Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Merancang Model Contextual Teaching Learning


Dan Menerapkannya Dalam Pembelajaran
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Pembelajaran PAI

DISUSUN OLEH ;

KELOMPOK 7

1. Ario Razaq (2101007)


2. Anisa Fitri (2101004)

Dosen Pengampu :

Dr. Heri Surikno, MA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH

SYEIKH BURHANUDIN

KOTA PARIAMAN

2023 M / 1444 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, karunia, serta hidayah - Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Merancang Model Contextual Teaching Learning dan Menerapkannya Dalam
Pembelajaran”. Kami juga menyadari dengan baik bahwa masih banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada Bapak Dr. Heri Surikno, MA selaku
Dosen mata kuliah Strategi Pembelajaran PAI yang telah memberikan tugas ini kepada
kami.

Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon ma’af apabila terdapat
kesalahan kata kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.

Pariaman, Juni 2023

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan.............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep dasar model contextual taching learning ...............................................1
B. Tujuan pembelajaran contextual teaching learning ............................................9
C. Lagkah langkah model contextual teaching learning .........................................11
D. Kelebihan dan kekurangan model contextual teaching learning……………….11
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Model pembelajaran sangatlah dibutuhkan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Keahlian yang ada pada diri siswa dapat ditentukan menggunakan hubungan yang dibuat dalam
model pembelajaran yang sesuai. Sehingga dibutuhkan kesesuaian dalam pembentukan model
belajar yang kemudian membuat siswa sampai pada tujuan belajarnya. Dalam proses belajar ada
berbagai macam model pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu berjalannya suatu
pembelajaran. Model pembelajaran salah satunya adalah Contextual Teaching and Learning
(CTL).
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan sebuah konsep dalam pembelajaran
yang bisa sebagai alat bantu guru dalam menyampaikan materi agar siswa dapat mengaitkan
materi dengan dunia yang nyata, serta memberikan dorongan kepada siwa agar memahami ilmu
yang dimilikinya sehingga bisa dipergunakan pada kehidupannya sehari-hari. Pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa dalam memahami pengetahuan serta keterampilan pada saat
dia belajar.

B. Rumusan Masalah
A. Konsep dasar model contextual taching learning
B. Tujuan pembelajaran contextual teaching learning
C. Lagkah langkah model contextual teaching learning
D. Kelebihan dan kekurangan contextual teaching learning

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Model Contextual Teaching Learning

1. Pengertian contextual teaching learning


Kata  kontektual  berasal dari kata conteks yang berarti “ hubungan “atau pendekatan
pembelajaran yang menekankan kepada  proses  keterlibatan siswa secara penuh untuk
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan
nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka. Secara
umum contextual mengandung arti yang berkenan ,relevan, ada hubungan atau kaitan
langsung, mengikuti kontek, yang membawa maksud, makna dan kepentingan.1

Dari konsep diatas ada tiga hal yang harus kita pahami dalam pembelajaran CTL diantaranya
yaitu :
1. CTL menekankan kepada proses keterlibatan      siswa   untuk menemukan materi,
artinya proses belajar diorentasikan pada proses        pengalaman     secara langsung.
Proses pembelajaran dalam kontek CTL tidak mengharap agar siswa        hanya menerima
pelajaran tetapi siswa mencari, menemukan sendiri             materi pelajaran.

2.mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari
dengan situasi kehidupan nyata. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan
antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata.

3.CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan, artinya bukan hanya
mengharap siswa memahami materi akan tetapi bagaimana materi dapat mewarnai
kehidupan sehari-hari sebagai bekal kehidupan nyata.

