Anda di halaman 1dari 3

BUDAYA PAPUA - SUKU MAYBRAT

SUKU MAYBRAT
oleh: Susance Ulimpa

Negara Republik Indonesia merupakan sebuah Negara kepulauan yang terdiri dari
17.508 pulau dan didominasi oleh perairan laut yang luasnya mencapai 62% dari luas
Indonesia, dengan sepanjang 81.000 km,serta terdapat sekitar 9261 desa pantai dengan
jumlah penduduk 22% di wilayah pantai dan 78% daratan yang mana terdapat berbagai
macam aktivitas diantaranya adalah
industri,perdagangan,transportasi,pelabuhan,tambang,pertanian,rekreasi,dan pemukiman.
Pada banyak satuan permukaan perairan dan daratan merupakaan ruang yang relatif
dominan dengan berbagai pola pemukiman dari sekian banyak pemukiman perairan dan
daratan,salah satu diantaranya adalah suku Maybrat Imian di kabupaten Sorong
Selatan,Papua Barat.

Secara geografis suku Maybrat hidup di distrik Ayamaru, Aitinyo, Aifat. Suku Imian
Sawiat hidup di distrik Sawiat dan Teminabuan. Distrika Ayamaru, Aitinyo, Aifat dan Sawiat
termasuk bagian dari Kabupaten Sorong Selatan yang beribukotanya di Teminabuan. Distrik
Ayamaru terletak di sebelah selatan dari Kabupaten Sorong Selatan. Distrik Aitinyo terletak
di sebelah Timur dari Kabupaten Sorong Selatan, Aifat terletak sebelah Timur Kabupaten
Sorong Selatan dan bersebelahan dengan Distik Aitinyo dan Distrik Sawiat terletak di sebelah
Barat Kabupaten Sorong Selatan, dengan tipe iklim tropis basah, dan di dominasi oleh
penduduk dengan mata pencaharian Petani, Nelayan dan pemburu. Dari aktivitas yang
heterogen ini ditunjang oleh rumah panggung dan rumah gantung dengan material pendukung
umumnya berasal dari alam, dan berdiri atas perairan bagi para nelayan, dan bagi para petani
struktur bangunan berdiri diatas permukaan tanah maupun di atas pohon.
Penghuni pemukiman ini merupakan etnik yang terdiri dari satu suku besar yaitu
suku Maybrat, dan dua anak suku yaitu Imian, Sawiat. Mata pencaharian pokoknya berkebun,
menangkap ikan dengan perahu dan memburu binatan liar dengan Tombak, Jubi, Panah,
Parang dan Anjing. Suku ini mayoritas sebagai suku bangsa petani dan pemburu, yang telah
mengembangkan pertanian serta cara perburuan mereka sejak beberapa abad lamanya,
sehingga dikenal dengan sebutan manusia petani dan pemburu“.
Sebagai manusia petani dan pemburu, mereka melakukan segala aktivitas dan
menghabiskan hidupnya dengan bercocok tanam dan memburu. Kemudian sejalan dengan
bertambahnya waktu, manusia petani - pemburu ini menetap dalam suatu hunian dan
berkelompok membentuk suatu permukiman (urban space), namun budaya bertani dan
memburu masih mempengaruhi kehidupan mereka sampai sekarang.

SEJARAH

Dari asal – usulnya, Para tetuah suku Maybrat Imian Sawiat dari turun temurun
mempunyai ceritera tentang rumah tradisional suku Maybrat Imian Sawiat. Dari riwayat
menceriterakan bahwa arsitektur tradisional suku Maybrat Imian Sawiat pertama kali
dibangun oleh dua orang moyang pada berabad tahun silam, kedua orang tersebut
adalah too dan sur , yang mana too dikenal dengan sebutan untuk tali dan sur dikenal dengan
sebutan untuk kayu. Dari ceriteranya rumah tradisional maybrat imian sawiat dibangun
dengan mengikuti cara burung membuat sarangnya (ru habe) yang mana ketika itu moyang
yang bernama ‘sur’ duduk dan memperhatikan burung tersebut dengan cekatan membawa
dahan – dahan kayu untuk membuat sarangnya di atas pohon yang rindang, lalu muncullah
ide bahwa ‘masa, burung saja bisa membuat rumah untuk dia lalu kenapa saya
tidak,pertanyaan ini muncul karena kehidupan awalnya mereka menggunakan gua-gua
sebagai tempat tinggal utama.
Ketika lama memperhatikan burung tersebut maka ia (sur) bertekad ingin membuat
rumah, lalu ia mulai menebang kayu untuk digunakan dalam membuat rumah, setelah
menebang kayu ia mencoba untuk membuatnya setelah ia (sur) meletakannya pada pohon
yang digunakan sebagai koloum dengan pemikiran bahwa akan kuat sehingga ia
melepaskannya untuk mengangkat sebelahnya lagi namun ketika dilepas ternyata jatuh, tetapi
ia mencobanya berulang kali sampai-sampai ia (sur) berusaha untuk memanjat pohon yang
digunakan burung untuk membuat sarangnya dengan tujuan untuk melihat secara dekat
bagaimana cara meletakan ranting kayu hingga menjadi kuat. Ketika ia (sur) memanjati
pohon itu dan mencobanya berulang kali namun hasilnya tidak sempurna maka datanglah
saudaranya yang bernama “too” dan memberi masukan bahwa anda tidak bisa meletakkannya
dengan begitu saja melainkan harus menggunakan tali yang saya bawa agar bisa kuat, namun
usulannya tidak diterima atau di abaikan oleh sur dengan keyakinan bahwa ia bisa
membangunnya tanpa tali. Namun dengan segala macam cara yang digunakannya tak ada
satupun yang berhasil lalu ia memutuskan untuk menerima usulan saudaranya tadi, dan ketika
ia menggunakan talinya sebagai pengikat ternyata berhasil, lalu ia mengajak saudaranya (too)
bahwa saudara mari kita berdua harus buat suatu rumah bagi kita seperti burung itu, sur
menawarkan kepada too sambil menunjukkan sarang burung yang berada diatas dahan pohon,
dan too pun menerimany lalu mereka berdua mulai membuat rumah bagi mereka untuk
pertama kalinya. Disinilah sejarah asal usul rumah tradisional suku maybrat imian sawiat
dibangun.
Tidak ada orang yang mengetahui dengan pasti tempat sebenarnya dimana
pertamakali kejadian itu (pertamakali membuat rumah), namun secara menyeluruh
diungkapkan adalah diantara wilayah maybrat atau imian atau sawiat, namun disini kita bisa
menebak wilayahnya adalah diwilayah maybrat, alasannya karena nama kedua orang
pencetus/pembuat rumah ini menggunakan bahasa maybrat sehingga dapat disimpulkan
bahwa kejadiannya terjadi di wilayah maybrat. Menurut ungkapan para tetua bahwa rumah
tradisional orang Maybrat Imian Sawiat sudah ada berabad tahun yang lalu.
Sebagaimana ceritera tentang rumah orang Maybrat Imian Sawiat, bahwa rumah
tradisional orang maybrat imian sawiat terbuat dari bahan kayu dan rotan, yang mana
dibangun pada beberapa abad yang lalu sebelum masukknya injil kristiani di mansinam untuk
mempersatukan orang-orang yang hidupnya menyendiri dan bermusuhan.
Sekitar beberapa abad sebelum masuknya injil kristiani di mansinam, suku maybrat imian
sawiat belum mengenal adanya suku, atau kampung namun dikenal dengan margais.
Kehidupan orang Maybrat Imian Sawiat pada waktu itu adalah kehidupan pribadi yang
takkenal kompromi, mereka hidup didasari ego, alam pikiran mereka yang cenderung untuk
berpikir bagaimana berperang, dan bagaimana sebagai orang yang mampu menaklukan suatu
marga ke marga yang lainnya.
Setelah masuknya injil kristiani di pulau mansinam pada 1855 dengan penyebaran
agama yang semakin cepat hingga ke wilayah maybrat imian sawiat yang dibawa oleh para
penginjil Tuhan, sebetulnya orang Maybrat Imian Sawiat sudah mengenal kehidupan
bersahabat. Kehidupan bersahabat ini di katakan bahwa bermula dari perang itu sendiri, yang
mana ketika satu marga mampu mengalahkan marga yang satu maka istiri dari orang-orang
yang dibunuhnya menjadi istri baginya, begitupula untuk anak yang ditinggal terlantar oleh
orang-orang tua yang terbunuh di angkat sebagai anak asuh. Anak – anak yang di angkat
sebagai anak asuh dari marga yang dibunuh tidak bisa di ubah marganya sehingga anak-anak
atau istri dari para korban peperangan sebagai orang yang bisa mampu dengan bahasa mereka
untuk memanggil marga-marga yang ditinggal untuk kumpul menjadi satu kelompok yang
terdiri dari dua marga, tiga marga dan seterusnya demikian banyak.
Pemikiran orang Maybrat Imian Sawiat menjadi lebih dewasa dengan masuknya injil
kristiani yang mengajarkan kasih sebagaimana mengharuskan setiap manusia agar mau tidak
mau harus mengasihi musuh-musuhnya, maka pada waktu itulah terbentukklah suatu
perkumpulan yang mana dikenal dengan nama dusun dimana dusun itu di kepalai oleh
seorang kepala dusun. Yang dipercayakan sebagai kepala dusun adalah seseorang yang
stratanya adalah orang terhormat atau yang disebut ‘bobot’, seseorang dikatakan bobot karena
memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: ia adalah keturunan bangsawan, memiliki hak
wilayah tanah yang luas, berkepribadian, memiliki kemampuan dalam dunia perang, berburu,
memiliki kekuatan alamiah, memiliki hubungan relasi dengan kepala dusun yang lain,
berjiwa besar, dan siap menanggung segala persoalan yang dibuat rakyatnya.

Tempat Tinggal Nenek Moyang Suku Maybrat Imian Sawiat Papua

Diatas telah disebutkan bahwa rumah leluhur Suku Maybrat Imian Sawiat dibuat dari
bahan kayu dan rotan. Hal itu memang dibenarkan dengan suatu pembuktian sebagaimana
adanya bukti – bukti otentik sertaa dengan sebutan nama too (rotan) dan sur (kayu), dan bila
dikaji secara jauh kebelakang pada jaman sebelumnya orang-orang maybrat imian sawiat
membutuhkan tempat tinggal untuk menanggulangi diri dan keluarga, baik dari
hujan,binantang buas, maupun dari para musuh. Mau tidak mau mereka harus berpikir secara
praktis dengan berbagai cara telah dilalui guna bertahan hidup, maka pada jaman kuno orang
– orang maybrat imian sawiat memanfaatkan gua – gua (isra) sebagai tempat tinggal dimana
gua – gua itu sebenarnya lebih mirib dengan ceruk – ceruk didalam batu karang yang dapat
dipakai untuk berteduh.

Hingga saat ini belum adanya penelitian tentang gua – gua yang dahulu digunakan
sebagai tempat melindungi diri. Disamping gua – gua, adapula benda-benda pusaka lainnya
yang diwariskan nenekmoyang mereka yang hingga kini masih disimpang. Barang – barang
warisan tersebut adalah : parang ‘hrambra’, parang ini menurut ceritera tetuah bahwa
merupakan pemberian dari alam ‘tagio’ dan hingga kini tidak diketahui siapa pembuat parang
tersebut, berikut taring naga ‘safah’, taring naga yang di jumpai membentuk lingkaran cyrus,
0

Anda mungkin juga menyukai