Anda di halaman 1dari 30

Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning

dan Penerapannya dalam Pembelajaran di SD

Untuk memenuhi mata kuliah Pedagogik Transformatif


Dosen Pengampu: Iis Juniati Lathiifah
Disusun Oleh:

Bella Kasari 200141792

Cinda Chantyka Dechia 200141798

Delvita Ulfa Malika 200141803

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung

2022

i
A. Pengertian Model Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL)

Proses pembelajaran kontekstual beraksentuasi pada


pemrosesan informasi, individualisasi, dan interaksi
sosial. Pemrosesan informasi menyatakan bahwa siswa
mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun
strategi berkaitan dengan informasi tersebut. Inti pem-
rosesan informasi adalah proses memori dan berpikir.

Menurut Susdiyanto, Saat, dan Ahmad (2009),


pembelajaran kontekstual adalah proses pembelajaran
yang bertolak dari proses pengaktifan pengetahuan yang
sudah ada, dalam arti bahwa apa yang akan dipelajari
tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, se-
hingga pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah
pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu
sama lain.

Contextual Teaching and Learning (CTL) meru-


pakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan
membantu siswa untuk memahami makna materi ajar
dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan

1
mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural),
sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang
dinamis dan fleksibel untuk mengonstruksi sendiri se-
carka aktif pemahamannya.

Senada dengan itu, Sumiati dan Asra (2009) menge-


mukakan pembelajaran kontekstual merupakan upaya
guru untuk membantu siswa memahami relevansi materi
pembelajaran yang dipelajarinya, yakni dengan
melakukan suatu pendekatan yang memberikan kesem-
patan kepada siswa untuk mengaplikasikan apa yang
dipelajarinya di kelas. Selanjutnya, pembelajaran kontek-
stual terfokus pada perkembangan ilmu, pemahaman,
keterampilan siswa, dan juga pemahaman kontekstual
siswa tentang hubungan mata pelajaran yang dipela-
jarinya dengan dunia nyata. Pembelajaran akan
bermakna jika guru lebih menekankan agar siswa
mengerti relevansi apa yang mereka pelajari di sekolah
dengan situasi kehidupan nyata di mana isi pelajaran
akan digunakan.

2
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dipahami bahwa
pembelajaran kontekstual mengutamakan pada penge-
tahuan dan pengalaman atau dunia nyata, berpikir tingkat
tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, krisis, kreatif
memecahkan masalah, siswa belajar menyenangkan,
mengasyikan, tidak membosankan, dan menggunakan
berbagai sumber belajar. (Sumantri, 2015)

3
B. Prinsip Model Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL)

CTL, sebagai suatu model, dalam implementasinya


tentu saja memerlukan perencanaan pembelajaran yang
mencerminkan konsep dan prinsip CTL.

Setiap model pembelajaran, di samping memiliki


unsur kesamaan, juga ada beberapa perbedaan tertentu.
Hal ini karena setiap model memiliki karakteristik khas
tertentu, yang tentu saja berimplikasi pada adanya perbe-
daan tertentu pula dalam membuat desain (skenario)
yang disesuaikan dengan model yang akan diterapkan.
Ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus
dikembangkan oleh guru, yaitu:

1. Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir


(filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan diban-
gun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang
siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus memban-

4
gun pengetahuan itu memberi makna melalui pengala-
man yang nyata. Batasan konstruktivisme di atas mem-
berikan penekanan bahwa konsep bukanlah tidak penting
sebagai bagian integral dari pengalaman belajar yang
harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari se-
tiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu da-
pat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk di-
aktualisasikan dalam kondisi nyata.

Oleh karena itu, dalam CTL, strategi untuk membe-


lajarkan siswa menghubungkan antara setiap konsep
dengan kenyataan merupakan unsur yang diutamakan
dibandingkan dengan penekanan terhadap sebe rapa
banyak pengetahuan yang harus diingat oleh siswa.

