BAB III
XVIII, Talaud dan Sangihe menjadi satu bagian dalam struktur organsisasinya, dan
secara resmi pada tahun 1825 dimasukkan dalam keresidenan Manado.2 Pada
perkembangan berikutnya, Talaud dan Sangihe menjadi satu kabupaten yang disebut
Kabupaten Sangihe Talaud. Pada tahun 2002, berdasarkan UU No. 5 Tahun 2002,
sendiri yaitu Kabupaten Kepualaun Talaud. Pada tahun 2007, berdasarkan Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2007 tanggal 2 Januari 2007, maka pada tanggal 23
Mei 2007, dari Kabupaten Kepulauan Sangihe mekar lagi satu kabupaten yaitu
menggunakan dua lokasi kabupaten di atas untuk melihat bagaimana ritual Tulude
identitas. Hal ini dilakukan dengan cara menetapkan ketua adat kabupaten dan Petua
adat di beberapa desa atau kecamatan sebagai informan kunci untuk mendapatkan
data penelitian.
Dengan demikian, maka pemaparan data dari hasil penelitian berikut akan
dibuat dalam bentuk klasifikasi dan sub tema untuk mempermudah memahaminya.
1SITARO adalah singkatan dari Siau, Tagulandang, Biaro. Itu adalah nama-nama pulau yang terhimpun
dalam territorial Kabupaten SITARO.
2Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Monografi Daerah Kabupaten Sangihe Talaud (Tahuna:
Pemaparan itu dimulai dari gambaran umum suku Sangihe, sampai pada bagaimana
Pada bagian ini kita akan melihat uraian tentang gambaran umum suku Sangihe.
Kepentingan dari uraian ini tidak lain merupakan landasan pengantar untuk
menunjukkan kalau beberapa kebiasaan yang terdapat dalam kehidupan suku Sangihe
menyatu dalam praktek ritual Tulude. Pada sisi yang lain juga terdapatnya beberapa
tindakan yang dilakukan oleh suku Sangihe yang melatarbelakangi praktek ritual
Tulude.
dari teks narasi yang diceritakan turun temurun dalam bentuk legenda dan mitos.
Berikut adalah kisah tentang asal manusia yang hidup di suku Sangihe.
3.1.1.1.Suku Apapuhang.
terletak di bawah bumi, dan letak jalan untuk menuju ke kerajaan itu
dari emas.
P a g e | 38
3.1.1.2.Suku Pêmpanggo
tetapi badannya tidak terlalu besar. Letak dimana mereka hidup tidak
diketahui.
3.1.1.3.Suku Angsuang.
3
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Monografi Daerah Kabupaten Sangihe Talaud, 20.
4 D. Brilman, Wilayah-Wilayah Zending Kita (SULUT: Yayasan Frater Andreas Manado 1986), 25-26.
P a g e | 39
pengertian dan sumber dari kata itu sendiri, yaitu: pertama, kata “Sangihe”
berasal dari bahasa Cina “Sang” (tiga) dan I (sarang burung). Menurut cerita
para orang tua, dahulu ada pelaut Cina yang menemukan sarang burung6 ditiga
tempat, yaitu Tabukan, Kalama (Tamako) dan Mahoro (Siau). Kata Sang-I
yang pertama mendiami pulau Sangihe adalah orang khayangan. Jadi kata
isak”.8
5 Wawancara (via telephone) tanggal 15 September 2017, Bpk. Semuel Ketua Adat SITARO.
6 Sangkar burung yang dimaksud ialah sangkar burung wallet.
7 Meddelu adalah raja pertama suku Sangihe, sedangkan Mekila adalah permaisurinya.
8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Monografi Daerah Kabupaten Sangihe Talaud, 19.
P a g e | 40
sekitar 25.000 km2. Sangihe juga merupakan daerah kepulauan, dimana terdapat
112 pulau, yang terdiri dari 30 pulau (26,79%) berpenduduk dan 82 pulau
terletak antara 4o 13” – 4o44’22” Lintang Utara dan 125o9’57” Bujur Timur.
Pada awal abad XV, tepatnya tahun 1425, di kepulauan Sangihe telah
oleh raja, atau biasa disebut “datu”, sebagai pemimpin. Tidaklah mengherankan
organisasi kerajaan pembantu raja yaitu: Bobato’n delahe, dan Bobaton’n bale.
bale” dikepalai oleh Kapitalaung atau Kapten Laut, yang menangani masalah-
dan Belanda. Kedudukan atau pemerintahan Raja-raja ini, sempat diganti pada
untuk menerima kembali bekas jajahannya. Pada waktu itulah, kedudukan raja-
oleh Kepala Daerah, namun kedudukan raja-raja masih tetap, sehingga dapat
dikatakan bahwa Kepala Daerah ini hanya sebagai pengontrol pada waktu
10 Wawancara (via telephone) tanggal 4 September 2017, Bpk. Alfian W.P. Walukow. Tetua Adat
Sangihe.
