Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL SKRIPSI

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA


SISWA YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK
PAIR AND SHARE DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED
LEARNING PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL PADA
KELAS VIII SMPN 1 SIDIKALANG

Disusun oleh :

KETRINA EVIRITA SIBURIAN (16150253)

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN
2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan sumber daya manusia yang
berkualitas dan yang memiliki karakteristik tertentu seperti wawasan pengetahuan yang luas,
kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari yang dihadapinya serta sikap dan
perilaku yang positif terhadap lingkungan alam sekitarnya. Oleh karena itu, pendidikan adalah
hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan
dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai
antisipasi kepentingan masa depan.
Trianto (2011:1) mengungkapkan bahwa: Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang
mampu mendukung pembangunan di masa mendatang, yang berarti mampu mengembangkan
potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan
problema kehidupan yang dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun
potensi kompetensi peserta didik.
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut peningkatan kualitas
pendidikan. Banyaknya permasalahan pendidikan yang diungkap di berbagai media
menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan pendidikan yang belum dapat dicari
pemecahannya. Salah satunya berkaitan erat dengan pendidikan matematika. Di dalam dunia
pendidikan matematika memegang peranan yang cukup penting. Matematika merupakan disiplin
ilmu yang mempunyai peranan penting baik dalam kehidupan sehari-hari, dalam berbagai
disiplin ilmu maupun dalam memajukan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi modern.

Sebagaimana dipaparkan oleh Paling (dalam Abdurrahman, 2010:252) bahwa: Matematika


adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu
cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran,
menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan yang paling penting adalah memikirkan
dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan. Ide
manusia tentang matematika berbeda-beda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan
masing-masing.
Dilanjutkan oleh Hudojo (2001:45) menyatakan bahwa matematika suatu alat untuk
mengembangkan cara berpikir. Hal ini yang menjadi alasan bahwa matematika perlu diberikan
kepada setiap peserta didik mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai ke jenjang yang lebih
tinggi, baik dalam pendidikan formal maupun non formal untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir kritis, logis, analitis, sistematis, kreatif, dan teliti dalam memecahkan
masalah atau mencari solusi untuk persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu aspek yang ditekankan dalam pembelajaran matematika adalah pengembangan
kemampuan pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan suatu hal yang sangat penting
karena sebagai alat untuk memecahkan masalah baik dalam kehidupan kerja atau dalam
kehidupan sehari-hari, sebagai ilmu pengetahuan, dan pembentukan pola pikir serta sikap.
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah ini juga dikemukakan oleh Hudojo (2001:170) yang
menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu hal yang esensial dalam pengajaran
matematika sebab:

(1) siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisisnya
dan akhirnya meneliti kembali hasilnya
(2) kepuasan intelektual akan timbul dari dalam merupakan hadiah instrinsik bagi siswa
(3) potensial intelektual siswa meningkat
(4) siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan
penemuan.
Sehubungan dengan hal tersebut Abdurrahman (2010:254) menyatakan bahwa: Kemampuan
pemecahan masalah matematis adalah aplikasi dari konsep dan keterampilan. Dalam
kemampuan pemecahan masalah matematis biasanya melibatkan beberapa kombinasi konsep
dan keterampilan dalam suatu situasi baru atau situasi yang berbeda. Seorang siswa dikatakan
memiliki kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika ketika siswa
mencapai kriteria-kriteria tertentu atau biasa dikenal dengan indikator. Ada empat indikator
pemecahan masalah matematika menurut Polya (1956) yaitu:
1) Understanding the problem (memahami masalah)
2) Devising a plan (merencanakan penyelesaian)
3) Carrying out the plan (melaksanakan rencana)
4) Looking back (melihat kembali).
Dengan demikian, sudah sewajarnyalah pemecahan masalah ini harus mendapat perhatian
khusus, mengingat peranannya dalam mengembangkan potensi intelektual.
Dalam pembelajaran matematika, setiap siswa memiliki tingkat kemampuan pemecahan
masalah matematis yang berbeda. Cara penyampaian guru dalam suatu pembelajaran
matematika, jika belum tepat dapat juga mengakibatkan berkurangnya kemampuan pemecahan
masalah matematis yang dimiliki oleh siswa. Guru diharapkan dapat mengoptimalkan siswa
menguasai konsep dan memecahkan masalah dengan kebiasaan berpikir kritis, logis, sistematis
dan terstruktur. Hal ini tertuang pada kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003) dengan salah satu
tujuannya adalah mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan serta dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Dengan
mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan,
serta mencoba-coba.
Menurut Ibrahim (Trianto 2007: 67) pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan
untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan
ketrampilan intelektual. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam
pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi pembelajaran yang otonom dan mandiri.
Kemampuan pemecahan masalah matematis menghasilkan pengetahuan yang nyata dan logis,
karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara mandiri akan memberikan
suatu pengalaman konkrit dan pengalaman itu memberikan makna tersendiri bagi siswa.
Penyebab tingkat menurunnya pemecahan masalah siswa dalam pembelajaran yaitu
peran guru yang belum maksimal dalam menyampaikan materi dan penguasaan kelas untuk
pembelajaran tersebut. Sebelum pembelajaran berlangsung, ketika guru bisa menyampaikan
materi dengan strategi yang tepat dan ada alat yang menunjang pembelajaran, kemampuan
pemecahan masalah setiap siswa akan meningkat.
Akar penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah tersebut bervariasi, dalam
pembelajaran dikelas guru memakai metode konvensional dalam kegiatan pembelajaran. Guru
lebih aktif menguasai siswa, sebagian siswa yang dapat mengikuti dengan baik dan beberapa
siswa yang tidak berani bertanya atau menyatakan pendapat hanya aktif mencatat apa yang
ditulis guru di papan tulis tanpa harus memahami. Pada saat guru memberikan tugas, siswa yang
pasif hanya menunggu jawaban dari siswa lain. Siswa pasif tersebut semakin merasa bingung
dan kesulitan dalam memecahkan masalah pada saat guru memberi soal yang sedikit lebih sulit
dari sebelumnya.
Alternatif yang dapat ditawarkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut yaitu
dengan menggunakan strategi pembelajaran Kooperatif Think Pair & Share dengan Problem
Based Learning. Strategi pembelajaran think pair & share (TPS) atau berpikir berpasangan
berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa. Strategi Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis
masalah adalah model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks
untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta
memperoleh pengetahuan. Guru berkewajiban mengajak siswa untuk melakukan kegiatan. Bila
dikaitkan dalam pembelajaran matematika strategi.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang
Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis antara Pembelajaran Kooperatif Think
Pair and Share dengan Problem Based Learning Siswa Kelas VIII A SMPN 1 SIDIKALANG
Pada Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV).

