Anda di halaman 1dari 81

1

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu kebudayaan yang dimiliki dunia yaitu kebudayaan layanglayang. Dimana masing-masing daerah bahkan negara memiliki cara tersendiri
dalam penggunaanya. Seperti yang terjadi di Negara besar Amerika Serikat yang
menggunakan layang-layang sebagai pendeteksi cuaua. Pada tanggal 27 april
1898, Biro Cuaca Amerika menaikkan layangan pertama untuk meneliti cuaca di
Topeka, Kansas city. Layangan tersebut berbentuk kotak besar berukuran panjang
2,4m lebar 2,1m dan tinggi 1m. Sekali menaikkannya, terdapat lebih dari tujuh
layangan lain yang diikatkan pada tali penarik. Jarak masing-masing layangan
adalah

450m,

600m,

dan

berikutnya

masing-masing

750m

secara

berurutan.Gagasan meggunakan layangan untuk meneliti cuaca diusulkan oleh


ahli meteorologi Amerika, Prof Chrarles F Marvin. Pada tanggal yang sama tiga
tahun sebelumnya, ia sudah memulai ujicoba dengan layangan.

Ia terus

menyempurnakan alat tersebut dan dalam setahun ia dapat melengkapi layangan


tersebut ( Hekso Yudiono:2013:69).
Pada hakikatnya budaya memiliki nilai-nilai yang senantiasa diwariskan,
ditafsirkan,

dan

dilaksanakan

seiring

dengan

proses

perubahan

sosial

kemasyarakatan. Pelaksanaan nilai-nilai budaya merupakan manifestasi, dan


legitimasi masyarakat terhadap budaya. Eksistensi budaya dan keragaman nilai-

nilai luhur kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan sarana
dalam membangun karakter warga negara, baik yang berhubungan dengan
karakter privat maupun karakter publik.
Menurut Geertz (1992:5) kebudayaan adalah pola dari pengertianpengertian atau makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol yang
ditransmisikan secara historis, suatu sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang
diwariskan dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengan cara tersebut manusia
berkomunikasi, melestarikan dan mengembangkan pengetahuan dan sikap mereka
terhadap kehidupan. Geertz menekankan bahwa kebudayaan merupakan hasil
karya manusia yang dapat mengembangkan sikap mereka terhadap kehidupan dan
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui proses komunikasi
dan belajar agar generasi yang diwariskan memiliki karakter yang tangguh dalam
menjalankan kehidupan.
Budaya adalah sebuah sistem yang mempunyai hubungan antara satu
dengan yang lainnya. Bentuk simbolis yang berupa bahasa, benda, musik,
kepercayaan serta aktivitas-aktivitas masyarakat yang mengandung makna
kebersamaan merupakan cakupan budaya. Kluchohn dan Kelly (Niode, 2007: 49)
berpendapat bahwa kebudayaan adalah pola untuk hidup yang tercipta dalam
sejarah yang explisit, implisit, rasional, irasional dan non rasional yang terdapat
pada setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia .
Mengacu pada pendapat tersebut, segala aktivitas kebudayaan bermaksud
memenuhi sejumlah kebutuhan masyarakat yang berhubungan dengan kebutuhan
hidup. Dengan kata lain, budaya tidak bisa dipisahkan dari seluruh pola aktivitas

masyarakat dan budaya pula memiliki peran yang sangat vital dalam proses
pembangunan karakter bangsa.
Di Negara China ada komunitas besar yang didirikan pada tahun 2012
yang diberi nama komunitas seni beijing. Komunitas ini memanfaatkan layanglayang yang pada awalnya sebagai permainan biasa kini bisa menjadi layanglayang yang berguna bagi kehidupan masyarakat China, beijing.
Di Indonesia sebagai negara yang terdiri dari beberapa suku dan ras,
memungkinkan adanya keragaman budaya didalamnya, seperti permainana
Layang-layang yang merupakan karya budaya yang telah menjadi salah satu
bentuk permainan di masyarakat indonesia terutama pada masyarakat petani.
Hingga saat ini layang-layang merupakan karya budaya yang memiliki karakter
multidimensi, karena tidak hanya digunakan sebagai permainan, melainkan
sebagai alat bantu untuk mengusir burung-burung di sawah, ritual-ritual bersyukur
dan alat bantu memancing sejak zaman nenek moyang, serta sangat berperan
dalam ilmu pengetahuan. Pada ritual tradisonal biasanya layang-layang dimainkan
oleh pria dewasa , karena ukuranya yang besar dan butuh tekhnik serta keahlian
huntuk dapat menerbangkanya dengan baik.
Layang-layang juga saangat berperan penting sebagai media promosi dan
memperkenalkan budaya nusantara lainya. Misalnya layang-layang yang
berbentuk bogong, Tokoh pewayangan, layang-layang yang bersusun memakai
baju daerah dan ukiran-ukiran khas nusantara yang terdapat pada layang-layang
tersebut. Keragaman budaya yang ada di indonesia juga menghasilkan keberagam

jenis dan bentuk layang-layang tradisional di berbagai daerah. Hal itu menjadi
bukti khazanah layang-layang ditanah air. Oleh karena itu layang-layang menjadi
komoditas berharga, baik ekonomi, budaya dan pariwisata. Apalagi layang-layang
kini di gemari berbagai bangsa di berbagai belahan dunia. Lewat layang-layang
juga dapat dijalin persahabatan dengan adanya kompetisi dan festival layanglayang baik ditingkat lokal,regionnal, maupunn internasional ( Pangastuti,
2013:50)
Di Kota Padang, Sumatera Barat manfaat layang-layang sangat membawa
dampak besar bagi anak tuna grahita sedang. Perkembangan fisik anak sangat
berkaitan

erat

dengan

perkembangan

motoriknya.

Motorik

merupakan

perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir


antara susunan saraf, otot dan otak. Perkembangan motorik meliputi motorik kasar
dan halus. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar
atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh
kematangan anak itu sendiri. Contohnya, kemampuan duduk, menendang, berlari,
naik-turun tangga dan sebagainya ( Ardisal, 2013:355).
Motorik kasar perlu dikembangkan karena kita ketahui sebagian besar
hidup kita diperankan oleh motorik kasar. Tapi tidak dengan anak berkebutuhan
khusus, kebutuhan khususnya membuat ia tidak mampu mengembangkan motorik
kasarnya secara maksimal layaknya anak normal. Anak berkebutuhan khusus
merupakan anak yang mengalami kelainan dan gangguan baik dari fisik,
psikologis, sosial dan neurologis yang didapat anak sebelum lahir, saat lahir

(Divakum) dan setelah anak lahir, sehingga anak yang berkebutuhan ini sangat
sulit berinteraksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan studi pendahuluan yang di lakukan oleh Ardisal tahun 2013 di
SDLB Negeri 20 Pondok II Pariaman, peneliti menemukan seorang anak
tunagrahita sedang belum mampu melakukan gerakan berlari. anak duduk dikelas
IIC, berumur 12 tahun memiliki tinggi tubuh 130Cm dan berat 35Kg. Peneliti
mengamati ketika anak sedang belajar Penjas tentang Lari Estapet. Lari estapet
adalah permainan mengopor tongkat kecil dari tangan anggota satu ke tangan
anggota yang lain dengan cara berlari, kesulitan anak dalam berlari semakin
kelihatan ketika bermain. Lalu peneliti mengasesmen kemampuan anak seperti
berikut: berlari kesamping kiri bisa dengan bantuan, berlari kesamping kanan bisa
dengan bantuan, anak berlari mundur bisa dengan bantuan dan anak disuruh
berlari lurus jarak 20 meter anak bisa namun dengan hasil durasi 25 detik yang
seharusnya anak bisa menyelesaikan dengan waktu minimal 10 detik. Dengan
demikian manfaat layang-layang dapat meningkatkan kecepatan berlari pada anak
penderita Tuna Grahita sedang.
Di Bali, layang-layang sangat dikagumi luar Negeri Selain karena
bentuknya yang khas,layang-layang Bali juga dikenal dengan proses ritual yang
menyertainya. sampai saat ini, Masyarakat Bali mengenal dua jenis layang-layang
yaitu Layang-layang Tradisional dan Layang-layang Kreasi baru.
Selain layang-layang tradisional dan kreasi masyarakat juga mengenal
Layang-layang aduan.Layang-layang Tradisional merupakan layang-layang yang

sudah mentradisi di Masyarakat Bali. Untuk sebuah layang-layang yang akan


diikiutkan dalam sebuah festival (http//:blogger.idingajus.blogspot.com.Diakses
pada tanggal 15 juni 2015 ).
Bentuk layang-layang Tradisional telah dikenal sejak jaman dulu mulai
dari bentuk yang paling sederhana sampai ahirnya berkembang seperti sekarang.
Kerangka layang-layang yang terbuat dari bambu yang dihaluskan serta kain yang
digunakan sebagai penutup sangat warna-warni, secara umum warna yang sering
dijumpai adalah warna Hitam, Merah dan Putih. layang-layang Be-bean, Pecukan
dan janggan merupakan tiga jenis Layang-layang Tradisiolan Bali yang sudah
sangat dikenal
Salah satu kekayaan yang terdapat di Indonesia adalah budaya layangan.
Secara khusus layangan yang dimiliki dalam tulisan ini adalah layangan yang
terdapat di Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Seiring dengan
perkembangan zaman kaghati dikenal dengan nama kaghati.
Istilah layangan di Kabupaten Muna, Propinsi Sulawesi Tenggara dikenal
dengan nama kaghati yang bila diterjemahkan dalam bahasa indonesia berarti
jepitan, roo, artinya daun, dan kolope adalah ubi gadung yang dimanfaatkan
sepenuhnya dalah daunya sebagai prosos pembuatan Kaghati.
Kaghati roo kolope ini selain menggunakan ubi gadung hal yang uniknya
yaitu menggunakan tali yang terbuat dari serat daun nenas hutan yang disebut
dengan ghurame , kemudian dilengkapi dengan alat bunyi yang disebut dengan
kamuu.

Catatan pertama yang menyebutkan permainan layang-layang adalah


dokumen dari Cina sekitar 2500 Sebelum Masehi. Penemuan sebuah lukisan
gua di Pulau Muna,Sulawesi Tenggara, pada awal

abad ke-21 yang

memberikan kesan orang bermain layang-layang menimbulkan spekulasi


mengenai tradisi yang berumur lebih dari itu di kawasan Nusantara. Diduga
terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Cina dan di Nusantara
karena di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang
yang terbuat dari daun- daunan ( Winoto,2012:23 )
Seorang peneliti sekaligus foto grafer berkebangsaan jerman,Wolfgong
Bick pada tahun 1997 melihat sendiri lukisan tangan manusia yang
menggambarkan layang-layang di dalam Gua Sugi Patani, Desa Liangkobori
Kabupaten Muna. Di situs prasejarah tersebut tergambar seseorang sedang
bermain layang-layang di dinding batunya dengan menggunakan tinta warna
merah dari oker (campuran tanah liat dengan getah pohon). Gambar itu sudah
dicoba untuk dihapus tetapi tidak bisa. Penemuan ini telah mematahkan klaim
bahwa layangan pertama berasal dari China pada 2.400 tahun lalu. Layangan yang
ditemukan di China menggunakan bahan kain parasut dan batang almunium.
Sementara layangan dari Pulau Muna telah berumur 4000 tahun dan terbuat dari
bahan alam yang telah menjadi bagian kehidupan masyarakatnya. Bieck meyakini,
layangan pertama di dunia berasal dari Muna, bukan dari China. (La Kandi,
2011:5).
Kabupaten Muna sebagai salah satu daerah yang memiliki layang-layang
tradisional

warisan

leluhur

bangsa

telah

menyusun

Rancangan

Induk

Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA Kabupaten Muna). Salah satu yang


menjadi pembahasan dalam RIPPDA Kabupaten Muna adalah pengembangan
pariwisata layang-layang kaghati roo kolope dengan melakukan strategi promosi
obyek wisata kaghati roo kolope dalam menarikro minat pengunjung baik dalam
maupun luar negeri. Kaghati roo kolope merupakan yang tertua dan mengandung
aspek budaya leluhur masyarakat, yang terbuat dari bahan-bahan alami dari daun
kolope (ubi hutan), bambu rami, dan benangnya berasal dari serat daun nenas
hutan, dan lukisan layang-layang yang di lukis menggunakan tanah merah dan
getah pohon di dinding gua Sugipatani di Desa Liangkabhori, Kecamatan Lohia,
Kabupaten Muna. Kepala Dinas Pariwisata Muna tercatat bahwa kaghati roo
kolope telah memperoleh beberapa

penghargaan Internasional, antara lain,

Festival Layang-layang Internasional Perancis 1999 Juara pertama Festival


Layang layang Internasional Festival Layang-layang. Selanjutnya pada tahun
2008, di Negara Malaysia kaghati roo kolope mendapat penghargaan sebagai
juara kehormatan bangsa ( RIPPDA Kabupaten Muna Tahun 2007 ).
Namun keberadaan kaghati roo kolope ini semakin terancam kepunahan,
pasalnya masyarat muna sendiri kurang berminat dalam melestarikanya, ditambah
lagi dengan kurangnya pemaknaan nilai-nilai tradisi dan ritual dalam pembuatan
kaghati roo kolope. Kaghati kolope hanya dijadikan ajang perlombaan setiap
tahunya tanpa ada umpan balik dari masyarakat itu sendiri. Hanya orang-orang tua
terdahulu yang bisa menceritakan beberapa tradisi dan ritual dalam pembuatan
kaghati roo kolope, dan bahayanya warisan budaya ini akan punah bersama orangorang terdahulu. Untuk itu penulis tertarik mengangkat judul ini sebagai bahan

penelitian dengan judul Nilai-Nilai Tradisi Kaghati Roo Kolope Dalam


Menunjang Pariwisata Kab. Muna. Dengan harapan bisa megembalikan
eksistensi kaghati roo kolope di masyarakat muna dari segi nilai, tradisi dan
kearifan lokal yang terdapat dalam kaghati roo kolope.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada nilai-nilai yang terkandung dalam ritual kaghati roo kolope?
2. Apakah ada nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ritual kaghati roo
kolope?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam ritual Kaghati Kolope
2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ritual
kaghati roo kolope?
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk
menambah wawasan penulis, dan pengetahuan dengan mengklasifikasikan teoriteori yang di dapat dari membaca buku.

