Disusun Oleh
31.1098
2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan atas berkat-Nya saya dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul” Kerangka etnografi suku moi papua barat”. Saya berharap agar kiranya
pembaca dapat memahami makalah ini dan dapat memperluas wawasan pembaca.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu untuk
menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekuarangan
atau kesalahan baik dalam segi materi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran sangat
kami harapkan dari pembaca.
Penulis
2
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Beraneka ragam bahasa daerah dari berbagai suku yang berada di Indonesia terutama di
kawasan timur Indonesia, khususnya eks Kabupaten Sorong,Kota Sorong Papua Barat
yang mana didiami oleh suku Moi dengan bahasa daerahnya. Bahasa daerah yang
digunakan oleh suku Moi ini adalah bahasa “Moi”. Bahasa Moi pada masa lampau
selama ratusan tahun telah menepatkan diri menjadi, bahasa lingua franca (bahasa
pengantar) di seluruh jazirah kepala burung Pulau Papua. Berkurangnya penutur bahasa
seirama dengan terkikisnya nilai-nilai budaya suku Moi, pada akhirnya budaya suku Moi
yang akan menjadi cerminan dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dan suku bangsa
lambat laun berkurang pengaruhnya. Padahal di dalamnya terkandung berbagai kearifan
lokal yang sangat luhur “Bahasa Menunjukkan bangsa”. Bangsa yang besar akan selalu
memiliki dan berusaha untuk mempertahankan berbagai aspek budayanya dan akan
berusaha untuk melestarikan budaya melalui pencatatan di wariskan dari leluhur. Suku
Moi yang menjadi media komunikasi suku Moi dalam kehidupan sehari-hari terutama
digunakan untuk komunikasi antar delapan sub etnik suku Moi sendiri bahkan dengan
pendatang, sehingga apabila ada seseorang yang ingin pergi dan tinggal di beberapa
kabupaten tersebut diatas, maka ia harus belajar menggunakan bahasa Moi agar dapat
berkomunikasi dengan masyarakat suku Moi dengan baik dan benar. Bagi para pendatang
maupun orang asli suku Moi yang belum bisa berkomunikasi dengan bahasa Moi dapat
menggunakan alat bantu seperti buku kamus bahasa Moi sebagai alat terjemahan, namun
buku kamus terjemahan dalam bahasa Moi, sangat langka dan bahkan hampir tidak ada.
Penggunaan Bahasa Moi ini juga telah mengalami penurunan dalam komunikasi sehari-
hari, terutama bagi generasi muda dan masyarakat suku Moi yang berpenduduk di dalam
maupun di luar daerah. Sehingga bahasa Moi ini termasuk salah satu bahasa daerah di
Indonesia yang hampir punah karena jarang di gunakan dan tidak di implementasikan ke
dalam dunia akademisi yakni; dijadikan sebagai mata pelajaran atau jurusan sastra bahasa
Moi di sekokah dan perguruan tinggi. Dengan melihat situasi ini maka untuk
memudahkan seseorang dalam mempelajari Bahasa Moi, dibuat sebuah aplikasi kamus
bahasa Moi berbasis android. Pembuatan aplikasi ini berbasis android, karena android
bersifat terbuka (open source) dan diaplikasikan pada smartphone agar lebih mudah
digunakan khususnya pada waktu komunikasi dan dapat dipakai sebagai media
pembelajaran.
4
A. Rumusan masalah
B. Tujuan
Secara umum tujuan pembuatan makalah ini adalah agar pembaca dapat lebih mengenal
lagi etnografi suku-suku di papua barat khususnya suku moi dan agar dapat tetap
melestarkan tradisi dari suku tersebut. Oleh karena itu tujuan terperici dari pembuata
makalah ini adalah untuk :
- Mendeskripsikan tentang etnografi suku moi yang ada papua barat
C. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat di ambil dari pembuatan makalah ini terdiri dari manfaat teoritis dan
manfaat praktis
5
BAB II
PEMBAHASAN
Suku Moi merupakan penduduk asli yang mendiami kepala burung Papua, terdiri atas
5 (lima) sub suku besar yaitu: Moi Abun yang mendiami kabupaten pemekaran Tambrau
sampai ke distrik Moraid, Moi Kelim mendiami distrik Moraid sampai ke wilayah Kota
Sorong, Moi Segin tersebar di wilayah Seget dan Salawati, Moi Maya mendiami
Kepulauaan Waigeo kabupaten Raja Ampat, dan Moi Klabara tersebar di wilayah distrik
Beraur sampai perbatasan Kabupaten Sorong Selatan.
