Anda di halaman 1dari 188

9 POTRET WILAYAH ADAT i

LASTINOORFADIL
A
ARIASAKTIHANDOKO
CINDYJULI
ANTY
LULUKULIY
AH
JOIS
MANT ANDURU
SYAFRUDDI
N“ SHAVE”

ALE
XANDE
RME RI
NG
UNTUNGWIDY
ANTO

AGUNGWIRAWAN
ARI
YADWICAHYA
ARI
ESUBEKT
I
ANGEL
ICAAMANDAS
O

TIMBRWA
NURFAADHILAH
FAHMIPULO
JKMAACEH
AMANS UL
SEL
PDAMANT ANOB A
TAK
JOI
SMANTANDUR U
T
ONDOKMARENA
KATA PENGANTAR

S
ampai dengan awal Agustus 2019, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) telah
mendaftar 833 peta wilayah adat dengan luas mencapai 10,56 juta hektar. Peta-
peta wilayah adat dan informasi sosial menunjukkan keberadaan dan hubungan
masyarakat adat dengan ruang hidupnya. Sebuah gambaran ruang hidup dan
perjalanan kesejarahan masyarakat adat yang diekspresikan melalui perlindungan,
pengelolaan dan pemanfaatan tanah, air, hutan, laut, pesisir dan sumber-sumber
alam lainnya. Hubungan dinamis masyarakat adat dengan ruang hidupnya berasas
pada pengaturan sosial dan kelembagaan yang memiliki peran kunci dalam menata
hubungan sosial dan juga spasialnya (ruang hidup).

Menghadirkan keberadaan masyarakat melalui penyediaan data dan informasi untuk


pembentukan atau implementasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang
mengakui keberadaan masyarakat adat dan wilayah adatnya menjadi kunci di tengah
ketiadaan sistem pendaftaran wilayah adat yang dikelola oleh pemerintah. Ketiadaan
data keberadaan masyarakat adat dan wilayah adat yang komprehensif berimplikasi
pada ketiadaan ruang-ruang pengambilan keputusan yang dapat menghormati,
melindungi dan mengakui keberadaan masyarakat adat dan hak-haknya.

Dalam proses registrasi dan verifikasi wilayah adat, BRWA melakukan kajian dan
dokumentasi beberapa aspek penting yang menunjukkan keberadaan masyarakat
adat dan wilayah adatnya, di antaranya sejarah, demografi dan geografi, sistem tenurial
dan pengelolaan wilayah adat, kelembagaan dan hukum adat, serta keanekaragaman
hayati. Data tabular, spasial dan narasi inilah yang ditulis kembali dan disajikan menjadi
buku “9 POTRET WILAYAH ADAT”.

Buku ini merupakan Seri Pertama narasi profil wilayah adat yang disajikan berdasarkan
dokumen hasil verifikasi BRWA. Sembilan profil wilayah adat dalam buku ini meliputi
wilayah adat Ammatoa Kajang (Kabupaten Bulukumba), Ngata Ona (Kabupaten
Sigi), Huta Sihaporas (Kabupaten Simalungun), Wewengkon Pasir Eurih (Kabupaten
Lebak), Ngata Lindu (Kabupaten Sigi), Mukim Kunyit (Kabupaten Pidie), Ngata
Marena (Kabupaten Enrekang), Kenegerian Gajah Bertalut (Kabupaten Kampar),
Gelarang Colol (Kabupaten Manggarai Timur). Beberapa wilayah adat tersebut sudah
mendapat pengakuan dari pemerintah daerah dan juga pengakuan hutan adat oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebagian yang lain masih dalam
proses rekognisi atas wilayah adat dan hutan adatnya.

Semoga buku ini dapat menambah rujukan untuk mengenal lebih dekat keberadaan
masyarakat adat dan ruang hidupnya.

Bogor, 1 Agustus 2019

KASMITA WIDODO
Kepala BRWA

iv 9 POTRET WILAYAH ADAT


01

WILAYAH ADAT
AMMATOA KAJANG

9 POTRET WILAYAH ADAT 1


9 POTRET WILAYAH ADAT 3
Wilayah adat tersebut dihuni 16.567
kepala keluarga (KK), terdiri dari 39.275
laki-laki dan 43.483 perempuan,
yang sehari-harinya menggunakan
bahasa Konjo. Saat ini sudah banyak di
antara mereka yang fasih berbahasa
Indonesia ketika berkomunikasi dengan
masyarakat luar Kajang.

Batas wilayah adat Ammattoa Kajang


adalah Teluk Bone di sebelah timur.
Sebelah utara dengan Sinjai dan
sebelah selatan dengan Desa Jojjolo,
Desa Bonto Mangiring, Kecamatan
Bulukumba.

Meski ada yang menekuni berbagai


jenis pekerjaan, tetapi sebagian
besar warganya masih hidup sebagai
petani, yaitu menggarap lahan untuk
menanam padi, jagung dan ubi.

9 POTRET WILAYAH ADAT 5


02 Sejarah Masyarakat Adat
Ammatoa Kajang

Rumah Adat, Masyarakat Adat Ammatoa Kajang (Sumber foto : Google)

Masyarakat adat Kajang memegang teguh prinsip hidup

“Anjariya tau pare sanua hajikna, mingka labbipaya porena punna jiriki
tau hajik”. Artinya menjadi orang penting sangat baik, tapi lebih penting
kalau kita menjadi orang baik.

Ammentengko nu kamase-mase, accidongko nu kamase-mase,


a’dakkako nu kamase-mase, a’meako nu kamase-mase. Artinya berdiri
engkau sederhana, duduk engkau sederhana, melangkah engkau
sederhana, dan berbicara engkau sederhana.

Anre kalumannyang kalupepeang, rie kamase-masea, angnganre na


rie, care-care na rie, pammalli juku na rie, koko na rie, bola situju-tuju.
Artinya; tidak ada kekayaan yang kekal, yang ada hanya kesederhanaan,
makan secukupnya, pakaian secukupnya, membeli ikan secukupnya,
kebun secukupnya, rumah seadanya.

6 9 POTRET WILAYAH ADAT


W arga Ammatoa Kajang sudah
bermukim di wilayah adatnya
secara turun temurun, di tanah warisan
melebar seiring perkembangan waktu
dan manusia yang menghuninya.

leluhur yang disebut tana toa atau Masyarakat adat Ammatoa Kajang
kampung tua. mempercayai bahwa Ammatoa
pertama menunggangi sejenis
Berdasarkan sejarah yang dituturkan burung rajawali, yang di dalam
dari generasi ke generasi, penyebutan bahasa setempat disebut koajang
nama Ammatoa Kajang berasal dari atau akkoajang. Burung itulah yang
dua kata yaitu: ammatoa dan kajang. pertama kali membawanya tiba di
Ammatoa adalah sebutan untuk tombolo dan menetap di sana. Dari
pemimpin adat yang diwariskan secara istrinya yang disebut dengan Ando
turun temurun. Amma artinya bapak, atau Anrongta, Ammatoa pertama
sedangkan toa berarti yang dituakan. memiliki lima anak, empat perempuan
Nama kajang memiliki kaitan erat dan satu laki-laki. Masing-masing
dengan burung koajang, akkoajang, bernama Dalanjo ri Balagana,
dan assajang. Dangempa ri Tuli, Damangung Salam
ri Balambina, Dakodo ri Sobbu dan
Banyak versi mitologi asal-usul Tamutung ri Sobbu.
masyarakat adat Ammatoa Kajang,
yang dikisahkan oleh Ammatoa,
pengurus adat, dan tokoh masyarakat.
Salah satunya adalah tentang
kemunculan manusia pertama di
Kajang yang kemudian menjadi
Ammatoa pertama, yaitu pemimpin
(adat) pertama. Namanya adalah To
Manurung ri Kajang sebagai
Tau Mariolo.

Konon wilayah masyarakat adat


Ammatoa Kajang berawal dari
gundukan tanah yang menyembul di
antara air atau yang dikenal sebagai
tombolo. Tanah tersebut kemudian

9 POTRET WILAYAH ADAT 7


Diceritakan pula bahwa kelima anak Kajang percaya bahwa To Manurung
tersebut dikenal sebagai lima Gallarang. masih hidup sampai sekarang dan hanya
Yaitu Galla’ Pantama, Galla’ Anjuru, Galla dapat dilihat dengan mata batin saja
Kajang, Galla’ Puto dan Galla Lombok. (Adhan: 2015).
Masing-masing anak memerintah satu
wilayah di Kajang. Setelah memiliki lima Dikisahkan juga bahwa asal-usul
keturunan, To Manurung kemudian Ammatoa berkaitan dengan kisah
assajang (raib atau menghilang) alias tak Datu Manila, putri dari Kerajaan Luwu
kasat mata. Akan tetapi masyarakat adat yang menikah dengan Galla’ Puto. Mas

Kisah Sejarah Ammatoa Kajang 1

8 9 POTRET WILAYAH ADAT


kawinnya (sunrang) berupa tanah di Sampo ri Pangi, Puto’ Palli ri Tambolo,
daerah Gallarang Puto’, bagian pesisir Soba ri Tambolo, Puto’ Sembang, Puto’
timur Possi’ Tana (pusat bumi) Kajang. Cacong, dan Puto’ Nyonya (Adhan: 2005).

Mereka mempunyai anak yang disebut Selain itu, cerita kemunculan Ammatoa
Tau Kentarang atau orang yang juga diungkapkan dalam kisah Putri
bercahaya ibarat bulan purnama. Dari Batara Daeng ri Langi yang muncul
Tau Kentarang inilah lahir Ammatoa, dari seruas pettung (jenis bambu). Putri
diantaranya ialah Bohe Ta’bo, Puto’ tersebut kemudian menikah dengan

Kisah Sejarah Ammatoa Kajang 2

9 POTRET WILAYAH ADAT 9


Tamparang Daeng Maloang atau Tau pesan dari leluhur mereka yang disebut
Ala Lembang Lohe yang telah beristri pasang ri kajang. Anak keempat,
Pu’binanga yang mandul. Tau Kadatili Simbolenna, dipercaya
setelah menghilang bersama ibunya.
Dari isteri kedua lahirlah Tau Kemudian turun di Tukku Bassi-Gowa.
Kale Bojo, Tau Sapa Lilana, Tau Di sana dia dinobatkan menjadi raja
Tentaya Matanna, dan Tau Kadatili Bate Salapang (sembilan wilayah
Simbolenna. Anak kedua, Tau Sapa kekuasaan) di bawah pimpinan
Lilana merupakan pemula dalam Paccalaya.
silsilah Karaeng Kajang atau Karaeng
Ilau di Posisi Tana yang mewarisi Masyarakat adat Ammatoa Kajang
kemampuan menyampaikan pesan- dibedakan menjadi dua kelompok.

Silsilah Kisah Sejarah Ammatoa Kajang 3

10 9 POTRET WILAYAH ADAT


Pertama, ‘Rilalang Embayya’ (Tanah
Kamase-masea) atau Kajang Dalam
yang dikenal sebagai kawasan adat
Ammatoa. Kedua, Ipantarang Embayya
(Tanah Kausayya) atau lebih dikenal
dengan nama Kajang Luar. Meskipun
terbagi menjadi dua wilayah, tidak
ada perbedaan mendasar antara
keduanya. Sejak dulu hingga sekarang,
mereka selalu berpegang teguh pada
ajaran nenek moyang seperti menjaga
Amatoa Kajang Laki-laki
keseimbangan hidup dengan alam dan
para leluhur.

Sejak dahulu masyarakat adat


Ammatoa Kajang hidup dalam
kelompok-kelompok yang menyebar
di berbagai tempat. Sejarah wilayah
adat Kajang dibuktikan dengan adanya
warga masyarakat yang berpakaian
hitam yang menyebar dalam “Sulapa
Appa”, yaitu segi empat batas wilayah
adat. Batas-batas tersebut melintasi Amatoa Kajang Perempuan
Batu Nilamung, Batu Kincing, Tana Illi,
Tukasi, Batu Lapisi, Bukia, Pallangisang,
Tanuntung, Pulau Sembilan, Laha
Laha, Tallu Limpoa dan Rarang Ejayya
(Data Tim Terpadu Penyusun Ranperda
Pengakuan Masyarakat Adat Ammatoa
Kajang, 2013).

9 POTRET WILAYAH ADAT 11


03 Hak Atas Tanah dan Pengelolaan
Wilayah Ammatoa Kajang

Pembagian ruang menurut Sebaliknya warga Kajang Luar, sebagian


aturan adat besar tidak lagi melaksanakan Pasang
ri Kajang secara utuh. Hanya beberapa
Ada dua kelompok masyarakat adat upacara adat yang masih dilaksanakan,
yaitu Ilalang Embayya (Tanah Kamase- antara lain upacara akkalomba (upacara
masea) atau Kajang Dalam dan ritrual bagi anak), akkattere (upacara
Ipantarang Embayya (Tanah Kausayya) ritual haji), dan andingingi (upacara
atau lebih dikenal dengan nama Kajang minta keselamatan).
Luar. Meskipun ada dua kelompok,
mereka tetap berdasarkan aturan adat Sebagian besar warga di Pantarang
yang diturunkan oleh para leluhur. Embayya tidak lagi mengamalkan
hidup kamase-mase. Mereka telah
Perbedaannya hanya pada aspek berada dalam lingkungan kehidupan
bagaimana mereka dalam menjalani modern menggunakan berbagai
kehidupan di Ilalang Embaya dan produk teknologi informasi dan
kehidupan di Pantarang Embayya. transportasi, membangun berbagai tipe
Warga di Ilalang Embayya masih rumah modern, dan membuka kebun
berpegang teguh pada tradisi hidup dan sawah.
kamase-mase dan kebudayaannya.

Pembagian Kelompok Masyarakat Adat Ammatoa Kajang

12 9 POTRET WILAYAH ADAT


Sistem Pengelolaan Wilayah masyarakat adat selama dia mampu
mengelolanya kecuali dia tinggalkan
Masyarakat adat Ammatoa Kajang selama tiga tahun. Keempat, tanah
memiliki empat bentuk kepemilikan individu (pribadi), yaitu jenis tanah
tanah. Pertama, tanah milik rumpun yang diserahkan dari rumpun
keturunan, di mana tanah dikelola keluarga berdasarkan kebutuhan atas
secara bergiliran dari keturunan kesepakatan rumpun keluarga yang
rumpun masyarakat adat. Kedua, tanah bersangkutan.
kalompoan (kebesaran), yaitu tanah
yang dikelola oleh yang menjabat Sementara itu kepemilikan tanah yang
sebagai pemangku adat (tanah diatur oleh lembaga adat ialah tanah
minoritas) untuk setiap pemangku giliran atas kesepakatan pada rumpun
adat yang terpilih. Ketiga, tanah yang bersangkutan, tanah kalompoan,
adat, yaitu tanah yang dikelola oleh dan tanah adat.

9 POTRET WILAYAH ADAT 13


04 Kelembagaan Adat
Ammatoa Kajang

S truktur kelembagaan adat


Ammatoa Kajang disebut dengan
pangngadakkang (struktur adat).
Aturan mengenai peran dan fungsi
lembaga adat bersumber dari pasang ri
Kajang. Dalam susunan kelembagaan
adat Ammatoa Kajang, Ammatoa
ditempatkan sebagai puncak pimpinan
dalam adat dan pemerintahan yang di
bawahnya terdapat apa yang disebut
anrong. Anrong ini terdiri dari dua
pejabat, yakni anrongta ri pangi dan
anrongta ri bongkina.

Jika dilihat secara keseluruhan,


kelembagaan adat masyarakat
Ammatoa Kajang memiliki struktur dan
fungsi yang berbeda-beda. Rumah Adat
(Sumber : Google)

14 9 POTRET WILAYAH ADAT


Struktur kelembagaan adat Ammatoa Kajang

9 POTRET WILAYAH ADAT 15


mendatangkan bencana manakala
tidak dijaga kelestariannya. Untuk itu
mereka senantiasa memelihara hutan
agar terhindar dari marabahaya yang
dapat mengancam kehidupan.

Selain ajaran pasang, mereka juga


memiliki aturan adat yang disebut
patuntung. Yaitu sebuah aturan adat
yang berhubungan dengan upaya-
upaya untuk mempertahankan
pengelolaan hutan secara lestari. Hal
tersebut tidak terlepas dari keyakinan
masyarakat adat Kajang bahwa hutan
adalah merupakan bagian yang tidak
bisa dipisahkan dalam melangsungkan
kehidupan. Terbukanya akses
dengan masyarakat luar, patuntung
Aturan Adat Terkait menjadi sangat penting dalam
Sumber Daya Alam menjaga kelestarian ekosistem dan
mempertahankan fungsi-fungsi
Aturan adat yang berkaitan dengan
hutan adat Kajang karena di samping
pengelolaan wilayah dan sumber
pengaturannya yang terkait dengan
daya alam (SDA) ialah pemahaman
pengelolaan hutan, patuntung juga
masyarakat Ammatoa Kajang
memiliki nilai ritual.
terhadap hutan yang dilandasi oleh
prinsip hidup tallasa kamase-masea
Oleh karena itu, perlakuan masyarakat
(kesederhanaan) dan ajaran pasang
adat Kajang terhadap hutan tidak
sebagai suatu nilai yang dipegang erat.
semata-mata hanya untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, tapi untuk
Masyarakat Adat Ammatoa Kajang
kepentingan menjaga keseimbangan
meyakini, bahwa merawat hutan
ekosistem dan kepentingan ritualnya
merupakan bagian dari ajaran pasang.
(Andi Buyung Saputra; 2014).
Karena hutan memiliki kekuatan gaib
yang dapat menyejahterakan, sekaligus

18 9 POTRET WILAYAH ADAT


Perempuan Adat Kajang membawa perlengkapan ritual Appanganro (Sumber: Google)

Sistem Nilai dan Kepercayaan Pengambilan keputusan dari


penerapan hukum adat.
Sistem tata nilai dan pranata
masyarakat adat Ammatoa Kajang Pengambilan keputusan adat dalam
bersumber pada kepercayaan dan masyarakat Adat Ammatoa Kajang
ketaatan pada pasang ri kajang. dilakukan dengan musyawarah
Sistem ini mencakup kepercayaan mufakat yang dikenal dengan istilah
kepada adanya Tuhan yang mereka a’borong. Pengambilan keputusan
sebut Tau Rie A’ra’na, kepercayaan dalam hukum adat Kajang selalu harus
kepada pasang ri kajang, kepercayaan mengacu pada pasang, yang berarti
kepada allo riboko (hari kemudian), dan juga pesan yang disampaikan secara
kepercayaan kepada nasib. turun temurun dalam komunitas.

9 POTRET WILAYAH ADAT 19


06 Potensi Hayati

yang telah bersalin. Untuk pewarna kain


tenun yang mereka buat, masyarakat
Kajang mengolah daun tarung
(Indigofera tinctoria) yang banyak
tumbuh di wilayah adat mereka.

Terdapat pula beberapa jenis kayu


dan bambu yang dijadikan bahan
infastruktur serta gula aren yang
menjadi sumber pendapatan ekonomi
mereka dan dijual ke warga setempat.

W ilayah adat Ammatoa


Kajang cukup kaya akan
keanekaragaman hayati, mulai dari
flora, fauna dan berbagai plasmanutfah.
Antara lain adalah padi, jagung dan ubi-
umbian sebagai sumber pangan. Untuk
bahan obat-obatan mereka menanam
tammu (temulawak) guna mengobati
sakit perut (diare), jammu bo’dong
(jambu biji) untuk pengobatan penyakit
perut (diare), pohon kuma-kuma untuk
pengobatan luka (menghentikan
pendarahan), pohon biccoro’ untuk
menghilangkan bau mulut, daun
tangeng-tangeng (jarak) untuk
pengobatan penyakit demam, daun
pisang untuk pengobatan perempuan

20 9 POTRET WILAYAH ADAT


02

WILAYAH ADAT
NGATA ONA

9 POTRET WILAYAH ADAT 21


22 9 POTRET WILAYAH ADAT
9 POTRET WILAYAH ADAT 23
01 Demografi dan Geografi
Wilayah Adat Ngata Ona

M
asyarakat adat Ona bermukim pembangkit listrik tenaga air (mikro
di pegunungan Kamalisi, hidro) dan generator skala kecil yang
Desa Lewara, Kecamatan hanya mampu menerangi desa kurang
Marawola Barat, Kabupaten Sigi, dari 12 jam.
Provinsi Sulawesi Tengah. Meskipun
telah menjadi desa sejak 1970-an, akses Penduduk Lewara berjumlah 851 jiwa,
transportasi menuju Lewara masih dengan 242 kepala keluarga dimana
sulit. Jalannya berbatu dan terjal. Jalan laki-laki ada 413 orang dan perempuan
setapak berlubang-lubang. 438 jiwa. Desa ini memiliki lima
dusun dengan tujuh rukun tetangga
Butuh waktu dua setengah jam tiba di (Marawola dalam Angka, 2017). Fasilitas
Lewara dari kota terdekat. Itupun harus umum tersebar di desa ini seperti
menggunakan sepeda motor (ojek tempat ibadah, pendidikan, olah raga
lokal) yang sudah dimodifikasi. Untuk dan lainnya.
penerangan, warga bergantung pada

24 9 POTRET WILAYAH ADAT


“To Ulujadi, Ulunggatoka Pinandu-
Ongunja Poamaya, Tananilemo Nggari
Tanah Pinandu”

(Masyarakat Adat Ona yang diciptakan


dari tanah yang digenggam-dibentuk dan
dijadikan manusia pertama)

9 POTRET WILAYAH ADAT 25


Tabel 1 : Fasilitas Umum Masyarakat Adat Ngata Ona

Sumber: Sebaran Titik Fasilitas Umum Masyarakat Adat


Ngata Ona Tahun 2018

26 9 POTRET WILAYAH ADAT


02 Sejarah Singkat
Masyarakat Adat Ngata Ona

M
asyarakat Ngata Ona adalah yang diturunkan oleh sang pencipta
komunitas adat tertua di dan tobaraka yaitu orang sakti dan
pegunungan Kamalisi yang memiliki pengetahuan yang tinggi.
berasal dari rumpun suku Kaili Da’a.
Sebelumnya disebut Gunung Kamasili Dengan hadirnya tomanuru dan
atau Ulujadi. Ketika zaman penjajahan, tobaraka, sistem dan aturan adat
Belanda menyebutnya Gunung mulai berkembang yang kemudian
Gawalise. Mata pencaharian nenek dimantapkan oleh para Ntina, yaitu
moyang orang Ona adalah pemburu sebutan bagi tetua-tetua (totua) yang
dan petani ladang padi koyo dan pulut memimpin komunitas adat. Para tetua
di sekitar pegunungan tersebut. tadi dalam menjalankan sistem adat
dan aturannya berpusat pada rumah
Mereka percaya awal mula manusia adat yang disebut bantaya.
berasal dari puncak Gunung Ulujadi,
karena itu ulujadi berarti orang Sebelum tinggal di Lewara, komunitas
pertama yang diciptakan. Sementara adat Ngata Ona bermukim di kampung
arti ulunggatoka pinandu-ongunja tua bernama Bantaya Ntina Ona atau
poamaya, tananilemo nggari tanah tempat tinggal pemimpin adat. Kini
pinandu dalam bahasa Ona yaitu kawasan tersebut menjadi kebun atau
diciptakan dari tanah, adalah tanah ladang di tanah Lumbu, Tamoli, Ngge’a
yang digenggam dibentuk dan dan Vavutolo.
dijadikan manusia pertama.
Pemberian nama lokasi-lokasi
Masyarakat adat Ngata Ona percaya ini tujuannya untuk melindungi
bahwa Pinandu itu nama manusia keberadaan komunitas adat Ngata Ona.
pertama yang diciptakan dari tanah. Terlebih lagi wilayah adat yang lahannya
Kemudian dari tulang rusuk Pinandu subur merupakan tanah kehidupan
diciptakan perempuan pertama sehingga harus terus dijaga dengan
yang disebut Usukei, yang berarti selalu menjalankan nilai-nilai kearifan
tulang rusuk kiri. Sehingga pada lokalnya. Demikianlah baik relasi antar
perkembangannya, masyarakat manusia dengan manusia, manusia dan
Ngata Ona mempercayai bahwa alam, diatur dan dipimpin oleh Ntina
sistem dan aturan adat diciptakan yang tak bisa dilepaskan dari tanah
oleh orang-orang yang mereka sebut Lumbu, Tamoli, Ngge’a dan Vavutolo.
sebagai tomanuru atau orang suci

9 POTRET WILAYAH ADAT 27


Pada tahun 1865, pemerintah kolonial diyakini sebagai tahun terakhir masa
Belanda melantik seorang kepala suku ladang berpindah dan mulai beralih
Ngata Ona yang bernama Sangabaja kepada ke tanaman tahunan seperti
Sabinggalangi di Palu. Wilayah kopi, kemiri, cokelat dan jagung.
kekuasaannya mulai dari Kampung
Lere, Towulu hingga Kulawi dan Di masa itu, masyarakat Adat Ona
Parampasi Simantana sebagai Kepala masih terlibat perang antar-suku.
Raja Kaili. Kemudian sesuai kesepakatan bersama
para tetua adat digantilah nama Ngata
Jika Parampasi Simantana dilantik Ona menjadi Ngata Lewara untuk
menjadi Madika untuk tanah Kaili, maka melindungi seluruh masyarakat suku
Sangabaja Sabinggalangi memimpin Da’a yang berdiam di Ngata Ona.
suku Kaili yang berpusat di wilayah yang
disebut sebagai Ngata Ona. Kepala Di era pemerintahan Presiden
suku Ngata Ona juga diberi tugas untuk Soeharto, tahun 1971, Ngata Lewara
mengawasi kerja paksa yang dilakukan berubah menjadi Desa Lewara yang
sekitar 700 orang yang tersebar di 30 terdiri dari lima dusun yaitu: Kalantaro,
desa untuk pembangunan jalan dari Vuntunono (Lumbu), Ngge’a, Tamoli,
Palu ke Kulawi. dan Vatumpolelo.

Sekitar tahun 1950-an komunitas Ngata Menurut sejarah perkembangannya,


Ona didatangi misionaris asal Inggris banyak dari masyarakat adat Kaili Da’a
yang mereka kenal dengan sebutan Ona yang menyebar ke wilayah lain dan
Tuan Geus. Misinya untuk menyebarkan membentuk kampung atau desa baru
agama. Pada saat yang sama, melalui serta berbaur dengan suku lain.
Korps Bala Keselamatan, orang-
orang Inggris itu juga memberikan
akses pendidikan kepada masyarakat
setempat dengan membangun
sekolah-sekolah berbasis agama Kristen.

Perubahan pemerintahan lokal


komunitas adat Ngata Ona terjadi pada
tahun 1968, yaitu dari konsep ngata
berubah menjadi kampung. Tahun 1969

28 9 POTRET WILAYAH ADAT


mant
alu
oma

mot
ovo

s
ambul
ugana
mant
alu
oma

mot
ovo

s
ambul
ugana
04 Kelembagaan Adat
Ngata Ona

M
asyarakat adat Ngata Ona BAGAN STRUKTUR PEMANGKU
memiliki dua jenis pemangku ADAT NGATA ONA
adat utama yaitu Ntina dan
Galara. Pertama, Ntina (setingkat ketua
rukun warga/RW) yakni orang yang
ditunjuk sebagai pimpinan tertinggi
di komunitas adat suku Da’a. Ntina
berfungsi untuk menyelesaikan perkara
yang tidak selesai di tingkat rukun
tetangga (RT).

Sedangkan Galara (setingkat ketua RT)


yaitu pemimpin (sakti) yang ditugaskan
oleh Ntina untuk menyelesaikan
perkara di tingkat RT serta memantau
situasi apabila ada serangan oleh pihak
lawan. Jumlah dari Ntina dan Gelara
saat ini mengikuti perkembangan atau
pertambahan pemukiman di Desa
Lewara.

9 POTRET WILAYAH ADAT 31


Proses penunjukkan Ntina dan givu terpenuhi dan kondisi dimana
Galara dilakukan oleh seluruh warga pelaku menyesal tak mengulangi
Ona. Mereka menimbang sejumlah lagi dan korban memaafkan untuk
persyaratan seperti pengetahuan terkait kasus yang menimbulkan rasa malu
adat, ketokohan dan lain sebagainya. bagi korban. Selain diartikan sebagai
musyawarah dalam menyelesiakan
Untuk mengatur pengambilan masalah, ada juga tujuan lain dari
keputusan, Lembaga Adat Ngata molibu. Misalnya molibu mponika yang
Ona memiliki proses yang disebut bertujuan untuk membicarakan proses
molibu atau musyawarah. Secara pernikahan. Molibu mpovati/mpokeso
umum biasanya digunakan untuk yang bertujuan untuk membicarakan
menyelesaikan masalah adat dan prosesi adat peralihan anak ke remaja.
memiliki dua tingkatan. Kemudian molibu kamate untuk
upacara duka di hari ke-14.
Pertama, jika permasalahan terjadi
antar-keluarga dalam tingkat RT, maka Ada beberapa givu yang secara turun-
masalah dimediasi oleh Galara. Jika temurun masih berlaku di willayah adat
selesai di tingkat ini maka tidak akan Ngata Ona. Pertama, jika melakukan
diberikan givu atau sanksi. Apabila pencurian dikenakan givu sebesar
masalah yang terjadi melibatkan Rp 100.000/buah. Kedua, menggarap
antar keluarga dari RT/RW/dusun yang lahan orang lain (ada tanda tanaman
berbeda, maka pejabat adat dari RT/RW/ keras) tanpa izin maka dikenakan givu
dusun terkait wajib menghadiri molibu. berupa 9 dula (baki) dan 1 ekor babi
besar. Ketiga, mengajak selingkuh
Kedua, jika masalah tidak dapat istri orang lain, maka dikenakan givu
selesaikan di tingkat RT oleh Galara, berupa 2 x mahar yang dikeluarkan
maka masalah tersebut akan dibawa suami. Keempat, mengancam (untuk
ke tingkat Ntina dengan konsekuensi membunuh dan lainnya) orang lain,
pemberian givu atau sanksi. Givu maka dikenakan givu 9 dula, 1 ekor
sendiri disertai vonis dalam bentuk babi 100 kg, 12 meter kain putih, 1 doke
sanksi baik berat maupun ringan. (tombak), dan 1 huma (parang). Kelima,
Vaya adalah status givu terpenuhi salah ucap pun (sala sumba) akan
dan kondisi di mana pelaku menyesal dikenakan givu.
tak mengulangi lagi (efek jera) dan
korban memaafkan. Sompo status

32 9 POTRET WILAYAH ADAT


04 Aturan Adat dan Budaya
Ngata Ona

K
elembagaan adat di Ngata Ona Aturan Adat Terkait
memiliki beberapa aturan yang Sumber Daya Alam
berasal dari warisan nilai dan
norma adat yang hingga kini tetap Selain aturan yang berkaitan dengan
dipelihara. Sebelum agama datang pranata sosial, Lembaga Adat Ngata
ke Ngata Ona, masyarakat telah lebih Ona juga mengatur bagaimana
dahulu mengenal prinsip adat dari 10 penggunaan lahan di dalam wilayah
norma kehidupan manusia yaitu: adat. Dimana prinsip dalam masyarakat
• Tidak boleh mencuri adat Ngata Ona, tanah adat yang telah
• Tidak boleh berdusta diwariskan dan diberikan oleh leluhur
• Tidak boleh berzinah untuk todea (masyarakat) adalah untuk
• Tidak boleh mempermalukan dikelola, dijaga dengan baik serta tidak
perempuan boleh dijual. Hal itu tercermin dalam
• Tidak boleh membunuh ujaran:
• Tidak boleh mengolok-olok atau
menghina orang lain
• Tidak boleh berbohong
• Tidak boleh menyalahgunakan
wewenang
• Tidak boleh mendahului orang tua
• Tidak boleh ingkar janji, dan
• Tidak boleh mengambil hasil kebun/
tanaman orang lain tanpa izin.

Prinsip-prinsip di atas hampir memiliki


kesamaan nilai dengan ajaran agama
Kristen, khususnya yang diajarkan oleh
Korps Bala Keselamatan. Karena itu
pula ajaran tersebut masih berlaku
“Menjual tanah adat sama
hingga kini.
dengan menjual adat, menjual
adat berarti menjual rakyat
dan menjual rakyat adalah
mendustai dan menyakiti
leluhur”

34 9 POTRET WILAYAH ADAT


Prinsip-prinsip tadi menunjukkan nilai- Sebagai contoh, saat lahan tersebut
nilai yang terkandung dalam lahan telah selesai digunakan oleh peminjam
adat tidak dapat dipisahkan dari entitas lahan karena alasan migrasi keluar
masyarakat adat Ngata Ona. Selain kampung atau telah memiliki lahan,
itu mereka juga tidak boleh menjual pemilik lahan wajib memberikan ganti
hasil hutan berupa kayu, kecuali rugi kepada peminjam atas biaya yang
dipergunakan secara terbatas untuk dikeluarkan saat menggarap lahan.
bahan membangun rumah.
Orang dari luar masyarakat adat
Ada semacam kesepakatan bersama Ngata Ona, tidak dapat memiliki dan
di antara orang-orang Ngata Ona yaitu menggarap lahan di wilayah adat
tidak boleh menggarap beberapa mereka. Meskipun demikian, tanah
lahan tanpa terlebih dahulu mendapat leluhur untuk todea (masyarakat) tetap
persetujuan secara adat. Pertama dapat dimanfaatkan oleh individu yang
adalah pangale viata (Gunung ada di dalam kelompok atau orang
Ulujadi) yang terdapat pemakaman lain di luar kelompok garapan melalui
dan bekas kampung tua. Kedua lahan beberapa persyaratan.
olo (sumber mata air) untuk menjaga
ketersediaan sumber air bagi warga. Pertama, dengan meminta izin
Ketiga, Lahan miring dekat binangga dan memperoleh persetujuan
(sungai), dan terakhir yang disebut dari kelompok yang memiliki hak
sara’ah atau air terjun. penguasaan/kepemilikan. Kedua, harus
memberikan sedikit hasil pertanian
Prinsip kepemilikan lahan ditentukan dari tanah tersebut sesuai dengan
pada keberadaan tanaman keras kerelaan kepada kelompok pemiliknya.
(kopi, cengkeh, kemiri, jagung dll) dan Ketiga, tidak diperbolehkan menanam
bukan pada mereka yang pertama tanaman jangka panjang, dan
kali membuka lahan. Masyarakat keempat, tanah tersebut tidak dalam
adat Ngata Ona dapat mengelola/ masa istirahat.
menggarap lahan milik orang lain
selama meminta izin kepada pemilik
lahan tanaman keras di kebun yang
diwariskan.

9 POTRET WILAYAH ADAT 35


05 Potensi Hayati dan Aspek Ekonomi

S
alah satu faktor utama peralihan
tanaman orang Ona dari padi
ladang ke tanaman keras kopi,
cengkeh, kemiri, jagung dan lain-
lain adalah karena alasan waktu dan
proses produksi. Untuk menaman padi
ladang membutuhkan waktu panjang
yaitu sekitar 7 bulan baru bisa panen.
Sedangkan dari tanaman keras tahunan
lebih cepat yakni sekitar 4 bulan sekali.

Peralihan pola produksi ini juga


didorong kemudahan mendapatkan
uang tunai saat panen berlangsung. Ini
menyebabkan masyarakat adat Ona
tidak lagi memproduksi beras, tetapi
membeli beras dari Porame ataupun Komoditas utama yang mereka jual ke
Kota Palu. Untuk memenuhi kebutuhan pasar adalah coklat, jagung, cengkeh,
karbohidrat lainnya, selain tetap makan alpukat, kopi, kentang, kacang merah,
nasi, orang Ona juga mengkonsumsi kemiri, pinang, tomat, sirih, dan lain
sagu, ubi, talas, keladi, singkong, sebagainya yang berasal dari kebun
kentang, dan jagung. Tanaman- atau ladangnya. Beberapa komoditas
tanaman itu dibudidayakan di kebun- seperti biji kopi, cengkeh, dan biji
kebun masyarakat secara mandiri. cokelat biasanya dijual dengan kondisi
kering setelah dikeringkan.
Interaksi ekonomi masyarakat adat Ona
dengan pihak luar terjadi saat mereka Guna memenuhi kebutuhan pangan
menjual hasil panen ke pasar di kota lain seperti ikan, tempe, dan tahu,
Palu. Baik itu secara langsung maupun orang Ona harus membeli melalui
melalui perantara pengumpul hasil penjual keliling yang menggunakan
panen (penampung) di desa. Selain sepeda motor tiga kali dalam
ke Palu mereka juga menjual hasil seminggu. Namun ada juga beberapa
panen kebunnya ke pasar mingguan sumber protein masyarakat Ona yang
Matantimali di Desa Wayu. diperoleh dari keanekaragaman hayati
yang adaa di alam sekitarnya seperti

36 9 POTRET WILAYAH ADAT


kacang tanah dan kacang merah untuk menggunakan getah dan pucuk daun
sumber protein nabati. Sumber protein tanaman lokal yang disebut kulalo.
hewani mereka peroleh dari budidaya
ayam, babi, mencari kodok, ikan segili, Hasil hutan berupa kayu mereka
kepiting, dan udang di sungai dalam gunakan untuk mendirikan rumah.
wilayah adat mereka. Ladang dan Rumah-rumah adat di wilayah Ngata
kebun masyarakat Ngata Ona juga Ona berbentuk panggung dengan
banyak ditanami tumbuhan buah- bahan papan dari tanaman kayu uru
buahan seperti pisang, papaya, langsat, (cempaka) atau palio (pakanangi). Atap
manga, durian, alpukat, nangka, jambu rumah terbuat dari alang-alang Jono,
air, jambu biji, dan lain-lain. rumbia Nanga, atau rumbia Tabaro
(Sagu). Pemanfaatan hasil kayu sebagai
Hutan dan kebun masyarakat adat hasil hutan diatur pengelolaannya
Ngata Ona kaya akan bumbu dan secara adat untuk menjaganya tetap
rempah. Beberapa tanaman rempah lestari. Karena masyarakat adat Ngata
yang dibudidayakan antara lain kunyit, Ona pun menyadari bahwa kelestarian
jahe, serai, lengkuas, cabe, daun hutan harus tetap dipertahankan demi
pandan, jeruk nipis, kemiri, merica, dan keberlangsungan generasi selanjutnya.
lain sebagainya.

Jahe, sirih, dan kunyit tak hanya


dikonsumsi sebagai bahan rempah-
rempah atau bumbu, tetapi juga
digunakan untuk ramuan obat-obatan.
Tanaman lokal mirip kunyit yang
disebut tomalawa dan sikuri dijadikan
bedak kecantikan dengan cara
ditumbuk halus bersama beras.

Tanaman obat lainnya yang


dimanfaatkan dan dibudidayakan oleh
masyarakat Ngata Ona yaitu daun
ava, daun dama, daun srikaya untuk
obat asma. Sedangkan untuk obat
luka dan serak tenggorokan, mereka

9 POTRET WILAYAH ADAT 37


03 BRWA bersama
masyarakat adat Huta
Sihaporas

WILAYAH ADAT
HUTA SIHAPORAS

9 POTRET WILAYAH ADAT 39


(Copyright:
WILAYAHBRWA)
40 9 POTRET ADAT
9 POTRET WILAYAH ADAT 41
01 Demografi dan Geografi
Wilayah Adat Huta Sihaporas

WILAYAH ADAT
• Huta Lumban Ambarita Sihaporas
membentang seluas 1948,40
hektare (ha)

• Masyarakat adat Ompu


Mamontang Laut Ambarita
Sihaporas bermukim di Desa
Sihaporas, Kecamatan Pematang
Sidamanik, Kabupaten Simalungun,
Sumatera Utara. Wilayah adat ini
hanya 5 kilometer dari Danau Toba.

• Sebelah utara Huta Lamtoras


Sihaporas berbatasan dengan
Bah Bangun, sebelah selatan
dengan Nagori Dolok, sebelah
timur dengan Gunung Pariama –
Nagasaribu, dan di sebelah barat
berbatasan dengan Repa.

42 9 POTRET WILAYAH ADAT


(Copyright: BRWA)

KEPENDUDUKAN DAN SOSIAL


• Jumlah penduduknya 618 orang
dengan 120 kepala keluarga,
dimana laki-laki sebanyak 288 jiwa
dan perempuan ada 330 orang.

• Dalam interaksi sehari-hari,


masyarakat Sihaporas memakai
bahasa Batak Toba.

• Mereka sebagian besar


memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan bertani dan berkebun.

9 POTRET WILAYAH ADAT 43


Masyarakat adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas secara
turun-temurun tinggal di Desa Sihaporas. Mereka menyebut wilayahnya
sebagai Huta Lumban Ambarita Sihaporas. Dalam bahasa Batak,
huta merujuk pada kesatuan perkampungan dan seluruh wilayahnya
dikelola secara terstruktur oleh masyarakat.Wilayah adatnya dikelilingi
perbukitan sehingga udaranya sejuk dan dingin pada malam hari.
Sayangnya, ketenangan warga terusik oleh konsesi hutan tanaman
industri (HTI) pohon ekaliptus milik PT Toba Pulp Lestari.

44 9 POTRET WILAYAH ADAT


02 Sejarah Masyarakat Adat
Huta Sihaporas

M
asyarakat adat Sihaporas hewan pengganggu lainnya. Menjaga
merupakan keturunan dari padi yang ada di ladang Galunggung
Martua Boni Raja Ambarita, Nabolak yang terletak di Parhobanan
generasi kesembilan Raja Batak. Lumban Pea Ambarita.
Berdasarkan legenda, Raja Batak
berasal dari langit yang kemudian Peristiwa tragis terjadi. Naera Boru
diturunkan ke Bumi, di Pusuk Buhit, Ambarita yang kelaparan pergi
Pulau Samosir. meninggalkan ladang. Sementara
Martua Boni Raja Ambarita mencari
Raja Batak memiliki dua anak yaitu kayu hau junjungan, yaitu kayu
Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. langka untuk borotan (tambatan)
Guru Tatea Bulan memiliki anak, salah pada mangalahat horbo (ritual
satunya seorang pria dengan nama mengorbankan kerbau di lapangan).
Silau Raja. Dari pernikahannya, Silau Ketika Naera kembali ternyata padinya
Raja mendapatkan keturunan, yaitu habis dimakan kawanan burung pipit
Ambarita Lumban Pea. Ambarita Pea dan kera.
ini merupakan bapak dari Martua Boni
Raja Ambarita, leluhur masyarakat Sang Ayah, Juangni Huta, naik pitam. Ia
Lamtoras Sihaporas. membuat lubang dan memerintahkan
Naera masuk ke dalamnya. Kemudian
Saat Martua Boni Raja Ambarita berusia ditimbun dengan tanah hingga
remaja, berlangsung pesta besar tujuh setinggi dagu Naera Boru Ambarita.
hari tujuh malam di Huta Lumban Pea Ini hukuman kejam yang diberikan
Ambarita. Pesta ini diadakan Bapak Juangni Huta kepada anaknya, yaitu
Udanya (adik sepupu dari ayah), yaitu mengubur hidup-hidup dalam kondisi
keturunan Ompu Juangni Huta. berdiri.

Sementara yang lain menikmati pesta, “Begini cara mamuro ya, harus bersiaga
Martua Boni Raja Ambarita ditugaskan di tempat. Tidak pergi kemana-
menemani adik sepupunya yang mana. Jadi, bertahanlah kau di sini!,”
bernama Naera Boru Ambarita (anak kata Ayahnya, meninggalkan Naera
dari Juangni Huta) untuk “mamuro” sendirian.
atau menjaga padi yang menguning
dari serangan hama burung pipit dan

9 POTRET WILAYAH ADAT 45


Selang beberapa hari, Martua Boni disepakatilah bahwa Martua Ambarita
Raja Ambarita kembali dari hutan. Dia harus merantau jauh.
terkejut dan berupaya menolong Naera
Ambarita. Namun dilarang. Naera Martua Boni Raja Ambarita membuat
menjelaskan sebagian tubuhnya telah sumpah tentang tradisi dan ruhut-
membusuk di dalam tanah dan merasa ruhut yang harus disepakati di
ajalnya telah sampai. Dia berpesan perantauannya. Ketiga Ompu itu
kepada Martua Boni Raja Ambarita menyerahkan enam benda pusaka
untuk segera meninggalkan kampung kepada Martua, yaitu: hujur (tongkat)
karena Ayahnya juga punya niat jahat siringis tonggo mual, piso halasan,
terhadap Martua, yang merupakan lage-lage (tikar anyaman) sibabiat,
anak tertua pewaris tahta. parulos (selendang) sande huliman
parkaen tuntungan siang malam,
Dengan penuh kesedihan, Martua Boni golang harajon, dan selembar bulung
meninggalkan Lumban Pea Ambaria. sukkit.
Dia bertemu dengan seorang kakek
renta yang ternyata jelmaan Raja Uti, Namboru Nantinjo Nabolon
yaitu anak sulung dari Ompu Guru mengerahkan kekuatannya dan berdoa
Tatea Bulan yang memiliki kesaktian. kepada Mulajadi Nabolon (dalam
Raja Uti, melalui Raja Sisimangaraja kepercayaan orang Batak, dianggap
membawa Martua Boni Raja Ambarita sebagai Tuhan) agar angin kencang
ke Dolok Pusuk Buhit, sebuah dapat menggerakkan solu bulung
bukit yang terkenal sebagai dolok sukkit Martua Boni Raja Ambarita. Solu
partonggoan atau tempat untuk adalah perahu sementara, bulung
berdoa dan bertapa. adalah daun. Jadi dengan kesaktian
dan mukjizat dari Mulajadi Nabolon,
Martua Boni Raja Ambarita bertapa selembar daun sukkit dapat digunakan
selama tujuh hari tujuh malam dibawah oleh Martua Boni Raja Ambarita sebagai
bimbingan Raja Uti, Namboru Nantijo perahu untuk menyeberangi Danau
Nabolon dan Raja Sisimangaraja. Tiga Toba yang luas dan dalam.
Ompu ini sangat dihormati oleh orang
Batak Toba hingga hari ini. Setelah ilmu
yang mereka berikan kepada Martua
Boni Raja Ambarita cukup, kemudian

46 9 POTRET WILAYAH ADAT


Benda-benda pusaka milik Ompu Mamontang Laut Ambarita sangat berharga dan
keramat bagi masyarakat Sihaporas. Setiap kegiatan adat yang melibatkan benda-
benda pusaka tersebut maka para tetua-tetua adat melakukan ritual terlebih dahulu
untuk memohon izin kepada leluhur. Dalam ritual ini para tetua adat akan membakar
kemenyenan dan merapalkan doa.
Copyright: BRWA

9 POTRET WILAYAH ADAT 47


Ritual sebelum mengeluarkan benda pusaka

Copyright: Fardillasti-BRWA

Pattar tempat menaruh sesaji


Pattar atau bisa juga disebut Pandayangan andalah tempat menaruh
sesaji yang akan dipersembahkan kepada leluhur
Copyright: BRWA

48 9 POTRET WILAYAH ADAT


Tanah Pijakan Pertama Dolok Mauli. Lae-nya kemudian ditugasi
sebagai Pangulu Balang atau panglima
Martua Boni Raja Ambarita berlayar dan Napitu, bekas tawanan, dijadikan
ke arah tenggara menyeberangi suru-suroan atau pesuruh dan mereka
Danau Toba. Sesampainya di daratan, pun berangkat bersama-sama ke Dolok
dia mengubah namanya menjadi Mauli.
Mamontang Laut Ambarita yang
berarti si Penyebrang Laut. Hingga saat Merasa sudah cukup dewasa dan
ini masyarakat Sihaporas menyebut tidak lengkap hidup tanpa seorang
leluhurnya sebagai Ompu Mamontang istri, Ompu Mamontang Laut pergilah
Laut Ambarita. menyusuri tepian Danau Toba ke arah
Sibaganding. Kurang lebih 3 kilometer
Ketika mendarat dekat Sipolha, dia dari Kota Parapat sekarang ini.
terkesan pada keindahan bukit di
tepian Danau Toba. Secara spontan Dia jatuh hati pada putri Boru Sinaga
dia bergumam “uli nai dolok on” yang dan menikah. Sayangnya, setelah sekian
artinya “wah, betapa indah bukit ini.” lama berkeluarga, keduanya belum
Kemudian tempat tersebut ia namai juga dikaruniai keturunan. Dengan
sebagai Dolok Mauli atau bukit yang restu istrinya, Ompu Mamontang Laut
indah. Dia memutuskan tinggal di Ambarita kemudian menikah lagi
tempat itu. dengan Boru Sitio dari Simanindo dan
dikaruniai 3 orang anak.
Setelah sekian lama, dia rindu kampung
halamannya. Karena tidak memiliki Asal Mula Nama Sihaporas
sampan untuk menyeberang, Ompu
Mamontang Laut Ambarita pergi Lama tinggal di Dolok Mauli, Ompu
menemui Raja Sipolha bermarga Manik Mamontang Laut pun menjelajahi
untuk meminjam perkakas. wilayah sekitar. Ia pergi ke balik bukit
ujung Mauli, yang sekarang dikenal
Dia membuat sampan yang diberi dengan nama Bukit Simaringga.
nama Solu Sibulung Sukkit, sesuai Dia merintis jalan di hutan lebat dan
dengan nama perahu daun sukkit ditumbuhi banyak rotan. Ketika sampai
pertamanya. Dia pulang ke Ambarita di suatu tempat di bukit tersebut, ia
dan menjemput Lae-nya yang bersorak “Horas ma, nungga sahat ahu
bermarga Siallagan untuk diajak ke di luat on. Sai hubolonna ma harajaon”

9 POTRET WILAYAH ADAT 49


yang artinga “Horas. Saya sudah tiba Lumban Ambarita. Semua tempat
di tempat ini, semoga semakin besar tersebut merupakan wilayah Sihaporas.
kerajaan.”
Saat ini di wilayah adat Sihaporas
Tempat tersebut juga warisan Ompu Mamontang Laut
mengingatkannya akan lokasi Ambarita terbagi menjadi tiga3 bagian,
pertapaannya di Pusuk Buhit, di yaitu Sihaporas Aek Batu, Sihaporas
Samosir. Selanjutnya ia menemukan Bolon, dan Sihaporas Lumban
sungai yang diketahui mengalir ke arah Ambarita. Masing-masing kampung
Pemantang Siantar hingga ke laut. ini dirintis oleh ketiga anak Ompu
Sungai ini berisi ikan-ikan kecil bercorak Mamontang Laut Ambarita. Sampai
putih dan hitam mengkilap, bernama dengan tahun 2018, keturunan Ompu
Pora-pora. Inilah yang menjadi asal Mamotang Laut sudah 11 generasi
muasal nama Sihaporas. yang tinggal secara turun-termurun di
Sihaporas.
Di tempat inilah dia mamukka huta
atau merintis perkampungan Sihaporas
pertama kali, yang sering disebut
sebagai Panantanan Sada. Semenjak
saat itu ia dan anak-anaknya kerap hilir-
mudik antara Dolok Mauli dan Huta
Sihaporas.

