Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antara siswa dengan
guru. Proses belajar mengajar dikatakan efektif apabila terjadi transfer belajar yaitu
materi pelajaran yang disajikan guru dapat diserap ke dalam struktur kognitif siswa. Siswa
dapat mengetahui materi tersebut tidak hanya terbatas pada tahap ingatan saja tanpa
pengertian (rote learning) tetapi bahan pelajaran dapat diserap secara bermakna (meaning
learning). Agar terjadi transfer belajar yang efektif, maka kondisi fisik dan psikis dari setiap
individu siswa harus sesuai dengan materi yang dipelajarinya.Dalam pembelajaran di
sekolah guru hendaklah memilih dan menggunakan strategi pendekatan, metode dan
tekni yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik mental, fisik, maupun sosial.
Pembelajaran yang baik adalah suatu proses belajar mengajar dimana kegiatan tersebut
berpusat pada siswa (student center). Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa
yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan
materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, akan tetapi gagal dalam
membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana
kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang
akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam
program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi
pembelajaran, lang-kah-langkah pembelajaran, dan authentic assessment-nya.
Menurut petunjuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah, penerapan
strategi yang dipilih dalam pembelajaran harus bertumpu pada dua hal yaitu
optimalisasi interaksi semua unsur pembelajaran, dan optimalisasi keterlibatan seluruh
indra siswa. Sesuai fungsi pendidikan nasional bahwasannya tanggung jawab guru untuk
mampu mewujudkannya melalui pelaksanaan proses pembelajaran yang mampu bermutu dan
berkualitas. Dalam makalah mata kuliah Teori Belajar Bahasa, kami membahas tentang
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimanakah pengertian model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)?
2. Bagaimanakah tujuan dan karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL) ?
3. Apa saja komponen Contextual Teaching and Learning (CTL) ?
4. Bagaimanakah penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ?
5. Bagaimanakah langkah langkah pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ?
6. Bagaimanakah peran guru dan siswa dalam pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) ?
7. Bagaimanakah kelebihan dan kekurangan pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) ?
1.3 Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Mengetahui dan memahami pengertian model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL)
2. Mengetahui dan memahami tujuan dan karakteristik Contextual Teaching and Learning
(CTL)
3. Mengetahui komponen-komponen Contextual Teaching and Learning (CTL)
4. Mengetahui dan memahami penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
5. Mengetahui dan memahami langkah langkah pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL)
6. Mengetahui peran guru dan siswa dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL)
7. Mengetahui dan memahami kelebihan dan kekurangan pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL)

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Nuhardi (2003), pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learningCTL) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang
diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan jugamendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan
danketeramplan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan baru ketika ia belajar.
Menurut Jhonson (2002), CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan
menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan
cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian
mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, social dan budaya mereka.
Sehingga, Contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh
dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.
Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang
lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan
dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui
mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan
konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan
rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Jika ditelaah CTL cocok diterapkan di Indinesia. Konsep CTL hampir mirip dengan
CBSA bahwa siswa dituntut peranannya dalam proses pembelajaran, keaktifan siswa sangat
penting dalam kegiatan belajar mengajar. Perbedaannya, CTL lebih kompleks baik guru
maupun siswa harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sehingga mampu
menghasilkan out put yang berkualitas. Dalam pembelajaran kotekstual terdapat adanya