Suku Moi, merupakan masyarakat mendiami sebagian besar wilayah Kabupaten Sorong
dan Kota Sorong, Papua Barat, sedang merampungkan pemetaan partisipatif. Upaya ini
untuk menegaskan kembali wilayah adat yang terancam karena perusahaan minyak
Petrochina dan perkebunan sawit.
Silas Kalami, Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Sorong, mengatakan, pemetaan
partisipatif ini masih terbatas, pada Sub Moi Kelim. Wilayah adat Moi, sangat luas, tidak
hanya terbentang di tiga wilayah administrasi Sorong daratan (Kota Sorong dan
Kabupaten Sorong dan Sorong Selatan), juga mencakup Raja Ampat dan sejumlah daerah
lain.
“Wilayah adat Suku Moi, mencakup 400 ribu hektar. Sekarang, kami baru memetakan
Moi Kelim sekitar empat ribu hektar,” katanya di Sorong, akhir Oktober 2014.
Moi memiliki 10 sub suku dengan batasan masing-masing. Sub suku ini terbagi menjadi
100-an marga besar dan marga kecil disebut gelet.
Di antara sub suku Moi ini antara lain, Moi Kalasa, Moi Kalagedi, Moi Malamsimsa, Moi
Amber, Moi Malayik, Moi Seget, Moi Kelim, Moi Walala, Moi Abun, Moi Malaibin.
Hanya beberapa sub Suku Moi dikenal luas, khusus di Kabupaten Sorong. “Suku Moi
menyebar hampir di semua wilayah kepala burung Papua.”
Di Raja Ampat, Moi Mayya—dulu sub Moi kini menjadi suku tersendiri, dengan banyak
sub suku dan gelet yang menjadi bagian.
“Dalam pertemuan adat ditetapkan mana gelet masih ada dan yang sudah tak ada.
Begitupun dalam penetapan batas-batas wilayah, jangan sampai mengambil wilayah
orang lain.” Dan juga kondisi alam pada lingkungan suku moi sangat terjaga
Suku Moi adalah salah satu dari suku yang ada di papua. Suku ini berada tepat di
bagian daerah Sorong, Papua Barat. Letak Sorong secara geografis berada tepat pada
gambar kepala burung, karena dalam peta tergambar lebih menyerupai gambar burung.
Sorong dihuni oleh suku asli Moi. Sesungguhnya Papua merupakan alam yang eksotis
dengan keanekaragaman budaya, bahasa, adat bahkan keanekaragaman hayatinya.
Terutama daerah Sorong. Papua memiliki banyak suku dan bahasa yang berbeda-beda
dan beratus-ratus perbedaan meskipun satu pulau. Disamping itupun banyak juga tari-
tarian yang beranekaragam. Dalam suku ini saja terdapat banyak kebudayaan yang
berbeda-beda dengan suku Papua lainnya. Dan perlu kita ketahui bahwa Papua
merupakan satu-satunya wilayah di Indonesia yang memiliki suku bangsa yang paling
banyak, serta unik.
menganggu maka suku-suku Moi akan marah dan melakukan tindakan untuk
mengusir pihak luar tersebut. Karena kurangnya umat, semua orang yang berada di
Dengan ciri-ciri umum, rumah diatas tiang (rumah panggung), mata pencaharian
menokok sagu dan menangkap ikan. Untuk kategori ini suku Raja Ampat dan suku
Inanwatan sangat dominan, tetapi secara khusus di kota Sorong, Raja Ampatlah yang
memiliki areal adat lautan yang cukup luas dengan hampir sebagian besar warga sukunya
yang berprofesi sebagai nelayan, sedangkan suku Inanwatan dan suku Moi wilayah mata
pencahariannya khususnya di laut sangat kecil dan hanya sebagian kecil warganya yang
berprofesi sebagai nelayan serta sebagian besarnya adalah petani khususnya berladang.
Situasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat dari suku Raja Ampat rata-rata berprofesi
sebagai nelayan dengan tingkat pendapatan yang tidak terlalu besar, mengingat teknologi
yang digunakan dalam melakukan aktifitas mata pencaharian tergolong sangat sederhana.
8
b. Penduduk Daerah Pedalaman yang Hidup pada Daerah Sungai, Rawa,
Danau dan Lembah serta Kaki Gunung.
