Anda di halaman 1dari 14

ETNIS DI INDONESIA

SUKU BATAK KARO

DISUSUN OLEH :KELOMPOK 7


RAYMOND
WILLYANA
TERESIA
STEFANI

1
Daftar isi

BAB I PEMBAHASAN)

DAFTAR ISI

A. Sejarah Suku Karo….. ….. … …. …. …. …. … … … … … … … … … … … … … … … 3

B. Kebudayaan Suku Karo… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 6

2
BAB 1

PEMBAHASAN

A. Sejarah Suku Karo

Menurut Kol Sempa Sitepu dalam buku Sejarah Pijer Podi, Adat Nggelul Suku
Karo Indonesia" menuliskan bahwasannya Suku Karo bukan berasal dari si
Raja Batak ini juga berdasarkan dari cerita turun temurun dan di dengar oleh
beliau dari kakeknya yang lahir sekitar tahun 1838. Menurutnya leluhur etnis
Karo berasal dari India Selatan yang berbatasan dengan Myanmar. Socura
ringkas Sempa Sitepu meringkaskan bahwa pada awalnya seoning madaraja
yang sangat kaya, sakti dan berwibawa memiliki seorang panglima yang
disegani oleh semu orang dan nama panglima tersebut adalah Karo
keturunan India. Suatu hari maharaja ingin pergi untuk mencari tempat baru
dan mendirikan kerajaan yang baru dia mengajak pasukannya dan putrinya
yang bernama Miarsari Maharaja kemudian membagi pasukannya menjadi
beberapa kelompok dan Mansari memilih untuk bergabung dengan punglima
perang. Mereka mulai berlayar dan tibalah di sebuah pulau yang bernama
Pulau Pinang mereka tinggal untuk heberapa bulan. Suatu hari maharaja
memandang ke arah selatan dan memandang sebuah pulau yang lebih bagus
lagi lalu ia berniat untuk menyeberang ke pulau tersebut. Dalam perjalanan
mereka menyebrang ke pulau tersebut, mereka terkena angin ribut dan
ombak yang sangat besar hingga mereka terpisah-pisah, Miansai dan
panglima beserta rombongannya terdampar di sebuah pulau dan maharaja
juga tidak mengetahui keberadaan mereka. Mereka berangkat dan membawa
dua orang dayang dan tiga orang pengawal. Mereka berjalan mengikuti aliran
sungai dan mencari tempat untuk bersembunyi dengan aman, Mereka
berdiam di suatu pulau dan terjadilah peristiwa yang penting yaitu panglima
dan Miansai menikah disaksikan oleh pengawal dan prajurit mereka. Lalu
mereka mulai meanjutkan perjalanan untuk mencari tempat yang lebih aman
yaitu Perca(Sumatra) dan tempat itu sekarang bernama Belawan. Dari tempat
itu mereka melanjutkan perjalanan dan tibalah di suatu tempat yang sekarang
disebut Durin Tani, disana terdapat sebuah gua yakni Gua Umang. .

3
Guia(rumah) Umang yang banyak diternakan di wilayah-wilayah Karo diyakini tempat
tinggal manusia Purba.

Mereka lalu pergi lagi untuk mencari tempat yang lebih aman lagi,
setelah beberapa hari lamanya mereka berjalan di tengah hutan
belantara dan mereka melewati beberapa tempat yang bernama
Buluhawar Bukum, dan tibalah mereka di suatu tempat di kaki guming
Dan tempat itu diberi nama Sikeben berdekatan dengan Bandar Baru
mereka tinggal di situ beberapa bulan lamanya. Namun karena Si Karo
melihat bahwa masih ada tempat yang lebih indah dari pada tempat itu,
ia memutuskan agar mereka kembali berjalan menelusuri hutan,
Akhirnya mereka tiba di kaki gunung Barus. Dan melanjutkan
perjalanan ke gunung Barus tersebut. Mereka sangat senang melihat
pemandangan yang begitu indah dan sejuk Mereka sangat senang dan
mereka semua senju bila mereka tinggal di tempat itu. Tetapi Si Karo
kurang setuju dengan permintaan teman-temannya, karena ia melihat
bahwa tanah yang ada di tempat itu tidak sama dengan tanah yang ada
di negeri mereka. Ia kemalian memutuskan untuk mencari tempat lain.
Keesokan harinya mereka beristirahat di bawah sebuah pohon "jabi-jah"
(sejenis pohon beringin). Si Karo mengutus seekor anjing untuk
menyeberang sebuah sungai, untuk melihat keadaan. Dan anjing itu
kembali dengan selamat. Maka mereka juga menyeberang sungai itu.
Mereka menamai sungai itu Lau Biang, dan pada saat ini sungai ini
masih ada. Beberapa hari kemudian tibalah mereka di saatu tempat,
dan tanah yang terdapat di tempat in juga memiliki kemiripan dengan
tanah yang ada di negeri mereka. Mereka sangat bergembira, dan
bersorak- sorai Daerah tempat mereka tinggal itu bernama Mulawari
yang berseberangan dengan si Capah yang sekarang Seberiya.

4
Dengan demikian si Karo dan rombongannya adalah pendiri kampung
di dataran tinggi, yang sekarang bernama dataran tinggi Karo (Tunch
Karo) Dari perkawinan si Karo dengan Mansari lahir tujah orang anak.
Anak sulung hingga anak keenam semuanya perempuan, yaitu: Corah,
Unjuk. Tekang, Girik. Pagit, Jile dan akhirnya lahirlah anak ketujuh
adalah seorang anak laki-laki yang diberikan nama Meherga yang
berarti berharga atau mehaga (penting) sebagai penerus. Dari sanalah
akhirnya lahir Merga bagi orang Karo yang berasal dari ayah
(patrilineal) sedangkan bagi anak perempuan disebut Beru berasal dari
kata diberi yang berarti perempuan. Merga akhirnya kawin dengan anak
Tarlon yang bernama Cinata. Tarkan merupakan saudara bungsu dari
Mansuri (istri Nani Karo). Dari Merga dan Cimata kemudian lahir lima
orang anak laki-laki yang namanya merupakan lima induk merga etnis
Karo, yaitu:

a Karo Diberi nama Karo nujumnya bila nanti kakeknya (Nini Karo) telah
tiada Karo sebagai gantinya sebagai ingatan. Sehingga nama
leluhurnya tidak hilang
b. Ginting anak kedua
c. Sembiring, diberi nama si mbiring (hitum) karena dia merupakan
yang paling hitam diantara saudaranya.
d. Peranginangin, diberi nama peranginangin karena ketika ia lahir
angin berhembus dengan kencangnya(angin puting-beliung)
e. Tarigan, anak bungsu

Marga-marga dari Karo tersebut memiliki sub-cab merganya


masing-masing dan setiap sub-sub marga

memiliki wilayah persebarannya serta sejarah mumpun legendanya


masing-masing .

5
B. KEBUDAYAAN SUKU KARO

1 Rumah Adat Suku Karo

Rumah adat Suku Karo yang paling terkenal adalah rumah adat Si
Waluh Jabu. Namun di Suku Karo sendin memiliki beberapa jenis
rumah adat seperti
a. Gerga, adalah tempat tinggal sang Raja yang penuh dengan
motif ukiran penuh makna.
b. Belang Ayo, memiliki bentuk yang mirip dengan Gerga, sehingga
kadang belang Ayo dianggap sama dengan Gerga.
c. Si Waluh Jabu, artinya "delapan rumah" atau makna sebenarnya
berarti delapan keluarga yang tinggal dalam satu rumah dan
masih ada ikatan kekerabatan. Rumah adat Si Waluh Jabu
adalah nama lain dari Gerga atau Belang Ayo. Rumah adat Si
Waluh Jabu ini yang paling banyak masih bisa ditemui di
beberapa wilayah adat Taneh Karo.
d. Sepulu Jabu, artinya dalam satu rumah terdiri dari 10 keluarga
dalam satu rumah dan masih ada ikatan kekerabatan. Berukuran
lebih besar dari Si Waluh Jabu.
e. Sepulu Dua Jabu, di dalamnya terdapat 12 keluarga dalam satu
rumah dan masih ada ikatan kekerabatan. Tidak memiliki kamar
seperti Rumah Adat Si Waluh Jabu dan Sepuluh Jabu.
f. Sepulu Enem Jabu, mungkin merupakan Rumah Adat tertinggi di
Indonesia. Di huni oleh 16 keluarga dalam satu kekerabatan.
Karena Sepuluenem Jabu ini adalah Rumah Adat Karo yang
terbesar, kemungkinan Sepuluenem Jabu ini bisa saja
merupakan suatu Istana Kerajaan orang Karo yang dihuni oleh
para keluarga Kerajaan di masa lalu.
g. Si Enem Jabu, rumah adat yang berukuran lebih kecil dari si
Waluh Jabu, dan dihuni oleh 6 keluarga dalam satu kekerabatan.
h. Si Empat Jabu, rumah adat yang berukuran paling kecil, dan
dihuni oleh 4 keluarga dalam satu kekerabatan.
i. Jambur, adalah suatu Balai Pertemuan Adat. Bangunan
berbentuk rumah adat Karo dengan atap ijuk, merupakan tempat
pelaksanaan acara-acara adat (adat perkawinan, adat dukacita)
dan kegiatan-kegiatan masyarakat lainnya. Jambur juga

6
digunakan untuk tempat anak muda tidur. Para pemuda
bertanggung jawab atas keamanan kampung mereka.
Para pemuda tidak pantas tidur bersama orangtuanya dalam satu
kelambu yang disekat-sekat dan sempit. Oleh karena itu para
pemuda tidur di Jambur. Selain itu Jambur juga menjadi sarana
bagi pemuda desa lain menginap jika kemalaman dalam
perjalanan, atau pemuda yang datang bertandang untuk melihat
pujaan hatinya yang disebut naki-naki.
j. riten (Geriten), bangunan adat tempat menyimpan tengkorak
keluarga yang telah meninggal. Terdiri dari 2 tingkat dan
berbentuk panggung, berdiri di atas tiang penyangga bangunan.
k. Sapo Page, artinya lumbung padi. Bentuk seperti rumah adat.
Berada di halaman depan rumah adat. Sama dengan Geriten,
Sapo Page terdiri dari dua tingkat dan berdiri di atas tiang. Lantai
bawah tidak berdinding. Ruang ini digunakan untuk tempat
duduk-duduk, beristirahat dan sebagai ruang tamu. Lantai bagian
atas berfungsi untuk menyimpan padi.

Gerga sepuh dua jabu.

7
si waluh Jabu sapo page

2.Kain Adat Suku Karo

Kain adat suku Karo atau dalam bahasa Karonya sendiri disebut Uis
Kalak Karo merupakan pakaian adat yang digunakan dalam kegiatan
budaya suku karo maupun dalam kehidupan sehari-hari. Uis Karo
memiliki warna dan motif yang berhubungan dengan penggunaannya
atau dengan pelaksanaan kegiatan budaya. Pada umumnya Uis Adat
Karo dibuat dari bahan kapas, dipintal dan ditenun secara manual dan
menggunakan zat pewarna alami (tidak menggunakan bahan kimia
pabrikan). Namun ada juga beberapa diantaranya menggunakan bahan
kain pabrikan yang dicelup (diwarnai) dengan pewarna alami dan
dijadikan kain adat Karo.
Berikut beberapa Uis Karo yang digunakan :

A)Uis Beka Buluh

Uis Beka Buluh ini memiliki ukuran : 166 x 86 Cm


Uis Beka Buluh memiliki ciri Gembira, Tegas dan Elegan. Kain Adat ini
merupakan Simbol Wibawa dan tanda kebesaran bagi seorang Putra
Karo.

-sebagai Penutup Kepala. Pada saat Pesta Adat, Kain ini dipakai
Pria/putra Karo sebagai mahkota di kepalanya pertanda bahwa untuk
dialah pesta tersebut diselenggarakan. Kain ini dilipat dan dibentuk
menjadi Mahkota pada saat Pesta Perkawinan, Mengket Rumah
(Peresmian Bangunan), dan Cawir Metua (Upacara Kematian bagi
Orang Tua yang meninggal dalam keadaan umur sudah lanjut)

-Sebagai Pertanda (Cengkok-cengkok /Tanda-tanda) yang diletakkan


di pundak sampai ke bahu dengan bentuk lipatan segi tiga.

8
-Sebagai Maneh-maneh. Setiap putra karo dimasa mudanya diberkati
oleh Kalimbubu (Paman, Saudara Laki-laki dari Ibu, Pihak yang
dihormati) sehingga berhasil dalam hidupnya. Pada Saat kematiannya,
pihak keluarga akan membayar berkat yang diterima tersebut dengan
menyerahkan tanda syukur yang paling berharga kepada pihak
kalimbubu tadi yakni mahkota yang biasa dikenakannya yaitu Uis Beka
Buluh.

B) Uis Nipes Benang Biring


Ukuran : 154 x 62 cm
Penggunaan : Kain ini dipakai untuk selendang wanita pada upacara
yang bersifat duka duka cita.

C. Uis Kelam-kelam
Ukuran : 169 x 80 cm
Kain ini bukan kain tenun manual, tapi hasil pabrik tekstil yang dicelup
warna hitam menggunakan pewarna alami.
Penggunaan :
Penutup kepala wanita Karo (tudung teger) waktu pesta adat dan pesta
guro-guro aron.
Kain ini juga digunakan sebagai tanda penghormatan kepada puang
kalimbubu pada saat wanita lanjut usia meninggal dunia (morah-morah)

D. Uis Ragi Barat / Ragi Mbacang


Ukuran : 144 x 65 cm

9
Penggunaan :
Kain ini dipakai untuk selendang wanita pada upacara yang bersifat
sukacita maupun dalam keseharian.
Lapisan luar pakaian wanita bagian bawah (sebagai kain sarung) untuk
kegiatan pesta sukacita yang diharuskan berpakaian adat lengkap.

E. Uis Jongkit Dilaki.


Ukuran : 172 x 96 Cm
Kain menunjukkan karakter kuat dan perkasa.
Penggunaan :
Sebagai pakaian luar bagian bawah untuk Laki-laki yang disebut gonje
(sebagai kain sarung). Kain ini dipakai oleh Putra Karo untuk semua
upacara Adat yang mengharuskan berpakaian Adat Lengkap.

F. Uis Jujung-jujungen.
Ukuran : 120 x 54 cm
Penggunaan :
Kain ini dipakai hanya untuk lapisan paling luar penutup kepala wanita
(tutup tudung) dengan umbai-umbai emas pada bahagian depannya.

10
G. Uis Nipes Mangiring
Ukuran : 148 x 64 cm
Penggunaan :
Kain ini dipakai wanita Karo sebagai selendang bahu dalam upacara
adat duka cita

3.ADAT ISTIADAT SUKU KARO.

Merdang Merdem atau Kerja Tahun


Adalah sebuah perayaan di Kabupaten Karo yang diadakan setiap
tahunnya yang diadakan setelah acara menanam padi di telah selesai.
Setiap acara merdang merdem biasanya dimeriahkan dengan gendang
guro-guro aron yaitu acara tari tradisional Karo yang melibatkan
pasangan muda-mudi
Eroangir Ku Lau
Merupakan ritual untuk membuang sial, biasanya pergi ke sungai.
Raleng Tendi
Raleng tendi atau Ngicik Tendi adalah sebuah ritual untuk memanggil
jiwa setelah seseorang kurang tenang karena terkejut oleh suatu
kejadian yang tidak disangka-sangka.
Motong Rambai
Merupakan sebuah pest kecil keluarga dimana kegiatan untuk
memangkas habis rambut bayi.

11
4.ALAT MUSIK SUKU KARO .

A) Genggong

Genggong adalah alat musik yang secara tidak langsung memiliki fungsi sebagai alat
telekomunikasi pada masa lalu. Alat musik ini biasanya digunakan oleh seorang lelaki untuk
memanggil kekasihnya agar keluar rumah. Lagu yang dimainkan biasanya adalah lagu yang
sudah diketahui oleh kedua belah pihak. Genggong dibuat dari besi yang dimainkan dengan
cara ditiup sesuai dengan irama lagu yang akan dimainkan.

B) Sarune

Alat ini juga mirip dengan seruling cara memainkannya, yaitu dengan cara
ditiup.

C. Kulcapi

Kulcapi dimainkan dengan cara dipetik. Berbeda dengan Gotar, alat musik
Kulcapi memiliki lubang pada bagian belakangnya. Lobang dibagian belakang
ini berfungsi sebagai penggubah efek suara yang dihasilkan.

12
D. Tambur.

Tambur adalah alat musik tradisional Karo yang dimainkan dengan cara
dipukul. Alat musik ini terbuat dari kayu yang dilapisi oleh kulit binatang
dikedua sisinya. Alat musik ini dimainkan dengan memukul kedua bagian
sisinya secara bersamaan namun dengan cara yang sedikit berbeda. Salah
satu sisinya akan dipukul dengan menggunakan alat pemukul khusus
sedangkan sisi lainnya dipukul dengan menggunakan telapak tangan saja.
Saat ini alat musik Tambur sudah mulai hilang dari masyarakat Karo.

E. Gendang singanaki

Alat musik ini tidak dapat menghasilkan suara naik turun hanya bunyi yang
berulang – ulang saja. Gendang Singanaki terbuat dari bahan kayu nangka
dengan dua palu yang digunakan sebagai alat pemukulnya. Biasanya alat
musik ini akan dimainkan bersama dengan dengan grantung dalam tampilan
musik penggual. Permainan musik dari alat ini diadakan bersamaan dengan
acara upacara adat setempat.

13
5.MAKANAN KHAS SUKU KARO.

A. Babi panggang karo

B. Lemang.

C. Cipang.

14

Anda mungkin juga menyukai