Masyarakat Sihaporas semakin


berkembang dan beberapa kali
berpindah kampung. Panantanan
Sada dirasakan memiliki kemiringan
yang cukup terjal untuk dijadikan
pemukiman sehingga mereka pindah
dan mendirikan kampung kedua
yang diberi nama Panantanan Dua.
Selanjutnya mereka pindah ke Huta
Aek Batu. Lalu mereka pindah dan
mendirikan perkampungan bernama
Huta Adia Koting lalu ke Sihaporas

50 9 POTRET WILAYAH ADAT


Legenda Batu Sidua-dua

Ada kisah bahwa Ompu Mamontang Laut Ambarita sebagai Tuan


Sihaporas menyepakati ‘padan’ atau sumpah-janji batas tanah dengan
tiga raja atau tuan, yaitu Raja Siantar, Tuan Sipolha dan Tuan Tanah Jawa.
Pertemuan empat raja ini untuk menentukan batas-batas wilayah “Tanah
Urung Siantar” dan “Tanah Urung Tanah Jawa”.

Sebelumnya, Ompu Mamontang Laut yang sering menjelajahi wilayahnya,


terpikir untuk membuat batas wilayah. Di sekitar wilayah Sihaporas sudah
terdapat tuan tanah dan raja-raja lainnya. Ia lantas menemui Tuan Sipolha
bermarga Manik untuk membuat batas tanah ke arah selatan, barat,
hingga barat laut Sihaporas. Kemudian dia menemui Raja Siantar yang
juga bermarga Manik di Pematang Siantar untuk mendiskusikan batas
wilayah barat laut, utara, timur laut, hingga timur.

Langkah selanjutnya adalah menemui Raja Tanah Jawa bermarga Sinaga


untuk menyepakati wilayah bagian tenggara hingga selatan Sihaporas.
Kemudian diselenggarakan pertemuan empat raja tersebut.

Ketika mereka semua berdoa kepada Debata Mulajadi Nabolon, ‘Sahala


Raja’, ‘Rajani Desa’ dan ‘Rajani Sombaon’, suatu peristiwa ajaib terjadi. Yaitu
kerbau yang mereka beli dari hasil patungan bersama untuk sesembahan,
tiba-tiba mengeras dan berubah menjadi batu. Seketika itu pula kerbau-
batu ini terbelah menjadi dua sehingga diberi nama Batu Sidua-dua.

Mereka menyakini ini adalah petunjuk dari Debata Mulajadi Nabolon.


Sejak saat itu Batu Sidua-dua dianggap menjadi batas yang sah antara
wilayah Tuan Tanah Jawa dan Tuan Tanah Sihaporas atau batas-batas
wilayah “Tanah Urung Siantar” dan “Tanah Urung Tanah Jawa”.

9 POTRET WILAYAH ADAT 51


Melalui penuturan tetua adat Sihaporas, Batu Sidua-dua dalam legenda
tersebut sebelumnya tidak pernah ditemukan keberadaannya. Konon,
batu ini akan muncul sendiri pada waktu yang tepat dan tanggal
perjanjian para raja tersebut akan tertera di badan batu.

Pada suatu ketika, sang tetua adat mendapatkan wangsit bahwa batu
ini akan ditemukan di hutan. Beberapa tahun lalu, masyarakat Sihaporas
menemukan dua batu besar yang saling bersebelahan di tengah hutan
adatnya. Batu ini kemudian menjadi salah satu bukti sejarah sekaligus
menjadi batas wilayah adat Sihaporas sampai sekarang.

(Copyright: BRWA)
52 9 POTRET WILAYAH ADAT
03 Hak Atas Tanah dan Pengelolaan
Wilayah Adat Huta Sihaporas

Pembagian ruang menurut Parjampalan adalah area untuk


aturan adat menggembalakan ternak. Parhamuan
merupakan tempat untuk berkebun
Ada kesamaan dalam sistem sayur, buah, dan umbi-umbian.
pengelolaan wilayah adat di Batak Masyarakat di Huta Lumban Ambarita
Toba yaitu terdapat parhutanan, sebagian besar tidak menanam
parjampalan, parhamuan, kolam padi sehingga kebutuhan berasnya
ikan dan tombak raja. Parhutaan diperoleh dengan membeli, sehingga
atau kampung difungsikan sebagai sedikit sekali area persawahan.
tempat bermukim dan beraktivitas. Kemudian tombak raja adalah areal
Perkampungan di Batak Toba dahulu hutan dan wilayah yang sangat
memiliki ciri khas dipagari dengan penting bagi masyarakat Lumban
parik, semacam benteng berbentuk Ambarita Sihaporas. Kawasan hutan
parit yang dalam dan berisi air. ini dimanfaatkan dan difungsikan oleh

Perkampungan dengan Parik

9 POTRET WILAYAH ADAT 53


warga sebagai sumber air, spiritualitas Ripe-ripe adalah tanah yang
dan sumber pemenuhan kebutuhan dimiliki secara komunal, sedangkan
harian. Setiap penyelenggaraan ritual panguppolon adalah kepemilikan tanah
adat, keperluan sumber air suci harus secara keturunan. Panguppolon terbagi
diperoleh dari mata air yang berada di menjadi dua yaitu panjaean (tanah
tombak raja. yang diwariskan kepada anak laki-laki)
dan pauseang (tanah yang diwariskan
Bagi masyarakat Lumban Ambarita kepada anak perempuan).
Sihaporas bentuk kepemilikan tanah
terdiri dari ripe-ripe dan panguppolon.

“Kini kami dilarang berkebun di tanah sendiri dan


pohon hamijon kami juga banyak yang dibabat dan
diganti dengan eukaliptus oleh
PT. Toba Pulp Lestari”

(Copyright: BRWA)
54 9 POTRET WILAYAH ADAT
Pada tahun 1913 Belanda meminjam tanah Sihaporas untuk ditanami
pinus. Tiga puluh tahun kemudian, tanah tersebut dikembalikan ke
Indonesia karena Belanda kalah perang dan kembali ke negerinya.
Tanah Sihaporas kemudian dikuasai oleh negara dan pada masa Orde
Baru diberikan izin seluas-luasnya untuk investor.

Lebih dari setengah wilayah adat Sihaporas diberikan kepada PT


Indorayon. Semenjak itu masyarakat tidak lagi bebas mengelola
wilayahnya hingga tahun 2000. Ketika Izin perusahaan sempat
dibekukan, warga memanfaatkan kesempatan ini untuk mulai
mengelola wilayahnya.

Namun PT Indorayon kembali beroperasi dengan berganti nama


menjadi PT Toba Pulp Lestari. Kehadiran perusahaan tersebut menuai
penolakan dari masyarakat dan konflik pun terjadi. Warga dituduh
melakukan perambahan hutan, kebun-kebun dan hasil panen mereka
dihancurkan. Begitu pun pohon haminjon atau kemenyan yang
memiliki fungsi dan nilai dalam ritus adat dan spritualitas mereka.
Tombak raja merupakan hutan terakhir yang dimiliki masyarakat adat
Sihaporas, yang dulunya berguna dalam menjaga sumber air, namun
kini menjadi area konsesi perusahan.

9 POTRET WILAYAH ADAT 55


04 Kelembagaan Adat
Huta Sihaporas

K
elembagaan adat Sihaporas disebut sebagai huta sihaporas. Dalam struktur
kelembagaan adat Batak Toba, marga pertama yang membuka kampung
akan disebut sebagai Marga Sipukka Huta atau Marga Pembuka. Keturunan
dari marga inilah yang akan menjadi Raja Huta yang memiliki hak atas wilayah
adat. Raja Huta berperan mengatur pengelolaan sumber daya alam dan pengambil
keputusan yang terkait kehidupan di kampung. Selain Raja Huta juga terdapat Hula-
hula, Dongan Tubu, Boru dan Raja Jolo atau Pangulu.

Keterangan:

• Hula-Hula bertugas
memberikan
pertimbangan atau
nasehat pada saat
musyawarah, acara adat
atau peradilan adat.

• Dongan Tubu bertugas


mengatur pelaksanaan
kegiatan adat. Boru
bertugas untuk
mempersiapkan segala
sesuatu keperluan
dalam acara adat/ritual
adat.

• Sementara, Raja Jolo/


Pangulu bertugas
memimpin upacara
pelaksanaan ritual
maupun upacara
adat. Dalam struktur
masyarakat Batak,
Pangulu atau Jolo
bertindak seperti
pendeta.

56 9 POTRET WILAYAH ADAT


Setiap keputusan adat diputuskan setiap marga yang menjadi Sipukka
dalam musyawarah adat. Mereka Huta diwajibkan hadir dalam setiap
akan berkumpul di rumah adat yang musyawarah dan pengambilan
berbentuk panggung dan terbuat dari keputusan.
kayu, untuk melakukan musyawarah
adat. Untuk tatanan di Batak Toba,

Musyawarah adat yang berlangsung di rumah adat


(copyright: BRWA)

9 POTRET WILAYAH ADAT 57


05 Hukum Adat
Huta Sihaporas

M
asyarakat Sihaporas sangat Masyarakat adat Sihaporas masih
sadar bahwa tanah leluhur mempertahankan nilai leluhur dan
harus dijaga dan tidak boleh aturan adat. Dalam sebuah ritual adat,
diperjual belikan kepada siapapun, ini ada aturan keras untuk tidak memakan
merupakan bentuk penghormatan daging, baik daging babi ternak
bagi leluhur. Dalam tatanan masyarakat maupun babi hutan selama sepekan
Batak Toba, tanah atau wilayah juga menjelang maupun setelah ritual adat.
menjadi identitas marga.
Dilarang keras bekerja di ladang
maupun pergi ke hutan selama tiga
hari sebelum pelaksanaan ritual adat
manganjap. Jika musim panen tiba,
harus dilakukan acara ritual adat
sebagai bentuk ucapan syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa.

Ada berbagai macam ritual adat dalam


masyarakat Sihaporas yang diwariskan
oleh leluhur mereka sejak zaman dulu,
antara lain:

1. Ulaon Hu Pattar Debata

Merupakan puncak dari berbagai ritual


yang dilaksanakan masyarakat adat
Sihaporas di Rumah Adat Lumban
Ambarita, Sihaporas. Acara ini dilakukan
setiap tanggal 13 (Sikkorapurasa), sesuai
kalender masyarakat Batak. Tujuannya
untuk memuja Tuhan. masyarakat adat
Proses Verifikasi
“Tanah adalah identitas dan merupakan
Sihaporas melakukan pangoromon
warisan leluhur yang harus dijaga. Bagi (puasa 7 hari) sebelum dan sesudah
kami, tanah tidak dapat dijualbelikan ritual ulaon hu pattar debata dilakukan.
kepada orang lain”
(Copyright: Aldya-BRWA)

58 9 POTRET WILAYAH ADAT


Biasanya ritual ini diiringi dengan dilaksanakan di pintu masuk kampung.
bondang Batak selama 2 hari 2 malam Ritual dimulai pagi hari dan tidak boleh
sekaligus memberikan sitarippar dilaksanakan melewati jam 11 siang.
harajaon kepada popparan raja Diisi dengan upacara memanjatkan
sumba. Acaranya diisi dengan upacara doa oleh seluruh masyarakat yang
Manektek Angir yaitu upacara doa dilakukan dengan cara mengumpulkan
dengan menggunakan martanak satu lembar demban (daun sirih) dan
(minyak kelapa) di dalam cawan putih ditempelkan ke janur berbentuk bulat
yang bertujuan untuk mengetahui terbuat dari daun aren.
terkabul atau tidak terkabulnya harapan
masyarakat. Setiap lembar daun sirih tersebut
mewakili harapan para pendoa. Janur
2. Raga-raga Na Bolak Parsilaonan berbentuk bulat dan ubat (ramuan-
ramuan tradisional) ini merupakan
Yaitu ritual masyarakat adat Sihaporas bagian dari persembahan yang setelah
yang bertujuan menyembah dan ritual dilaksanakan akan diletakkan
meminta keselamatan, berkah dan di ladang. Besoknya, masyarakat
rezeki dari Ompu Mamontang Laut. menjalankan pantangan (robu) selama
Ritual ini dilaksanakan di rumah adat 3 hari tidak ke ladang dan setelahnya 3
Aek Batu, Sihaporas setiap tanggal hari tidak ke hutan. Lalu esok harinya,
13 (Sikkorapurasa) sesuai kalender masyarakat terbebas dari pantangan
masyarakat Batak. Ritual dimulai (manangsang robu).
malam hari sampai terbitnya Matahari
diiringi oleh gondang batak selama 1 Sebagaimana pada upacara adat
hari 1 malam sekaligus memberikan lainnya mereka juga melakukan
sitarippar harajaon kepada popparan pangoromon (puasa 7 hari) sebelum
Raja Sumba. Mereka juga melakukan dan sesudah ritual.
pangoromon (puasa 7 hari) sebelum
dan sesudah ritual dilaksanakan. 4. Ulaon Baringin/Partukkoan
(Habonaran)
3. Mombang Boru Sipitu Suddut
Merupakan ritual yang bertujuan
Adalah ritual yang bertujuan meminta untuk menyembah Habonaran
keselamatan, rezeki, dan kesuburan (penjaga kampung) agar dilindungi
bagi juma (lahan pertanian) yang dari segala marabahaya. Habonaran

9 POTRET WILAYAH ADAT 59


yakni Tappahon Ni Huta, Bautan Ni Ritual ini bisa dilakukan perorangan
Huta, Ondolan Ni Huta, dan Junjungan maupun berkelompok. Seperti
Ni Huta. Ritual dilaksanakan di pelaksana ritual lainnya, masyarakat
pohon beringin yang berada di dalam adat Sihaporas juga melakukan puasa
kampung. Masyarakat adat Sihaporas selama 7 hari sebelum dan sesudah
meyakini bahwa pohon beringin ritual dilaksanakan. Ritual ini juga
tersebut adalah tempat bernaungnya dimulai pagi hari dan tidak boleh
Habonaran. Mereka melakukan puasa dilaksanakan melewati jam 11 siang
7 hari sebelum dan sesudah ritual. pada tanggal 13 (Sikkorapurasa) di
Kegiatan dimulai pagi hari dan tidak Kalender Batak.
boleh dilaksanakan melewati jam 11
siang pada tanggal 13 (Sikkorapurasa)
sesuai kalender Batak.

5. Pangulu Balang Parorot

Ritual ini dilakukan apabila ritual Ulaon


Baringin/Partukkon (Habonaran) tidak
dapat dilaksanakan dalam kurun waktu
satu tahun. Ritual ini bertujuan dan
dilakukan seperti ritual Ulaon Baringin/
Partukkon (Habonaran). Namun
dilaksanakan di gerbang kampung.
Apabila ritual Pangulu Balang Parorot
dilaksanakan maka masyarakat harus Para ibu-ibu menumbuk beras untuk
menaruh sirih di pohon beringin dijadikan makanan istimewa yang akan
sebagai pengganti penghormatan disajikan pada acara ritual adat
terhadap Habonaran. (Copyright PD AMAN Tanobatak)

6. Manjuluk

Ritual ini bertujuan untuk meminta


kesuburan bagi tanaman dan hasil
panen. Biasanya dilakukan setiap
penanaman pertama di awal tahun.

60 9 POTRET WILAYAH ADAT


Kue tepung beras dan ayam jantan pilihan yang dipanggang adalah makanan istimewa
yang disajikan pada ritual adat. Biasanya ini disajikan untuk tamu-tamu istimewa
(Copyright: BRWA)

Sirih adalah salah satu sesaji untuk Persiapan jamuan makan dalam ritual
dipersembahkan kepada leluhur adat (Copyright PD AMAN Tanobatak)
(Copyright PD AMAN Tanobatak)

9 POTRET WILAYAH ADAT 61


Jeruk purut dan tuak merupakan bahan
utama sesaji untuk dipersembahkan
kepada leluhur
(Copyright Wilson Sagala & Rogganda
Simajuntak PD AMAN Tanobatak))

Mereka juga memiliki aturan adat yang


berkaitan dengan pranata sosial. Antara
lain, jika seseorang ketahuan mencuri
maka akan disidang oleh para tetua
Hanya orang-orang tertentu yang dapat
kampung/mardemban. Andaikata
dan diperbolehkan memainkan godang
ada yang kehilangan akan dibuat
(Copyright PD AMAN Tanobatak)
pengumuman ke seluruh wilayah atau
huta, disebut dengan istilah marpalu
ting-ting. Pengembalaan kerbau tidak
boleh dekat dengan areal perkebunan
atau pertanian. Ada juga yang disebut
marsidapari atau gotong royong yang
dilakukan untuk pertanian maupun
kegiatan lainnya.

62 9 POTRET WILAYAH ADAT


06 Potensi Hayati dan Ekonomi

B
agi masyarakat Sihaporas, Pohon ini memiliki nilai ekonomi
hutan merupakan sumber tinggi dan juga sangat berperan dalam
kehidupan. Hutan menyediakan menjaga kelangsungan mata air.
berbagai kebutuhan dalam Karena fungsinya yang fundamental,
menopang kehidupannya. Tak hanya Tombak Raja seharusnya tidak boleh
secara ekonomi semata, tetapi juga dirusak untuk kepentingan pemodal.
terkait dengan adat istiadat dan
spiritualitasnya. Beberapa kayu dari hutan digunakan
untuk kebutuhan bahan bangunan
Dahulu di Tombak Raja banyak seperti kayu pinus, meranti, ingul dan
dijumpai pohon kemenyan atau lebih rotan. Sementara kebutuhan sandang
sering disebut dengan haminjon. yang didapatkan dari hutan adalah

Biji Andaliman (Copyright: BRWA)

9 POTRET WILAYAH ADAT 63


Bunga Andaliman (Copyright: BRWA)

kapas, bayon pandan, dan raso (jenis buah bulat yang sangat kecil berwarna
tanaman rawa). Di sekitar hutan merah. Buah inilah yang menjadi
ada juga masyarakat berkebun dan bumbu masakan. Rasanya seperti
berladang padi, jagung, ubi, cengkeh, campuran lada dan cengkeh.
kopi dan petai.

Salah satu tumbuhan khas di Batak


Toba yang juga ada di Sihaporas adalah
attararasa dan andaliman. Bagi orang
Batak masakan dan sambal tidak
akan sedap jika tidak ditambahkan
andaliman sebagai bumbunya.
Andaliman adalah pohon perdu dengan

64 9 POTRET WILAYAH ADAT


04

WILAYAH ADAT
WEWENGKON PASIR EURIH

9 POTRET WILAYAH ADAT 65


(Copyright: BRWA)
66 9 POTRET WILAYAH ADAT
9 POTRET WILAYAH ADAT 67
01 Demografi dan Geografi
Wilayah Adat Wewengkon Pasir Eurih

68 9 POTRET WILAYAH ADAT


K
asepuhan Pasir Eurih berada di
dalam wilayah administrasi Desa
Sindanglaya, Kecamatan Sobang,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Pasir Eurih berbatasan dengan Desa
Sukajaya di sebelah Barat, Kasepuhan
Bongkok (Sungai Cisimeut) di sebalah
Timur, Kasepuhan Sindang Agung
(Sungai Cisalak) di sebelah Utara dan
Kasepuhan Cirompang dan Cibedug
(Gunung Kendeng) di sebelah Selatan.
Untuk mencapai Desa Sidanglaya
dibutuhkan waktu sekitar 5-6 Jam dari
Jakarta atau sekitar 130 Km. Kondisi
jalannya berkelok, berlubang dan
berbatu khas wilayah pegunungan dan
perbukitan.
Monumen rumah adat Kasepuhan Pasir Eurih
(Copyright: Nur Faadhilah)
Dengan kondisi wilayah yang
pegunungan dan perbukitan membuat Kampung-kampung ini amat
suhu di Kasepuhan Pasir Eurih terbilang bergantung pada sumber air yang
dingin sekitar 25-32oC pada siang hari, berada di Gunung Bongkok yang
dan 20-25oC pada malam dan pagi hari, merupakan Gunung yang dilindungi
curah hujannya pun terbilang tinggi. oleh masyarakat Kasepuhan Pasir Eurih
yang sebagian areanya adalah bagian
Masyarakat Kasepuhan Pasir Eurih dari wilayah Konservasi Taman Nasional
tinggal di Wilayah Adat dengan Luas Gunung Halimun- Salak .
1145,64 Ha, menyebar di beberapa
kampung yakni di Kampung Pasir Berdasarkan data kependudukan
Eurih yang merupakan pusat kegiatan tahun 2015, ada 955 Kepala Keluarga
kelembagaan adat dan sisanya tersebar (KK) dengan 1424 orang laki-laki dan
di Kampung Hegarsari, Cileler, Saning 1175 perempuan yang tinggal di Desa
Catang, Sigoyot, Nyomplong, Cibece, Sindanglaya. Masyarakat Kasepuhan
Citujah, Sindanglayung dan Cibeas. mayoritas bekerja sebagai petani
dan buruh.

9 POTRET WILAYAH ADAT 69


Suasana Wewengkon Pasir Eurih
(Copyright: Nur Fadhila)

70 9 POTRET WILAYAH ADAT


02 Sejarah Singkat Masyarakat Adat
Wewengkon Pasir Eurih

K
asepuhan sendiri berasal dari
kata “sepuh” yang artinya
“yang dituakan”. Secara historis,
salah satu Kasepuhan di wilayah
Lebak, yakni Kasepuhan Pasir Eurih,
meyakini asal mula mereka dari Bogor.
Masyarakat Adat Kasepuhan Pasir Eurih
mengartikan Bogor sebagai “Bongol”
atau “Canir” yang artinya pusat atau
asal muasal.

Wewengkon Pasir Eurih dapat


dikatakan sebagai miniatur Kerajaan
Sunda Padjajaran dan Kesultanan
Banten karena merupakan perpaduan
dari keduanya. Ketika Kerajaan Sunda
Padjajaran diserang oleh tentara
Kerajaan Banten pada tahun 1570,
banyak anggota kerajaan yang
melarikan diri ke sekitar Kawasan
Gunung Halimun, kemudian tentara
yang melarikan diri ini menyebar
dan membentuk kelompok yang
dinamakan pancer pangawinan.

Pancer pangawinan berasal dari


bareusan pengawinan, yaitu pasukan
khusus pada masa pemerintahan Prabu
Siliwangi, tetapi kemudian terpecah
menjadi tiga keturunan, dan masing-
masing menyebar ke sekitar kawasan
Gunung Halimun dan menjalankan
tradisi Kasepuhan dengan tugas
Ladang Huma
(Copyright: BRWA) masing-masing.

9 POTRET WILAYAH ADAT 71


Para keturunan tetap memegang wilayah Selatan yang merupakan
perjanjian untuk menjalankan cikal bakal dari Kasepuhan Cicarucub,
tatali paranti karuhun. Salah satu sedangkan rombongan kedua
perwujudan untuk menjalankan menetap di Pasir Eurih. Mereka
tatali paranti karuhun adalah dalam mendapat mandat untuk menjaga
ritual pertanian padi ladang. Dalam Gunung Bongkok sebagai titipan
perjalanannya, di antara ketiga untuk keturunan (Hermawati 2016).
keturunan ini ada yang melakukan Berdasarkan data tahun 2017, jumlah
perkawinan dengan keturunan kerajaan pengikut Kasepuhan Pasir Eurih ada
Islam Kesultanan Banten (RMI, 2014). sekitar 2,056 orang.

Berdasarkan kesejarahan migrasi,


masyarakat Kasepuhan meyakini bahwa
nenek moyang (Karuhun) yang ada di
Pasir Eurih berasal dari Cipatat yang
melakukan perjalanan melalui jalur
tengah. Perjalanan menuju Pasir Eurih
melewati wilayah Cibarani (sekarang
Desa Pasirmadang Bogor) kemudian
Leuwijamang-Cisalak-Sarongge (Desa
Cisarua Bogor)-Sampay-Cibanung
(Desa Lebaksitu Lebak) dan berakhir di
Muhara Cirompang (Desa Cirompang
Lebak) hingga Pasir Eurih (Desa
Sindanglaya saat ini). (Referensi
Infografis RMI, 2018)

Wilayah yang dilalui oleh karuhun


merupakan bekas permukiman
(patilasan) dan saat ini menjadi
rendangan dari Kasepuhan Cipatat,
sebelum pada akhirnya menetap di
Pasir Eurih. Rombongan dibagi dua
di Muhara Cirompang, rombongan
pertama melanjutkan perjalanan ke

72 9 POTRET WILAYAH ADAT


03 Hak Atas Tanah dan Wilayah Adat
Wewengkon Pasir Eurih

Pembagian Wilayah Adat Kasepuhan Erih, ada zona hutan dan


wilayah penduduk. Untuk wilayah

S
ama halnya dengan Komunitas penduduk masyakat Kasepuhan Pasir
Kasepuhan lain yang menyebar Eurih tinggal di dalam areal produksi
di Banten dan Jawa Barat. yang mereka sebut sebagai garapan
Kasepuhan Pasir Eurih juga membagi artinya zona yang diperuntukan untuk
wilayah adat mereka kedalam beberapa tempat tinggal dan melakukan aktivitas
zonasi. Zonasi tersebut diperuntukan pertanian; dan area atau zona hutan
untuk mengakomodasi kebutuhan yang terletak di Gunung Bongkok.
dan kepentingan hidup masyarakat

Gunung Bongkok “Kahirupan Jeung Kahirupan”: Untuk Kehidupan dan Penghidupan


(Copyright: Nur Fadhila)

“Zaman dulu kalau kata kokolot ada Garuda yang tinggal di gunung ini (Gunung
Bongkok) si Garudanya ngelemparin batu ke itu Gunung Rompang tapi gak
ancur ancur gunungnya sampe si Garudanya jadi bongkok jadi weh keliatan
rorompang (tidak beraturan), kalau mau lihat itu ada di sindaglayung sama di
cirompang namanya batu kepeul bekas garuda dulu.. kalau nama Pasir Eurih
mah katanya karena dulu ada keluarga yang cari tempat tinggal, sampai anaknya
naik seseugukan (tersedu-sedu) karena dia nangis seseugukan kaya gitu di Pasir
artinya teh Atas jadi weh di sebut Pasir Eurih.” Abah Uding, (Doc ICCAs, 2017).

