Anda di halaman 1dari 7

Model Pembelajaran Guided Discovery Learning

dengan Strategi Pembelajaran Berdiferensiasi


untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika
Siswa SMP Negeri 2 Sibolangit
Siska Apulina Peranginangin

Guru Matematika SMP Negeri 2 Sibolangit


Kabupaten Deli Serdang

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika


siswa pada pokok bahasan menentukan luas permukaan balok dengan menerapkan model
pembelajaran Guided Discovery Learning (GDL) dengan strategi Pembelajaran
Berdiferensiasi (PB) di kelas VIII SMP Negeri 2 Sibolangit. Subjek dalam penelitian ini
adalah siswa kelas VIII-3 dengan jumlah 31 orang yang akan diberikan tindakan berupa
pengajaran dengan penerapan GDL. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Cara
pengambilan data melalui tes. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah I diberikan pada
akhir siklus I dan Tes Kemampuan Pemecahan Masalah II diberikan pada akhir siklus II.
Hasil analisis setelah diberikan tindakan pada siklus I yaitu, pada tes kemampuan
pemecahan masalah I terdapat 22 orang siswa (70,96%) yang mencapai tingkat
ketuntasan belajar (memperoleh nilai 65 ke atas), dengan nilai rata-rata 64,31. Dari hasil
analisis data diperoleh bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa dari 64,31 pada siklus I menjadi 74,32 pada siklus II yaitu sebesar 10,01%.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
penerapan model GDL debgab strategi Pembelajaran Berdiferensiasi dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pokok bahasan Menentukan
Luas Permukaan Balok.

Kata kunci: guided discovery learning, kemampuan pemecahan masalah, pembelajaran


berdiferensiasi

I. PENDAHULUAN adalah suatu alat untuk kehidupan sehari-hari


Perkembangan ilmu pengetahuan dan maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK”.
teknologi yang semakin pesat menuntut Dalam pelajaran matematika, siswa banyak
pendidikan memegang peranan yang sangat mengalami kesulitan dalam mempelajarinya.
besar dalam kehidupan. Sejalan dengan hal itu, Salah satu materi yang dianggap sulit oleh
upaya meningkatkan kualitas pendidikan siswa adalah Luas Permukaan Bangun Datar.
menjadi salah satu fokus dalam pembangunan Siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal
Indonesia dewasa ini karena pendidikan berbentuk pemecahan masalah dan
merupakan modal utama bagi pembangunan menerjemahkan soal-soal kehidupan sehari-
nasional. hari ke dalam model matematika. Mereka
Matematika merupakan salah satu ilmu masih sulit memahami luas permukaan bahkan
pengetahuan yang memegang peranan besar menghitung luas permukaan bangun datar.
dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan Hal ini terjadi karena kemampuan
teknologi. Matematika mempunyai posisi yang pemecahan masalah mereka masih rendah.
penting, diterapkan di hampir semua disiplin Rendahnya kemampuan pemecahan masalah
ilmu yang lain. Hal ini sesuai dengan Hudojo matematika, tidak lepas dari proses
(2001) yang mengemukakan, “Matematika pembelajaran matematika.
Srisakdi Charmonman

