Anda di halaman 1dari 34

Strategi Pembelajaran Kontekstual (Contextual Learning)

Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengkaitkan materi


pembelajaran dengan konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam
lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja, sehingga siswa mampu membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-
hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yakni : kontruktivisme
(constructivism), bertanya (questioning), menyelidiki (inquiry), masyaraka belajar (learning
community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic
assessment).
Model pembelajaran kontekstual menjadikan siswa akan lebih dibuka jalan pikiran
mereka untuk menemukan ide-ide mereka melalui kehidupan nyata. Siswa akan diberikan
kesempatan untuk mengonstruksikan sendiri pengetahuan mereka untuk dihubungkan dengan
dunia nyata sehingga apa yang mereka pelajari dapat dipahami dengan baik (Rahayu, 2013).
Menurut Jumadi (2003), alasan perlu diterapkannya pembelajaran kontekstual adalah:
a. Sebagian besar waktu belajar sehari-hari di sekolah masih didominasi kegiatan
penyampaian pengetahuan oleh guru, sementara siswa”dipaksa” memperhatikan dan
menerimanya, sehingga tidak menyenangkan dan memberdayakan siswa.
b. Materi pembelajaran bersifat abstrak-teoritis-akademis, tidak terkait dengan masalah-
masalah yang dihadapi siswa sehari-hari di lingkungan keluarga, masyarakat, alam
sekitar dan dunia kerja.
c. Penilaian hanya dilakukan dengan tes yang menekankan pengetahuan, tidak menilai
kualitas dan kemampuan belajar siswa yang autentik pada situasi yang autentik.
d. Sumber belajar masih terfokus pada guru dan buku. Lingkungan sekitar belum
dimanfaatkan secara optimal.
Ada  lima  elemen  yang  harus  diperhatikan  dalam  praktik  pembelajaran kontekstual
(Dihanti, 2012) yaitu:
1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring   knowledge) dengan cara mempelajari secara
keseluruhan dulu, kemudian  memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman  pengetahuan  (understanding   knowledge)
4. Mempraktikkan  pengetahuan  dan  pengalaman  tersebut  (applying knowledge).
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan
tersebut.
Tujuan metode pembelajaran ini adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan ketertarikan peserta didik untuk senantiasa belajar, sehingga mereka bisa
mendapatkan pengetahuan yang bersifat fleksibel dan aplikatif dalam kehidupan sehari-
hari.
2. Memperbaiki hasil belajar peserta didik melalui peningkatan pemahaman makna materi
yang sedang dipelajari.
Adapun manfaat metode pembelajaran ini bagi peserta didik adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berpikir secara kritis, logis, dan
sistematis.
2. Pemahaman yang diperoleh peserta didik bisa bertahan lebih lama karena memahami
dengan menerapkan.
3. Peserta didik bisa lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
4. Meningkatkan kreativitas peserta didik berkaitan dengan permasalahan yang ada di
sekitar yang disesuaikan dengan keilmuan yang didapatkan.
Keunggulan strategi pembelajaran konstekstual
1. Pembelajaran konstekstual mendorong siswa dapat menemukan hubungan antara materi
yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata
siswa secara terintegrasi dan alamiah sehingga mampu menggali, berdiskusi, berpikir
kritis, dan memecahkan masalah nyata yang dihadapinya dengan cara bersama-sama.
2. Pembelajaran konstekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan, artinya siswa tidak hanya diharapkan dapat memahami materi yang
dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai
perilaku/tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
3. Pembelajaran konstekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk
menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara
langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya
menerima materi pelajaran, melainkan dengan cara proses mencari dan menemukan
sendiri materi pelajaran.
Kelemahan Strategi Pembelajaran Konstekstual
1. Membutuhkan waktu yang lama bagi peserta didik untuk bisa memahami semua materi.
2. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim
yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi
siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar
seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang
dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa”
yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat
belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
3. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan
strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru
memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan
pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula
Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Menurut Elaine B. Johnson dalam Syaefudin, pembelajaran kontekstual harus memuat
tiga prinsip utama, yaitu sebagai berikut.
1. Prinsip ketergantungan
Sebagai suatu sistem, pasti ada keterikatan dan keterkaitan di dalam sekolah.
Artinya, setiap elemen di sekolah saling tergantung satu sama lain. Misalnya, antara
peserta didik dan guru, guru dan kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan, dan
seterusnya.
Adanya ketergantungan ini bisa meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal-hal
yang tidak bisa dipisahkan saat pembelajaran berlangsung adalah bahan ajar, media ajar,
sarana dan prasarana, sumber belajar, dan iklim sekolah.

2. Prinsip diferensiasi
Artinya segala sesuatu di Bumi ini selalu berubah, tak terkecuali di dunia
pendidikan. Hal itu memicu terbentuknya perbedaan, keseragaman, dan keunikan. Oleh
karena itu, pendidik selalu dituntut untuk dinamis dan harmonis dengan prinsip
diferensiasi.

3. Prinsip organisasi diri


Artinya guru harus mampu memberikan dorongan atau motivasi pada peserta
didik agar senantiasa menggali setiap potensi yang dimiliki secara optimal.
Dalam penerapan model pembelajaran kontekstual, terdapat tujuh komponen utama yang
harus dilakukan secara sungguh-sungguh, karena komponen pembelajaran ini dapat menjadikan
proses pembelajaran menjadi lancar dan siswa mampu mencari permasalahan dan pemecahan
permasalahan dengan sendiri dengan melakukan kerja kelompok. Tujuh komponen tersebut
adalah:
1. Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan filosofis yag mendasari proses pembelajaran
kontekstual. Landasan berpikir kontruktivisme berbeda dari pandanagan objektvisme
yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran semata bukan pada proses mendapatkan
hasil tersebut. Dalam pandangan kaum kontruktivis, strategi memperoleh pengetahuan
lebih diutamakan dibandingkan berapa banyak siswa yang memperoleh dan mengingat
pengetahuan. Oleh karena itu, kewajiban guru adalah memfasilitasi belajar melalui
proses: (a) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (b) memberi
kesempatan bag,i siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan (c)
menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri.
Prinsip dari pembelajaran kontekstual adalah membimbing siswa untuk
mengonstruk atau membangun sendiri pemikiran dan perasaannya yang bersumber dari
pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa. Dengan cara seperti itu, pengetahuan
yang didapatkan akan terpatri dalam otak siswa dan pemahaman yang dihasilkan dengan
cara berpikir kritis merupakan peluang besar untuk membantu siswa selalu mengingat
konsep yang diajarkan. Cara ini lebih efektif dibandingkan dengan keyakinan-keyakinan
yang secara dogmatis diterima tanpa prasyarat yang diberi guru.  

2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dan terpenting  dari pembelajaran kontekstual.
Dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman belajar, pikiran, perasaan, dan gerak
motorik kita akan secara terpadu dan seimbang dalam merespon sesuatu yang diperoleh
dari belajar melalui proses menemukan. Untuk meningkatkan mutu belajar, guru perlu
memberikan kesempatan kepada siswa melakukan pengamatan, bertanya, mengajukan
dugaan-dugaan, mengumpulkan data, dan menyimpulkan sendiri. Melalui proses
menemukan seperti itu, diharapkan pengetahuan dan pengalaman siswa dipahami sebagai
pengetahuan dan pengalaman yang dari, oleh, dan untuk mereka.

3. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan salah satu pintu masuk untuk memperoleh pengetahuan.
Bertanya dalam kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bertanya juga merupakan bagian
penting dalam melaksanakan pembelajaran penyelidikan, yaitu menggali informasi
mengonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek
yang belum diketahui.
Dalam pembelajaran, aktivitas bertanya perlu ditingkatkan. Penyebab siswa
kurang berani bertanya adalah karena: (a) siswa merasa dirinya tidak lebih tahu daripada
guru, akibat dari kebiasaan belajar yang satu arah, (b) adanya ganjalan psikologis karena
guru lebih dewasa dari sisi usia daripada siswa, (c) kurang kreatifnya guru dalam
mengajukan persoalan-persoalan yang menantang siswa untuk bertanya. Alasan-alasan
tersebut merupakan tugas bagi guru untuk mencairkan suasana atau hambatan psikologis
yang menghalangi siswa untuk bertanya, serta memperkaya topik-topik pembelajaran
yang aktual sesuai perkembangan zaman dan kenyataan

4. Masyarakat/Kelompok Belajar (Learning Community)


Learning community dapat terjadi apabila antara siswa dengan guru atau siswa
dengan siswa memiliki interaksi yang efektif dan komunikatif. Dalam proses
pembelajaran di kelas dapat dibentuk kelompok-kelompok belajar yang memungkinkan
siswa untuk saling berinteraksi dalam bertukar pendapat dan pengalaman. Dalam
pembelajaran kontekstual, learning community dapat dilakukan dengan cara: (a)
membentuk kelompok kecil, (b) mendatangkan ahli ke kelas, (c) bekera dengan kelas
sebaya, (d) bekera dengan kelas di atasnya, dan (e) bekerja dengan masyarakat.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menerapkan learning community
adalah sebagai berikut:
 Guru perlu mengaktivkan kelasnya dengan meminta siswa membentu
suatu kelompok  untuk bekerja sama secara kelompok
 Guru perlu mendatangkan seorang ahli/pakar yang diangggap dapat
membantu menyelesaikan suatu permasalahan yang belum diketahui
secara persis
 Guru perlu mendorong dan melatih siswa agar dapat bekerja sama dengan
adik/kakak kelas
 Memberikan pengalaman yang lebih luas, sehingga memungkinkan guru
untuk menemukan tempat belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan
tema pembelajaran.

5. Pemodelan (Modeling)
Bagian penting lainnya dalam pembelajaran kontekstual adalah pemodelan.
Pemodelan adalah proses belajar dengan memberikan contoh berupa tindakan dan
perilaku yang ditampilkan kepada siswa. Misalnya seorang guru memperagakan cara
menggunakan termometer suhu, dari cara memegang sampai melihat kenaikan/perubahan
suhunya. Dengan begitu guru sebagai modelnya.
Dalam kegiatan pembelajaran, tidak hanya guru yang menjadi model atau
percontohan tetapi model pembelajaran dapat melibatkan siswa atau seorang pakar/ahli.
Misalnya siswa yang pernah mendapat juara lomba menggambar karikatur tingkat
nasional. Siswa tersebut dapat memberikan contoh mulai dari cara menggambar hingga
proses pewarnaan. Maka dapat disimpulkan bahwa, belajar melalui pengamatan model
akan memberikan balikan yang lebih cepat dan dapat ditiru langsung oleh siswa (Usman,
2008:168).

6. Refleksi
Refleksi termasuk salah satu bagian penting dalam pembelajaran kontekstual yang
bermanfaat untuk mengingat kembali tentang sesuatu yang telah dilakukan di waktu-
waktu yang sudah dilakukan sebelumnya. Refleksi adalah cara berpikir kebelakang
(flashback) tentang apa yang sudah dilakukan pada masa lampau. Fungsi berpikir
reflektif adalah untuk mengevaluasi pengetahuan atau pengalaman lama dengan
pengetahuan atau pengalaman yang baru. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menerapkan belajar reflektif agar siswa dapat mengulas dan menghubungkan kembali
pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya telah diterima siswa, antara lain:
 Muatan pembelajaran perlu secara langsung dikaitkan dengan realitas
kehidupan, sehingga proses berpikir reflektif pada diri siswa dapat
langsung terkait dengan pengalaman pribadinya.
 Sebelum disampikan materi yang baru, perlu adanya pengulangan-
pengulangan pengetahuan sebelumnya agar siswa dapat mengingat adanya
kaitan pengetahuan itu dengan pengetahuan yang baru. Hal ini diharapkan
agar dapat mengurangi dominasi pengetahuan yang dilakukan oleh guru.

7. Penilaian Autentik (Autentication Assessment)


Penilaian dalam pembelajaran kontekstual berperan dalam memberikan gambaran
keberhasilan siswa secara keseluruhan. Penilaian tidak hanya dikhususkan pada penilian
hasil belajar berupa tes/ujian/ulangan semata, melainkan penilaian yang benar-benar
diberikan secara autentik atau benar atau nyata berdasarkan kemampuan siswa dalam
mendapatkan pengetahuan serta pemahaman (proses). Prinsip penilaian autentik yaitu
menghendaki teridentifikasinya seluruh potensi dan kemampuan pada diri siswa. Apabila
data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan
dalam belajar, maka guru dapat segera megambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas
dari kemacetan belajar
Penilaian autentik menekankan pada proses pembelajaran,
dimana assessment tidak diberikan di akhir periode pembelajaran seperti pada kegiatan
evaluasi hasil belajar melainkan dilakukan bersama-sama secara terintegrasi dari awal
hingga akhir pembelajaran. Nilai (assessment) diberikan berdasarkan rubrik penilaian
dengan beberapa aspek penilaian yang telah ditentukan. Aspek penilaian tidak hanya
berasal dari guru, tetapi siswa juga dapat menentukan beberapa aspek yang perlu dinilai
selama proses pembelajaran.   Menurut Trianto (2011:118), karakteristik penilaian
autentik terdiri dari:
 Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung,
 Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif
 Yang diukur keterampilan dan performasi, bukan mengingat fakta,
 Berkesinambungan,
 Terintegrasi (tidak terpisah),
 Dapat digunakan sebagai feedback.

SARAN
Pembelajaran dengan menggunakan kontekstual sangat berbeda dengan pembelajaran
tradisional. Pembelajaran kontekstual melibatkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan guru
hanya sebagai fasilitator untuk membimbing siswa mendapatkan jawaban dari suatu masalah.
Sedangkan pembelajaran tradisional, yang berperan aktif adalah guru dalam memberikan
informasi yang sebanyak-banyaknya. Sehingga dengan kata lain, Strategi Pembelajaran
Kontekstual sangat cocok untuk dipakai dengan pembelajaran jangka Panjang, mengingat setiap
peserta didik memiliki kecepatan yang berbeda dalam memahami suatu materi.
Aqib, Z. 2013. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif).
Yrama Widya. Bandung

Dihanti, E. 2012. Contextual Teaching and Learning (CTL): sebagai strategi dan Model
Pembelajaran. Widyaiswara LPMP Jawa Barat 07 Februari 2012.

Jumadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Implementasinya. Makalah Workshop


Sosialisasi dan Implementasi Kurikulum 2004 Madrasah Aliyah DIY, Jateng, Kalsel di
FMIPA UNY.

Rahayu, S., I. W. Rasna, dan G. Artawan. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual


dalam Pembelajaran Menulis pada Siswa Kelas XII SMKN 1 Denpasar. e-:Journal
PPs. Universitas Pendidikan Ganesha, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia (Volume 2 tahun 2013).
Strategi Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Posamentier secara sederhana menyebutkan cooperative learning atau belajar secara


kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka
sebuah atau beberapa tugas.

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya


mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama didalam kelompok-kelompok kecil untuk
membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada gagasan atau
pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan bertanggung jawab terhadap
aktivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif
merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme.

Menurut Slavin menyatakan bahwa pendekatan konstruktivis dalam pengajaran secara


khusus membuat belajar kooperatif ekstensif, secara teori siswa akan lebih mudah menemukan
dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikannya dengan
temannya.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran


dengan membentuk kelompok-kelompok yang didasari dengan kerja sama dan setiap anggota
kelompok harus bertanggung jawab atas pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antar


siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif merubah
peran guru dari peran yang berpusat pada Model Pembelajaran Kooperatif 3 gurunya ke
pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut teori konstruktivis, tugas guru
(pendidik) adalah memfasilitasi agar proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada diri
sendiri tiap-tiap siswa terjadi secara optimal.

Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah:

a. Teori Psikologi Kognitif-Konstruktivistik (Piaget dan Vygotsky)


b. Teori Psikologi Sosial (Dewey, Thelan, Allport, dan Lewin).

Kelebihan Pembelajaran Kooperatif

 Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiriJika belajar sendiri sering
kali rasa bosan timbul dan rasa kantuk pun datang. Apalagi jika mempelajari
pelajaran yang kurang menarik perhatian atau pelajaran yang sulit. Dengan belajar
bersama, orang punya teman yang memaksa aktif dalam belajar.Demikian pula
ada kesempatan bersenda gurau sesedikit mungkin untuk mengalihkan kebosanan.
 Dapat merangsang motivasi belajar
 Melalui kerja kelompok, akan dapat menumbuhkan perasaan ada saingan. Jika
udah menghabiskan waktu dan tenaga yang sama dan ternyata ada teman yang
mendapat nilai lebih baik, akan timbul minat mengejarnya. Jika sudah berada di
atas, tentu ingin mempertahankan agar tidak akan dikalahkan teman-temannya.
 Ada tempat bertanya. Kerja secara kelompok, maka ada tempat untuk bertanya
dan ada orang lain yang dapat mengoreksi kesalahan anggota kelompok.
 Kesempatan melakukan resitasi oral. Kerja kekompok, sering anggota kelompok
harus berdiskusi dan menjelaskan suatu teori kepada teman belajar.Inilah saat
yang baik untuk resitasi. Akan dijelaskan suatu teori dengan bahasa sendiri.
Belajar mengekspresikan apa yang diketahui, apa yang ada dalam pikiran ke
dalam bentuk kata-kata yang diucapkan.
 Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya asosiasi dengan
peristiwa lain yang mudah diingat.

Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

 Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu


memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu;
 Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan
fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai;
 Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic
permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
 Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan
siswa yang lain menjadi pasif.

Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
dikerjakan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota.
3. Kelompok mempunyai tujuan yang sama.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang
sama diantara anggota kelompoknya.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Langkah-langkah penerapan strategi pembelajaran kooperatif

FaseIndikator Aktivitas Guru


1 Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
memotivasi siswa ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa
2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3 Mengorganisasikan siswa ke Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
dalam kelompok-kelompok membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
belajar kelompok agar melakukan transisi efisien
4 Membimbing kelompok Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
bekerja dan belajar pada saat mengerjakan tugas
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau
hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.

SARAN

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok


yang didasari dengan kerja sama dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas
pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Maka dari itu, guru harus lebih selektif lagi dalam pemilihan anggota kelom;ok berdasarkan
kepribadian murid masing-masing agar tercipta kelompok yang sama derajatnya, tidak ada yang
lebih dan tidak ada yang kurang. Walaupun sudah dibagi secara perkelompok, guru juga harus
tetap memfasilitasi para murid dan memberikan bimbingan selama pengerjaan tugasnya.

Kunandar.2007. Guru Professional Implementasi Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan


Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo.
Mulyasa. 2008. Menjadi guru Professional Menciptakan Pembelajaran Kreatif
DanMenyenangkan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Strategi Pembelajaran Discovery dan Inquiry
A. Discovery Learning
Perbedaan Discovery Learning dan Inquiry Learning
Pada discovery learning terdapat pengalaman yang disebut ahaa experience.
Sementara itu, pada inquiry learning tidak selalu sampai pada tahapan ini. Hal ini
dikarenakan pada proses akhir discovery learning adalah penemuan, sedangkan inquiry
learning proses akhirnya terletak pada kepuasan kegiatan meneliti.
Selain itu, discovery learning menekankan pada pengalaman seperti yang dialami
oleh peneliti ketika melakukan penemuan suatu temuan. Inquiry berarti guru harus
menyediakan situasi sedemikian rupa sehingga siswa didorong untuk melakukan
prosedur yang digunakan oleh penelitian.

Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan


berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman
strukturatau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa
ssecara aktif dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara
belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang
diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa.
Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba
memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam
kehidupan bermasyarakat.

Tujuan Pembelajaran Discovery Learning


Bell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan
penemuan, yakni sebagai berikut:
a. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif
dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak
siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola
dalam situasi konkrit mauun abstrak, juga siswa banyak meramalkan
(extrapolate) informasi tambahan yang diberikan
c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan
menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat
dalam menemukan.
d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja
bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan
mneggunakan ide-ide orang lain.
e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-
keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui
penemuan lebih bermakna.
f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam
beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan
diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

Strategi-strategi dalam Pembelajaran Discovery Learning


Dalam pembelajaran dengan penemuan dapat digunakan beberapa strategi,
strategi-strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Strategi Induktif
Strategi ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian data atau contoh khusus
dan bagian generalisasi (kesimpulan). Data atau contoh khusus tidak dapat
digunakan sebagai bukti, hanya merupakan jalan menuju kesimpulan.
Mengambil kesimpulan (penemuan) dengan menggunakan strategi induktif ini
selalu mengandung resiko, apakah kesimpulan itu benar ataukah tidak.
Karenanya kesimpulan yang ditemukan dengan strategi induktif sebaiknya
selalu mengguankan perkataan “barangkali” atau “mungkin”.
b. Strategi deduktif
Dalam matematika metode deduktif memegang peranan penting dalam hal
pembuktian. Karena matematika berisi argumentasi deduktif yang saling
berkaitan, maka metode deduktif memegang peranan penting dalam
pengajaran matematika. Dari konsep matematika yang bersifat umum yang
sudah diketahui siswa sebelumnya, siswa dapat diarahkan untuk menemukan
konsep-konsep lain yang belum ia ketahui sebelumnya.

