Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL PENELITIAN

Kemampuan Konseptualisasi Matematis Siswa Melalui


Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi Peluang Untuk
Siswa SMA Kelas XI

Dosen Pembimbing :

Dr. Sunismi, M.Pd

Disusun Oleh :

Putri Setyo Hartanti (21401072077)

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Matematika adalah ilmu dasar yang dapat digunakan sebagai alat bantu
memecahkan masalah dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu karakteristik
matematika yaitu mempunyai objek yang bersifat abstrak. Dengan belajar
matematika siswa dapat berlatih menggunakan pikirannya secara logis, analitis,
sistemis, kritis dan kreatif serta memiliki kemampuan bekerjasama dalam
menghadapi berbagai masalah serta mampu memanfaatkan informasi yang
diterimanya.
Dalam proses pembelajaran sebagian besar guru lebih aktif menjelaskan
materi dan siswa dituntut mendengar, mencatat penjelasan guru, serta
menyelesaikan latihan soal yang ditentukan oleh guru. Hal tersebut membuat
pembelejaran matematika masih bersifat terpacu terhadap guru (teacher
centered) yang merupakan bagian dari pembelajaran konvensional.
Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah (Depdiknas: 2006). Pentingnya
kemampuan pemahaman konsep dalam matematika adalah karena matematika
mempelajari konsep-konsep yang saling terhubung dan saling
berkesinambungan. Jadi, sistem pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah
harus memperhatikan agar konsep tertanam dengan baik kepada siswa.
Pendidikan yang baik adalah suatu usaha yang berhasil membawa kepada
tujuan yang ingin dicapai yaitu agar bahan yang disampaikan dapat dipahami
sepenuhnya oleh siswa. Jika kemampuan pemahaman konsep matematika
seseorang telah baik, maka daya matematika yang dimilikinya juga akan
berkembang dengan baik. Dalam mempelajari matematika, pemahaman
konsep sangat penting untuk siswa karena konsep matematika yang satu
dengan yang lain saling berkaitan sehingga untuk mempelajarinya harus runtut
dan berkesinambungan. jika siswa telah memahami konsep-konsep
matematika maka akan memudahkan dalam mempelajari konsep-konsep
berikutnya yang lebih kompleks.
Salah satu pembelajaran yang dapat dilakukan adalah pembelajaran
dengan model berbasis masalah (Problem Based Learning) disingkat PBL. Hal
tersebut memungkinkan karena PBL merupakan pendekatan pembelajaran
yang memulai setiap awal pembelajaran dengan mengajukan permasalahan
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari untuk dikerjakan siswa. Menurut
Kamdi (2007: 77) Model Problem Based Learning diartikan sebagai sebuah
model pembelajaran yang didalmnya melibatkan siswa untuk berusaha
memecahkan masalah dengan melalui beberapa tahap metode ilmiah sehingga
siswa diharapkan mampu mempelajari pengetahuan yang berkaitan dengan
masalah tersebut sekaligus siswa diharapkan akan memiliki keterampilan
dalam memecahkan masalah. Lima langkah penting dalam PBL yang membuat
metode ini cocok untuk digunakan yaitu (1) mengorientasi siswa terhadap
masalah, (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar, (3) membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, dan (5) menganalisa dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
Dengan diterapkannya model Problem Based Learning dalam
pembelajaran, kegiatan belajar menjadi lebih bermakna bagi siswa. Dengan
arahan guru, siswa dapat mengonstruksikan, menemukan konsep-konsep
materi pembelajaran yang sedang dipelajari. Siswa dapat saling bertukar
pendapat untuk menemukan konsep dari masalah yang disajikan. Dalam
kaitannya dengan pembelajaran peluang, siswa dapat mengembangkan
bagaimana cara mengapresiasi masalah, menemukan konsep dari masalah yang
disajikan, menentukan langkah-langkah menjawab, dan merumuskan
penyelesaian dengan sistematis. Dan secara kontekstual siswa dapat
mendeskripsikan jawaban dengan lebih konkrit. Dengan demikian,
pemahaman konsep siswa diharapkan dapat menjadikan siswa lebih berperan
aktif dalam memecahkan masalah yang disajikan yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari.
Berkaitan dengan uraian permasalahn di atas, penulis bermaksud untuk
mengkaji tentang kemampuan konseptualisasi matematis siswa melalui
pembelajaran berbasis masalah pada materi peluang untuk siswa SMA kelas
XI.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Banyak siswa mengalami kesulitan dalam proses belajar matematika,
karena matematika membutuhkan kemampuan siswa dalam memahami
konsep permasalahan yang disajikan
2. Metode pembelajaran yang masih tradisional
3. Kurang efektifnya penyampaian materi

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah


dipaparkan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian adalah
Bagaimana kemampuan konseptualisasi matematis siswa melalui
pembelajaran berbasis masalah pada materi peluang untuk siswa SMA kelas
XI?.

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui bagaimana kemampuan konseptualisasi matematis siswa


ditinjau melalui pembelajaran berbasis masalah pada materi peluang untuk
siswa SMA kelas XI.