Pemecahan masalah adalah salah satu Salah satu model pembelajaran yang dapat
aspek utama dalam kurikulum matematika membantu peserta didik berlatih memecahkan
yang mengharuskan siswa untuk menerapkan masalah adalah model pembelajaran berbasis
dan mengintegrasikan banyak konsep dan masalah (Problem-based Learning). Model
keterampilan matematika serta membuat Problem Based Learning adalah suatu
keputusan. Namun, siswa dilaporkan pendekatan pembelajaran yang menggunakan
mengalami kesulitan dalam pemecahan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks
masalah matematika (Tambychik, Subahan dan bagi peserta didik untuk belajar tentang cara
Meerah, 2010). berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
Lesh dan Zawojewski (dalam Kuzle, 2013) masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan
mengatakan, "Pemecahan masalah matematis dan konsep yang esensial dari materi pelajaran
sebagai proses menafsirkan situasi secara (Sudarman, 2007: 2). Pada model ini, peran
matematis, yang biasanya melibatkan beberapa guru adalah mengajukan masalah, mengajukan
siklus berulang untuk mengekspresikan, pertanyaan, memberikan kemudahan suasana
menguji, dan merevisi interpretasi matematis berdialog, memberikan fasilitas penelitian, dan
dan memilah, mengintegrasikan, melakukan penelitian.
memodifikasi, merevisi atau memperbaiki Pada pembelajaran Problem Based
kelompok konsep matematika dari berbagai Learning siswa dituntut untuk melakukan
topik di dalam dan di luar matematika ". pemecahan masalah-masalah yang disajikan
Vettleson (2010) mengatakan, "Dalam dengan cara menggali informasi sebanyak-
disiplin matematika, penggunaan keterampilan banyaknya. Pengalaman ini sangat diperlukan
pemecahan masalah sangat penting dan sangat dalam kehidupan sehari hari dimana
berpengaruh. Pemecahan masalah adalah dasar berkembangnya pola pikir dan pola kerja
dari semua penemuan matematis dan ilmiah". seseorang bergantung pada bagaimana dia
Dalam disiplin matematika menggunakan membelajarkan dirinya. Pada intinya
keterampilan pemecahan masalah memiliki pembelajaran Problem Based Learning
pengaruh yang sangat penting. Pemecahan merupakan suatu pembelajaran yang
masalah adalah dasar semua matematika dan menggunakan masalah dunia nyata disajikan di
proses menemukan pengetahuan baru. awal pembelajaran. Kemudian masalah
Model pemecahan masalah matematika tersebut diselidiki untuk diketahui solusi dari
yang paling dikenal adalah model Pólya yang pemecahan masalah tersebut.
terdiri dari empat tahap: 1) Memahami Berdasarkan uraian tersebut di atas tampak
masalah, 2) Merancang sebuah rencana, 3) jelas bahwa pembelajaran dengan model
Melaksanakan rencana, dan 4) Melihat ke pembelajaran Problem Based Learning
belakang. Peneliti lain telah mengembangkan dimulai dengan adanya masalah, kemudian
lebih lanjut model Pólya (Lester, 1978; Mason siswa memperdalam pengetahuannya tentang
& al., 1982; Schoenfeld, 1985 di Bergqvist, apa yang telah mereka ketahui dan apa yang
2012). mereka perlu ketahui untuk memecahkan
Dari hasil pengamatan peneliti sebagai masalah tersebut. Dalam pembelajaran ini
guru matematika SMP Negeri 2 Sibolangit masalah yang dijadikan sebagai fokus
menunjukkan bahwa pembelajaran yang pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui
dilaksanakan selama ini masih berorientasi kerja kelompok sehingga dapat memberi
pada pola pembelajaran yang lebih banyak pengalaman-pengalaman belajar yang beragam
didominasi guru. Keterlibatan siswa selama pada siswa seperti kerjasama dan interaksi
pembelajaran belum optimal sehingga dalam kelompok, di samping pengalaman
berakibat pada kemampuan pemecahan belajar yang berhubungan dengan pemecahan
masalah siswa tidak optimal. masalah seperti membuat hipotesis, merancang
Pola pengajaran yang digunakan selama ini percobaan, melakukan penyelidikan,
belum mampu membantu siswa dalam mengumpulkan data, mengintrepretasi data,
menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah, membuat kesimpulan, mempresentasikan,
kurang melibatkan aktivitas siswa, dan bahkan berdiskusi dan membuat laporan. Tabel 1
siswa masih enggan untuk bertanya pada guru berikut menunjukkan fase dalam PBL:
jika mereka belum paham terhadap materi Tabel 1. Fase PBL
yang disajikan guru. Fase Aktivitas Guru
Fase Mengorientasikan siswa pada