11 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Monografi Daerah Kabupaten Sangihe Talaud, 32.
P a g e | 42
Raja; lapisan ketiga, para pemimpin tingkat bawah, seperti kepala-kepala desa
atau Kapitalaung dan warga biasa; dan lapisan keempat, kaum abdi yang
antara satu dengan yang lainnya. Tatanan kehidupan sosial dalam masyarakat
Sangihe, tercermin dari nilai dan pola kehidupan masyarakat, dalam bentuk
12 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Monografi Daerah Kabupaten Sangihe Talaud, 32.
13 Wawancara (via telephone) tanggal 4 September 2017, Bpk. Alfian W.P. Walukow. Tetua Adat
Sangihe.
14 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Monografi Daerah Kabupaten Sangihe Talaud, 35-36.
P a g e | 43
sakti, arwah orang yang sudah meninggal dan lain sebagainya. Mereka meyakini
bahwa hal itu membawa pengaruh yang besar dalam kehidupan. Sebab makhluk
halus dan sebagainya ada yang mendatangkan kebaikan dan ada pula yang
mereka menjauhkan diri dari roh-roh yang membuat mereka menderita dan
dianggap suci dan keramat adalah puncak bukit, puncak gunung, tanjung-
tanjung, pohon besar dan tempat keramat lainnya, kadangkala tempat itu
percaya bahwa arwah nenek moyang yang telah meninggal tersebut, dapat
bahwa ada suatu kekuatan yang lebih besar, yang berkuasa melebihi segala
kuasa yang ada di bumi. Kuasa inilah yang disebut Ghenggona Langi Duata
Saluruang, yang artinya “Dia yang di atas langit penguasa alam semesta”.
15Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Monografi Daerah Kabupaten Sangihe Talaud, 77.
16
Wawancara (via telephone) tanggal 4 September 2017, Bpk. Alfian W.P. Walukow. Tetua Adat
Sangihe.
P a g e | 44
Ghenggona Langi diyakini dan dipercayai sebagai sesuatu yang suci dan
mereka menyebut Ghenggona Langi dengan Mawu Ruata atau Mawu Duata.
Bihingang”, yang artinya “Dia yang di atas langit penguasa alam semesta
Pada sekitar abad XV, masuk suatu aliran kepercayaan Islam, yang
Katolik) masuk di Kepulauan Sangihe, pada abad XVI dan XVII, dibawa oleh
para Pastor bangsa Portugis dan Spanyol, dan para Pendeta bangsa Belanda
yang ikut serta dengan VOC. Mereka menyebarkan dan mengajarkan ajaran atau
agama Katholik dan Protestan, yang oleh penduduk disambut baik. Tahun 1683,
penginjilan itu dilanjutkan oleh suatu Badan penginjil dari Belanda yaitu NZG.21
17 Wawancara (via telephone) tanggal 12 September 2017, Bpk. Alfian W.P. Walukow. Tetua Adat
Sangihe.
18 E. Tatimu, Sejarah Gereja Maranatha Tahuna 1924-1996 (Tahuna : GMIST Maranatha, 2000), 3.
19 Kepercayaan ini sampai sekarang masih ada, dan tersebebar dibeberap daerah di Sangihe.
20 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Monografi Daerah Kabupaten Sangihe Talaud, 41.
21 Brilman, Wilayah-Wilayah Zending Kita, 143.
P a g e | 45
Agama Islam dibawa oleh para pedagang dari Ternate. Sistem pengajarannya
menjatuhkan hukuman berupa sanksi. Ada tiga bentuk perkara Sumbang yaitu:
laki-lakinya (anak kandung). Sumbang Biasa adalah dosa yang dilakukan karena
adanya persetubuhan seorang ayah dengan anak tiri perempuan, ibu dengan anak
tiri laki-laki, persetubuhan antara suadara yang berada pada posisi keturunan ke-
empat, laki-laki yang beristri bersetubuh dengan kaka atau adik perempuan dari
dengan dua orang perempuan yang bersaudara kandung, walaupun laki-laki itu
tidak menikah dengan salah satu diantaranya. Sumbang Enteng adalah dosa yang
hujan lebat, tanah longsor, gempa bumi, banjir besar, wabah penyakit dan lain
sebagainya. Apabila terjadi peristiwa alam tersebut, para orang tua berjalan
diketahui. Jika telah terungkap, dimana ada masyarakat yang melakukan perkara
nedosa atau kesalahan lainnya, maka alam pun mulai tenang kembali seperti
keadaan semula. Kemudian berkumpulah para orang tua dan Petua adat
mencuri). Hukum adat yang masih berlaku sampai sekarang adalah menyangkut
banyak kesenian daerah yang sudah tidak digunakan lagi, bahkan beberapa
diantaranya sudah hilang sama sekali. Adapun kesenian daerah Sangihe, yaitu:25
23 Keduanya masih dapat dinikahkan apabila mendapat persetujuan dari keluarga kedua belah pihak.
24 Wawancara (via telephone) tanggal 9 September 2017, Bpk. Alfian W.P. Walukow. Tetua Adat
Sangihe.