2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi tentang keberadaan Kaghati roo Kolope terutama pada :

10

a. Masyarakat Muna, agar lebih memaknai nilai-nilai dan ritual dalam


Kaghati roo kolope, sehingga keberadaanya tetap lestari dengan
mempertahankan keaslian dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
b. Perguruan tinggi, dapat memberikan sumbangsi ilmu pengetahuanyang
bisa dijadikan landasan dan informasi bagi para peneliti selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

11

A. Pengertian Kaghati Roo Kolope

Kaghati Kolope, dalam bahasa muna, Kaghati berarti jepitandan Roo


yang bearti daun, sedangkan Kolope berarti buah dari ubi gadung. Kaghati
roo kolope berarti layang-layang tradisonal yang terbuat dari daun ubi hutan
dimana daunya di jepit. Layang-layang tradisional dari Pulau Muna ini terbuat
dari lembaran daun kolope (daun gadung) yang telah kering kemudian dipotong
ujung-ujungnya, pada umumnya sekarang lebih dikenal dengan nama layanglayang. Satu per satu daun tersebut dijahit dengan lidi dari bambu sebagai rangka
layangan, sementara talinya dijalin dari serat nanas hutan. Begitulah sebutan dari
masyarakat Pulau Muna, Sulawesi Tenggara sebagai layangan tertua di dunia
berusia 4000 tahun. Layangan ini merupakan budaya dari zaman prasejarah Pulau
Muna dimana tidak hanya memiliki nilai sejarah tinggi tetapi juga karena
layangan ini dibuat dari bahan alami oleh nenek moyang mereka ( La
Kandi:2011:4 ).
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat layang-layang kaghati
adalah tumbuh-tumbuhan yang ada di Kabupaten Muna. Bahan tersebut adalah
daun kolope (ubi hutan) dan bambu rami sebagai bahan utama. Masyarakat juga
menggunakan serat daun nenas hutan yang dipintai untuk benangnya. Untuk
merangkai bahan layang-layang tersebut digunakan kulit bambu yang dihaluskan
dan diruncingkan. Selanjutnya untuk menyeimbangkan layang-layang masyarakat
melengkapinya dengan kayu yang dipotong-potong berukuran kecil. Potongan
katu tersebut dipasang pada sayap kiri dan kanan layang-layang. Dengan bahan

12

yang alami tersebut layang-layang kaghati dapat terbang tinggi dan bertahan lama
di udara.Pembuatan kaghati tidak mengikuti ukuran tertentu tergantung pada
selera pembuatnya dan siapa yang akan memainkan layangan tersebut.

B. Konsep Nilai Budaya


Nilai budaya adalah sesuatu yang abstrak tidak dapat dilihat (tidak kasat mata)
tetapi keberadaannya dapat dirasakan.Nilai adalah konsep abstrak mengenai
masalah dasar yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan demikian
setiap unsur budaya tentunya mempunyai nilai, termasuk dalam hal ini permainan
tradisional anak. Permainan tradisional yang hidup di masyarakat memiliki nilainilai yang sangat berguna bagi tumbuh kembangnya si anak. Namun demikian,
kurangnya kesadaran dari masyarakat terhadap nilai yang terkandung itu,
menjadikan permainan hanya dianggap sebagai sarana hiburan yang murah saja.
Mereka tidak menyadari bahwa apa yang ada di dalam permainan tradisional itu
sangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa anak. Ketidaktahuan dan aktivitas
yang semakin tinggi

serta unsur gengsi rupanya

ikut mempengaruhi

(Sujarno:2011:85 ).
Nilai dalam bahasa inggris adalah Value yang berasal dari bahasa latin Valere
dan dalam bahasa perancis Keno Voloir yang secara umum berati harga
(Mulyana:2004:7).
Sistem nilai termasuk nilai budaya yang merupakan pedoman yang dianut oleh
setiap anggota masyarakat terutama dalam sikap dan berperilaku, dan juga

13

menjadi patokan untuk menilai dan mencermati bagaimana individu dan


kelompok bertindak dan berperilaku. Jadi sistem nilai dapat dikatakan sebagai
norma standar dalam kehidupan masyarakat. Djaja Sudarma (1997:13)
mengemukakan bahwa sistem nilai begitu kuat, meresap dan berakar didalam jiwa
masyarakat sehingga sulit diganti atau diubah dalam waktu singkat.
Harun ( 2006:79 ) keterkaitan antara nilai tradisi dan kebudayaan yaitu
masing-masin memiliki nilai religius, filosofis, nilai etika dan estetika.
1. Nilai Religius adalah nilai yang berhubungan dengan keilahian atau
keterjalinan manusia dengan Tuhan segala ciptaan-Nya.
2. Nilai Filosofis adalah nilai yang berhubungan dengan ilmu penegetahuan
tentang kebijaksanaan hidup dalam pikiran dan bernalar secara sistematis
tentang berbagai hal yang menyatakan kebenaran dan untuk memperoleh
kebenaran.
3. Nilai Etika adalah nilai yang berkaitan dengan prinsip-prinsip moral yang
dapat seharusnya diperankan oleh individu dalam kehidupan sehari-hari yang
berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan
Tuhan, dan hubungan manusia dengan alam sekitar.
4. Nilai Estetika adalah nilai yang terdapat unsur keselarasan dan keseimbangan
serta keindahan.
Alisyahbana ( 1988:231 ) mengatakan nilai budaya yang bersifat universal
terdiri atas:
1.
2.
3.
4.
5.

Nilai pengetahuan atau nilai teori.


Nilai Ekonomi.
Nilai Solidaritas.
Nilai Keagamaan.
Nilai Seni.

14

Menurut Birtness (2005:139) nilai adalah pernyataan tentang apa yang


dianggap harus diwujudkan dalam kaitanya dengan kenyataan hakiki yang
diyakini. Batasan nilai mengacu pada minat, kesukaan, pilihan, tugas agamaa,
kebutuhan, keimanan, hasrat.
Sistem nilai termasuk nilai budaya yang merupakan pedoman yang dianut oleh
setiap anggota masyarakat terutama dalam bersikap dan berperilaku dan juga
menjadi patokan untuk menilai dan memcermati bagaimana individu dan
kelompok bertindak dan berperilaku. Jadi sistem nilai dapat dikatakan sebagai
norma standar dalam kehidupan masyarakat. Djaja Sudarma dkk ( 1997:13 )
mengemukakan bahwa sistem nilai begitu kuat meresap dan berakar dalam jiwa
masyarakat sehingga sulit diganti atau diubah dalam waktu singkat.
1. Nilai Yang Terkandung dalam Permainan
Farida ( 2011:65 ) mengatakan bahwa ada beberapa nilai yang terkandung
dalam permainan Tradisional, diantaranya:
a. Nilai pendidikan
Pendidikan merupakan satu di antara sekian banyak cara untuk memberikan
ajaran agar orang lain dapat menirukan atau paling tidak menyamai bahkan
mengembangkannya ke yang lebih maju. Permainan tradisional mengandung
banyak hal yang bersifat mendidik. Sejak masih balita anak sudah dikenalkan
dengan permainan tradisional, meski pada waktu itu sifatnya masih sangat
sederhana. Anak mulai dikenalkan dengan apa yang disebut baik-buruk, kotorbersih, kalah menang, dan lain sebagainya sesuai dengan usia anak tersebut.
Dengan kata lain, permainan tradisional mengajari anak secara langsung tentang

15

hal-hal yang misalnya harus ditaati, bagaimana harus sabar menunggu giliran atau
antri dan sebagainya. Semuanya itu mengarahkan anak supaya mengetahui apa
yang kelak dihadapi setelah usia dewasa.
b. Nilai sportivitas
Sportivitas adalah suatu tindakan seseorang untuk bertindak atau berperilaku
jujur, berani mengakui kesalahan atau kekurangannya di hadapan pihak lain. Sifat
sportivitas sebenarnya sudah diajarkan kepada anak-anak sejak usia dini, yaitu
melalui permainan tradisio

nal yang hidup di masyarakat setempat. Hal itu

tanpak sekali di saat anak sedang melakukan permainan tradisional bersama


teman-teman sebayanya. Dalam permainan tradisional para pelaku dituntut untuk
berperilaku jujur, dan tidak melakukan tindakan yang merugikan pihak lain. Di
sini anak secara tidak langsung dikenalkan dengan masalah aturan norma atau
hukum yang berlaku. Anak mulai diberi pengertian bahwa pelanggaran aturan itu
akan berdampak buruk pada dirinya, yaitu dikenakan sangsi. Hal demikian
tentunya sangat positif bagi perkembangan jiwa anak, yakni diharapkan kelak
setelah dewasa dan terlibat dalam pergaulan di masyarakat akan mengetahui mana
yang boleh dilakukan dan mana yang dilarang sesuai aturan hukum yang berlaku.
Jadi secara tidak disadari anak sedang belajar mentaati hukum atau aturan yang
sudah disepakati bersama.
c.Nilai gotong royong
Gotong royong biasanya diartikan sebagai kegiatan atau pekerjaan yang
dilakukan secara bersama-sama. Gotong royong sebagai suatu kegiatan yang
ditanggung atau dipikul bersama oleh kelompok yang bersangkutan. Adanya

16

kegiatan gotong royong ini secara tidak disadari sedang membangun bentuk
solidaritas antar anggota kelompok tersebut.5 Dalam tingkat anak-anak akan
tampak sewaktu melakukan permainan tradisional yang melibatkan orang banyak
(berkelompok).
d. Nilai Demokrasi
Dalam kaitannya dengan permainan tradisional, demokrasi itu merupakan
persaman hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama terhadap kelompok
bermain tersebut. Pada permainan tradisional proses demokrasi berlangsung sejak
dari sebelum permainan dimulai. Hal ini dapat dilihat dari cara memilih dan
menentukan jenis permainan yang akan dilakukan. Di saat anak membuat
kelompok, mereka tidak bisa memilih dengan seenaknya. Anggota dari kelompokkelompok dalam permainan ditentukan dengan cara diundi, tidak bisa memilih
kawan atau lawan.

e. Nilai Moral
Permainan tradisional baik yang masih hidup maupun yang pernah hidup
di kalangan masyarakat kalau dilihat lebih mendalam sebenarnya sarat makna
filosofi atau hakekat. Permainan tradisional secara perlahan dapat membentuk
kepribadian anak. Dengan bermain anak dapat memahami dan mengenal budaya
yang ada di masyarakat. Kecuali itu, dalam permainan itu juga terkandung pesan
moral seperti: etika atau sopan santun dan masalah norma atau hukum meski baru
dalam tingkat yang paling sederhana. Hal tersebut dapat dilihat dalam setiap
permainan.

17

Hal yang sama diungkapkan oleh La Kandi ( 2011:50-52 ) dalam


penelitianya mengenai permainan tradisional yang terdapat di Pulau Muna yaitu
kaghati roo kolope. Permainan ini sudah ada sejak ribuan tahun lalu dan
merupakan permainan terunik pada etnik Muna. Ada beberapa manfaat dalam
permainan kaghati roo kolope yaitu:
a). Permainan kaghati roo kolope sebagai Unsur Kerjasama
Kaghati roo kolope dengan ukuran yang besar tidak dapat dilayangkan
sendirian tetapi harus dibantu oleh oran lain atau teman. Hal inimemerlukan
kerjasama yang baik. Jika tidak terjadi kerjasama yang baik maka akan terjadi
kerusakan pada kaghati roo kolope . Aba-aba yang disampaikan oleh penarik tali
harus disimak dengan baik oleh penganjung agar tidak terjadi salah anjung. Selain
itu, untuk memperoleh daun kolope ini tidaklah mudah, harus dibutuhkan teman
untuk mengambilnya dalam hutan.
b). Permainan kaghati roo kolope sebagai Pembentukan Kecerdasan Berpikir
Mempersiapkan dan merakit kaghati roo kolope memerlukan kecerdasan
berpikir. Dengan

kecerdasan

berpikir

ini

pembuat

layang-layang

bisa

memodivikasi bentuk,kemiringan sayap, keseimbangan dan semua itu harus


dilakukan secara teliti, jika tidak kaghati roo kolope ini tidak akan bisa terbang
seperti kaghati pada umumnya.
c).

Permainan Kaghati Roo Kolope sebagai Pembentuk Kecerdasan Motorik

18

Dalam permainan kaghati roo kolope memerlukan keterampilan motorik.


Menarik kaghati roo kolope tidk sekedar menarik tetapi dibutuhkan tekhnik yang
mantap.
d). Permainan Kaghati Roo Kolope sebagai Pembentuk Kecerdasan Emosional
Dalam permainan kaghati roo kolope banyak hal yang membuat pelaku
merasa kesal dan jengkel manakala kaghati roo kolope yang dilayangkan tidak
melayang seperti yang diharapkan , seperti kaghati roo kolope tersangkut dipohon,
talinya putus, alat bunyinya putus dan lain sebagainya.
Menurut Horton (2004: 35) nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu
pengalaman berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan
perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi tidak menghakimi apakah sebuah
perilaku tertentu salah atau benar. Nilai adalah suatu bagian penting dari
kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah artinya secara moral dapat diterima
kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat
di mana tindakan itu dilakukan.
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai
contoh, orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri
bernilai buruk.
Nilai budaya berkembang di tengah masyarakat sebagai ukuran,
keyakinan, kesetiaan atau idealisme yang atas dasar-dasarnya kita mengatur
kehidupan. Yang menjadi permasalahan apakah ukuran-ukuran tersebut harus

19

konsisten, dikembangkan atau dirusak. Jika menganggap sepi peran nilai berarti
mempunyai gambaran yang keliru tentang manusia dan alam dari satu sisi.
Hubungan antara nilai dengan akal yang menilai, apakah nilai itu hanya ada dalam
akal, dalam artian bahwa nilai itu hanya imajinasi, atau pemikiran atau
kepentingan dan keinginan manusia. Ataukah nilai itu berada di luar pikiran dalam
artian bahwa nilai itu dalam benda sebagaimana halnya dengan ukuran dan
bentuk. Ataukah kebenaran itu terletak di antara dua posisi yang ekstrim dan oleh
karena itu nilai adalah subjektif dan objektif dari sebagiannya bergantung kepada
keadaan atau konteks dimana nilai itu didapatkan.
Nilai budaya menurut Koentjoroningrat (1990:190), merupakan konsepkonsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga
suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan
penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang
memberi arah dan orientasi kepada kehidupan masyarakat tadi. Nilai-nilai budaya
berfungsi sebagai pedoman hidup manusia dalam masyarakat, tetapi sebagai
konsep, suatu nilai budaya bersifat sangat umum, mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas, dan biasanya sangat sulit diterangkan secara nyata dan rasional. Oleh
karena itu, karena sifatnya yang umum, luas dan tidak konkret, maka nilai-nilai
budaya dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional dari alam jiwa
para individu yang menjadi warga dari kebudayaan yang bersangkutan.
Namun seiring perkembangan zaman, eksistensi budaya dan nilai-nilai
budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sampai saat ini belum optimal dalam
upaya membangun karakter warga negara, bahkan setiap saat kita saksikan

20

berbagai macam tindakan masyarakat yang berakibat pada kehancuran suatu


bangsa yakni menurunnya perilaku sopan santun, menurunnya perilaku kejujuran,
menurunnya rasa kebersamaan, dan menurunnya rasa gotong royong diantara
anggota masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut menurut Lickona (1992:78)
terdapat 10 tanda dari perilaku manusia yang menunjukan arah kehancuran suatu
bangsa yaitu:
1. Meningkatnya kekerasan dikalangan remaja.
2. Ketidak jujuran yang membudaya.
3. Semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orang tua, guru dan figur
pemimpin.
4. Pengaruh peer group terhadap tindakan kekerasan.
5. Meningkatnya kecurigaan dan kebencian.
6. Penggunaan bahasa yang memburuk.
7. Penurunan etos kerja.
8. Menurunnya rasa tanggungjawab individu dan warga negara.
9. Meningginya perilaku merusak diri.
2. Transformasi Nilai
Transformasi menurut Kuntowijoyo (2006:56) adalah konsep ilmiah atau
alat analisis untuk memahami dunia. Karena dengan memahami perubahan
setidaknya dua kondisi/keadaan yang dapat diketahui yakni keadaan pra
perubahan dan keadaan pasca perubahan. Transformasi merupakan usaha yang
dilakukan untuk melestarikan budaya lokal agar tetap bertahan dan dapat

