Anda di halaman 1dari 3

MAMANGAN ADAT*

Dalam sastra Minangkabau mamangan adat berupa kalimat yang mengandung


norma-norma tata kehidupan masyarakat Minangkabau; terdiri dari dua kalimat
masing-masing 2-4 kalimat. Mamangan adat kadang-kadang diungkapkan dengan:
Pantun: seperti, anak dipangku, kamanakan dibimbiang; pantun dan aliterasi:
kaluak paku, asam balimbiang; diucapkan beriringan dengan pepatah, Cupak
diisi, limbago dituang, Di mana tanah dipijak, di sinan langik dijunjuang.

Dalam mengisahkan asal-usul orang Minang, ada fatwa adat melalui pantun
terkenal :
Dima (no) titiak palito
Dibaliak telong nan batali
Dari mano turun niniak kito
Dari puncak gunung Merapi
(Dari mana titik pelita
Di balik telong yang bertali
Dari mana datang ninik kita
Dari puncak gunung Merapi)

Bila dibaca berulang-ulang pantun tersebut di atas, lalu direnung agak sejenak.
Kalimat sampiran yang dua baris, nampaknya bukan sekedar persamaan bunyi ,
tetapi punya kekuatan kata berupa kiasan. Moyang kita itu berkata pendek, tapi
sungguh jauh jangkauannya.

Dima(no) titiak palito (Di mana titik pelita). Dijawab: Di baliak telong nan
batali (Di balik tanglung yang bertali. Tanglung berasal dari negeri Cina yang
merupakan kata kiasan terhadap kebudayaan Cina (Tiongkok).

Sejak kapan titik api atau pelita itu ada, jawabnya jauh sebelum lahirnya ajaran
Kong Futse (Konghutju) atau Lao Tse. Ketika orang Cina sudah berperadaban,
orang Minangkabau pun sudah berbudaya tinggi. Hubungan antara Cina dan
Minang telah lama terjalin, jauh pada masa dinasti T’ang. Sampai saat ini,
Minangkabau merupakan satu-satunya daerah terluas di dunia yang menganut
keturunan menurut garis ibu.
Pantun yang lain yang menyangkut dengan budi, adalah:
Nan kuriak iyolah kundi
Nan merah iyolah sago
nan baiak iyolah budi
nan indah iyolah baso

Kenapa buah kundi dan buah sago yang diambil sebagai sampiran pantun di
atas? Nenek moyang orang Minang matanya tertarik pada dua macam buah (kundi
dan sago) yang mempunyai warna abadi. Begitu juga baso (bahasa) jangan sampai
hilang. Buah kundi kuriak (berintik-bintik) dan buah sago betul-betul merah sejak
dari putik sampai jatuh ke tanah.
-SAN-

Sumber : Ensiklopedi Indonesia (IV), Ibid


Yayasan Dharma Budya, Tuangan Limbago, naskah belum terbit dari kumpulan karangan, karya
tulis (belum terbit)

Anda mungkin juga menyukai