Anda di halaman 1dari 21

BAHAN AJAR

MODEL PROJECT BASED


LEARNING
DISUSUN OLEH:
Samsul Falak., SS., M. Pd.
NIP. 197706062003121002

KEMENTERIAN AGAMA
BALAI DIKLAT KEAGAMAAN SEMARANG
Jalan Temugiring, Banyumanik, Telepon/ Facsimili (024)7472551 Semarang 50264
Website: bdksemarang.kemenag.go.id Email: bdk_semarang@kemenag.go.id

1
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK

A. Pendahuluan
Kecakapan seorang guru dalam mengetengahkan materi yang dapat
menggugah semangat/motivasi siswa untuk mempelajarinya adalah suatu
prestasi tersendiri yang menunjukkan tingkat keprofesionalan guru yang
bersangkutan. Contohnya pada saat guru menggunakan model
pembelajaran berbasis proyek, kelompok-para siswa bekerja sama
menyelesaikan proyek yang telah disepakati oleh siswa dan guru. Ketika
guru sedang menerapkan model pembelajaran tersebut, seringkali siswa
menggunakan bermacam-macam keterampilan, prosedur dan berpikir
kritis.
Model-model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan
pembelajarannya, pola urutannya dan sifat lingkungan belajarnya.
Sebagai contoh pengklasifikasian berdasarkan tujuan adalah
pembelajaran langsung, suatu model pembelajaran yang baik untuk
membantu siswa mempelajari keterampilan dasar seperti tabel perkalian
atau untuk topik-topik yang banyak berkaitan dengan penggunaan alat.
Strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh guru harus mengacu
kepada deskripsi pembelajaran dan komponen lainnya. Ada tiga hal yang
sangat penting dalam proses belajar mengajar dikelas yaitu apa yang
akan diajarkan, yaitu materi pelajaran yang hendak disampaikan.
Selanjutnya, bagaimana cara mengajarkannya, yaitu berhubungan
dengan strategi yang dikembangkan dalam pembelajaran, dan
bagaimana cara mengetahui materi yang diajarkan dapat dipahami oleh
peserta didik.

B. Pembelajaran Kontektual
1. Pengertian Pembelajaran Kontektual
Perkembangan pendidikan dewasa ini, berorentasi kembali pada
pernikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan
diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermaknah jika peserta didik

2
"mengalami" apa yang dipelajarinya, bukan "mengetahuinya".
Pembelajaran beroreantasi target penguasaan materi terbukti
berhasil dalam kompetensi "mengingat" jangka pendek, tetapi gagal
dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan
jangka panjang. Permasalahan seperti ini, umumnya diketemukan
dalam proses pembelajaran kita di sekolah. Khususnya pada
pembelajaran biologi.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan
mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil
pembelajaran diharapkan lebih bermaknah bagi peserta didik. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan peserta
didik bekerja dan mengalami, bukan transfer pengatahuan dari guru
ke peserta didik. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada
hasil.
Dalam konteks ini, peserta didik perlu mengetahui makna belajar,
apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana
mencapainya. Peserta
didik sadar bahwa yang mereka peiajari berguna bagi dirinya nanti.
Dengan demikian, peserta didik diharapkan memposisikan dirinya
yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Peserta didik
mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya
menggapainya. Dalam upaya itu, peserta didik memerlukan guru
sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam kelas yang dirancang dengan CTL, tugas guru adalah
membantu peserta didik mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih
banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas
guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi peserta didik. Suatu yang

3
baru yang berupa ilmu pengetahuan dan keterampilan, datang dari
menemukan sendiri bukan informasi yang diberikan langsung oleh
guru, tanpa mengetahui darimana, dan hakikat pengetahuan yang
diberikan oleh guru. Demikianlah, peran guru yang diharapkan dalam
pembelajaran yang dikelolah dengan pendekatan kontekstual.
Jadi hakekat pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar, dimana
peserta didik mengkonstruksi sendiri pengalaman belajarnya untuk
menjadi pengetahuan yang utuh, dan mengkaitkan antara materi
pelajaran atau pengetahuan yang dimilikinya dengan situasi dunia
nyata serta mendorong peserta didik untuk membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dan penerapnya dalam kehidupanya
sehari-hari.

