Anda di halaman 1dari 9

BUDAYA KARO

A. Letak Geografis dan Kehidupan Bermasyarakat


Suku Karo adalah salah satu suku yang mendiami Sumatra Utara dan dapt
digolongkan sebagai salah satu suku terbesar di Sumatra Utara. Nama suku Karo
dijadikan menjadi nama Kabupaten di Sumatra Utara, yang dikenal sebagai Kabupaten
Karo. Suku Karo menempati sebagian daerah di Sumatra Utara diantaranya adalah:
Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat,
Kabupaten Simalungun, dan Kota Medan. Secara Geografis letak Kabupaten Karo berada
di antara 2°50’-3°19’ LU dan 97°55’-98°38’ BT dengan luas 2.127,25 Km² atau 2,97%
dari luas Provinsi Sumatra Utara dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Simalungun dan Deli Serdang
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Toba
Samosir
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara/Provinsi NAD
Masyarakat Karo dikelompokkan menjadi dua bagian berdasarkan tempat
tinggalnya, Karo Gugung yang bertempat tinggal di dataran tinggi, dan Karo Jahe bagi
yang bertempat tinggal di dataran rendah. Suku Karo memiliki sapaan khas yaitu
Mejuah-juah yang artinya sehat-sehat, damai, sejahtera, dan tidak kurang satu apa pun.
Ungkapan ini dipakai saat bertemu dengan sesame suku Karo, bisa juga sebagai ucapan
untuk halo atau selamat tinggal.
Secara umum, suku Karo memiliki pekerjaan sebagai petani, khususnya yang
berada di kabupaten Karo, dikarenakan tanahnya yang subur dan hasil buah-buahan serta
sayur-sayuran yang dipasarkan sampai keluar kabupaten Karo.
B. Budaya Tradisional Karo
1. Sistem Kekerabatan
Sistem Kekerabatan di Karo menarik keturunan dari garis ayah (Patrilinea).
Sistem Kekerabatan masyarakat Karo dikenal dengan merga silima, rakut sitelu, tutur
silawuh, dan perkaden-kaden sepuluh sada tambah sada.
Suku Karo memiliki lima marga yang sering disebut dengan merga silima, yaitu:
Ginting, Karo-Karo, Perangin-angin, Sembiring, dan Tarigan. Kelima marga tersebut
masih memiliki sub marga masing-masing.
Rakut Sitelu adalah sistem kekerabatan dalam Suku Karo yang terdiri dari
kalimbubu (kelompok pemberi perempuan kepada suatu keluarga), anak beru (pihak
yang mengambil perempuan kepada suatu keluarga), dan senina (merupakan orang
yang memiliki marga atau submarga yang sama).
Tutur Siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan
dengan penuturan, yaitu terdiri dari delapan golongan:
1. Puang Kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang
2. Kalimbubu Kalimbubu adalah kelompok pemberi istri kepada keluarga
tertentu
3. Senina yaitu mereka yang bersaudara karena mempunyai merga dan submerga
yang sama
4. Sembuyak yaitu secara harfiah artinya adalah satu dan Mbuyak yang artinya
adalah kandungan. Maka artinya adalah orang-orang yang lahir dari
kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini
digunakan untuk senina yang berlainan sub-merga juga, dalam bahasa Karo
disebut Sindauh Ipedeher (Yang jauh menjadi dekat).
5. Senina Sipemeren yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung
6. Senina Sepengalon/Sedalanen yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai
anak-anak yang memperistri dari beru yang sama.
7. Anak Beru yang berarti pihak yang mengambil istri dari suatu keluarga
tertentu untuk diperistri
8. Anak Beru Menteri Anak Beru Menteri, yaitu anak berunya si anak beru. Asal
kata Menteri adalah dari kata Minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru
minteri mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi
serta membantu tugas kalimbubu-nya dalam suatu kewajiban dalam upacara
adat.

