RINGKASAN
OLEH :
KELAS : A
KENDARI
2019
1. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada terjadinya suatu
proses yang sifatnya umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi,
memanfaatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis
tertentu.
2. Jenis – Jenis Pembelajaran
A. Dilihat dari Orientasi Pendekatannya
1. Pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran penemuan dan inquiry serta strategi pembelajaran induktif.
Inquiry adalah suatu proses untuk memperoleh informasi dengan melakukan
observasi dan atau eksperimen untuk memecahkan masalah terhadap
rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan
logis. Sedangkan strategi pembelajaran induktif adalah strategi dimana guru
menjelaskan suatu materi pelajaran dimulai dari definisi umum menuju
definisi khusus.
2. Pendekatan belajar berorientasi pada guru
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru menurunkan strategi
pembelajaran langsung dan pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran
deduktif adalah strategi dimana guru menjelaskan suatu materi pelajaran
dimulai dari definisi khusus menuju definisi umum.
B. Dilihat dari Metode Pendekatannya
1. Pendekatan Contextual (CTL)
Pelopor metode ini adalah John Dewey, diikuti oleh Katz (1918) dan
Howay dan Zipher (1989)
A. Hakikat CTL
Hakikat CTL yaitu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan
mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
B. Karakteristik CTL
Kerja sama
Saling menunjang
Menyenangkan
Belajar dengan bergairah
Pembelajaran terintegrasi
Menggunakan berbagai sumber
Peserta didik aktif
Sharing dengan teman
Peserta didik kritis, guru kreatif
Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja peserta didik.
Laporan kepada orang tua berupa rapor, hasil karya peserta didik, laporan
hasil praktikum, karangan dll.
C. 7 Komponen Pokok Pembelajaran CTL
1. Kontruktivisme.
Pemahaman murid diawali dengan pengalaman baru yang berdasar pada
pengetahuan awal. Jadi, pembelajaran harus dikemas jadi proses
mengkonstruksi atau melakukan kegiatan bukan menerima pengetahuan
langsung dari guru
2. Inquiry
Siswa menerima pengetahuan dan keterampilan dengan mengingat
seperangkat fakta fakta dan dari pengalaman menemukan fakta fakta
tersebut. Guru harus selalu merancang pembelajaran yang bersumber dari
penemuan dan pembelajaran dirancang dengan menarik dan menantang
3. Questioning (Bertanya)
Bagi guru, memberikan pertanyaan kepada murid dilakukan untuk
mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan mereka.
Sedangkan bagi siswa, bertanya merupakan bagian penting dalam
pembelajaran berbasis inquiry
4. Learning Community (Masyarakat Belajar)
5. Learning Community atau Masyarakat Belajar merupakan sekelompok
orang yang terikat dalam kegiatan belajar. Pada dasarnya masyarakat belajar
mengandung pengertian sebagai berikut:
Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagi gagasan dan
pengalaman.
Ada kerjasama untuk memecahkan masalah.
Kerja kelompok lebih baik dari pada kerja secara individual.
Ada kemauan untuk menerima pendapat yang lebih baik.
Ada kesedian untuk menghargai pendapat orang lain.
Adanya tukar pengalaman antar anggota masyarakat belajar
Adanya tukar menukar ide untuk memecahkan masalah saat belajar
6. Modeling (Pemodelan)
Pemodelan adalah proses menampilkan suatu contoh agar orang lain
berpikir, bekerja, dan belajar. Dari metode ini guru mengerjakan suatu
permasalahan atau soal agar siswa dapat mengetahui penyelesaian dari
permasalahan tersebut sehingga siswa dapat mengerjakan permasalahan
serupa
7. Reflection (Refleksi)
Refleksi adalah proses dimana siswa meninjau kembali tentang apa yang
telah mereka pelajari dari gurunya. Biasanya refleksi dilakukan dengan cara
mencatat apa yang telah dipelajari, membuat jurnal, karya seni, dan dengan
diskusi kelompok. Misalkan setelah siswa melakukan pembelajaran
menulis, siswa menuliskan di kertas yang di tempel di tembok dengan
spidol besar berupa pembelajaran yang baru saja ia lakukan.
