Anda di halaman 1dari 60

TUGAS

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

RINGKASAN

OLEH :

NAMA : FAQIHAH NUR ZAHIRAH MUHAMMAD

KELAS : A

STAMBUK : A1I1 18 007

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
1. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada terjadinya suatu
proses yang sifatnya umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi,
memanfaatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis
tertentu.
2. Jenis – Jenis Pembelajaran
A. Dilihat dari Orientasi Pendekatannya
1. Pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran penemuan dan inquiry serta strategi pembelajaran induktif.
Inquiry adalah suatu proses untuk memperoleh informasi dengan melakukan
observasi dan atau eksperimen untuk memecahkan masalah terhadap
rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan
logis. Sedangkan strategi pembelajaran induktif adalah strategi dimana guru
menjelaskan suatu materi pelajaran dimulai dari definisi umum menuju
definisi khusus.
2. Pendekatan belajar berorientasi pada guru
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru menurunkan strategi
pembelajaran langsung dan pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran
deduktif adalah strategi dimana guru menjelaskan suatu materi pelajaran
dimulai dari definisi khusus menuju definisi umum.
B. Dilihat dari Metode Pendekatannya
1. Pendekatan Contextual (CTL)
Pelopor metode ini adalah John Dewey, diikuti oleh Katz (1918) dan
Howay dan Zipher (1989)
A. Hakikat CTL
Hakikat CTL yaitu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan
mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
B. Karakteristik CTL
 Kerja sama
 Saling menunjang
 Menyenangkan
 Belajar dengan bergairah
 Pembelajaran terintegrasi
 Menggunakan berbagai sumber
 Peserta didik aktif
 Sharing dengan teman
 Peserta didik kritis, guru kreatif
 Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja peserta didik.
 Laporan kepada orang tua berupa rapor, hasil karya peserta didik, laporan
hasil praktikum, karangan dll.
C. 7 Komponen Pokok Pembelajaran CTL
1. Kontruktivisme.
Pemahaman murid diawali dengan pengalaman baru yang berdasar pada
pengetahuan awal. Jadi, pembelajaran harus dikemas jadi proses
mengkonstruksi atau melakukan kegiatan bukan menerima pengetahuan
langsung dari guru
2. Inquiry
Siswa menerima pengetahuan dan keterampilan dengan mengingat
seperangkat fakta fakta dan dari pengalaman menemukan fakta fakta
tersebut. Guru harus selalu merancang pembelajaran yang bersumber dari
penemuan dan pembelajaran dirancang dengan menarik dan menantang
3. Questioning (Bertanya)
Bagi guru, memberikan pertanyaan kepada murid dilakukan untuk
mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan mereka.
Sedangkan bagi siswa, bertanya merupakan bagian penting dalam
pembelajaran berbasis inquiry
4. Learning Community (Masyarakat Belajar)
5. Learning Community atau Masyarakat Belajar merupakan sekelompok
orang yang terikat dalam kegiatan belajar. Pada dasarnya masyarakat belajar
mengandung pengertian sebagai berikut:
 Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagi gagasan dan
pengalaman.
 Ada kerjasama untuk memecahkan masalah.
 Kerja kelompok lebih baik dari pada kerja secara individual.
 Ada kemauan untuk menerima pendapat yang lebih baik.
 Ada kesedian untuk menghargai pendapat orang lain.
 Adanya tukar pengalaman antar anggota masyarakat belajar
 Adanya tukar menukar ide untuk memecahkan masalah saat belajar

Metode pembelajaran dengan teknik masyarakat belajar (Learning Community)


Ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Bentuk penerapannya yaitu
dalam pembelajaran dengan cara belajar berkelompok.

6. Modeling (Pemodelan)
Pemodelan adalah proses menampilkan suatu contoh agar orang lain
berpikir, bekerja, dan belajar. Dari metode ini guru mengerjakan suatu
permasalahan atau soal agar siswa dapat mengetahui penyelesaian dari
permasalahan tersebut sehingga siswa dapat mengerjakan permasalahan
serupa
7. Reflection (Refleksi)
Refleksi adalah proses dimana siswa meninjau kembali tentang apa yang
telah mereka pelajari dari gurunya. Biasanya refleksi dilakukan dengan cara
mencatat apa yang telah dipelajari, membuat jurnal, karya seni, dan dengan
diskusi kelompok. Misalkan setelah siswa melakukan pembelajaran
menulis, siswa menuliskan di kertas yang di tempel di tembok dengan
spidol besar berupa pembelajaran yang baru saja ia lakukan.
8. Authentic Assesment (Penilaian yang sebenarnya)
Dalam Authentic Assesment, guru mengukur pengetahuan dan
keterampilan peserta didik dalam bentuk penilaian produk, kinerja, proyek,
portofolio, serta tugas tugas yang relevan dan kontekstual.
5. Langkah-Langkah Penerapan Pembelajaran Kontekstual di Kelas
1) Kembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruks sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
(komponen kontruktivisme)
2) Laksanakan kegiatan menemukan sendiri untuk mencapai kompetisi
yang diinginkan (komponen inquiry)
3) Kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya
(komponen bertanya)
4) Ciptakan masyarakat belajar, kerja kelompok (komponen masyarakat
belajar)
5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran (komponen
pemodelan)
6) Lakukan refleksi pada akhir pertemuan, agar peserta didik merasa
bahwa hari ini mereka belajar sesuatu (komponen refleksi)
6. Kelebihan Pendekatan Kontekstual
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk
dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat
mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja
bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi
yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak
akan mudah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep
kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran
konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan
pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa
diharapkan belajar melalui "mengalami" bukan "menghafal".
2. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (Realistic Mathematic
Education)
A. Sejarah PMR
Gerakan ini awalnya diprakarsai oleh Wijdeveld dan Goffre (1968)
melalui proyek Wiskobas. Selanjutnya bentuk RME sampai sekarang
sebagian besar ditentukan oleh pandangan Hans Freudenthal (1977) tentang
matematika. Menurutnya, matematika harus dikaitkan dengan kenyataan,
dekat dengan pengalaman anak dan relevan terhadap masyarakat dengan
tujuan menjadi bagian dari nilai kemanusiaan
B. Pengertian PMR
Pendidikan matematika realistik adalah pendekatan pembelajaran
matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan
pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran, lalu siswa diberi
kesempatan mengaplikasikan konsep konsep matematika untuk
memecahkan masalah sehari hari atau dalam bidang yang lainnya.
C. Karakteristik PMR
1. Masalah Kontruksi, Streefland (1991) menekankan bahwa dengan
pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi
pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-
strategi formal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah
konstekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan
pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan
matematika formal.
2. Menggunakan model, istilah model ini berkaitan dengan model situasi dan
model matematika yang dikembangkan oleh siswa sendiri dan berperan
sebagai jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari
matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model
sendiri dalam menyelesaikan masalah.
3. Menggunakan Kontribusi, siswa diharuskan berkontribusi dalam
pembelajaran PMR di kelas.
4. Menggunakan Interaktif, Interaktif antara siswa dengan guru merupakan
hal yang mendasar dalam pembelajaran matematika realistik. Bentuk-bentuk
interaktif antara siswa dengan guru biasanya berupa negoisasi, penjelasan,
pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan, digunakan untuk mencapai
bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
Menurut Marpaung, karakteristik PMR yaitu :
1. Siswa aktif dalam pembelajaran
2. Pembelajaran dimulai dari masalah kontekstual/realistik bagi siswa
3. Siswa berusaha menemukan strategi sendiri
4. Interaksi dan negosiasi
5. Pendekatan SANI
6. Interwinment/saling terkait
7. Berpusat pada siswa
8. Empatik
9. Tenggang rasa
D. Karakteristik Dalam Pembelajaran PMR
1. Kegiatan, peserta didik harus aktif dalam proses pengembangan seluruh
perangkat pembelajaran dan wawasan matematis sendiri.
2. Nyata (kontekstual), matematika realistik harus memungkinkan peserta
didik dapat menerapkan pemahaman matematika dan alat matematikanya
untuk memecahkan masalah.
3. Bertahap, peserta didik harus melalui berbagai tahapan pemahaman, yaitu
dari kemampuan menemukan pemecahan informal yang berhubungan
dengan konteks, menuju penciptaan berbagai tahap hubungan langsung dan
pembuatan bagan.
4. Saling menjalin (keterkaitan), hal ini ditemukan pada setiap jalur
matematika, misalhnya antar topik topik seperti kesadaran akan bilangan,
mental aritmetika, perkiraan (estimasi) dan algoritma.
5. Interaksi, pendidikan harus dapat memberikan kesempatan bagi para peserta
didik untuk saling berbagi strategi dan penemuan mereka.
6. Bimbingan, guru maupun program pendidikan mengendalikan proses
pembelajaran yang lentur untuk menunjukkan apa yang harus dipelajari
untuk menghindarkan pemahaman semu melalui proses hafalan.

