Anda di halaman 1dari 18

PENGEMASAN MATERI PEMBELAJARAN

Tugas ini disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Matematika Inovatif

Disusun oleh kelompok 10:

Dian Endang Lestari (22309251093)


Ani Retno Sari (22309251099)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Jailani, M.Pd

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DA ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2023
PENGEMASAN MATERI PEMBELAJARAN MATEMATIKA
(PENDEKATAN)

1. Problem Based Learning


a. Pengertian Pendekatan Problem Based Learning
 Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks yang berfokus pada siswa
atau student center dan diharapkan siswa dapat berperan aktif secara optimal,
meliputi siswa mampu melakukan eksplorasi, investigasi, dan memecahkan
masalah serta mengevaluasi pada proses mengatasi masalah, sehingga secara tidak
langsung minat belajar akan tumbuh dengan sendirinya (Suginem, 2021).
 Tan (2009) menjelaskan bahwa pembelajaran PBL adalah suatu pembelajaran yang
mana penerapannya tidak hanya mencakup masalah-masalah yang muncul di dalam
kelas, tetapi juga menawarkan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara
aktif sehingga dapat terbentuk pengetahuan melalui interaksi dan kolaborasi.
 Dalam Pembelajaran PBL, masalahnya menggunakan masalah dalam konteks
realistis yang mungkin dihadapi siswa di masa depan, walaupun siswa tersebut
kreatif dan cenderung berkerja sendiri, namun siswa di kelas PBL bekerjasama
dalam kelompok untuk brainstorming isu-isu yang berkaitan dengan memahami
masalah dan mendefinisikannya sesuai kesepakatan kelompok. Mereka kemudian
bekerja secara mandiri untuk mencari lebih banyak informasi terkait masalah
sebelum menghasilkan hipotesis dan kemungkinan penjelasan atas masalah
tersebut (Tan, 2009).
 Problem Based Learning (PBL) telah banyak disebut sebagai metode pengajaran
yang efektif untuk iklim perubahan dan inovasi saat ini (Tan, 2009).

b. Langkah-langkah Pendekatan Problem Based Learning (PBL)


Langkah-langkah proses pembelajaran berbasis Masalah (PBL) menurut (Tan O.S.
2009) pada dasarnya terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1) Menemukan Masalah
2) Menganalisis dan generasi masalah pembelajaran
3) Penemuan dan pelaporan
4) Solusi Presentasi dan refleksi solusi
5) Gambaran Umum, Integrasi, dan evaluasi, dengan pembelajaran mandiri yang
menjembatani menjembatani satu tahap dan tahap berikutnya.

c. Pengemasan Materi Pada Problem Based Learning


1) Materi yang disajikan mendorong siswa untuk menemukan permasalahan dari
suatu masalah
2) Materi yang disajikan mendorong siswa mampu untuk menganalisis dan
menurunkan suatu permasalahan
3) Materi yang disajikan dapat mendorong siswa untuk menemukan dan me;aporkan
hasil dari masalah yang dianalisis
4) Menemukan solusi dari suatu permasalahan sehingga mampu merefleksikan
solusi tersebut
5) Mengevaluasi hasil pekerjaan pada suatu materi yang dipelajari.

2. Contexstual Teaching and Learning (CTL)


a. Pengertian Pendekatan Contexstual Teaching and Learning (CTL)
 Menurut Lestari & Yhudanegara (2018: 38) Contextual teaching and learning
atau Pembelajaran Kontekstual adalah suatu pembelajaran yang mengupayakan
agar siswa dapat menggali kemampuan yang dimilikinya dengan mempelajari
konsep-konsep sekaligus menerapkannya dengan dunia nyata di sekitar
lingkungan siswa. Penggunakan pendekatan CTL dapat membuat siswa
mengetahui kegunaan dalam mempelajari materi matematika dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga siswa lebih termotivasi untuk mempelajari matematika.
Pembelajaran dikaitkan langsung dengan kehidupan siswa sehingga mengetahui
manfaat dari mempelajari materi tersebut (Anggreni W dkk, 2019).
 Menurut Sanjaya (2008) mengatakan bahwa contextual teaching and learning
(CTL) merupakan strategi yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan
dengan situasi kehidupan nyata. Pembelajaran kontektual bukan merupakan suatu
konsep baru (Makarti, 2016).
 Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata. Hal itu, mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
(Sari et al, 2018)

b. Tahapan Pendekatan Contexstual Teaching and Learning (CTL)


