BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu kebudayaan yang dimiliki dunia yaitu kebudayaan layanglayang. Dimana masing-masing daerah bahkan negara memiliki cara tersendiri
dalam penggunaanya. Seperti yang terjadi di Negara besar Amerika Serikat yang
menggunakan layang-layang sebagai pendeteksi cuaua. Pada tanggal 27 april
1898, Biro Cuaca Amerika menaikkan layangan pertama untuk meneliti cuaca di
Topeka, Kansas city. Layangan tersebut berbentuk kotak besar berukuran panjang
2,4m lebar 2,1m dan tinggi 1m. Sekali menaikkannya, terdapat lebih dari tujuh
layangan lain yang diikatkan pada tali penarik. Jarak masing-masing layangan
adalah
450m,
600m,
dan
berikutnya
masing-masing
750m
secara
Ia terus
dan
dilaksanakan
seiring
dengan
proses
perubahan
sosial
nilai luhur kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan sarana
dalam membangun karakter warga negara, baik yang berhubungan dengan
karakter privat maupun karakter publik.
Menurut Geertz (1992:5) kebudayaan adalah pola dari pengertianpengertian atau makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol yang
ditransmisikan secara historis, suatu sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang
diwariskan dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengan cara tersebut manusia
berkomunikasi, melestarikan dan mengembangkan pengetahuan dan sikap mereka
terhadap kehidupan. Geertz menekankan bahwa kebudayaan merupakan hasil
karya manusia yang dapat mengembangkan sikap mereka terhadap kehidupan dan
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui proses komunikasi
dan belajar agar generasi yang diwariskan memiliki karakter yang tangguh dalam
menjalankan kehidupan.
Budaya adalah sebuah sistem yang mempunyai hubungan antara satu
dengan yang lainnya. Bentuk simbolis yang berupa bahasa, benda, musik,
kepercayaan serta aktivitas-aktivitas masyarakat yang mengandung makna
kebersamaan merupakan cakupan budaya. Kluchohn dan Kelly (Niode, 2007: 49)
berpendapat bahwa kebudayaan adalah pola untuk hidup yang tercipta dalam
sejarah yang explisit, implisit, rasional, irasional dan non rasional yang terdapat
pada setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia .
Mengacu pada pendapat tersebut, segala aktivitas kebudayaan bermaksud
memenuhi sejumlah kebutuhan masyarakat yang berhubungan dengan kebutuhan
hidup. Dengan kata lain, budaya tidak bisa dipisahkan dari seluruh pola aktivitas
masyarakat dan budaya pula memiliki peran yang sangat vital dalam proses
pembangunan karakter bangsa.
Di Negara China ada komunitas besar yang didirikan pada tahun 2012
yang diberi nama komunitas seni beijing. Komunitas ini memanfaatkan layanglayang yang pada awalnya sebagai permainan biasa kini bisa menjadi layanglayang yang berguna bagi kehidupan masyarakat China, beijing.
Di Indonesia sebagai negara yang terdiri dari beberapa suku dan ras,
memungkinkan adanya keragaman budaya didalamnya, seperti permainana
Layang-layang yang merupakan karya budaya yang telah menjadi salah satu
bentuk permainan di masyarakat indonesia terutama pada masyarakat petani.
Hingga saat ini layang-layang merupakan karya budaya yang memiliki karakter
multidimensi, karena tidak hanya digunakan sebagai permainan, melainkan
sebagai alat bantu untuk mengusir burung-burung di sawah, ritual-ritual bersyukur
dan alat bantu memancing sejak zaman nenek moyang, serta sangat berperan
dalam ilmu pengetahuan. Pada ritual tradisonal biasanya layang-layang dimainkan
oleh pria dewasa , karena ukuranya yang besar dan butuh tekhnik serta keahlian
huntuk dapat menerbangkanya dengan baik.
Layang-layang juga saangat berperan penting sebagai media promosi dan
memperkenalkan budaya nusantara lainya. Misalnya layang-layang yang
berbentuk bogong, Tokoh pewayangan, layang-layang yang bersusun memakai
baju daerah dan ukiran-ukiran khas nusantara yang terdapat pada layang-layang
tersebut. Keragaman budaya yang ada di indonesia juga menghasilkan keberagam
jenis dan bentuk layang-layang tradisional di berbagai daerah. Hal itu menjadi
bukti khazanah layang-layang ditanah air. Oleh karena itu layang-layang menjadi
komoditas berharga, baik ekonomi, budaya dan pariwisata. Apalagi layang-layang
kini di gemari berbagai bangsa di berbagai belahan dunia. Lewat layang-layang
juga dapat dijalin persahabatan dengan adanya kompetisi dan festival layanglayang baik ditingkat lokal,regionnal, maupunn internasional ( Pangastuti,
2013:50)
Di Kota Padang, Sumatera Barat manfaat layang-layang sangat membawa
dampak besar bagi anak tuna grahita sedang. Perkembangan fisik anak sangat
berkaitan
erat
dengan
perkembangan
motoriknya.
Motorik
merupakan
(Divakum) dan setelah anak lahir, sehingga anak yang berkebutuhan ini sangat
sulit berinteraksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan studi pendahuluan yang di lakukan oleh Ardisal tahun 2013 di
SDLB Negeri 20 Pondok II Pariaman, peneliti menemukan seorang anak
tunagrahita sedang belum mampu melakukan gerakan berlari. anak duduk dikelas
IIC, berumur 12 tahun memiliki tinggi tubuh 130Cm dan berat 35Kg. Peneliti
mengamati ketika anak sedang belajar Penjas tentang Lari Estapet. Lari estapet
adalah permainan mengopor tongkat kecil dari tangan anggota satu ke tangan
anggota yang lain dengan cara berlari, kesulitan anak dalam berlari semakin
kelihatan ketika bermain. Lalu peneliti mengasesmen kemampuan anak seperti
berikut: berlari kesamping kiri bisa dengan bantuan, berlari kesamping kanan bisa
dengan bantuan, anak berlari mundur bisa dengan bantuan dan anak disuruh
berlari lurus jarak 20 meter anak bisa namun dengan hasil durasi 25 detik yang
seharusnya anak bisa menyelesaikan dengan waktu minimal 10 detik. Dengan
demikian manfaat layang-layang dapat meningkatkan kecepatan berlari pada anak
penderita Tuna Grahita sedang.
Di Bali, layang-layang sangat dikagumi luar Negeri Selain karena
bentuknya yang khas,layang-layang Bali juga dikenal dengan proses ritual yang
menyertainya. sampai saat ini, Masyarakat Bali mengenal dua jenis layang-layang
yaitu Layang-layang Tradisional dan Layang-layang Kreasi baru.
Selain layang-layang tradisional dan kreasi masyarakat juga mengenal
Layang-layang aduan.Layang-layang Tradisional merupakan layang-layang yang
warisan
leluhur
bangsa
telah
menyusun
Rancangan
Induk
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada nilai-nilai yang terkandung dalam ritual kaghati roo kolope?