Kelebihan discovery learning


1. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah
(problem solving)
2. Dapat meningkatkan motivasi
3. Mendorong keterlibatan keaktifan siswa
4. Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sebab ia berpikir dan
menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.
5. Menimbulkan rasa puas bagi siswa. Kepuasan batin ini mendorong ingin
melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat
6. Siswa akan dapat mentransfer pengetahuannya keberbagai konteks.
7. Melatih siswa belajar mandiri

Kekurangan discovery learning


1. Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalah fahaman
antara guru dengan siswa
2. Menyita waktu banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang
umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan
pembimbing siswa dalam belajar. Untuk seorang guru ini bukan pekerjaan
yang mudah karena itu guru memerlukan waktu yang banyak. Dan sering
kali guru merasa belum puas kalau tidak banyak memberi motivasi dan
membimbing siswa belajar dengan baik.
3. Menyita pekerjaan guru.
4. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan
5. Tidak berlaku untuk semua topik.

Berikut merupakan tahapan-tahapan dalam pelaksanaan metode discovery


learning:
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu
guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan
kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa
dalam mengeksplorasi bahan.
b. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-
agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah).
c. Data collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para
siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada
tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar
tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca
literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji
coba sendiri dan sebagainya.
d. Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah
data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,
observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan,
wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu
serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu
e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan
temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004 :
244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan
dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi
(Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-
prinsip yang mendasari generalisasi.

Penilaian Pada Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)


Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan
dengan menggunakan tes maupun non tes.Penilaian yang digunakan dapat berupa
penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk
penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery
learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan
penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa maka pelaksanaan penilaian dapat
dilakukan dengan pengamatan.

SARAN
Karena model pembelajaran discovery learning hanya dapat dipakai untuk materi
materi tertentu, maka seorang guru atau seorang calon guru disarankan agar mampu
memilih dan memilah materi mana yang tepat dan cocok yang dapat diterapkan dalam
proses belajar agar tidak menyita waktunya juga tidak hanya melibatkan beberapa siswa
saja, karena model pembelajaran discovery diperlukan keaktifan seluruh siswa.
Selain itu alat – alat bantu mengajar (audio visual, dll) haruslah diusahakan oleh
guru atau calon guru yang hendak menerapkan metode ini, tujuannya untuk memberikan
siswa pengalaman langsung.

Ratumanan, T. G. 2004. Belajar dan Pembelajaran edisi kedua.Unesa University Press.

Elvira-yunita-utami.Penerapan Metode Dicsovery Learning pada Pembelajaran Matematika


dalam Usaha Peningkatan Motivasi Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP Neg 2
Pengasih Kabupatan.Kulon Progo
B. Inquiry Learning
Strategi pembelajaran inkuiri (SPI) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir
sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.

Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui
indra pengecapan, pendengaran, pengelihatan, dan indra-indra lainnya. Hingga dewasa
keinginan itu terus berkembang dengan menggunakan otak dan pikirannya. Pengetahuan
yang dimiliki manusia akan bermakna (meaningfull) manakala didasari oleh
keingintahuan itu.

Tujuan utama dari SPI adalah menolong siswa untuk dapat menembangkan
disiplin intelektual dan ketrampilan berpikir dengan memberkan pertanyaan dan
mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka. Sasaran utama kegiatan
pembelajaran inkuiri adalah keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan
belajar, keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran dan
mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses
inkuiri.

Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi yang menekankan kepada


pengembangan intelektual anak. Menurut Piaget perkembangan mental (intelektual)
dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu maturation, physical experience, social experience, dan
equilibration.
 Maturation atau kematangan adalah proses perubahan fisiologis dan
anatomis, yaitu proses pertumbuhan fisik, yang meliputi pertumbuhan
tubuh, otak, dan sistem saraf.
 Physical experience adalah tindakan-tindakan fisik yang dilakukan
individu terhadap benda-benda yang ada di lingkungan sekitarnya. Aksi
atau tindakan fisik yang dilakukan individu memungkinkan untuk dapat
mengembangkan aktivitas/daya pikir yang akhirnya ditransfer menjadi
gagasan atau ide.
 Social experience adalah aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain.
Melalui pengalaman sosial, akan menumbuhkan kesadaran bahwa ada
aturan lain disamping aturannya sendiri, sehingga anak dituntut untuk
mempertimbangkan atau mendengarkan pandan orang lain. Terdapat dua
aspek dalam pengalaman sosial, yakni pengalaman sosial akan dapat
mengembangkan kemampuan berbahasa dan melalui pengalaman sosial
anak akan mengurangi egocentric-nya.
 Equilibration adalah proses penyesuaian antara pengetahuan yang sudah
ada dengan pengetahuan baru yang ditemukannya. Adakalanya anak
dituntut memperbarui pengetahuan yang sudah terbentuk setelah ia
menemukan informasi baru yang tidak sesuai.

Atas dasar faktor-faktor di atas, maka dalam strategi pembelajaran inkuiri terdapat
beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru. Adapun prinsip-prinsip
tersebut sebagai berikut:
 Berorientasi pada Pengembangan Intelektual
Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan
berpikir. Dengan demikian strategi pembelajaran ini selain berorientasi
kepada hasil belajar juga berorientasi kepada proses belajar. Sehingga
kriteria keberhasilan dari suatu proses pembelajaran inkuiri ditentukan
oleh sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu.
Makna dari “sesuatu” tersebut yaitu yang dapat ditemukan, bukan sesuatu
yang tidak pasti, oleh sebab itu setiap gagasan yang dikembangkan adalah
gagasan yang dapat ditemukan.
 Prinsip Interaksi
 Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi
antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi siswa
dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti
menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur
lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan
(directing) agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya
melalui interaksi mereka.
 Prinsip Bertanya
 Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi
pembelajaran inkuiri adalah sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa
untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan proses
berpikir. Oleh karenanya berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai
oleh setiap guru, apakah itu hanya sekedar untuk meminta perhatian siswa,
bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan,
atau bertanya untuk menguji.
 Prinsip Belajar untuk Berpikir
 Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah
suatu proses berpikir (learning how to think), yakni proses
mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan,
baik otak reptil, otak limbik, maupun otak neokortek. Pembelajaran
berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
Misalnya, belajar yang hanya cenderung memanfaatkan otak kiri, biasanya
akan memaksa anak untuk berpikir logis dan rasional yang akan membuat
anak dalam posisi “kering dan hampa”. Oleh karena itu, belajar berpikir
logis dan rasional perlu didukung oleh pergerakan otak kanan, misalnya
dengan memasukkan unsur-unsur yang dapat memengaruhi emosi, yaitu
unsur-unsur estetika melalui proses beajar yang menyenangkan dan
menggairahkan.
 Prinsip Keterbukaan
 Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Oleh sebab
itu, anak perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan
perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang
bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan
sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah
menyediakan ruang kepada siswa untuk mengembangkan hipotesis dan
secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.