Pembelajaran kontektual tidak harus dilakukan didalam ruang kelas, tetapi bisa
dilakukan di laboratorium,tempat kerja ,sawah atau tempat-tempat lainnya.Mengharuskan
guru untuk pintar-pintar memilih serta mendesain lingkungan belajar yang betul-betul
berhubungan dengan kehidupan nyata, baik kontek pribadi,sosial, budaya,

1
Depdiknas, (2007), panduan pembelajaran kontektual Sekolah Menengah Pertama, Jakarta:Depdiknas

v
ekonomi,kesehatan serta lainnya, sehingga siswa memiliki pengetahuan atau ketrampilan
untuk mengkontroksi sendiri secara aktif.2
Contextual Teaching Learning atau TCL aalah pembelajaran yang menekankan
kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan untuk menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dalam kehidupan mereka.
Belajar tidak hanya sekedar mencatat, duduk, dan mendengarkan, tetapi belajar adalah
proses berpengalaman secara langsung.3

2.  Penerapan Pembelajaran Kontekstual


Dalam penerapan model pembelajaran kontekstual, terdapat tujuh komponen utama yang
harus dilakukan secara sungguh-sungguh, karena komponen pembelajaran ini dapat
menjadikan proses pembelajaran menjadi lancar dan siswa mampu mencari
permasalahan dan pemecahan permasalahan dengan sendiri dengan melakukan kerja
kelompok. Tujuh komponen tersebut adalah:
1.   Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan filosofis yag mendasari proses
pembelajaran kontekstual. Landasan berpikir kontruktivisme berbeda dari
pandanagan objektvisme yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran semata
bukan pada proses mendapatkan hasil tersebut. Dalam pandangan kaum
kontruktivis, strategi memperoleh pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan
berapa banyak siswa yang memperoleh dan mengingat pengetahuan. Oleh karena
itu, kewajiban guru adalah memfasilitasi belajar melalui proses:
(a) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
(b) memberi kesempatan bag,i siswa untuk menemukan dan menerapkan
idenya sendiri, dan
(c) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri.

Prinsip dari pembelajaran kontekstual adalah membimbing siswa untuk


mengonstruk atau membangun sendiri pemikiran dan perasaannya yang bersumber
dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa. Dengan cara seperti itu,
pengetahuan yang didapatkan akan terpatri dalam otak siswa dan pemahaman yang

2
Sumiati, Asra,(2008) Metode Pembelajaran, Bandung: CV, Wacana Prima
3
( Sanjaya 2006)

vi
dihasilkan dengan cara berpikir kritis merupakan peluang besar untuk membantu
siswa selalu mengingat konsep yang diajarkan. Cara ini lebih efektif dibandingkan
dengan keyakinan-keyakinan yang secara dogmatis diterima tanpa prasyarat yang
diberi guru.   
                        
2.   Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dan terpenting  dari pembelajaran
kontekstual. Dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman belajar, pikiran,
perasaan, dan gerak motorik kita akan secara terpadu dan seimbang dalam
merespon sesuatu yang diperoleh dari belajar melalui proses menemukan. Untuk
meningkatkan mutu belajar, guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa
melakukan pengamatan, bertanya, mengajukan dugaan-dugaan, mengumpulkan
data, dan menyimpulkan sendiri. Melalui proses menemukan seperti itu,
diharapkan pengetahuan dan pengalaman siswa dipahami sebagai pengetahuan dan
pengalaman yang dari, oleh, dan untuk mereka.

3.   Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan salah satu pintu masuk untuk memperoleh
pengetahuan. Bertanya dalam kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan guru
untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bertanya
juga merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran penyelidikan,
yaitu menggali informasi mengonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan
mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
Dalam pembelajaran, aktivitas bertanya perlu ditingkatkan. Penyebab siswa
kurang berani bertanya adalah karena:
(a) siswa merasa dirinya tidak lebih tahu daripada guru, akibat dari
kebiasaan belajar yang satu arah,
(b) adanya ganjalan psikologis karena guru lebih dewasa dari sisi usia
daripada siswa,
(c) kurang kreatifnya guru dalam mengajukan persoalan-persoalan
yang siswa untuk bertanya. Alasan-alasan tersebut merupakan tugas
bagi guru untuk mencairkan suasana atau hambatan psikologis yang
menghalangi siswa untuk bertanya, serta memperkaya topik-topik

vii
pembelajaran yang aktual sesuai perkembangan zaman dan
kenyataan.  