Suku ini adalah merupakan penduduk asli kota Sorong. Suku ini merupakan
jumlah populasi terbesar dari total keseluruhan penduduk pribumi yang ada di daerah ini.
Walaupun suku ini merupakan penduduk yang memiliki hak ulayat sah dari kota Sorong,
namun keberadaan mereka sekarang tergeser dan menyebar di distrik bagian timur dan
utara kota Sorong. Tanah warisannya pun telah diberikan kepada suku-suku yang lain
melalui barter atau telah dibayar kepada suku yang lain. Biasanya dengan cara membayar
mas kawin dengan menggunakan kain timor dan sebagian lagi diberikan kepada
menantunya yang telah mengawini anak dari suku ini.
D. Bahasa
Roger M, Kesing, 1992 menjelaskan bahwa ketika berbicara maka menghasilkan
urutan-urutan bunyi serta makna-makna, di lengkapi oleh Claude Levi Strauss secara
konsep strukturalisme, tata bunyi merupakan mitode konseptual guna memahami budaya
sebagai suatu presepsi, sifat serta pikiran manusia. Secara umum penduduk Irian Jaya di
bagi menjadi 2 bagian besar sesuai dengan bahasa yang digunakannya yaitu Ausronesia
dan Non-Ausronesia, bahasa Ausronesia disebut sebagai bahasa Melanesia sedangkan
bahasa non-Ausronesia disebut bahasa Papua, jadi dapat disimpulkan bahwa kedua
bahasa ini menjadi bahasa lokal masyarakat Papua. Berdasarkan informasi (SIL) Summer
Institute Of Language Internasional cabang Indonesia menyebutkan bahwa keseluruhan
bahasa yang digunakan di Papua ataupun Papua barat berjumlah 263, sedangkan menurut
kementrian RI dalam pemetaan bahasa-bahasa di Indonesia menyebutkan jumlah bahasa
di Papua-Papua Barat berjumlah 272 secara keseluruhan tidak ada yang berfungsi sebagai
bahasa ibu. Akan tetapi bahasa yang di gunakan dalam interaksi sosial mengunakan
bahasa sehari-hari meliputi bahasa Indonesia, daerah dan asing, ketika berinteraksi satu
suku dengan suku yang lain maka mengunakan bahasa Indonesia, ketika berinteraksi
dengan sesama suku maka mengunakan bahasa daerah dan pada saat berinteraksi dengan
orang luar Indonesia (luar negeri) maka mengunakan bahasa asing.Bahasa Moi
merupakan salah satu bahasa dari lima phylum mayor (phylum) Papua Barat, dimana
terdapat 24 bahasa yang mewakili 3,3 persen dari keseluruhan bahasa yang teredintifikasi
ada di Papua yang berjumlah 726 bahasa,
10
sedangkan penutur aktif I perkirakan mencapai 122.000 atau 4,5 persen dari 2756 penutur
asli bahasa Papua.
Berry & Berry menyebutkan bahwa bahasa asli Moi atau bahasa indu di tuturkan oleh
4.600 orang yang terbentuk dalam masing-masing dialek yang pada hakekatnya mirip,
Berry&berry membaginya menjadi 3 bagian : pegunungan (Amber), dari hulu sungai
(Klasa), dan pedalaman (kelim) namun pada umumnya bahasa daerah yang meliputi
daerah Moi pada umumnya di sebut dengan bahasa Salmak yang merupakan bagian dari
bahasa phylum.