8. Authentic Assesment (Penilaian yang sebenarnya)
Dalam Authentic Assesment, guru mengukur pengetahuan dan
keterampilan peserta didik dalam bentuk penilaian produk, kinerja, proyek,
portofolio, serta tugas tugas yang relevan dan kontekstual.
5. Langkah-Langkah Penerapan Pembelajaran Kontekstual di Kelas
1) Kembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruks sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
(komponen kontruktivisme)
2) Laksanakan kegiatan menemukan sendiri untuk mencapai kompetisi
yang diinginkan (komponen inquiry)
3) Kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya
(komponen bertanya)
4) Ciptakan masyarakat belajar, kerja kelompok (komponen masyarakat
belajar)
5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran (komponen
pemodelan)
6) Lakukan refleksi pada akhir pertemuan, agar peserta didik merasa
bahwa hari ini mereka belajar sesuatu (komponen refleksi)
6. Kelebihan Pendekatan Kontekstual
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk
dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat
mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja
bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi
yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak
akan mudah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep
kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran
konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan
pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa
diharapkan belajar melalui "mengalami" bukan "menghafal".
2. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (Realistic Mathematic
Education)
A. Sejarah PMR
Gerakan ini awalnya diprakarsai oleh Wijdeveld dan Goffre (1968)
melalui proyek Wiskobas. Selanjutnya bentuk RME sampai sekarang
sebagian besar ditentukan oleh pandangan Hans Freudenthal (1977) tentang
matematika. Menurutnya, matematika harus dikaitkan dengan kenyataan,
dekat dengan pengalaman anak dan relevan terhadap masyarakat dengan
tujuan menjadi bagian dari nilai kemanusiaan
B. Pengertian PMR
Pendidikan matematika realistik adalah pendekatan pembelajaran
matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan
pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran, lalu siswa diberi
kesempatan mengaplikasikan konsep konsep matematika untuk
memecahkan masalah sehari hari atau dalam bidang yang lainnya.
C. Karakteristik PMR
1. Masalah Kontruksi, Streefland (1991) menekankan bahwa dengan
pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi
pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-
strategi formal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah
konstekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan
pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan
matematika formal.
2. Menggunakan model, istilah model ini berkaitan dengan model situasi dan
model matematika yang dikembangkan oleh siswa sendiri dan berperan
sebagai jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari
matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model
sendiri dalam menyelesaikan masalah.
3. Menggunakan Kontribusi, siswa diharuskan berkontribusi dalam
pembelajaran PMR di kelas.
4. Menggunakan Interaktif, Interaktif antara siswa dengan guru merupakan
hal yang mendasar dalam pembelajaran matematika realistik. Bentuk-bentuk
interaktif antara siswa dengan guru biasanya berupa negoisasi, penjelasan,
pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan, digunakan untuk mencapai
bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
Menurut Marpaung, karakteristik PMR yaitu :
1. Siswa aktif dalam pembelajaran
2. Pembelajaran dimulai dari masalah kontekstual/realistik bagi siswa
3. Siswa berusaha menemukan strategi sendiri
4. Interaksi dan negosiasi
5. Pendekatan SANI
6. Interwinment/saling terkait
7. Berpusat pada siswa
8. Empatik
9. Tenggang rasa
D. Karakteristik Dalam Pembelajaran PMR
1. Kegiatan, peserta didik harus aktif dalam proses pengembangan seluruh
perangkat pembelajaran dan wawasan matematis sendiri.
2. Nyata (kontekstual), matematika realistik harus memungkinkan peserta
didik dapat menerapkan pemahaman matematika dan alat matematikanya
untuk memecahkan masalah.
3. Bertahap, peserta didik harus melalui berbagai tahapan pemahaman, yaitu
dari kemampuan menemukan pemecahan informal yang berhubungan
dengan konteks, menuju penciptaan berbagai tahap hubungan langsung dan
pembuatan bagan.