2. Pemikiran Tentang Belajar


Model pembelajaran kontestual mendasari diri pada kecendrungan
pemikiran tentang belajar sebagai berikut:
a. Proses belajar
Dalam pembelajaran kontekstual, belajar iidak hanya menghafal
konsep atau materi yang diajarkan, tetapi mengkonstruk sendiri
pengetahuan dalam pikiran peserta didik, yang diperoleh dari
pengalaman belajar yang disuasanakan oleh guru maupun
sumber belajar lainnya. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan
yang dimiliki seseorang itu terorganisir dan mencerminkan
pemahaman yang mendalam tentang suatu persoalan.
Pengetahuan tidak terpisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi
yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat
diterapkan. Peserta didik perlu dibiasakan memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut
dengan ide-idenya.
Proses belajar dapat mengubah strukfiur otak, perubahan struktur
otak tersebut berjalan terus seiring dengan perkembangan
organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang. Untuk itu

4
perlu dipahami, strategi belajar yang salah yang terus dialami oleh
seseorang akan mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya
mempengaruhi prilaku.
b. Transper belajar
Konsep belajar kontekstual adalah belajar mengalami sendiri,
bukan dari pemberian orany lain. Keterampilan dan pengetahuan
itu diperluas dari konteks yang terbatas di konstruk sedikit demi
sedikit. Yang terpenting bagi peserta belajar yaitu untuk apa ia
belajar, dan bagaimana peserta didik menggunakan pengetahuan
dan keterampilan itu.
c. Peserta didik sebagai pembelajar
Manusia mempunyai kecendrungan untuk belajar dalam bidang
tertentu, dan seseorang mempunyai kecendrunyan untuk belajar
dengan cepat hal-hal baru. Strategi belajar itu penting, anak akan
mudah mempelajari sesuatu dengan menggunakan strategi yang
tepat. Peran seorang guru dalam kontekstual adalah membantu
peserta didik untu menghubungkan antara
pengetahuan yang baru dan yang sudah diketahui oleh peserta
didik. Tugas guru memfasilitasi, agar informasi baru bermaknah,
memberi kesempatan pada peserta didik untuk menemukan dan
menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan peserta didik
untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
d. Pentingnya lingkungan belajar
Belajar efektif dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada
peserta didik. Perlu ada pergeseran paradigma, guru yang
menjadi pusat pembelajaran menuju pada peserta aktif bekerja
dan guru mengarahkan. Menumbuhkan komunitas belajar
menjadi penting dalam proses pembelajaran, dapat dilakukan
dengan kerja kelompok dan diskusi. Umpan balik amat penting
bagi peserta didik yang berasal dari proses penilaian yang benar
serta alat ukur yang valid dan reliabel.

5
3. Perbedaan antara CTL dengan Model Tradisional
Untuk lebih memahami pembelajaran kontekstual dengan
pembelajaran tradisional akan diuraikan beberapa perbedaan yang
dipandang dari berbagai sudut pandang. Pendekatan tradisional,
diwakili oleh proses pembelajaran yang menganut teori belajar
behaviorisme dan strukturalisme. Sedangkan pembelajaran
kontekstual, didasari oleh pendekatan baru yaitu konstruktivisme,
lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1 Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dan Tradisional

No CTL TRADISIONAL
1 Peserta belajar terlibat dalam Peserta belajar menerima
informasi
proses belajar secara pasif
2 Peserta didik belajar dari Peserta didik belajar individual
berbagai sumber melalui kerja
kelompok, diskusi, dan saling
mengkoreksi