E. Sistem Tehnologi
Tehnologi yang di gunakan suku moi untuk memenuhi kebutuhan dalam mencari
tentunya dari dulu dan sekarang sudah berbeda yang di mana Dalam berburu, alat yang
digunakan adalah tombak bambu, batu, panah dan alat lainya dibaringgi juga dengan
matra-mantra dan lagu yang bersumber pada kepercayaan lokal (animisme) dibagian
pesisir berprofesi sebagai petani yang bercocok tanam berupa ubi jalar, keladi, pisang,
singkong, sagu, ulat sagu dan buah-buahan seperti kelapa, mangga. Dengan mengunakan
alat berupa cangkul batu dan bambu dengan cara melubangi tanah untuk menanam sayur
dan
F. Sistem Mata Pencaharian
Sistem mata pencaharian Suku Moi secara khusus adalah peramu, berburu, petani dan
nelayan, dalam mencukupi kebutuhan hidup baik secara individu ataupun kelompok atas
hak adatnya, selain itu dalam kekerabatan masyarakat Moi mengenal makan bersama,
makan bersama dilakukan bagi keret yang kepemilikan tanah berdampingan/berdekatan,
namun dalam proses ini terdapat larangan-larangan pada waktu-waktu tertentu, dimana
adanya pelarangan adat berupa pengambilan hasil alam dalam kurun waktu 3-4 bulan
(sasi) dalam hubungannya dengan mata pencaharian yang meliputi hasil laut, kebun dan
hasil lainnya. Proses pengambilan hasil laut, kebun dan lain sebagainya akan dapat
dilakukan ketika telah dilakukannya upacara adat (bemfie) dan doa secara
keagamaan.Masyarakat Moi yang hidupnya berdiam di bantaran sungai, danau dan laut
pada umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan,
11
sejak dahulu Suku Moi mengunakan alat-alat yang sangat sederhana (sbatum) kulit kayu
berbentuk silinder maupun tombak ikan dari bambu dan dahan kayu adapun cara-cara
yang sangat tradisional yaitu meracuni ikan dengan kulit kayu (sabekesik) di baringgi
dengan mantra-matra berupa lagu-lagu agar tangkapan ikan berjalan dengan sangat
mulus, sedangkan bagi masyarakat pedalaman hidup dengan cara berburu hewan seperti
rusa, babi, kasuari, kus-kus dan burung. Dalam berburu, alat yang digunakan adalah
tombak bambu, batu, panah dan alat lainya dibaringgi juga dengan matra-mantra dan lagu
yang bersumber pada kepercayaan lokal (animisme) dibagian pesisir berprofesi sebagai
petani yang bercocok tanam berupa ubi jalar, keladi, pisang, singkong, sagu, ulat sagu
dan buah-buahan seperti kelapa, mangga. Dengan mengunakan alat berupa cangkul batu
dan bambu dengan cara melubangi tanah untuk menanam sayur dan buah-buahan. Akan
tetapi sekarang sebagian besar masyarakat Moi telah memiliki beragam profesi tidak
hanya sebatas berburu, bertani, nelayan melainkan juga telah bekerja pada berbagai
instansi pemerintahan seperti menjadi pegawai negeri sipil, polisi, dosen, tukang ojek,
penjual di pasar dan berbagai macam profesi lainnya guna memenuhi kebutuhan hidup.
Akan tetapi dengan menekuni profesi yang baru tidak membuat masyarakat Moi
meninggalkan profesi lama, seperti berkebun, bertani dan berburu dan lain-lain, hingga
saat ini masih banyak orang-orang tua yang ke hutan dan ke laut untuk bercocok tanam,
berburu dan menangkap ikan, masyarakat Moi dalam kualitas jumlah di bandingkan
dengan suku lain di sekitar memang berbanding sedikit, akan tetapi luas wilayah suku
Moi dengan segala kekayaannya sangat luas dan banyak, oleh sebab itu hal kekayaan
tersebut harus di maanfatkan untuk kebutuhan seharihari.
G. Organisasi Sosial
Masyarakat Kendate memiliki dua sistem kepemimpinan yakni sistem
kepemimpinan informal dan sistem kepemimpinan formal. Pada sistem informal adalah
tipe ondoafi yang merupakan pemimpin tertinggi, dan bersifat turun temurun. Setiap
klan memiliki kepala suku untuk memimpinnya. Berdasarkan struktur
itu, ondoafi memiliki tugas dan kedudukan yang tertingi yaitu pada unsur-unsur adat
seperti melindungi, mengawasi dan memelihara serta bertangung jawab
atas keamanan, kenyamanan warga masyarakat dan mengkoordinir kepala klen yang
ada. Selain itu ondoafi juga memiliki tugas menyimpan harta kekayan milik
masyarakat, melindungi dan menjaga segala sesuatu yang menajadi sumber hidup
masyarakat.
