Anda di halaman 1dari 18

MENGENAL KONSEP CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN


MAKALAH INI DI SUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH METODOLOGI PEMBELAJARAN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 12
DESI SUSANTI (2130202239)
FAUZAN ABDUL RASYD (2130202253)

DOSEN PENGAMPU
Dr. Khoirawati, M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NEGERI ISLAM RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya lah
sehingga kami pemakalah ini dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “MENGENAL KONSEP CONTEXTUAL TEACHING AND
LEARNING DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN”,
penyusunan makalah ini hanya sebatas pengetahuan yang kami miliki dan
beberapa referensi maupun buku atau website.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
yang diberikan oleh ibu Dr. Khoirawati, M.Ag, selaku dosen pembimbing pada
mata kuliah METODOLOGI PEMBELAJARAN, di program pendidikan islam.
Terima kasih kami ucapkan kepada segenap pihak yang telah memberikan
saran dan arahan selama penulisan materi sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi pembaca.

Palembang, 18 April 2023

Pemakalah

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan paradigma dalam dunia pendidikan sekarang ini menuntut kerja
keras dan tanggung jawab guru untuk lebih professional. Guru harus dapat
mengubah paradigma mengajar dariteaching ke learning. Perubahan ini tidak
semata-mata hanya untuk mengikuti trend jaman, tetapi lebih kepada tuntutan dan
situasi nyata yang dibutuhkan dunia dan kehidupan manusia. Permasalahan dunia
yang semakin kompleks seperti krisis global dan iklim global menuntutkerja keras
dunia pendidikan agar mampu menghasilkan siswa menjadi seorang problem
solverdi masa yang akan datang, dan tidak hanya menjadi tenaga terampil saja.

Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai


manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif
dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Kebenaran ilmu tidak terbatas
pada apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi
sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, tetapi menjadi
fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri
mereka sendiri. Melalui paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif
dalam belajar, aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima
gagasan dari orang lain, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

Menjadikan siswa aktif, kreatif dan menjadi seorang problem solver yang
baik tentunya bukan hal yang mudah, anak harus mempunyai kemampuan
berpikir yang baik. Guru harus bekerjakeras mengubah gaya mengajarnya dengan
memberi peluang dan kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi
pengetahuannya secara lebih mandiri. Salah satu trend atau arah pembelajaran
sekolah saat ini untuk menciptakan pembelajaran menjadi lebih bermakna adalah
penggunaan konteks dalam pembelajaran. Inovasi tersebut seperti Contextual
Teaching and Learning (CT).

3
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan fakta dalam
kehidupan siswa. Lebih menekankan pada rencana kegiatan kelas yang dirancang
guru. Rencana kegiatan tersebut berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang
akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajari.
Pembelajaran kontekstual lebih mementingkan strategi belajar bukan hasil belajar.
Pembelajaran kontekstual mengharapkan siswa untuk memperoleh materi
pelajaran meskipun sedikit tetapi mendalam bukan banyak tetapi dangkal.
Pembelajaran kontekstual mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Komponen dalam pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, inkuiri,
bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya.
Apabila sebuah kelas menerapkan ketujuh komponen di atas dalam proses
pembelajaran, maka kelas tersebut telah menggunakan model pembelajaran
kontekstual. Penggunaan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di
kelas dapat menarik perhatian siswa karena CTL memiliki berbagai komponen
sehingga pembelajaran tidak membosankan.

Menurut Suyanto, CTL dapat membuat siswa terlibat dalam kegiatan yang
bermakna yang diharapkan dapat membantu mereka mampu menghubungkan
pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan konteks situasi kehidupan nyata.
Pembelajaran dengan peran serta lingkungan secara alami akan memantapkan
pengetahuan yang dimiliki siswa. Belajar akan lebih bermanfaat dan bermakna
jika seorang siswa mengalami apa yang dipelajarinya bukan hanya sekedar
mengetahui. Belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi siswa harus dapat
mengonstruksikan pengetahuan yang dimiliki dengan cara mengaplikasikan
pengetahuan yang dimiliki pada realita kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian pengembangan CTL dalam pembelajaran bahasa dan


sastra Indonesia pada aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis
baik dari segi berbahasa maupun bersastra akan membuat pembelajaran lebih
bervariasi. Dalam proses belajar di kelas, siswa di biasakan untuk saling