25
Wawancara (via telephone) tanggal 6 September 2017, Bpk. Muntiaha Petua Adat SITARO
Kecamatan Siau Barat (Ondong).
P a g e | 47
3.1.8.1.Seni Vokal.
itu, sasambo juga merupakan ungkapan hati yang memiliki arti yang
mendalam dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi ritual adat yang
pengiring tari Gunde. Dinyanyikan dalam bentuk solo dan koor, oleh
dalam bahasa sastra dan dibawakan dalam bentuk solo atau koor secara
tujuan pelaksanaannya.
3.1.8.2.Seni Musik.
dari yang kecil sampai besar, yang membawakan lagu dalam berbagai
P a g e | 48
irama. Menurut jenis dan fungsinya, musik bambu terdiri atas: Seruling
arsis; Bas, sebagai pengiring thesis; Tambur, sebagai ritmis. Musik ini
dimanfaatkan sebagai alat hiburan, yang juga dipakai dalam ritual adat.
adat, seperti ritual adat Tulude. Merupakan alat pemujaan yang hanya
dimainkan dalam empat nada. Musik ini sudah mulai punah dan hanya
3.1.8.3.Seni Tari.
perempuan Sangihe.
P a g e | 49
keadilan menyerahkan tubuh dan jiwa sampai titik darah terakhir, setia
yang dibelah tiga), Sinsing (cincin yang terbuat dari kulit kerang putih
yang diasah), dan Sondang (pisau bermata dua, terbuat dari kuningan).
menggambarkan sikap rakyat yang membela bangsa dan tanah air. Alat
26 Kelung sesuatu yang berbentuk perisai, sedangkan bara adalah sesuatu yang berbentuk pedang.
P a g e | 50
kepada Tuhan, karena kasih-Nya yang dilimpahkan dalam setahun yang silam.
Ritual ini juga dimaksudkan untuk memohon, kiranya hidup dimasa mendatang
senantiasa mendapat perlindungan. Penjelasan lebih lanjut untuk ritual ini akan
seseorang atau kelompok, yang dilakukan atas inisiatif rakyat, tanpa diminta
oleh pihak yang hendak didoakan. Adat tersebut antara lain diberikan kepada:
kepada Tuhan, kiranya rumah tersebut akan menjadi tempat tinggal yang
Sangihe, apabila dua insan pemuda dan pemudi dijodohkan atau dinikahkan,
maka harus melalui tata cara adat sebagai berikut: Mengonong (permulaan
perkawinan).
27
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Monografi Daerah Kabupaten Sangihe Talaud, 66-67
P a g e | 51
kesatuan.
Terdapat empat model pakaian adat suku Sangihe, yang terbuat dari serat
Pertama, Laku Tepu: Model laku tepu ini panjang hingga menutupi mata
kaki dan berlengan panjang serta bagian leher berbentuk bulat polos, yang diberi
renda dibagian pinggir bawah pergelangan tangan dan melingkari bagian leher.
Laku tepu tidak menggunakan kancing. Untuk pria, baju panjang hingga
lingkaran. Dan untuk wanita : Baju panjang hingga pertengahan betis dan kain
lengannya panjang, potongan leher berbentuk bulat polos, tapi panjang baju
hanya sampai sebatas pinggul, bagian depan terbelah dan memakai kancing
Berbentuk celana yang panjangnya sampai pada bagian betis, antara tumit dan
lutut. Keempat adalah Kingking: Sejenis kaos oblong masa kini, hanya tanpa
lengan.
28Kofo adalah rajutan yang berasal dari tradisi Phlilina (Manila) yang terbuat dari pisang hote, daun
nenas, daun pandan. Namun sampai sekarang, pakaian adat sudah tidak dibuat dari serat kofo, melainkan
dari kain modern seperti kain Satin dan Bludu.
29 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Monografi Daerah Kabupaten Sangihe Talaud, 76.
P a g e | 52
datu, dipakai oleh kaum bangsawan atau keturunan raja. Ada lima
beban dan tanggung jawab seorang raja atau pemimpin. Kedua, Umbe
dilingkar dan diikat. Atribut ini juga dipakai oleh pemimpin adat dan
menggunakan atribut : Soho u wanua (tiga lapis mulai dari yang pendek
Ledo (agak putih), merupakan warna asli kain kofo, yang melambangkan
3.1.13. Bahasa.
Bahasa Sangihe dibedakan atas tiga dialek yang pengenalannya antara lain pada
31
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Monografi Daerah Kabupaten Sangihe Talaud, 76 - 77
32
Wawancara (via telephone) tanggal 13 September 2017, Bpk. Semuel Kentua Adat SITARO.