1.5 Hipotesis
Peningkatan kemampuan konseptualisasi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran berbasis
masalah lebih baik dari pada siswa yang memperoleh model pembelajaran
dengan menerapkan model pembelajaran biasa / konvensional.

1.6 Manfaat Penelitian


1.6.1 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dalam
mengetahui kemampuan konseptualisasi matematis siswa melalui
pembelajaran berbasis masalah pada materi peluang untuk siswa SMA
kelas XI.
1.6.2 Manfaat Teoritis
1.6.2.1 Guru
Diharapkan dapat mengatasi kesulitan guru dalam mengajarkan
konsep-konsep mataematika yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran di
sekolah.
1.6.2.2 Siswa
Dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah ini,
pembelajaran akan lebih bervariasi, lebih menyenankan dan tidak
membosankan, siswa akan lebih aktif terlibat dalam proses
pembelajaran, serta siswa akan lebih mudah memahami konsep
materi yang diberikan
1.6.2.3 Peneliti
Dapat memperluas pengetahuan tentang strategi pembelajaran
yang dapat menambah keterampilan dalam mengadakan variasi
mengajar sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.

1.7 Ruang Lingkup


1. Peneliti hanya membahas tentang kemampuan konseptualisasi matematis
siswa dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah untuk
materi peluang
1.8 Definisi Istilah

Untuk menghindari terjadi kesalahpahaman terhadap makna judul penelitian


ini, perlu dijelaskan istilah-istilah berikut :

1.8.1 Kemampuan Konseptualisasi Matematis


Kemampuan untuk memahami suatu konsep pada pembelajaran
matematika terhadap pemecahan masalah yang telah disajikan.
1.8.2 Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) adalah model
pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata yang tidak
terstruktur dengan baik sebagai konteks untuk para peserta didik belajar
berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh
pengetahuan.
1.8.3 Peluang
Peluang merupakan materi matematika yang digunakan untuk
menentukan suatu kejadian atau peristiwa yang sering muncul. Peluang
suatu kejadian merupakan perbandingan banyaknya titik sampel kejadian
yang diinginkan dengan banyaknya anggota ruang sampel kejadian
tersebut.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Kemampuan Konseptualisasi Matematis


2.1.1 Pengertian Kenanpuan Konseptualisasi Matematis
Tolok ukur dari susksesnya suatu usaha atau strategi dengan
adanya peningkatan. Peningkatan adalah proses bertambahnya kuantitas
maupun kualitas. Dari peningkatan ini bisa dilihat kualitas suatu usaha atau
strategi itu merupakan usaha atau strategi yang tepat atau tidak. Hal ini
juga sangat diperlukan dalam pemahaman konsep. Dengan meningkatnya
pemehaman konsep siswa meningkat pula kualitas siswa.
Pemahaman konsep merupakan suatu aspek yang sangat penting
dalam pembelajaran, karena dengan memahami konsep siswa dapat
mengembangkan kemampuannya dalam setiap materi pelajaran.
Pemahaman konsep terdiri dari dua kata yaitu pemahaman dan konsep.
Nana Sudjana (2011: 24) menjelaskan bahwa pemahaman merupakan
tingkat hasil belajara yang lebih tinggi daripada pengetahuan yang
diperoleh, perlu adanya mengenal atau mengetahui untuk dapat
memahami. Menurut Sardiman, pemahaman (Understanding) dapat
diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Pemahaman merupakan
perangkat standar program pendidikan yang merefleksikan kompetensi
sehingga dapat mengantarkan siswa untuk menjadi kompeten dalam
berbagai ilmu pengetahuan, sedangkan suatu konsep menurut Oemar
Hamalik adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri
umum. Jadi pemahaman konsep adalah menguasai sesuatu dengan pikiran
yang mengandung kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri
umum.
Pemahaman konsep merupakan dasar utama dalam pembelajaran
matematika. Menurut Donovan, Bransford, & Pellegrion (1999) dalam
penelitian Dr. Ibrahim Jbeili (2012) menyatakan bahwa pemahaman
konsep menunjuk kepada kemampuan siswa untuk menghubungkan
gagasan baru dalam matematika dengan gagasan yang mereka ketahui,
untuk menggambarkan situasi matematika dalam cara-cara yang berbeda
dan untuk menentukan perbedaan antara penggambaran ini. Herman
menyatakan bahwa belajar matematika itu memerlukan pemahaman
terhadap konsep-konsep, konsep-konsep ini akan melahirkan teorema atau
rumus. Agar konsep-konsep dan teorema- teorema dapat diaplikasikan ke
situasi yang lain, perlu adanya keterampilan menggunakan konsep-konsep
dan teorema-teorema tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran matematika
harus ditekankan ke arah pemahaman konsep.
Suatu konsep yang dikuasai siswa semakin baik apabila disertai
dengan pengaplikasian. Boediono (2009: 4) menjelaskan bahwa konsep
matematika adalah semua hal yang berwujud pengertian-pengertian baru
yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri
khusus, hakikat, da nisi materi matematika. Effandi menyatakan tahap
pemahaman suatu konsep matematika yang abstrak akan dapat
ditingkatkan dengan mewujudkan konsep tersebut dalam amalan
pengajaran. Siswa dikatakan telah memahami konsep apabila ia telah
mampu mengabstraksikan sifat yang sama, yang merupakan ciri khas dari
konsep yang dipelajari, dan telah mampu membuat generalisasi terhadap
konsep tersebut.
Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa kemampuan
pemahaman konsep matematika menginginkan siswa mampu
memanfaatkan atau mengaplikasikan apa yang telah dipahaminya ke
dalam kegiatan belajar. Jika siswa telah memiliki pemahaman yang baik,
maka siswa tersebut siap memberi jawaban yang pasti atas pernyataan-
pernyataan atau masalah-masalah dalam belajar.

2.1.2 Indikator Pemahaman Konsep

Indikator-indikator yang meunjukkan pemahaman konsep antara lain :

1. menyatakan ulang setiap konsep


2. mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai
dengan konsepnya)
3. memberikan contoh dan non contoh dari konsep
4. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis
5. mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep
6. menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi
tertentu
7. mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Konsep

Keberhasilan siswa dalam mempelajari matematika dipengaruhi


oleh beberapa faktor. Ngalim Purwanto mengungkapkan bahwa berhasil
atau tidaknya belajar itu tergantung pada bermacam-macam faktor.
Adapun faktor-faktor itu dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1) Faktor yang ada pada organisme itu sendiri yang kita sebut faktor
individu, yang termasuk dalam faktor individu antara lain kematangan
atau pertumbuhan, kecerdasan latihan, motivasi dan faktor pribadi.
2) Faktor yang ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial, yang
termasuk faktor sosial ini antara lain keluarga atau keadaan rumah
tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam
belajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia serta motivasi
sosial.
Selain faktor tersebut, pemahaman konsep dipengaruhi oleh
psikologis siswa. Kurangnya pemahaman konsep terhadap materi
matematika yang dipelajari karena tidak adanya usaha yang dilakukan oleh
siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru. Siswa lebih
mengharapkan kepada penyelesaian dari guru, hal ini memperlihatkan
bahwa pemahaman konsep siswa masih rendah.

2.1.4 Tingkat Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep merupakan tipe belajar yang lebih tinggi


dibanding tipe belajar pengetahuan. Nana Sudjana menyatakan bahwa
pemahaman dapat dibedakan kedalam tiga kategori, yaitu: Tingkat
terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan
dalam arti yang sebenarnya, mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip.
Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan
bagian-bagian dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan
beberapa bagian grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan
yang tidak pokok. Tingkat ketiga merupakan tingkat pemahaman
ekstrapolasi.
Menurut W. Gulo kemampuan-kemampuan yang tergolong dalam
pemahaman suatu konsep mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi
adalah sebagai berikut:
1) Translasi, yaitu kemampuan untuk mengubah simbol tertentu
menjadi simbol lain tanpa perubahan makna. Simbol berupa kata-
kata (verbal) diubah menjadi gambar atau bagan atau grafik.
2) Interpretasi, yaitu kemampuan untuk menjelaskan makna yang
terdapat di dalam simbol, baik simbol verbal maupun yang
nonverbal. Dalam kemampuan ini, seseorang dapat
menginterpretasikan sesuatu konsep atau prinsip jika ia dapat
menjelaskan secara rinci makna atau konsep atau prinsip, atau dapat
membandingkan, membedakan, atau mempertentangkan dengan
sesuatu yang lain.
3) Ekstrapolasi, yaitu kemampuan untuk melihat kecenderungan atau
arah atau kelanjutan dari suatu temuan. Kalau kepada siswa
misalnya dihadapi rangkaian bilangan 2, 3, 5, 7, 11, maka dengan
kemampuan ekstrapolasi mampu menyatakan bilangan pada urutan
ke-6, ke-7 dan seterusnya.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka tingkatan pemahaman
konsep mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu: Tingkat pertama adalah
mengartikan sebuah konsep kedalam bentuk simbol. Tingkat kedua adalah
menjelaskan makna atau konsep yang terdapat dalam simbol dan
menghubungkannya dengan kejadian berikutnya. Tingkat ketiga adalah
kemampuan melihat arah atau kelanjutan dari suatu kejadian tersebut.

2.2 Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

2.2.1 Definisi Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Komalasari (2013:58-59) pembelajaran berbasis masalah adalah:

Model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai


suatu konteks bagi siswa utuk belajar tentang berfikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran. Dalam hal
ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang
mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi
pelajaran.
Wardani (2007:27) mengatakan, Model pembelajaran berbasis
masalah dapat menyajikan masalah autentik dan bermakna sehingga siswa
dapat melakukan penyelidikan dan menemukan sendiri. Dan model
pembelajaran berbasis masalah menurut Suradijono (dalam Pitriani,
2014:32) adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai
langkah awal dalam mengumpulkan data dan mengintegrasikan
pengetahuan baru. Adapun pendapat Bern dan Erickson (dalam
Komalasari, 2001:5) pembelajaran berbasis masalah adalah:

Model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan


masalah dengan mengintegrasi berbagai konsep dan keterampilan dari
berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi mengumpulkan dan
menyatukan informasi, dan mempresentasikan penemuan.

Adapun pendapat Riyanto (2010:285) mengatakan, Pembelajaran


berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang dirancang dan
dikembangkan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah. Menurut Arends (dalam Trianto, 2007:68)
pembelajaran berbasis masalah adalah:
Suatu model pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan
yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka
sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berfikir tingkat
tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.

Beberapa definisi menurut para ahli di atas dapat penulis simpulkan


bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu strategi
pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan masalah sebagai langkah untuk
mengumpulkan pengetahuan, sehingga dapat merangsang siswa untuk
berfikir kritis dan belajar secara individu maupun kelompok kecil sampai
menemukan solusi dari masalah tersebut. Peran guru pada model
pembelajaran masalah yaitu sebagai fasilitator dan membuktikan asumsi
juga mendengarkan perspektif yang ada pada siswa sehingga yang
berperan aktif di dalam kelas pada saat pembelajaran adalah siswa.

2.2.2 Karakterisktik Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Arends (dalam Hariyanto dan Warsono, 2012:410) ciri


yang paling utama dari model pembelajaran berbasis masalah yaitu:
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah
1) Autentik, yaitu masalah harus berakar pada kehidupan dunia
nyata siswa;
2) Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, tidak menimbulkan
masalah baru;
3) Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan disesuaikan
dengan tingkat perkembangan siswa;
4) Luas dan sesuai tujuan pembelajaran;
5) Bermanfaat, yaitu masalah tersebut bermanfaat bagi siswa;
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu

Walaupun pembelajaran berbasis masalah ditujukan pada suatu ilmu


bidang tertentu tetapi dalam pemecahan masalah-masalah aktual,
peserta didik dapat menyelidiki dari berbagai ilmu.
c. Penyelidikan autentik (nyata)

Dalam penyelidikan siswa menganalisis dan merumuskan masalah,


mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan
menganalisis informasi, melakukan eksperimen, membuat
kesimpulan dan menggambarkan hasil akhir.

d. Menghasilkan produk dan memamerkannya


Siswa bertugas menyusun hasil belajarnya dalam bentuk karya dan
memamerkan hasil karyanya;
e. Kolaboratif
Tugas-tugas belajar berupa masalah diselesaikan bersama-sama antar
siswa.

Berdasarkan pendapat Arends mengenai karakteristik model


pembelajaran berbasis masalah penulis dapat menarik kesimpulan model
pembelajaran berbasis masalah pada kegiatan proses pembelajaran dimulai
dengan memberikan masalah yang jelas pada siswa yang berakar pada
kehidupan dunia nyata, kemudian siswa harus mengumpulkan data,
mengumpulkan informasi, melakukan eksperimen dan menarik kesimpulan
secara berkelompok, sehingga siswa sangat berperan aktif dalam kegiatan
pembelajaran dan guru sebagai fasilitator juga memperhatikan keterampilan
bertanya siswa.

2.2.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah.


Arends (dalam Hariyanto dan Warsono, 2012, h. 401)
mengemukakan sintaks pembelajaran berbasis masalah yaitu:
a. Orientasi siswa pada masalah
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik (bahan
dan alat) apa yang diperlukan bagi penyelesaian masalah serta
memberikan motivasi kepada siswa agar menaruh perhatian terhadap
aktivitas penyelesaian masalah.
b. Mengorganisasi siswa.
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan
pembelajaran agar relevan dengan penyelesaian masalah.
c. Membimbing penyelidikan indvidu maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mencari informasi yang sesuai, melakukan
eksperimen, dan mencari penjelasan dan pemecahan masalah.
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil.
Guru membantu siswa dalam perencanaan dan perwujudan hasil yang
sesuai dengan tugas yang diberikan;
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap hasil
penyelidikannya serta proses-proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
Kesimpulan yang diambil dari pendapat Arends mengenai
langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah menurut penulis yaitu
pada langkah awal pembelajaran siswa harus mampu merumuskan
masalah yang akan dipecahkan dan dipelajari, dan guru bertugas untuk
membimbing siswa, selanjutnya siswa harus mampu menganalisis
masalah dari berbagai sudut pandang, setelah itu siswa menentukan sebab
akibat yang akan dipecahkan atau diselesaikan, untuk memecahkan
masalah yang ada siswa harus mengumpulakan informasi atau data dari
berbagai sumber yang relevan, kemudian siswa berhipotesis untuk
mengahasilkan data yang dibutuhkan dan menarik kesimpulan.

2.2.4 Manfaat Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Menurut Smith (dalam Amir, 2013:27), manfaat pembelajaran berbasis
masalah adalah:
1) Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar.
Kedua hal ini ada kaitannya, kalau pengetahuan itu didapatkan lebih
dekat dengan konteks praktiknya, maka kita akan lebih ingat.
Pemahamanan juga demikian, dengan konteks yang dekat dan
sekaligus melakukan banyak mengajukan pertanyaan menyelidiki
bukan sekedar hafal saja maka pembelajaran akan lebih memahami
materi.
2) Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan.
Dengan kemampuan pendidik membanguan masalah yang sarat
dengan konteks praktik, pembelajaran bisa merasakan lebih baik
konteks operasinya di lapangan.
3) Mendorong untuk berfikir
Dengan proses yang mendorong pembelajaran untuk
mempertanyakan, kritis, reflektif maka mafaat ini berpeluang terjadi.
Pembelajaran dianjurkan untuk tidak terburu-buru menyipulkan,
mencoba menemukan landasan argumennya dan fakta-fakta yang
mendukung alasan. Nalar pembelajaran dilatih dan kemampuan
berfikir ditingkatkan. Tidak sekedar tahu, tapi juga dipikirkan.
4) Membangun kerja tim, kepemimpinan dan keterampilan sosial
Pembelajaran diharapkan memahami perannya dalam kelompok,
menerima pandangan orang lain, bisa memberikan pengertian bahkan
untuk orang-orang yang barangkali tidak mereka senangi.
Keterampilan yang sering disebut bagian dari soft skills ini, seperti
juga hubungan interpersonal dapat mereka kembangkan. Dalam hal
tertentu, pengalaman kepemimpinan juga dapat dirasakan. Mereka
mempertimbangkan strategi memutuskan dan persuasif dengan orang
lain.
5) Membangun kecakapan belajar Pembelajaran perlu dibiasakan untuk
mampu belajar terus menerus.
Ilmu keterampilan yang mereka butuhkan nanti akan terus
berkembang, apapun bidang pekerjaannya. Jadi mereka harus
mengembangkan bagaimana kemampuan untuk belajar.
6) Memotivasi pembelajaran
Motivasi belajar pembelajaran, terlepas dari apapun metode yang kita
gunakan, selalu menjadi tantangan. Dengan model pembelajaran
berbasis masalah, kita punya peluang untuk membangkitkan minat
dari dalam diri, karena kita menciptakan masalah dengan konteks
pekerjaan.

Berdasarkan pendapat Smith mengenai manfaat pembelajaran


berbasis masalah penulis menyimpulkan model pembelajaran berbasis
masalah ini memiliki berbagai macam manfaat sehingga menimbulkan efek
positif bagi siswa, dan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
masalah ini berharap dapat meningkatkan motivasi, percaya diri dan yang
terpenting adalah hasil belajar siswa atau hasil belajar siswa sehingga nilai
yang dihasilkan siswa bisa melibihi dari Kriteria Ketuntasan Minimal yang
ditentukan.

2.2.5 Kelebihan Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Menurut Hariyanto dan Warsono (2012:52), kelebihan dari
penerapan model pembelajaran berbasis masalah antara lain:
1) Siswa akan terbiasa menghadapi masalah dan merasa tertantang untuk
menyelesaikan masalah, yang ada dalam kehidupan sehari-hari;
2) Memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-
teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman
sekelasnya;
3) Semakin mengakrabkan guru dengan siswa;
4) Karena ada kemungkinan suatu masalah harus diselesaikan siswa melalui
eksperimen hal ini juga akan membiasakan siswa dalam menerapkan
metedo eksperimen.

2.2.6 Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Hariyanto dan Warsono (2012:152), kekurangan dari


model pembelajaran berbasis masalah antara lain:

a. Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa kepada pemecahan


masalah;

b. Seringkali memerlukan biaya mahal dan waktu yang panjang:


c. Aktivitas siswa yang dilaksanakan diluar sekolah sulit dipantau guru.

Kesimpulan penulis, dalam setiap model pembelajaran pasti ada


kelebihan dan kekurangannya, maka dari itu penulis menyimpulkan
bahwa guru ataupun calon guru harus pandai memilih model
pembelajaran dan harus mampu menutupi kekurangan dari model
pembelajaran yang akan digunakan

2.3 Peluang

Peluang dapat diartikan sebagai kemungkinan. Dalam kehidupan


sehari-hari konsep peluang banyak dijumpai diberbagai masalah, mulai dari
masalah yang sangat sederhana, misalnya karena peluang hari ini hujan
sangat deras, maka Ahmad memutuskan untuk tidak masuk sekolah, hingga
masalah yang sangat penting melinatkan hajat hidup orang banyak. Sebagai
contoh dalam bidang ekonomi misalnya dari tiga komoditi khusus pada selang
waktu bervariasi harga jualnya dan lain sebagainya.

Agar dapat memahami konsep peluang dengan baik, diperlukan


pengetahuan yang memadai tentang kaidah pencacahan yang banyak
melibatkan notasi faktorial, permutasi dam kombinasi.

Kaidah pencacahan merupakan pelajaran yanga berhubungan dengan


masalah untuk menentukan banyaknya cara yang mungkin terjadi dari suatu
percobaan.

1. Ruang contoh/sampel (S)


Jika kita melakukan percobaan pelemparan uang logam (koin) dan
diamati hasil yang muncul, maka hasil yang muncul gambar (G) atau
angka (A). Dalam istilah probabilitas, hasil yang muncul disebut ruang
contoh dengan simbol S. Jadi ada percobaan pelemparan koin tersebut
ruang contohnya S={G, A}.
Demikian juga pada percobaan sebuah dadu (bermata enam), maka
ruang contohnya S= { 1, 2, 3, 4, 5, 6 }.
Setiap anggota pada himpunan S disebut titik contoh.
Jadi, ruang contoh/sampel adalah himpunan semua kemungkinan hasil
dari suatu percobaan.
2. Aturan Perkalian
Jika suatu kejadian dapat diselesaikan dengan m cara, dan suatu kejadian
lain dapat diselesaikan dengan n cara, maka gabungan dari kedua
kejadian itu dapat diselesaikan dengan m x n cara.
3. Diagram Pohon
4. Tabel Silang
5. Faktorial
Hasil perkalian semua bilasngan positif dari 1 sampai dengan n disebut
faktorial dan dinotasikan dengan n! Sehingga n! = 1, 2, 3, 4, ... (n-2)(n-
1)n. ]
6. Permutasi dengan elemen yang berbeda
Permutasi merupakan susunan berurut dari unsur-unsur himpunan
berhingga yang memperhatikan urutannya. Jika n elemen diambil r
elemen (rn) dan disusun dalam urutan tertentu sehingga diperoleh
urutan yang berbeda, maka permutasi r eleman dari n elemen yang
diketahui dinyatakan dengan rumus
!
=
( )!
7. Permutasi dengan beberapa elemen yang sama
Jika P adalah banyaknya permutasi dari n elemen yang di dalamnya
mengandung n1 elemen yang sama dan n2 elemen yang sama pula,
maka banyaknya permutasi (P) dari n dapat dinyatakan
!
=
1 ! 2 !
8. Permutasi Siklis
Permutasi yang disusun secara melingkar disebut permutasi siklis.
Banyaknya permutasi siklis dari n elemen adalah (n-1)!
9. Kombinasi
Kombinasi adalah susunan elemen-elemen suatu himpunan tanpa
memperhatikan urutannya (urutan tidak mempengaruhi arti). Kombinasi
k dari n adalah himpunan n elemen yang tiap kelompok terdiri dari unsur
dengan k<n, dilambangkan nCk dengan rumus
!
=
( )! !
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode mixed
methods dengan desain sequential exploratory (Creswell, 2008). Penelitian ini
merupakan suatu langkah penelitian dengan menggabungkan dua bentuk
penelitian yang telah ada sebelumnya yaitu penelitian kualitatif dan penelitian
kuantitatif. Menurut Creswell (2010: 5), penelitian campuran merupakan
pendekatan penelitian yang mengkombinasikan antara penelitian kualitatif
dengan penelitian kuantitatif. Dipilihnya metode campuran karena dalam
penelitian ini ingin dideskripsikan kemampuan konseptualisasi matematis
siswa. Prosedur utama pengumpulan dan analisis data secara induktif. Dalam
penelitian ini, peneliti ingin mendapatkan data yang lebih komprehensif, serta
hasil penelitian kualitatif dapat diberlakukan secara luas (Sugiyono, 2012).
Data utama dalam peneltian ini adalah data kualitatif, untuk menemukan
gambaran kemampuan konseptualisasi matematis siswa. Selanjutnya
melakukan eksplorasi terhadap hasil penelitian kualitatif dnegan cara
memaparkan dan menganalisis data secara kuantitatif. Hasil-hasil analisis
kuantitatif ini digunakan untuk mendukung temuan dalam kualitatif, atau
bahkan melengkapi hasil temuan dalam kualitatif.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian yang dipilih adalah SMA Negeri 2 Malang. Dipilihnya
tempat ini, karena SMA ini merupakan salah satu SMA unggulan di Malang
dan sering dijadikan sebagai tempat penelitian. Waktu penelitianya yaitu
dilaksanakan pada saat jam pelajaran matematika.

3.3 Metode Penelitian Kuantitatif


3.3.1 Populasi dan Sampel Penelitian

Pada penelitian ini mengambil populasi siswa kelas XI SMA Negeri


2 Malang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan cara
memilih dua kelas sebagai kelompok eksperimen dan kelompok
pembanding.

Adapun langkah dalam pengambilan sampel yaitu dengan cara


stratified cluster random sampling. Tahapan yang dilakukan dalam
pengambilan sampel yaitu dari seluruh kelas yang ada di SMA Negeri 2
Malang terlebih dahulu dikelompokkan menjadi beberapa tingkatan yaitu
tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan tersebut berdasarkan nilai
rata-rata kelas pada mata pelajaran matematika. Dari ketiga kelompok
tersebut, dipilih dua kelompok secara acak yang akan dijadikan subjek
penelitian. Satu sebagai kelompok eksperimen dan satu sebagai
kelompok pembanding. Dan perlu diperhatikan dua kelompok yang akan
dijadikan penelitian sebisa mungkin harus memiliki kesamaan, kesamaan
ini dalam artian banyaknya siswa dan rata-rata nilai kelasnya sama.

3.3.2 Variabel Penelitian


3.3.2.1 Variabel Bebas
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning)

Definisi Operasional : model pembelajaran berbasis masalah


adalah suatu cara yang digunakan guru dalam mengadakan
interaksi dengan siswa pada saat kegiatan pembelajaran. Terdiri
dari dua model yaitu Problem Based Learning untuk kelompok
eksperimen dan model langsung untuk kelompok pembanding

3.3.2.2 Variabel Terikat


Peluang

Definisi Operasional : Peluang merupakan materi matematika


yang digunakan untuk menentukan suatu kejadian atau peristiwa
yang sering muncul
3.3.3 Teknik Pengumpulan Data

Salah satu kegiatan dalam penelitian adalah menentukan cara


mengukur variable penelitian dan alat pengumpulan data. Untuk
mengukur variable diperlukan instrument penelitian dan instrument ini
berfungsi untuk pengumpulan data. Adapun teknik pengumpulan data
pada penelitian ini yaitu metode tes.

Metode Tes

Metode tes merupakan teknik pengumpulan data dengan cara


memberikan sejumlah permasalahan yang berkaitan dengan materi
bangun ruang. Pada penelitian ini model tes digunakan untuk
mengumpulkan data mengenai hasil belajar siswa. Tes dalam penelitian
ini berbentuk tes tertulis dengan bentuk esai yang memuat beberapa
permasalahan tentang bangun ruang. Tes ini dilakukan sebanyak dua kali
yaitu pre-test dan post-test.

3.3.4 Instrumen Penelitian


Instrument dalam penelitian ini adalah peneliti dan guru
matematika SMA Negeri 2 Malang yang dilengkapi dengan lembar soal
untuk permasalahan tentang peluang.

3.3.5 Teknik Analisis Data


Sugiyono (2012:147) menyebutkan bahwa teknik analisis data
pada penelitian kuantitatif menggunakan statistic. Dalam penelitian ini
analisis data akan menggunakan teknik statistik deskriptif. Menurut
Sugiyono (2012:148) statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan
untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi.
1. Uji Validitas
Sebelum instrumen penelitian digunakan untuk
mengumpulkan data perlu dilakukan pengujian validitas. Hal ini
digunakan untuk mendapatkan data yang valid dari instrumen yang
valid. Menurut Sugiyono (2012:121) hasil penelitian yang valid
bila terdapat kesamaan anatara data yang terkumpul dengan data
yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Pengujian
instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan korelasi bivariate
antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk.

2. Uji Reliabilitas
Menurut Sugiyono (2012:121) instrumen yang reliabel
adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk
mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.
Setelah instrumen di uji validitasnya maka langkah selanjutnya yaitu
menguji reliabilitas. Adapun menurut Imam Ghozali pengukuran
reliabilitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Repeated Measure atau pengukuran ulang: disini seseorang
akan disodori pertanyaan yang sama pada waktu yang
berbeda, dan kemudian dilihat apakah ia tetap konsisten
dengan jawabannya.
2. One Shot atau pengukuran sekali saja: disini pengukurannya
hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan
pertanyaan lain atau pengukur korelasi antar jawaban
pertanyaan. SPSS memberikan fasilitas untuk mengukur
reliabilitas dengan uji statistic Cronbach Aplha (). (Ghozali,
2011:48)

Penelitian yang akan dilakukan menggunakan


pengukuran reliabilitas cara kedua yaitu One Shot atau
pengukuran sekali saja. Pengukuran reliabilitas dalam penelitian
ini dibantu dengan SPSS untuk uji statistik Cronbach Aplha ().
Hasil dari uji statistik Cronbach Aplha () akan menentukan
instrument yang digunakan dalam penelitian ini reliabel
digunakan atau tidak.

3.4 Metode Penelitian Kualitatif


3.4.1 Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah selurh siswa SMA Negeri 2
Malang khususnya kelas XI. Dan objek penelitiannya adalah materi
pokok tentang peluang suatu kejadian dan kemampuan konseptualisasi
matematis siswa..

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data


Salah satu kegiatan dalam penelitian adalah menentukan cara
mengukur variable penelitian dan alat pengumpulan data. Untuk
mengukur variable diperlukan instrument penelitian dan instrument ini
berfungsi untuk pengumpulan data. Adapun teknik pengumpulan data
pada penelitian ini yaitu metode wawancara.

Wawancara

Wawancara mendalam, menggunakan voice recorder dan panduan


wawancara. Wawancara dilakukan kepada beberapa siswa yang dipilih.
Dalam hal ini ada 6 siswa yang dipilih sebagai responden. Dua siswa
kategori prestasi belajar tinggi yang diberi kode A1 dan A2, dua siswa
kategori prestasi belajar sedang diberi kode B1 dan B2, serta dua siswa
kategori prestasi belajar rendah yang diberi kode C1 dan C2. Pertanyaan
dalam wawancara digiring dari hasil pekerjaan siswa dalam
menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Jenis wawancaranya
adalah open-ended, agar dapat ditelusuri permasalahan yang sebenarnya.
Lingkup pertanyaan meliputi aktivitas dalam proses pembelajaran dan
kemampuan konseptualisasi matematis siswa.
3.4.3 Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif dilakukan apabila data empiris yang


