Anda di halaman 1dari 6

Budaya Perkawinan Masyarakat Sumba Barat Daya

Menurut Rato Adat atau orang yang benar-benar mengerti tentang budaya adat di SBD, Khususnya adat
perkawinan, cara perkawinan di bagi beberapa bagian, yaitu:

A. Syarat pria dan wanita yang sudah dewasa (siap menikah)

Di Masyarakat SBD,wanita yang mau nikah dikenal dengan sebutan (bo winne) dan priayang mau nikah
dikenal dengan sebutan (bo mane). Wanita yang sudah siap berumah tangga selain matang secara
biologis dan sudah mempunyai pekerjaan yang bisa menghasilkan untuk mengurus Rumah Tangganya
selain itu bisa punya keterampilan khusus untuk Khas Sumba,misalnya:

a. Menenun kain atau sarung (matonnu ingi monno ghee)

b. Pandai membuat tempat siri pinang (mawana kaleku pamama)

c. Pandai menari (nego), kerja kebun (manairo oma)

d. Sopan dan selalu berbakti kepada orang tuanya

e. Wanita(bo winne) yang mempunyai keterampilan-keyerampilan di atas akan banyak dilamar pria
karena dianggap mampu melayani keluarganya, keluarga calon suaminya,serta semua keluarga besar
(Uma Kalada).

Pada zaman dahulu bo winne yang siap di pinang biasa menggunakan mamoli sebagai lambang
kedewasaan.

Demikian halnya dengan bo mane, selain matang secara biologis mereka juga harus mempunyai
keterampilan-keterampilan khusus khas Sumba, misalnya:

a. pandai menari(kataga)

b. Memiliki ketangkasan dan kealihan menunggang kuda(kalete ndara)

c. Rajin menggembalakan ternak-ternak orang tuanya(kandi ranga)

d. Pandai bekerja di sawa(tau paba)

e. Taat dan berbakti pada kedua orang tuanya


Melihat pria yang memiliki keterampilan seperti diatas dianggap mampu dan dapat bertanggung
jawab menjaga bua wine dengan baik. Sepertinya bua mane yang siap untuk berumah tangga biasanya
selalu menggnuankan parang dipinggang sebelah kiri sebagai lambang keperkasaannya.

B. Mamoli sangat utama dalam upacara perkawinan

Dalam tradisi perkawinan masyarakat sumba Khususnya SBD, mamoli sangat penting karena merupakan
belis utama dan sebagai lambang perdamaian antara pihak laki-laki dan wanita(kabani dan mawinne).

Artinya bahwa mempelai laki-laki mempunyai tujuan dan maksud baik terhadap mempelai wanita dalam
keseriusan untuk menjadikan pendamping hidupnya. Hal ini akan berpengaruh pada hubungan baik
pihak laki-laki dan pihak wanita, selain itu juga dalam tatacara upacar adat perkawinan dalam
pembelisan untuk meminang perempuan, diperluka mamoli mas sebagai pengganti air susu ibu dan
sebagai penghargaan jeripaya orang tua dalam membesarkan anaknya. Mamoli ini wajib ada dan akan
dikenakan dikedua telinganya, yaitu:

1. Sebagai pengganti air susu ibu, dalam bahasa sumba adalah mata kawana (mata kanan) dipasang
ditelinga kanan.

2. Sebagai pengganti jeri payah orang tua dalam membesarkan anak yang disebut mata wello (mata
kiri) dipasang ditelinga kiri.

Begitu pentingnya peran mamoli dalam upacara adat perkawinan sehingga bila pihak laki-laki
tidak dapat memenuhi syarat maka atas kesepakatan kedua keluarga mamoli harus diganti dengan nilai
yang setara, misalnya 1 ekor kerbau jantan.

Sesuai adat perkawinan di SBD, ada beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu:

1. Perkenalan

Perkawinan yang dilakukan biasanya melibatkan suku (kabisu). Jika ada dua suku yang masi merupakan
kabisu bersaudara karena berasal dari satu leluhur maka diantara kabisu itu tidak boleh terjadi kawin-
mawin. Selain perkawinan antara anak om dan anak tante yang sangat dianjurkan tak dapat dihindari
juga perkawinan yang terjadi atas kemauan dan atas dasar cinta dari laki-laki dan wanita sendiri.
Sebelum memasuki tahapan-tahapan adat, diperlukan proses perkenalan gar dari kedua pihak keluarga
mengetahui dengan jelas identitas atau status dan turunan dari bo winne maupun bo mane.

2. Melamar (dengi winni pare, winni watara)

Pada tahap ini keluarga pria (kabani) atau utusan yang biasa disebut ata panewe, mereka
mempersiapkan apa yang dibahwa dan bagaimana cara ngomong sampai di keluarga wanita (mawinne),
sampai di rumah mawinne pembicaraan pinangan menggunakan bahasa adat yang disebut teda (sastra
adat).

Pihak atau keluarga mawinne akan memberikan siri pinang (Winno Utta) sebagai suguhan dan
menanyakan maksud kedatangan Ata Panewe, pada saat itu Ata Panewe menyerahkan barang bawaan
sambil meminta bibit padi (wini pare) dan bibit jagung (wini watara) sebagai tanda diterimanya pinangan

3. Ikat adat (kettege)

Setelah pinangan diterima tahap selanjutnya adalah ikat adat(Kettege), sebagai lambang atau symbol
kedua pihak keluarga bersatu mempersiapkan barang yang akan di gunakan di acara Kettege Tuba
Mawinne:

1. Keluarga wanita, menyiapkan kain(Ngawu) serta babi(Wawi)

2. Keluarga pria, menyiapkan : hewan untuk OM(Ranga taguloka) dan mamoli sebagai pengganti air
susu ibu serta satu batang tombak (Numbu) dan rantai emas (lolo oma) sebagai symbol.

Saat tiba di rumah orang tua wanita, pria akan membawa Numbu dan lolo oma yang akan diikat jadi
satu, sebagai symbol kedua keluarga telah bersatu. Lalu rombongan pria menyerahkan ranga tagu loka
dan mamoli. Sebagai balasannya keluarga wanita akan memberikan kain(Ngawu) serta satu babi yang
sudah dibunuh dan satu lagi babi yang masi hidup(wawi mate dan wawi moripa), sebagai tanda
kesepakatan jumlah belis (welli).

4. pindah (dikki )
Jika tahap ikat adat telah selesai, maka tahap selanjutnya adalah pindah (Dikki)atau diresmikan secara
adat wanita pindah ke rumah pria.

Ada beberapa barang-barang yang dipersiapkan, antara lain :

a. Keluarga wanita menyiapkan :

- Kain sepuluh pasang yang di bawa wanita ke rumahnya untuk dibagikan pada ipar-iparnya

-Lemari yang telah di isi dengan berbagai perabot rumah tangga

-Wawi Mate dan Wawi Moripa untuk keluarga laki-laki

b. Keluarga laki-laki menyiapkan hewan sebanyak yang disepakati pada tahap ikatan adat.

Saat tiba waktu yang dijanjikan, jubir/ata panewe dari masing-masing keluarga mewakili untuk
menanyakan kesipan keluarga. Jika semua sudah sesuai dengan rencana maka acara dimulai(Panewe)
dengan menggunakan bahasa adat yang akan diakhiri dengan makan bersama dengan menggunakan
peralatan makanan tradisional piring kayu (ongga) dan piring anyaman lontar (kolaka) serta mangkok
dari tempurung kelapa (koba Nu,u) sesudah makan barulah anak wanita dibawah ke rumah
suaminya(Dikki).

Bagi keluarga pria/kabani membawah pulang wanita/mawinne merupakan kebanggaan tersendiri. Acara
pemindahan ini(dikki) akan diiringi bunyi gong, orang menari woleka, payawau dan pakalaka.
TARI WOLEKA TARIAN TRADISIONAL DARI SUMBA BARAT DAYA, NTT

Apakah Tari Woleka itu?

Tari Woleka adalah tarian tradisional sejenis tarian selamat datang atau penyambutan khas Sumba Barat
Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tarian ini biasanya ditarikan oleh beberapa penari pria dan wanita
dengan gerakan sangat khas. Tari Woleka merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di
Sumba, Nusa Tenggara Timur. Tarian ini sering ditampilkan di berbagai acara seperti penyambutan tamu
penting, festival budaya dan pertunjukan seni.

Asal mula Tari Woleka

Tari Woleka ini merupakan salah satu tarian tradisional yang berasal dari Sumba Barat Daya, Nusa
Tenggara Timur (NTT). Asal mula Tari Woleka ini masih belum diketahui secara pasti, namun beberapa
sumber mengatakan bahwa tarian ini awalnya ditampilkan untuk menyambut dan mengiringi para tamu
penting atau bangsawan yang datang ke sana.

Pertunjukan Tari Woleka

Tari Woleka ini biasanya dimainkan oleh para penari pria dan wanita. Jumlah penari biasanya terdiri dari
4-6 penari wanita dan 2-4 orang penari pria tergantung konsep masing-masing kelompok yang
membawakannya. Dalam pertunjukannya, diawali dengan formasi penari pria di barisan depan
sedangkan penari wanita dibelakangnya. Kemudian dilanjutkan formasi berubah-ubah sesuai dengan
sajian utama Tari Woleka.

Untuk gerakan penari pria dan wanita dalam Tari Woleka ini biasanya berbeda. Para penari pria biasanya
menari dengan gerakan yang lincah sambil memainkan pedang yang dibawanya, gerakan ini
menggambarkan sifat pria yang jantan, sigap, dan gesit. Sedangkan penari wanita menari dengan
gerakan yang anggun sambil memainkan kain selendang yang pakainya. Gerakan para penari wanita
menggambarkan sifat wanita yang cantik, anggun, dan indah.

Pengiring Tari Woleka

Dalam pertunjukan Tari Woleka ini biasanya diiringi oleh alunan musik tradisional. Alat musik yang
digunakan berupa seperangkat gong yang dimainkan secara bergantian dan teratur sehingga
menghasilkan suara yang khas dan merdu. Irama musik yang digunakan biasanya merupakan irama
bertempo cepat.

Kostum Tari Woleka

Kostum yang digunakan para penari biasanya merupakan pakaian adat. Untuk penari wanita biasanya
menggunakan kain panjang khas Sumba yang menutupi bagian tubuh. Pada bagian kepala menggunakan
ikat kepala dengan hiasan seperti ronce-ronce maupun tabela. Penari wanita juga dilengkapi dengan
gelang maupun kalung untuk pemanis dan selendang yang diikatkan dipinggang dan digunakan untuk
menari.

Untuk penari pria biasanya menggunakan celana pendek dan kain yang menutupinya. Pada bagian tubuh
menggunakan selampang tenun khas Sumba. Sedangkan pada bagian kepala biasanya menggunakan ikat
kepala yang sering disebut dengan kapauta. Para penari juga dilengkapi dengan golok atau pedang khas
Sumba yang digunakan untuk menari.

Perkembangan Tari Woleka

Dalam perkembangannya, Tari Woleka masih terus dilestarikan hingga sekarang. Tarian ini masih sering
ditampilkan sebagai tarian selamat datang atau penyambutan untuk para tamu penting maupun
rombongan wisatawan yang datang ke sana. Selain itu tarian ini juga sering ditampilkan di berbagai
acara seperti pernikahan, pertunjukan seni dan festival budaya. Dalam perkembangannya, berbagai
kreasi dan variasi dalam segi gerak, kostum dan penyajian tari juga sering ditambahkan di setiap
pertunjukannya, hal ini dilakukan agar lebih menarik dan lebih bervariasi.

Sekian pengenalan tentang “Tari Woleka Tarian Tradisional Dari Sumba Barat Daya, NTT”. Semoga
bermanfaat dan menambah pengetahuan anda tentang kesenian tradisional di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai