Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola

pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu

hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika,

para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman

tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek

(abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk

memahami atau menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-persamaan

atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan

dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya.

NCTM (National Coucil of Teachers of Mathematics)

merekomendasikan 4 (empat) prinsip pembelajaran matematika, yaitu:

1. Matematika sebagai pemecahan masalah,

2. Matematika sebagai penalaran,

3. Matematika sebagai komunikasi, dan

4. Matematika sebagai hubungan (Erman Suherman, 2003: 298).

Menurut ketetapan UU Nomor 20 Tahun 2003, misi Pendidikan Nasional

adalah meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka salah satu aspek penting dalam

pembelajaran matematika adalah peningkatan kemampuan matematis siswa.

Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan (Depdiknas, 2006: 346)

1
2

menyebutkan pemberian mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi

yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta

sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan pemaparan di atas, salah satu dari standar proses

pembelajaran adalah kemampuan komunikasi matematis (communication).

Kemampuan komunikasi matematis adalah keterampilan dasar yang harus

dimiliki seseorang agar dapat menempuh kehidupannya secara lebih baik dalam

penyelesaian masalah. Pembahasan dalam tulisan ini tidak dimaksudkan untuk

mencakup secara keseluruhan masalah, tetapi lebih difokuskan pada masalah yang

berkaitan dengan pelajaran matematika di sekolah. Masalah matematika yang

diberikan kepada siswa di sekolah, dimaksudkan untuk melatih siswa

2
3

mematangkan kemampuan intelektualnya dalam memahami ide, interprestasi ide

dan memperoleh solusi dari setiap masalah yang dihadapi. Oleh karena itu,

kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam

menyelesaikan masalah yang sukses menjadi tema penting dalam standar isi

kurikulum pendidikan matematika di Indonesia Depdiknas (Kaselin, 2013: 122).

Melalui studi pendahuluan oleh peneliti dengan melakukan observasi

pada tanggal 26 Oktober 2019 terhadap proses dan hasil belajar siswa di kelas VII

A serta wawancara terhadap guru matematika di SMP Negeri 1 Barombong.

Berdasarkan hasil observasi di kelas VII A diperoleh kesimpulan bahwa belum

ada partisipasi aktif siswa dalam menemukan sendiri makna dari pengertian

matematika yang mereka pelajari, sehingga siswa kesulitan menggunakan

penalaran dalam menyelesaikan masalah matematika yang lebih kompleks,

mereka hanya bisa menyelesaikan soal-soal serupa dengan contoh yang diberikan

oleh guru. Hal ini mengakibatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII A

SMP Negeri 1 Barombong rendah, serta banyak yang mengikuti remedial. Strategi

pembelajaran yang digunakan guru belum optimal untuk meningkatkan

kemampuan komunikasi matematis siswa karena pembelajaran masih terpusat

pada guru (Teacher Center).

Berdasarkan hasil wawancara guru matematika di SMP Negeri 1

Barombong diperoleh bahwa siswa tidak aktif dalam pembelajaran, siswa tidak

berani dalam menyampaikan pendapat ketika berdiskusi dan siswa juga tidak ada

yang berani presentasi di depan kelas tanpa harus di tunjuk oleh guru. Hal ini

disebabkan karena siswa tidak memiliki rasa percaya diri dan siswa tidak yakin

dengan pendapat atau jawabannya sendiri. Maka dari itu guru sebagai fasilitator

3
4

memiliki peran memfasilitasi siswa-siswanya untuk belajar secara maksimal

dengan mempergunakan berbagai strategi, metode, media, dan sumber belajar.

Namun demikian, bukan hal yang mudah bagi siswa untuk mempelajari

matematika terkait dengan motivasi belajar, serta siswa memiliki pendapat

tersendiri tentang cara penyelesaian masalah matematika yang belum tentu tepat

kebenarannya.

Dari hal tersebut, diharapkan kepada guru untuk dapat merancang dan

menggunakan strategi yang tepat dalam proses belajar mengajar. Salah satu hal

yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengajar adalah kesesuaian antara

materi dengan strategi yang digunakan.

Untuk mengatasi hal tersebut, perlu adanya usaha guru untuk

menciptakan suasana belajar yang meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa yaitu dengan menggunakan strategi yang aktif dan inovatif.

Berdasarkan hal tersebut strategi yang mampu menuntun siswa dalam

meningkatkan komunikasi matematis adalah strategi pembelajaran REACT.

Strategi pembelajaran REACT merupakan suatu strategi pembelajaran

konstekstual yang pertama kali dikembangkan oleh Micheal L, Crawford di

Amerika (Crawford, 2001: 3).

Strategi pembelajaran REACT ini menyampaikan lima strategi bagi

pendidik dalam rangka pembelajaran kontekstual yaitu menghubungkan

(relating), mencoba (experiencing), mengaplikasi (applying), bekerja sama

(cooperating) dan proses transfer (transferring) (Trianto, 2010: 108).

4
5

Dari uraian di atas dapat terlihat bahwa semua tahap memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi

matematis karena pada tahapan strategi pembelajaran REACT dapat

menghantarkan siswa untuk terbiasa mengeluarkan ide-ide, memberikan pendapat

dan mampu menyelesaikan masalah. Sehingga dengan itu, kemampuan

komunikasi matematis siswa juga ikut terlatih. Strategi pembelajaran REACT

sangat efektif diterapkan dalam pembelajaran matematika, serta menyebabkan

siswa belajar dan menyajikan konsep-konsep yang dipelajari lebih bemakna

sehingga lebih menyenangkan karena strategi pembelajaran ini mengkaitkan

proses belajar siswa dengan kehidupan sehari-hari dan mendorong siswa untuk

aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuannya (Crawford, 2001: 3).

