Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada siswa mulai dari
tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah. Matematika merupakan suatu mata pelajaran
yang saling berkaitan antara materi yang satu dengan materi yang lainnya. Matematika
merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan oleh siswa untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, serta untuk melatih siswa dalam bekerjasama dan
menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, siswa perlu dibekali
dengan kecakapan matematika yang merupakan bagian dari kecakapan hidup siswa terutama
dalam pengembangan berpikir, bernalar, komunikasi serta pemecahan masalah-masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20
Tahun 2016 tentang standar kompetensi kelulusan mata pelajaran matematika adalah agar
siswa memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, analitis, kreatif, cermat dan teliti,
bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah.
Menurut Kurikulum 2013, pembelajaran matematika yang ideal harus melibatkan proses
berpikir, adanya proses pembangunan pengetahuan, dan abstraksi dengan cara
menghubungkan jaringan ide-ide. Siswa harusnya menjadi pembelajar yang aktif yang dapat
mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematikanya melalui serangkaian aktivitas
pembelajaran. Pembelajaran matematika berkaitan dengan masalah yang biasanya berupa
pertanyaan atau soal yang harus dijawab. Pembelajaran matematika siswa dihadapkan pada
pemecahan masalah yang harus dicari solusi dari masalah yang sedang dihadapinya.
Pembelajaran pemecahan masalah dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan
berpikir, memecahkan masalah dan keterampilan yang dimilikinya.
Pada tahun 2000, National Council of Teaching Mathematic (NCTM) menetapkan lima
standar kemampuan matematis yang harus dimiliki siswa, yaitu kemampuan pemecahan
masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi
(connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi
(representation) sehingga penelitian ini akan mengangkat kemampuan pemecahan masalah
sebagai ukuran prestasi akademik siswa.

1
Menurut NCTM (2000: 52), ditegaskan mengenai pentingnya pemecahan masalah karena
pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga hal
tersebut tidak boleh dilepaskan dari pembelajaran matematika. Pentingnya kemampuan
pemecahan masalah juga diungkapkan oleh Branca, sebagaimana dikutip oleh Effendi
(2012: 2), bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah jantungnya matematika.
Kemampuan pemecahan masalah siswa memiliki keterkaitan dengan tahap menyelesaikan
masalah matematika. Pemecahan masalah menjadi penting dalam tujuan pendidikan
matematika disebabkan karena dalam kehidupan sehari-hari manusia memang tidak pernah
dapat lepas dari masalah. Aktivitas memecahkan masalah dapat dianggap suatu aktivitas dasar
manusia. Masalah harus dicari jalan keluarnya oleh manusia itu sendiri, jika tidak mau
dikalahkan oleh kehidupan.
Siswa harus dilatih untuk mampu memecahkan masalah melalui penyelesaian soal-soal
matematika. Berdasarkan hasil observasi di SMA N 1 JOGONALAN, siswa cenderung untuk
menggunakan rumus atau cara cepat yang sudah biasa digunakan daripada menggunakan
langkah prosedural dari penyelesaian masalah matematika. Pada kemampuan menyelesaikan
soal pada materi trigonometri siswa SMA 1 JOGONALAN masih lemah, maka dari itu perlu
dilakukan perbaikan agar penguasaan materi dan penyelesaian masalah trigonometri dapat
meningkat. Salah satu kompetensi dasar yang ada pada materi trigonometri adalah merancang
model matematika dari masalah yang berkaitan dengan perbandingan, fungsi, persamaan, dan
identitas trigonometri. Salah satu indikator yang ada adalah menggunakan aturan sinus, aturan
cosinus, dan rumus luas segitiga dalam penyelesaian soal. Siswa harus menguasai materi
prasyarat menentukan nilai sinus dan cosinus dalam sudut istimewa sebelum mempelajari
materi aturan sinus dan cosinus. Dalam materi trigonometri aturan sinus dan cosinus siswa
tidak hanya hafal rumus aturan sinus dan cosinus, tetapi siswa wajib menguasai syarat-syarat
penggunaan aturan sinus dan cosinus agar tidak bingung ketika mengaplikasikan pada soal.
Materi trigonometri aturan sinus dan cosinus sering diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
dan diharapkan mampu melatih dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa
secara maksimal. Selain itu materi trigonometri juga merupakan materi yang cukup abstrak
dan sering muncul pada soal ujian nasional. Guru diharapkan ikut serta dalam proses
memperbaiki penguasaan materi trigonometri, yakni dengan memperbaiki kegiatan
pembelajaran disekolah dan mengelompokkan tingkat kemampuan siswa.

2
Selain taksonomi Bloom yang sudah kita kenal sebagai acuan mengembangkan tujuan
kurikulum dalam sistrem pendidikan di Indonesia, terdapat model taksonomi tujuan
pembelajaran lain, seperti Taksonomi SOLO. Biggs dan Collis pada tahun 1982
mengembangkan model taksonomi tujuan pembelajaran yang kemudian dikenal dengan
taksonomi SOLO. Taksonomi SOLO mengelompokkan tingkat kemampuan siswa pada lima
level berbeda dan bersifat hirarkis, yaitu level 0: prastruktural (pre-structural), level 1:
unistruktural (uni-structural), level 2: multistruktural (multy-structural), level 3: relasional
(relational), dan level 4: extended abstract (Biggs dan Collis, 1982). Selanjutnya taksonomi
SOLO ini dikembangkan oleh Hartanto (2006) menjadi taksonomi SOLO Plus (TSP) yang
levelnya menjadi 7 level yaitu, prastruktural, unistruktural, multistruktural, semirelasional,
relasional, abstrak, dan extended abstract.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian berupa
Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Materi Trigonometri Ditinjau Dari Taksonomi SOLO
di SMA Negeri 1 Jogonalan

B. BATASAN MASALAH
Mengingat keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki peneliti, banyaknya permasalahan yang
ada, serta agar pembahasannya tidak meluas maka peneliti perlu memberi batasan ruang
lingkup penelitian ini. Penelitian ini difokuskan pada analisis kemampuan pemecahan masalah
siswa pada materi trigonometri. Materi trigonometri sangat kompleks, peneliti memilih soal
luas segitiga untuk diujicobakan. Peneliti menggunakan taksonomi SOLO untuk menganalisis
proses berpikir siswa.

C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut
1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa kelas X SMA 1 Jogonalan pada materi
trigonometri?
2. Baagaimana proses berpikir siswa kelas X SMA 1 Jogonalan pada materi trigonometri
berdasarkan taksonomi SOLO?

3
D. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk
1. Mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas X SMA 1 Jogonalan pada
materi trigonometri.
2. Mendiskripsikan proses berpikir siswa kelas X SMA 1 Jogonalan pada materi trigonometri
berdasarkan taksonomi SOLO

E. MANFAAT PENELITIAN
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tersebut, manfaat yang diharapkan
sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara praktis bermanfaat langsung bagi guru yaitu dapat diperoleh gambaran
kemampuan siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan pemecahan masalah pada materi
trigonometri. Informasi ini membimbing guru untuk menyempurnakan kualitas
pembelajaran dengan cara menyusun perangkat tes yang tepat, serta melakukan perbaikan
2. Manfaat Praktis
a. Guru
- Memberikan informasi mengenai kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
pada materi trigonometri
- Memberikaan informasi mengenai proses berpikir siswa berdasarkan taksonomi
SOLO
- Memberikan masukan untuk menyusun perangkat tes yang tepat dan
menyempurnakan kualitas pembelajaran sehingga mampu meningkatkan
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
b. Siswa
- Mengetahui kemampuan siswa dalam memecahkan masalah pada materi
trigonometri
- Pedoman bagi siswa agar lebih fokus ketika mengerjakan tes kemampuan
pemcahan masalah pada materi trigonometri
- Memberikaan informasi kepada siswa mengenai proses berpikir siswa berdasarkan
taksonomi SOLO

4
c. Peneliti
- Mengetahui gambaran mengenai kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
pada materi trigonometri
- Memberikaan gambaran mengenai proses berpikir siswa berdasarkan taksonomi
SOLO
- Memberi gambaran untuk menyusun perangkat tes, menggunakan metode dan
pendekatan yang tepat dalam pembelajaran.

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Matematika

5
Menurut Suyitno (2004: 2) pembelajaran matematika merupakan suatu proses atau
kegiatan guru matematika dalam mengajarkan matmatika kepada peserta didiknya, yang
didalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap
kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebuutuan siswa yang beragam agar terjadi interaksi
yang optimal antara guru dan siswa serta siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika..
Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam
pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-
pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh
pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari
sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat
untuk memahami atau menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau
tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal
cerita atau soal soal uraian matematika lainnya
NCTM (National Coucil of Teachers of Mathematics) merekomendasikan 4 (empat)
prinsip pembelajaran matematika, yaitu:
1. Matematika sebagai pemecahan masalah.
2. Matematika sebagai penalaran.
3. Matematika sebagai komunikasi, dan
4. Matematika sebagai hubungan (Erman Suherman, 2003:298).
Matematika perlu diberikan kepada siswa untuk membekali mereka dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Standar Isi
dan Standar Kompetensi Lulusan (Depdiknas, 2006:346) menyebutkan pemberian mata
pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan
mengaplikasi konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam
pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

6
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
menjelaskan keadaan/masalah.
5. Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu: memiliki
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam pelajaran matematika serta sikap ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah. Tujuan umum pertama, pembelajaran
matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah memberikan
penekanan pada penataan latar dan pembentukan sikap siswa. Tujuan umum adalah
memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika, baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan
lainnya.
Fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan
(Erman Suherman, 2003:56). Pembelajaran matematika di sekolah menjadikan guru sadar akan
perannya sebagai motivator dan pembimbing siswa dalam pembelajaran matematika di
sekolah.