E. Kelebihan PMR
1. Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang
ketertaikan antara matematika dengan kehidupan sehari hari dan kegunaan
matematika pada umumnya.
2. Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa
matematika adalah suatu kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan oleh
siswa.
3. Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa
cara penyelesaian masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara
satu siswa dengan siswa yang lainnya
4. Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa
untuk menemukan suatu hasil dalam matematika diperlukan suatu proses
5. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan
realitas yang ada disekitar peserta didik
6. Peserta didik tidak mudah lupa dengan materi
7. Peserta didik merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban
ada nilainya
8. Melatih peserta didik untuk terbiasa berpikir dan berani mengemukakan
pendapat
9. Pendidikan budi pekerti, misalnya saling kerjasama dan menghormati teman
yang sedang berbicara
F. Tahap Pembelajaran PMR
1. Tahap pendahuluan, pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah real
bagi peserta didik sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan peserta didik
agar pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik.
2. Tahap pengembangan model simbolik, peserta didik mengembangkan
model sendiri dalam menyelesaikan masalah dari bentuk konkret (masalah
real) ke abstrak.
3. Tahap penjelasan dan alasan, peserta didik diminta memberi alasan atas
jawaban yang diberikan. Jika jawaban peserta didik salah, guru dapat
melempar pertanyaan pada peserta didik lain sehingga terjadi interaktif dan
guru berperan sebagai fasilisator.
4. Tahap penutup, siswa dapat menerapkan materi pembelajaran dalam
kehidupan sehari hari.
G. Prinsip dalam pembelajaran PMR
1. Guided reinvention and progresive mathematizing (penemuan kembali
terbimbing dan pematematikaan progresif), dalam menyelesaikan masalah
konstekstual yang diberikan guru di awal pembelajaran, siswa diarahkan
dan diberi bimbingan terbatas sehingga siswa mengalami proses
menemukan kembali prinsip, sifat sifat dan rumus rumus matematika
sebagaimana prinsip, sifat sifat dan rumus rumus matematika itu ditemukan
2. Didactial phenomenology (fenomena pembelajaran), prinsip ini terkait
dengan suatu gagasan fenomena pembelajaran yang menghendaki bahwa
dalam menentukan masalah kontekstual didasarkan atas dua alasan, yaitu :
a. Untuk mengungkap berbagai macam aplikasi suatu topik yang harus
diantisipasi dalam pembelajaran
b. Untuk dipertimbangkan pantas tidaknya masalah kontekstual itu digunakan
sebagai poin poin untuk suatu proses pematematikaan progresif
Jadi, prinsip ini menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk
memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa
3. Self development models (model model dibangun sendiri), ini berfungsi
sebagai jembatan pengetahuan informal dan formal matematika. Siswa
diberi kebebasan untuk menemukan sendiri model matematika terkait
dengan masalah kontekstual yang dipecahkan sehingga sangat
dimungkinkan muncul berbagai model matematika yang dibangun siswa.
H. Ciri ciri pembelajaran PMR
Jadi, pada umumnya ciri ciri pembelajaran PMR adalah sebagai berikut
1. Murid aktif, guru kreatif.
2. Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah
kontekstual / realistik atau dapat dibayangkan oleh siswa
3. Berikan kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara sendiri
dengan cara : memahami masalah, melakukan eksplorasi, menemukan
strategi, melaksanakan lalu mengevaluasi
4. Materi diusahakan saling berkaitan, siswa bekerja sama dan berdiskusi
dengan cara melakukan penimbangan,mengamati dan mencatat hasil.
5. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok (kecil atau besar)
6. Guru berusaha menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan
(guru bersikap empatik, akrab, dan tidak angker)
7. Pembelajaran tidak perlu selalu di kelas (bisa di luar kelas, duduk di lantai,
pergi ke luar sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data)
8. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi
9. Siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur
kognitifnya sewaktu menyelesaikan suatu masalah (menggunakan model)
10. Guru bertindak sebagai fasilisator (tut wuri handayani)
11. Kalau siswa berbuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah, guru tak
memarahi siswa melainkan membantu melalui pertanyaan pertanyaan
sebagai motivasi siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan
I. Langkah langkah pembelajaran PMR
1. Memahami masalah kontekstual, guru memberikan masalah kontekstual
dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah
tersebut
2. Menjelaskan masalah kontekstual, jika siswa mengalami kesulitan dalam
memahami masalah guru akan menjelaskan situasi dan kondisi sosial
dengan cara memberikan petunjuk petunjuk yang seperlunya.
3. Menyelesaikan masalah kontekstual, siswa mampu menyelesaikan
masalah kontekstual dengan cara mereka masing masing. Cara pemecahan
masalah yang berbeda-beda lebih diutamakan
4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, guru menyediakan waktu
dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan jawaban dari
permasalahan kontekstual secara berkelompok. Siswa dilatih untuk
mengeluarkan ide ide yang dimiliki
5. Menyimpulkan, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik
kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur
J. Kelebihan pembelajaran PMR
1. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari
(kehidupan dunia nyata) dan kegunaan matematika pada umumnya bagi
manusia.
2. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut
pakar dalam bidang tersebut.
3. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan
tidak harus sama antara orang yang satu dengan yang lain. Setiap orang bisa
menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut.
Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan
cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang
paling tepat, sesuai dengan proses penyelesaian soal atau masalah tersebut.
PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan
sesuatu yang utama dan untuk mempelajari matematika orang harus
menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep
matematika, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya
guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut,
pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi.
K. Hambatan dalam pembelajaran PMR
1. Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan
pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak
mudah untuk dipraktekkan, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan
soal kontekstual. Di dalam PMR siswa tidak lagi dipandang sebagai
pihak yang mempelajari segala sesuatu yang sudah “jadi”, tetapi sebagai
pihak yang aktif mengkonstruksi konsep-konsep matematika. Guru
dipandang lebih sebagai pendamping bagi siswa.
2. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang
dituntut PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang
perlu dipelajari siswa, terlebih lagi karena soal-soal tersebut harus bisa
diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk
menyelesaikan soal, juga bukanlah hal yang mudah bagi seorang guru.
4. Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui soal-soal
kontekstual, proses pematematikaan horisontal dan proses
pematematikaan vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana,
karena proses dan mekanisme berpikir siswa harus diikuti dengan
cermat agar guru bisa membantu siswa dalam melakukan penemuan
kembali terhadap konsep-konsep matematika tertentu.
3. Pendekatan Saintifik
1. Pengantar Pendekatan pembelajaran
Pendekatan sifatnya umum. Diartikan sebagai titik tolak atau awal dari
memulai suatu proses. Pendekatan pembelajaran berarti titik awal cara
pandang kita menghadapi suatu pembelajaran.
2. Tujuan pembelajaran dalam pendekatan saintifik
 Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa.
 Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah
secara sistematik.
 Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu
merupakan suatu kebutuhan.
 Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
 Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam
menulis artikel ilmiah.
 Untuk mengembangkan karakter siswa.
3. Pengertian pembelajaran dengan pendekatan saintifik
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran
yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif
mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan
mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik
kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang
“ditemukan” (Kurinasih, 2014:29) .
4. Prinsip Prinsip Pembelajaran Dengan Pendekatan Saintifik
 Pembelajaran berpusat pada siswa;
 Pembelajaran membentuk student”s self concept;
 Pembelajaran terhindar dari verbalisme;
 Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan
mengakomodasikan konsep, hukum, dan prisip;
 Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir
siswa;
 Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar
guru;
 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam
komunikasi;
 Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang
dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
5. Proses pembelajaran saintifik
Proses pembelajaran menyentuh ranah sikap (tahu mengapa),
keterampilan (tahu bagaimana) dan pengetahuan (tahu apa) sehingga
melahirkan peserta didik yang produktif, inovatif, kreatif, dan afektif
6. Langkah pembelajaran saintifik
A. Kegiatan Pendahuluan
Pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran
yang efektif sehingga siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan
baik, sebagai contoh ketika memulai pembelajaran, guru mengucapkan
salam dengan nada bersemangat dan gembira lalu mengecek kehadiran para
siswa dan menanyakan ketidakhadiran siswa apabila ada yang tidak hadir
B. Isi Pembelajaran
Menurut Permendikbud 81 A, Isi Pembelajaran, meliputi
1. Mengamati
2. Menanya
3. Mengumpulkan informasi
4. Mengasosiasi
5. Mengkomunikasikan
Secara umum, langkah langkah siswa dalam melaksanakan proses
pembelajaran meliputi :
1. Observing (mengamati)
Kegiatan belajar : Membaca, mendengar, menyimak, melihat (dengan
atau tanpa alat)
Kompetensi yang dikembangkan : Melatih kesungguhan, ketelitian,
mencari informasi
2. Questioning (menanya)
Kegiatan belajar : mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak
dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan
informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan
faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik)
Kompetensi yang dikembangkan : mengembangkan kreativitas, rasa
ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran
kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat
3. Associating (menalar)
Kegiatan belajar :
1. Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil
kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati
dan kegiatan mengumpulkan informasi.
2. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah
keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat
mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda
sampai kepada yang bertentangan
a. Experimenting (mencoba)
Menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan,
menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen) dan
mengumpulkan data.
b. Networking (membentuk jejaring/mengkomunikasikan)
Kegiatan belajar : menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan
berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya
Kompetensi yang dikembangkan : mengembangkan sikap jujur, teliti,
toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengemukakan pendapat dengan
singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik
dan benar
C. Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup ditujukan untuk dua hal pokok.
Pertama, validasi terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah
dikonstruk oleh siswa
Kedua, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa. Validasi dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi kebenaran konsep, hukum, atau prinsip
yang telah dikonstruk oleh siswa.
7. Karakteristik Pendekatan Saintifik
 Proses pembelajaran berpusat pada siswa
 Menggunakan sains dalam membangun pengetahuan
 Melibatkan proses kognitif yang merangsang perkembangan intelektual,
khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa
 Mengembangkan karakter pada siswa
4. Pendekatan CBSA

Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) merupakan suatu pendekatan dalam pelajaran yang
menitikberatkan pada keaktifan siswa, yang merupakan inti dari kegiatan pembelajaran.
Kegiatan belajar dalam CBSA diwujudkan dalam berbagai kegiatan, seperti:
mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah,
memberikan prakarsa/gagasan, menyusun rencana, dan lain sebagainya. Setiap kegiatan
tersebut “menuntut keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam proses pembelajaran
melalui asimilasi dan akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan,
serta pengalaman langsung dalam rangka membentuk keterampilan (motorik, kognitif,
dan sosial), penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap” (Raka
Joni, 1985, hlm. 2). Istilah CBSA menurut Nana Sudjana (1989, hlm. 20) merupakan
“suatu cara belajar mengajar yang memberi peran lebih banyak kepada anak didik untuk
aktif dalam proses belajar mengajar sesuai dengan potensi yang dimiliki”.
Pendekatan CBSA menurut A. Yasin (dalam Oemar Hamalik, 1994, hlm. 136) juga
“dinilai sebagai suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara
fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa
perpaduan antara kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Misbah Partika (1987, hlm. 4)
“CBSA adalah proses belajar mengajar yang menggunakan berbagai metode yang
menitikberatkan kepada keaktifan dan melibatkan berbagai potensi siswa baik yang
bersifat fisik, mental, emosional maupun intelektual untuk mencapai tujuan pendidikan
yang berhubungan dengan wawasan kognitif, afektif, dan psikomotorik secara optimal”.
Pelaksanaan proses pembelajaran CBSA dititikberatkan pada keaktifan siswa belajar
dan keaktifan guru menciptakan lingkungan belajar yang serasi dan menantang.
Penerapan CBSA dilakukan dengan cara mengfungsionalkan seluruh potensi
manusiawi siswa melalui penyediaan lingkungan belajar meliputi aspek-aspek
bahan pelajaran, guru, media pembelajaran, suasana kelas, dan sebagainya.
Adapun cara belajar siswa disesuaikan dengan minat dan pemberian kemudahan
kepada siswa untuk memperoleh pemahaman, pendalaman, dan pengendapan,
sehingga hasil belajar dapat terinternalisasi pada diri siswa. Pada kondisi ini
semua unsur pribadi siswa terlibat secara aktif, seperti emosi, perasaan,
intelektual, pengindraan, fisik, dan sebagainya.
Peranan guru pada CBSA bukan sebagai orang yang menuangkan materi pelajaran
kepada siswa, melainkan bertindak sebagai fasilitator. Artinya, siswa aktif belajar,
sedangkan guru memberikan fasilitas belajar, bantuan, dan pelayanan. Sejumlah
Kegiatan yang perlu dilakukan guru dalam CBSA, sebagai berikut:
1. Menyiapkan lembar kerja siswa;
2. Menyusun tugas bersama siswa;
3. Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan dilakukan;
4. Memberikan bantuan dan pelayanan apabila siswa mendapat kesulitan;
5. Menyampaikan pertanyaan yang bersifat bantuan;
6. Membantu mengarahkan rumusan kesimpulan umum;
7. Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang lamban belajar;
8. Menyalurkan minat dan bakat siswa;
9. Mengamati setiap aktivitas siswa.
CBSA dapat diterapkan dalam setiap proses belajar mengajar. Kadar CBSA dalam
setiap proses belajar mengajar dipengaruhi oleh penggunaan strategi belajar
mengajar yang diperoleh. Kadar CBSA juga ditandai oleh semakin banyak dan
bervariasinya keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar
mengajar. Kadar CBSA dalam rangka sistem belajar mengajar menunjukkan ciri,
sebagai berikut:
1. Pada tingkat masukan, kadar CBSA ditandai oleh:
a. Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan kebutuhan pembelajaran sesuai
dengan kemampuan, minat, pengalaman, motivasi, dan aspirasi yang telah
dimiliki siswa sebagai bahan masukan untuk melakukan kegiatan belajar.
b. Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun rancangan belajar dan pembelajaran,
yang menjadi acuan baik bagi siswa maupun bagi guru.
c. Adanya keterlibatan siswa dalam memilih dan menyediakan sumber bahan
pelajaran.
d. Adanya keterlibatan siswa dalam pengadaan media pembelajaran yang akan
digunakan sebagai alat bantu belajar.
5. Adanya kesadaran dan keinginan besar yang tinggi serta motivasi untuk
melakukan kegiatan belajar.
2. Pada tingkat proses, kadar CBSA ditandai oleh:
a. Adanya keterlibatan siswa secara fisik, mental, emosional, intelektual, dan
personal dalam proses belajar.
b. Adanya berbagai keaktifan siswa mengenal, memahami, menganalisis, berbuat,
memutuskan, dan berbagai kegiatan belajar lainnya yang mengandung unsur
kemandirian yang cukup tinggi.
c. Keterlibatan secara aktif oleh siswa dalam menciptakan suasana belajar yang
serasi, selaras, dan seimbang dalam proses belajar.
d. Keterlibatan siswa menunjang upaya guru menciptakan lingkungan belajar untuk
memperoleh pengalaman belajar serta membantu mengorganisasikan lingkungan
belajar tersebut, baik secara individu maupun kelompok.
e. Keterlibatan siswa dalam mencari informasi dari berbagai sumber yang berdaya
guna dan tepat guna bagi mereka, sesuai dengan rencana kegiatan belajar yang
telah dirumuskan.
f. Keterlibatan siswa dalam mengajukan prakarsa, memberikan jawaban atas
pertanyaan guru, mengajukan pertanyaan/masalah, berupaya menjawab sendiri,
menilai jawaban dari rekan, dan memecahkan masalah yang timbul selama proses
belajar berlangsung.
3. Pada tingkat produk, kadar CBSA ditandai oleh:
a. Keterlibatan siswa dalam menilai diri sendiri dan menilai teman sekelas.
b. Keterlibatan siswa secara mandiri mengerjakan tugas menjawab tes dan mengisi
instrumen penilaian yang diajukan oleh guru.
c. Keterlibatan siswa menyusun laporan baik tertulis maupun lisan yang berkenaan
dengan hasil belajar.
d. Keterlibatan siswa dalam menilai produk-produk kerja sebagai hasil belajar.
Adapun kelebihan dan kelemahan dari pendekatan CBSA, dijabarkan sebagai
berikut:
Kelebihan pendekatan CBSA:
1. Prakarsa siswa dalam kegiatan belajar, yang ditunjukan melalui keberanian
memberikan pendapat.
2. Keterlibatan mental siswa dalam kegiatan belajar ditunjukan dengan peningkatan
diri kepada tugas.
3. Peranan guru lebih banyak sebagai fasilitator yang memperlihatkan kadar tinggi
prakarsa serta tanggung jawab siswa di dalam kegiatan belajar.
4. Belajar melalui pengalaman langsung.
5. Kekayaan variasi bentuk dan alat kegiatan belajar.
6. Kualitas interaksi siswa, baik intelektual, sosial, maupun emosional.
Kelemahan pendekatan CBSA:
1. Tidak menjamin pengambilan keputusan.
2. Diskusi tidak dapat diramalkan arahnya.
3. Memerlukan pengaturan fisik (seperti kursi dan meja) serta jadwal yang luwes.
4. Dapat didominasi oleh seorang atau sejumlah siswa.

5 .Pendekatan Pembelajaran Keterampilan Proses

PEMBELAJARAN

Pendekatan Keterampilan Proses (PKP) > Pengertian, Definisi Menurut


Para Ahli

1. Pengertian Pendekatan Ketrampilan Proses

Keterampilan proses merupakan kemampuan siswa untuk mengelola


(memperoleh) yang didapa dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) yang
memberikan kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk mengamati,
menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan
penelitian, mengkomunikasikan hasil perolehan tersebut” (Azhar, 1993: 7)

Sedangkan “menurut Conny (1990 : 23) pendekatan keterampilan proses adalah


pengembangan sistem belajar yang mengefektifkan siswa (CBSA) dengan cara
mengembangkan keterampilan memproses perolehan pengetahuan sehingga
peserta didik akan menemukan, mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta
menumbuhkan sikap dan nilai yang dituntut dalam tujuan pembelajaran khusus”.

Berdasarkan uraiaan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa


pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan belajar mengajar yang
mengarah pada pengembangan kemampuan dasar berupa mental fisik, dan sosial
untuk menemukan fakta dan konsep maupun pengembangan sikap dan nilai
melalui proses belajar mengajar yang telah mengaktifkan siswa (CBSA)
sehingga mampu menumbuhkan sejumlah keterampilan tertentu pada diri
peserta didik.

Dimiyati (2002: 138) mengatakan bahwa pendekatan keterampilan


proses dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh
siswa adalah :

 Pendekatan keterampilan proses memberikan kepada pengertian yang


tepat tentang hakekat ilmu pengetahuan siswa dapat mengalami rangsangan ilmu
pengetahuan dan dapat lebih baik mengerti fakta dan konsep ilmu pengetahuan
 Mengajar dengan keterampilan proses berarti memberi kesempatan
kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan tidak sekedar menceritakan atau
mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan.
 Menggunakan keterampilan proses untuk mengajar ilmu pengetahuan
membuat siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus.

Dari pembahasan tentang pengertian keterampilan proses (PKP) dapat diartikan


bahwa pendekatan keterampilan proses dalam penerapannya secara langsung
memberikan kesempatan siswa untuk secara nyata bertindak sebagai seorang
ilmuan karena penerapan pendekatan keterampilan proses menekankan dalam
memperoleh ilmu pengetahuan siswa hendaknya menanamkan sikap dan nilai
sebagai seorang ilmuan.

