Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 


Didalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Pendidikan Nasional,BAB IV Standar Proses, Pasal 19 ayat 1 dinyatakan bahwa;
Proses pendidikan pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, motivasi, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkannya adalah dengan
melakukan inovasi dalam pendidikan. Diantaranya dengan menerapkan metode
pembelajaran tertentu yang diujicobakan penerapannya, agar dapat ditentukan bentuk
pembelajaran yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi SD dengan karakteristik
daerah setempat.
Dalam proses pembelajaran, guru bisa menentukan strategi pembelajaran yang
tepat agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien sehingga tercapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Metode yang digunakan didalam kelas masih memiliki
kekurangan sehingga apa yang diharapkan tidak bisa tercapai. Hal ini dapat dilihat dari
prestasi belajar siswa yang belom optimal.
Hasil studi menyebutkan bahwa meski adanya peningkatan mutu pendidikan yang
cukup mengembirakan, namun pembelajaran dan pemahaman siswa SD ada beberapa
materi pelajaran khususnya pada pembelajaran matematika menunjukkan hasil yang
kurang memuaskan.
Siswa cenderung bersikap tidak menyukai pelajaran matematika, hal ini
disebabkan karena pola pikir yang mengatakan pelajaran matematika adalah pelajaran
yang sukar, membosankan, dan proses pembelajarannya tidak menyenangkan. Indikasi
ini menunjukan bahwa siswa belum mampu membangun kepercayaan diri terhadap
kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika.

1
Berdasarkan hasil observasi yang telah peneliti lakukan di SDN 2 Wanasaba
menujukkan bahwa hasil belajar matematika belum memuaskan Indikasinya dapat dilihat
dari hasil belajar siswa yang belum mencapai tutas dari KKM yang telah ditentukan.
Kurikulum yang digunakan di sekolah ini yaitu KTSP, namun paradigma lama di
mana guru merupakan pusat kegiatan belajar di kelas (teach center) masih dipertahankan
dengan alasan pembelajaran seperti ini adalah yang peraktis dan tidak menyita waktu,
padahal terkadang siswa menjadi tidak aktif. Olehnya itu peneliti menawarkan alternatif
untuk mengatasi masalah yang ada berupa penerapan model pembelajaran lain yang
lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberikan kesempatan siswa untuk
mengembangkan potensinya secara maksimal. Model pembelajaran yang dimaksud
adalah model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif tumbuh dari satu tradisi pendidikan yang


menekankan berpikir dan latihan bertindak demokratis, pembelajaran aktif, prilaku
kooperatif, dan mengehormati perbedaan dalam masyarakat multibudaya.

Dalam pelaksanannya pembelajaran kooperatif dapat merubah peran guru dari


peran erpusat pada guru keperan pengelola aktivitas kelompok kecil. Sehingga dengan
demeikian peran guru yang selama ini menoton akan berkurang dan siswa akan semakin
terlatih untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, bahkan permasalahan yang
dianggap sulit sekalipun. Beberapa peneliti yang terdahulu yang mengunakan model
pembelajran kooperatif menyimpulkan bahwa model tersebut dengan beberapa tipe telah
memberikan masukan yang berati bagi sekolah, guru dan terutama siswa dalam
meningkatkan perstasi. Oleh karena itu lebih lanjut peneliti ingin melihat penarapan
pembelajaran kooperatif melalui pendekatan struktual tipe Numbered Heads Together
(NHT)
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT juga dinilai lebih memudahkan
siswa berinteraksi dengan teman-teman dalam kelas dibandingkan dengan model
pembelajaran langsung yang selama ini diterapkan oleh guru. Pada model pembelajaran
kooperatif tipe NHT siswa perlu bekombinasi satu sama lain (banyak arah), sedangkan
pada model pembelajaran langsung siswa duduk berhadap-hadapan dengan guru dan
terus memperhatikan gurunya (teacher center).

2
Dengan dasar inilah yang mendorong peneliti mencoba mengadakan penelitihan
dengan judul “ Pengaruh Model pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads
Together) Tehadap hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SDN 2 Wanasaba Tahun
Pembelajaran 2013/2014”.

B. Idetifikasi Masalah
Beberapa permasalahan yang dapat ditemukan berdasarkan latar belakang pada penelitian
ini adalah
1. Sikap siswa yang cenderung merasa mata pelajaran matematika susah untuk
dimengerti
2. Siswa belum mampu menbangun kepercayaan diiri terhadap kemampuannya untuk
menyelesaikan masalah-masalah matematika
3. Pembelajaran yang biasa diterapkan selama ini menggunakan metode di mana
pembelajaran berpuasat pada guru, siswa pasif, dan kurang terlibat dalam
pembelajaran (teacher center)
4. Hasil belajar matematika siswa SDN 2 Wanasaba masih rendah

C. Pembatas Masalah
Adapun permasalahan yang akan dikaji secara terarah dan terfokus dalam penelitian ini
adalah pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together)
terhadap hasil belajar matematika.
D. Rumusan Masalah
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian adalah;
“Adakah pengaruh positif dan signifikan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT terhadap hasil belajar Matematika siwa kelas IV SDN 2 Wanasaba?’’.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
“Untuk mengetahui pengaruh positif dan signifikan penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas IV SDN 2
Wanasaba”

3
F. Manfaat Penelitian

a). Bagi Siswa

1). Dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini, diharapkan
membantu siswa lebih mudah dalam memahami matematika dan bersikap yang
positif terhadap mata pelajaran matematika sehingga berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa yang memuaskan

2). Dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan untuk dapat bertukar
pengetahuan dengan siswa yang lain sehingga meningkatkankan pemahaman
siswa

3). Siswa merasa senang karena dilibatkan dalam proses pembelajaran


4). Meningkatkan kemampuan bersosialisasi siswa.

b). Bagi Guru

Dengan dilaksanakannya penelitihan ini, guru dapat mengetahui variasi strategi


belajar mengajar yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil pendidikan anak-
anak disekolah.

c). Bagi Peneliti

Mendapat pengalaman menerapkan pembelajaran matematika dengan model


pembelajaran kooperatif tipe NHT yang diterapkan saat terjun dilapangan.

