Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PEMBUATAN TEMPE

Disusun Oleh:
Angel Reviana Putri 03
Gea Monika D.O 13
Hilda Melia S 14
Nur Hayati Afrilda S 26

Kelas:
X MIPA 6

SMA NEGERI 1 GIRI


Tahun Pelajaran 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami bisa membuat dan menyelesaikan laporan penelitian ini dengan
baik, Alhamdulillah. Kami tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Ibu Guru
kami yang telah membimbing kami agar dapat mengerti dan dapat melaksanakan
penelitian ini.

Laporan ini dibuat dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas semester “Metode
Ilmiah” dimana kami memilih “Penelitian Jamur pada Tempe” dan agar pembaca
lebih memahami, mengerti dan menambah ilmu pengetahuan tentang membuat
laporan metode ilmiah maupun pengetahuan terhadap jamur, sebagai berikut
laporan yang saya sajikan dari berbagai sumber baik itu dari sumber internet, buku,
dan pemikiran kami sendiri.

Penelitian ini sebagai acuan atas pemahaman kita terhadap materi pelajaran yang
diberikan selama satu semester ini. Dan semoga dengan penelitian ini mampu
menambah kemampuan kami dalam meningkatkan ketelitian. Meskipun laporan ini
mempunyai kekurangan dan kelebihan, sebelumnya saya minta maaf dan saya
memohon kritik dan saran dari pembaca ataupun pendengarnya. Terimakasih.

Wassalammu’alaikum wr.wb

Banyuwangi, 22 Januari 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. 2
DAFTAR ISI ........................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................... 4
A. Latar Belakang ........................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 5
D. Manfaat ................................................................................................... 5
BAB II ..................................................................................................... 6
LANDASAN TEORI .............................................................................. 6
A. Pengertian Jamur ..................................................................................... 6
BAB III.................................................................................................... 8
METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 8
A. Metode Penelitian.................................................................................... 8
B. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 8
C. Alat .......................................................................................................... 8
D. Bahan....................................................................................................... 8
E. Langkah Kerja ......................................................................................... 8
BAB IV ................................................................................................. 11
PEMBAHASAN ................................................................................... 11
A. Mikroorganisme dalam Pembuatan Tempe ........................................... 11
B. Peran Rhizopus oryzae dalam Pembuatan Tempe ................................. 11
C. Reaksi yang Terjadi dalam Proses Fermentasi Pembuatan Tempe ....... 12
BAB V ................................................................................................... 14
Kesimpulan ........................................................................................... 14
Kesimpulan ................................................................................................................... 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tempe merupakan makanan tradisional yang telah lama dikenal di
Indonesia. Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan
menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di
Indonesia dikonsumsi dalam bentuk tempe, 40% tahu dan 10% dalam bentuk
produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Tempe diminati oleh
masyarakat Indonesia, selain harganya relatif murah dan enak rasanya, tempe
juga memiliki kandungan protein nabati yang tinggi. Melalui proses pembuatan
tempe, kedelai menjadi lebih enak dimakan dan meningkat nilai nutrisinya
karena rasa dan aroma kedelai berubah sama sekali setelah menjadi tempe,
kadar protein yang larut dalam air akan meningkat akibat aktivitas enzim
proteolitik. Tempe yang masih baik (baru) memiliki rasa dan bau yang
spesifik.Tempe merupakan hasil proses fermentasi. Dalam kegiatan itu selalu
terlibat tiga faktor pendukung, yaitu bahan baku yang diurai (kedelai),
mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan tumbuh (suhu, pH,
dan kelembapan). Banyak perubahan yang terjadi selama proses fermentasi
kedelai menjadi tempe, baik yang menyangkut perubahan fisik, biokimia dan
mikrobiologi yang semuanya berdampak menguntungkan terhadap sumbangan
gizi dan kesehatan. Kerja Rhizopus sp.mampu mengubah kedelai menjadi
tempe yang berasa lebih enak, lebih bergizi dan berfungsi sebagai makanan
sehat.
Kualitas tempe sangat dipengaruhi oleh kualitas mikroorganisme yang
digunakan untuk inokulasinya. Inokulum tempe disebut juga sebagai starter
tempe, atau ragi tempe. Starter tempe adalah bahan yang mengandung biakan
jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe
akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan
fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah sifat/karakteristiknya menjadi
tempe. Salah satu hal yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah jenis jamur
(kapang) yang digunakan dalam pembuatan tempe yang akan menghasilkan
karakteristik yang berbeda Dengan melakukan uji penilaian organoleptik
(penilaian bahan pangan dengan menggunakan panca indra) pada beberapa
tempe akan didapatkan cita rasa yang berbeda. Cita rasa yang berbeda tersebut
berhubungan dengan mikroorganisme penyusun atau pembentuknya (jamur/
inokulumnya).