P a g e | 54
vokal akhir kata, seperti : Dialek Sangihe Besar: memakai vokal akhiran (-e),
dialek Siau: memakai vokal akhiran (-e) dan dialek Tagulandang: memakai
bahasa resmi. Sedangkan bahasa ibu (daerah) dipakai dalam percakapan setiap
hari. Dalam pemakaian bahasa daerah Sangihe terdiri atas bahasa umum dan
bahasa Sastra. Bahasa umum, merupakan bahasa Melayu yang dipakai dalam
interaksi setiap hari. Bahasa Melayu adalah bahasa yang digunakan dalam
pernah sekolah tidak mengerti bahasa tersebut, walaupun demikian mereka ahli
dalam bahasa sasahara atau bahasa rahasia, yang digunakan di laut untuk
Bahasa Sasahara terbagi atas dua, yakni: Bahasa Sasahara, digunakan di laut,
Bahasa adat atau bahasa yang banyak digunakan dalam ritual adat.35
33 Wawancara (via telephone) tanggal 15 September 2017, Bpk. Semuel Ketua Adat SITARO.
34 D. Brilman, Wilayah-Wilayah Zending Kita, 27.
35 Wawancara (via telephone) tanggal 13 September 2017, Bpk. Semuel Kentua Adat SITARO.
P a g e | 55
mantera.36
sebagai petani. Mereka menanam bahan-bahan makanan seperti: ubi kayu, ubi
jalar, keladi/ talas, pisang, serta sagu, untuk memenehi kebutuhan hidup sehari-
hari. Terkadang, hasil panen tanaman mereka jual di pasar tradisional. Selain itu
kelapa, cengkih, coklat, pala, dan lain sebagainya. Selain petani, masyarakat
masyarakat, seperti: Kerajinan bambu cina, mereka membuat tempat duduk dan
meja; kerajinan tanah liat, mereka membuat papedang (tempat memasak sagu);
kerajinan tikar dan tolu, mereka membuat tikar dari pohon nameng (sejenis
pohon pinang) dan rotan, serta tolu dari daun pandan dan daun sesa; kerajinan
pandai besi, masyarakat Sangihe juga membuat pedang, pisau dari besi, yang
Arab dan masyarakat Tionghoa), Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI Polri dan
buruh/tukang bangunan.
didapatkan dari nenek moyang tentang ilmu perbintangan, bulan, mata angin,
hidup dengan daerah mata pencaharian yaitu di laut dan di darat. Di laut
pengetahuan itu dipakai untuk menentukan kapan ikan akan didapatkan dengan
cukup melimpah, sedangkan di darat dipakai kapan musim yang tepat untuk
bercocok tanam.38
Berikut ini kita akan membahas tentang ritual Tulude yang memiliki beberapa
proses sehingga dinamakan ritual Tulude. Sebelum disebut ritual Tulude, namanya
adalah Sundeng. Ada beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya perubahan ritual
Sundeng ke Tulude. Oleh karena itu, terlebih dahulu kita membahas tentang ritual
Sundeng, kemudian bagaimana sehingga dari ritual Sudeng menjadi ritual Tulude.
Sundeng artinya pengorbanan besar. Meskipun belum ada data pasti mengenai
keberadaan Sundeng di masa lalu, tetapi bukti keberadaan Sundeng masih ada sampai
saat ini dalam bentuk tradisi lisan. Masyarakat Sangihe menyebut tempat ritual
Mě hale adalah prosesi ritual pemujaan yang dilakukan dengan cara bernyanyi.
Lirik-lirik nyanyian mě hale adalah syair mantera. Jika para pengikut Sundeng sedang
mě hale, kegiatan tersebut dinamakan mě kałantô yang berasal dari akar kata kałantô
(nyanyian kematian). Proses “kałanto” dilakukan pada ritual pengorbanan saat korban
berbalas atau “mě bawaļisě/mê bawaļasê” oleh pelaku mě kalantô dengan cara
Sumalo atau (tari pengorbanan). Tarian ini hanya ditarikan oleh Ampuang.40 Gerakan
(pedang). Konsep tari Sumalo adalah peperangan melawan roh jahat yang
gerak tarinya dinamakan kengkeng (meledak, pincang) atau taha (batang pohon.)
di tanah menyerupai cara berjalan orang pincang, sehinga menimbulkan bunyi yang
kuat. Dinamakan “taha”, karena para penari juga menghentakkan kaki di batang
pohon. Tarian kengkeng memiliki kesamaan fungsi dengan tari lide (tekan). Akan
tetapi yang membedakan tarian kengkeng dan lide adalah, tarian kengkeng kaki dari
39 Pentatonik itu berasal dari kata penta (lima) dan tonic(nada). Tangga nada pentatonik ini dibentuk
dengan mengurangkan nada ke-4 dan ke-7 dari struktur oktaf 8 nada. Sehingga dia nadanya menjadi
1,2,3,5,6 (do, re, mi, sol, la). Pentatonik sebenarnya kebanyakan digunakan untuk musik modern maupun
tradisional di berbagai negara di dunia ini, seperti Cina, Jepang, dan Indonesia.