4
BAB II

LANDASAN TEORI

A.    Kajian Teoritis

1. Pembelajaran Matematika

a).  Pembelajaran Matematika Sekolah

Pembelajaran matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan disekolah, yaitu


matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SLTP) dan Pendidikan Menengah
(SLTA dan SMK). Menurut Suherman, dkk (2003:56) fungsi matematika sekolah
adalah sebagai; alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Sedangkan tujuan pembelajaran
matematika sekolah di Indonesia sesuai ketetapan pemerintah melalui BSNP, bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan


mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,
dalam pemecahan masalah;
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4.  Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah
5.   Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

5
Matematika sekolah mempunyai peranan sangat penting baik bagi siswa supaya bekal
pengetahuan dan untuk pembentukan sikap serta pola pikirnya, warga negara pada umumnya
supaya dapat hidup layak, untuk kemajuan negaranya, dan matematika itu sendiri dalam rangka
melestarikan dan mengembangkannya (Suherman dkk, 2003:61).

b).   Hakikat Pembelajaran Matematika

Pengertian matematika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia matematika adalah ilmu
tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan  prosedur operasional yang digunakan
dalam penyelesaian masalah bilangan.

James dan James (1976) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika
mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang
lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan
geometri (Suherman dkk, 2003:16).

Dalam buku yang sama Johnson dan Rising (1972) mengatakan bahwa matematika adalah
pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa
yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, refresentasinya
dengan symbol dan padat, lebih berupa symbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.

   Adapun istilah pembelajaran, berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar.
Belajar, mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau
tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi segala hal
yang guru lakukan di dalam kelas.

            Pembelajaran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pembelajaran adalah


proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.

   Winkel (1986) dalam bukunya mengatakan bahwa pembelajaran adalah separangkat


tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan
kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang
berlangsung dialami siswa.

6
  Secara umum pengertian pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa menjadi berubah ke arah yang lebih baik
(Darsono, 2002:24).

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu upaya membantu untuk
menkonstruksikan (membangun) konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan
kemampuan sendiri melalui proses internasional sehingga konsep prinsip itu terbangun kembali.
Dimana guru berperan sebagai fasilitator yang memungkinkan siswa untuk mengaktifkan seluruh
unsur dinamis dalam proses belajar, yang mengarah pada konstruksi pengetahuan.

Ciri-ciri pembelajaran menurut Darsono yaitu sebagai berikut :

1. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis


2. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar
3. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi siswa
4. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menyenangkan bagi
siswa
5. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran baik secara fisik maupun
psikologis.

Dengan berlandaskan kepada prinsip matematika yang tidak sekedar learning to know,


melainkan juga harus meliputi learning to do, learning to be, hingga learning to live together,
maka pembelajaran matematika seyogjanya bersandarkan pada pemikiran bahwa siswa yang
harus belajar dan semestinya dilakukan secara komperhensif dan terpadu.

Melalui pencapaian sasaran substansif pembelajaran matematika, para siswa diarahkan


untuk memahami dan menguasai konsep, dalil, teorema, generalisasi, dan prinsip-prinsip
matematika secara menyeluruh. Sementara melalui efek iringan, mereka diharapkan mampu
berpikir logis, kritis, dan sistematis (Suherman dkk, 2003:300).

7
2.    Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Trianto (2010:22) model pembelajaran adalah  suatu perencanaan atau suatu pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya
buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.

Dalam buku yang sama Soekamto mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi
para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencakan aktivitas belajar mengajar.

Menurut Agus Suprijono (2009:15) model pembelajaran adalah pola yang digunakan


sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu
pola sistematis yang digunakan sebagai pedoman dalam merancang segala bentuk pembelajaran.

Irzani (2009:25) mengatakan model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yaitu:

1. Rasional teoritik yang disusun oleh perancangnya


2. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara
berhasil dan
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

8
Tabel 1.

Ikhtisar dan Perbandingan Model-Model Pengajaran

Ciri-ciri Pengajaran Pembelajaran Pengajaran Strategi-strategi


Penting langsung Kooperatif Berdasarkan Belajar
masalah

Landasan teori Psikologi Teori belajar Teori Teori pemrosesan


sosial;teori belajar kognitif;teori informasi
perilaku;teori belajar
konstruktivis konstruktivis
social

Pengembangan Bandura; Dewey; Dewey; Brunner;


Teori Vygotsky;
Skinner Vygotsky; Vygotsky
shiffrin;
Slavin;Plaget ;Plaget
atkinsons

Hasil Belajar Pengetahuan Keterampilan Keterampilan Keterampilan


deklaratif akademik dan akademik dan kognitif dan
dasar;keterampilan sosial inkuiri metakognitif
akademik

Ciri Presentasi dan Kerja kelompok Proyek Pengajaran


Pengajaran demonstrasi yang dengan ganjaran berdasarkan resiprokal
jelas dari materi ajar, kelompok dan inkuiri yang
analisis tugas & struktur tugas dikerjakan
tujuan prilaku dalam
kelompok

Karakteristik Terstruktur secara Flesibel, Fleksibel, Reflektif,


Lingkungan ketat, lingkungan demokratik, lingkungan
Menekankan
berpusat pada guru lingkungan berpusat pada
berpusat pada inkuiri Pada belajar
guru
Bagaimana

9
belajar.

