Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Jailani, M.Pd
4. Pembelajaran Inquiry
a. Pengertian Pembelajaran Inquiry
Menurut Gulo (dalam Al-Tabani, 2014) menyatakan inquiry berarti suatu rangkaian
kegatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan semua siswa
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis sehingga
mereka dapat merumuskan temuannya sendiri dengan penuh percaya diri (Fatihah,
2022).
Menurut Al-Tabani (2014) inquiry merupakan bagian sentral dari pembelajaran
kontekstual. Pengetahuan dan ketersmpilan yang diperoleh siswa diharapkan
bukanlah hasil dari menghafal fakta, tetapi dari penemuannya sendiri (Fatihah,
2022).
Inquiry merupakan pendekatan yang mengajarkan siswa agar terlibat aktif, dapat
berargumentasi dalam analisis yang kritis dalam mencari jawaban-jawaban dalam
permasalahan yang ada secara internal melalui pengalaman dan berbagai sumber
lainnya. Model pembelajaran ini lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam
belajar, siswa dapat melakukan kegiatan-kegiatan di lingkungan sekitar yaitu
proses mengamati, mencatat hasil pengamatan, menganalisis dan menyimpulkan
kegiatan yang dirancang oleh guru (Pramono & Nana, 2019).
Inquiry adalah pendekatan yang dirancang bagi siswa untuk menemukan dan
memanfaatkan berbagai sumber informasi dan ide untuk meningkatkan
pemahaman mereka tentang suatu masalah, isu, atau topik tertentu. Menggunakan
model ini menuntut siswa untuk mampu melampaui sekedar menjawab pertanyaan
atau mendapatkan jawaban yang benar (Ulansari Putri Tuti, Irwandi Ansori, 2018).
Inquiry dibedakan menjadi dua jenis yaitu inquiry terbimbing dan inquiry bebas.
Bagi siswa yang belum memiliki pengalaman belajar digunakan penelitian
terbimbing, ditujukan pada kegiatan kelas yang berpusat pada siswa, menawarkan
kesempatan untuk belajar bagaimana menggunakan berbagai sumber belajar yang
menjadikan guru tidak hanya sebagai sumber belajar. inquiry bebas yaitu siswa
harus mampu mengenali dan merumuskan masalah dari berbagai topik masalah
yang ingin dirumuskan masalah dari berbagai masalah belajar yang
diteliti (Wardani & Pertiwi, 2021)
Inquiry harus mengajak siswa langsung ke dalam proses ilmiah dalam waktu
singkat. Hasil penelitian Schlenker Joyce and Well (2009) menunjukkan bahwa
Latihan inquiry dapat meningkatkan pemahaman ilmiah, mendorong berpikir
kreatif dan menjadikan siswa kompeten dalam mengolah informasi (Pramono &
Nana, 2019).
b. Langkah-langkah inquiry
Langkah-langkah inquiry dalam (Fatihah, 2022) sebagai berikut:
1) Merumuskan masalah
2) Mengamati atau melakukan observasi
3) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel,
dan karya lainnya
4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas,
guru, audiens yang lainnya.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam menggunakan metode inquiry dalam
(Fatihah, 2022) adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan keterlibatan siswa dalam menemukan dan memproses bahan
belajarnya.
2) Mengurangi ketergantungan peserta didik pada guru untuk mendapatkan
pengalaman belajarnya.
3) Melatih siswa untuk menggali dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber
belajar yang tidak ada habisnya.
4) Memberi pengalaman belajar seumur hidup.
6. Discovery Learning
a. Pengertian Discovery Learning
Discovery learning atau pembelajaran penemuan adalah strategi pembelajaran yang
dapat memanfaatkan untuk meningkatkan keterlibatan siswa pada topik pembelajaran
( Hoffman, 2000).