Dari merga silima, rakut sitelu, dan tutur siwaluh terbentuklah kemudian perkade-
kaden sepuluh sada tambah sada (hubungan persaudaraan sebelas tambah satu). Yaitu
- Nini
- Bulang
- Kempu
- Bapa
- Nande
- Anak
- Bengkila
- Bibi
- Permen
- Mama
- Mami
- Bere-bere

2. Ritual Kelahiran
a. Mesur-mesuri, yait ritual untuk kehamilan yang usianya sdah tujuh bulan.
b. Maba Anak Kulau, yaitu ritual membawa anak berumur 4 atau 7 hari ketempat
pemandian seperti sungai atau pancuran
c. Juma Tiga, yaitu ritual untuk memprediksi seperti apa pekerjaan sang anak di
masa depan.
d. Erbahan Gelar, adalah ritual pemberian nama.
e. Mereken Amak Tayangan, adalah upacara yang dilakukan oleh pihak paman,
menggambarkan bagaimana seorang keponakan menghormati pamannya.
f. Ngelegi Bayang-bayang. Adalah ritual yang hanya dilakukan untuk anak pertama
dalam Suku Karo.
g. Ergunting, yaitu upacara pemotongan rambut sang anak yang dilakukan oleh
pihak paman dan istrinya.

3. Ritual Perkawinan
Ada dua jenis, yaitu nangkih (Kawin lari) dan nungkuni (perantara meminang).
Untuk nangkih, Langkah yang dilakukan adalah membawa pihak perempuan ke
rumah aanak beru (adik atau kakak ayahnya yang telah berkeluarga). Sedangkan
untuk nungkuni, ada tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Mbaba Belo Selambar (tahapan meminang)
b. Nganting Manuk (Pembahasan mengenai hal-hal dalam perkawinan, seperti
hari dan tempat, mahar, hutang adat, dan lain-lain)
c. Kerja Nereh Empo (Pesta Perkawinan)
d. Mukul/Persada Tendi (Pada hari yang sama pada pesta pernikahan, dihadiri
beberapa keluarga terdekat. Pasangan pengantin akan makan sepiring berdua
untuk memulihkan tenaga setelah melakukan adat)
e. Ngulihi Tudung (dilaksanakan2-4 hari setelah perkawinan, guna mengambil
pakaian istri dari rumahnya dan meminta doa serta berkat dari para
kalimbubu)
f. Ertaktak (dilakukan untuk membayar utang yang belum dibayar saat acara
pernikahan)

4. Ritual Kematian
Berikut beberapa jenis kematian dalam suku Karo:
a. Cawir Metua (Jenis kematian apabila semua anaknya telah menikah dan memiliki
cucu atau cicit)
b. Mate Sada Wari (Merupakan kematian yang tidak terduga dan tidak disebabkan
oleh penyakit, seperti kecelakaan atau dibunuh)
c. Mate Nguda (Mati muda, baik yang belum menikah ataupun baru menikah)
d. Tabah-tabah galuh (kematian kepada yang belum terlalu tua, tapi seluruh anaknya
telah menikah)
e. Mate lenga ripen (kematian kepada anak yang belum bergigi, baik didalam
kandungan atau beberapa hari setelah dilahirkan)
f. Mate mupus (kematiani karena melahirkan)

Pelaksanaan ritual kematian dalam suku Karo adalah sebagai berikut:


a. Runggu (merupakan acara musyawarah untuk membicarakan pelaksanaan
upacara adat kematian yang akan dilakukan sampai pada proses penguburan)
b. Upacara kematian dengan mempberikan utang adat kepada pihak kalimbubu.
Utang adat didasarkan pada jenis kematian dan kesanggupan ekonomi dari pihak
keluarga. Selanjutnya adaah acara menari disertai dengan kata-kata penghiburan
kepada pihak keluarga yang ditinggalkan.

C. Bahasa dan Aksara Karo


1. Aksara dan Sistem Tulisan
Suku Karo adalah salah satu suku di Indonesia yang memiliki aksara. Aksara
Karo terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu indung surat dan anak surat. Indung
surat sebagai huruf utama terdiri atas 21 surat sebagai berikut.