3.    Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Johnson pembelajaran kooperatif adalah mengelompokkan siswa didalam kelas


kedalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal
yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut(Isjoni, 2007:17).

Sedangkan menurut Suherman, dkk (2003:260) pembelajaran kooperatif  mencakup suatu


kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah,
menyelesaikan suatu tugas, dan mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.

Dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran kooperatif  merupakan strategi pembelajaran yang


mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk
mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan.

Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada


siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar.
Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari
materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.

Arends (Erianto, 2007:47) menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran


kooperatif  memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
(heterogen)
c. Bila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-
beda
d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

Tahap-tahap model pembelajaran kooperatif menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2001:10)


seperti yang terlihat pada tabel berikut:

10
Tabel 2.

Tahap-tahap model  pembelajaran kooperatif

Fase Perilaku Guru

Fase-1 Guru menyampaikan semua tujuan


pelajaran yang ingin dicapai pada
Menyampaikan tujuan dan pelajaran tersebut dan memotivasi
memotivasi siswa siswa belajar

Fase-2 Guru menyajikan informasi kepada


siswa dengan jalan demonstrasi atau
Menyampaikan informasi lewat bahan bacaan

Fase-3 Guru menjelaskan kepada siswa


bagaimana cara membentuk kelompok
Mengorganisasikan siswa belajar dan membantu setiap
dalam kelompok-kelompok kelompok agar melakukan transisi
belajar secara efisien

Fase-4 Guru membimbing kelompok-

Membimbing kelompok kelompok belajar pada saat mereka

bekerja dan belajar mengerjakan tugas mereka

Guru mengevaluasi hasil belajar


Fase-5 tentang materi yang telah dipelajari

Evaluasi atau masing-masing kelompok


mempresentasikan hasil kerjanya

Fase-6 Guru mencari cara untuk menghargai,


baik upaya-upaya maupun hasil
Memberikan penghargaan

11
belajar individu dan kelompok

Kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif

1)        Kelebihan

Arends (1997) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tidak satupun studi menunjukkan
bahwa pembelajaran kooperatif memberikan pengaruh negatif. Temuan penelitian ini
menunjukan bahwa penggunaan model-model yang ada dalam pembelajaran kooperatif terbukti
lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan model-model
pembelajaran individu yang digunakan selama ini. Penelitian ini juga meningkatkan belajar
terjadi tidak tergantung pada usaha siswa, mata pelajaran, atau aktivitas belajar. 

Slavin (1995) menyatakan pembelajaran kooperatif dapat menimbulkan motivasi sosial


siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas. Seperti diketahui bahwa manusia
adalah mahluk sosial, sehingga salah satu kebutuhan yang menyebabkan seseorang mempunyai
motivasi mengaktualisasi dirinya adalah kebutuhan untuk diterima dalam satu masyarakat atau
kelompok. Demikian juga dengan siswa, mereka akan berusaha mengaktualisasikan dirinya,
misalnya melakukan kerja keras yang hasilnya dapat memberikan sumbangan bagi masyarakat.

2)        Kekurangannya

Slavin (1995) menyatakan bahwa kekurangan dari pembelajaran kooperatif adalah


kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan siswa yang memiliki prestasi tinggi
akan mengarah kepada kekecewaan, hal ini disebabkan oleh anggota kelompok yang pandai
lebih dominan.

 Johnson, dkk (1991) menyatakan bahwa beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para
ahli pendidikan ditemukan bahwa siswa yang berkemampuan tinggi merasakan kekecewaan
ketika mereka harus membantu temannya yang berkemampuan rendah. Mereka mengatakan
bahwa efek yang harus dihindari dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya pertentangan

12
antar kelompok yang memiliki nilai lebih tinggi dengan kelompok yang memiliki nilai yang
lebih rendah.

Noonia (1997) menyatakan untuk menyelesaikan suatu materi pembelajaran


denganpembelajaran kooperatif akan memakan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan
dengan pembelajaran konvensional, bahkan dapat menyebabkan materi tidak dapat disesuaikan
dengan kurikulum yang ada apabila guru belum berpengalaman. Dari segi keterampilan
mengajar, guru membutuhkan persiapan yang matang dan pengalaman yang lama untuk dapat
menerapkan belajar kooperatif dengan baik.

4.    Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

a).  Karakteristik

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang


menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan
memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen
(Muslimin Ibrahim, 2001: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran
tersebut.

Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalampembelajaran kooperatif


dengan tipe NHT yaitu:

1. Hasil belajar akademik stuktural


Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar
belakang.
3. Pengembangan keterampilan sosial

13
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang
dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau
menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Penerapan pembelajaran kooperatif  tipe NHT merujuk pada konsep Kagen (1993) dengan


tiga langkah yaitu:

1. Pembentukan kelompok
2. Diskusi masalah
3. Tukar jawaban antar kelompok.

Menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2001:27-28) tahapan dalam  pembelajaran kooperatif


tipe  NHT  antara lain yaitu penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir bersama, dan
menjawab. 

