Anda di halaman 1dari 9

PENGEMBANGAN MODUL FISIKA MENGGUNAKAN POLIYA

PROBLEM SOLVING PADA MATERI USAHA DAN ENERGI DI SMP/MTS

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan suatu istilah yang memiliki keterkaitan yang
sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses belajar
mengajar. Pembelajaran dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan
pelayanan agar peserta didik belajar. Untuk itu, harus dipahami bagaimana peserta
didik memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya. Jika pendidik dapat
memahami proses pemeroleh pengetahuan, maka pendidik akan dapat
menentukan strategi pembelajaran yang tepat bagi peserta didiknya. Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar1. Pembelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran
yang sangat penting, bisa dikatakan fisika dalam setiap lembaga pendidikan
menjadi materi pokok yang tidak bisa lepas bahkan dalam kehidupan sehari-hari
tidak bisa dipisahkan dengan fisika.
Begitu pentingnya pembelajaran fisika bagi peserta didik namun terdapat
beberapa kendala yang terjadi dalam pembelajaran fisika yaitu berkisar pada
karakteristik fisika yang abstrak, masalah peserta didik atau pendidik. Kendala
tersebut melahirkan kegagalan pada peserta didik, hal ini terjadi karena (1) pesera
didk tidak dapat menangkap konsep dengan benar, (2) pesera didk tidak dapat
menangkap arti dari lambang-lambang, (3) pesera didik tidak memahami asal
usulnya suatu prinsip, (4) pesera didik tidak Pembelajaran merupakan suatu istilah
yang memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sma
lain dalam proses belajar fisik.
Setiap siswa dalam kelas memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda- beda.
Kemampuan para siswa tersebut akan mempengaruhi kemampuan mereka dalam
1
Erawan,Aidid, Meningkatkan Prestasi Belajar Melalui Metode Restitasi,(Madiun :
CV.Bayfa Cendekia Indonesia, 2020), Hal 4
menyerap pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Rata-rata siswa tidak
terbiasa mengerjakan soal yang menuntuk mereka untuk berpikir/bernalar dalam
berupaya memecahkan permasalahan yang secara kontekstual. Mereka juga tidak
terbiasa menjawab soal dengan memaparkan informasi yang diketahui,
menganalisis, dan menarik kesimpulan. Jadi Dalam hal ini siswa dituntut untuk
mengerjakan soal, siswa cenderung memikirkan hasil hasil daripada langkah-
langkah yang harus dilakukan. Akibatnya, siswa hanya mampu mengerjakan sosl-
soal yang telah dicontohkan oleh guru sehingga soal-soal yang berbentuk
pemecahan masalah mereka merasa binggung dan merasa kesulitan ketika
menjawab soal yang diberikan.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada saat
melaksanakan Program penelitian,obsevasi lab,dan observasi pembelajaran IPA
terpadu. Oleh karena itu bentuk permasalahan yang dihadapi oleh siswa adalah
kurang mampunya menuntaskan soal fisika terutama soal yang berbentuk uraian.
Hal tersebut dapat dilihat ketika adanya soal soal latihan yang diberikan oleh guru
kepada mereka, berdasarkan hasil observsai awal yang telah terlihat bahwa hanya
beberapa siswa yang sanggup mengerjakan soal dan selebihnya tidak bisa atau
bahkan tidak mengerti sama sekali.
Pada saat peneliti mengamati proses pembelajaran disekolah tersebut
peneliti melihat bahwa ketika siswa diberikan soal yang sama dengan contoh
soal hanya beberapa dari peserta didik yang dapat menyelesaikan soal tersebut
selebihnya kurang mampu menyelesaikan soal tersebut. Siswa yang kurang
mampu dalam menyelesaikan soal tersebut cenderung tidak memperhatikan
langkah-langkah dalam penyelesaikan pemecahan masalah yang dihadapi ada
didalam soal tersebut2. Seorang peserta didik pasti membutuhkan buku untuk
menunjang materi yang diampunya dalam proses pembelajaran. Buku pelajaran
yang ada saat ini perlu adanya inovasi supaya dapat mengikuti perkembangan
zaman dan akan memudahkan peserta didik untuk belajar. Media pembelajaran
2
A.M.Irfan Taufan Asfar, Syarif Nur, Model Pembelajaran Problem Posing & Problem
Solving Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah, (Sukabumi : CV Jejak, 2018), Hal 35
yang sering digunakan di sekolah adalah ceramah dan buku teks fisika.
.
Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat
pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa
(learner centered) diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif
dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Dalam proses pembelajaran
yang berpusat pada siswa , siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk
membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh
pemahaman yang mendalam (deep learning) dan pada akhirnya dapat
meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.Pembelajaran yang inovatif dengan
pendekatan berpusat pada siswa (student centered learning) memiliki keragaman
metode pembelajaran yang menuntut partisipasi aktif dari siswa. Metode- metode
tersebut antara lain adalah: a) berbagi informasi ; (b) belajar dari pengalaman.
(experience Based); (c) pembelajaran melalui pemecahan masalah (problem
solving based).
Problem Solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran
yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara
ilmiah. Terdapat ciri utama dari problem solving.
Problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam
implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.
Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan,
mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui problem
solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan
akhirnya menyimpulkan.Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan
masalah problem solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses
pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses
pembelajaran.Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah
proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara secara
sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui
tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah
didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Salah satu model pemecahan masalah adalah model Polya. Langkah-
langkah dalam pembelajaran problem solving menurut Polya ada 4, yaitu :
1) Memahami masalah,
2) Menentukan rencana strategi penyelesaian masalah,
3) Menyelesaikan strategi penyelesaian masalah, dan
4) Memeriksa kembali jawaban yang diperoleh.
Pembelajaran ini dimulai dengan pemberian masalah, kemudian siswa
berlatih memahami, menyusun strategi dan melaksanakan strategi sampai dengan
menarik kesimpulan. Guru membimbing siswa pada setiap langkah problem
solving dengan memberikan pertanyaan yang mengarah pada konsep3. Dalam
implemantasinya di lapangan sampai saat ini proses pembelajaran yang berpusat
pada siswa masih mengalami banyak kendala. Salah satu kendalanya adalah
rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang ditandai dengan
(1) rendahnya kemampuan siswa dalam menganalisis masalah, (2) rendahnya
kemampuan siswa dalam merancang rencana penyelesaian masalah, dan (3)
rendahnya kemampuan siswa dalam melaksanakan perhitungan terutama yang
berkaitan dengan materi apersepsi yang mendukung proses pemecahan masalah.
Mengacu pada berbagai teori diatas maka metode problem solving model Polya
sangat tepat untuk diterapkan sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam menyelesaikan masalah.

3
Muh. Sugiarto, Bunga Dara Amin dan Ahmad Yani. “Studi Kemampuan Menyelesaikan
Soal-soal Fisika Menurut Langkah Pemecahan Masalah Polya pada Pesert Didik Kelas XI IPA
SMA Negeri 1 Baraka Kabupaten Enrekang”. Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. Jilid 12,
"nomor 2, Agustus 2016, hal 183

.
Membantu permasalahan peserta didik dibutuhkan bahan ajar berupa
modul mada materi vektor yang dipadukan dengan model pembelajaran yang
membuat peserta didik belajar menganalisis masalah, merencanakan pemecahan
masalah, melaksanakan rencana yang telah dibuat untuk memecahkan masalah
dan yang. Model yang dipilih harus mampu membuat peserta didik lebih aktif dan
kreatif dalam mengikuti pembelajaran, memotivasi, meningkatkan pola pikir
peserta didik yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Model yang sesuai dengan kreteria diatas merupakan model Problem
Solving polya. Peserta didik mampu menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan kehidupan yang diberikan oleh pendidik selama proses pembelajaran,
peserta didik dapat belajar secara mandiri,peserta didik memahami konsep pada
materi vektor dalam kehidupan sehari-hari, dan peserta didik dapat memiliki
pengalaman langsung melalui kegiatan sesuai yang dimiliki model pembelajaran,
dan uraian di atas merupakan tujuan pembelajaran Problem Solving Polya.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Widiana dan jampel
membuktikan bahwa model problem solving polya berpengaruh positif terhadap
hasil belajar peserta didik dan peserta didik mampu belajar lebih aktif dalam
pembuktian suatu konsep bersadarkan pengamatan dan analisis yang mereka
lakukan sendiri4. Peserta didik juga akan lebih merasa tertantang untuk
membuktikan hasil prediksi mereka melalui serangkaian kegiatan
pembelajaranpada materi usaha dan energi.
Berdasarkan penelitian dari Cory Permata Sari, dkk perkembangan LKS
pada materi pengukuran, penjumlahan vektor dan gerak lurus pada kelas X SMA,
dapat membuat peserta didik meningkatkan kecerdasan dalam aspek sikap
sepiritual, sikap social, dan emosional pengetahuan dan keterampilan5. Dalam
mempelajari materi vektor peserta didik dapat meningkatkan pola pikir dalam
memecahkan masalah vektor.
4
Wayan Widiana dan I. Nyoman Jampel, “Learning Model and Form of Assesment
toward the Inferensial Statistical Achievement by Controlling Numeric Thinking Skills,”
International Journal
of Evaluation and Research in Education 5, no. 2 (Juni 2016): 56.
5
Cory Permata Sari, Asrizal Asrizal, dan Gusnedi Gusnedi, “Pembuatan LKS Bermuatan
Kecerdasan Komprehensif Untuk Materi Pengukuran, Penjumlahan Vektor dan Gerak Lurus pada
Kelas X SMA,” EKSAKTA 1 (2016): 98–109
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengembangkan produk
bahan ajar berupa modul. Modul ini, dapat memicu peserta didik belajar secara
mandiri dan peserta didik dapat menganalisis masalah sampai menyimpulkan
masalah yang diberikan oleh pendidik. Sehingga langkah langkah yang tepat
untuk modul ini ialah problem solving polya dalam menyelesaikan masalah.
Peserta didik sulit untuk memahami masalah. Dengan itu, peneliti tertarik untuk
mengembangkan modul fisika berbasis problem solving polya pada materi vektor.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah,maka rumusan masalah yang dapat
diambil adalah:
1. Bagaimana desain modul fisika berbasis polya problem solving di
SMP/MTS ?
2. Bagaimana tingkat kelayakan modul fisika berbasis polya problem
solving tersebut di SMP/MTS ?

C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian adalah mengembangkan modul fisika berbasis polya problem solving
pada materi usaha dan energi di tingkat SMP/MTS.

D. Mamfaat Penelitian
1.Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah peserta didik dalam menjawab soal soal fisika yang memenuhi kriteria
valid, praktis, dan efektif

2.Mamfaat praktis

1. Bagi Siswa, diharapkan dapat mengembangkan kemampuan


menyelesaikan soal uraian Fisika untuk meningkatkan pengetahuan pada
proses pembelajaran.
2. Bagi Guru, diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada guru fisika
untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal uraian
Fisika.
3. Bagi Sekolah, diharapkan dapat mengetahui tingkat kemampuan siswa
dalam menyelesaikan soal uraian Fisika.
4. Bagi Peneliti, menambah pengetahaun mengenai tingkat kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal uraian Fisika.

E. Defenisi Operasional
Untuk mencegah kesalahpahaman tentang penerjemahan yang terdapat
didalam skripsi dan untuk mempermudah pembaca dalam menafsirkan penelitian
ini, maka penulis membuat definisi operasional yang memiliki hubungan dengan
bebarapa istilah yang teradapat didalam penelitian ini diantaranya:

1. Pengembangan
Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan
teknis, teoritis, konseptual, dan moral sesuai dengan kebutuhan melalui
pendidikan dan latihan, Pada hakikatnya pengembangan adalah upaya pendidikan
baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana,
terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan,
menumbuhkan, membimbing, mengembangkan suatu dasar kepribadian yang
seimbang, utuh, selaras, pengetahuan, keterampilan sesuai.
2. Modul
Modul adalah satu kesatuan bahan pembelajaran yang dapat dipelajari
oleh peserta didik secara mandiri. Didalamnya terdapat komponen dan petunjuk
yang jelas sehingga peserta didik dapat mengikuti secara runut tanpa campur
tangan pengajar.
3. Polya Problem Solving
Problem Solving Polya adalah model pembelajaran yang memiliki empat
tahap dalam proses pembelajaran yaitu tahap understand the problem atau
memahami masalah, device a plan atau membuat rencana pentelesaian masalah,
carry out the plan atau melaksanakan rencana yang telah ditetapkan, dan look
back at the completed solution atau memeriksa jawaban yang di peroleh.
4. Usaha dan Energi
Usaha dan Energi adalah materi yang tergolong sangat penting dan harus
dikuasai oleh siswa. Karena, meteri ini akan dipelajari ditingkat pendidikan yang
lebi tinggi.Namun pada dasarnya siswa tingkat kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah usaha dan daya sangat rendah. Faktor yang menyebabkan
hal tersebut adalah siswa kesulitan dalam pemecahan masalaah, tidak mengtahui
rumus yang akan digunakan sehingga siswa menglami kesalahan dalam
melakukan perhitungan

5
Vina Muthmainna Rianto, Edy Yusmin dan Asep Nursangaji. Kemampuan
Pemecahan Masalah Siswa Berdasarkan Teori John Dewey Pada Materi Trigonometri. Jurnal
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan, 2017.

Anda mungkin juga menyukai