Secara garis besar, Mandailing adalah salah satu suku yang banyak ditemui di utara Pulau
Sumatera atau lebih spesifik berada di selatan Provinsi Sumut. Suku ini memiliki ikatan darah,
nasab, bahasa, aksara, sistem sosial, kesenian, adat, dan kebiasaan tersendiri yang berbeda
dengan Batak dan Melayu.
Generalisasi kata Batak terhadap etnis Mandailing umumnya tak dapat diterima oleh
keturunan asli wilayah itu. Meski sebagian masih mengakui dirinya bagian dari suku Batak.
Mandailing memiliki riwayat asal usul marga yang diyakini berawal sejak abad ke-9 atau
ke-10. Mayoritas marga yang ada di Mandailing adalah Lubis dan Nasution. Nenek Moyang
Marga Lubis yang bernama Angin Bugis berasal dari Sulawesi Selatan.
Angin Bugis atau Sutan Bugis berlayar dan menetap di Hutapanopaan (sekarang
Kotanopan) dan mengembangkan keturunannya, sampai pada anak yang bergelar Namora Pande
Bosi III. Marga Hutasuhut adalah generasi berikutnya dari keturunan Namora Pande Bosi III,
yang berasal dari ibu yang berbeda dan menetap di daerah Guluan Gajah.
Marga Harahap dan Hasibuan juga merupakan keturunan Namora Namora Pande Bosi III
yang menetap di daerah Portibi, Padang Bolak. Marga Pulungan berasal dari Sutan Pulungan,
yang merupakan keturunan ke lima dari Namora Pande Bosi dengan istri pertamanya yang
berasal dari Angkola.
Sedangkan pembawa marga Nasution adalah Baroar Nasakti, anak hasil pernikahan
antara Batara Pinayungan (dari kerajaan Pagaruyung) dengan Lidung Bulan (adik perempuan
Sutan Pulungan) yang menetap di Penyabungan Tonga.
Moyang Marga Rangkuti dan Parinduri adalah Mangaraja Sutan Pane yang berasal dari
kerajaan Panai, Padang Lawas. Keturunan Sutan Pane, Datu Janggut Marpayung Aji dijuluki
‘orang Nan Ditakuti’, dan berubah menjadi Rangkuti yang menetap di Huta Lobu Mandala Sena
(Aek Marian).
Keturunan Datu Janggut Marpayung Aji tersebar ke beberapa tempat dan salah satunya
ke daerah Tamiang, membawa marga Parinduri. Nenek moyang marga Batubara, Matondang dan
Daulay bernama Parmato Sopiak dan Datu Bitcu Rayo (dua orang pemimpin serombongan orang
Melayu) berasal dari Batubara, Asahan.
Selain masyarakat bermarga, daerah Mandailing telah didiami tiga suku lainnya, jauh
sebelum abad ke-10, yaitu Suku Sakai, Suku Hulu Muarasipongi dan suku Lubu Siladang. Suku
Sakai bermukim di hulu-hulu sungai kecil, dan beberapa juga ditemukan di daerah Dumai dan
Duri (Riau) serta Malaysia.
Suku Hulu Muarasipongi diduga berasal dari Riau, sedangkan bahasa dan adatnya, mirip
dengan bahasa dan adat Riau serta Padang Pesisir. Suku Lubu Siladang bermukim di lereng
Gunung Tor Sihite, bahasa dan adatnya berbeda dengan bahasa dan adat Mandailing dan
Melayu.
Pendapat lain menyebutkan bahwa suku Mandailing di Sumut lahir di bawah pengaruh
Kaum Padri yang memerintah Minangkabau di Tanah Datar. Hasilnya, suku ini dipengaruhi oleh
budaya Islam. Suku ini juga tersebar di Malaysia, tepatnya di Selangor dan Perak. Suku ini juga
memiliki keterkaitan dengan Suku Angkola (Tapanuli Selatan).
Ketiga unsur ini senantiasa selalu bersama dalam setiap pelaksanaan kegiatan adat,
seperti Horja (pekerjaan/pesta), yaitu tiga jenis yaitu, (1) Horja Siriaon adalah kegiatan
kegembiraan meliputi upacara kelahiran (tubuan anak), memasuki rumah baru (Marbongkot
bagas na imbaru) dan mengawinkan anak (haroan boru); (2) Horja Siluluton (upacara Kematian)
dan (3) Horja Siulaon (gotong royong).
Sistem sosial ini menunjukkan bahwa masyarakat Mandailing sangat menghormati dan
menghargai orang tua. Namun demikian, orang tua yang dihormati tidak lantas tinggi hati. Tetapi
justru mengayomi semua kerabat, saudara bahkan orang lain yang bukan siapa-siapa bagi mereka
dalam melaksanakan setiap aktivitas di dalam hutan.
Marga-Marga Mandailing
Menurut Abdoellah Loebis, penulis asal Mandailing, marga-marga di Mandailing Julu
dan Pakantan adalah Lubis (yang terbagi kepada Lubis Huta Nopan dan Lubis Singa Soro),
Nasution, Parinduri, Batu Bara, Matondang, Daulay, Nai Monte, Hasibuan, Pulungan.
Marga-marga di Mandailing Godang pula adalah Nasution yang terbagi kepada Nasution
Panyabungan, Tambangan, Borotan, Lantat, Jior, Tonga, Dolok, Maga, Pidoli, dan lain-lain.
Lubis, Hasibuan, Harahap, Batu Bara, Matondang (keturunan Hasibuan), Rangkuti, Mardia,
Parinduri, Batu na Bolon, Pulungan, Rambe, Mangintir, Nai Monte, Panggabean, Tangga
Ambeng dan Margara. (Rangkuti, Mardia dan Parinduri asalnya satu marga.)
Menurut Basyral Hamidy Harahap, di daerah Angkola dan Sipirok terdapat marga-marga
Pulungan, Baumi, Harahap, Siregar, Dalimunte dan Daulay. Juga terdapat marga-marga
Harahap, Siregar, Hasibuan, Daulay, Dalimunte, Pulungan, Nasution dan Lubis di Padang
Lawas.
Seiring waktu, kini populasi orang Mandailing tersebar luas ke penjuru Indonesia dan
luar negeri. Mereka mudah dikenal karena adanya identitas marga yang melekat pada nama
mereka.