keterkaitan materi dengan dunia luar atau keadaan yang sebenarnya dan terkini sehingga
diharapkan adanya pengalaman visual terlebih dahulu yang dapat dibangun oleh siswa.
2.2 Tujuan dan Karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL)
Tujuan pembelajaran CTL
1. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami
makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut
dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan
atu ketrampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan
kepermasalahan lainya.
2. Model pembelajaran ini bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar
menghafal tetapi perlu dengan adanya pemahaman
3. Model pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat pengalaman siswa.
4. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berfikir kritis
dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan
sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain
5. Model pembelajaran CTL ini bertujun agar pembelajaran lebih produktif dan
bermakna
6. Model pembelajaran model CTL ini bertujuan untuk mengajak anak pada suatu
aktivitas yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks jehidupan sehari-hari
7. Tujuan pembelajaran model CTL ini bertujuan agar siswa secara individu dapat
menemukan dan mentrasfer informasi-informasi komplek dan siswa dapat menjadikan
informasi itu miliknya sendiri.
Karakteristik Pembelajaran CTL
1) Nurhadi (2003:20) menyebutkan dalam kontekstual mempunyai sebelas karakteristik
antara lainKerjasama
2) Saling menunjang
3)

Menyenangkan

4) Belajar dengan bergairah

5)

Pembelajaran terintegrasi

6) Menggunakan berbagai sumber


7) Siswa aktif
8) Sharing dengan teman
9) Siswa kritis, guru kreatif
10) Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar,
artikel, humor dan lain-lain.
11) Laporan kepada orang tua bukan hanya raport, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil
praktikum, karangan siswa dan lain-lain.
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang
apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar
format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran
kontekstual. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan
yang akan dicapai (je-las dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran
kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Beberapa komponen utama dalam pembelajaran Kontekstual menurut David Johnson
(2000: 65), tidak semua pembelajaran cooperative dapat terlaksana dengan maksimal. Oleh
karena itu terdapat komponen komponen penunjang, yang dapat di uraikan sebagai berikut:
1.

Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections)


Keterkaitan yang mengarah pada makna adalah jantung dari pembelajaran dan

pengajaran kontekstual. Ketika siswa dapat mengkaitkan isi dari mata pelajaran akademik,
ilmu pengetahuan alam. Atau sejarah dengan pengalamannya mereka sendiri, mereka
menemukan makna, dan makna memberi mereka alasan untuk belajar. Mengkaitkan
pembelajaran dengan kehidupan seseorang membuat proses belajar menjadi hidup dan
keterkaitan inilah inti dari CTL.
2.

Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti (doing significant works)


Model pembelajaran ini menekankan bahwa semua proses pembelajaran yang dilakukan

di dalam kelas harus punya arti bagi siswa sehingga mereka dapat mengkaitkan materi
pelajaran dengan kehidupan siswa,
3. Belajar yang diatur sendiri (self-regulated Learning)

Pembelajaran yang diatur sendiri, merupakan pembelajaran yang aktif, mandiri,


melibatkan kegiatan menghubungkan masalah ilmu dengan kehidupan sehari-hari dengan
cara-cara yang berarti bagi siswa. Pembelajaran yang diatur siswa sendiri, memberi
kebebasan kepada siswa menggunakan gaya belajarnya sendiri.
4. Bekerjasama (collaborating)
Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok,
membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami
bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
5. Berpikir kritis dan kreatif (critical dan creative thinking)
Pembelajaran kontekstual membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir tahap
tinggi, nerpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara
teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah menarik keputusan,
memberi keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah. Berpikir kreatif adalah suatu
kegiatan

mental

untuk

meningkatkan

kemurnian,

ketajaman

pemahaman

dalam

mengembangkan sesuatu.
6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nuturing the individual)
Dalam pembelajaran kontekstual siswa bukan hanya mengembangkan kemampuankemampuan intelektual dan keterampilan, tetapi juga aspek-aspek kepribadian: integritas
pribadi, sikap, minat, tanggung jawab, disiplin, motif berprestasi, dsb. Guru dalam
pembelajaran kontekstual juga berperan sebagai konselor, dan mentor. Tugas dan kegiatan
yang akan dilakukan siswa harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuannya.
7. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards)
Pembelajaran kontekstual diarahkan agar siswa berkembang secara optimal, mencapai
keunggulan (excellent). Tiap siswa bisa mencapai keunggulan, asalkan sia dibantu oleh
gurunya dalam menemukan potensi dan kekuatannya.
8. Menggunakan Penilaian yang otentik (using authentic assessment)
Penilaian autentik menantang para siswa untuk menerapkan informasi dan keterampilan
akademik baru dalam situasi nyata untuk tujuan tertentu. Penilaian autentik merupakan
antitesis dari ujian stanar, penilaian autentik memberi kesempatan kepada siswa untuk
menunjukkan kemampuan terbaik mereka sambil mempertunjukkan apa yang sudah mereka
pelajari.