9 POTRET WILAYAH ADAT 73


Gunung Bongkok sendiri sebagai
sebuah area hutan yang dikelola
oleh masyarakat Kasepuhan Pasir
Eurih secara turun temurun memiliki
arti yang sangat penting bagi
kehidupan dan sumber penghidupan
mereka. Gunung Bongkok sendiri
merupakan area yang dikonservasi
oleh masyarakat adat Kasepuhan Pasir
Eurih melalui praktik kearifan lokal
yang masih dipertahakan sampai
saat ini atau dikenal dengan KKMA
(Areal Konservasi Kelola Masyarakat
Adat)/ ICCA (Indigenous peoples and
local communities conserved areas).
Gunung bongkok dibagi kedalam dua
area penting yang disebut sebagai
Leuweung Titipan (Hutan Titipan) dan
Leweung Cawisan (Hutan Cadangan)- “Hutan titipan itu maksudnya
Leuweung Garapan (Hutan Garapan). adalah hutan yang dititipkan
oleh lehuhur, para sesepuhan
Titipan dimanfaatkan untuk untuk kahirupan (kehidupan)
menunjang dua hal yaitu Kahirupan dan kahuripan (penghidupan)
jeung Kahuripan (mempertahankan masyarakat, dititipkan artinya
keberlangsungan hidup). Maka titipan harus dijaga makanya ditutup
dimanfaatkan untuk bekal hidup hutan titipannya karena isinya
menuju kesejahteraan. Pertama, titipan ada sumber air yang diperlukan
dimanfaatkan untuk lahan garapan, untuk kebutuhan masyarakat,
yakni untuk kebun, huma, sawah dan sedangkan Cawisan itu
lembur. Kedua, titipan dimanfaatkan dititipkan sebagai cadangan
untuk dilindungi, kahuripan bermakna untuk masa depan incuputu
bahwa kehidupan manusia tak terlepas (keturunan kasepuhan)”
dari ketersediaan air, cuaca yang sejuk
dan terhindar dari malapetaka. (Abah Maman, 2017)

74 9 POTRET WILAYAH ADAT


Maka memaknai titipan sebagai Saheng, Batu Sadang, Monggor Cakar,
sumber kahuripan adalah menjaga Cadas Cenang, Cakar Maung dan Batu
kelestarian alam, kayu alam, mata air Patapaan.
dan situs yang dititipkan oleh para
Karuhun. Status tanah adat adalah Sementara, Cawisan adalah area
titipan, tidak boleh dirusak dan tidak atau lahan yang dicadangkan untuk
boleh menjadi hak milik individu. kepentingan dan hak incuputu.
Karuhun pun sudah memiliki batas Cawisan Masyarakat Adat Kasepuhan
antara hutan yang dilindungi dengan terdapat di Blok Ranca ki Arjali. Menurut
lahan garapan masyarakat. Situs yang keyakinan Masyarakat Adat Kasepuhan
berada di Gunung Bongkok yang yang didasarkan atas pesan para
merupakan titipan, yaitu Sumur Tujuh, karuhun yang disampaikan secara
Batu Pilar, Batu Haji, Batu Karut, Batu turun temurun lahan Cawisan dapat

Situs Batu Haji


(Copyright: Nur Fadhila)

9 POTRET WILAYAH ADAT 75


digunakan setelah ditemukannya Galih tersebut maka akan terkena tulah atau
Capeu. Lahan Cawisan kini dikuasai oleh kabendon dalam bahasa setempat.
pemerintah. Galih adalah inti atau cikal- Dipercaya seseorang yang terkena
bakal, sedangkan Capeu adalah jenis Kabedon akan mengalami sakit dan
tanaman yang berupa sayuran yang harus diobati melalui Kasepuhan. Orang
dijadikan lalaban. yang memasuki hutan titipan secara
sembarangan tanpa izin Abah juga bisa
Makna dari filosofi ini adalah lahan terkena Kabedon. Namun belakangan
Cawisan dikuasai pemerintah, lahan sudah banyak masyarakat yang tidak
dapat dimanfaatkan setelah ada berpegang pada pantangan tersebut
pengakuan dari pemerintah. CAPEU dan tidak percaya kabendon untuk
adalah akronim atau singkatan dari yang mengambil kayu tanpa izin Abah,
Cap Pemerintah yang mengakui serta mereka meyakini kalau kabendon akan
menghormati hak Masyarakat Adat datang jika tidak melakukan seren
Kasepuhan. Selain Blok Ranca Ki Arjali taun dan rangkaian rukun tujuh bukan
terdapat pula Cawisan yang lainya, yaitu persoalan mengambil kayu di hutan.
Mongorkilana dan Situ Seuseupan. (Nurfadhila, 2018).
(BRWA, 2015)

Salah satu bentuk kearifan dalam


mengelola kawasan hutan, adalah
adanya aturan adat tertentu ketika
akan memasuki hutan titipan. Sebab
sudah ada batasan mengenai lahan
garapan dan hutan yang dilindungi di
Gunung Bongkok. Batas tersebut jelas
dan kelihatan berupa pohon hanjuang
berdaun merah seperti palem yang
ditanam oleh leluhur sepanjang sisian
punggungan gunung.

Batas itulah yang menunjukkan


hutan yang dilindungi dan tidak
boleh digarap sama sekali. Apabila
ada yang menggarap melebihi batas

76 9 POTRET WILAYAH ADAT


04 Aturan-aturan Adat
Wewengkon Pasir Eurih

Memaknai dimaknai sebagai pranata hukum


“Tatali Paranti Karuhun” yang di pegang teguh oleh masyarakat
Kasepuhan, Tatali Paranti Karuhun
Di dalam pengelolaan hutan kawasan mengatur berbagai aspek dalam
Gunung Bongkok, masyarakat relasi sosial, baik dalam konteks relasi
Kasepuhan Pasir Eurih masih masyarakat dengan masyarakat,
menjalankan pengelolaan berdasarkan dengan alam, maupun dengan hal-hal
aturan adat yang salah satu dasar yang bersifat kosmos.
nilai kehidupan yang mereka pegang
berdasarkan filosofi hidup “bakti ka Sebagai contoh, Masyarakat Adat
indung anu teu ngandung, ka bapa Kasepuhan Pasir Eurih menerapkan
anu teu ngayuga” yang meyakini bahwa Tatali Paranti Karuhun dalam proses
bumi adalah ibu dan langit adalah pengelolaan hutan mereka. Bahwa hutan
bapak. Hal ini mereka taati sehingga dan sumber mata air harus dilindungi
tercermin pada tata-cara mereka dalam dari segala hal yang mengancam, apabila
berinteraksi dengan alam. hutan dirusak oleh aktivitas masyarakat,
seperti perambahan maupun pencurian
Lokasi mereka yang berada di kayu yang dilindungi masyarakat
pegunungan, membuat mereka maka akan terjadinya kabendon atau
sangat bertumpu pada pemanfaatan “kualat” yang membuat orang yang
sumberdaya hutan di sekitarnya melakukannya akan tertimpa hal buruk
untuk memenuhi kebutuhan tempat dalam kehidupannya.
tinggal, memasak, untuk ritual dan
juga pangan dalam mempertahankan Begitu pula dengan aspek sosial Tatali
kebutuhan hidupnya. Namun selain Paranti Karuhun tergambarkan dari
memanfaatkannya, mereka memiliki siloka-siloka (pepatah) yang dimaknai
aturan adat dalam mengatur masyarakat sebagai petunjuk yang
pemanfaatan dan pengelolaan harus diikuti seperti “Mipit Kudu
hutan secara turun-temurun ada dan Amit Ngala Kudu Menta” (kurang
diturunkan secara lisan kepada generasi lebih artinya adalah melakukan
selanjutnya. sesuatu ‘tindakan’ harus permisi, dan
mengambil sesuatu harus meminta
Tatali Paranti Karuhun berasal dari ‘izin’). Nilai nilai ini masih diyakini
nilai-nilai yang diturunkan secara dan dijalakan oleh Masyarakat Adat
turun temurun dan bersifat lisan, bisa Kasepuhan Pasir Eurih.

9 POTRET WILAYAH ADAT 77


Tak telepas dari kegiatan pertanian
mereka, Tatali Paranti Karuhun juga
dituangkan didalam aturan adat yang
mereka sebut sebagai Rujun Tujuh
yakni ritual-ritual dalam bertani huma
satu tahun sekali, melakukan ladang
gilir balik, tidak boleh memakai alat
penggiling padi untuk padi huma,
aturan rumah menggunakan kayu di
sekitar imah gede, merupakan nilai-
nilai Tatali Paranti Karuhun tadi.

Salah satu cara mereka dalam


berinteraksi dengan alamnya melalui
kegiatan bercocok tanam yang beririsan
dengan hutan. Terutama pada padi Ladang Huma di Leuweung Garapan
ladang atau mereka sebut dengan (Copyright: Nur Fadhila)
padi huma. Yaitu dengan membuka
ladang yang berada di dalam hutan,
juga melakukan ritual rukun tujuh yang
wajib dijalankan sesuai Tatali Paranti
Karuhun tadi.

Huma bagi masyarakat Kasepuhan pun


menjadi patokan masyarakat dalam
bertani yang disebut dengan pupuhu
dan masyarakat hanya tinggal melihat
saja. Huma yang biasa dibuka dengan
bergotong royong dan dikerjakan oleh
115 orang ini bernama huma gebrugan
yang artinya huma berbarengan.

Kegiatan Gebrugan Sawah


(Copyright: Nur Fadhila)

78 9 POTRET WILAYAH ADAT


Berikut adalah Rangkaian Kegiatan dalam pertanian warga
Kasepuhan Pasir Eurih

9 POTRET WILAYAH ADAT 79


05 Kelembagaan Adat
Wewengkon Pasir Eurih

Peran Abah dan Para Pagawe


Kolot

Abah atau Olot adalah sebutan untuk


Kepala Adat bagi sebagian besar
Kasepuhan. Abah memiliki peran
sebagai pemimpin dan pembina
hubungan sosial antar Incuptu melalui
prinsip dan nilai-nilai yang dipercayai
secara turun menurun.

Pemilihan seorang Abah didasarkan


pada keturunan atau melalui wangsit.
Saat ini Kasepuhan Pasir Eurih sudah
melewati enam generasi yaitu mulai
dari Olot Sarmali, Abah Murja, Abah
Murta, Abah Jasura, Abah Epeng dan
terakhir Abah Aden. Kasepuhan dalam menghadiri acara
atau undangan di luar daerah. Yang
Abah biasanya akan bekerja di dalam kedua disebut Pagawe Jero atau
lingkungan Kasepuhan saja, sehingga Inti, bertugas membantu Kasepuhan
apabila ada kepentingan di luar wilayah dalam rangkaian adat dan membantu
Kasepuhan, Abah akan menunjuk Kasepuhan dalam rumah tangga
Juru Basa sebagai perwakilan kasepuhan. Baik Pagawe Jero maupun
Abah, Juru Basa memiliki peran Pagawe Luar keduanya tidak dipilih
untuk mengkomunikasikan urusan oleh Kasepuhan, melainkan tugas
Kasepuhan dengan Pihak Luar. yang sudah diturunkan secara turun-
temurun.
Abah dalam menjalankan tugasnya
sehari-hari dibantu oleh Pagawe
Kasepuhan atau Pagawe Kolot.
Para Pagawe ini terbagi ke dalam
dua bagian, yang pertama disebut
Pagawe Luar Kasepuhan yang
tugasnya mewakili pemimpin

9 POTRET WILAYAH ADAT 81


Berikut adalah Susunan 4. Juru Basa bertugas menyampaikan
Kepengurusan Adat informasi tentang sejarah serta
Wewengkon Pasir Eurih hal-hal yang berkaitan dengan
keberadaan Kasepuhan baik di
Berikut adalah beberapa perangkat dalam maupun ke pihak luar;
dalam Kasepuhan Pasir Eurih 5. Juru Masak bertugas untuk
berdasarkan tugasnya masing-masing: mengatur mempersiapkan
1. Palu bertugas untuk memper- masakan untuk kepentingan ritual;
timbangkan keputusan sekaligus 6. Canoli bertugas menjadi juru gowah
memberikan masukan kepada atau mempersiapkan sesajen;
Abah sebagai ketua Kasepuhan;
7. Lukun bertugas untuk memper-
2. Lajer bertugas memberikan nasihat siapkan alat Seren Taun terutama
atau peringatan kepada Kasepuhan; yang berkaitan dengan ritual;
3. Juru Serat/Surat bertugas untuk 8. Ronda Kokolot bertanggung
menyampaikan informasi kepada jawab untuk urusan keamanan di
incuputu dan menjadi penyampai Kasepuhan;
kepentingan dari incuputu ke pada
Kasepuhan; 9. Palawari bertugas untuk melayani
tamu dan mempersiapkan tempat.

82 9 POTRET WILAYAH ADAT


Protokol Komunitas konteks mengatur dan membina
incuputu dan masyarakat Pasir Eurih.
Abah di bantu Pagawe Kolot Adat akan bekerja pada hal-hal yang
memegang otoritas untuk menentukan perlu diisi oleh Kasepuhan, sementara
kebijakan di Kasepuhan Pasir Eurih. Pemerintah Desa terus mendorong
Dalam setiap aktivitas sosial yang dan mengupayakan peningkatan
dilakukan oleh masyarakat biasanya kesejahteraan bagi masyarakat.
akan ditanyakan kepada Abah
terlebih dahulu, seperti membangun Bahkan dalam hal penentuan
rumah, sunatan, berpergian dan lain kepala desa contohnya, Abah akan
sebagainya. memberikan dukungan bagi calon
yang dianggap mampu dalam
Didalam konteks penegakan hukum berkompeten dalam mengurus dan
apabila ada incuputu yang melanggar melayani masyarakat. Begitupun
aturan adat “Tatali Paranti Karuhun” dengan pemerintah desa yang
sampai 3 kali, mereka harus berjanji mendukung kegiatan-kegiatan adat
untuk tidak akan mengulangi yang dilakukan oleh Kasepuhan.
lagi. Tetapi apabila ternyara masih
melanggar, maka akan di serahkan Mengembalikan Gunung
kepada Kasepuhan untuk diberikan Bongkok ke Adat
sanksi seperti diserahkan kepada yang
berwajib untuk dibina. “Muncang rubuh ka canirna,
kebo balik ka kandangna,
Dalam pelaksanaan sistem anak balik ka kolotna.”
pemerintahan, lembaga adat
Kasepuhan Pasir Eurih juga beriringan Apa yang sudah dimiliki sebagai hak
dengan Pemerintah Desa. Hal ini harus dikembalikan, dan kemanapun
dipahami sebagai salah satu prinsip manusia pergi pasti akan pulang
yang dipegang oleh komunitas dengan kerumahnya.
ungkapan “nyanghulu ka hukum,
ngahunjar ka nagara, mufakat Adanya Kebijakan pemerintah
jeung balarea” (berpatokan pada Indonesia yang memperluas kawasan
hukum, bersandar pada negara dan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak
bermufakat dengan orang banyak). (TNGHS) membuat sebagian wilayah
Sehingga ada pembagian peran dalam Kasepuhan Pasir Eurih masuk ke dalam

9 POTRET WILAYAH ADAT 83


kawasan konservasi. Padahal mereka Sama dengan kasus-kasus yang
sudah tinggal di wilayah adatnya terjadi pada masyarakat adat yang
tersebut secara turun temurun sejak tinggal di kawasan konservasi lainnya,
ratusan tahun yang lalu. masyarakat Pasir Eurih menjadi takut
bahkan trauma karena beberapa kali
Berdasarkan penuturan warga, sekitar menjadi korban diskriminasi bahkan
374 Ha wilayah kelola masyarakat kriminalisasi oleh aparat pemerintah.
masuk dan ditetapkan sebagai area
konservasi TNGHS. Hal ini menimbulkan Karena itulah salah satu aktivitas ma-
konflik tenurial yang berkepanjangan. syarakat yang aktif dilakukan di wilayah

Quote dari Jaro Jaku


(Kepala Desa Sindang Laya)

“Boro- boro mau ngambil


kayu, masuk aja kita gak
boleh..,padahal kita kan dari
jaman dahulu juga sudah
menjaga itu gunung Bongkok…
kalau kaya sekarang mah
gimana.. masyarakat juga takut
ngurusnya.. takut ditangkep
terus dimasukan ke penjara”
Jaro Jaku (Doc WGII, 2017).

Dari persoalan inilah, Masyarakat Kasepuhan Pasir Eurih saat ini mengajukan
Penetapan Hutan Adat. Kini Masyarakat Adat Kasepuhan Pasir Eurih sedang
menunggu negara mengembalikan Hutan Adat kepada mereka.

84 9 POTRET WILAYAH ADAT


Kronologis Proses Usulan Hutan Adat Pasir Eurih kepada Pemerintah

Sumber : infografis RMI, 2018

9 POTRET WILAYAH ADAT 85


06 Potensi Hayati dan Aspek Ekonomi

S
ebagai sebuah area yang dilindungi oleh Masyarakat. Di kawasan hutan
tutupan di Gunung Bongkok masih bisa ditemukan berbagai macam spesies
flora seperti pohon rasamala, puspa tamanan obat dsb. Begitupula dengan
spesies fauna seperti monyet, oak maupun burung-burung.

Pohon Rasamala
(Copyright: Nur Fadhila)

86 9 POTRET WILAYAH ADAT


Tabel Potensi & Manfaat Keanekaragaman Hayati
di Wewengkon Pasir Eurih:
*Sumber: BRWA, 2015

Jenis Potensi dan


No. Bahan
Manfaat

1 Sumber Pangan Padi, talas,jagung, umbi-


umbian, aren

2 Sumber Kesehatan & Saralang kawung


Kecantikan

3 Papan dan Bahan Bambu dan kayu kimaung


Infrastruktur

4 Sumber Sandang Bambu

5 Sumber Rempah-rempah Kuncay, salaja, jahe, asem


dan Bumbu romeh

6 Sumber Pendapatan Duren, padi, kakao, kayu, gula


Ekonomi aren

7 Kayu tanam/Kebun Jengjeng, Afrika, Kiamon,


Duren, Mangga Pisaitan, Ki ara

8 Kayu Alam/Dilindungi Meranti, Mahoni, Rasamala,


Puspa, Huru, Picung

9 Satwa Burung Solidi, Burung Tekukur,


Burung Walik, Burung
Kacanda, Monyet, Oak

9 POTRET WILAYAH ADAT 87


Pohon Aren Memasak Nira
(Copyright: Nur Fadhila) (Copyright: Nur Fadhila)

Cawisan Pasir Eurih atau kawasan itu harus seperti pohon aren. Sebab
garapan adalah menyadap aren, Gula di Kasepuhan sendiri, masyarakat
Aren menjadi salah satu komoditi menggunakan pohon aren untuk
terbaik yang dimiliki oleh Kasepuhan berbagai macam kebutuhan, seperti
Pasir Eurih, mereka biasanya menjual daunnya yang dibuat ateup atau atap
gula aren di sekitar Kecamatan Sobang untuk menutupi bagian atas rumah,
ataupun dijual ke pasar- pasar di sekitar airnya digunakan sebagai nira dan gula
Banten dan Bogor. aren, batang pohonnya yang muda
dapat dimasak dan dijadikan sayuran
Selain sebagai kudapan, pohon dan batang pohon tuanya yang bisa
aren sendiri memiliki nilai manfaat dipakai untuk membuat sesuatu seperti
tersendiri bagi masyarakat Kasepuhan, kayu bakar, kerajinan, dsb.
bahkan ada pribahasa “hirup mah
kudu kos tangkal kawung” hidup

88 9 POTRET WILAYAH ADAT


05

WILAYAH ADAT
NGATA LINDU

9 POTRET WILAYAH ADAT 89


mant
alu
oma

mot
ovo

s
ambul
ugana
9 POTRET WILAYAH ADAT 91
“Ada pemahaman lokal To Lindu soal hutan, yaitu LINOKU TUVUKU yang
artinya adalah, hutan itu tempat tinggal dan kehidupanku, ini juga menjadi
prinsip dasar kami dalam mengelola sumber daya alam yang ada.”

Sebagian besar mata pencaharian


masyarakat adat To Lindu adalah
petani dan nelayan air tawar (danau).
Ada juga penduduk yang bekerja
sebagai pegawai negeri sipil, yaitu
sekitar 53 orang. Sisanya bekerja di
sektor perdagangan (pedagang), jasa
ojek darat dan danau. Meski bekerja
di sektor lain, mereka juga tetap
melakukan kegiatan pertanian.

9 POTRET WILAYAH ADAT 93


Mendengar berita tersebut, Raja Luwu
bersedia meminjamkan liliwana demi
persahabatan yang sudah terjalin.
Dia berpesan agar anjing pemburu
itu diperlakukan dengan baik, seperti
Lindu hingga saat ini. Kisahnya berawal halnya memperlakukan anak sendiri.
dari hubungan baik antara Kerajaan Sigi
(khususnya Madika To Lindu) dengan Pada versi lainnya lainnya, ada
kerajaan Luwu, Gowa dan berikut cerita yang mengisahkan legenda
kerajaan-kerajaan lain di Sulawesi seekor anjing peliharaan bernama
Selatan. Hubungan itu antara lain Sawerigading yang berasal dari
terjalin melalui kerja sama di bidang Sulawesi Selatan. Anjing ini kemudian
perdagangan. berkelahi dengan belut besar yang
ada di dataran Lindu. Sesampainya di
Pada suatu hari Raja Luwu menerima Sigi, liliwana diistirahatkan dua hari.
utusan dari Kerajaan Sigi. Sang Setelah itu barulah anjing pemburu
utusan menceritakan ganasnya lindu yang perkasa tersebut meneruskan
(belut) raksasa di Ngata Lindu. Untuk perjalanan ke dataran Lindu. Dengan
mengatasinya, Raja Sigi bermaksud indera penciumannya yang tajam,
meminjam liliwana yaitu seekor anjing liliwana berhasil melacak keberadaan
pemburu, peliharaan Raja Luwu. lindu yang telah meresahkan rakyat

9 POTRET WILAYAH ADAT 95


Sigi. Dengan gagah berani Liliwana Kemenangan itu disambut dengan
segera bertarung melawan belut penuh suka cita oleh seluruh
raksasa tersebut. penduduk Lindu. Mereka bersorak
dan bersyukur, sambil mengucapkan
Kedua hewan saling menyerang, terima kasih kepada liliwana, anjing
menggigit dan bergumul. Suatu waktu pemburu yang perkasa.
Liliwana terlilit dan berada di bawah,
tetapi pada saat yang lain, lindu yang Sejak itu, masyarakat Lindu menjalani
berada di bawah. Demikianlah terjadi lembaran baru dalam hidupnya,
berulang kali dalam waktu yang lama. yaitu membuka pemukiman baru di
sekitar rawa, di atas tanah-tanah yang
Pertarungan antara lindu dan liliwana landai, tanpa rasa takut lagi terhadap
disaksikan oleh masyarakat dari tujuh ancaman belut raksasa. Di tempat ini
pemukiman yang berada di perbukitan mereka mulai mencetak sawah, dan
dan pegunungan di sekeliling rawa. membuka perkebunan yang luas.
Mereka khawatir belut raksasa yang Apalagi tanah di sekitar rawa adalah
selama ini mengancam penduduk kawasan yang subur, karena dibentuk
akan menang. melalui pelapisan humus yang dibawa
aliran sungai yang berhulu di gunung-
Beruntung, pada suatu kesempatan gunung sekelilingnya.
liliwana berhasil menggigit kepala
lindu. Taring-taringnya yang tajam Akibat pertarungan dahsyat antara
menghunjam ke dalam daging Lindu dan Liliwana, permukaan
hingga tengkorak kepala belut raksasa rawa yang luas terkuak, membentuk
tersebut. Belut menggeliatkan dan sebidang danau yang besar. Orang-
meronta-ronta. Ekornya memukul- orang yang tinggal di sekitarnya
mukul, menghantam tumbuhan dan menamakannya sebagai Rano Lindu.
pepohonan yang ada di permukaan
rawa yang berlumpur. Namun Meskipun mengandung beberapa per-
cengkeraman liliwana terlalu kuat, bedaan, namun pada intinya ada dua
sehingga ia tak bisa meloloskan diri. versi cerita rakyat di atas yang sama,
yaitu bahwa pembentukan Danau
Pada akhir cerita, lindu menjadi Lindu, akibat terjadinya pertarungan
lemah dan akhirnya menemui ajal. maha dahsyat antara seekor anjing
Liliwana keluar sebagai pemenang. dengan lindu, si belut raksasa.