Tahap 1: Penomoran 

Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 3-5 orang dan setiap anggota kelompok
diberi nomor 1-5, berguna untuk memudahkan dalam memanggil siswa dengan penomoran
kepala.

Tahap 2: Mengajukan pertanyaan 

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa.  Pertanyaan dapat  bervariasi. Pertanyaan


dapat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya atau bentuk arahan. 

Tahap 3: Berpikir bersama, 

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota
dalam timnya mengetahui jawaban itu. 

Tahap 4: Menjawab 

Guru  memanggil  siswa  dengan  nomor  tertentu,  kemudian  siswa  yang  nomornya sesuai  me
ngacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. 

14
b)   Langkah-langkah pembelajaran NHT

Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT:

a.   Pendahuluan 

Fase 1: Persiapan 

1) Guru melakukan apersepsi 


2) Guru menjelaskan tentang model pembelajaran NHT 
3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran 
4) Guru memberikan motivasi 

b.      Kegiatan inti 

Fase 2: Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT

Tahap pertama 

1) Penomoran:   Guru membagi siswa dalam kelompok yang beranggotakan 5 orang dan


kepada setiap anggota diberi nomor 1-5. 
2) Siswa bergabung dengan anggotanya masing-masing 

Tahap kedua 

          Mengajukan  pertanyaan:  Guru  mengajukan  pertanyaan  berupa  tugas untuk  mengerjakan  soa
l-soal di LKS. 

Tahap ketiga 

         Berpikir  bersama:  Siswa  berpikir  bersama  dan  menyatukan  pendapatnya terhadap  jawaban 
pertanyaan  dalam  media  pembelajaran  tersebut  dan meyakinkan  tiap  anggota  dalam  timnya 
mengetahui jawaban tersebut.

 Tahap keempat 

15
1) Menjawab: Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang
nomornya  sesuai  mengacungkan  tangannya  dan  mencoba  untuk  menjawab pertanyaan  at
au  mempresentasikan  hasil  diskusi  kelompoknya  untuk  seluruh kelas.  Kelompok lain
diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.
2) Guru mengamati hasil yang diperoleh masing-masing kelompok dan memberikan semangat
bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik. 
3) Guru memberikan soal latihan sebagai pemantapan terhadap hasil dari pengerjaan pertanyaan
di LKS. 

c.       penutup;

Fase 3: penutup

1) Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah diajarkan 


2) Guru memberikan tugas rumah 
3) Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah diajarkan dan
materi  selanjutnya. 

c)    Teori pendukung pembelajaran kooperatif tipe NHT

Krismanto (2003:14) menjelaskan beberapa teori pendukung pembelajaran kooperatif 


tipe NHT dari beberapa ahli sebagai berikut:

Davidson (1985) mencatat bahwa sejak tahun 1960-an, berbagai jenis belajar berkelompok
telah banyak dikembangkan untuk berbagai jenis tugas atau pembelajaran matematika.
Ausubel  (1968) menyebutnya “group centered approach”, yang dalam grup atau kelompok itu
terjadi interaksi  dan saling mempengaruhi antara siswanya. Pengaruh itu terjadi dengan berbagai
alasan sesuai  motivasi dan orientasi setiap siswanya. 

Kelman (1971) menyatakan bahwa di dalam kelompok terjadi saling pengaruh secara
sosial.  Pertama, pengaruh itu dapat diterima seseorang karena ia memang berharap untuk
menerimanya. Yang kedua, memang ia ingin mengadopsi atau meniru tingkah laku atau
keberhasilan orang lain atau  kelompok tersebut karena sesuai dengan salah satu sudut pandang

16
kelompoknya. Ketiga, karena pengaruh itu kongruen dengan sikap atau nilai yang ia miliki.
Ketiganya mempengaruhi sejauh kerja kooperatif tersebut dapat dikembangkan. 

Slavin (1991) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok
saling  membantu untuk menguasai bahan ajar. Lowe (1989) menyatakan bahwa belajar
kooperatif secara  nyata semakin meningkatkan pengembangan sikap sosial dan belajar dari
teman sekelompoknya  dalam berbagai sikap positif. Keduanya memberikan gambaran bahwa
belajar kooperatif  meningkatkan kepositipan sikap sosial dan kemampuan kognitif sesuai tujuan
pendidikan.

d)       Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif tipe NHT

Kelebihan model pembelajaran kooperat tipe Numbered Heads together:

1. Setiap siswa menjadi siap semua


2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh
3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai
4. Tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok.

Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads together:

1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru


2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

e)        Sintak model  pembelajaran kooperatif tipe NHT

Tabel 3.

Sintak Pembelajaran kooperatif tipe NHT

17
NO Fase Kegiatan

1 Penomoran Guru membagi siswa ke dalam


kelompok beranggotakan 5 orang dan
setiap anggota kelompok diberi
nomor 1-5

2 Mengajukan pertanyaan Guru mengajukan sebuah pertanyaan


kepada siswa. Pertanyaan dapat
bervariasi. Pertanyaan dapat spesifik
dan dalam bentuk kalimat tanya atau
bentuk arahan.

3 Berpikir bersama Siswa menyatukan pendapatnya


terhadap jawaban pertanyaan itu dan
meyakinkan tiap anggota dalam
timnya mengetahui jawaban itu.