2.3 Komponen Contextual Teacher and Learning


Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama. Sebuah kelas dikatakan
menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam
pembelajarannya. Tujuh komponen tersebut adalah
a) Konstruktivisme
Pengertian konstruktivisme menurut Wina Sanjaya (2006:12) adalah Proses
membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Menurut pengembang filsafal konstruktivisme Mark Baldwin dan diperdalam
oleh Jean Piaget dalam Wina Sanjaya (2006:13) menyatakan bahwa Pengetahuan itu
terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai
subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.
Menurut Suparno (1997:49) secara garis besar prinsip prinsip konstruktivisme yang
diambil adalah :
Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara social.
Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan kearifan siswa sendiri
untuk bernalar.
Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep
menuju konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah.
Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa
berjalan mulus.
Dalam pandangan ini strategi yang diperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa
banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Karena itu, tugas guru adalah
memfasilitasi proses tersebut dengan cara:
Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.
Memberi kesempatan pada siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
b) Inkuiri

Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses
berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan
tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Proses menemukan inilah yang dirangsang secara
optimal lewat penerapan strategi pembelajaran CTL. Karena strategi pembelajaran CTL
menekankan keaktifan siswa dalam menemukan sendiri pengetahuan. Dengan demikian
dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus
dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan
sendiri materi yang harus dipahaminya.
Metode inquiry dalam mengajar termasuk strategi modern, yang sangat didambakan
untuk dilaksanakan di setiap sekolah. Adanya tuduhan bahwa sekolah menciptakan kultur
bisu, tidak akan terjadi apabila strategi ini digunakan. Metode inquiry dapat dilaksanakan
apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Guru harus terampil memilih persoalan yang relevan untuk diajukan kepada kelas dan
sesuai dengan daya nalar siswa
b. Guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan menciptakan situasi belajar
yang menyenangkan,
c. Adanya fasilitas dan sumber belajar yang cukup,
d. Adanya kebebasan siswa untuk berpendapat, berkarya, dan berdiskusi, Partisipasi setiap
siswa dalam setiap kegiatan belajar
Ada beberapa langkah dalam kegiatan menemukan dalam kegiatan menemukan (Inkuiry)
yang dapat dipraktekkan di kelas :
a. Merumuskan Masalah
b. Mengamati dan melakukan observasi
c. Menganalisis dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan bagan, tabel dan karya
lainnya.
d. Mengkomunikasikannya atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru
atau audien yang lain. Suparno (1997:50)
c) Bertanya (Questioning)
Menurut Suparno (1997:50) bertanya dapat dipandang sebagai Refleksi dari
keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan

seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak
menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan
sendiri.
Cara guru memacing siswa untuk bertanya akan dapat tereksplorasi dengan baik. Karena
itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaanpertanyaan guru dapat
membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang di pelajarinya.
d) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Leo Semenovich Vygotsky seorang psikolog Rusia dalam Suparno (1997:51),
menyatakan bahwa : Pengetahuan dan pemahaman anak ditopang bannyak oleh komunikasi
dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak mungkin dapat di pecahkan sendiri, tetapi
mebutuhkan bantuan orang lain. Kerjasama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan
untuk memecahkan suatu persoalan. Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam
CTL menyarankan agar hasil pembelajaran deperoleh melalui kerjasama dengan orang lain.
e) Pemodelan (Modeling)
Asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh
yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya : Guru memberikan contoh bagaimana cara
mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olah
raga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberikan contoh
bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara
menggunakan termometer, dan lain sebagainya.
Proses modeling tidak sebatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa
yang dinggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa yang pernah menjadi juara dalam
membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan temantemannya,
dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup
penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari
pembelajaran yang teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
f)

Refleksi (Reflection)
Menurut Suparno (1997:53) Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru di

pelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi
merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengalaman yang batu di terima.
Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa merenung kalau begitu, cara saya menyimpan
file selama ini salah, mestinya dengan cara yang baru saya pelajari, sehingga file dalam

komputer saya lebih tertata.seperti membuat catatan kecil atau konsep pelajaran, dengan
begitu siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru
dipelajarinya.
g) Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Penilaian nyata (Authentic Assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini
dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu,
tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.
Prinsip yang dipakai dalam penilaian serta ciri-ciri penilaian autentik adalah sebagai berikut:
Harus mengukur semua aspek pembelajaran: proses, kinerja, dan produk.

Dilaksanakan selama dan sesudah proses belajaran berlangsung.

Menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber.

Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian.

Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan bagian-bagian


kehidupan siswa yang nyata setiap hari, mereka harus dapat menceritakan pengalaman

atau kegiatan yang mereka lakuakan setiap hari.


Penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian siswa.

Suparno (1997:53) menyatakan bahwa Proses pembelajaran konvensional yang sering


dilakukan guru pada saat ini, biasanya ditekankan pada aspek intelektual sehingga alat
evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes.
Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa telah menguasai materi pelajaran.
Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hannya ditentukan oleh perkembangan
kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu,
penilaian keberhasilan tidak hannya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti tes, akan tetapi
juga proses belajar melalui penilaian nyata.
Secara ringkas tujuh pilar CTL dan pendekatan pembelajaran tradisional dapat disusun
dalam tabel berikut (Suparno, 1997:54)

No.

Pilar/Solusi,
Indikator Masalah

Pendekatan CTL
Belajar berpusat pada siswa

1 Konstruktivisme

Pendekatan Tradisional
Belajar yang berpusat

untuk mengkonstruksi bukan pada guru, formal, serius


menerima
Pengetahuan diperoleh dengan Pengetahuan diperoleh
menemukan, menyatukan rasa, siswa dengan duduk

2 Inquiri

karsa dan karya

manis, mengingat
seperangkat fakta,
memisahkan kegiatan

Belajar merupakan kegiatan

fisik dengan intelektual


Belajar adalah kegiatan

produktif, menggali informasi, konsumtif, menyerap


3 Bertanya

Masyarakat
Belajar

5 Pemodelan

6 Refleksi

menghasilkan pengetahuan

informasi menghasilkan

dan keputusan

kebingungan dan

kebosanan
Kerjasama dan maju bersama, Individualistis dan
saling membantu

persaingan yang

Pembelajaran yang Multi

melelahkan
Pembelajaran yang One

ways, mencoba hal hal baru, way, seragam takut


kreatif
Pembelajaran yang

mencoba, takut salah


Pembelajaran yang

komprehensif, evaluasi diri

terkotak kotak,

sendiri/internal dan eksternal mengandalkan respon


Penilaian proses dan hasil,

7 Penilaian Otentik pengalaman belajar, tes dan

eksternal/guru
Penilaian hasil, paper
and pencil test, kognitif

non tes multi aspects

2.4 Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam


pembelajara Bahasa dan Sastra Indonesia

Penerapan Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia, Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan menanamkan bekal keterampilan
berbahasa dan bersastra Indonesia bukan hanya memberikan pengetahuan. Pembelajaran
bahasa Indonesia harus dibuat semenarik mungkin agar siswa antusias mengikuti proses
belajar mengajar. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia menghendaki sebuah proses
pragmatik, bukan teoritik belaka. Pembelajaran yang memanfaatkan CTL sangat diperlukan.
Penerapan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada aspek membaca,
berbicara, mendengarkan, dan menulis baik dari segi berbahasa maupun bersastra dipaparkan
sebagai berikut.
1.