96 9 POTRET WILAYAH ADAT


Mengakses manfaat di Lore Lindu (Copyright: BRWA)

Menurut Whitten (1987), yang Sawerigading adalah tokoh legendaris


menghubungkan dengan analisa dalam cerita rakyat tanah Kaili. Tokoh
binatang moluska, menyatakan ini dihubungkan dengan kedudukan
bahwa Danau Lindu terbentuk pada Kerajaan Bone, sebagai Kerajaan Bugis
masa 5 sampai 1,6 juta tahun yang di Sulawesi Selatan yang mempunyai
lalu. Versi ini mengkaitkan riwayat hubungan persaudaraan dengan
pembentukan pemukiman di sekitar kerajaan-kerajaan di tanah Kaili.
Danau Lindu dengan Kerajaan Sigi
dan bangsawan-bangsawan dari Dapat diperkirakan bahwa hubungan
Sulawesi Selatan, yaitu Sawerigading yang akrab antara Kerajaan Bone
dari Bone dan Payung Ri Luwu dari dengan kerajaan-kerajaan di Tanah
Kerajaan Luwu, melalui intermediasi kaili berlangsung pada abad ke-17.
raja perempuan Sigi. Adapun tokoh Sawerigading di Sulawesi
Selatan tersebut terdapat dalam epos
Keterkaitan itu dijalinkan melalui la-galigo, yang dipandang sebagai
kepemilikan mereka terhadap anjing peletak dasar dan cikal bakal raja-raja
pemburu yang perkasa (Liliwana Bugis, khusunya di Kerajaan Luwu yang
versi Tampilangi atau La Bolong versi terletak di sebelah utara Kerajaan Bone
Matulada). (Matulada, 1976).

9 POTRET WILAYAH ADAT 97


Dermaga tempat perahu nelayan (Copyright: BRWA)

Dari beberapa penuturan totua ngata 3. Keturunan dari Ngata Anca dan
(orang tua) yang mengetahui sejarah Paku membentuk satu kampung
silsilah keturunan, menyatakan bahwa: dengan nama Ngata Anca saat ini
adalah: Pegia, Betanabi, Tentenabi,
1. Beberapa marga keturunan dari
longku, Natoua, Tojuna, dan Todapa.
Wongkodono dan Langko yang
turun temurun berkembang hingga
Pada tahun 1908, Pemerintahan
sekarang ini adalah: Tikulando,
Kolonial Belanda membentuk tiga
Lapabija, Toraoe, Lakese, Tambaga,
pemukiman baru secara permanen
Sekowani, Ndolo, Ronjonabi, Tarese,
dari tujuh pemukiman (pitu ngata)
Mpijala, dan Kaende.
tersebut. Mereka menggabungkan
2. Keturunan dari Luo, Palili, Olu penduduknya pada tiga desa
membentuk satu kampung saat permanen yaitu Langko, Tomado
ini yaitu Ngata Tomado adalah (genta) dan Anca (kalendu) sebagai
dengan marga: Rataleko, Terampe, cara untuk melokalisir penduduk
Sempaoge, Magero, Mposede, dan saat itu sehingga memudahkan
Santika. pemerintahannya berjalan, dengan

98 9 POTRET WILAYAH ADAT


membangun rumah tinggal penduduk kampung Langko, yang ditempatkan
dan membuka areal persawahan pemerintah Kecamatan Kulawi yang
penduduk di sekitar wilayah Langko. dijabat oleh Ibrahim Bandu B.A.

Adapun Pitu Ngata (7 kampung) Akibat masalah tersebut di atas,


yang digabungkan menjadi 3 wilayah maka warga tiga desa itu semakin
pemukiman yaitu : sulit dikendalikan oleh pemerintah
Kecamatan Kulawi sehingga
1. Penduduk yang bermukim
masyarakat Lindu diembargo
di Langko dan Wongkodono
perekonomiannya oleh pemerintah
dikumpulkan menjadi satu di
selama 3 bulan. Lantaran diembargo,
Langko.
masyarakat Lindu mengeluarkan
2. Penduduk yang bermukim di Olu, ancaman untuk bergabung dengan
Luo, Palili dikumpulkan menjadi Kecamatan Sigi Biromaru. Ancaman
satu tempat pemukiman di Tomado. masyarakat Lindu ditanggapi serius
pemerintah Kecamatan Kulawi dan
3. Penduduk yang bermukim di Paku sanksi ekonomi itu pun dicabut.
Anca, dikumpulkan menjadi satu
tempat pemukiman di Anca. Setelah keadaaan masyarakat Lindu
menjadi tenang, mulai Puroo pun
Untuk mengatur tempat pemukiman
menjadi desa definitif, dan menjadi
baru tersebut, pada tahun 1960 sesuai
satu kesatuan dengan wilayah dataran
dengan perkembangan penduduk di
Lindu. Pemukiman tersebut kini telah
Kecamatan Kulawi, sebagian penduduk
bertambah lagi menjadi lima desa,
desa Lonca dan Winatu Kecamatan
dengan adanya pemekaran satu desa
Kulawi di-resetlemen ke wilayah bagian
baru lagi yaitu Olu. Selengkapnya lima
selatan Desa Langko yang disebut Puroo.
desa tersebut adalah Puroo, Langko,
Hal ini memicu berbagai reaksi keras Tomado dan Anca dan Olu.
dari masyarakat Lindu karena merasa
integritas wilayahnya terganggu.
Masalah yang memicu keadaan pada
waktu itu terjadi penembakan hewan
kerbau dan sapi secara brutal yang
dilakukan oleh Londora Kodu, mantan
Tentara KNIL sebagai pejabat kepala

9 POTRET WILAYAH ADAT 99


03 Sistem Tata Kelola
Wilayah Adat Ngata Lindu

Tata Ruang Wilayah Adat Masyarakat adat To Lindu masih


Ngata To Lindu menjaga keberlangsungan wana
(hutan) dan tongo (danau), po ngata

M
asyarakat adat To Lindu totua ngkolu (kampung tua), dan
masih menjaga kearifan beberapa wilayah yang dikeramatkan
lokal yang diwariskan oleh dan dikelola sesuai peruntukan
nenek moyang mereka. Termasuk berdasarkan pengetahuan lokal.
dalam hal tata kelola wilayah adat dan Demikian juga ketika mengelola
berhubungan dengan alam maupun kawasan yang disebut pangale (hutan
antar sesama (sosial). Misalnya prosesi dengan fungsinya), pobondea (tempat
adat pemberian givu (sanksi adat) berkebun), posoua (pemukiman),
apabila terjadi pelanggaran aturan. polambara (pengembalaan), polida
Aturan lain tentang sikap menghormati (persawahan) dan sompoa (wilayah
dan menghargai para leluhur. kelola di danau).

Salah satunya adalah masih tegaknya


bangunan tua yang berada di sebuah
pulau yang dikeramatkan di Lindu. Di
dalamnya terdapat makam tua yang
diperkirakan berumur sekitar 500
tahun. Banguan tersebut dipercaya
sebagai makam leluhur yang bernama
Maradindo, yaitu Madika atau Totua
Ngata yang sangat dihormati oleh
masyarakat adat To Lindu. Kini tempat
itu telah ditetapkan menjadi salah


satu cagar budaya di dataran Lindu.
Selain itu masih menjadi tempat warga Ada pemahaman lokal To
melakukan upacara/ritual adat besar Lindu soal hutan, yaitu LINOKU
yang melibatkan seluruh rumpun TUVUKU yang artinya adalah,
keluarga yang mendiami ngata di hutan itu tempat tinggal dan
dataran Lindu. kehidupanku, ini juga menjadi
prinsip dasar kami dalam mengelola
sumber daya alam yang ada.”

100 9 POTRET WILAYAH ADAT


Warga To Lindu telah melakukan dikelola tanpa izin khusus. Selain
praktik-praktik konservasi sejak dahulu itu juga terdapat suaka lainnya
dan tradisi ini terus dilakukan sampai seperti suaka Lambara (Lambara
saat ini. Tujuannya agar ketiga kawasan Nu Maradika, di Wanangkiki, dan
yang merupakan tempat keramat itu Sompoa di wilayah danau);
terlindungi, mengingat fungsinya bagi
kehidupan banyak orang. 3. Suaka Nu Wiata
Wiata dalam bahasa Lindu berarti
Kawasan itu juga merupakan habitat roh orang yang sudah meninggal
hidup satwa dan zona perlindungan dunia atau makhluk “halus”. Di
tanaman untuk obat, ritual adat dan kalangan orang Lindu yang masih
kebutuhan lainnya, selain itu juga memegang teguh tradisinya,
banyak tempat sakral dan situs budaya terdapat kepercayaan bahwa roh
yang menjadi sejarah dan kebanggaan orang yang sudah meninggal dunia
To Lindu. sebenarnya mendiami daerah-
daerah tertentu. Pada waktu-waktu
Berdasarkan kearifan lokal To Lindu khusus roh tersebut akan datang
telah mengenal pembagian zona ke tempat sanak keluarganya yang
pemanfaatan dan perlindungan masih hidup. Misalnya pada saat
terhadap wilayah adatnya yang upacara adat panen.
ditetapkan oleh nenek moyang mereka
dan dijalankan hingga saat ini, yaitu : Dalam tradisi masyarakt adat Lindu,
Suaka Nu Wiata adalah wilayah
1. Ngata konservasi yang mutlak. Di tempat
Adalah keseluruhan wilayah adat ini, seseorang tidak diperbolahkan
yang dibatasi puncak gunung masuk apalagi sampai menebang
yang berbatasan dengan wilayah kayu atau kegiatan yang sifatnya
hukum adat atau wilayah negara merusak hutan atau membuka
secara administratif dan berbatasan lahan tanpa seizin oleh totua ngata.
dengan wilayah hukum adat Ngata Pelanggaran terhadap ketentuan
To Lindu. ini akan memperoleh sanksi adat
yang berat.
2. Suaka Maradika
Adalah tempat yang pengelolaan-
nya sangat dibatasi dan tidak dapat

9 POTRET WILAYAH ADAT 101


Suaka Nu Wiata tidak hanya Lahirnya hak perorangan dimulai
terletak di tempat yang jauh dari ketika seseorang membuka
pemukiman penduduk, tetapi juga pangale (hutan produksi) untuk
terdapat di tempat yang dekat dijadikan ladang.
dengan perkampungan. Sehingga Dahulu masyarakat Lindu masih
di tepi jalan antara desa Langko, menggunakan sistim perladangan
Tomado dan Anca terdapat hutan gilir-balik. Masyarakat mengelolah
yang terletak jauh dari tapal batas lahan selama dua atau tiga musim,
taman nasional yang ditetapkan kemudian diistirahatkan dan
pemerintah. membuka ladang di tempat lain
atau menghentikan sementara
4. Suaka Lambara mengolah ladang tersebut untuk
Adalah sebutan bagi wilayah adat menyuburkan kembali tanah.
dalam bentuk hamparan lahan
kosong atau padang atau berupa 6. Ngurah
semak belukar yang menjadi Yaitu kawasan ladang yang
tempat hewan berkumpul mencari diistirahatkan. Namun apabila
makan (pengembalaan). Dalam seseorang membuka pangale dan
keseharian warga Ngata To Lindu, menjadikan ladang, tetapi orang
wilayah-wilayah ini dibiarkan itu mengurungkan pengolahannya
kosong dan berumput. Wilayah karena sesuatu pertimbangan,
tersebut berada di Walatana maka Ladang ini sebut Taluboo.
(dekat Langko), Bulu Jara (dekat Namun tanah itu sudah merupakan
Tomado), Tongombone (dekat Olu), milik si pembuka pangale tersebut.
Kana (dekat Luo/Palili), Bamba
(dekat Paku), Malapi (dekat Anca), 7. Bonde
dan Keratambe (dekat Tomado); Adalah kebun yang ditanami
tanaman tahunan seperti kakao,
5. Suaka Ntodea Kopi, cengkeh dan lain sebagainya.
Suaka Ntodea adalah wilayah
pemanfaatan yang dapat 8. Pampa
dikonversi menjadi sawah Adalah ladang atau kebun yang
atau tempat pemukiman. Hak lahannya ditanami tanaman
pemanfaatan Suaka Ntodea palawija seperti buah-buahan,
dibatasi oleh hak-hak perorangan. sayuran dan lain sebagainya untuk

102 9 POTRET WILAYAH ADAT


04 Kelembagaan Adat
Ngata Lindu

S
istim pemerintahan adat di sampai di kecamatan, walaupun fungsi
wilayah to Lindu telah ada sejak dan pranata adatnya tetap mengikuti
lama dan dijalankan secara turun sistem dan aturan adat yang telah
temurun. Lembaga adat Ngata Lindu berjalan sejak dulu.
adalah lembaga sosial yang mengatur
rangkaian tata cara melakukan Lembaga adat ini temasuk
hubungan antar manusia dan manusia juga menjalankan kapotia libu
dengan alam sekitar, serta ketika (kesepakatan adat) dan Totua Ngata
menjalani kehidupan dengan tujuan yang menetapkan sanksi-sanksi atas
mendapatkan keteraturan hidup. berbagai pelanggaran yang dilakukan
oleh siapa saja di wilayah adat, baik
Kelembagaan adat yang ada di masyarakat asli maupun pendatang
masyarakat adat To Lindu pada tanpa memandang bulu. Bahkan telah
masa lampau masih menggunakan beberapa kali memberikan sanksi adat
sebutan totua ngata yang pada saat kepada pejabat pemerintahan yang
itu lingkup pemerintahannya berada salah dalam melakukan interaksi sosial
di tujuh wilayah yang menjadi tempat di wilayah adat To Lindu.
pemukiman dan dipimpin oleh Lakese
sebagai Kapala Ngata. Pemerintahan
adat saat itu yaitu Jogugu sebagai
ketua, Kapita sebagai hakim/dewan
pertimbangan hukum, Pabisara
sebagai pembela/pembicara, dan
Galara sebagai orang yang menggelar
perkara/penuntut.

Namun masyarakat adat To Lindu juga


tidak lepas dari perubahan, termasuk
dominasi kekuasaan pemerintahan
negara. Sehingga pemerintahan adat
yang berlaku sebelumnya kemudian
mengikuti model pemerintahan
sekarang. Dimana masyarakat adat
To Lindu saat ini juga membentuk
pemerintahan adat mulai dari desa Totua Ngata ri Lindu

104 9 POTRET WILAYAH ADAT


STRUKTUR KELEMBAGAAN ADAT (TOTUA NGATA LINDU)

9 POTRET WILAYAH ADAT 105


04 Potensi Hayati dan Aspek Ekonomi

S
ecara umum ekosistem wilayah mangga, jambu, durian, nanas, kelapa,
adat Toa Lindu saat ini adalah jeruk, pia (bawang), kula (jahe),
berupa rano (danau), wana timpowane (daun serai), gonato (daun
(hutan), salu (sungai), lida (lahan basah), ganemo), marisa jawa (lada), kanino
dan bonde (lahan kering). Namun (kayu manis), cabai dan berbagai jenis
ketujuh wilayah pemukiman mereka tanaman palawija.
sejak dulu telah dikelilingi oleh hutan
dengan berbagai macam keragaman Untuk bahan obat-obatan, mereka
hayatinya. menanam jenis rumput mayana: wiyoa,
tambajara, lamba ntomate, laoene
Secara keseluruhan corak produksi (obat penyakit dalam/luka, usus buntu,
warga To Lindu adalah petani karena paru-paru, mimisan, diabetes, dan
tanahnya datar dan subur. Namun ada maag). Sedangkan untuk kecantikan
juga yang menjadi nelayan pada musim mereka menanam pelo (kemiri), kayu
tertentu, dengan memanfaatkan danau manis, palio (kayu harum), dan gaharu.
yang merupakan habitat bermacam-
macam ikan air tawar seperti mujei
(ikan mujair), masapi (belut), sumi-sumi
(ikan mas), lele (ikan lele), uru (gabus),
kosa, pojanggo, tawes, gurami.

Sesekali mereka juga berburu ke hutan


yang masih terdapat, babi, babi rusa,
anoa dan berbagai hewan liar lainnya.
Di sekitar danau juga terdapat berbagai
jenis unggas, terutama burung bangau
putih dan hitam, renggong, pecuh ular,
gagak, belibis yang memang endemik
di wilayah tersebut.

Pertanian dan perkebunan yang


mereka lakukan menghasilkan padi
kamba, kakao, kopi, ubi kayu, singkong,
jagung, kacang-kacangan, sayuran,
dan buah-buahan seperti mentimun,

106 9 POTRET WILAYAH ADAT


Sejak dulu kala masyarakat adat To
Lindu membuat perabot rumah
tangganya sendiri, yaitu dengan
mengolah hasil hutan di sekitarnya.
Misalnya daun pandila, tuu dan naso
yaitu jenis rumput atau pandan
hutan untuk dianyam menjadi tikar.
Tetumbuhan ini banyak hidup di
pingiran danau sebelah selatan Danau
Lindu atau sepanjang kawasan hutan di
wilayah adat Nto Lindu.

Mereka juga mengolah pohon kayu,


bambu, kapuk dan lain sebagainya
untuk bahan dasar utama rumah dan
perkakas. Daun rumbia dijadikan
atap rumah, walo (bambu) untuk
dinding rumah, pagar, dan kursi. Rotan
dianyam menjadi berbagai peralatan
rumah tangga dan juga digunakan
untuk membuat alat tangkap ikan di
danau dan sungai terdekat. Sebelum
mengenal industri tekstil, nenek
moyang To Lindu mengolah kulit pohon
yang disebut tea dan nunu untuk
dijadikan pakaian sehari-hari.

9 POTRET WILAYAH ADAT 107


(Copyright:
WILAYAHBRWA)
108 9 POTRET ADAT
MUKI
M KUNYET
ma
na

per
muk
ima
nMHA
di
manas
atug
ampongbi
asa
nya

K
ekama
sapeper
ang
andeng
anBel
anda
,

peng
elol
aans
umberda
yaa
lamda
n

me
n g
gal
akk
anpena
nama
nla
day
ang
des
a,
ma
siht
ers
eba
rdi
14g
ampongber
tani

K
u ny
et
me
yak
ini
bahwas
eap
14

S
ete
lahma
sapeper
ang
andeng
an
laha
nbaru
unt
ukper
kebuna
n.Ha
sil
tanama
nbu a
h

i
ndus
tri
muk
im
g
ampong
.
I
sl
am
Chi
kjug
ada
patdi
sebut
k
endur
i
di
koor
dini
rol
ehk
epa
lades
a,
7.
271ha.

Wa
d uk
(
tanahwa
kaf
)
WI
LAY
AHADAT
T
ONDOKMARE
NA
(Copyright: BRWA)
126 9 POTRET WILAYAH ADAT
9 POTRET WILAYAH ADAT 127
T
ondokMar
ena
T
ondokMar
ena
T
ondokMar
ena
T
ondokMar
ena
T
ondokMar
ena
maka pemangku adat, yakni Sorong, Pemangku Adat menyampaikan akan
Ada’ dan To Mentaun menentukan diadakan acara maka seluruh warga
kapan waktu tepat untuk menanam. harus ikut serta. Tujuannya memohon
kepada Tuhan untuk menyembuhkan
Dalam perencanaan menanam terlebih penyakit ataupun membuang kesialan
dulu diawali dengan mangramme alias tolak bala.
(merendam benih dalam air) sesuai
petunjuk To Mentaun yang menetukan Ada pantangan dalam melakukan ritual
waktu sesuai dengan pengetahuannya adat. Yaitu tidak boleh ada beras hitam, tak
tentang cuaca dan perbintangan. Setelah boleh berpakaian hitam dan tidak boleh
waktunya ditetapkan dan diumumkan, dilakukan kalau ada orang meninggal di
perendamannya sebanyak tiga kali. kampong. Acara ritual dilakukan sebelum
jam 12 siang atau dalam bahasa Marena
Mangpallin yaitu allo tuka (saat Matahari naik) dan
tidak boleh dilakukan kalau allo solo (saat
Dilakukan ketika padi mulai tumbuh, Matahari turun).
kegiatan dimaksudkan untuk
memohon kepada Allah Swt agar Aturan Adat yang Berkaitan
tanaman tidak terserang hama. Tidak Pranata Sosial
ada pembuatan la’pa atau potong
ayam, hanya membuat tepung padi Hukum atau aturan yang menjadi
yang dicampur dengan santan dan panduan masyarakat dalam
telur untuk dimakan bersama. berinteraksi sosial muncul berdasarkan
atas pengalaman, bukan diadopsi dari
Mangrundun Banne luar. Misalnya warga Marena dilarang
mengayunkan pedang ke arah tubuh
Semua petani harus turun pada acara sendiri (mang ba’ta sapah) karena
ini. Upacara dilakukan di kepala sawah dapat melukai diri.
atau permulaan sawah yang pertama
kali dialiri air. Biasanya disertai acara Sebelumnya, kebiasaan tersebut
mangkarerang, la’pa’ juga dan sering dilakukan. Tetapi, karena ada
memotong ayam. yang sudah terluka maka kemudian
menjadi aturan adat. Inilah yang oleh
Dalam hal Lolo Tau dikenal acara masyarakat adat Marena disebut bukti
mangnganta’/mantanan bubun. Ketika dulu baru aturan dibuat dan harus

9 POTRET WILAYAH ADAT 133


benar-benar terbukti bahwa perbuatan si pelaku disuruh membawa kurungan
yang berakibat buruk barulah kemudian ayam kelililing kampung sambil
bisa dibuatkan larangan atau aturannya. berteriak tiga kali dengan ucapan “aku
mencuri ayam”.
Dalam hukum adat Marena dikenal
istilah pemali (larangan atau tabu) dan Pengambilan Keputusan dari
sapa’ (pantangan). Walau kedua istilah Penerapan Hukum Adat
ini bermakna larangan akan tetapi
dibedakan dalam tingkat aplikasinya. Bagaimana menyelesaikan sengketa
Pemali belum masuk kategori tanah warisan antara dua keluarga
haram, karena masih dalam kadar yang masing-masing merasa berhak?
larangan dan tidak boleh dilakukan Pemangku adat mempertemukan
dan pelanggarnya tetap dihukum. kedua keluarga yang bersengketa dan
Tetapi ketika sudah masuk kategori bermusyawarah. Pemangku Adat harus
haram maka itu disebut tengkai sapa’ memutuskan secara benar dan adil,
(melangkahi larangan). Hukumannya walaupun yang bersengketa berasal
adalah mati. dari keluarganya sendiri.

Dalam kategori pemali masih bisa Bagaimana dengan kasus yang


dimusyawarakan untuk mencari berkaitan dengan tindak kriminal
jalan terbaik atau penyelesaian. seperti pembunuhan? Pemangku adat
Contoh penerapan hukum yang tidak pernah lagi memberlakukan
berat yaitu ketika ada yang ketahuan hukum adat, namun menggunakan
berzina dengan saudaranya ataupun hukum negara.
mengawini saudaranya atau pawe-
pawe. Maka aturan adat yang
diterapakan adalah dibandang
mamata’i atau hukuman mati dengan
tidak meneteskan darah, caranya
adalah dengan dicekik sampai mati.

Dalam hal pemali yang kategorinya


ringan seperti mencuri ayam,
hukumannya masih bisa dibicarakan,
tidak dengan hukuman mati. Biasanya

134 9 POTRET WILAYAH ADAT


06 Potensi Hayati dan Aspek Ekonomi

P
otensi keanekaragaman hayati ditumbuk atau diparut lalu dioleskan
yang terdapat di wilayah adat pada bagian yang sakit. Papaya
Marena cukup beragam. Baik digunakan sebagai obat cacing. Yaitu
yang diambil untuk memenuhi getah papaya dicampur gula merah
kebutuhan sehari-har, maupun lalu diminum.
pendapatan ekonomi rumah tangga.
Untuk bahan bangunan, di hutan
Antara lain jagung, ubi jalar, wortel, Marena terdapat berbagai jenis kayu,
kentang, kacang merah, kecang yaitu suren, belalang, bitti, jati, dan
tanah, koll, bawang prei, daun seledri, kelapa. Ada juga bambu pattung, kajao.
sawi, cabe, pisang, tomat, dan lainnya.
Sumber rempah-rempah dan bumbu
juga banyak ditanam warga seperti
bawang, jahe, lengkuas, cabe, kunyit,
serai merica dan lain sebagainya.

Untuk kesehatan dan


kecantikan, warga
Marena menanam
paria, bawang merah,
kunyit untuk obat
cacar air. Untuk
obat rematik,

9 POTRET WILAYAH ADAT 135


136 9 POTRET WILAYAH ADAT
08

WILAYAH ADAT
KENEGERIAN
GAJAH BERTALUT

9 POTRET WILAYAH ADAT 137


(Copyright: BRWA)
138 9 POTRET WILAYAH ADAT
9 POTRET WILAYAH ADAT 139
01 Demografi dan Geografi Wilayah
Adat Kenegerian Gajah Bertalut

K
enegerian Gajah Bertalut
terletak di Desa Gajah Bertalut,
Kecamatan Kampar Kiri Hulu,
Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Luas
wilayah adat Kenegerian ini 4.414 Ha
yang di dalamnya bermukim sekitar
487 jiwa atau 135 Kepala Keluarga (KK)
yang terdiri dari 245 perempuan dan
242 laki-laki.

