Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi karunia sarta
hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah tradisi
megengan ini tanpa kendala berarti. Sholawat dan salam tetap tercurahkan
kepada nabi akhiruzzaman Nabi Muhammad SAW yang telah memberi cahaya
Islam kepada ummatnya.
Kemudian kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membatu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada Bapak Ali Anwar,
M.Pd sebagai dosen mata kuliah Pengantar Studi Islam di kelac 1 C prodi PAI.
Harapan saya semoga makalah ini menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Madiun, 19 Januari 2018

Siti Hartatika

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. 1

DAFTAR ISI .............................................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 3

A. Latar Belakang ........................................................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 3

C. Tujuan ......................................................................................................................................... 3

D. Manfaat ....................................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 5

A. Pengertian Tradisi Megengan .................................................................................................. 5

B. Makna Tradisi Megengan .......................................................................................................... 5

C. Pelaksanaan Tradisi Megengan ................................................................................................ 7

D. Tujuan Tradisi Megengan .......................................................................................................... 8

BAB III PENUTUP ..................................................................................................................................... 9

A. Kesimpulan ................................................................................................................................ 9

B. Saran ........................................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 10

2
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki keudayaan majemuk terutama
di Pulau Jawa. Namun, tak lantas kemajemukan budaya tersebut menjadi
penghalang untuk melestarikan dan mengajarkan ke-Islam-an di Negara ini
khususnya di Pulau Jawa. Wali Songo merupakan tokoh yang berpengaruh
terhadap penyebaran Islam di Pulau Jawa yang mengajarkan islam tanpa
meninggalkan kebudayaan detempat sehingga munculah kebudayaan daerah nan
islami.
Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang tradisi megengan.
Tradisi Megengan memang sangat khas Jawa. Tradisi ini biasanya dilaksanakan
menjelang puasa. Tradisi ini sungguh-sungguh merupakan tradisi indigenius atau
khas, yang tidak dimiliki oleh Islam di tempat lain. Tradisi ini ditandai dengan
upacara selamatan ala kadarnya untuk menandai akan masuknya bulan puasa yang
diyakini sebagai bulan yang suci dan khusus.
Kita sebagai generasi kontemporer tentu masih mengenal atau bahkan
melestarikan kebudayaan tersebut tanpa meninggalkan unsur ukhrowi.
Diharapkan agar kita mengerti, mempelajari, mengamalkan dan meneruskannya
selama itu tidak menyalahi aturan agama Islam (Al-Qur’an dan Hadist).

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dari karya tulis ini adalah:
1. Apa pengertian dari Megengan ?
2. Apakah makna yang terkandung dalam tradisi Megengan ?
3. Bagaimanakah pelaksanaan Megengan ?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas dapat ditarrik tujuan dari makalah ini adalah sebagai
berikut :
a) Untuk menambah pengetahuan khususnya mengenai,

3
 Pengertian tradisi Jawa Megengan
 Makna tradisi Jawa Megengan
 Cara melaksanakan tradisi Jawa Megengan

b) Sebagai objek penilaian mata kulian Pengantar Studi Islam

D. Manfaat
Dari tujuanya, maka manfaat makalah ini adalah :
 Bagi pembaca, agar bertambah pengetahuannya atau ilmunya
mengenai tradisi Jawa Megengan.
 Dan bagi penulis, dengan pembuatan makalah megengan ini juga
semakin mengerti tentangya juga sebagai rewardberupa nilai dari
dosen bidang Pengantar Studi Islam.
 Kemudian, bagi pembaca maupun penulis sendiri adalah dengan
semakin mengerti tentang tradisi Jawa Megenganmaka diharapkan
agar semakin sadar untuk melestarikannya di tengah kehidupan
temporer seperti sekarang ini.

4
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Tradisi Megengan


Megengan secara lughawi berarti menahan. Misalnya dalam
ungkapan megeng nafas, artinya menahan nafas, megenghawa nafsu artinya
menahan hawa nafsu dan sebagainya.