21

dinikmati oleh generasi berikutnya agar mereka memliliki karakter yang tangguh
sesuai dengan karakter yang disiratkan oleh ideologi Pancasila.
Transformasi merupakan perpindahan atau pergeseran suatu hal ke arah
yang lain atau baru tanpa mengubah struktur yang terkandung didalamnya,
meskipun dalam bentuknya yang baru telah mengalami perubahan. Kerangka
transformasi budaya adalah struktur dan kultur. Sementara itu menurut Capra
(2009:143) transformasi melibatkan perubahan jaring-jaring hubungan sosial dan
ekologis. Apabila struktur jaring-jaring tersebut diubah, maka akan terdapat
didalamnya sebuah transformasi lembaga sosial, nilai-nilai dan pemikiranpemikiran. Transformasi budaya berkaitan dengan evolusi budaya manusia.
Transformasi ini secara tipikal didahului oleh bermacam-macam indikator sosial.
Transformasi budaya semacama ini merupakan langkah-langkah esensial dalam
perkembangan peradaban. Semua peradaban berjalan melalui kemiripan siklus
proses-proses kejadian, pertumbuhan, keutuhan dan integritas.
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa transformasi
adalah perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain, dan menyebabkan
perubahan pada satu objek yang telah dihinggapi oleh sesuatu tersebut. Jadi
transformasi dapat menyebabkan perubahan pada satu objek tertentu. Perubahan
tersebut terjadi pula pada masyarakat yang mampu mentransformasi nilai-nilai
budaya lokal khususnya budaya Huyula yang berada di Kota Gorontalo sebagai
dasar keberhasilan pembangunan karakter bangsa.
Dalam teori moral socialization atau teori moral sosialisasi dari Hoffman
(2007:131-132) menguraikan bahwa perkembangan moral mengutamakan

22

pemindahan (transmisi) norma dan nilai-nilai dari masyarakat kepada anak agar
anak tersebut kelak menjadi anggota masyarakat yang memahami nilai dan norma
yang terdapat dalam budaya masyarakat. Teori ini menekankan pada nilai dan
norma yang tadinya terdapat dalam budaya masyarakat ditransformasikan atau
disampaikan kepada masyarakat lain agar masyarakat secara umum memiliki dan
memahami nilai-nilai budaya dan dapat dijadikan dasar dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

C. Konsep Tradisi
Kekayaan budaya nusantara yang terdiri dari ratusan etnis beserta produk
budayanya adalah kekayaan yang tak ternilai harganya. Namun demikian,
kekayaan tersebut menjadi sama sekali tidak bernilai ketika tidak digali, diangkat,
dan

disebarluaskan.

Seiring

dengan

semakin

berkembangnya

teknologi

komunikasi dan informasi di era modern ini, maka kesempatan untuk menggali
dan menyebarluaskan kekayaan taradisi nusantara menjadi semakin terbuka.
Muatan makna pendidikan yang banyak terkandung dalam tradisi permainan anak
nusantara adalah mutiara yang kini mulai terlupakan. Mutiara kebijaksanaan
tersebut penting untuk membangun dan meguatkan karakter generasi muda
Indonesia. Sebelum terlambat, penting kiranya kita kembali menggali mutiaramutiara kebijaksanaan lokal, untuk bekal menatap dunia yang semakin
mengglobal. Harus disadari bahwa di tengah situasi global, hanya komunitas yang
berjati-dirilah yang akan tetap eksis.

23

Kebudayaan pada dasarnya merupakan suatu buah karya atau hasil cipta
rasa dan karsa suatu kelompok manusia. Secara umum kebudayaan dapat
dibedakan menjadi dua bagian yaitu, kebudayaan yang bersifat fisik (tangible)
dan yang bersifat non fisik (intangible). Kebudayaan yang bersifat fisik (tangible)
artinya kebudayaan berwujud benda konkret yang dapat dipegang misalnya pura,
rumah, candi dan lain-lain. Sedangkan kebudayaan yang tidak bisa dipegang atau
diraba dapat digolongkan pula ke dalam abstrak yang konkret, misalnya kearifan
lokal yang berbentuk tradisi, kepercayaan, kebiasaan-kebiasaan berprilaku dan
lain sebagainya (Rai Gria, 2008 : 30).
Menurut Mursal Esten (1999:54) tradisi adalah produk dari suatu
masyarakat tradisional yang terbentuk melalui proses yang panjang, tradisi
terbentuk

dari

kebiasaan

secara

turun-temurun

sekelompok

masyarakat

berdasarkan nilai budaya kelompok yang bersangkutan.


Di zaman modern sekarang ini masyarakat tetap berusaha untuk
mempertahankan tradisi. Suatu tradisi bisa bertahan dalam suatu masyarakat
karena memiliki fungsi dalam masyarakat tersebut. Akan tetapi apabila tradisi
tersebut sudah tidak lagi memiliki fungsi dalam masyarakat tersebut maka tradisi
tersebut akan ditinggalkan. Lewat tradisi memperkuat terbentuknya prilaku
(religius rohani) bagi anggota pendukung tradisi tersebut yaitu sikap cinta, bakti,
kepada hal-hal gaib (roh leluhur, dewa). Ada beberapa cara dalam mewariskan
tradisi antara lain sosialisasi, pengendalian sosial, Enkulturasi, dan Internalisasi
( I Putu:2011:3)

24

Dengan perkembangan IPTEKS (ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni)


yang semakin gencar seperti sekarang ini, masyarakat Jawa tetap eksis dengan
berbagai keunikannya, baik dari segi budaya, agama, tata krama, dan lain
sebagainya. Namun demikian, pengaruh IPTEKS tersebut sedikit demi sedikit
mulai menggerogoti masyarakat iindonesiaterutama pada masyarakat jawa
misalnya yang dimulai di kalangan generasi mudanya. Di kotakota seperti
Yogyakarta dan kota-kota lain sudah banyak ditemukan masyarakat Jawa yang
tidak menunjukkan jati diri ke-Jawa-annya. Mereka lebih senang berpenampilan
lebih modern yang tidak terikat oleh berbagai aturan atau tradisi-tradisi yang
justru menghalangi mereka untuk maju. Begitu juga pengaruh keyakinan agama
yang mereka anut ikut mewarnai tradisi dan budaya mereka sehari-hari.
Masyarakat Jawa yang menganut Islam santri, misalnya, lebih banyak terikat
dengan aturan Islamnya, meskipun bertentangan dengan budaya dan tradisi
Jawanya. Hal ini karena tidak sedikit tradisi-tradisi Jawa yang bertentangan
dengan keyakinan atau ajaran Islam. (Koentjaraningrat, 1998: 211).

D. Konsep Kearifan Lokal

Kekayaan kearifan lokal di Indonesia yang berperan dalam membentuk


pendidikan karakter. Kearifan lokal hanya akan abadi kalau kearifan lokal
terimplementasikan dalam kehidupan konkret sehari-hari sehingga mampu
merespons dan menjawab arus zaman yang telah berubah. Kearifan lokal juga

25

harus terimplementasikan dalam kebijakan negara, misalnya dengan menerapkan


kebijakan ekonomi yang berasaskan gotong royong dan kekeluargaan sebagai
salah satu wujud kearifan lokal kita. Untuk mencapai itu, perlu implementasi
ideologi negara (Pancasila) dalam berbagai kebijakan negara. Dengan demikian,
kearifan lokal akan efektif berfungsi sebagai senjata, tidak sekadar pusaka yang
membekali masyarakatnya dalam merespons dan menjawab arus zaman. Menggali
dan melestarikan berbagai unsur kearifan lokal, tradisi dan pranata lokal, termasuk
norma dan adat istiadat yang bermanfaat, dapat berfungsi secara efektif dalam
pendidikan karakter, sambil melakukan kajian dan pengayaan dengan kearifankearifan baru.
Kearifan lokal adalah warisan masa lalu yang berasal dari leluhur, yang
tidak hanya terdapat dalam sastra tradisional (sastra lisan penuturnya, tetapi
terdapat dalam berbagai pandangan hidup, kesehatan, dan arsitektur. Dalam
dialektika hidup-mati (sesuatu yang hidup akan mati), tanpa pelestarian dan
revitalisasi, kearifan lokal pun suatu saat akan mati. Bisa jadi, nasib kearifan lokal
mirip pusaka warisan leluhur, yang setelah sekian generasi akan lapuk dimakan
rayap. Sekarang pun tanda pelapukan kearifan lokal makin kuat terbaca. Kearifan
lokal acap kali terkalahkan oleh sikap masyarakat yang makin pragmatis, yang
akhirnya lebih berpihak pada tekanan dan kebutuhan ekonomi. Sebagai contoh, di
salah satu wilayah hutan di Jawa Barat, mitos pengeramatan hutan yang
sesungguhnya bertujuan melestarikan hutan/alam telah kehilangan tuahnya
sehingga masyarakat sekitar dengan masa bodoh membabat dan mengubahnya
menjadi lahan untuk berkebun sayur.Ungkapan Jawa tradisional, mangan ora

26

mangan waton kumpul (biar tidak makan yang penting berkumpul [dengan
keluarga]), sekarang pun makin kehilangan maknanya. Banyak perempuan di
pedesaan yang berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk bekerja di manca
negara dengan risiko terpisah keluarga daripada hidup menanggung kemiskinan
dan kelaparan ( Yusuf:2010:50).
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta
berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang

dilakukan oleh

masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan


mereka ( Fajarini (2014:124).
Menurut Rahyono (2009:20), kearifan lokal merupakan kecerdasan
manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui
pengalaman masyarakat1. Artinya, kearifan lokal adalah hasil dari masyarakat
tertentu melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat
yang lain. Nilai-nilai tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu
dan nilai itu sudah melalui perjalanan waktu yang panjang, sepanjang keberadaan
masyarakat tersebut.
Sulaiman (2010:40) Hukum adat memiliki dua unsur yaitu: (1) unsur
kenyataan, bahwa adat itu dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh
rakyat; dan (2) unsur psikologis, bahwa terdapat adanya keyakinan pada rakyat,
artinya adat mempunyai kekuatan hukum. Dasar kearifan lokal sebenarnya
bersumber dari hukum adat dalam masyarakat. Karena tidak semua hukum adat
bisa dikategorikan dalam kearifan lokal menurut beberapa ahli. Maka dari itu
ketika sebuah hukum adat sudah bisa dikategorikan dalam kearifan lokal, maka

27

bisa dijadikan pedoman dan salah satu alat dalam usaha pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan terhadap kondisi yang berkelanjutan yaitu berpihak
kepada

lingkungan,

sosial

tanpa

meninggalkan

aspek

ekonominya.

Mendefinisikan pengetahuan lokal secara lebih detil sebagai pengetahuan yang


yang dibangun oleh kelompok komunitas secara turun temurun terkait
hubungannya dengan alam dan sumberdaya alam. Pengetahuan lokal masyarakat
meliputi segenap pengetahuan tentang hal-hal yang terkait dengan lingkungan
hingga pengetahuan sosial, politik dan geografis.
Kearifan lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan (wisdom) dan lokal
(local). Wisdom (kearifan) memiliki arti yang sama dengan kebijaksanaan,
sedangkan local (lokal) memiliki arti setempat. Secara umum maka local wisdom
(kearifan lokal) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang
bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya (Sartini, 2004: 111). Sedangkan menurut Irianto (2009: 2)
kearifan lokal adalah sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di
dalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada
komunitas itu daya tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah dimana komunitas
itu berada.
Dengan kata lain kearifan lokal adalah jawaban kreatif terhadap situasi
geografis-geopolitis, historis, dan situasional yang bersifat lokal. Kearifan lokal
adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan
yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab
berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. .

28

Salah satu yang langkah yang dapat dilakukan adalah melalui pendidikan,
baik pendidikan formal maupun non formal. Muatan lokal dalam pendidikan
(pembelajaran) harus dimaknai sebagai pengenalan diri dan lingkungan. Menggali
dan menanamkan kembali kearifan lokal melalui pembelajaran merupakan bagian
dari upaya membangun identitas bangsa dan dapat dijadikan sebagai sarana dalam
menyeleksi pengaruh budaya yang datang dari luar. Dalam kearifan lokal
terkandung nilai-nilai positif yang baik untuk dikembangkan dalam pembentukan
karakter dan identitas bangsa. Akhir dari sedimentasi kearifan lokal akan mewujud
menjadi tradisi dan agama. Biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup
masyarakat yang telah berlangsung lama.
Kemunculan kearifan lokal merupakan hasil dari proses trial and error
dari berbagai macam pengetahuan empiris maupun non empiris atau yang estetik
maupun yang intuitif. Wujud dari kearifan lokal ini misalnya dapat berupa
nyanyian, pepatah, upacara-upacara adat, petuah bijak, dan lain-lain.
Kearifan lokal tidak sekedar berfungsi sebagai acuan tingkah laku,
melainkan mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat yang beradab. Kearifan
lokal juga dapat berfungsi sebagai energi potensial dari sistem pengetahuan
kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Kearifan
lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia
dalam komunitasnya.
Di samping itu, kearifan lokal dapat berfungsi untuk konservasi dan
pelestarian sumber daya alam; untuk pengembangan sumber daya manusia;

29

pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan; sebagai petuah, kepercayaan,


sastra, pantangan; bermakna sosial, politik, etika, dan moral.
Menurut Irianto (2009:3) pendidikan berbasis kearifan lokal dapat
dikatakan sebagai model pendidikan yang memiliki relevansi tinggi bagi
pengembangan kecakapan hidup (life skills) dengan bertumpu pada pemberdayaan
keterampilan dan potensi lokal di masing-masing daerah. Materi pembelajaran
juga harus memiliki makna dan relevansi tinggi terhadap pemberdayaan hidup
mereka secara nyata, berdasarkan realitas yang dihadapi. Kurikulum yang harus
disiapkan adalah kurikulum yang sesuai dengan kondisi lingkungan hidup, minat,
dan kondisi peserta didik.
Selain itu, harus memperhatikan juga kendala-kendala sosiologis dan
kultural yang dihadapi. Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang
mengajarkan peserta didik untuk selalu lekat dengan situasi konkret yang mereka
hadapi.
Konsep kearifan lokal menurut Mitchell, (2000:87) berakar dari sistem
pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Kearifan lokal adalah
kumpulan pengetahuan dan cara berpikir yang berakar dalam kebudayaan suatu
kelompok manusia, yang merupakan hasil pengamatan selama kurun waktu yang
lama (Arafah, 2002:76). Sedangkan menurut Zakaria (2002:59), pada dasarnya
kearifan lokal atau kearifan tradisional dapat didefinisikan sebagai pengetahuan
kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu yang mencakup
sejumlah pengetahuan kebudayaan yang berkenaan dengan model-model
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari. Kearifan tersebut

30

berisikan gambaran tentang anggapan masyarakat yang bersangkutan tentang halhal yang berkaitan dengan struktur lingkungan, fungsi lingkungan, reaksi alam
terhadap tindakan-tindakan manusia, dan hubungan-hubungan yang sebaiknya
tercipta antara manusia (masyarakat) dan lingkungan alamnya.
Ridwan (2007:73) mengemukakan bahwa kearifan lokal dapat dipahami
sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk
bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek atau peristiwa yang terjadi dalam
ruang

tertentu.