B. Masalah Matematika
Suatu masalah biasanya memuat situasi yang mendorong seseorang untuk
menyelesaikannya tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan. Jika suatu
masalah diberikan kepada seseorang dan seseorang tersebut dapat mengetahui cara
penyelesaiannya maka persoalan tersebut tidak dapat dikatakan suatu masalah. Sesuatu
dianggap masalah bergantung kepada orang yang mengahadapinya, suatu soal bisa memiliki
karakteristik sebagai masalah.
Secara umum, masalah adalah suatu kondisi dimana dapat berupa soal atau pertanyaan
yang belum dimengerti dan memerlukan penyelesaian yang tidak hanya dikerjakan dengan
prosedur rutin tetapi perlu penalaran yang lebih luas dalam menyelesaikannya. Jika suatu
masalah diberikan kepada seseorang dan seseorang tersebut dapat menyelesaikan dengan benar
maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah. Masalah matematika didefinisikan
sebagai situasi yang memiliki tujuan yang jelas tetapi berhadapan dengan halangan akibat
kurangnya algoritma yang diketahui untuk menguraikannya agar memperoleh sebuah solusi
(Saad & Ghani, 2008).

7
Pertanyaan dari soal-soal matematika selalu disebut sebagai suatu masalah. Roebyanto
(2009) menyatakan bahwa suatu pertanyaan menjadi masalah jika pertanyaan itu menunjukkan
adanya suatu tantangan dan tidak dapat dipecahkan dengan prosedur rutin. Suatu pertanyaan
matematika merupakan suatu masalah apabila tidak segera ditemukan cara penyelesaian
berdasarkan petunjuk yang ada (Usman, 2007).
Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari seseorang sering dihadapkan ada masalah-
masalah yang dituntut untuk menyelesaikannya. Banyak berbagai pendapat yang berbeda
dalam menghadapi masalah tertentu. Secara umum, masalah matematika merupakan soal-soal
yang belum diketahui prosedur pemecahannya oleh siswa. Masalah dalam pembelajaran
matematika terdapat dua macam, yaitu masalah rutin dan masalah tidak rutin (Maulana, 2007;
In’am, 2015). Masalah rutin adalah masalah matematika yang bentuknya teknis dan dapat
dipecahkan menggunakan beberapa perintah. Masalah tidak rutin adalah berbagai masalah
yang unik dan memerlukan aplikasi dari keterampilan, konsep atau prinsip-prinsip yang telah
dipelajari dalam menyelesaikannya (In’am, 2015).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas masalah matematika dalam penelitian ini adalah
suatu soal matematika yang tidak dapat ditentukan secara langsung solusinya.

C. Pemecahan Masalah Matematika


Setiap orang dalam proses menyelesaikan masalah antara satu orang dengan orang lain
memiliki cara yang berbeda-beda. Sehingga dalam menyelesaikan masalah tersebut seseorang
harus menggunakan berbagai cara berpikir, mencoba, dan bertanya. Menurut Saad & Ghani
(2008) menjelaskan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses terencana yang perlu
dilaksanakan agar memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin tidak
didapat dengan segera. Wardhani (2008) menjelaskan bahwa pemecahan masalah merupakan
proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang
belum dikenal.Senada dengan penjelasana di atas, Robert (2008) menyatakan bahwa
pemecahan masalah merupakan suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk
menemukan solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik.
Pada saat memecahkan masalah matematika, siswa dihadapkan dengan beberapa tantangan
seperti kesulitan dalam memahami soal. Hal ini disebabkan karena masalah yang dihadapi
bukanlah masalah yang pernah dihadapi siswa sebelumnya. Saad & Ghani (2008) menyatakan

8
bahwa siswa perlu melakukan beberapa hal seperti menerima tantangan dari suatu masalah,
merencanakan strategi penyelesaian masalah, menerapkan strategi, dan menguji kembali solusi
yang diperoleh.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah matematika
adalah suatu proses berpikir yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan suatu soal matematika
yang tidak dapat ditentukan secara langsung solusinya.
Polya (1973) menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah menemukan makna yang
dicari sampai akhirnya dapat dipahami dengan jelas. Pemecahan masalah merupakan aktivitas
mental yang tinggi. Memecahkan masalah berarti menemukan suatu cara menyelesaikan
masalah, mencari jalan ke luar dari kesulitan, menemukan cara di sekitar rintangan, mencapai
tujuan yang diinginkan, dengan alat yang sesuai.
Polya (1973) menjelaskan beberapa tahapan pemecahan masalah beserta pertanyaan yang
digunakan untuk masing-masing tahapan:
1. Memahami Masalah (Understanding the Problem)
Langkah pertama adalah memahami masalah, siswa tidak mungkin dapat
menyelesaikan masalah dengan benar, bila tidak memahami masalah yang diberikan.
Siswa harus bisa menunjukkan bagian-bagian prinsip dari masalah, yang ditanyakan,
yang diketahui, prasyarat.
2. Merencanakan Pemecahan
Langkah kedua ini sangat bergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan
masalah. Pada umumnya, semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan
siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian masalah. Memahami
masalah untuk rencana pemecahan mungkin panjang dan berliku-liku. Sesungguhnya
keberhasilan utama menyelesaikan masalah adalah merencanakan pemecahan masalah.
3. Menyelesaikan Masalah Sesuai Rencana
Untuk memikirkan rencana, mengerti gagasan untuk penyelesaian tidaklah gampang.
Guru harus meminta dengan tegas kepada siswa untuk memeriksa masing-masing
langkah, dengan menanyakan Apakah kamu yakin bahwa langkah itu benar?
4. Memeriksa Kembali Hasil yang Diperoleh
Siswa yang baik, ketika ia sudah memperoleh penyelesaian masalah dan menuliskan
jawaban dengan rapi, ia akan memeriksa kembali hasil yang diperolehnya.

9
D. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ditekankan pada berfikir tentang cara
memecahkan masalah dan memproses informasi matematika. Menurut Kennedy yang dikutip
Mulyono Abdurrahman (2009) menyarankan “empat langkah proses pemecahan masalah,
yaitu: memahami masalah, merancang pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan
masalah, dan memeriksa kembali”.
Kemampuan pemecahan masalah adalah pemahaman kognitif mengurai dan menjelaskan
segala ide, informasi dengan proses berfikir yang dimiliki seseorang ketika menyelesaikan
suatu masalah. Menurut Polya (1973) dalam How to Solve It secara garis besar mengemukakan
empat langkah utama dalam pemecahan masalah yaitu:
Understanding the problem, Devising a Plan, Carrying out the Plan, dan Looking Back.
Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini kemampuan pemecahan masalah yang
akan diukur melalui kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah dengan
menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya yaitu: (1) memahami
masalah, (2) menyusun rencana pemecahan masalah, (3) melaksanakan rencana penyelesaikan
masalah, dan (4) melakukan pengecekan kembali, dengan alasan langkah-langkah pemecahan
masalahnya sangat mudah dimengerti dan sangat sederhana, kegiatan yang dilakukan setiap
langkah jelas dan secara eksplisit mencakup semua langkah pemecahan dari pendapat ahli lain.
Berikut ini diuraikan indikator kemampuan pemecahan masalah berdasarkan tahapan
pemecahan masalah oleh Polya (dalam Herlambang, 2013).

Tabel 2.4 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Berdasarkan Tahap Pemecahan Masalah
oleh Polya.
Tahap pemecahan masalah oleh Polya Indikator
Memahami masalah Siswa mampu menuliskan/menyebutkan
informasi-informasi yang diberikan dari
pertanyaan yang diajukan

10
Merencanakan pemecahan masalah Siswa memiliki rencana pemecahan masalah
dengan membuat model matematika dan memilih
suatu strategi untuk menyelesaikan masalah yang
diberikan.
Melakukan rencana pemecahan Siswa mampu menyelesaikan masalah dengan
masalah strategi yang ia gunakan dengan hasil yang benar
Memeriksa kembali pemecahan Siswa mampu memeriksa kebenaran hasil atau
masalah jawaban

E. Proses Berpikir
Arti kata dasar “pikir” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010) adalah akal budi,
ingatan, angan-angan. Kuswana (2011) menjelaskan bahwa berpikir artinya menggunakan akal
budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Seseorang dalam melakukan
kegiatan sehari-hari tidak akan lepas dari kegiatan berpikir. Sebelum melakukan suatu
tindakan, seseorang terlebih dahulu melakukan suatu proses dalam berpikir sehingga bisa
mengetahui apa yang akan dilakukan. Proses tersebut dikenal dengan proses berpikir.
Menurut King (2010) berpikir melibatkan proses memanipulasi informasi secara mental,
seperti membentuk konsep-konsep abstrak, menyelesaikan beragam masalah, mengambil
keputusan dan melakukan refleksi kritis atau menghasilkan gagasan kreatif. Menurut Ormrod
(2009) menyatakan bahwa proses berpikir merupakan proses memikirkan terhadap informasi
atau suatu peristiwa.
Suparni (2000) menyatakan bahwa proses berpikir adalah langkah-langkah yang
digunakan seseorang dalam proses memikirkan informasi dari dalam ingatan untuk kemudian
disesuaikan dengan yang ada dalam otaknya. Proses berpikir yang dikemukakan (Baharuddin,
2000; Suryabrata, 2004; Sterberg 2009) bahwa proses berpikir dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga langkah, yaitu : (1) pembentukan pengertian, (2) pembentukan pendapat, dan (3) penarikan
kesimpulan atau pembentukan keputusan.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa proses berpikir dalam penelitian ini adalah
langkah-langkah yang digunakan oleh siswa dalam menyelesaikan masalah matematika
terhadap informasi yang diperoleh.