Penerapan CTL dalam pembelajaran Mendengarkan


Mendengarkan adalah proses menangkap pesan atau gagasan yang disampaikan melalui

ujaran. Keterampilan mendengarkan membutuhkan daya konsentrasi lebih tinggi dibanding


membaca, berbicara, dan menulis. Ciri-ciri mendengarkan adalah aktif reseptif, konsentratif,
kreatif, dan kritis. Pembelajaran mendengarkan dalam CTL mengharuskan guru untuk
membiasakan siswanya untuk mendengarkan. Mendengarkan dapa melalui tuturan langsung
maupun rekaman. Kemudian sisw diberikan instrumen untuk menjawab beberapa pertanyaan.
Teknik-teknik penilaian yang digunakan untuk mengetahui perkembangan siswa pada
keterampilan mendengarkan dapat menggunakan teknik observasi. Observasi dilakukan guru
dengan melihat dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan menyimak siswa.
Proses perekaman dapat dilakukan guru menggunakan buku atau lembar observasi untuk
siswa. Rekaman observasi ini berisi perilaku siswa saat pembelajaran menyimak berlangsung
dan pembelajaran keterampilan yang lain.
Teknik kedua adalah dengan portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa dalam
satu periode waktu tertentu, misalnya satu semester yang menggambarkan perkembangan
siswa dalam keterampilan menyimak. Data yang didapat dari portofolio digunakan untuk
mengetahui perkembangan belajar menyimak siswa
Teknik ketiga adalah jurnal dalam mendengarkan. Jurnal digunakan untuk merekam atau
meringkas aspek-aspek yang berhubungan dengan topik-topik kunci yang dipahami, perasaan
siswa terhadap pembelajaran menyimak, kesulitan yang dialami atau keberhasilan siswa
dalam mencapai kompetensi yang dipelajari. Jurnal dapat berupa diary atau catatan siswa
yang lain.
2.

Penerapan CTL dalam pembelajaran Berbicara

Berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar yang berusaha mengungkapkan


gagasan melalui bahasa lisan. Berbicara merupakan kegiatan menghubungkan antara semata
dengan kepercayaan diri untuk tampil mengungkapkan gagasan.
Suasana

kelas

memiliki

peran

dalam

pembelajaran

berbicara.

Pembelajaran di kelas dapat menggunakan teknik belajar dalam konteks interaksi kelompok
(cooperating). Guru membuat suatu kelompok belajara (learning community). Dalam
komunitas tersebut siswa berusaha untuk mengutarakan pikirannya, berdiskusi dengan teman.
Konsep dasar dalam teknik ini adalah menyatukan pengalaman-pengalamn dari masingmasing individu. Teknik ini memacu siswa untuk berkomentar, mengungkapkan gagasannya
dalam komunitas belajar. Tahap pertama, siswa diberikan peluang untuk berbicara. Apabila
terdapat kesalahan penggunaan bahasa, guru dapat memberikan pembenaran selanjutnya.
Menumbuhkan keterampilan berbicara, dimulai dengan menumbuhkan kepercayaan diri pada
diri siswa.
Prinsip CTL memuat konsep kesalingbergantungan para pendidik, siswa, masyarakat,
dan lingkungan. Prinsip tersebut memacu siswa untuk turut mengutarakan pendapat dalam
memecahkan masalah. Prinsip diferensiasi dalam CTL membebaskan siswa untuk
menjelajahi bakat pribadi, membebaskan siswa untuk belajar dengan cara mereka sendiri.
CTL merupakan salah satu alternatif pembelajaran inovatif, kreatif, dan efektif.
Keterampilan berbicara menggunakan bentuk penilaian berupa unjuk kerja. Siswa diberikan
instrumen yang dapat membuatnya berbicara atau berkomentar. Berpidato, menceritakan
kembali, berkomentar, bertanya merupakan salah satu kegiatan dalam berbicara. Penilaian
yang dilakukan guru harus sesuai dengan fakta di kelas. Siswa yang pandai berbicara layak
mendapatkan nilai tinggi dalam kompetensi berbicara dibandingkan siswa yang frekuensi
berbicaranya rendah.
3. Penerapan CTL dalam Pembelajaran Membaca
Membaca menurut Komaruddin (2005:21) adalah mengeja atau melafalkan apa yang
tertulis atau melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya
dalam hati). Membaca merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang harus dikuasai oleh
siswa. Kegiatan membaca tersusun dari empat komponen, yaitu strategi, kelancaran,pembaca,
dan teks.
Dalam pembelajaran membaca, guru dapat menciptakan masyarakat belajar di kelas.
Masyarakat

