Anda di halaman 1dari 15

TIGA ORANG DATUK ASAL MINANGKABAU

PENYEBAR ISLAM DI TANAH BUGIS (?)

Walaupun banyak yang sudah tahu, bahwasanya ada tiga


orang datuk yang berasal dari Minangkabau itu - paling tidak
berasal dari tanah Sumatera, yang mengislamkan wilayah-
wilayah kerajaan di Sulawesi Selatan pada abad 16, yaitu :

1. Khatib Tunggal Datuk Makmur, atau populer di


kalangan masyarakat Sulsel dengan nama Datuk
Ribandang.

2. Khatib Sulung Datuk Sulaiman dikenal Datuk


Patimang.

3. Syekh Nurdin Ariyani dikenal dengan nama Datuk


RiTiro.

Akan tetapi penulis yakin masih banyak generasi muda minang


yang belum mendapat informasi seputar jasa tiga orang datuk
dari Minangkabau, yang menyebarkan agama islam di Sulawesi
Selatan.

Dari berbagai sumber, penulis berhasrat menyampaikan perihal


tiga orang datuk yang disebut-sebut dari Minangkabau serta
sebelumnya penulis tertegun didalam hati – adakah tiga orang
datuk ini – masuk dalam bagian sejarah di Minangkabau ?

Apa dan bagaimana perjuangan dan kiprah mereka dalam


penyebaran agama islam di Sulawesi Selatan ini ? Berikut ini
saya mencoba menyimpulkan sebagai berikut :

1. Wilayah Tallo dan Goa :


Sekitar awal abad ka 17, ketiga orang datuk ini mengislamkan
Raja Tallo, pada hari Jumat 14 Jumadil Awal atau 22
September 1605, kemudian menyusul Raja Gowa XIV, yang
akhirnya bernama Sultan Alauddin."

Kerajaan Tallo dan kerajaan Gowa merupakan kerajaan kembar


yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Bahkan
Mangkubumi (Perdana Menteri) kerajaan Gowa adalah juga Raja
Tallo.

Raja Tallo XV, Malingkaan Daeng Manynyonri merupakan


orang pertama di Sulsel yang memeluk agama Islam melalui
seorang ulama dari pantai Barat Sumatera, Khatib Tunggal
Datuk Makmur, atau populer di kalangan masyarakat Sulsel
dengan nama Datuk Ribandang.

Oleh karena itu pulalah kerajaan Tallo sering disebut-sebut atau


diistilahkan sebagai pintu pertama Islam di daerah ini atau
dalam bahasa Makassar '' Timun

ganga Ri Tallo''.

Kemudian Raja Gowa secara resmi mengumumkan bahwa


agama resmi kerajaan Gowa dan seluruh daerah bawahannya
adalah agama Islam. Sebelum masuknya agama Islam di
Sulsel, masyarakat masih menganut kepercayaan animisme.

Dalam riwayat dikisahkan bahwa awalnya Datuk Ribandang


sendiri bersama kawannya dilihat oleh rakyat kerajaan Tallo
sedang melakukan shalat Asyar di tepi pantai Tallo. Karena baru
pertama kalinya itu rakyat melihat orang shalat, mereka
spontan beramai-ramai menuju istana kerajaan Tallo untuk
menyampaikan kepada Raja tentang apa yang mereka
saksikan.

Raja Tallo kemudian diiringi rakyat dan pengawal kerajaan


menuju tempat Datuk Ribandang dan kawan-kawannya
melakukan shalat itu.

Begitu melihat Datuk Ribandang sedang shalat, Raja Tallo dan


rakyatnya secara serempak berteriak-teriak menyebutkan
''Makkasaraki nabi sallalahu'' artinya berwujud nyata nabi
sallallahu.

Inilah salah satu versi tentang penamaan Makassar, itu berasal


dari ucapan 'Makkasaraki' tersebut yang berarti kasar/nyata.
Ada beberapa versi tentang asal mula dinamakannya Makassar
selain versi tersebut.

Datuk Ribandang sendiri menetap di Makassar dan


menyebarkan agama Islam di Gowa, Takalar, Jeneponto,
Bantaeng, dan wafat di Tallo. Sementara itu dua temannya,
masing-masing Datuk Patimang yang nama aslinya Khatib
Sulung Datuk Sulaiman, menyebarkan agama Islam di daerah
Suppa, Soppeng, Wajo dan Luwu, dan wafat dan dikebumikan di
Luwu.