2.2
I masalah. Menjelaskan tujuan ketuntasan, maka dilaksanakan siklus II dan
pembelajaran, menjelaskan logistik siklus akan berhenti jika aktivitas dan hasil
yang diperlukan, memotivasi siswa belajar siswa meningkat mencapai ketuntasan
terlibat aktif pada aktivitas secara klasikal. Dalam penelitian ini
pemecahan masalah. direncanakan hanya sampai 2 siklus saja, dan
Fase Mengorganisasikan siswa untuk tiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan.
II belajar. Membantu siswa membatasi Berikut adalah bagan siklus penelitian tindakan
dan mengorganisasi tugas belajar kelas:
yang berhubungan dengan masalah
yang dihadapi.
Fase Membimbing penyelidikan individu
III maupun kelompok. Mendorong siswa
mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen,
dan mencari untuk penjelasan dan
pemecahan.
Fase Membantu siswa mengembangkan
IV dan menyajikan hasil karya.
Merencanakan dan menyiapkan
karya-karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu siswa untuk
berbagi tugas dengan temannya.
Fase Menganalisis dan mengevaluasi
V proses pemecahan masalah.
Membantu siswa melakukan refleksi
terhadap penyelidikan dan proses Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas
yang digunakan selama
berlangsungnya pemecahan masalah. Untuk mengetahui persentase siswa yang
telah tuntas belajar secara perorangan
(individual) dari tiap siklus digunakan rumus
II. METODE (Nurkancana, 1986: 80 dalam Sugianto, 2009):
Jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas (classroom action research). Skor yang diperoleh siswa
Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas PDS= x 100%
VIII-3 SMP Negeri 2 Sibolangit Tahun Ajaran Skor maksimum soal
2021/2022 yang berjumlah 31 orang. Objek Dengan kriteria:
dari penelitian ini adalah penerapan model 0 % ≤DS<65 % : Siswa belum tuntas belajar
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) 65 %≤DS≤100 % : Siswa tuntas belajar
untuk meningkatkan kemampuan pemecahan Keterangan :
masalah siswa pada pokok bahasan Lingkaran. PDS = Persentase Daya Serap
Sesuai dengan jenis penelitian ini, maka DS = Daya Serap
penelitian ini memiliki tahap-tahap penelitian Sedangkan untuk mengetahui ketuntasan
berupa siklus. Pendekatan yang digunakan belajar secara klasikal digunakan rumus:
adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif. X
Pendekatan kualitatif berguna untuk D= x 100 %
menemukan data yang berbentuk kata-kata
N
seperti hasil observasi. Sedangkan pendekatan Keterangan:
kuantitatif berguna untuk menemukan data D = Persentase ketuntasan belajar klasikal
hasil belajar siswa yang berbentuk angka yaitu X = Jumlah siswa yang telah tuntas belajar
dari tes hasil belajar siswa. N = Jumlah seluruh siswa
Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan Kriteria ketuntasan belajar siswa secara
perubahan yang akan dicapai. Pada penelitian klasikal akan dipenuhi jika di dalam kelas
ini jika siklus I tidak berhasil yaitu aktivitas tersebut terdapat 85% siswa yang telah
dan hasil belajar siswa belum mencapai mencapai nilai ¿ 65 .

Proceedings of the Fifth International Conference on eLearning for Knowledge-Based Society, December 11-12, 2008,