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, masalah dapat di
identifikasi sebagai berikut:
1. Cara-cara mengajar matematika yang digunakan oleh guru belum semuanya efektif
terutama dalam proses penerapan model pembelajaran yang dibutuhkan oleh siswa
2. Kemampuan pemecahan masalah siswa terhadap soal matematika masih rendah
3. Kesiapan siswa menghadapi permasalahan dalam pengerjaan soal matematika cenderung
rendah
4. Pemberian motivasi guru terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa pada
penyelesaian soal masih rendah.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan sebelumnya, adapun rumusan masalah
masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa
yang menggunakan model pembelajaran kooperatif think pair and share dengan model
pembelajaran problem based learning pada materi SPLDV kelas VIII SMPN 1
Sidikalang?
2. Apakah terdapat sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan
model pembelajaran kooperatif think pair and share dengan model pembelajaran problem
based learning pada materi SPLDV kelas VIII SMPN 1 Sidikalang?

1.4 Batasan Masalah


Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya maka dilakukan pembatasan masalah pada
hal-hal berikut:
1. Subjek penelitian akan dilakukan kepada siswa kelas VIII SMPN 1 Sidikalang
2. Penelitian akan dilaksanakan di SMPN 1 Sidikalang di batasi pada siswa kelas VIII dan
pada SPLDV.

1.5 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalahyang telah di paparkan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis
antara siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif think pair and share
dengan model pembelajaran problem based learning pada materi SPLDV kelas VIII
SMPN 1 Sidikalang?
2. Memperoleh informasi tentang sikap siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematis antara siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif think pair and
share dengan model pembelajaran problem based learning pada materi SPLDV kelas VIII
SMPN 1 Sidikalang?

1.6 Manfaat Penelitian


Penelitian ini dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis :
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terutama dalam hal:
a. Menambah pengetahuan khususnya untuk pembelajaran matematika di Sekolah
Menengah Pertama.
b. Memberikan dasar penggunaan model pembelajaran kooperatif think pair and
share dengan model pembelajaran problem based learning pada materi SPLDV
kelas VIII SMPN 1 Sidikalang . Dalam pembelajaran matematika untuk
pemecahan masalah.
2. Kemampuan pemecahan masalah matematik adalah suatu kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah matematik yang bersifat tidak rutin. Dalam penelitian ini
masalah matematik yang dimaksud berupa masalah yang memiliki jawaban tunggal.
Langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan masalah matematik ini,
diantaranya: memahami masalah, merencanakan pemecahannya, menyelesaikan
masalah sesuai rencana serta memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian.
Indikator yang dikemukakan oleh Polya yaitu :
a. Siswa dapat memahami masalah diantaranya yaitu dapat mengidentifikasi unsur
yang diketahui, yang ditanyakan dan kecukupan unsur yang diperlukan
b. Siswa dapat merencanakan penyelesaian masalah. Kemampuan siswa yang akan
dilihat dari tahap ini adalah kemampuan dalam merumuskan masalah matematika
atau menyusun model matematika dan strategi yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah atau soal yang diberikan.
c. Melaksanakan rencana. Kemampuan siswa dalam melaksanakan rencana dapat
dilihat dari kemampuan dalam melakukan perhitungan.
d. Memeriksa kembali hasil. Pada tahap ini siswa dilihat kemampuannya ketika
memeriksa atau mengecek kembali jawaban yang telah diperoleh supaya dapat
dilihat kebenaranya.
3. Siswa
hanya sebagai pengikut kegiatan yang dilaksanakan guru, dengan langkah-langkah
pembelajaran sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan materi
b. Guru memberikan contoh soal
c. Siswa mengerjakan soal-soal latihan
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Kemampuan Pemecahan Masalah

Menurut Risnawati, kemampuan adalah kecakapan untuk melakukan suatu tugas khusus
dalam kondisi yang telah ditentukan.Pada proses pembelajaran perolehan kemampuan
merupakan tujuan dari pembelajaran. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan yang telah
dideskrifsikan secara khusus dan dinyatakan dalam istilah-istilah tingkah laku.

Pengertian masalah dalam kamus matematik yang dikutip oleh Effandi Zakaria dkk adalah
sesuatu yang memerlukan penyelesaian. Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang
terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi/jalan keluar untuk suatu masalah yang
sfesifik.

Polya (1973) menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah menemukan makna yang dicari
sampai akhirnya dapat dipahami dengan jelas. Memecahkan masalah berarti menemukan suatu
cara menyelesaikan masalah, mencari jalan ke luar dari kesulitan, menemukan cara di sekitar
rintangan, mencapai tujuan yang diinginkan, dengan alat yang sesuai. Pemecahan masalah
merupakan aktivitas mental yang tinggi.

Dalam teori belajar Gagne dalam Depdiknas (2002) menyebutkan bahwa belajar dapat
dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar:

(1) belajar isyarat (signal learning)


(2) belajar stimulus respon (stimulus-response learning)
(3) rangkaian gerak (motor chaining)
(4) rangkaian verbal (verbal chaining)
(5) belajar membedakan (discrimination learning)
(6) belajar konsep (concept learning)
(7) belajar aturan (rule learning)
(8) pemecahan masalah (problem solving).
Pemecahan masalah merupakan tingkat terakhir pada teori belajar Gagne, ini menunjukkan
bahwa pemecahan masalah merupakan tahapan yang paling tinggi. Perilaku pemecahan masalah,
tindakan kreatif merupakan dasar yang luar biasa dari pengetahuan yang diperoleh sebelumnya.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas peneliti menyimpulkan bahwa pemecahan masalah
adalah mencari jawaban atau penyelesaian sesuatu yang menyulitkan.

2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Dalam pembelajaran matematika salah satu kegiatan yang dapat mengembangkan sikap
kreatif adalah pemecahan masalah karena dalam pemecahan masalah, siswa dituntut memiliki
kemampuan menciptakan cara baru yang sesuaidengan permasalahan yang dihadapinya. Oleh
karena itu, siswa memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan berpikir melalui
penyelesaian masalah yang bervariasi.