Strategi REACT sangat baik digunakan karena pembelajaran menggunakan

strategi ini menuntut siswa untuk terlibat dalam berbagai aktivitas yang terus-

menerus, berpikir, menjelaskan penalaran, serta mengetahui berbagai hubungan

antara tema-tema dan konsep-konsep bukan hanya sekedar menghafal dan

membaca fakta secara berulang-ulang serta mendengar ceramah dari guru.

Dengan demikian siswa memiliki kesempatan untuk membangun sendiri

pengetahuan-pengetahuan baru, berdasarkan pengetahuan yang telah ia miliki

sebelumnya. Dalam pembelajaran matematika, hal ini dapat menjadikan siswa

paham lebih mendalam tentang konsep matematika yang ia pelajari, mampu

mengaplikasikan konsep-konsep tersebut dalam menyelesaikan masalah

matematika, serta dapat meningkatkan daya penalaran dan komunikasi matematis

siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah yang lebih kompleks.

5
6

Penelitian yang telah dilakukan oleh Arifin, A. T, dkk menyatakan bahwa

kemampuan komunikasi matematis telah mencapai ketuntasan klasikal, mencapai

lebih dari 80% yaitu sebesar 93,1%. Dilihat dari nilai rata-rata tes kemampuan

komunikasi matematis kelas eksperimen adalah 83,61. Sedangkan, kelas kontrol

adalah 73,79 dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa

kelas eksperiman lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa

kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan strategi pembelajaran

REACT efektif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Melalui Strategi Pembelajaran (REACT) pada Siswa Kelas VII A SMP

Negeri 1 Barombong”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka permasalahan pokok

penelitian ini adalah: Apakah pembelajaran matematika melalui strategi REACT

dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis kelas VII A SMP Negeri

1 Barombong?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan dalam

penelitian ini adalah: Melalui strategi REACT dalam pembelajaran matematika

dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII A SMP

Negeri 1 Barombong.

6
7

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi upaya

meningkatkan mutu pembelajaran matematika pada tingkat SMP. Manfaat dari

hasil penelitian tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan untuk

mengembangkan strategi pembelajaran yang lebih bervariasi dan memberikan

informasi yang sangat berharga pada perkembangan ilmu pendidikan.

2. Secara Praktis

a. Bagi Siswa

Pelaksanaan penelitian ini dapat membuat siswa lebih berperan aktif dan

lebih terampil dalam belajar serta dapat memberikan kemudahan dalam

memahami matematika yang disampaikan oleh guru pada pembelajaran

matematika di kelas.

b. Bagi Guru

Dapat dijadikan sebagai alternatif untuk memilih atau menyiapkan

strategi pembelajaran dan juga masukan bagi guru bidang studi matematika dalam

penggunaan strategi pembelajaran yang tepat dan menarik dalam pembelajaran

matematika sebagai upaya meningkatkan kemampuan komunikasi siswa sesuai

dengan yang diharapkan.

c. Bagi Sekolah

Pelaksanaan penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam rangka

meningkatkan pembelajaran di kelas berupa ketuntasan belajar siswa pada mata

pelajaran matematika maupun mata pelajaran yang lain dan memperbaiki teknik

7
8

serta strategi pembelajaran yang bervariasi. Dan juga sebagai bahan pemikiran

bagi sekolah yang bersangkutan dalam rangka mengembangkan upaya untuk

meningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran matematika di sekolah.

8
9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola

pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu

hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika,

para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman

tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek

(abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk

memahami atau menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-

persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan

penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya.

NCTM (National Coucil of Teachers of Mathematics)

merekomendasikan 4 (empat) prinsip pembelajaran matematika, yaitu:

1. Matematika sebagai pemecahan masalah,

2. Matematika sebagai penalaran,

3. Matematika sebagai komunikasi, dan

4. Matematika sebagai hubungan (Erman Suherman, 2003: 298).

Matematika perlu diberikan kepada siswa untuk membekali mereka

dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta

kemampuan bekerjasama. Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan

9
10

(Depdiknas, 2006: 346) menyebutkan pemberian mata pelajaran matematika

bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan

mengaplikasi konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat

dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi

yang diperoleh.

d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk menjelaskan keadaan/masalah.

e. Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu:

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam pelajaran matematika

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Tujuan umum pertama, pembelajaran matematika pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah adalah memberikan penekanan pada penataan

latar dan pembentukan sikap siswa. Tujuan umum adalah memberikan penekanan

pada keterampilan dalam penerapan matematika, baik dalam kehidupan sehari-

hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.

Fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu atau

pengetahuan (Erman, 2003: 56). Pembelajaran matematika di sekolah

10
11

menjadikan guru sadar akan perannya sebagai motivator dan pembimbing siswa

dalam pembelajaran matematika di sekolah.

2. Kemampuan Komunikasi Matematis

Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan

beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Dalam kamus Bahasa Indonesia,

kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti sanggup atau dapat.

Kemampuan dapat diartikan kesanggupan. Jadi kemampuan adalah suatu

kesanggupan dalam melakukan sesuatu hal atau beragam tugas dalam suatu

pekerjaan tertentu (Depertemen Pendidikan Nasional, 2005: 838).

Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu yang

harus ia lakukan. Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda termasuk

kemampuan dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah kemampuan

dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, untuk mendukung wacana kelas yang

efektif guru harus membangun komunitas yang membuat siswa merasa bebas

untuk mengekspresikan ide mereka. Hal tersebut didasarkan bahwa matematika

bukan sekadar alat untuk berfikir, tetapi juga merupakan alat untuk

menyampaikan ide dengan jelas dan tepat. Pelajar harus boleh mengungkapkan

ide mereka secara lisan, tertulis, gambar atau graf dan dengan menggunakan

bahan konkrit.