Keunggulan SPI
Metode pembelajaran inkuiri merupakan strategi belajar yang banyak dianjurkan
karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya:
 Strategi pembelajaran inquiry merupakan strategi pembelajaran yang
menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini
dianggap lebih bermakna.
 Dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya
belajar mereka.
 Strategi pembelajaran inquiry merupakan strategi yang dianggap sesuai
dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar
adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
 Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani
kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, artinya siswa
yang memiliki kemampuan belajar baik tidak akan terhambat oleh siswa
yang lemah dalam belajar.

Disamping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran inquiry juga mempunyai


kelemahan, di antaranya yaitu:
 Jika strategi pembelajaran inquiry sebagai strategi pembelajaran, maka
akan sulit terkontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
 Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentuk
dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
 Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu
yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu
yang telah ditentukan.
 Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka strategi pembelajaran inquiry akan sulit
diimplementasikan oleh setiap guru.
 Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa
 Sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur kebiasaan dalam
belajar siswa.
 Kadang perlu waktu yang panjang sulit dilakukan.
 Selama kriteria keberhasilan ditentukan dengan penguasaan materi

Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan SPI dapat mengikuti


langkah-langkah sebagai berikut:
1. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengondisikan agar
siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Guru merangsang dan
mengajak siswa untuk berfikir memecahkan masalah. Langkah orientasi
merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan SPI sangat tergantung
pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam
memecahkan masalah. Tanpa kemauan dan kemampuan itu tak mungkin
proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar. Beberapa hal yang dapat
dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah:
 Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat
dicapai oleh siswa.
 Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh
siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-
langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah
merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan.
 Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini
dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.

2. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu
persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah
persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu.
Dikatakan teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan
masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban
yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi
inkuiri, oleh sebab itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh
pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental
melalui proses berfikir. Dengan demikian, teka-teki yang menjadi masalah
dalam berinkuiri adalah teka-teki yang mengandung konsep yang jelas yang
harus dicari dan ditemukan. Ini penting dalam pembelajaran inkuiri. Beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah, di antaranya:
 Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan
memiliki motivasi belajar yang tinggi manakala dilibatkan dalam
merumuskan masalah yang hendak dikaji. Dengan demikian, guru
sebaiknya tidak merumuskan sendiri masalah pembelajaran, guru
hanya memberikan topik yang akan dipelajari, sedangkan
bagaimana rumusan masalah yang sesuai dengan topik yang telah
ditentukan sebaiknya diserahkan kepada siswa.
 Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki
yang jawabannya pasti. Artinya, guru perlu mendorong agar siswa
dapat merumuskan masalah yang menurut guru jawabannya sudah
ada, tinggal siswa mencari dan mendapatkan jawabannya secara
pasti.
 Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah
diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Artinya, sebelum masalah itu
dikaji lebih jauh melalui proses inkuiri, guru perlu yakin terlebih
dahulu bahwa siswa sudah memiliki pemahaman tentang konsep-
konsep yang ada dalam rumusan masalah. Jangan harapkan siswa
dapat melakukan tahapan inkuiri selanjutnya, manakala ia belum
paham konsep-konsep yang terkandung dalam rumusan masalah.

3. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang
dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya.
Kemampuan atau potensi individu untuk berfikir pada dasarnya sudah dimiliki
sejak individu itu lahir. Potensi berfikir itu dimulai dari kemampuan setiap
individu untuk menebak atau mengira-ira (berhipotesis) dari suatu
permasalahan. Manakala individu dapat membuktikan tebakan, maka ia akan
sampai pada posisi yang bisa mendorong untuk berpikir lebih lanjut. Oleh
sebab itu, potensi untuk mengembangkan kemampuan menebak pada setiap
individu harus dibina.
Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan
kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan
mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat
merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan
kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

4. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri,
mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya
memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan
ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.

5. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima
sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan
data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir
rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya
berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang
ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

6. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan
yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang
relevan.

SARAN
Alangkah baiknya, kita yang kelak akan menjadi seorang pendidik handal
mempelajari, lantas memahami lebih dalam lagi tentang strategi pembelajaran inkuiri ini
karena sangat membantu dan dapat diterapkan dalam strategi pengajaran kita nanti.

Hamzah B. Uno, 2008. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Efektif
dan Dinamis. Jakarata: Bumi aksara

Trianto, 2007. Model-model Pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivis. Jakarta: Prestasi


Pustaka Publisher.

Wina, Sanjaya, 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana.

Strategi Pembelajaran Metode Kasus dan Pembelajaran Berbasis Masalah


A. Strategi Pembelajaran Metode Kasus
Strategi Pembelajaran Metode Kasus atau yang disebut juga Strategi
Pembelajaran Studi Kasus (Case Method). Trategi pembelajaran studi kasus merupakan
salah satu model “Student-Centered Learning” (SLC). Pada model ini, peserta belajar
dituntut untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan suatu kasus (masalah) yang
nyata di masa yang lalu. Studi kasus relatif dapat diterapkan dalam berbagai bidang studi,
namun lebih populer digunakan pada bidang studi bisnis, pemerintahan dan hukum.

Studi kasus adalah suatu metode yang digunakan dalam penyajian suatu pelajaran
dengan memanfaatkan kasus yang ditemui sebagai bahan pembelajaran kemudian kasus
tersebut dibahas bersama-sama untuk mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar.
Metode pembelajaran dengan studi kasus ini memungkinkan siswa untuk bisa
memecahkan dan mengambil keputusan terhadap kasus yang ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari.

Ada 2 studi kasus yaitu studi kasus lengkap (terbuka) dan studi kasus tidak
lengkap (tertutup). Studi kasus yang lengkap menggambarkan sepenuhnya situasi dan
solusi-solusi atau tindakan yang bisa direkomendasikan dalam kehidupan nyata,
sedangkan, studi kasus tidak lengkap menggambarkan peristiwa yang nyata sampai pada
batasan-batasan tertentu, tetapi tidak termasuk tindakan nyata dari peristiwa yang terjadi.

Adapun karakteristik metode pembelajaran dengan studi kasus sebagai berikut:


1. Metode dengan menggunakan suatu peristiwa yang di pandang sebagai suatu
masalah yang bersifat faktual.
2. Siswa berperan aktif dalam upaya pencarian pemecahan masalah yang di
hadapi dan guru/pendidik sebagai pembimbing yang akan mengarahkan
siswa/peserta didik untuk memilih alternatif pemecahan masalah.
3. Memerlukan bimbingan dalam proses penyelesaian masalah yang di hadapi
siswa. Tidak terselesaikannya masalah secara tepat/sehat dapat menimbulkan
kerugian maupun hambatan perkembangan pada siswa itu sendiri. Oleh karena
itu dalam hal ini guru sangat berperan penting sebagai orang yang dapat
membimbing siswa menuju alternatif pemecahan masalah yang tepat.
4. Penekanan proses pembelajaran bukan hanya pada penyampaian informasi
oleh pengajar melainkan pada pengembangan keterampilan pemikiran analitis
dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas.
5. Pembelajaran yang ditekanan pada pemahaman konteks.
6. Siswa memiliki pengetahuan awal tentang masalah yang akan dipecahkan,
setidaknya dalam hal ini siswa memiliki gambaran terhadap masalah yang
dihadapi, sehingga hal ini akan memudahkan siswa dalam mengambil suatu
keputusan atau pemecahan masalah.
Adapun Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam strategi pembelajaran
case method adalah sebagai berikut:
1. Mengapa kasus itu perlu diambil sebagai bahan diskusi pembelajaran,
2. Mengembangkan atau memilih kasus,
3. Bimbingan guru untuk siswa,
4. Persiapan guru dalam diskusi kelas.

Kelebihan dan Kekurangan dalam metode ini:


Kelebihan metode pembelajaran dengan studi kasus:
1. Siswa dapat mengetahui melalui pengamatan yang sempurna tentang
gambaran yang nyata dan benar-benar terjadi dalam hidupnya sehingga
mereka dapat mempelajari dengan penuh perhatian dan lebih terperinci
persoalannya.
2. Dengan mengamati, memikirkan, dan bertindak dalam mengatasi situasi
tertentu mereka lebih meyakini apa yang diamati dan menemukan banyak cara
untuk pengamatan dan pencarian jalan keluar itu.
3. Siswa mendapat pengetahuan dasar dan penyebab-penyebab yang melandasi
kasus tersebut.
4. Siswa menjadi lebih aktif dan termotivasi untuk berfikir lebih kritis.
5. Membantu siswa dalam mengembangkan intelektual dan keterampilan
berkomunikasi secara lisan ataupun tertulis.

Kelemahan metode pembelajaran dengan studi kasus:


1. Guru memerlukan banyak waktu untuk mempersiapkan bahan kasus yang
ditemui dan petunjuk cara pemecahannya yang diperlukan siswa.
2. Siswa kadang-kadang menjadi frustrasi karena (seperti dalam situasi nyata)
informasi dalam kasus mungkin kurang lengkap.
3. Diskusi kasus dalam kelas dapat menakutkan bagi beberapa siswa.

Adapun langkah-langkah melakukan studi kasus, yakni:


1. Guru harus mengetahui apa tujuan yang ingin dicapai siswa dalam
pembelajaran menggunakan metode studi kasus ini.
2. Dalam persiapan guru harus memilih kasus yang sesuai dan menganalisis
secara rinci terhadap kasus yang akan dipecahkan.
3. Guru membagi kelas menjadi pasangan-pasangan atau berkelompok dan guru
memberikan sebuah kasus.
4. Setelah itu siswa akan mendiskusikan suatu kasus yang diberikan oleh
gurunya didalam kelompoknya.
5. Kemudian setiap pasangan atau kelompok akan membuat rangkuman
mengenai suatu kasus dengan lengkap dan mengarah pada pemecahan
masalah.
6. Ketika waktu diskusi atau pemecahan masalah telah berakhir, setiap pasangan
atau kelompok akan mempresentasikan hasil diskusi mereka kepada kelas.
7. Guru akan menilai hasil diskusi mereka, yang dinilai oleh guru adalah
bagaimana sikap siswa dalam mengembangkan pola pikirnya, bagaimana cara
mereka mengemukakan pendapat saat melakukan diskusi dalam kelompok,
dan bagaiman cara mereka memecahkan suatu masalah.

SARAN
Strategi Pembelajaran Case Method merupakan pembelajaran yang berbasis pada
siswa. Pada strategi ini, siswa mendiskusikan kasus yang berhubungan dengan materi
pembelajaran guna mencari solusi yang dikira cocok untuk memecahkan kasus tersebut.
Namun pada pembelajaran Seni Rupa, strategi ini dianggap kurang memadai karena
umumnya strategi pembelajaran ini digunakan dalam sekolah bisnis atau ekonomi.

Roestiyah. 2008. Metode Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

B. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah


Menurut Jodion Siburian, dkk  dalam Panduan Materi Pembelajaran Model
Pembelajaran Sains (2010:174) sebagai berikut: Pembelajaran berbasis masalah (problem
based learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang berasosiasi dengan
pembelajaran kontekstual. Pembelajaran artinya dihadapkan pada suatu masalah, yang
kemudian dengan melalui pemecahan masalah, melalui masalah tersebut siswa belajar
keterampil-keterampilan yang lebih mendasar.

Model pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah model pembelajaran yang


dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian
dilakukan pemecahan masalah oleh siswa yang diharapkan dapat menambah
keterampilan siswa dalam pencapaian materi pembelajaran.

Dalam penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM). Dalam


penerpn strategi ini guru memeberikan kesempatan kepada siswa untuk menetapkan topik
masalah, walaupun sebenarnya guru sudah mempersiapkan agar siswa mampu
menyelesaikan maslah secara sistematis dan logis.

Dilihat dari aspek psikologi belajar SPMB bersandarkan kepada psikologi


kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku
berkat adanya pengalaman. Belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta,
tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya. Melalui
proses ini sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh. Artinya,
perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan
psikomotor melalui pernghayatan secara internal akan problema yang dihadapi.
Masalah dalam SPBM adalah masalah yang bersifat terbuka. Artinya jawaban
dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa bahkan guru dapat mengembangkan
kemungkinan jawaban. Denagn demikian, SPBM memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berekplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secar lengkap untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai oleh SPBM adalah
kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis dan logis untuk menemukan
alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka
menumbuhkan sikap ilmiah.

Prinsip-prinsip dalam Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) adalah:


1. Konteks pembelajaran terjadi pada permasalahan yang sedang dihadapi siswa,
2. Berpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator,
3. Proses yang aktif; siswa menerapkan pengetahuan yang baru diperoleh
terhadap permasalahan,
4. Siswa bekerja secara kolaboratif bersama-sama memahami permasalahan,
5. Berbasis inquiri—siswa belajar menanyakan pertanyaan dalam proses, dan
6. melibatkan/mendorong evaluasi diri dan kelompok secara terus menerus.

Sebagai suatu strategi pembelajaran, SPBM memiliki beberapa keunggulan


diantaranya.
1. Pemecahan masalah (problem solving) merupaka teknik yang cukup bagus
untuk lebih memahami isi pelajaran.
2. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang kemampuan siswa
serta dapat memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi
siswa.
3. Pemecahan masalah (roblem solving) dapat meningkatkan aktifitas
pembelajaran siswa.
4. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa bagaiman
mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan
masalah.
5. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa untuk
mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam
pembelajaran yang mereka lakukan.
6. Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan
disukai siswa.
7. Pemecahan masalah(problem solving) dapat mengembangkan kemampuan
siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
8. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan pada
siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia
nyata.
9. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa
untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal
telah berakhir.

Kelemahan
Disamping keunggulan, SPBM juga memiliki kelemahan, diantaranya:
1. Mana kala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan
merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan
cukup waktu untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman maka mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin
pelajari.