diperoleh adalah data kualitatif berupa kumpulan berwujud kata-kata dan
bukan rangkaian angka serta tidak dapat disusun dalam kategori-
kategori/struktur klasifikasi. Data bisa saja dikumpulkan dalam aneka
macam cara (observasi, wawancara, intisari dokumen, pita rekaman) dan
biasanya diproses terlebih dahulu sebelum siap digunakan (melalui
pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih-tulis), tetapi analisis
kualitatif tetap menggunakan kata-kata yang biasanya disusun ke dalam
teks yang diperluas, dan tidak menggunakan perhitungan matematis atau
statistika sebagai alat bantu analisis.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian kualitatif


mencakup transkip hasil wawancara, reduksi data, analisis, interpretasi
data dan triangulasi. Dari hasil analisis data yang kemudian dapat ditarik
kesimpulan. berikut ini adalah teknik analisis data yang digunakan oleh
peneliti:

1. Reduksi Data
Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis.
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi
data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Kegiatan reduksi data berlangsung terus-menerus, terutama selama
proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung atau selama
pengumpulan data. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadi
tahapan reduksi, yaitu membuat ringkasan, mengkode, menelusuri
tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, dan menulis memo.
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak
perlu, dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga
kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverivikasi.
Reduksi data atau proses transformasi ini berlanjut terus sesudah
penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. Jadi
dalam penelitian kualitatif dapat disederhanakan dan
ditransformasikan dalam aneka macam cara: melalui seleksi ketat,
melalui ringkasan atau uraian sigkat, menggolongkan dalam suatu
pola yang lebih luas, dan sebagainya.
2. Triangulasi
Selain menggunakan reduksi data peneliti juga
menggunakan teknik Triangulasi sebagai teknik untuk mengecek
keabsahan data. Dimana dalam pengertiannya triangulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek
penelitian (Moloeng, 2004:330)
Denzin (dalam Moloeng, 2004), membedakan empat macam
triangulasi diantaranya dengan memanfaatkan penggunaan sumber,
metode, penyidik dan teori. Pada penelitian ini, dari keempat macam
triangulasi tersebut, peneliti hanya menggunakan teknik
pemeriksaan dengan memanfaatkan sumber.
Triangulasi dengan sumber artinya membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif
(Patton,1987:331). Adapun untuk mencapai kepercayaan itu, maka
ditempuh langkah sebagai berikut :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum
dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan masyarakat dari berbagai
kelas.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan.

Sementara itu, dalam catatan Tedi Cahyono dilengkapi


bahwa dalam riset kualitatif triangulasi merupakan proses yang
harus dilalui oleh seorang peneliti disamping proses lainnya, dimana
proses ini menentukan aspek validitas informasi yang diperoleh
untuk kemudian disusun dalam suatu penelitian. teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling
banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lain. Model
triangulasi diajukan untuk menghilangkan dikotomi antara
pendekatan kualitatif dan kuantitatif sehingga benar-benar
ditemukan teori yang tepat.
Penyajian data yang sering digunakan untuk data kualitatif
pada masa yang lalu adalah dalam bentuk teks naratif dalam
puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan halaman. Akan tetapi, teks
naratif dalam jumlah yang besar melebihi beban kemampuan
manusia dalam memproses informasi. Manusia tidak cukup mampu
memproses informasi yang besar jumlahnya; kecenderungan
kognitifnya adalah menyederhanakan informasi yang kompleks ke
dalam kesatuan bentuk yang disederhanakan dan selektif atau
konfigurasi yang mudah dipahami.
Penyajian data dalam kualitatif sekarang ini juga dapat
dilakukan dalam berbagai jenis matriks, grafik, jaringan, dan bagan.
Semuanya dirancang untuk menggabungkan informasi yang
tersusun dalam suatu bentuk yang padu padan dan mudah diraih.
Jadi, penyajian data merupakan bagian dari analisis.
3. Menarik Kesimpulan
Kegiatan analisis ketiga adalah menarik kesimpulan dan
verivikasi. Ketika kegiatan pengumpullan data dilakukan, seorang
penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat
keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang
mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan yang mula-
mulanya belum jelas akan meningkat menjadi lebih terperinci.
Kesimpulan-kesimpulan final akan muncul bergantung pada
besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya,
penyimpanan, dan metode pencarian ulang yang digunakan,
kecakapan peneliti, dan tuntutan pemberi dana, tetapi sering kali
kesimpulan itu telah sering dirumuskan sebelumnya sejak awal.
DAFTAR RUJUKAN

Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT


Remaja Rosdakarya

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R &D). Bandung : Alfabeta.
Bungin, M.Burhan. 2010. Peneitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana.
Marotono, Nanang. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif : Analisa Isi dan Analisa
Data Sekunder. Jakarta : Rajawali Pers.
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Priadi, Budi Puspa. 2010. Mixed Methodology : Megombinasikan Pendekatan
Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Anda mungkin juga menyukai