Disusun Oleh :
Raditiya Gifahri 41182109200068
Lucky Hidayati 41182109200065
A. LATAR BELAKANG
Pelaksanaan pembelajaran di sekolah diatur sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Kurikulum terdiri dari beberapa bagian yang saling berkaitan satu sama lain membentuk
sistem tunggal, artinya setiap komponen hanya berhubungan satu sama lain. Ada satu tujuan
yaitu tujuan pendidikan yang juga merupakan tujuan mata kuliah. Akdvirida (2016:35)
mengatakan: Pada hakikatnya kurikulum memuat tujuan, metode, alat penilaian, bahan ajar
dan berbagai pengalaman belajar. Kurikulum disusun dalam Dinas Pendidikan
mengikutsertakan beberapa jurusan dengan harapan mahasiswa mampu melakukan hal
tersebut Indonesia memiliki tingkat keterampilan yang sama. Kurikulum saat ini adalah
silabus 2013. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang diprioritaskan Pemahaman,
keterampilan dan pembentukan karakter, siswa harus memahami materi, aktif dalam diskusi
dan presentasi serta memiliki kebiasaan disiplin yang tinggi (Aqdwirida, 2016:35). (ANURNI
LESTARI DAELI, 2016)
Yusuf (2018:267) menyatakan bahwa kurikulum 2013 berencana untuk mendorong siswa
atau siswa lebih mampu melakukan pengamatan, mengajukan pertanyaan, menarik
kesimpulan dan merepresentasikan apa yang akan mereka terima atau ketahui setelah
menerima materi mempelajari Objek yang menjadi pembelajaran melalui penataan dan
penyempurnaan Kurikulum 2013 menekankan fenomena alam, sosial, seni dan budaya.
Berbeda Silabus sebelumnya dan silabus 2013 lebih menekankan pada ketiga aspek tersebut
yaitu. Menghasilkan siswa yang berakhlak mulia (afektif), terampil (psikomotorik) dan
pengetahuan yang berkelanjutan (kognitif). Oleh karena itu, diharapkan lebih banyak siswa
lebih kreatif, inovatif dan produktif.
Salah satu isi kurikulum (2013) adalah matematika. Matematika adalah topik penting
karena matematika bekerja Kembangkan pengetahuan kunci sebagai dasar untuk pekerjaan
seumur hidup Hidup di era globalisasi. Karena itu adalah penguasaan matematika tertentu
Penting bagi siswa untuk menemukan pekerjaan yang layak di kemudian hari. masalah ini
bantah Pauweni dkk. (2020:23-24) bahwa matematika adalah ilmu Pengetahuan yang
mengeksplorasi konsep-konsep di mana siswa dapat berpartisipasi dan aktif terlibat dalam
menemukan konsep, menerapkan konsep dan memecahkan masalah Matematika. Ketika
memecahkan matematika, siswa perlu meningkatkan keterampilannya Berpikir, pemecahan
masalah dan argumentasi, lebih khusus lagi Kemampuan pemecahan masalah dalam
matematika. Ini untuk tujuan pemecahan masalah Matematika dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari untuk memutuskan sesuatu Masalah memperoleh hasil terbaik sangat
membutuhkan dukungan guru berupa motivasi belajar dan pemahaman konsep yang baik.
Matematika adalah ilmu yang abstrak dan deduktif sedangkan anak sekolah dasar yang
Masih 7 sampai 12 tahun sedang dalam tahap operasional konkret tidak mampu berpikir
formal (UPI, 2007). Fungsi untuk menghitung pecahan adalah cabang matematika yang
menjadi Masalah untuk siswa sekolah dasar, Siswa kelas V SDN Mlowo Karangtalun 04
Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan. Berdasarkan informasi dari wali kelas V SDN
Mlowo Karangtalun 04 Kec Kabupaten Grobogan Pulo-kulon, mahasiswa yang gagal tes
operasi aritmatika harian Kelompok hingga 14 siswa (61%) 23 siswa di ambang
kesempurnaan minimal 65. Mahasiswa harus sudah lulus soal menghitung pecahan, harus
diselesaikan masalah Siswa dapat memecahkan masalah jika pembelajaran dilakukan secara
konsisten sesuai Pembelajaran yang menawarkan kesempatan Agar siswa dapat memahami
masalah dengan baik, merumuskannya pemecahan masalah, pemecahan masalah masalah,
periksa dan ambil hasil akhir dari opsi jeda yang paling efektif. (Indarwati et al., 2014)
Pembelajaran alternatif yang bisa Pemberian kesempatan untuk mengembangkan
keterampilan tersebut adalah pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah
adalah sebuah metode Pembelajaran didasarkan pada masalah sebagai stimulus untuk belajar.
masalah diambil dari kejadian nyata sangat dekat dengan siswa sehingga mudah dipahami
dan menarik bagi siswa. Arend (Trianto, 2009) salah mengklaimnya Salah satu manfaat dari
pembelajaran berbasis masalah adalah untuk meningkatkan pemecahan masalah.
Lebih lanjut Arends dalam Ariyana, dkk (2018:32) menguraikan Sintak model Problem
Based Learning sebagai berikut:
a. Orientasi peserta didik pada masalah
b. Mengorganisasi peserta didik untuk belajar
c. Membimbing pemyelidikan individu maupun kelompok
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Artikel ini memberikan ikhtisar bagaimana pembelajaran berbasis masalah diterapkan pada
pembelajaran di sekolah dasar dari perencanaan, pelaksanaan dan bagaimana hal itu
mempengaruhi keterampilan Siswa memecahkan masalah matematika. (Pendidikan &
Konseling, 2022)
Hal ini dapat disimpulkan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dianggap cocok digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa sekolah dasar, karena model Problem Based Learning (PBL) pada
proses pembelajarannya dilakukan secara berkelompok yang dapat menciptakan siswa
menjadi aktif dan menciptakan suasana kelas yang menyenangkan sehingga membantu siswa
lebih mudah memahami materi pada pelajaran matematika.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dalam penelitian ini dapat di
identifikasi sejumlah permasalahan sebagai berikut :
1. Kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa sekolah dasar
2. Penggunaan model Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran
matematika pada siswa sekolah dasar.
C. PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, peneliti berfokus pada pada penerapan
pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa sekolah dasar
D. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut “Bagaimana penerapan pengaruh model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sekolah
dasar?”
E. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penerapan pengaruh model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa sekolah dasar
F. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat bagi guru
Memberikan masukan dan model untuk mengembangkan pembelajaran
matematika ditingkat sekolah dasar melalui model Problem Based Learning
(PBL)
2. Manfaat bagi siswa
Siswa memperoleh pengalaman baru dengan model pembelajaran yang bervariasi
dan diharapkan dapat memberikan peningkatkan terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematika
3. Manfaat bagi sekolah
Penelitian ini dapat dijadikan masukan kebijakan dalam upaya meningkatkan
proses belajar dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas proses
pembelajaran
G. DEFINISI OPERASIONAL
1. Model problem based learning
Wena (2009:91) mengemukakan bahwa model PBL merupakan “Strategi
pembelajaran dengan menghadapkan peserta didik pada permasalahan-
permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain peserta
didik belajar melalui permasalahan-permasalahan”. Sejalan dengan itu, Sanjaya
(2009:214) mengemukakan, “Model PBL diartikan sebagai rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang
dihadapi secara ilmiah”.
Menurut Tan, Wee dan Kek (dalam Amir 2010:12) langkah-langkah dalam
pelaksanaan PBL yaitu: “(1) Pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah,
biasanya masalah memiliki konteks dengan dunia nyata, (2) Pembelajar secara
berkelompok aktif merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan
pengetahuan mereka, (3) Mempelajari dan mencarisendiri materi yang terkait
dengan masalah, (4) Melaporkan solusi dari masalah.”
Lebih lanjut Rusman (2011:243) menjelaskan langkah PBL sebagai berikut:
“(1) Orientasi peserta didik pada masalah, (2) Mengorganisasi peserta didik untuk
belajar, (3) Membimbing pengalaman individual dan kelompok, (4)
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) Menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah”.
2. Kemampuan pemecahan masalah matematika
Depdiknas (2006) menjelaskan bahwa hakikat matematika merupakan “bahan
kajian yang memiliki konsep abstrak dan dibangun melalui konsep penalaran
deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari
kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam
matematika sangat luas dan jelas”.
Menurut Wahyudi (2012:10), “matematika berkenaan dengan ide (gagasan-
gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan, yang diatur secara logis sehingga
matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.
Lampiran Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi mata
pelajaran matematika SD/MI menjelaskan bahwa pembelajaran Matematika
diberikan untuk membekali peserta didik untuk berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis dan kreatif serta kemampuan kerja sama dikutip dari (Depdiknas, 2006).
Sehingga peserta didik mampu memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan
kompetitif. Dari penjelasan tersebut jelaslah bahwa karakteristik matematika yang
memiliki objek kajian abstrak, berkaitan dengan karakteristik siswa SD yaitu
senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORITIK
1. METODE PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
a. Pengertian Metode Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Wena (2009:91) mengemukakan bahwa model PBL merupakan
“Strategi pembelajaran dengan menghadapkan peserta didik pada
permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan
kata lain peserta didik belajar melalui permasalahan-permasalahan”. Sejalan
dengan itu, Sanjaya (2009:214) mengemukakan, “Model PBL diartikan
sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah”.
Menurut Slameto (2011:7) Model PBL merupakan model
pembelajaran model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah
autentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir
tingkat tinggi.
Senada dengan Slameto, Hosnan (2014: 295) mengemukakan bahwa
Model Problem PBL merupakan model pembelajaran dengan pendekatan
pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun
sendiri, menumbuhkan kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan
inquiry, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
(Surya, 2017)
3. Matematika
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran bidang ke-SD-an yang
menjadi muatan utama dalam kurikulum SD/MI Tahun 2006. Namun, pandangan
siswa terhadap pelajaran matematika secara umum kurang tertarik. Matematika
dianggap sebagai pelajaran yang sulit sehingga kurang diminati. Lampiran
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi mata pelajaran matematika
SD/MI menjelaskan bahwa pembelajaran Matematika diberikan untuk membekali
peserta didik untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta
kemampuan kerja sama dikutip dari (Depdiknas, 2006). Sehingga peserta didik
mampu memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan
hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Dari
penjelasan tersebut jelaslah bahwa karakteristik matematika yang memiliki objek
kajian abstrak, berkaitan dengan karakteristik siswa SD yaitu senang merasakan
atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung.
4. Kerangka Berpikir
1. Rendahnya
keterampilan 1. Keterampilan
menghitung menghitung
siswa siswa
2. Siswa kesulitan meningkat
dalam 2. Siswa bias
menjawab soal menjawab soal
3. Kurangnya dengan cara
1. Penerapan
waktu yang 3. Guru
model
diberikan oleh menggunakan
pembelajaran
guru waktu dengan
problem based
4. Kurangnya guru efektif
learning (PBL)
dalam 4. Guru mengajar
menguasai menggunakan
model model
pembelajaran 5. Guru
5. Kurangnya menggunakan
minat belajar cara mengajar
matematika dengan variasi
pada siswa
5. Kerangka Konsep
Langkah-langkah model
problem based learning
6. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas dalam penelitian ini digunakan hipotesis sebagai berikut
: “ jika model pembelajaran problem based learning diterapkan dalam
pembelajaran matematika kelas V SDN Mlowo Karangtalun 04 Kecamatan
Pulokulon Kabupaten Grobogan akan meningkat.
BAB III
METODE PENELITIAN
Ciri khas dari penelitian tindakan kelas adalah adanya siklus penelitian.
Penelitian ini dilakukan dari beberapa siklus, tiap siklus memiliki empat
tahapan yaitu: (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (action), (3)
pengamatan (observation), dan (4) refleksi (reflection).
Gambar 3.1
D. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas dalam penelitian ini, digunakan dalam dua siklus
untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa pada mata
pelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL). Dari tiap-tiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan, tahap penilaian, dan tahap refleksi.
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Perencanaan (planning) yaitu tindakan yang akan dilakukan
untuk memperbaiki, meningkatkan, atau perubahan perilaku dan sikap
sebagai solusi dari permasalahan- permasalahan. Tahap ini merupakan
tahapan yang bersifat fleksibel dalam arti dapat berubah sesuai dengan
kondisi nyata yang ada. Tahap perencanaan yang dilakukan oleh
peneliti yaitu:
1) Menentukan topik yang akan dibahas dalam proses
pembelajaran matematika
2) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL)
3) Menyusun bahan ajar atau materi pembelajaran sesuai dengan
topik pembelajaran yang akan dilaksanakan
4) Membuat soal untuk mengetahui kemampuan pemecahan
masalah siswa
c. Tahap Penilaian
Dalam tahap ini, peneliti mengamati hasil dari tindakan yang
dilakukan dengan cara mengamati hasil atau dampak dari tindakan
yang dilaksanakan terhadap siswa. Kegiatan mengamati yang peneliti
lakukan mengenai kemampuan pemecahan masalah siswa yang terjadi
selama kegiatan pembelajaran berlangsung dan kemampuan
pemecahan masalah siswa akan dinilai melalui hasil tes.
d. Tahap Refleksi
Tahap ini merupakan analisis terhadap semua informasi yang
diperoleh saat pembelajaran berlangsung. Setiap informasi yang
terkumpul perlu dipelajari dan ditarik kesimpulan. Analisis yang
dilakukan terhadap apa yang menyebabkan munculnya permasalahan
yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung. Hasil refleksi ini
akan menjadi acuan dasar dalam merencanakan tindakan yang akan
diterapkan untuk siklus berikutnya.
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Menyusun RPP berdasarkan hasil refleksi siklus I, menetapkan
materi bahan ajar, menyusun alat evaluasi berupa soal untuk mengukur
kemampuan pemecahan masalah siswa pada mata pelajaran
matematika siswa kelas V SDN Mlowo Karangtalun 04 Kecamatan
Pulokulon Kabupaten Grobogan.
b. Tahap pelaksanaan
Melaksanakan pembelajaran berdasarkan RPP hasil refleksi
pada siklus I. Tindakan yang akan dilakukan adalah menggunakan
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
c. Tahap penilaian
Melakukan penilaian pada saat akhir pembelajaran dengan
menggunakan instrumen yang berupa tes untuk mengetahui
kemampuan pemecahan masalah siswa.
d. Tahap Refleksi
Refleksi pada siklus II bertujuan untuk mengetaui sejauh mana
efektivitas pelaksanaan tindakan, kekurangan dan kelebihan yang
timbul pada siklus II dan akan menjadi dasar perencanaan siklus
berikutnya.
E. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2013: 38) variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat
atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Dalam
penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu:
1. Kemampuan Pemecahan Masalah (Variabel Y)
2. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) (Variabel X)
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah berupa tes dan
observasi.
a. Tes
Menurut Arikunto (2013: 193) tes adalah serentetan pertanyaan atau
latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu
atau kelompok.
b. Observasi
Menurut Suharsimi Arikunto (2013: 199) observasi merupakan suatu
pengamatan yang meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek
dengan menggunakan seluruh alat indra. Adapun observasi ini digunakan
untuk mengukur terlaksana atau tidaknya langkah-langkah yang dilakukan
oleh peneliti.
G. Instrumen Penelitian
Menurut Arikunto (2013:203) instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas
yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah
dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah
diolah.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
data tentang kemampuan pemecahan masalah siswa pada mata pelajaran matematika
yang dilakukan dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) kelas V
SDN V SDN Mlowo Karangtalun 04 Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan.
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis dan
lembar observasi.
1. Tes
Menurut Arikunto (2013: 193) tes adalah serentetan pertanyaan atau
latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu
atau kelompok.
Tes dalam penelitian ini menggunakan tes tertulis dalam bentuk uraian
yang digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan pemecahan
masalah siswa kelas V SDN Mlowo Karangtalun 04 Kecamatan Pulokulon
Kabupaten Grobogan.
Tabel 3.2
1 Memahami Masalah
2 Merencanakan Penyelesaian
1,2,3,4 dan 5
3 Melaksanakan Perencanaan
tepat.
kurang tepat.
sama sekali.
jawabannya salah.
diperoleh.
Tabel 3.4
Σx
X=
Σn
Keterangan:
X = Nilai rata-rata
Σ n: Jumlah siswa
Tabel 3.5
Nilai Kriteria
80,0 – 100 Baik Sekali
65,0 – 79,9 Baik
55,0 – 64,9 Cukup
40,0 – 54,9 Kurang
0,0 – 39,9 Kurang Sekali
(Adaptasi Arikunto dalam Hadi dan Radiyatul, 2014: 57)
I. Kriteria Keberhasilan
Yang menjadi kriteria keberhasilan dalam PTK ini menurut Ekawarna (2011:
92) adalah valid jika variabel yang diukur peneliti mencapai kualitas minimal
“tinggi”, dan mencapai nilai rata-rata 70 dalam skala 10-100, yang berarti tingkat
penguasaan kompetensi minimal 75%.
Penelitian ini akan dikatakan berhasil apabila peningkatan kemampuan
pemecahan masalah yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) dapat memperoleh ketuntasan klasikal 80% siswa
yang mencapai nilai ≥70.
DAFTAR PUSTAKA