11
F. Taksonomi SOLO
Secara sederhana kemampuan kognitif dapat diartikan sebagai suatu proses berfikir atau
kegiatan intelektual seseorang yang tidak dapat secara langsung terlihat dari luar. Apa yang
terjadi pada seseorang yang sedang belajar tidak dapat diketahui secara langsung tanpa orang
itu menampakkan kegiatan yang merupakan fenomena belajar. Kemampuan kognitif yang
dapat dilihat adalah tingkah laku sebagai akibat terjadinya proses berfikir seseorang. Dari
tingkah laku yang tampak itu dapat ditarik kesimpulan mengenai kemampuan kognitifnya. Kita
tidak dapat melihat secara langsung proses berfikir yang sedang terjadi pada seorang siswa
yang sedang dihadapkan pada sejumlah pertanyaan, akan tetapi kita dapat mengetahui
kemampuan kognitifnya dari jenis dan kualitas respons yang diberikan.
Biggs & Collis (1982) mendesain taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning
Outcomes) sebagai suatu alat evaluasi tentang kualitas respons siswa terhadap suatu tugas.
Taksonomi tersebut terdiri dari lima level, yaitu prastruktural, unistruktural, multistruktural,
relasional, dan extended abstract. Biggs & Collis (1982) mendeskripsikan setiap level tersebut
sebagai berikut.
1. Siswa yang tidak menggunakan data yang terkait dalam menyelesaikan suatu tugas,
atau tidak menggunakan data yang tidak terkait yang diberikan secara lengkap. Tugas
tidak dikerjakan oleh siswa secara tepat, dia tidak memiliki keterampilan yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan tugasnya, siswa itu adalah siswa prastruktural.
2. Siswa yang dapat menggunakan satu penggal informasi dalam merespons suatu tugas
(membentuk suatu data tunggal) dikategorikan pada unistruktural,
3. Siswa yang dapat menggunakan beberapa penggal informasi tetapi tidak dapat
menghubungkannya secara bersama-sama dikategorikan pada level multistruktural.
4. Siswa yang dapat memadukan penggalan-penggalan informasi yang terpisah untuk
menghasilkan penyelesaian dari suatu tugas dikategorikan pada level relasional.
5. Siswa yang dapat menghasilkan prinsip umum dari data terpadu yang dapat diterapkan
untuk situasi baru (mempelajari konsep tingkat tinggi) dapat dikategorikan pada level
extended abstract.
Deskripsi tentang taksonomi SOLO terdiri dari lima tingkat yang dapat menggambarkan
perkembangan kemampuan berpikir siswa. Berikut deskripsi dari masing-masing tingkat
berdasarkan taksonomi SOLO:

12
1. Tingkat Prastruktural
Tingkat prastruktural adalah tingkat dimana siswa hanya memiliki sedikit sekali
informasi yang bahkan tidak saling berhubungan, sehingga tidak membentuk sebuah
kesatuan konsep sama sekali dan tidak mempunyai makna apapun.
Pada tingkat ini siswa merespon suatu tugas dengan menggunakan pendekatan yang
tidak konsisten. Respon yang ditunjukkan berdasarkan rincian informasi yang tidak
relevan. Konsepsi yang dimunculkan bersifat personal, subjektif dan tidak terorganisasi
secara interinsik. Artinya siswa tersebut tidak memahami tentang apa yang
didemonstrasikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa siswa prakstruktural belum bisa
mengerjakan tugas yang diberikan secara tepat artinya siswa tidak memiliki
keterampilan yang dapat digunakan dalam menyelesaikan tugas. Dengan kata lain
siswa sama sekali tidak memahami apa yang harus dikerjakan. Salah satu hal yang
terlihat adalah dengan tidak adanya penyelesaian masalah yang diberikan siswa.
2. Tingkat Unistruktural
Tingkat unistruktural adalah tingkat dimana siswa hanya dapat menyusun struktur
tertentu hanya membuat satu hubungan sederhana, sehingga hubungan yang dibuat
tersebut tidak memiliki logika yang jelas. Siswa yang melakukan respons berdasarkan
satu fakta konkret yang digunakan secara konsisten, namun hanya dengan satu elemen
dapat dikategorikan pada level unistruktural. Untuk suatu permasalahan yang
kompleks, siswa hanya memfokuskan pada satu konsep saja. Pada level ini siswa dapat
menjawab dengan benar pertanyaan dari masing-masing soal berdasarkan satu data
atau satu informasi yang disediakan oleh soal. Beberapa kata kerja yang dapat
mengindikasi aktivitas pada tahap ini adalah: mengidentifikasi, mengingat, melakukan
prosedur sederhana.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada tingkat ini siswa bisa
merespon dengan sederhana pertanyaan yang diberikan akan tetapi respon yang
diberikan oleh siswa belum bisa dipahami. Siswa pada tingkat ini mencoba menjawab
pertanyaan secara terbatas yaitu dengan cara memilih satu informasi yang ada pada
pertanyaan yang diberikan. Tanggapan siswa hanya berfokus pada satu aspek yang
relevan.

13
3. Tingkat Multistruktural
Pada tingkat ini siswa sudah memahami beberapa komponen namun hal ini masih
bersifat terpisah satu sama lain sehingga belum membentuk pemahaman secara
komprehensif. Beberapa koneksi sederhana sudah terbentuk namun demikian
kemampuan metakognisi belum tampak pada tahap ini. Adapun beberapa kata kerja
yang mendeskripsikan kemampuan siswa pada tingkat ini antara lain membilang atau
mencacah, mengurutkan, mengklasifikasikan, menjelaskan, membuat daftar,
menggabungkan dan melakukan algoritma.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan
merespon masalah dengan beberapa strategi yang terpisah. Banyak hubungan yang
dapat mereka buat, namun hubungan-hubungan tersebut belum tepat.
4. Tingkat Relasional
Pada level ini siswa dapat menghubungkan antara fakta dengan teori serta tindakan dan
tujuan. Pada tingkat ini siswa dapat menunjukkan pemahaman beberapa komponen dari
satu kesatuan konsep, memahami peran bagian-bagian bagi keseluruhan serta telah
dapat mengaplikasikan sebuah konsep pada keadaan-keadaan yang serupa. Adapun
kata kerja yang mengindikasikan kemampuan pada tingkat ini antara lain;
membandingkan, membedakan, menjelaskan hubungan sebab akibat, menggabungkan,
menganalisis, mengaplikasikan, menghubungkan.
Dari uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa kemampuan siswa pada tingkat relasional
mampu memecah suatu kesatuan menjadi bagian-bagian dan menentukan bagaimana
bagian-bagian tersebut dihubungkan dengan beberapa model dan dapat menjelaskan
kesetaraan model tersebut. Kemampuan memberikan penilaian terhadap solusi,
gagasan dan metodologi dengan lebih dari satu kriteria untuk menentukan kualitas
tertentu dan dapat menjelaskan keterkaitan penilaian dengan beberapa kriteria tersebut.
5. Tingkat Extended Abstract
Pada tahap ini siswa melakukan koneksi tidak hanya sebatas pada konsep-konsep yang
sudah diberikan saja melainkan dengan konsep-konsep di luar itu. Dapat membuat
generalisasi serta dapat melakukan sebuah perumpamaan-perumpamaan pada situasi-
situasi spesifik. Kata kerja yang merefleksikan kemampuan pada tahap ini antara lain,

14
membuat suatu teori, membuat hipotesis, membuat generalisasi, melakukan refleksi
serta membangun suatu konsep.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa pada tingkat ini sudah menguasai
materi dan memahami soal yang diberikan dengan sangat baik sehingga siswa sudah
mampu untuk merealisasikan ke konsep-konsep yang ada.
G. Trigonometri
Aturan luas segitiga
Luas segitiga dapat dihitung dengan nilai perbandingan trigonometri bila:
1. Diketahui besar sudut dan besar dua sisi yang mengapit sudut tersebut (ss-sd-ss)
2. Diketahui besar sisi dan besar dua sudut yang terletak diantara sisi tersebut (sd-ss-sd)
3. Diketahui besar ketiga sisi (ss-ss-ss)
4. Diketahui titik koordinat

1. Diketahui besar sudut dan besar dua sisi yang mengapit sudut tersebut (ss-sd-ss)
a

1
𝐿= × 𝑎 × 𝑏 × sin 𝐶
2

b 1
𝐿= × 𝑎 × 𝑐 × sin 𝐵
2

c 1
𝐿= × 𝑏 × 𝑐 × sin 𝐴
2

2. Diketahui besar sisi dan besar dua sudut yang terletak diantara sisi tersebut (sd-ss-sd)

15
a Jika besar sudut B dan sudut C, serta
𝑎2 × sin 𝐵 × sin 𝐶
panjang a diketahui 𝐿=
2 × sin 𝐴

b Jika besar sudut A dan sudut C, serta 𝑎2 × sin 𝐴 × sin 𝐶


𝐿=
panjang a diketahui 2 × sin 𝐵

c Jika besar sudut A dan sudut B, serta 𝑎2 × sin 𝐴 × sin 𝐵


𝐿=
panjang a diketahui 2 × sin 𝐶

3. Diketahui besar ketiga sisi (ss-ss-ss)

Rumus Heron
Pada setiap segitiga ABC berlaku
𝐿 = √𝑠(𝑠 − 𝑎)(𝑠 − 𝑏)(𝑠 − 𝑐)
𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐿 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 ∆ 𝐴𝐵𝐶
𝐵𝐶 = 𝑎
𝐴𝐶 = 𝑏
𝐴𝐵 = 𝑐
1
𝑠 = 2 (𝑎 + 𝑏 + 𝑐) 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑙𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 ∆ 𝐴𝐵𝐶