Sedang Datuk RiTiro atau nama aslinya Syekh Nurdin Ariyani


berkarya di sejumlah tempat meliputi Bantaeng, Tanete,
Bulukumba. Dia wafat dan di makamkan di Tiro atau Bontotiro
sekarang.

Dengan kedatangan kolonial Belanda , seluruh benteng-


benteng pertahanan kerajaan Gowa di hancurkan kecuali
benteng Somba Opu yang diperuntukkan bagi kerajaan Gowa
dan benteng Ujungpandang (Fort Rotterdam) untuk
pemerintahan kolonial Belanda, benteng pertahanan kerajaan
Tallo juga dihancurkan.

Penghancuran benteng-benteng pertahanan kerajaan Gowa-


Tallo itu sesuai perjanjian Bungaya, 18 Nopember 1667, yang
merupakan pula tahun kemunduran kejayaan kerajaan Gowa-
Tallo waktu itu.

2. Makassar – Bulukumba – Luwu ;

Sentuhan ajaran agama islam yang dibawa oleh ulama besar


dari Sumatera itu, juga terdapat di Bagian selatan Sulawesi
Selatan yang lain, yaitu Kabupaten Bulukumba, yang bertumpu
pada kekuatan lokal dan bernafaskan keagamaan". masing-
masing dibawa oleh 3 orang Datuk ; bergelar Dato' Tiro
(Bulukumba), Dato Ribandang (Makassar), dan Dato Patimang
(Luwu),

Sementara dalam itu sejarah Islam Kabupaten Luwu dan


Palopo, menerangkan bahwa kira-kira pada akhir abad XV
M dan kira-kira pada tahun 1013 H.

Agama Islam masuk di daerah Luwu yang dib awah oleh


seorang alim Ulama yang arief ketatanegaraannya yaitu Datuk
Sulaeman asal Minangkabau.
Pada waktu itu Luwu diperintah oleh seorang Raja yang
bernama Etenrieawe.

Pada waktu Datuk Sulaeman mengembangkan ajaran agama


Islam di wilayah ini, hampir seluruh masyarakat Luwu
menerima agama itu.

Ketika itu kerajaan dibawah naungan Pemerintahan Raja


Patiarase yang diberi gelar dengan Sultan Abdullah
( saudara kandungnya bernama Patiaraja dengan gelar Somba
Opu) sebagai pengganti dari Raja Etenriawe, kemudian Datuk
tersebut dalam mengembangkan Misi Islam, dibantu oleh dua
ulama ahli fiqih yaitu Datuk Ribandang yang wafat di Gowa,
dan Datuk Tiro yang wafat di Kajang Bulukumba .dan Datuk
Sulaeman wafat di Pattimang Kecamatan Malangke, _+ 60 Km
jurusan utara Kota Palopo melalui laut .

Datuk Sulaeman yang berasal dari Minangkabau ini kemudian


dikenal dengan nama Datuk Patimang, karena beliau wafat dan
dimakamkan di Pattiman.

Tak kurang ada sebuah hikayat yang mengkisahkan bahwa Al


Maulana Khatib Bungsu (Dato Tiro) beserta kedua
sahabatnya (Datuk Patimang dan Datuk Ribandang)
mendarat di pelabuhan Para-para.

Setibanya di darat, ia langsung menuju perkampungan terdekat


untuk memberitahukan kedatangannya kepada kepala negeri.

Namun dalam perjalanan menuju rumah kepala negeri, Dato


Tiro merasa haus, dan beliau pun bermaksud untuk mencari air
minum namun disepanjang pantai tersebut tidak terdapat
sumur yang berair tawar.

Dato Tiro menghujamkan tongkatnya di salah satu batu di tepi


pantai Limbua sambil mengucap kalimat syahadat "Asyhadu
Ala Ilahaillallah wa Ashadu Anna
Muhammadarrasulullah", anehnya setelah tongkatnya
dicabut, keluarlah air yang memancar dari lubang di bibir batu
tersebut.

Pancaran air sangat besar dan tidak henti-hentinya mengalir


sehingga akhirnya membentuk sebuah genangan air. Penduduk
dan para pelaut kemudian memanfaatkan mata air ini untuk
keperluan hidup sehari-hari.