2. Pentingnya Pendekatan Keterampilan Proses

Menurut Dimiyati, mengatakan bahwa pendekatan keterampilan proses


(PKP) perlu diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar berdasarkan alasan-
alasan sebagai berikut:

1. Percepatan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi


2. Pengalaman intelektual emosional dan fisik dibutuhkan agar didapatkan
agar hasil belajar yang optimal
3. Penerapan sikap dan nilai sebagai pengabdi pencarian abadi kebenaran
ini. (Dimiyati, 2002: 137)
Pembinaan dan pengembangan kreatifitas berarti mengaktifkan murid dalam
kegiatan belajarnya. Untuk itu cara belajar siswa aktif (CBSA) yang
mengembangkan keterampilan proses yang dimaksud dengan keterampilan di
sini adalah kemampuan fisik dan mental yang mendasar sebagai penggerak
kemampuan-kemampuan lain dalam individu.

Sedangkan Conny (1990 : 14). mengatakan bahwa ada beberapa alasan yang
melandasi perlu diterapkan pendekatan keterampila proses (PKP) dalam
kegiatan belajar mengajar yaitu:

1. Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga


tak mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa.
2. Para ahli psikologi umumnya berpendapat bahwa anak-anak muda
memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-
contoh kongkrit.
3. Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat relatif benar seratus persen
penemuannya bersifat relatif
4. Dalam proses belajar mengajar pengembangan konsep tidak dilepaskand
ari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.
3. Pola Pelaksanaan Pendekatan Keterampilan Proses (PKP)

Dalam pola pelaksanaan keterampilan proses, hendaknya guru harus


memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Asas pelaksanaan keterampilan proses

Menurut (Azhar, 1993) dalam melaksanakan pendekatan keterampilan proses


perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Harus sesuai dan selalu berpedoman pada tujuan kurikuler, serta


pembelajaran yang berupa TPU dan TPK.
 Harus berpegang pada dasar pemikiran bahwa semua siswa mempunyai
kemampuan (potensi) sesuai dengan kudratnya.
 Harus memberi kesempatan, penghargaan dan movitasi kepada peserta
didik untuk berpendapat, berfikir dan mengungkapkan perasaan dan pikiran.
 Siswa pembinaan harus berdasarkan pengalaman belajar siswa.
 Perlu mengupayakan agar pembina mengarah pada kemampuan siswa
untuk mengola hasil temuannya.
 Harus berpegang pada prinsip "Tut Wuri Handayani". Memperhatikan
azas-azas tersebut, nampaknya yang menjadi titik perkenannya adalah siswa itu
adalah siswa itu sendiri sebagai subyek didik dan juga guru dalam melaksanakan
pendekatan keterampilan proses benar-benar memperkirakan perbedaan masing-
masing siswa.
b. Bentuk dan pelaksanaan pendekatan keterampilan proses (PKP)

Untuk melaksanakan pendekatan keterampilan proses kepada peserta didik


secara klasikal. Kelompok kecil ataupun individual. Maka kegiatan tersebut
harus mengamati kepada pembangkitan kemampuan dan keterampilan mendasar
baik mental, fisik maupun sosial (menurut Funk dalam Dimiyati, 1999). Adapun
keterampilan yang mendasar dimaksud adalah :

a. Mengamati/observasi

Observasi atau pengamatan merupakan salah satu keterampilan ilmiah yang


paling mendasar dalam proses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta
merupakan hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan proses yang lain
(Funk 1985 dalam Dimiyati, 1909 :142).

Kegiatan mengamati, menurut penulis dapat dilakukan dengan panca indera


seperti melihat, mendengar, meraba, mencium dan mengecap. Hal ini sejalan
dengan pendapat (Djamarah, 2000 :89). Bahwa "kegiatan mengamati dapat
dilakukan peserta didik melalui kegiatan belajar, melihat, mendengar, meraba,
mencicip dan mengumpulkan dan atau informasi.

Jadi kegiatan mengamati merupakan tingkatan paling rendah dalam


pengembangan keterampilan dasar dari peserta didik, karena hanya sekedar pada
penglihatan dengan panca indera. Pada dasarnya mengamati dan melihat
merupakan dua hal yang berbeda walaupu sekilas mengandung pengertian yang
sama. Melihat belum tentu mengamati, karena setiap hari mungkin peserta didik
melihat beraneka ragam tanaman, hewan, benda-benda lain yang ada di
sekitarnya, tetapi sekedar melihat tanpa mengamati bagaimana sebenarnya
tanaman, hewan tersebut berkembang dari kecil hingga menjadi besar.

b. Mengklasifikasikan

Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilih berbagai


obyek peristiwa berdasarkan

sifat-sifat khsususnya. Sehingga didapatkan golongan atau kelompok sejenis dari


obyek yang dimaksud, (Dimiyati, 1999 :142).

Untuk melakukan kegiatan mengkalasifikasik menurut Djamarah adalah "peserta


didik dapat belajar melalui proses : mencari persamaan (menyamakan,
mengkombinasikan, menggolongkan dan mengelompokkan( Djamarah, 2000 :
89).

Melalui keterampilan mengklasifikasi peserta didik diharapkan mampu


membedakan, menggolongan segala sesuatu yang ada di sekitar mereka
sehingga apa yang mereka lihat sehari-harii dapat menambah pengetahuan dasar
mereka.

c. Mengkomunikasikan

Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai "menyampaikan dan memperoleh


fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahua dalam bentuk suara, visual atau
secara visual" (Dimiyati, 1993:143). Kegiatan mengkomunikasi dapat
berkembanga dengan baik pada diri peserta didik apabila mereka melakukan
aktivitas seperti : berdiskusi, mendeklamasikan, mendramatikan, bertanya,
mengarang, memperagakan, mengekspresikan dan melaporkan dalam bentuk
lisan, tulisan, gambar dan penampilan” (Djamarah, 2000).

Dari pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa mengkomunikasikan bukan


berarti hanya melalui berbicara saja tetapi bisa juga dengan gambar, tulisan
bahkan penampilan dan mungkin lebih baik dari pada berbicara.

d. Mengukur

Keterampilan mengukur sangat penting dilakukan agar peserta didik dapat


mengobservasi dalam bentuk kuantitatif. Mengukur dapat diartikan
"membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah
ditetapkan" (Dimiyati, 1999 : 144).

Adapun kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan mengukur peserta


didik menurut Conny (1992 :21). Dapat dilakukan dengan cara mengembangkan
sesuatu, karena pada dasarnya mengukur adalah membandingkan, misalnya saja
siswa membandingkan luas kelas, volume balok, kecakapan mobil dan
sebagainya.

Kegiatan pengukuran yang dilakukan peserta didik berbeda-beda tergantung dari


tingkat sekolah mereka, karena semakin tinggi tingkat sekolahnya maka semakin
berbeda kegiatan pengukuran yang dikerjakan.

e. Memprediksi
Memprediksi adalah "antisipasi atau perbuatan ramalan tentang sesuatu hal yang
akan terjadi di waktu yang akan datang, berdasarkan perkiraan pada pola
kecendrungan tertentu, atau hubungan antara fakta dan konsep dalam ilmu
pengetahuan" (Dimiyati, 1999: 144).

Menurut (Djamarah, 2000) untuk mengembangkan keterampilan memprediksi


dapat dilakukan oleh peserta didik melalui kegiatan belajar antisipasi yang
berdasarkan pada kecendrungan/pola. Hubungan antara data, hubungan
informasi. Hal ini dapat dilakukan misalnya memprediksi waktu tertibnya
matahari yang telah diobservasi, memprediksikan waktu yang dibutuhkan untuk
menempuh jarak tertentu dengan menggunakan kendaraan dengan yang
berkecepatan tertentu.

Pada prinsipnya memprediksi, observasi dan menarik kesimpulan merupakan


tiga hal yang berbeda, hal tersebut dapat dibatasi sebagai berikut : "kegiatan
yang dilakukan melalui panca indera dapat disebut dengan observasi dan
menarik kesimpulan dapat diungkapkan dengan, mengapat hal itu bisa terjadi
sedangkan kegiatan observasi yang telah dilakukan apa yang akan diharapkan".

f. Menyimpulkan

Menyimpulkan dapat diartikan sebagai "suatu keterampilan untuk memutuskan


keadaan suatu. Objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang
diketahui (Dimiyati, 1999: 145).

Kegiatan yang menampakkan keterampilan menyimpulkan misalnya:


berdasarkan pengamatan diketahui bahwa lilin mati setelah ditutup dengan gelas
rapat-rapat. Peserta didik dapat menyimpulkan bahwa lilin bisa menyala apabila
ada oksigen. Kegiatan menyimpulkan dalam kegiatan belajar mengajar
dilakukan sebagai pengembangan keterampilan peserta didik yang dimulai dari
kegiatan observasi lapangan tentang apa yang ada di alam ini.

c. Langkah-langkah melaksanakan keterampilan proses

Untuk dapat melaksanakan kegiatan keterampilan proses dalam pembelajaran


guru harus melakuka langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pendahuluan atau pemanasan

Tujuan dilakukan kegiatan ini adalah mengarahkan peserta didik pada pokok
permasalahan agar mereka siap, baik mental emosional maupun fisik.

Kegiatan pendahuluan atau pemanasan tersebut berupa:

 Pengulasan atau pengumpulan bahan yang pernah dialami peserta didik


yang ada hubungannya dengan bahan yang akan diajarkan.
 Kegiatan menggugah dan mengarahkan perhatian perserta didik dengan
mengajukan pertanyaan, pendapat dan saran, menunjukkan gambar atau benda
lain yang berhubungan dengan materi yang akan diberikan.
2. Pelaksanaan proses belajar megnajar atau bagian inti

Dalam kegiatan proses pembelajaran suatu materi, seperti yang dikemukakan di


depan hendaknya selalu mengikutsertakan secara aktif akan dapat
mengembangkan kemampuan proses berupa mengamati, mengklasifikasi,
menginteraksikan, meramalkan, mengaplikasikan konsep, merencanakan dan
melaksanakan penelitian serta mengkunikasikan hasil perolehannya yang pada
dasarnya telah ada pada diri peserta didik.