3 Pembelajaran dikaitkan Pembelajaran sangat abstrak dan


dengan kehidupan nyata Teoritis
4 Prilaku dibangun atas Prilaku dibangun atas kebiasaan
kesadaran diri
5 Ketrampilan dikembangkan Keterampilan dibangun atas
dasar
atas pemahaman Latihan
6 Hadiah untuk prilaku baik Hadiah untuk prilaku baik adalah
pujian
adalah kepuasan diri atau nilai (angka)
7 Seseorang tidak melakukan Seseorang tidak melakukan yang
jelek
yang jelek karena dia sadar hal karena takut hukuman
itu keliru dan merugikan
8 Bahasa diajarkan dengan Bahasa diajarkan dengan
pendekatan rumus
pendekatan komunikatif, yakni struktural, ditrangkan
sampai
Paham dan dihafalkan, kemudian
peserta didik diajak latihan
menggunakan bahasa dalam (drill)

6
konteks nyata
9 Pemahaman rumus Rumus itu ada di luar peserta
didik,
dikembangkan atas dasar yang harus diterangkan, diterima,
konstruksi yang sudah ada dihafalkan, dan dilatih
dalam diri .
10 Pemahaman rumus relatif Rumus adalah kebenaran yang
absolut (
berbeda, tergantung konstruk sama untuk semua orang ) hanya
ada
yang dibangun dalam artian dua kemungkinan, yaitu
pemahaman
tergantung daya pemahaman rumus yang benar atau salah
11 Peserta didik menggunakan Peserta didik secara pasif
menerima
kemampuan berpikir kritis, rumus atau kaidah ( mernbaca,
terlibat penuh dalam mendengar, mencatat,
menghafal)
tanpa memberikan kontribusi ide
mengupayakan terjadinya
dalam
proses pembelajaran yang proses pembelajaran
efektif, ikut bertanggung jawab
atas terjadinya proses
pembelajaran yang efektif, dan
membawa konstruk masing
masing kedalam proses belajar
12 Pengetahuan yang dimliki Pengetahuan adalah
penangkapan
terhadap serangkaian fakta,
manusia dikPmbangkan oleh
konsep,
manusia itu sendiri, manusia atau hukum yang berada diluar
manusia
membangun pengetahuan
dengan cara memberi arti dan
rnernahami pengalamannya.
13 Karena pengetahuan Kebenaran bersifat absolut dan
dikembangkan (dikonstruksi) pengetahuan bersifat final
oleh manusia itu sendiri,
sementara manusia selalu
mengalarni peristiwa baru,
maka pengetahuan itu tidak

7
prnah stbil, selalu berkembang
14 Peserta didik diminta Guru adalah penentu jalannya
proses
bertanggungjawab, memonitor Pembelajaran
dan mengembangkan
pembelajaran mereka masing
masing

Penghargaan pada Pembelajaran tidak


15 pengalaman belajar peserta memperhatikan pengalaman
didik sangat diutamakan peserta didik

Hasil diukur dari berbagai cara: Hasil belajar diukur hanya dengan
16 proses kerja, hasil karya, tes
penampilan, rekaman, tes, dll
Pembelajaran terjadi di
berbagai temat, konteks, dan Pembelajaran hanya terjadi
17
setting didalam kelas

Sanksi dan hukuman untuk prilaku


Penyesalan adalah hukuman
18 yang
dari prilaku ang tidak baik
tidak baik
19 Prilaku baik berdasar motivasi Prilaku baik berdasar dari
motivasi
intrinsik Ekstrinsik
20 Berprilaku baik karena yakin Berprilaku baik karena terbiasa,
itulah yang terbaik dan kebiasaan dibangun dengan
hadiah
bermanfaat yang menyenangkan

4. Tujuh Komponen dalam CTL


a. Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir utama dari
pendekatan CTL, yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks
yang terbatas dan tidak hadir secara langsung. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