4. Diketahui titik koordinat


A (a,b), B (c,d), C (e,f) adalah titik puncak segitiga ABC.
luas segitiga ABC =

16
H. Kerangka Berpikir
Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam
pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-
pengertian itu. Matematika digunakan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir
kritis, sistematis, logis, serta untuk melatih siswa dalam bekerjasama dan menyelesaikan
masalah dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, guru berperan sebagai motivator dan
pembimbing siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah.
Memecahkan masalah matematika berarti menemukan suatu cara menyelesaikan masalah,
mencari jalan ke luar dari kesulitan, menemukan cara di sekitar rintangan, mencapai tujuan
yang diinginkan, dengan alat yang sesuai. Untuk memecahkan masalah tersebut, kita perlu
menggunakan proses berpikir. Proses berpikir pada siswa adalah langkah-langkah yang
digunakan oleh siswa dalam menyelesaikan masalah matematika terhadap informasi yang
diperoleh.
Berdasarkan melihat hasil siswa dalam memecagkan masalah, kita dapat menarik
kesimpulan mengenai kemampuan kognitifnya. Kita tidak dapat melihat secara langsung
proses berfikir yang sedang terjadi pada seorang siswa yang sedang dihadapkan pada sejumlah
pertanyaan, akan tetapi kita dapat mengetahui kemampuan kognitifnya dari jenis dan kualitas
respons yang diberikan.
Menurut Biggs & Collis (1982) mendesain taksonomi SOLO (Structure of Observed
Learning Outcomes) sebagai suatu alat evaluasi tentang kualitas respons siswa terhadap suatu
tugas. Taksonomi tersebut terdiri dari lima level, yaitu prastruktural, unistruktural,

17
multistruktural, relasional, dan extended abstract. Kelima level ini akan meunjukkan
kemampuan kognitif dai jenis dan kualitas respon yang diberikan oleh siswa.
Peneliti memilih materi trigonometri untuk menganalisis kemampuan pemecahan masalah
karena dalam materi trigonometri, siswa tidak hanya hafal rumus, tetapi siswa wajib menguasai
syarat-syarat penggunaan rumus agar tidak bingung ketika mengaplikasikan pada soal. Materi
trigonometri sering diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dari situ, peneliti
mengharapkan peneliti mampu melatih dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
siswa secara maksimal.

18
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Maleong (2008: 66)
penelitian kualitatif merupakan penelitian untuk memahami apa yang dialami subyek
penelitian pada suatu konteks khusus dengan memanfaatkan berbagai metode. Penelitian ini
mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah siswa serta mendiskripsikan proses berpikir
siswa berdasarkan taksonomi SOLO pada materi trigonometri. Untuk memperoleh gambaran
tersebut, peneliti menggunakan soal tes pemecahan masalah dan wawancara berkenaan dengan
hasil kerja siswa dan dianalisis secara mendalam dengan taksonomi SOLO. Oleh karena itu
jenis penelitin ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, artinya menggambarkan atau
mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah pada materi trigonometri ditinjau dari
taksonomi SOLO.

B. Subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Jogonalan di Klaten tahun
pelajaran 2018/2019. Subjek ini dipilih berdasarkan nilai hasil tes dan dikelompokkan menjadi
tiga kelompok yaitu kelompok atas, kelompok tengah dan kelompok bawah. Dalam memilih
subjek penelitian, peneliti memilih kemampuan siswa juga berdasarkan pertimbangan guru
yang berkaitan dengan kecakapan siswa dalam mengemukakan pendapat atau jalan pikirannya
secara lisan maupun tulisan. Maka dalam penelitian ini akan diambil tiga siswa untuk dijadikan
subyek penelitian berdasarkan kelompok kemampuan.

C. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Jogonalan, Klaten yang beralamat di Jalan
Raya Jogja-Klaten KM 7/23, Prawatan, Jogonalan, Klaten, Jawa Tengah. Penelitian ini
dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan April hingga Juni 2019. Pelaksanaan tes kemampuan
pemecahan masalah dan wawancara dilaksanakan pada bulan Mei 2019.

D. Metode Pengumpulan Data

19
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode tes, dan
metode wawancara. Adapun uraian metode-metode tersebut adalah:
1. Metode tes
Penelitian ini menggunakan tes pemecahan masalah (TPM). Tes pemecahan masalah ini
berbentuk uraian berupa masalah aplikasi yang sudah diterapkan dalam kehidupan nyata.
Subjek yang telah terpilih diberikan permasalahan matematika yang terkait dengan materi
trigonometri yang mana materi tersebut telah diberikan sebelumnya oleh guru pada
pembelajaran di kelas. Selama kegiatan pengerjaan seluruh aktivitas siswa diamati oleh
peneliti. Hasil tes tersebut kemudian dianalisis sesuai penjenjangan taksonomi SOLO.
2. Metode wawancara
Wawancara digunakan untuk mengetahui lebih dalam tentang pemahaman subjek dalam
memecahkan masalah yang diberikan melalui respon-respon yang diberikan. Jenis
wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara berbasis tugas. Wawancara ini
dilakukan setelah tes pemecahan masalah matematika. Dalam hal ini subjek diberi
pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana dan mengapa ia mengambil suatu keputusan
atau perilaku pada setiap aktivitas subjek dalam menyelesaikan masalah. Hasil wawancara
kemudian ditranskip dan digabung dengan hasil pekerjaan tertulis subjek.

E. Instrument Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri yang didukung paket tes kemampuan
pemecahan masalah matematika dan pedoman wawancara.
1. Tes Pemecahan Masalah (TPM)
Tes pemecahan masalah yang diberikan terdiri dari 4 tipe masalah berdasarkan pada
tingkat kesulitan pertanyaan dalam taksonomi SOLO yang terdiri dari pertanyaan
unistruktural, multistruktural, relasional, dan extended abstrak.
2. Pedoman wawancara
Teknik yang dilakukan dalam wawancara ini adalah dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan terkait tes pemecahan masalah matematika berdasarkan taksonomi SOLO,
sehingga jika data tes pemecahan masalah matematika meragukan, peneliti dapat
menggunakan data wawancara untuk mengambil kesimpulan tentang respon subjek
dalam memecahkan masalah matematika.

20
F. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data dalam penelitian ini adalah sebagai rangkaian kegiatan merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan membuang
yang tidak perlu. Kegiatan yang dilakukan saat mereduksi data adalah sebagai berikut:
a. Mentranskrip hasil wawancara yang berupa kata-kata hasil wawancara termasuk
ekspresi, intonasi subjek saat kegiatan wawancara berlangsung.
b. Menyederhanakan data baik yang diperoleh dari hasil wawancara maupun dari hasil
pengerjaan tes pemecahan masalah.
2. Penyajian Data
Dalam kegiatan ini, penyajian data meliputi pengklasifikasian dan identifikasi data
yaitu menuliskan kumpulan data yang terorganisir dan terkategori sehingga
memungkinkan untuk menarik kesimpulan. Penyajian data yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah
a. Mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah dengan
menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya yaitu: (1)
memahami masalah, (2) menyusun rencana pemecahan masalah, (3) melaksanakan
rencana penyelesaikan masalah, dan (4) melakukan pengecekan kembali
b. Pengklasifikasian serta identifikasi data mengenai respon siswa berdasarkan
tahapan-tahapan yang terdapat pada taksonomi SOLO yang terdiri dari lima
tingkat, yaitu: prastruktural, unistruktural, multistruktural, relasional, dan extended
abstrak. Respon siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi
trigonometri pada setiap soal disimpulkan berdasarkan penyajian data.
3. Mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah dengan
menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya yaitu: memahami
masalah, menyusun rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana
penyelesaikan masalah, dan melakukan pengecekan kembali dengan ketentuan sebagai
berikut:
Tahap pemecahan masalah Indikator dari tahap pemecahan masalah menurut
menurut Polya Polya

21
Memahami masalah  mengetahui apa saja yang diketahui dan
ditanyakan pada masalah
 menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat sendiri.
Membuat rencana  menyederhanakan masalah,
 mampu membuat eksperimen dan simulasi,
 mampu mencari subtujuan (hal-hal yang perlu
dicari sebelum menyelesaikan masalah),
 mengurutkan informasi.
Melaksanakan rencana  mengartikan masalah yang diberikan dalam
bentuk kalimat matematika,
 melaksanakan strategi selama proses dan
penghitungan berlangsung.
Melihat kembali  mengecek semua informasi dan penghitungan
yang terlibat,
 mempertimbangkan apakah solusinya logis,
 melihat alternatif penyelesaian yang lain,
 membaca pertanyaan kembali,
 bertanya kepada diri sendiri apakah pertanyaan
sudah terjawab.

4. Mengklasifikasikan hasil respon siswa ke dalam lima tingkat taksonomi SOLO, yaitu:
prastruktural, unistruktural, multistruktural, relasional, dan extended abstrak dengan
ketentuan sebagai berikut:
Level Respon Pada Keterangan
Taksonomi SOLO
Prastruktural Tidak dapat menyelesaikan soal.
Unistruktural Dapat menyelesaikan masalah dengan satu cara
Multistruktural Dapat menyelesaikan masalah dengan dua cara atau
lebih.

22
Relasional Dapat menunjukkan hubungan dari beberapa cara
yang sudah dikerjakan.
Extended Abstrak Dapat memberikan kesimpulan terhadap jawaban
yang telah diberikan.