Hasil penelitian ditemukan bahwa pemenuhan ter-


hadap kemampuan penguasaan teori berdampak positif
untuk jangka pendek, tetapi tidak memberikan sumban-
gan yang cukup baik dalam waktu jangka panjang.
Pengetahuan teoretis yang bersifat hapalan mudah lepas
dari ingatan seseorang apabila tidak ditunjang dengan
pengalaman nyata. Implikasi bagi guru dalam mengem-
bangkan tahap konstruktivisme ini terutama dituntut ke-

5
mampuan untuk membimbing siswa mendapatkan
makna dari setiap konsep yang dipelajarinya.

Pembelajaran akan dirasakan memiliki makna apa-


bila secara langsung maupun tidak langsung berhubun-
gan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh
para siswa itu sendiri. Oleh karena itu, setiap guru harus
memiliki bekal wawasan yang cukup luas, sehingga den-
gan wawasannya itu ia selalu dengan mudah mem-
berikan ilustrasi, menggunakan sumber belajar, dan me-
dia pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk
aktif mencari dan melakukan serta menemukan sendiri
kaitan antara konsep yang dipelajari dengan pengala-
mannya. Dengan cara itu, pengalaman belajar siswa akan
memfasilitasi kemampuan siswa untuk melakukan trans-
formasi terhadap pemecahan masalah lain yang memiliki
sifat keterkaitan, meskipun terjadi pada ruang dan waktu
yang berbeda.

2. Menemukan (Inquiry)

Menemukan, merupakan kegiatan inti dari CTL,


melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan

6
bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-
kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil
dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi meru-
pakan hasil menemukan sendiri. Kegiatan pembelajaran
yang mengarah pada upaya menemukan, telah lama
diperkenalkan pula dalam pembelajaran inquiry and dis-
covery (mencari dan menemukan). Tentu saja unsur
menemukan dari kedua pembelajaran (CTL dan inquiry
and discovery) secara prinsip tidak banyak perbedaan,
intinya sama, yaitu model atau sistem pembelajaran yang
membantu siswa baik secara individu maupun kelompok
belajar untuk menemukan sendiri sesuai dengan pengala-
man masing-masing.

Dilihat dari segi kepuasan secara emosional, sesuatu


hasil mene mukan sendiri nilai kepuasan lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil pemberian. Beranjak dari
logika yang cukup sederhana itu tampaknya akan memi-
liki hubungan yang erat bila dikaitkan dengan pen-
dekatan pembelajaran. Di mana hasil pembelajaran
merupakan hasil dan kreativitas siswa sendiri, akan
bersifat lebih tahan lama diingat oleh siswa bila diband-

7
ingkan dengan sepenuhnya merupakan pemberian dari
guru. Untuk menumbuhkan kebiasaan siswa secara kre-
atif agar bisa menemukan pengalaman belajarnya
sendiri, berimplikasi pada strategi yang dikembangkan
oleh guru.

3. Bertanya (Questioning)

Unsur lain yang menjadi karakteristik utama CTL


adalah kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari
bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi
utama dalam CTL. Penerapan unsur bertanya dalam CTL
harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk
bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan
pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan
kualitas dan produktivitas pembelajaran. Seperti pada
tahapan sebelumnya, berkembangnya kemampuan dan
keinginan untuk bertanya, sangat dipengaruhi oleh
suasana pembelajaran yang dikembangkan oleh guru.
Dalam implementasi CTL, pertanyaan yang diajukan
oleh guru atau siswa harus dijadikan alat atau pen-
dekatan untuk menggali informasi atau sumber belajar

8
yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata. Dengan
kata lain, tugas bagi guru adalah membimbing siswa
melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan
menemukan kaitan antara konsep yang dipelajari dalam
kaitan dengan kehidupan nyata.

