Anda di halaman 1dari 14

1.

Pengertian Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)


Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti hubungan,
konteks, suasana, dan keadaan. Secara umum, “contextual” mengandung arti berkenaan,
relevan, ada hubungan atau kaitan langsung (Anonim, http://www.bloggermajalengka.com).
Pembelajaran Contextual and Teaching Learning (CTL) atau disebut juga pembelajaran
kontekstual merupakan suatu konsep pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan konteks kehidupan sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural) atau
dengan kata lain konsep belajar yang dapat menghubungkan antara pengetahuan yang
dimiliki peserta didik dengan penerapan di dalam kehidupan nyata mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Sebenarnya konsep pembelajaran kontekstual bukan konsep baru,
dimana konsep ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1916 oleh John Dewey yang
mengetengahkan kurikulum dan metodologi pengajaran sangat erat hubungannya dengan
minat dan pengalaman siswa (Kasihani, 2002: 2).
Contextual and Teaching Learning (CTL) disebut kontekstual karena konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Dengan adanya
Contextual and Teaching Learning (CTL), maka peserta didik memiliki pengetahuan atau
keterampilan yang dinamis dan fleksibel serta peserta didik dapat mengkonstruksi sendiri
secara aktif pemahamannya terhadap pengetahuan yang diterima. Dalam Contextual and
Teaching Learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan peserta
didik dengan harapan mereka mampu mengkonstruksi pengetahuan yang diterima bukan
dengan menghafal karena pengetahuan bukan sebuah konsep yang siap diterima melainkan
sesuatu yang harus dikonstruksi mengingat bahwa pengetahuan selalu berubah sesuai dengan
perkembangan jaman. Adapun beberapa pengertian Contextual and Teaching Learning
(CTL) dari pendapat beberapa para ahli, yaitu sebagai berikut:
1) Menurut Muslich (2007), pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari.
2) Komalasari (2010), menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan
pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata
siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga
negara dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.
3) Menurut Mulyasa, pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep
pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pelajaran dengan dunia
kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan
dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses
penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akan merasakan
pentingnya belajar, dan mereka akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa
yang dipelajarinya.
4) Menurut Nurhadi, pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep
belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari
konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri,
sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota
masyarakat.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual adalah konsep
belajar atau pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam
mengaitkan antara materi pembelajaran atau materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata
siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan
tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya dan menjadikannya dasar
pengambilan keputusan atas pemecahan masalah yang akan dihadapi siswa dalam kehidupan
sehari-hari.

2. Teori dan Prinsip Model Pembelajaran Contextual and Teaching Learning (CTL).
Beberapa teori yang berkembang berkaitan dengan metode Contextual Teaching and
Learning (CTL) adalah sebagai berikut:
1) Knowledge-Based Constructivism
Teori ini beranggapan bahwa belajar bukan menghapal, melainkan mengalami di
mana peserta didik dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui partisipasi aktif
secara inovatif dalam proses pembelajaran.
2) Effort-Based Learning/Incremental Theory
Teori ini beranggapan bahwa bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar akan
mendorong pesertadidik memiliki komitmen terhadap belajar.
3) Socialization
Teori ini beranggapan bahwa belajar merupakan proses sosial yang menentukan
terhadap tujuan belajar. Oleh karena itu, faktor sosial dan budaya merupakan bagian dari
sistem pembelajaran.
4) Situated Learning
Teori ini beranggapan bahwa pengetahuan dan pembelajaran harus situasional, baik
dalam konteks secara fisik maupun konteks sosial dalam rangka mencapai tujuan belajar.
5) Distributed Learning
Teori ini beranggapan bahwa manusia merupakan bagian integral dari proses
pembelajaran yang didalamnya harus ada terjadinya proses sebagai pengetahuan dan
bermacam-macam tugas.
Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti tiga prinsip ilmiah modern
yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta, yaitu sebagai berikut:
1) Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta
saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling-bergantungan
mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya,
dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan lingkungan. Prinsip kesaling-
bergantungan mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling mengutarakan pendapat,
saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari
pemecahan masalah. Prinsipnya adalah menyatukan pengalaman-pengalaman dari masing-
masing individu untuk mencapai standar akademik yang tinggi.
2) Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk
menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip diferensiasi
membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar
masing-masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri. Disini para siswa
diajak untuk selalu kreatif, berpikir kritis guna menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
3) Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan
disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan seluruh
potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri,
menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi,
menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar
siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat
pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan keterbatasan
kemampuan.
Dengan pembelajaran Contextual and Teaching Learning (CTL) memungkinkan terjadinya
lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing),
menerapkan (applying), kerja sama (cooperation), dan mentransfer (transferring). Adapun
penjelasannya secara singkat sebagai berikut:
1. Mengaitkan (relating), merupakan inti konstruktivisme dalam belajar kontekstual yang
berarti menghubungkan informasi baru dengan pengalaman atau pengetahuan yang sudah
dimilki sebelumnya oleh peserta didik.
2. Mengalami (experiencing), merupakan inti belajar kontekstual dimana belajar dapat terjadi
secara cepat ketika peserta didik dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan
bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan (applying), merupakan suatu tindakan peserta didik dalam menggunakan
konsep-konsep yang dipelajari di dalam memecahkan berbagai permasalahan. Guru dapat
memotivasi peserta didik dengan memberikan latihan yang realistik dan relevan.
4. Kerja sama (cooperation), merupakan suatu bentuk belajar yang memungkinkan peserta
didik untuk bekerja sama dengan kelompoknya di dalam memecahkan masalah yang
kompleks. Pengalaman kerja sama tidak hanya membantu peserta didik mempelajari
bahan ajar tetapi juga konsisten dengan dunia nyata. Sebaliknya, peserta didik yang
bekerja secara individu sering tidak memberikan kemajuan yang signifikan terhadap
peserta didik.
5. Mentransfer (transferring), merupakan peran guru dalam membuat bermacam-macam
pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hafalan.