Kemampuan komunikasi matematis yang dipaparkan oleh Depdiknas

(Kaselin, 2013: 122) yaitu keterampilan dasar yang harus dimiliki seseorang agar

dapat menempuh kehidupannya secara lebih baik dalam penyelesaian masalah.

Pembahasan dalam tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mencakup secara

keseluruhan masalah, tetapi lebih difokuskan pada masalah yang berkaitan dengan

11
12

pelajaran matematika di sekolah. Masalah matematika yang diberikan kepada

siswa di sekolah, dimaksudkan untuk melatih siswa mematangkan kemampuan

intelektualnya dalam memahami ide, interprestasi ide dan memperoleh solusi dari

setiap masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, kebutuhan untuk meningkatkan

kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan masalah yang

sukses menjadi tema penting dalam standar isi kurikulum pendidikan matematika

di Indonesia.

Kemampuan komunikasi menjadi salah satu dari 5 kemampuan

matematis yang direkomendasikan NCTM (Arifin, 2014: 92) mengemukakan

kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika sangat perlu

untuk dikembangkan. Hal ini karena melalui komunikasi matematis siswa dapat

mengorganisasikan berpikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan.

Disamping itu, siswa juga dapat memberikan respon yang tepat antar siswa dan

media dalam proses pembelajaran.

Usman, (2017: 1) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi

merupakan suatu hal yang sangat penting pada masa sekarang, karena dampak

yang diperoleh membuat manusia menjadi lebih terbuka, fleksibel dan dalam

beradaptasi manusia mudah menghadapi berbagai situasi dan masalah

kehidupannya. Perkembangan teknologi dan informasi yang lebih maju menuntut

masyarakat harus lebih cerdas, kreatif, komunikatif, dan mampu menyaring

informasi yang diperolehnya.

Menurut Afgani (Musna, 2018: 27) komunikasi matematika

(mathematical communication) diartikan sebagai kemampuan dalam menulis,

membaca, menyimak, menelaah, menginterpretasikan, serta mengevaluasi ide,

12
13

simbol, istilah, dan informasi matematika siswa. Siswa diharapkan dapat memiliki

kemampuan komunikasi untuk menunjang dalam aktivitas di kelas dan sosial di

luar kelas.

Menurut Greenes dan Schulman (Bansu, 2016: 16) kemampuan

matematis dapat terjadi ketika siswa (1) menyatakan ide matematika melalui

ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe yang

berbeda; (2) memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam

tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual; (3) mengkonstruk, menafsirkan dan

menghubungkan macam-macam representasi ide dan hubungannya.

Kemampuan komunikasi menurut Baroody (Bansu 2016: 5) ada dua

alasan penting mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu

ditumbuh kembangkan di kalangan MTs/SMP. Pertama, mathematics as

language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk

menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi

matematika juga bisa sebagai alat untuk berinteraksi secara matematis, di mana

menuntun seseorang untuk mampu mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki.

Kedua, mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial

dalam pembelajaran matematika, matematika bukannya hanya sekedar ide, simbol

dan kaidah saja. Tetapi, juga sebagai wahana interaksi antar siswa dan juga

komunikasi antara guru dan siswa.

Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menyampaikan

gagasan/ide matematis, baik secara lisan maupun tulisan serta kemampuan

memahami dan menerima gagasan/ide matematis orang lain secara cermat,

analisis, kritis, dan evaluative untuk mempertajam pemahaman. Kemampuan

13
14

komunikasi matematis memiliki peran penting dalam pembelajaran matematika,

sebab melalui komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasikan ide-ide

pemikiran matematis mereka. Melalui komunikasi, guru sebagai pemberi

informasi dalam proses belajar mengajar adalah materi pelajaran, sedangkan siswa

sebagai penerima informasi yaitu siswa dengan mengunakan simbol-simbol baik

lisan, tulisan dan bahasa yang tidak verbal (Lestari dan Mokhammad Ridwan

Yudhanegara, 2017: 83).

Secara umum, kemampuan komunikasi matematis dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu kemampuan komunikasi matematis lisan dan kemampuan

komunikasi tertulis. Adapun kemampuan komunikasi matematis yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis tertulis.

Indikator kemampuan komunikasi matematis di antaranya:

a. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide

matematika.

b. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secars lisan atau tulisan,

dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.

c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa matematika.

d. Mendengarkan, diskusi, dan menulis tentang matematika.

e. Membaca dengan pemahaman suatu pemahaman presentasi matematika

tertulis.

f. Menyusun pertanyaan matematika yang relavan dengan situasi masalah.

(Lestari dan Mokhammad Ridwan Yudhanegara, 2017: 83)

Sedangkan menurut Ross (Apiyati, 2015: 61), indikator yang menunjukkan

kemampuan komunikasi matematis secara tertulis adalah:

14
15

a. Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah

menggunakan gambar, bangun, tabel, dan secara aljabar.

b. Menyimpulkan hasil dalam bentuk tertulis.

c. Menggunakan representasi menyeluruh untuk menyatakan konsep

matematika dan solusinya.

d. Membuat situasi matematika dengan menyediakan ide dan keterangan dalam

bentuk tertulis.

e. Menggunakan bahasa matematika dan simbol secara tepat.

Sedangkan Grenes dan Schulman (Musna, 2018: 30) merumuskan

kemampuan komunikasi matematis dalam tiga hal, yaitu:

a. Menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi dan

melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda.

b. Memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, atau

dalam bentuk visual.

c. Mengkonstruk, menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam

representasi ide dan hubungannya.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, penulis hanya mengukur

kemampuan tulis saja. Penulis dapat simpulkan bahwa indikator kemampuan

komunikasi matematis siswa meliputi kemampuan dalam :

a. Kemampuan siswa dalam menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau

benda nyata kedalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika.

b. Kemampuan siswa dalam menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis secara

lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.

c. Kemampuan siswa dalam menyimpulkan hasil dalam bentuk tertulis.

