Anda di halaman 1dari 11

E FE KTI FI TA S MOD EL PR OBLEM BA S ED LEA RN I N G TER HAD A P

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU

DARI GAYA BELAJAR SISWA

Risca Fratiwi

Universitas Samudra (UNSAM)

riscafratiwi11@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) agar memahami apakah dengan bentuk pembelajaran
problem based learning (PBL) kemampuan pemecahan masalah matematika akan tinggi hasil
belajar siswa ketimbang siswa lebih yang diberikan model pembelajaran konvensional. (2)
agar memahami efektifitas gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa. (3)
agar memahami masing – masing sesuai gaya belajar, bentuk pembelajaran problem based
learning (PBL) atas kemampuan pemecahan masalah akan menciptakan hasil belajar siswa
yang baik daripada dengan strategi konvesional. Metode dilaksanakan sesuai cara stratified
cluster random sampling. Polulasinya siswa kelas IX SMP N 3 Langsa Semester II dibagi
atas 2 kelompok eksperimen dan kontrol. Riset ini termasuk eksperimental semu dengan
mengujikan hipotesis memakai anava dua jalan dengan sel tak sama, sesuai tingkat signifikan
5%. Adapun hasil yang didapat ialah : (1) hasil belajar matematika peserta didik pada bentuk
pembelajaran PBL sesuai pemecahan masalah cukup baik dibandingkan hasil belajar yang
memakai pembelajaran konvesional, (2) sesuai gaya belajar siswa yaitu visual, auditorial
serta kinestetik memiliki hasil belajar yang seimbang, (3) hasil belajar matematika siswa
untuk masing – masing gaya belajar serta model pembelajaran ialah serupa.

Kata Kunci: Problem Based Learning, Pemecahan Permasalahan, Gaya Belajar


1. PENDAHULUAN

Pendidikan nasioanal bertujuan untuk menumbuhkan keterampilan dan membentuk


sifat serta peradaban bangsa yang bergengsi didalam mencerdaskan kehidupan suatu bangsa,
dan berkembangnya suatu kemampuan siswa untuk dijadikan seseorang yang beriman serta
bertakwa kepada sang pencipta, berakhlak mulia, sehat, berwawasan, kreatif, cerdik, mandiri
dan juga bisa menjadi warga negara yang demokratis serta bisa bertanggung jawab penuh.

Pendidikan yang dapat membantu suatu pembagunan di masa sekarang ialah


pendidikan yang dapat menumbuhkan serta mengembangkan kemampuan siswa, sehingga
siswa dituntut untuk dapat mempraktikan apa yang ia dapat di sekolah agar mampu melewati
sebuah masalah yang harus dihadapinya didalam kehidupan sehari – hari pada waktu
sekarang ini, maupun untuk kelak nanti. Sebagai mata pelajaran yang sangat berpengaruh dan
memiliki peran yang penting di dunia pendidikan dan didalam memecahkan masalah didalam
kehidupan sehari – hari ialah matematika. Walaupun tidak semua hal permasalahan –
permasalahan itu yang termasuk permasalahan matematis, akan tetapi matematika
mempunyai peran penting didalam menjawab suatu permasalahan di kehidupan sehari – hari.

Maka dari itu matematika merupakan bidang studi yang diharuskan kepada semua
jenjang pendidikan dimulai dari SD dengan bekal siswa untuk berkemampuan dan berfikir
dengan logika, tersusun, sistematis, kritis, serta inovatif beserta mampu bekerja sama dengan
baik. Hal ini dikarenakan matematika menjadi sumber untuk ilmu yang lain, serta
pengembangannya berkaitan erat dengan matematika, ma dari itu bidang studi matematika
sangat bermanfaat bagi siswa sebagai pelajaran awal bagi bekal pelajaran lain. Daripada itu
diinginkan supaya siswa bisa meraih tujuannya dengan belajar matematika itu sendiri, seperti
yang tercantum didalam (Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006.)