Hingga saat ini mata air tersebut tidak pernah kering dan ramai
dikunjungi masyarakat.

Penulis belum menemukan Informasi di Ranah Minang


mengenai siapakah gerangan jati diri tiga orang datuk ini yang
diduga berasal dari Miangkabau.?

Apakah ia berasal dari didikan dan santri dari Ranah Minang ?.

Ternyata Dari Sumber ;


http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/Islam/Giri.htm,
diperoleh informasi bahwa para santri pesantren Sunan Giri -
selain - dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih di Pulau
Jawa dan ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura,
Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara, ternyata para santri
Sunan Giri ini - juga menyebarkan agama Islam hingga
Sulawesi Selatan.

Mereka itu adalah Datuk Ribandang dan dua sahabatnya.


Mereka adalah murid Sunan Giri yang berasal dari
Minangkabau.

Sesungguhnya sebelum kedatangan tiga orang datuk ke tanah


Bugis ini, telah ada beberapa penganjur Islam selain tiga orang
datuk dari minangkabau, yaitu Sayyid Jamaluddin al-
husayni al akbari yang merupakan kakek dari Walisongo.
Ini berarti Islam sudah datang ke tanah Bugis, pada saat
kedatangan para datuk' (Datuk riBandang, Datuk riTiro dan
Datuk riPatimang).

Namun diterimanya agama Islam di kerajaan-kerajaan Bugis


Makassar pada tahun 1598 (Gowa dan Luwu), menyusul
Ajatappareng (Sidenreng, Rappang, Sawitto) pada tahun
1605, Soppeng (1607), Wajo (1609), dan Bone (1611) adalah
berkat usaha ketiga para Datuk riBandang ini.

Ia mengislamkan Karaeng Matoaya yang merupakan


Mangkubumi kerajaan Makassar. Datuk Patimang (Datuk
Sulaiman) mengislamkan Daeng Parabbung Datu Luwu dan
Datuk riTiro memilih berdomisili di Bulukumba yang merupakan
daerah perbatasan Bone dan Gowa untuk syiar Islam. Islamnya
Gowa adalah simbolitas kekuatan militer dan Luwu adalah
pusat mitos Bugis Makassar.

Dengan pengislaman dua kerajaan besar ini maka tidak ada


alasan untuk menolak Islam bagi rakyatnya. Islamisasi secara
struktur adalah menjadikan syariat sebagai dasar negara.
Sebelumnya telah ada ADE', RAPANG, WARI, BICARA.

Diterimanya Islam sebagai agama resmi kerajaan menjadikan


syariat sebagai landasan kelima yaitu SARA' akibatnya adalah
dibuatkan jabatan struktural kerajaan yang baru yaitu QADHI,
BILAL, KATTE', DOJA sebagai perangkat syiar Islam kerakyat.

Pertanyaan kita sekarang.


Apa yang menyebabkan tiga orang datuk ini berkunjung ke
kerajaan-kerajaan di Sulsel itu untuk menyebarkan agama
islam ?

a. Dugaan pertama karena masyarakat di wilayah itu masih


menganut animisme sebagai mana yang telah diuraikan pada
butir 1 diatas, sehingga raja Tallo dan Goa adalah raja yang
pertama kali menganut agama islam.

b. Adanya persaingan antara Kristian dan Islam semakin


sengit di Sulawesi Selatan pada awal abad ke 16 itu.

Persaingan di antara Islam dan Kristian di Makassar disebabkan


oleh raja Makassar sendiri yang tidak dapat memilih antara dua
agama ini. Mereka meminta Abdul Makmur (Dato' ri
Bandang) datang melawat ke Makassar bersama dua orang
temannya iaitu Sulaiman (Dato' ri Pa'timang) dan Abdul
Jawad (Dato' ri Tiro). Kemudiannya Islam tersebar di seluruh
Sulawesi Selatan atas jasa ketiga-tiga pendakwah ini.