4 Menjawab Guru memanggil siswa dengan


nomor tertentu, kemudian siswa yang
nomornya sesuai mengacungkan
tangannya dan mencoba untuk
menjawab pertanyaan untuk seluruh
kelas.

5. Prestasi Belajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan oleh mata  pelajaran, yang ditunjukkan dengan nilai yang
diberikan oleh guru (Lukman Ali, 1995:787). Pendapat lain menganggap belajar sebagai

18
perubahan  kelakuan pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu
dengan lingkungannya (Uzer Usman, 1995:5).

Sedangkan menurut Muhibbin Syah (1999:19-23) prestasi belajar adalah hasil yang


diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil
dari aktifitas dalam belajar.

Dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil belajar berupa
peningkatan kemampuan analitis, penalaran kritis, pemecahan masalah, dan keterampilan
komunikasi baik dilihat dari segi proses maupun akademik yang diperoleh dari hasil tes atau
evaluasi yang dilakukan oleh guru setelah proses pembelajaran berakhir.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Matematika:

Menurut Slameto faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar diantaranya


sebagai berikut:

a. Faktor Kematangan

Kematangan adalah sesuatu tingkah atau fase dalam pertumbuhan seseorang di mana alat-
alat tubuhnya sudah siap melaksanakan kecakapan baru.Berdasarkan pendapat di atas, maka
kematangan adalah suatu organ atau alat tubuhnya dikatakan sudah matang apabila dalam diri
makhluk telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan fungsinya masing-masing kematang
itu datang atau tiba waktunya dengan sendirinya, sehingga dalam belajarnya akan lebih berhasil
jika anak itu sudah siap atau matang untuk mengikuti proses belajar mengajar.

b. Faktor Lingkungan keluarga

Faktor keluarga sangat berperan aktif bagi siswa dan dapat mempengaruhi dari keluarga
antara lain: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, keadaan keluarga,
pengertian orang tua, keadaan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan dan suasana rumah.

c. Faktor Lingkungan Sekolah

Faktor sekolah dapat berupa cara guru mengajar, ala-alat pelajaran, kurikulum, waktu


sekolah, interaksi guru dan murid, disiplin sekolah, dan media pendidikan.

19
B.     Kerangka Berpikir

Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran Matematika, guru
harus mampu menciptakan suasana belajar yang optimal dengan menerapkan berbagai model
pembelajaran. Dalam pembelajaran Matematika, salah satu hal yang harus diperhatikan oleh
guru dalam mengajarkan suatu pokok bahasan adalah pemilihan model pembelajaran yang sesuai
dengan materi yang diajarkan, karena melihat kondisi siswa yang mempunyai karakteristik yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam menerima materi pelajaran yang disajikan guru
di kelas, ada siswa yang mempunyai daya serap cepat dan ada pula siswa yang mempunyai daya
tanggap yang lama. 

Menyikapi kenyataan ini, penulis menilai perlu digunakan model pembelajaran


kooperatif dengan tipe NHT, yaitu membagi siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 5
orang siswa dan setiap kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang beragam, ada yang
pintar, sedang, dan ada pula yang tingkat kemampuannya kurang. Kemudian setiap anggota
kelompok diberikan tanggung jawab untuk memecahkan masalah atau soal dalam kelompoknya
dan diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat tanpa merasa takut salah. Oleh karena itu tidak
tampak lagi mana siswa yang unggul karena semuanya berbaur dalam satu kelompok dan sama-
sama bertanggung jawab terhadap kelompoknya tersebut. Dengan demikian, untuk
meningkatkan prestasi belajar Matematika siswa kelas IV SDN 2 Wanasaba, guru perlu
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam mengajarkan pokok bahasan
tersebut karena daya serap siswa dalam menerima materi tidak sama dan diharapkan dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT setiap siswa akan mempunyai tingkat kemampuan
yang relatif sama dan pada akhirnya prestasi belajar siswa akan lebih baik. 

          

20
C.     Hipotesis Penelitian

“Hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara terhadap permasalahan


yang diajukan dalam penelitian”. (Nurul Zuriah, 2007: 162). Sedangkan Sugiyono (2008:96)
mengatakan bahwa “hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap hasil rumusan
masalah penelitian. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut: Penggunaan model  Pembelajaran kooperatif  tipe  NHT  (Numbered Heads
Together) berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi belajar Matematika siswa
kelas IV SDN 2 Wanasaba Tahun 2013/2014.

21
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, karena data dikumpulkan
sebelum kejadian yang dipersoalkan belum ada atau gejala yang diteliti sengaja diadakan
(Suharsimi Arikunto, 1997 : 77). Dimana peneliti mengadakan eksperimen agar timbul
gejala-gejala yang diinginkan sesuai dengan tujuan peneliti. Pada penelitian ini
mengambil satu akibat sebagai variabel terikat dan satu penyebab sebagai satu variabel
bebasnya, Dalam metode ini peneliti menggunakan analisis statistik untuk menguji
hipotesis.

B. Desain Penelitian.
Penelitian ini melibatkan dua kelas yang diberi perlakuan yang berbeda. Untuk
mengetahui hasil belajar Matematika siswa dilakukan dengan memberikan tes pada kedua
kelas sebelum dan sesudah diberi perlakuan.

 Rancangan penelitian ini sebagai berikut:


Tabel 3
Two Group Pretest–Posttest Design (Arikunto,2005)

Kelas Pretes Perlakuan Postes


Eksperimen T1 X1 T2
Kontrol T1 X2 T2

Keterangan :

22
X1 =  Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number
Head Together pada materi gaya
X2  =  Pembelajaran tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number
Head Together tetapi menggunakan model Konvensional pada materi gaya.
T1    =    Pretes diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum perlakuan.
Tes yang diberikan berupa tes hasil belajar pada materi gaya
T2   =    Postes diberikan setelah perlakuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

C. Prosedur penelitian
1. Tahap Persiapan
 Menetapkan jadwal penelitian
 Menyusun rencana / skenario pembelajaran
 Menyusun dan memvalidkan instrument penelitian
2. Tahap Pelaksanaan
 Menentukan kelas sampel dari populasi yang ada menjadi kelas eksperimen dan
kelas kontrol 
 Memberikan test kemampuan awal (pre test)  pada kedua kelas
 Melaksanakan PBM pada kedua kelas yaitu pada kelas eksperimen dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together dan
pada kelas kontrol dengan menggunakan konvensional.
 Uji kemampuan akhir (postest) untuk mengukur test belajar siswa setelah diberi
perlakuan 
 Uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis pada kelas eksperimen dan
control
3. Menarik kesimpulan

23
D. Tempat dan Waktu Penelitian 
Penelitian ini sudah dilaksanakan di SDN 2 Kesik Tahun Pembelajaran 2015/2016.
Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan/direncanakan mulai pada bulan
Februari sampai dengan bulan Afril 2016.
E. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi
“Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang lingkup
dan waktu yang ditentukan”. ( Nurul Zuriah, 2007:116). Sedangkan, menururt Sugiyono
(2006:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek / subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelejari
dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SDN 2 Kesik sebanyak
2 kelas yang terdiri dari 29 orang satu kelas.

  2. Sampel
Sampel sering didefinisikan sebagai bagian dari populasi yang diambil dengan
menggunakan cara-cara tertentu. (Nurul Zuriah, 2007:119). Menurut Sugiyono
(2008:118)” sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut”. (bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua
yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan waktu, dana dan tenaga maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu). (Sugiyono, 2010:
118).
Suharsimi Arikunto (2006: 131) mengemukakan bahwa:Jika kita hanya akan
meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut disebut penelitian sampel.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan penelitian sampel
apabila kita bermaksud menggeneralisasikan hasil penelitian sampel. Yang dimaksud
dengan menggeneralisasikan adalah mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu
yang berlaku bagi populasi.

24
Sejalan dengan pendapat di atas, teknik sampling yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Sample Random Sampling atau pengambilan acak sederhana. Dalam hal ini,
semua populasi dianggap sama dan memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai
sampel. Apabila populasi penelitiannya kurang dari 100, lebih baik diambil semua
sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tapi jika populasinya lebih besar
dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih (Suharsimi Arikunto, 2002 :112).
Adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah secara acak.Yang
menjadi sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN 2 Wanasaba Tahun
pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari dua kelas masing-masing kelas sebayak 29 siswa.
F. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2008:60).
Menurut S.Margono (Nurul Zuriah, 2007:144)”,variabel didefinisikan sebagai
konsep yang mempunyai variasi nilai. Variabel juga dapat diartikan sebagai
pengelompokan logis dari dua atribut atau lebih”.Pendapat lain yang senada
mengemukakan juga bahwa variabel dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua
bagian yaitu sebagai berikut :
a. Variabel bebas (Independent Variabel)
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel independen (terikat) (Sugiyono, 2008: 61).,
maka yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah “ Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numberet Heads Together).
b. Variabel terikat (Dependent Variabel)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2008: 61).Maka yang menjadi variabel
terikat pada peneliti ini adalah “ Prestasi Belajar Siswa “.
Untuk lebih jelasnya mengenai hubungan antar variable tersebut dapat
digambarkan dalam bentuk hubungan sebagai berikut:

25
X Y

Keterangan:
X = Variabel bebas (pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT)
Y = Variabel terikat (prestasi belajar matematika)
2. Definisi Oprasiaonal
Yang perlu untuk didefinisikan secara operasional adalah :
a. Pembelajaran kooperatif  merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan
adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk
mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan.

b. NHT(Numberet Heads Together) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif


yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
c. prestasi belajar adalah hasil kegiatan belajar yang sudah dicapai dan dinyatakan dalam
bentuk nilai.
3. Validitas Instrument
Tes dikatakan memilki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium dalam arti
dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Suharsimi Arikunto, 1997:
145). Untuk mengukur instrument yang dibuat oleh peneliti, maka peneliti menggunakan
rumus angka kasar dari product moment.
N ∑ XY −( ∑ X )( ∑ Y )

r xy = √{ N ∑ x −(∑ X ) }{N ∑ y −(∑ Y ) }


2 2 2 2

(Suharsimi, 1997 : 146)


Dan selanjutnya menggunakan uji – t :

r √ n−2
t=
r √ n−2 t=
√ i−r 2 √ 1−r 2
26
Kriteria : Jika t hitung > t tabel, maka soal valid, pada taraf nyata 5% dk = n – 2
Jika t hitung < tabel, maka soal tidak valid.
Keterangan : r = koefisien korelasi
r2 = koefisien determinasi
n = jumlah peserta tes

4. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu artinya dapat dipercaya
jadi dapat diandalkan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang
tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tepat. Maka pengertian reliabilitas
tes berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes (Suharsimi Arikunto, 1997 : 154).
Tinggi rendahnya validitas menunjukan tinggi rendahnya reliabilitas. Dalam penelitian ini
uji reliabilitas yang digunakan peneliti adalah rumus alpha sebagai berikut :

( )( ∑ σi
)
2
n
r 11= 1− 2
n−1 σt

Dimana : r 11 = reliabilitas yang dicari

∑ σ 2i = jumlah varians skor tiap item


2
σ t σ 2t = varians total
E. Teknik Pengumpulan Data.
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa megetahui
teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi
standar data yang ditetapkan.

Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan
berbagai cara. Bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik
pengumpulan data dapat dilakukan dengan tes.

27
1. Tes

Tes sebagai instrumen sebagai pengumpulan data adalah serangkaian pertanyaan


atau latiahan yang digunakan untuk mengkur keterampilan pengetahuan, intelejensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh undividu atau kelompok.

Penelitian ini menggunakan tes sebagai teknik pengumpulan data yang dibuat
oleh peneliti, kemudiaan nanti meminta masukan kepada guru mata pelajaran Matematika
untuk memperbaiki kisi-kisi soal yang sudah dibuat oleh peneliti.Kisi-kisi sebagai alat
ukur tentang daya serap siswa dalam belajar Matematika diperoleh dari hasil tes setelah
siswa mengikuti pembelajaran. Tes tersebut disusun dalam bentuk esay sebanyak 10 soal,
dimana dari 10 (sepuluh) indikator ada yang diambil 1 soal, 2 soal dan 3 soal, dan setiap
butir soal diberikan skor sesuai dengan tingkat kesukaran dari masing-masing soal. Soal
tersebut diambil dari buku pelajaran matematika yang berkaitan dengan satuan berat, data
hasil tes tersebut berupa data kuantitatif.

2. Dokumentasi

Dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat


penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-
foto, data yang relevan penelitian.

F. Instrumen Penelitian
Berbicara tentang jenis-jenis metode dan instrument pengumpulan data sebenarnya
tidak ubahnya dengan berbicara masalah evaluasi. Mengevaluasi tidak lain adalah
memperoleh data tentang status sesuatu dibandingkan dengan standar atau ukuran yang telah
ditentukan, karena mengevaluasi adalah juga mengadakan pengukuran, Berdasarkan
pengertian ini, maka apabila kita menyebut jenis metode dan alat atau instrumen
pengumpulan data, maka sama saja dengan menyebut alat evaluasi, atau setidak-tidaknya
hampir seluruhnya sama (Suharsimi Arikunto, 1997 : 127).
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan jenis tes. Tes adalah serentetan
pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
Tes ini disusun dalam bentuk tes essay yang terdiri dari 10 soal dan penskorannya, setiap
butir soal diberikan skor sesuai dengan tingkat kesukaran dari masing-masing soal.

28
Sedangakan aktivitas siswa yang dimaksud adalah berbuat, artinya berbuat untuk
mengubah tingkah laku jadi melakukan kegiatan berdemonstrasi.
Berkaitan dengan pengujian validitas instrument Suharsimi Arikonto ( 1995: 63-69)
menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkt keandalan atau
keselisihn suatu alat ukur.
1. Uji Validitas Butir Soal
Untuk mengetahui baik tidaknya butir soal yang diberikan kita harus mengetahui
validitas dari soal tersebut. Validitas butir soal suatu tes adalah ketepatan mengukur yang
dimiliki oleh sebuah soal. Sebuah soal dikatakan valid jika dapat mengukur secara tepat
apa yang hendak diukur (Arikunto, 2002: 145). Untuk mengetahui validitas butir soal
digunakan korelasi product moment dengan rumus sebagai berikut :

N ∑ XY −( ∑ X )( ∑ Y )

rxy = √{ N ∑ X −( ∑ X ) }{ N ∑ Y −(∑ Y ) }
2 2 2 2

Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi

∑ X = Jumlah skor dalam sebaran X


∑ Y = Jumlah skor dalam sebaran Y
∑ XY = Jumlah hasil kali skor dalam sebaran X dan Y
∑ X 2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X
∑ Y 2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y
N = Menyatakan jumlah sampel
r
Hasil uji coba validitas kemudian dikonsultasikan dengan rtabel. Jika hasil r XY > tabel
r
maka soal tergolong dalam katagori valid dan begitu juga sebaliknya jika hasil r XY < tabel
maka soal tersebut tergolong dalam katagori tidak valid (Arikunto, 2002: 146).
2. Reliabilitas Soal
Untuk mengetahui baik tidaknya soal yang diberikan, harus juga diketahui
reliabilitas (taraf kepercayaan) soal. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf

29
kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.
Reliabilitas tes berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes (Suharsimi Arikunto,
2012: 100). Untuk perhitungan reliabilitas tes digunakan rumus K-R 21, dengan
perumusan sebagai berikut:

( )(
r 11=
n
n−1
1−
M ( n−M )
nSt 2 )
Keterangan :
r 11 = Reliabilitas Instrumen.
n = Banyaknya butir soal atau butir pertanyaan.
M = Skor rata-rata.
St2 = Varians total.
(Suharsimi Arikunto, 2012: 117)

Selanjutnya hasil perhitungan tes dikonsultasikan dengan


r tabel . Jika hasil r hitung >

r tabel maka soal tergolong dalam kategori reliabel dan jika hasil r hitung < r tabel maka soal
tersebut dikatakan tidak reliabel.
3. Tingkat Kesukaran Soal
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal
yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk memecahkannya. Sebaliknya soal
yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai
semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya. Untuk mengetahui tingkat
kesukaran soal digunakan rumus :
B
P=
JS