Menurut Sa`ud, (2008) dalam (Murjiyem, 2016) Tahapan Pendekatan CTL meliputi
empat tahapan, yaitu sebagai berikut:
1) Tahap invitasi, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang
konsep yang dibahas. Jika perlu guru memberikan stimulus dengan memberikan
pertanyaan yang problematik
2) Tahap ekplorasi, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menentukan
konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, menginterprestasikan dalam
sebuah kegiatan
3) Tahap penjelasan dan solusi, saat siswa memberikan penjelasan-penjelasan solusi
yang didasarkan pada hasil observasinya dan diperkuat oleh guru
4) Tahap pengambilan tindakan. Siswa dapat membuat keputusan yang berhubungan
dengan pemecahan masalah.

c. Langkah-langkah Pendekatan Contexstual Teaching and Learning (CTL)


Menurut Sanjaya (2007) mengemukakan langkah-langkah pendekatan CTL, yaitu
sebagai berikut:
1) Pendahuluan
a) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat proses
pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari
b) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL
 Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa
 Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan pengamatan/observasi
 Melalui pengamatan/observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai
hal yang ditemukan.
c) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap
siswa
2) Inti
a) Siswa melakukan pengamatan/ observasi
b) Siswa mencatat hal-hal yang ditemukan
c) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompok masing-
masing
d) Setiap kelompok menjawab pertanyaan yang diajukan kelompok lain.
3) Penutup
a) Dengan bantuan guru siswa membuat suatu kesimpulan sesuai dengan
indikatir hasil belajar yang harus dicapai
b) Siswa diberikan tugas sesuai dengan materi yang telah dipelajari.

d. Pengemasan Materi pada CTL


1) Materi disajikan memuat literasi kontekstual, artinya apa yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan
yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan
satu sama lain
2) Materi yang disajikan dapat menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).
Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai
dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memerhatikan detailnya
3) Materi yang disajikan mampu mengajak siswa . ntuk aktif dalam diskusi dan berani
menyampaikan tanggapan
4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut serta melakukan refleksi
terhadap hasil pemahaman Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses
perbaikan dan penyempurnaan strategi.
3. Realistic Mathematics Education (RME)
a. Pengertian Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
 RME adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak
tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika di Freundenthal di Belanda.
Pendekatan RME dikembangkan berdasarkan pandangan Freudenthal yang
menyatakan matematika sebagai suatu kegiatan (Desvita & Turdjai, 2020)
 RME adalah suatu pendekatan dalam pendidikan matematika yang mengajarkan
konsep matematika berdasarkan pengalaman siswa, sehingga siswa memiliki
banyak kesempatan untuk menemukan konsep dibawah bimbingan guru, yang akan
membuat pemahaman konsep mereka lebih mantap dan bermakna (Fauzan & Sari,
2017).
 Pedekatan matematika realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
dapat diterapkan dalam matematika. Ciri-ciri pendekatan pendidikan matematika
realistik sangat banyak dan luas. Salah satunya adalah penggunaan konteks kondisi
nyata. Kondisi yang dianggap "nyata" penting dalam proses pembelajaran
(Cendekiawaty & Sugiman, 2020).
 Pendekatan pendidikan matematika realistik memberikan kesempatan kepada siswa
untuk membangun pengetahuan mereka. Siswa juga dapat membayangkan berbagai
situasi yang disajikan dalam bentuk pertanyaan karena pertanyaan tentang dunia
nyata yang tentunya dekat dengan kehidupan siswa. Melalui realistis pendekatan
pendidikan matematika, siswa dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang
konsep-konsep matematika (Cendekiawaty & Sugiman, 2020).
 RME adalah kondisi ketika peserta didik diberikan kesempatan untuk menemukan
kembali konsep matematika dengan cara sendiri. Peserta didik didorong untuk
dapat menyelesaikan sendiri masalah realistik atau dalam kehidupan sehari-hari
yang dapat dibayangkan oleh peserta didik itu sendiri, karena masalah yang dapat
diselesaikan oleh peserta didik dapat menarik perhatian peserta didik lainnya untuk
memecahkannya masalah realistic (Masda, 2019).
b. Langkah-langkah Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
Menurut Wijaya (2012) dalam (Desvita & Turdjai, 2020) Langkah-langkah penerapan
model pembelajaran RME sebagai berikut.:
1) Memahami masalah dunia Nyata (real world problem)
2) Mengidentifikasi konsep matematika yang relevan dengan masalah, lalu
mengorganisir masalah sesuai dengan konsep matematika.
3) Secara bertahap meninggalkan kondisi dunia nyata melalui proses perumusan
asumsi, generalisasi, dan formalisasi. Proses ini bertujuan untuk menerjemahkan
masalah dunia nyata ke dalam masalah matematika yang representatif.
4) Menyelesaikan masalah matematika.
5) Menerjemahkan kembali solusi matematis ke dalam solusi nyata, termasuk
mengidentifikasi keterbatasan dari solusi.
Menurut Shoimin (2014) dalam (Masda, 2019), Langkah-langkah di dalam proses
RME terdiri atas lima langkah. Sebagai berikut:
1) Memahami Masalah Kontekstual
2) Menjelaskan Masalah Kontekstual
3) Menyelesaikan Masalah Kontekstual
4) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
5) Menyimpulkan
Menurut (Soedjadi, 2014) Langkah-langkah di dalam proses RME sebagai berikut:
1) Memahami masalah kontekstual
Berikan masalah kontekstual atau mungkin berupa soal cerita (secara lisan atau
tertulis). Masalah tersebut untuk dipahami siswa.
2) Memberikan penjelasan masalah kontekstual
Berilah penjelasan singkat dan seperlunya saja jika ada siswa yang belum memahami
soal atau masalah kontekstual yang diberikan. Mungkin secara individual ataupun
secara kelompok (Jangan memberikan jawaban, boleh mengajukan pertanyaan
pancingan)
3) Menyelesaikan masalah kontekstual
Mintalah siswa secara kelompok ataupun secara individual, untuk mengerjakan atau
menjawab masalah kontekstual yang diberikan dengan caranya sendiri. Berilah
waktu yang cukup siswa untuk mengerjakannya.
4) Membandingkan dan Mendiskusikan jawaban
Jika dalam waktu yang dipandang cukup, siswa tidak ada satupun yang dapat
menemukan cara pemecahan, berilah guide atau petunjuk seperluya atau berilah
pertanyaan yang menantang. Petunjuk itu dapat berupa LKS ataupun bentuk lain.
Mintalah seorang siswa atau wakil dari kelompok siswa untuk menyampaian hasil
kerjanya atau hasil pemikirannya (bisa lebih dari satu orang) dan Tawarkan kepada
seluruh kelas untuk mengemukakan pendapatnya atau tanggapannya tentang
berbagai selesaian yang disajikan temannya didepan kelas.
5) Membuat kesimpulan
Buatlah kesepakatan kelas tentang penyelesaian yang palig tepat. Berikanlah
penekana kepada hasil penyelesaian yang benar.

c. Pengemasan Materi RME


1) Materi yang disajikan menggunakan masalah kontekstual sebagai awal dari
pembelajaran menuju pada matematika formal hingga pembentukan konsep
2) Materi dalam RME mampu menimbulkan terjadinya interaksi antara siswa
dengan guru dan siswa dengan siswa
3) Materi yang disajikan dapat mengajak siswa untuk aktif dalam diskusi
4) Materi yang disajikan dapat mendorong siswa mampu untuk membuat
kesimpulan pembelajaran berdasarkan hasil diskusi yang telah dilakukan dalam
kelompok maupun antar kelompok.