15
16

3. Strategi Pembelajaran (REACT)

Strategi pembelajaran REACT merupakan suatu strategi pembelajaran

kontekstual yang pertama kali dikembangkan oleh Micheal L, Crawford

(Paradikma, 2012: 131) di Amerika Serikat. Strategi pembelajaran yang berbasis

kontekstual ini, dikembangkan mengacu pada faham konstruktivisme karena

pembelajaran yang menggunakan srategi ini menuntut siswa untuk terlibat dalam

berbagai aktivitas yang terus menerus, berpikir dan menjelaskan penalaran

mereka, mengatahui hubungan antara tema-tema dan konsep-konsep, bukan hanya

sekedar menghafal dan membaca fakta secara berulang-ulang serta mendengar

ceramah dari guru. Pada dasarnya penelitian strategi pembelajaran REACT ini

tentang bagaimana orang-orang Amerika belajar untuk mendapatkan pemahaman

dan pengalaman terhadap para guru-guru di Amerika untuk membantu

pemahaman bagi siswa secara mendalam (Paradikma, 2012: 131)

Strategi ini dikembangkan mengacu paham kontruktivisme karena

pembelajaran dengan menggunakan strategi ini menuntut siswa untuk terlibat

dalam berbagai aktivitas terus menerus, berpikir dan menjelaskan penalaran serta

mengkomunikasikan antara tema-tema dan konsep konsep bukan hanya sekedar

menghafal dan membaca fakta secara berulang-ulang.

Kita ketahui bahwa peserta didik mempunyai cara belajar yang berbeda-

beda. Ada peserta didik yang lebih senang membaca, ada yang senang berdiskusi

dan ada pula yang melakukan praktek langsung. Agar dapat memahami peserta

didik maksimal dalam belajar, maka kesenangan dalam belajar sebisa mungkin

diperhatikan. Crawford (Arifin, 2014: 93) Center Of Occupational Research and

16
17

Development (CORD) menyampaikan lima strategi bagi pendidik dalam rangka

penerapan pembelajaran kontekstual, yang di singkat dengan REACT.

Strategi pembelajaran REACT merupakan akronim dari Relating,

Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transfering. Crawford (Marthen, 2010:

130) menjelaskan bahwa kelas merupakan tempat yang paling efektif untuk

perubahan dan inti perubahan untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik adalah

pembelajaran itu sendiri.

Strategi pembelajaran REACT menyebabkan siswa termotivasi dalam

belajar dan menyajikan konsep-konsep yang dipelajari lebih bermakna dan lebih

menyenangkan karena strategi pembelajaran ini mengkaitkan proses belajar siswa

dengan kehidupan sehari-hari dan mendorong siswa untuk aktif mengkonstruksi

sendiri pengetahuannya.

Dalam pembelajaran dengan strategi REACT ada lima langkah yang

harus digunakan selama proses belajar yaitu :

a. Relating (Mengkaitkan)

Relating (mengkaitkan) adalah belajar dalam konteks pengalaman

kehidupan seseorang atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya, yaitu

mengkaitkan informasi baru atau materi pelajaran yang baru dengan berbagai

pengalaman kehidupan atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam

hal ini guru mengarahkan siswa untuk berusaha menghubungkan sesuatu yang

tidak asing lagi pada siswa, misalnya materi prasyarat dengan materi pelajaran

yang baru sehingga belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan.

17
18

b. Experiencing (Mengalami)

Belajar sebaiknya ditekankan kepada hal pengalian (explorasi),

penemuan (discovery) dan penciptaan (invention) sehingga siswa dapat

mengalami sendiri proses belajarnya. Dalam mempelajari suatu konsep, siswa

mempunyai pengalaman terutama langkah-langkah dalam mempelajari konsep

tersebut. Agar siswa lebih mudah dalam memahami suatu konsep, siswa harus

mengalami sendiri proses belajarnya, yaitu dengan melibatkan siswa secara aktif

dalam belajar. Hal ini dapat diperoleh ketika siswa mengerjakan Lembar Kerja

Siswa (LKS), latihan penugasan (kuis), kerja kelompok, atau bentuk kegiatan lain

yang melibatkan keaktifan siswa.

c. Applying (Menerapkan)

Menerapkan mengandung makna bahwa hasil belajar dipresentasikan di

dalam konteks pemanfaatannya. Belajar untuk menerapkan atau mengaplikasikan

konsep-konsep atau informasi yang diperoleh siswa ketika melaksanakan aktifitas

pemecahan masalah baik melalui LKS, latihan penugasan, maupun kegiatan lain

yang melibatkan keaktifan siswa dalam belajar merupakan pembelajaran yang

dilakukan dengan menerapkan atau mengaplikasi.

d. Cooperating (Bekerja Sama)

Masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan secara individual oleh

siswa selama proses pembelajaran berlangsung akan lebih mudah diselesaikan

dengan bekerjasama dengan teman-teman secara berkelompok, misalnya untuk

menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks, khususnya masalah yang

melibatkan situasi yang realistis. Bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil

18
19

akan memberikan kemampuan yang lebih untuk mengatasi berbagai persoalan

yang kompleks.

e. Transfering (Mentransfer)

Mentransfer adalah strategi pembelajaran yang didefinisikan sebagai

pengunaan pengetahuan yang telah dimilikinya dalam konteks baru atau situasi

baru. Dalam hal ini pembelajaran diarahkan untuk menganalisa dan memecahkan

suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan dengan

menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dalam pembelajaran ini peran

guru tidak hanya menyampaikan fakta-fakta dan prosedur-prosedur. Tetapi,

perannya berkembang mencakup penciptaan berbagai macam pengalaman belajar

dengan fokus pada pemahaman bukan pada pengingatan. Guru dituntut

merancang tugas-tugas untuk mencapai sesuatu yang baru dan keanekaragaman,

sehingga minat, motivasi, keterlibatan dan penguasaan siswa terhadap matematika

dapat meningkat Crawford (Paradikma, 2012: 132-133).

