Disusun oleh :
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan sumber daya manusia yang
berkualitas dan yang memiliki karakteristik tertentu seperti wawasan pengetahuan yang luas,
kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari yang dihadapinya serta sikap dan
perilaku yang positif terhadap lingkungan alam sekitarnya. Oleh karena itu, pendidikan adalah
hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan
dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai
antisipasi kepentingan masa depan.
Trianto (2011:1) mengungkapkan bahwa: Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang
mampu mendukung pembangunan di masa mendatang, yang berarti mampu mengembangkan
potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan
problema kehidupan yang dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun
potensi kompetensi peserta didik.
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut peningkatan kualitas
pendidikan. Banyaknya permasalahan pendidikan yang diungkap di berbagai media
menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan pendidikan yang belum dapat dicari
pemecahannya. Salah satunya berkaitan erat dengan pendidikan matematika. Di dalam dunia
pendidikan matematika memegang peranan yang cukup penting. Matematika merupakan disiplin
ilmu yang mempunyai peranan penting baik dalam kehidupan sehari-hari, dalam berbagai
disiplin ilmu maupun dalam memajukan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi modern.
Salah satu aspek yang ditekankan dalam pembelajaran matematika adalah pengembangan
kemampuan pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan suatu hal yang sangat penting
karena sebagai alat untuk memecahkan masalah baik dalam kehidupan kerja atau dalam
kehidupan sehari-hari, sebagai ilmu pengetahuan, dan pembentukan pola pikir serta sikap.
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah ini juga dikemukakan oleh Hudojo (2001:170) yang
menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu hal yang esensial dalam pengajaran
matematika sebab:
(1) siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisisnya
dan akhirnya meneliti kembali hasilnya
(2) kepuasan intelektual akan timbul dari dalam merupakan hadiah instrinsik bagi siswa
(3) potensial intelektual siswa meningkat
(4) siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan
penemuan.
Sehubungan dengan hal tersebut Abdurrahman (2010:254) menyatakan bahwa: Kemampuan
pemecahan masalah matematis adalah aplikasi dari konsep dan keterampilan. Dalam
kemampuan pemecahan masalah matematis biasanya melibatkan beberapa kombinasi konsep
dan keterampilan dalam suatu situasi baru atau situasi yang berbeda. Seorang siswa dikatakan
memiliki kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika ketika siswa
mencapai kriteria-kriteria tertentu atau biasa dikenal dengan indikator. Ada empat indikator
pemecahan masalah matematika menurut Polya (1956) yaitu:
1) Understanding the problem (memahami masalah)
2) Devising a plan (merencanakan penyelesaian)
3) Carrying out the plan (melaksanakan rencana)
4) Looking back (melihat kembali).
Dengan demikian, sudah sewajarnyalah pemecahan masalah ini harus mendapat perhatian
khusus, mengingat peranannya dalam mengembangkan potensi intelektual.
Dalam pembelajaran matematika, setiap siswa memiliki tingkat kemampuan pemecahan
masalah matematis yang berbeda. Cara penyampaian guru dalam suatu pembelajaran
matematika, jika belum tepat dapat juga mengakibatkan berkurangnya kemampuan pemecahan
masalah matematis yang dimiliki oleh siswa. Guru diharapkan dapat mengoptimalkan siswa
menguasai konsep dan memecahkan masalah dengan kebiasaan berpikir kritis, logis, sistematis
dan terstruktur. Hal ini tertuang pada kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003) dengan salah satu
tujuannya adalah mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan serta dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Dengan
mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan,
serta mencoba-coba.
Menurut Ibrahim (Trianto 2007: 67) pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan
untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan
ketrampilan intelektual. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam
pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi pembelajaran yang otonom dan mandiri.
Kemampuan pemecahan masalah matematis menghasilkan pengetahuan yang nyata dan logis,
karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara mandiri akan memberikan
suatu pengalaman konkrit dan pengalaman itu memberikan makna tersendiri bagi siswa.
Penyebab tingkat menurunnya pemecahan masalah siswa dalam pembelajaran yaitu
peran guru yang belum maksimal dalam menyampaikan materi dan penguasaan kelas untuk
pembelajaran tersebut. Sebelum pembelajaran berlangsung, ketika guru bisa menyampaikan
materi dengan strategi yang tepat dan ada alat yang menunjang pembelajaran, kemampuan
pemecahan masalah setiap siswa akan meningkat.
Akar penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah tersebut bervariasi, dalam
pembelajaran dikelas guru memakai metode konvensional dalam kegiatan pembelajaran. Guru
lebih aktif menguasai siswa, sebagian siswa yang dapat mengikuti dengan baik dan beberapa
siswa yang tidak berani bertanya atau menyatakan pendapat hanya aktif mencatat apa yang
ditulis guru di papan tulis tanpa harus memahami. Pada saat guru memberikan tugas, siswa yang
pasif hanya menunggu jawaban dari siswa lain. Siswa pasif tersebut semakin merasa bingung
dan kesulitan dalam memecahkan masalah pada saat guru memberi soal yang sedikit lebih sulit
dari sebelumnya.
Alternatif yang dapat ditawarkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut yaitu
dengan menggunakan strategi pembelajaran Kooperatif Think Pair & Share dengan Problem
Based Learning. Strategi pembelajaran think pair & share (TPS) atau berpikir berpasangan
berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa. Strategi Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis
masalah adalah model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks
untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta
memperoleh pengetahuan. Guru berkewajiban mengajak siswa untuk melakukan kegiatan. Bila
dikaitkan dalam pembelajaran matematika strategi.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang
Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis antara Pembelajaran Kooperatif Think
Pair and Share dengan Problem Based Learning Siswa Kelas VIII A SMPN 1 SIDIKALANG
Pada Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV).
KAJIAN TEORI
Menurut Risnawati, kemampuan adalah kecakapan untuk melakukan suatu tugas khusus
dalam kondisi yang telah ditentukan.Pada proses pembelajaran perolehan kemampuan
merupakan tujuan dari pembelajaran. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan yang telah
dideskrifsikan secara khusus dan dinyatakan dalam istilah-istilah tingkah laku.
Pengertian masalah dalam kamus matematik yang dikutip oleh Effandi Zakaria dkk adalah
sesuatu yang memerlukan penyelesaian. Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang
terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi/jalan keluar untuk suatu masalah yang
sfesifik.
Polya (1973) menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah menemukan makna yang dicari
sampai akhirnya dapat dipahami dengan jelas. Memecahkan masalah berarti menemukan suatu
cara menyelesaikan masalah, mencari jalan ke luar dari kesulitan, menemukan cara di sekitar
rintangan, mencapai tujuan yang diinginkan, dengan alat yang sesuai. Pemecahan masalah
merupakan aktivitas mental yang tinggi.
Dalam teori belajar Gagne dalam Depdiknas (2002) menyebutkan bahwa belajar dapat
dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar:
Dalam pembelajaran matematika salah satu kegiatan yang dapat mengembangkan sikap
kreatif adalah pemecahan masalah karena dalam pemecahan masalah, siswa dituntut memiliki
kemampuan menciptakan cara baru yang sesuaidengan permasalahan yang dihadapinya. Oleh
karena itu, siswa memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan berpikir melalui
penyelesaian masalah yang bervariasi.
Menurut Sukirman (dalam Nugroho 2010: 20) menyatakan bahwa masalah matematika dapat
diklarifikasikan dalam dua jenis, yaitu:
1. Masalah mencari (problem to find) yaitu mencari, menentukan, atau mendapat nilai
atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat
yang sesuai dengan soal
2. Masalah membuktikan (problem to prove) yaitu untuk menentukan apakah suatu
pertanyaan benar atau tidak benar.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika
adalah kemampuan menemukan suatu pemecahan masalah matematika untuk mencari
penyelesaian dari suatu persoalan yang dihadapi. Siswa dikatakan mempunyai kemampuan
pemecahan masalah yang baik jika siswa tersebut dapat memahami masalah, merencanakan
penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana dan melakukan pengecekan
kembali terhadap semua langkah yang dikerjakan atau menafsirkan solusinya.
2.3 Indikator Pemecahan Masalah Matematis
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model tersebut merupakan pola umum
perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model
pembelajaran adalah pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut
pendekatan, strategi, metode, teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar. Dalam suatu model pembelajaran ditentukan bukan hanya apa yang harus
dilakukan guru, akan tetapi menyangkut tahapan-tahapan, prinsip-prinsip reaksi guru dan siswa
serta sistem penunjang yang disyaratkan.
Menurut Arends (dalam Suprijono, 2013: 46) model pembelajaran mengacu pada
pendekatan yang digunakan termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap
dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Menurut Joice& Weil (dalam Isjoni, 2013: 50) model pembelajaran adalah suatu pola
atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun
kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya.
Sedangkan Istarani (2011: 1) model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar
yang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru
serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam
proses belajar.
Menurut Amri (2013: 34) model pembelajaran kurikulum 2013 memiliki empat ciri
khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut yaitu:
1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
Dalam pembelajaran yang efektif dan bermakna peserta didik dilibatkan secara aktif,
karena peserta didik adalah pusat dari kegiatan pembelajaran serta pembentukan kompetensi dan
karakter. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik dan gaya
mengajar guru. Usaha guru dalam membelajarkan peserta didik merupakan bagian yang sangat
penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh
karena itu pemilihan berbagai metode, strategi, teknik maupun model pembelajaran merupakan
suatu hal yang utama.
Dari pendapat ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran adalah
suatu pola atau perencanaan yang di rancang untuk menciptakan pembelajaran di kelas secara
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran dapat dijadikan
sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.
1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai
contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan
teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok
secara demokratis.
2. Mempunyai misi dan tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif
dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas,
misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam
pembelajaran mengarang.
4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan:
(1) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax)
(2) adanya prinsip-prinsip reaksi
(3) sistem social
(4) sistem pendukung.
Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan
melaksanakan suatu mkodel pembelajaran.
5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut
meliputi:
(1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur
(2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
6. Membuat persiapan mengajar (desain instrusional) dengan pedoman model
pembelajaran yang dipilihnya. Rofa’ah (2016: 71) menjelaskan ada beberapa ciri-
ciri model pembelajaran secara khusus daintaranya adalah:
a. Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya.
b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa mengajar.
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil.
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Ciri-ciri model pembelajaran yang baik yaitu adanya keterlibatan intelektual
dan emosional peserta didik melalui kegiatan mengalami, menganalisis,
berbuat, dan pembentukan sikap, adanya keikutsertaan peserta didik secara
aktif dan kreatif. Selama pelaksanaan model pembelajaran guru bertindak
sebagai fasilitator, koordinator, mediator dan motivator kegiatan belajar
peserta didik.
Seperti yang dikatakan Johnson (dalam Agus Supridjono, 2010 : 58) mengatakan
bahwa,“tidak semua belajar kelompok biasa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai
hasil yang maksimal, lima unsure dalam pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsure
tersebut adalah:
Sedangkan menurut Lie, 2002 (dalam made wena 2009:189) “ pembelajaran kooperatif
adalah system pembelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dengan
sesama siswa dengan tugas-tugas terstruktur, dan dalam hal ini guru bertindak sebagai
fasilitator.” Guru sebagai fasilitator artinya guru membantu siswa dalam menyiapkan dan
menyediakan sumber-sumber atau peralatan untuk kelancaran belajar.
Arends (dalam Trianto, 2011:132) menyatakan bahwa: “Think Pair Share merupakan
suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa
semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara
keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share dapat memberi siswa lebih
banyak waktu untuk berpikir, untuk merespon dan saling membantu.” Dilihat dari teori Arends
guru hanya memberikan penyajian singkat tentang materi dan memberikan situasi yang menjadi
pertanyaan atau permasalahan. Siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang menjadi
pertanyaan atau permasalahan dengan berdiskusi. Kemudian guru membandingkan tanya jawab
kelompok secara keseluruhan.
Slavin (2010; 257) menyatakan bahwa: Ketika guru menyampaikan pelajaran kepada
kelas, para siswa duduk berpasangan dengan timnya masing-masing. Guru memberikan
pertanyaan kepada kelas. Siswa diminta memikirkan sebuah jawaban dari mereka sendiri, lalu
berpasangan dengan pasangannya untuk mencapai sebuah kesepakatan terhadap jawaban.
Akhirnya, guru meminta para siswa untuk berbagi jawaban yang telah mereka sepakati dengan
seluruh kelas.
Jaurhan (2011: 61) menyatakan Think Pair Share memiliki prosedur yang ditetapkan
secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling
membantu satu sama lain.
Sedangkan Think Pair Share menurut Suprijono (2010:91) memiliki arti seperti namanya
“Thinking”, pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait
dengan pembelajaran dengan pembelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Selanjutnya
“Pairing” , pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasang-pasangan. Memberi kesempatan
pada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi. Kemudian yang terakhir tahap “Sharing”, pada
tahap ini hasil diskusi intersubyektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan
seluruh kelas. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada
pengonstruksian pengetahuan secara integrative. Jadi peserta didik dapat menemukan struktur
dari pengetahuan yang dipelajarinya.
Alma (2009: 91) menyatakan bahwa Think Pair Share mecangkup tiga langkap utama
yaitu; pertanyaan diajukan untuk seluruh kelas, lalu tiap siswa memikirkan jawabannya,
kemudian siswa dibagi berpasangan dan diskusi. Pasangan ini melaporkan hasil diskusinya dan
berbagi pemikiran dengan seluruh kelas.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli, disimpulkan model kooperatif tipe Think Pair Share
adalah model pembelajaran kooperatif yang bertujuan memberi siswa lebih banyak waktu untuk
berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain, serta mempunyi tiga tahapan penting
yaitu berpikir (think), berpasangaan (pair), berbagi (share).Tahap pertama yaitu think, yaitu guru
memberi soal pada siswa kemudian siswa diberi kesempatan berpikir secara mandiri mengenai
permasalahan yang diberikan oleh guru. Tahap kedua pair, yaitu siswa dibagi
kelompok(berpasangan). Setiap kelompok (pasangan) mendiskusikan dan bertukar pikiran untuk
memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru. Tahapan yang ketiga share, yaitu setiap
kelompok pasangan saling berbagi pendapat yang sudah didiskusikan dalam kelompok pasangan
tadi dengan kelompok pasangan yang lain dalam satu kelas untuk memecahkan masalah yang
telah diberikan oleh guru. Cara berbagi pendapat dengan kelompok lain yaitu salah satu
kelompok mencoba memberikan pendapat dari kelompoknya ke depan kelas, sedangkan
kelompok lain dapat memberikan tanggapan dan saran kepada kelompok yang maju.
Pengertian Model Problem Based Learning Kehidupaan identik dengan menghadapi masalah.
Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
yang berorientasi pada masalah autentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang
kemampuan berfikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif,
terbuka, negosiasi, dan demokratis.
Menurut Duch (1995) dalam ArisShoimin (2014:130) mengemukakan bahwa pengertian dari
model Problem Based Learning adalah: Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran
berbasih masalah adalah model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai
konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah
serta memperoleh pengetahuan.
Finkle and Torp (1995) dalamAris Shoimin (2014:130) menyatakan bahwa:PBM merupakan
pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara stimulan strategi
pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para
peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur
dengan baik. Dua definisi diatas mengandung arti bahwa PBL atau PBM merupakan suasana
pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari.
Sedangkan menurut Kamdi (2007:77) berpendapat bahwa: Model Problem Based Learning
diartikan sebagai sebuah model pembelajaran yang didalamnya melibatkan siswa untuk berusaha
memecahkan masalah dengan melalui beberapa tahap metode ilmiah sehingga siswa diharapkan
mampu mempelajari pengetahuan yang berkaitan dengan masalah tersebut dan sekaligus siswa
diharapkan akan memilki keterampilan dalam memecahkan masalah.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem
Based Learning menjadi sebuah pendekatan pembelajaran yang berusaha menerapkan masalah
yang terjadi dalam dunia nyata sebagai sebuah konteks bagi para siswa dalam berlatih bagaimana
cara berfikir kritis dan mendapatkan keterampilan dalam pemecahan masalah, serta tak
terlupakan untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus konsep yang penting dari materi ajar yang
dibicarakan.
Model Model
Pembelajaran Pembelajaran
Kooperatif Think Problem Based
Pair and Share Learning
SISTEM PERSAMAAN
LINEAR DUA VARIABEL
2.11 Defenisi Operasional
2.11 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai hipotesis alternative (Ha) dan hipotesis
nihil (Ho) sebagai berikut:
METODOLOGI PENELITIAN
1. Selalu: 1
2. Sering: 2
3. Kadang-kadang: 3
4. Tidak pernah: 4
Perolehan skor maksimal dari angket motivasi adalah 100 poin dan skor minimal
25 poin.
3.6 Teknik Analisis Data
1. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum ketercapaian
atau hasil siswa berdasarkan data teskemampuan pemecahan masalahdan cognitive
load siswa, yaitu dengan mendeskripsikan data berupa banyaknya siswa,nilai rata-
rata, simpangan baku, median, modus, skor terendah, skor tertinggi.
2. Analisis Data
Uji Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah suatu bentuk pengujian tentang kenormalan distribusi data.
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui apakah data yang diambil dari
masing-masing kelompok dengan untuk kelas individu dan kelompok dan
kelompok dengan model pembelajaran kooperatif think pair and share dengan
model pembelajaran problem based learning untuk kelas individu dan kelompok
merupakan data yang berdistribusi normal. Selain itu, untuk mengetahui bahwa
sampel yang dijadikan objek penelitian adalah mewakili populasi, sehingga hasil
penelitian dapat digeneralisasikan.Uji normalitas ini penting untuk menentukan
jenis statistik yang digunakan, jika data tersebut berdistribusi normal maka dapat
menggunakan statistik parametrik. Sedangkan jika data tersebut tidak
berdistribusi normal dapat menggunakan statistik non-parametrik. Uji normalitas
pada penelitian ini menggunakan kolmogorov-smirnovdengantaraf signifikasi
0,05, dengan bantuan software SPSS. Hipotesis uji normalitas distribusi data
adalah sebagai berikut.
H0 : Data kemampuan pemecahan masalah berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
H1 : Data kemampuan pemecahan masalah berasal dari populasi yang
tidak berdistribusi normal.
H0 : Data cognitive load berasal dari populasi yang berdistribusi
normal
H1 : Data cognitive loadberasal dari populasi yang tidak berdistribusi
normal.
Dalam hal ini, H0akan diterima jika taraf signifikansi lebih dari 0,05.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kelompok berasal dari
populasi yang homogen atau tidak. Dalam istilah statistik, uji ini digunakan untuk
mengetahui apakah kedua kelompok penelitan memiliki variansi yang sama atau
tidak. Uji homogenitas dilakukan terhadap skor tes kemampuan pemecahan
masalah dan cognitive load siswa. Uji homogenitas pada penelitian ini
menggunakan analysis of variance (ANOVA) dengan asumsi bahwa varian dari
beberapa populasi adalah sama. Pengujian ini dilakukan dengan bantuan software
SPSS. Hipotesis uji homogenitas varians kelompok data adalah sebagai berikut.
H0 : varians data pemecahan masalah untuk model pembelajaran dan
strategi pembelajaran bersifat homogen.
H1 : varians data pemecahan masalah untuk model pembelajaran dan
strategi pembelajaran bersifat heterogen
H0 : varians data cognitive load untuk model pembelajaran dan
Keputusan uji dan simpulan diambil pada taraf signifikansi 0,05. Dalam hal ini H 0
akan diterima jika taraf signifikansi lebih dari 0,05.Pada hasil pengujian dengan
analysis of variance (ANOVA), yang tampil pada output SPSS uji homogenitas
menggunakan levene’s test (Sugiyono & Susanto, 2015:237).
3. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji prasyarat analisis dengan asumsi normal dan homogen
terpenuhi, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. model pembelajaran kooperatif
think pair and share dengan model pembelajaran problem based learning untuk kelas
individu dan kelompok dinyatakan efektif jika rata-rata nilai tes kemampuan
pemecahan masalah siswa pada masing-masing kelas lebih tinggi dari rata-rata secara
keseluruhan.Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji analysis of varians
(ANOVA). Pada output uji ANOVA tersebut terdapat partial eta squared (𝜂𝑝2) yang
merupakan besar pengaruh fixed factor terhadap dependent variable. Berikut kriteria
pengaruh fixed factor terhadap dependent variable:
Keterangan:
𝑀1 = Rata-rata data 1
𝑀2 = Rata-rata data 2
𝑆𝐷1 = Standart deviation data 1
𝑆𝐷2 = Standart deviation data 2
Agustina, Musdi, fauzan. 2014. “Penerapan Strategi Pemecahan Masalah untuk meningkatkan
Fauzan, Ahmad dkk. 2014. “Penerapan Strategi Pemcahan Masalah untuk Meningkatkan
A.Ni’mah & P. Dwijananti. 2014. “Penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share
Depdiknas.
based learning ditinjau dari Prestasi Belajar, Kemampuan pemecahan Masalah, dan
Minat Belajar Matematika Peserta didik SMA kelas XI. Skripsi. Universitas Negeri
Yogyakarta. Yogyakarta.
Ayuukawaii, 2010. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Pengumpulan Data. Tersedia
:http://ayuukawaii.blogspot.co.id/2010/02/uji-validitas-dan-reliabilitas.html. Terakhir
diakses 11 april 2017