Dalam sistem kekerabatan orang Moi, peranan seorang anak laki-laki yang sudah kawin
dan belum dapat mengurus rumah tanga diberi kesempatan untuk tinggal dengan orang
tuanya untuk mengurus kebutuhanya bersama keluarganya. Keluarga inti pada suku Moi
terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya yang belum menikah. Untuk keluarga luas adalah
kelompok keluarga kekerabatan yang terdiri dari kumpulan keluarga inti yang saling
berhubungan karena sedarah dan hidup bersama. Bentuk perkawinan
monogamy dianggap merupakan wadah terpenuhinya tujuan keluarga dengan cara yang
lebih baik,
12
artinya perkawinan yang menguntungkan bukan saja bagi istri dan anak-anaknya tetapi
warga masyarakat yang lainnya. Namun, bentuk poligami tidak menutup
kemungkinan apabila memiliki harta yang banyak dan sangup untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
Dalam rumah adat moi di segala hal yang menyangkut dengan suku moi di atur
seperti: (1) sistem perkawinan, (2) sistem pembagian harta, (3) sistem adat dalam
mengatur perempuan moi, (4) sistem adat dalam hak ulayat tanah, (5) sistem
pembayaran adat bagi yang meninggal, (6) sistem pendidikan kambik, (7) sistem
bercocok tanam, (8) sistem pengobatan, (9) sistem marga dan daerah-daerah keramat.
Pendidikan Kambik (Pendidikan adat) suku Moi penguasa tanah Malamoi di kepala
burung di tanah Papua.Pendidikan Kambik memiliki Jurnal Noken, Volume 4 (1)
Halaman 87-106
H. 2018
I.
J. 89
K. Model Partisipasi masyarakat moi....
L. kekuatan dan etos perjuangan yang
kuat, dalam sistem itu memberikan kita nilai-nilai kehidupan dan memahami
alam. Tetapi menjadi menarik pendidikan kambik ini sangat dekat dengan dimensi
mistisisme sebab dalam pendidikan kambik akan diberikan pengetahuan tentang
M. pengobatan tradisional “secara mistik”
ini selain hal makna hidup, mencintai alam, dan produk/lulusan dari pendidikan
Kambik bisa menjadi seorang pemimpin atau kepala suku. Ada nilai-nilai yang
ditanamkan dalam pendidikan Kambik (pendidkan adat suku Moi) antara lain sebagai
beriktu: Pertama: kepemimpinan (regerasi untuk bicara kepemimpinan adat). Kedua:
pengobatan secara tradisonal. Ketiga: pemahaman eksistensi diri, dan Emapt: sejarah
dan budaya orang Moi. Poin dari pendidikan adat kambik ini menjadi penting untuk
dimaknai dan ditunaikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kesempatan ini penulis
mengutip pendapatnya Ibnu Khaldun, bahwa sekolah/pendidikan itu ada dua model,
pertama pendidikan diajarkan oleh para guru, ulama, professor yang dimaknai
sekarang sebagai bentuk dari pendidikan formal, sedangkan yang kedua adalah
pendidikan yang diajarkan oleh alam. Alam yang memberikan sumber pengetahuan
manusia melalui fenomena dan bukti empirisme sehingga kita mampu menemukan
kebenaran sejati. Tak sedikit pengaruh pendidikan global yang menghantam sendi-
sendi peradaban pendidikan kultur dan pendidikan kultur kembali hilang pada porsi
dan posisi sebagaimana mestinya. Penting penulis melihat ini sebagai tantangan dan
fenomena yang mendasar dan memiliki rentetan yang tak pernah putus.
Dalam penelitian ini, peneliti mengangkat tema tentang: Partisipasi Masyarakat Moi
Dalam
13
H. Sistem Pengetahuan
- pendidikan formal
Pada 1 november 1927 dijadikan sebagai hari lahirnya sekolah pertama di kota Sorong.
Pendidikan formal didirikan oleh Belanda dengan nama “Volkschool UZV” dengan
jumlah murid pertama 26 orang. Menurut keterangan E. Osok murid pertama sekolah ini
bahwa sekolah ini berjalan sampai dengan tahun 1942 setelah itu dihancurkan oleh
jepang akibat Perang Dunia ke II. Bentuk pendidikan formal bagi Suku Moi sebelum
tahun 1970 masih sangat terbatas, jenjang tertinggi hanya sebatas Sekolah Dasar, bahkan
pada tahun-tahun tersebut banyak siswa Suku Moi yang tidak menyelesaikan pendidikan
tersebut, akibat banyak masyarakat suku Moi yang tertinggal dari suku-suku disekitarnya.
Namun pada tahun 1980-aan hingga sekarang ini banyak generasi Suku Moi sudah
menempuh pendidikan mulai dari SD ,SMP ,SMA bahkan sampai S1 dan S2 hingga
jenjang S3. Kesuksesan para putra-putri Suku Moi saat ini tidak terlepas dari peran
pemerintah Kota Sorong dan juga setiap keluarga, individu dan lembaga lainnya bahwa
betapa pentingnya pendidikan bagi kemajuan Masyarakat Moi secara umum.