Keterkaitan Strategi pembelajaran REACT dengan kemampuan

komunikasi matematis. Pertama tahap relating yaitu siswa mengeluarkan ide-ide

dari pengetahuan materi sebelumnya dan mengkait dengan pengetahuan materi

yang akan dipelajari selanjutnya. Kedua tahap experiencing yaitu siswa

mengalami sendiri proses belajarnya sehingga siswa lebih mudah dalam

memahami suatu konsep, hal ini diperoleh ketika siswa mengerjakan Lembar

Kerja Siswa (LKS). Ketiga tahap applying yaitu siswa mampu menerapkan

konsep yang telah didapat dari proses relating dan experiencing, kemudian

diterapkan saat siswa mengerjakan LKS. Keempat tahap cooperating yaitu siswa

mampu bekerjasama dalam menyelesaikan permasalahan yang rumit, pada tahap

19
20

ini siswa dilatih untuk memberi pendapat serta menerima pendapat teman. Pada

tahap transferring yaitu pada tahap ini tidak hanya mampu memberi penjelasan

konsep yang telah siswa temukan. Tetapi, siswa mampu menerapkan kembali

konsep tersebut kedalam permasalahan yang baru. Dari kelima langkah-langkah

strategi pembelajaran REACT mampu meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa.

Adapun kelebihan dan kelemahan pembelajaran dengan strategi REACT

dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Kelebihan pembelajaran dengan strategi REACT

a. Memperdalam pemahaman siswa, dalam pembelajaran siswa bukan hanya

menerima informasi yang disampaikan oleh guru, melainkan melakukan

aktivitas mengerjakan LKS sehingga bisa mengaitkan dan mengalami sendiri

prosesnya.

b. Mengembangkan sikap menghargai diri siswa dan orang lain, karena dalam

pembelajaran, siswa bekerjasama, melakukan aktivitas dan menemukan

rumusnya sendiri, maka siswa memiliki rasa menghargai diri atau percaya diri

sekaligus menghargai orang lain.

c. Mengembangkan sikap kebersamaan dan rasa saling memiliki, belajar dengan

bekerja sama akan melahirkan komunikasi sesama siswa dalam aktivitas dan

tanggung jawab, sehingga dapat menciptakan sikap kebersamaan dan rasa

memiliki.

d. Mengembangkan keterampilan komunikasi untuk masa depan, belajar dengan

mengalami dituntun suatu keterampilan dari siswa untuk memanipulasi benda

20
21

konkrit. Kegiatan tersebut merupakan bekal untuk mengembangkan

keterampilan masa depan.

e. Membentuk sikap mencintai lingkungan, pembelajaran dengan

memperhatikan keadaan lingkungan dan peristiwa dalam kehidupan sehari-

hari, dikaitkan dengan informasi baru. Oleh karena itu, siswa dengan

sendirinya membentuk sikap mencintai lingkungannya.

f. Membuat belajar menjadi secara inklusif, pembelajaran yang dilaksanakan

secara menyeluruh, sempurna dan menyenangkan.

2) Kelemahan pembelajaran dengan strategi REACT

a. Membutuhkan waktu yang lama untuk siswa, pembelajaran dengan strategi

REACT membutuhkan waktu yang cukup lama bagi siswa dalam melakukan

aktivitas belajar, sehingga sulit untuk mencapai target kurikulum. Untuk

mengatasi hal tersebut perlu pengaturan waktu selektif mungkin.

b. Membutuhkan waktu yang lama untuk guru, pembelajaran strategi REACT

membutuhkan waktu yang cukup lama bagi guru dalam melakukan aktivitas

belajar, sehingga kebanyakan guru tidak mau melakukannya.

c. Membutuhkan kemampuan khusus guru, kemampuan guru yang paling

dibutuhkan adalah adanya keinginan untuk melakukan kreatif, inovatif, dan

komunikasi dalam pembelajaran sehingga tidak semua guru dapat melakukan

atau menggunakan strategi ini (Surya dan A. Zainul Tedy, 2014: 34).

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian menunjukkan keberhasilan pada strategi pembelajaran

REACT untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis telah dilakukan

oleh beberapa peniliti, diantaranya:

21
22

1. Mega Mustikawati, (2013). Dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan

Pembelajaran Matematika dengan Strategi REACT dalam Meningkatkan

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP”. Peneliti menyimpulkan

bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan model

pembelajaran REACT lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model

pembelajaran konvensional, dan juga siswa bersikap positif terhadap

penggunaan model pembelajaran REACT dalam pembelajaran matematika.

2. Wiriani Annisa, (2016). Dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan

Model Pembelajaran Relating, Experiencing, Applying, Cooperating,

Transferring (REACT) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematik Siswa SMP”. Peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan

komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran REACT lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional, dan siswa bersikap positif terhadap

pelajaran matematika.

3. Mukaromah Siti, (2012). Dalam penelitiannya yang berjudul “Pembelajaran

Matematika Melalui Strategi REACT untuk Meningkatkan Kemampuan

Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VII A SMPN 1

Kecamatan Mlarak Tahun Pelajaran 2011/2012”. Peneliti menyimpulkan

bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa kelas VII

SMPN 1 Mlarak mengalami peningkatan setelah melaksanakan pembelajaran

melalui strategi REACT.

