Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, masih terdapat sistem pembelajaran yang bersifat teoritis. Sebagian

besar siswa belum dapat menangkap makna dari apa yang mereka peroleh dari

pembelajaran untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Hal ini sesuai

dengan kenyataan bahwa “pada umumnya siswa tidak dapat menghubungkan apa

yang telah mereka pelajari dengan cara pemanfaatan pengetahuan tersebut di

kemudian hari“ (Gafur, 2003 : 1). Oleh sebab itu, dalam kondisi seperti ini guru

atau pendidik harus mampu merancang sebuah pembelajaran yang benar-benar

dapat membekali siswa baik pengetahuan secara teoritis maupun praktik. Dalam

hal ini, guru harus pandai mencari dan menciptakan kondisi belajar yang

memudahkan siswa dalam memahami, memaknai, dan menghubungkan materi

pelajaran yang mereka pelajari. Salah satu alternatif jawaban permasalahan di

atas, guru dapat memilih model pembelajaran kontekstual.

1. Latar belakang Filosofis

CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh

Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Piaget

berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang

kemudian dinamakan “skema”. Skema terbentuk karena pengalaman, dan proses

penyempurnaan skema itu dinamakan asimilasi dan semakin besar pertumbuhan

anak maka skema akan semakin sempurna yang kemudian disebut dengan proses

akomodasi.

Pendapat Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam


struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model

pembelajaran, diantaranya model pembelajaran kontekstual.. menurut

pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan

dan dibangun sendiri oleh siswa.

2. Latar belakangPsikologis

Dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif.

Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan

lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan

respon. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat,

motivasi, dan kemampuan atau pengalaman.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam CTL, yaitu:

1. Belajar bukanlah menhapal, akan tetapi proses mengkontruksi pengetahuan

sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki

2. Belajar bukan sekedar mengumnpulkan fakta yang lepas-lepas

3. Belajar adalah proses pemecahan masalah

4. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang dari yang

sederhana menuju yang kompleks

5. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.

B. Konsep Dasar Metode Pembelajaran Kontekstual

Kontekstual adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan siswa

belajar dengan penuh makna. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual, proses

pembelajaran diharapkan mendorong siswa untuk menyadari dan menggunakan


pemahamannya untuk mengembangkan diri dan menyelesaikan berbagai

persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip kontekstual

sangat penting untuk segala situasi belajar. Ada sembilan konteks belajar yang

melingkupi siswa, yaitu:

1. Konteks tujuan ( Tujuan apa yang akan dicapai ? )

2. Konteks isi ( Materi apa yang akan diajarkan ? )

3. Konteks sumber ( Sumber belajar bagaimana yang bisa dimanfaatkan ? )

4. Konteks target siswa ( Siapa yang akan belajar ? )

5. Konteks guru ( Siapa yang akan mengajar ? )

6. Konteks metode ( Strategi belajar apa yang cocok diterapkan ? )

7. Konteks hasil ( Bagaimana hasil pembelajaran yang akan diukur?)

8. Konteks kematangan ( Apakah siswa telah siap dengan hadirnya sebuah konsep

atau pengetahuan baru?)

9. Konteks lingkungan ( Dalam lingkungan yang bagaimanakah siswa belajar ? ).

Contextual teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang

menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat

menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi

kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

kehidupan mereka.

Ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama CTL menekankan kepada proses

keterlibatan siswa untuk menemukan materi, kedua CTL mendorong agar siswa

dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi

kehidupan nyata, ketiga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam


kehidupan.

Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang

menggunakan pendekatan CTL:

1. Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada

(activating knowledge)

2. Pembelajaran untuk memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring

knowledge)

3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)

4. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge)

5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge)

C. Indikator Pembelajaran Kontekstual

1. Konstruktivisme (Constructivism)

Menekankan bahwa pembelajaran tidak semata sekedar menghafal, mengingat

pengetahuan. Akan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa

sendiri aktif secara mental. Membangun pengetahuannya, yang didasari oleh

struktur pengetahuan yang dimilikinya.

2. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari aktivitas pembelajaran berbasis

kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan dari hasil

mengingat fakta-fakta melainkan dari hasil menemukan sendiri. Kegiatan

menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari

observasi(observation), bertanya (questioning), Mengajukan dugaan (hiphotesis),

pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (conclusion).


3. Bertanya (Questioning)

Bertanya adalah strategi utama pembelajaran berbasis kontekstual, yang

bermanfaat untuk:

• Menggali informasi

• Menggali pemahaman siswa

• Membangkitkan daya respon siswa

• Mengetahui sampai sejauh mana keinginan dan minat siswa

• Memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru

• Membangkitkan lebih luas lagi pertanyaan dari siswa, dalam rangka

menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

4. Masyarakat belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran didapat dari hasil

kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “sharing” antar teman,

antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar akan

berjalan baik jika terjadi komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang

terlibat aktif dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.