Menurut Sukirman (dalam Nugroho 2010: 20) menyatakan bahwa masalah matematika dapat
diklarifikasikan dalam dua jenis, yaitu:

1. Masalah mencari (problem to find) yaitu mencari, menentukan, atau mendapat nilai
atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat
yang sesuai dengan soal
2. Masalah membuktikan (problem to prove) yaitu untuk menentukan apakah suatu
pertanyaan benar atau tidak benar.

Menurut Ibrahim (2010: 32) kemampuan pemecahan masalah matematika adalah


kemampuan menggunakan prosedur dan kemampuan menemukan pemecahan
masalahmatematika sebagai usaha nyata untuk mencari penyelesaian dari suatu persoalan yang
dihadapi.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika
adalah kemampuan menemukan suatu pemecahan masalah matematika untuk mencari
penyelesaian dari suatu persoalan yang dihadapi. Siswa dikatakan mempunyai kemampuan
pemecahan masalah yang baik jika siswa tersebut dapat memahami masalah, merencanakan
penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana dan melakukan pengecekan
kembali terhadap semua langkah yang dikerjakan atau menafsirkan solusinya.
2.3 Indikator Pemecahan Masalah Matematis

Untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis diperlukan beberapa indikator.


Adapun indikator kemampuan pemecahan masalahmenurut Sumarmo (2012) sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur
2. Membuat model matematika
3. Menerapkan strategi menyelesaikan masalah dalam/diluar matematika
4. Menjelaskan/menginterpretasikan hasil
5. Menyelesaikan model matematika dan masalah nyata
6. Menggunakan matematika secara bermakna.
Menurut George Polya (1973) menjelaskan dalam How to Solve It secara garis besar
mengemukakan empat langkah utama dalam pemecahan masalah yaitu: Understanding the
problem, Devising a Plan, Carrying out the Plan, dan Looking Back.
Berdasarkan uraian di atas,dalam penelitian ini kemampuan pemecahan masalah yang akan
diukur melalui kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan
langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya yaitu:
1. Memahami masalah
2. Menyusun rencana pemecahan masalah
3. Melaksanakan rencana penyelesaikan masalah
4. Melakukan pengecekan kembali, dengan alasan langkah-langkah pemecahan masalahnya
sangat mudah dimengerti dan sangat sederhana, kegiatan yang dilakukan setiap langkah
jelas dan secara eksplisit mencakup semua langkah pemecahan dari pendapat ahli lain.

2.4 Model Pembelajaran


1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model tersebut merupakan pola umum
perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model
pembelajaran adalah pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut
pendekatan, strategi, metode, teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar. Dalam suatu model pembelajaran ditentukan bukan hanya apa yang harus
dilakukan guru, akan tetapi menyangkut tahapan-tahapan, prinsip-prinsip reaksi guru dan siswa
serta sistem penunjang yang disyaratkan.

Menurut Arends (dalam Suprijono, 2013: 46) model pembelajaran mengacu pada
pendekatan yang digunakan termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap
dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

Menurut Joice& Weil (dalam Isjoni, 2013: 50) model pembelajaran adalah suatu pola
atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun
kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya.
Sedangkan Istarani (2011: 1) model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar
yang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru
serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam
proses belajar.

Menurut Amri (2013: 34) model pembelajaran kurikulum 2013 memiliki empat ciri
khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut yaitu:

1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.

2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan


pembelajaran yang akan dicapai).

3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat


dilaksanakan dengan berhasil.

4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat


tercapai.

Dalam pembelajaran yang efektif dan bermakna peserta didik dilibatkan secara aktif,
karena peserta didik adalah pusat dari kegiatan pembelajaran serta pembentukan kompetensi dan
karakter. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik dan gaya
mengajar guru. Usaha guru dalam membelajarkan peserta didik merupakan bagian yang sangat
penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh
karena itu pemilihan berbagai metode, strategi, teknik maupun model pembelajaran merupakan
suatu hal yang utama.
Dari pendapat ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran adalah
suatu pola atau perencanaan yang di rancang untuk menciptakan pembelajaran di kelas secara
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran dapat dijadikan
sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

2. Ciri-ciri Model Pembelajaran

Rusman (2012: 136) mengemukakan bahwa model pembelajaran memiliki ciri-


ciri sebagai berikut :

1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai
contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan
teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok
secara demokratis.

2. Mempunyai misi dan tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif
dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas,
misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam
pembelajaran mengarang.
4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan:
(1) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax)
(2) adanya prinsip-prinsip reaksi
(3) sistem social
(4) sistem pendukung.
Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan
melaksanakan suatu mkodel pembelajaran.
5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut
meliputi:
(1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur
(2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
6. Membuat persiapan mengajar (desain instrusional) dengan pedoman model
pembelajaran yang dipilihnya. Rofa’ah (2016: 71) menjelaskan ada beberapa ciri-
ciri model pembelajaran secara khusus daintaranya adalah:
a. Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya.
b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa mengajar.
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil.
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Ciri-ciri model pembelajaran yang baik yaitu adanya keterlibatan intelektual
dan emosional peserta didik melalui kegiatan mengalami, menganalisis,
berbuat, dan pembentukan sikap, adanya keikutsertaan peserta didik secara
aktif dan kreatif. Selama pelaksanaan model pembelajaran guru bertindak
sebagai fasilitator, koordinator, mediator dan motivator kegiatan belajar
peserta didik.

2.5 Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair and Share

Slavin (dalam Prawiradilaga, 2008:115) menyatakan bahwa,“pembelajaran kooperatif adalah


metode yang memungkinkan pebelajar untuk bekerja dan belajar dalam kelompok kecil, saling
membantu satu sama lain untuk mengatasi kesulitan belajar.” Dilihat dari teori Slavin
pembelajaran kooperatif merupakan cara belajar yang di dalamnya terdapat siswa membentuk
kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Siswa yang pandai mengajari siswa yang
kurang pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang
menyenangkan karena banyak teman yang membantu dan memotivasinya.