22
23

4. Penelitian yang dilakukan oleh, Arifin, A.T. dkk (2014). Menunjukkan bahwa

ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan komunikasi matematis

siswa kelas eksperimen dengan kemampuan komunikasi matematis siswa

kelas kontrol. Hal ini dapat dari hasil analisis diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 =

5,403 > 1,67. Dilihat dari nilai rata-rata tes kemampuan kemampuan

matematis siswa kelas eksperimen adalah 83,61 sedangkan nilai rata-rata tes

kemampuan matematis siswa kelas kontrol adalah 73,79. Jadi dapat

simpulkan bahwa rata-rata hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa

yang memperoleh pembelajaran dengan strategi REACT lebih baik daripada

rata-rata hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran ekspositori.

Berdasarkan paparan penelitian di atas terdapat persamaan dengan

penelitian yang akan dilakukan peneliti, yakni sama-sama menggunakan strategi

pembelajaran REACT. Peneliti di sini ingin melihat peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa dengan menggunakan model pembelajaran REACT.

Posisi peneliti di sini adalah ingin mengembangkan hasil penelitian terdahulu

yang relevan, yaitu yang dilakukan oleh Mega Mustikawati, Annisa Wiriani, Siti

Mukaromah, dan Arifin, A.T. dkk.

C. Kerangka Pikir

Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat akan mempermudah

pencapaian tujuan awal pembelajaran. Materi yang disampaikanpun hendaknya

disajikan dengan runtut, karena matematika merupakan ilmu yang runtut dan

berkesinambungan. Berikut kerangka pikir yang diperoleh dari uraian diatas:

23
24

Pemilihan strategi pembelajaran Relating, Experiencing, Applying,

Cooperating, dan Transferring (REACT) diharapkan mampu untuk meningkatkan

kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menemukan cara-cara khusus

untuk memecahkan soal terbuka yang dikemukakan. Apabila kerangka pikir

tersebut dibuat gambar sebagai berikut:

Siswa kelas VII A SMP Negeri 1 Barombong

Kurangnya Kemampuan Komunikasi Matematis

Strategi Pembelajaran Relating, Experiencing, Applying,


Cooperating, Transferring (REACT)

Relating
rrelating Experiencing Applying Cooperating Transferring
(Mengaitkan) (Mencoba) (Menerapkan) (Bekerjasama) (Mentransfer)

REACT secara teoritis dan didukung hasil penelitian yang relevan


diyakini mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematika
siswa kelas VII A SMP Negeri 1 Barombong.

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Penelitian

D. Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu jika strategi

pembelajaran REACT digunakan maka dapat meningkatkan kemampuan

komunikasi matematis siswa kelas VII A SMP Negeri 1 Barombong.

24
25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

yang dilakukan secara kolaboratif. Kolaboratif artinya peneliti berkolaborasi atau

bekerjasama dengan guru matematika kelas VII A SMP Negeri 1 Barombong.

Adapun tindakan yang akan dilakukan adalah menerapkan strategi REACT dalam

pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa kelas VII A SMP Negeri 1 Barombong.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VII A SMP Negeri 1 Barombong

sebanyak 32 orang siswa yang menurut hasil observasi awal memiliki kemampuan

komunikasi matematis yang masih rendah. Subjek penelitian ditentukan setelah

peneliti berkonsultasi dengan guru matematika kelas VII A SMP Negeri 1

Barombong.

C. Definisi Operasional

Untuk memudahkan memahami penelitian ini, maka perlu diketahui

istilah-istilah yang penting yang menjadi pokok pembahasan utama dalam

penelitian ini, yaitu:

1. Strategi REACT

Strategi REACT, strategi ini memfokuskan pada pembelajaran yang

dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Strategi REACT memuat

25
26

lima komponen, yaitu mengaitkan (Relating), mengalami (Experiencing),

menerapkan (Applying), bekerjasama (Cooperating), dan mentransfer

(Transferring).

a. Relating (mengaitkan) adalah ketika menghubungkan konsep baru dengan

sesuatu dengan yang telah diketahui oleh siswa.

b. Experiencing (mencoba) adalah pada experiencing mungkin saja mereka

tidak mempunyai pengalaman langsung berkenaan dengan konsep tersebut.

Akan tetapi, pada bagian ini guru harus memberikan kegiatan yang hands-on

kepada siswa sehingga kegiatan yang dilakukan siswa tersebut siswa dapat

membangun pengetahuan.

c. Applying (mengaplikasi) adalah siswa mengaplikasikan konsep-konsep ketika

mereka berhubungan dengan aktivitas penyelesaian masalah yang hands-on.

d. Cooperating (bekerja sama) adalah belajar dalam konteks saling berbagi,

merespons dan berkomunikasi dengan pelajar lainnya adalah strategi

intruksional yang utama dalam pengajaran kontekstual.

e. Transferring (proses tranfer ilmu) adalah strategi belajar yang kita definisikan

sebagai menggunakan pengetahuan dalam sebuah konteks baru atau situasi

baru suatu hal yang belum teratasi/diselesaikan dalam kelas (Trianto, 2010:

109).

2. Kemampuan Komunikasi Matematis

Kemampuan komunikasi matematis (communication in mathematic).

Kemampuan komunikasi matematis berkaitan dengan kemampuan dan

keterampilan siswa dalam berkomunikasi. Standar evaluasi untuk mengukur

kemampuan ini adalah: (1) menyatakan ide matematika dengan berbicara,

26
27

menulis, demonstrasi, dan mengambarkannya dalam bentuk visual, (2)

memahami, menginterpretasi, dan menilai ide matematik yang disajikan dalam

tulisan, lisan atau bentuk visual, (3) menggunakan kosa kata/bahasa, notasi dan

struktur matematik untuk menyatakan ide, menggambarkan hubungan, dan

pembuatan model (Bensu, 2016: 15).

