0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
136 tayangan2 halaman
Tulisan ini menceritakan pengalaman penulis saat gempa bumi besar di Palu pada 28 September 2018. Penulis sedang berada di kampus saat gempa terjadi dan berlari mencari tempat aman. Malam itu penulis mengungsi di rumah warga karena jembatan rusak. Keesokan harinya penulis pulang ke desa asal namun rumah lowong. Keluarga penulis akhirnya mengungsi ke Majene dan membantu mengumpulkan sumbangan
Tulisan ini menceritakan pengalaman penulis saat gempa bumi besar di Palu pada 28 September 2018. Penulis sedang berada di kampus saat gempa terjadi dan berlari mencari tempat aman. Malam itu penulis mengungsi di rumah warga karena jembatan rusak. Keesokan harinya penulis pulang ke desa asal namun rumah lowong. Keluarga penulis akhirnya mengungsi ke Majene dan membantu mengumpulkan sumbangan
Tulisan ini menceritakan pengalaman penulis saat gempa bumi besar di Palu pada 28 September 2018. Penulis sedang berada di kampus saat gempa terjadi dan berlari mencari tempat aman. Malam itu penulis mengungsi di rumah warga karena jembatan rusak. Keesokan harinya penulis pulang ke desa asal namun rumah lowong. Keluarga penulis akhirnya mengungsi ke Majene dan membantu mengumpulkan sumbangan
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN 2021 PENGALAMAN PRIBADI SAAT GEMPA 28 SEPTEMBER 2018 Gempa bumi, Tsunami dan likuifaksi menghancurkan Sulawesi Tengah yang terjadi pada tanggal 28 september 2018, tepat pada hari jumat. Saat itu saya berada di bangku tingkat 2 DIII Kebidanan Stikes Widya Nusantara Palu. Suatu hari sekitar jam 15.00 wita, saya bersama teman saya ke pasar Tua di jalan Cokroaminoto, untuk mencari perlengkapan kelas, sesampainya disana, sekitar jam 17.00, terjadi guncangan yang hebat, hingga membuat saya panik, dan keluar lari untuk menyelamatkan diri, rombongan orang orang juga berlarian untuk menyelamatkan diri. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk pergi ketempat yang lebih aman. Sepanjang jalan, langit gelap, banyak teriakan orang orang panik dan minta tolong, bangunan hancur terbelah, jaringan listrik terputus hingga jaringan telephone juga hilang. Semalam itu, saya ingin pergi ke daerah sigi di desa Tulo tempat tinggal saya, namun terhalang oleh jembatan di desa kobobona yang terlindas lumpur, hingga membuat saya kesulitan untuk kembali ke tempat saya. Hingga akhirnya malam itu saya menginap di salah satu halaman rumah warga yang saat itu menjadi tempat pengungsian, tidak ada air bersih, semua orang beristigfar, dan berserah diri kepada Tuhan. Keesokan harinya saya memutuskan untuk terus pulang ke tempat saya, di desa Tulo, samapai disana keluarga saya mengungsi di depan rumah yang kebetulan depan rumah merupakan lapangan sepak bola. 3 hari setelah kejadian, keluarga kami memutuskan untuk pulang kampung halamn kedaerah Sulawesi Barat Yaitu Kota Majene untuk mengungsi yang kebetulan saat itu ada penerbangan di bandara. Sesampainya disana, saya dan rekan keluarga beserta masyarakat disana membuka donasi meminta sumbangan bantuan di jalanan dan menjual makanan serta mengumpulkan baju bekas untuk disalurkan ke palu. Dan Alhamdulillah waktu itu semuanya telah terkumpul dan akhirnya kami dapat mengirimkan bantuan tersebut di kota Palu.