Model discovery learning merupakan sebuah strategi pembelajaran yang menuntut
siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran dan menemukan konsep
pembelajarannya sendiri ( Marisya & Sukma, 2020).
b. Pengemasan materi Discovery Learning
Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Marisya & Sukma, 2020 menyatakan
berdasarkan pemaparan para ahli dan kemudian ditarik sebuah kesimpulan untuk
pengemasan materi dan pelaksanaan discovery learning memuat tahapan sebagai
berikut:
1) Stimulasi, materi yang disajikan memuat konten yang dapat mengandung stimulus
sehingga menimbulkan motuvasi dalam diri peserta didik
2) Identifikasi masalah, materi yang disajikan memuat beberapa permasalahan yang
dapat diidentifikasi oleh peseta didik
3) Pengumpulan data, materi yang disajikan relevan sesuai dengan kebutuhan dan
mampu mengembangkan keterampilan peserta didik untuk merumuskan hipotesis
dan berdiskusi
4) Pengolahan data, mengarahkan siswa untuk mampu mengolah sejumlah data
dan informasi dengan upaya merumuskan jawaban atas hipotesis. Data tersebut
kemudian ditafsirkan sehingga terarah pada perumusan jawaban.
5) Pembuktian, mengembangkat kemampuan peserta didik untuk berani menyajikan
hasil diskusi
6) Menarik kesimpulan
7. Scaffholding
a. Pengertian Scaffholding
Scaffolding adalah sebuah konsep yang diperkenalkan dalam bidang bimbingan
pendidikan oleh Wood (Wood, 1976).
Scaffholding dapat diartikan sebagai bantuan untuk memperoleh pengetahuan
tentang topik tertentu untuk dapat menyelesaikan tugas yang diberikan. Menurut
Purwasih & Rahmadhani (2021)
Dapat diartikan Scaffolding adalah usaha guru dalam memberikan bantuan kepada
siswa guna tercapainya tujuan pembelajaran yang maksimal. Pada prosesnya
bentuk bantuan yang diberikan berangsur-angsur akan dikurangi untuk melatih
kemandirian belajar dan tanggung jawab siswa.
b. Jenis-jenis Scaffholding
Jumaat & Tasir (OppI & Hoppenbrouwers, 2016) membedakan ada tiga macam
scaffhold, yaitu scaffhold konseptual, scaffhold prosedural, scaffhold metakognitif, dan
scaffhold perancah strategis. scaffhold konseptual membantu belajar memutuskan apa yang
dianggap layak untuk dipelajari. Secara khusus, mereka dapat membantu untuk
memprioritaskan konsep dasar. Scaffhold prosedural membantu siswa dalam menggunakan
alat yang tersedia dan metode dan arahkan mereka pada sumber daya yang berpotensi
berguna. Scaffhold strategis menyarankan cara alternatif untuk mengatasi masalah dalam
pembelajaran. Terakhir, scaffhold metakognitif membimbing siswa dalam cara mendekati
masalah pembelajaran dan apa yang harus dipikirkan saat menguraikan masalah. Ozmantar
& Roper (2004) menganggap intervensi guru sebagai sarana utama scaffhold (dalam konteks
masalah abstraksi matematika).
c. Pengemsan Materi Scaffholding
Menurut Anghileri (2006) penyusunan materi dan proses pembelajaran dengan pendekatan
scaffholding memuat beberapa kriteris berikut:
5. Open-Ended
a. Pengertian Open-Ended
Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran dan bisa memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mendiskusikan masalah melalui keterlibatan langsung dan
partisipasi pribadi dalam proses diskusi
Suherman (Rivai dkk, 2021) berpendapat bahwa apa yang menjadi inti pembelajaran
dengan pendekatan Open-Ended adalah pembelajaran yang membangun kegiatan
interaktif antara matematika dengan siswa sehingga mengajak siswa untuk menjawab
masalah melalui berbagai strategi. Di Open-Ended siswa diberikan kebebasan untuk
mengeksplorasi berbagai strategi dan cara mereka dipercaya untuk memecahkan
suatu masalah.