Topografi sebagian besar wilayah


Kenegerian Gajah Bertalut adalah
pegunungan dan perbukitan. Ia berada
di hulu Sungai Subayang, Kabupaten
Kampar, sebelah Barat Riau. Untuk
mencapainya, harus menyusuri sungai
dengan menggunakan perahu ukuran Kenegerian Miring dan Kenegerian
sedang atau kecil. Batu Sanggan (Ikugh Doghe Nyongek,
Mandaki Bukik Nilai) di sebelah Timur
Sungai Subayang membelah kawasan dan wilayah adat Kenegerian Miring
suaka margasatwa Bukit Rimbang dan Kenegerian Terusan (Simpang
Baling. Kawasan ini ditetapkan Tigo Ulu Sungai Jalan Pulang, Bukik
pemerintah Republik Indonesia Tolang dengan Kenegerian Miring) di
menjadi Suaka Margasatwa pada tahun sebelah utara.
1984 (WRI Indonesia, 2018).

Wilayah Adat Kenegerian Gajah


Bertalut berbatasan langsung dengan
wilayah adat Kenegerian Aur Kuning
(Panti Sungai Kombuik, Pamatang
Bukik Goduik) di sebelah Barat, wilayah
adat Kuansing, khususnya kawasan
Bukik Sambilan Tingkek, Ulu Sungai
Tikun arah kiri dan Bukik Baombun.
Di sebelah Selatan, wilayah adat

140 9 POTRET WILAYAH ADAT


02 Sejarah Singkat
Kenegerian Gajah Bertalut

Asal Muasal Nama Gajah


Bertalut

A
sal muasal nama Gajah Bertalut
diambil dari cerita seekor gajah
dan ular besar di suatu lughan
(parit) Di sebelah barat kenegerian
Gajah Bertalut ada sebatang pohong
beringin yang rindang. Pohon beringin
tersebut didiami oleh seekor ular
yang sangat besar. Kemudian ada
masyarakat yang menanam kelapa
di Kenegerian Terusan (salah satu
kenegerian/kampung di hulu sungai
Subayang). Orang tersebut menantang
gajah untuk datang ke pohon kelapa
uar besar dari atas pohon beringin.
yang ditanamnya. Dengan sombong ia
Maka terjadilah perkelahian yang
berkata, “Apabila pohon kelapa yang
sengit antara gajah dan ular. Gajah
ditanam ini tumbuh sampai setinggi
menghentak ke bawah dan ular
kepala gajah, maka wahai gajah,
menarik ke atas, sampai gajah berkutat
datanglah untuk menghampiri pohon
ke seberang lughan (parit), dan ular
kelapaku ini kalau kalian mampu”.
bersekuat ke pohon beringin, hingga
Ia berkeyakinan kalau gajah tidak akan
gajah sampai ke dekat pohon beringin.
mampu untuk datang, karena lokasi
Begitu seterusnya hingga tidak ada
menanam jauh di perbukitan dan susah
yang mengalah dan matilah ketiganya.
dijangkau oleh gajah, sementara daerah
Pohon beringin mati, ular mati, dan
Subayang bukan habitat gajah.
gajah pun mati. Gajah tidak sampai
ke negeri Terusan. Jadi nama Gajah
Setelah pohon kelapa yang ditanam
Bertalut memiliki arti gajah bergelut
tumbuh besar dan setinggi gajah,
atau berkelahi. (Profil Masyarakat Adat
datanglah gajah dari hilir. Sesampai
Kekhalifahan Batu Sanggan Kampar-
di lughan (parit) di dekat Kepala Koto
Riau, 2017).
(kampung) Gajah Bertalut, gajah
yang hendak menghampiri pohon
kelapa tersebut dihadang oleh seekor

9 POTRET WILAYAH ADAT 141


Dahulu kala turunlah lima orang Kota Tuo berkembang dan
bersaudara dari Minangkabau banyak masyarakat yang menetap
Pagaruyung, Sumatera Barat hingga menjadi padat. Namun
melakukan perjalanan. Mereka datang musibah. Banyak orang
melewati koto ampalu (Minang) yang meninggal. Karena korban
dan jalan Bukit Tanduak (tanduk), meninggal semakin banyak, para
kemudian meniti pematang pemimpin pemuka adat di kampung
punggung Ladiang (parang) Malintang bermusyawarah “berembuk mufakat”
(menyeberangi) Pematang Asau dan untuk mencari jalan keluar. Akhirnya
menuruni Sungai Muku. Perjalanan disepakati untuk meninggalkan
dilanjutkan dengan mandaki Bukik kampung Koto Tuo dan berpindah ke
Talang dan sampailah ke hulu Sungai seberang kampung, yaitu Koto Tongah.
Lumbuang (nama anak sungai Natang Sesampainya di Koto Tongah, dibuat
Subayang). Dan perjalanan dilanjutkan keputusan, di concang laghe, batu
ke arah hilir Sungai Lumbuang sampai diguliak, tupian alah di mandisi, adat
ke kebun sungai pawuang kemudian di isi limbago di tuang maka Koto
perjalanan dilanjutkan ke simpang Tongah resmi dihuni dan menjadi
sungai lumbuang. Melalui palipigh tempat menetap yang baru.
(melipir) nan ampek (nama satu
tempat) maka sampailah ke Pangkalan Beberapa tahun kemudian nasib
Serai (salah satu kenegerian di malang kembali menimpa masyarakat
Kekhalifahan Batu Sanggan). di Koto Tongah. Masyarakat tidak dapat
mandi di sungai karena banyak ikan
Perjalanan kemudian dilanjutkan besar yang menyerang masyarakat.
ke arah hilir Sungai Subayang dan Untuk mengatasi masalah tersebut,
berhenti di Koto Tuo. Di Koto Tuo, habis para pemuka adat berembuk dan
hari berganti hari, minggu berganti bermusyawarah mufakat mencari
bulan, maka di concang laghe, batu jalan keluar. Hasil musyawarah
di guliak, tupian alah di mandisi adat disepati untuk meninggalkan
di isi limbago di tuang, (cara menata nagari (kampung) Koto Tongah dan
ruang satu tempat/kampung secara berpindah ke mudik (arah ke atas
adat untuk dijadikan tempat untuk kampuang) yaitu ranah Koto Baru.
menetap), maka dihunilah Koto Tuo
Sesampai di Koto Baru, dilakukan
tersebut untuk dijadikan tepat menetap.
cancan laghe, diguliak batu tupian la

142 9 POTRET WILAYAH ADAT


di mandisi, adat diisi limbago dituang SangganKampar-Riau, 2017).
maka ranah Koto Baru resmi menjadi
Dalam catatan sejaran, sejarah
kampung baru untuk menetap.
Kenegerian Gajah Bertalut juga tidak
Setelah berkembangnya Koto Baru, bisa lepas dari sejarah Kekhalifahan
dan masyarakat telah menetap lama, Batu Sanggan. Kekhalifahan Batu
kembali musibah datang. Masyarakat Sanggan terletak di Kecamatan
diserang hama nyamuk. Masyarakat Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar,
mulai tidak nyaman untuk menetap di Riau. Masyarakat adat Kekhalifahan
kampung ranah Koto Baru. Tetua adat Batu Sanggan menetap secara turun
kembali bermusyawarah untuk mencari temurun di desa-desa yang dialiri
tempat yang aman bagi warganya Sungai Subayang, yang menjadi bagian
yang jauh dari mala petaka. Setelah dari DAS Kampar.
bermusyawarah yang cukup panjang,
Kekhalifahan Batu Sanggan terikat
disepakati untuk meninggalkan
pada struktur adat di aliran wilayah
kampung ranah Koto Baru dan
Sungai Kampar atau disebut Rantau
berpindah ke seberang kampung yaitu
Kampar Kiri. Kerajaan Gunung Sahilan
ke Gajah Bertalut, kampung masyarakat
menjadi pusat pemerintahan yang
adar Gajah Bertalut saat ini. (Profil
memimpin wilayah di aliran Sungai
Masyarakat Adat Kekhalifahan Batu

Landscape Wilayah Gajah Bertalut (Copyright: BRWA)

9 POTRET WILAYAH ADAT 143


Kampar atau Rantau Kampar Kiri. 3. Khalifah Ujung Bukit Gelar Datuk
Wilayah Kerajaan Gunung Sahilan Bendaharo berkedudukan di Ujung
berdasarkan hukum adat terbentang Bukit.
“dari Pangkalan yang Duo Laras, 4. Khalifah Batu Sanggan Gelar Datuk
Pangkalan Serai di laras kiri dan Godang berkedudukan di Batu
Pangkalan Kapas di laras kanan hulu Sanggan.
Sungai Subayang dan Sungai Batang 5. Khalifah Ludai Gelar Datuk Marajo
Bio sampai ke Muara Langgai”. Wilayah Besar berkedudukan di Ludai.
Rantau Kampar Kiri terdiri dari dua
aliran sungai, yaitu Sungai Subayang (Profil Masyarakat Adat Kekhalifahan
dan Sungai Batang Bio. Batu Sanggan Kampar-Riau, 2017).

Wilayah Rantau Kampar Kiri terdiri Sistem Kekhalifahan Batu Sanggan


dari Rantau Daulat dan Rantau sudah ada sejak tahun 1750. Pada waktu
Andiko, dua otoritas penting dalam itu Raja Kerajaan Gunung Sahilan
hukum adat yang berlaku. Rantau menetapkan 4 (empat) kekhalifahan
Daulat adalah Kerajaan Kampar Kiri yang mencakup wilayah hutan Bukit
yang berada di Gunung Sahilan yang Rimbang Baling, wilayah di sepanjang
mengatur penghulu-penghulu adat tepi daratan Sungai Subayang, Sungai
di sepanjang Rantau Kampar Kiri. Bio dan Sungai Sungingi.
Sedangkan Rantau Andiko merupakan
wilayah kerajaan yang terdiri dari empat Kekhalifahan Batu Sanggan
kekhalifahan dan bersifat otonom. membawahi 7 kenegerian di antaranya
Kekhalifahan dipimpin oleh seorang Batu Sanggan, Muara Bio, Tanjung
Khalifah, yaitu Kekhalifahan Kuntu, Beringin, Gajah Bertalut, Aur Kuning,
Kekhalifahan Ujung Bukit, Kekhalifahan Terusan dan Pangkalan Sertai.
Batu Sanggan dan Kekhalifahan Ludai. Kenegerian-kenegerian tersebut
kini telah ditetapkan sebagai desa-
Wilayah di sepanjang Rantau Kampar desa definitive. Jejak peradabannya
Kiri dipimpin oleh lima penguasa, yaitu : juga dapat dilihat dari catatan situs
1. Khalifah Gunung Sahilan Gelar Gajah Bertalut yang berupa tangga
Datuk Besar Gunung Sahilan yang yang masih ada sampai saat ini yang
berkedudukan di Gunung Sahilan. diperkirakan dibuat pada 1841 (Arif
2. Khalifah Kuntu Gelar Datuk Rahman dan Thomas Oni Veriasa, 2017).
Bendaharo yang berkedudukan di
Kuntu.

144 9 POTRET WILAYAH ADAT


03 Tata Kelola Wilayah Adat
Kenegerian Gajah Bertalut

Saat acara penobatan Khalifa Batu Songgan (Copyright: BRWA)

D
alam Aturan adat yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah dan Sumber
Daya Alam (SDA), wilayah adat merupakan milik persukuan, yang dapat
dikelola oleh masyarakat namun tidak boleh diperjual belikan.

Hak Atas Tanah dan Sistem Penguasaan dan


Pengelolaan Wilayah Pengelolaan Wilayah

Kenegerian Gajah Bertalut membagi Penguasaan dan pengelolaan wilayah


ruang menjadi beberapa bagian, yatu: juga terbagi dalam beberapa bagian,
• Rimbo adalah hutan lebat yang yaitu:
belum terjamah. • Kawasan hutan adalah kawasan
• Hutan Karet adalah kebun karet dengan kepemilikan Komunal dan
dan bekas kebun / ladang yang individu.
sudah mempunyai hak milik • Kawasan pemukiman dan
individu. perkebunan adalah kawasan
• Pemukiman dengan kepemilikan pribadi yang
• Lubuk Larangan adalah areal diturunkan berdasarkan keturunan
sungai yang dimanfaatkan untuk • Kawasan sungai adalah kawasan
kebutuhan pembangunan masjid yang kepemilikannya berkelompok
dan kebutuhan masyarakat umum atau komunal, seperti lubuk
larangan yang diinisiasi oleh para
pemuda dan ninik mamak.

9 POTRET WILAYAH ADAT 145


04 Kelembagaan Adat
Kenegerian Gajah Bertalut

Struktur Masyarakat Adat Struktur Masyarakat Adat


Kenegerian Gajah Bertalut

K
enegerian Gajah Bertalut adalah sebagai berikut:
dikepalai oleh Datuk Pucuk
Sumber: Profil Masyarakat Adat
yang berasal dari suku Melayu
Kekhalifahan Batu Sanggan Kampar-
yang menguasai adat di kenegerian
Riau, 2017).
tersebut. Di bawah Datuk Pucuk adalah
Datuk Parapatia yang berasal dari suku Fungsi dan peran Ninik Mamak dalam
Caniago di kenegerian Gajah Bertalut. Kenegerian Gajah Bertalut, yaitu:
Bandaro Mangkuto dan Mandaro 1. Datuk Pucuk Godang Kanagoghi
Mudo merupakan bawahan dari Datuk (datuk besar dalam suatu negeri
Pucuk dan Datuk Prapatia yang berasal tersebut), fungsinya yaitu kombuik
dari Suku Domo Ulak dan Suku Domo bonia kandang pisoko, berarti
Mudiak, dan di dalamnya terdapat menampung pengaduan dari
dubalang-dubalang yang enugaskan Datuk Prapatia, seperti kusut yang
para mamak kampung dan malin di tidak bisa selesai (kotor) yang
suatu kenegerian (Profil Masyarakat tak bisa jernih oleh mereka beri
Adat Kekhalifahan Batu Sanggan tiga, maka datuk pucuk lah yang
Kampar-Riau, 2017). menyelesaikan masalah tersebut.

Pengukuhan Pimpinan Kenegerian Gajah Bertalut

146 9 POTRET WILAYAH ADAT


Pakaian Adat di Kenegerian Gajah Bertalut (Copyright: BRWA)

2. Datuk Prapatia Godang Karantau Suluah bendang comin towi, ka


(Besar kerantau atau sungai yang aiu menjadi suluah kadaghek
tenang), fungsinya yaitu batu ‘kan manjadi comin mamogang
diguliat caikan diconcang, artinya sopir jo guntiang, artinya jika ada
orang yang berhak menjaga kakak banta (permasalahan dalam
sungai dan menari perkampungan kenegerian) maka datuk yang
baru, seperti membuka Lubuk dua itulah yang menyelesaikan,
Larangan dia yang pertama. dan kalau belum terselesaikan
Lubuk Larangan adalah panen juga maka Datuk Pucuk lah yang
ikan satu kali dalam satu tahun, menyelesaikan masalahnya.
yang merupakan tradisi di Sungai
Subayang yang turun temurun.

3. Bandaro nan Kuto


Bandaro nan Kuto dan Bandaro nan
Mudo keempat suku dalam nagari.

9 POTRET WILAYAH ADAT 147


05 Aturan Adat dan Budaya
Kenegerian Gajah Bertalut

J
auh sebelum agama Islam masuk,
adat istiadat dan kebudayaan
masyarakat adat Gajah Bertalut
yang termasuk Kekhalifahan Batu
Sanggan sudah ada dan berkembang.
Islam masuk di tahun 1900an dan
diterima baik oleh masyarakat adat
Gajah Bertalut karena dinilai sejalan
dengan aturan adat yang ada, baik dari
segi kelestarian alam dan pranata sosial.
Semenjak itu, islam memberikan corak
tersendiri bagi kebudayaan dan adat
istiadat di Gajah Bertalut. Salah satu
yang terlihat adalah adanya Udunan
(yasinan), yaitu aturan sakral yang
berlaku dalam praktek Lubuk Larangan.
Kelompok Pemuda dan Pemerintah
Salah satu kearifan pengelolaan SDA Desa. Terkait dengan aturan Udunan
masyarakat adat di Kekalifafan Batu (yasinan) yang berlaku dalam praktek
Sanggan, termasuk di dalamnya Lubuk Larangan adalah pembacaan
Kenegerian Gajah Bertalut adalah yasin untuk mengetahui pelanggaran
adanya Lubuk Larangan. Yang di Lubuk Larangan yang dilakukan
dimaksud Lubuk Larangan adalah masyarakat. Jika ada pelanggaran,
bagian aliran air sungai di mana maka si pelanggar akan terkena
ikannya tidak boleh ditangkap dalam sanksi seperti sakit, gila atau bahkan
jangka waktu tertentu, atau hanya meninggal dunia.
boleh diambil berdasarkan kata
sepakat masyarakat adat. Penangkapan Aturan adat yang terkait dengan
ikan yang dilakukan pun dibatasi, pranata sosial, disebutkan bahwa tidak
kemudian ditutup kembali. Ikan diperbolehkan adanya perkawinan
yang dikumpulkan biasanya akan di dalam satu suku. Jika ada yang
dilelang yang diikuti oleh masyarakat melanggar aturan dan keputusan
kenegerian sekitar bahkan orang luar. hukum adat, maka yang bersangkutan
Saat ini hasil lelang ikan tangkapan akan dibuang dan dikucilkan dari
dari Lubuk Larangan menjadi uang kampung, yang mereka sebut dengan:
kas bagi Kelembagaan Adat, Mesjid, dilotakkan dibukik indak ba angina di

148 9 POTRET WILAYAH ADAT


Sema Antau : Mengantar kepala kerbau ke perbatasan sebagai tanda rasa syukur kepada
tuhan atas hasil panen (Copyright: BRWA)

lugha nan indak ba ayiu yang artinya di perempuan adalah sentral kekuatan
letakkan di bukit yang tidak ada angin, ekonomi dan sumber kekuasaan
di jurang yang tidak ada air. politik masyarakat saat itu; dalam
memutuskan suatu perkara dan masa
Dalam menjalankan norma adatnya, depan anak-kemenakan, baik internal
Masyarakat Gajah Bertalut menjalankan maupun eksternal, maka Bundo
mengatur bahwa silsilah keturunan, Kanduang (perempuan) dan Mamak
kesatuan suku dan pemimpin suku Suku (penghulu, dubalang dan orang
didasarkan pada garis keturunan tua laki-laki) memiliki posisi setara
ibu. Ini mengukuhkan perempuan dan berwenang dalam musyawarah
sebagai pemegang hak ekonomi yang di rumah gadang. Ini juga menjadi
diwariskan secara turun temurun struktur organisasi persukuan mula-
kepada anak perempuan, sedangkan mula yang menempatkan perempuan
hal yang ketiga mengukuhkan laki- dalam urusan publik sesuai norma
laki sebagai pemimpin politik yang adat yang dijalaninya. (Perempuan dan
diwariskan turun temurun kepada Maket 3D, WRI, 2018)
kemenakan laki-laki. Dengan kata lain,

9 POTRET WILAYAH ADAT 149


06 Keanekaragaman Hayati

W
ilayah Adat Kenegerian
Gajah Bertalut berada di
hulu Sungai Subayang yang
membelah kawasan suaka margasatwa
Bukit Rimbang Baling. Kawasan ini
masih telah menjadi suaka spesies
satwa penting di Indonesia, antara lain
beruang madu (helarctos malayanus)
dan tapir (tapirus indicus), juga babi
berjenggot atau Nangui (sus barbatus)
dan tentu saja harimau Sumatra
(panthera tigris sumatrae).

Sumber pangan utama masyarakat


Kenegerian Gajah Bertalut adalah padi,
jagung, ubi dan pisang. Di wilayah
Kenegerian Gajah Bertalut banyak
ditemukan bahan-bahan yang dapat
digunakan untuk ramuan kesehatan
dan kecantikan, antara lain daun
mpik ladang, daun capo (untuk obat
demam), sirih (obat sakit perut), daun
sonam (obat sesak nafas). Selain itu juga
bahan rempah-rempah dan bumbu,
seperti daun salam, lengkuas, kunyit,
asam kandis, jeruk purut, jahe, jeruk
nipis dan lain sebagainya.

Di hutan, warga Gajah Bertalut juga


mencari rumbio (untuk atap rumah
ladang), daun pandan (untuk membuat
tikar), rotan untuk membuat berbagai
perkakas rumah tangga. Pohon damar
serta kulit kayu torok digunakan untuk
membuat paken sampan agar tidak

150 9 POTRET WILAYAH ADAT


bocor. Selain itu di hutan mereka kulai, lelen, juaro, cangga, pantau,
terdapat banyak kayu gaharu, madu, salimang, luang, pitulu, dan lonjeng.
kulit merdang, atau sayuran dan buah
seperti pucuk nibung, rebung atau Ikan-ikan yang ditangkap dari sungai
siminyak. Namun untuk pendapatan maupun di Lubuk Larangan dalam
sehari-hari, warga Gajah Bertalut juga wilayah adat mereka untuk dikonsumsi
menanam dan menyadap karet yang sendiri maupun dijual. Lubuk Larangan
hasilnya di jual ke pasar terdekat. biasanya berlokasi di sungai dalam
dan tenang, diorganisir oleh pemuka
Dalam sungai mereka terdapat adat atau pemuda desa. Ia dibuka
beragam ikan air tawar yang indemik pada waktu tertentu, biasanya dua kali
di wilayah tersebut, yang dalam nama setahun atau pada saat acara khusus.
lokal disebut ikan baung, barau, kipi,

Gajah Bertalut dari atas bukit (Copyright: BRWA)

9 POTRET WILAYAH ADAT 151


(Copyright: BRWA)
152 9 POTRET WILAYAH ADAT
09

WILAYAH ADAT
GELARANG COLOL

9 POTRET WILAYAH ADAT 153


(Copyright: BRWA)
154 9 POTRET WILAYAH ADAT
9 POTRET WILAYAH ADAT 155
01 Demografi dan Geografi
Wilayah Adat Gelarang Colol

G
elarang Colol secara
administratif terletak di
Kecamatan Poco Ranaka Timur,
Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi
Nusa Tenggara Timur. Satuan wilayah
dari masyarakat adat Colol disebut
dengan Gelarang yang terdiri dari
beberapa Gendang yaitu Gendang
Colol, Gendang Welu, Gendang Biting,
dan Gendang Tangkul.

Wilayah dari keempat Gendang itu juga


secara administratif masuk menjadi
desa yang disebut secara berurutan
adalah Desa Colol, Desa Wejang Mali,
Desa Ulu Wae, dan Desa Rende Nao
yang terletak di kecamatan yang sama.

Sebelah barat Gelarang Colol


berbatasan dengan wilayah adat
Lamba, Desa Golo Nderu, Kecamatan
Poco Ranaka yaitu: Golo Tenda Gagus,
Sorok (rawa-rawa) Wangka, Sano
(danau dangkal) Goro, & Wae Nggerang.
Berbatasan juga dengan Wilayah Adat
Rumah Gendang dan Pusat Ritual
Rewung, Desa Tango Molas, yaitu: (Copyright: BRWA)
Tango Lerong & Golo Tango Molas.
Kemudian di sebelah timur berbatasan Rakas, & Cunga Wae Rae. Berbatasan
dengan wilayah adat Ngkiong yaitu: juga dengan wilayah adat Wuas yaitu:
Wae (air/sungai) Dangkung, Wae Lui, Watu (Batu) Tokol, Wejang (sumber
Bea/Rana (bekas danau) Galang, Gola mata air) Wuas, Watu tenda Gereg, &
Kotang, Golo Nenes, & Tango (bukit Liang (gua) Lor. Dan sebelah selatan
tempat memandang) Colol. Sebelah berbatasan dengan wilayah adat Desa
utara berbatasan dengan wilayah adat Waling, Kecamatan Borong, yaitu: Golo
Racang yaitu: Cuncang Dange, Golo (bukit/gunung) Poco Nembu, Golo Lobo

156 9 POTRET WILAYAH ADAT


di dalamnya beberapa sungai yang
berasal dari resapan mata air di hutan-
hutannya.

Masyarakat adat Colol secara demografi


juga termasuk penduduk dari keempat
desa di atas dengan jumlah sekitar
1.364 kepala keluarga. Dari sejumlah
tersebut, jumlah laki-lakinya 2.787 jiwa,
sedangkan perempuannya berjumlah
3.009 jiwa. Masyarakat adat Colol sehari-
hari menggunakan bahasa Manggarai
dan bekerja sebagai petani, peladang,
maupun berkebun untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya.

Masyarakat adat Colol tidak berasal


dari satu keturunan, melainkan satu
kesatuan dari beberapa klan atau
yang disebut dalam istilah lokal adalah
panga. Setidaknya ada 14 panga yang
saat ini membentuk peradaban dan
melakukan perjuangan hidup dalam
identitas yang sama yaitu masyarakat
adat Colol.

Wa’I, Golo Wore, Golo Lalong, Golo Sa’I,


Golo Tungga Lewang, Golo Mese,
dan Dangka (cabang Jalan)
Mangkang.

Secara topografi, wilayah


Gelarang Colol berupa
perbukitan dengan kemiringan
yang bervariatif dan dikelilingi
beberapa gunung serta mengalir

9 POTRET WILAYAH ADAT 157


02 Sejarah Singkat
Asal Usul Panga-Panga

M
asyarakat adat Colol saat ini utara Gunung Golo Lalong, Panga
merupakan orang-orang Waling datang dari sebelah selatan
dari 14 panga (suku/klen) Gunung Golo Lalong, Panga Ngkiong
yang berasal dari banyak tempat yang dan Panga Urung berasal dari sebelah
kemudian dalam perkembangannya utara Gunung Poco Nembu, sedangkan
hidup bersama di sebelah utara Panga-panga yang lain datang dari
Gunung Golo Lalong dan Gunung Poco daerah Manggarai lainnya.
Nembu. Mereka saling berinteraksi
dan hidup berdampingan berdasarkan Pemilihan “colol” sebagai nama
aturan adat istiadat setempat. masyarakat adat yang berlokasi di utara
Gunung Golo Lalong berhubungan
Dalam bercocok tanam padi dengan dengan dinamika perkembangan
cara gilir-balik di dalam lingko/ Panga Colol dan ketigabelas panga
lading, dilakukan melalui sistem tata lainnya dengan masyarakat adat
pembagian khas berbentuk jaring maupun kerajaan lain di sekitarnya.
laba-laba. Keempatbelas panga itu
adalah Ongga, Colol, Maro, Paleng Dituturkan bahwa sejarah awal mula
Cibal, Raci, Pupung, Nggari, Ngkiong, Panga Colol, berasal dari wilayah Gowa.
Waling, Urung, Cabo, Ngaung Wae, Dibawa oleh leluhur mereka bernama
Taga, dan Weli. Ranggarok pada sekitar tahun 1600-
an. Ranggarok menetap di sebelah
Panga-panga tadi memiliki asal- barat Gendang Racang yang saat
usul yang beragam, di antara panga itu diberi nama Golo Meka (tamu).
yang dipercaya berasal dari luar pulau Ranggarok kemudian menikah dengan
Flores adalah Panga Paleng Cibal dari putri Racang bernama Pote Dondeng.
Minangkabau, Sumatera Barat serta Ranggarok dan Pote Dondeng
dua Panga yang dipercaya berasal dari kemudian memiliki anak bernama
Sulawesi Selatan yaitu Panga Colol dari Mondo dan tinggal di Golo Mondo
Gowa dan Panga Maro dari Maros. (Lingko Lowo saat ini). Mondo memiliki
tiga keturunan yaitu: Tepa Ameneras,
Adapun Panga Ongga dipercaya Tambur Amelaju, dan Dai Amebangkis.
sebagai orang-orang pertama yang
tinggal di gua yang disebut Liang Dai Amebangkis kemudian juga
Karung di Roga Rungkus sebelah melahirkan tiga anak yaitu: Timur yang

158 9 POTRET WILAYAH ADAT


menikah dengan Banir dari Panga pasukan Kerajaan Bima. Pada perang
Paleng Cibal, Iye yang menikah dengan itu Pasukan Kerajaan Bima dikalahkan
Jangu (orang Panga Maro pertama Pasukan Kerajaan Langa. Namun, walau
yang tinggal di Beo Pumpung), dan mengalami kekalahan, Mumbung
Mumbung Amelebe putra satu- Amelebe dapat kembali ke Beo-nya
satunya dari Dai Amebangkis. Pada dengan selamat. Nama Mumbung
saat itu, pemukiman Beo Mondo sudah Amelebe saat itu menjadi lebih terkenal
berpindah ke sebelah selatan menjadi setelah selamat dari perang.
Beo baru dan dinamakan Pumpung
(Lingko Pumpung saat ini) dibuktikan Kerajaan Bima dikemudian hari ingin
dengan adanya pekuburan leluhur Boa memperluas wilayah kekuasaannya
Ala di sebelah selatannya. hingga ke wilayah di sekitar Beo
Pumpung tempat Mumbung
Beo Pumpung masa itu berlokasi tidak Amelebe tinggal. Mendengar itu,
jauh dengan wilayah Gelarang-satuan Mumbung Amelebe kemudian
wilayah di atas Beo-Racang yang mendirikan benteng di sebelah
berada di bawah kekuasaan Kerajaan selatan Beo-nya dan dinamakan
Bima. Hal itu menyebabkan adanya Benteng Pipit untuk menahan
interaksi yang dinamis antara orang- gempuran pasukan Kerajaan Bima.
orang Beo Pumpung dan orang-orang
dari Gelarang Racang. Sampai pada Ia dibantu oleh Wakecera Tunggul
suatu saat, Kerajaan Bima meminta Amenus dari Beo Ncegak dan berhasil
utusan pada Gelarang Racang untuk mempertahankan wilayahnya. Saat
membantu perang melawan Kerajaan itu, pasukan Kerajaan Bima menderita
Langa di Bajawa. kekalahan dengan jumlah korban
yang tidak sedikit dan dimakamkan di
Saat itu Gelarang Racang meminta sebuah tempat yang dinamakan Boa
seorang ksatria Panga Colol bernama Ala (dekat Goa Maria Colol saat ini). Sisa
Mumbung Amelebe dari Beo pasukan Kerajaan Bima dikejar hingga
Pumpung untuk menjadi utusan dari terdesak di Golo Leda. Panglima
Gelarang Racang. Gayung bersambut, perang Bima saat itu kemudian
berangkatlah Mumbung Amelebe memberikan sumpah/wada kepada
menjadi perwakilan Gelarang Racang Mumbung Amelebe dan pasukannya
dengan membawa jimat acuhindos yang berbunyi:
milik Racang, berperang bersama

9 POTRET WILAYAH ADAT 159


“Iyoo…. ngong ite kraeng, wangka leso ho’o nang wa empo anak dami, toe
weda kole lami tanah Pumpung. Eme brani kigm naigm ami ko keturunan
dami, kude te pura mukang wajo kampong, dara dami cama wae wa’a, ulu
dami cama watu rutup.”

“Saat ini kami bersumpah kepada tuan-tuan, ketika kami atau keturunan
kami datang lagi ke Pumpung untuk berperang, maka darah kami mengalir
bagaikan air dan kepala kami bertumpuk bagaikan tumpukan batu.”

160 9 POTRET WILAYAH ADAT


Peristiwa deklarasi wada itu diabadikan yang dinamakan Gendang Biting.
dengan dibuatnya mesbah/tumpukan
batu di Golo Leda (Beo Leda di wilayah Adapun Tua Teno dipilih dari Panga
adat Racang saat ini). Pasca perang Pupung. Pasca Gendang Biting mekar,
itu, banyak darah mengalir sampai tidak lama kemudian dibentuk lagi
ke wilayah Beo Pumpung sehingga Gendang Tangkul dengan Tua Golo
membuat orang-orang memutuskan pertama bernama Carong dari Panga
untuk pindah ke sebelah utara. Colol. Namun, karena Corong lebih
sering bermukim di Lingko-nya, maka
Pemukiman baru di utara Beo ditugaskanlah Canggung dari Panga
Pumpung itulah yang kemudian Maro sebagai pelaksana tugas Tua Golo
berkembang menjadi Gendang Colol di Gendang Tangkul.
yang dipimpin oleh Tua Golo (ketua
adat) dan Tua Teno (pemangku adat Adapun Tua Tenonya dipilih dari
urusan tanah dan ritual) dari Panga Panga Taga yang berasal-usul dari
Colol. Kata Colol sendiri dipercaya daerah Manggarai. Saat ini Tua Golo
sebagai kata suci yang diberikan Tangkul masih tetap berasal dari Panga
Tuhan dan dituturkan pertama oleh Colol. Keempat gendang itulah yang
Mumbung Amelebe. merupakan perkembangan wilayah
dalam sebuah Gelarang Colol yang
Pada tahun 1700-an, keturunan Tepa dikepalai oleh seorang kepala Gelarang
Ameneras berpindah dari Gendang dengan wakil di setiap Gendang-nya.
Colol membentuk pemukiman baru
di sebelah barat dan terbentuklah
Gendang Bele. Pemukiman di Gendang
Bele itu kemudian pindah ke arah
selatan dan menjadi Gendang Welu
sampai saat ini. Penamaan “welu”
dikisahkan karena adanya pohon
kemiri (pohon welu) yang tumbuh di
sana. Setelah Gendang Biting mekar,
oleh karena perkembangan jumlah
penduduk di Gendang Colol, Tua Golo
saat itu menugaskan Suru untuk
menjadi Tua Golo di pemukiman baru

9 POTRET WILAYAH ADAT 161


Legenda Rakyat Colol: Watu Tokol

Kisah tentang kemunculan Watu Tokol di Gendang Welu (Desa Wejang Mali saat
ini), diyakini berasal dari sebuah kampung purbakala bernama Bealeda. Konon
saat hujan lebat, warga kampung itu kesulitan untuk mendatangi rumah yang
memiliki api. Terpaksa warga rumah yang apinya masih hidup mengikatkan
batangan kayu berapi di ekor anjing. Anjing yang merasa kepanasan itu akhirnya
panik dan menari-nari di halaman rumah.

Roh penjaga kampung marah dan memberikan hukuman dengan menenggelamkan


kampung itu. Banyak dari warga yang selamat berlarian ke luar kampung menuju
bukit. Sesampainya di atas bukit, warga menoleh ke arah kampung mereka yang
tenggelam. Tiba-tiba mereka berubah menjadi batu yang dikenal dengan Watu
Tokol yang memuat gambaran-gambaran ekspresi warga saat itu.

Pada zaman kolonial, terjadi interaksi Pada sekitar tahun 1920-an Belanda
antara masyarakat adat Colol dengan mencanangkan wilayah Colol sebagai
bangsa asing. Pada tahun 1927 Pater pusat pengembangan kopi. Sejak saat
Yansen, SVD dari Jerman membangun itu kopi menjadi tanaman mayoritas,
gereja pertama di Lengko Ajang (di mengalahkan padi, jagung, ubi jalar,
Kelurahan Golo Wangkung, Kecamatan kentang, singkong, keladi, dan lain-
Sambi Rampas saat ini) dan membawa lain. Belanda pernah mengadakan
ajaran Katolik yang diterima masyarakat sayembara kopi terbaik Pada tahun
adat Colol. Ajaran Katolik berkembang 1937, sayembara itu dimenangkan oleh
berdampingan dengan nilai-nilai dan Bernadus Ojong dari Colol. Ia dihadiahi
tradisi warisan leluhur mereka. Kemudian sebilah parang dan bendera Belanda
datanglah bangsa Belanda yang dengan gambar daun kopi arabika dan
membawa tanaman baru seperti kopi tulisan “Pertandingan Keboen Kopi
untuk ditanam masyarakat. Manggarai” di tengahnya.

162 9 POTRET WILAYAH ADAT


Pada tahun yang sama Belanda secara Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
sepihak mengambil alih 29 lingko di Manggarai. Sepuluh pemilik lingko
Colol dan menetapkannya sebagai pertama dijatuhi hukuman 1 bulan
kawasan hutan. Masyarakat adat Colol, penjara dan 3 lainnya dengan putusan
warga Gendang Tangkul menolak. denda Rp 500.
Belanda kemudian menetapkan
enclave (PAL OKA). Pengambilalihan 29 Sekitar tahun 1970-an Pemerintah
lingko oleh Belanda itu menjadi awal Kabupaten Manggarai menetapkan
dari masa suram masyarakat adat Colol “pungutan bagi hasil” atas 29 lingko
di kemudian hari. yang diambilalih Belanda sebesar
60% milik pemerintah dan 40% milik
Pasca kemerdekaan Indonesia, tahun warga. Saat itu, tokoh muda bernama
1969, wilayah Gelarang Colol masuk ke Nobertus Jerabu dari Colol mengajukan
dalam Desa Ulu Wae yang mencakup keberatan ke Panglima Komando
4 gendang di Colol dan 2 gendang lain Operasi Tertib (Pangkobkabtib) di
yaitu Gendang Racang dan Gendang Jakarta dan membuat Pemkab
Wuas. Desa Ulu Wae kemudian mekar Manggarai menghentikan pungutan
menjadi Desa Rende Nau pada tahun bagi hasil pada tahun 1977.
1996. Pada akhir 2010, Desa Rende Nau
mekar lagi menjadi Desa Wejang Mali.
Di tahun yang sama Desa Ulu Wae
mekar menjadi Desa Colol. Saat ini 4
desa itu memiliki wilayah yang sesuai
dengan 4 gendang yaitu, Gendang
Induk Colol-dan Gendang Racang-
secara administratif masuk ke Desa
Colol, Gendang Welu adalah Desa
Wejang Mali, Gendang Biting adalah
Desa Ulu Wae, dan Gendang Tangkul
adalah Desa Rende Nau.

Tahun 1960-an terjadi dua kali


penangkapan dengan total jumlah 13
orang pemilik lingko (yang dulunya
diklaim oleh Belanda) diambil alih oleh

9 POTRET WILAYAH ADAT 163


03 Ikatan Antar Ruang Hidup
Masyarakat Adat Gelarang Colol

M
asyarakat adat Colol memiliki
gagasan tentang hubungan
antar-ruang hidup mereka
dalam ujaran “Gendang One Lingko
Peang” yang berarti kampung
di dalam dan ladang di luar. Nilai
dari ujaran tersebut menunjukkan
masyarakat Colol terikat dengan
wilayah adat yaitu kampung atau
“gendang” sebagai tempat mereka
bernaung dan ladang atau “lingko”
sebagai tempat mencari penghidupan.
Selain ujaran itu, mereka juga
memiliki sebuah sistem nilai tentang
pembentukan ruang hidup yang
berlandas pada lima unsur, yaitu:

1. Mbaru bate kaeng yaitu rumah


sebagai tempat tinggal.
Tahapan Ritual Adat Hang Woja
2. Natas bate labar yaitu halaman (Copyright: BRWA)
untuk bermain, juga untuk
mengalir bersatu dari beberapa
melakukan ritus-ritus adat dan
mata air bergabung menjadi
aktivitas lainnya.
sungai, untuk keperluan minum,
3. Compang bate takung/dari yaitu MCK, dan pengairan, dan
mesbah di tengah halaman yang
5. Uma bate duat yaitu lahan
merupakan tempat melakukan
garapan dalam arti lingko (tanah
ritual adat yang menghubungkan
persekutuan adat) sebagai sumber
manusia dengan alam, manusia
kehidupan.
dengan sang pencipta, dan
manusia dengan sesama manusia
Melalui sistem nilai tersebut, diketahui
serta tempat memberikan sesaji
bahwa ruang-ruang hidup yang
kepada roh leluhur.
dimiliki masyarakat adat Colol tidak
4. Wae bate teku yaitu sumber air hanya berkaitan dengan pemenuhan
berasal dari hutan (ulung wae) yang kebutuhan hidup secara fisik

164 9 POTRET WILAYAH ADAT


kebun dibagi secara sistem tenurialnya
menjadi tanah lingko dan tanah tobok.
Untuk tanah lingko dapat dibagi
menjadi dua yaitu lingko rame dan
lingko randang sebagai yang utama
serta lingko saung cue dan lingko
saung neol sebagai lingko di luar yang
utama itu.

Sistem pembagian lingko rame atau


lingko randang berdasarkan pada
bentuk bulat yang berpusat pada satu
titik seperti “jaring laba-laba”. Adapun
bagian-bagian itu sesuai dengan
panga yang bermukim di masing-
masing gendang dengan ukuran yang
sama besar menggunakan ukuran jari
telunjuk (moso toso) dari titik pusat
lingko, kecuali yang menjadi hak bagi
keturunan Tua Golo (kepala pemangku
saja, tetapi juga tempat mereka adat) dan Tua Teno (pemangku adat
memenuhi kebutuhan rohani dengan urusan tanah, upeti dan ritual adat) yang
mengekspresikan spiritualitasnya memiliki besaran ibu jari (moso ende).
turun-temurun. Di setiap ruang-ruang
hidup itu juga menjadi wadah mereka Lingko itu dibuka dengan ritual adat
secara sosial memapankan identitas dengan sesembahan korban seekor
budaya dalam bentuk ritual-ritual adat. kerbau (disebut lingko rona) atau
dengan seekor babi merah (disebut
Adapun sistem penguasaan dan lingko wina). Di antara salah satu tanah
pembagian hak atas tanah adat di Colol lingko ini ditetapkan sebagai ranah
tidak berbeda dengan konsep dan ritual Pesta Syukur Tahunan (Hang
sistem tenurial di wilayah Manggarai Woja/Penti) dengan mengorbankan
pada umumnya. Dalam hal ini lahan satu ekor babi. Selain itu, di lingko
garapan atau juga disebut uma yang utama ini masyarakat adat Colol
terdiri dari sawah, ladang, maupun membentuk pemukiman-pemukiman

9 POTRET WILAYAH ADAT 165


barunya. Selain itu terdapat pula lingko biasanya diakses hak kepemilikannya
di luar yang utama itu yang sering oleh masyarakat adat Colol yang belum
disebut dengan saung cue. memiliki tanah garapan dengan seizin
Tua Golo dan Tua Teno. Tiap-tiap tanah
Lahan-lahan dalam lingko itu dibagikan garapan itu juga dikenakan wono (upeti/
kepada panga yang kemudian dibagi pajak) dengan besaran/jenis ternak
lagi kepada tiap-tiap kilo (keluarga yang berbeda yang terkait dengan ritual
besar). Lingko saung cue/neol yang telah ditetapkan sejak dulu.
dibuka dengan ritual adat dengan
mengorbankan seekor babi. Untuk Pada masa kini, ruang-ruang dalam
memperoleh bagian atas lingko ini wilayah adat Colol dapat dibagi secara
warga dapat memintanya kepada Tua tutupan vegetasi dan fungsinya
Golo dan Tua Teno. Bagi warga yang menjadi empat bagian.
memperoleh tanah lingko saung cue
diwajibkan melakukan ritual adat Yang pertama adalah pong yaitu
tahunan dengan mengorbankan satu kawasan hutan terlarang yang
ekor ayam. dilindungi secara adat dengan tutupan
vegetasi pohon-pohon besar dan
Mekanisme untuk memperoleh atau memiliki banyak sumber (mata) air.
membagi hak penguasaan/kepemilikan Kedua, puar yang merupakan kawasan
di lingko-Lingko yaitu lodok, pembagian hutan yang dapat dimanfaatkan untuk
tanah dengan bentuk segitiga oleh Tua kebutuhan hidup secara terbatas
Teno. Berpusat di tengah (mangka) dan dengan tutupan vegetasi berupa
dibagi dari dalam ke luar menuju batas pohon kayu, pohon dengan madu
luar (cicing lingko) secara arif. hutan, tumbuhan pangan, dan obat-
obatan. Ketiga, uma adalah wilayah
Adapun tanah tobok adalah tanah yang menjadi kebun aktif warga
lain di luar dua lingko di atas dengan dengan tutupan vegetasi berupa
bentuk pembagian tanah sisa tanaman komoditas seperti kopi dan
pembagian dari lingko lodok oleh tanaman pangan masyarakat. Uma
beberapa warga di luar batas tanah inilah yang secara sistem tenurial
adat (cicing lingko) dengan luasan yang tradisional masuk ke dalam konsep
bervariatif. Letak tanah tobok biasanya lingko dan tobok. Adapun yang
amat sulit diakses atau berada tidak keempat, beo yaitu wilayah yang
dekat dengan pemukiman. Tanah tobok menjadi pemukiman warga.

166 9 POTRET WILAYAH ADAT


04 Kelembagaan Adat
Gelarang Colol

U
ntuk menaungi kesatuan dari panga yang berada di masing-masing
seluruh masyarakat adat Colol gendang (desa) atau yang disebut
diperlukan orang-orang yang sebagai “Tua Panga”. Adapun Tua
dapat memimpin keempatbelas panga. Panga sebagai pemimpin suatu Panga
Selain itu, masyarakat sebagai subjek juga membawahi beberapa kepala tiap
hukum tentu terikat pada seperangkat keluarga besar dari panganya yang juga
nilai, norma, dan aturan (hukum) adat disebut sebagai “Tua Kilo”.
atau yang dibaca dalam bahasa lokal
sebagai “adak” yang dibangun melalui Tua Golo dan Tua Teno di tiap-tiap
kesadaran bersama dan dimapankan gendang ditentukan sejak awal oleh
secara turun temurun. panga Colol dan diwariskan kepada
keturunan panga terpilih. Adapun
Oleh karenanya, tatanan kehidupan untuk Tua Golo dan Tua Teno di
bermasyarakat yang terikat pada Gendang Colol dan Gendang Welu
seperangkat produk hukum adat berasal dari panga Colol. Untuk
itu dipelihara oleh beberapa orang Gendang Biting Tua Golo dipilih dari
yang dianggap dapat memimpin dan panga Colol sedangkan Tua Tenonya
menjalankan peran serta fungsi terkait. berasal dari panga Pupung. Untuk
Dalam konteks masyarakat adat Colol, Gendang Tangkul Tua Golo diturunkan
beberapa orang itu disebut sebagai dari panga Colol sedangkan Tua
“Tua Mukang Lalong Kampong/Adak“ Tenonya diturunkan dari panga Taga.
atau yang diartikan secara harfiah Periode jabatan Tua Golo dan Tua Teno
sebagai “Para Tetua Kampung/Adat”. adalah sampai yang besangkutan tidak
mampu lagi mengemban peran itu
Adapun pemangku-pemangku adat ataupun karena sebab lain.
yang terdapat dalam masyarakat
adat Colol yaitu “Tua Golo” dan “Tua Tiap-tiap Tua Golo dan Tua Teno
Teno”. Jika Tua Golo berarti Ketua bertugas untuk masyarakat di tiap-tiap
Pemangku Adat yang berperan sebagai gendangnya. Untuk menyelesaikan
pemimpin masyarakat, Tua Teno adalah permasalahan antar-gendang dan/
pemangku adat yang mengurusi atau pengambilan keputusan yang
perihal tanah adat (lingko), upeti adat berkaitan dengan kepentingan
(wono) dan ritual adat. Tua Golo dan seluruh masyarakat/wilayah adat Colol,
Tua Teno bekerja berdampingan dan dikembalikan ke Tua Golo dan Tua
dibantu oleh ketua-ketua dari setiap Teno yang berada di Gendang Colol.

9 POTRET WILAYAH ADAT 167


Beberapa tugas dari Tua Golo antara
lain, memimpin masyarakat adat Colol
di wilayah Gendangnya, menjalankan
roda pemerintahan adat, dan bersama
Tua Teno dan Tua Panga melakukan
pengambilan keputusan terkait
kepentingan umum, permasalahan
antar-masyarakat, hingga peradilan
adat. Adapun tugas dari Tua Teno
selain di atas adalah memimpin
pelaksanaan ritual adat, menentukan
pembagian lahan adat (di masa lalu),
dan mengumpulkan wono atau upeti
dari lahan adat.

Menabuh Gendang di rumah Gendang


untuk Ritual Adat (Copyright: BRWA)

Tari Sanda (Copyright: BRWA)

168 9 POTRET WILAYAH ADAT


Di sisi lain, kepala di tiap panga atau dengan pertimbangan adat. Nilai utama
Tua Panga dipilih dalam musyawarah yang menjadi acuan dalam lonto leok
tingkat panga maupun penunjukan bukanlah persoalan “menang” atau
dari Tua Panga sebelumnya kepada ”kalah”, tetapi mencari “benar” dan “salah”
anaknya. Periode jabatannya adalah dari setiap tujuan lonto leok itu diadakan.
sampai yang besangkutan tidak
mampu lagi mengemban peran itu Adapun tujuan dari lonto leok antara
ataupun karena sebab lain. Sedangkan lain: 1. Menyelesaikan sengketa
Tua Kilo di masing-masing keluarga dan permasalahan secara adat; 2.
besar dipilih dari anak sulung laki-laki Membicarakan pelaksanaan suatu
dari garis keturunan laki-laki yang hajatan; 3. Mengadakan suatu peradilan
memiliki kemampuan berbahasa adat. adat; 4. Mendiskusikan kepentingan
Periode jabatannya adalah sampai masyarakat adat; 5. Membahas
yang besangkutan tidak mampu lagi pernikahan (di tingkat kilo), dan lain-
mengemban peran itu ataupun karena lain. Setiap melaksanakan lonto leok
sebab lain. diawali oleh pembicaraaan awal dengan
memegang tuak. Setiap keputusan
Selain memimpin masyarakat di yang diambil harus berdasarkan “iso
masing-masing tingkatannya, baik poli wa lencar, toe nganceng lait
Tua Panga maupun Tua Kilo bertugas kole” atau apa yang telah diputuskan
untuk membantu tugas dari Tua bersama tidak boleh digugat kembali.
Golo maupun Tua Teno yang lain
seperti membantu urusan ritual adat
terkait siklus kehidupan bagi Tua Kilo,
menerima mandate (tugas) dari Tua
Golo dan Tua Teno bagi Tua Panga, dan
menghadiri lonto leok (musyawarah
adat) bilamana diperlukan.

Pengambilan keputusan dilakukan


melalui mekanisme lonto leok yang
dihadiri oleh unsur-unsur adat sesuai
dengan tingkatan lonto leok yang
dilakukan (gendang, panga, kilo) dan Melihat hati babi untuk prediksi panen
pihak-pihak yang berkepentingan sesuai tahun berikutnya. Copyright: BRWA

9 POTRET WILAYAH ADAT 169


Ritual Hang Woja agar Hang Woja dilakukan setelah beberapa
Panen Baik ritual lain selesai, seperti ritual tanam
padi atau “kalok/weri woja”, ritual
Masyarakat Colol memiliki serangkaian panen jagung dan sayur atau “hang
ritual adat yang berkaitan dengan radang”. Ritual panen padi atau “ako
kehidupannya, seperti siklus kehidupan woja”, dan ritual saat makan padi
(kelahiran, pernikahan, kematian) dan yang baru dipanen atau “hang woja
kegiatan bercocok tanam dari mulai weru/hang rani”. Sederetan ritual itu
tanam hingga panen. Salah satunya dilakukan dalam lingkup keluarga besar
adalah “hang woja” yang menjadi (kilo) maupun suku/klen (panga), dan
puncak rangkaian ritual panen dalam dilaksanakan di rumah warga maupun
budaya bercocok tanam masyarakat di lingko masing-masing.
adat Colol.

Ritual di pusat Lingko (Copyright: BRWA)

170 9 POTRET WILAYAH ADAT


Adapun ritual hang woja sebagai
puncak dilaksanakan dalam lingkup
gendang (beberapa panga) dan
berlokasi di beberapa tempat yaitu
rumah gendang (rumah adat), pusat
lingko utama dan halaman gendang.
Oleh karena dilaksanakan di tingkat
gendang, maka terdapat empat ritual
hang woja di empat gendang yang
ada di Gelarang Colol. Jadwal keempat
ritual hang woja itu disusun menjelang
akhir tahun secara berurutan dengan
Di dalam Rumah Gendang, Tepok Tuak.
jarak waktu antar-ritual sekitar Copyright: BRWA
dua minggu. Hal itu ditujukan agar
masyarakat seluruh Gelarang Colol
dapat meramaikan dan menikmati seperti rokok atau dupa, sebotol tuak,
setiap hang woja itu. dan sepiring sirih kapur pinang.

Sebelum ritual puncak hang woja Asap rokok ataupun dupa dipercaya
dilangsungkan di rumah gendang, dapat menghadirkan roh, botol tuak
pusat lingko, dan halaman kampung digunakan sebagai tanda orang yang
terlebih dahulu akan diadakan dapat berbicara dalam ritual itu,
prosesi ritual barong wae. Ritual ini sedangkan sirih pinang dan kapur
dilaksanakan dengan mengundang roh untuk dikunyah oleh mereka yang hadir
penjaga mata air untuk hadir dalam di dalam ritual. Ujaran “tepok tuak!”
acara hang woja. Lalu dilanjutkan sore seringkali terdengar saat seseorang
atau malamnya acara torok ela hang ingin berbicara dengan isyarat
woja dengan bahan persembahan babi mengangkat botol yang kemudian
di rumah gendang. Setiap rangkaian berbicara dengan tetap memegang
ritual dilaksanakan dengan rapalan- botol. Prosesi torok ela hang woja
rapalan doa maupun ujaran dalam dimulai dengan pemanggilan roh-roh
bahasa lokal yang diucapkan melalui leluhur. Lalu dialog antara pemimpin
beberapa irama yang diikuti suara alat ritual dengan para tua panga untuk
musik gendang. Setiap ritual itu juga kemudian memberikan upeti/wono
harus dilengkapi dengan beberapa hal secara bergiliran, dan merapalkan doa

9 POTRET WILAYAH ADAT 171


Tarian Sada Lima di dalam rumah Gendang
(Copyright: BRWA)

syukur panen dan pengharapan atas Setelah itu, daging babi itu dimasak
panen yang baik di masa depan. dan dimakan bersama-sama dalam
rumah gendang. Acara kemudian
Pada saat perapalan doa itu, sesaji dilanjutkan dengan menari sanda
berupa babi disembelih dan diambil hingga malam hari dengan memutari
hatinya untuk kemudian dilihat oleh tiang rumah gendang oleh seluruh para
para pemangku adat. Masyarakat adat hadirin. Rapalan doa maupun nyanyian
Colol sering menggunakan hati binatang diiringi dengan alat musik gendang
untuk melihat pertanda tentang banyak dan kenong diiringi dengan hentakan-
hal, seperti maksud kedatangan tamu hentakan dengan pola tertentu
maupun pertanda kejadian di masa menjadi penutup agenda ritual torok
depan. Dalam hal ini, hati babi itu diamati ela hang woja.
apakah baik atau tidak untuk menjadi
penanda tentang hasil panen di musim Keesokan harinya ada ritual karong
tanam selanjutnya. woja wole yaitu penjemputan hasil

172 9 POTRET WILAYAH ADAT


panen berupa padi maupun kopi yang Pada saat ritual karong woja wole
disimpan di asa (tiang) tengah lingko. dimulai dari rumah gendang,
Sebelum karong woja wole dilakukan rombongan lelaki dan perempuan
digelarlah tarian caci yang diperagakan berpakaian adat dilepas oleh Tua Golo
oleh beberapa lelaki dengan kostum untuk berjalan beriringan menuju ke
khusus bersenjatakan tameng dan pusat lingko rame/randang yang telah
cambuk yang kemudian saling ditentukan. Di tengah jalan, rombongan
beradu. Tarian caci itu diadakan di perempuan berpisah dari rombongan
sebuah gelanggang yang diputari oleh laki-laki yang melanjutkan perjalanan
sekelompok orang yang menarikan dengan menanjak ke pusat Lingko. Di
tarian dendek serta kaum wanita yang pusat lingko, rangkaian ritual yang mirip
melakukan tarian jai. Tarian caci itu seperti di ritual torok ela hang woja
dilaksanakan hingga sore harinya. juga dilakukan kecuali menari sanda.
Setelah itu, beberapa peserta ritual
mengambil hasil panen seperti kopi

Tarian Caci
Sumber: Google

9 POTRET WILAYAH ADAT 173


Tarian Caci
Copyright: BRWA

maupun padi untuk kemudian dibawa berlokasi di halaman rumah gendang.


turun kembali dan diletakkan di tiang
tengah rumah gendang. Pada saat Keesokan hari dilakukan ritual adat
turun ke bawah, para peserta ritual itu paki kaba naka woja weru, dengan
berjalan beriringan dengan membawa menyembelih kerbau. Sebelum kerbau
tanaman dan merapalkan doa dan tersebut disembelih, tokoh adat
nyanyian secara bersama-sama. merapalkan doa syukur atas panen
dalam bahasa lokal. Saat perapalan doa,
Para perempuan yang menunggu kerbau tersebut disembelih oleh Tua
juga bergabung ke barisan setelah Golo sebagai kepala wilayah adat dalam
memberikan sirih pinang ke peserta gendang tersebut.
laki-laki yang naik ke pusat lingko.
Mereka bersama-sama melanjutkan Dengan demikian selesailah rangkaian
perjalanan hingga diterima kembali oleh ritual puncak hang woja. Pelaksanaan
Tua Golo di rumah gendang. Setelah ritual di tiga tempat penting itu
padi atau kopi tersebut sampai di rumah menandakan ikatan erat antara
gendang maka dibuat ritual dengan masyarakat adat Colol, leluhur dan
bahan persembahan seekor babi yang roh penjaga, serta ruang-ruang hidup

174 9 POTRET WILAYAH ADAT


mereka. Adapun ketiga tempat itu lingko sebagai tempat mencari
juga memiliki fungsinya masing- penghidupan, dan halaman sebagai
masing yaitu rumah gendang untuk tempat masyarakat saling berinteraksi.
memapankan kebudayaan, pusat

Tabel 1.1. Contoh Aturan Adat di Gelarang Colol

Fungsi Aturan Adat Mekanisme Kontrol

Pengamanan Proses jual-beli lahan adat Colol Transaksi jual-beli dianggap batas jika tanpa
Tanah dilakukan dengan sepengetahuan sepengetahuan Tua Golo dan Tua Teno.
dari Tua Golo dan Tua Teno

Pelindungan Larangan ambil kayu dan tanaman Sekali ketahuan akan ditegur dan jika
dan lain di wilayah hutan adat (Pong) diulangi selama 3 x maka didenda adat
Pemanfaatan “Ela wase lima” berupa tuak dan 1 ekor ayam sampai 1 ekor
SDA babi besar

Larangan ambil kayu dan tanaman Jika ketahuan tidak izin, maka akan
lain di Puar untuk dijual. Hasil hutan ditindaklanjuti oleh Tua Panganya.
dari Puar hanya untuk kebutuhan
papan atau rumahtangga dan
harus seizin Tua Teno dengan
membawa Ayam dan Tuak.

Setiap Lahan Adat Colol dikenakan Setiap masyarakat mengumpulkan iuran


Upeti dan Wono secara rutin sebagai upeti dari Lingko untuk
dibelikan ternak untuk keperluan ritual.

Pranata Tidak boleh tanaman di suatu uma Jika tebukti merugikan, maka pihak
Tenurial Antar- (kebun) menyebabkan kerugian di pemilik tanaman/uma melakukan Waeng
Warga uma yang lain. Wake Lebo Saung dengan menyerahkan 1
ekor ayam sebagai permintaan maaf dan
membicarakan ganti-rugi. Jika pihak yang
dirugikan tidak puas, maka dapat dibawa ke
pemangku adat.

Tidak boleh memindahkan batas Jika terbukti bersalah, diselesaikan secara


Uma secara sengaja sehingga berjenjang dari tingkat Kilo dengan
melanggar batas Uma orang lain. mengecek langsung dan mendengarkan
keterangan. Jika tidak selesai dibawa ke
tingkat Panga dan terakhir dibawa ke Tua
Teno.

9 POTRET WILAYAH ADAT 175


Pranata Sosial Larangan perkelahian fisik antar- Dilakukan mediasi oleh pihak ketiga
Antar-Warga warga maupun antar-kelompok. agar berdamai dan diwujudkan dengan
pemotongan 1 ekor babi dan 1 ekor kambing
yang dimakan bersama. Jika ada korban luka,
pelaku disanksi dengan Wunis Peheng atau
menanggung pengobatan.

Larangan membuat keributan Jika melanggar maka didenda 1 ekor ayam


dan bekerja menyiang rumput dan tuak. Jika diulangi kesalahan itu hingga
selama dua hari saat ada warga tiga kali maka disanksi denda 1 ekor babi
satu Gendang dan/atau satu Lingko untuk kebutuhan pesta kenduri orang yang
yang meninggal. Warga boleh meninggal.
ambil hasil kebun tetapi ditutupi
oleh daun kering.

Sumber: Formulir BRWA F021 yang diolah kembali oleh Aria Sakti Handoko

Masyarakat Colol memiliki produk- adat dan penyelesaian sengketa melalui


produk hukum adat dengan lonto leok adalah sebesar Rp 1.000.000
mekanisme kontrolnya sendiri yang yang dibayar di awal oleh masing-
mereka akui sebagai landasan untuk masing pihak dan dicatat oleh Tua
hidup baik dengan manusia maupun Golo dan Tua Teno. Bilamana terjadi
alam. Apabila terjadi pelanggaran ketidakpuasan atas hasil dari lonto leok,
aturan adat maupun sengketa antar- pihak tersebut dapat meneruskannya
masyarakat, dilakukanlah musyawarah ke ranah hukum positif. Namun, jika
adat atau lonto leok sebagai proses terdapat unsur anggota masyarakat
pengambilan keputusan. adat Colol yang terbukti melangkahi
hukum adat, maka para pemangku
Hal yang diutamakan untuk dicari dari adat dan masyarakat pada umumnya
proses musyawarah adalah tentang akan memberikan sanksi berupa 1
benar dan salah bukanlah menang atau ekor kambing, uang Rp. 500.000 dan 1
kalah dari suatu perkara. Hukum adat bonggo tuak.
bagi masyarakat di Gelaran Colol masih
dianggap penting untuk ditegakkan
telebih dahulu daripada hukum positif.
Biaya mengadakan proses peradilan

176 9 POTRET WILAYAH ADAT


05 Potensi Hayati dan Aspek Ekonomi

K
opi menjadi komoditi utama sendiri. Rata-rata lahan garapan
sejak zaman penjajahan Belanda. atau lingko dari orang-orang Colol
Bangsa asing itu dipercaya itu berjarak jauh dari tempat tinggal.
sebagai yang mengenalkan tanaman Namun, mereka tetap setiap hari
kopi di wilayah Gelarang Colol. Sejak berjalan ke kebunnya hingga berjam-
saat itu, kopi dan minum kopi menjadi jam untuk membudidayakan tanaman
bagian yang tak terpisahkan dari budaya baik untuk dijual maupun untuk
masyarakat adat Colol. Bahkan, sejak kebutuhan pangan.
siklus kehidupan pertama, bayi-bayi
Colol yang baru lahir pun disesapkan Untuk memenuhi karbohidrat,
kopi pahit ke dalam mulutnya. Begitu mereka menanam woja (padi), daeng
pula dengan ibunya, juga diminumkan (singkong), latung (jagung), teko
kopi pasca melahirkan. Mereka percaya (keladi), tete (ubi jalar), kentang, dan
kopi pahit dapat memberikan kekuatan lainnya. Adapun hasil bumi yang
baru kepada ibu dan bayinya pasca diusahakan sebagai sumber protein
menjalani proses kelahiran yang antara lain koja (kacang tanah), wua
menguras tenaga. Oleh karena itu, tuang (brendi bon), dan kedele untuk
secara turun-temurun orang-orang colol jenis protein nabati. Adapaun protein
telah membuat catatan atas rasa kopi yang berasal dari hewan antara lain
pahit di dalam DNA keturunan mereka. babi, ayam, kambing, kuda, kerbau, sapi,
anjing, ikan, belut, udang, kepiting air
Selain kopi, adapula hasil bumi lain tawar, katak, tikus, dll. Untuk sayuran,
yang menjadi komoditasnya seperti ibu-ibu di wilayah Gelarang Colol juga
cengkeh, bawang merah, bawang putih, menguasahakan beragam jenis sayuran
vanili, coklat, lacimek, mangga, kemiri, seperti buncis, tago (kacang panjang),
kayu, kentang, dan lain-lain. labu, daun singkong, saung sawe
(bayam), selada, kangkung, daun ara,
Selain ragam hasil bumi yang dijual, daun markis, daun pepaya, kol, pecai
warga juga memanfaatkan lahan (semacam lol), saung munang, milos,
garapannya untuk memenuhi kenti, saung radang (daun kastela), dan
kebutuhan pangan sehari-hari. lain-lain.
Kekayaan atas tanah yang subur
dan ketangguhan mereka dalam Adapun kebutuhan vitamin dan
mengusahakan tanah itu, membuat mineral dari jenis buah-buahan dapat
mereka berdaulat atas gizi mereka diserap dari padut (pepaya), muku

9 POTRET WILAYAH ADAT 177


(pisang), pau (mangga), nenas, nderu merica, kemiri, jeruk nipis, daun salam,
(jeruk), mok (nangka), markis (markisa), suna bakok (bawang putih), suna wara
jembu (jambu biji & jambu air), wokat (bawang merah), lacimek, daun seledri,
(alpukat), dan lain sebagainya. selasi, dan lainnya. Untuk kebutuhan
papan dan membangun ruma
Tidak hanya untuk bahan pangan, mereka memiliki pohon uwu, pohon
masyarakat adat Colol juga memiliki dora, pohon wuhar, pohon worok,
pengetahuan lokal tentang tanaman- pohon mpui, pohon meni’i, pohon
tanaman yang dapat digunakan sureng, pohon jati, pohon mahoni dan
untuk kebutuhan obat-obatan. Di sebagainya. Untuk material dinding
antaranya adalah wunis (kunyit) untuk rumah digunakan pohon ajang, pohon
menyembuhkan luka dalam, halia (jahe) ngancar, pohon pinis (pinus), pohon
untuk demam dan hangatkan badan, lumu, pohon waek, pohon redong,
welu (kemiri) untuk minyak urut, sakit pohon sengon, dan pohon leba.
perut, minyak rambut, dan haluskan
wajah, pucuk daun jambu untuk diare Atap rumah mereka buat dari ijuk,
dan sakit perut, daun pacuacu untuk alang-alang, sante dari anyaman
susah baung air besar, legi untuk bambu. Namun kini penggunaan kayu
obati luka, rebusan daun sereh untuk sebagai bahan utama untuk membuat
kolesterol, daun binahong untuk rumah perlahan-lahan sudah diubah
menghaluskan wajah dan menurunkan dengan bahan dari beton. Pengambilan
panas, saung tongkak & saung legi manfaat dari hasil hutan berupa kayu
untuk sakit lambung, kulit kayu lui, sita, itu juga diatur secara adat agar tidak
dan kejoli (jarak) untuk mencuci perut, berlebihan.
kulit kayu ajang & uwu untuk mencuci
perut setelah melahirkan, daun kopi
robusta & kulit kayu dadap berduri
untuk obat luka luar, kulit kayu lasang
untuk luka dan penyakit luar dan dalam,
saung rea dicampur madu untuk obati
batuk, tambar untuk obati sakit perut,
dan lainnya.

Untuk bumbu dapur mereka memiliki


kunyit, jahe, lengkuas, daun serai,

178 9 POTRET WILAYAH ADAT


TIM PENYUSUN

9 POTRET WILAYAH ADAT 179


180 9 POTRET WILAYAH ADAT
PROFIL PENYUSUN

LASTI NOOR FADILA


TIM PENYUSUN BUKU
Bekerja di Badan Registrasi Wilayah Adat (2016-2019). Wanita
pemilik nama lengkap Lasti Fardilla Noor lahir di Jakarta,
tanggal 1 Juli 1990. Semasa kuliah di Institut Pertanian Bogor,
aktif di organisasi Pecinta Alam Lawalata IPB dengan fokus
pada pengembangan penelusuran gua serta kegiatan kajian
Biospeleologi, sosial-budaya dan lingkungan. Selepas kuliah, Ia berkesempatan
menjadi pendamping teknis untuk pengembangan Kebun Raya Lemor, Lombok
melalui program PTT Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI
Ketertarikannya terhadap alam, budaya, dan pengetahuan, membuatnya berinisiatif
menyusun Buku Profil Wilayah Adat. Buku ini mencoba menyajikan ragam
sejarah kebudayaan, kearifan lokal, dan sistem tenurial beberapa masyarakat adat
berdasarkan data dan informasi dari dokumen BRWA. Diharapkan buku ini menjadi
sumbangan pengetahuan yang lebih luas tentang keberadaan masyarakat adat
dan perjuangan mereka dalam mempertahankan wilayah adatnya.

ARIA SAKTI HANDOKO


TIM PENYUSUN BUKU
Lahir di Kota Tepian, Samarinda 29 tahun lalu tepatnya pada
hari Ahad, 15 April 1990. Lulusan Antropologi UI tahun 2015
yang menyukai traveling ke tempat baru, bertemu orang
baru, dan belajar hal baru, menyelami keberagaman baik
sebagai individu yang sedang berlibur maupun sebagai
bagian dari pekerjaan yang menyenangkan. Saat ini bekerja di divisi registrasi dan
verifikasi di Badan Registrasi Wilayah Adat setelah sekian tahun berkutat sebagai
peneliti lepas.
Kesan menuliskan temuan dan pengalaman di lapangan selalu amat menyenangkan,
merangkum kembali cerita tentang tempat dan manusia yang belum pernah
dikunjungi juga menantang. Selalu berusaha menjadi gelas dengan setengah air
dan setengah kosong, tidak penuh sehingga dapat terus diisi, dan tidak kosong
sehingga bisa jadi masuk angin. Selamat Membaca! Semoga menambah makna
kemanusiaan dan khazanah kebudayaan.

9 POTRET WILAYAH ADAT 181


PROFIL PENYUSUN

CINDY JULIANTY
TIM PENYUSUN BUKU
Cindy Julianty , lahir di Bogor pada 3 Juli 1995, menamatkan
sekolah hukum di Universitas Pancasila pada tahun 2017.
Semasa kuliah, saya aktif mengorganisir organisasi yang
memiliki focus untuk melakukan kegiatan kompetisi dan
riset di bidang hukum, karenanya beberapa kali menjadi
asisten peneiliti dosen di kampus. Saat ini, saya bekerja di Working Group ICCAs
Indonesia (WGII) sebagai Project Officer, melalui kerja-kerja di WGII, saya juga
sedang mendalami isu social- environmental justice berkaitan dengan masyarakat
adat, wilayah konservasi kelola masyarakat, reforma agraria dan perhutanan sosial
(RAPS), dan isu perempuan.
Saya memiliki hobi yang beragam dimulai dari menulis, membaca sampai dengan
bermain musik. Melalui buku ini saya berharap, agar setiap pembaca dapat melihat
gambaran kekayaan masyarakat adat melalui system tenurial, dan kearifan lokalnya.
Semoga buku ini dapat memberikan cakrawala baru dan sekaligus menjadi rujukan
untuk mengadvokasi kebijakan yang pro masyarakat adat.

LULUK ULIYAH
TIM PENYUSUN BUKU
Luluk Uliyah, lahir di Lumajang pada 16 Mei 1976, menamatkan
studi magister di Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi
Universitas Mercu Buana (UMB) Jakarta pada akhir 2017. Mulai
berkiprah di isu lingkungan sejak masih mahasiswa S1 tahun
1994 dengan menjadi anggota pecinta alam MAPENSA di
Fakultas Pertanian Universitas Jember dan mengikuti pendidikan Kader Konservasi
MBSC di Taman Nasional Meru Betiri pada tahun 1997. Pengalaman di Jaringan
Advokasi Tambang (JATAM), SatuDunia dan Epistema Institute telah menempa
menjadi pengkampanye publik untuk isu lingkungan hidup, dan sering menjadi
pembicara untuk pengelolaan pengetahuan, media advokasi, kehumasan dan
sosial media. Saat ini bekerja sebagai Senior Media Communication di Madani
Berkelanjutan.
Dengan buku ini harapannya dapat mebambahkan referensi, pengetahuan dan
gambaran tentang masyarakat adat, kearifan lokal, kelembagaan serta tata kelola
wilayah adat.

182 9 POTRET WILAYAH ADAT


PROFIL PENYUSUN

SYAFRUDDIN “SHAVE”
TIM PENYUSUN BUKU
SYAFRUDDIN “SHAVE” anak kedua dari enam bersaudara,
lahir di Siwa pada tanggal 11 februari 1978, aktif berorganisasi
sejak menempuh pendidikan di Sekolah Tehnik Menengah
(STM) di Kota Sengkang Kabupaten Wajo, Mengenal dunia
NGO sejak tahun 1999 di salah satu NGO di Kota Makassar,
yaitu Yayasan Tumbuh Mandiri Indonesia (YTMI) dan aktif sampai tahun 2009,
pasca di YTMI, bergabung dengan Institusi Penelitian dan Pengembangan
Masyarakat (IPPM), salah satu NGO yang bergerak di pemberdayaan masyarakat
khususnya Pesisir laut dan Danau, tahun 2012 bergabung di Aliansi Masyarakat
Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Selatan dan focus pada Pemetaan Partisipatif,
selain menjadi staf di AMAN Sulsel, juga menjadi anggota Individu Jaringan Kerja
Pemetaan Partsipatif (JKPP),
Buku ini bisa memberi gambaran tentang kekayaan masyarakat adat dan bisa
menjadi salah satu referensi dalam melakukan advokasi yang berkaitan dengan
Masyarakat Adat

JOISMAN TANDURU
TIM PENYUSUN BUKU
Nama : Joisman Tanduru
Tempat, tanggal lahir : Palu, 22 Juni 1978
Kegemaran : Musik dan Olah Raga
Lembaga : - Kepala Wilayah BRWA Sulawesi Tengah
- Direktur Yayasan Pendidikan Rakyat

Joisman Tanduru, atau yang biasa akrab dikenal sebagai “Bang Oyi” adalah pria
kelahiran Palu, 22 Juni 1978 yang gemar bermusik dan berolahraga. Saat ini menjabat
sebagai Kepala Kantor BRWA Wilayah Sulawesi Tengah dan juga Direktur Yayasan
Pendidikan Rakyat. Selain itu, juga memiliki kesibukan sebagai Anggota Gugus
Tugas Reforma Agraria, Kab. Sigi serta Koordinator POKJA-Reforma Agraria dan
Anggota POKJA Perhutanan Sosial di Provinsi Sulawesi Tengah.

9 POTRET WILAYAH ADAT 183


PROFIL PENYUSUN

ALEXANDER MERING
EDITOR
Jurnalis cum blogger. Mering bekerja di Kemitraan
(Partnership for Governance Reform) di Jakarta. Hoby menulis
sajak, catatan perjalanan, mendesign web dan apps, dan
mengajarkan Jurnalisme kampong dan literasi media kepada
anak-anak muda di berbagai pelosok nusantara.

Karya-karya Mering lainnya dapat dibaca di https://wisnupamungkas.blogspot.com. Dia


dapat dihubungi di mering@ymail.com, twitter: @alexandermering. Keberagaman
bahasa, adat dan budaya dus minimnya informasi merupakan tantangan dalam
menyelesaikan pembuatan buku yang sangat berharga ini.

UNTUNG WIDYANTO
EDITOR
Nama: Untung Widyanto
Tempat/Tgl Lahir: Jakarta, 27 April 1964
Alamat: Perumahan Depok Maharaja Blok O4/ 17, Rangkepan
Jaya, Pancoran Mas, Depok 16435
Telepon (WA) :0878-7856-0144
Email: untungwidyanto@yahoo.com | uwidyanto@gmail.com

Pria kelahiran Jakarta, 27 April 1964 yang juga lulusan Magister Sosiologi, Universitas
Indonesia. Bekerja sebagai Wartawan Tempo (majalah, koran, dan tempo.co) setelah
pengalaman Panjang di Majalah Tajuk, Majalah Tiras, dan Majalah Editor untuk posisi
yang sama. Sebagai seorang jurnalis, isu-isu tentang perubahan iklim, lingkungan
hidup, keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan merupakan
peminatannya. Beberapa pencapaian dari pengalaman panjangnya di bidang
jurnalisme antara lain penerima fellowship Climate Change Media Partnership dari
Earth Journalism Network di Prancis 2015 dan Peliputan UN Summit on Sustainable
Development Goals di New York, Amerika Serikat di tahun yang sama. Pria yang juga
memiliki aktivitas sebagai peneliti, konsultan ini juga memiliki kesibukan di Gerakan
Pramuka sebagai Andalan Nasional Kwartir Nasional bidang Hubungan Masyarakat
setelah mengikuti banyak pengalaman di dunia kepramukaan Indonesia.

184 9 POTRET WILAYAH ADAT

Anda mungkin juga menyukai