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah langkah-langkah yang digunakan sebagai alat

untuk mengumpulkan data dan menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.

Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus dengan empat tahapan

yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan (observasi), dan refleksi. Secara

rinci perosedur penelitian tindakan ini sebagai berikut:

1. Siklus I

a. Perencanaan (Planning)

Kegiatan perencanaan meliputi tahap-tahap sebagai berikut :

1) Merencanakan proses pelaksanaan pelajaran matematika melalui strategi

REACT.

2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan strategi

REACT.

3) Mempersiapkan lembar materi pembelajaran yang sesuai dengan standar

kompetensi.

4) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS).

5) Menyusun lembar observasi aktivitas siswa dan guru di kelas.

6) Menyusun dan mempersiapkan soal tes komunikasi matematis siklus I yang

akan diberikan kepada siswa pada akhir siklus I.

27
28

7) Menyusun lembar angket untuk siswa guna mengetahui respon siswa

terhadap kegiatan pembelajaran dan akan dipergunakan pada akhir siklus

terakhir.

8) Mengelompokkan siswa.

Penelitian ini menggunakan kelompok siswa yang heterogen. Kelompok

heterogen adalah kelompok yang terdiri atas siswa-siswa yang memiliki jenis

kelamin serta tingkat prestasi yang berbeda-beda.

b. Pelaksanaan tindakan (Acting)

Tindakan dalam penelitian ini berupa penerapan strategi pembelajaran

REACT. Adapun secara garis besar, tahap-tahap pelaksanaan strategi

pembelajaran REACT meliputi:

1) Relating

Guru menghubungkan konsep yang dipelajari dengan materi pengetahuan

yang dimiliki siswa

2) Experiencing

Siswa melakukan kegiatan pembelajaran dan guru memberikan penjelasan

untuk mengarahkan siswa menemukan pengetahuan baru.

3) Applying

Siswa menerapkan pengetahuan yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

4) Cooperating

Siswa melakukan diskusi kelompok untuk memecahkan permasalahan dan

mengembangkan kemampuan berkolaborasi dengan teman.

28
29

5) Transferring

Siswa menunjukkan kemampuan terhadap pengetahuan yang dipelajarinya

dan menerapkannya dalam situasi dan konteks baru.

c. Observasi (Observing)

Observasi (pengamatan) dilaksanakan selama pembelajaran sebagai

upaya untuk mengetahui jalannya proses pembelajaran dan kemampuan

komunikasi matematis siswa. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengamati

aktivitas siswa maupun guru bersamaan dengan pelaksanaan tindakan kelas dalam

strategi pembelajaran REACT.

d. Refleksi (Reflecting)

Refleksi merupakan diskusi antara peneliti dengan guru matematika yang

bersangkutan untuk menganalisis hasil pengamatan yang telah dilakukan. Hasil

pengamatan berupa data yang diperoleh dari observasi. Hal-hal yang dilakukan

dalam analisis hasil pengamatan antara lain: mengevaluasi proses yang terjadi,

masalah yang muncul, kekurangan kekurangan, segala hal yang berkaitan dengan

tindakan yang dilakukan maupun ketercapaian tujuan pembelajaran. Analisis hasil

pengamatan digunakan untuk menyimpulkan data dan informasi sebagai

pertimbangan perencanaan pada pembelajaran siklus berikutnya.

2. Siklus II

Secara garis besar, tahapan kerja siklus II sama dengan tahapan kerja

siklus I. Rencana tindakan siklus II disusun berdasarkan hasil refleksi siklus I.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada siklus II dimaksudkan sebagai

penyempurnaan atau perbaikan terhadap pelaksanaan pembelajaran pada siklus I.

29
30

E. Instrumen Penelitan

Dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrumen utama. Peneliti sebagai

perencana, pelaksana, pengamat, pengumpul data, penganalisis, penafsir data,

yang akhirnya sebagai pelapor hasil penelitian. Instrumen lain yang digunakan

dalam penelitian ini antara lain :

1. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan sebagai pedoman ketika melakukan

pengamatan (observasi) secara langsung untuk mendapatkan data yang akurat di

lapangan. Lembar observasi yang digunakan oleh peneliti adalah lembar

observasi aktivitas siswa dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran.

Lembar observasi aktivitas siswa memuat 10 butir pernyataan yang berisi catatan

kegiatan guru maupun siswa selama pelaksanaan pembelajaran melalui strategi

REACT. Lembar observasi pelaksanaan pembelajaran ini berbentuk checklist

dengan pilihan “Ya” atau “Tidak” untuk menandai terjadi atau tidaknya kegiatan

selama proses pembelajaran dengan strategi REACT. Lembar observasi ini

memiliki 3 aspek kegiatan yaitu kegiatan awal berjumlah 6 pertanyaan dan

kegiatan inti berjumlah 9 pertanyaan serta kegiatan akhir bejumlah 3 pertanyaan,

yang telah divalidasi oleh validator sebelum digunakan.

2. Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Soal tes dalam penelitian ini menggunakan soal tes kemampuan

komunikasi matematis yang berbentuk uraian dengan materi bilangan sebanyak 3

soal pada tes siklus 1 dan 5 soal pada tes siklus 2. Tes komunikasi matematis

digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa, kemajuan

belajar siswa serta mengukur seberapa besar pemahaman siswa terhadap materi

30
31

yang telah dipelajari selama pelaksanaan siklus tindakan, yang telah divalidasi

oleh validator sebelum digunakan.

3. Angket Respon Siswa

Angket respon siswa digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap

pelaksanaan pembelajaran matematika melalui strategi REACT. Angket respon

ini berisi 7 pernyataan yang menggunakan respon “Ya” atau “Tidak” yang telah

divalidasi oleh validator sebelum digunakan.

F. Teknik pengumpulan data

1. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII A SMP Negeri 1

Barombong yang menjadi subjek penelitian.

2. Jenis data

Jenis data yang diperoleh dari sumber data kualitatif dan kuantitatif, yang

terdiri dari: lembar observasi aktivitas siswa, lembar observasi keterlaksanaan

pembelajaran, soal tes komunikasi matematis siswa, dan angket respon siswa.

3. Cara pengambilan data

a. Data tentang situasi belajar mengajar atau proses pembelajaran saat

pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi.

b. Data peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dikumpul

dengan memberi tes kepada siswa.

c. Data tentang respon/tanggapan siswa dikumpul dengan memberi

kesempatan kepada siswa untuk menjawab angket respon yang diberikan.

31
32

G. Teknik analisis data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan

teknik statistik deskriptif.

1. Analisis data hasil observasi aktivitas siswa

Data hasil pengamatan aktivitas siswa meliputi menghitung frekuensi

rata-rata aspek tiap pertemuan dilakukan dengan cara menjumlahkan frekuensi

aspek yang dimaksud dibagi banyak siswa yang diamati. Untuk menghitung rata-

rata persentase siap aspek aktivitas siswa, digunakan rumus sebagain berikut:

s=
∑ x ×100%
∑n
Keterangan :

s = Persentase aktivitas siswa untuk melakukan suatu jenis aktivitas

tertentu

∑x = Banyaknya siswa yang melakukan aktivitas tertentu

∑n = Jumlah seluruh siswa dalam kelas

Indikator keberhasilan aktivitas siswa dalam penelitian ini ditunjukkan

dengan sekurang-kurangnya 60% siswa yang terlibat aktif dalam proses

pembelajaran.

2. Analisis data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran

Data tentang keterlaksanaan pembelajaran dilihat dari kemampuan guru

mengelolah pembelajaran. Analisis data dilakukan dengan mengobservasi

kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran selama tiga kali pertemuan

pada siklus I dan tiga kali pertemuan pada siklus II. Kategori kemampuan guru

untuk aspek dalam mengelolah pembelajaran menggunakan strategi REACT

ditetapkan sebagai berikut:

32
33

Skor 4 = terlaksana dengan baik

Skor 3 = cukup terlaksana

Skor 2 = kurang terlaksana

Skor 1 = tidak terlaksana

Teknik analisis data terhadap keterlaksanaan pembelajaran digunakan

analisi rata-rata. Artinya tingkat keterlaksanaan pembelajaran dihitung dengan

cara menjumlah nilai tiap aspek kemudian membaginya dengan banyak aspek

yang dinilai, kemuandian untuk mengetahui kategori persentase keterlaksanaan

pembelajaran mengunakan tabel yaitu :

Tabel 3.1 Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran


Rentang Skor Kriteria
1,00 – 1,50 Kurang Baik
1,60 – 2,50 Cukup Baik
2,60 – 3,50 Baik
3,60 – 4,00 Sangat Baik
Sumber: Musna (2018: 43)

3. Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Tes yang diberikan adalah tes siklus yang berupa tes kemampuan

komunikasi matematis siswa. Hasil tes kemampuan komunikasi matematika

digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a. Masing-masing butir indikator tiap soal dikelompokkan sesuai dengan aspek-

aspek yang diamati.

b. Jumlah skor yang diperoleh pada setiap aspek selanjutnya dihitung, cara

menghitungnya adalah sebagai berikut:

Jumlah Skor yang diperoleh


Nilai akhir = × 100
Skor Maksimal

33
34

Berdasarkan pedoman bobot penskoran nilai tes kemampuan komunikasi

matematis tersebut, setiap langkah mempunyai rubik penskoran tertentu. Tabel

penskoran dapat dilihat pada lampiran.

Dari hasil perhitungan di atas, kemudian dikategorikan untuk membuat

kesimpulan mengenai kemampuan komunikasi matematika siswa, yaitu

berdasarkan kategori sebagai berikut:

Tabel 3.2 Kategori Komunikasi Matematis Berdasarkan Hasil Tes


Nilai Kategori
00 – 54 Sangat Rendah
55 – 74 Rendah
75 – 80 Sedang
81 – 89 Tinggi
90 – 100 Sangat Tinggi
Sumber: Musna (2018: 40)

4.   Analisis Hasil Angket Respon Siswa

Data tentang respon siswa diperoleh dari angket respon siswa terhadap

kegiatan pembelajaran, dan selajutnya dianalisis dengan persentase. Kegiatan

yang dilakukan untuk menganalisis data respon siswa adalah menghitung banyak

siswa yang memberi respon positif sesuai dengan aspek yang ditanyakan.

Mengehitung persentase siswa yang memberikan tanggapan sesuai

dengan kriteria tertentu menurut Iftiana (Musna, 2018: 31) yaitu dengan rumus:

f
RS = × 100%
n

Keterangan :

RS = persentase siswa dengan kriteria tertentu

f = banyak siswa yang menjawab “Ya”

n = jumlah seluruh siswa

34
35

Kriteria yang ditetapkan untuk mengatakan bahwa para siswa memiliki

respon siswa positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan

strategi REACT yaitu apabila rata-rata persentase lebih besar atau sama besar

dangan 75%.

H. Indikator keberhasilan

Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas adalah jika terjadi

peningkatan skor rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang

diperoleh siswa pada materi yang diberikan, yaitu mencapai ketuntasan minimum

(KKM) 75 dan tuntas secara klasikal diatas 80% serta keaktifan siswa dalam

proses pembelajaran meningkat serta siswa memberi respon positif lebih dari atau

sama dengan 75% dan keterlaksanaan pembelajaran berada pada kategori baik,

setelah digunakan strategi pembelajaran REACT.

35

Anda mungkin juga menyukai