Seperti yang dikatakan Johnson (dalam Agus Supridjono, 2010 : 58) mengatakan
bahwa,“tidak semua belajar kelompok biasa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai
hasil yang maksimal, lima unsure dalam pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsure
tersebut adalah:

1. Positif Independence (saling ketergantungan positif)


2. Personal Responsibility (tanggung jawab perseorangan)
3. Faceto face promotive (interaksi promotif)
4. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)
5. Group processing (pemrosesan kelompok).”Siswa dalam kelompok terdiri dari latar
belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, rasa tau suku yang berbeda
(heterogen) dapat saling membantu dan bekerja sama. Setiap siswa mempunyai
tanggung jawab terhadap dirinya sendiri untuk mengerti materi yang diberikan.
Komunikasi antar siswa harus terjalin dengan baik, tidak ada siswa yang pasif dalam
kelompok. Sehingga tugas yang diberikan dapat terselesaikan dengan baik.

Sedangkan menurut Lie, 2002 (dalam made wena 2009:189) “ pembelajaran kooperatif
adalah system pembelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dengan
sesama siswa dengan tugas-tugas terstruktur, dan dalam hal ini guru bertindak sebagai
fasilitator.” Guru sebagai fasilitator artinya guru membantu siswa dalam menyiapkan dan
menyediakan sumber-sumber atau peralatan untuk kelancaran belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran


kooperatif adalah pembelajaran dengan memanfaatkan teman sebagai sumber belajar, disamping
guru dan sumber belajar yang lainnya untuk mencapai tujuan belajar. Melalui pembelajaran
kooperatif akan memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa
dalam tugas-tugas yang terstruktur. Melalui pembelajaran kooperatif pula, seorang siswa akan
menjadi sumber belajar bagi temannya yang lain.

Arends (dalam Trianto, 2011:132) menyatakan bahwa: “Think Pair Share merupakan
suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa
semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara
keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share dapat memberi siswa lebih
banyak waktu untuk berpikir, untuk merespon dan saling membantu.” Dilihat dari teori Arends
guru hanya memberikan penyajian singkat tentang materi dan memberikan situasi yang menjadi
pertanyaan atau permasalahan. Siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang menjadi
pertanyaan atau permasalahan dengan berdiskusi. Kemudian guru membandingkan tanya jawab
kelompok secara keseluruhan.

Slavin (2010; 257) menyatakan bahwa: Ketika guru menyampaikan pelajaran kepada
kelas, para siswa duduk berpasangan dengan timnya masing-masing. Guru memberikan
pertanyaan kepada kelas. Siswa diminta memikirkan sebuah jawaban dari mereka sendiri, lalu
berpasangan dengan pasangannya untuk mencapai sebuah kesepakatan terhadap jawaban.
Akhirnya, guru meminta para siswa untuk berbagi jawaban yang telah mereka sepakati dengan
seluruh kelas.

Jaurhan (2011: 61) menyatakan Think Pair Share memiliki prosedur yang ditetapkan
secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling
membantu satu sama lain.

Sedangkan Think Pair Share menurut Suprijono (2010:91) memiliki arti seperti namanya
“Thinking”, pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait
dengan pembelajaran dengan pembelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Selanjutnya
“Pairing” , pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasang-pasangan. Memberi kesempatan
pada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi. Kemudian yang terakhir tahap “Sharing”, pada
tahap ini hasil diskusi intersubyektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan
seluruh kelas. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada
pengonstruksian pengetahuan secara integrative. Jadi peserta didik dapat menemukan struktur
dari pengetahuan yang dipelajarinya.

Alma (2009: 91) menyatakan bahwa Think Pair Share mecangkup tiga langkap utama
yaitu; pertanyaan diajukan untuk seluruh kelas, lalu tiap siswa memikirkan jawabannya,
kemudian siswa dibagi berpasangan dan diskusi. Pasangan ini melaporkan hasil diskusinya dan
berbagi pemikiran dengan seluruh kelas.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli, disimpulkan model kooperatif tipe Think Pair Share
adalah model pembelajaran kooperatif yang bertujuan memberi siswa lebih banyak waktu untuk
berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain, serta mempunyi tiga tahapan penting
yaitu berpikir (think), berpasangaan (pair), berbagi (share).Tahap pertama yaitu think, yaitu guru
memberi soal pada siswa kemudian siswa diberi kesempatan berpikir secara mandiri mengenai
permasalahan yang diberikan oleh guru. Tahap kedua pair, yaitu siswa dibagi
kelompok(berpasangan). Setiap kelompok (pasangan) mendiskusikan dan bertukar pikiran untuk
memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru. Tahapan yang ketiga share, yaitu setiap
kelompok pasangan saling berbagi pendapat yang sudah didiskusikan dalam kelompok pasangan
tadi dengan kelompok pasangan yang lain dalam satu kelas untuk memecahkan masalah yang
telah diberikan oleh guru. Cara berbagi pendapat dengan kelompok lain yaitu salah satu
kelompok mencoba memberikan pendapat dari kelompoknya ke depan kelas, sedangkan
kelompok lain dapat memberikan tanggapan dan saran kepada kelompok yang maju.

2.6 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair and Share

Model pembelajaran Think Pair Share ini mempunyai langkah-langkah pembelajaran


meskipun tidak terlepas dari konsep umum langkah-langkah kooperatif. Langkah-langkah Think
Pair Share menurut Kunandar (2009) sebagai berikut:
1. Berpikir (Thinking), yaitu guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan
pelajaran dan siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban
atau isu tersebut.
2. Berpasangan (Pairing), yakni guru meminta kepada siswa untuk berpasangan dan
mendiskusikan mengenai apa yang dipikirkan.
3. Berbagi (Sharing), yakni guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau
bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka
bicarakan.