Keberhasilan peserta didik didalam suatu pembelajaran tidak dapat dilihat hanya dari
segi kognitif saja. Romberg dan Montgomery (Shumway,1980) menyatakan bahwasanya
suatu prestasi ataupun keberhasilan suatu pembelajaran dapat dipengaruhi dengan adanya
perbedaan motivasi ataupun taraf kemajuan berfikir yang dimiliki oleh masing – masing
peserta didik. Sehingga diperlukannya metode ataupun strategi pembelajaran didalam
menyampaikan materi yang bukan hanya memperhatikan karakteristik seorang siswa itu
sendiri, melainkan harus memperhatikan juga faktor – faktor dari luar siswa sehingga
kemampuan yang diinginkan dapat terwujud begitu juga dengan hasil belajar siswa yang akan
meningkat.
Popham(1995) mengatakan bahwasanya didalam seharusnya segi afektif lebih
signifikan ketimbang segi kognitif. Dikarenakan segi afektif pun dapat membantu didalam
menentukan pencapaian akhir suatu pembelajaran. Akan tetapi ada beberapa bagian dari segi
afektif yang kurang diperhatikan ataupun dipedulikan, serta belum banyak juga yang
mengangkatnya didalam penelitian, seperti sebuah apresiasi.

Akinsola dan olowojaiye(2008) mengemukakan bahwasanya hal – hal yag dapat


menyebabkan kesuksesan seorang siswa didalam suatu pembelajaran yaitu dengan cara
menghargai dan mengapresisasikan terhadap pelajaran tersebut, salah satunya matematika.
Selain daripada itu dapat pula mengapresiasikan sikap positif terhadap matematika yang
mana merupakan suatu faktor yang mendukung serta berpengaruh didalam kinerja serta
prestasi siswa didalam pembelajaran matematika.

Supardi (2010) berpendapat bahwasanya matematika merupakan sebuah pelajaran


yang tidak menyenangkan dan sangat membosankan serta pula menakutkan dikarenakan
banyaknya rumus maupun angka didalam suatu pembelajaran matematika. Hal ini pun
diperkuat dengan adanya pernyataan oleh Utami(2011) bahwasanya sebagian dari siswa itu
kurang menyadari pentingnya penguasaan ilmu matematika, maka dari itu pula yang
menyebabkan juga kurangnya mengapresiasikan terhadap matematika maupun didalam
mengikuti kegiatan pembelajaran matematika.

2. KAJIAN PUSTAKA
A. Problem Based Learning (PBL)

Adapun yang dapat mempengaruhi siswa akan hal tersebut salah satunya yaitu model
pembelajaran. Dengan adanya model pembelajaran yang efektif dapat pula mempengaruhi
minat belajar siswa, seperti bentuk pengkajian salah satunya yaitu dengan model Problem
Based Learning. PBL ini adalah suatu bentuk pengkajian yang bisa membantu keadaan
belajar peserta didik dengan membuat siswa lebih aktif dan lebih kreatif lagi didalam
menyelesaikan sebuah masalah. Dengan cara ini masalah yang ada dikehidupan sehari – hari
sebagai sesuatu konteks didalam pembelajaran siswa seperti cara berfikir secara kritis
maupun kemampuannya didalam menyelesaikan sebuah masalah. Selain itu, tujuan dari
pembelajaran berbasis masalah (PBL) ini berupaya agar perserta didik dapat mengakses dan
mengembangkan lagi secara lebih luas seperti, mengembangkan konsep serta menyelesaikan
masalah yang berkaitan sesuai pembelajaran yang telah guru ajarkan pada jenjang
persekolahan. Lain halnya , dasar tujuan ilmu matematika itu sendiri ialah memahami suatu
konsep matematika serta ada kaitannya didalam kehidupan nyata, mempunyi kemampuan
tentang lingkungan disekitar dan juga agar bisa berkembangnya kemampuan untuk
lingkungan disekitar, serta dapat memecahkannya yang dituangkan didalam suatu media
pembelajaran.

Widada (2015) menyatakan bahwa, media pembelajaran adalah suatu alat yang dapat
membantu didalam komunikasi matematika sehingga bisa menolong peserta didik didalam
mencapai sebuah tujuan konsep dari matematika itu sendiri dengan lebih efisien.