Sedangkan menurut Djamarah (2002 :92) kegiatan-kegiatan yang tergolong


dalam langkah-langkah proses belajar mengajar atau bagian inti yang
bercirikan keterampilan proses, meliputi :

1. Menjelaskan bahan pelajaran yang diikuti peragakan, demonstrasi,


gambar, modal, bangan yang sesuai dengan keperluan. Tujuan kegiatan ini
adalah untuk mengembangkan kemampuan mengamati dengan cepat, cermat dan
tepat.
2. Merumuskan hasil pengamatan dengan merinci, mengelompokkan atau
mengklasifikasikan materi pelajaran yang diserap dari kegiatan pengamatan
terhadap bahan pelajaran tersebut.
3. Menafsirkan hasil pengelompokkan itu dengan menunjukkan sifat, hal
dan peristiwa atau gejala yang terkandung pada tiap-tiap kelompok.
4. Meramalkan sebab akibat kejadian perihal atau peristiwa lain yang
mungkin terjadi di waktu lain atau mendapat suatu perlakuan yang berbeda.
5. Menerapkan pengetahuan keterampilan sikap yang ditentukan atau
diperoleh dari kegiatan sebelumnya pada keadaan atau peristiwa yang baru atau
berbeda.
6. Merencanakan penelitian umpamanya mengadakan percobaan
sehubungan dengan masalah yang belum terselesaikan.
7. Mengkomunikasikan hasil kegiatan pada orang lain dengan diskusi,
ceramah mengarang dan lain-lain.

3. Penutup
Setelah melaksanakan proses belajar tersebut, hendaknya sebagai seorang
pendidik untuk

1. Mengkaji ulang kegiatan yang telah dilaksanakan serta merumuskan


hasil yang telah diperolehnya
2. Mengadakan tes akhir
3. Memberikan tugas-tugas lain . Pendekatan Keterampilan Proses

5. Model model pembelajaran dalam pendekatan saintifik yang sesuai


dengan kurikulum 2013.
Saat seorang guru akan melakukan proses pembelajaran, langkah-langkah
yang dilakukan guru adalah :
1. Memilih pendekatan pembelajaran
2. Memilih model pembelajaran
Langsung saja kita akan membahas tentang model pembelajaran
A. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang
meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran yang
dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara
langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar.
B. Ciri Ciri Model Pembelajaran
Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki
oleh strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri tersebut antara lain:

1. Rasional teoritik yang logis , disusun oleh para pencipta atau


pengembangnya;
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai);
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil;
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai

C. Pertimbangan Memilih Model Pembelajaran


 Kesesuaian model pembelajaran dengan kompetensi sikap pada KI- 1
(kompetensi inti yang mencakup aspek ketuhanan) dan KI-2 (kompetensi
inti yang mencakup sosial) serta kompetensi pengetahuan dan keterampilan
sesuai dengan KI-1 (kompetensi inti yang mencakup pengetahuan) dan/atau
KI-4 (kompetensi inti yang mencakup keterampilan)
 Kesesuaian model pembelajaran dengan karakteristik KI-1 (jika ada) dan
KI-2 yang dapat mengembangkan kompetensi sikap, dan kesesuaian materi
pembelajaran dengan tuntutan KI-1 dan KI-4 untuk mengembangkan
kompetensi pengetahuan dan keterampilan.
D. Kegiatan yang dilakukan siswa saat menggunakan pendekatan saintifik,
yaitu :
a. Mengamati (observing)
b. Menanya (questioning)
c. Mencoba/mengumpulkan informasi (experimenting/collecting information)
d. Mengasosiasi/menalar (assosiating)
e. Mengkomunikasikan (communicating)
E. Model model pembelajaran
Berdasarkan permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses,
model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi kurikulum 2013
adalah model model pembelajaran :
1. Inkuiri (inquiry based learning)
Model ini biasanya lebih cocok pada pembelajaran SAINS, namun dapat
digunakan juga pada pelajaran lain asal sesuai dengan karakteristik KD
(kompetensi dasar) atau materi pembelajarannya. Mata pelajaran
matematika umumnya menggunakan penalaran deduktif sehingga sulit
menggunakan model pembelajaran inquiry learning.
A. Langkah langkah pembelajaran pada metode inquiry yaitu :
 Observasi/mengamati berbagai fenomena alam. Siswa mengamati berbagai
fakta atau fenomena dalam mata pelajaran tertentu
 Mengajukan pertanyaan tentang fenomena yang dihadapi. Tahapan ini
melatih siswa untuk mengeksplorasi fenomena melalui kegiatan menanya
baik terhadap guru, siswa, teman atau melalui sumber yang lain
 Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban. Siswa dapat
mengasosiasi/melakukan penalaran terhadap kemungkinan jawaban dari
pertanyaan yang diajukan
 Mengumpulkan data yang terkait dengan dugaan atau pertanyaan yang
diajukan sehingga siswa dapat memprediksi dugaan atau yang paling tepat
sebagai dasar untuk melakukan kesimpulan
 Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah
atau dianalisis, sehingga siswa dapat mempresentasikan atau menyajikan
hasil temuannya.
B. Sasaran utama penerapan Model Pembelajaran Inkuiri dalam kegiatan
mengajar
 Keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar. Kegiatan
belajar di sini adalah kegiatan mental intelektual dan sosial emosional.
 Keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pengajaran.
 Mengembangkan sikap percaya pada diri sendiri (self-belief) pada diri siswa
tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
C. Pengertian Model Pembelajaran Inquiry
Inkuiri yang dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan, atau
pemeriksaan, penyelidikan (Gulo, 2004:84). Beberapa pendapat
tentang model pembelajaran inkuiri, antara lain menurut Widja
(1989:48) model pembelajaran inkuiri adalah suatu Model yang
menekankan pengalaman-pengalaman belajar yang mendorong siswa dapat
menemukan konsep-konsep dan prinsip.
D. Jenis Pendekatan Pembelajaran Inquiry
Menurut Sund dan Trowbridge dalam E. Mulyasa (2007:109) ada tiga
macam model atau pendekatan pembelajaran inkuiri yaitu :
1) Inkuiri terpimpin (guide inquiry)
Inkuiri terpimpin merupakan pendekatan inkuiri yang menggunakan
pedoman berupa pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk
membimbing siswa. Jadi tugas guru dalam pendekatan ini adalah
membimbing dan mengarahkan siswa secara luas serta menyusun
perencanaan pembelajaran. Pemberian bimbingan oleh guru disesuaikan
dengan tingkat perkembangan pengalaman siswa. Pendekatan ini digunakan
terutama bagi siswa yang belum berpengalaman belajar dengan pendekatan
inkuiri.
2) Inkuiri bebas (free inquiry)
Inkuiri bebas merupakan pendekatan yang inkuiri memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan penelitian sendiri seperti
seorang ilmuwan. Pendekatan ini mengharuskan siswa untuk dapat
mengidentifikasikan dan merumuskan berbagai macam persoalan yang
hendak diselidiki secara berkelompok.
3) Inkuiri bebas yang dimodifikasi (modified free inquiry)
Inkuiri bebas yang dimodifikasi merupakan pendekatan inkuiri dimana
guru memberikan permasalahan kemudian siswa diminta untuk
memecahkan permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi dan
prosedur penelitian.
E. Karakteristik Model Pembelajaran Inquiry
1) Menekankan kepada proses mencari dan menemukan.
2) Pengetahuan dibangun oleh peserta didik melalui proses pencarian.
3) Peran guru sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik dalam
belajar.
4) Menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk
merumuskan kesimpulan.
F. Peranan Utama Guru dalam Menciptakan Kondisi Inkuiri
1) Motivator, yang memberi rangsangan supaya siswa aktif dan gairah
berpikir.
2) Fasilitator, yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam
proses berpikir siswa.
3) Penanya, untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat
dan memberi keyakinan pada diri sendiri.
4) Administrator, yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan di
dalam kelas.
5) Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang
diharapkan.
6) Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.
7) Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam
rangka peningkatan semangat heuristik pada siswa.
8) Supaya guru dapat melakukan peranannya secara efektif, maka
pengenalan kemampuan siswa sangat diperlukan, terutama cara
berpikirnya, cara mereka menanggapi, dan sebagainya (Gulo, 2004:86).