- Pendidikan adat kambik
Budaya membentuk manusia menjadi manusia yang berpengetahuan, itu terbukti, sejak
dahulu Suku Moi telah hidup di dalam aturan, petunjuk, resep, rencana dan strategi-
strategi yang didalamnya terdapat serangkaian bentuk kognitif yang digunakan secara
kolektif untuk kebutuhan hidup dalam keberadaannya dengan lingkungan sekitar (alam),
semacam ini menciptakan sistem yang dapat memberikan penilaian bagi mereka dalam
menghadapi baik dan buruknya lingkungan disekitar serta sesuatu yang berharga atau
tidak, baik atau buruk dan juga mendatangkan kebaikan atau
mencelakakan, semuanya ini menyatakan bahwa masyarakat Moi sejak dahulu
mempunyai nilai-nilai yang luhur. Sebelum mengenal pendidikan formal, sejak dahulu
masyarakat Moi mengenal pendidikan adat, yakni pendidikan Kambik yang mengajarkan
berbagai macam pengetahuan melalui alam, belajar melalui alam merupakan rutinitas
yang diajarkan secara turun-temurun, dimana pada hekekatnya alam mengajarkan tentang
hidup dan kehidupan, diaman gejala alam seperti gempa, banjir, longsor dan lain
sebagainya dapat diketahui hanya melalui pendidikan Kambik. Secara etimologi Kambik
berasal dari kata Kam yang artinya rumah atau tempat bermain, namun, pada hakekatnya
rumah/tempat pendidikan adat Kambik merupakan sekolah adat yang menempatkan
anak-anak suku Moi sebagai subjek dengan mengunakan pendekatan pendidikan tentang
alam, rumah/tempat belajar Kambik merupakan tujuan masyarakat Moi dalam upaya
memberikan pembelajaran kepada generasi akan datang dengan kemampuan-kemapuan
khusus yang meliputi kesehatan pengobatan traditional, pertanian, sosial, adat-istiadat,
berburu, berperang dan lain sebagainya, namun yang terpenting dari pendidikan Kambik
ialah menciptakan pemimpin serta mempunyai kedudukan dalam suku Moi. Hasil
Wawancara dengan Matias Asirima, ( Murid atau pelaku pendidikan adat ) pada tanggal
18 September jam 20:00 WIT.
Suku Moi meyakini bahwa pendidikan adat Kambik merupakan pendidikan yang sakral,
karena, di yakini pembelajaran yang ada dalam pendidikan Kambik merupakan sumber
pengetahuan moral dan etika yang mengatur seluruh totalitas keberadaan Masyarakat Moi
dalam berbagai aspek kehidupan sosialnya. Peserta Pendidikan Adat kambik merupakan
kelompok dalam struktur masyarakat adat Moi,
14
yaitu hanya anak laki-laki (nedla) yang berhak secara utuh mengukuti pendidikan
tersebut, dalam pendidikan adat Kambik setiap
siswa (ulibi) adat diajarkan tentang kepemimpinan dalam berbagai bidang pengetahuan
dan juga adat-istiadat yang berhubungan dengan keberadaan Suku Moi secara mendalam
dan lengkap. Anggapan dalam masyarakat Moi bahwa, setinggi apapun gelar seseorang
dalam pendidikan formal, akan tetapi bila ia belum mengikuti pendidikan adat Kambik,
maka ia dianggap bodoh/telanjang, seperti perempuan. Angapan seperti menyatakan
bahwa identitas masyarakat Moi sebagai masyarakat adat, dan ketika ia belum masuk
rumah Kambik untuk belajar dan mengerti tentang adat, maka pada hakekatnya ia bodoh.