Tidak hanya dengan melakukan pendekatan pendidikan yang pas, ada beberapa hal
yang menunjang tercapainya belajar matematika, yaitu ialah gaya belajar siswa, cara belajar
siswa adalah suatu alternatif yang lebih digemari didalam melakukan suatu proses berpikir
serta mengerti akan suatu hal. Jawaban dari kenyataan riset membuktikan bahwasanya
peserta didik yang memakai cara belajar yang lebih dominan, saat menjawab soal, akan
menghasilkan hasil yang cukup baik bagi peserta didikyang sesuai dengan diri mereka, begitu
pun sebaliknya. Terdapat beberapa macam gaya belajar diantaranya ialah gaya belajar visual,
auditorial, serta kinestetik. (Adi W.Gunawan,2004:139)

B. Pemecahan Masalah

Didalam suatu pemecahan masalah sering terdapat beberapa hal gabungan rancangan
dan kemampuan didalam masalah baru maupun masalah gabungan rancangan dan
kemampuan didalam masalah lainnya. Keterampilan pemecahan permasalahan sangat terikat
dengan keterampilan siswa didalam membaca serta mempelajari pembahasan tes cerita,
menyampaikan persoalan matematika, membuat perhitungan untuk persoalan matematika,
dan menpersiapkan perhitungan daripada persoalan persoalan tersebut. Untuk mencapai
kemampuan pemecahan matematika yang baik, yaitu dengan adanya hubungan yang
seimbang baik dengan siswa ke siswa lainnya maupun dari siswa dengan gurunya.

Mulyono Abdurrahman(1999:257) mengatakan bahwasanya pemecahan masalah


didalam matematika terdiri dari 4 langkah yaitu :

1. Mengerti permasalahan seperti perkenalan daripada apa yang telah didapat ataupun
tidak dari hasiil yang tersedia serta apa yang ingin dimiliki.
2. Membuat rancangan. Adapun pada tahap ini diperlukannya untuk mengetahui
interaksi antara data yang sudah ada, maupun dengan data yang masih dicari dengan
menggunakan alat peraga. Maka dari itu haruslah dibuat sebuah rancangan
pemecahan masalah dengan memperhatikannya, seperti apakah siswanya pernah
menemukan permasalahan sebelumya, serta apakah siswanya mampu memakai
teorema untuk menjawab permasalahan.
3. Melakukan rancangan yang sudah dibuat dengan baik cara – cara yang sudah ada.
4. Memeriksa ulang. Memperhatikan lagi rancangan – rancangan yang sudah dibuat
sesuai dengan cara – cara yang dilakukan didalam pemecahan masalah.

Pemecahan masalah yang diarahkan disekolah, dikarekan permasalahan –


permasalahan kuantitatif yang didapatkan didalam kehidupan sehari – hari terlihat seperti
permasalahan sederhana untuk dipecahkan permasalahan didalam buku paket – paket SMP.
Murid sudah biasa melihat interaksi diantara apa pun yang diarahka dari sekolah dengan apa
yang sudahj terjadi didalam kehidupan nyata. Pemacahan yag diarahka oleh sekolah dapat
mengurangi masalah diantara permasalahan matematika di dunia nyata maupun dengan
permasalahan yang ada didjalam kelas. Pemecahan masalah matematika tentunya akan
mengarahkan siswa agar lebih bersifat dan berpikir kreatif dan juga positif terhadap
matematika, pemecahan masalah bisa dipakai untuk mengetahui interaksi diantara pokok –
pokok serta interaksi diantara matematika maupun terhadap pelajaran yang lain. (Idris Harta,
2001: 174).

C. Gaya Belajar

Sesuai KBBI, gaya merupakan sebuah perilaku untuk menyerap suatu hal. Gaya
belajar adalah suatu cara yang diminati didalam membuat sebuah aktifitas berpikir, berproses
dan mengerti sebuah data. Hasil riset menyatakan bahwa siswa yang belajar dengan gaya
belajar mereka yang sesuai, saat mengerjakan uji, akan meraih nilai yang jauh lebih besar
dibanding apabila mereka belajar dengan hal yang tidak sesuai dengan gaya belajar mereka
( Adi W. Gunawan, 2004: 139). Gaya belajar tiap orang merupakan campuran dari 5 jenis
ialah diantaranya:

 Lingkungan: volume, sinar, suhu, rancangan,


 Emosi: semangat, gigih , bertanggung jawab, terstruktur
 Sosiologi: personal, partner, kolektif , tim, berumur, bermacam – macam
 Fisik: sudut pandang, pendapatan, zaman, pergerakan.
 Psikologis: mendunia, otak kiri – otak kanan, implusif/reflektif.

Mengenali jenis belajar siswa menolong guru buat bisa mendekati seluruh ataupun
nyaris seluruh siswa hanya dengan mengantarkan data dari gaya yang bermacam – macam
yang disamakan dengan jenis belajar siswa. Gaya belajar seorang merupakan campuran dari
gimana dia meresap, setelah itu dia mengendalikan dan mencerna data ( DePotter, 2001: 110)
Pada dini pengalaman belajar, salah satu diantara tahap – tahap awal kita merupakan
mengidentifikasi modalitas seorang, ialah bersumber pada pada visual( penglihatan),
auditorial( rungu) serta kinestetik( sentuhan serta gerakan). Ini yang kita tahu dengan nama
modalitas V- A- K.

a. Gaya Belajar Visual

Bagi siswa untuk cara belajar visual, bersama – sama berperan berarti merupakan
mata/ penglihatan ( visual). Bagi Irvine Clarke IIIdkk( 2006) pelajar visual terbaik
mengetahui apa yang mereka amati, semacam foto, diagram, flow chart, garis, waktu, film,
serta demonstrasi. Di dalam perihal ini tata cara guru dalam mengajarkan hendaknya lebih
banyak ataupun dititik beratkan pada alat peraga ataupun media. Rangkul mereka ke objek –
objek yang terkait pembelajaran ataupun dengan metode menampilkan perlengkapan
peragaanya kepada peserta didik dengan mencontohkannya secara langsung.

Sifat – sifat gaya belajar visual ialah sebagai berikut:

1. Apik serta tertib.


2. Bicara dengan pas.
3. Cermat terhadap perinci.
4. Lebih memperhatikan penampilan dan berpakaian/ presentasi.
5. Tidak gampang bergantung akan keramaian.
6. Lebih mudah mengingat sesuai yang dilihat dibandingkan dengan yang didengar.
7. Lebih menyukai membaca ketimbang dibacakan.
8. Membaca kilat serta gigih.
9. Kerap kali mengenali apa yang wajib dikatakan, tetapi tidak pandai memilah kata–
kata.
10. Lebih suka melaksanakan demontrasi dibandingkan ceramah.
11. Mengingat dengan asosiasi visual.
12. Lebih menyukai musik ketimbang seni.
13. Kerap menanggapi persoalan dengan jawaban pendek ya ataupun tidak.
14. Memiliki permasalahan untuk mengingat pendidikan lisan kecuali bila ditulis, kerap
kali memohon dorongan orang buat mengulanginya.
15. Kerapkali mengenali apa yang wajib dikatakan, namun tidak pandai memilah kata–
kata.
16. Kadang kala kehabisan konsentrasi kala mereka mau mencermati.
b. Gaya Belajar Auditorial

Siswa yang berjenis auditorial lebih mengedepankan pencapaian belajarnya dengan


menggunakan pendengaran melalui gendang telinga (indra pendengaran). Sepeti halnya
mendengar ceramah serta mendengar penjelasan guru ataupun mendengarkan bahan audio
semacam kaset dan yang lainnya.

Sifat – sifat cara belajar auditorial ialah sebagai berikut:

1. Waktu bekerja sering berbicara dengan diri sendiri.


2. Berpenampilan baik
3. Mempelajari sesuatu hal dengan cara mendengarkan serta mengingat kembali apa
yang telah didiskusikan daripada yang mereka lihat.
4. Menyukai membaca dengan suara yang besar serta mendengarkannya.
5. Pada saat membaca mereka sering menggerakkan bibirnya dan mengucapkannya
tulisan yang ada didalam buku.
6. Bermasalah dengan pekerjaran – pekerjaan yang mengaitkan visualisasi semacam
membagi bagian yang sama rata satu sama lainnya.
7. Umumnya ia seorang pembicara yang bijak.
8. Lebih pintar mengeja dengan suara yang besar ketimbang menuliskannya.
9. Lebih menyukai hiburan langsung ketimbang membaca buku.
c. Gaya belajar kinestetik

Kemampuan kinestetik mencakup keterampilan seseorang yang lebih aktif memakai


anggota – anggota bagian tubuhnya untuk melakukan komunikasi serta memecahkan suatu
permasalahan.

Sifat – sifat cara belajar kinestetik ialah :

1. Berkata santai.
2. Berpenampilan rapi.
3. Tidak terlalu bermasalah dengan adanya keributan.
4. Lebih menyukai pembelajaran langsung dengan adanya praktek.
5. Lebih banyak bergerak dan pada saat menghafal suka melihat sekeliling.
6. Pada saat membaca sering memakai jari.
7. Kesulitan dalam hal menulis akan tetapi hebat dalam hal bercerita.
8. Lebih menyukai buku – buku yang mengarah ke plot mereka yang
menggambarkan aksi dengan cara gerakan tubuh pada waktu membaca.
9. Biasanya tulisaanya kurang bagus.
10. Lebih suka akan sebuah permainan yang menyibukkan.
(De.Potter, 2001 : 120)
3. METODE PENELITIAN

Populasi target dalam riset ini merupakan segala siswa kelas IX SMP N 3 Langsa.
Waktu riset dilaksanakan pada semester II, berikutnya langkah awal penentuan ilustrasi
dicoba bersumber pada random sampling, di mana seluruh populasi memiliki kesempatan
yang sama buat mewakili populasi. Bersumber pada jumlah kelas yang terdapat hingga kelas
ilustrasi dalam riset ini diresmikan kelas IX. 1 selaku kelas eksperimen serta IX. 2 selaku
kelas kontrol. Kelas eksperimen diajarkan dengan memakai pendekatan PBL dengan
pemecahan permasalahan sebaliknya kelas kontrol diajarkan dengan pendekatan
konvensional. Langkah kedua pufosif sampling, dicoba uji cara belajar buat memastikan
perbandingan keahlian cara belajar visual, auditorial serta kinestetik baik di kelas eksperimen
ataupun kelas kontrol. Informasi yang dibutuhkan dalam riset ini merupakan hasil belajar
siswa setelah menemukan perlakuan serta angket buat mengukur cara belajar. Dalam riset ini
instrumen buat mengukur hasil belajar siswa merupakan uji objektif opsi ganda. Uji dicoba
sebanyak 2 kali, ialah uji dini serta uji akhir. Riset ini memakai uji statistik buat menguji
kesamaan rata– rata dari 2 kelompok ilustrasi, ialah memakai ANAVA 2 arah. Tetapi tadinya
butuh diuji terlebih dulu normalitas informasi serta homogenitas variansi.

Adapun langkah-langkah melakukan uji hipotesis dengan ANOVA :

1. Kelompokkan bersumber pada jenis tertentu


2. Memastikan jenis anova
3. Mengecek apakah telah penuhi asumsi- asumsi sehingga dapat digunakan anova
4. Menghitung variabilitas dari segala ilustrasi.
5. Menghitung variansi antar kelompok serta variance dalam kelompok
6. Menghitung f hitungmenghitung f tabel
7. Menyamakan fhitung dengan ftabel
8. Buat kesimpulan
Bersumber pada langkah- langkah diatas buat memudahkan perhitungan terbuat tabel
semacam berikut:

Sumber
Derajat Bebas Kuadrat
Keragaman Jumlah Kuadrat (JK) F hitung
(db) Tengah (KT)
(SK)
KTK = F hitung =
Kolom (K) db JKK = k-1
JKK / db KTK /
JKK KTG
KTK = F hitung =
Baris (B) db JKK = r-1 JKB / db KTB /
JKB KTG
KTK = F hitung =
db JK[BK] =
Interaksi (BK) JK[BK] / db KT[BK] /
[r-1][k-1]
JK[BK] KTG
KTG =
db JKG=r.k[n-
Galat (G) JKG = JKT - JKK- JKB-JK[BK] JKG / db
1]
JKG

Total (T) db JKT= rkn-1

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun hasil dari penelitian analisis data menggunakan ANAVA dua arah mempunyai hasil
sebagai berikut:

Indeks.1
Ringkasan Analisis Variansi Dua Arah
Data Keputusan
JK DB RK Fobs Ftabel P
Variansi Uji
Pendekata
134,932 1 134,932 123,96 4,00 < 0,05 Di Tolak
n (A)
Gaya
4,082 2 2,041 1,875 3,15 >0,05 Di Terima
Belajar (B)
Hubungan
2,654 2 1,327 1,215 3,15 < 0,05 Di Terima
(AB)
Galat 67,49 62 1,088 - - -
Hasil 212,158 67 - - - -

Bersumber pada hasil perhitungan di atas bisa disimpulkan bahwasanya :

1. Ada perbandingan prestasi belajar matematika dilihat dari pemakaian pendekatan


pendidikan PBL dengan pemecahan permasalahan serta pendekatan konvensional.
2. Tidak ada perbandingan prestasi belajar matematika dilihat dari gaya belajar siswa.
3. Tidak ada interaksi antara pendekatan pendidikan serta jenis gaya belajar terhadap
hasil belajar peserta didik.