viii
ix
4.   Masyarakat/Kelompok Belajar (Learning Community)
Learning community dapat terjadi apabila antara siswa dengan guru atau siswa
dengan siswa memiliki interaksi yang efektif dan komunikatif. Dalam proses
pembelajaran di kelas dapat dibentuk kelompok-kelompok belajar yang
memungkinkan siswa untuk saling berinteraksi dalam bertukar pendapat dan
pengalaman. Dalam pembelajaran kontekstual, learning community dapat
dilakukan dengan cara:
(a) membentuk kelompok kecil,
(b) mendatangkan ahli ke kelas,
(c) bekera dengan kelas sebaya,
(d) bekera dengan kelas di atasnya, dan
(e) bekerja dengan masyarakat.
 Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menerapkan learning community
adalah sebagai berikut:
·       Guru perlu mengaktivkan kelasnya dengan meminta siswa membentu suatu
kelompok  untuk bekerja sama secara kelompok
·       Guru perlu mendatangkan seorang ahli/pakar yang diangggap dapat
membantu menyelesaikan suatu permasalahan yang belum diketahui secara
persis
·       Guru perlu mendorong dan melatih siswa agar dapat bekerja sama dengan
adik/kakak kelas
·       Memberikan pengalaman yang lebih luas, sehingga memungkinkan guru
untuk menemukan tempat belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan
tema pembelajaran.
 
5.   Pemodelan (Modeling)
Bagian penting lainnya dalam pembelajaran kontekstual adalah pemodelan.
Pemodelan adalah proses belajar dengan memberikan contoh berupa tindakan dan
perilaku yang ditampilkan kepada siswa. Misalnya seorang guru memperagakan
cara menggunakan termometer suhu, dari cara memegang sampai melihat
kenaikan/perubahan suhunya. Dengan begitu guru sebagai modelnya.
Dalam kegiatan pembelajaran, tidak hanya guru yang menjadi model atau
percontohan tetapi model pembelajaran dapat melibatkan siswa atau seorang
pakar/ahli. Misalnya siswa yang pernah mendapat juara lomba menggambar
x
karikatur tingkat nasional. Siswa tersebut dapat memberikan contoh mulai dari cara
menggambar hingga proses pewarnaan. Maka dapat disimpulkan bahwa, belajar
melalui pengamatan model akan memberikan balikan yang lebih cepat dan dapat
ditiru langsung oleh siswa. 4
6.   Refleksi
Refleksi termasuk salah satu bagian penting dalam pembelajaran kontekstual yang
bermanfaat untuk mengingat kembali tentang sesuatu yang telah dilakukan di
waktu-waktu yang sudah dilakukan sebelumnya. Refleksi adalah cara berpikir
kebelakang (flashback) tentang apa yang sudah dilakukan pada masa lampau.
Fungsi berpikir reflektif adalah untuk mengevaluasi pengetahuan atau pengalaman
lama dengan pengetahuan atau pengalaman yang baru. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menerapkan belajar reflektif agar siswa dapat mengulas dan
menghubungkan kembali pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya telah
diterima siswa, antara lain:
·       Muatan pembelajaran perlu secara langsung dikaitkan dengan realitas
kehidupan, sehingga proses berpikir reflektif pada diri siswa dapat langsung
terkait dengan pengalaman pribadinya.
·       Sebelum disampikan materi yang baru, perlu adanya pengulangan-
pengulangan pengetahuan sebelumnya agar siswa dapat mengingat adanya
kaitan pengetahuan itu dengan pengetahuan yang baru. Hal ini diharapkan
agar dapat mengurangi dominasi pengetahuan yang dilakukan oleh guru.
7.   Penilaian Autentik (Autentication Assessment)
Penilaian dalam pembelajaran kontekstual berperan dalam memberikan
gambaran keberhasilan siswa secara keseluruhan. Penilaian tidak hanya
dikhususkan pada penilian hasil belajar berupa tes/ujian/ulangan semata, melainkan
penilaian yang benar-benar diberikan secara autentik atau benar atau nyata
berdasarkan kemampuan siswa dalam mendapatkan pengetahuan serta pemahaman
(proses). Prinsip penilaian autentik yaitu menghendaki teridentifikasinya seluruh
potensi dan kemampuan pada diri siswa. Apabila data yang dikumpulkan guru
mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru
dapat segera megambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan
belajar

4
(Usman, 2008:168).

