Anda di halaman 1dari 9

Naskah $

lakon
teater
kontempo
rer
Teknik Menyusun Naskah
Pementasan teater seringkali mengangkat cerita yang
sudah ada. Baik naskah tersebut hasil karya penulis naskah dari
luar negeri maupun dalam negeri. Namun, selain menggunakan
naskah yang sudah ada, kita bisa membuat naskah drama
sendiri. Untuk membuat naskah drama sendiri kita bisa
menjalani beberapa langkah, antara lain :
1. Menentukan Tema Cerita. 
Tema cerita atau ide cerita dapat kita ambil dari pengalaman
pribadi maupun pengalaman orang lain. Kita bisa melakukan
pengamatan tentang kehidupan masyarakat di sekitar kita untuk
memperoleh ide cerita. 
Kriteria tema  yang baik yaitu :
1.     Aktual
Aktual dapat diartikan dengan kejadian yang
benar-benar terjadi atau sesuai dengan
kenyataan.
2.     Tidak menyinggung SARA
SARA adalah  kependekan dari suku, agama,
ras, dan antargolongan. Artinya, tema sebuah
karya sastra tidak boleh menyinggung suku,
agama, ras, atau antargolongan tertentu.
3.     Memberi suatu pengajaran/pendidikan bagi
penonton
Tema  sebuah cerita yang baik adalah yang
dapat memberikan pengajaran dan pendidikan
bagi pembacanya. Dengan kata lain, tema yang
dipilih bukanlah tema yang tidak bermanfaat.
 
2. Menentukan Tokoh dan Karakternya. 
Setelah tema atau ide cerita diperoleh, langkah berikutnya adalah menentukan tokoh cerita.
Tokoh cerita adalah tokoh yang mengalami konflik dalam tema yang telah kita peroleh. Tokoh
cerita dilengkapi dengan informasi yang lengkap dari segi fisiologis, sosiologis maupun
psikologis. Di samping keadaan fisik, usia, serta mata pencaharian, perlu ditentukan juga karakter
atau sifat-sifat tokoh tersebut. 
 Dimensi Fisiologi: Ciri-ciri dari usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri-ciri muka, dll
 Dimensi Sosiologi: Latar belakang kemasyarakatan, status sosial, pendidikan, pekerjaan, peran
dalam masyarakat, kehidupan pribadi, pandangan hidup dan agama.
 Dimensi Psikologi: Latar belakang kejiwaan, tempremen, mentalitas, sifat, sikap dan kelakuan,
tingkat kecerdasan, keahlian dalam bidang tertentu, kecakapan dll.
3. Menentukan Plot/ Alur Cerita.
Setelah semua tokoh dalam cerita telah ditetapkan, kita
bisa menentukan alur cerita dari tahap eksposisi, tahap komplikasi,
tahap klimaks, tahap penyelesaian, sampai tahap keputusan.

4. Mengembangkan Dialog.
Setelah alur selesai dibuat, dialog dikembangkan dari
masing-masing tokoh yang mengalami konflik. Percakapan dalam
naskah dapat dibuat bervariasi antara bentuk monolog maupun
dialog.

5. Melengkapi Naskah dengan Petunjuk Teknis dan Kelengkapan lain.


Naskah yang sudah siap kemudian bisa dilengkapi dengan
teks samping yang menjadi petunjuk teknis diterapkannya naskah
ke dalam pementasan teater. Petunjuk teknis ini akan membantu
pemain dalam menafsirkan situasi atau lakon yang ingin
ditampilkan. 
b. Susan

Contoh •

Teman sekelas Lina
Berwajah cantic
• Anak orang kaya
• Sombong dan angkuh
1. Tema: sifat iri dan dengki akan
• Selalu bersaing dengan Lina
merugikan orang lain  • untuk menjadi murid terbaik di
2. Tokoh dan sifat-sifatnya:
kelasnya. 
a. Lina 
c. Rusdi
• Gadis berusia 16 tahun • Anak laki-laki seusia Lina dan
• Berwajah cantik
Susan 
• Berambut panjang • Seorang ketua kelas yang
• Kakinya cacat/ timpang
berwibawa 
• Sifatnya pemalu karena • Mampu memberikan jalan tengah
• cacat yang dideritanya
atau penyelesaian apabila teman-
• Rendah hati sehingga disukai
temannya mengalami
teman-temannya 
permasalahan. 
• Gemar dan pandai
d. Pak Guru
mengarang • Laki-laki dewasa, berusia 45
• Lina adalah pelajar sebuah
tahun.
SMP di Semarang  • Berwibawa Guru mata pelajaran
bahasa Indonesia selalu adil
kepada semua murid di kelas. 
3. Plot atau alur cerita : menggunakan alur maju
a. Tahap eksposisi: Latar belakang tokoh Lina dan Susan. 
b. Tahap komplikasi: Konflik timbul karena Pak Guru memilih Lina
untuk mewakili sekolah dalam lomba mengarang, Susan merasa iri 
c. Tahap klimaks: Susan menghancurkan buku latihan mengarang milik
Lina sehingga Lina tidak bisa memperlihatkan hasil persiapan
lombanya kepada pak guru 
d. Tahap resolusi: Rusdi mengetahui kejadian tersebut dan melaporkan
kepada Pak Guru. 
e. Tahap katastrope: Susan menyadari kesalahannya dan meminta maaf
pada Lina.
 
4. Pengembangan dialog 

Contoh dialog dalam Tahap komplikasi: 


Susan : Heh Lina! Kamu datang mengemis ke pak Guru Ya? Seharusnya kan aku yang
dikirim lomba mengarang? Kamu memanfaatkan cacat kakimu itu ya? 
 
Lina : Sabar Susan! Aku tidak pernah meminta pada Pak Guru! Keputusan itu diambil
setelah melihat hasil latihan mengarang kita semua! 

Susan: Ah, nggak percaya! Bohong! Pasti kamu yang memohon-mohon supaya
diikutkan lomba! Karanganku kan lebih baik dari karanganmu! Dasar timpang! Jalan
saja nggak bener! Mau ikutan Lomba mengarang segala! 

Lina: Bener Susan, aku tidak pernah meminta, kalau kau tak percaya, tanyakan saja
pada Pak Guru... 
5. Melengkapi dengan petunjuk teknis pemanggungan. 
Contoh:
WAKTU ISTIRAHAT TELAH TIBA. ANAK-ANAK BERHAMBURAN KE LUAR KELAS, TAPI LINA HANYA DUDUK
DI DALAM KELAS SAMBIL MEMBALIK-BALIK BUKU CATATANNYA. LINA MEMANG JARANG KELUAR
KELAS KARENA CACAT KAKI MEMBUATNYA AGAK SULIT BERJALAN. TIBA-TIBA SUSAN MASUK KEMBALI
KE DALAM KELAS. Susan: (BERKACAK PINGGANG DAN MARAH-MARAH)
 
Susan : Heh Lina! Kamu datang mengemis ke pak Guru ya? Seharusnya kan aku yang dikirim lomba mengarang? Kamu
memanfaatkan cacat kakimu itu ya?
 
Lina : Sabar Susan! Aku tidak pernah meminta pada Pak Guru! Keputusan itu diambil setelah melihat hasil latihan mengarang
kita semua! 
 
Susan : Ah, nggak percaya! Bohong! Pasti kamu yang memohon-mohon supaya diikutkan lomba! Karanganku kan lebih baik
dari karanganmu! Dasar timpang! Jalan saja nggak bener! Mau ikutan Lomba mengarang segala! 
 
Lina : (MENANGIS TERISAK-JISAK) Benar Susan, aku tidak pernah meminta, kalau kau tak percaya, tanyakan saja pada
Pak Guru... 
 
MENDENGAR PERTENGKARAN ITU, MURID-MURID YANG LAIN MASUK KE DALAM KELAS. RUSDI, SANG
KETUA KELAS BERUSAHA MELERAI KEDUANYA DENGAN SABAR. 
 

Anda mungkin juga menyukai