4. Saling menjalin (keterkaitan), hal ini ditemukan pada setiap jalur
matematika, misalhnya antar topik topik seperti kesadaran akan bilangan,
mental aritmetika, perkiraan (estimasi) dan algoritma.
5. Interaksi, pendidikan harus dapat memberikan kesempatan bagi para peserta
didik untuk saling berbagi strategi dan penemuan mereka.
6. Bimbingan, guru maupun program pendidikan mengendalikan proses
pembelajaran yang lentur untuk menunjukkan apa yang harus dipelajari
untuk menghindarkan pemahaman semu melalui proses hafalan.
E. Kelebihan PMR
1. Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang
ketertaikan antara matematika dengan kehidupan sehari hari dan kegunaan
matematika pada umumnya.
2. Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa
matematika adalah suatu kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan oleh
siswa.
3. Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa
cara penyelesaian masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara
satu siswa dengan siswa yang lainnya
4. Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa
untuk menemukan suatu hasil dalam matematika diperlukan suatu proses
5. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan
realitas yang ada disekitar peserta didik
6. Peserta didik tidak mudah lupa dengan materi
7. Peserta didik merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban
ada nilainya
8. Melatih peserta didik untuk terbiasa berpikir dan berani mengemukakan
pendapat
9. Pendidikan budi pekerti, misalnya saling kerjasama dan menghormati teman
yang sedang berbicara
F. Tahap Pembelajaran PMR
1. Tahap pendahuluan, pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah real
bagi peserta didik sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan peserta didik
agar pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik.
2. Tahap pengembangan model simbolik, peserta didik mengembangkan
model sendiri dalam menyelesaikan masalah dari bentuk konkret (masalah
real) ke abstrak.
3. Tahap penjelasan dan alasan, peserta didik diminta memberi alasan atas
jawaban yang diberikan. Jika jawaban peserta didik salah, guru dapat
melempar pertanyaan pada peserta didik lain sehingga terjadi interaktif dan
guru berperan sebagai fasilisator.
4. Tahap penutup, siswa dapat menerapkan materi pembelajaran dalam
kehidupan sehari hari.
G. Prinsip dalam pembelajaran PMR
1. Guided reinvention and progresive mathematizing (penemuan kembali
terbimbing dan pematematikaan progresif), dalam menyelesaikan masalah
konstekstual yang diberikan guru di awal pembelajaran, siswa diarahkan
dan diberi bimbingan terbatas sehingga siswa mengalami proses
menemukan kembali prinsip, sifat sifat dan rumus rumus matematika
sebagaimana prinsip, sifat sifat dan rumus rumus matematika itu ditemukan
2. Didactial phenomenology (fenomena pembelajaran), prinsip ini terkait
dengan suatu gagasan fenomena pembelajaran yang menghendaki bahwa
dalam menentukan masalah kontekstual didasarkan atas dua alasan, yaitu :
a. Untuk mengungkap berbagai macam aplikasi suatu topik yang harus
diantisipasi dalam pembelajaran
b. Untuk dipertimbangkan pantas tidaknya masalah kontekstual itu digunakan
sebagai poin poin untuk suatu proses pematematikaan progresif
Jadi, prinsip ini menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk
memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa
3. Self development models (model model dibangun sendiri), ini berfungsi
sebagai jembatan pengetahuan informal dan formal matematika. Siswa
diberi kebebasan untuk menemukan sendiri model matematika terkait
dengan masalah kontekstual yang dipecahkan sehingga sangat
dimungkinkan muncul berbagai model matematika yang dibangun siswa.
H. Ciri ciri pembelajaran PMR
Jadi, pada umumnya ciri ciri pembelajaran PMR adalah sebagai berikut
1. Murid aktif, guru kreatif.
2. Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah
kontekstual / realistik atau dapat dibayangkan oleh siswa
3. Berikan kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara sendiri
dengan cara : memahami masalah, melakukan eksplorasi, menemukan
strategi, melaksanakan lalu mengevaluasi
4. Materi diusahakan saling berkaitan, siswa bekerja sama dan berdiskusi
dengan cara melakukan penimbangan,mengamati dan mencatat hasil.
5. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok (kecil atau besar)
6. Guru berusaha menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan
(guru bersikap empatik, akrab, dan tidak angker)
7. Pembelajaran tidak perlu selalu di kelas (bisa di luar kelas, duduk di lantai,
pergi ke luar sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data)
8. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi
9. Siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur
kognitifnya sewaktu menyelesaikan suatu masalah (menggunakan model)
10. Guru bertindak sebagai fasilisator (tut wuri handayani)
11. Kalau siswa berbuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah, guru tak
memarahi siswa melainkan membantu melalui pertanyaan pertanyaan
sebagai motivasi siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan
I. Langkah langkah pembelajaran PMR
1. Memahami masalah kontekstual, guru memberikan masalah kontekstual
dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah
tersebut
2. Menjelaskan masalah kontekstual, jika siswa mengalami kesulitan dalam
memahami masalah guru akan menjelaskan situasi dan kondisi sosial
dengan cara memberikan petunjuk petunjuk yang seperlunya.
3. Menyelesaikan masalah kontekstual, siswa mampu menyelesaikan
masalah kontekstual dengan cara mereka masing masing. Cara pemecahan
masalah yang berbeda-beda lebih diutamakan
4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, guru menyediakan waktu
dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan jawaban dari
permasalahan kontekstual secara berkelompok. Siswa dilatih untuk
mengeluarkan ide ide yang dimiliki
5. Menyimpulkan, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik
kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur
J. Kelebihan pembelajaran PMR
1. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari
(kehidupan dunia nyata) dan kegunaan matematika pada umumnya bagi
manusia.
2. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut
pakar dalam bidang tersebut.
3. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan
tidak harus sama antara orang yang satu dengan yang lain. Setiap orang bisa
menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut.
Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan
cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang
paling tepat, sesuai dengan proses penyelesaian soal atau masalah tersebut.
PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan
sesuatu yang utama dan untuk mempelajari matematika orang harus
menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep
matematika, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya
guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut,
pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi.
K. Hambatan dalam pembelajaran PMR
1. Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan
pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak
mudah untuk dipraktekkan, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan
soal kontekstual. Di dalam PMR siswa tidak lagi dipandang sebagai
pihak yang mempelajari segala sesuatu yang sudah “jadi”, tetapi sebagai
pihak yang aktif mengkonstruksi konsep-konsep matematika. Guru
dipandang lebih sebagai pendamping bagi siswa.
2. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang
dituntut PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang
perlu dipelajari siswa, terlebih lagi karena soal-soal tersebut harus bisa
diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk
menyelesaikan soal, juga bukanlah hal yang mudah bagi seorang guru.
4. Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui soal-soal
kontekstual, proses pematematikaan horisontal dan proses
pematematikaan vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana,
karena proses dan mekanisme berpikir siswa harus diikuti dengan
cermat agar guru bisa membantu siswa dalam melakukan penemuan
kembali terhadap konsep-konsep matematika tertentu.
3. Pendekatan Saintifik
1. Pengantar Pendekatan pembelajaran
Pendekatan sifatnya umum. Diartikan sebagai titik tolak atau awal dari
memulai suatu proses. Pendekatan pembelajaran berarti titik awal cara
pandang kita menghadapi suatu pembelajaran.
2. Tujuan pembelajaran dalam pendekatan saintifik
Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa.
Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah
secara sistematik.
Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu
merupakan suatu kebutuhan.
Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam
menulis artikel ilmiah.
Untuk mengembangkan karakter siswa.
3. Pengertian pembelajaran dengan pendekatan saintifik
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran
yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif
mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan
mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik
kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang
“ditemukan” (Kurinasih, 2014:29) .