Melalui penerapan bertanya, pembelajaran akan


lebih hidup, akan mendorong proses dan hasil pembela-
jaran yang lebih luas dan mendalam, dan akan banyak
ditemukan unsur-unsur terkait yang sebelumnya tidak
terpikirkan baik oleh guru maupun oleh siswa. Oleh
karena itu, cukup beralasan jika dengan pengembangan
bertanya produktivitas pembelajaran akan lebih tinggi
karena dengan bertanya, maka:

1) Dapat menggali informasi, baik administrasi maupun


akademik

2) Mengecek pemahaman siswa

3) Membangkitkan respons siswa

4) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa

5) Mengetahui hal-hal yang diketahui siswa

9
6) Memfokuskan perhatian siswa

7) Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari


siswa; dan

8) Menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimi-


liki siswa.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Maksud dari masyarakat belajar adalah membi-


asakan siswa untuk melakukan kerja sama dan meman-
faatkan sumber belajar dari teman teman belajarnya.
Seperti yang disarankan dalam learning community,
bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama den-
gan orang lain melalui berbagai pengalaman (sharing).
Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling mem-
beri dan menerima, sifat ketergantungan yang positif
dalam learning community dikembangkan.

Manusia diciptakan sebagai makhluk individu


sekaligus sebagai makhluk sosial. Hal ini berimplikasi
pada ada saatnya seseorang bekerja sendiri untuk menca-
pai tujuan yang diharapkan, namun di sisi lain tidak bisa

10
melepaskan diri ketergantungan dengan pihak lain. Pen-
erapan learning community dalam pembelajaran di kelas
akan banyak bergantung pada model komunikasi pembe-
lajaran yang dikembangkan oleh guru. dituntut keter-
ampilan dan profesionalisme guru untuk mengem-
bangkan komunikasi banyak arah (interaksi), yaitu
model komunikasi yang bukan hanya hubungan antara
guru dengan siswa atau sebaliknya, akan secara luas
dibuka jalur hubungan komunikasi pembelajaran antara
siswa dengan siswa lainnya.

Tetapi dimana kebiasaan penerapan dan mengem-


bangkan masyarakat belajar dalam CTL sangat
dimungkinkan dan dibuka dengan luas memanfaatkan
masyarakat belajar lain di luar kelas. Setiap siswa se-
mestinya dibimbing dan diarahkan untuk mengem-
bangkan rasa ingin tahunya melalui pemanfaatan sumber
belajar secara luas yang tidak hanya disekat oleh
masyarakat belajar di dalam kelas, akan tetapi sumber
manusia lain di luar kelas (keluarga dan masyarakat).
Ketika kita dan siswa dibiasakan untuk memberikan pen-
galaman yang luas kepada orang lain, maka saat itu pula

11
kita atau siswa akan mendapatkan pengalaman yang
lebih banyak dari komunitas lain.

5. Pemodelan (Modelling)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ru-


mitnya perma salahan hidup yang dihadapi serta tuntutan
siswa yang semakin berkembang dan beranekaragam,
telah berdampak pada kemampuan guru yang memiliki
kemampuan lengkap, dan ini yang sulit dipenuhi. Oleh
karena itu, maka kini guru bukan lagi satu-satunya sum-
ber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan
dan keterbatasan oleh guru akan mengalami hambatan
untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan keingi-
nan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen.

Oleh karena itu, tahap pembuatan model dapat di-


jadikan alternatif untuk dimiliki mengembangkan pem-
belajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa se-
cara menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan
yang dimiliki oleh para guru.

6. Refleksi (Reflection)

12
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru
terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain refleksi
adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah
dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang
baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang
baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari penge-
tahuan sebelumnya. Pada refleksi, siswa diberi kesem-
patan untuk mencerna, menimbang, membandingkan,
menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya
sendiri (learning to be).

Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari suatu


proses yang ber makna pula, yaitu melalui penerimaan,
pengolahan dan pengendapan, untuk kemudian dapat di-
jadikan sandaran dalam menanggapi terhadap gejala
yang muncul kemudian.