2. Pembelajaran penemuan (discovery learning)


Model penemuan ini maksudnya adalah siswa menemukan sesuatu (fakta
mengenai materi pembelajaran) yang sudah ada.
A. Pengertian Discovery Learning
Model Discovery Learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran
yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat
Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that
takes place when the student is not presented with subject matter in the final
form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam
Emetembun, 1986:103). Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang
menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
B. Langkah-langkahnya Discovery Learning:
1. Stimulation (memberi stimulus). Dapat berupa bacaan, gambar, atau situasi
sesuai dengan materi pembelajaran yang akan dibahas, sehingga peserta
didik mendapat pengalaman belajar mengamati pengetahuan konseptual
melalui kegiatan membaca, mengamati situasi, atau melihat gambar
2. Problem statement (mengidentifikasi masalah). Pada tahapan ini, siswa
diharuskan menemukan permasalahan apa saja yang dihadapi, sehingga
pada kegiatan ini siswa diberikan pengalaman untuk menanya, mencari
informasi, dan merumuskan masalah
3. Data collecting (mengumpulkan data). Pada tahap ini siswa diberikan
pengalaman mencari dan mengumpulkan informasi yang dapat digunakan
untuk menemukan solusi dari masalah yang dihadapi. Kegiatan ini akan
melatih ketelitian, akurasi, dan kejujuran serta membiasakan siswa untuk
merumuskan alternatif pemecahan masalah jika satu alternatif mengalami
kegagalan.
4. Data processing (mengolah data). Kegiatan ini akan melatih siswa untuk
mencoba dan mengeksplorasi kemampuan pengetahuan konsteptualnya
untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata, sehingga kegiatan ini juga akan
melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif.
5. Verification (memferifikasi). Tahapan ini mengarahkan siswa untuk
mengecek kebenaran hasil pengolahan data melalui bertanya kepada teman,
berdiskusi, atau mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media,
serta mengasosiasikannya sehingga menjadi kesimpulan.
6. Generalization (menyimpulkan). Pada kegiatan ini siswa digiring untuk
menggeneralisasikan hasil simpulannya pada suatu kejadian atau
permasalahan serupa sehingga kegiatan ini dapat melatih pengetahuan
metakognisi siswa

C. Kelebihan Penerapan Discovery Learning


 Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-
keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci
dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
 Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
 Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki
dan berhasil.
 Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai
dengan kecepatannyasendiri.
 Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan
melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
 Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh
kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
 Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan
gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan
sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
 Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena
mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
 Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
 Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses
belajar yang baru.
 Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
 Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
 Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
 Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
 Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan
manusia seutuhnya.
 Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
 Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber
belajar.
 Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
D. Kelemahan Penerapan Discovery Learning

 Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa
yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau
mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan,
sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
 Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori
atau pemecahan masalah lainnya.
 Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang
lama.
 Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman,
sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara
keseluruhan kurang mendapat perhatian.
 Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur
gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
 Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan
ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

3. Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)


A. Tujuan :
 Merangsang siswa untuk belajar melalui berbagai permasalahan nyata
dalam kehidupan sehari hari dikaitkan dengan pengetahuan yang telah atau
akan dipelajarinya.
 Melatih peserta didik untuk berpikir rasional dan ilmiah
 Mengembangkan budaya kerjasama yang hebat
 Melatih rasa percaya diri
Menurut Rohman (2011: 189) mengemukakan bahwa terdapat beberapa
tujuan dari pembelajaran problem based learning, yaitu:
 Untuk mendorong kerjasama penyelesaian tugas antar siswa.
 Memiliki elemen-elemen belajar mengajar sehingga mendorong tingkah
laku pengamatan siswa dan dialog dengan lainnya.
 Melibatkan siswa dan menyelidiki pilihan sendiri yang memungkinkan
mereka memahami dan menjelaskan fenomena dunia nyata.
 Melibatkan ranah (kognitif, afektif, dan psikomotorik) pada siswa secara
seimbang sehingga hasilnya bisa lebih lama diingat oleh siswa.
 Dapat membangun optimisme siswa bahwa masalah adalah sesuatu yang
menarik untuk dipecahkan bukan suatu yang harus dihindari.

B. Langkah-langkah Problem Based Learning :


1. Mengorientasi siswa pada masalah. Tahap ini dilakukan untuk
memfokuskan siswa mengamati masalah yang menjadi objek pembelajaran.
2. Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran. Tahap ini dilakukan agar siswa
menyampaikan berbagai pertanyaan (atau menanya) terhadap masalah yang
dikaji
3. Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok. Pada tahap ini siswa
mencoba untuk memperoleh data dalam rangka menjawab atau
menyelesaikan masalah yang dikaji
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Siswa mengasosiasi data
yang ditemukan dari percobaan dengan berbagai data lain dari berbagai
sumber.
5. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Setelah siswa mendapat
jawaban terhadap masalah yang ada,selanjutnya dianalisis dan dievaluasi.
C. Kelebihan Model Problem Based Learning

Sudrajat (2011) mengemukakan beberapa keunggulan dari model problem


based learning ini, yaitu:

1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang
menemukan konsep tersebut.
2. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan
berpikir siswa yang lebih tinggi.
3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa
sehingga pembelajaran lebih bermakna.
4. Siswa dapat merasakan manfaat dari pembelajaran sebab masalah-masalah
yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat
meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang
dipelajari.
5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan
menerima pendapat dari orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif
diantara siswa.
6. Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi
terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan siswa
dapat diharapkan. Selain itu, problem based learning (PBL) diyakini pula
dapat menumbuh kembangkan kemampuan kreativitas siswa, baik secara
individual maupun secara berkelompok.

D. Kelemahan Model Problem Based Learning


Persiapan pembelajaran (alat, problem, dan konsep) yang kompleks,
sulitnya mencari permasalahan yang relevan, sering terjadi mis konsepsi,
dan memerlukan waktu yang cukup panjang (Endriani, 2011)
E. Karakteristik Problem Based Learning

 Belajar dimulai dengan satu masalah,


 Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata
siswa,
 Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan seputar disiplin ilmu,
 Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk
dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri,
 Menggunakan kelompok kecil,
 Menuntut siswa untuk mendemonstrasi-kan yang telah mereka pelajari
dalam bentuk produk atau kinerja.
F. Kriteria Bahan Ajar Problem Based Learning
 Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang
bisa bersumber dari berita,rekaman,video dan lain sebagainya.
 Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa,
sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
 Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan
kepentingan orang banyak,sehingga terasa manfaatnya.
 Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi
yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
 Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa
perlu untuk mempelajarinya.
G. Prinsip Pembelajaran Problem Based Learning
 Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan
 belajar adalah proses cepat, bila pebelajar mengajukan keterampilan-
keterampilan self monitoring, secara umum mengacu pada metakognisi
(Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996).
 Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran

4. Pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning)


A. Tujuan :
 Siswa dapat melakukan investigasi dan memahami pembelajaran melalui
investigasi
 Suswa dapat menggali konten dengan cara yang bermakna bagi dirinya
 Siswa dapat melakukan eksperiman secara kolaboratif
 meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah proyek
 Memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru dalam pembelajaran
 Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah proyek yang
kompleks dengan hasil produk nyata
 Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam
mengelola bahan atau alat untuk menyelesaikan tugas atau proyek
 Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada pembelajaran yang
bersifat kelompok
B. Langkah-langkah :
1. Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek agar peserta didik
mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang muncul dari fenomena
yang ada
2. Mendesain perencanaan proyek sebagai langkah nyata untuk menjawab
pertanyaan yang ada
3. Menyusun jadwal sebagai langkah nyata dari sebuah proyek agar proyek
yang dikerjakan sesuai dengan waktu yang tersedia dan sesuai dengan target
4. Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek. Guru melakukan
monitoring terhadap pelaksanaan dan perkembangan proyek. Siswa
mengevaluasi proyek yang sedang dikerjakan.
5. Menguji hasil. Fakta dan data percobaan dihubungkan dengan berbagai data
lain dari berbagai sumber
6. Mengevaluasi kegiatan/pengalaman sebagai acuan perbaikan untuk tugas
proyek pada mata pelajaran yang sama atau mata pelajaran lain
C. Manfaat Yang Dapat Diraih
 Siswa menjadi pebelajar aktif
 Pembelajaran menjadi lebih interaktif atau multiarah
 Pembelajaran menjadi student centred
 Guru berperan sebagai fasilitator
 Mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
 Memberikan kesempatan siswa memanajemen sendiri kegiatan atau
aktivitas penyelesaian tugas sehingga melatih mereka menjadi
mandiri; dapat memberikan pemahaman konsep atau pengetahuan
secara lebih mendalam kepada siswa; dsb.

D. Penilaian Dalam Project Based Learning


Karena pembelajaran berbasis proyek dapat memberikan hasil belajar dalam
bentuk pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill atau psikomotor), dan
sikap (attitude atau afektif), maka penilaiannyapun dilakukan untuk ketiga ranah
ini. Bentuk penilaian dapat berupa tes atau nontes. Sebaiknya penilaian yang
dilakukan untuk model pembelajaran berbasis proyek ini lebih mengutamakan
aspek kemampuan siswa dalam mengelola aktivitas-aktivitas mereka dalam
penyelesaian proyek yang dipilih dan dirancangnya, relevansi atau kesesuaian
proyek dengan topik pembelajaran yang sedang dipelajari hingga keaslian
(orisinalitas) proyek yang mereka garap.

E. Karakteristik Project Based Learning

 Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja;


 Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta
didik;
 Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas
permasalahan atau tantangan yang diajukan;
 Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan
mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan;
 Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu;
 Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah
dijalankan;
 Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif
 Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan

F. Keuntungan Project Based Learning

 Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong


kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka
perlu untuk dihargai.
 Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
 Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan
problem-problem yang kompleks.
 Meningkatkan kolaborasi.
 Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi.
 Meningkatkan keterampilan peserta didikdalam mengelola sumber.
 Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik
dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-
sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
 Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara
kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
 Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan
menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan
dengan dunia nyata.
 Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik
maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.

G. Kelemahan Projetct Based Learning

 Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.


 Membutuhkan biaya yang cukup banyak.
 Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di
mana instruktur memegang peran utama di kelas.
 Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
 Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan
pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
 Ada kemungkinanpeserta didikyang kurang aktif dalam kerja kelompok.
 Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda,
dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara
keseluruhan.

H. Peran Guru dan Peserta Didik dalam Project Based Learning


a. Guru

 Merencanakan dan mendesain pembelajaran.


 Membuat strategi pembelajaran.
 Membayangkan interaksi yang akan terjadi antara guru dan siswa.
 Mencari keunikan siswa.
 Menilai siswa dengan cara transparan dan berbagai macam penilaian.
 Membuat portofolio pekerjaan siswa.

b. Peserta Didik

 Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir.