2. Apakah ada nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ritual kaghati roo
kolope?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam ritual Kaghati Kolope
2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ritual
kaghati roo kolope?
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk
menambah wawasan penulis, dan pengetahuan dengan mengklasifikasikan teoriteori yang di dapat dari membaca buku.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi tentang keberadaan Kaghati roo Kolope terutama pada :
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
12
yang alami tersebut layang-layang kaghati dapat terbang tinggi dan bertahan lama
di udara.Pembuatan kaghati tidak mengikuti ukuran tertentu tergantung pada
selera pembuatnya dan siapa yang akan memainkan layangan tersebut.
ikut mempengaruhi
(Sujarno:2011:85 ).
Nilai dalam bahasa inggris adalah Value yang berasal dari bahasa latin Valere
dan dalam bahasa perancis Keno Voloir yang secara umum berati harga
(Mulyana:2004:7).
Sistem nilai termasuk nilai budaya yang merupakan pedoman yang dianut oleh
setiap anggota masyarakat terutama dalam sikap dan berperilaku, dan juga
13
14
15
hal-hal yang misalnya harus ditaati, bagaimana harus sabar menunggu giliran atau
antri dan sebagainya. Semuanya itu mengarahkan anak supaya mengetahui apa
yang kelak dihadapi setelah usia dewasa.
b. Nilai sportivitas
Sportivitas adalah suatu tindakan seseorang untuk bertindak atau berperilaku
jujur, berani mengakui kesalahan atau kekurangannya di hadapan pihak lain. Sifat
sportivitas sebenarnya sudah diajarkan kepada anak-anak sejak usia dini, yaitu
melalui permainan tradisio
16
kegiatan gotong royong ini secara tidak disadari sedang membangun bentuk
solidaritas antar anggota kelompok tersebut.5 Dalam tingkat anak-anak akan
tampak sewaktu melakukan permainan tradisional yang melibatkan orang banyak
(berkelompok).
d. Nilai Demokrasi
Dalam kaitannya dengan permainan tradisional, demokrasi itu merupakan
persaman hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama terhadap kelompok
bermain tersebut. Pada permainan tradisional proses demokrasi berlangsung sejak
dari sebelum permainan dimulai. Hal ini dapat dilihat dari cara memilih dan
menentukan jenis permainan yang akan dilakukan. Di saat anak membuat
kelompok, mereka tidak bisa memilih dengan seenaknya. Anggota dari kelompokkelompok dalam permainan ditentukan dengan cara diundi, tidak bisa memilih
kawan atau lawan.
e. Nilai Moral
Permainan tradisional baik yang masih hidup maupun yang pernah hidup
di kalangan masyarakat kalau dilihat lebih mendalam sebenarnya sarat makna
filosofi atau hakekat. Permainan tradisional secara perlahan dapat membentuk
kepribadian anak. Dengan bermain anak dapat memahami dan mengenal budaya
yang ada di masyarakat. Kecuali itu, dalam permainan itu juga terkandung pesan
moral seperti: etika atau sopan santun dan masalah norma atau hukum meski baru
dalam tingkat yang paling sederhana. Hal tersebut dapat dilihat dalam setiap
permainan.
17
kecerdasan
berpikir
ini
pembuat
layang-layang
bisa
18
19
konsisten, dikembangkan atau dirusak. Jika menganggap sepi peran nilai berarti
mempunyai gambaran yang keliru tentang manusia dan alam dari satu sisi.
Hubungan antara nilai dengan akal yang menilai, apakah nilai itu hanya ada dalam
akal, dalam artian bahwa nilai itu hanya imajinasi, atau pemikiran atau
kepentingan dan keinginan manusia. Ataukah nilai itu berada di luar pikiran dalam
artian bahwa nilai itu dalam benda sebagaimana halnya dengan ukuran dan
bentuk. Ataukah kebenaran itu terletak di antara dua posisi yang ekstrim dan oleh
karena itu nilai adalah subjektif dan objektif dari sebagiannya bergantung kepada
keadaan atau konteks dimana nilai itu didapatkan.
Nilai budaya menurut Koentjoroningrat (1990:190), merupakan konsepkonsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga
suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan
penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang
memberi arah dan orientasi kepada kehidupan masyarakat tadi. Nilai-nilai budaya
berfungsi sebagai pedoman hidup manusia dalam masyarakat, tetapi sebagai
konsep, suatu nilai budaya bersifat sangat umum, mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas, dan biasanya sangat sulit diterangkan secara nyata dan rasional. Oleh
karena itu, karena sifatnya yang umum, luas dan tidak konkret, maka nilai-nilai
budaya dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional dari alam jiwa
para individu yang menjadi warga dari kebudayaan yang bersangkutan.
Namun seiring perkembangan zaman, eksistensi budaya dan nilai-nilai
budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sampai saat ini belum optimal dalam
upaya membangun karakter warga negara, bahkan setiap saat kita saksikan
20
21
dinikmati oleh generasi berikutnya agar mereka memliliki karakter yang tangguh
sesuai dengan karakter yang disiratkan oleh ideologi Pancasila.
Transformasi merupakan perpindahan atau pergeseran suatu hal ke arah
yang lain atau baru tanpa mengubah struktur yang terkandung didalamnya,
meskipun dalam bentuknya yang baru telah mengalami perubahan. Kerangka
transformasi budaya adalah struktur dan kultur. Sementara itu menurut Capra
(2009:143) transformasi melibatkan perubahan jaring-jaring hubungan sosial dan
ekologis. Apabila struktur jaring-jaring tersebut diubah, maka akan terdapat
didalamnya sebuah transformasi lembaga sosial, nilai-nilai dan pemikiranpemikiran. Transformasi budaya berkaitan dengan evolusi budaya manusia.
Transformasi ini secara tipikal didahului oleh bermacam-macam indikator sosial.
Transformasi budaya semacama ini merupakan langkah-langkah esensial dalam
perkembangan peradaban. Semua peradaban berjalan melalui kemiripan siklus
proses-proses kejadian, pertumbuhan, keutuhan dan integritas.
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa transformasi
adalah perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain, dan menyebabkan
perubahan pada satu objek yang telah dihinggapi oleh sesuatu tersebut. Jadi
transformasi dapat menyebabkan perubahan pada satu objek tertentu. Perubahan
tersebut terjadi pula pada masyarakat yang mampu mentransformasi nilai-nilai
budaya lokal khususnya budaya Huyula yang berada di Kota Gorontalo sebagai
dasar keberhasilan pembangunan karakter bangsa.
Dalam teori moral socialization atau teori moral sosialisasi dari Hoffman
(2007:131-132) menguraikan bahwa perkembangan moral mengutamakan
22
pemindahan (transmisi) norma dan nilai-nilai dari masyarakat kepada anak agar
anak tersebut kelak menjadi anggota masyarakat yang memahami nilai dan norma
yang terdapat dalam budaya masyarakat. Teori ini menekankan pada nilai dan
norma yang tadinya terdapat dalam budaya masyarakat ditransformasikan atau
disampaikan kepada masyarakat lain agar masyarakat secara umum memiliki dan
memahami nilai-nilai budaya dan dapat dijadikan dasar dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
C. Konsep Tradisi
Kekayaan budaya nusantara yang terdiri dari ratusan etnis beserta produk
budayanya adalah kekayaan yang tak ternilai harganya. Namun demikian,
kekayaan tersebut menjadi sama sekali tidak bernilai ketika tidak digali, diangkat,
dan
disebarluaskan.
Seiring
dengan
semakin
berkembangnya
teknologi
komunikasi dan informasi di era modern ini, maka kesempatan untuk menggali
dan menyebarluaskan kekayaan taradisi nusantara menjadi semakin terbuka.
Muatan makna pendidikan yang banyak terkandung dalam tradisi permainan anak
nusantara adalah mutiara yang kini mulai terlupakan. Mutiara kebijaksanaan
tersebut penting untuk membangun dan meguatkan karakter generasi muda
Indonesia. Sebelum terlambat, penting kiranya kita kembali menggali mutiaramutiara kebijaksanaan lokal, untuk bekal menatap dunia yang semakin
mengglobal. Harus disadari bahwa di tengah situasi global, hanya komunitas yang
berjati-dirilah yang akan tetap eksis.
23
Kebudayaan pada dasarnya merupakan suatu buah karya atau hasil cipta
rasa dan karsa suatu kelompok manusia. Secara umum kebudayaan dapat
dibedakan menjadi dua bagian yaitu, kebudayaan yang bersifat fisik (tangible)
dan yang bersifat non fisik (intangible). Kebudayaan yang bersifat fisik (tangible)
artinya kebudayaan berwujud benda konkret yang dapat dipegang misalnya pura,
rumah, candi dan lain-lain. Sedangkan kebudayaan yang tidak bisa dipegang atau
diraba dapat digolongkan pula ke dalam abstrak yang konkret, misalnya kearifan
lokal yang berbentuk tradisi, kepercayaan, kebiasaan-kebiasaan berprilaku dan
lain sebagainya (Rai Gria, 2008 : 30).
Menurut Mursal Esten (1999:54) tradisi adalah produk dari suatu
masyarakat tradisional yang terbentuk melalui proses yang panjang, tradisi
terbentuk
dari
kebiasaan
secara
turun-temurun
sekelompok
masyarakat
24
25
26
mangan waton kumpul (biar tidak makan yang penting berkumpul [dengan
keluarga]), sekarang pun makin kehilangan maknanya. Banyak perempuan di
pedesaan yang berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk bekerja di manca
negara dengan risiko terpisah keluarga daripada hidup menanggung kemiskinan
dan kelaparan ( Yusuf:2010:50).
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta
berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang
dilakukan oleh
27
bisa dijadikan pedoman dan salah satu alat dalam usaha pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan terhadap kondisi yang berkelanjutan yaitu berpihak
kepada
lingkungan,
sosial
tanpa
meninggalkan
aspek
ekonominya.
28
Salah satu yang langkah yang dapat dilakukan adalah melalui pendidikan,
baik pendidikan formal maupun non formal. Muatan lokal dalam pendidikan
(pembelajaran) harus dimaknai sebagai pengenalan diri dan lingkungan. Menggali
dan menanamkan kembali kearifan lokal melalui pembelajaran merupakan bagian
dari upaya membangun identitas bangsa dan dapat dijadikan sebagai sarana dalam
menyeleksi pengaruh budaya yang datang dari luar. Dalam kearifan lokal
terkandung nilai-nilai positif yang baik untuk dikembangkan dalam pembentukan
karakter dan identitas bangsa. Akhir dari sedimentasi kearifan lokal akan mewujud
menjadi tradisi dan agama. Biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup
masyarakat yang telah berlangsung lama.
Kemunculan kearifan lokal merupakan hasil dari proses trial and error
dari berbagai macam pengetahuan empiris maupun non empiris atau yang estetik
maupun yang intuitif. Wujud dari kearifan lokal ini misalnya dapat berupa
nyanyian, pepatah, upacara-upacara adat, petuah bijak, dan lain-lain.
Kearifan lokal tidak sekedar berfungsi sebagai acuan tingkah laku,
melainkan mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat yang beradab. Kearifan
lokal juga dapat berfungsi sebagai energi potensial dari sistem pengetahuan
kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Kearifan
lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia
dalam komunitasnya.
Di samping itu, kearifan lokal dapat berfungsi untuk konservasi dan
pelestarian sumber daya alam; untuk pengembangan sumber daya manusia;
29
30
berisikan gambaran tentang anggapan masyarakat yang bersangkutan tentang halhal yang berkaitan dengan struktur lingkungan, fungsi lingkungan, reaksi alam
terhadap tindakan-tindakan manusia, dan hubungan-hubungan yang sebaiknya
tercipta antara manusia (masyarakat) dan lingkungan alamnya.
Ridwan (2007:73) mengemukakan bahwa kearifan lokal dapat dipahami
sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk
bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek atau peristiwa yang terjadi dalam
ruang
tertentu.
Pengertian
tersebut
disusun
secara
etimologi,
dimana
31
celako
kumali.
Kelestarian
lingkungan terwujud dari kuatnya keyakinan ini yaitu tata nilai tabu dalam
berladang dan tradisi tanam tanjak.
3. Dayak Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi tana ulen. Kawasan hutan
dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan tanah diatur dan
dilindungi oleh aturan adat.
4. Masyarakat Undau Mau, Kalimantan Barat. Masyarakat ini mengembangkan
kearifan lingkungan dalam pola penataan ruang pemukiman, dengan
mengklasifikasi hutan dan memanfaatkannya. Perladangan dilakukan dengan
rotasi dengan menetapkan masa bera, dan mereka mengenal tabu sehingga
penggunaan teknologi dibatasi pada teknologi pertanian sederhana dan ramah
lingkungan.
5. Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh Jawa
Barat.Mereka
mengenal
upacara
tradisional,
mitos,
tabu,
sehingga
32
33
menerus. Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena dianggap baik
atau mengandung kebaikan.
E. Konsep Pariwisata
Pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan
dengan wisatawan. Semua kegiatan pembangunan hotel, pemugaran cagar budaya,
pembuatan pusat rekreasi, penyelenggaraan pekan pariwisata, penyediaan
angkutan dan sebagainya semua itu dapat disebut kegiatan pariwisata sepanjang
dengan kegiatan-kegiatan itu semua dapat diharapkan parawisatawan akan datang.
Soekadijo( 1997: 2).
Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam menyediakan lapangan kerja,
peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor
produktivitas lainnya. Sebagai sektor yang kompleks yang meliputi industriindustri klasik yang sebenarnya seperti industri kerajinan tangan dan cinderamata.
Pendit (1999: 35).
Pariwisata sebagai suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara
waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain, dengan maksud
bukan untuk berusaha (bussines) atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi,
tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan
rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.Yoeti (1990: 109).