3. Karakteristik Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)


Secara garis besar, terdapat 10 unsur karakteristik pembelajaran CTL ini, yakni:
1. Kerjasama
Kerjasama yang dimaksudkan disini tidak hanya kerjasama antara siswa dengan siswa
lainnya dalam mendiskusikan suatu masalah, tetapi juga kerjasama yang baik diperlukan
antara guru dengan para siswanya demi mencapai kegiatan belajar mengajar yang lebih
maksimal. Jadi seorang guru yang menerapkan pendekatan kontekstual dalam menyampaikan
materinya tidak diperkenankan untuk menyampaikan materi pembelajarannya hanya satu
arah saja, tetapi diperlukan masukan dari para siswa untuk melengkapi materi-materi
pembelajaran yang tidak dimengerti oleh para siswa.
2. Saling Menunjang
Kegiatan saling menunjang dalam pendekatan kontekstual ini merupakan bagian yang
penting, karena dengan adanya kegiatan saling menunjang antara pendidik dengan siswanya
maka tercapainya tujuan belajar akan semakin mudah. Kegiatan saling menunjang ini dapat
direalisasikan dengan saling menghargai antara siswa dan guru dimana guru harus dapat
bersikap terbuka, dapat menerima kritikan dari siswa sebagai masukan untuk penyampaian
pembelajaran yang lebih baik.
3. Menyenangkan, tidak membosankan.
Dengan pendekatan kontekstual guru harus berusaha untuk membuat materi ajarnya
menarik bagi siswa sehingga siswa merasa bahwa pembelajaran yang disampaikan
menyenangkan serta tidak membosankan. Hal ini dapat dilaksanakan guru dengan “share”
pengalaman pribadi yang berhubungan dengan materi yang diajarkan sehingga dapat menarik
perhatian siswa dalam kegiatan belajar mengajarnya, atau dengan bersikap humoris tetapi
tetap dalam konteks pengajarannya.
4. Belajar dengan bergairah
Bergairah berarti sangat ingin, berhasrat atau bersemangat akan sesuatu.
Menggairahkan berarti membangkitkan keinginan atau hasrat yang kuat. Maksud dari belajar
dengan bergairan ini, yakni guru harus dapat membuat siswanya mempunyai semangat yang
tinggi untuk mendapatkan inti dari materi ajar yang disampaikan olehnya. Kiat-kiat yang
dapat ditempuh guru untuk meningkatkan semangat siswanya untuk belajar ada 4 yakni:
pertama adalah penampilan(performance) Guru berpenampilan menarik bisa menggairahkan
siswa. Caranya dengan membangun karakter yang kuat. Murah senyum, ceria, antusias, dan
meyakinkan. Kedua, kecerdasan (perspicacity). Fisik menarik seorang guru perlu ditopang
kecerdasan akademik yang mumpuni. Guru harus mahir menguasai materi dan lihai
mentransfer ilmu kepada para murid. Ketiga, keahlian (skill). Baik keahlian akademik
maupun non akademik. Guru yang terampil dalam bidang tertentu mampu menggairahkan
minat belajar siswa. Guru yang mahir bermain bola basket, sepak bola, menulis artikel,
bermain musik, dan lainnya tentu disenangi para muridnya. Keempat, humanis (humanist).
Guru menunjukkan rasa peduli dan tidak kekurangan stok kasih sayang bagi para muridnya.
Tidak suka marah. Menghindari untuk mengejek seorang murid di depan murid lainnya.
5. Pembelajaran terintegrasi
Terpadu yang berasal dari bahasa Inggris-nya “integrated” mengandung arti
tergabung, atau dijadikan satu. Dengan demikian pembelajaran terpadu merupakan upaya
proses perubahan perilaku yang terjadi sebagai akibat penggabungan atau penyatuan antara
dua atau lebih materi pelajaran.
6. Menggunakan berbagai sumber
Guru dalam pengajarannya dalam pendekatan kontekstual ini sudah seharusnya
memiliki banyak sumber tentang mata pelajaran yang ia ajarkan karena dengan adanya
banyak sumber, guru menjadi tidak terpaku pada satu sumber saja. Selain itu guru dapat
melihat suatu materi dengan berbagai perspektif.
7. Siswa aktif
Siswa aktif merupakan suatu tanda bahwa pendekatan secara kontekstual ini berjalan
dengan baik. Cara-cara yang dapat ditempuh pengajar agar siswa menjadi aktif adalah dengan
membuat mata pelajaran yang diajarkan menjadi terlihat menarik sehingga mampu
mengikutsertakan siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran.
8. Sharing dengan teman
Siswa diberikan kesempatan oleh pengajar untuk saling sharing tentang mata
pelajaran yang diajarkan dengan teman sekelasnya. Sharing ini dapat dilakukan dengan
membuat kelompok-kelompok kecil sehingga dapat terjadi brainstorming yang tujuannya
untuk saling melengkapi informasi tentang mata pelajaran yang diajarkan guru/pengajar.
9. Siswa kritis
Siswa yang kritis mempunyai pengertian bahwa siswa tersebut tanggap dengan mata
pelajaran yang diajarkan gurunya. Siswa bersikap kritis dapat sangat membantu suatu
kegiatan belajar mengajar dalam kelas menjadi lebih kondusif.
10. Guru kreatif
Guru kreatif termasuk dalam karakteristik ctl karena guru kreatif lebih dapat
menyampaikan materi pelajaran yang ia bawakan dengan berbagai cara dan metode. Ini
berpengaruh mengingat cara belajar masing-masing siswa berbeda-beda. Sehingga siswa
tidak akan pernah bosan dengan guru yang mempunyai sikap kreatif ini.

4. Hakikat Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)


Pembelajaran pada hakikatnya ialah pelaksanaan dari kurikulum sekolah untuk
menyampaikan isi atau materi mata pelajaran tertentu kepada siswa dengan segala daya upaya,
sehingga siswa dapat menunjukkan aktivitas belajar. Untuk mewujudkan pelaksanaan
pembelajaran yang berkualitas dan optimal dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan
hasil belajar siswa, tentu diperlukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif di
kelas untuk lebih memberdayakan potensi siswa. Karena kecenderungan pemikiran para ahli
pendidikan tentang teori belajar yang berkembang dewasa ini bahwa belajar tidak hanya
sekedar menghafal, melainkan siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka
sendiri. Siswa belajar dari mengalami, mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan
baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang
dimiliki seseorang (siswa) itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam
tentang sesuatu persoalan (subject matter). Dimana pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan
menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang
dapat diterapkan (Nurhadi, dkk, 2004:17). Oleh karena itu pendekatan pembelajaran yang dari
karateristiknya memenuhi harapan tersebut adalah melalui penerapan pendekatan kontekstual.
Pembelajaran kontekstual merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang
dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna (Sulasmi,
2007:1). Pendekatan kontekstual dapat diterapkan tanpa harus mengubah kurikulum dan
tatanan yang ada, jadi bersifat fleksibel. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran
yang mengakui menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam
dan di luar kelas, pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan
dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan diterapkan dalam
kehidupannya. Untuk lebih jelasnya uraian komponen utama CTL dan penerapannya dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut sebagai berikut:
a. Kontruktivisme (Constructivism)
Komponen ini merupakan landasan berfikir pendekatan CTL. Pembelajaran
konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan
produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.
Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep dan kaidah yang siap dipraktekkan,
melainkan harus dkonstruksi terlebih dahulu dan memberikan makna melalui pengalaman
nyata. Karena itu siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu
yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya.
Prinsip konstruktivisme yang harus dimiliki guru adalah sebagai berikut.
1) Proses pembelajaran lebih utama dari pada hasil pembelajaran.
2) Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting daripada
informasi verbalistis.
3) Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan
idenya sendiri.
4) Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar.
5) Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.
6) Pengalaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji
dengan pengalaman baru.
7) Pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi (pengetahuan baru dibangun dari
pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (struktur pengetahuan yang sudah ada
dimodifikasi untuk menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).
b. Bertanya (Questioning)
Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Bertanya dalam pembelajaran
CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu,
mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan
kemampuan berfikir siswa. Prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran
berkaitan dengan komponen bertanya sebagai berikut.
1) Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.
2) Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui siswa lebih efektif melalui tanya jawab.
3) Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat
diskusi baik kelompok maupun kelas.
4) Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing dan menilai kemampuan
berpikir siswa.
5) Dalam pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya berguna untuk: menggali informasi,
mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, mengetahui kadar
keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang diketahui siswa, memfokuskan perhatian
siswa sesuai yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri
siswa, dan menyegarkan pengetahuan siswa.
c. Menemukan (Inquiry)
Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari
pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk
menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil
menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya. Prinsip yang bisa dipegang guru ketika
menerapkan komponen inquiry dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan
sendiri.
b. Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti
atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.
c. Siklus inquiry adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data,
dan penyimpulan.
d. Langkah-langkah kegiatan inquiry: merumuskan masalah; mengamati atau melakukan
observasi; menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,
tabel, dan karya lain; mengkomunikasikan atau menyajikan hasilnya pada pihak lain
(pembaca, teman sekelas, guru, audiens yang lain).
d. Masyarakat belajar (learning community)
Komponen ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja sama
dengan orang lain. Hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antarkelompok,
dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Karena itu
pembelajaran yang dikemas dalam diskusi kelompok dengan anggota heterogen dan jumlah
yang bervariasi sangat mendukung komponen learning community. Prinsip-prinsip yang bisa
diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada
komponen learning community adalah sebagai berikut.
1) Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak lain.
2) Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi.
3) Sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah.
4) Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya sadar
bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi
yang lain.
5) Siswa yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.
e. Pemodelan (modelling)
Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan
pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa
berupa pemberian contoh, misalnya cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya,
mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat
dipahami siswa dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa
ditunjukkan modelnya atau contohnya. Prinsip-prinsip komponen modelling yang bisa
diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh
yang bisa ditiru.
2) Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya.
3) Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau
model penampilan.
f. Refleksi (reflection)
Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan pendekatan
CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan
apa yang baru saja dipelajari, menelaah, dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau
pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika
diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan
pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran
semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap
pengetahuan-pengetahuan baru. Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam
rangka penerapan komponen refleksi adalah sebagai berikut.
1) Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas
pengetahuan sebelumnya.
2) Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru
diperolehnya.
3) Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima,
membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau unjuk kerja.
g. Penilaian autentik (authentic assessment)
Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual adalah proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang
perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini
perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa.
Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan
menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa
berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran. Sehubungan dengan hal tersebut,
prinsip dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan komponen penilaian
autentik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Penilaian autentik bukan menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan
pengalaman belajar siswa.
2) Penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil.
3) Guru menjadi penilai yang konstruktif (constructive evaluators) yang dapat merefleksikan
bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menghubungkan apa yang mereka ketahui
dengan berbagai konteks, dan bagaimana perkembangan belajar siswa dalam berbagai
konteks belajar.
4) Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian
diri (self assessment) dan penilaian sesama (peer assessment).

5. Perbedaan Pendekatan CTL dengan Pendekatan Tradisional


Strategi CTL fokus pada siswa sebagai pembelajar yang aktif, dan memberikan
rentang yang luas tentang peluang-peluang belajar bagi mereka yang menggunakan
kemampuan-kemampuan akademik mereka untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan
nyata yang kompleks. CTL memiliki beberapa perbedaan dengan pendekatan Tradisional yang
mencirikan model pembelajaran tersebut. Secara spesifik, perbedaan antara pendekatan CTL
dengan Pendekatan Tradisional dapat dijelaskan sebagai berikut

Contextual Teaching and Learning


(CTL) Pendekatan Tradisional

Menyandarkan pada memori spasial Menyandarkan pada hapalan


(pemahaman makna)
Pemilihan informasi berdasarkan Pemilihan informasi ditentukan oleh
kebutuhan siswa guru
Siswa terlibat secara aktif dalam proses Siswa secara pasif menerima
pembelajaran informasi
Pembelajaran dikaitkan dengan Pembelajaran sangat abstrak dan
kehidupan nyata/masalah yang teoritis
disimulasikan
Selalu mengkaitkan informasi dengan Memberikan tumpukan informasi
pengetahuan yang telah dimiliki siswa kepada siswa sampai saatnya
diperlukan
Cenderung mengintegrasikan beberapa Cenderung mengintegrasikan
bidang beberapa bidang
Siswa menggunakan waktu belajarnya Waktu belajar siswa sebagian besar
untuk menemukan, menggali, dipergunakan untuk mengerjakan
berdiskusi, berpikir kritis, atau buku tugas, mendengar ceramah, dan
mengerjakan proyek dan pemecahan mengisi latihan yang membosankan
masalah (melalui kerja kelompok) (melalui kerja individual)
Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan
Keterampilan dikembangkan atas dasar Keterampilan dikembangkan atas
pemahaman dasar latihan
Hadiah dari perilaku baik adalah Hadiah dari perilaku baik adalah
kepuasan diri pujian atau nilai (angka) rapor
Siswa tidak melakukan hal yang buruk Siswa tidak melakukan sesuatu yang
karena sadar hal tersebut keliru dan buruk karena takut akan hukuman
merugikan
Perilaku baik berdasarkan motivasi Perilaku baik berdasar-kan motivasi
intrinsik ekstrinsik
Pembelajaran terjadi di berbagai Pembelajaran hanya terjadi dalam
tempat, konteks dan setting kelas
Hasil belajar diukur melalui penerapan Hasil belajar diukur melalui kegiatan
penilaian autentik. akademik dalam bentuk
tes/ujian/ulangan.

Dalam pendekatan pembelajaran kontekstual siswa tidak harus menghafal fakta-fakta


yang hasilnya tidak permanen, tetapi sebuah langkah yang mendorong siswa untuk
membangun pengetahuan mereka melalui keaktifan dalam proses pembelajaran. Dengan
demikian siswa belajar dari pengalaman mereka sendiri. Pembelajaran kontekstual
mendorong pendidik memilih atau mendisain lingkungan pembelajaran. Caranya dengan
memadukan sebanyak mungkin pengalaman belajar, seperti lingkungan sosial, lingkungan
budaya, fisik dan lingkungan psikologis dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
(Nurdin, 2009: 117)

6. Implementasi Pendekatan Contextual Teaching and Learning


Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi
apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Filosofi pembelajaran kontekstual
berakar dari paham progressivisme John Dewey. Intinya, siswa akan belajar dengan baik
apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta
proses belajar akan produktif jika siswa terlibat dalam proses belajar di sekolah.
Belajar dengan model pembelajaran CTL akan mampu mengembangkan kemampuan
siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah serta mengambil keputusan secara objektif dan
rasional. Disamping itu juga akan mampu mengembangkan kemampuan berfikir kritis, logis,
dan analitis. Karena itu siswa harus benar-benar dilatih dan dibiasakan berfikir secara kritis
dan mandiri.
Pada dasarnya, pembelajaran CTL adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan
otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks
dari kehidupan sehari-hari siswa. Dalam pembelajaran ini siswa harus dapat mengembangkan
ketrampilan dan pemahaman konsep matematika untuk menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. (Mudhofar, 2008:3)
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut.
a. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan perkembangan mental (developmentally
appropriate) siswa.
b. Membentuk group belajar yang saling tergantung (interdependent learning groups).
c. Mempertimbangan keragaman siswa (disversity of students).
d. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self-regulated
learning) dengan 3 karakteristik umumnya (kesadaran berpikir, peng-gunaan strategi
dan motivasi berkelanjutan).
e. Memperhatikan multi-intelegensi (multiple intelli-gences) siswa.
f. Menggunakan teknik bertanya (quesioning) yang meningkatkan pembelajaran siswa,
perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
g. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika ia diberi
kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan baru (contructivism).
h. Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry) agar siswa memperoleh pengetahuan dan
keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta).
i. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan (quesioning).
j. Menciptakan masyarakat belajar (learning community) dengan membangun kerjasama
antar siswa.
k. Memodelkan (modelling) sesuatu agar siswa dapat menirunya untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan baru.
l. Mengarahkan siswa untuk merefleksikan tentang apa yang sudah dipelajari.
m. Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).
7. Kelebihan dan Kelemahan Metode CTL (Contextual Teaching and Learning)
1. Kelebihan Metode CTL (Contextual Teaching and Learning)
Adapun kelebihan dari penerapan metode Pembelajaran Kontekstual CTL (Contextual
Teaching and Learning) yaitu sebagai berikut
 Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat
menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal
ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan
tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak
akan mudah dilupakan.
 Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa
karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa
dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
2. Kelemahan Metode CTL (Contextual Teaching and Learning)
Kelemahan dari penerapan metode Pembelajaran Kontekstual CTL (Contextual Teaching
and Learning)
 Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim
yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi
siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar
seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang
dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa”
yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat
belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
 Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide-ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru
memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan
pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

Anda mungkin juga menyukai