Adapun ringkasan uji hipotesis tersebut sudah ditunjukkan kalau: H0A ditolak hingga
butuh dicoba komparasi pasca Anava. Namun sebab variabel pendekatan pembelajaran cuma
memiliki 2 nilai ialah pendekatan PBL dengan pemecahan permasalahan serta pendekatan
konvensional hingga komparasi ganda antar baris tidak butuh dicoba sehingga buat
memandang tata cara yang mana lebih efisien bisa diamati dari rataan marginal nya.

Indeks.2 Rataan Masing – Masing Sel

Kelompok Gaya belajar


Rataan
(Pendekatan
Visual Auditorial Kinestetik Marginal
Pembelajaran)
PBL dengan Pemecahan
7,632 7,225 7,375 7,411
Masalah
Konvesional 4,888 4,721 3,908 4,506
Rataan marginal 6,250 5,973 5,641

Sesuai pada indeks 2 menampilkan kalau rataan prestasi belajar untuk pendekatan
pendidikan PBL dengan pemecahan permasalahan merupakan 7,411 lebih tinggi dari rataan
hasil pembelajaran untuk pendekatan konvensional yaitu 4,506. Hasilnya cocok dengan
hipotesis riset awal kalau pendekatan pembelajaran PBL dengan pemecahan permasalahan
lebih efisien daripada pendekatan konvensional. Sesuai riset Widjaja and Hack (2003)
melaporkan kelas eksperimen dengan memakai PBL menampilkan kalau siswa menghadapi
kemajuan prestasi serta bagi Gok and Silay(2008) Melaporkan kalau rataan prestasi yang
memakai pemecahan permasalahan lebih tinggi apabila dibanding dengan kelas kontrol yang
memakai tata cara tradisional. Maka dari itu riset – riset di atas bisa disimpulkan kalau
prestasi siswa yang memakai pendidikan lewat pendekatan PBL dengan pemcahan
permasalahan lebih baik daripada siswa yang memakai pendekatan konvensional.

5. KESIMPULAN

Bersumber pada hasil analisis ulasan yang sudah dijabarkan hingga bisa ditarik
kesimpulan dari riset ini ialah:

1. Bersumber pada hasil analisis uji hipotesis Fa>Ftabel menampilkan kalau Rataan hasil
belajar untuk pendekatan PBL dengan pemecahan permasalahan merupakan 7,411
lebih tinggi dari rataan hasil belajar pada tata cara konvensional ialah 4,506 yang
berarti kalau ada perbandingan prestasi belajar matematika ditinjau dari pemakaian
pendekatan pendidikan PBL dengan pemecahan permasalahan serta pendekatan
konvensional.
2. Bersumber pada jawaban akhir analisis uji hipotesis Fb = 1,874>Ftabel = 3,15
menampilkan kalau H0(B) diterima. Kesimpulannya adalah kalau tidak ada
perbandingan hasil belajar siswa antara cara belajar visual auditorial serta kinestetik
pada hasil belajar siswa. Sebab H0(B) diterima hingga tidak butuh dilanjutkan dengan
uji komparasi ganda. Tidak terdapatnya perbandingan hasil antara ketiga cara belajar
dimungkinkan sebab siswa dengan ketiga cara belajar memiliki prestasi yang tidak
jauh beda.
3. Bersumber pada hasil analisis variansi 2 jalur dengan jumlah sel tidak sama diperoleh
nilaij Fab=1, 215>Ftabel= 3, 15 menampilkan kalau H0(AB) diterima. Perihal ini
berarti kalau tidak ada interaksi antara pemakaian pendekatan pendidikan dengan
jenis cara belajar terhadap prestasi belajar matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Adi.W.Gunawan.2004.Quantum Learning, menyesuikan belajar aman danmenyenangkan.


Gramedia

Depotter,Rori&amp;Mike.2001.Quantum Learning : Menyesuikan Belajar Aman dan


Menyenangkan. Gramedia.

Idris Harta( 2001). Landasan Pembelajaran. UMS press

Mulyono Abdurrahman.2003. Pembelajaran Untuk Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:


Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai