Banyaknya subjek

7. Kriteria keberhasilan penelitian


Dalam penelitian ini peneliti menetapkan kriteria keberhasilan penelitian.

Penelitian ini dikatakan berhasil apabila:

1. Hasil analisis tes pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika telah

menunjukkan peningkatan pada setiap siklusnya.

2. Lebih dari atau sama dengan 70% dari seluruh jumlah siswa tuntas dalam tes

pemecahan masalah.

3. Terdapat hasil tes pemecahan masalah matematis siswa perempuan lebih

tinggi dibanding hasil tes pemecahan masalah matematis siswa laki-laki.

4. Terdapat hasil tes pemecahan masalah matematis siswa perempuan lebih

rendah dibanding hasil tes pemecahan masalah matematis siswa laki-laki.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Dian Fitri. 2018. Analisis Pemecahan Masalah Berbasis Polya pada
Materi Perkalian Vektor ditinjau dari Gaya Belajar. Jurnal Matematika dan
Pembelajaran. Vol. 6, No. 1.

Apriani, Erni., dkk. 2017. Kemampuan Pemecahan Masalah Mamatika ditinjau dari
Kemampuan Awal Matematika dan Perbedaan Gender. Universitas Negeri
Semarang.

Ariawan, Rezi. 2013. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking disertai


Aktivitas Quick On The Draw untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Masalah Siswa. Thesis pada Sekolah Pascasarjana. Universitas Pendidikan
Indonesia: Thesis tidak diterbitkan.
Ariawan, Rezi. 2017. Pengaruh Pembelajaran Visual Thinking Disertai Aktivitas
Quick On The Draw Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan
Komunikasi Matematis. Pendidikan Matematika FKIP Universitas Islam Riau.

Arikunto, Suharsimi., dkk. 2014. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi


Aksara.
Ayuni, Dewina Restika. 2018. Profil Pemecahan Masalah Matematis Siswa
Berdasarkan Perbedaan Gender pada Materi Geometri di Kelas XI
Keperawatan 1 SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi. Thesis pada Sekolah
Pascasarjana. Universitas Muhammadiyah Malang.

BSNP. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
BNSP.

Cahyani, Hesti., dan Ririn Wahyu. 2016. Pentingnya Peningkatan Kemampuan


Pemecahan Masalah Melalui PBL untuk Mempersiapkan Generasi Unggul
Menghadapi MEA. Jurnal Seminar Nasional Matematika X. Universitas
Negeri Semarang.

Carson, Jamin. 2007. A Problem With Problem Solving: Teaching Thinking Without
Teaching Knowledge. The Mathematics Educator 2007, Vol. 17, No. 2, 7–14.

Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Yogyakarta:


Gava Media.

Fuadi, Rahmi., dkk. 2016. Peningkatan Kemampuan dan Penalaran Matematis


Melalui Pendekatan Kontekstua. Jurnal Didaktika Matematika. Vol. 3, No. 1.

Gunantara, GD., dkk. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based


Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Kelas V. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 2,
No. 1.

Hamalik, Oemar. 2014. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamzah, Ali. 2014. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta:


Raja Grafindo Persada.

Isnaini, Ahmad., dan Edy Surya. 2017. Visual Thinking dalam Pembelajaran
Matematika. Artikel Visual Thinking. Program Pascasarjana. Universitas
Negeri Medan.

Lorensia, Marselina. 2017. Analisis Kemampuan Memecahkan Masalah dan


Komunikasi Matematis Siswa SD di Kabupaten Manggarai NTT. Jurnal
Taman Cendekia. Vol.1, No.1

Maarif, Hanafi., dan Wahyudi. 2015. Eksperimentasi Problem Based Learning dan
CIRC dalam Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas V SD.
Jurnal Scholaria. Vol. 2, No. 2.
Mawaddah, Siti., dan Anisah, Hana. 2015. Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa pada Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan
Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) di SMP. Edu-Mat
Jurnal Pendidikan Matematika. Vol. 3, No. 2.

Natasia, Diana. 2018. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking terhadap


Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Siak
Hulu ditinjau Berdasarkan Gaya Kognitif. Skripsi Pendidikan Matematika.
Pekanbaru: Universitas Islam Riau.

Nur, Andi Saparuddin., dan Markus Palobo. 2018. Profil Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa ditinjau dari Perbedaan Gaya Kognitif dan
Gender. Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif. Vol. 9, No. 2.

Permendikbud. 2014. Kurikulum 2013 SMP/MTS. Jakarta: Menteri Pendidikan dan


Kebudayaan Republik Indonesia.

Polya. 1957. How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Method Second Edition.
New York: Princeton University Press.

Saefuddin, Asis & Ika Berdiati. 2014. Pembelajaran Efektif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset.

Saputri, Rizki Isnaini., dkk. 2019. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas
XI SMA Swasta Bina Siswa. Jurnal Aksiomatik. Vol. 7, No. 2.

Slameto, 2015. Belajar dan factor-faktor yang mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.

Suryono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kharisma Putra Utama.

Suyadi, 2015. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya Offset.

Suyadi. 2015. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: DIVA Press.


Tamrin, Husni., & Surya, Edy. 2017. Penerapan Visual Thinking disertai Problem
Based Learning untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Matematika
Siswa.Article  in  Mathematics Education Research Journal.

Ulvah, Shovia., dan Ekasatya Aldila. 2016. Kemampuan Pemecahan Masalah


Matematis Siswa ditinjau Melalui Model Pembelajaran SAVI dan
Konvensional. Jurnal Riset Pendidikan. Vol. 2, No. 2.

Universitas Islam Riau.2015. Pedoman Penulisan Proposal, Karya Cipta, dan


Skripsi. Rev.ed. Pekanbaru.

Untarti, Reni. 2015. Efektifitas Problem Based Learning (PBL) terhadap


Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa pada Mata Kuliah Statistika
Inferensial. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Zhukovskiy, Vladimir I., & Pivovarov, Daniel V. 2008. The Nature of Visual
Thinking. Journal of Siberian Federal University. Humanities & Social
Sciences 1 (2008) 149-158.

Anda mungkin juga menyukai