Pengertian

tersebut

disusun

secara

etimologi,

dimana

wisdom/kearifan dipahami sebagai kemampuan seseorang dengan menggunakan


akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap
sesuatu, objek atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom
kemudian diartikan sebagai kearifan/kebijaksanaan.
Sartini (2004:74), menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal yang
ada dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan
khusus. Bentuk yang bermacam-macam ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal
menjadi bermacam-macam pula. Fungsi tersebut antara lain adalah:
1. Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.
2. Kearifan lokal berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia.
3. Berfungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.
Dari penjelasan fungsi-fungsi tersebut tampak betapa luas ranah keraifan
lokal, mulai dari yang sifatnya sangat teologis sampai yang sangat pragmatis dan

31

teknis. Faizal ( 2003:23 ) mencontohkan beberapa kekayaan budaya, kearifan


lokal di Nusantara yang terkait dengan pemanfaatan alam yang pantas digali lebih
lanjut makna dan fungsinya serta kondisinya sekarang dan yang akan datang.
Kearifan lokal terdapat di beberapa daerah:
1. Papua, terdapat kepercayaan te aro neweak lako (alam adalah aku). Gunung
Erstberg dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah dianggap
sebagai bagian dari hidup manusia. Dengan demikian maka pemanfaatan
sumber daya alam secara hati-hati.
2. Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan

celako

kumali.

Kelestarian

lingkungan terwujud dari kuatnya keyakinan ini yaitu tata nilai tabu dalam
berladang dan tradisi tanam tanjak.
3. Dayak Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi tana ulen. Kawasan hutan
dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan tanah diatur dan
dilindungi oleh aturan adat.
4. Masyarakat Undau Mau, Kalimantan Barat. Masyarakat ini mengembangkan
kearifan lingkungan dalam pola penataan ruang pemukiman, dengan
mengklasifikasi hutan dan memanfaatkannya. Perladangan dilakukan dengan
rotasi dengan menetapkan masa bera, dan mereka mengenal tabu sehingga
penggunaan teknologi dibatasi pada teknologi pertanian sederhana dan ramah
lingkungan.
5. Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh Jawa
Barat.Mereka

mengenal

upacara

tradisional,

mitos,

tabu,

sehingga

pemanfaatanhutan hati-hati. Tidak diperbolehkan eksploitasi kecuali atas ijin


sesepuh adat.
6. Bali dan Lombok, masyarakat mempunyai awig-awig. Kerifan lokal
merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh

32

dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat berfungsi


dalam mengatur kehidupan masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan
kehidupan yang sakral sampai yang profan.
Menurut Moendardjito (1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya
daerah potensial sebagai kearifan lokal karena telah teruji kemampuannya untuk
bertahan sampai sekarang. Ciri-cirinya adalah:
1. mampu bertahan terhadap budaya luar.
2. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar.
3. mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam
budaya asli.
4. mempunyai kemampuan mengendalikan.
5. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat
maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk
budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup.
Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat
universal.
Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya bernilai
baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang berulang-ulang
dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila suatu tindakan tidak dianggap
baik oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami penguatan secara terus-

33

menerus. Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena dianggap baik
atau mengandung kebaikan.

E. Konsep Pariwisata
Pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan
dengan wisatawan. Semua kegiatan pembangunan hotel, pemugaran cagar budaya,
pembuatan pusat rekreasi, penyelenggaraan pekan pariwisata, penyediaan
angkutan dan sebagainya semua itu dapat disebut kegiatan pariwisata sepanjang
dengan kegiatan-kegiatan itu semua dapat diharapkan parawisatawan akan datang.
Soekadijo( 1997: 2).
Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam menyediakan lapangan kerja,
peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor
produktivitas lainnya. Sebagai sektor yang kompleks yang meliputi industriindustri klasik yang sebenarnya seperti industri kerajinan tangan dan cinderamata.
Pendit (1999: 35).
Pariwisata sebagai suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara
waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain, dengan maksud
bukan untuk berusaha (bussines) atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi,
tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan
rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.Yoeti (1990: 109).
Berdasarkan pendapat-pendapat dan para ahli tersebut maka penulis dapat
memberikan pengertian pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk

34

sementara waktu dari satu tempat ke tempat lain yang mempunyai obyek dan daya
tarik wisata untuk dapat dinikmati sebagai suatu rekreasi atau hiburan
mendapatkan kepuasan lahir dan batin.
Pembangunan daerah merupakan salah satu bagian dari pembangunan
nasional yang tidak dapat dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Untuk
mendukung penyelenggaraan otonomi daerah tersebut dibutuhkan kewenangan
yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di tiap-tiap daerah tersebut. Sebagai
tindak lanjut penyelenggaraan otonomi daerah dengan dikeluarkannya UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah yang merupakan
kebijakan yang lahir dalam rangka menjawab dan memenuhi tuntutan reformasi
dan semangat pembaharuan tentang demokratisasi antara hubungan pusat dan
daerah serta upaya pemberdayaan daerah. Negara Indonesia seperti yang kita
ketahui merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki berbagai macam
potensi pariwisata, baik wisata alam maupun wisata budaya karena Indonesia
memiliki bermacam-macam suku, adat- istiadat, dan kebudayaan serta karena
letak geografis negara Indonesia sebagai negara tropis yang menghasilkan
keindahan alam dan satwa. Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dengan
didukung sumber daya alam yang beraneka ragam yang berpotensi untuk diolah
dan dimanfaatkan. Selain itu negara Indonesia juga kaya akan seni budaya daerah,
adat istiadat, peninggalan sejarah terdahulu dan yang tidak kalah menarik adalah
keindahan panorama alamnya yang cukup potensial untuk dikembangkan dengan
baik. Ternyata pariwisata dapat diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pembangunan nasional (Yoeti, 2008:4). Banyak juga objek wisata

35

yang ada di Indonesia yang telah terkenal tidak hanya di dalam negeri maupun ke
luar negeri. Oleh sebab itu pengembangan pariwisata di Indonesia dilakukan oleh
seluruh wilayah di Indonesia maka dibentuklah Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata di tingkat nasional dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah di
tingkat daerah.
Nyoman S. Pendit (1999: 42-48) memperinci penggolongan pariwisata
menjadi beberapa jenis yaitu :
1) Wisata Budaya
Merupakan perjalanan wisata atas dasar keinginan untuk memperluas
pandangan seseorang dengan mengadakan kunjungan atau peninjauan ke
tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan
adat istiadat mereka.
2) Wisata Kesehatan
Hal ini dimaksudkan dengan perjalanan seorang wisatawan dengan tujuan
untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari di mana ia
tinggal demi kepentingan beristirahat baginya dalam arti jasmani dan
rohani dengan mengunjungi tempat peristirahatan seperti mata air panas
mengandung mineral yang dapat menyembuhkan, tempat yang memiliki
iklim udara menyehatkan atau tempat yang memiliki fasilitas-fasilitas
kesehatan lainnya.
3) Wisata Olah Raga
Wisatawan yang melakukan perjalanan dengan tujuan berolahraga atau
memang sengaja bermaksud mengambil bagian aktif dalam peserta

36

olahraga disuatu tempat atau Negara seperti Asian Games, Olympiade,


Thomas Cup, Uber Cup dan lain-lain. Bisa saja olah raga memancing,
berburu, berenang.
4) Wisata Komersial
Dalam jenis ini termasuk perjalanan untuk mengunjungi pameranpameran
dan pekan raya yang bersifat komersial, seperti pamera industri, pameran
dagang dan sebagainya.
5) Wisata Industri
Perjalanan yang dilakukan oleh rombongan pelajar atau mahasiswa, atau
orang-orang awam ke suatu kompleks atau daerah perindustrian dimana
terdapat pabrik-pabrik atau bengkel-bengkel besar dengan maksud tujuan
untuk mengadakan peninjauan atau penelitian. Misalnya, rombongan
pelajar yang mengunjungi industri tekstil.
6) Wisata Politik
Perjalanan yang dilakukan untuk mengunjungi atau mengambil bagian
aktif dalam peristiwa kegiatan politik. Misalnya, ulang tahun 17 Agustus di
Jakarta, Perayaan 10 Oktober di Moskow, Penobatan Ratu Inggris,
Perayaan Kemerdekaan, Kongres atau
konvensi politik yang disertai dengan darmawisata.
7) Wisata Konvensi
Perjalanan yang dilakukan untuk melakukan konvensi atau konferensi.
Misalnya APEC, KTT non Blok.
8) Wisata Sosial

37

Merupakan pengorganisasian suatu perjalanan murah serta mudah untuk


memberi kesempatan kepada golongan masyarakat ekonomi lemah untuk
mengadakan perjalanan seperti kaum buruh, pemuda, pelajar atau
mahasiswa, petani dan sebagainya.
9) Wisata Pertanian
Merupakan pengorganisasian perjalanan yang dilakukan ke proyek-proyek
pertanian, perkebunan, ladang pembibitan dan sebagainya dimana
wisatawan rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk
tujuan studi maupun melihat-lihat keliling sambil menikmati segarnya
tanaman beraneka ragam warna dan suburnya pembibitan di tempat yang
dikunjunginya.
10) Wisata Maritim (Marina) atau Bahari Wisata yang dikaitkan dengan
kegiatan olah raga di air, lebih-lebih danau, bengawan, teluk atau laut.
Seperti memancing, berlayar, menyelam, berselancar, balapan mendayung
dan lainnya.
11) Wisata Cagar Alam
Wisata ini biasanya diselenggarakan oleh agen atau biro perjalanan yang
mengkhususkan usaha-usaha dengan jalan mengatur wisata ke tempat atau
daerah cagar alam, tanaman lindung, hutan daerah pegunungan dan
sebagainya.
12) Wisata Buru

38

Wisata untuk buru, ditempat atau hutan yang telah ditetapkan pemerintah
Negara yang bersangkutan sebagai daerah perburuan, seperti di Baluran,
Jawa Timur untuk menembak babi hutan atau banteng.
13) Wisata Pilgrim
Jenis wisata ini dikaitkan dengan agama, sejarah, adat-istiadat dan
kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat Ini banyak dilakukan
oleh rombongan atau perorangan ketempat-tempat suci, ke makam-makam
orang besar, bukit atau gunung yang dianggap keramat, tempat
pemakaman tokoh atau pimpinan yang dianggap legenda. Contoh makam
Bung Karno di Blitar, Makam Wali Songo, tempat ibadah seperti di Candi
Borobudur, Pura Besakih di Bali, Sendang Sono di Jawa Tengah dan
sebagainya.
14) Wisata Bulan Madu
Suatu penyelenggaraan perjalanan bagi pasangan-pasangan, pengantin
baru, yang sedang berbulan madu dengan fasilitasfasilitas khusus dan
tersendiri demi kenikmatan perjalanan dan kunjungan mereka.

Menurut Yoeti (1987:286) Dinas Pariwisata adalah badan kepariwisataan


yang dibentuk oleh pemerintah sebagai suatu badan yang diberi tanggung jawab
dalam pengembangan dan pembinaan kepariwisataan pada umumnya baik tingkat
nasional maupun ditingkat daerah. Potensi wisata Indonesia yang berupa 17.508
pulau-pulau yang terbentang sejauh 5.120 km dengan iklim tropis sejuk baik di

39

darat maupun di pantai dan laut. Tetapi berdasarkan data statistik Organisasi
Pariwisata Dunia dari 1,3 miliar orang wisatawan di dunia hanya 4 juta saja yang
berkunjung ke Indonesia sementara sisanya banyak berkunjung ke Malaysia,
Thailand, dan negara Eropa. Melihat permasalahan di atas artinya minat para
wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata Indonesia maupun lokal rendah,
karena selama ini pariwisata Indonesia masih kurang maksimal dalam
mengembangkannya. .
Menurut Yoeti (2008:8) pariwisata harus memenuhi empat kriteria di
bawah ini, yaitu:
a. Perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain, perjalanan
dilakukan di luar tempat kediaman di mana orang itu biasanya tinggal.
b. Tujuan perjalanan dilakukan semata-mata untuk bersenang-senang, tanpa
c.

mencari nafkah di negara, kota atau DTW yang dikunjungi.


Uang yang dibelanjakan wisatawan tersebut dibawa dari negara asalnya,
di mana dia bisa tinggal atau berdiam, dan bukan diperoleh karena hasil

usaha selama dalam perjalanan wisata yang dilakukan.


d. Perjalanan dilakukan minimal 24 jam atau lebih. Dalam pengertian
kepariwisataan terdapat empat faktor yang harus ada dalam batasan suatu
definisi pariwisata. Faktor-faktor tersebut adalah perjalanan itu dilakukan
dari satu tempat ke tempat lain, perjalanan itu harus dikaitkan dengan
orang-orang yang melakukan perjalanan wisata semata-mata sebagai
pengunjung tempat wisata tersebut.
Strategi Pengembangan Pariwisata Menurut Suryono (2004:80) strategi
pada prinsipnya berkaitan dengan persoalan: Kebijakan pelaksanaan, penentuan

40

tujuan yang hendak dicapai, dan penentuan cara-cara atau metode penggunaan
sarana-prasarana. Strategi selalu berkaitan dengan 3 hal yaitu tujuan, sarana, dan
cara. Oleh karena itu, strategi juga harus didukung oleh kemampuan untuk
mengantisipasi kesempatan yang ada. Dalam melaksanakan fungsi dan
peranannya dalam pengembangan pariwisata daerah, pemerintah daerah harus
melakukan berbagai upaya dalam pengembangan sarana dan prasarana pariwisata.
Dalam pariwisata budaya pengunjung diajak untuk mengenali budaya dan
komunitas lokal, pemandangan, nilai dan gaya hidup lokal, museum dan tempat
bersejarah, seni pertunjukan, tradisi dan kuliner dari populasi lokal atau komunitas
asli (sumber website resmi ICOMOS : http://www.icomos-ictc.org). Oleh karena
itu pengembangan pariwisata budaya tidak lepas dari pengelolaan aset budaya
yang menjadi daya tarik. Hal tersebut merupakan salah satu hal yang
dipertimbangkan dalam pengembangan destinasi wisata budaya.
Komunitas kreatif ini adalah salah satu stakeholder yang membawa
pengunjung masuk ke dalam situs ini. Komunitas kreatif ini mengembangkan
produk wisata yang berbeda sesuai dengan target peserta tur tersebut. Komunitas
kreatif ini mengadakan tur ke situs Gunung Padang namun situs tersebut masih
dalam tahap perencanaan. Fasilitas-fasilitas yang diberikan dalam situs tersebut
masih belum memadai untuk memuaskan pengunjung. Selain itu, dengan belum
matangnya perencanaan pariwisata di wilayah ini, kemungkinan kerusakan pusaka
budaya yang menjadi daya tarik pariwisata budaya itu sendiri.
Komunitas kreatif merupakan salah satu potensi bagi pemerintah dalam
mengembangkan destinasi wisata budaya di daerah ini baik dari sisi tangible

41

maupun intangible. Namun di sisi lain, komunitas-komunitas ini membawa


pengunjung tanpa adanya pengelolaan yang memadai di cagar budaya tersebut.
Berkaitan dengan pembangunan pariwisata budaya, Kabupaten Muna
sungguh sangat kaya akan potensi tersebut. Selain mempunyai potensi budaya
yang besar, Kabupaten Muna mempunyai keunggulan pariwisata budaya karena
memiliki ciri yang khas (unique). Salah satunya budaya Kaghati roo kolope atau
lebih dikenal dengan permainan layangan yang berusia ribuan tahun. Selain itu
ada juga kesenian terutama seni tari, seni musik/gamelan yang kesemuanya
mempunyai nilai jual yang tinggi. Hal tersebut sejalan dengan kebijakan
pengembangan Kepariwisataan Kab. Muna yang di dalamnya tersirat adanya satu
hubungan timbal balik yang mutualistis antara Pariwisata dan Budaya sehingga
keduanya meningkat secara serasi, selaras dan seimbang. Oleh sebab itu,
pembangunan pariwisata berbasis budaya harus bertolak pada potensi ini,
ditunjang oleh kemauan politik Pemerintah untuk menyediakan jaminan atas
keamanan, sarana prasarana, peraturan perundang-undangan, ditambah dengan
sikap penduduk yang menempatkan wisatawan sebagai pihak yang harus
mempunyai privasi tinggi. Artinya wisatawan adalah raja yang harus dilayani
secara wajar, tidak merasa terganggu, tidak merasa terpaksa ataupun tertekan,
misalnya karena diikuti oleh penjagaan barang souvenir dengan nada memaksa.
Dunia Pariwisata Kab. Muna merupakan peluang yang cukup menjanjikan untuk
kemajuan ekonomi, terutama apabila dihadapkan pada perubahan pola kehidupan
agraris menuju kehidupan industri pariwisata. Implikasinya, kemakmuran akan
mengalami peningkatan dibarengi dengan munculnya berbagai persoalan

42

perubahan sosial.. Dengan demikian, modal utama industri pariwisata adalah


budaya masyarakat Muna itu sendiri salah satunya permainan Kaghati roo kolope
yang mengandung nilai-nilai tradisi dan situs sejarah yang jelas.