3. Dunia Bugis Pada Abad Ke 16 telah di ramaikan oleh


berbagai komoditi perdagangan. Ekspor Sulawesi Selatan ketika
itu ialah padi, yang diekspor ke Melaka, yang sudah dikuasai
Portugal. Pada tahun 1607, Sultan Johor yang bermusuhan
dengan

Portugis mencoba menghambat ekspor ini. Produk-produk


pertanian lain adalah kelapa, buah-buahan dan sayur-sayuran.
Jenis peternakan adalah kerbau, kambing, ayam dan itik.
Sedangkan hasil-hasil alam yang dibawa dari kawasan Sulawesi
dan sekitar nya yang diekspor antara lain ialah kayu cendana
(dari Kaili dan Palu),kayu sapan (dari Sumba), kayu aguila,
resin, dll
Tidak ketinggalan bahan tekstil yang dibuat di Sulawesi Selatan
yang cukup popular pada abad ke 16 itu.

Pada tahun 1544 - kain putih – dikenal dengan sebutan "kain


katun ", dijual pada harga 200 rial.

Hal ini membuktikan bahwa Sulawesi Selatan sudah pun


memasuki sistem perdagangan antar bangsa dan
menggunakan mata uang asing (Portugis). Rial menjadi salah
satu mata uang utama, di mana sebelumnya sistem penukaran
uang belum dilakukan dengan cara ini.

Tahukah Anda ?, pada masa itu sebelum mengenal sistem


pertukaran uang, kerbau adalah satuan penukaran dan
mungkin dijadikan sebagai petunjuk utama.

Yang menyedihkan kala itu, terdapat juga komoditi ekspor baru


yaitu budak. Kebanyakan para budak itu adalah para tawanan
perang yang yang entah siapa saja, meliputi kanak-kanak dan
wanita yang berasal dari ditawan Bugis.

Harga seorang hamba boleh mencapai 1000 rial..!! yang ketika


itu merupakan suatu tawaran yang cukup menarik bagi
Portugis. Perdagangan budak semula mendapat tempat pada
abad 15 itu, disebabkan oleh permintaan dari luar.

Sejalan dengan dengan dihapuskannya perdagangan budak di


dunia, bangsa asing yang masuk ke wilayah Sulawesi
mengalihkan perhatiannya pada Emas.

Pertambangan Emas berada di pergunungan Toraja dan Luwu'.


Selain itu Mineral-mineral lain yang diekspor ialah besi (dari
Luwu' dan Banggai), kuprum dan plumbum.
Apa jadinya wilayah Sulawesi pada kondisi dikuasai oleh
pengaruh asing - Portugis, Spanyol, jika sekiranya tidak ada
tiga orang datuk yang berasal dari Minangkabau di tanah
Sumatera berkunjung ke Sulawesi Selatan pada akhir abad 16
itu.

Bangsa Portugis dan Spanyol adalah bangsa yang sangat


berkepentingan untuk meraup hasil bumi di pulau Celebes dan
Maluku.

Langkah lebih lanjut adalah adakah intitusi di Ranah Minang


yang melakukan penelitian tentang kiprah Tiga Orang Datuk ini
bagi penyebaran agama Islam.

Pada empat abad sebelum sekarang, mereka telah berjihad


bagi agama islam yang merupakan fondasi dasar bagi ciri
orang Minangkabau.

Bagaimana sikap kita dalam memposisi tiga orang datuk ini


dalam sejarah Minangkabau ?

Dirangkum oleh : Hifni H.Nizhamul

Sumber :

1. http://bulukumba.bappenas.go.id

2. http://www.bulukumbakab.go.id/?id=67

3. http://palopo.pta-makassarkota.go.id/

4. http://www.selayaronline.com

5. http://:www.gatra.com

6. http://melayuonline.com
Mari kita berdoa bersama,
Ya Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, sudah lebih eban
dasawarsa (64 tahun), negeri ini menyatakan dirinya bebas
merdeka dari para penjajah.

Sudah ratusan tahun pula rakyat negeri ini merayakan hari-hari


suci yang merupakan puncak-puncak pencerahan rohani, hari
yang membebaskan diri dari segala dosa, sesuai agama-agama
yang telah Engkau firmankan.
Tapi mengapakah kondisi bangsa ini semakin hari kian
terpuruk, bertambah nelangsa dan kehilangan harga diri,
sehingga nyawa pun seolah tiada berguna?
Ya Allah Yang Maha Bijaksana, Engkau telah berikan segala
macam isyarat dan tanda-tanda, Engkau telah tampakkan
pelbagai gejala dan bencana, Engkau telah tunjukkan betapa
maha besarnya kekuasaan-Mu di muka bumi dan alam semesta
ini, tapi mengapakah Engkau belum juga memberikan seorang
pemimpin sejati yang mampu mengentaskan bangsa kami dari
segala derita dan nestapa ini?
Ya Allah Yang Maha Mengetahui, berikanlah kiranya kepada
kami petunjuk yang nyata dari-Mu agar seluruh rakyat dan
bangsa ini, agar seluruh lapisan masyarakat, semua suku
bangsa, ras, golongan, dan para pemeluk agama di negeri ini
mampu membaca dan memahami aneka isyarat dan pertanda
yang telah Engkau berikan, agar negeri yang telah lama
dinistakan, ditindas, disengsarakan, diabaikan, dan diperalat
oleh para pemimpinnya selama ini, bisa segera eling dan
waspada.
Ya Allah Yang Maha Pemurah, berikanlah kiranya kepada kami
seorang pemimpin, cukup satu orang saja, tidak kurang dan
tidak lebih. Seorang pemimpin yang mampu memberikan
teladan sedikit saja akan kebajikan, kebaikan, kesederhanaan,
keprihatinan, dan keadilannya, kepada rakyat yang
dipimpinnya.
Berikanlah kepada kami seorang pemimpin yang memiliki
sekeping hati nurani, agar ia bisa merasakan dan memiliki
empati, sehingga ia tidak terlena oleh sihir kekuasaan yang
dimilikinya, yang sadar bahwa rakyat negeri ini sudah sungguh-
sungguh menderita, dan tidak tahu lagi harus mengais rezeki
dari mana dan dengan cara apa dan bagaimana, agar mereka
bisa mempertahankan kehidupan dan penghidupan bagi diri
dan keluarganya.
Berikanlah kepada kami seorang pemimpin yang mampu
merasakan betapa nelangsanya hidup sesudah dan di tengah
bencana alam, betapa sengsaranya setiap detik harus
mempertahankan diri dan hidup berkubang di dalam lumpur
yang senyata-nyatanya, lumpur yang bukan metaforik, lumpur
yang telah menenggelamkan harta benda dan segala milik
warganya.
Berikanlah kepada kami seorang pemimpin yang mampu
menurunkan biaya hidup, dan meningkatkan daya beli, agar
harga diri dan martabat kami tidak terus menerus dihinakan,
dan nilai-nilai kemanusiaan kami dilecehkan setiap kali kami
harus berebut dana bantuan langsung tunai dan berburu zakat
fitrah yang tak seberapa, tapi harus mengorbankan nyawa
kami yang semurah-murahnya dan sebanyak-banyaknya.
Ya Allah Yang Maha Mulia, berikanlah kiranya kepada kami
seorang pemimpin, cukup satu orang saja, tidak kurang dan
tidak lebih, seorang pemimpin yang tegar dan tegas namun
tetap memiliki rasa iba, tanggung jawab, dan kepedulian
kepada rakyatnya, sehingga ia tidak hanya mampu mengumbar
kata dan pesona, namun mampu juga menggerakkan seluruh
aparat pemerintahannya, untuk memberikan pengamanan,
keamanan, kenyamanan, dan ketenteraman kepada seluruh
rakyatnya, baik saat mereka hendak menunaikan ibadahnya,
saat hendak melakukan silaturahim dengan sanak saudaranya,
saat hendak menikmati pemandangan kampung halaman
tanah kelahirannya, saat hendak berbagi zakat dan rezeki
dengan masyarakat sekitarnya yang amat membutuhkan, saat
hendak mencari nafkah, saat hendak mencari sekolah, saat
hendak menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan
secara turun temurun, saat hendak mengungkapkan apa yang
ada di dalam hati, pikiran, dan cita-citanya.
Sehingga pemimpin yang Engkau berikan kepada kami itu tidak
akan lagi bersikap acuh tak acuh, tidak peduli, dan tidak mau
bertanggung jawab sedikit pun atas aneka kekejaman,
penganiayaan, pembunuhan, pelecehan, kecelakaan, dan
kesengsaraan serta kemiskinan yang diderita rakyatnya setiap
hari, sampai-sampai sebagian dari saudara-saudara kami
sebangsa telah nyata-nyata terbawa ke dalam kekufuran dan
kebiadaban, hanya untuk sekadar bisa hidup dan
mempertahankan kehidupan diri dan keluarga serta
masyarakat lingkungannya, seolah negeri ini tidak dipimpin
oleh siapa-siapa.
Ya Allah Yang Maha Adil, sampai kapankah Engkau akan
membiarkan bangsa dan negeri ini dijual tanahnya, airnya,
hutannya, kekayaan alam, tambang, dan lautannya, kekayaan
intelektualnya, keindahan dan pesonanya, kekayaan
perusahaannya, kepemilikan sahamnya, kebijakan ekonominya,
politiknya, hukumnya, perdagangannya, keamanan negerinya,
sawah, ladang, dan perkebunannya kepada bangsa-bangsa dan
para pengusaha asing.
Sehingga bangsa dan negeri ini sudah tidak punya apa-apa lagi
untuk masa depan anak-anak dan cucu kami.
Padahal semua itu adalah anugerah yang telah Engkau
rahmatkan kepada bangsa dan rakyat negeri ini.
Sehingga kini kami tidak punya harga diri dan martabat lagi di
mata bangsa-bangsa dan negeri lain.
Ya Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, kalau memang
Engkau akan dan ingin membiarkan semua itu terjadi karena
kami dan para pemimpin kami baik yang dahulu maupun yang
sekarang, tidak pernah mengingat akan diri-Mu, tidak pernah
memedulikan kebaikan yang telah Engkau limpahkan selama
ini, kami mohon ampun dan kami sungguh bertobat. Tapi
pertobatan kami itu tidak akan pernah cukup berarti, selama
Engkau juga tidak memberikan kepada kami seorang
pemimpin, cukup satu orang saja, tidak kurang dan tidak lebih,
yang punya visi jauh ke depan, yang lebih mementingkan
rakyat dan umatnya ketimbang dirinya, istrinya, anak-
anaknya, keluarga besarnya, sanak kerabatnya, partai
politiknya, sukunya, golongannya, dan agamanya.
Ya Allah Yang Maha Pengampun, berikanlah kepada kami
kesempatan satu kali lagi untuk sungguh-sungguh memilih
seorang pemimpin sejati, yang tulus dan ikhlas bertekad
menjadi khalifah-Mu di bumi tercinta ini, yang setiap kata,
perbuatan, dan kinerjanya diputuskan dan dijalankan semata-
mata berdasarkan firman dan amanah-Mu, yang semata-mata
bekerja untuk kebaikan rakyat dan umatnya, agar mereka
senantiasa bersyukur, sehingga kami bisa hidup dalam
kepastian, bisa memiliki harapan akan usaha, pendidikan,
pekerjaan, dan masa depan yang lebih baik, bisa saling
menghormati perbedaan yang telah Engkau rahmatkan, dan
bisa membangun serta mengambil dan membeli kembali
seluruh harta kekayaan, hak, martabat, dan harga diri kami,
yang telah dijual dan digadaikan para pemimpin kami kepada
bangsa dan negara lain.
Ya Allah seru sekalian alam, kami tidak tahu lagi apa yang
harus kami minta dari-Mu karena terus terang kami sungguh-
sungguh merasa malu dan seolah tidak pernah bersyukur.
Padahal, selama ini Engkau tidak putus-putusnya memberikan
segala kenikmatan kepada 270 juta rakyat kami ini. Tapi
kabulkanlah kiranya permintaan terakhir kami yang tidak
seberapa ini:
Berikanlah kepada kami seorang pemimpin, cukup satu orang
saja, yang secara ksatria mau dan rela bertanggung jawab atas
segala sesuatu yang sudah dan akan terjadi di negeri ini, yang
punya kalbu, akal, pikiran, dan pandangan jauh ke depan, yang
mau mengorbankan diri, keluarganya, bahkan nyawanya, untuk
kemaslahatan seluruh rakyat dan negeri ini, tidak kurang dan
tidak lebih.
Tapi kalau permintaan ini pun tidak Engkau kabulkan, maka
berikanlah kepada kami satu Tuhan, satu Allah SWT, Yang Maha
Esa, Yang Maha Pengasih, dan Maha Penyayang kepada bangsa
dan negeri ini. Ampunilah kiranya permohonan kami yang
terakhir ini, ya Allah.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar
walillahilham…!?

Anda mungkin juga menyukai