2.7 Model Pembelajaran Problem Based Learning

Pengertian Model Problem Based Learning Kehidupaan identik dengan menghadapi masalah.
Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
yang berorientasi pada masalah autentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang
kemampuan berfikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif,
terbuka, negosiasi, dan demokratis.
Menurut Duch (1995) dalam ArisShoimin (2014:130) mengemukakan bahwa pengertian dari
model Problem Based Learning adalah: Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran
berbasih masalah adalah model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai
konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah
serta memperoleh pengetahuan.
Finkle and Torp (1995) dalamAris Shoimin (2014:130) menyatakan bahwa:PBM merupakan
pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara stimulan strategi
pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para
peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur
dengan baik. Dua definisi diatas mengandung arti bahwa PBL atau PBM merupakan suasana
pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari.
Sedangkan menurut Kamdi (2007:77) berpendapat bahwa: Model Problem Based Learning
diartikan sebagai sebuah model pembelajaran yang didalamnya melibatkan siswa untuk berusaha
memecahkan masalah dengan melalui beberapa tahap metode ilmiah sehingga siswa diharapkan
mampu mempelajari pengetahuan yang berkaitan dengan masalah tersebut dan sekaligus siswa
diharapkan akan memilki keterampilan dalam memecahkan masalah.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem
Based Learning menjadi sebuah pendekatan pembelajaran yang berusaha menerapkan masalah
yang terjadi dalam dunia nyata sebagai sebuah konteks bagi para siswa dalam berlatih bagaimana
cara berfikir kritis dan mendapatkan keterampilan dalam pemecahan masalah, serta tak
terlupakan untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus konsep yang penting dari materi ajar yang
dibicarakan.

2.8 Materi SPLDV


Materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) merupakan salah satu kompetensi
yang harus dikuasai oleh siswa kelas VIII sekolah menengah pertama (SMP) dalam Kurikulum
2013. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) adalah kumpulan dua atau lebih
persamaan linear dua variabel (PLDV) yang mempunyai penyelesaian yang sama.
Materi tersebut merupakan materi yang sangat erat hubungannya dalam kehidupan sehari-
hari dikarenakan banyak hal-hal yang kita temui menggunakan prinsip SPLDV seperti
menghitung harga suatu barang pada saat berbelanja, di mana kita hanya mengetahui total
belanja beberapa barang tanpa tahu pasti harga satuan barang yang dibeli.

Materi SPLDV memiliki beberapa kegiatan dalam pembelajarannya, diantaranya: membuat


bentuk persamaan linear dua variabel (PLDV), membuat model masalah dari persamaan linear
dua variabel (PLDV), membuat model masalah dari sistem persamaan linear dua variabel
(SPLDV), dan menuliskan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear
dua variable (SPLDV) dalam kehidupan sehari-hari. Kedudukan materi SPLDV yang tertera
pada kurikulum 2013 pada kelas VIII SMP semester genap adalah sebagai pengetahuan awal
untuk mempelajari materi berikutnya.
Diantaranya materi program linear dan persamaan linear tiga variabel pada jenjang SMA.
Apabila mereka tidak dapat menguasai materi SPLDV pada kelas VIII dengan baik, maka pada
jenjang selanjutnya pun mereka akan mengalami kendala yang lebih besar dalam menguasai
materi yang menempatkan materi SPLDV sebagai pasyaratnya. Oleh karena itu, penguasaan
materi SPLDV bagi siswa kelas VIII SMP adalah sesuatu yang wajib.

2.9 Penelitian yang Relevan


1. Penelitian Nur hayati Lubis Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan
keguruan Universitas Islam Negeri Sumatra Utara (UIN SU). Dengan judul
“Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berfikir Kreatif Matematika Antara Siswa
yang Diajar pendekatan Open-Ended dengan Siswa yang Diajar Pembelajaran
Problem Based Learning di Kelas VII MTs 2 Sampali Tahun Ajaran 2016/2017”.
Berdasarkan data hasil kemampuan pemecahan masalah matematika ditemukan
bahwa Tidak ada perbedaan secara signifikan antara tingkat kemampuan pemecahan
masalah dan berfikir kreatif matematika siswa yang diajar dengan pendekatan
pembelajaran Open-ended dan siswa yang diajar dengan pembelajaran Problem
Based Learning pada materi pokok persegi di kelas VII MTs.PAB 2 Sampali
TahunAjaran 2016/2017.
2. Penelitian Sera Sani Verana Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Pasca Sarjana
Universitas Pasundan Bandung. Dengan judul “ Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pare and Share untuk meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa serta Pengembangan Disposisi Siswa
SMP”. Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data dan analisis data, serta
pengujian hipotesis yang dilakukan mengenai penggunaan model pembelajaran
Think-Pair- Share (TPS) dan model pembelajaran konvensional, maka penulis
menarik kesimpulan Pertama peningkatan pemecahan masalah matematis siswa yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair- Share (TPS) lebih
baik daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
menggunakan model pembelajaran konvensional. kedua Siswa yang memperoleh
model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair- Share (TPS) memiliki peningkatan
komunikasi matematis lebih baik daripada siswa yang memperoleh model
pembelajaran konvensional. Ketiga Tidak terdapat hubungan positif antara
kemampuan pemecahan masalah dan Disposisi belajar siswa. Keempat Tidak terdapat
hubungan positif antara kemampuan komunikasi dan Disposisi belajar siswa. Kelima
Tidak terdapat hubungan positif antara kemampuan pemecahan masalah dan
kemampuan komunikasi matematis siswa. Keenam Disposisi siswa yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair- Share (TPS) itu lebih
baik daripada siswa yang menggunakan model pembelejaran konvensional.

2.10 Kerangka Berpikir

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka kerangka berpikir adalah:

Kemampuan Pemecahan Masalah


Matematis

Model Model
Pembelajaran Pembelajaran
Kooperatif Think Problem Based
Pair and Share Learning

SISTEM PERSAMAAN
LINEAR DUA VARIABEL
2.11 Defenisi Operasional

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika


Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan menemukan suatu
pemecahan masalah matematika untuk mencari penyelesaian dari suatu persoalan
yang dihadapi.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair and Share


Model kooperatif tipe Think Pair Share adalah model pembelajaran kooperatif yang
bertujuan memberi siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, menjawab dan saling
membantu satu sama lain, serta mempunyi tiga tahapan penting yaitu berpikir (think),
berpasangaan (pair), berbagi (share).

3. Model Pembelajaran Problem Based Learning


Model pembelajaran Problem Based Learning menjadi sebuah pendekatan
pembelajaran yang berusaha menerapkan masalah yang terjadi dalam dunia nyata
sebagai sebuah konteks bagi para siswa dalam berlatih bagaimana cara berfikir kritis
dan mendapatkan keterampilan dalam pemecahan masalah, serta tak terlupakan untuk
mendapatkan pengetahuan sekaligus konsep yang penting dari materi ajar yang
dibicarakan.
4. Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) adalah kumpulan dua atau lebih
Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV) yang mempunyai penyelesaian yang sama.

2.11 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai hipotesis alternative (Ha) dan hipotesis
nihil (Ho) sebagai berikut:

Ha = Ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang


menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair and Share dan siswa
yang menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning dalam
meninggkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII pada materi Sistem Persamaan
Linier Dua Variabel di SMPN 1 SIDIKALANG ”

H0 = Tidak ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang


antara Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair and Share dan siswa yang
menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning dalam
meninggkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII pada materi Sistem Persamaan
Linier Dua Variabel di SMPN 1 SIDIKALANG ”
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian eksperimen. Desain eksperimen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Quasi Eksperimen. Penelitian
Quasi Eksperimen merupakan pengembangan dari true exprerimental design, yang sulit
dilaksanakan. Penelitian Quasi Eksperimen mempunyai kelompok kontrol, tetapi
kelompok kontrol tersebut tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-
variabel luar yang dapat mempengaruhi pelaksanaan penelitian ini. Yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah membandingkan prestasi dan motivasi belajar matematika
siswa antara kelompok eksperimen yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik
think pair share Think Pair Share (TPS) dan kelompok kontrol yang menggunakan
pembelajaran Problem Based learning (PBL). Rancangan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pretest dan posttest.
Desain dalam penelitian ini menggunakan desain pretest-posttest control group
design. Alasan pemilihan desain ini adalah karena penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keefektifan model pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share dalam
pembelajaran matematika ditinjau dari prestasi dan motivasi belajar matematika siswa.
Dalam hal ini kelompok eksperimen diberi simbol (E) dan kelompok kontrol (K).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Sidikalang. Waktu pelaksanaan penelitian
pada 23 April –27 Mei 2019 pada siswa kelas VIII semester genap tahun ajaran
2018/2019

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Negeri 1
Sidikalang pada semester genap tahun ajaran 2018/2019 yang terdiri dari 5 kelas.
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah 2 kelas dari 5 kelas pada VIII di SMP Negeri 1
Sidikalang pada semester genap tahun ajaran 2018/2019 yang dipilih secara acak
berdasarkan kelas (Simple Random Sampling). Dimana satu kelas sebagai kelas
eksperimen yang akan diajarkan dengan pembelajaran kooperatif teknik think pair
share dan satu kelas sebagai kelas kontrol yang akan diajarakan dengan pembelajaran
Problem Based Lerning. Sampel diambil secara acak dengan mengundi kelas di SMP
Negeri 1 Sidikalang yaitu kelas VIII 1, VIII 2, VIII 3, VIII 4, VIII 5. setelah
dilakukan teknik undian diperoleh kelas VIII 1 dan VIII 2 ,selanjutnya kelas VIII 1
dan VIII 2 diundi lagi untuk menentukan kelas Eksperimen dan kelas kontrol yaitu
VIII 1 sebagai kelas control dan VIII 2 sebagai kelas eksperimen.

3.4 Variabel Penelitian


1. Variabel bebas (faktor perlakuan)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran. Perlakuan untuk
kelas eksperimen yaitu dengan menggunakan pembelajaran koopearatif. Model
pembelajaran think pair share yang diberi simbol XE dan perlakuan untuk kelas
kontrol yaitu dengan pembelajaran konvensional dengan simbol XK.
2. Variabel terikat (respon yang diamati)
Variabel terikat yang diamati dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika
yang disimbolkan dengan T dan motivasi belajar matematika yang disimbolkan
dengan M.
3. Variabel kontrol (respon yang dikontrol)
Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah guru, materi yang diajarkan,mata
pelajaran dan jumlah waktu perlakuan. Pembelajaran pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol dilakukan dengan jumlah jam pelajaran yang sama, angket motivasi
yang sama, soal tes yang sama, guru yang sama, dan materi yang sama yaitu system
persamaan linier dua variable.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari lembar observasi, angket
motivasi, serta hasil pretestdan posttest.Dari hasil penelitian tersebut dikumpulkan untuk
kemudian dilakukan pengolahan data. Pada lembar observasi, terdapat lembar observasi
untuk guru. Lembar observasi ini digunakan untuk aktivitas siswadan guru selama
pembelajaran berlangsung. Lembar observasi ini diisi oleh observer sedangkan angket
digunakan untuk melihat sejauh mana perkembangan motivasi belajar matematika
siswasebelum dan sesudah pemberian perlakuan. Pretestdan posttestdilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui perbedaan prestasi siswasebelum dan sesudah pemberian
perlakuan.
Tes pretest dan posttest berisi tentang materi-materi bangun ruang sisi datar. Data
tes diperoleh dari penskoran pada lembar jawab siswa dengan jumlah maksimal 100 dan
minimal 0. Angket yang digunakan untuk mengetahui motivasi belajar siswa terhadap
pelajaran matematika.
Penskoran untuk setiap butir angket berdasarkan pilihan dan sifat butir sebagai
berikut.Untuk pernyataan positif
1. Selalu: 4
2. Sering: 3
3. Kadang-kadang: 2
4. Tidak pernah: 1

Untuk pernyataan pnegatif

1. Selalu: 1
2. Sering: 2
3. Kadang-kadang: 3
4. Tidak pernah: 4

Perolehan skor maksimal dari angket motivasi adalah 100 poin dan skor minimal
25 poin.
3.6 Teknik Analisis Data
1. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum ketercapaian
atau hasil siswa berdasarkan data teskemampuan pemecahan masalahdan cognitive
load siswa, yaitu dengan mendeskripsikan data berupa banyaknya siswa,nilai rata-
rata, simpangan baku, median, modus, skor terendah, skor tertinggi.