BAB IV

23
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan tes kemampuan masalah
Penyusunan tes kemampuan pemecahan masalah dibuat oleh peneliti sebanyak tiga
masalah mengenai luas segitiga. Untuk permasalahan yang pertama, siswa diminta untuk
menententukan titik koordinat dalam sumbu Cartesius, setelah siswa mampu menentukan
titik koordinat, siswa dapat menentukan luas segitiga dengan cara mencari determinanya.
Untuk permasalahan, telah diketahui suatu stempel berbentuk segitiga sama kaki yang telah
diketahui panjang sisinya. Setelah siswa mampu menentukan unsur yang diketahui, siswa
dapat mencari luas stempel tersebut dengan rumus heron. Kemudian siswa diminta
menentukan biaya untuk membuat stempel. Untuk permasalahan ketiga, telah diketahui
suatu jajar genjang dengan panjang masing-masing sisinya serta sudut yang mengapitnya.
Siswa diminta untuk menentukan luas jajargenjang dari unsur yang telah diketahui dengan
menggunakan penyelesaian sudut apit. Alokasi untuk pengerjaan tes kemampuan
pemecahan masalah adalah 45 menit. Masalah yang dibuat mengacu pada tahap pemecahan
masalah menurut Polya dan hasil pekerjan siswa akan diklasifikasikan menurut taksonomi
SOLO.
Pelaksanaan tes kemampuan pemecahan masalah ini dilaksanakan di kelas X IPS 4
SMA 1 Jogonalan. Tes kemampuan pemecahan masalah dilakukan pada hari Rabu tanggal
15 Mei 2019 yang diikuti oleh 35 siswa. Sebelum mengerjakan tes guru memberikan
instruksi dan petunjuk pengerjaan tes kepada siswa. Setelah selesai diberikan informasi,
siswa dipersilahkan mengerjakan tes yang diberikan. Ketika waktu habis, siswa diminta
untuk mengumpulkan hasil tesnya kepada guru. Tahap selanjutnya yaitu melaksanakan
penskoran dan penilaian terhadap tes kemampuan pemecahan masalah untuk melihat hasil
kedudukan siswa dalam kelompok. Menurut (Arikunto, 2009) yang dimaksud dengan
kedudukan siswa dalam kelompok adalah letak seseorang siswa di dalam urutan tingkatan.
Dalam istilah umum, disebut ranking. Untuk dapat diketahui ranking dari siswa-siswa di
suatu kelas maka harus diadakan pengurutan nilai siswa-siswa tersebut dari yang paling
atas sampai ke nilai yang paling bawah.
2. Penentuan subjek penelitian

24
Subjek penelitian ini adalah 3 siswa kelas X IPS 4 SMA Negeri 1 Jogonalan, yang
dipilih secara purposive sample 2 siswa dari masing-masing kelompok. Purposive sample
(sampel bertujuan) adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, dalam
hal ini dipilih berdasarkan tujuan yang hendak dicapai yaitu mengetahui kemampuan
pemecahan masalah siswa untuk kelompok atas, sedang, dan bawah. Penentuan siswa
termasuk kelompok atas, sedang, atau bawah berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan
masalah.
Dari hasil pengelompokan siswa dengan mempertimbangkan hasil tes kemampuan
pemecahan masalah, setiap kelompok dipilih 1 subjek penelitian secara purposive sample
yang akan dianalisis kemampuan pemecahan masalah matematika. Subjek penelitian yang
diwawancarai oleh peneliti dapat dilihat pada tabel berikut
Daftar Nama Subjek Penelitian Wawancara
No Kode Kedudukan
1 MS ATAS
2 RA SEDANG
3 WSP BAWAH
Selanjutnya peneliti melaksanakan wawancara dengan subjek penelitian. Data wawancara
direkam dengan menggunakan audio recorder dan handphone. Wawancara dilaksanakan
sesuai dengan kesepakatan peneliti dengan subjek penelitian yaitu pada tanggal 20 Mei
2019.

3. Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah


Subjek mengerjakan 3 butir soal tes kemampuan pemecahan masalah, namun pada
paparan dan analisis data berikut, peneliti hanya mengambil 2 butir soal untuk dianalisis
yaitu nomor 2 dan 3. Hal ini sejalan dengan pendapat Creswell (2003: 14), yaitu
pengambilan sampel untuk memaksimalkan persamaan dan perbedaan informasi. Tujuan
pengambilan sampel 2 butir soal yaitu untuk memfokuskan analisis data dari masing-
masing kelompok, sehingga akan terlihat perbedaan kemampuan pemecahan masalah
siswa dari masing-masing kelompok.

25
a. Paparan dan Analisis Data Kelompok Atas dengan subjek MS
1) Data hasil kerja Subjek MS dalam menyelesaikan nomor 2
 Hasil pengerjaan tes kemampuan pemecahan masalah

a) Memahami masalah
Pada tahap memahami masalah ini MS menuliskan apa yang diketahui
dan apa yang ditanyakan secara lengkap dan tepat, MS juga mampu
menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat sendiri, sehingga dapat
diprediksi bahwa MS mampu memahami masalah.
b) Membuat rencana
Pada tahap merencanakan penyelesaian, yang dilakukan MS adalah
menggambar segitiga ABC, memberi keterangan pada segitiga ABC
sesuai dengan apa yang diketahui pada soal, kemudian MS menuliskan
rumus heronyang menurutnya akan digunakan untuk menyelesaikan
soal. Sehingga dari sini terlihat bahwa MS mampu menyederhanakan
masalah dalam mengerjakan soal, mampu membuat eksperimen dengan
mensketsa gambar, mampu mencari sub-tujuan (hal-hal yang perlu
dicari sebelum menyelesaikan masalah) dan mampu mengurutkan
informasi.
c) Melaksanakan rencana penyelesaian
Pada tahap melaksanakan rencana penyelesaian, yang dilakukan MS
adalah menuliskan kembali rumus heron yang akan digunakan, mencari

26
nilai s, mensubstitusikan a, b dan c, yang diketahui pada soal ke dalam
rumus, melaksanakan perhitungan dengan urut, kemudian mencari
luasnya dengan cara menghitung akar dari rumus heron tersebut sampai
diperoleh luas stempel. Dari sini terlihat bahwa MS mampu
melaksanakan rencana penyelesaian sesuai dengan apa yang
direncanakan, dan menghitungnya dengan tepat.
d) Melihat kembali proses dan hasil
Pada tahap memeriksa kembali, yang dilakukan MS adalah menjawab
sesuai dengan pertanyaan yang ada pada soal, yaitu menentukan biaya
untuk membuat 8 buah stempel dan menuliskan hasil perhitungannya
dengan tepat. Sehingga dari sini terlihat bahwa subjek MS mampu
mengecek semua informasi dan penghitungan yang terlibat dengan
tepat.

2) Data hasil kerja Subjek MS dalam menyelesaikan nomor 3


 Hasil pengerjaan tes kemampuan pemecahan masalah

a) Memahami masalah
Pada tahap memahami masalah ini MS menuliskan apa yang diketahui
dan apa yang ditanyakan secara lengkap dan tepat, MS juga mampu
menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat sendiri, sehingga dapat
diprediksi bahwa MS mampu memahami masalah.

27
b) Membuat rencana
Pada tahap merencanakan penyelesaian, yang dilakukan MS adalah
menggambar segitiga PQR, memberi keterangan pada segitiga PQR
sesuai dengan apa yang diketahui pada soal. Namun MS tidak
menuliskan rumus sudut apit yang digunakan untuk menyelesaikan soal,
mesikipun MS tidak menuliskan rumus sudut apit, MS tetap mampu
menyelesaikan permasalahan tersebut. Sehingga dari sini terlihat bahwa
MS mampu menyederhanakan masalah dalam mengerjakan soal,
mampu membuat eksperimen dengan mensketsa gambar, mampu
mencari sub-tujuan (hal-hal yang perlu dicari sebelum menyelesaikan
masalah) dan mampu mengurutkan informasi.
c) Melaksanakan rencana penyelesaian
Pada tahap melaksanakan rencana penyelesaian, yang dilakukan MS
adalah menuliskan rumus sudut apit yang akan digunakan, menemukan
sin 60, dan menemukan luas segitiga PQR. Dari sini terlihat bahwa MS
mampu melaksanakan rencana penyelesaian sesuai dengan apa yang
direncanakan, dan menghitungnya dengan tepat.
d) Melihat kembali proses dan hasil
Pada tahap memeriksa kembali, yang dilakukan MS adalah menjawab
sesuai dengan pertanyaan yang ada pada soal, yaitu menentukan luas
jajargenjang dengan cara luas segitiga yang sudah diketahui dikalikan
2. Sehingga dari sini terlihat bahwa subjek MS mampu mengecek semua
informasi dan penghitungan yang terlibat dengan tepat.

a. Paparan dan Analisis Data Kelompok Sedang dengan subjek RA


1) Data hasil kerja Subjek RA dalam menyelesaikan nomor 2

28
 Hasil pengerjaan tes kemampuan pemecahan masalah

a) Memahami masalah
Pada tahap memahami masalah ini RA langsung menggambar segitiga
dan panjang masing-masing sisinya tetapi tidak menuliskan apa yang
diketahui dan apa yang ditanyakan secara lengkap dan tepat. RA tidak
menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat sendiri, sehingga tidak
dapat diprediksi bahwa RA mampu memahami masalah.
b) Merencanakan penyelesaian
Pada tahap merencanakan penyelesaian, yang dilakukan RA adalah
menuliskan rumus heron yang menurutnya akan digunakan untuk
menyelesaikan soal. Sehingga dari sini terlihat bahwa RA mampu
menebak cara penyelesaian yang tepat dalam mengerjakan soal.
c) Melaksanakan rencana penyelesaian
Pada tahap melaksanakan rencana penyelesaian, yang dilakukan RA
adalah menuliskan kembali rumus heron yang akan digunakan,
mencari nilai s, mensubstitusikan a, b dan c, yang diketahui pada soal
ke dalam rumus, melaksanakan perhitungan dengan urut, kemudian
mencari luasnya dengan cara menghitung akar dari rumus heron
tersebut sampai diperoleh luas stempel. Dari sini terlihat bahwa RA
mampu melaksanakan rencana penyelesaian sesuai dengan apa yang
direncanakan, dan menghitungnya dengan tepat. Namun RA terlihat

29
kurang memaknai isi soal, sehingga ia hanya menuliskan angka yang
ia ketahui tanpa tahu tujuan akhirnya.
d) Melihat kembali proses dan hasil
Pada tahap memeriksa kembali, yang dilakukan RA adalah menjawab
sesuai dengan pertanyaan yang ada pada soal, yaitu menentukan harga
8 stempel. Namun RA tidak menuliskan maksud dari hasil 480.000.
Sehingga dari sini terlihat bahwa subjek RA kurang mampu mengecek
kembali semua informasi meskipun penghitungan yang terlibat dengan
tepat.
2) Data hasil kerja Subjek RA dalam menyelesaikan nomor 3
 Hasil pengerjaan tes kemampuan pemecahan masalah

a) Memahami masalah
Pada tahap memahami masalah ini RA langsung menuliskan rumus
penyelesaian tanpa menuliskan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan secara lengkap dan tepat. RA tidak menjelaskan masalah
sesuai dengan kalimat sendiri, sehingga tidak dapat diprediksi bahwa
RA mampu memahami masalah.