5. Pemodelan (Modeling)

Membahasakan yang ada dalam pemikiran adalah salah satu bentuk dari

pemodelan. Jelasnya pemodelan adalah membahasakan yang dipikirkan,

memdemonstrasi bagaimana guru menghendaki siswanya untuk belajar dan

melakukan sesuatu. Dalam pembelajaran kontekstual, Guru bukan satu-satunya

model. Model bisa dirancang dengan melibatkan siswa atau bisa juga

mendatangkan dari luar.


6. Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan cara berpikir atu merespon tentang apa yang baru dipelajari.

Berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu.

Pengejawantahannya dalam pembelajaran adalah guru menyiapkan waktu sejenak

agar siswa dapat melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa

yang sudah diperoleh pada hari itu.

7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)

Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa member gambaran

mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL,

gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru, agar siswa dapat

memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian

adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual. Evaluasi dilakukan

terhadap proses maupun hasil.

D. Bentuk Pembelajaran dalam Metode Kontekstual

1. Mengaitkan (Relating)

Dalam hal ini guru menggunakan strategi relating apabila ia mengkaitkan konsep

baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jelasnya, mengkaitkan apa yang

sudah diketahui siswa dengan informasi baru.

2. Mengalami (Experiencing)

Merupakan inti pembelajaran kontekstual dimana mengkaitkan berarti

menghubungkan informasi baru dengan pengalaman maupun pengetahuan

informasi baru dengan pengalaman sebelumnya. Pembelajaran bisa terjadi dengan

lebih cepat ketika siswa memanfaatkan (memanipulasi) peralatan dan bahan serta
melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.

3. Menerapkan (Applying)

Ketika siswa menerapkan konsep dalam aktivitas belajar memecahkan

masalahnya, guru dapat memotivasi siswa dengan memberikan latihan yang

realistik dan relevan.

4. Kerja sama (Cooperating)

Siswa yang bekerja sama secara kelompok biasanya mudah mengatasi masalah

yang komplek dengan sedikit bantuan ketimbang siswa yang bekerja secara

individual. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari

bahan pembelajaran tetapi konsisten dengan dunia nyata.

5. Mentransfer (Transferring)

Fungsi dan peran guru dalam konteks ini adalah menciptakan bermacam-macam

pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hapalan.

D. Kelebihan dan Kelemahan

Suatu metode pembelajaran mempunyai kelebihan dan kelemahannya masing-

masing. Demikian pula dengan metode pembelajaran kontekstual.

1. Kelebihan:

• Peserta didik mampu menghubungkan teori dengan kondisi di lapangan yang

sebenarnya.

• Peserta didik dilatih agar tidak tergantung pada menghapal materi

• Melatih peserta didik untuk berpikir kritis dalam meghapdapi suatu

permasalahan

• Melatih peserta didik untuk berani menyampaikan argumen, bertanya, serta


menyampaikan hasil pemikiran

• Melatih kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain.

2. Kelemahan:

• Membutuhkan waktu lama dalam pelaksanaannya

• Membutuhkan banyak biaya

E. Kriteria Pembelajaran Metode Kontekstual/CTL

1. Siswa sebagai subjek belajar

2. Siswa belajar melalui kegiatan kelompok

3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata

4. Kemampuan didasarkan atas pengalaman

5. Tujuan akhir kepuasan diri

6. Prilaku dibangun atas kesadaran

7. Pengetahuan yang dimiliki individu berkembang sesuai dengan pengalaman

yang dialaminya

8. Siswa bertanggungjawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran

9. Pembelajaran bisa terjadi dimana saja

10. Keberhasilan pembelajaran dapat diukur dengan berbagai cara.

II. ISI

A. Topik/Materi Pembelajaran

Sebelum memulai proses belajar mengajar, hendaknya guru telah menentukan

materi yang akan diajarkan terlebih dahulu. Disini bisa dimisalkan dengan

meggunakan materi, “Kewirausahaan”.


B. Langkah-langkah Pengaplikasian Pembelajaran Metode Kontekstual

1. Pembelajaran berbasis masalah

Sebelum memulai proses belajar mengajar, hendaknya Guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menganalisis mengenai “Apa itu wirausaha? ”

yang kemudian merangsang siswa untuk mengungkapkan argumennya masing-

masing, yang kemudian dilanjutkan dengan argumen dari guru itu sendiri.

Selanjutnya, tugas guru adalah merangsang siswa untuk berpikir lebih kritis dalam

pemecahan masalah yaitu dengan memberikan beberapa pertanyaan yang lebih

luas mengenai ‘Kewirausahaan’, misalnya pertanyaan:

• Apa peranan wirausaha dalam perekonomian?

• Apa saja ciri-ciri wirausaha!

• Apa saja syarat-syarat untuk menjadi wirausahawan?

• Apa saja bidang usaha yang terdapat dalam wirausaha?

Hal tersebut ditujukan agar siswa mampu bertukar pendapat dengan teman, mau

bertanya, membuktikan asumsi dan saling mendengarkan perspektif yang

berbeda-beda hingga bisa memperoleh suatu kesimpulan sebelum bertanya kepada

guru.

Dengan demikian secara teori, materi ‘kewirausahaan’ bisa dibahas bersama

antara guru dengan peserta didik. Hal tersebut bertujuan untuk membangun

interaksi dan pemecahan masalah bersama.

2. Pemanfaatan lingkungan dan memberikan aktivitas kelompok

Kegiatan secara berkelompok bisa memperluas perspektif dan membangun

kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Di sini guru bisa
memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan

yang sekiranya berhubungan dengan konteks ‘kewirausahaan’:

• Lingkup usaha formal : PT, CV, Firma, Koperasi, dll.

• Lingkup usaha informal : Pedagang kelontong, Pedagang kaki lima, dll.

Penugasan ini memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar di luar

kelas. Misalnya, penugasan untuk melakukan wawancara di lingkungan yang telah

ditetapkan untuk masing-masing kelompok. Wawancara tersebut bisa dilakukan

dengan penentuan topik pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu, misalnya:

• Apa saja syarat yang mendukung/menjamin berdirinya badan usaha yang

didirikan itu (jika ada)?

• Apa kelebihan dan kekurangan setelah menjalani usaha tersebut?

• Laporan keuangan apa saja yang dibutuhkan (jika ada)?

• dll. (ditujukan agar siswa mampu membuat pertanyaan sekreatif mungkin untuk

dapat menjawab pertanyaan yang ingin mereka ketahui)

Dengan demikian diharapkan agar peserta didik memperoleh pengalaman

langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Karena pengalaman belajar

merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai

penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.

3. Membuat aktivitas belajar mandiri

Setelah melakukan kegiatan di lingkungan nyata, maka bisa diberikan tugas secara

individu untuk merefleksikan hasil dari kegiatan wawancara. Misalnya siswa

diberi penugasan untuk membuat kesimpulan dan menyusun jawaban atas

pertanyaan yang sudah diberikan sebelumnya mengenai ‘kewirausahaan’,


sekreatif mungkin ke dalam bentuk bagan.

Contoh:

PT (Perseroan Terbatas)

Struktur organisasi

Syarat-syarat pendirian

Ciri-ciri badan usaha

Laporan keuangan yang dibutuhkan

dst.

Peserta didik tersebut diharapkan mampu mencari, menganalisis dan

menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Supaya

dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana mereka

memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan

menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran

kontekstual harus mengikuti uji-coba terlebih dahulu, menyediakan waktu yang

cukup, dan menyusun refleksi, serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya

dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent learning).

4. Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat

Untuk lebih mematangkan pengetahuan peserta didik, bisa juga ditambahkan

dengan penugasan untuk turun ke lapangan untuk merasakan magang pada sektor

usaha yang sudah ditentukan oleh guru.

Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki

keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna

memberikan pengalaman belajar secara langsung dimana siswa dapat termotivasi


untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, kerja sama juga dapat dilakukan dengan

institusi atau perusahaan tertentu untuk memberikan pengalaman kerja. Misalnya

meminta siswa untuk magang di tempat kerja.

III. PENUTUP

Evaluasi Pembelajaran

Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa untuk

menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi

nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002: 165), penilaian autentik

memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah

mereka pelajari selama proses belajar-mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian

yang dapat digunakan oleh guru adalah portfolio, tugas kelompok, demonstrasi,

dan laporan tertulis.

Sebagai bekal evaluasi, guru harus mampu mengukur dan menilai kemampuan

peserta didik atas pembelajaran materi yang telah dilakukan. Kriteria penilaian

yang digunakan bisa bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Berdasarkan contoh aplikasi pembelajaran dengan menggunakan metode

kontekstual di atas, maka bisa diterapkan penilaian autentik, diantaranya adalah:

• Penilaian Demonstrasi

Penilaian ini bisa dilaksanakan dengan cara mempresentasikan hasil diskusi

masing-masing kelompok di depan peserta didik yang lain. Hal tersebut bertujuan

untuk mengukur sejauh mana siswa menguasai materi yang telah dipelajari

berdasarkan hasil pengamatan ke lapangan secara langsung, melatih siswa untuk


berani berasumsi dan mampu mengaitkan materi/teori dengan kondisi di lapangan.

Dengan adanya diskusi, bisa merangsang siswa untuk mampu saling aktif

bertanya dan menanggapi permasalahan.

• Penilaian Laporan Tertulis

Untuk lebih mematangkan seberapa jauh kemampuan peserta didik dalam

menguasai materi, dapat juga dilakukan penilaian laporan tertulis berupa essay

singkat atau bisa juga dengan ‘pop quiz’ yang berhubungan dengan materi yang

sedang di bahas.

Menurut Brooks&Brooks dalam Johnson (2002: 172), bentuk penilaian seperti ini

lebih baik dari pada menghafalkan teks, siswa dituntut untuk menggunakan

keterampilan berpikir yang lebih tinggi agar dapat membantu memecahkan

masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai