Anda di halaman 1dari 5

KERAJAAN TULANG BAWANG

Pemerintah
Pemerintahan adat mulai ditata sedemikian rupa, sehingga terbentuk Pemerintahan Marga yang
dipimpin oleh Kepala Marga (Kebuayan). Wilayah Tulang Bawang sendiri dibagi dalam 3
kebuayan, yaitu Buay Bulan, Buay Tegamoan dan Buay Umpu (tahun 1914, menyusul
dibentuk Buay Aji).
Sistem Pemerintahan Marga tidak berjalan lama, dan pada tahun 1864 sesuai dengan
Keputusan Kesiden Lampung No. 362/12 tanggal 31 Mei 1864, dibentuk sistem Pemerintahan
Pesirah. Sejak itu pembangunan berbagai fasilitas untuk kepentingan kolonial Belanda mulai
dilakukan termasukdi Kabupaten Tulang Bawang.
Pada zaman pendudukan Jepang, tidak banyak perubahan yang terjadi di daerah yang dijuluki
Sai Bumi Nengah Nyappur ini. Dan akhirnya sesudah Proklamasi kemerdekaan RI, saat
Lampung ditetapkan sebagai daerah Keresidenan dalam wilayah Propinsi Sumatera Selatan,
Tulang Bawang dijadikan wilayah Kewedanaan.
Kehidupan Politik
Menurut tuturan rakyat, Kerajaan Tulang Bawang berdiri sekitar abad ke 4 masehi atau
tahun 623 masehi, dengan rajanya yang pertama bernama Mulonou Jadi. Diperkirakan, raja ini
asal-usulnya berasal dari daratan Cina. Dari namanya, Mulonou Jadi berarti Asal Jadi.
Mulonou= Asal/Mulanya dan Jadi= Jadi. Raja Mulonou Jadi pada masa kemudiannya oleh
masyarakat juga di kenal dengan nama Mulonou Aji dan Mulonou Haji.
Prasasti (batu bertulis) Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang menyebut, saat itu
Kerajaan Sriwijaya (Che-Li P'o Chie) telah berkuasa dan ekspedisinya menaklukkan daerahdaerah lain, terutama dua pulau yang berada di bagian barat Indonesia. Sejak saat itu, nama dan
kebesaran Kerajaan Tulang Bawang yang sempat berjaya akhirnya lambat laun meredup seiring
berkembangnya kerajaan maritim tersebut.
Semasanya, daerah ini telah terbentuk suatu pemerintahan demokratis yang di kenal
dengan sebutan marga. Marga dalam bahasa Lampung di sebut mego/megou dan mego-lo
bermakna marga yang utama. Di mana pada waktu masuknya pengaruh Devide Et Impera,
penyimbang marga yang harus ditaati pertama kalinya di sebut dengan Selapon. Sela berarti
duduk bersila atau bertahta. Sedangkan pon/pun adalah orang yang dimulyakan.
Kehidupan Sosial
Berdasarkan catatan dari I Tsing, seorang penziarah asal daratan Cina menyebutkan, dalam
lawatannya ia pernah mampir ke sebuah daerah di Tanah Chrise. Di mana di tempat itu, walau

kehidupan sehari-hari penduduknya masih bersipat tradisional, tapi sudah bisa membuat
kerajinan tangan dari logam besi yang dikerjakan pandai besi. Warganya ada pula yang dapat
membuat gula Aren yang bahannya dari pohon Aren.
Kebudayaan Tulang Bawang adalah tradisi dan kebudayaan lanjutan dari peradaban Skala
Brak. Karena dari empat marganya, yaitu Buai Bulan, Buai Tegamoan, Buai Umpu dan Buai Aji,
di mana salah satu buai tertuanya adalah Buai Bulan, yang jelas bagian dari Kepaksian Skala
Brak Cenggiring dan merupakan keturunan dari Putri Si Buai Bulan yang melakukan migrasi ke
daerah Tulang Bawang bersama dua marga lainnya, yakni Buai Umpu dan Buai Aji.
Dengan demikian, adat budaya suku Lampung Tulang Bawang dapat dikatakan lanjutan
dari tradisi peradaban Skala Brak yang berasimilasi dengan tradisi dan kebudayaan lokal, yang
dimungkinkan sekali telah ada di masa sebelumnya atau sebelum mendapatkan pengaruh dari
Kepaksian Skala Brak.
Kebudayaan Tulang Bawang yang merupakan penyimbang punggawa dari Kepaksian
Skala Brak adalah satu kesatuan dari budaya-budaya dan etnis Lampung yang lainnya, seperti
Keratuan Semaka, Keratuan Melinting, Keratuan Darah Putih, Keratuan Komering, Sungkai
Bunga Mayang, Pubian Telu Suku, Buai Lima Way Kanan, Abung Siwo Mego dan Cikoneng
Pak Pekon.
Kehidupan Ekonomi
Ketika ditemukan oleh I-Tsing pada abad ke-4, kehidupan masyarakat Tulang Bawang
masih tradisional. Meski demikian, mereka sudah pandai membuat kerajinan tangan dari logam
besi dan membuat gula aren. Dalam perkembangan selanjutnya, kehidupan masyarakat Tulang
Bawang juga masih ditandai dengan kegiatan ekonomi yang terus bergeliat. Pada abad ke-15,
daerah Tulang Bawang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di Nusantara. Pada saat itu,
komoditi lada hitam merupakan produk pertanian yang sangat diunggulkan. Deskripsi tentang
kehidupan sosial-budaya masyarakat Tulang Bawang lainnya masih dalam proses pengumpulan
data.
Warga Tulangbawang sudah bisa membuat kerajinan tangan dari logam besi yang
dikerjakan pandai besi. Warganya ada pula yang dapat membuat gula Aren yang bahannya dari
pohon Aren.

peninggalan kerajaan
Peninggalan-peniggalan Kerajaan Tulang Bawang ini tidak seperti Peninggalan-peninggalan
Kerajaan-kerajaan lain, seperti Batu-batu bertulis, Keris, Babat lama, Benda-benda purba
tidak ada kesemuanya dan inilah yang menyebabkan kesukaran-kesukaran kita menggali
Kerajaan ini dalam memberikan penemuan yang sebenarnya, dan inilah sebabnya penulis pada
pembukaan Cerita Riwayat Sejarah Kerajaan ini, mengatakan ia mempunyai sifat-sifat khas
ketentuan-ketentuan khusus.
Kalau memang Kerajaan ini seperti Kerajaan Hindu lainnya yang mempunyai pembuktianpembuktian, peninggalan-peninggalan, tentu penulis tidak kebagian seperti ini, telah didahului
oleh ahli-ahli sejarah untuk mengungkapnya lagi kalau memang sudah terungkap seperti itu.
Peninggalan-peninggalan yang ditinggalkannya berupa:
a.tanah/daerah :
Segala tanah yang didiami oleh keempat marga di daerah Tulang Bawang itu adalah tanah
bekas Kerajaan Tulang Bawang, oleh karena itu keluar ia mempunyai batas-batas tertentu,
lebih jelas lagi batas-batas itu digariskan oleh apa yang dinamakan PAKSI EMPAT ( 4 Paksi )
oleh Pemuka-pemuka Adat Pepadun yang ada di Lampung Utara.

Pembagian ini bukan suatu hal yang baru, ia sudah ditetapkan sebelum Adat Pepadun ada,
karena ketetapan pada Zaman Hindu itu sama-sama, maka setelah adanya Adat Pepadun yang
diperkirakan menjelang abad ke XVIII atau pada abad ke XVIII, ke samaran batas-batas ini
ditetapkan oleh Paksi 4 sebagai berikut:
1.PAGAR DEWA
2.NEGERI JUNGKARANG
3.NEGERI BESAR
4.KOTA BUMI.
Batas-batas dari keempat daerah ini ada pada ketentuan-ketentuan Kota/Kampung ini masingmasing (Lebih jelas tanyakan pada Pemuka-pemuka Adatnya).
b.tulisan/aksara lampung :