B. Rumusan Masalah
1. Mikroorganisme apa yang berperan dalam proses pembuatan tempe?
2. Bagaimana peranan Rhizopus Orizae dalam pembuatan tempe?
3. Reaksi apa saja yang terjadi didalam proses fermentasi tersebut?

4
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui jenis-jenis jamur yang berperan dalam proses pembuatan
tempe
2. Untuk mengetahui peranan Rhizopus Orizae dalam pembuatan tempe
3. Untuk mengetahui proses pertumbuhan jamur pada tempe

D. Manfaat
Dengan pengolahan kedelai menjadi tempe pastinya dapat meningkatkan
sumber protein yang penting bagi pola makan masyarakat di Indonesia
khususnya.

5
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Jamur
Jamur banyak terdapat di lingkungan yang bentuknya bermacam-macam,
ada yang seperti bola, gada, payung dan sebagainya. Jamur berada pada tempat
yang lembab dan mengandung sisa-sisa organik, pada kayu yang lapuk, tempat
buangan sampah, terutama banyak tumbuh ketika musim hujan. Bila
dibandingkan dengan tumbuhan tingkat tinggi, jamur memiliki ciri sebagai
berikut: tubuh buahnya merupakan tallus, sedangkan tumbuhan bagian-
bagiannya telah memiliki akar, batang dan daun yang sebenarnya.
Jamur adalah mikrooragnisme eukariotik. Jamur tidak hidup secara autotrof
karena tidak memiliki klorofil. Jamur hidup secara heterotrof dengan
menguraikan bahan-bahan organik yang ada di lingkungannya. Misalnya hidup
secara saprofit artinya hidup dari penguraian sampah-sampah organik (seperti
bangkai, sisi tumbuhan, makanan, kayu lapuk) menjadi bahan-bahan organik.
Jamur dapat pula hidup sebagai parasit dengan mendapatkan bahan organik dari
inangnya (kulit manusia, binatang dan tumbuhan). Selain itu ada pula jamur
yang hidup secara simbiotik yakni hidup bersama-sama dengan organisme lain
agar dapat saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) seperti jamur yang
hidup bersama ganggang membentuk lumut kerak.
Jamur tidak berklorofil, dinding sel jamur mengandung kitin. Kitin adalah
polisakaria yang terdapat pada kulit kepiting dan udang-udangan (jika
dipanaskan berubah warna menjadi kemerahan). Jamur multiseluler terbentuk
dari rangkaian sel yang membentuk benang seperti kapas yang disebut hifa.
Dilihat dari mikroskop hifa ada yang bersekat-sekat melintang. Tiap-tiap sekat
mempunyai satu sel dengan satu inti atau beberapa inti sel. Dan pula hifa yang
tidak bersekat melintang dan mengandung benyak inti. Kumpulan hifa
membentuk jaringan benang yang disebut miselium.
Jamur berkembang biak dengan spora dan umumnya secara seksual ataupun
aseksual. Semula jamur dianggap sebagai tumbuhan. Klasifikasi yang
memasuki fungi kedalam dunia karena keasaman dalam hidupnya, habitat
hidupnya pada umumnya di tanah. Fungi yang mengahsilkan tubuh buah seperti
hal pertumbuhan lumut.
Klasifikasi jamur:
Penamaan dalam taksonomi fungi selalu berubah-ubah seiring dengan
perkembangan dan hasil penelitian terakhir yang berdasarkan sifat morfologi
dan teori-teori biologis. Dengan demikian, dalam dunia fungi belum ada sistem
taksonomi yang seragam. Penyebutan pada setiap taksa sering berubah. Spesies
fungi dapat memiliki nama ilmiah bergantung dari cara siklus hidup dan
reproduksinya.
Kingdom jamur dibagi menjadi lima divisi:

6
a) Oomycota (sudah bukan merupakan kelompok jamur)
b) Zygomycota
Ciri-ciri jamur : Hifa tidak bersekat
Reproduksi : Seksual (dengan perkawinan hifa)
Aseksual : Dengan spora vegetatif dan fragmentasi miselium
Contoh : Rhyzopus oryzae
c) Ascomycota
Ciri-ciri jamur : Hifa bersekat, sporanya bernama askospora
Reproduksi : Seksual (pembetukkan askospora)
Aseksual : Membentuk konidia spora dan tunas
Contoh : Neuspora crassa (jamur oncom)
d) Basidiomycota
Ciri-ciri jamur : Hifa bersekat, tubuh berbentuk, dapat dilihat tanpa
mikroskop
Reproduksi : Seksual (dengan perkawinan hifa)
Aseksual : Spora konidia
Contoh : Auricolasia polythica
e) Deuteromycota
Ciri-ciri jamur : Hifa bersekat, tidak memiliki alat reproduksi seksual
Reproduksi : Aseksual (dengan konidia)
Contoh : Chladosporium (yang menyebabkan penyakit kulit)