Melalui model CTL, pengalaman belajar bukan


hanya terjadi dan dimiliki ketika seseorang siswa berada
di dalam kelas, akan tetapi jauh lebih penting dari itu
adalah bagaimana membawa pengalaman belajar terse-
but ke luar dari kelas, yaitu pada saat ia dituntut untuk
menanggapi dan memecahkan permasalahan nyata yang

13
dihadapi sehari-hari. Kemampuan untuk mengap-
likasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada
dunia nyata yang dihadapinya akan mudah diaktualisas-
ikan manakala pengalaman belajar itu telah terinternal-
isasi dalam setiap jiwa siswa dan di sinilah pentingnya
menerapkan unsur refleksi pada setiap kesempatan pem-
belajaran.

7. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual


adalah melakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian in-
tegral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat
menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas
proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL.
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan
informasi yang bisa memberikan gambaran atau petun-
juk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan
terkumpulnya berbagai data dan informasi yang lengkap
sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka akan
semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses
dan hasil pengalaman belajar setiap siswa.

14
Guru dengan cermat akan mengetahui kemajuan,
kemunduran,dan kesulitan siswa dalam belajar, dan den-
gan itu pula guru akan memiliki kemudahan untuk
melakukan upaya-upaya perbaikan dan penyempur. naan
proses bimbingan belajar dalam langkah selanjutnya.
Mengingat gambaran tentang kemajuan belajar siswa
diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka peni-
laian tidak hanya dilakukan di akhir p pembelajaran,
akan tetapi secara integral dilakukan selama proses pro-
gram pembelajaran itu terjadi. Dengan cara tersebut,
guru secara nyata akan mengetahui tingkat kemampuan
siswa yang sebenarnya.

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembe-


lajaran merupakan rencana kegiatan kelas yang diran-
cang oleh guru, yaitu dalam bentuk skenario tahap demi
tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa
selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam pro-
gram tersebut harus tercermin penerapan dari ketujuh
komponen CTL dengan jelas, sehingga setiap guru
memiliki persiapan yang utuh mengenai rencana yang

15
akan dilaksanakan dalam membimbing kegiatan belajar-
mengajar di kelas.

Secara umum, tidak ada perbedaan mendasar antara


format program pembelajaran konvensional seperti yang
biasa dilakukan oleh guru-guru selama ini. Adapur yang
membedakannya, terletak pada penekanannya, di mana
pada model konvensicnai lebih menekankan pada
deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan opera-
sional), sementara program pembelajaran CTL lebih
menekankan pada skenario pembelajarannya, yaitu
kegiatan tahap-demi tahap yang dilakukan oleh guru dan
siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Oleh karena itu, program pembelajaran kon-
tekstual hendaknya:

1.Nyatakan kegiatan utama pembelajarannya, yaitu se-


buah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabun-
gan antara kompetensi dasar, materi pokok, dan indika-
tor pencapaian hasil belajar.

2. Rumuskan dengan jelas tujuan umum pembelajaran-


nya.

16
3. Uraikan secara terperinci media dan sumber pembela-
jaran yang akan digunakan untuk mendukung kegiatan
pembelajaran yang diharapkan.

4. Rumuskan skenario tahap demi tahap kegiatan yang


harus dilakukan siswa dalam melakukan proses pembela-
jarannya.

5. Rumuskan dan lakukan sistem penilaian dengan mem-


fokuskan pada kemampuan sebenarnya yang dimiliki
oleh siswa baik pada saat berlangsungnya (proses)
maupun setelah siswa tersebut selesai belajar. (Rusman,
2018)

C. Karakteristik Model Pembelajaran Contex-


tual Teaching and Learning (CTL)

17
Karakeristik pembelajaran kontekstual di antaranya
adalah:

1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik,


yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian
keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pem-
belajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang
alamiah (learning in real life setting).

2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa


untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (mean-
ingful learning).

3) Pembelajaran dilaksanakan dengan meberikan pen-


galaman bermakna kepada siswa (learning by doing).