Keterangan :

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

30
Tabel 3.
Kriteria Indeks Kesukaran Soal
N Nilai Kriteria
O
1 0,00 – 0,30 Sukar

2 0,31 – 0,70 Sedang

3 0,71 – 1,00 Mudah

(SuharsimiArikunto, 2012: 225)

4. Daya Pembeda Soal


Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah
(Suharsimi Arikunto,2012:226). Sebelum menentukan daya beda soal, terlebih dahulu
ditentukan kelompok atas dan kelompok bawah. Penentuan masing-masing kelompok
dilakukan dengan mengurutkan nilai siswa dari skor tertinggi sampai skor terendah.
Menurut Suhrsimi Arikunto (2012: 227) untuk kelompok kecil (peserta tes kurang
dari 100), maka kelompok dibagi dua sama besar kemudian diambil 50 % skor
tertinggi sebagai kelompok atas dan 50 % skor terendah sebagai kelompok bawah.
Adapun rumus yang digunakan adalah :
Ba Bb
D= −
Ja Jb

Keterangan :

D = Daya beda soal

Ba = Banyak siswa kelompok atas yang menjawab benar

31
Bb = Banyak siswa kelompok bawah yang menjawab benar

Ja = Jumlah siswa kelompok atas

Jb = Jumlah siswa kelompok bawah

Adapun kriteria daya beda soal dapat dilihat pada table 4 berikut :

Tabel 4.
Kriteria Daya Beda Soal
NO Nilai Kriteria

1 0,00 – 0,20 Jelek

2 0,21 – 0,40 Cukup

3 0,41 – 0,70 Baik

4 0,71 – 1,00 Baik Sekali

(Suharsimi Arikunto, 2012: 232)

G. Teknik Analisa Data.


1. Teknik uji persyaratan analisis.
Analisis data dilakukan untuk mengetahui kebenaran hipotesis yang akan
diajukan. Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis parametrik
yang dipilih didasarkan atas tujuan penelitian yang sudah diuraikan pada bab sebelumnya.
Teknik analisis parametric membutuhkan uji normalitas data dan uji homogenitas data.

a. Uji Normalitas
Pengujian normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang
akan dianalisis dengan statistik berdistribusi normal atau tidak. Untuk itu digunakan
Chi-kuadrat sebagai berikut :

32
2
∑ ( f o −f h )
x 2=
fh
2
Keterangan : x = nilai chi – kuadrat
f 0= frkuensi observasi
f h= frekuensi harap
Kriteria :
Data berdistribusi normal jika x 2hitung < x 2tabel, dan sebaliknya jikadata tidak
berdistribusi normal jika x 2hitung > x 2 tabel pada taraf uji 95%.
b. Uji Homogenitas
Setelah uji data dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah menguji
homogenitas data dengan menggunakan teknik uji Barlett yang perhitungannya
menggunakan rumus :
x2 = ( ln 10 ) { B - ∑ ( dk log Si2)}
Keterangan :
ln 10 = 2,3026 yang merupakan logaritma asli dari bilangan 10.
B = Satuan Barlett
Si2 = Standar Devisia Total
ni = Besaran Ukuran Sampel
B = ( log Si ) ∑ ( ni – 1 )
Kriteria :
Jika x 2hitung < x 2pada tabel, maka datanya homogen, jika x 2hitung > x 2tabel, maka
datanya tidak homogen pada taraf signifikan 5%, dk = ni + n2 – 2.
2. Teknik Uji Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang
kebenarannya masih harus diuji, secara empiris (Sumadi Suryabrata, 2003 : 21). Ahli
Lain mengatakan hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Suharsimi
Arikunto, 1997 : 64).
Uji Hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah penerapan ”metode
demonstrasi melalui model pembelajaran student active learning” lebih berpengaruh

33
atau tidak terhadap prestasi belajar siswa. Uji Hipotesis dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus uji-t sebagai berikut :

X 1− X 2
t=

√ (n1 −1 )s21 +(n2 −1) s22 1 1

Keterangan :
n 1 +n2 −2
( + )
n1 n2

x1 = nilai rata-rata kelas eksperimen

x2 = nilai rata-rata kelas kontrol

2
s1 = Standar deviasi kelas eksperimen

2
s2 = Standar deviasi kelas kontrol

n1 = Jumlah sampel kelas eksperimen

n2 = Jumlah sampel kelas kontrol

(Sugiyono, 2009: 197)

Hasil uji-t dikonsultasikan dengan


t tabel pada taraf signifikan 5% (uji satu pihak yaitu

pihak kanan). Jika


t tabel ≥ t hitung maka hipotesis Ho diterima dan H ditolak. Dan jika t tabel
a

t
< hitung maka hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima.

34
DAFTAR PUSTAKA

Alwi Mijjahamudin , dkk. 2013. Penelitian Pendidikan ( Program Study Pendidikan Sekolah Dasar ):
STKIP Selong

Ibrahim, M., (2002) Pembelajaran Kooperatif, Penerbit Universitas Negeri Surabaya, Surabaya

Roestiah, 1990. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Margono, 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D). Bandung
: Alfabeta.

Suprijono Agus, 2009. Cooperative learning (Teori & Aplikasi PIAKEM) .Surabaya :Pustaka Belajar.

http://www.psychologymania.com/2012/12 diakses pada tanggal 10 April 2013 di STKIP Surya


pukul 09.00 WIB.

35

Anda mungkin juga menyukai