30
b) Merencanakan penyelesaian

Pada tahap merencanakan penyelesaian, yang dilakukan RA adalah


menuliskan rumus sudut apit yang menurutnya akan digunakan untuk
menyelesaikan soal. Namun rumus mencari luas segitiga tersebut salah
karena dia langsung mengalikan dengan 2. Sehingga dari sini terlihat
bahwa RA kurang tepat dalam mengerjakan soal meskipun hasil
akhirnya benar.
c) Melaksanakan rencana penyelesaian
Pada tahap melaksanakan rencana penyelesaian, yang dilakukan RA
adalah menuliskan rumus sudut apit yang akan digunakan, menemukan
sin 60, dan menemukan luas segitiga PQR. Dari sini terlihat bahwa RA
mampu melaksanakan rencana penyelesaian sesuai dengan apa yang
direncanakan, dan menghitungnya dengan tepat.
d) Melihat kembali proses dan hasil
Pada tahap memeriksa kembali, yang dilakukan RA adalah menjawab
sesuai dengan pertanyaan yang ada pada soal, yaitu menentukan luas
jajargenjang dengan cara luas segitiga yang sudah diketahui dikalikan
2. Namun RA tidak mengecek lagi rumus diawal (prosesnya) sehingga
maksud dari jajargenjang sama sekali tidak dibahas meskipun dia
sudah benar dalam menghitung. Sehingga dari sini terlihat bahwa
subjek RA kurang mampu mengecek kembali semua informasi
meskipun penghitungan yang terlibat dengan tepat.

b. Paparan dan Analisis Data Kelompok Bawah dengan subjek WSP


1) Data hasil kerja Subjek WSP dalam menyelesaikan nomor 2
 Hasil pengerjaan tes kemampuan pemecahan masalah

31
a) Memahami masalah
Pada tahap memahami masalah ini WSP langsung menggambar segitiga
ABC dan panjang masing-masing sisinya tetapi tidak menuliskan apa
yang diketahui dan apa yang ditanyakan secara lengkap dan tepat. WSP
tidak menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat sendiri, sehingga
tidak dapat diprediksi bahwa WSP mampu memahami masalah.
b) Merencanakan penyelesaian
Pada tahap merencanakan penyelesaian, WSP tidak terlihat menuliskan
rumus dan rencana penyelesaian yang akan dia gunakan untuk
menyelesaikan soal. Sehingga dari sini terlihat bahwa WSP tidak dapat
merencanakan penyelesaian dalam menyelesaikan masalah.
c) Melaksanakan rencana penyelesaian
Pada tahap melaksanakan rencana penyelesaian, yang dilakukan WSP
adalah menuliskan rumus heron yang akan digunakan, mencari nilai s,
mensubstitusikan a, b dan c, yang diketahui pada soal ke dalam rumus,
melaksanakan perhitungan dengan urut, kemudian mencari luasnya
dengan cara menghitung akar dari rumus heron tersebut sampai
diperoleh luas stempel. Dari sini terlihat bahwa RA mampu
melaksanakan rencana penyelesaian sesuai dengan apa yang
direncanakan, dan menghitungnya dengan tepat. Namun RA terlihat

32
kurang memaknai isi soal, sehingga ia hanya menuliskan angka yang
ia ketahui tanpa tahu tujuan akhirnya meskipun satuan luasnya kurang
tepat.
d) Melihat kembali proses dan hasil
Pada tahap memeriksa kembali, yang dilakukan RA adalah menjawab
sesuai dengan pertanyaan yang ada pada soal, yaitu menentukan harga
8 stempel. Namun RA menuliskan maksud dari hasil 480.000 adalah
biaya 8 stempel. Sehingga dari sini terlihat bahwa subjek RA mampu
mengecek kembali semua informasi meskipun penghitungan yang
terlibat hanya singkat dan kurang bermakna.

2) Data hasil kerja Subjek WSP dalam menyelesaikan nomor 3


 Hasil pengerjaan tes kemampuan pemecahan masalah

a) Memahami masalah
Pada tahap memahami masalah ini WSP hanya menggambar segitiga
dan hanya memberi keterangan panjang sisi dan besar sudut pada
segitiga. WSP tidak menjelaskan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan dengan kalimatnya sendiri, sehingga tidak dapat diprediksi
bahwa WSP mampu memahami masalah.
b) Merencanakan penyelesaian
Pada tahap merencanakan penyelesaian, WSP tidak terlihat menuliskan
rumus dan rencana penyelesaian yang akan dia gunakan untuk

33
menyelesaikan soal. Sehingga dari sini terlihat bahwa WSP tidak dapat
merencanakan penyelesaian dalam menyelesaikan masalah.
c) Melaksanakan rencana penyelesaian
Pada tahap melaksanakan rencana penyelesaian, yang dilakukan WSP
adalah menuliskan rumus sudut apit yang akan digunakan, menemukan
sin 60, dan menemukan luas segitiga PQR. Namun WSP tidak
menghitung luas jajargenang sehingga hasil dari penyelesaian tersebut
kurang tepat. Dari sini terlihat bahwa WSP belum mampu
melaksanakan rencana penyelesaian dan menghitungnya dengan tepat.
d) Melihat kembali proses dan hasil
Pada tahap memeriksa kembali, WSP tidak mengecek lagi rumus
diawal (prosesnya) sehingga maksud dari jajargenjang sama sekali
tidak dibahas. Sehingga dari sini terlihat bahwa subjek WSP kurang
mampu mengecek kembali semua informasi dan penghitungan yang
terlibat kurang tepat.

4. Analisis Data Proses Berpikir Siswa


Subjek mengerjakan 3 butir soal tes kemampuan pemecahan masalah, namun pada
paparan dan analisis data berikut, peneliti hanya mengambil 2 butir soal untuk dianalisis
yaitu nomor 2 dan 3. Hal ini sejalan dengan pendapat Creswell (2003: 14), yaitu
pengambilan sampel untuk memaksimalkan persamaan dan perbedaan informasi. Tujuan
pengambilan sampel 2 butir soal yaitu untuk memfokuskan analisis data dari masing-
masing kelompok, sehingga akan terlihat perbedaan proses berpikir siswa dari masing-
masing kelompok.

Level soal trigonometri berdasarkan taksonomi SOLO


No Soal Soal Level ke Jenis level
2 Pak Budi berencana membuat stempel yang III Multistruktural
berbentuk segitiga sama kaki sebanyak 8 buah.
Stempel segitiga tersebut memiliki alas 6 cm
dan panjang sisi miringnya 5cm. Biaya yang

34
dibutuhkan untuk membuat stempel adalah Rp
5000/cm2. Berapa biaya yang dibutuhkan untuk
membuat 8 buah stempel tersebut?
3 Jajargenjang PQRS diperlihatkan pada gambar IV Relasional
berikut!

Panjang PQ adalah 10 cm dan QR adalah 8 cm.


Sudut PQR = 60°. Tentukan luas jajargenjang
PQRS!

a. Paparan dan analisis data nomer 2


 Kemampuan Prastruktural
Masalah yang diberikan pada nomor 2 untuk mengukur kemampuan prastruktural
siswa adalah subjek menghitung nilai s. Subjek dikatakan memenuhi indikator
kemampuan prastruktural jika subjek tidak dapat mengidentifikasi dan mengingat
kembali pengetahuan yang relevan untuk menyelesaikan soal maka siswa
tergolong pada level prastruktural. Sedangkan siswa mampu menjawab soal
dengan benar maka tergolong unistruktural.
 Kemampuan Unistruktural
Masalah yang diberikan pada nomor 2 untuk mengukur kemampuan unistruktural
siswa adalah mampu menentukan bahwa luas segitiga yang digunakan adalah
rumus heron karena diketahui panjang masing-masing sisi segitiga. Subjek

35
dikatakan memenuhi indikator kemampuan unistruktural jika siswa mampu
menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal serta dapat menjawab soal
dengan benar dar satu informasi yang dimilikinya. Sedangkan jika subjek tidak
mampu mengidentifikasi dan mengingat kembali pengetahuan yang relevan untuk
menyelesaikan soal maka siswa tergolong kemampuan level prastruktural.
 Kemampuan Multistruktural
Masalah yang diberikan pada nomor 2 untuk mengukur kemampuan
multistruktural siswa adalah menghitung biaya yang harus dikeluarkan untuk
membayar 8 stempel berbentuk segitiga sama kaki. Dalam menyelesaikan soal,
subjek mengetahui dan memiliki lebih dari satu informasi dari soal dan
pengetahuannya. Subjek dapat menliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dari
soal. Indikator siswa dikatakan multistruktural adalah mampu menuliskan

informasi dari soal dan pengetahuannya sehingga subjek mempunyai 2 informasi


untuk menjawab soal.