F.

Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang erat kaitanya dengan penelitian penulis yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Winoto tahun 2012, dengan judul


penelitian Perancangan Komunikasi Visual Publikasi Khasanah Budaya
Layang-Layang Nusantara. Dalam penelitinya disimpulkan bahwa
Mencoba mempopulerkan kembali Permainan tradisional di Indonesia ,
Karena eksistensi daripada layang-layang sudah mulai tidak terlihat
lagi , jika di bandingan di Daerah Perkotaan . Kebanyakan anak-anak
lebih menyukai bermain di rumah dengan console,game,maupun gadget
mereka masing-masing
2. Penelitian yang dilakukan oleh La Kandi tahun 2011, dengan judul Permainan
Kaghati Roo Kolope Dalam Masyarakat Etnik Muna ( Kajian Bentuk, Makna,
dan Nilai ). Dalam penelitianya disimpulkan bahwa:
a. Permainan Kaghati Roo Kolope dalam masyarakat etnik muna tidak

diketahui secata pasti keberadaanya. Namun dalam penjelasan


beberapa mitos dapat memberikan gambaran bahwa Kghati Roo
Kolope telah ada sejak ribuan tahun yang lalu pada zaman manusia

43

purba. Kaghati Roo Kolope terbuat dari bahan-bahan alami yakni


kerangkanya dari bambu, kertasnya dari daun kolope dan talinya
terbuat dari daun nenas hutan.
b. Ditinjau dari bentuknya Kaghati Roo Kolope dalam masyarakat etnik

muna meliputi bentuk Bhangkura, Mponisi, Ngkasopa, Kadompa, dan


bentuk Ngkalei. Bentuk-bentuk Kaghati Roo Kolope dibangun oleh
beberapa unsur yaitu Kainere, Pani, Kampaligi, Kalolonda, Roo
Kolope, Kamumuu, Kasaa dan Ghurame.
c. Nilai yang terkandung dalam Kaghati Roo Kolope adalah nilai

historis, nilai religius, nilai seni, nilai solidaritas, nilai perjuangan, dan
nilai ekonomi.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Rani Permata Sari tahun 2013 dengan judul
Efektivitas Permainan Layang-Layang Untuk Meningkatkan Kecepatan
Berlari Bagi Anak Tuna Grahita Sedang. Dalam penelitianya
disimpulkan bahwa permainan layanglayang efektif untuk meningkatkan
kemampuan berlari bagi anak tunagrahita kelas IIC dengan jarak tempuh
20 meter di SDLB Negeri 20 Pondok II Pariaman. Penelitan ini
dilaksanakan selama tiga bulan.

Data hasil penelitian pada kondisi

baseline (A1) menunjukkan kecepatan anak dalam berlari masih rendah.


Namun pada kondisi intervensi (B) setelah anak diberikan latihan melalui
permainan layang-layang kemampuan anak terus dari hari kehari. Pada
Baseline (A2) ini kemampuan anak lebih baik dari kondisi baseline (A1).
Data ini semakin menunjukan bahwa permainan layanglayang efektif

44

untuk meningkatkan kecepatan berlari bagi anak tunagrahita kelas IIC.


Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan maka peneliti memberikan
masukan sebagai berikut: Bagi guru, agar dapat menggunakan permainan
layang-layang dalam proses belajar mengajar. Bagi peneliti selanjutnya,
peneliti berharap untuk dapat menambahkan variasi permainan layanglayang, agar anak termotivasi.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini saya lakukan di Desa Liang Kabori, Kabupaten Muna. Dengan
pertimbangan bahwa Desa Liang Kabori terkait langsung dengan penemuan
Kaghati Kolope. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 sampai selesai
B. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini yaitu kaghati roo kolope dan jenis-jenis layanglayang trdisional.
C. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini yaitu La Sima, La Ode Salindo, La Hadja, La
Rusaani, dan La Ode Samada.

45

D. Fokus Penelitian
Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu:
1.
2.
3.
4.

Nilai-nilai Kaghati roo Kolope.


Ritual Kaghati roo Kolope.
Pada acara apa Kaghati roo Kolope dilakukan.
Kaghati roo kolope dalam menunjang pariwisata Kab. Muna.

E. Tekhnik Pengumpulan Data


Berdasarkan tujuan penelitian dan permasalahan yang ada, maka teknik
pengumpulan data yang di gunakan adalah:
1. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung yang
berkaitan dengan keberadaan Kaghati roo Kolope.
2. Wawancara, yaitu dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada
informan guna mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam Kaghati
roo Kolope.
3. Dokumentasi,

dilakukan

dengan

telaah

buku-buku,

laporan-

laporan,jurnal dan sejumlah dokumen yang relevan dengan focus


penelitian dalam rangka memperoleh data menyangkut permasalahan
penelitian.
F. Tekhnik Analisis Data
Tekhnik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan
etnografi. Menurut Ary, dkk (2010:459) etnografi adalah studi mendalam tentang
perilaku alami dalam sebuah budaya atau seluruh kelompok sosial untuk mempelajari

tentang kehidupan sosial dan budaya sebuah masyarakat, lembaga dan setting lain
secara ilmiah, dengan menggunakan sejumlah metode penelitian dan teknik
pengumpulan data untuk menghindari bias dan memperoleh akurasi data yang
meyakinkan.

46

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Letak Geografis Pulau Muna, terletak di jazirah sulawesi bagian tenggara
meliputi bagian utara pulau muna, serta pulau-pulau kecil yang tersebar di sekitar
kawasan tersebut, terletak di bagian selatan khatulistiwa pada garis lintang 406 5.15 LS dan 120.00 123.24 BT.
Lokasi penelitian peneliti terletak di Desa Liangkobori yang termasuk
dalam lingkup Kec. Lohia Kab.Muna. Kec. Lohia sendiri terbagi dalam 9 Desa
diantaranya,

Liangkobori,

Wabintingi,Kondongia,Waara,Mantobua,

Lakarinta, Lohia, Bolo.


1. Batas Wilayah
Kec. Lohia memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Kec. Duruka.
b. Sebelah Selatan : Kec. Tongkuno.
c.Sebelah Timur : Selat Buton.
d. Sebelah Barat : Kec. Kontunaga.

Korihi,

47

2. Luas Wilayah
Luas wilayah Kec. Lohia sekitar 49,81 Km dengan jumlah penduduk pada
tahun 2013 sebanyak 13,785 jiwa. Yang terdiri dari 6.455 jiwa laki-laki dan 7.330
jiwa perempuan, yang berarti Kec. Lohia mempuyai kepadatan penduduk rata-rata
277 jiwa per Km. Secara administratif Kec. Lohia terdiri dari 9 Desa. Desa yang
memiliki wilayah terluas adalah Desa Lohia dengan luas 8,23 Km atau 16,52%
dariluas total Kec. Lohia. Sedangkan desa yang paling kecil wilayahnya adalah
Desa Waara dengan luas 3,59 Km atau 7,21% dari luas total wilayah Kec. Lohia.
3. Pemerintahan
Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan administrasi pemerintahan,
setiap desa telah dibangun kantor desa sebanyak 9 unit yang tersebar di setiap
desa. Sebagaimna disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
No
.

Desa/Kelurahan

Jumlah Dusun

Jumlah RT

Liangkobori

Bolo

Kondongia

Waara

Mantobua

Korihi

Lakarinta

Lohia

48

Wabintingi

4. Penduduk
Pada dasarnya penduduk dapat menjadi subjek pembangunan dan
sekaligus menjadi beban pembangunan itu sendiri. Penduduk sebagai subjek
mempunyai arti bahwa penduduk sebagai sumber daya potensial dalam
pelaksanaan pembangunan, sebaliknya penduduk sebagai objek berarti bahwa
dalam

setiap

kebijakan

pelaksanaan

pembangunan

dimaksudkan

untuk

meningkatkan kesejahteraan penduduk.


Jumlah penduduk Kec. Lohia berdasarkan hasil proyelsi penduduk pada
tahun 2012 berjumlah 13,785 jiwa. Dari jumlah tersebut sebanyak 6,455 jiwa atau
46,83% penduduk laki-laki dan 7,330 jiwa atau 53,17% penduduk perempuan.
Wilayah Kec.Lohia dengan luas 49,81 Km, memiliki tingkat kepadatan penduduk
yang tidak merata . Desa Mantobua merupakan desa yang memiliki penduduk
terbesar yaitu 2,137 jiwa, sedangkan Desa Bolo merupakan desa dengan tingkat
kepadatan tertinggi yaitu 453 jiwa/Km. Adapun desa yang memiliki penduduk
paling kecil yaitu Desa Lakarinta dengan jumlah penduduk sebesar 781 jiwa
dengan kepadatan 153 jiwa/Km.
Berikut ini dilampirkan tabel mengenai luas, jumlah penduduk, dan
Kepadatan penduduk menurut Desa/Kelurahan. Survei pada tahun 2012
No.

Desa/Kelurahan

Luas

Jumlah Penduduk

Kepadatan
Penduduk

1.563

372

( Km)
1

Liangkobori

4,20

49

Bolo

3,75

1.697

453

Kondongia

8,23

2.079

253

Waara

3,59

1.166

325

Mantobua

5,11

2.137

418

Korihi

5,34

1.529

286

Lakarinta

5,11

781

153

Lohia

8,23

1.726

210

Wabintingi

6,25

1.107

177

Jumlah

49,81

13,785

277

5. Pendidikan
Pada Kec. Lohia untuk tingjat SD, SMP, dan SMA tidak terdapat sekolah
swasta. Pada tingkat SD tahun 2012 ada 17 unit dengan jumlah guru sebanyak 191
orang atau meningkat sebesar 5,18% dibandingakn tahun 2011. Pada tingkat SMP
tercatat 4 unit sekolah dengan jumlah guru sebanyak 104 orang dan jumlah murid
sebanyak 1.087 orang atau mengalami peningkatan sebesar 12,52% dibangkan
tahun 2011.
Sedangkan pada tingkat SMA pada tahun 2012 tercatat 1 unit sekolah
dengan jumlah guru sebanyak 50 orang dan jumlah siswa sebanyak 497 orang
atau mengalami kenaikan 3,97%.

B. Gambaran Kaghati Roo Kolope

50

Kaghati roo kolope merupakan permainan tradisional masyarakat Muna,


sekaligus menjadi layang-layang tertua di dunia hal ini terbukti dengan adanya
lukisan yang terdapat dalam gua sugipatani yang menggambarkan dimana
seseorang sedang menerbangkan layang-layang. Sebagai masyarakat yang kaya
akan tradisi dan adat istiadat, ada cerita turun temurun mengenai kaghati roo
kolope.
Menurut informan penelitian, Bapak La Rusaani, mitos yang beredar
dimana pada zaman dahulu kala, ada seseorang yang dikenal dengan nama
Sugimanuru. Pada saat itu Sugimanuru salah seorang yang mendiami Pulau Muna.
Suatu ketika Sugimanuru mendengar suara dari langit yang mengatakan
Sugimanuru carilah jawaban atas pertanyaanku, manakah yang lebih luas tanah
atau langit? Jika engkau menemukan jawaban itu, maka itulah tanda kebesaran
Allah SWT. Sugimanuru tertantang untuk mengetahui jawaban itu, rasa
penasaran yang setiap hari mengahantuinya. Keesokan harinya Sugimanuru
mengumpulkan semua tokoh adat, lalu menceritakan apa yang dialaminya, Saya
mendengar suara dari langit, yang mengatakan bahwa, manakah yang lebih luas
tanah atau langit? Dan jika saya mengetahui jawaban dari pertanyaan itu, maka
itulah salah satu kebesaran Allah SWT, tutur Sugimanuru.
Pada malam harinya Sugimaru bermimpi, dalam mimpi beliau mendapat
petunjuk untuk menemukan jawaban dari pertanyaan yang muncul dari langit.
Dalam mimpinya Sugimanuru diberi daun ubi gadung ( roo kolope ), batang
bambu, dan serat nenas hutan yang kemudian di rangkai sehingga membentuk
kaghati roo kolope, dalam mimpi Sugipatani mendengar suara dari langit, naiklah

51

pada layang-layang itu untuk mengetahui kebenaran antara luas tanah atau langit.
Lalu keeseokan harinya Sugipatani menceritakan mimpi ini kepada para tokoh
adat bahwa Saya bermimpi, bahwa untuk mengetahui mana yang luas tanah atau
langit, saya harus terbang dilangit dengan menggunakan daun ubi gadung yang
dirangkaikan dengan batang bambu dan serat daun nenas hutan sebagai talinya (
Kaghati roo kolope ).
Kemudian para tokoh adat mengutus masyarakatnya untuk mencari daun
yang telah diceritakan oleh Sugipatani. Setelah mereka menemukan daun yang
dimaksud, mereka langsung merangkai daun ubi gadung yang telah kering lalu
dijepitkanya pada sela-sela tali yang terbuat dari daun serat nenas hutan yang
dipintal-pintal. Setelah semuanya selesai dan kendaraan terbang Sugimanuru
sudah jadi, Sugimanuru sendiri merasa takut dan was-was, Bagaimana jika
dalam perjalanan terbang saya kelangit, burung-burung akan mengganggu
perjalanan saya? Lalu salah seorang tokoh adat ini menyaraankan agar membuat
alat bunyi sebagai senjata untuk mengusir burung-burung yang dimaksud. Alat
yang digunakan sederhana yaitu sehelai daun palma yang telah dikeringkan dan
dipasang pada titik pertemuan antara batang bambu yang vertikal dan horizontal.
Keesokan harinya Kaghati roo kolope ini siap untuk diterbangkan dengan
ditempelkan 8 buah ketupat dan 8 biji telur untuk bekal Sugimanuru dalam
perjalananya menuju langit. Sugimanuru sudah siap untuk terbang kelangit guna
mencari kebesaran Allah SWT. Pada saat kaghati kolope ini diterbangkan tokoh
adat merasa tersanjung dengan bunyi yang dikeluarkan oleh kaghati roo kolope ini

52

( Allah....Allah....Allah.....Allah....Allah ) bunyi kaaghati kolope yang dikeluarkan


menyerupai suara yang menyebut nama Tuhan umat muslim Allah SWT .
Kaghati roo kolope kini mengangkasa, akhirnya dengan bantuan layanglayang itu Sugimanuru mulai mengamati dari atas langit, mana yang sebenarnya
luas tanah atau langit. Semakin hari, bekal Sugimanuru makin menipis sementara
jawaban atas pertanyaan misterius belum didapatkanya. Keesokan harinya
Sugimanuru mengamati matahari yang terbenam, dia mengamati tanah yang diam
dan tetap pada posisinya sementara bumi bergerak, dia langsung mengasumsikan
bahwa langitlah yang luas daripada tanah, karena langit bergerak sementara tanah
tetap pada posisinya. Ternyata inilah tanda kebesaran Allah SWT, artinya Bumi
berputar pada porosnya sehingga mengakibatkan siang dan malam.
Kaghati roo kolope bukan sekedar permainan biasa, tetapi masyarakat
muna menyakini sebagai media mencari kebesaran Tuhan. Selain itu kaghati roo
kolope merupakan budaya dari zaman prasejarah di Pulau Muna dimana tidak
hanya bernilai sejarah tinggi tetapi permainan tersebut tergolong unik karena
terbuat dari bahan-bahan alam.