4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok,


berdiskusi, saling mengoreksi antarteman (learning in a
group).

5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk mencip-


takan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling mema-
hami antara satu dengan yang lain secara mendalam
(learning to know each other deeply).

18
6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, pro-
duktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask,
to inquiry, to work together).

7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menye-


nangkan (learning as an enjoy activity).

8) Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam


rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru.

9) Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan


pengetahuan. (Sumantri, 2015)

D. Kelebihan Model Pembelajaran Contextual


Teaching and Learning (CTL)

19
Untuk pembelajaran kontekstual sendiri juga memi-
liki kelebihan dan kekurangan, untuk itu akan dijelaskan
di bawah ini:

Kelebihan model pembelajaran kontekstual.

1) Memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat


maju terus sesuai dengan potensi yang dimilikinya se-
hingga siswa terlibat aktif dalam proses belajar menga-
jar.

2) Siswa dapat berpikir kritis dan kreatif dalam


mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memec-
ahkan masalah dan guru dapat lebih kreatif.

3) Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.

4) Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa


tidak ditentukan oleh guru.

5) Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak mem-


bosankan.

6) Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelom-


pok.

20
7) Terbentuk sikap kerja sama yang baik antarindividu
maupun kelompok.

E. Penerapan Model Pembelajaran Contextual


Teaching and Learning (CTL) di SD

21
Wisudawati dan Sulistyowati (2015, hlm.50)
mengemukakan bahwa pengembangan setiap asas-asas
atau komponen-komponen CTL dalam pembelajaran, da-
pat dilakukan melalui langkah-langkah pembelajaran
CTL sebagai berikut:

a. Mengembangkan pemikiran siswa

untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna,


apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri,
dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keter-
ampilan baru yang harus dimilikinya.

b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri


untuk semua topik yang diajarkan

c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui


memunculkan pertanyaan-pertanyaan

d. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui


kegiatan kelompok, berdiskusi, dll.

e. Menghadirkan model sebagai contoh pembela-


jaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan yang sebe-
narnya.

22
f. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari
setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

g. Melakukan assessmen (penilaian) yang sebe-


narnya dengan berbagai cara.

Didalam model pembelajaran terdapat langkah-


langkah pembelajaran yang mendorong kegiatan pembe-
lajaran untuk lebih menarik, dan membuat siswa lebih
aktif dan kreatif karena siswa dituntut untuk lebih aktif
di dalam pembelajaran. Selain itu peserta didik juga
mendapatkan pembelajaran yang bermakna, dan termoti-
vasi untuk belajar lebih giat.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa


model pembelajaran itu mempengaruhi kemampuan
siswa serta tercapainya tujuan dalam pembelajaran. Pen-
erapan model pembelajaran CTL diharapkan mem-
berikan nuansa baru yang menarik pada proses pembela-
jaran. Dilihat dari kelebihan yang terdapat pada model
kontekstual, yaitu pengajaran terpusat pada siswa, mem-
buat anak didik lebih aktif, guru dapat memantau, dan

23
mengarahkan anak didik, sehingga anak didik mendap-
atkan pengajaran yang lebih bermakna (Sutardi, 2007).

Dengan menerapkan model pembelajaran kontek-


stual diharapkan adanya perubahan suasana di dalam
pembelajaran, membuat siswa lebih semangat di dalam
belajar, dan membuat guru lebih kreatif di dalam melak-
sanakan perencanaan pembelajaran yang telah disusun
sebelumnya. Model kontekstual juga dapat menciptakan
proses pembelajaran lebih bermakna, menarik, mudah
dipahami, dan dapat meningkatkan hasil belajar yang
sesuai dengan KKM yang telah ditentukan. Model ini
lebih melibatkan siswa secara langsung, dan membuat
siswa mengalami langsung, sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar khususnya pada materi gaya.