Berdasarkan pendapat-pendapat dan para ahli tersebut maka penulis dapat
memberikan pengertian pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk
34
sementara waktu dari satu tempat ke tempat lain yang mempunyai obyek dan daya
tarik wisata untuk dapat dinikmati sebagai suatu rekreasi atau hiburan
mendapatkan kepuasan lahir dan batin.
Pembangunan daerah merupakan salah satu bagian dari pembangunan
nasional yang tidak dapat dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Untuk
mendukung penyelenggaraan otonomi daerah tersebut dibutuhkan kewenangan
yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di tiap-tiap daerah tersebut. Sebagai
tindak lanjut penyelenggaraan otonomi daerah dengan dikeluarkannya UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah yang merupakan
kebijakan yang lahir dalam rangka menjawab dan memenuhi tuntutan reformasi
dan semangat pembaharuan tentang demokratisasi antara hubungan pusat dan
daerah serta upaya pemberdayaan daerah. Negara Indonesia seperti yang kita
ketahui merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki berbagai macam
potensi pariwisata, baik wisata alam maupun wisata budaya karena Indonesia
memiliki bermacam-macam suku, adat- istiadat, dan kebudayaan serta karena
letak geografis negara Indonesia sebagai negara tropis yang menghasilkan
keindahan alam dan satwa. Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dengan
didukung sumber daya alam yang beraneka ragam yang berpotensi untuk diolah
dan dimanfaatkan. Selain itu negara Indonesia juga kaya akan seni budaya daerah,
adat istiadat, peninggalan sejarah terdahulu dan yang tidak kalah menarik adalah
keindahan panorama alamnya yang cukup potensial untuk dikembangkan dengan
baik. Ternyata pariwisata dapat diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pembangunan nasional (Yoeti, 2008:4). Banyak juga objek wisata
35
yang ada di Indonesia yang telah terkenal tidak hanya di dalam negeri maupun ke
luar negeri. Oleh sebab itu pengembangan pariwisata di Indonesia dilakukan oleh
seluruh wilayah di Indonesia maka dibentuklah Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata di tingkat nasional dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah di
tingkat daerah.
Nyoman S. Pendit (1999: 42-48) memperinci penggolongan pariwisata
menjadi beberapa jenis yaitu :
1) Wisata Budaya
Merupakan perjalanan wisata atas dasar keinginan untuk memperluas
pandangan seseorang dengan mengadakan kunjungan atau peninjauan ke
tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan
adat istiadat mereka.
2) Wisata Kesehatan
Hal ini dimaksudkan dengan perjalanan seorang wisatawan dengan tujuan
untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari di mana ia
tinggal demi kepentingan beristirahat baginya dalam arti jasmani dan
rohani dengan mengunjungi tempat peristirahatan seperti mata air panas
mengandung mineral yang dapat menyembuhkan, tempat yang memiliki
iklim udara menyehatkan atau tempat yang memiliki fasilitas-fasilitas
kesehatan lainnya.
3) Wisata Olah Raga
Wisatawan yang melakukan perjalanan dengan tujuan berolahraga atau
memang sengaja bermaksud mengambil bagian aktif dalam peserta
36
37
38
Wisata untuk buru, ditempat atau hutan yang telah ditetapkan pemerintah
Negara yang bersangkutan sebagai daerah perburuan, seperti di Baluran,
Jawa Timur untuk menembak babi hutan atau banteng.
13) Wisata Pilgrim
Jenis wisata ini dikaitkan dengan agama, sejarah, adat-istiadat dan
kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat Ini banyak dilakukan
oleh rombongan atau perorangan ketempat-tempat suci, ke makam-makam
orang besar, bukit atau gunung yang dianggap keramat, tempat
pemakaman tokoh atau pimpinan yang dianggap legenda. Contoh makam
Bung Karno di Blitar, Makam Wali Songo, tempat ibadah seperti di Candi
Borobudur, Pura Besakih di Bali, Sendang Sono di Jawa Tengah dan
sebagainya.
14) Wisata Bulan Madu
Suatu penyelenggaraan perjalanan bagi pasangan-pasangan, pengantin
baru, yang sedang berbulan madu dengan fasilitasfasilitas khusus dan
tersendiri demi kenikmatan perjalanan dan kunjungan mereka.
39
darat maupun di pantai dan laut. Tetapi berdasarkan data statistik Organisasi
Pariwisata Dunia dari 1,3 miliar orang wisatawan di dunia hanya 4 juta saja yang
berkunjung ke Indonesia sementara sisanya banyak berkunjung ke Malaysia,
Thailand, dan negara Eropa. Melihat permasalahan di atas artinya minat para
wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata Indonesia maupun lokal rendah,
karena selama ini pariwisata Indonesia masih kurang maksimal dalam
mengembangkannya. .
Menurut Yoeti (2008:8) pariwisata harus memenuhi empat kriteria di
bawah ini, yaitu:
a. Perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain, perjalanan
dilakukan di luar tempat kediaman di mana orang itu biasanya tinggal.
b. Tujuan perjalanan dilakukan semata-mata untuk bersenang-senang, tanpa
c.
40
tujuan yang hendak dicapai, dan penentuan cara-cara atau metode penggunaan
sarana-prasarana. Strategi selalu berkaitan dengan 3 hal yaitu tujuan, sarana, dan
cara. Oleh karena itu, strategi juga harus didukung oleh kemampuan untuk
mengantisipasi kesempatan yang ada. Dalam melaksanakan fungsi dan
peranannya dalam pengembangan pariwisata daerah, pemerintah daerah harus
melakukan berbagai upaya dalam pengembangan sarana dan prasarana pariwisata.
Dalam pariwisata budaya pengunjung diajak untuk mengenali budaya dan
komunitas lokal, pemandangan, nilai dan gaya hidup lokal, museum dan tempat
bersejarah, seni pertunjukan, tradisi dan kuliner dari populasi lokal atau komunitas
asli (sumber website resmi ICOMOS : http://www.icomos-ictc.org). Oleh karena
itu pengembangan pariwisata budaya tidak lepas dari pengelolaan aset budaya
yang menjadi daya tarik. Hal tersebut merupakan salah satu hal yang
dipertimbangkan dalam pengembangan destinasi wisata budaya.
Komunitas kreatif ini adalah salah satu stakeholder yang membawa
pengunjung masuk ke dalam situs ini. Komunitas kreatif ini mengembangkan
produk wisata yang berbeda sesuai dengan target peserta tur tersebut. Komunitas
kreatif ini mengadakan tur ke situs Gunung Padang namun situs tersebut masih
dalam tahap perencanaan. Fasilitas-fasilitas yang diberikan dalam situs tersebut
masih belum memadai untuk memuaskan pengunjung. Selain itu, dengan belum
matangnya perencanaan pariwisata di wilayah ini, kemungkinan kerusakan pusaka
budaya yang menjadi daya tarik pariwisata budaya itu sendiri.
Komunitas kreatif merupakan salah satu potensi bagi pemerintah dalam
mengembangkan destinasi wisata budaya di daerah ini baik dari sisi tangible
41
42
F.
Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang erat kaitanya dengan penelitian penulis yaitu:
43
historis, nilai religius, nilai seni, nilai solidaritas, nilai perjuangan, dan
nilai ekonomi.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Rani Permata Sari tahun 2013 dengan judul
Efektivitas Permainan Layang-Layang Untuk Meningkatkan Kecepatan
Berlari Bagi Anak Tuna Grahita Sedang. Dalam penelitianya
disimpulkan bahwa permainan layanglayang efektif untuk meningkatkan
kemampuan berlari bagi anak tunagrahita kelas IIC dengan jarak tempuh
20 meter di SDLB Negeri 20 Pondok II Pariaman. Penelitan ini
dilaksanakan selama tiga bulan.
44
BAB III
METODE PENELITIAN
45
D. Fokus Penelitian
Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu:
1.
2.
3.
4.
dilakukan
dengan
telaah
buku-buku,
laporan-
tentang kehidupan sosial dan budaya sebuah masyarakat, lembaga dan setting lain
secara ilmiah, dengan menggunakan sejumlah metode penelitian dan teknik
pengumpulan data untuk menghindari bias dan memperoleh akurasi data yang
meyakinkan.
46
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Liangkobori,
Wabintingi,Kondongia,Waara,Mantobua,
Korihi,
47
2. Luas Wilayah
Luas wilayah Kec. Lohia sekitar 49,81 Km dengan jumlah penduduk pada
tahun 2013 sebanyak 13,785 jiwa. Yang terdiri dari 6.455 jiwa laki-laki dan 7.330
jiwa perempuan, yang berarti Kec. Lohia mempuyai kepadatan penduduk rata-rata
277 jiwa per Km. Secara administratif Kec. Lohia terdiri dari 9 Desa. Desa yang
memiliki wilayah terluas adalah Desa Lohia dengan luas 8,23 Km atau 16,52%
dariluas total Kec. Lohia. Sedangkan desa yang paling kecil wilayahnya adalah
Desa Waara dengan luas 3,59 Km atau 7,21% dari luas total wilayah Kec. Lohia.
3. Pemerintahan
Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan administrasi pemerintahan,
setiap desa telah dibangun kantor desa sebanyak 9 unit yang tersebar di setiap
desa. Sebagaimna disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
No
.
Desa/Kelurahan
Jumlah Dusun
Jumlah RT
Liangkobori
Bolo
Kondongia
Waara
Mantobua
Korihi
Lakarinta
Lohia
48
Wabintingi
4. Penduduk
Pada dasarnya penduduk dapat menjadi subjek pembangunan dan
sekaligus menjadi beban pembangunan itu sendiri. Penduduk sebagai subjek
mempunyai arti bahwa penduduk sebagai sumber daya potensial dalam
pelaksanaan pembangunan, sebaliknya penduduk sebagai objek berarti bahwa
dalam
setiap
kebijakan
pelaksanaan
pembangunan
dimaksudkan
untuk
Desa/Kelurahan
Luas
Jumlah Penduduk
Kepadatan
Penduduk
1.563
372
( Km)
1
Liangkobori
4,20
49
Bolo
3,75
1.697
453
Kondongia
8,23
2.079
253
Waara
3,59
1.166
325
Mantobua
5,11
2.137
418
Korihi
5,34
1.529
286
Lakarinta
5,11
781
153
Lohia
8,23
1.726
210
Wabintingi
6,25
1.107
177
Jumlah
49,81
13,785
277
5. Pendidikan
Pada Kec. Lohia untuk tingjat SD, SMP, dan SMA tidak terdapat sekolah
swasta. Pada tingkat SD tahun 2012 ada 17 unit dengan jumlah guru sebanyak 191
orang atau meningkat sebesar 5,18% dibandingakn tahun 2011. Pada tingkat SMP
tercatat 4 unit sekolah dengan jumlah guru sebanyak 104 orang dan jumlah murid
sebanyak 1.087 orang atau mengalami peningkatan sebesar 12,52% dibangkan
tahun 2011.
Sedangkan pada tingkat SMA pada tahun 2012 tercatat 1 unit sekolah
dengan jumlah guru sebanyak 50 orang dan jumlah siswa sebanyak 497 orang
atau mengalami kenaikan 3,97%.
50
51
pada layang-layang itu untuk mengetahui kebenaran antara luas tanah atau langit.
Lalu keeseokan harinya Sugipatani menceritakan mimpi ini kepada para tokoh
adat bahwa Saya bermimpi, bahwa untuk mengetahui mana yang luas tanah atau
langit, saya harus terbang dilangit dengan menggunakan daun ubi gadung yang
dirangkaikan dengan batang bambu dan serat daun nenas hutan sebagai talinya (
Kaghati roo kolope ).
Kemudian para tokoh adat mengutus masyarakatnya untuk mencari daun
yang telah diceritakan oleh Sugipatani. Setelah mereka menemukan daun yang
dimaksud, mereka langsung merangkai daun ubi gadung yang telah kering lalu
dijepitkanya pada sela-sela tali yang terbuat dari daun serat nenas hutan yang
dipintal-pintal. Setelah semuanya selesai dan kendaraan terbang Sugimanuru
sudah jadi, Sugimanuru sendiri merasa takut dan was-was, Bagaimana jika
dalam perjalanan terbang saya kelangit, burung-burung akan mengganggu
perjalanan saya? Lalu salah seorang tokoh adat ini menyaraankan agar membuat
alat bunyi sebagai senjata untuk mengusir burung-burung yang dimaksud. Alat
yang digunakan sederhana yaitu sehelai daun palma yang telah dikeringkan dan
dipasang pada titik pertemuan antara batang bambu yang vertikal dan horizontal.
Keesokan harinya Kaghati roo kolope ini siap untuk diterbangkan dengan
ditempelkan 8 buah ketupat dan 8 biji telur untuk bekal Sugimanuru dalam
perjalananya menuju langit. Sugimanuru sudah siap untuk terbang kelangit guna
mencari kebesaran Allah SWT. Pada saat kaghati kolope ini diterbangkan tokoh
adat merasa tersanjung dengan bunyi yang dikeluarkan oleh kaghati roo kolope ini
52
53
Wolfgong Bick berasal dari Jerman dan merupakan salah seorang Counsultant of
Kite Aerial Photography Scientific Use of Kite Aerial Photography. Dalam
penelitiannya Wolfgong Bick melihat sendiri lukisan tangan manusia yang
menggambarkan layang-layang di dalam Gua Sugi Patani, Desa Liangkobori. Di
situs prasejarah tersebut tergambar seseorang sedang bermain layang-layang di
dinding batunya dengan menggunakan tinta warna merah dari oker (campuran
tanah liat dengan getah pohon). Gambar itu sudah dicoba untuk dihapus tetapi
tidak bisa. Lukisan tersebut diperkirakan berusia 4000SM, menggambarkan orang
bermain layangan.