Langkah-langkah pelaksanaan SPBM adalah sebagai berikut:


1. Menyadari masalah,
2. Merumuskan masalah,
3. Merumuskan hipotesis,
4. pengumpulan data,
5. Menguji hipotesis,
6. Menentukan pilihan penyelesaian.

SARAN
Sebagai seorang calon guru kita sebaiknya mengerti dan memahami cara dan hal-
hal yang berkaitan dengan perkembangan peserta didik. Sehingga kita perlu mengetahui
dan memahami strategi apa yang bisa dipakai untuk proses pembelajaran, guna untuk
menciptakan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

http://journal.unp.ac.id/students/index.php/pmat/article/download/1185/877
Eveline Siregar dkk, Teori Belajar dan Pembalajaran, Ghalia Indonesia: Bogor,
2010.

Strategi Pembelajaran Deduktif dan Induktif

Pembelajaran induktif-deduktif adalah model pembelajaran yangmemadukan


model pembelajaran induktif dan model pembelajaran deduktif.Pembelajaran diawali
secara induktif dengan memberikan sejumlah contoh agar siswa mengidentifikasi,
menginterpretasi data kemudian membuat kesimpulan.Secara deduktif, setelah siswa
mampu mendefinisikan atau menggenarilasasikandapat memberikan contoh atau non
contoh serta dapat membuktikannya.

Strategi belajar deduktif merupakan strategi belajar dengan materi atau bahan
pelajaran diolah dari mulai yang umum, generalisasi atau rumusan, ke yang bersifat
khusus atau bagian-bagian. Bagian itu dapat berupa sifat, atribut atau ciri-ciri. Strategi.
deduktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun
konsep terdefinisi.

Strategi belajar induktif merupakan strategi belajar dengan materi atau bahan
pelajaran diolah mulai dari yang khusus (sifat, ciri atau atribut) ke yang umum,
generalisasi atau rumusan. Strategi Induktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep,
baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.

Di tinjau dari cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara


strategi pembelajaran deduktif dan induktif. Strategi pembelajaran deduktif adalah
strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari konsep-konsep terlebih
dahulu untuk kemudian ditarik kesimpulan dan iludtrasi-ilustrasi atu bahan pelajaran
yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang abstrak. Kemudian secara perlahan-lahan
menuju hal-hal yang konkrit. Strategi ini disebut juga strategi pembelajaran dari umum
ke khusus.

Sebaliknya dengan strategi induktif, pada strategi ini bahan yang dipelajari
dimulai dari hal-hal yang konkrit yang kemudian secara perlahan siswa dihadapkan pada
materi yang sukar.

Strategi belajar deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-
istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu
pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah
mengetahui wilayah persoalannya dan konsep dasarnya (Suwarna, 2005).

Ciri-ciri pembelajaran deduktif adalah:


a. Berorientasi pada materi
b. Berstruktur tinggi
c. Penggunaan waktu yang efisien
d. Kurang memberi kesempatan untuk belajar sewaktu-waktu

Strategi belajar Induktif meiliki ciri utama dalam pengolahan informasi adalah
menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk memperoleh pengertian. Data
yang digunakan mungkin merupakan data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus
nyata yang terjadi di lingkungan.
Ciri-ciri pembelajaran induktif:
a. Penekanan pada keterampilan berfikir dan tujuan-tujuan afektif
b. Berstruktur rendah
c. Penggunaan waktu yang kurang efisien
d. Memberi kesempatan yang banyak untuk belajar sewaktu-waktu

Langkah-langkah dalam strategi deduktif meliputi tiga tahap yaitu:


a. Pengajar memilih pengetahuan untuk diajarkan.
b. Pengajar memberi pengetahuan kepada peserta didik.
c. Pengajar memberikan contoh-contoh dan membuktikannya kepada peserta
didik.
Teknik penyajian pelajaran yang paralel dengan straegi pembelajaran deduktif
adalah teknik ceramah.

Beberapa langkah untuk menentukan strategi pembelajaran induksi, yaitu:


a. Pengajar memilih bagian dari pengetahuan, aturan umum, prinsip, konsep,
yang diajarkan.
b. Pengajar menyajikan contoh-contoh spesifik untuk dijadikan bagian
penyusunan hipotesis.
c. Bukti-bukti disajikan dengan maksud membenarkan atau menyangkal
berbagai hipotesis tersebut.
d. Menyimpulkan bukti dan contoh-contoh tersebut.

Keunggulan Dan Kelemahan Strategi Belajar Induktif dan Deduktif


Strategi pembelajaran deduktif. Merupakan strategi pengajaran yang dimulai
dengan mengetahui sebuah prinsip dan di kembangkan sampai tidak di ketahui (umum ke
khusus).
Keunggulan strategi belajar deduktif yaitu:
a. Proses pembelajarannya dimulai dari defenisi-defenisi yang diikuti dengan
contoh-contoh sehingga siswa dengan mudah dapat memahami pelajaran yang
diberikan oleh guru.
b. Penggunaan waktu belajar yang lebih efisien
c. Merupakan cara yang mudah untuk menyampaikan isi pelajaran
d. Hemat waktu dan tenaga, tidak perlu melakukan banyak persediaan.
e. Memiliki teknik yang mudah dalam pengajaran karena hanya bersifat parallel
yaitu ceramah.
Kelemahan strategi belajar deduktif, yaitu:
a. Kurang memberi kesempatan untuk belajar sewaktu-waktu
b. Materi yang akan dipelajari siswa sesuai dengan materi yang diberikan guru
sehingga dalam hal pembelajaran siswa lebih mengacu pada apa yang
diberikan oleh guru.
c. Lebih menekankan pada keaktifan guru dalam mengajar

Strategi pembelajaran induktif, merupakan strategi pembelajaran dimulai dengan


suatu prinsip-prinsip yang belum diketahui dan dikembangkan sampai tahu atau paham
(khusus ke umum).
Kelebihan strategi belajar induktif yaitu:
a. Memberi kesempatan yang banyak untuk belajar sewaktu-waktu
b. Memiliki teknik penyajian yang konkrit dan jelas
c. Lebih menekankan keaktifan siswa dalam belajar sehingga melatih siswa
untuk berfikir lebih efektif.
d. Membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi
dan kreatif.
Kelemahan strategi belajar induktif yaitu:
a. Penggunaan waktu yang kurang efisien
b. Berstruktur rendah

SARAN
Sebagai seorang calon guru kita sebaiknya mengerti dan memahami cara dan hal-
hal yang berkaitan dengan perkembangan peserta didik. Sehingga kita perlu mengetahui
dan memahami strategi apa yang bisa dipakai untuk proses pembelajaran, guna untuk
menciptakan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

https://irmafadilah.blogspot.com/2018/09/strategi-pembelajaran-deduktif-dan.html
Strategi Pembelajaran Ekspositori
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada
proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan
maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Roy Killen (1998)
menamakan strategi ekspositori ini dengan istilah strategi pembelajaran langsung (direct
insruction). Dalam sistem ini, guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan
secara rapih, sistematik dan lengkap sehingga siswa tinggal menyimak dan mencernanya secara
teratur dan tertib. Siswa juga dituntut untuk menguasai bahan yang telah disampaikan tersebut.

Karakteristik Strategi Pembelajaran Ekspositori, antara lain adalah:


1. Strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara
verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi
ini, oleh karena itu sering orang mengidentikkannya dengan ceramah.
2. Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi,
seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak
menuntut siswa untuk berfikir ulang.
3. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi itu sendiri. Artinya,setelah
proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar
dengan cara dapat mengunkapkan kembali materi yang telah diuraikan.

Prinsip-prinsip dalam strategi pembelajaran Ekspositori adalah:


1. Berorientasi pada tujuan
2. Prinsip Komunikasi
3. Prinsip Kesiapan
4. Prinsip Berkelanjutan.

Keunggulan strategi pembelajaran Ekspositori:


1. Dengan strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan keluasan
materi pembelajaran, dengan demikian ia dapat mengetahui sejauh mana siswa
menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.
2. Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran
yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk
belajar terbatas.
3. Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui
penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran juga sekaligus siswa bisa melihat
atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).
4. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa
dan ukuran kelas yang besar.

Sedangkan kekurangannya adalah:


1. Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang
memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik, untuk siswa yang tidak
memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi yang lain.
2. Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan
kemampuan, pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
3. Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit
mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan
interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.
4. Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang
dimiliki guru seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme,
motivasi dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi) dan
kemampuan mengelola kelas, tanpa itu sudah pasti proses pembelajaran tidak
mungkin berhasil.
5. Oleh karena itu, gaya komunikasi strategi pembelajaran ekspositori lebih banyak
terjadi satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa sangat
terbatas pula. Di samping itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan
yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru.

Langkah-langkah dalam menerapkan strategi pembelajaran Ekspositori, antara lain:


1. Persiapan (Preparation)
2. Penyajian (Presentation)
3. Korelasi (Correlation)
4. Menyimpulkan (Generalization)
5. Mengaplikasikan (Application)

SARAN
Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam strategi
pembelajaran ekspositori melalui metode ceramah, namun tidak berarti proses penyampaian
materi tanpa tujuan pembelajaran. Justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama
dalam penggunaan strategi ini. Karena itu sebelum strategi ini diterapkan terlebih dahulu guru
harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur.

http://nurlaela94.blogspot.com/2013/10/strategi-pembelajaran-kspositori_22.html
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran ; berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta :
Kencana Prenada Media, cet-8, 2011.
Konsep Pembuatan RPP berdasarkan Dick & Carey
Dick and Carey memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem dan menganggap
pembelajaran adalah proses yang sitematis. Menurut Dick and Carey bahwa pendekatan sistem
selalu mengacu kepada tahapan umum sistem pengembangan pembelajaran (Instructional
Systems Development/ISD).

Komponen model pembelajaran dick and carey meliputi; pembelajar, pengajar, materi,
dan lingkungan. Demikian pula dilingkungan pendidikan non formal meliputi; warga belajar
(pembelajar), tutor (pengajar), materi, dan lingkungan pembelajaran. Semua berinteraksi dalam
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen dan tahapan
model pembelajaran dick and carey lebih kompleks jika dibandingkan dengan model
pembelajaran yang lain seperti Morrison, Ross, dan Kemp.

Strategi dan desain pembelajaran menurut Dick dan carey adalah komponenkomponen
umum dari suatu bahan pembelajaran dari prosedur-prosedur yang akan digunakan dalam
pembelajaran untuk mengahasilkan hasil belajar tertentu. Menurut mereka strategi pembelajaran
bukan hanya terbatas prosedur atau tahapan kegiatan belajar saja, melainkan termasuk juga
pengaturan materi atau paket program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta
didik.

Model Belajar dick and carey terdiri dari 10 langkah. Setiap langkah sangat jelas maksud
dan tujuannya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari
model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Belajar dick and carey menunjukan
hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan yang lainya.
Dengan kata lain, system yang terdapat pada pembelajaran dick and carey sangat ringkas, namun
isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.

Berikut merupakan Langkah-langkah penyusunan RPP berdasarkan Dick dan Carey.


1. Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran.
2. Melaksanakan analisi pembelajaran
3. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa
4. Merumuskan tujuan performansi
5. Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan
6. Mengembangkan strategi pembelajaran
7. Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran
8. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
9. Merevisi bahan pembelajaran
10. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif

Fungsi dari penerapan desain RPP berdasarkan Dick dan Carey adalah:
1. Pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu
melakukan hal–hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran,
2. Adanya pertautan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil
pembelajaran yang dikehendaki
3. Menerangkan langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan
desain pembelajaran.

Kelebihan Model Dick dan Carrey


1. Setiap langkah jelas, sehingga dapat diikuti.
2. Teratur, efektif dan Efisien dalam pelaksanaan.
3. Merupakan model atau perencanaan pembelajaran yang terperinci, sehingga mudah
diikuti.
4. Adanya revisi pada analisis instruksional, dimana hal tersebut merupakan hal yang
sangat baik, karena apabila terjadi kesalahan maka segera dapat dilakukan perubahan
pada analisis instruksional tersebut, sebelum kesalahan didalamnya ikut
mempengaruhi kesalahan pada komponen setelahnya.
5. Model Dick & Carey sangat lengkap komponennya, hampir mencakup semua yang
dibutuhkan dalam suatu perencanaan pembelajaran.

Kekurangan Model Dick dan Carrey


1. kaku, karena setiap langkah telah di tentukan.
2. Tidak semua prosedur pelaksanaan KBM dapat di kembangkan sesuai dengan
langkah-langkah tersebut.
3. Tidak cocok diterapkan dalam pembelajaran skala besar.
4. Uji coba tidak diuraikan secara jelas kapan harus dilakukan dan kegiatan revisi baru
dilaksanakan setelah diadakan tes formatif.
5. Pada tahap-tahap pengembangan tes hasil belajar, strategi pembelajaran maupun pada
pengembangan dan penilaian bahan pembelajaran tidak nampak secara jelas ada
tidaknya penilaian pakar (validasi).
6. banyak prosedur yang harus dilakukan oleh guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran.

SARAN
Desain model pembelajaran berdasarkan Dick dan Carey dapat memudahkan guru pada
awal pembelajaran, dan memudahkannya selama proses pembelajaran. Namun, apabila semua
hal telah ditentukan, kreatifitas guru dalam mengajar di kelasnya akan berkurang karena
kurangnya improvisasi.

https://rudialkautsar.wordpress.com/2016/11/15/rpp-desain-dick-and-carey/
https://journals.ums.ac.id/index.php/KLS/article/viewFile/3631/2307

1. Strategi Pembelajaran Kontekstual (Contekstual Taching and Learning)


2. Strategi Pembelajaran Kooperatif (Cooverative Learning)
3. Strategi pembelajaran Diskoveri dan Inkuiri.
4. Strategi Pembelajaran Metode Kasus dan Pembelajaran Berbasis Masalah
5. Strategi Pembelajaran Deduktif dan Induktif.
6. Strategi Pembelajaran Ekspositori.
7. Konsep pembuatan RPP berdasarkan Dick & Carey.

Anda mungkin juga menyukai