Model pembelajaran kontekstual dilakukan dengan


cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-
hari, sehingga membuat siswa menjadi tidak kesulitan
dalam memahami isi pembelajaran (Sujana, 2014). Se-
lain mengaitkan materi dengan kehidupan sehari- hari
siswa, di dalam model pembelajaran kontekstual juga di
harapkan siswa mendapatkan pembelajaran yang

24
bermakna (Johnson, 2008). Pembelajaran bermakna
yang didapat oleh siswa pada saat pembelajaran mem-
buat siswa lebih mengingat materi pembelajaran tersebut
sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar yang diper-
oleh.

F. Contoh Penerapan Pembelajaran Menggu-


nakan Contextual Teaching and Learning
(CTL) di SD

25
Mata Pelajaran: IPA

Materi: Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan


membuat suatu karya/model dan Kompetensi Dasar

(KD): Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.

Langkah-langkah pembelajaran:

1. Kegiatan Pendahuluan (15 menit)

• Mengkondisikan siswa dalam situasi pembela-


jaran yang kondusif

• Berdoa dan absensi

• Menyampaikan tujuan pembelajaran

• Menggali pengetahuan awal siswa melalui per-


tanyaan (apersepsi) Guru : “pada pagi hari
apakah matahari sudah menyinari rumah mu?”
Siswa : “...........” Guru : “terlihat darimana ca-
haya matahari yang menyinari rumah mu?”
Siswa : “...........” Guru : “lalu pernahkah kalian
mengamati arah rambatan cahaya yang masuk
melalui celah-celah jendela rumah mu?” Siswa :

26
“...........” Guru : “bagaimana jika kaca jendela
tersebut ditutup dengan triplek atau kertas kar-
ton? Apakah cahaya matahari dapat masuk?”
Siswa : “...........” (kontruktivisme dan bertanya)

2. Kegiatan Inti (40 menit)

• Guru menjelaskan sifat cahaya dapat merambat


lurus dan menembus benda bening

• Guru menunjuk salah seorang siswa untuk


membuktikan bahwa cahaya menembus benda
bening (Pemodelan)

• Guru membagi siswa ke dalam kelompok

• Guru menunjuk perwakilan kelompok untuk


mengambil alat-alat yang digunakan untuk per-
cobaan

• Guru membagikan LKS tentang langkah-


langkah percobaan

• Siswa secara berkelompok melakukan per-


cobaan tentang sifat-sifat cahaya (Inkuiri)

27
• Setelah melakukan percobaan, siswa berdiskusi
tentang benda yang dapat tembus cahaya dan
tidak tembus cahaya (Masyarakat Belajar)

• Siswa melaporkan hasil diskusi dengan menun-


juk salah satu perwakilan dari kelompok

3. Kegiatan Akhir (15 menit)

• Siswa dan guru bertanya jawab untuk mengin-


gat kembali kegiatan yang telah dilakukan
(Bertanya dan Refleksi)

• Guru memberikan evaluasi tertulis mengenai


pembelajaran yang telah dilakukan (Penilaian
yang sebenarnya)

• Guru menutup pembelajaran dengan berdo’a


bersama-sama.

DAFTAR PUSTAKA

Rusman. (2018). Model-model pembelajaran. Jakarta:


Rajawali Pers.

28
Sumantri, M. S. (2015). Strategi pembelajaran.
Jakarta:Raja Grafindo Persada.

Kurniawan, N. M., & Sumiati, T. (2015). Pendekatan


Contextual Teaching and Learning (Ctl)
Dan Aplikasinya Dalam Pembelajaran Ipa
Sekolah Dasar. Metodik Didaktik: Jurnal
Pendidikan Ke-SD-an, 10(1).

Handini, D., Gusrayani, D., & Panjaitan, R. L. (2016).


Penerapan model contextual teaching and
learning meningkatkan hasil belajar siswa
kelas IV pada materi gaya. Jurnal Pena
Ilmiah, 1(1), 451-460.

29

Anda mungkin juga menyukai