1. Situs Sejarah Penemuan Kaghati Roo Kolope


Menurut informan penelitian, La Ode Salindo Permainan layang-layang
(kaghati) oleh nenek moyang masyarakat Muna telah dilakukan sejak 4 ribu tahun
lalu. Hal ini berdasarkan penelitian Wolfgong Bick tahun 1997 di Muna.

53

Wolfgong Bick berasal dari Jerman dan merupakan salah seorang Counsultant of
Kite Aerial Photography Scientific Use of Kite Aerial Photography. Dalam
penelitiannya Wolfgong Bick melihat sendiri lukisan tangan manusia yang
menggambarkan layang-layang di dalam Gua Sugi Patani, Desa Liangkobori. Di
situs prasejarah tersebut tergambar seseorang sedang bermain layang-layang di
dinding batunya dengan menggunakan tinta warna merah dari oker (campuran
tanah liat dengan getah pohon). Gambar itu sudah dicoba untuk dihapus tetapi
tidak bisa. Lukisan tersebut diperkirakan berusia 4000SM, menggambarkan orang
bermain layangan.
Penemuan lukisan di Gua Sugi Patani dikatakan Wolfgong Bick telah
mematahkan klaim bahwa layangan pertama berasal dari China. Layangan yang
ditemukan di China menggunakan bahan kain parasut dan batang alumunium.
Sementara layangan dari Pulau Muna terbuat dari bahan alam dan telah menjadi
bagian kehidupan masyarakatnya. Bick meyakini, layangan pertama di dunia
berasal dari Muna, bukan dari China.
Dari lukisan yang ada pada dinding goa juga menunjukkan bahwa masyarakat
pada waktu itu sudah mengenal budaya bercocok tanam. Dimana nenek moyang
mereka ketika itu bermain layang-layang sembari menjaga kebun. Karena layanglayang ketika itu selain untuk bermain juga dipergunakan untuk mengusir hewan
yang merusak tanaman di ladang dan kebun mereka.
2. Ritual Kaghati Roo Kolope

54

Kaghati roo kolope selain keunikanya yang terbuat dari bahan-bahan alam,
ternyata ada beberapa ritual dan tradisi yang terkandung didalamnya, seperti yang
dipaparkan oleh informan penelitian Bapak La Rusaani, beliau memaparkan :
Dhamani wawono okaghati kolope ini, kaghatino mieno wuna.
Pasigho anagha rayatino wuna ini do suju neifi rampano doparasaeae
ogholeo maitu sarangkano kakawasando. Andoa ini doparasaea ane oifi
ini nomaigho negholeo. Dadihanomo sakaepatudjuhando okakawasa ini,
mieno wuna defohoro ane kaghati roo kolope maitu fitu gholeo. Tamaka
norato gholeo ifituno, katapuno
kaaghati dokutaemo sopatujuno
nohorogho telani wekaelatehano kakawasa. Kaghati roo kolope humorono
aniini doparasaeae sofoghondo faughoono madakaawu weakherati ane
damate.
Terjemahan :
Pada zaman dahulu masyarakat suku bangsa muna purba menyembah api
yang dipercaya sebagai manifestasi Tuhan. Mereka meyakini bahwa sumber api
adalah matahari. Oleh karena itu, cara mereka mencapai Tuhan dengan
menerbangkan layang-layang kaghati selama tujuh hari. Tepat pada hari ketujuh,
tali layang-layang tersebut diputus agar bisa terbang menuju langit tempat Tuhan
mereka (matahari) berada. Layang-layang yang lepas tersebut dipercaya akan
memberi perlindungan kepada masyarakat suku bangsa Muna dari siksa api
neraka setelah mereka meninggal.
Hal serupa diungkapkan oleh informan penelitian Bapak La Hadja, beliau
mengungkapkan tentang tradisi kaghati roo kolope yang digunakan untuk
mengusir bala, dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas keberhasilan panen.
Beliau mengungkapkan bahwa :

55

Okaghati roo kolope ini soano kaawu dopake sokala-lambu rayatino

wuna dhamani wawono. Tamaka okaghati ini dopake dua wakutuuno delobhe
pae, bhe wakutuuno detongka kahitela. Ihino galu dogaue maka dokantai
neghurameno kaghati, maka dofohoroe bhe nifuma aniini. Ghuluhano
dofohoroe nagha sokafoghirano bala bhe dua sokaforatono nekakawasa
dosikuru rampano padamo dowaanda radhaki sesetaghu.
Terjemahan :
Pada saat diturunkan layangan itu dilakukan melalui upacara ritual dengan
menggantungkan berbagai jenis makanan di tali layang-layang kemudian talinya
diputuskan, sehingga layangan itu terbang bersama makanan yang digantung atau
hasil panen. Itu dilakukan sebagai tanda tolak bala, selain itu untuk menyamaikan
rasa syukur kepada Tuhan, telah diberi rejeki setiap tahunya.
Selain itu menurut informan penelitian, Bapak La Ode Samada, bahwa
dalam menerbangkan kaghati roo kolope harus diiringi oleh pukulan gong, karena
jarak antara yang menerbangkan dengan yang menarik sangat jauh, sehingga tidak
terdengar suara aba-aba pertanda kaghati roo kolope untuk diterbangkan. Untuk
itu dipilih alternative gong sebagai pengganti suara manusia. Pada saat pukulan
gong pertama pertanda memperhatikan kondisi kaghati roo kolope, pukulan
kedua, pertanda bersiap-siap untuk diterbangkan sambil mengangkat tangan
keatas, pukulan ketiga pertanda, kaghati roo kolope diterbangkan, dan penarik tali
menarik dengan kuat. Untuk menambah serunya permainan ini biasanya diikutkan
dengan silat muna sebagai salah satu kebudayaan muna, sehingga menambah
semangat penonton untuk menyaksikan pertunjukan permainan unik ini.

56

Namun hal tersebut biasanya dipakai pada acara-acara besar, seperti


festival internasional, untuk permainan sehari-hari tidak perlu dilakukan dengan
gong.
Hal tersebut sesuai apa yang telah diungkapkan Munir (1991: 19-20),
ritual-ritual tradisi

mengandung makna yang

bertujuan untuk disampaikan

kepada masyarakat untuk dimengerti dan dipahami oleh masyarakat itu sendiri.
Pemaknaan tersebut merupakan keharusan bagi sekelompok masyarakat terhadap
aktivitas religi dan sistem kepercayaan yang dianut.

3. Makna Kaghati Roo Kolope


Kaghati roo kolope yang terdapat pada etnik muna, selain unsure ritual ternyata
mengandung makna dalam pembuatanya. Seperti yang paparkan informan
penelitian, Bapak La Rusaani yaitu :
Pakatandahano derabu kaghati roo kolope ini mina naembali dofuma
deki, rampano tasala panamooli nahumoro bhe dua nedoka. Soano kaawu
anagha, derabu kaghati roo kolope ini mina naembali dorabue
sanimaghuleo, samentaeno, bekorondoha. Pakatandahano dorabue
bheano wakutuuno subuh, rampano wakutuu subuh ini omalaikati
nasampu wedhunia nofodawu-dawugho radhaki.
Terjemahan :
Pada awal pembuatan kaghati roo kolope, orang tersebut tidak bisa
makan terlebih dahulu, hal ini dikhawatirkan kaghati roo kolope yang
dibuat tidak bisa mengangangkasa, dan akan kehilangan keseimbangan.
Selain itu Kaghati roo kolope dalam pembuatanya tidak bisa dilakukan

57

pada sore hari, pagi, dan malam, akan tetapi dilakukan pada waktu subuh,
hal ini diyakini masyarakat muna bahwa, pada waktu subuh malaikat turun
kebumi untuk membagikan rejeki.
Adapun makna Kaghati roo kolope ditinjau dari alat-alat kelengkapanya,
menurut informan penelitian, Bapak La Rusaani yaitu :
1. Makna Kainere ( Tiang Vertikal )
Kainere adalah tiang vertical yang terdapat pada kaghati roo kolope yang
terbuat dari batang bambu kecil. Makna yang terkandung didalamnya yaitu,
kainere ini di ibaratkan sebagai tulang belakang manusia, hal ini karena kainere
ini merupakan pusat kekuatan kaghati roo kolope. Hal ini diibaratkan kokohnya
tulang belakang manusia, akan membuat seseorang dapat berdiri tegak
2. Makna Ghurame
Ghurame merupakan tali yang digunakan dalam pembuatan kaghati roo
kolope. Tali kaghati roo kolope terbuat dari daun nenas hutan yang diambil
seratnya, kemudian dikeringkan lalu dipintal-pintal sehingga membentuk tali yang
kuat. Ghurame digunakan untuk mengendalikan kaghati roo kolope yang sedang
mengangkasa. Jika iibaratkanpada tubuh manusia, ghurame ini bermakna sebagai
nyawa manusia. Jika ghurame pada kaghati roo kolope putus maka menandakan
akhir dari kaghati roo kolope, begitu pula pada manusia.
3. Makna Roo Kolope

58

Roo kolope adalah daun ubi gadung/ubi hutan yang digunakan sebagai
pengganti kertas dalam pembuatan kaghati roo kolope, dalam hal ini digunakan
sebagai penahan angin. Roo kolope ini dimaknai sebagai kulit manusia, jika
kaghati roo kolope digunakan untuk menahan angin, maka pada kulit manusia
berfungsi untuk melindungi tubuh manusia bagian dalam dari benda tajam.
4. Makna Kasaa
Kasaa merupakan yang mengatur keseimbangan kaghati roo kolope pada
saat diterbangkan, dimana tali pertama diikat pada pertengahan antara tiang
verikal dan horizontal pada kaghati roo kolope dan ujung tali yang kedua
diikatkan pada ujung bawah pada tiang vertical kaghati roo kolope.
Kasaa jika dibawa dalam kehidupan manusia maka dapat dimaknai sebagai amal
seseorang sebagai penyeimbang kehidupan manusia, dunia dan akhirat.
5. Makna Kampaligi
Kampaligi merupakan salah satu bagian dari kaghati roo kolope dimana
kampaligi ini berfungsi untuk memberikan bentuk pada kaghati roo kolope, dan
biasanya dipakai pada bagian pinggir. Jika diibaratkan pada manusia maka
Kampaligi ini dimaknai sebagai pembuluh darah. Jika tali Kampaligi putus maka
kaghti roo kolope tidak bisa difungsikan lagi, begitu pula pada manusia.
6. Makna Kalolonda

59

Kalolonda merupakan bentuk jarring-jaring yang terbuat dari serat nenas hutan
yang digunakan sebagai tempat tumpuan daun kolope dari terpaan angin. Jika
diibaratkan pada kehidupan manusia Kalolonda ini dimaknai sebagai urat-urat
pada manusia, jika salah satu Kalolonda putus maka kekuatan terbang kaghati roo
kolope akan berkurang.
4. Nilai Pendidikan Dalam Kaghati Roo Kolope
Permainan tradisional kaghati roo kolope, telah menjadi bagian kehidupan
masyarakat muna, pasalnya setiap instrument yang terdapat pada permainan
ini, terdapat makna yang sangat berarti bagi masyarakat etnik muna, salah
satunya ada nilai pendidikan yang dapat kita aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Seperti yang telah dipaparkan oleh informan penelitian, Bapak La
Rusaani :
Dhamani wawono okaghati kolope ini, kaghatino mieno wuna.
Pasigho anagha rayatino wuna ini do suju neifi rampano doparasaeae
ogholeo maitu sarangkano kakawasando. Andoa ini doparasaea ane oifi
ini nomaigho negholeo. Dadihanomo sakaepatudjuhando okakawasa ini,
mieno wuna defohoro ane kaghati roo kolope maitu fitu gholeo. Tamaka
norato gholeo ifituno, katapuno
kaaghati dokutaemo sopatujuno
nohorogho telani wekaelatehano kakawasa. Kaghati roo kolope humorono
aniini doparasaeae sofoghondo faughoono madakaawu weakherati ane
damate.
Terjemahan :
Pada zaman dahulu masyarakat suku bangsa muna purba menyembah api
yang dipercaya sebagai manifestasi Tuhan. Mereka meyakini bahwa sumber api
adalah matahari. Oleh karena itu, cara mereka mencapai Tuhan dengan
menerbangkan layang-layang kaghati selama tujuh hari. Tepat pada hari ketujuh,

60

tali layang-layang tersebut diputus agar bisa terbang menuju langit tempat Tuhan
mereka (matahari) berada. Layang-layang yang lepas tersebut dipercaya akan
memberi perlindungan kepada masyarakat suku bangsa Muna dari siksa api
neraka setelah mereka meninggal.
Nilai pendidikan yang dapat kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
yaitu, Mengajarkan kita untuk tidak melupakan Tuhan yang telah menciptakan
kita, dan selalu menyakini akan adanya hari pembalasan atas perbuatan baik dan
buruk.
Hal yang sama telah dipaparkan pula oleh informan penelitian, Bapak La
Hadja :
Okaghati roo kolope ini soano kaawu dopake sokala-lambu rayatino wuna

dhamani wawono. Tamaka okaghati ini dopake dua wakutuuno delobhe pae,
bhe wakutuuno detongka kahitela. Ihino galu dogaue maka dokantai
neghurameno kaghati, maka dofohoroe bhe nifuma aniini. Ghuluhano
dofohoroe nagha sokafoghirano bala bhe dua sokaforatono nekakawasa
dosikuru rampano padamo dowaanda radhaki sesetaghu.
Terjemahan :
Pada saat diturunkan layangan itu dilakukan melalui upacara ritual dengan
menggantungkan berbagai jenis makanan di tali layang-layang kemudian talinya
diputuskan, sehingga layangan itu terbang bersama makanan yang digantung atau
hasil panen. Itu dilakukan sebagai tanda tolak bala, selain itu untuk menyamaikan
rasa syukur kepada Tuhan, telah diberi rejeki setiap tahunya.
Nilai pendidikan yang dapat kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
yaitu, mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas segala yang diberikan oleh

61

Allah SWT, dan apabila kita selalu bersyukur serta berdoa kepada Sang Maha
Kuasa, maka kita akan terhindar dari segala bala.
Berdasarkan interpretasi diatas sejalan dengan pendapat Mulyana (2004:
18 ), Nilai-nilai Pendidikan (edukasi) adalah suatu nilai yang dapat diambil dari
sebuah sikap atau perilaku yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat.
Oleh karena itu, hakikat dari nilai-nilai pendidikan dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni
bersumber dari budaya bangsa

pendidikan nilai-nilai luhur yang

Indonesia sendiri, dalam rangka membina

kepribadian generasi muda.

C. Nilai-Nilai Kaghati Roo Kolope


Seperti halnya nilai yang terkandung dalam permainan tradisional kaghati
roo kolope. Seiring dengan perkembangan zaman ada beberapa versi yang
dipaparkan oleh informan penelitian, Bapak La Ode Salindo,Kabid Budaya dan
Sejarah Kab. Muna.

Adapun nilai yang dimaksud oleh peneliti yaitu, nilai

historis, nilai religius, nilai seni, nilai solidaritas, nilai perjuangan, nilai
kesabaran, dan nilai seni.

1. Nilai Religius
Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam
dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya menyangkut

62

segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri


pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keesaan
Tuhan. Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik
menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang
terkandung dalam karya seni dimaksudkan agar penikmat karya tersebut
mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada
nilai-nilai agama. Religi lebih pada hati, nurani dan pribadi manusia itu sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa nilai religius yang merupakan nilai kerohanian tertinggi
dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Pada masyarakat muna, ada beberapa hal yang dilakukan untuk
mengungkapkan rasa syukur kepada Sang Maha Kuasa, baik itu lewat seni
maupun lewat permainan, seperti nilai religius yang terdapat dalam kaghati roo
kolope, masyarakat muna menyakini bahwa Tuhan sang pencipta alam berada
diatas langit, untuk itu mereka selalu menerbangkan kaghati roo kolope sebagai
ungkapan rasa syukur atas keberhasilan panen.
Selain itu, ketika permainan tradisional ini dapat dibermalamkan secara
berturut-turut tanpa ada hambatan, maka pemilik kaghati roo kolope harus
mengadakan ritual dengan menyiapkan sesajen yang terdiri dari makanan
tradisional, lalu sesajen tersebut diikutkan pada tali kaghati roo kolope yang
sementara mengangkasa. Maksud yang terkandung dalam ritual tersebut yaitu
bahwa ketika kaghati roo kolope terlepas dari pemiliknya, maka diyakini akan
menjadi payung pemiliknya dari sengatan sinar matahari ketika diakhirat kelak.
Talinya diyakini sebagai tempat berpegang ketika diakhirat nanti. Sedangkan

63

sesajen yang diikatkan tadi dimaksudkan membuang segala kesialan dan bala
pada pemilik kaghati roo kolope
2. Nilai Seni
Hal ini setara dengan pembuatan kaghti roo kolope yang membutuhkan
tenaga, dan ketelitian yang ekstra dalam pembuatanya. Mulai dari pemilihan daun
yang berkualitas, cara pembuatanya, dan cara pembutan tali yang terbuat dari serat
daun nenas kemudian dipintal-pintal sehingga membentuk tali yang kuat dan
dapat menerbangkan kaghati roo kolope dalam ukuran besar. Dalam pembuatan
kaghati roo kolope pula harus dibutuhkan ketelitian untuk mendapatkan layanglayang terbaik dengan ukuran dan model yang pas seperti, menentukan
kemiringan sayap yang sama, irisan bambu yang pas untuk tiang vertical dan
horizontal.

Hal

ini

akan

semakin

menantang

seseorang

untuk

selalu

mengutamakan nilai seni didalamnya agar orang yang melihatnya pula dapat
terkagum-kagum, apalagi bahan-bahanya yang terbuat dari alam sehingga
memungkinkan terciptanya nilai seni yang tinggi. Hal demikian itu membuat
kaghati roo kolope banyak diminati oleh para turis pecinta layang-layang.
Beardsley ( 1966 :173 ), Seni adalah suatu kegiatan manusia apabila
seseorang secara sadar membentuk gambaran tertentu yang menyatakan perasaan
atau pengalaman baik yang dialami secara pribadi ataupun orang lain.
3. Nilai Historis
Sejarah merupakan cerita tentang pengalaman kolektif suatu komunitas
atau kejadian-kejadian di masa lampau. Pada pribadi pengalaman membentuk

64

kepribadian seseorang dan sekaligus menentukan identitasnya. Proses serupa


terjadi pada kolektivitas, yakni pengalaman kolektifnya atau sejarahnyalah yang
membentuk kepribadian nasional dan sekaligus identitas nasionalnya. Bangsa
yang tidak mengenal sejarahnya dapat diibaratkan seorang individu yang telah
kehilangan memorinya, ialah orang yang pikun atau sakit jiwa, maka dia
kehilangan kepribadian atau identitasnya (Kartodirdjo, 1993: 50).
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diambil beberapa butir kesimpulan
antara lain:
1). Untuk mengenal identitas bangsa diperlukan pengetahuan sejarah pada
umumnya, dan sejarah nasional khususnya. Sejarah nasional mencakup secara
komprehensif segala aspek kehidupan bangsa, yang terwujud sebagai tindakan,
perilaku, prestasi hasil usaha atau kerjanya mempertahankan kebebasan atau
kedaulatannya, meningkatkan taraf hidupnya, menyelenggarakan kegiatan
ekonomi, sosial, politik, religius, lagi pula menghayati kebudayaan politik beserta
ideologi nasionalnya, kelangsungan masyarakat dan kulturnya.
2). Sejarah nasional mencakup segala lapisan sosial beserta bidang
kepentingannya, subkulturnya. Sejarah nasional mengungkapkan perkembangan
multietnisnya, sistem hukum adatnya, bahasa, sistem kekerabatan, kepercayaan,
dan sebagainya. Pelajaran sejarah bertujuan menciptakan wawasan historis atau
perspektif sejarah. Wawasan historis lebih menonjolkan kontinuitas segala
sesuatu. Being adalah hasil proses becoming , dan being itu sendiri ada dalam
titik proses becoming. Sementara itu yang bersifat sosio-budaya di lingkungan

65

kita adalah produk sejarah, antara lain wilayah RI, negara nasional, kebudayaan
nasional. Sejarah nasional multidimensional berfungsi antara lain: mencegah
timbulnya determinisme, memperluas cakrawala intelektual, mencegah terjadinya
sinkronisme , yang mengabaikan determinisme (Kartodirdjo, 1993; 51).
Maka disinilah peran Nilai historis ini dalam upaya pelestarian dan
pengembangan permainan tradisonal kaghati roo kolope. Dimana dengan nilai
historis ini akan terus mengingatkan kita tentang permainan tradisonal kaghati roo
kolope sebagai identitas masyarakat muna. Keberadaan kaghati roo kolope dalam
masyarakat muna didasari oleh adanya mitos. Selain itu, peneliti menemukan
lukisan seseorang yang sedang menerbangkan laying-layang dalam gua sugipatini
yang merupakan gua bersejarah dan menguatkan keberadaan kaghati roo kolope
sebagai layang-layang tertua dunia.
Berikut ini contoh analisis nilai historis, mitos tentang kaghati roo kolope,
Kaghati roo kolope kini mengangkasa, akhirnya dengan bantuan layang-layang
itu Sugimanuru mulai mengamati dari atas langit, mana yang sebenarnya luas
tanah atau langit. Semakin hari, bekal Sugimanuru makin menipis sementara
jawaban atas pertanyaan misterius belum didapatkanya..
4. Nilai Solidaritas
Menurut Bintarto (1980:24) nilai budaya orang Indonesia mengandung
4konsep, yakni:
1).Manusia itu tidak hidup sendiri di dunia ini, tetapi di lingkungan
komunitasnya, masyarakatnya, dan alam semesta sekitarnya,

66

2) manusia pada hakekat- nya tergantung dalam segala aspek kehidupannya


kepada sesamanya,
3) manusia harus selalu berusa- ha untuk sedapat mungkin memelihara hubungan
baik dengan sesamanya,
4) manusia selalu berusaha untuk sedapat mungkin bersifat konform, berbuat
sama dan bersama dengan sesama dalam komuniti.
Berdasarkan pendapat tersebut diketahui bahwa kelompok masyarakat
yang memiliki tradisi lokal yang sama akan saling berinteraksi dalam bentuk
berkomunikasi. Komunikasi ini, merupakan bentuk dari interaksi sosial, maka
komunikasi dan interaksi sosial dapat dinamakan proses sosial. Komunikasi sosial
merupakan dasar dari semua kehidupan sosial, tanpa komunikasi sosial tak
mungkin ada kehidupan sosial. Komunikasi sosial merupakan hubungan dinamis,
yang menyangkut antara orang perorangan dengan kelompok manusia.
Komunikasi sosial sebagaimana dijelaskan Bungin ( 2009: 32) merupakan salah
satu bentuk komunikasi yang lebih intensif, di mana komunikasi terjadi secara
langsung antara komunikator dan komunikan, sehingga situasi komunikasi
berlangsung dua arah dan lebih diarahkan kepada pencapaian suatu situasi
integrasi sosial, melalui kegiatan ini terjadilah aktualisasi dari berbagai masalah
yang dibahas.
Pada dasarnya semua perilaku tradisi lokal merupakan sebuah ajang
berkumpul dan berkomunikasi antar sesama anggota komunitas, pada dasarnya
adalah pada saat mereka berkumpul dan berkomunikasi mereka merasa menjadi

67

satu bagian dalam komunitas tersebut sehingga akan terbentuk suatu komunikasi
sosial antar sesamanya. Efek yang ditimbulkan dari bentuk perilaku tradisi lokal
sebagai media komunikasi sosial tersebut, yaitu adanya solidaritas dan akan
menyebabkan komunitas tersebut memiliki kolektivitas (collectivity). Artinya
sharing terhadap nilai yang terjadi pada setiap individu yang menjadi anggota
komunitas. Setiap tindakan akan berkesesuaian satu sama lain sehingga kehidupan
bersama berada dalam situasi berkeseimbangan.
Salah satu tradisi lokal yang masih dilakukan dan dipertahankan oleh
masyarakat muna yaitu nilai solidaritas yang terkuak dalam kaghati roo kolope
yang tercermin dalam bentuk, gotong royong, persahabatan dan kasih sayang.
Kaghati roo kolope dengan ukuranya yang besar memungkinkan adanya
bantuan dari teman untuk menerbangkanya, maka disinilah dapat dilihat
solidaritas, dan interaksi yang dilakukan dalam menerbangkan kaghati roo kolope
ini. Karena kaghati roo kolope tidak bisa diterbangkan secara individu ,
dibutuhkan teman menerbangkanya, melihat keadaan arah angin, aba-aba, dan
Persiapan teman lainya untuk membantu menarik kaghati roo kolope ketika telah
mengangkasa. Dengan adanya nilai solidaritas yang tinggi lewat permainan
kaghati roo kolope ini, sehingga akan terjalin persahabatan, kasih saying, perasaan
setia kawan dan semakin kuatnya hubungan silaturahmi.
5. Nilai Perjuangan
Seperti halnya dengan kehidupan manusia, dibutuhkan perjuangan untuk
mencapai sesuatu hal. Terlait dengan permainan kaghati roo kolope dengan

68

keunikanya didalamnya bahkan terdapat nilai-nilai yang dapat diaplikasikan


dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya nilai perjuangan. Sebagai contoh,
apabila kaghati roo kolope ini tersangkut pada salah satu ranting pohon, maka
pemiliknya akan melakukan berbagai hal untuk mendapatkanya, biasanya
dilakukan dengan memanjat pohon tersebut.
Hal tersebut membuktikan bahwa dalam kaghati roo kolope terkuak nilai
perjuangan

yang

dapat

diaplikasikan

dalam

kehidupan

sehari-hari.Nilai

perjuangan yang terkuak dalam permainan kaghati roo kolope tidak hanya dalam
kata permainan semata, tetapi mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, masyarakat muna sebagian besar dengan mata pencaharian bertani,
maka mereka harus berjuang untuk tetap hidup, mencukupi kebutuhan,
menyekolahkan anak-anak mereka salah satunya dengan bertani.
6. Nilai Ekonomi
Ditinjau dari sisi ekonomi, Kaghati roo kolope mampu mencukupi bahkan
lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat muna, khususnya
pengrajin kaghati roo kolope itu sendiri. Hal ini terbukti dengan adanya festival
layang-layang yang diselenggarakan setahun sekali tepatnya di Kab. Muna, Kota
Raha.
Festival layang-layang tersebut membawa keuntungan besar bagi para
pengrajin kaghati roo kolope. Karena setiap festival diselenggarakn dibutuhkan
ratusan kaghati roo kolope, maka lewat kesempatan ini pengrajin kolope
menawarkan jasa mereka untuk ajang terbesar itu. Salah satunya Bapak La Sima

69

dan Bapak La Hadja memperoleh keuntungan yang besar, dimana layang-layang


ukuran besar di jual dengan kisaran harga antara 1,5 sampai 2 Juta per layanglayang dengan ukuran besar, harga bisa berubah jika dijual pada turis. Sedangkan
ukuran layang-layang kecil dengan jumlah 12 buah dijual dengan harga 700 ribu,
harga bisa berubah jika dijual pada turis.
Betapa besar keuntungan yang diraih dengan hanya membuat kaghati roo
kolope. Dengan demikian kebutuhan masyarakat akan ekonomi dapat terpenuhi.
Namun harga tersebut sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan, pasalnya daun
kolope ini tumbuhnya bermusim, tidak mudah didapat pada hari-hari tertentu.
Selain itu cara pembuatanya yang memakan waktu berminggu-minggu.
Pernyataan diatas sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh para ahli
mengenai pemahaman mengenai nilai. Sistem nilai termasuk nilai budaya yang
merupakan pedoman yang dianut oleh setiap anggota masyarakat terutama dalam
sikap dan berperilaku, dan juga menjadi patokan untuk menilai dan mencermati
bagaimana individu dan kelompok bertindak dan berperilaku. Jadi sistem nilai
dapat dikatakan sebagai norma standar dalam kehidupan masyarakat. Sistem nilai
begitu kuat, meresap dan berakar didalam jiwa masyarakat sehingga sulit diganti
atau diubah dalam waktu singkat, Djaja Sudarma (1997:13).
Harun ( 2006:79 ) keterkaitan antara nilai tradisi dan kebudayaan yaitu
masing-masin memiliki nilai religius, filosofis, nilai etika dan estetika.
5. Nilai Religius adalah nilai yang berhubungan dengan keilahian atau
keterjalinan manusia dengan Tuhan segala ciptaan-Nya.