1) Data hasil kerja kelompok atas dengan subjek MS

36
Berdasarkan hasil penyelesaian masalah nomor 2, subjek MS dapat
mengidentifikasi unsur soal dan menentukan cara penyelesaian dan menjawab
pertanyaan secara tepat. MS dapat menggunakan informasi yaitu panjang ketiga
sisi untuk menentukan luas stempel tersebut. Setelah menentukan luas, siswa
menentukan biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat 8 stempel. Sehingga
subjek MS pada penyelesaian masalah nomor 2 mampu mencapai level
multristruktural.

2) Data hasil kerja kelompok sedang dengan subjek RA dalam menyelesaikan soal
nomor 2

37
Berdasarkan hasil penyelesaian masalah nomor 2, subjek RA tidak
mengidentifikasi unsur soal dan menentukan cara penyelesaian. Namun subjek
RA menuliskan rumus yang diketahui dan menjawab pertanyaan secara tepat.
RA dapat menggunakan informasi yaitu panjang ketiga sisi untuk menentukan
luas stempel tersebut. Setelah menentukan luas, subjek RA tidak menjelaskan
maksud dari 8 stempel. Setelah melakukan wawancara dengan subjek, RA
menjelaskan maksud dari 8 stempel yaitu biaya keseluruhan untuk membuat 8
stempel. Sehingga subjek RA pada penyelesaian masalah nomor 2 untuk
mampu mencapai level multistruktural diperlukan kejelasan agar apa yang
ditulis oleh subjek RA dapat dipahami dengan baik oleh pembaca.

38
3) Data hasil kerja kelompok bawah dengan subjek WSP dalam menyelesaikan
soal nomor 2

Berdasarkan hasil penyelesaian masalah nomor 2, subjek WSP tidak


mengidentifikasi unsur soal dan menentukan cara penyelesaian serta
menuliskan rumus yang diketahui. Namun subjek WSP menjawab pertanyaan
secara tepat. WSP dapat menggunakan informasi yaitu panjang ketiga sisi untuk
menentukan luas stempel tersebut. Namun dilihat dari hasil jawaban subjek
WSP, jawaban tersebut masih kurang tepat karena satuannya kurang tepat.
Setelah menentukan luas, subjek WSP menghitung biaya 8 stempel dengan cara
mengalikan 8 stempel dengan luas segitiga. Setelah melakukan wawancara,
subjek WSP nampak ragu-ragu dalam menjawab dan kurnang mampu
menjelaskan hasil pekerjaannya. Sehingga subjek WSP pada penyelesaian
masalah nomor 2 untuk mampu mencapai level unistruktural diperlukan

39
kejelasan agar apa yang ditulis oleh subjek WSP dapat dipahami dengan baik
oleh pembaca.

b. Paparan dan analisis data nomer 3


 Kemampuan Prastruktural
Masalah yang diberikan pada nomor 3 untuk mengukur kemampuan prastruktural
siswa adalah subjek mengetahui bahwa luas jajargenjang merupakan 2 kali luas
segitiga. Subjek dikatakan memenuhi indikator kemampuan prastruktural jika
subjek tidak dapat mengidentifikasi dan mengingat kembali pengetahuan yang
relevan untuk menyelesaikan soal maka siswa tergolong pada level prastruktural.
Sedangkan siswa mampu menjawab soal dengan benar maka tergolong
unistruktural.
 Kemampuan Unistruktural
Masalah yang diberikan pada nomor 3 untuk mengukur kemampuan unistruktural
siswa adalah mampu menentukan bahwa luas segitiga yang digunakan adalah luas
segitiga sudut apit dan mengetahui unsur yang belum ditemukan (misal sin 60).
Subjek dikatakan memenuhi indikator kemampuan unistruktural jika siswa
mampu menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal serta dapat
menjawab soal dengan benar dar satu informasi yang dimilikinya. Sedangkan jika
subjek tidak mampu mengidentifikasi dan mengingat kembali pengetahuan yang
relevan untuk menyelesaikan soal maka siswa tergolong kemampuan level
prastruktural.
 Kemampuan Multistruktural
Masalah yang diberikan pada nomor 3 untuk mengukur kemampuan
multistruktural siswa adalah menghitung luas segitiga berdasarkan unsur-unsur
yang sudah diketahui. Dalam menyelesaikan soal, subjek mengetahui dan
memiliki lebih dari satu informasi dari soal dan pengetahuannya. Subjek dapat
menliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal. Indikator siswa dikatakan
multistruktural adalah mampu menuliskan informasi dari soal dan pengetahuannya
sehingga subjek mempunyai 2 informasi untuk menjawab soal.
 Kemampuan Relasional

40
Masalah yang diberikan pada nomor 3 untuk mengukur kemampuan relasional
siswa adalah memahami bahwa luas jajargenang merupakan 2 kali luas segitiga.
Sehingga dalam penyelesaian masalah, subjek mampu menjelaskan cara
menghitung luas jajargenjang dan hubungan jajargenjang dengan segitiga. Pada
kemampuan ini, subjek dapat menyelesaikan soal dengan menggunakan dua
informasi atau lebih untuk menyelesaikan masalah dan dapat menghubungkan
beberapa informasi untuk menyelesaikan masalah.

1) Data hasil kerja kelompok atas dengan subjek MS dalam menyelesaikan soal
nomor 3

Berdasarkan hasil penyelesaian masalah nomor 3, subjek MS dapat


mengidentifikasi unsur soal dan menentukan cara penyelesaian dan menjawab
pertanyaan secara tepat. MS dapat menggunakan informasi yaitu menghitung
luas segitiga PQR lalu menghitung luas jajargenjang PQRS dengan cara luas
segitiga PQR dikali 2. Pada penyelesaian masalah tersebut juga nampak bahwa
siswa mengetahui hubungan jajargenjang merupakan dua segitiga. Sehingga
subjek MS pada penyelesaian masalah nomor 3 mampu mencapai level
relasional.

41
2) Data hasil kerja kelompok sedang dengan subjek RA dalam menyelesaikan soal
nomor 3

Berdasarkan hasil penyelesaian masalah nomor 3, subjek RA tidak


mengidentifikasi unsur soal, menentukan cara penyelesaian dan menuliskan
rumus yang diketahui. Subjek RA menuliskan rumus sudut apit yang
menurutnya akan digunakan untuk menyelesaikan soal. Namun rumus mencari
luas segitiga tersebut salah karena dia langsung mengalikan dengan 2.
Sehingga dari sini terlihat bahwa RA kurang tepat dalam mengerjakan soal
meskipun hasil akhirnya benar. Subjek RA menentukan luas jajargenjang
dengan cara luas segitiga yang sudah diketahui dikalikan 2. Namun RA tidak
mengecek lagi rumus diawal (prosesnya) sehingga maksud dari jajargenjang
sama sekali tidak dibahas meskipun dia sudah benar dalam menghitung.
Sehingga subjek RA pada penyelesaian masalah nomor 3 mampu mencapai
level unistruktural.

3) Data hasil kerja kelompok bawah dengan subjek WSP dalam menyelesaikan
soal nomor 3

42
Berdasarkan hasil penyelesaian masalah nomor 3, subjek WSP menggambar
segitiga dan hanya memberi keterangan panjang sisi dan besar sudut. Subjek
WSP tidak mengidentifikasi unsur soal, menentukan cara penyelesaian dan
menuliskan rumus yang diketahui. Subjek WSP menuliskan rumus sudut apit
yang akan digunakan, menemukan sin 60, dan menemukan luas segitiga PQR.
Namun WSP tidak menghitung luas jajargenang sehingga hasil dari
penyelesaian tersebut kurang tepat. Sehingga subjek WSP pada penyelesaian
masalah nomor 3 mampu mencapai level unistruktural.

B. Pembahasan
1. Hasil analisis data kemampuan pemecahan masalah
Berdasarkan analisis data kemampuan pemecahan masalah pada materi trigonometri
menurut Polya yang telah dilakukan oleh peneliti, dapat dikemukakan temuan penelitian
sebagai berikut:
a. Hasil analisis data untuk siswa kelompok atas
Hasil analisis data untuk siswa kelompok atas dalam memahami masalah
(understanding the problem), siswa menuliskan apa yang diketahui secara lengkap dan
terurut serta apa yang ditanyakan dari soal secara tepat. Saat siswa kelompok atas
ditanya apa yang dia pahami dari permasalahan yang diberikan, siswa mengucapkan
apa yang diketahui dan ditanyakan dengan mengikuti informasi yang ada pada soal,
siswa kelompok atas mampu menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat sendiri.
Siswa kelompok atas dalam merencanakan penyelesaian (devising a plan) mampu

43
menebak konsep apa yang harus siswa gunakan dalam menyelesaikan masalah, siswa
menyederhanakan masalah dengan melakukan eksperimen dan simulasi (membuat
gambar), siswa mengidentifikasi sub-tujuan (mencari hal-hal yang perlu dicari sebelum
menyelesaikan masalah). Saat siswa kelompok atas ditanya apa yang dia rencanakan
untuk menyelesaikan masalah, siswa mengucapkan konsep apa yang harus digunakan
dalam menyelesaikan masalah dengan tepat. Pada tahap melaksanakan rencana
penyelesaian (carrying out the plan), siswa kelompok atas menyelesaikan
permasalahan sesuai dengan apa yang direncanakan. Pada tahap memeriksa kembali
proses dan hasil (looking back), siswa dengan kelompok atas tidak memiliki cara atau
asumsi lain untuk memperoleh hasil yang sama dengan cara pertama. Siswa dengan
kelompok atas memiliki kecenderungan meyakini jawaban yang diperolehnya benar
dengan melakukan pengecekan langkah demi langkah secara detail pada hasil
pekerjaannya.