8
Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut
dengan ide-ide yang dimilikinya. Guru tidak akan.mampu
memberikan semua pengetahuan kepada peserta didik. Peserta
didik harus mengkonsiruksikan pengetahuan dalam benaknya
sendiri. Esensi dari teori konstruktifis adalah ide bahwa peserta
didik harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi
kompleks kesituasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu
menjadi milik dirinya.
Dengan dasar pemikiran tersebut, pembelajaran harus dikemas
menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan.
Dalam proses pembelajaran peserta didik membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses
belajar dan mengajar. Peserta didik menjadi pusat kegiatan, dan
tugas guru memfasilitasi pengalaman belajar.
Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan
pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil
pembelajaran. Dalam
pandangan konstruktivis, strategi memperoleh lebih diutamakan
dibandingkan seberapa anyak peserta didik memperoleh dan
mengingat pengetahuan.untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi
proses tersebut dengan: (1) menjadikan pengetahuan bermaknah
dan relevan bagi peserta didik, (2) memberi kesempatan peserta
didik menemukan dan menerapkan idennya sendiri, dan (3)
menyadarkan peserta didik agar menerapkan strategi mereka
sendiri dalam belajar.
Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman,
pernahaman semakin dalam dan kuat apabila selalu diuji dengan
pengalaman baru. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur
pengetahuan dalam otaknya, seperti kotakkotak yang masing-
masing berisi informasi bermaknah yang berbeda-beda. Setiap
pengalaman baru yang muncul, selalu dihubungkan dengan

9
kotak-kota atau struktur pengetahuan dalam otak manusia
tersebut. Struktur pengetahuan dikembangkan dalam otak
manusia melalui dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi maksudnya stnuktur pengetahuan dikembangkan atau
dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang sudah ada.
Akomodasi maksudnya struktur pengetahuan yang sudah ada
dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan dengan
hadirnya pengalaman baru.
Sebagian dari kegiatan guru disekolah sudah melaksanakan
filosofi ini dalam pembelajaran sehari-hari, yaitu dalam merancang
pembelajaran dalarn bentuk peserta didik bekerja, praktek
mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan,
mendemonstrasikan, menciptakan ide, dan lain sebagainya.
Pembelajaran-pembelajaran seperti ini sejalan dengan kerangka
konstruktivisme, diharapkan perlu lebih banyak lagi porsi
pembelajaran berbasis konstruktivisme agar pembelajaran di
sekolah lebih menarik.
Petunjuk tentang proses pembelajaran konstruktivisme juga
dikemukakan oleh Dahar (1989: 160), sebagai berikut: (1) siapkan
benda-benda nyata untuk digunakan para peserta didik, (2)
pilihlah pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan
anak, (:3) pErkenalkan kegiatan yang layak dan menarik serta beri
kebebasan anak untuk menolak saran guru, (4) tekankan
penciptaan pertanyaan dan masalah serta pemecahannya, (5)
anjurkan para peserta didik untuk saling berinteraksi, (6) hindari
istilah teknis. dan tekankan berpikir, (7) anjurkan mereka berpikir
dengan cara sendiri, dan (8) perkenalkan kembali materi dan
kegiatan yang sama setelah beberapa tahun lamanya.
Beberapa uraian di atas dapat memberi pandangan kepada guru
agar dalam menerapkan prinsip belajar konstruktivisme, benar-
benar harus memperhatikan kondisi lingkungan bagi anak. Di
samping itu, pengertian tentang kesiapan anak untuk belajar, juga

10
tidak boleh diabaikan. Dengan kata lain, bahwa faktor lingkungan
sebagai suatu sarana interahsi bagi anak, bukanlah satu-satunya
yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh bagi guru.
Tahap pertama, peserta didik didorong agar mengemukakan
pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila
perlu, guru memancing dengan pertanyaan problematis tentang
fenomena yang sering dijumpai sehari-hari oleh peserta didik dan
mengaitkannya dengan konsep yang akan dibahas. Selanjutnya,
peserta didik diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan
mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep tersebut.
Tahap kedua, peserta didik diberi kesempatan untuk menyelidiki
dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian,
dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah
dirancang oleh guru. Secara keselunahan pada tahap ini akan
terpenuhi rasa keingintahuan peserta didik tentang fenonema
dalam lingkungannya.
Tahap ketiga, peserta didik memikirkan penjelasan dan solusi
yang didasarkan pada hasil observasi peserta didik, ditambah
dengan penguatan guru. Selanjutnya, peserta didik membangun
pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari.
b. Penemuan (Inquiry)
Menemukan atau inquiri merupakan bagian penting dari kegiafian
pembelajaran yang berbasis GTL. Pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil menghafal
seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil menemukan dan
mengkonstruk sendiri dari pengalaman belajar yang dirancang.
Guru diharapkan selalu merancang kegiatan yang merujuk pada
kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan.
c. Bertanya (Questioning)
Bertanya atau questioning adalah bagian penting pembelajaran
berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai
kegiatan guru untuk mendorong, mernbimbing, dan menilai