B. Makna Tradisi Megengan


Di dalam konteks puasa, maka yang dimaksud adalah menahan hawa
nafsu selama bulan puasa. Secara simbolik, bahwa upacara megengan berarti
menjadi penanda bahwa manusia akan memasuki bulan puasa sehingga harus
menahan hawa nafsu, baik yang terkait dengan makan, minum, hubungan seksual
dan nafsu lainnya. Dengan demikian, megeng berarti suatu penanda bagi orang
Islam untuk melakukan persiapan secara khusus dalam menghadapi bulan yang
sangat disucikan di dalam Islam. Para Wali Songo memang mengajarkan Islam
kepada masyarakat dengan berbagai simbol-simbol. Dan untuk itu maka dibuatlah
tradisi untuk menandainya, yang kebanyakan adalah menggunakan medium
slametan meskipun namanya sangat bervariasi.
Nafas Islam memang sangat kentara di dalam tradisi ini. Dan
sebagaimana diketahui bahwa Islam memang sangat menganjurkan agar
seseorang bisa menahan hawa nafsu. Manusia harus menahan nafsu amarah, nafsu
yang digerakkan oleh rasa marah, egois, tinggi hati, merasa benar sendiri dan
menang sendiri. Nafsu amarah adalah nafsu keakuan atau egoisme yang paling
sering meninabobokan manusia. Setiap orang memiliki sikap egoistik sebagai
bagian dari keinginan untuk mempertahankan diri. Namun jika nafsu ini terus
berkembang tanpa dikendalikan, maka justru akan menyesatkan karena seseorang
akan jatuh kepada sikap ”sopo siro sopo ingsun” atau sikap yang menganggap
dirinya paling hebat, sedangkan yang lain tidak sama sekali.
Nafsu amarah merupakan simbolisasi dari sifat egoisme manusia dalam
berhadapan dengan manusia atau ciptaan Tuhan lainnya. Kemudian nafsu
lawwamah atau nafsu biologis atau nafsu fisikal, yaitu nafsu yang menggerakkan
manusia untuk sebagaimana binatang yang hanya mementingkan nafsu

5
biologisnya saja atau pemenuhan kebutuhan fisiknya saja. Nafsu ini memang
penting sebab tanpa nafsu ini maka manusia tidak akan mungkin untuk
mengembangkan diri dan keluarganya. Manusia butuh makan, minum, berharta,
dan sebagainya. Namun jika hanya ini yang dikejar maka manusia akan jatuh ke
dalam pemenuhan kebutuhan fisiknya saja tanpa mengindahkan kebutuhan
lainnya yang juga penting. Maka yang menjadi penyeimbang di antara kebutuhan
egoistik dan biologis tersebut adalah nafsu mutmainnah, yaitu nafsu
keberagamaan atau etis yang mendasarkan semua tindakan berbasis agama. Nafsu
mutmainnah inilah yang akan mengantarkan manusia agar sampai kepada
Tuhannya. Sebagaimana dinyatakan di dalam al-Qur’an: ”irji’i ila rabbiki
radliyatan mardliyah, fadkhuli fi ’ibadi fadkhuli jannati”, yang artinya kurang
lebih adalah ”kembalilah kepada Tuhan dengan ridla dan diridlai, masuklah ke
dalam hambaku dan masuklah ke dalam surgaku.” Ayat ini menegaskan bahwa
yang bisa menjadi hamba Allah dan bisa memasuki surganya adalah hambanya
yang diridlai karena telah memasuki nafsu mutmainnah.
Dengan demikian, Islam mengajarkan bahwa melalui kemampuan untuk
menahan nafsu amarah dan lawwamah dan berikutnya mengembangkan nafsu
mutmainnah, maka manusia akan selamat di dalam kehidupannya.
Memang para Wali Songo mengajarkan Islam melalui simbol-simbol
budaya. Hanya sayangnya bahwa yang ditangkap oleh masyarakat Islam hanyalah
simbolnya belaka. Padahal jika yang ditangkap itu tidak hanya simbolnya tetapi
juga substansinya, maka sesungguhnya ada pesan moral yang sangat mendasar.
Misalnya tradisi megengan dan colokantersebut. secara substansial merupakan
simbolisasi bahwa puasa adalah hari di mana seseorang harus menahan nafsu dan
terus dicolok agar jangan sampai keliru dalam melakukan tindakan di bulan puasa.
Dengan demikian, berbagai macam tradisi yang berkembang dan hidup di
dalam masyarakat khususnya masyarakat Jawa jangan dipandang dari sudut asli
atau tidak ketidakaslian ajaran Islam, tetapi marilah dibaca bahwa memang ada
varian-varian di dalam mengekspresikan Islam itu melalui tradisi yang
dikonstruksi oleh mereka sendiri.