2.3
Srisakdi Charmonman

Untuk menghitung Tingkat Penguasaan


Siswa, kategori penguasaan siswa adalah Tabel 3. Hasil Tes Kemampuan Masalah Siswa
sebagai berikut: Siklus I
Kode Skor Nilai
Keterangan
Siswa Siswa Siswa
Tabel 2. Tingkat Penguasaan Siswa S1 18 36 Belum Tuntas
Tingkat S2 33,5 67 Tuntas
Kategori
Penguasaan S3 32,5 65 Tuntas
Kemampuan Sangat S4 35,5 71 Tuntas
90% - 100 %
Tinggi S5 50 100 Tuntas
80 % - 89 % Kemampuan Tinggi S6 22,5 45 Belum Tuntas
65 % - 79 % Kemampuan Sedang S7 26 52 Belum Tuntas
55 % - 64 % Kemampuan Rendah S8 36 72 Tuntas
Kemampuan Sangat S9 33,5 67 Tuntas
0 % - 54 %
Rendah S10 20 40 Belum Tuntas
Dikatakan mencapai tingkat penguasaan S11 27 54 Belum Tuntas
siswa baik apabila mencapai kriteria paling S12 35,5 71 Tuntas
sedikit Kemampuan Sedang. S13 33,5 67 Tuntas
Data tentang penyebab kesulitan belajar S14 34 68 Tuntas
siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang S15 15 30 Belum Tuntas
diberikan diambil melaui wawancara yang S16 34,5 69 Tuntas
dilakukan. Wawancara dilakukan setelah tes S17 34 68 Tuntas
diperiksa dan siswa yang diwawancarai adalah S18 43 86 Tuntas
siswa yang mengalami kesulitan belajar. S19 33,7 67 Tuntas
Wawancara yang dilakukan difokuskan pada
S20 35,5 71 Tuntas
hasil tes yang dikerjakan siswa. Pertanyaan-
S21 42 84 Tuntas
pertanyaan yang diberikan diarahkan untuk
S22 38,5 77 Tuntas
mengetahui penyebab kesulitan belajar dalam
menyelesaikan soal-soal mengenai lingkaran S23 19 38 Belum Tuntas
agar dapat diketahui cara mengatasinya. S24 23 46 Belum Tuntas
Pada akhir setiap siklus, peneliti akan S25 39 78 Tuntas
menganalisis data yang diperoleh dari hasil S26 33 66 Tuntas
observasi, wawancara dan tes. Hal ini akan S27 25,5 51 Belum Tuntas
dijadikan dasar untuk melanjutkan siklus atau S28 38,5 77 Tuntas
tidak. Kriteria keberhasilan penelitian ini S29 37,5 65 Tuntas
adalah jika ketuntasan belajar klasikalnya S30 40,5 81 Tuntas
mencapai 85% siswa yang memperoleh nilai S31 33 66 Tuntas
¿ 65 . Tetapi bila kriteria keberhasilan ini
Rata-
rata
belum tercapai maka pengajaran yang
kelas 64,31
dilaksanakan peneliti belum berhasil dan akan
dilanjutkan ke siklus berikutnya.
Penilaian hasil belajar setiap siswa
Untuk melihat peningkatan kemampuan
mengacu pada ketuntasan belajar yang
pemecahan masalah siswa, yaitu dengan
ditetapkan yaitu paling sedikit siswa
membandingkan ketuntasan belajar siswa dari
memperoleh nilai 65, maka dikatakan bahwa
tiap siklus. Jika ketuntasan belajarnya
siswa tersebut tuntas dalam belajar. Dari tabel
meningkat dari tiap siklus maka kemampuan
2 di atas dapat dilihat bahwa terdapat 9 atau
pemecahan masalahnya dikatakan meningkat.
29,03% orang siswa yang hasil belajarnya di
bawah nilai 65, terdapat 22 atau 70,96% orang
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
siswa yang hasil belajarnya di atas nilai 65.
A. Hasil
Dari tabel juga dapat dilihat skor siswa
Hasil belajar siswa dalam menyelesaikan
tertinggi 100 dan skor terendah 30. Nilai rata-
soal-soal tes kemampuan pemecahan masalah
rata kelas adalah 64,31.
siswa dapat dilihat pada tabel berikut:
Dari hasil tes kemampuan pemecahan
masalah siswa I diperoleh bahwa dari 31 orang