11
kemampuan berpikir peserta didik. Bagi peserta didik, kegiatan
bertanya merupakan bagian penting dalam rnelaksanakan
pembelajaran berbasis inquiri, yaitu menggali informasi,
mengkonfirmsikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan
perhatian pada aspek yang belum diketahui.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, suasana
pembelajaran yang komunikatif, maka kegiatan bertanya berguna
untuk: (1), mengali informsi, baik administrasi maupun akademis,
(2) mengecek pemahaman peserta didik, (3) untuk mengyali
respon pada peserta didik, (4) mengetahui sejauhmana keinginan
peserta didik, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui oleh
peserta didik, (6) memfokuskan perhatian peserta didik, (7)
memancing peserta didik untuk bertanya dan mengembangkan
fikirannya, (8) menyegarkan kembali pengetahuan yang telah
dikonstruksi oleh peserta didik sendiri
Bagaimana penerapannya di sekolah, hampir pada setiap
kegiatan yang dirancang berbasis CTL, aktifitas bertanya
diketemukan pada saat peserta berinteraksi seperti berdiskusi,
bekerja dal;am kelompok, ketika menemukan kesulitan, ketika
mengamati, dan seterusnya. Jika kegiatan seperti ini banyak
dikembangkan maka akan mendorong peserta didik untuk
bertanya, sehingga hasil pertanyaan yang dijawab menjadi
pengaiamn baru dalam mengkonstruksi pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community atau masyarakat belajar,
mengisaratkan bahwa belajar adalah hasil interaksi dengan orang
lain, bisa dari guru, dan juga teman sejawat artinya semua
termasuk dalam masyarakat belajar termasuk didalamnya adalah
orang-orang diluar lingkungan sekolah, misalnya masyarakat.
Semuanya adalah masyarakat belajar yang membantu sesorang

12
untuk mengkonstruksi pengetahuan yang dimiliki oleh individu
yang belajar.
Dalam CTL, guru disaranan untuk melaksanakan pembelajaran
dalam kelompok-keornpok belajar. Peserta didik dibagi dalam
kelornpok-kelompok yang heterogen, sehingga terjadi interaksi
dan kerjasama didalam kelompok yang menciptakan komunitas
belajar. Selain itu, langka lain bagi peserta didik adalah guru
mengundang local expert, atau orang-orang diluar pendidik yang
berkompeten dibidangnya, untuk berbagi pengalaman belajar
kepada peserta didik disekolah. Sehingga peserta didik mendapat
langsung pengalaman belajar dengan contoh yang jelas.
Kegiatan saling belajar dalam suatu komunitas belajar bisa terjadi
apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak
ada pihak yang segan unfuk bertanya, tidak ada pihak yan
dianggap paling tahu, semua pihak dalam komutas belajar saling
mendengar. Setiap orang harus merasa bahwa orang lain pun
memiliki pengetahuan, pengalaman, dan atau keterampilan yang
berbeda yang perlu dipelajari.
Kalau semua orang mau belajar dari orang lain, maka setiap
orang rnenjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan
kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu, guru
harus menguasai pembelajaran konstruktifis dengan membentuk
kornunitas belajar dengan cara pembentukan kelompok kecil dan
kelompok yang lebih besar, mendatangkan para ahli dibidangnya
sesuai pembelajaran yang direncanakan, bekerja dengan kelas
yang sederajat atau kelas yang lain, dan membuka ruang untuk
berinteraksi dengan masyarakat.
e. Pemodelan (modelling)
Komponen selanjutnya dalam CTL adalah pemodelan. Maksudnya
adalah dalam pembelajaran keterampilan atau pembelajaran lain
ada model yang dapat ditiru. Dalam pendekatan CTL, guru
bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dngan

13
melibatkan peserta didik, misalnya salah satu peserta didik
memiliki kemampuan tertentu dapat dijadikan model bagi peserta
didik lain untuk memahami suatu pengetahuan tertentu. Demikian
juga, dengan model yang berasal dari masyarakat, guru dapat
mengundang ahli pada bidang tertentu yang sesuai dengan
desain pembelajaran yang dilakukan oleh guru, untuk menjadi
model dalam suatu pengetahuan dan keterampilan.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah juga bagian yang penting dalam pembelajaran
kontekstual. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru
dipelajari, atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah
peserta didik lakukan dimasa lalu. Peserta didik inengendapkan
pengetahuan yang dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi
dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon
terhadap kejadian, aktifitas, atau pengetahuan yang baru terima.
Peserta didik mengadakan refleksi, bahwa pengetahuan yang
diperoleh sebagai revisi terhadap pengetahuan yang selama ini
dipahaminya.
Pengetahuan yang bermaknah diperoleh dari proses.
Pengetahuan yang dimiliki peserta didik diperluan melalui
konteks pembelajaran, yang kemudian dipertuas sedikit demi
sedikit. Guru atau orang dewasa membantu peserta didik
membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan sebelumnya
dengan pengetahuan yang baru, sehingga peserta didik merasa
memperoleh yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru
dipelajarinya.
Refleksi dapat dilakukan oleh guru, dengan menyisahkan waktu
sejenak untuk merefleksikan pengetahuan yang dimilikinya,
realisasinya dapat dilakukan sebagai berikut: (1) pernyataan
langsung tentang apa yang diperolehnya hari itu, (2) catatan atau

14
jurnal pada buku peserta didik, (3) kesan dan saran peserta didik
mengenai pembelajaran, (4) diskusi, atau (5) hasil karya.
g. Penilaian Otentik (Authentic Assesment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang
bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik.
Gambaran pembelajaran peserta didik perlu diketahui oleh guru
agar bisa mernastikan bahwa peserfa didik mengalami proses
pernbelajaran dengan benar. Apabila dari data yang
dikumpulkan, guru menemukan permasalahan pada diri peserta
didik, maka secepatnya diambil tindakan untuk keluar dari
permasalahan. Oleh karena itu assessment dilakukan sepanjang
pernbelajaran bukan pada akhir pembelajaran, sehingga
penilaian dilakuakan bersama dan terintegrasi dari kegiatan
pembelajarar.
Data yang dikupulkan melalui kegiatan penilaian juga bukanlah
untuk mencari informasi tentang belajar peserta didik.
Pembelajaran yang benar ditekankan pada upaya membantu
peserta didik agar mampu mempelajari (learning how to leam )
materi yang dipelajari, bukan ditentukan diperolehnya sebanyak
mungkin informasi diakhir periode pembelajaran.
Karakteristik penilaian yang sebenarnya (authentic assessment);
(1) dilaksanakan selama dan sesudah proses belajar berlangsung,
(2) bisa digunakan untuk formatif dan sumatif, (3) yang diukur
keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta, (4)
berkesinambungan, (5) terintegrasi, (6) dapat digunakan sebagai
feed back. Intinya, dengan authentic assessment adalah
pertanyaan yang ingin dijawab apakah peserta didik belajar,
bukan apa yang sudah diketahui oleh peserta didik.

C. Model Pembelajaran Berbasis Proyek


1. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Proyek :

15
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah
metoda pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai
media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi,
sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil
belajar.
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan metode belajar yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan
dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya
dalam beraktifitas secara nyata.
Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada
permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam
melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses
inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding
question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek
kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam
kurikulum.
Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat
melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam
sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBL merupakan investigasi
mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga
bagi atensi dan usaha peserta didik.
2. Keunggulan Model Pembelajaran Berbasis Proyek :
a. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar,
mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan
penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
b. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
c. Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil
memecahkan problem-problem yang kompleks.
d. Meningkatkan kolaborasi.
e. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan
mempraktikkan keterampilan komunikasi.

16
f. Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola
sumber.
g. Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan
praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu
dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk
menyelesaikan tugas.
h. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik
secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia
nyata.
i. Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi
dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian
diimplementasikan dengan dunia nyata.
j. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga
peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.
3. Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Proyek :
a. Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
b. Membutuhkan biaya yang cukup banyak
c. Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional,
di mana instruktur memegang peran utama di kelas.
d. Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
e. Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan
pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
f. Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja
kelompok.
g. Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok
berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik
secara keseluruhan
4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Proyek :
a. Penentuan pertanyaan mendasar
b. Menyusun perencanaan proyek
c. Menyusun jadwal
d. Monitoring

17
e. Menguji hasil
f. Evaluasi pengalaman
5. Sistem Penilaian Model Pembelajaran Berbasis Proyek :
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas
yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut
berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data,
pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data.
Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman,
kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan
kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran
tertentu secara jelas.
Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu
dipertimbangkan yaitu:
a. Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi
dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
b. Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan
tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam
pembelajaran.
c. Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil
karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa
petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.

D. Penutup
Dalam implementasi kurikulum 2013 dengan pembelajaran saintifik dan
penilaian otentik guna mencapai kualitas proses dan perubahan sikap
yang diinginkan diperlukan guru yang kompeten dalam merancang
aktivitas, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasinya.
Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap, pengetahuan,
dan keterampilan, sehingga hasil belajar melahirkan peserta didik yang

18
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi melalui langkah-langkah
mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring.
Pembelajaran saintifik sejalan dengan model pembelajaran kontektual
berbasis ilmiah dan hal nyata.

19
DAFTAR PUSTAKA

Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Eggen, P.D & Kauchak, P. P. 1996. Strategies forTeacher. - Teaching


Content and Thinking Skill. Boston: Allyn & Bacon.

Gronlund, N.E. 1982. Constructing Achivement Test. Third Edition.


Practice Hall: Englewood Cliffs

Ibrahim, M dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa


University Press.

Isjoni, 2007. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan


Belajar Berkelompok. Bandung : Penerbit Alfabeta

Kardi, S dan Nur, M. 2000. Pengantar pada Pengajaran dan Pengelolaan


Kelas. Surabaya: Unesa University Press.

Lie, Anita. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

Miarso, Yusufhadi, dkk. 1986. Teknologi Komunikasi Pendidikan. Jakarta:


Rajawali

Ratumanan, T.G. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa


University Press.

Rusyan, Tabrani, dkk. 1989. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.


Bandung: Remaja Rosdakarya

Sharan, S. And Shanca, H. 1988. Language and Learning in the


Cooperative Classroom. NY: Springer Verlag

Slavin, S.E. 1995. Cooperative Learning, second edition. Massachusets:


Allyn & Bacon.

Soedjadi. 1995. Pendidikan, Penalaran, Konstruktivitas, Kreativitas,


sajian dalam Pembelajaran Matematika. Makalah seminar
Nasional Pendidikan Matematika. IKIP Surabaya.

Solihatin, Etin dan Raharjo. 2007. Cooperative Learning Analisis Model


Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.

Sudjana, N. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Suprijanto. 2007. Pendidikan Orang Dewasa dari Teori hingga Aplikasi.


Jakarta: Bumi Aksara.

20
Suparman, Atwi. 1997. Model-model Pembelajaran Interaktif. Jakarta:
STIA LAN Press

Suparno P. 1997. Filsafat Konstruktivisne dalam Pendidikan. Yogyakarta:


Kanisius.

Suparman, Atwi. 1997. Model-Model Pembelajaran Interaktif. Jakarta:


STIA LAN

Surakhmad, Winarno. 1990. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar.


Bandung: Tarsito

Yager, R. 1991. The Constructivist Learning Model: Toward Real Reform


in Science Education. Joumal of Science Teacher. 58 (6), 52 - 57.

Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf


Publising

21

Anda mungkin juga menyukai