(aksara lampung dari kulit kayu)


Surat Lampung ini kalau kita teliti dan selidiki dari bentuk gambar hurufnya, maka tulisan ini
berasal dari tulisan huruf Pallawa Hindu (Lebih jelas tanyakan pada para sarjana-sarjana
tulisan Purba).
Tulisan ini kebanyakan ditulis oleh nenek moyang kita diatas kulit kayu Jeluang, dan di Pagar
dewa di atas kulit kayu alim yang kayu ini tumbuhnya disekitar danau Lambo sebelah ujung
kampung Pagar Dewa.
c. animisme:
Sungguhpun kita telah dididik diajar digembleng dan diresapi oleh Agama Islam yang sudah
berabad-abad lamanya ini, namun pengaruh Animisme Hindu nampaknya sampai pada dewasa
ini masih belum juga dapat dikuras habis.

Dimana-mana lebih-lebih di Kampung-kampung dan dipedalaman hal ini masih dipraktekkan


oleh Rakyat disana. Mereka masih meyakinkan bahwa Roh-roh itu masih aktif, masih bekerja
masih tetap mengawasi anak-cucunya dimana saja berada.
Mereka masih meyakinkan bahwa kayu-kayu besar, gunung-gunung besar mempunyai penunggu
dan penjaganya, inilah yang dinamakan Animisme.
d. adat/kebudayaan :
Dalam hal ini penulis tidak berani mengungkapkan panjang lebar tentang Adat dan
Kebudayaan Tulang Bawang khususnya dan Adat Lampung pada umumnya, yang akan penulis
uraikan yang ada hubungannya dengan peninggalan Hindu.
Diatas telah kita katakan bahwa pembagian itu dibagi menjadi 4 bagian oleh apa yang
dinamakan PAKSI EMPAT. Pembagian empat (4) ini sudah lama kita kenal jauh sebelum Adat
Pepadun ada orang Hindu telah memulai dengan pembagian 4 lebih dahulu, yaitu :
I. BRAHMANA,
II. KESATRIA,
III. WAISYA,
IV. SYUDRA
Pembagian Paksi 4 adalah pembagian Teritorial, pembagian daerah, sedangkan pembagian 4
Zaman Hindu ini adalah pembagian Kasta/Golongan, namun pembagian 4 memang sudah ada
sejak Zaman Hindu.
Lain dari ini pengaruh lebih banyak lagi tentang nama, lebih-lebih di Jawa kelihatan sekali
yang terdapat pada wayang-wayang, istilah-istilah seperti PANCA, TRICATUR, NIRWANA,
JAYALOKA, PENDAWA LIMA dsb nya.
Disamping pembagian 4 dan istilah seperti disebutkan tadi, pengaruh Hindu ini banyak sekali
mempengaruhi dibidang Adat kita lebih kelihatan sekali dalam upacara Adat Perkawinan,
misalnya :
Lambang burung Garuda yang dipergunakan waktu mau arak-arakan, apa sebab Lambang ini
sudah menjadi kebiasaan dipakai menjadi tradisi Adat, karena menurut pengertian orang-orang
Lampung, bahwa burung Garuda itu adalah suatu burung yang terkuat dan ada cerita
sejarahnya waktu terjadinya SKALA BERAK. Disamping itu malahan ini yang sebenarnya asli
dari Zaman Hindu Purba bahwa ke 3 Dewa yang dipuja puji orang Hindu yaitu :
DEWA BRAHMA, DEWA SYIWA, DEWA WYSNU yang sebut TRIMURTI mempunyai pakaian
kendaraannya masing-masing.
Brahma memakai kendaraan yang disebut GANSA, Wysnu memakai kendaraan burung Garuda,
sedangkan Syiwa memakai kendaraan NANDHI.
Lain dari pada ini tatkala mempelai laki-laki akan membawa mempelai perempuan kerumahnya
(ngakuk) mempelai laki-laki memegang tombak bagian muka, mempelai perempuan memegang
bagian belakang, diatas gagang tombak itu digantungi kelapa tumbuh, padi, pisang, kapas dan
sebagainya.
Ini adalah perlambangan Hindu, lebih-lebih padi adalah kekuasaan Dewi Sri istrinya Dewa
Wysnu.
Dalam pembuatan rumah kita lihat waktu akan memasang bubunga/atap, diatasnya digantungi
Sang Merah Putih, Setandan Pisang, botol yang berisi air, bukankah ini perlambangan Hindu
kesemuanya. Demikian juga dalam membuka tanah, untuk membuat huma/ladang, kelihatan
benar pengaruh Hindu disini, sebelum digarap tanah itu di gali dulu, dibaca mantera-mantera
diadakan sesajen dan sebagainya untuk mengusir iblis, setan dan sebagainya.
e. alat pertanian/senjata dari besi :

(alat-alat pada zaman tersebut)

Semua alat-alat pertanian seperti : pacul, gobek, kapak, dibuat dari besi, demikian juga alat
senjata : tombak, badik, keris dan sebagainya bukankah ini dari besi?
diatas telah penulis singgung pada tahun 671 Pendeta Tiongkok I TSING pernah mengadakan
pencatatan-pencatatan tentang Kerajaan Tulang Bawang, bahwa didapatinya Rakyat disana
sudah maju, pandai membuat gula dan membuat besi.
Jelas disini gula aren yang kita minum sekarang, demikian juga senjata-senjata dari besi
adalah dari Zaman Hindu dari Kerajaan Tulang Bawang asalnya, malahan di Pagar Dewa
sekarang ini masih ada pandai besi (tukang membuat senjata) badik, keris, dan sebagainya.
Malahan menurut keterangan Batu Tempaan Kuno ada pada orang tersebut, orang Kalianda
mengakui atas kebenaran ini, mereka punya bahannya (besi segelungan), Pagar Dewa punya
tepaannya.bahkan di Lampung pembuatan sarung-sarung dari pada senjata-senjata ini yang
dikenal hanya Pagar Dewalah tempat pembuatan sarung badik yang terbaik, berita ini sampai
sekarang masih disebut-sebut.
f. benda-benda kuno :

(megalitikum di pagar dewa)


Benda-benda kuno dan benda-benda yang dapat dijadikan pembuktian seperti yang pernah
didapati oleh ahli-ahli Purbakala di daerah-daerah Kerajaan Hindu lainnya penulis kira di
Tulang Bawang ini ADA.
Dimana benda-benda tersebut inilah perlu kita gali dan kita selidiki, benda-benda tersebut di
Kerajaan ini masih terpendam semuanya.
Kalau ada tetap ada, buktinya ada, sejak abad ke XIX barang-barang ini berangsur-angsur
dinampakan atau ditampakkan oleh yang empunya, siapa yang punya jelas poyang-poyang
yang menjadikan Kerajaan ini
Dimana-mana terdapat dan terdengar barang-barang yang terpendam di Kerajaan ini misalnya
di Kampung Gedung Aji, pernah penulis mendengar disini didapati piring, di Pagar Dewa pada
awal permulaan abad ke XIX didapati 3 guci, karena guci ini sangat ganjil pandai berkata-kata
minta dipulangkan lagi, maka terpaksa oleh yang menemukannya dipulangkan kedalam sungai
Tulang Bawang di BUMI RATA PAGAR DEWA.
Beberapa tahun yang lalu penduduk asli Pagar Dewa pernah menemukan sebuah kobokan
Purba dan sampai sekarang benda tersebut ada di tangannya.
Terang bagi kita bahwa barang-barang kuno ini ada di kerajaan Tulang Bawang, hanya
menunggu siapa-siapa yang akan memulai mengadakan penyelidikan dan penggalian barangbarang yang masih terpendam ini.

Anda mungkin juga menyukai