40 Sebagai pemimpin tertinggi yang juga bertugas memimpin ritual pengorbanan. Kata ampuang
memiliki pengertian yang serupa dengan kata pu, êmpu yang berarti priester (Mr.K.G.F. Steller en
Ds.W.E.Aebersold, Sangirees –Nederlands woordenboek, halaman 8 ). Priester memiliki pengertian sebagai
Pendeta, Padri atau Biksu di masa kolonial Belanda. Kata êmpu adalah kata dasar dari kata perempuan
dengan afiksasi per + an yang diserap dari bahasa Sansekerta yaitu pu artinya suci, bersih.
P a g e | 58
penari menyentuh tanah, tetapi lide tidak menyentuh tanah. Ritual Sundeng dilakukan
jika terjadi bencana alam yang mengganggu kesejahteraan hidup manusia dan
lingkungannya. Kemudian adanya suatu pelanggaran dari sikap hidup manusia yang
bertentangan dengan hukum adat yang mengakibatkan bencana alam termasuk wabah
penyakit.
Suku Sangihe sangat meyakini bahwa ketiga hal di atas adalah representasi dari
kutukan yang Ilahi atas pelanggaran manusia dalam kehidupan bersama. Untuk
dilaksanakan dalam ritual Sundeng. Dalam ritual pengorbanan itu yang dikorbankan
Pada tahun 1674-1676 penginjil protestan dari Belanda tiba pertama kali di
Sangihe, dan menjelang 1700 hasil dari pengajaran itu melahirkan pandangan baru
tentang korban yang biasa dipakai dalam ritual Sundeng. Mereka melarang
babi. Kriteria dari hewan babi ini sebagai korban ialah gemuk, berbulu seluruh
dari Minahasa bernama S.D. van der Velde van Capellen ke pulau Sangihe dan
membaptis 5033 orang menguatkan pemahaman bahwa sejak saat itu semakin
berkurangnya penganut Sundeng. Kedatangan S.D. van der Velde van Capellen
sampai masuknya utusan injil dari Zendeling Werklieden tahun 1857, berdampak
penganut, tetap menjalankan kałanto sebagai warisan tradisi Sundeng dan sebagian
mêkałantô, mě hale, dan mêdarorô dalam ritual Sundeng, tidak lagi diterima oleh
sebagian besar masyarakat Sangihe yang sudah beragama. Kemudian lahirlah sebuah
tradisi baru yang dinamakan Tuludê. Rentang waktu berakhirnya tradisi sundeng ke
tradisi Tułudê diperkirakan pertengahan tahun 1800, karena agama moderen masuk
Ritual Tulude adalah tradisi nenek moyang tentang makan bersama yang telah
dilaksanakan dalam kurun waktu ratusan tahun oleh suku Sangihe. Ritual Tulude ini
juga dipahami sebagai suatu proses penolak bala atau menolak segala sesuatu yang
tentang pengertian kata Tulude. Penguraian itu ialah ritual Tulude merupakan
ritual penolakan terhadap suatu kejadian buruk yang akan terjadi dalam
kehidupan manusia. Pertanyaannya adalah dari mana asal kata Tulude? Kata ini
berasal dari nama bulan dalam bahasa Sangihe. Bulan tersebut ditetapkan dalam
perhitungan bintang Fajar yang letaknya 90o tegak lurus dengan ubun-ubun.
41 Medarorô artinya memanggil arwah, dari kata dasar dorô yang berarti hinggap atau kemasukan.
Arwah-arwah yang dipanggil adalah arwah leluhur atau arwah orang sakti. Biasanya dalam setiap kegiatan
medarorô, yang dilakukan adalah meminta obat untuk menyembuhkan orang sakit yang sedang sekarat,
juga penyucian dan pembersihan diri atas penderitaan.
42 D. Brilman, Wilayah-Wilayah Zending Kita, 153.
43 Wawancara (via telephone), tanggal 11 April 2017, Bpk Semuel Ketua adat Kabupaten SITARO.
P a g e | 60
yang dilakukan 1 bulan sekali, bukan satu tahun sekali. Kemungkinan itu adalah
ritual ini? Apakah perhitungan bintang ini tidak dipengaruhi oleh perhitungan
bintang dan bulan dalam kalender modern? Mengapa dia menjadi satu tahun
sekali, bukan 1 bulan sekali? Jika memang 1 bulan sekali? Maka yang harus
Ada beberapa pengertian dari kata Tulude yang dipahami oleh suku
di tahun yang baru. Kedua, cara meluruskan semua kesalahan yang pernah
dilakukan oleh masyarakat di tahun yang berlalu. Kemudian arti kata ini juga
dimengerti dari kata “menuhude” artinya mendorong cara hidup manusia untuk
karena itu dalam hal ini Tulude diartikan sebagai ritual permohonan kepada
44Wawancara (via Telephone), tanggal 11 April 2017, Bpk Semuel Ketua adat Kabupaten SITARO.
45Wawancara, tanggal 26 April 2017, Bpk Semuel Ketua adat Kabupaten SITARO.
46 Wawancara (via telephon), tanggal 8 September 2017, Bpk. Alfian W.P. Walukow. Tetua Adat
Sangihe.
P a g e | 61
adat yang dilakukan oleh suku Sangihe. Perbuatan itu mereka sebut sebagai
“nedosa”. Misalnya, anak perempuan dan orang tua laki-laki saling menyukai,
besar dengan sembarangan. Pelanggaran itu akan memberi dampak kepada para
Dampak bagi nelayan, ikan akan sangat sulit untuk didapatkan dan cuaca dilaut
sangat rawan. Dampak bagi masyarakat, mereka akan diserang wabah penyakit
warga, terjadinya banjir karena badai hujan yang cukup lama, tanah longsor, dan
sebagai ritual Tulude.47 Contoh bencana tersebut dapat dilihat dalam beberapa
fenomena yang terjadi dalam kehidupan beberapa tahun lalu seperti banjir
bandang yang pernah terjadi pada tanggal 11-12 Januari 2007,48 pada tanggal 8
47 Wawancara, tanggal 27 April 2017, Bpk Semuel Ketua adat Kabupaten SITARO.
48 https://bencanasulut.wordpress.com/2007/01/16/bencana-banjir-bandang-dan-tanah-longsor-di-
kabupaten-kepulauan-sangihe/, (acced, 30 Oktober 2017).
49 http://penanggulangankrisis.kemkes.go.id/banjir-bandang-di-siau-tagulandang-biaro-sulawesi-
30 Oktober 2017).
P a g e | 62
dari murka atau kemarahan Ghenggona Langi kepada umat manusia atas dosa
salah. Ritual ini, mengandung permohonan doa kepada Ghenggona Langi agar
memulihkan keadaan alam seperti sedia kala dan memberi pengampunan kepada
tempat-tempat yang dapat dijangkau oleh para nelayan.52 Proses pentahiran itu
dari pertemuan antara Bobato’n Delahe (pemerintah kerajaan dan para tua-tua
anggota masyarakat.53
51 Wawancara, tanggal 27 April 2017, Bpk Semuel Ketua adat Kabupaten SITARO.
52 Wawancara, tanggal 27 April 2017, Bpk Semuel Ketua adat Kabupaten SITARO.
53 Wawancara, tanggal 27 April 2017, Bpk Semuel Ketua adat Kabupaten SITARO.
P a g e | 63
menjadi bulan Januari. Hal ini dilatarbelakngi oleh lima hal sebagai berikut:
Sangiang Mekila.54
adanya legenda dua orang kaka beradik yang meninggal diterpa badai pada saat
mereka berada di Laut. Hal itu terjadi karena mereka telah melanggar etika
kehidupan yang terdapat dalam hukum adat suku Sangihe. Oleh karena itu, pada
alam yang dikenal dengan peristiwa Kadademahe Daluhe (Bintang Fajar berada
pada posisi tegak lurus 90o di atas ubun-ubun, tepat pada pukul 00.00).56
dengan cara naik turun rumah, bahkan dari desa ke desa. Hal ini dilakukan
setiap hari sampai pada tanggal 31 Januari. Ketika pertama kali pertemuan itu
terjadi, mereka saling berjabat tangan dengan penuh rasa bahagia. Maksud
54 Wawancara (via telephone), tanggal 10 September 2017, Bpk. Samalukang, Petua Adat Sangihe
Kecamatan Tamako.
55 Wawancara, tanggal 27 April 2017, Bpk Semuel Ketua adat Kabupaten SITARO.
56 A. Horohiung, Sekilas Budaya Bohusami (Manado: TP, 2000), 31.
P a g e | 64
maaf kepada orang yang telah datang untuk meminta maaf. Integrasi ini diakhiri
dengan suatu ucapan syukur bersama dalam ritual Tulude. Oleh karena itu dalam
prosesi ritual itu maka Mayore Labo dengan suara nyaring meneriakan TU – LU
– DE. Ungkapan itu memberi tanda bahwa hari-hari sial, dimana seluruh
dendam karena kesalah telah berakhir, dan harus mempersiapkan diri untuk
memasuki hari-hari yang baru dengan sikap hidup yang penuh kebaikan.57
dan Talaud berdiri. Hal ini berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan
Sangihe dan Talaud, Nomor 3 Tahun 1995, yang ditetapkan pada tanggal 21
dan Talaud. Maka ritual Tulude menjadi bentuk pengucapan syukur bersama
akan tetapi tanggal 31 Januari tersebut tidaklah mutlak. Hal ini dikarenakan
masyarakat setempat. Karena itulah ada yang mengadakan ritual adat Tulude
setelah lewat tanggal 31 Januari. Misalnya pada tanggal 3 februai suku Sangihe
yang ada di Kota Manado melaksanakan ritual tersebut di tugu lilin yang
pantangan yang harus diketahui dan ditaati, sebelum ritual Tulude ini
anak dan sebagainya). Kedua, Tidak boleh ada pertengkaran, tetapi perlu
menjaga hubungan yang baik antara orang tua dengan anak, kakak
beradik, bersaudara kandung ataupun tiri, dengan tetangga dan siapa saja
konsumsi.61
60 Wawancara, tanggal 29 April 2017, Bpk. Muntiaha, Petua adat Kabupaten SITARO Kecamatan
Ondong.
61 Wawancara, tanggal 29 April 2017, Bpk. Muntiaha, Petua adat Kabupaten SITARO Kecamatan
Ondong.
P a g e | 66
Dalam hal ini, ada beberapa bagian yang dapat dilihat sebagai
tertinggi dalam pesta adat. Pemberlakuan terhadap kue Tamo ini dalam
prosesi ritual sebagai berikut; Kue Tamo diusung dan diiringi oleh satu
barisan adat yang terdiri dari unsur bobat’n Delahe yakni pemimpin
ritual yang disebut Mayore Labo dan dikawal oleh Kapita. Kemudian
semua yang ada dalam prosesi ritual itu diwajibkan berdiri untuk
menghormati kue Tamo tersebut, dan setelah itu kue Tamo diletakkan di
atas sebuah meja khusus. Bagi suku Sangihe kue Tamo Banua
kehidupannya. Kue adat ini, dibuat lima hari sebelum pelaksanaan ritual
62 Untuk Kabupaten Sangihe, upacara adat Tulude tingkat Kabupaten dilaksanakan di Pendopo Rumah
Jabatan Bupati, sedangkan di tingkat Kecamatan atau desa, tergantung kesepakatan antara mereka
masyarakat di Kecamatan atau desa tersebut. Untuk Kabupaten SITARO dilaksanakan di tiap kecamatan dan
desa, hasil wawancara, tanggal 29 April 2017, Bpk. Muntiaha, Petua adat Kabupaten SITARO Kecamatan
Ondong.
P a g e | 67
manggis, pisang dan tomat; kepiting yang sudah masak; udang dan
ketupat.
dipahami oleh suku Sangihe. Seperti warna pakaian dan beberaps atribut
adat pada ritual Tulude antara lain; Pemimpin ritual, yang disebut
yang akan menyerahkan dan menerima kue adat Tamo Banua di lokasi
Pakaian adat Tepu. Pakaian adat ini dipakai oleh Raja dan
digunakan. Warna kuning emas untuk raja, kuning atau putih sebagai
P a g e | 68
dan warna biru dan atau ungu sebagai simbol pegawai rendah.
ritual Tulude. Juga sering dipakai untuk mengiring lagu penutupan ritual.
Langi.
P a g e | 69
3.3.7.5. Tari-tarian.
raja dan para petinggi lainnya untuk memasuki tempat ritual Tulude.
mengawal para tamu, kue Tamo, dan petinggi adat yang memasuki
ritual Tulude:63
dilaksanakan pada sore hari, pukul 17.00 atau pukul 18.00. Pada pukul
oleh anggota regu Salo, sedangkan kapita nanti akan menari menjelang
acara penutupan. Barisan adat (Petua adat yang tidak bertugas) siap dan
63 Wawancara (via telephone), tanggal 12 September 2017, Bpk. Muntiaha, Petua adat Kabupaten
SITARO Kecamatan Ondong. Wawancara (via telephone), tanggal 17 September 2017, Bpk. Semuel, Ketua
Adat SITARO. Wawancara (via telephone), tanggal 19 September 2017, Bpk. Bpk. Alfian W.P. Walukow.
Tetua Adat Sangihe.
P a g e | 71
diundang.
Meghause Sake dilakukan oleh para Petua adat dan diarak dengan tarian.
yang dihiasi burung “lendei” kecil) di tangan kanan, dan Kaliu (sejenis
akan selalu dihargai dan dicintai oleh rakyat. Sedangkan untuk tarian
oleh unit kebesaran adat kepada Malambe Banua Liune dan Wawu Boki.
berisi ajakan untuk mengikuti ritual dalam bahasa adat yang diakhiri kata
dengan pukulan tagonggong dalam waktu kurang lebih lima menit. Hal
Bangsal Utama).
dikawal oleh barisan adat yang dipimpin oleh seorang Petua adat diiringi
kue Tamo.
Lahaghotang (Argumentasi)
pada ajaran atau budaya tentang hidup dan kehidupan manusia, baik
Lahakane (Kecenderungan)
La’ala e (Pelengkap)
La’ansuhe (Harapan)
Berisi harapan dan doa yang diyakini supaya diterima oleh Ilahi dan
ritual Tulude..
Hakane (Penegasan)
3.3.8.8. Menahulending.
di sini adalah suatu situasi yang terjadi akibat adanya bencana alam,
lain. Ada tiga sasaran yang perlu diberi pendingin, yaitu: pemerintah,
kekuatan dalam bekerja dan permohonan berkat Ilahi atas usaha yang
dikerjakan.
P a g e | 75
Liune dan Wawu Boki. Air yang dipakai dalam acara Menahulending
diambil dari sumber yang bersih dan tidak pernah kering (mata air),
tangan, kaki, dan wajah dengan air Tahulending. Membasuh tangan, kaki
lalu, masa kini dan masa yang akan datang, hanya kepada Geggona
berisi doa restu, puja dan puji syukur kepada Ghenggona Langi yang
pandan jawa (salalo), dan lain-lain, ke empat penjuru mata angin oleh
64 Seringkali dalam acara ini, diberikan penganugerahan adat atau gelar adat, kepada Pemerintah atau
Tokoh Adat yang berjasa bagi pembangunan dan perjuangan daerah Sangihe. Adapun mereka yang pernah
menerima penganugerahan adat (khusus dalam acara Tulude) adalah:Bapak Evert E. Mangindaan (Mantan
Gubernur Sulawesi Utara), diberi gelar Hiabe Mamenongkati artinya Bintang Timur dari Utara, pada 31
Januari 1996. Bapak Hengki Baramuli, diberi gelar Adimala Matahuena artinya Pemimpin yang Arif dan
Bijaksana, pada 31 Januari 2005. Bapak Marthinus Manoi, diberi gelar Piloto Tataghumpia artinya Nahkoda
yang Handal dan Terpercaya, pada 31 Januari 2005.
P a g e | 76
Petua adat memotong kue Tamo, sambil mengucapkan sastra adat dari
diris-iris dan disuguhkan kepada para tamu, pejabat serta seluruh yang
3.3.8.12. Sasalamate
memperoleh keselamatan.
3.3.8.13. Penutup.
Langi atas segala kesalahan dan dosa yang telah diperbuat. Mehiwusala
pasrah kepada bimbingan Ilahi untuk menuju masa depan yang lebih
baik.
ritual adat Tulude, semua peserta menyanyikan lagu doa dalam bahasa
daerah yang ditampilkan antara lain, Masamper, musik bambu dan lain-
lain.
Sejak tahun 1970-an ritual Tulude telah diambil alih oleh pemerintah dalam
pelaksanaannya. Hal itu, memberi dampak pada proses pelaksanaan dan semua unsur-
unsur di dalam ritual Tulude. Dampak yang terjadi adalah ketika ritual Tulude akan
tersebut, tidak lagi melihat bahwa ritual itu adalah ritual suku Sangihe (masyarakat).
Jika pemerintah belum hadir atau tidak dapat hadir dalam ritual Tulude, maka
dapat hadir dalam ritual tersebut. Sejauh yang dapat ditemukan oleh penulis bahwa
pelaksanaan penundaan ritual Tulude karena pemerintah itu, terjadi pada tahun 2001
P a g e | 79
tidak dapat hadir.66 Penundaan tersebut juga terjadi pada tahun 2014.67 Keadaan
penundaan itu terjadi memiliki ikatan kuat terhadap kepentingan politik individu yang
kepentingan politik individu, ketika ritual Tulude itu ditetapkan dalam PERDA.
mereka mulai menambahkan beberapa tradisi Islam seperti Hadrah dan Samra.
Meskipun dalam prakteknya mereka tidak menyebutkan ritual Tulude agama Islam.68
Dalam agama Kristen sendiri, ritual Tulude sudah mulai dimasukkan beberapa
paham ke kristenan, seperti simbolisasi kue Tamo ditafsirkan sebagai Yesus. Hal ini
dapat dilihat dari beberapa tulisan yang telah dibuat oleh tokoh agama Kristen. Salah
satunya tulisan yang berjudul 10 Tema Budaya yang menjelaskan tentang aplikasi
teologi kue Tamo yang terdapat dalam proses ritual Tulude itu ditujukan pada kredo
65
Wawancara (via Whats App), tanggal 25 Oktober 2017, Bpk. Alfian W.P. Walukow. Tetua Adat
Sangihe.
66
http://www.swaramanado.com/2014/02/wagub-hadiri-perayaan-tulude-ke-589.html, (acced, 27
Oktober 2017)
67
http://www.manadoterkini.com/2016/01/24468/akibat-ditunda-tulude-tuai-sorotan/, (acced, 27
Oktober 2017).
68 Wawancara (via Whats App), tanggal 25 Oktober 2017, Bpk. Alfian W.P. Walukow. Tetua Adat
Sangihe.
69 Ambrosius Makasar, 10 Tema Budaya-Kearifan Lokal Sumber Inspirasi Spiritual Moral Etik
Masyarakat Sangihe (Tahuna: Badan Pengurus Sinode GMIST Bidang Marturia 2009), 69-74.
P a g e | 80
dalam bentuk subtema dan klasifikasi. Pemaparan data ini akan dipakai sebagai dasar
penulisan bab berikutnya, yang tidak lain adalah hasil dari proses analisis antara data