 Melakukan riset sederhana.
 Mempelajari ide dan konsep baru.
 Belajar mengatur waktu dengan baik.
 Melakukan kegiatan belajar sendiri/kelompok.
 Mengaplikasikanhasil belajar lewat tindakan.
 Melakukan interaksi sosial (wawancara, survey, observasi, dll).

I. Hambatan Dalam Project Based Learning

 Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang harus


disediakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek.
 Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan, karena
menambah biaya untuk memasuki system baru.
 Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas tradisional ,dimana
instruktur memegang peran utama di kelas. Ini merupakan suatu transisi
yang sulit, terutama bagi instruktur yang kurang atau tidak menguasai
teknologi.
 Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga kebutuhan listrik
bertambah.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran dilakukan dengan mengelompokkan siswa antara 3-5


orang. Dalam pembelajaran ini akan ada penghargaan secara individual dan
kelompok
A. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi
belajar untuk mencapai tujuan belajar.
B. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
 Hasil belajar akademik, meningkatkan kinerja siswa dalam tugas akademik
dan membantu siswa memahami konsep konsep sulit
 Penerimaan terhadap perbedaan individu
 Pengembangan keterampilan sosial (kerjasama dan kolaborasi)
C. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
 Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang, rendah, jika memungkinkan, setiap anggota kelompok berasa;
dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda
 Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk
memahami/menyelesaikan materi
 Penghargaan lebih berorientasi kelompok daripada individu
D. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pada dasarnya manusia mempunyai perbedaan, dengan perbedaan itu
manusia saling asah, asih, asuh ( saling mencerdaskan ). Dengan pembelajaran
kooperatif diharapkan saling menciptakan interaksi yang asah, asih, asuh
sehingga tercipta masyarakat belajar ( learning community ). Siswa tidak hanya
terpaku belajar pada guru, tetapi dengan sesama siswa juga.
E. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
 Sifat ketergantungan positif, guru menciptakan suasana yang
mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan atau yang biasa
disebut dengan saling ketergantungan positif
 Interaksi tatap muka, siswa akan saling bertatap muka dan berinteraksi
dengan gurunya maupun dengan siswa lainnya
 Akuntabilitas individual, yaitu penilaian kelompok yang didasarkan
pada rata-rata penguasaan semua anggota secara individual.
 Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
F. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
 Meningkatkan hasil belajar akademik
 Penerimaan terhadap keragaman
 Pengembangan keterampilan sosial
G. Keuntungan Model Pembelajaran Kooperatif
 Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan social
 Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan,
informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.
 Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
 Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai – nilai sosial dan
komitmen.
 Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.
 Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
 Berbagi ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan
saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
 Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
 Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari
berbagai perspektif.
 Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan
lebih baik.
 Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama
dan orientasi tugas
H. Unsur Unsur Model Pembelajaran Kooperatif
 Positive interdependence (saling ketergantungan positif).

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada 2


pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan
kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu
mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

 Personal responsibility ( tanggung jawab perorangan ).


Tanggung jawab perorangan merupakan kunci untuk menjamin semua
anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.
 Face to face promotive interaction ( interaksi promotif )
Ciri – ciri interaksi promotif adalah :
1. Saling membantu secara efektif dan efisien
2. Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan
3. Memproses informasi bersama secara lebih effektif dan efisien
4. Saling mengingatkan
5. Saling percaya
6. Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama
 Interpersonal skill ( komunikasi antar anggota / ketrampilan )
Dalam unsur ini berarti mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam
pencapaian tujuan peserta didik, maka hal yang perlu dilakukan yaitu :
1. Saling mengenal dan mempercayai
2. Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius
3. Saling menerima dan saling mendukung
4. Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.
 Group processing ( pemrosesan kelompok )
Dalam hal ini pemrosesan berarti menilai. Melalui pemrosesan kelompok
dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan
kegiatan dari anggota kelompok. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan
kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.
I. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Kegiatan Guru


Fase 1 Guru menyampaikan tujuan
Menyampaikan tujuan dan pembelajaran dan memotivasi siswa
memotivasi siswa
Fase 2 Guru menyajikan informasi/materi
Menyajikan materi/informasi dengan cara demonstrasi/lewat
bahan bacaan
Fase 3 Guru menyuruh dan menyampaikan
Mengorganisasikan siswa ke dalam cara membentuk kelompok belajar
kelompok-kelompok belajar dan membantu setiap kelompok
melakukan transisi secara efisien
Fase 4 Guru membimbing kelompol
Membimbing kelompok bekerja dan belajar pada saat mereka
belajar mengerjakan tugas
Fase 5 Guru melakukan penilaian terhadap
Evaluasi hasil belajar siswa atau pada saat
mempresentasikan hasil kerjasiswa
Fase 6 Guru memberikan penghargaan
Memberikan penghargaan baik terhadap upaya/hasil belajar
individu dan kelompok

J. Tipe Tipe Pembelajaran Kooperatif


1. STAD (Student Teams Achievment Division)
Siswa diberi kuis/tugas setiap minggu/2 minggu sekali. Kuis di skor dan
setiap siswa diberi skor perkembangan. Skor dinilai seberapa jauh skor itu
melampaui skor yang lalu. Setiap minggu diumumkan siswa/tim tim yang
memiliki skor perkembangan tinggi atau siswa yang mencapai skor
sempurna.
A. Langkah-langkah STAD
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 3-5 orang
2. Guru menyajikan pelajaran
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh
anggota-anggota kelompo. Anggotanya yang sudah mengerti
dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota
dalam kelompok itu mengerti
4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat
menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
B. Cara Penilaian Kuis Pada STAD

Langkah 1 Setiap siswa diberi skor


Menetapkan skor dasar berdasarkan skor kuis yang lalu
Langkah 2 Siswa memperoleh poin untuk
Menghitung skor kuis terkini kuis yang berkaitan dengan
pembelajaran terkini
Langkah 3 Siswa memperoleh poin
Menghitung skor perkembangan perkembangan yang besarnya
ditentukan apakah skor kuis
terkini mereka menyamai atau
melampaui skor dasar mereka
dengan menggunakan skala
tertentu

 Menghitung Skor Perkembangan :


Ket :
SD = Skor Dasar
ST = Skor Terkini

Skor Perolehan Poin Perkembangan


Terkini
Lebih dari 10 poin di 0 poin
bawah skor dasar (ST < 10
SD) , misal 40 (ST) < 52
(SD)
10 poin di bawah 10 poin
sampai 1 poin di bawah skor
dasar
ST (10-1) < SD,
misal 50 (ST) < 58 (SD)
Skor terkini sampai 20 poin
10 poin di atas skor dasar
SD < 10 ST,
misal 60 (ST) ≥ 50
(SD)
Lebih dari 10 poin di 30 poin
atas skor dasar, misal ST
(70) > 59 (SD)
Pekerjaan sempurna 30 poin
(tanpa memperhatikan skor
dasar)

 Contoh :

Waktu :
Kuis : Penjumlahan
Nama siswa Selisihnya
Skor
Skor Dasar Skor Kuis
Perkembangan
1. Budi >10 SD
90 100 30

2. Rudi < 8 SD
90 82 10

3. Seli < 14 SD
54 40 0

4. Selvi > 12 SD
56 78 30

5. Meli < 9 SD
55 46 10

 Kriteria Penghargaan
Untuk menghitung skor dan penghargaan kelompok digunakan kriteria
berikut :
Nilai Rata-Rata Kelompok Penghargaan
5 < x ≤ 15 (poin) Good Team
15 < x ≤ 25 Great Team
25 < x ≤ 30 Super Team

C. Kelebihan dan Kelemahan Pada STAD

Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD


menurut Roestiyah (2001: 17), yaitu :

A. Kelebihan

 Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan


keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
 Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif
mengadakan penyelidikan mengenai suatu masalah.
 Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan
keterampilan berdiskusi.
 Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai
individu dan kebutuhan belajarnya.
 Para siswa lebih aktif bergabung dalam pelajaran mereka dan mereka lebih
aktif dalam diskusi.
 Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa
menghargai, menghormati pribadi temannya, dan menghargai pendapat
orang lain.
B. Kelemahan
Kerja kelompok hanya melibatkan mereka yang mampu memimpin dan
mengarahkan mereka yang kurang pandai dan kadang-kadang menuntut tempat
yang berbeda dan gaya-gaya mengajar berbeda.
2. Jigsaw
Siswa diberi tugas mempelajari bagian dari suatu teks atau materi. Setiap
siswa dalam kelompoknya mempelajari bagian bagian tertentu. Anggota
kelompok lain mempelajari bagian yang sama, selanjutnya berkumpul
sebagai tim ahli. Kemudian setelah itu mereka mengajarkan kepada
kelompoknya semula tentang hal yang telah dibahas (dalam kelompok ahli)
A. Langkah-Langkah Jigsaw
1. Guru menyampaikan materi
2. Guru membagi kelompok 3-5 orang
3. Guru membagi tugas (LKS) kepada setiap kelompok. Setiap siswa/anggota
mendapat tugas/soal.
4. Siswa yang mendapat tugas/soal yang sama kemudian membentuk
kelompok baru (kelompok ahli)
5. Setelah bekerja di kelompok ahli, mereka kembali ke kelompok asalnya
untuk mengajarkan kepada teman sekelompoknya
6. Guru memberi rangkuman dan kesimpulan
7. Evaluasi
B. Contoh
Siswa mempelajari bangun bangun geometri yaitu segitiga, dan kubus.
Dibentuklah 2 kelompok ahli yaitu ahli segitiga, dan ahli kubus
2 Kelompok Awal

1s 1k (kel. 2s 2k (kel.
1) 2)

2 Kelompok Ahli

1s 2s (kel. 1k 2k (kel.
Segitiga) Kubus)
Ket :
k = kubus
s = segitiga

C. Kelebihan Metode Jigsaw


1. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada
kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya.
2. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih
singkat
3. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam
berbicara dan berpendapat.
D. Kelemahan Metode Jigsaw
Menurut Roy Killen, kelemahan metode jigsaw yaitu :
1. Prinsip utama pembelajaran ini adalah ‘peer teaching’, pembelajran oleh
teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam
memahami konsep yang akan diskusikan bersama siswa lain.
2. Apabila siswa tidak memiliki rasa percaya diri dalam berdiskusi
menyampaikan materi pada teman.
3. Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah
dimiliki oleh guru dan biasanya butuh waktu yang sangat lama untuk
mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut.
4. Butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model
pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
5. Aplikasi metode ini pada kelas yang lebih besar (lebih dari 40 siswa)
sangatlah sulit.
E. Macam-macam Metode Jigsaw
1. Whithin Group Jigsaw
Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari
satu bagian persoalan yang harus dipecahkan kelompoknya, selanjutnya
masing-masing harus mengajarkan kepada anggota lain dalam satu
kelompok.
2. Expert Group Jigsaw
Anggota kelompok dari semua kelompok yang mendapat bagian persoalan
yang sama berkumpul menjadi kelompok ahli untuk bersama-sama
mempelajari dan memecahkan persoalan tersebut. Kemudian masing-
masing kembali ke kelompok asalnya dan mengajarkan apa yang telah
mereka pelajari pada kelompok ahli tadi.
3. Whole Group Jigsaw
Pada model ini kelompok yang terbentuk pertama kali sudah langsung
menjadi kelompok ahli yang masing-masing mempelajari persoalan yang
berbeda dengan kelompok lain. Setelah itu masing-masing kelompok
mengajarkan bagian persoalannya kepada kelompok lain melalui diskusi
atau presentasi.

3. NHT (Numbered Heads Together)

NHT memiliki ciri khas setiap siswa dalam kelompoknya diberi nomor
yang berbeda. Penomoran ini memudahkan guru untuk meminta
pertanggungjawaban tugas yang diberikan dalam setiap kelompok. Masing-
masing kelompok bersama sama memecahkan permasalahan yang ada. NHT
mengharuskan siswa untuk berani menyelesaikan masalah secara mandiri dan
setiap siswa mempunyai peluang yang sama untuk menjelaskan hasil
pemikirannya kepada teman kelompoknya atau kepada kelompok lain pada
saat penyajian.

A. Langkah-langkah
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor
2. Guru memberikan tugas dan masing masing kelompok
mengerjakannya
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerjasama mereka
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor
yang lain
B. Contoh
Setelah guru memberikan nomor pada setiap siswa, guru akan memanggil
salah satu siswa. Misalnya “Nomor 1 dari kelompok 2 silahkan menyelesaikan
tugas no.1”
C. Manfaat Model Pembelajaran NHT

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT


terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren
dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :
1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
2. Memperbaiki kehadiran
3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5. Konflik antara pribadi berkurang
6. Pemahaman yang lebih mendalam
7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8. Hasil belajar lebih tinggi
D. Kelebihan Model Pembelajaran NHT
Menurut Hill (1993) dalam Tryana (2008) bahwa model NHT memiliki
kelebihan diataranya :
 Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
 Mampu memperdalam pamahaman siswa
 Menyenangkan siswa dalam belajar
 Mengembangkan sikap positif siswa
 Mengembangkan sikap kepemimpinan siswa
 Mengembangkan rasa ingin tahu siswa
 Meningkatkan rasa percaya diri siwa
 Mengembangkan rasa saling memiliki
 Mengembangkan keterampilan untuk masa depan.
Menurut Hamdani, (Rahmawati, 2013: 5) kelebihan model kooperatif
tipe NHT antara lain:
 Setiap siswa menjadi siap semua.
 Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
 Siswa yang pandai dapat membantu siswa yang kurang pandai.
E. Kekurangan Model Pembelajaran NHT
Kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut
Hamdhani (2013: 5) antara lain:

 NHT kemungkinan nomor yang dipanggil dapat dipanggil lagi oleh guru.
 Tidak semua anggota kelompok yang memiliki nomor yang sama terpanggil
oleh guru untuk presentasi mewakili kelompoknya.

4. Two Stay Two Stray (dua tinggal dua tamu)

Memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan


informasi dengan kelompok lainnya

A. Langkah-langkah
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 orang
2. Setelah selesai, dua orang dari masing masing kelompok menjadi tamu
pada kelompok yang lain
3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja
dan informasi ke tamu mereka
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain
5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja
B. Ciri-Ciri Two Stay Two Stray
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu

C. Kelebihan Two Stay Two Stray


 Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan
 Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
 Lebih berorientasi pada keaktifan.
 Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya
 Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
 Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
 Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar
 Pembelajaran berpusat pada siswa

D. Kekurangan Two Stay Two Stray


 Membutuhkan waktu yang lama
 Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
 Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
 Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
 Siswa yang kurang akan bergantung kepada siswa yang pintar maka ada
kecenderungan siswa tidak mau belajar dalam kelompok.

5. Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Group Investigation (GI) lebih rumit dari STAD dan Jigsaw, disini siswa
terlibat dalam pemilihan topik
Ada beberapa tahap dalam GI :

1. Pemilihan Topik
Siswa memilih sub topik yang sudah ditetapkan guru (setiap kelompok
topik berbeda)
2. Perencanaan kooperatif
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas, dan tujuan
khusus untuk tiap sub topik
3. Implementasi
Siswa menerapkan rencana yang telah ditetapkan. Guru mengawasi siswa
dan memberi bantuan
4. Analisis dan sistesis
Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh pada
tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas
dan disajikan dengan cara menarik untuk dipresentasikan kepada kelas

5. Presentasi hasil final

A. Langkah-Langkah
1. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok
2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
3. Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas
satu materi / tugas yang berbeda dari kelompok lain
4. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara
kooperatif yang bersifat penemuan
5. Setelah selesai diskusi, juru bicara kelompok menyampaikan hasil
pembahasan kelompok
B. Tujuan
 Group Investigasi membantu siswa untuk melakukan investigasi terhadap
suatu topik secara sistematis dan analitik. Hal ini mempunyai implikasi
yang positif terhadap pengembangan keterampilan penemuan dan
membentu mencapai tujuan.
 Pemahaman secara mendalam terhadap suatu topik yang dilakukan
melaui investigasi.
 Group Investigasi melatih siswa untuk bekaerja secara kooperatif dalam
memecahkan suatu masalah. Dengan adanya kegiatan tersebut, siswa
dibekali keterampilan hidup (life skill) yang berharga dalam kehidupan
bermasyarakat. Jadi guru menerapkan model pembelajaran GI dapat
mencapai tiga hal, yaitu dapat belajar dengan penemuan, belajar isi dan
belajar untuk bekerjas secara kooperatif.

DAFTAR PUSTAKA

Istarani.2012.58 Model Pembelajaran Innovatif.Medan.Media Persada


Shoimin.2014.68 Model Pembelajaran Innovatif dalam Kurikulum
2013.Yogyakarta.Ar-Ruzz Media
http://pengertian-kata.blogspot.com/2012/09/inquiry.html
https://asihanakrembang1.wordpress.com/2013/12/22/konsep-dan-implementasi-
teori-kontruktivisme-dalam-pembelajaran/
https://ekocin.wordpress.com/2011/06/13/pembelajaran-contextual-teacher-and-
learning-ctl/
https://windiwati.wordpress.com/pembelajaran-matematika-realistik-rme/
http://perangkatguruindonesia.blogspot.com/2013/11/tujuan-dan-prinsip-
pendekatan-saintifik.html
https://rumahedukasiku.wordpress.com/2016/12/26/pendekatan-saintifik-
pengertian-tujuan-karakteristik-dan-prinsip/
https://www.kompasiana.com/sricicilia/54f4abad745513992b6c8cf4/
pembelajaran-melalui-pendekatan-scientific
https://www.eurekapendidikan.com/2014/12/model-project-based-learning-
landasan.html
https://modelmodelpembelajaran.blogspot.com/2017/12/model-pembelajaran-
problem-based-learning.html
https://www.kompasiana.com/nurmaberutu/59eaec33f133444b556ce492/
pendekatan-kontekstual-contextual-teaching-and-learning?page=all
https://kependidikan.com/pendekatan-saintifik/
https://ainamulyana.blogspot.com/2015/12/model-pembelajaran-inkuiri.html
https://www.ekaikhsanudin.net/2014/12/pembelajaran-model-discovery-
learning.html
http://fatkhan.web.id/pengertian-dan-langkah-langkah-model-problem-based-
learning/
http://guraru.org/guru-berbagi/apa-itu-problem-based-learning/
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2014/05/model-pembelajaran-
project-based.html
https://www.ekaikhsanudin.net/2014/09/model-pembelajaran-project-based.html
https://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/05/27/model-pembelajaran-
kooperatif-cooperative-learning/
http://www.sarjanaku.com/2011/03/pembelajaran-kooperatif-tipe-stad.html
https://modelpembelajaran1.wordpress.com/2016/02/20/model-pembelajaran-
jigsaw/
http://modelpembelajarankooperatif.blogspot.com/2012/08/numbered-head-
together-nht.html
http://fatkhan.web.id/pengertian-model-pembelajaran-numbered-heads-together-
nht/
https://www.asikbelajar.com/model-pembelajaran-two-stay-two-stray/
http://abdulgopuroke.blogspot.com/2017/02/model-pembelajaran-two-stay-two-
stray.html
https://www.kajianpustaka.com/2012/10/model-pembelajaran-group-
investigation.html

Anda mungkin juga menyukai