Dari merga silima, rakut sitelu, dan tutur siwaluh terbentuklah kemudian perkade-
kaden sepuluh sada tambah sada (hubungan persaudaraan sebelas tambah satu). Yaitu
- Nini
- Bulang
- Kempu
- Bapa
- Nande
- Anak
- Bengkila
- Bibi
- Permen
- Mama
- Mami
- Bere-bere
2. Ritual Kelahiran
a. Mesur-mesuri, yait ritual untuk kehamilan yang usianya sdah tujuh bulan.
b. Maba Anak Kulau, yaitu ritual membawa anak berumur 4 atau 7 hari ketempat
pemandian seperti sungai atau pancuran
c. Juma Tiga, yaitu ritual untuk memprediksi seperti apa pekerjaan sang anak di
masa depan.
d. Erbahan Gelar, adalah ritual pemberian nama.
e. Mereken Amak Tayangan, adalah upacara yang dilakukan oleh pihak paman,
menggambarkan bagaimana seorang keponakan menghormati pamannya.
f. Ngelegi Bayang-bayang. Adalah ritual yang hanya dilakukan untuk anak pertama
dalam Suku Karo.
g. Ergunting, yaitu upacara pemotongan rambut sang anak yang dilakukan oleh
pihak paman dan istrinya.
3. Ritual Perkawinan
Ada dua jenis, yaitu nangkih (Kawin lari) dan nungkuni (perantara meminang).
Untuk nangkih, Langkah yang dilakukan adalah membawa pihak perempuan ke
rumah aanak beru (adik atau kakak ayahnya yang telah berkeluarga). Sedangkan
untuk nungkuni, ada tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Mbaba Belo Selambar (tahapan meminang)
b. Nganting Manuk (Pembahasan mengenai hal-hal dalam perkawinan, seperti
hari dan tempat, mahar, hutang adat, dan lain-lain)
c. Kerja Nereh Empo (Pesta Perkawinan)
d. Mukul/Persada Tendi (Pada hari yang sama pada pesta pernikahan, dihadiri
beberapa keluarga terdekat. Pasangan pengantin akan makan sepiring berdua
untuk memulihkan tenaga setelah melakukan adat)
e. Ngulihi Tudung (dilaksanakan2-4 hari setelah perkawinan, guna mengambil
pakaian istri dari rumahnya dan meminta doa serta berkat dari para
kalimbubu)
f. Ertaktak (dilakukan untuk membayar utang yang belum dibayar saat acara
pernikahan)
4. Ritual Kematian
Berikut beberapa jenis kematian dalam suku Karo:
a. Cawir Metua (Jenis kematian apabila semua anaknya telah menikah dan memiliki
cucu atau cicit)
b. Mate Sada Wari (Merupakan kematian yang tidak terduga dan tidak disebabkan
oleh penyakit, seperti kecelakaan atau dibunuh)
c. Mate Nguda (Mati muda, baik yang belum menikah ataupun baru menikah)
d. Tabah-tabah galuh (kematian kepada yang belum terlalu tua, tapi seluruh anaknya
telah menikah)
e. Mate lenga ripen (kematian kepada anak yang belum bergigi, baik didalam
kandungan atau beberapa hari setelah dilahirkan)
f. Mate mupus (kematiani karena melahirkan)
Anak surat atau huruf bantu yang merupakan diakritik pada aksara Karo, memiliki
fungsi sebagai: 1) Penghilang ataupun mematikan bunyi “a” pada indung surat, 2)
Pengubah bunyi “a” yang mengikuti indung surat menjadi bunyi “I,u,é,e, dan o”, 3)
Menambah bunyi “ngdan h”, dan 4) Memperjelas vocal yang baik sebagai awalan,
maupun akhiran.
2. Ornamen
Sebagian masyarakat Karo mempunyai lukisan berupa ragam hias pada beberapa
tempat. Ragam hias ini diwarnai dengan bahan pewarna dari sejenis tanah liat, dan
warnanya adalah merah, kuning, biru, hitam, dan lain-lain. Bangunan-bangunan
tradisional suku Karo biasanya dihiasi oleh ornament atau yang disebut dengan gerga.
Gerga sebagai ragam hias Batak Karo pada mulanya lahir atas dorongan
kebutuhan magis dan simbolik, karena motif gerga mengandung makna magis untuk
menangkal bala atau ilmu hitam yang mengganggu penghuni rumah. Seiring dengan
perkembangan zaman saat ini, fungsi gerga hanya meninjolkan nilai estetisnya saja
dan sudah banyak dikenakan pada bangunan modern.
Beberapa motif ornament Karo, antara lain adalah: Tapak Raja Sulaiman, Bindu
Matagah, Embun Sikawiten, Pantil Manggis, dan Pengeret-Ret.
3. Tarian Karo
Fungsi seni pertunjukan tari dibagi ke dalam dua kelompok utama, yaitu fungsi
primer dan sekunder. Fungsi primernya ada tiga, yaitu: 1) Sebagai sarana ritual,
penikmatnya adalah mereka yang tak kasat mata, 2) Sebagai sarana hiburan,
penikmatnya adalah mereka yang menggemari tarian tersebut, dan 3) Sebagai
presentasi estetis.
Jenis-jenis tarian tersebut antara lain adalah:
a. Tari lima serangkai
b. Tari piso surit
c. Tari gundala-gundala
d. Tari Tongkat.
F. Kuliner Karo
1. Trites. Adalah salah satu makanan khas Karo yang dibuat dari bahan utama makanan
sapi/kerbau yang masih ada di dalam usus besar tetapi belum dihisap sarinya.
2. Cipera. Makanan ini terlihat seperti gulai ayam biasa, namun karena ditambah dengan
tepung jagung, jadi terlihat sangat kental.
3. Cimpa Unung-unung. Terbuat dari tepung beras ketan dan isinya terbuat dari kelapa
parut dan gula merah yang telah dimasak terlebih dahulu.
4. Cimpa Matah. Sesuai Namanya, pembuatan cimpa matah ini tidak perlu dimasak.
5. Tasak telu. Makanan ini memiliki tiga sajian, dan dapat ditemukan di rumah makan
Karo.
KESIMPULAN
Suku Karo adalah salah satu suku yang terbesar di Sumatera Utara. Sama halnya dengan
suku yang lain, Suku Karo juga memiki keunikan tersendiri. Sistem Kekerabatan masyarakat
karo dikenal dengan istilah merga silima, rakut sitelu, tutur siwaluh, dan perkade-kaden sepuluh
sada tambah sada. Sistem kekerabatan inilah yang menjadi landasan dalam pelaksanaan adat-
istiadat dalam masyarakat Karo.
Kebudayaan masyarakat Karo harus terus dilestarikan oleh pemerintah daerah dan
masyarakat Karo pada umumnya. Apabila ditelusuri telah banyak tradisi Karo yang tidak lagi
diterapkan sekarang ini. Oleh sebab itu, perlu keseriusan dari pihak pemerintah dan tokoh adat
untuk membuat kebudayaan Karo tetap diperhitungkan pada saat ini dan akan datng. Generasi
muda Karo, juga harus dipupuk kecintaannya terhadap tradisi Karo dan mengambil peran
penting dalam pelestariannya. Apabila tidak dijaga dengan baik, kebudayaan Karo akan tergerus
oleh zaman, untuk mencegah hal tersebut maka perlu keseriusan dari setiap pihak.