b. Hasil analisis data untuk siswa kelompok sedang


Hasil analisis data untuk siswa kelompok sedang dalam memahami masalah
(understanding the problem), siswa menuliskan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan kurang lengkap. Saat siswa kelompok sedang ditanya apa yang dia pahami
dari permasalahan yang diberikan, siswa mengucapkan apa yang diketahui dan
ditanyakan secara singkat, tidak lengkap dan tidak mengikuti informasi yang ada pada
soal, siswa kelompok sedang kurang mampu menjelaskan masalah sesuai dengan
kalimat sendiri. Siswa kelompok sedang dalam merencanakan penyelesaian (devising
a plan) mampu menebak konsep apa yang harus siswa gunakan dalam menyelesaikan
masalah, tetapi siswa tidak menyederhanakan masalah dengan melakukan eksperimen
dan simulasi (membuat gambar), siswa mengidentifikasi sub-tujuan (mencari hal-hal
yang perlu dicari sebelum menyelesaikan masalah). Saat siswa kelompok sedang
ditanya apa yang dia rencanakan untuk menyelesaikan masalah, siswa mengucapkan
konsep apa yang harus digunakan dalam menyelesaikan masalah dengan tepat. Pada
tahap melaksanakan rencana penyelesaian (carrying out the plan), siswa kelompok
sedang menyelesaikan permasalahan sesuai dengan apa yang direncanakan dan

44
melaksanakan perhitungan dengan singkat. Pada tahap memeriksa kembali proses dan
hasil (looking back), siswa dengan kelompok sedang tidak memiliki cara atau asumsi
lain untuk memperoleh hasil yang sama dengan cara pertama. Siswa dengan kelompok
sedang memiliki kecenderungan meyakini jawaban yang diperolehnya benar dengan
melakukan pengecekan langkah demi langkah secara detail pada hasil pekerjaannya.
c. Hasil analisis data untuk siswa kelompok bawah
Hasil analisis data untuk siswa kelompok bawah dalam memahami masalah
(understanding the problem), siswa menuliskan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan secara kurang lengkap dan terurut, justru siswa kelompok bawah
menulisnya dalam tahap merencanakan penyelesaian, seharusnya dituliskan pada tahap
memahami masalah. Saat siswa kelompok bawah ditanya apa yang dia pahami dari
permasalahan yang diberikan, siswa mengucapkan apa yang diketahui dan ditanyakan
dengan singkat, tapi tidak lengkap dan tidak mengikuti informasi yang ada pada soal,
siswa kelompok bawah kurang mampu menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat
sendiri. Siswa kelompok bawah dalam merencanakan penyelesaian (devising a plan)
mampu menebak konsep apa yang harus siswa gunakan dalam menyelesaikan masalah,
siswa mengidentifikasi sub-tujuan (mencari hal-hal yang perlu dicari sebelum
menyelesaikan masalah). Saat siswa kelompok bawah ditanya apa yang dia rencanakan
untuk menyelesaikan masalah, siswa mengucapkan konsep apa yang harus digunakan
dalam menyelesaikan masalah dengan tepat. Pada tahap melaksanakan rencana
penyelesaian (carrying out the plan), siswa kelompok bawah menyelesaikan
permasalahan sesuai dengan apa yang direncanakan dan melaksanakan perhitungan
dengan singkat. Pada tahap memeriksa kembali proses dan hasil (looking back), siswa
dengan kelompok bawah tidak memiliki cara atau asumsi lain untuk memperoleh hasil
yang sama dengan cara pertama. Siswa dengan kelompok bawah memiliki
kecenderungan tidak meyakini jawaban yang diperolehnya benar karena siswa tidak
melakukan pengecekan langkah demi langkah secara detail pada hasil pekerjaannya.

2. Hasil analisis data proses berpikir menurut Taksonomi SOLO

45
Berdasarkan analisis tingkat pemahaman siswa pada materi trigonometri menggunakan
teori taksonomi SOLO yang telah dilakukan oleh peneliti, dapat dikemukakan temuan
penelitian sebagai berikut:
a. Siswa berkemampuan tinggi telah mencapai level relasional dimana siswa
berkemampuan tinggi telah berpikir menggunakan dua penggal informasi atau lebih
dari soal yang diberikan dan menghubungkan informasi-informasi tersebut untuk
menyelesaikan soal yang diberikan dengan tepat sehingga dapat menarik kesimpulan.
Namun siswa berkemampuan tinggi pada penelitian ini masih belum mampu menarik
kesimpulan dari soal yang telah dikerjakan.
b. Siswa berkemampuan sedang telah mencapai level multistruktural dimana siswa
berkemampuan sedang telah menggunakan dua penggal informasi atau lebih dari soal
yang diberikan untuk menyelesaikan soal dengan tepat tetapi tidak dapat
menghubungkannya bersama-sama. Namun pada penelitian ini siswa berkemampuan
sedang belum bisa menemukan apa hubungan dari informasi-informasi yang diketahui
tersebut dan tidak menemukan jawaban yang tepat.
c. Siswa berkemampuan bawah telah mencapai level unistruktural dimana siswa
berkemampuan bawah telah menggunakan satu informasi dari soal yang diberikan
untuk menyelesaikan soal dengan tepat dan menjawab pertanyaan secara terbatas.
Namun siswa berkemampuan bawah belum misa menggunakan dua pengga informasi
atau lebih dari soal yang diberikan untuk menyelesaikan soal dengan tepat.

46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan mengenai hasil penelitian tentang kemampuan
pemecahan masalah siswa kelas X IPS 4 SMA 1 Jogonalan pada materi trigonometri, hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa:
1. Siswa kelompok atas mampu memahami masalah secara lengkap dan terurut,
merencanakan penyelesaian secara lengkap dan terurut, melaksanakan rencana penelitian
sesuai dengan apa yang direncanakan, memeriksa kembali hasil dan proses. Siswa dengan
kelompok atas memiliki kecenderungan meyakini jawaban yang diperolehnya benar
dengan melakukan pengecekan langkah demi langkah secara detail pada hasil
pekerjaannya dan mengecek semua perhitungan yang sudah terlibat.
2. Siswa kelompok sedang kurang mampu memahami masalah secara lengkap dan terurut,
siswa menebak konsep apa yang harus digunakan dalam menyelesaikan masalah dengan
tepat dalam merencanakan masalah melaksanakan rencana penyelesaian sesuai dengan apa

47
yang direncanakan dan melaksanakan perhitungan dengan singkat. Siswa kelompok
sedang memiliki kecenderungan meyakini jawaban yang diperolehnya benar dengan
melakukan pengecekan langkah demi langkah secara detail pada hasil pekerjaannya dan
mengecek semua perhitungan yang sudah terlibat.
3. Siswa kelompok bawah tidak mampu memahami masalah secara lengkap dan terurut,
siswa menebak konsep apa yang harus digunakan dalam menyelesaikan masalah,
melaksanakan rencana penyelesaian sesuai dengan apa yang direncanakan dan
melaksanakan perhitungan dengan singkat. Siswa kelompok bawah memiliki
kecenderungan tidak meyakini jawaban yang diperolehnya benar karena siswa tidak
melakukan pengecekan langkah demi langkah secara detail pada hasil pekerjaannya dan
tidak mengecek semua perhitungan yang sudah terlibat.

Berdasarkan analisis data dan pembahasan mengenai hasil penelitian tentang proses berpikir
siswa kelas X IPS 4 SMA 1 Jogonalan pada materi trigonometri, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa:
1. Tingkat pemahaman siswa berkemampuan tinggi materi trigonometri berdasarkan teori
Taksonomi SOLO pada siswa kelas X IPS 4 SMA 1 Jogonalanberada pada level relasional
dimana siswa berkemampuan tinggi telah memahami soal yang diberikan dengan baik
sehingga mampu menemukan lebih dari dua informasi dari soal yang disajikan.
2. Tingkat pemahaman siswa berkemampuan sedang materi trigonometri berdasarkan teori
Taksonomi SOLO pada siswa kelas X IPS 4 SMA 1 Jogonalan berada pada level
multistruktural dimana siswa berkemampuan sedang bisa lebih memahami soal. Siswa
telah berhasil menemukan lebih dari satu informasi untuk menyelesaikan soal dengan tepat.
3. Tingkat pemahaman siswa berkemampuan bawah materi trigonometri berdasarkan teori
Taksonomi SOLO pada siswa kelas X IPS 4 SMA 1 Jogonalan berada pada level
unistruktural dimana siswa telah mampu menemukan sepenggal informasi sebagai bekal
untuk menyelesaikan soal dengan sederhana dan tepat.

B. Saran

48
Berdasarkan pembahasan dan hasil analisis kemampuan pemecahan masalah serta proses
berpikir siswa materi trigonometri siswa kelas X IPS 4 SMAN 1 Jogonalan, saran-saran yang
dapat peneliti berikanadalah sebagai berikut:
1. Bagi Guru
Sebagai masukan untuk mengetahui proses berpikir siswa pada materi trigonometri
sehingga bisa segera dilakukan tindakan terutama pada siswa yang masih memiliki tingkat
pemahaman pada level rendah.
Sebagai masukan untuk membudayakan pengajaran mengenai pemecahan masalah
matematika kepada siswa sejak pendidikan dasar.

2. Bagi Siswa
Sebagai salah satu bahan evaluasi untuk siswa sendiri sejauh mana materi telah
disampaikan dan sejauh mana siswa bisa menerima materi dan memahamaninya dengan
sempurna.
3. Bagi Sekolah
Sebagai acuan untuk menentukan langkah selanjutnya dalam proses pembelajaran
sehingga tercapainya tujuan yaitu pemahaman siswa yang maksimal dan kemampuan
dalam memecahkan masalah.
4. Bagi Peneliti Lain
Sebagai ilmu pengetahuan dan sebagai motivasi untuk mengadakan penelitian leih lanjut
dan lebih baik sehingga tidak hanya menganilisis 1 subjek pada setiap tingkat tinggi sedang
maupun bawah serta perlu dilakukan penelitian lanjutan sebagai upaya untuk
memperbaiki kemampuan pemecahan masalah siswa dalam memecahkan masalah
matematika.

49

Anda mungkin juga menyukai