4. Prinsip Prinsip Pembelajaran Dengan Pendekatan Saintifik
Pembelajaran berpusat pada siswa;
Pembelajaran membentuk student”s self concept;
Pembelajaran terhindar dari verbalisme;
Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan
mengakomodasikan konsep, hukum, dan prisip;
Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir
siswa;
Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar
guru;
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam
komunikasi;
Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang
dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
5. Proses pembelajaran saintifik
Proses pembelajaran menyentuh ranah sikap (tahu mengapa),
keterampilan (tahu bagaimana) dan pengetahuan (tahu apa) sehingga
melahirkan peserta didik yang produktif, inovatif, kreatif, dan afektif
6. Langkah pembelajaran saintifik
A. Kegiatan Pendahuluan
Pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran
yang efektif sehingga siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan
baik, sebagai contoh ketika memulai pembelajaran, guru mengucapkan
salam dengan nada bersemangat dan gembira lalu mengecek kehadiran para
siswa dan menanyakan ketidakhadiran siswa apabila ada yang tidak hadir
B. Isi Pembelajaran
Menurut Permendikbud 81 A, Isi Pembelajaran, meliputi
1. Mengamati
2. Menanya
3. Mengumpulkan informasi
4. Mengasosiasi
5. Mengkomunikasikan
Secara umum, langkah langkah siswa dalam melaksanakan proses
pembelajaran meliputi :
1. Observing (mengamati)
Kegiatan belajar : Membaca, mendengar, menyimak, melihat (dengan
atau tanpa alat)
Kompetensi yang dikembangkan : Melatih kesungguhan, ketelitian,
mencari informasi
2. Questioning (menanya)
Kegiatan belajar : mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak
dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan
informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan
faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik)
Kompetensi yang dikembangkan : mengembangkan kreativitas, rasa
ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran
kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat
3. Associating (menalar)
Kegiatan belajar :
1. Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil
kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati
dan kegiatan mengumpulkan informasi.
2. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah
keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat
mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda
sampai kepada yang bertentangan
a. Experimenting (mencoba)
Menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan,
menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen) dan
mengumpulkan data.
b. Networking (membentuk jejaring/mengkomunikasikan)
Kegiatan belajar : menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan
berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya
Kompetensi yang dikembangkan : mengembangkan sikap jujur, teliti,
toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengemukakan pendapat dengan
singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik
dan benar
C. Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup ditujukan untuk dua hal pokok.
Pertama, validasi terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah
dikonstruk oleh siswa
Kedua, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa. Validasi dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi kebenaran konsep, hukum, atau prinsip
yang telah dikonstruk oleh siswa.
7. Karakteristik Pendekatan Saintifik
Proses pembelajaran berpusat pada siswa
Menggunakan sains dalam membangun pengetahuan
Melibatkan proses kognitif yang merangsang perkembangan intelektual,
khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa
Mengembangkan karakter pada siswa
4. Pendekatan CBSA
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) merupakan suatu pendekatan dalam pelajaran yang
menitikberatkan pada keaktifan siswa, yang merupakan inti dari kegiatan pembelajaran.
Kegiatan belajar dalam CBSA diwujudkan dalam berbagai kegiatan, seperti:
mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah,
memberikan prakarsa/gagasan, menyusun rencana, dan lain sebagainya. Setiap kegiatan
tersebut “menuntut keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam proses pembelajaran
melalui asimilasi dan akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan,
serta pengalaman langsung dalam rangka membentuk keterampilan (motorik, kognitif,
dan sosial), penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap” (Raka
Joni, 1985, hlm. 2). Istilah CBSA menurut Nana Sudjana (1989, hlm. 20) merupakan
“suatu cara belajar mengajar yang memberi peran lebih banyak kepada anak didik untuk
aktif dalam proses belajar mengajar sesuai dengan potensi yang dimiliki”.
Pendekatan CBSA menurut A. Yasin (dalam Oemar Hamalik, 1994, hlm. 136) juga
“dinilai sebagai suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara
fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa
perpaduan antara kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Misbah Partika (1987, hlm. 4)
“CBSA adalah proses belajar mengajar yang menggunakan berbagai metode yang
menitikberatkan kepada keaktifan dan melibatkan berbagai potensi siswa baik yang
bersifat fisik, mental, emosional maupun intelektual untuk mencapai tujuan pendidikan
yang berhubungan dengan wawasan kognitif, afektif, dan psikomotorik secara optimal”.
Pelaksanaan proses pembelajaran CBSA dititikberatkan pada keaktifan siswa belajar
dan keaktifan guru menciptakan lingkungan belajar yang serasi dan menantang.
Penerapan CBSA dilakukan dengan cara mengfungsionalkan seluruh potensi
manusiawi siswa melalui penyediaan lingkungan belajar meliputi aspek-aspek
bahan pelajaran, guru, media pembelajaran, suasana kelas, dan sebagainya.
Adapun cara belajar siswa disesuaikan dengan minat dan pemberian kemudahan
kepada siswa untuk memperoleh pemahaman, pendalaman, dan pengendapan,
sehingga hasil belajar dapat terinternalisasi pada diri siswa. Pada kondisi ini
semua unsur pribadi siswa terlibat secara aktif, seperti emosi, perasaan,
intelektual, pengindraan, fisik, dan sebagainya.
Peranan guru pada CBSA bukan sebagai orang yang menuangkan materi pelajaran
kepada siswa, melainkan bertindak sebagai fasilitator. Artinya, siswa aktif belajar,
sedangkan guru memberikan fasilitas belajar, bantuan, dan pelayanan. Sejumlah
Kegiatan yang perlu dilakukan guru dalam CBSA, sebagai berikut:
1. Menyiapkan lembar kerja siswa;
2. Menyusun tugas bersama siswa;
3. Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan dilakukan;
4. Memberikan bantuan dan pelayanan apabila siswa mendapat kesulitan;
5. Menyampaikan pertanyaan yang bersifat bantuan;
6. Membantu mengarahkan rumusan kesimpulan umum;
7. Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang lamban belajar;
8. Menyalurkan minat dan bakat siswa;
9. Mengamati setiap aktivitas siswa.
CBSA dapat diterapkan dalam setiap proses belajar mengajar. Kadar CBSA dalam
setiap proses belajar mengajar dipengaruhi oleh penggunaan strategi belajar
mengajar yang diperoleh. Kadar CBSA juga ditandai oleh semakin banyak dan
bervariasinya keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar
mengajar. Kadar CBSA dalam rangka sistem belajar mengajar menunjukkan ciri,
sebagai berikut:
1. Pada tingkat masukan, kadar CBSA ditandai oleh:
a. Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan kebutuhan pembelajaran sesuai
dengan kemampuan, minat, pengalaman, motivasi, dan aspirasi yang telah
dimiliki siswa sebagai bahan masukan untuk melakukan kegiatan belajar.
b. Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun rancangan belajar dan pembelajaran,
yang menjadi acuan baik bagi siswa maupun bagi guru.
c. Adanya keterlibatan siswa dalam memilih dan menyediakan sumber bahan
pelajaran.
d. Adanya keterlibatan siswa dalam pengadaan media pembelajaran yang akan
digunakan sebagai alat bantu belajar.
5. Adanya kesadaran dan keinginan besar yang tinggi serta motivasi untuk
melakukan kegiatan belajar.
2. Pada tingkat proses, kadar CBSA ditandai oleh:
a. Adanya keterlibatan siswa secara fisik, mental, emosional, intelektual, dan
personal dalam proses belajar.
b. Adanya berbagai keaktifan siswa mengenal, memahami, menganalisis, berbuat,
memutuskan, dan berbagai kegiatan belajar lainnya yang mengandung unsur
kemandirian yang cukup tinggi.
c. Keterlibatan secara aktif oleh siswa dalam menciptakan suasana belajar yang
serasi, selaras, dan seimbang dalam proses belajar.
d. Keterlibatan siswa menunjang upaya guru menciptakan lingkungan belajar untuk
memperoleh pengalaman belajar serta membantu mengorganisasikan lingkungan
belajar tersebut, baik secara individu maupun kelompok.
e. Keterlibatan siswa dalam mencari informasi dari berbagai sumber yang berdaya
guna dan tepat guna bagi mereka, sesuai dengan rencana kegiatan belajar yang
telah dirumuskan.
f. Keterlibatan siswa dalam mengajukan prakarsa, memberikan jawaban atas
pertanyaan guru, mengajukan pertanyaan/masalah, berupaya menjawab sendiri,
menilai jawaban dari rekan, dan memecahkan masalah yang timbul selama proses
belajar berlangsung.
3. Pada tingkat produk, kadar CBSA ditandai oleh:
a. Keterlibatan siswa dalam menilai diri sendiri dan menilai teman sekelas.
b. Keterlibatan siswa secara mandiri mengerjakan tugas menjawab tes dan mengisi
instrumen penilaian yang diajukan oleh guru.
c. Keterlibatan siswa menyusun laporan baik tertulis maupun lisan yang berkenaan
dengan hasil belajar.
d. Keterlibatan siswa dalam menilai produk-produk kerja sebagai hasil belajar.
Adapun kelebihan dan kelemahan dari pendekatan CBSA, dijabarkan sebagai
berikut:
Kelebihan pendekatan CBSA:
1. Prakarsa siswa dalam kegiatan belajar, yang ditunjukan melalui keberanian
memberikan pendapat.
2. Keterlibatan mental siswa dalam kegiatan belajar ditunjukan dengan peningkatan
diri kepada tugas.
3. Peranan guru lebih banyak sebagai fasilitator yang memperlihatkan kadar tinggi
prakarsa serta tanggung jawab siswa di dalam kegiatan belajar.
4. Belajar melalui pengalaman langsung.
5. Kekayaan variasi bentuk dan alat kegiatan belajar.
6. Kualitas interaksi siswa, baik intelektual, sosial, maupun emosional.
Kelemahan pendekatan CBSA:
1. Tidak menjamin pengambilan keputusan.
2. Diskusi tidak dapat diramalkan arahnya.
3. Memerlukan pengaturan fisik (seperti kursi dan meja) serta jadwal yang luwes.
4. Dapat didominasi oleh seorang atau sejumlah siswa.
PEMBELAJARAN
Sedangkan Conny (1990 : 14). mengatakan bahwa ada beberapa alasan yang
melandasi perlu diterapkan pendekatan keterampila proses (PKP) dalam
kegiatan belajar mengajar yaitu:
a. Mengamati/observasi
b. Mengklasifikasikan
c. Mengkomunikasikan
d. Mengukur
e. Memprediksi
Memprediksi adalah "antisipasi atau perbuatan ramalan tentang sesuatu hal yang
akan terjadi di waktu yang akan datang, berdasarkan perkiraan pada pola
kecendrungan tertentu, atau hubungan antara fakta dan konsep dalam ilmu
pengetahuan" (Dimiyati, 1999: 144).
f. Menyimpulkan
Tujuan dilakukan kegiatan ini adalah mengarahkan peserta didik pada pokok
permasalahan agar mereka siap, baik mental emosional maupun fisik.
3. Penutup
Setelah melaksanakan proses belajar tersebut, hendaknya sebagai seorang
pendidik untuk
Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa
yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau
mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan,
sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori
atau pemecahan masalah lainnya.
Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang
lama.
Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman,
sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara
keseluruhan kurang mendapat perhatian.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur
gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan
ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang
menemukan konsep tersebut.
2. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan
berpikir siswa yang lebih tinggi.
3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa
sehingga pembelajaran lebih bermakna.
4. Siswa dapat merasakan manfaat dari pembelajaran sebab masalah-masalah
yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat
meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang
dipelajari.
5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan
menerima pendapat dari orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif
diantara siswa.
6. Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi
terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan siswa
dapat diharapkan. Selain itu, problem based learning (PBL) diyakini pula
dapat menumbuh kembangkan kemampuan kreativitas siswa, baik secara
individual maupun secara berkelompok.
b. Peserta Didik
Contoh :
Waktu :
Kuis : Penjumlahan
Nama siswa Selisihnya
Skor
Skor Dasar Skor Kuis
Perkembangan
1. Budi >10 SD
90 100 30
2. Rudi < 8 SD
90 82 10
3. Seli < 14 SD
54 40 0
4. Selvi > 12 SD
56 78 30
5. Meli < 9 SD
55 46 10
Kriteria Penghargaan
Untuk menghitung skor dan penghargaan kelompok digunakan kriteria
berikut :
Nilai Rata-Rata Kelompok Penghargaan
5 < x ≤ 15 (poin) Good Team
15 < x ≤ 25 Great Team
25 < x ≤ 30 Super Team
A. Kelebihan
1s 1k (kel. 2s 2k (kel.
1) 2)
2 Kelompok Ahli
1s 2s (kel. 1k 2k (kel.
Segitiga) Kubus)
Ket :
k = kubus
s = segitiga
NHT memiliki ciri khas setiap siswa dalam kelompoknya diberi nomor
yang berbeda. Penomoran ini memudahkan guru untuk meminta
pertanggungjawaban tugas yang diberikan dalam setiap kelompok. Masing-
masing kelompok bersama sama memecahkan permasalahan yang ada. NHT
mengharuskan siswa untuk berani menyelesaikan masalah secara mandiri dan
setiap siswa mempunyai peluang yang sama untuk menjelaskan hasil
pemikirannya kepada teman kelompoknya atau kepada kelompok lain pada
saat penyajian.
A. Langkah-langkah
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor
2. Guru memberikan tugas dan masing masing kelompok
mengerjakannya
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerjasama mereka
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor
yang lain
B. Contoh
Setelah guru memberikan nomor pada setiap siswa, guru akan memanggil
salah satu siswa. Misalnya “Nomor 1 dari kelompok 2 silahkan menyelesaikan
tugas no.1”
C. Manfaat Model Pembelajaran NHT
NHT kemungkinan nomor yang dipanggil dapat dipanggil lagi oleh guru.
Tidak semua anggota kelompok yang memiliki nomor yang sama terpanggil
oleh guru untuk presentasi mewakili kelompoknya.
A. Langkah-langkah
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 orang
2. Setelah selesai, dua orang dari masing masing kelompok menjadi tamu
pada kelompok yang lain
3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja
dan informasi ke tamu mereka
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain
5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja
B. Ciri-Ciri Two Stay Two Stray
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu
Group Investigation (GI) lebih rumit dari STAD dan Jigsaw, disini siswa
terlibat dalam pemilihan topik
Ada beberapa tahap dalam GI :
1. Pemilihan Topik
Siswa memilih sub topik yang sudah ditetapkan guru (setiap kelompok
topik berbeda)
2. Perencanaan kooperatif
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas, dan tujuan
khusus untuk tiap sub topik
3. Implementasi
Siswa menerapkan rencana yang telah ditetapkan. Guru mengawasi siswa
dan memberi bantuan
4. Analisis dan sistesis
Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh pada
tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas
dan disajikan dengan cara menarik untuk dipresentasikan kepada kelas
A. Langkah-Langkah
1. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok
2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
3. Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas
satu materi / tugas yang berbeda dari kelompok lain
4. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara
kooperatif yang bersifat penemuan
5. Setelah selesai diskusi, juru bicara kelompok menyampaikan hasil
pembahasan kelompok
B. Tujuan
Group Investigasi membantu siswa untuk melakukan investigasi terhadap
suatu topik secara sistematis dan analitik. Hal ini mempunyai implikasi
yang positif terhadap pengembangan keterampilan penemuan dan
membentu mencapai tujuan.
Pemahaman secara mendalam terhadap suatu topik yang dilakukan
melaui investigasi.
Group Investigasi melatih siswa untuk bekaerja secara kooperatif dalam
memecahkan suatu masalah. Dengan adanya kegiatan tersebut, siswa
dibekali keterampilan hidup (life skill) yang berharga dalam kehidupan
bermasyarakat. Jadi guru menerapkan model pembelajaran GI dapat
mencapai tiga hal, yaitu dapat belajar dengan penemuan, belajar isi dan
belajar untuk bekerjas secara kooperatif.
DAFTAR PUSTAKA