2. Analisis Data
Uji Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah suatu bentuk pengujian tentang kenormalan distribusi data.
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui apakah data yang diambil dari
masing-masing kelompok dengan untuk kelas individu dan kelompok dan
kelompok dengan model pembelajaran kooperatif think pair and share dengan
model pembelajaran problem based learning untuk kelas individu dan kelompok
merupakan data yang berdistribusi normal. Selain itu, untuk mengetahui bahwa
sampel yang dijadikan objek penelitian adalah mewakili populasi, sehingga hasil
penelitian dapat digeneralisasikan.Uji normalitas ini penting untuk menentukan
jenis statistik yang digunakan, jika data tersebut berdistribusi normal maka dapat
menggunakan statistik parametrik. Sedangkan jika data tersebut tidak
berdistribusi normal dapat menggunakan statistik non-parametrik. Uji normalitas
pada penelitian ini menggunakan kolmogorov-smirnovdengantaraf signifikasi
0,05, dengan bantuan software SPSS. Hipotesis uji normalitas distribusi data
adalah sebagai berikut.
H0 : Data kemampuan pemecahan masalah berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
H1 : Data kemampuan pemecahan masalah berasal dari populasi yang
tidak berdistribusi normal.
H0 : Data cognitive load berasal dari populasi yang berdistribusi
normal
H1 : Data cognitive loadberasal dari populasi yang tidak berdistribusi
normal.

Dalam hal ini, H0akan diterima jika taraf signifikansi lebih dari 0,05.

2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kelompok berasal dari
populasi yang homogen atau tidak. Dalam istilah statistik, uji ini digunakan untuk
mengetahui apakah kedua kelompok penelitan memiliki variansi yang sama atau
tidak. Uji homogenitas dilakukan terhadap skor tes kemampuan pemecahan
masalah dan cognitive load siswa. Uji homogenitas pada penelitian ini
menggunakan analysis of variance (ANOVA) dengan asumsi bahwa varian dari
beberapa populasi adalah sama. Pengujian ini dilakukan dengan bantuan software
SPSS. Hipotesis uji homogenitas varians kelompok data adalah sebagai berikut.
H0 : varians data pemecahan masalah untuk model pembelajaran dan
strategi pembelajaran bersifat homogen.
H1 : varians data pemecahan masalah untuk model pembelajaran dan
strategi pembelajaran bersifat heterogen
H0 : varians data cognitive load untuk model pembelajaran dan

strategi pembelajaranbersifat homogen.


H1 : varians data cognitive load untuk model pembelajaran dan
strategi pembelajaran bersifat heterogen.

Keputusan uji dan simpulan diambil pada taraf signifikansi 0,05. Dalam hal ini H 0
akan diterima jika taraf signifikansi lebih dari 0,05.Pada hasil pengujian dengan
analysis of variance (ANOVA), yang tampil pada output SPSS uji homogenitas
menggunakan levene’s test (Sugiyono & Susanto, 2015:237).

3. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji prasyarat analisis dengan asumsi normal dan homogen
terpenuhi, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. model pembelajaran kooperatif
think pair and share dengan model pembelajaran problem based learning untuk kelas
individu dan kelompok dinyatakan efektif jika rata-rata nilai tes kemampuan
pemecahan masalah siswa pada masing-masing kelas lebih tinggi dari rata-rata secara
keseluruhan.Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji analysis of varians
(ANOVA). Pada output uji ANOVA tersebut terdapat partial eta squared (𝜂𝑝2) yang
merupakan besar pengaruh fixed factor terhadap dependent variable. Berikut kriteria
pengaruh fixed factor terhadap dependent variable:

1. Uji Hipotesis Pertama


Uji hipotesis dilakukan untuk menguji hipotesis bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara keefektifan model pembelajaran kooperatif think pair and share
dengan model pembelajaran problem based learning ditinjau dari kemampuan
pemecahan masalah siswa.Metode pembelajaran problem posing tipe pre-solution
posing lebih baik secara signifikan dari metode pembelajaran problem solving apabila
secara statistik uji varians, Fhitung>Ftabelatau taraf signifikansi <0,05dan rata-rata
kemampuan pemecahan masalah dari siswa yang diberikan perlakuan metode
pembelajaran problem posing tipe pre-solution posing lebih baik dari siswa yang
diberikan perlakuan metode pembelajaran problem solving. Tarafsignifikansi (α)
adalah 0,05. Secara statistik,hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut:𝐻0:Tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara keefektifan model pembelajaran kooperatif
think pair and share dengan model pembelajaran problem based learning ditinjau dari
kemampuan pemecahan masalah.𝐻1:Terdapat perbedaan yang signifikan antara
keefektifan model pembelajaran kooperatif think pair and share dengan model
pembelajaran problem based learning ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah.
Kriteria keputusan H0 ditolak jika Fhitung ≠ Ftabelatau nilai signifikan sikurang dari
0,05. Pada hasil uji ANOVA terdapat partial eta squared (𝜂𝑝2) yang merupakan besar
pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.
2. Uji Hipotesis Kedua
Uji hipotesis dilakukan untuk menguji hipotesis bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara keefektifan model pembelajaran kooperatif think pair and share
dengan model pembelajaran problem based learning ditinjau dari cognitive load
siswa. Metode pembelajaran problem posing tipe pre-solution posing lebih baik
secara signifikan dari metode pembelajaran problem solving apabila secara
statistik uji varians, Fhitung>Ftabelatau taraf signifikansi <0,05dan rata-rata
cognitive loaddari siswa yang diberikan perlakuan metode pembelajaran problem
posing tipe pre-solution posing lebih rendah dari siswa yang diberikan perlakuan
metode pembelajaran problem solving. Taraf signifikansi (α) adalah 0,05. Secara
statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut:𝐻0:Tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara keefektifan metode pembelajaran problem
posing tipe pre-solution posing dengan problem solving ditinjau dari cognitive
load.𝐻1:Terdapat perbedaan yang signifikan antara keefektifan model
pembelajaran kooperatif think pair and share dengan model pembelajaran
problem based learning ditinjau dari cognitive load.