Anak surat atau huruf bantu yang merupakan diakritik pada aksara Karo, memiliki
fungsi sebagai: 1) Penghilang ataupun mematikan bunyi “a” pada indung surat, 2)
Pengubah bunyi “a” yang mengikuti indung surat menjadi bunyi “I,u,é,e, dan o”, 3)
Menambah bunyi “ngdan h”, dan 4) Memperjelas vocal yang baik sebagai awalan,
maupun akhiran.

2. Sastra dan Tradisi Lisan


Beberapa jenis karya sastra dan tradisi lisan suku Karo adalah sebagai berikut:
a. Anding-andingen (Perumpamaan)
b. Ngung-ndungen (Pantun)
c. Turin-turin (Cerita)
D. Seni Rupa Karo
1. Arsitektur
Bangunan tradisional suku Karo apabila dilihat dari aspek bentuk, memiliki
berbagaibentuk garis, diantaranya adalah lingkaran, bujur sangkar, garis lurus, dan
lain-lain. Suku Karo emiliki beberapa bangun terdiri dari rumah adat, geriten, jambur,
dan lesung.
Semua bangunan yang disebutkan di atas mempunyai bentuk konstruksi dan
bahan yang hamper sama. Kalau ditinjau kesamaan di bidang bentuk, dapap
disimpulkan bahwa dindingnya miring ke arah luar, mempunyai dua muka yang
menghadap kea rah timur dan barat, dan kadang-kadang mepat arah serta pada kedua
ujuang atap terdapat patung kepala kerbau, Kesamaan dalam konstruksi yaitu
sistemnya dengan cara menyambung serta diikat dengan rotan atau tali ijuk, jadi tidak
menggunakan paku. Begitu juga dengan bahan-bahan; sama-sama terbuat dari kayu.
Atap dan tali pengikatnya terbuat dari ijuk. Bambu dijadikan tangga, tore, rusuk, dan
lain-lain, sedangkan rotan digunakan untuk pengikatnya,
Rumah adat Karo disebut dengan Siwaluh jabu yang artinya terdiri dari delapan
bagian dan dihuni delapan keluarga. Rumah adat karo berbeda dengan rumah adat
suku lainnya dan kekhasannya itulah yang mencirikan rumah adat Karo. Bentuknya
besar dan megah, di atas bangunan diberi bentuk kepala kerbau yang terbuat dari
tanduk kerbau asli, namunn kepala kerbau terbuat dari ijuk.

2. Ornamen
Sebagian masyarakat Karo mempunyai lukisan berupa ragam hias pada beberapa
tempat. Ragam hias ini diwarnai dengan bahan pewarna dari sejenis tanah liat, dan
warnanya adalah merah, kuning, biru, hitam, dan lain-lain. Bangunan-bangunan
tradisional suku Karo biasanya dihiasi oleh ornament atau yang disebut dengan gerga.
Gerga sebagai ragam hias Batak Karo pada mulanya lahir atas dorongan
kebutuhan magis dan simbolik, karena motif gerga mengandung makna magis untuk
menangkal bala atau ilmu hitam yang mengganggu penghuni rumah. Seiring dengan
perkembangan zaman saat ini, fungsi gerga hanya meninjolkan nilai estetisnya saja
dan sudah banyak dikenakan pada bangunan modern.
Beberapa motif ornament Karo, antara lain adalah: Tapak Raja Sulaiman, Bindu
Matagah, Embun Sikawiten, Pantil Manggis, dan Pengeret-Ret.

E. Musik dan Tarian Karo


1. Alat Musik Tradisional
Suku Karo sebagai salah satu suku di Sumatra Utara juga masih mempertahankan
alat music tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini akan dipaparkan
berbagai alat music tradisional dalam suku Karo. Musik tradisional Karo berkaitan
erat dengan system dan elemen-elemen kebudayaan masyarakat. Masyarakat Karo
memiliki dua konsep tentang music, yaitu bermain alat music (ergendang) dan
bernyanyi (rende).
Jenis ansambel musik tradisional pada masyarakat Karo dikenal dengan dua jenis
ansambel gendang, yaitu: 1) gendang lima sendalanen dan 2) gendang telu
sendalanen.
a. Gendang lima sendalenen. Jumlah alat musik yang dipakai pada ansambel ini
memang ada 5 jenis, yaitu sarune, gendang singindungi,gendang singanaki,
penganak, dan gung.
b. Gendang telu Sendalanen. Jumlah alat music yang dipakai pada ansambel ini
adalah kalcapiatau, keteng-keteng, dan mangkuk.

2. Musik Vokal Tradisional Karo


Aktifitas bernyanyi pada masyarakat Karo lazim disebut rende. Nyanyian
Tradisional Karo atau lagu-lagu Karo biasanya bertemakan percintaan atau muda-
mudi, pemasu-masu (nasihat), katoneng-katoneng (pengharapan), mangmang (doa-
doa), tangis—tangis (ungkapan keluh kesah)dan masih banyak lagi.

3. Tarian Karo
Fungsi seni pertunjukan tari dibagi ke dalam dua kelompok utama, yaitu fungsi
primer dan sekunder. Fungsi primernya ada tiga, yaitu: 1) Sebagai sarana ritual,
penikmatnya adalah mereka yang tak kasat mata, 2) Sebagai sarana hiburan,
penikmatnya adalah mereka yang menggemari tarian tersebut, dan 3) Sebagai
presentasi estetis.
Jenis-jenis tarian tersebut antara lain adalah:
a. Tari lima serangkai
b. Tari piso surit
c. Tari gundala-gundala
d. Tari Tongkat.

F. Kuliner Karo
1. Trites. Adalah salah satu makanan khas Karo yang dibuat dari bahan utama makanan
sapi/kerbau yang masih ada di dalam usus besar tetapi belum dihisap sarinya.

2. Cipera. Makanan ini terlihat seperti gulai ayam biasa, namun karena ditambah dengan
tepung jagung, jadi terlihat sangat kental.

3. Cimpa Unung-unung. Terbuat dari tepung beras ketan dan isinya terbuat dari kelapa
parut dan gula merah yang telah dimasak terlebih dahulu.

4. Cimpa Matah. Sesuai Namanya, pembuatan cimpa matah ini tidak perlu dimasak.
5. Tasak telu. Makanan ini memiliki tiga sajian, dan dapat ditemukan di rumah makan
Karo.

6. Babi Panggang Karo (BPK).

7. Kidu-Kidu. Makanan ini terbuat dari ulat pohon enau.


G. Destinasi Wisata
1. Air Terjun sipiso-Piso
2. Air Terjun Sikulikap
3. Gunung Sibayak
4. Bukit Gundaling
5. Danau Lau Kawar
6. Air Panas Lau Debuk-Debuk
7. Desa Lingga
8. Pasar Buah Berastagi
9. Museum Pusaka Karo
10. Taman Alam Lumbini

KESIMPULAN
Suku Karo adalah salah satu suku yang terbesar di Sumatera Utara. Sama halnya dengan
suku yang lain, Suku Karo juga memiki keunikan tersendiri. Sistem Kekerabatan masyarakat
karo dikenal dengan istilah merga silima, rakut sitelu, tutur siwaluh, dan perkade-kaden sepuluh
sada tambah sada. Sistem kekerabatan inilah yang menjadi landasan dalam pelaksanaan adat-
istiadat dalam masyarakat Karo.
Kebudayaan masyarakat Karo harus terus dilestarikan oleh pemerintah daerah dan
masyarakat Karo pada umumnya. Apabila ditelusuri telah banyak tradisi Karo yang tidak lagi
diterapkan sekarang ini. Oleh sebab itu, perlu keseriusan dari pihak pemerintah dan tokoh adat
untuk membuat kebudayaan Karo tetap diperhitungkan pada saat ini dan akan datng. Generasi
muda Karo, juga harus dipupuk kecintaannya terhadap tradisi Karo dan mengambil peran
penting dalam pelestariannya. Apabila tidak dijaga dengan baik, kebudayaan Karo akan tergerus
oleh zaman, untuk mencegah hal tersebut maka perlu keseriusan dari setiap pihak.

Anda mungkin juga menyukai