7
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang lebih menekankan
pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah daripada
melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. Dengan metode penelitian
kualitatif peneliti dapat melakukan wawancara mendalam, fokus, dan teliti
terhadap subjek penelitian sehingga data yang didapatkan lebih akurat dan
kredibel. Untuk melengkapi dan memperkaya data/informasi yang diperoleh
melalui wawancara mendalam, peneliti menggali data/informasi dengan
melakukan observasi dan studi dokumentasi. Informasi yang didapatkan dalam
penelitian ini adalah dengan studi dokumentasi.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada:
Tanggal : Sabtu, 19 Januari 2020
Waktu : pukul 12.00 WIB
Tempat : Sasak Perot, Banyuwangi

C. Alat
1. Baskom
2. Saringan
3. Dandang
4. Sotel kayu
5. Tampah
6. Kompor

D. Bahan
1. Kacang Kedelai
2. Ragi tempe
3. Daun pisang/kantong plastik

E. Langkah Kerja
No. Gambar Keterangan

8
Mencuci kacang
kedelai hingga
kulitnya terkelupas
dan setelah itu
1. direndam selama
±13 – 18 jam.

Setelah direndam,
kedelai digiling
agar lebih bersih.

2.

Kacang kedelai
yang sudah bersih
ditaruh di tampah.

3.

Memasukkan ragi
tempe ke biji
kedelai secara
merata. Lalu
4. memasukkannya
kedalam kantong
plastik.

9
Meletakkan tempe
ke tempat yang
lembab agar proses
fermentasinya lebih
cepat.

5.

6. Setelah 3 hari,
tempe siap untuk
dikonsumsi.

10
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Mikroorganisme dalam Pembuatan Tempe


Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai
atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus,
seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh.
arrhizus, sehingga membentuk padatan kompak berwarna putih. Sediaan
fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ragi tempe. Warna putih pada
tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji
kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang
menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif
selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus
sp merupakan jamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai
tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik
kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut
dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh.
Jamur Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam
pembuatan tempe (Soetrisno, 1996). Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi
karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat
(Purwoko dan Pamudyanti, 2004). Jamur Rhizopus oryzae mempunyai
kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino
(Septiani, 2004). Selain itu jamur Rhizopus oryzae mampu menghasilkan
protease (Margiono, 1992). Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus
sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu
fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehinggajamur
semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur.
Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi
kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan
kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam
bahan, juga dibutuhkan oleh jamur.

B. Peran Rhizopus oryzae dalam Pembuatan Tempe


Rhizopus oryzae Meningkatkan Gizi Pangan
Pada tempe terdapat jamur Rhizopus oryzae yang mengalami fermentasi.
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik
(tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi
anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan
fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor
elektron eksternal.
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang
digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang

11
merupakan gula paling sederhana, melalui fermentasi akan menghasilkan etanol
(2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada
produksi makanan.
Persamaan Reaksi Kimia:
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per
mol)
Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula
yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan
bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur
terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan.

C. Reaksi yang Terjadi dalam Proses Fermentasi Pembuatan Tempe


Fermentasi Tempe
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan
anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk
respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang
mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik
dengan tanpa akseptor elektron eksternal.
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang
digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang
merupakan gula paling sederhana, melalui fermentasi akan menghasilkan etanol
(2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada
produksi makanan.
Persamaan Reaksi Kimia:
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per
mol)
Dijabarkan sebagai:
Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida
+ Energi (ATP).
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai
atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus,
seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh.
arrhizus, sehingga membentuk padatan kompak berwarna putih. Sediaan
fermentasi ini secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”. Warna putih pada
tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji
kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang
menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif
selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus
sp merupakan jamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai
tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik
kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut
dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh.

12
Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus sp tumbuh baik pada
kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH tempe
semakin meningkat sampai pH 8,4, sehinggajamur semakin menurun karena pH
tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga
membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih
sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang
sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan
oleh jamur. Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease.
Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih
sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah satu
faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati yang
memiliki nilai cerna amat tinggi. Kandungan protein yang dinyatakan sebagai
kadar total nitrogen memang tidak berubah selama fermentasi. Perubahan
terjadi atas kadar protein terlarut dan kadar asam amino bebas.

13
BAB V
Kesimpulan
Kesimpulan
Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Mikroorganisme yang digunakan dalam pembuatan tempe adalah Rhyzopus
oryzae.
2. Peran jamur Rhyzopus oryzae dalam pembuatan tempe adalah dapat
meningkatkan gizi pangan
3. Reaksi yang terjadi dalam proses fermentasi pembuatan tempe yaitu reaksi
fermentasi yang dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi
makanan, seperti tempe. Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6.
Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin
meningkat sampai pH 8,4, sehingga jamur semakin menurun karena pH
tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur.

14

Anda mungkin juga menyukai