3. Uji Hipotesis Ketiga


Hipotesis kedua untuk menguji tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
keefektifan strategi pembelajaran secaraindividu dan kelompok ditinjau dari
kemampuan pemecahan masalah siswa.Strategi pembelajaran secara individu
lebih baik secara signifikan dari strategi pembelajaran secara kelompok apabila
secara statistik uji varians, Fhitung>Ftabelatau taraf signifikansi <0,05 dan rata-
rata kemampuan pemecahan masalah dari siswa yang diberikan perlakuan strategi
pembelajaran secara individu lebih baik dari siswa yang diberikan perlakuan
strategi pembelajaran secara kelompok.Taraf signifikansi (α) adalah 0,05. Secara
statistik,hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut:𝐻0:Tidak terdapat perbedaan
yang signifikan antara keefektifan strategi pembelajaransecara individu dengan
kelompok ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah.𝐻1:Terdapat perbedaan
yang signifikan antara keefektifan strategi pembelajaransecara individu dengan
kelompok ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah Kriteria keputusan H0
ditolak jika Fhitung ≠ Ftabel atau nilai signifikansi kurang dari 0,05.Pada hasil uji
ANOVA terdapat partial eta squared (𝜂𝑝2) yang merupakan besar pengaruh
stratgei pengelompokan terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

4. Uji Hipotesis Keempat


Hipotesis kedua untuk menguji tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
keefektifan strategi pembelajaran secara individu dan kelompok ditinjau dari
cognitive loadsiswa. Strategi pembelajaran secara individu lebih baik secara
signifikan dari strategi pembelajaran secara kelompok apabila secara statistik uji
varians, Fhitung > Ftabel atau taraf signifikansi <0,05 dan rata-rata cognitive load
dari siswa yang diberikan perlakuan strategi pembelajaran secara individulebih
baik dari siswa yang diberikan perlakuan strategi pembelajaran secara
kelompok.Taraf signifikansi (α) adalah 0,05. Secara statistik, hipotesis dapat
disimbolkan sebagai berikut:𝐻0:Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
keefektifan strategi pembelajaransecara individu dengan kelompok ditinjau dari
cognitive load.𝐻1:Terdapat perbedaan yang signifikan antara keefektifan strategi
pembelajaran secara individu dengan kelompok ditinjau dari cognitive
load.Kriteria keputusan H0ditolak jika Fhitung ≠ Ftabel atau nilai signifikansi
kurang dari 0,05. Pada hasil uji ANOVA terdapat partial eta squared (𝜂𝑝2) yang
merupakan besar pengaruhstratgei pengelompokan terhadap cognitive load siswa.
5. Uji Hipotesis Kelima
Hipotesis ketiga untuk menguji terdapat interaction effect antara metode
pembelajaran dan strategi pembelajaranditinjau dari kemampuan pemecahan
masalah siswa. Taraf signifikansi (α) adalah 0,05.Secara statistik, hipotesis dapat
disimbolkan sebagai berikut:𝐻0:Tidak terdapat interaction effect antara model
pembelajaran ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah.𝐻1:Terdapat
interaction effect antara model pembelajaran ditinjau dari kemampuan pemecahan
masalah. Kriteria keputusan H0 ditolak jika Fhitung ≠ Ftabel atau nilai
signifikansi kurang dari 0,05.Pada hasil uji ANOVA terdapat partial eta squared
(𝜂𝑝2) yang merupakan besar pengaruh model pembelajaran dan strategi
pembelajaran terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Apabila terdapat
interaction effect antara model pembelajaran ditinjau dari kemampuan pemecahan
masalah, maka perlu dilakukan pengujian simple effect test menggunakan uji
independent t-test untuk membandingkan rata-rata pada setiap kelompok
perlakuan dengan melakukan split data terlebih dahulu.
6. Uji Hipotesis Keenam
Hipotesis ketiga untuk menguji terdapat interaction effect antara model
pembelajaran dan strategi pembelajaran ditinjau dari cognitive load siswa. Taraf
signifikansi (α) adalah 0,05. Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai
berikut:
H0 : Tidak terdapat interaction effect antara model pembelajaran
ditinjau dari cognitive load.
H 1: Terdapat interaction effect antara model pembelajaran dan
ditinjau dari cognitive load.
Kriteria keputusan H0 ditolak jika Fhitung > Ftabel atau nilai signifikansi kurang
dari 0,05. Pada hasil uji ANOVA terdapat partial eta squared (𝜂𝑝2) yang
merupakan besar pengaruh model pembelajaran dan strategi pembelajaran
terhadap cognitive load siswa. Apabila terdapat interaction effect model
pembelajaran ditinjau dari cognitive load siswa, maka perlu dilakukan pengujian
simple effect test menggunakan uji independent t-testuntuk membandingkan rata-
rata pada setiap kelompok perlakuan dengan melakukan split data terlebih dahulu.
Untuk mengetahui besar pengaruh yang diberikan pada uji independent t-test
digunakan rumus Cohen’s d(Becker, 2000:2):

Keterangan:
𝑀1 = Rata-rata data 1
𝑀2 = Rata-rata data 2
𝑆𝐷1 = Standart deviation data 1
𝑆𝐷2 = Standart deviation data 2

Representasi kategori pengaruh yang diberikan sesuai dengan tabel berikut:


Tabel 4. Kategori Pengaruh yang Diberikan Berdasarkan Cohen’s d
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Musdi, fauzan. 2014. “Penerapan Strategi Pemecahan Masalah untuk meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas VII

SMP Negeri Padang”. Dalam Jurnal Pendidikan Matematika 3(2):20-24

Adjie,Nahrowi dan Maulana.2006.Pemecahan Masalah Matematika.Bandung:UPI Press.

Fauzan, Ahmad dkk. 2014. “Penerapan Strategi Pemcahan Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas VII SMP Negeri 7

Padang”. Dalam Jurnal Pendidikan Matematika 3(2) :20-22.

A.Ni’mah & P. Dwijananti. 2014. “Penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share

(TPS) dengan Metode Eksperimen untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan


Aktivitas Belajar Siswa Kelas VIII MTs. Nahdlatul Muslimin Kudus”. Unnes
Physics Educattion Journal, 3(2): 18-25

Direktorat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan (2010). Model-Model Pembelajaran. Jakarta :

Depdiknas.

Amir, M Taufiq. 2012. Inovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning.

Jakarta:Prenada Media Group.

Purnomo, & Mawarsari. (2014). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui

Model Pembelajaran Ideal Problem Solving Berbasis Project Based Learning.

Jurnal JKPM. 1(1): 2339-2444.

Ariyanti, Melda. 2015. Perbandingan Keefektifan Model Project-based learningdan Problem-

based learning ditinjau dari Prestasi Belajar, Kemampuan pemecahan Masalah, dan
Minat Belajar Matematika Peserta didik SMA kelas XI. Skripsi. Universitas Negeri
Yogyakarta. Yogyakarta.

Ayuukawaii, 2010. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Pengumpulan Data. Tersedia
:http://ayuukawaii.blogspot.co.id/2010/02/uji-validitas-dan-reliabilitas.html. Terakhir
diakses 11 april 2017

Anda mungkin juga menyukai