xi
Penilaian autentik menekankan pada proses pembelajaran,
dimana assessment tidak diberikan di akhir periode pembelajaran seperti pada
kegiatan evaluasi hasil belajar melainkan dilakukan bersama-sama secara
terintegrasi dari awal hingga akhir pembelajaran. Nilai (assessment) diberikan
berdasarkan rubrik penilaian dengan beberapa aspek penilaian yang telah
ditentukan. Aspek penilaian tidak hanya berasal dari guru, tetapi siswa juga dapat
menentukan beberapa aspek yang perlu dinilai selama proses
pembelajaran.   Menurut Trianto, karakteristik penilaian autentik terdiri dari:
·     Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung,
·     Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif
·     Yang diukur keterampilan dan performasi, bukan mengingat fakta,
·     Berkesinambungan,
·     Terintegrasi (tidak terpisah),
·     Dapat digunakan sebagai feedback.
5

B. Tujuan Pembelajaran Contextual Teaching Learning


5
Trianto (2011:118),

xii
Hasil belajar siswa akan lebih bermakna jika pada saat belajar diikutidengan sikap dan
motivasi yang kuat, belajar dengan sungguh-sungguh danbertanggung jawab. Agar
sikap,motivasi, kesungguhan belajar,
dan tanggung jawab dapat terjaga maka iklim belajar yang mengarah perlu di ciptakan.6
 Sehingga tujuan pembelajaran contextual teaching and learning
 sebagai berikut :
a. Pengajaran autentik adalah pembelajaran yang memungkinkansiswa belajar dalam
konteks bermakna strategi ini menyatukan keterangan berfikir dan pemecahan yang
merupakan keyerangan penting dalam tatanankehidupan nyata
. b. Pembelajaran berbasis inquiri adalah merupakan pembelajaranyang berpola pada
metode Matematika dan memberikan kesempatan kepadasiswa untuk lebih
aktif pembelajaran.

c. Pembelajaran berbasis masalah adalah merupakan suatu kegiatanyang mengunakan


masalah dunia nyata sebagi kontes bagi siswa untukbelajar berfikir kritis dan keterangan
dalam pemecahan masalah.

d. Pembelajaran kooperatif adalah merupakan strategi belajar dimanasiswa belajar


kelompok kecil saling membantu untuk memahami suatu materipelajaran memeriksa
dan memperbaiki jawaban teman dalam kelompok.

Sedangkan menurut Kadir ada beberapa tujuan dari model pembelajaran CTL, yaitu:

1. Memotivasi peserta didik untuk memahami subjek yang mereka pelajari dengan
menghubungkannya ke dalam situasi kehidupan nyata, sehingga mereka pun
mempunyai pengetahuan/keterampilan dalam merefleksi apa yang telah
didapatkannya untuk diaplikasikan ke permasalahan-permasalahan lainnya.
2. Menjelaskan kepada peserta didik bahwa belajar bukan hanya sekedar menghafal
materi, melainkan juga harus dipahami.
3. Mengembangkan minat dan menambah pengalaman belajar para peserta didik.

6
(Nasrul Hakim, Group Investigation Untuk Meningkatkan Motivasi, Dan Hasil Belajar MahasiswaPendidikan
Biologi Universitas Muhammadiyah Malang, 2015)

xiii
4. Melatih peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skills) dan
memanipulasi pengetahuannya untuk menemukan dan menciptakan hal-hal yang
berguna bagi diri sendiri dan orang lain.
5. Menjadikan pembelajaran yang produktif dan bermakna.7

7
(Kadir, 2013)

xiv
C. Langkah-langkah model pembelajaran CTL
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas agar pembelajaran
itu dapat terlaksana adalah sebagai berikut:

1. Kembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar dengan lebih bermakna
secara sendirinya, serta mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru
mereka.
2. Laksanakan sejauh mungkin inkuiri untuk semua tema/topik. Hal ini memberikan
kesempatan kepada semua siswa untuk dapat bersama sama memecahkan persoalan
sesuai kontek pelajaran.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok).
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi diakhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.8

D. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran CTL


Setiap model pembelajaran, termasuk model pembelajaran CTL, pastilah memiliki kelebihan
dan kekurangan masing-masing dalam proses pembelajarannya. Adapun kelebihan model
pembelajaran ini adalah:

1.Suasana belajar akan lebih menyenangkan;