belajar

berfungsi

sebagai

wadah

bertukar

pikiran,

bertukar

informasi, tanya jawab tentang berbagai permasalahan belajar yang dihadapi, dan pada
akhirnya dicari solusi tentang permasalahan tersebut. Guru seharusnya menjadi model yang

mendemonstrasikan teknik membaca yang baik di kelas. Guru juga harus memonitor
pemahaman siswa. Memonitor pemahaman penting untuk mencapai sukses membaca. Salah
satu hal yang terkait dalam proses memonitor ini adalah kemampuan siswa dalam mencapai
kompetensi dasar yang telah ditetapkan guru. Guru harus seimbang baik posisinya sebagai
pendamping siswa maupun pengembang keterampilan siswa dalam pemahaman bacaan.
4.

Penerapan CTL dalam pembelajan Menulis


Menulis merupakan penyampaian gagasan dalam bentuk bahasa tulis. Salah satu

keterampilan

pembelajaran

menulis

adalah

pembelajaran

menulis

kreatif.

Keterampilan menulis kreatif bukan hanya berpusat pada guru sebagai informan melainkan
siswa sendiri yang harus berperan aktif dalam pembelajaran. Guru hanya memberikan
instruksi kepada siswa untuk membuat karangan kreatif tanpa ada penguatan sebelumnya.
Salah satu tujuan pembelajaran kontekstual adalah mempertemukan konsep-konsep yang
dipelajari di dalam ruang kelas dengan kenyataan aktual yang dapat dipahami dengan konsepkonsep teoretis itu dalam kenyataan lingkungan terdekatnya. Guru seharusnya dapat
memberikan ruang bebas untuk siswa agar dapat mengungkapkan gagasannya, tanpa perlu
dibatasi. Komponen CTL berwujud refleksi adalah berusaha untuk menghubungkan apa yang
telah dipelajari dengan realitas sehari-hari siswa. Instrumen yang diberikan guru dapat berupa
pemberian tugas menuliskan kegiatan sehari-hari dalam sebuah diary yang pada nantinya
dapat dijadikan sebuah dokumen portofolio. Isi diary adalah tentang apa yang dipelajari hari
itu, permasalahan apa yang dihadapi, serta proses pencarian jawaban tentang permasalahan
tersebut. Setelah siswa menulis diary dalam periode tertentu, guru dapat melakukan penilaian
tentang tulisan siswa tersebut dan pada akhirnya ditentukan keputusan siswa tersebut telah
dapat memenuhi kompetensi atau belum.
Seorang guru yang memiliki kompetensi memadai seharusnya dapat melakukan
penilaian secara autentik tentang kegiatan menulis siswanya. Penilaian yang sebenarnya
adalah penilaian berbasis siswa. Penilaian guru tentang kegiatan menulis siswa harus sesuai
dengan kompetensi siswa yang sesungguhnya. Guru harus membuat rubrik penilaian yang
dapat mencakup semua aspek yang akan dinilai. Sebelum membuat rubrik, guru harus dapat
membuat instrumen yang mudah dimengerti oleh siswa, dan instrumen yang dapat membuat
siswa berpikir kritis dan kreatif. Instrumen menulis yang dibuat guru harus dapat
memfasilitasi siswa untuk menulis kreatif.
2.5 Langkah Langkah Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Untuk mencapai kompetensi yang sama dengan menggunakan CTL guru melakukan
langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah ini.
1. Pendahuluan
a. Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran
dan pentingnya materi palajaran yang akan dipelajari.
b. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL,
c. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa;
d. Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi; misalnya kelompok 1 dan 2
melakukan observasi ke perpustakaan, dan kelompok 3 dan 4 melakukan observasi ke
laboratorium computer
e. Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat yang ditemukan di ruangan tersebut
yang sesuai dengan pembelajaran
f. Guru melakukan Tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.
2. Inti
Di lapangan
a. Siswa melakukan observasi ke ruangan sesuai dengan pembagian tugas kelompok.
b. Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di ruangan sesuai dengan alat observasi
yang telah mereka tentukan sebelumnya
Di dalam kelas
a. Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
b. Siswa melaporkan hasil diskusi.
c. Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.
3. Penutup

Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil diskusi sesuai dengan indikator hasil

belajar yang harus dicapai.


Penilaian
Guru menugaskan siswa untuk membuat gambar tentang pengamatan mereka dengan
tema yang sudah ditentukan. Atau membuat karangan tentang pengalaman belajar
mereka.

2.6 Peran Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL)
Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki
siswa tersebut oleh Bobbi Deporter (1992) dalam bukunya Wina Sanjaya dinamakan sebagai
unsur modalitas belajar. Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tipe visual,
auditorial, dan kinestetis.
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam
dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa.

Dalam proses pembelajaran konvensional, hal ini sering terlupakan sehingga proses
pembelajaran tak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak, yang menurut Paulo Freire
sebagai system penindasan.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi
setiap guru manakala menggunakan pendekatan CTL, yaitu :
1.

Siswa dalam pembelajaran dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.


Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk
kecil, melainkan organisme yang sementara berada pada tahap tahap perkembangan.
Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tikat perkembangan dan pengalaman
mereka. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau penguasa
yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat
belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

2.

Siswa memiliki kecenderungan untuk belajar hal hal yang baru dan penuh tantangan.
Kegemaran anak adalah mencoba hal hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena
itulah belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang
menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam memilih bahan bahan belajar yang
dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.

3.

Balajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal hal
yang baru dengan hal hal yang sudah di ketehui. Dengan demikian, peranan guru
adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman
baru dengan pengalaman sebelumnya.

4.

Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada ( asimilasi ) atau
proses pembentukan skema ratu atau ( akomodasi ), dengan demikian tugas guru adalah
memfasilitasi ( mempermudah ) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan
proses akomodasi.

2.7

Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning


(CTL)
Adapun beberapa kelebihan dari pembelajaran Kontekstual adalah:

1.

Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat
menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan

dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara
fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori
2.

siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.


Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada
siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana
seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan
filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan

menghafal.
3. Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara
4.

penuh, baik fisik maupun mental


Kelas dalam pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh
informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di

lapangan
5. Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru
6. Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
bermakna
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran Kontekstual adalah sebagai berikut:
1. Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual
berlangsung
2. Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang
kurang kondusif
3. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL, guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah
tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru
bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan
belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan
pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai
instruktur atau penguasa yang memaksa kehendak melainkan guru adalah
pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
4. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan
sendiri ideide dan mengajak siswa agar menyadari dan dengan sadar menggunakan
strategistrategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru
memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan
pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan

Dari penjelasan dalam isi makalah diatas dapat di simpulkan bahwa:


1. Pembelajaran yang selama lebih menekankan pada keaktifan guru dalam menyampaikan
pelajaran tanpa memperhitungkan keaktifan siswa sudah waktunya diganti strategi yang
memudahkan anak dalam menerima pemahaman materi yang disampaikan guru dengan
menerapkan model pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning-CTL).
2. Dalam mengajar guru bisa merubah gaya mengajar yaitu lebih mengutamakan keaktifan
siswa dalam memahami pelajaran melalui pengalaman langsung.
3. Menciptakan likungan belajar yang yang membuat siswa tidak takut salah.
4. Memberikan jaminan belajar yang positif secara emosional.
5. Pembelajaran kontekstual dapat menimbulkan siswa belajar melaui mengalami bukan
menghapal, siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri, siswa
terbiasa memecahkan masala, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut

dengan ide-ide, siswa menjadi aktif, kritis dan kreatif, Kelas menjadi produktif,
menyenagkan dan tidak membosankan, dinding kelas dan lorong-lorong sekolah penuh
dengan hasil karya siswa, peta, gambar, artikel, puisia, komentar, foto tokoh, diagramdiagram, Siswa selalu dikepung berbagai informasi, kelas CTL adalah siswa yang selalu
ramai dan gembira dalam belajar.
CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Di dalam CTL terdapat beberapa karakteristik yang perlu
diperhatikan ketika seorang pendidik akan memberikan makna dalam pembelajarannya,yaitu:
Kerjasama, Saling menunjang, Menyenangkan, Tidak membosankan,

Belajar dengan

bergairah, Pembelajaran terintegrasi, Menggunakan berbagai sumber, Siswa aktif, Sharing


dengan teman, Siswa harus kritis, dan guru harus kreatif.
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang
bagaimanapun keadaannya. Dengan demikian CTL merupakan suatu model pembelajaran
yang dapat dengan mudah diaplikasikan oleh setiap pendidik. Untuk mewujudkan
pembelajaran yang sesuai dengan konsep CTL, tentunya setiap pendidik juga harus melihat
dan memperhatikan asas asas berbasis konstruktivisme, inquiry, questioning, learning
community, modeling, reflection, dan authentic assessment. yang terdapat dalamnya, hal ini
diperlukan agar pembelajaran tersebut benar benar sesuai dengan tujuan yang telah
dirumuskan sebelumnya.
3.2 Saran
Dari makalah yang telah di buat, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:
1.

Dalam proses belajar mengajar, guru hendaknya memperhatikan metode, strategi, dan
model pembelajaran yang inovatif sehingga siswa mudah memahami pelajaran/materi
yang disampaikan.

2.

Tidak hanya guru yang aktif dalam pembelajaran, namun siswa juga harus aktif dalam
mencari pengetahuan melalui pengalaman siswa itu sendiri serta penerapan pada
keterampilan.

3.

Kritik dan saran pembaca kami harapkan untuk memperbaiki tugas selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Alchaedar, Alwasilah. 2007., Contextual Teaching and Learning.Bandung : Mizan Learning
Center
Komara,

Endang.

2009.

Pembelajaran Interaktif.

Peran

Pembelajaran

CTL dalam

Mengimplementasikan

Diambil dari http://dahli-ahmad.blogspot.com/2009/01/peran-

pembelajaran-ctl-dalam.html ( Diakses pada hari Sabtu 27 April 2013, Pukul 23.11 Wib )
Baharudin dan Wahyuni, Esa Nur. 2007. Teori Belajar Dan Pembelajaran. Jogjakarta : ArRuzz Media Group.
Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana .2009.Konsep Strategi Pembelajaran, Bandung, Refika
Aditama.
Johnson, Elaine B..2007. Contextual teaching and learning, Penerjemah: Ibnu Setiawan,
Bandung, Mizan Learning Center.
Nurhadi, Dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual Dan Penerapanya Dalam KBK. Malang :
UM Press
,

http://oryza-sativa135rsh.blogspot.com/2012/04/pendekatan-contextual-teaching-and.html
( Diakses pada hari Sabtu 27 April 2013, Pukul 23.11 Wib )

Anda mungkin juga menyukai