70

6. Nilai Filosofis adalah nilai yang berhubungan dengan ilmu penegetahuan


tentang kebijaksanaan hidup dalam pikiran dan bernalar secara sistematis
tentang berbagai hal yang menyatakan kebenaran dan untuk memperoleh
kebenaran.
7. Nilai Etika adalah nilai yang berkaitan dengan prinsip-prinsip moral yang
dapat seharusnya diperankan oleh individu dalam kehidupan sehari-hari yang
berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan
Tuhan, dan hubungan manusia dengan alam sekitar.
8. Nilai Estetika adalah nilai yang terdapat unsur keselarasan dan keseimbangan
serta keindahan.
Abdullah (1992: 5) ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempersoalkan
kebutuhan dan pemuasan kebutuhan manusia.
Samuelson dan Nordhaus (1990: 5) mengemukakan Ilmu ekonomi
merupakan studi tentang perilaku orang dan masyarakat dalam memilih cara
menggunakan sumber daya yang langka dan memiliki beberapa

alternatif

penggunaan, dalam rangka memproduksi berbagai komoditi, untuk kemudian


menyalurkannya baik saat ini maupun di masa depan kepada berbagai individu
dan kelompok yang ada dalam suatu masyarakat.
Menurut Samuelson Ilmu yang mempelajari bagaimana orang memilih
penggunaan sumber-sumber daya produksi yang langka atau terbatas untuk
memproduksi berbagai komoditi, dan menyalurkannya ke berbagai anggota
masyarakat untuk segera dikonsumsi. Jika disimpulkan dari tiga pendapat di atas
walaupun kalimatnya berbeda, namun tersirat bahwa

pada hakikatnya ilmu

71

ekonomi itu merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya dalam


mencapai kemakmuran yang diharapkan, dengan memilih penggunaan sumber
daya produksi yang sifatnya langka/terbatas itu. Dengan kata lain yang sederhana
bahwa ilmu ekonomi itu merupakan suatu disiplin tentang aspek-aspek ekonomi
dan tingkah laku manusia.
D. Fungsi Kaghati Roo Kolope

Layang-layang atau biasa disebut kaghati, adalah permainan yang telah


mendunia sejak masa Pra Pradaban.Menurut informan penelitian layang-layang
Kab. Muna yang dikenal dengan sebutan Kaghati roo kolope ini memiliki 5 fungsi
yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Olahraga
Seni
PendidikanManajemen
Menyampaikan Rasa Syukur Kepada Tuhan atas keberhasilan Panen
Dan sebagai media untuk mencari kebesaran Tuhan

Jika kita melihat dari segi olahraga. Pada umumnya memang kaghati kolope
ini sering dijadikan ajang perlombaan, terbukti dengan adanya festival layanglayang internasional yang diselenggarakan di Kab. Muna.
Dari segi seni, bagian ini adalah bagian yang paling unik, karena dalam
proses pembuatanya menggunakan bahan-bahan sederhana dan teliti sehingga
terkesan tradisional.
Dari segi manajemen, masyarakat Muna menyakini bahwa, dalam tahap
penerbangan kaghati seseorang harus bisa mengatur keseimbangan kaghati itu

72

sendiri, begitupun dalam proses kehidupan masyarakat muna harus seimbang


antara dunia dan akhirat.
Sedangkan menurut cerita turun temurun masyarakat Muna bahwa layanglayang adalah permainan petani pada masa lalu dimana mereka menjaga kebun
sambil bermain layang-layang. Masyarakat Pulau Muna juga percaya bahwa
layang-layang berfungsi sebagai payung yang akan menjaga pemiliknya dari
sengatan sinar Matahari bila ia meninggal dunia. Ketika si pemilik ini meninggal,
ia berpulang dengan berpegangan pada tali layangan dan bernaung di bawah
layang-layang tersebut.

E. Kaghati Roo Kolope Dalam Menunjang Pariwisata


Dalam menunjang pariwisata Kab. Muna Kaghati roo kolope bahkan
membawa pengaruh yang positif. Hal ini terbukti dengan diadakanya festival
layang-layang yang diselenggarakan setahun sekali tepatnya di Kab. Muna, Kota
Raha. Selain itu kaghati roo kolope telah diakui oleh UNESCO sebagai layanglayang terunik dan tertua dunia, dimana china sempat mengklaim bahwa layanglayang pertama dunia berasaldari negaranya, namun layang-layang yang terdapat
d china menggunakan kertas dan aluminium sebagai bahan dasarnya. Lain halnya
dengan dengan kaghati roo kolope yang terbuat dari bahan-bahan alam yang
sangat jauh dari sentuhan kemajuan teknologi.

73

Untuk itu mereka menganalogikanya dengan pertanyaan singkat, Mana


yang duluan muncul daun atau kertas?. Pertanyaan yang cukup cerdas umtuk
mematahkan klaim china. Hal serupa di dukung dengan penemuan yang
mengejutkan oleh seorang yang berkebangsaan jerman yang bernama Walf Gong
Bieck, yang menemukan lukisan di dalam Gua Sugipatani yang menggambarkan
seseorang sedang bermain layang-layang. Lukisan itu telah diperkirakan lebih dari
4000 tahun.
Terkait dengan kaghati roo kolope dalam menunjang pariwisata Kab.
Muna, hal ini telah dibuktikan dengan adanya festival layang-layang internasional
yang diselenggarakan pada tangal 7-10 agustus 2015, yang dihadiri delapan
Negara, diantaranya Negara Swiss, Belanda, Malaysia, Inggris, Perancis,
Jepang,Singapura, Thailand. Dimana mereka diundang melalui Legong Asosiasi
Pelayang Internasional.
Kepala Dinas Pariwisata Kab. Muna, Hj.Nursinah Taeda, menuturkan ada
4000 layang-layang yang akan diterbangkan dalam ajang ini, hal ini menandakan
usia keberadaan Kaghati roo kolope. Selain itu Kadis Pariwisata Kab. Muna telah
menyiapkan agenda wisata bagi para peserta turis asing yakni ditempat-tempat
wisata permandian, kemudian dilangsungkan dengna kunjungan di Gua
Sugipatani dan Liang Kobori sebagai situs sejarah ditemukanya layang-layang
tertua dunia.
Dengan adanya kunjungan ini, tentu membawa dampak bahkan kemajuan
dibidang pariwisata Kab. Muna, selain untuk festival juga dibisa rangkaikan

74

dengan promosi berbagai objek wisata dan tempat-tempat bersejarah. Jika hal ini
dilakukan secara terorganisir dan manajemen yang baik, maka pariwisata Kab.
Muna akan dikenal bahkan sampai tingkat Internasioanal. Kaghati roo kolope
semakin membuktikan bahwa sumbangsinya dalam dunia pariwisata sangat
menjanjikan, dengan predikat Kaghati roo kolope sebagai layang-layang unik dan
tertua dunia sekaligus sebagai icon pariwisata Kab. Muna.

1. Kaghati Roo Kolope Mulai Dikenal Dunia


Permainan yang telah lama ini dipertotonkan pertama ditingkat Nasional.
Pada tahun 1995 lalu, pada saat itu Festifal Layang-layang Internasional di pantai
Mariana Ancol- Jakarta. Disaat Festival itulah layang-layang tradisional Muna
mulai memukau perhatian para pelayang-layang Nusantara dan pelayang-layang
dunia utamanya Prancis.
Pada bulan September 1996 lalu layang-layang tradisional Muna mulai
diundang ke Prancis pada saat Festival layang-layang Internasional yang terbesar
di Eropa yang dihadiri oleh 36 Negara di dunia dan diadakan di Deepe (pantai
Normandia) Prancis Barat atau 250 km dari Kota Paris tepatnya tanggal 9
September 1996 kaghati roo kolope dinaikan pertama dibumi Eropa. Bulan Maret
April 1997 atraksi layang-layang Tradisional Muna (kaghati roo kolope),
kembali diundang khusus dan terhormat dan tempatnya di Berek Sur Mer Parncis
Utara. Sejak saat itu (1996/1997) hingga saat ini kaghati roo kolope selalu
diundang dan telah mendunia yang merupakan media yang sangat strategis untuk

75

pengenalan dan promosi pariwisata baik di Nusantara dan khususnya di manca


Negara.
Selain itu kaghati roo kolope telah di museumkan di Negara Italia, Hal yang
sangat membanggakan jika kaghati roo kolope atau layang-layang produk Muna
dikagumi bangsa lain, apalagi sampai disimpan di museum untuk diabadikan. Ini
seperti dilakukan Walikota Servia, Italia menyimpan kaghati roo kolope dalam
ukuran kecil di museumnya. Sejak saat itulah layang-layang kaghati

kolope

mulai terkenal di dunia.


2. Peran Pemerintah Dalam Melestarikan Kaghati Roo Kolope
Demi mempromosikan diri kepada dunia luar, Kab. Muna mengenalkan diri
melalui layangan. Banyak penggemar layangan dari mancanegara memburu
festival ini dan rela pergi jauh demi bisa main layangan di Muna.
Seiring adanya agenda otonomi daerah, dimana daerah mempunyai
kewenangan yang luas untuk mengurus dan mengelola urusan rumah tangganya
sendiri. Kabupaten Muna dalam mengurus urusan rumah tangga daerah tersebut,
tentunya membutuhkan peran yang besar dari seluruh elemen yang berada di
daerah. Pembangunan daerah di bidang pariwisata merupakan amanat Pancasila
dan UUD 1945 dan otonomi daerah sebagai bentuk upaya strategis untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang bersumber dari devisa
yang masuk ke dalam kas pemerintahan daerah. Pengembangan pariwisata
merupakan totalitas dari seluruh proses pengembangan yang dilaksanakan secara
bertahap, berlanjut dan berkesinambungan yang diharapkan dapat menciptakan

76

lowongan kerja sehingga implementasinya tercapai kesejahteraan rakyat ditingkat


daerah.

(http//www.bappenas.go.id/laporankinerjaduatahunpresidensby/html,

tanggal 01 Maret 2009).


Kabupaten Muna dalam melakukan pengembangan pariwisata didasarkan
pada aspek untuk mengenalkan keindahan alam yang tersebar diseluruh nusantara,
perlu disadari bahwa saat ini pengembangan pariwisata tidak hanya melihat pada
faktor keindahan alam saja. Keindahan alam yang menjadi fokus pengembangan
pariwisata tidak akan mampu menarik wisatawan asing, sebab suatu saat tidak
dapat dipungkiri bahwa keindahan alam bangsa Indonesia akan rusak.
Kabupaten Muna sebagai salah satu daerah yang memiliki layang-layang
tradisional

warisan

leluhur

bangsa

telah

menyusun

Rancangan

Induk

Pengembangan Pariwisata Daerah RIPPDA (RIPPDA Kabupaten Muna Tahun


2007:1). Salah satu yang menjadi pembahasan dalam RIPPDA Kabupaten Muna
adalah pengembangan pariwisata layang-layang kaghati dengan melakukan
strategi promosi obyek wisata layang-layang kaghati dalam menarik minat
pengunjung baik dalam maupun luar negeri. Layang-layang kaghati merupakan
layang-layang tertua yang mengandung aspek budaya leluhur masyarakat, yang
terbuat dari bahan-bahan alami dari daun kolope (ubi hutan), bambu rami, dan
benangnya berasal dari serat daun nenas hutan, dan lukisan layang-layang yang di
lukis menggunakan tanah merah dan getah pohon di dinding gua Sugipatani di
Desa Liangkabhori, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna (RIPPDA Kabupaten
Muna Tahun 2007:5).

77

Layang-layang kaghati sudah memperoleh penghargaan Internasional, antara


lain:
No

Nama Event

Negara

Tahun

Prestasi

Festival Layang-layang

Perancis

1997

Juara pertama Festival

.
1.

Layang - layang
Internasional
Internasional
2.

Festival Layang-layang

Malaysia

2008

Juara

kehormatan

bangsa pada
Internasional
festival Layang-layang
Internasional

Namun dibalik kesuksesan kaghati dalam mengukir prestasi dunia, kita


dihadapkan pada persoalan pelestarian dari kaghati itu sendiri. Pasalnya tidak
dipungkiri kemajuan teknologi sangat berdampak negative terhadap keberadaan
kaghati itu sendiri.
Kita bisa melihat keadaan sekarang banyak dikalangan generasi penerus kita
yang tidak mau melestarikan kaghati kolope ini. Mereka menganggap kaghati
adalah permainan kampungan yang tidak gaul, keadaan ini tentu sangat

78

memprihatinkan. Bagaimana tidak, kaghati kolope yang namanya telah mendunia


kini hanya akan tinggal ukiran sejarah. Untuk itu peran pemerintah sangat
dibutuhkan dan kesadaran masyarakat Muna agar tetap menjaga keaslian kaghati
kolope sebagai layangan pertama dunia.

79

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kaghati

Kolope,

dalam

bahasa

muna,

Kaghati

berarti

jepitandan Roo yang bearti daun, sedangkan Kolope berarti


buah dari ubi gadung. Kaghati roo kolope berarti layang-layang
tradisonal yang terbuat dari daun ubi hutan dimana daunya di jepit
pada selingan tali yang terbuat dari serat nenas hutan. Dan untuk
merangkai

bahan

menggunakan

kulit

layang-layang,
bambu

yang

masyarakat
telah

setempat

dihaluskan

dan

diruncingkan, sehingga memudahkan untuk merangkai bambu rami


menjadi layang-layang utuh. Sebagai penyeimbang, layang-layang
ini dilengkapi dengan kayu yang dipotong-potong dengan ukuran
kecil lalu dipasang pada sayap kiri dan kanan layang-layang.
2. Nilai yang terkandung dalam Kaghati roo kolope yaitu : Nilai
Historis,

Solidaritas,

perjuangan.

Seni,

Ekonomi,

Religius,

dan

Nilai

80

3. Kaghati roo kolope ini memiliki 5 fungsi yaitu, sebagai Olahraga,


Kesenian, Pendidikan Manajemen, Menyampaikan rasa syukur
Kepada Tuhan atas keberhasilan panen, dan sebagai media untuk
mencari kebesaran Tuhan.
4. Dalam menunjang pariwisata Kab. Muna Kaghati roo kolope
bahkan membawa pengaruh yang positif. Hal ini terbukti dengan
diadakanya festival layang-layang yang diselenggarakan setahun
sekali tepatnya di Kab. Muna, Kota Raha. Selain itu kaghati roo
kolope telah diakui oleh UNESCO sebagai layang-layang terunik
dan tertua dunia, dimana china sempat mengklaim bahwa layanglayang pertama dunia berasaldari negaranya, namun layang-layang
yang terdapat d china menggunakan kertas dan aluminium sebagai
bahan dasarnya. Lain halnya dengan dengan kaghati roo kolope
yang terbuat dari bahan-bahan alam yang sangat jauh dari sentuhan
kemajuan teknologi.
5. Kabupaten Muna sebagai salah satu daerah yang memiliki layanglayang tradisional warisan leluhur bangsa telah menyusun
Rancangan Induk Pengembangan Pariwisata Daerah RIPPDA
(RIPPDA Kabupaten Muna Tahun 2007:1). Salah satu yang
menjadi pembahasan dalam RIPPDA Kabupaten Muna adalah
pengembangan

pariwisata

layang-layang

kaghati

dengan

melakukan strategi promosi obyek wisata kaghati roo kolope.


B. Saran
Adapun yang menjadi saran dalam penelitian ini yaitu :

81

1. Bagi pemerintah Pusat maupun Daerah agar memfasilitasi situs-situs


sejarah misalnya, dari perbaikan jalan, memperhatikan kehidupan
pengrajin kaghati roo kolope agar mereka bisa mewarisi keahlian
mereka kepada generasi muda, serta memberikan ruang kepada
masyarakat generasi muda untuk mengembangkan perminan Kaghati
roo kolope, khusunya pada anak-anak tingkat Sekolah Dasar, sehingga
mampu mewarisi kebudayaan yang berusia 4000 tahun ini.
2. Bagi Masyarakat Etnik Muna, agar selalu melestarikan budaya dalam
bentuk permainan tradisional Kaghati roo kolope, serta kearifan local
didalamnya sebagai salah satu icon pariwisata Kab. Muna.
3. Bagi penulis diharapkan, setelah penulisan ini lebih mampu mengkaji
persoalan kebudayaan tanpa harus menilai sebelah mata, dan terus
berkarya

untuk

memajukan

pariwisata

kebudayaan-kebudayaan tradisional.

Kab.Muna

melalui

Anda mungkin juga menyukai