2.4
siswa terdapat 9 orang siswa atau 29,03% S29 40 80 Tuntas
belum mencapai ketuntasan belajar dan S30 42 84 Tuntas
terdapat 22 orang siswa atau 70,96%. Nilai S31 36 72 Tuntas
rata-rata kelas pada siklus I adalah 64,31. Rata-
Kemampuan pemecahan masalah siswa pada rata
siklus ini terdapat pada kategir rendah. Masih kelas 74,32
terdapat kesulitan yang dialami siswa dalam
menyelesaikan soal-soal pada Lingkaran, yaitu Penilaian hasil belajar setiap siswa
beberapa siswa kesulitan untuk menuliskan apa mengacu pada ketuntasan belajar yang
yang diketahui dan apa yang ditanya; ada ditetapkan yaitu paling sedikit siswa
beberapa siswa kurang memahami hubungan memperoleh nilai 65, maka dikatakan bahwa
antara diameter dengan jari-jari; beberapa siswa tersebut tuntas dalam belajar. Dari tabel
siswa kurang memahami rumus luas dan 4.3 di atas dapat dilihat bahwa terdapat 3 atau
keliling lingkaran, beberapa siswa masih 9,6% orang siswa yang hasil belajarnya di
kesulitan menterjemahkan soal ke dalam model bawah nilai 65, terdapat 28 atau 90,32% orang
matematika. Dari kesimpulan ini dijadikan siswa yang hasil belajarnya di atas nilai 65.
sebagai acuan untuk melanjutkan pemberian Dari tabel juga dapat dilihat skor siswa
tindakan pada siklus II. tertinggi 90 dan skor terendah 52. Nilai rata-
Hasil belajar siswa dalam menyelesaikan rata kelas adalah 74,32.
soal-soal tes kemampuan pemecahan masalah Dari data hasil belajar siswa yang
dapat dilihat pada tabel berikut: diperoleh pada siklus II, dapat dipaparkan
bahwa dari 31 orang siswa terdapat 3 orang
Tabel 4. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan siswa yang hasil belajarnya di bawah nilai 65,
Masalah Siswa Siklus II terdapat 28 orang siswa yang hasil belajarnya
Kode Skor Nilai di atas nilai 65. Nilai rata-rata kelas adalah
Keterangan
Siswa Siswa Siswa 74,32. Secara klasikal ketuntasan belajar siswa
S1 30 60 Belum Tuntas adalah 90,32%. Kemampuan siswa pada pada
S2 37 74 Tuntas siklus ini termasuk dalam kemampuan sedang.
S3 35 70 Tuntas Kesulitan yang dialami siswa dalam
S4 41 82 Tuntas menyelesaikan soal pada tes kemampuan
S5 45 90 Tuntas pemecahan masalah pertama adalah beberapa
S6 26 52 Belum Tuntas siswa kesulitan untuk menuliskan apa yang
S7 32,5 65 Tuntas diketahui dan apa yang ditanya; beberapa
S8 42 84 Tuntas siswa masih kesulitan menterjemahkan soal ke
S9 37 74 Tuntas dalam model matematika. Dibandingkan
S10 37 74 Tuntas dengan hasil yang diperoleh pada siklus I, hasil
S11 40 80 Tuntas pada siklus II mengalami peningkatan.
S12 38 76 Tuntas
S13 37 74 Tuntas
S14 45 90 Tuntas 2. Pembahasan
S15 38 76 Tuntas Melalui pengajaran dengan menerapkan
S16 35 70 Tuntas model pembelajaran Problem Based Learning,
S17 35 70 Tuntas kemampuan pemecahan masalah matematika
S18 44 88 Tuntas siswa dapat ditingkatkan. Sebelum pemberian
S19 38 76 Tuntas tindakan, guru (peneliti) memberikan tes awal
untuk melihat tingkat penguasaan siswa
S20 41 82 Tuntas
terhadap materi prasyarat. Dari hasil tes
S21 42 84 Tuntas
diperoleh bahwa penguasaan siswa masih
S22 42 84 Tuntas
rendah dan siswa masih mengalami kesulitan
S23 35,5 71 Tuntas terhadap materi prasyarat dari materi
S24 30 60 Belum Tuntas Lingkaran.
S25 40 80 Tuntas Selanjutnya, pada siklus I, guru
S26 45 90 Tuntas melaksanakan kegiatan belajar-mengajar
S27 34 68 Tuntas dengan menggunakan model pembelajaran
S28 42 84 Tuntas

Proceedings of the Fifth International Conference on eLearning for Knowledge-Based Society, December 11-12, 2008,