Penemuan lukisan di Gua Sugi Patani dikatakan Wolfgong Bick telah
mematahkan klaim bahwa layangan pertama berasal dari China. Layangan yang
ditemukan di China menggunakan bahan kain parasut dan batang alumunium.
Sementara layangan dari Pulau Muna terbuat dari bahan alam dan telah menjadi
bagian kehidupan masyarakatnya. Bick meyakini, layangan pertama di dunia
berasal dari Muna, bukan dari China.
Dari lukisan yang ada pada dinding goa juga menunjukkan bahwa masyarakat
pada waktu itu sudah mengenal budaya bercocok tanam. Dimana nenek moyang
mereka ketika itu bermain layang-layang sembari menjaga kebun. Karena layanglayang ketika itu selain untuk bermain juga dipergunakan untuk mengusir hewan
yang merusak tanaman di ladang dan kebun mereka.
2. Ritual Kaghati Roo Kolope
54
Kaghati roo kolope selain keunikanya yang terbuat dari bahan-bahan alam,
ternyata ada beberapa ritual dan tradisi yang terkandung didalamnya, seperti yang
dipaparkan oleh informan penelitian Bapak La Rusaani, beliau memaparkan :
Dhamani wawono okaghati kolope ini, kaghatino mieno wuna.
Pasigho anagha rayatino wuna ini do suju neifi rampano doparasaeae
ogholeo maitu sarangkano kakawasando. Andoa ini doparasaea ane oifi
ini nomaigho negholeo. Dadihanomo sakaepatudjuhando okakawasa ini,
mieno wuna defohoro ane kaghati roo kolope maitu fitu gholeo. Tamaka
norato gholeo ifituno, katapuno
kaaghati dokutaemo sopatujuno
nohorogho telani wekaelatehano kakawasa. Kaghati roo kolope humorono
aniini doparasaeae sofoghondo faughoono madakaawu weakherati ane
damate.
Terjemahan :
Pada zaman dahulu masyarakat suku bangsa muna purba menyembah api
yang dipercaya sebagai manifestasi Tuhan. Mereka meyakini bahwa sumber api
adalah matahari. Oleh karena itu, cara mereka mencapai Tuhan dengan
menerbangkan layang-layang kaghati selama tujuh hari. Tepat pada hari ketujuh,
tali layang-layang tersebut diputus agar bisa terbang menuju langit tempat Tuhan
mereka (matahari) berada. Layang-layang yang lepas tersebut dipercaya akan
memberi perlindungan kepada masyarakat suku bangsa Muna dari siksa api
neraka setelah mereka meninggal.
Hal serupa diungkapkan oleh informan penelitian Bapak La Hadja, beliau
mengungkapkan tentang tradisi kaghati roo kolope yang digunakan untuk
mengusir bala, dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas keberhasilan panen.
Beliau mengungkapkan bahwa :
55
wuna dhamani wawono. Tamaka okaghati ini dopake dua wakutuuno delobhe
pae, bhe wakutuuno detongka kahitela. Ihino galu dogaue maka dokantai
neghurameno kaghati, maka dofohoroe bhe nifuma aniini. Ghuluhano
dofohoroe nagha sokafoghirano bala bhe dua sokaforatono nekakawasa
dosikuru rampano padamo dowaanda radhaki sesetaghu.
Terjemahan :
Pada saat diturunkan layangan itu dilakukan melalui upacara ritual dengan
menggantungkan berbagai jenis makanan di tali layang-layang kemudian talinya
diputuskan, sehingga layangan itu terbang bersama makanan yang digantung atau
hasil panen. Itu dilakukan sebagai tanda tolak bala, selain itu untuk menyamaikan
rasa syukur kepada Tuhan, telah diberi rejeki setiap tahunya.
Selain itu menurut informan penelitian, Bapak La Ode Samada, bahwa
dalam menerbangkan kaghati roo kolope harus diiringi oleh pukulan gong, karena
jarak antara yang menerbangkan dengan yang menarik sangat jauh, sehingga tidak
terdengar suara aba-aba pertanda kaghati roo kolope untuk diterbangkan. Untuk
itu dipilih alternative gong sebagai pengganti suara manusia. Pada saat pukulan
gong pertama pertanda memperhatikan kondisi kaghati roo kolope, pukulan
kedua, pertanda bersiap-siap untuk diterbangkan sambil mengangkat tangan
keatas, pukulan ketiga pertanda, kaghati roo kolope diterbangkan, dan penarik tali
menarik dengan kuat. Untuk menambah serunya permainan ini biasanya diikutkan
dengan silat muna sebagai salah satu kebudayaan muna, sehingga menambah
semangat penonton untuk menyaksikan pertunjukan permainan unik ini.
56
kepada masyarakat untuk dimengerti dan dipahami oleh masyarakat itu sendiri.
Pemaknaan tersebut merupakan keharusan bagi sekelompok masyarakat terhadap
aktivitas religi dan sistem kepercayaan yang dianut.
57
pada sore hari, pagi, dan malam, akan tetapi dilakukan pada waktu subuh,
hal ini diyakini masyarakat muna bahwa, pada waktu subuh malaikat turun
kebumi untuk membagikan rejeki.
Adapun makna Kaghati roo kolope ditinjau dari alat-alat kelengkapanya,
menurut informan penelitian, Bapak La Rusaani yaitu :
1. Makna Kainere ( Tiang Vertikal )
Kainere adalah tiang vertical yang terdapat pada kaghati roo kolope yang
terbuat dari batang bambu kecil. Makna yang terkandung didalamnya yaitu,
kainere ini di ibaratkan sebagai tulang belakang manusia, hal ini karena kainere
ini merupakan pusat kekuatan kaghati roo kolope. Hal ini diibaratkan kokohnya
tulang belakang manusia, akan membuat seseorang dapat berdiri tegak
2. Makna Ghurame
Ghurame merupakan tali yang digunakan dalam pembuatan kaghati roo
kolope. Tali kaghati roo kolope terbuat dari daun nenas hutan yang diambil
seratnya, kemudian dikeringkan lalu dipintal-pintal sehingga membentuk tali yang
kuat. Ghurame digunakan untuk mengendalikan kaghati roo kolope yang sedang
mengangkasa. Jika iibaratkanpada tubuh manusia, ghurame ini bermakna sebagai
nyawa manusia. Jika ghurame pada kaghati roo kolope putus maka menandakan
akhir dari kaghati roo kolope, begitu pula pada manusia.
3. Makna Roo Kolope
58
Roo kolope adalah daun ubi gadung/ubi hutan yang digunakan sebagai
pengganti kertas dalam pembuatan kaghati roo kolope, dalam hal ini digunakan
sebagai penahan angin. Roo kolope ini dimaknai sebagai kulit manusia, jika
kaghati roo kolope digunakan untuk menahan angin, maka pada kulit manusia
berfungsi untuk melindungi tubuh manusia bagian dalam dari benda tajam.
4. Makna Kasaa
Kasaa merupakan yang mengatur keseimbangan kaghati roo kolope pada
saat diterbangkan, dimana tali pertama diikat pada pertengahan antara tiang
verikal dan horizontal pada kaghati roo kolope dan ujung tali yang kedua
diikatkan pada ujung bawah pada tiang vertical kaghati roo kolope.
Kasaa jika dibawa dalam kehidupan manusia maka dapat dimaknai sebagai amal
seseorang sebagai penyeimbang kehidupan manusia, dunia dan akhirat.
5. Makna Kampaligi
Kampaligi merupakan salah satu bagian dari kaghati roo kolope dimana
kampaligi ini berfungsi untuk memberikan bentuk pada kaghati roo kolope, dan
biasanya dipakai pada bagian pinggir. Jika diibaratkan pada manusia maka
Kampaligi ini dimaknai sebagai pembuluh darah. Jika tali Kampaligi putus maka
kaghti roo kolope tidak bisa difungsikan lagi, begitu pula pada manusia.
6. Makna Kalolonda
59
Kalolonda merupakan bentuk jarring-jaring yang terbuat dari serat nenas hutan
yang digunakan sebagai tempat tumpuan daun kolope dari terpaan angin. Jika
diibaratkan pada kehidupan manusia Kalolonda ini dimaknai sebagai urat-urat
pada manusia, jika salah satu Kalolonda putus maka kekuatan terbang kaghati roo
kolope akan berkurang.
4. Nilai Pendidikan Dalam Kaghati Roo Kolope
Permainan tradisional kaghati roo kolope, telah menjadi bagian kehidupan
masyarakat muna, pasalnya setiap instrument yang terdapat pada permainan
ini, terdapat makna yang sangat berarti bagi masyarakat etnik muna, salah
satunya ada nilai pendidikan yang dapat kita aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Seperti yang telah dipaparkan oleh informan penelitian, Bapak La
Rusaani :
Dhamani wawono okaghati kolope ini, kaghatino mieno wuna.
Pasigho anagha rayatino wuna ini do suju neifi rampano doparasaeae
ogholeo maitu sarangkano kakawasando. Andoa ini doparasaea ane oifi
ini nomaigho negholeo. Dadihanomo sakaepatudjuhando okakawasa ini,
mieno wuna defohoro ane kaghati roo kolope maitu fitu gholeo. Tamaka
norato gholeo ifituno, katapuno
kaaghati dokutaemo sopatujuno
nohorogho telani wekaelatehano kakawasa. Kaghati roo kolope humorono
aniini doparasaeae sofoghondo faughoono madakaawu weakherati ane
damate.
Terjemahan :
Pada zaman dahulu masyarakat suku bangsa muna purba menyembah api
yang dipercaya sebagai manifestasi Tuhan. Mereka meyakini bahwa sumber api
adalah matahari. Oleh karena itu, cara mereka mencapai Tuhan dengan
menerbangkan layang-layang kaghati selama tujuh hari. Tepat pada hari ketujuh,
60
tali layang-layang tersebut diputus agar bisa terbang menuju langit tempat Tuhan
mereka (matahari) berada. Layang-layang yang lepas tersebut dipercaya akan
memberi perlindungan kepada masyarakat suku bangsa Muna dari siksa api
neraka setelah mereka meninggal.
Nilai pendidikan yang dapat kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
yaitu, Mengajarkan kita untuk tidak melupakan Tuhan yang telah menciptakan
kita, dan selalu menyakini akan adanya hari pembalasan atas perbuatan baik dan
buruk.
Hal yang sama telah dipaparkan pula oleh informan penelitian, Bapak La
Hadja :
Okaghati roo kolope ini soano kaawu dopake sokala-lambu rayatino wuna
dhamani wawono. Tamaka okaghati ini dopake dua wakutuuno delobhe pae,
bhe wakutuuno detongka kahitela. Ihino galu dogaue maka dokantai
neghurameno kaghati, maka dofohoroe bhe nifuma aniini. Ghuluhano
dofohoroe nagha sokafoghirano bala bhe dua sokaforatono nekakawasa
dosikuru rampano padamo dowaanda radhaki sesetaghu.
Terjemahan :
Pada saat diturunkan layangan itu dilakukan melalui upacara ritual dengan
menggantungkan berbagai jenis makanan di tali layang-layang kemudian talinya
diputuskan, sehingga layangan itu terbang bersama makanan yang digantung atau
hasil panen. Itu dilakukan sebagai tanda tolak bala, selain itu untuk menyamaikan
rasa syukur kepada Tuhan, telah diberi rejeki setiap tahunya.
Nilai pendidikan yang dapat kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
yaitu, mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas segala yang diberikan oleh
61
Allah SWT, dan apabila kita selalu bersyukur serta berdoa kepada Sang Maha
Kuasa, maka kita akan terhindar dari segala bala.
Berdasarkan interpretasi diatas sejalan dengan pendapat Mulyana (2004:
18 ), Nilai-nilai Pendidikan (edukasi) adalah suatu nilai yang dapat diambil dari
sebuah sikap atau perilaku yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat.
Oleh karena itu, hakikat dari nilai-nilai pendidikan dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni
bersumber dari budaya bangsa
historis, nilai religius, nilai seni, nilai solidaritas, nilai perjuangan, nilai
kesabaran, dan nilai seni.
1. Nilai Religius
Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam
dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya menyangkut
62
63
sesajen yang diikatkan tadi dimaksudkan membuang segala kesialan dan bala
pada pemilik kaghati roo kolope
2. Nilai Seni
Hal ini setara dengan pembuatan kaghti roo kolope yang membutuhkan
tenaga, dan ketelitian yang ekstra dalam pembuatanya. Mulai dari pemilihan daun
yang berkualitas, cara pembuatanya, dan cara pembutan tali yang terbuat dari serat
daun nenas kemudian dipintal-pintal sehingga membentuk tali yang kuat dan
dapat menerbangkan kaghati roo kolope dalam ukuran besar. Dalam pembuatan
kaghati roo kolope pula harus dibutuhkan ketelitian untuk mendapatkan layanglayang terbaik dengan ukuran dan model yang pas seperti, menentukan
kemiringan sayap yang sama, irisan bambu yang pas untuk tiang vertical dan
horizontal.
Hal
ini
akan
semakin
menantang
seseorang
untuk
selalu
mengutamakan nilai seni didalamnya agar orang yang melihatnya pula dapat
terkagum-kagum, apalagi bahan-bahanya yang terbuat dari alam sehingga
memungkinkan terciptanya nilai seni yang tinggi. Hal demikian itu membuat
kaghati roo kolope banyak diminati oleh para turis pecinta layang-layang.
Beardsley ( 1966 :173 ), Seni adalah suatu kegiatan manusia apabila
seseorang secara sadar membentuk gambaran tertentu yang menyatakan perasaan
atau pengalaman baik yang dialami secara pribadi ataupun orang lain.