4. Pembelajaran Inquiry
a. Pengertian Pembelajaran Inquiry
 Menurut Gulo (dalam Al-Tabani, 2014) menyatakan inquiry berarti suatu rangkaian
kegatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan semua siswa
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis sehingga
mereka dapat merumuskan temuannya sendiri dengan penuh percaya diri (Fatihah,
2022).
 Menurut Al-Tabani (2014) inquiry merupakan bagian sentral dari pembelajaran
kontekstual. Pengetahuan dan ketersmpilan yang diperoleh siswa diharapkan
bukanlah hasil dari menghafal fakta, tetapi dari penemuannya sendiri (Fatihah,
2022).
 Inquiry merupakan pendekatan yang mengajarkan siswa agar terlibat aktif, dapat
berargumentasi dalam analisis yang kritis dalam mencari jawaban-jawaban dalam
permasalahan yang ada secara internal melalui pengalaman dan berbagai sumber
lainnya. Model pembelajaran ini lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam
belajar, siswa dapat melakukan kegiatan-kegiatan di lingkungan sekitar yaitu
proses mengamati, mencatat hasil pengamatan, menganalisis dan menyimpulkan
kegiatan yang dirancang oleh guru (Pramono & Nana, 2019).
 Inquiry adalah pendekatan yang dirancang bagi siswa untuk menemukan dan
memanfaatkan berbagai sumber informasi dan ide untuk meningkatkan
pemahaman mereka tentang suatu masalah, isu, atau topik tertentu. Menggunakan
model ini menuntut siswa untuk mampu melampaui sekedar menjawab pertanyaan
atau mendapatkan jawaban yang benar (Ulansari Putri Tuti, Irwandi Ansori, 2018).
 Inquiry dibedakan menjadi dua jenis yaitu inquiry terbimbing dan inquiry bebas.
Bagi siswa yang belum memiliki pengalaman belajar digunakan penelitian
terbimbing, ditujukan pada kegiatan kelas yang berpusat pada siswa, menawarkan
kesempatan untuk belajar bagaimana menggunakan berbagai sumber belajar yang
menjadikan guru tidak hanya sebagai sumber belajar. inquiry bebas yaitu siswa
harus mampu mengenali dan merumuskan masalah dari berbagai topik masalah
yang ingin dirumuskan masalah dari berbagai masalah belajar yang
diteliti (Wardani & Pertiwi, 2021)
 Inquiry harus mengajak siswa langsung ke dalam proses ilmiah dalam waktu
singkat. Hasil penelitian Schlenker Joyce and Well (2009) menunjukkan bahwa
Latihan inquiry dapat meningkatkan pemahaman ilmiah, mendorong berpikir
kreatif dan menjadikan siswa kompeten dalam mengolah informasi (Pramono &
Nana, 2019).
b. Langkah-langkah inquiry
Langkah-langkah inquiry dalam (Fatihah, 2022) sebagai berikut:
1) Merumuskan masalah
2) Mengamati atau melakukan observasi
3) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel,
dan karya lainnya
4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas,
guru, audiens yang lainnya.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam menggunakan metode inquiry dalam
(Fatihah, 2022) adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan keterlibatan siswa dalam menemukan dan memproses bahan
belajarnya.
2) Mengurangi ketergantungan peserta didik pada guru untuk mendapatkan
pengalaman belajarnya.
3) Melatih siswa untuk menggali dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber
belajar yang tidak ada habisnya.
4) Memberi pengalaman belajar seumur hidup.

c. Pengemasan Materi Inquiry


1) Materi yang disajikan memuat suatu masalah yang akan mendorong siswa untuk
merumuskan suatu masalah
2) Materi yang disajikan mampu mengajak siswa untuk melakukan pengamatan dan
observasi dari suatu permasalahan
3) Materi yang disajikan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyajikan suatu
data dari hasil analisis permasalahan
4) Mampu meningkatkan kemampuan siswa untuk memaparkan hasil karya kepada
audiens.
5. STEM
a. Pengertian STEM
 STEM merupakan sebuah kegiatan dalam pendidikan yang dirancang untuk
menggabungkan unsur-unsur dari beberapa disiplin ilmu pengetahuan, teknologi,
teknik, dan matematika.
 Singkatan STEM berasal dari National Science Foundation (NSF). STEM mengacu
pada program terkait pendidikan NSF dalam disiplin ilmu, teknologi, teknik, dan
matematika (Moowaw, 2013)
b. Tujuan STEM
Tujuan pendidikan STEM adalah agar semua siswa belajar menerapkan konten dasar
dan praktik disiplin STEM ke situasi yang mereka hadapi dalam kehidupan. Secara khusus,
literasi STEM mengacu pada stimulus individu dalam beberapa hal berikut;
1) pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mengidentifikasi pertanyaan dan
masalah dalam situasi kehidupan, menjelaskan alam dan dunia yang dirancang, dan
menarik kesimpulan berbasis bukti tentang masalah terkait STEM;
2) pemahaman fitur karakteristik disiplin STEM sebagai bentuk pengetahuan manusia,
penyelidikan, dan desain;
3) kesadaran tentang bagaimana disiplin STEM membentuk lingkungan material,
intelektual, dan budaya kita;
4) kemauan untuk terlibat dalam isu-isu terkait STEM dan dengan ide sains, teknologi,
teknik, dan matematika sebagai warga negara yang konstruktif, peduli, dan reflektif
(Bybe Roger, The case of STEM Education.

c. Langkah-langkah pengemasan materi dalam STEM (Tunc & Bagceci, 2021)


1) Materi yang disajikan terkait dengan kehidupan nyata dan mudah dikaitkan dengan
literatur Science, Technology, Engineering, dan Mathematics
2) Materi disajikan sesuai dengan tingkatan siswa di kelas
3) Menyajikan materi yang dapat mengembangkan keterampilan siswa terutama
dalam kerjasama tim, keterampilan desain, keterampilan pemecahan masalah,
keterampilan bertanya, dan bersosialisasi
4) Menyajikan materi yang mendorong siswa untuk berkreasi dan mengembangkan
sebuah produk

6. Discovery Learning
a. Pengertian Discovery Learning
 Discovery learning atau pembelajaran penemuan adalah strategi pembelajaran yang
dapat memanfaatkan untuk meningkatkan keterlibatan siswa pada topik pembelajaran
( Hoffman, 2000).
 Model discovery learning merupakan sebuah strategi pembelajaran yang menuntut
siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran dan menemukan konsep
pembelajarannya sendiri ( Marisya & Sukma, 2020).
b. Pengemasan materi Discovery Learning
Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Marisya & Sukma, 2020 menyatakan
berdasarkan pemaparan para ahli dan kemudian ditarik sebuah kesimpulan untuk
pengemasan materi dan pelaksanaan discovery learning memuat tahapan sebagai
berikut:
1) Stimulasi, materi yang disajikan memuat konten yang dapat mengandung stimulus
sehingga menimbulkan motuvasi dalam diri peserta didik
2) Identifikasi masalah, materi yang disajikan memuat beberapa permasalahan yang
dapat diidentifikasi oleh peseta didik
3) Pengumpulan data, materi yang disajikan relevan sesuai dengan kebutuhan dan
mampu mengembangkan keterampilan peserta didik untuk merumuskan hipotesis
dan berdiskusi
4) Pengolahan data, mengarahkan siswa untuk mampu mengolah sejumlah data
dan informasi dengan upaya merumuskan jawaban atas hipotesis. Data tersebut
kemudian ditafsirkan sehingga terarah pada perumusan jawaban.
5) Pembuktian, mengembangkat kemampuan peserta didik untuk berani menyajikan
hasil diskusi
6) Menarik kesimpulan
7. Scaffholding
a. Pengertian Scaffholding
 Scaffolding adalah sebuah konsep yang diperkenalkan dalam bidang bimbingan
pendidikan oleh Wood (Wood, 1976).
 Scaffholding dapat diartikan sebagai bantuan untuk memperoleh pengetahuan
tentang topik tertentu untuk dapat menyelesaikan tugas yang diberikan. Menurut
Purwasih & Rahmadhani (2021)
 Dapat diartikan Scaffolding adalah usaha guru dalam memberikan bantuan kepada
siswa guna tercapainya tujuan pembelajaran yang maksimal. Pada prosesnya
bentuk bantuan yang diberikan berangsur-angsur akan dikurangi untuk melatih
kemandirian belajar dan tanggung jawab siswa.

b. Jenis-jenis Scaffholding
Jumaat & Tasir (OppI & Hoppenbrouwers, 2016) membedakan ada tiga macam
scaffhold, yaitu scaffhold konseptual, scaffhold prosedural, scaffhold metakognitif, dan
scaffhold perancah strategis. scaffhold konseptual membantu belajar memutuskan apa yang
dianggap layak untuk dipelajari. Secara khusus, mereka dapat membantu untuk
memprioritaskan konsep dasar. Scaffhold prosedural membantu siswa dalam menggunakan
alat yang tersedia dan metode dan arahkan mereka pada sumber daya yang berpotensi
berguna. Scaffhold strategis menyarankan cara alternatif untuk mengatasi masalah dalam
pembelajaran. Terakhir, scaffhold metakognitif membimbing siswa dalam cara mendekati
masalah pembelajaran dan apa yang harus dipikirkan saat menguraikan masalah. Ozmantar
& Roper (2004) menganggap intervensi guru sebagai sarana utama scaffhold (dalam konteks
masalah abstraksi matematika).
c. Pengemsan Materi Scaffholding
Menurut Anghileri (2006) penyusunan materi dan proses pembelajaran dengan pendekatan
scaffholding memuat beberapa kriteris berikut:

1) Lingkungan belajar yang mendukung (environmental provision), bahan belajar


ataupun materi yang diberikan disesuaikan dengan lingkungan belajar dantingkatan
peserta didik
2) Interaksi langsung (direct interactions), materi dikemas dapat memicu terjadinya
interaksi dengan peserta didik secara langsung baik berupa kegiatan bertanya
ataupun diskusi
3) Menjelaskan (explaining), dapat meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
mampu menjelaskan suatu topik
4) Restrukturasi (Restructuring), menyederhanakan objek matematika yang abstrak
sehingga dapat lebih mudah diterima oleh siswa dengan membangun pemahaman
ulang yang telah dimiliki siswa untuk memecahkan persoalan
5) Penekanan berfikir konseptual (Developing Conceptual Thinking), dapat
mengarahkan peserta didik secara konseptual untuk meningkatkan daya pikirnya
melalui interaksi langsung antara guru dan siswa yaitu dengan meberi kesempatan
siswa dalam mengungkapkan pemahamannya.

5. Open-Ended
a. Pengertian Open-Ended
 Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran dan bisa memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mendiskusikan masalah melalui keterlibatan langsung dan
partisipasi pribadi dalam proses diskusi
 Suherman (Rivai dkk, 2021) berpendapat bahwa apa yang menjadi inti pembelajaran
dengan pendekatan Open-Ended adalah pembelajaran yang membangun kegiatan
interaktif antara matematika dengan siswa sehingga mengajak siswa untuk menjawab
masalah melalui berbagai strategi. Di Open-Ended siswa diberikan kebebasan untuk
mengeksplorasi berbagai strategi dan cara mereka dipercaya untuk memecahkan
suatu masalah.

b. Pengemasan materi Open-Ended


Pengemasan materi dalam Open-Ended menurut (Sholeha dkk, 2022)
1) Materi disajikan dapat melatih siwa serta menumbuhkan ide, kreativitas,kognitif
tinggi, kritis, komunikasi, sharing, keterbukaan, dan pengenalan.
2) Siswa dituntut dalam menyebarkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi
dalam memperoleh jawaban.
3) Siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anggreni W, Nurul Astuty Yensy B, E. E. M. (2019). Penerapan Model Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (Ctl) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar. IQRO: Journal of Islamic
Education, 2(2), 163–174. https://doi.org/10.24256/iqro.v2i2.864
Anghileri, J. (2006). Scaffolding practices that enhance mathematics learning. Journal of
Mathematics Teacher Education , 33-52.
Cendekiawaty, T., & Sugiman, S. (2020). Realistic mathematics education: An alternative to
improve students’ understanding of fraction concept. Journal of Physics: Conference Series,
1581(1). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1581/1/012045
Desvita, N. A., & Turdjai. (2020). PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN REALISTIC
MATHEMATIC EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN KERJASAMA DAN
PRESTASI BELAJAR SISWA. DIADIK: Jurnal Ilmiah Teknologi Pendidikan, 10(101–
110).
Fatih Ozmantar r, M., & Rope, T. (2004). Mathematical Abstraction Throught Scaffholding.
Proceedings of the 28th Conference of the International (pp. 1-8). London: School of
Education, University of Leeds.
Fatihah, T. (2022). Peningkatan Hasil Belajar Konsep Kesebangunan Bangun Datar Mata
Pelajaran Matematika melalui Metode Inquiri pada Siswa Kelas IX-5 SMPN 3 Mataram
Tahun Pelajaran 2018/2019. Formosa Journal of Applied Sciences, 1(4), 537–546.
https://doi.org/10.55927/fjas.v1i4.1330
Fauzan, A., & Sari, O. Y. (2017). Pengembangan Alur Belajar Pecahan Berbasis Realistic
Mathematics Education. Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana Unsyiah. Aceh, 55–63.
Hoffman, P. S. (2000). disco e: discovery learning in libr y learning in library. London: Faculty
Publications.
Ibrahim, & Widodo, S. A. (2020). Advocacy Approach With Open-Ended. Journal of
Mathematics Education, 93-99.
Makarti, S. E. (2016). Penerapan Strategi Contextual Teaching and Learning (Ctl)Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Ips Siswa Kelas Vsd Negeri 010 Silikuan Hulu Kecamatan Ukui.
Primary: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 5(2), 320.
https://doi.org/10.33578/jpfkip.v5i2.3720
Marisya, A., & Sukma, E. (2020). Konsep Model Discovery Learningpada Pembelajaran Tematik
Terpadu di Sekolah Dasar Menurut Pandangan Para Ahli. Jurnal Pendidikan Tambusai,
2189-2198.
Masda. (2019). Penerapan Model Realistic Mathematic Education ( Rme ) Untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep Dan. Penelitian, 6(1), 101–112.
Moowaw, S. (2013). Teaching STEM in The Early Years. Kanada: Published by Redleaf Press.
Murjiyem. (2016). 120 Pendekatan CTL, Hasil Belajar IPS Murjiyem. 5(November), 120–133.
OppI, S., & Hoppenbrouwers, S. (2016). Scaffolding Stakeholder-centric Enterprise Model
Articulation. IFIP Working Conference on The Practice of Enterprise Modeling (PoEM).
Swedan: Open Science.
Pramono, H., & Nana. (2019). Upaya Peningkatan Kemampuan Kognitif dan Komunikasi Ilmiah
Siswa Kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 Ciamis Menggunakan Model Pembelajaran Inquiry.
Diffraction, 1(1), 1–10.
Purwasih , S. M., & Rahmadhani, E. (2021). Penerapan Scafholding Sebagai Solusi
Meminimalisir Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah SPLDV. Jurnal Pendidikan
Matematika dan Matematika, 91-98.
Rivai, A., Slamet, & Mardiyana. (2021). An Analysis of Mathematical Communication Ability
on Solving Open Ended Problems in Linier Equation System. Journal of Physics:
Conference Series, 2-9.
Sari, D. A., Rahayu, C., & Widyaningrum, I. (2018). Pembelajaran Matematika Menggunakan
Model Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Materi Kubus dengan Konteks Tahu
di kelas VIII. Journal of Dedicators Community, 2(2), 108–115.
https://doi.org/10.34001/jdc.v2i2.704.
Sa`ud. S. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sholeha, M. S., Arisanti, K., & Pratama, D. L. (2022). Analisis Kemampuan Literasi Matematika
Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Open EndedPada Materi SPLDV. Jurnal Pendidikan dan
Konseling, 224-253.
Soedjadi, R. (2014). Inti Dasar – Dasar Pendidikan Matematika Realistik Indonesia. Jurnal
Pendidikan Matematika, 1(2), 1–10. https://doi.org/10.22342/jpm.1.2.807.
Suginem. (2021). Penerapan Model Problem Based Learning ( PBL ) Untuk Meningkatkan
Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Pendahuluan Metode. Jurnal Metaedukasi: Jurnal Ilmiah
Pendidikan, 3(1), 32–36.
Tan, O. (2009). Problem-Based Learning and Education. In Learning.
Tunc, C., & Bagceci, B. (2021). Teachers' Views of the Implementation of STEM Approach in
Secondary Schools and The Effects on Students. Pedagogical Research, 1-11.
Ulansari Putri Tuti, Irwandi Ansori, Y. (2018). PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA.
Diklabio. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Biologi, 2(1), 22–33.
https://doi.org/10.36085/mathumbedu.v9i2.3213
Wardani, R. A., & Pertiwi, F. N. (2021). Efektivitas Model Pembelajaran Inquiry Berbasis
Pendekatan Scientific Literacy Terhadap Kemampuan Berkomunikasi Siswa SMP. Jurnal
Tadris IPA Indonesia, 1(2), 118–128. https://doi.org/10.21154/jtii.v1i2.166
Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wood, D., Bruner, J. S., & Ross, G. (1976). The Role of Tutoring Problem Solve. Chil Psychol,
89-100.

Anda mungkin juga menyukai