Seperti layaknya pendidikan formal yang mempunyai tingkatan, pendidikan adat Kambik
juga diberikan gelar kelulusan sesuai dengan jenjang yang di lalui seseorang, seperti SD
(ulibi) merupakan tingkatan paling dasar saat selesai di berikan gelar (unsulu) , berikunya
setara SMP dan SMA (unsmas) diberikan gelar (tulukma) dan yang paling tertinggi
setingkat Perguruan tinggi (untlan/kmabiek di berikan gelar wariek atau sukmin, (dapat
menjadi guru dalam pendidikan Kambik (tukan), gelargelar ini di berikan setelah para
murid Pendidikan Adat Kambik selesai dari proses belajarnya, pemberian-gelar ini
merupakan simbol kopentensi pada bidang-bidang tertentu tetapi juga status sebagai
masyarakat adat, durasi waktu belajar dalam pendidikan adat Kambik berkisar dari 6-18
bulan, tingkatan dasar dan menengah dalam proses belajar memerlukan waktu 6-12
bulan, namun tingkatan yang tertinggi memerlukan waktu hingga 18 bulan bahkan
mungkin lebih, tergantung kesepakatan bersama dewan adat.31 Sumber pembelajaran
dalam Pendidikan Adat Kambik berasal dari pada leluhur, sehingga Pendidikan Adat
Kambik sangat kental dengan unsur animisme, dimana kandungan mantra-mantra dan
penyembahan kepada arwah para leluhur masih di praktekan.
I. Kesenian
Yosimpancar ini merupakan tarian yang memadukan gerak tari dari berbagai suku di
Papua. Mereka yang menyuguhkan tarian adalah Suku Moi, tepatnya pemuda-pemudi
yang aktif di Sanggar Seni Budaya Malamoi. Suku Moi adalah suku yang mendominasi
kawasan Sorong dan sekitarnya. Ketika Tari Yosimpancar dimainkan, maka siapa pun
bisa ikut menari dan suasana pun menjadi cair. Pak Frans bilang ini baru pemanasan
“Besok kami akan menari lagi dengan wajah yang dihias motif khas Papua,” ujarnya. Ia
menunjukkan motif tribal pada corak bajunya. Bentuk simetris yang sering kita lihat pada
seni ukir Papua.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan adat kambik merupakan budaya asli suku Moi yang telah mati, artinya tidak
dilaksanakan lagi sekarang, hilangnya budaya pendidikan adat Kambik disebabkan oleh
penetrasi agama tetapi juga kebudayaan asing, kendatipun demikian pendidikan adat
Kambik tidak hilang secara keseluruhan, melainkan pengetahuan-pengetahuan empiris
tentang pendidikan adat Kambik masih hidup dalam memori kolektif masyarakat Moi,
karena itu, pendidikan adat Kambik mesti dihidupkan kembali, megiggat pendidikan adat
merupakan dasar nilai bagi kehidupan bersama yang telah diwariskan oleh para leluhur,
sehingga hal tersebut harus dijaga dan dihormati serta dilestarikan, dikarenakan, dalam
pendidikan adat yang merupakan dasar nilai dan pengetahuan mula-mula, tersimpan
begitu banyak pengetahuan yang memiliki nilai dan makna yang dapat berguna pada
kehidupan sekarang ini. Dengan dihidupkannya pendidikan adat Kambik, maka dapat
menjadi solusi dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi dalam masyarakat Moi tetapi
juga masyarakat diluar komunitasnya, selain itu juga dengan hidupnya pendidikan adat
Kambik akan memberikan warna baru dalam kehidupan masyarakat Moi dalam
hubungannya dengan sesama, alam dan yang ilahi. Sehingga tercipta persatuan dan
keharmonisan hidup, selain itu juga lulusan-lusan pendidikan adat dapat menguasai
beragam pengetahuan yang berkaitan dengan alam, yang dapat berguna bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara yang tidak didapatkan dalam pendidikan formal.
B. Saran
2. Perlunya sinergi dari pemerintah Papua untuk melihat kekayaan budaya daerah yang
tidak dilaksanakan pada saat sekarang untuk dihidupkan kembali, dimana perlunya
bekerja sama dengan lembaga adat dan agama serta pemerintah.
3. Pendidikan adat Kambik yang merupakan pendidikan penduduk asli suku Moi sebagai
pemilik ulayat tanah Sorong, perlu dimasukan dalam kurikulum belajar, khususnya
mengenai bahasa Moi dan keseniankesenian yang dimiliki, seperti ukiran, anyaman dan
lain-lain.
17
DAFTAR PUSTAKA
https://www.mongabay.co.id/2014/11/30/kala-suku-moi-papua
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/17310/3/T2_752016026_BAB%20III.pdf
https://www.mongabay.co.id/2019/06/03/masyarakat-moi-kelim-bergantung-hidup-dari-
alam/
http://aw-nashruddin.blogspot.com/2012/01/suku-moi-papua.html
18