Anda di halaman 1dari 10

PENDEKATAN KONTEKSTUAL

A. Hakikat Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. (Muslich,
2009:41).
Selanjutnya Johnson (2007:295) mengartikan bahwa pembelajaran kontekstual
adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam
bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan menghubungkannya dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari, sosialnya, dan budayanya.
Menurut Doantara (ipotes.wordpress.com), dalam pengajaran kontekstual
memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating),
mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan
mentransIer (transferring).
1. Mengaitkan
engaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme.
Guru menggunakan strategi ini ketika ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu
yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah
diketahui siswa dengan inIormasi baru.
2. Mengalami
engalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti
menghubungkan inIormasi baru dengan pengalaman maupun pengetahuan
sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi
peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktiI. Jadi disini
siswa mempunyai pengalaman dalam mengeksplorasi peralatan dan apa yang ada
dilingkungan untuk menemukan pengetahuan baru.
3. Menerapkan
Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia melakukan kegiatan pemecahan masalah.
Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikan latihan yang realistik dan relevan.
4. Kerjasama
Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membuat kemajuan yang signiIikan.
Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah

yang kompleks dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membantu
siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5. MentransIer
Peran guru membuat bermacam-macam pengalaman belajar dengan Iokus pada
pemahaman bukan hapalan. Jadi, mentransIer disini artinya bukan sekedar
'mentransIer pengetahuan guru pada siswa, tapi guru mentransIer pengetahuan baru
dengan memberikan pengalaman belajar kepada siswa.

Dari beberapa pendapat ahli tentang pembelajaran kontekstual seperti yang
disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran kontekstual ada
tiga hal yang harus dipahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan
siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada program
pengalaman secara langsung. Kedua, CTL mendorong siswa dapat menemukan
hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa
dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkan apa yang
dipelajarinya ke dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya menerapkan siswa dapat
memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat
mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual
Menurut Blanchard (dalam Doantara, 2008), ciri-ciri pembelajaran kontekstual:
1. Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
2. Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks.
3. Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri.
4. Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara
mandiri.
5. Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda.
6. Menggunakan penilaian otentik.
Menurut Wina (pendekatan-kontekstual.blogspot.com), terdapat lima karakteristik
penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual yaitu:
1. Dalam pendekatan kontekstual pembelajaran merupakan proses pengaktiIan
pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge).

2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan


menambah pengetahuan baru (acquiring knowlwdge).
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang
diperoleh bukan untuk dihaIal tapi untuk diyakini dan dipahami.
4. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), artinya
pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam
kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan prilaku siswa.
5. Melakukan reIleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada siswa untuk melibatkan pengalaman sehari-hari dalam rangka
memperoleh pengetahuan maupun dalam mengaplikasikan ilmu yang telah dimiliki.
Selain itu, belajar dengan memahami sangat ditekankan dalam CTL ini, bukan dengan
menghaIal.

C. Tujuh Komponen Contextual 1eaching and Learning
1. Konstruktivisme (constructivism)
Constructivism merupakan landasan utama pada pembelajaran kontekstual,
dimana pengetahuan dibangun oleh manusia itu sendiri. Konstruktivisme menekankan
bahwa belajar tidak hanya sekedar menghaIal tetapi mengkonstruksikan atau
membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat Iakta-Iakta atau proposisi yang
mereka alami dalam kehidupannya (Masnur 2007:41).
Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi
bukan menerima pengetahuan. Kemudian siswa membangun sendiri pengetahuan
mereka melalui keterlibatan aktiI dalam pembelajaran. Untuk itu tugas guru adalah
memIasilitasi proses tersebut dengan:
a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa
b. Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri
c. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
2. Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL.
Pengetahuan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat
Iakta-Iakta, tetapi hasil menemukan sendiri.

Siklus inkuiri :
O bservasi
O Bertanya
O Mengajukan dugaan
O Pengumpulan data
O Penyimpulan
Langkah-langkah kegiatan menemkan (inkuiri) :
a. Merumuskan masalah
b. Mengamati atau melakukan observasi
c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel,
dan karya lainnya.
d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya

3. Bertanya (questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran yang berbasis CTL.
Belajar dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong
siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh inIormasi,
sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa. Pada sisi lain
kenyataan menunjukkan bahwa perolehan pengetahuan seseorang selalu bermula dari
bertanya.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktiI, kegiatan bertanya berguna untuk :
a. Menggali inIormasi, baik administrasi maupun akademis
b. Mengecek pemahaman siswa
c. Membangkitkan respon kepada siswa
d. Mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa
e. MemIokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
I. Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
g. Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

4. Masyarakat belajar (learning community)
Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja
sama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan

sharing antar teman, antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu,
baik di dalam maupun di luar kelas.karena itu, anggotanya heterogen, dengan jumlah
yang bervariasi, sangat mendukung komponen learning community ini.
Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam
kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang heterogen. Yang
pandai mengajari yang lemah, yang tahu mengajari yang belum tahu, yang cepat
memahami mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera
member usul, dan seterusnya.
Masyarakat belajar bisa terjadi apabila komunikasi terjadi dalam dua arah.
Sehingga seorang guru yang 'mengajari siswanya bukan contoh dari masyarakat
belajar, karena komunikasi hanya berjalan satu arah, yaitu inIormasi hanya datang
dari guru ke arah siswa, tidak ada arus inIormasi yang perlu dipelajari guru yang
datang dari arah siswa.
Praktek masyarakat belajar dalam pembelajaran di kelas dapat terwujud dalam:
O Pembentukan kelompok kecil
O Pembentukan kelompok besar
O Mendatangkan 'ahli ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter, perawat, tukang kayu,
polisi, petani, dll)
O Bekerja dengan kelas sederajat
O Bekerja kelompok dengan kelas diatasnya
O Bekerja dengan masyarakat

5. Pemodelan (modelling)
Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran
keterampilan dan pengetahuan tertentu diikiuti dengan model yang bisa ditiru siswa.
Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang, misalnya, cara
mengoperasikan sesuatu, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran
semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa daripada hanya bercerita atau
memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya.
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat
dirancang dengan melibatkan siswa. Model juga dapat didatangkan dari luar.

6. #eIleksi (reIlection)
#eIleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa lalu. #eIleksi merupakan
gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. #eIleksi
merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru saja
diterima. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide
baru. Guru perlu melaksanakan reIleksi pada akhir program pengajaran, guru
menyisihkan waktu sejenak agar siswa melakukan reIleksi. Perwujudan dapat berupa:
a. Pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu
b. Catatan atau jurnal di buku siswa
c. Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu.

7. Penilaian Autentik (authentic assessment)
Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual adalah
proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau inIormasi
tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan
pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar
tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada
proses mengamati, menganalisis, dan menaIsirkan data yang telah terkumpul ketika
atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata-mata pada hasil
pembelajaran. Menurut Johnson dalam Muslich (2009:51), penilaian autentik
memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menujukkan apa yang telah mereka
pelajari selama proses belajar mengajar.
Dalam penilaian autentik, kemajuan belajar dinilai dari prosese, bukan melulu
hasil. Selain itu, penilaian ini juga menilai pengetahuan dan keterampilan
(perIormansi) yang diperoleh siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga siswa
lain atau orang lain.
Karakteristik autentik assessment :
O Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
O Bisa digunakan untuk IormatiI maupun sumatiI
O Yang diukur keterampilan dan perIormansi, bukan mengingat Iakta
O Berkesinambungan
O Terintegrasi

O Dapat digunakan sebagai feed back


Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa:
O Proyek / kegiatan
O P#
O Kuis
O Karya siswa
O Presentasi atau penampilan siswa
O Demonstrasi
O Laporan
O Jurnal
O Hasil tes tertulis
O Karya tulis
Jadi intinya, dengan authentic assessment, pertanyaan yang ingin dijawab adalah
'apakah siswa belajar? bukan 'apa yang sudah diketahui?. Jadi, siswa dinilai
kemampuannya dengan berbagai cara, tidak hanya memperhatikan hasil tertulis
mereka.

D. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Konvensional

No Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran konvensional
1 Siswa terlibat secara aktiI dalam proses
pembelajaran
Siswa adalah penerima inIormasi secara
pasiI
2 Siswa belajar dari teman melalui kerja
kelompok, diskusi dan saling mengoreksi
Siswa belajar secara individual
3 Pembelajaran dikaitkan dengan kehidpan
nyata dan atau masalah yang
disimulasikan
Pembelajaran sangat abstraks dan teoritis

4 Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan
5 Keterampilan dikembangkan atas dasar
pemahaman
Keterampilan dikembangkan atas dasar
latihan
6 Hadiah untuk perilaku baik adalah
kepuasaan diri
Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian
atau nilai (angka) rapor
7 Seseorang tidak melakukan hal yang Seseorang tidak melakukan hal yang buruk

buruk karena dia sadar hal itu keliru dan


merugikan
karena takut hukuman
8 Bahasa diajarkan dengan pendekatan
komunikatiI, yakni siswa diajak
menggunakan bahasa dalam konteks
nyata
Bahasa diajarkan dengan pendekatan
structural : rumus diterangkan sampai
paham kemudian dilatihkan (drill)
9 Pemahaman rumus dikembangkan atas
dasar schemata yang sudah ada dalam diri
siswa.
#umus itu ada di luar diri siswa, yang
harus diterangkan, diterima, dihaIalkan dan
dilatihkan
10 Pemahaman rumus itu relative berbeda
antara siswa yang satu dengan siswa yang
lainnya, sesuai dengan schemata siswa
(ongoing process oI development)
#umus adalah kebenaran absolute (sama
untuk semua orang). Hanya ada dua
kemungkinan, yaitu pemahaman rumus
yang salah atau pemahaman rumus yang
benar
11 Siswa menggunakan kemampuan berpikir
kritis, terlibat penuh dalam
mengupayakan terjadinya proses
pembelajaran yang eIektiI, ikut
bertanggung jawab atas terjadinya proses
pembelajaran yang eIektiI, dan membawa
schemata masing-masing ke dalam proses
pembelajaran
Siswa secara pasiI menerima rumus atau
kaidah (membaca, mendengarkan, mncatat,
menghaIal), tanpa memberikan kontribusi
ide dalam proses pembelajaran
12 Pengetahuan yang dimiliki manusia
dikembangkan oleh manusia itu sendiri.
Manusia menciptakan atau membangun
pengetahuan dengan cara memberi arti
dan memahami pengalaman
Pengetahuan adalah penangkapan terhadap
serangkaian Iakta, konsep, atau hukum
yang berada di luar diri manusia
13 Pengetahuan tidak perbah stabil, atau
selalu berkembang (tentative and
incomplete)
Kebenaran bersiIat absolute dan
pengetahuan bersiIat Iinal

14 Siswa diminta bertanggung jawab
memonitor dan mengembangkan
pembelajaran mereka masing-masing
Guru adalah penentu jalannya proses
pembelajaran

15 Penghargaaan terhadap pengalaman


siswa sangat diutamakan
Pembelajaran tidak memperhatikan
pengalaman siswa
16 Hasil belajar diukur dengan berbagai
cara: Proses bekerja, hasil karya,
penampilan, rekaman, tes dan lain-lain
Hasil belajar hanya diukur melalui tes
17 Pembelajaran terjadi di berbagai tempat,
konteks dan settinng
Pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas
18 Penyesalan adalah hukuman dari perilaku
jelek
Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek
19 Perilaku berdasar motivasi instrinsik Perilaku baik berdasar pada motivasi
ekstrinsik
20 Seseorang yang berprilaku baik karena
dia yakin itulah yang terbaik dan
bermanIaat
Seseorang berprilaku baik karena dia
terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini
dibangun dengan hadiah yang
menyenangkan

Dari perbandingan antara pembelajaran kontekstual dengan konvensional yang telah
disajikan pada table diatas, terlihat bahwa pembelajaran kontekstual memang jauh
berbeda dari pembelajaran konvensional baik dari segi proses pembelajaran ataupun cara
penilaian dan evaluasi setelah pembelajaran berlangsung.

E. Kelebihan & Kekurangan Contextual Teaching and Learning
1. Kelebihan
a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat
menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan
nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang
ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan
berIungsi secara Iungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam
erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
b. Pembelajaran lebih produktiI dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada
siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana
seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui

landasan IilosoIis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui mengalami


bukan menghaIal.
2. Kelemahan
a. Guru lebih intensiI dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak
lagi berperan sebagai pusat inIormasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan
yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.
Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah
sebagai instruktur atau penguasa yang memaksa kehendak melainkan guru
adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap
perkembangannya.
b. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan
sendiri ideide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar
menggunakan strategistrategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks
ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa
agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

Anda mungkin juga menyukai