6
C. Pelaksanaan Tradisi Megengan
Tradisi yang diajarkan oleh tokoh Wali Songo memang sudah mendarah
daging di masyarakat Jawa terutama tradisi megengan. Namun, terkadang setiap
daerah memiliki cara-cara tersendiri untuk melestarikannya.
Di Pacitan Jawa Timur, tradisi megengan ini adalah agenda hajatan kecil
yang dilakukan oleh tiap – tiap kepala keluarga dengan mengundang tetangga dan
saudara, untuk bersama – sama menikmati hidangan yang disajikan, setelah
sebelumnya didoakan oleh imam, baik melalui mekanisme Tahlil maupun Yasin.
Biasanya, setelah hidangan masuk ke ruang Megengan, lalu para tamu pun
melakukan dzikir dan tahlil yang dipimpin oleh imam, kemudian didoakan, baru
hidangan boleh dimakan.
Ada yang unik dari tradisi hajatan megengan ini, yakni selalu adanya
makanan ketan, kolak, dan apem. Ketiga kue khas ini selalu ada disetiap hajatan
megengan, dan biasanya dimodifikasi dengan penambahan kuliner berat lainnya,
seperti ayam ingkung dan nasi uduk. Karena sudah menjadi tradisi, maka kalau
tanpa tiga makanan tadi hajatan megenganseperti kurang afdol dilaksanakan.
Masing – masing rumah biasanya menyajikan hidangan megengan juga
dengan cara masing – masing, ada yang dipadukan dengan nasi soto, nasi rames,
dan bahkan ada juga yang menggunakan sate ayam, intinya sesuai selera masing –
masing keluarga yang mengadakan agenda megengan.
Biasanya juga ada tradisi nglincak, alias berpindah dari satu rumah ke
rumah lainnya. Ini juga menjadi hal yang unik sekaligus banyak nilai yang
terkandung didalamnya. Karena memang kalau agendanya megengan ini bentrok
waktunya, biasanya akan terjadi perebutan massa yang akan mbancak’iatau yang
mendoakan. Untuk mengantisipasi hal ini, konsep nglincak atau berkeliling dari
satu rumah ke rumah lainnya menjadi alternatif agar agenda megengan tetep
terlaksana. Bahkan satu hari itu bisa sampai empat sampai enam rumah untuk
agenda nglincak megengan ini.
Mungkin tradisi nglincak dan bancak’an atau kenduri-nan ini juga
dilakukan di banyak daerah di Jawa terutama di daerah kita, tapi
istilah nglincakhanya dipakai di daerah Pacitan.

7
D. Tujuan Tradisi Megengan
Wali Songo sebagai ulama’ waktu itu tentu tidak membuat tradisi Islami
secara serta merta tanpa tujuan, dan salah satu tujuannya adalah untuk
mensyi’arkan agama Islam pada masyarakat Jawa. Di samping tujuan utamanya,
di zaman kontemporer ini megengan juga mempunya tujuan tersendiri.
Dari serentetan ritual megengan tersebut memiliki tujuan, yakni :
 Berniat mendoakan arwah leluhur yang telah meninggal dengan cara
mengundang sejumlah tetangga sekaligus,
 Bershodaqoh dengan memberikan nasi berkat sebagai ucapan terimakasih
karena sudah berkenan hadir atau yang disebut dengan bancak’an.
 Tradisi ini juga dapat mempererat tali silaturahmi dengan tetangga sekitar
serta,
 Melestarikan kebudayaan Islami yang diciptakan oleh Wali Songo.

8
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Tradisi megengan biasanya dilaksanakan menjelang puasa. Jawa memang
memiliki sekian banyak tradisi yang khas dalam implementasi Islam.
Implementasi yang merupakan tindakan dan pelaksanaan suatu amalan. Tradisi ini
sungguh-sungguh merupakan tradisi indigenius atau khas, yang tidak dimiliki
oleh Islam di tempat lain. Tradisi ini ditandai dengan upacara selamatan ala
kadarnya untuk menandai akan masuknya bulan puasa yang diyakini sebagai
bulan yang suci dan khusus.
Namun, intinya tradisi ini sebagai pengingat untuk kita agar senantiasa
menahan nafsu apalagi di bulan Ramadhan. Dan juga dapat disebut sebuah pesta
menyambut bulan Ramadhan.

B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun. Semoga dapat menambah
pengetahuan dan bermanfaat khususnya dalam tradisi jawa megengan.
Selanjutnya, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kekeliruan
yang tidak berkenan bagi pembaca. Kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan agar dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=353

http://terpaksabikinwebsite.wordpress.com/2013/07/05/uniknya-tradisi-
megengan-di-pacitan/

http://bundaaisykhanulisblog.wordpress.com/2012/08/15/megengan-di-ujung-
ramadhan-2/

10

Anda mungkin juga menyukai