4
membantu dan berbagi pengalaman dalam kelompok masyarakat belajar (learning
community).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian konten Contextual Teaching and Learning ?
2. Bagaimana karakteristik Contextual Teaching and Learning ?
3. Apa saja komponen Contextual Teaching and Learning ?
4. Bagaimana implementasi Contextual teaching and Learning ini dalam
pembelajaran ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian konten Contextual Teaching and Learning
2. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik Contextual Teaching and
Learning itu
3. Untuk mengetahui apa saja komponen-komponen Contextual Teaching
and Learning
4. Untuk mengetahui bagaimana implementasi Contextual Teaching and
Learning dalam pembelajaran

5
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian konsep Contextual Teaching and Learning

Elaine B. Johnson mengatakan konsep CTL ialah konsep belajar yang


membantu guru dan mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata perserta didik dan mendorong perserta didik membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan
merekan sebagai anggota atau masyarakat.

Kontek sendiri ialah memahami makna dari sebuah kata dengan


memperhatika makna dari kata-kata yang terkandung didalam sebuah kalimat
atau memahami sebuah kalimat dengan memperhatikam makna dari kalimat-
kalimat yang terkandung di dalam sebuah paragraph. Pikiran seorang anak akan
dipenuhi oleh konteks dimana dia hidup dan berada. Misalnya seorang anak yang
sehari-harinya hidup di kota ketika diminta untuk mengambilkan telur akan
menuju ke lemari es (kulkas). Lain halnya dengan anak yang sehari-harinya hidup
di desa petanian akan menuju kandang ayam. Perbedaan respon kedua anak ini di
pengaruhi oleh konteks yang berbeda yang mereka miliki. Dapat kita lihat
bahwasanya konteks ini berarti hal-hati yang berkaitan dengan ide-ide atau
pengetahuan awal seseorang yang diperoleh dari berbagai pengalamannya sehari-
hari. Contextual sangat la berkaitan dengan konteks. Dengan mengaitkan materi
pelajaran (instructional content) dengan kontek kehidupan dan kebutuhan siswa
akan meningkatkan motivasi belajarnya serta akan menjadikan proses belajar
mengajar lebih efisien dan efektif.1

CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas


oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran
filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistemology Giambatista Vico.
Vico mengungkapkan: “ Tuhan adalah pencipta alam smesta dan manusia adalah
tuan dari ciptaannya.” Mengetahui menurut Vico berarti mengetahui bagaimana
1
Hasnawati, Pendekatan Contextual Teaching Learning Hubungannya Dengan Evaluasi
Pembelajaran, vol.3, Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Tahun 2006, hal.53-56

6
membuat sesuatu. Artinya seseorang dikatakan mengetahui manakala ia dapat
menjelaskan unsure- unsur apa yang membangun sesuatu itu. Oleh karena itu
menurut Vico, pengetahuan itu tidak lepas dari orang (subyek) yang tahu.
Pengetahuan merupakan struktur konsep dari subyek yang mengamati.

Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk


karena peran aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak
pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena
pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti
keterkaitan Stimulus dan Respons. Belajar tidak sesederhana itu. Belajar
melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi dan
kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak, pada dasarnya adalah wujud dari
adanya dorongan yang berkembang dalam diri seseorang.

beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam konteks CTL
menurut Sanjaya antara lain:

a. Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengonstruksi


pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena
itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin banyak pula
pengetahuan yang mereka peroleh.
b. Belajar bukan sekadar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas.
Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang
dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh
terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola berpikir, pola bertindak,
kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau
performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan
mendalam, maka akan semakin efektif dalam berpikir.
c. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan
masalah anak akan berkembang secara utuh yang bukan hanya
perkembangan intektual akan tetapi juga mental dan emosi. Belajar secara
kontekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi persoalan.

7
d. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara
bertahap dari sederhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu belajar
tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai dengan irama kemampuan siswa.
e. Belajar pada hakikatnya adalah menagkap pengetahuan dari kenyataan.
Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang
memiliki makna untuk kehidupan anak (Real World Learning).2

B. Karakteristik Contextual Teaching and Learning


1. Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada
(activing knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari
pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang
akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki
keterkaitan satu sama lain.
2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh
dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan
baru ini diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai
dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan
detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan
yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini,
misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang
pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru
pengetahuan itu dikembangkan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya
harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa sehingga tampak
perubahan perilaku siswa.