2.Siswa lebih peka terhadap lingkungannya;
3.Siswa akan lebih percaya diri dalam mengungkapkan apa yang mereka alami, dan
apa yang mereka lihat dalam kehidupan nyata;
4.Siswa menjadi lebih siap untuk menghadapi masalah-masalah yang biasa muncul
dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun kelemahan model pembelajaran CTL, antara lain:

1.Guru harus lebih menguasai prosedur ilmiah;

8
Trianto (2009: 27) dan Julianto, dkk (2011:77),

xv
2.Waktu yang digunakan kurang efisien, sebab membutuhkan waktu yang cukup lama
untuk mengaitkan tema dengan materi;
3.Seringkali guru mendapat kesulitan dalam menciptakan kelas yang kondusif,
terutama saat pembelajaran dilakukan di luar kelas, siswa akan sulit daitur;
4.Membutuhkan pengawasan ekstra karna pada umumnya siswa memiliki
keingintahuan yang sangat besar.

BAB III

xvi
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata  kontektual  berasal dari kata conteks yang berarti “ hubungan “atau pendekatan
pembelajaran yang menekankan kepada  proses  keterlibatan siswa secara penuh untuk
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan .

beberapa tujuan dari model pembelajaran CTL, yaitu:

1. Memotivasi peserta didik untuk memahami subjek yang mereka pelajari dengan
menghubungkannya ke dalam situasi kehidupan nyata, sehingga mereka pun
mempunyai pengetahuan/keterampilan dalam merefleksi apa yang telah
didapatkannya untuk diaplikasikan ke permasalahan-permasalahan lainnya.
2. Menjelaskan kepada peserta didik bahwa belajar bukan hanya sekedar menghafal
materi, melainkan juga harus dipahami.
3. Mengembangkan minat dan menambah pengalaman belajar para peserta didik.
4. Melatih peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skills) dan
memanipulasi pengetahuannya untuk menemukan dan menciptakan hal-hal yang
berguna bagi diri sendiri dan orang lain.

Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas agar pembelajaran
itu dapat terlaksana adalah sebagai berikut:

1. Kembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar dengan lebih bermakna
secara sendirinya, serta mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru
mereka.
2. Laksanakan sejauh mungkin inkuiri untuk semua tema/topik. Hal ini memberikan
kesempatan kepada semua siswa untuk dapat bersama sama memecahkan persoalan
sesuai kontek pelajaran.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok).
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi diakhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.9

9
Trianto (2009: 27) dan Julianto, dkk (2011:77),

xvii
Adapun kelebihan model pembelajaran ini adalah:

1.Suasana belajar akan lebih menyenangkan;


2.Siswa lebih peka terhadap lingkungannya;
3.Siswa akan lebih percaya diri dalam mengungkapkan apa yang mereka alami, dan
apa yang mereka lihat dalam kehidupan nyata;
4.Siswa menjadi lebih siap untuk menghadapi masalah-masalah yang biasa muncul
dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun kelemahan model pembelajaran CTL, antara lain:

1.Guru harus lebih menguasai prosedur ilmiah;


2.Waktu yang digunakan kurang efisien, sebab membutuhkan waktu yang cukup lama
untuk mengaitkan tema dengan materi;
3.Seringkali guru mendapat kesulitan dalam menciptakan kelas yang kondusif,
terutama saat pembelajaran dilakukan di luar kelas, siswa akan sulit daitur;
4.Membutuhkan pengawasan ekstra karna pada umumnya siswa memiliki
keingintahuan yang sangat besar.

DAFTAR PUSTAKA

xviii
Depdiknas, (2007), panduan pembelajaran kontektual Sekolah Menengah Pertama,
Jakarta:Depdiknas
Sumiati, Asra,(2008) Metode Pembelajaran, Bandung: CV, Wacana Prima
( Sanjaya 2006), Trianto (2009: 27) dan Julianto, dkk (2011:77),
Trianto (2011:118),
(NasrulHakim,Group Investigation Untuk Meningkatkan Motivasi, Dan Hasil Belajar Mahasi
swaPendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Malang, 2015)

Ahmad Tafsir. 1998. Metodologi Pengajaran Agama Islam , Remaja Rosda, Bandung.

xix

Anda mungkin juga menyukai