3. Nilai Historis
Sejarah merupakan cerita tentang pengalaman kolektif suatu komunitas
atau kejadian-kejadian di masa lampau. Pada pribadi pengalaman membentuk
64
65
kita adalah produk sejarah, antara lain wilayah RI, negara nasional, kebudayaan
nasional. Sejarah nasional multidimensional berfungsi antara lain: mencegah
timbulnya determinisme, memperluas cakrawala intelektual, mencegah terjadinya
sinkronisme , yang mengabaikan determinisme (Kartodirdjo, 1993; 51).
Maka disinilah peran Nilai historis ini dalam upaya pelestarian dan
pengembangan permainan tradisonal kaghati roo kolope. Dimana dengan nilai
historis ini akan terus mengingatkan kita tentang permainan tradisonal kaghati roo
kolope sebagai identitas masyarakat muna. Keberadaan kaghati roo kolope dalam
masyarakat muna didasari oleh adanya mitos. Selain itu, peneliti menemukan
lukisan seseorang yang sedang menerbangkan laying-layang dalam gua sugipatini
yang merupakan gua bersejarah dan menguatkan keberadaan kaghati roo kolope
sebagai layang-layang tertua dunia.
Berikut ini contoh analisis nilai historis, mitos tentang kaghati roo kolope,
Kaghati roo kolope kini mengangkasa, akhirnya dengan bantuan layang-layang
itu Sugimanuru mulai mengamati dari atas langit, mana yang sebenarnya luas
tanah atau langit. Semakin hari, bekal Sugimanuru makin menipis sementara
jawaban atas pertanyaan misterius belum didapatkanya..
4. Nilai Solidaritas
Menurut Bintarto (1980:24) nilai budaya orang Indonesia mengandung
4konsep, yakni:
1).Manusia itu tidak hidup sendiri di dunia ini, tetapi di lingkungan
komunitasnya, masyarakatnya, dan alam semesta sekitarnya,
66
67
satu bagian dalam komunitas tersebut sehingga akan terbentuk suatu komunikasi
sosial antar sesamanya. Efek yang ditimbulkan dari bentuk perilaku tradisi lokal
sebagai media komunikasi sosial tersebut, yaitu adanya solidaritas dan akan
menyebabkan komunitas tersebut memiliki kolektivitas (collectivity). Artinya
sharing terhadap nilai yang terjadi pada setiap individu yang menjadi anggota
komunitas. Setiap tindakan akan berkesesuaian satu sama lain sehingga kehidupan
bersama berada dalam situasi berkeseimbangan.
Salah satu tradisi lokal yang masih dilakukan dan dipertahankan oleh
masyarakat muna yaitu nilai solidaritas yang terkuak dalam kaghati roo kolope
yang tercermin dalam bentuk, gotong royong, persahabatan dan kasih sayang.
Kaghati roo kolope dengan ukuranya yang besar memungkinkan adanya
bantuan dari teman untuk menerbangkanya, maka disinilah dapat dilihat
solidaritas, dan interaksi yang dilakukan dalam menerbangkan kaghati roo kolope
ini. Karena kaghati roo kolope tidak bisa diterbangkan secara individu ,
dibutuhkan teman menerbangkanya, melihat keadaan arah angin, aba-aba, dan
Persiapan teman lainya untuk membantu menarik kaghati roo kolope ketika telah
mengangkasa. Dengan adanya nilai solidaritas yang tinggi lewat permainan
kaghati roo kolope ini, sehingga akan terjalin persahabatan, kasih saying, perasaan
setia kawan dan semakin kuatnya hubungan silaturahmi.
5. Nilai Perjuangan
Seperti halnya dengan kehidupan manusia, dibutuhkan perjuangan untuk
mencapai sesuatu hal. Terlait dengan permainan kaghati roo kolope dengan
68
yang
dapat
diaplikasikan
dalam
kehidupan
sehari-hari.Nilai
perjuangan yang terkuak dalam permainan kaghati roo kolope tidak hanya dalam
kata permainan semata, tetapi mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, masyarakat muna sebagian besar dengan mata pencaharian bertani,
maka mereka harus berjuang untuk tetap hidup, mencukupi kebutuhan,
menyekolahkan anak-anak mereka salah satunya dengan bertani.
6. Nilai Ekonomi
Ditinjau dari sisi ekonomi, Kaghati roo kolope mampu mencukupi bahkan
lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat muna, khususnya
pengrajin kaghati roo kolope itu sendiri. Hal ini terbukti dengan adanya festival
layang-layang yang diselenggarakan setahun sekali tepatnya di Kab. Muna, Kota
Raha.
Festival layang-layang tersebut membawa keuntungan besar bagi para
pengrajin kaghati roo kolope. Karena setiap festival diselenggarakn dibutuhkan
ratusan kaghati roo kolope, maka lewat kesempatan ini pengrajin kolope
menawarkan jasa mereka untuk ajang terbesar itu. Salah satunya Bapak La Sima
69
70
alternatif
71
Olahraga
Seni
PendidikanManajemen
Menyampaikan Rasa Syukur Kepada Tuhan atas keberhasilan Panen
Dan sebagai media untuk mencari kebesaran Tuhan
Jika kita melihat dari segi olahraga. Pada umumnya memang kaghati kolope
ini sering dijadikan ajang perlombaan, terbukti dengan adanya festival layanglayang internasional yang diselenggarakan di Kab. Muna.
Dari segi seni, bagian ini adalah bagian yang paling unik, karena dalam
proses pembuatanya menggunakan bahan-bahan sederhana dan teliti sehingga
terkesan tradisional.
Dari segi manajemen, masyarakat Muna menyakini bahwa, dalam tahap
penerbangan kaghati seseorang harus bisa mengatur keseimbangan kaghati itu
72
73
74
dengan promosi berbagai objek wisata dan tempat-tempat bersejarah. Jika hal ini
dilakukan secara terorganisir dan manajemen yang baik, maka pariwisata Kab.
Muna akan dikenal bahkan sampai tingkat Internasioanal. Kaghati roo kolope
semakin membuktikan bahwa sumbangsinya dalam dunia pariwisata sangat
menjanjikan, dengan predikat Kaghati roo kolope sebagai layang-layang unik dan
tertua dunia sekaligus sebagai icon pariwisata Kab. Muna.
75
kolope
76
(http//www.bappenas.go.id/laporankinerjaduatahunpresidensby/html,
warisan
leluhur
bangsa
telah
menyusun
Rancangan
Induk
77
Nama Event
Negara
Tahun
Prestasi
Festival Layang-layang
Perancis
1997
.
1.
Layang - layang
Internasional
Internasional
2.
Festival Layang-layang
Malaysia
2008
Juara
kehormatan
bangsa pada
Internasional
festival Layang-layang
Internasional
78
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kaghati
Kolope,
dalam
bahasa
muna,
Kaghati
berarti
bahan
menggunakan
kulit
layang-layang,
bambu
yang
masyarakat
telah
setempat
dihaluskan
dan
Solidaritas,
perjuangan.
Seni,
Ekonomi,
Religius,
dan
Nilai
80
pariwisata
layang-layang
kaghati
dengan
81
untuk
memajukan
pariwisata
kebudayaan-kebudayaan tradisional.
Kab.Muna
melalui