2
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=DUb2DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA19&dq=pemahaman+tentang+konsep+context
ual+teaching+and+learning&ots=Lv

8
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk
proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
6. Bekerjasama ( collaborating ) untuk membantu siswa bekerja secara
efektif dalam kelompok, membantu mereka untuk mengerti bagaimana
berkomunikasi/berinteraksi dengan yang lain dan dampak apa yang
ditimbulkannya.

C. Komponen-komponen Contextual Teaching and Learning


1. Konstruktivisme (Constructivism)
Merupakan proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam
struktur kognitif sisawa berdasarkan pengalaman. Menurut pengembangan
filsafat konstruktivisme Mark Baldawin dan diperdalam oleh Jean Piaget
menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek
semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang
menangkap setiap objek yang diamatinya.
Landasan pembelajaran ini adalah bahwa siswa membangun pemahaman
mereka sendiri dari pengalaman baru berdasarkan pada pengetahuan awal.
Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan
menerimana pengetahuan. Oleh karena itu guru harus memfasilitas proses
tersebut dengan :
a) Menjadikan pengetahuan bermakna dan releva bagi siswa.
b) Memberikan esempatan siswa menemukan dan menetapkan idenya
sendiri.
c) Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri
dalam belajar.
2. Menemukan (Inquiry)
Merupakan proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan
penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah
sejumlah fakta hasil dari mengingat akan tetapi hasil dari proses

9
menemukan sendiri. Dalam model Inquiry ini dapat dilakukan melalui
bebrapa sistematis :
a) Merumuskan masalah
b) Mengamati atau melakukan observasi
c) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan,
bagan, table, dan karya.
d) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca,
teman sekelas, guru maupan, audiens.
3. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakekanya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.
Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingin tahuan setiap
individu. Sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan
seseorang dalam berfikir.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
konsep masyarakat belajar (Learning Community) dalam CTL
menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama
dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan
yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing
dengan orang lain, antar teman atau antar kelompok; yang sudah tahu
memberi tahu kepada yang belum tahu atau yang membagi
pengalamannya kepada orang lain. Inilah hakekat dari pernah memiliki
pengalaman membagi. masyarakat belajar yaitu masyarakat yang saling
membagi.
5. Pemodelan (Modeling)
Dalam pendekatan pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL),
guru bukan satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan
melibatkan peserta didik. Seorang peserta didik bisa ditunjuk untuk
memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya.
6. Refleksi (Reflection)

10
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir
ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu.
Peserta didik mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari
pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian,
aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
7. Penilaian Autentik (Authentic Assessment)
Asesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar peserta didik. Kemudian data itu
digunakan untuk membangun pembelajaran yang lebih baik.
Gambaran perkembangan belajar peserta didik perlu diketahui oleh guru
agar bisa memastikan bahwa peserta didik mengalami proses pembelajaran
dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasi
bahwa peserta didik mengalami hambatan atau kemacetan (stuck) dalam
belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar peserta
didik terbebas dari kemacetan belajar.
Pembelajaran CTL mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari
makna konteks sesuai dengan situasi nyata di lingkungan seseorang, dan
itu dapat terjadi melalui pencarian hubungan yang masuk akal dan
bermanfaat. Pemaduan materi pembelajaran dengan konteks keseharian
peserta didik di dalam pembelajaran konteks akan menghasilkan dasar-
dasar pengetahuan yang mendalam di mana peserta didik kaya akan
pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya.
Peserta didik mampu secara mandiri menggunakan pengetahuannya untuk
menyelesaikan masalah-masalah baru dan belum pernah dihadapi, serta
memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan
peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka. Dengan pembelajaran
CTL ini mereka tidak akan lagi gagap dalam menghadapi dinamisnya
perubahan dunia.3

3
https://maglearning.id/2020/12/05/pembelajaran-contextual-teaching-and-learning-
komponen-dan-karakteristik/2/

11
D. Penerapan Contextual Teaching and Learning Dalam Pembelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan


menanamkan bekal keterampilan berbahasa dan bersastra Indonesia bukan hanya
memberikan pengetahuan. Pembelajaran bahasa Indonesia harus dibuat semenarik
mungkin agar siswa antusias mengikuti proses belajar mengajar. Pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia menghendaki sebuah proses pragmatik, bukan teoritik
belaka.

Pembelajaran yang memanfaatkan CTL sangat diperlukan. Menurut


Endraswara, pendekatan kontekstual memang cukup strategis karena
menghendaki (1) terhayati fakta yangdipelajari, (2) permasalahan yang akan
dipelajari harus jelas, terarah, rinci, (3) pragmatika materiharus mengacu pada
kebermanfaatan secara konkret, dan (4) memerlukan belajar kooperatif
danmandiri.4

Penerapan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada


aspek membaca, berbicara, mendengarkan, dan menulis baik dari segi berbahasa
maupun bersastra dipaparkansebagai berikut :

 Penerapan CTL dalam Pembelajaran membaca

Membaca menurut Komaruddin adalah mengeja atau melafalkan apa yang


tertulis ataumelihat serta memahami isi dari apa yang tertulis dengan melisankan
atau hanya dalam hati. Membaca merupakan salah satu kemampuan berbahasa
yang harus dikuasai oleh siswa. Kegiatan membaca tersusun dari empat
komponen, yaitu strategi, kelancaran, pembaca, dan teks. Dalam pembelajaran
membaca, guru dapat menciptakan masyarakat belajar di kelas. Masyarakat
belajar berfungsi sebagai wadah bertukar pikiran, bertukar informasi, tanya jawab
tentang berbagai permasalahan belajar yang dihadapi, dan pada akhirnya dicari

4
Suwardi Endraswara, Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra, Yogyakarta: Kota
Kembang, Tahun 2003, hal,58

12
solusi tentang permasalahan tersebut. Guru seharusnya menjadi model yang
mendemonstrasikan teknik membaca yang baik di kelas. Guru juga harus
memonitor pemahaman siswa. Memonitor pemahaman penting untuk
mencapaisukses membaca. Salah satu hal yang terkait dalam proses memonitor ini
adalah kemampuansiswa dalam mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan
guru. Guru harus seimbang baik posisinya sebagai pendamping siswa maupun
pengembang keterampilan siswa dalam pemahaman bacaan.5

 Penerapan CTL dalam Pembelajaran Berbicara

Berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar yang berusaha


mengungkapkan gagasan melalui bahasa lisan. Berbicara merupakan kegiatan
menghubungkan antara semata dengan kepercayaan diri untuk tampil
mengungkapkan gagasan. Suasana kelas memiliki peran dalam pembelajaran
berbicara.Pembelajaran di kelas dapat menggunakan teknik belajar dalam konteks
interaksi kelompok (cooperating). Guru membuat suatu kelompok belajar
(learning community).

Dalam komunitas tersebut siswa berusaha untuk mengutarakan pikirannya,


berdiskusi denganteman. Konsep dasar dalam teknik ini adalah menyatukan
pengalaman-pengalamn dari masing-masing individu. $eknik ini memacu siswa
untuk berkomentar, mengungkapkan gagasannyadalam komunitas belajar. Tahap
pertama, siswa diberikan peluang untuk berbicara. Apabila terdapat kesalahan
penggunaan bahasa, guru dapat memberikan pembenaran selanjutnya.
Menumbuhkan keterampilan berbicara, dimulai dengan menumbuhkan
kepercayaan diri pada diri siswa. Prinsip CTL memuat konsep kesaling
bergantungan para pendidik, siswa, masyarakat, dan lingkungan. Prinsip tersebut
memacu siswa untuk turut mengutarakan pendapat dalam memecahkan masalah.

Prinsip diferensiasi dalam CTL membebaskan siswa untuk menjelajahi


bakat pribadi, membebaskan siswa untuk belajar dengan cara mereka sendiri. CTL
5
Erien Komaruddin, Panduan Kreatif Bahasa Indonesia, Bogor: Yudhistira, Tahun 2005,
hal,21

13
merupakansalah satu alternatif pembelajaran inovatif, kreatif, dan
efektif.Keterampilan berbicara menggunakan bentuk penilaian berupa unjuk kerja.
Siswa diberikan instrumen yang dapat membuatnya berbicara atau berkomentar.
Berpidato, menceritakankembali, berkomentar, bertanya merupakan salah satu
kegiatan dalam berbicara. Penilaian yangdilakukan guru harus sesuai dengan fakta
di kelas. Siswa yang pandai berbicara layakmendapatkan nilai tinggi dalam
kompetensi berbicara dibandingkan siswa yang frekuensi berbicaranya rendah.

 Penerapan CTL dalam Pembelajaran Mendengarkan

Mendengarkan adalah proses menangkap pesan atau gagasan yang


disampaikan melalui ujaran. Keterampilan mendengarkan membutuhkan daya
konsentrasi lebih tinggi dibanding membaca, berbicara, dan menulis. Ciri-ciri
mendengarkan adalah aktif reseptif, konsentratif, kreatif, dankritis. Pembelajaran
mendengarkan dalam CTL mengharuskan guru untuk membiasakan siswanya
untuk mendengarkan. Mendengarkan dapat melalui tuturan langsung maupun
rekaman. Kemudian siswa diberikan instrumen untuk menjawab beberapa
pertanyaan. Teknik-teknik penilaian yang digunakan untuk mengetahui
perkembangan siswa pada keterampilan mendengarkan dapat menggunakan
teknik observasi. Observasi dilakukan guru dengan melihat dan mencatat hal-hal
yang berkaitan dengan perkembangan menyimak siswa. Proses perekaman dapat
dilakukan guru menggunakan buku atau lembar observasi untuk siswa. Rekaman
observasi ini berisi perilaku siswa saat pembelajaran menyimak berlangsung dan
pembelajaran keterampilan yang lain.

Teknik kedua adalah dengan portofolio merupakan kumpulan hasil karya


siswa dalam satu periode waktu tertentu, misalnya satu semester yang
menggambarkan perkembangan siswadalam keterampilan menyimak. Kata yang
didapat dari portofolio digunakan untuk mengetahui perkembangan belajar
menyimak siswa.

14
Teknik ketiga adalah jurnal dalam mendengarkan. Jurnal digunakan untuk
merekam ataumeringkas aspek-aspek yang berhubungan dengan topik-topik kunci
yang dipahami, perasaan siswa terhadap pembelajaran menyimak, kesulitan yang
dialami atau keberhasilan siswa dalammencapai kompetensi yang dipelajari.
Jurnal dapat berupa diary, atau catatan siswa yang lain.

 Penerapan CTL dalam Pembelajaran Menulis

Menulis merupakan penyampaian gagasan dalam bentuk bahasa tulis.


Salah satu keterampilan pembelajaran menulis adalah pembelajaran menulis
kreatif. Keterampilan menulis kreatif bukan hanya berpusat pada guru sebagai
informan melainkan siswasendiri yang harus berperan aktif dalam pembelajaran.
Guru hanya memberikan instruksi kepadasiswa untuk membuat karangan kreatif
tanpa ada penguatan sebelumnya.

Salah satu tujuan pembelajaran kontekstual adalah mempertemukan


konsep-konsep yangdipelajari di dalam ruang kelas dengan kenyataan aktual yang
dapat dipahami dengan konsep-konsep teoretis itu dalam kenyataan lingkungan
terdekatnya. Guru seharusnya dapat memberikanruang bebas untuk siswa agar
dapat mengungkapkan gagasannya, tanpa perlu dibatasi. Komponen CTL
berwujud refleksi adalah berusaha untuk menghubungkan apa yang telahdi
pelajari dengan realitas sehari-hari siswa.

Instrumen yang diberikan guru dapat berupa pemberian tugas menuliskan


kegiatan sehari-hari dalam sebuah diary yang pada nantinya dapat dijadikan
sebuah dokumen portofolio. Isi diary adalah tentang apa yang dipelajari hari itu,
permasalahan apa yang dihadapi, serta proses pencarian jawaban tentang
permasalahan tersebut. Setelah siswa menulis diary dalam periode tertentu, guru
dapat melakukan penilaian tentang tulisan siswa tersebut dan pada akhirnya
ditentukan keputusan siswa tersebut telah dapat memenuhi kompetensi atau
belum.Seorang guru yang memiliki kompetensi memadai seharusnya dapat
melakukan penilaian secara autentik tentang kegiatan menulis siswanya.

15
Penilaian yang sebenarnya adalah penilaian berbasis siswa. Penilaian guru
tentang kegiatan menulis siswa harus sesuai dengan kompetensi siswa yang
sesungguhnya. Guru harus membuat rubrik penilaian yang dapat mencakup semua
aspekyang akan dinilai. Sebelum membuat rubrik, guru harus dapat membuat
instrumen yang mudah dimengerti oleh siswa, dan instrumen yang dapat membuat
siswa berpikir kritis dan kreatif.Instrumen menulis yang dibuat guru harus dapat
memfasilitasi siswa untuk menulis kreatif.

E. Implementasi pemebelajaran kontektual dikelas

Pembelajaran berbasis kontektual sendiri akan membawa berbagai


implemtasi-implemntasi tertentu ketika guru menerapkan didalam kelas. Menurut
Zahorik terdapat lima elemen yang harus diperhatikan oleh guru dalam praktek
pembelajaran kontektual yaitu:

1) Pengaktifan pengetahuan ng sudah ada (activating knowledge)


2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge), yaitu dengan
cara mempelajari secara keseluruhan terlebih dahulu kemudian
memperhatikan detailnya.
3) Pemehaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan
cara menyusun konsep sementara atau hipotesis, melakukan sharing
kepada orang lain agar mendapat tanggapan atau vilidasi dan atas dasar
tanggapan itu konsep tersebut direvisi atau dikembangkan.
4) Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge).
5) Melakukan refleks (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan tersebut.6

6
Nurhadi, Pendekatan Kontektual, Jakarta: Departemen pendidikan Nasional, Direktorat
Jendral Pendidikan Dasar Menengah, Direktorat Pendidkan Lanjutan Pertama, Tahun 2002,hal,7

16
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Elaine B. Johnson mengatakan konsep CTL ialah konsep belajar yang


membantu guru dan mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata perserta didik dan mendorong perserta didik membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan
merekan sebagai anggota atau masyarakat.

Karakteristik Contextual Teaching and Learning : Pembelajaran


merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge),
Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge), Pemahaman pengetahuan
(understanding knowledge), Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman
tersebut (applying knowledge), Melakukan refleksi (reflecting knowledge),
Bekerjasama ( collaborating ).

Komponen-komponen Contextual Teaching and Learning :


Konstruktivisme (Constructivism), Menemukan (Inquiry), Bertanya
(Questioning), Masyarakat Belajar (Learning Community), Pemodelan
(Modeling), Refleksi (Reflection), Penilaian Autentik (Authentic Assessment)

Pembelajaran yang memanfaatkan CTL sangat diperlukan. Menurut Endraswara,


pendekatan kontekstual memang cukup strategis karena menghendaki (1)
terhayati fakta yangdipelajari, (2) permasalahan yang akan dipelajari harus jelas,
terarah, rinci, (3) pragmatika materiharus mengacu pada kebermanfaatan secara
konkret, dan (4) memerlukan belajar kooperatif danmandiri.

Penerapan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada aspek
membaca, berbicara, mendengarkan, dan menulis baik dari segi berbahasa
maupun bersastra.

17
DAFTAR PUSTAKA

Hasnawati, Pendekatan Contextual Teaching Learning Hubungannya Dengan


Evaluasi Pembelajaran, vol.3, Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Tahun 2006
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=DUb2DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA19&dq=pemahaman+
tentang+konsep+contextual+teaching+and+learning&ots=Lv
https://maglearning.id/2020/12/05/pembelajaran-contextual-teaching-and-
learning-komponen-dan-karakteristik/2/
Endraswara, Suwardi. Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra, Yogyakarta: Kota
Kembang, Tahun 2003
Komaruddin, Erien .Panduan Kreatif Bahasa Indonesia, Bogor: Yudhistira,
Tahun 2005
Nurhadi, Pendekatan Kontektual, Jakarta: Departemen pendidikan Nasional,
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Menengah, Direktorat Pendidkan
Lanjutan Pertama, Tahun 2002

18

Anda mungkin juga menyukai