2.5
Srisakdi Charmonman

Problem Based Learning. Pada siklus I, Pythagoras demikian juga hasil penelitian yang
aktivitas guru selama pembelajaran dilakukan Abbas (2008) yang menunjukkan
berlangsung termasuk dalam kategori baik bahwa hasil belajar siswa yang diajarkan
(aktif). Namun keaktifan guru ini belum dengan model Problem Based Learning
mampu membuat seluruh siswa aktif dalam meningkat. Hal ini memberikan makna bahwa
pembelajaran dan ketuntasan belajar secara penerapan model pembelajaran Problem Based
klasikal belum tercapai. Hal ini terlihat dari Learning dapat meningkatkan hasil belajar dan
hasil observasi aktivitas guru dalam kemampuan pemecahan masalah matematika
pembelajaran dan hasil tes kemampuan siswa.
pemecahan masalah siswa yang diberikan guru Demikian halnya hasil penelitian yang
di akhir siklus I. Dari hasil tes diperoleh nilai telah dilakukan di SMP Negeri 2 Sibolangit
rata-rata kelas 64,31 dengan 22 orang siswa yang menunjukkan bahwa siswa mengalami
(70,96%) telah mencapai tingkat ketuntasan peningkatan kemampuan pemecahan masalah,
belajar. Sedangkan 9 orang siswa (29,03%) yaitu dari siklus I (64,31%) menjadi 74,42% di
belum mengalami ketuntasan belajar. siklus II.
Kemudian guru melanjutkan pemberian Penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 2
tindakan pada siklus II. Pada siklus ini guru Sibolangit, terlihat bahwa siswa yang diajarkan
melakukan pendekatan-pendekatan kepada dengan model pembelajaran Problem Based
kelompok belajar siswa, mengubah anggota Learning lebih aktif dalam belajar. Karena
kelompok yaitu masing-masing kelompok pada model ini, siswa belajar dengan masalah
terdiri dari siswa yang belum mencapai tingkat yang diberikan oleh guru kemudian mereka
ketuntasan belajar dan jugas siswa yang menyelesaikan masalah tersebut melalui kerja
mencapai tingkat ketuntasan belajar, kelompok sehingga dapat memberi
memperbanyak sesi tanya-jawab, dan pengalaman-pengalaman belajar yang beragam
memperbanyak memberikan tugas/latihan. pada siswa seperti kerjasama dan interaksi
Dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah dalam kelompok. Disamping pengalaman
pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata kelas belajar yang berhubungan dengan pemecahan
mengalami peningkatan menjadi74,32 dengan masalah seperti melakukan penyelidikan,
28 orang siswa (90,36%) telah mencapai mengumpulkan data, membuat kesimpulan,
ketuntasan belajar. Sedangkan 3 orang siswa menginterpretasikan, berdiskusi dan membuat
(9,02%) belum mencapai ketuntasan belajar. laporan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, Meskipun pada penelitian ini,
menunjukkan bahwa siswa mengalami pembelajaran dengan menggunakan Problem
peningkatan nilai rata-rata kelas, yaitu dari Based Learning mampu meningkatkan
hasil pada siklus I 64,31 menjadi74,32 pada kemampuan pemecahan masalah matematika
siklus II. Demikian pula tingkat ketuntasan siswa, namun masih terdapat 3 orang siswa
hasil belajar secara klasikal meningkat, yaitu yang tidak pernah tuntas belajar mulai dari
pada siklus I 70,96% menjadi 90,36% pada siklus I sampai ke siklus II, tetapi guru tidak
siklus II. Kemampuan pemecahan masalah memberikan perlakuan secara khusus kepada
siswa matematika meningkat dari hasil pada siswa yang belum tuntas dalam belajar. Guru
siklus I 64,31 % (kategori kemampuan rendah) hanya menjelaskan kembali penyelesaian tes
menjadi 74,32% (kategori kemampuan sedang) kemampuan pemecahan masalah dan
pada siklus II. menjelaskan kembali kesulitan yang masih
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal-soal
kegiatan pembelajaran dengan menerapkan dalam Lingkaran. Dalam penelitian ini
model pembelajaran Problem Based Learning ditemukan yang menjadi kelemahan yang
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan mempengaruhi keberhasilan pengajaran antara
masalah matematika siswa pada pokok bahasan lain siswa belum terbiasa belajar mandiri dan
Lingkaran di Kelas VIII SMP Negeri 2 kurang berani mengemukakan pendapat atau
Sibolangit. kesulitan yang dihadapinya, faktor
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penyebabnya yaitu karena selama ini siswa
penelitian yang dilakukan Sugianto (2009), terbiasa pasif dalam kegiatan belajar mengajar
yang menunjukkan bahwa pengajaran dengan sehingga kreativitas siswa tersebut tidak
model Problem Based Learning dapat berkembang dengan baik, serta kurang
meningkatkan hasil belajar siswa pada teorma lengkapnya perangkat pembelajaran yang

2.6
sesuai dengan tuntutan Problem Based Mengembangkan dan Meningkatkan
Learning seperti LAS. Kemampuan Pemecahan Masalah,
Berdasarkan data hasil penelitian dan hasil Sugianto, (2009), Penerapan Problem Based
analisa data diperoleh kesimpulan bahwa Learning dalam Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Siswa SMP Budi Murni Pintu
penerapan model pembelajaran Problem Based
Angin Kelas VIII Pada Teorema Pythagoras
Learning dapat meningkatkan kemampuan T.A 2008/2009, FMIPA Unimed, Medan
pemecahan masalah matematika siswa dari Tambychika, T., Subahan, M., Meerah, M,. (2010).
materi yang telah dipelajari dengan Students' difficulties in mathematics problem-
menyelesaikan soal-soal yang diberikan. solving: What do they say?. International
Dengan demikian pembelajaran dengan Conference on Mathematics Education
menerapkan model pembelajaran Problem Research 2010 (ICMER 2010 Procedia Social
Based Learning mempunyai peranan penting and Behavioral Sciences, 8 (2010) 142–151
dalam meningkatkan kemampuan pemecahan (www.sciencedirect.com).
masalah matematika siswa dalam Trianto, (2007), Model-Model Pembelajran Inovatif
menyelesaikan soal lingkaran. Berorientasi Konstruktivistik, Prestasi Pustaka,
Jakarta
Vettleson Jr. (2010). Problem Solving Based
IV. KESIMPULAN Instuction in the High School Mathematics
Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Classroom
pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran Problem Based Learning dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa SMP Negeri 2
Sibolangit pada materi Lingkaran T.A
2020/2021.
Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa
dalam menyelesaikan soal-soal lingkaran pada
umumnya terletak pada: (1) siswa tidak
mampu menuliskan apa yang diketahui dan
yang ditanya pada soal, (2) siswa kurang
memahami hubungan antara diameter dan jari-
jari, (3) siswa kurang memahami luas
tembereng, (4) siswa kurang teliti dalam
perhitungan.

DAFTAR PUSTAKA
Abbas, N, dkk., (2008), Meningkatkan hasil
Belajar Matematika Siswa Melalui Model
Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan
Penilaian Portopolio
Di SMPN 10 Kota Gorontalo.
Bergqvist, T. (Ed). (2012). Learning Problem
Solving and Learning Through Problem
Solving. Proceedings from The 13th ProMath
Conference. Umeå, UMERC (pp. 30-43)
Hudojo, Herman, (1988), Mengajar Belajar
Matematika. Dikti, Jakarta
Kuzle, A. (2013), Patterns of Metacognitive
Behavior During Mathematics Problem-
Solving in a Dynamic Geometry
Environment ,International Electronic
Journal of Mathematics Education, Vol. 8, No.
1
Sanjaya, W., (2006), Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Sudarman., (2007), Problem Based Learning:
Suatu model Pembelajaran untuk

Proceedings of the Fifth International Conference on eLearning for Knowledge-Based Society, December 11-12, 2008,

2.7

Anda mungkin juga menyukai