Anda di halaman 1dari 56

BAB I

GAMBARAN GEOGRAFIS

MANDAR MAJENE

A. Arti kata mandar.

Kata Mandar memiliki tiga arti yaitu :

1. Mandar berasal dari konsep Sipamandar yang berarti


saling kuat menguatkan; penyebutan itu dalam
pengembangan berubah penyebutannya menjadi Mandar.

2. Kata Mandar dalam penuturan orang Balanipa berarti


sungai

3. Mandar berasal dari Bahasa Arab; Nadara-Yanduru-


Nadra yang dalam perkembangan kemudian terjadi
perubahan artikulasi menjadi Mandar yang berarti tempat
yang jarang penduduknya.

Selain itu, dalam buku dari H. Saharuddin, dijumpai


keterangan tentang asal kata Mandar yang berbeda.
Menurut penulisnya, berdasarkan keterangan dari A.
Saiful Sinrang, kata Mandar berasal dari kata mandar

1
yang berarti “Cahaya”; sementara menurut Darwis
Hamzah berasal dari kata mandag yang berarti “Kuat”;
selain itu ada pula yang berpendapat bahwa penyebutan
itu diambil berdasarkan nama Sungai Mandar yang
bermuara di pusat bekas Kerajaan Balanipa (Saharuddin,
1985:3). Sungai itu kini lebih dikenal dengan nama
Sungai Balangnipa. Namun demikian tampak penulisnya
menyatakan dengan jelas bahwa hal itu hanya
diperkirakan (digunakan kata mungkin). Hal ini tentu
mengarahkan perhatian kita pada adanya penyebutan
Teluk Mandar dimana bermuara Sungai Balangnipa,
sehingga diperkirakan kemungkinan dahulunya dikenal
dengan penyebutan Sungai Mandar.
B. Letak Daerah Mandar.

Wilayah suku mandar terletak di ujung utara Sulawesi


Selatan tepatnya di Sulawesi Barat dengan letak geografis
antara 10-30 lintang selatan dan antara 1’180-1’190 bujur
timur.
Luas wilayah Mandar adalah 23.539,40 km2, terurai
dengan :
1. luas kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara : 11.622,40
Km2
2. luas kabupaten Mameje : 1.932 Km2
3. luas kabupaten Polewali Mamasa : 9.985 Km2

2
Semula dari zaman dahulu, di zaman perjanjian atau
Allamungang Batu di Lujo, batas-batas wilayah Mandar
adalah :
a) Sebelah Utara dengan Lalombi, wilayah Sulawesi
Tengah
b) Sebelah timur dengan kabupaten poso, kabupaten
Lawu dan Kabupaten Tana Toraja.
c) Sebelah selatan dengan Binanga Karaeng,
kabupaten Pinrang
d) Sebelah barat dengan Selat Makasar.

Kini batas Mandar di utara berubah menjadi Suremana,


yang berarti suku mandar kehilangan wilayah lebih dari
10km, dan juga kehilangan 10 km di selatan, karena batas
wilayah Mandar di selatan sekarang sudah bukan Binanga
Karaeng, tetapi Paku (ujung polewali mandar).

C. Bahasa Mandar
Bahasa Mandar juga berasal dari rumpun bahasa Malayu
Polinesia atau bahasa Nusantara atau yang lebih acap
disebut sebagai bahasa ibunya orang Indonesia. Oleh
Esser (1938) disebutkan, seperti yag dikutip Abdul
Muttalib dkk (1992), bahwa mandfarsche dialecten yang
awal penggunaannya berangkat dari daerah Binuang
bagian utara Polewali hingga wilayah Mamuju Utara
daerah Karossa.

3
Hingga kini belum jelas benar sejak kapan penggunaan
bahasa Mandar dalam keseharian orang Mandar. Namun
dapat diduga, bahwa penggunaan bahasa Mandar sendiri
bersamaan lahirnya orang atau manusia pertama yang ada
di tanah Mandar. Hal yang lalu dapat dijadikan rujukan
adalah adanya bahasa Mandar yang telah digunakan
dalam lontar Mandar sekitar abad ke-15 M. Ibrahim Abas
(1999).
Sehingga kuat dugaan bahwa bahasa yang digunakan
sistem pemerintahan dan kemasyarakatan masa lalu di
daerah Mandar telah menggunakan bahasa Mandar, yang
untuk itu dapat dicermati dalam beberapa lontar yang
terbit pada masa-masa pemerintahan kerajaan Mandar.

Area penyebaran bahasa Mandar sendiri, hingga kini


masih dengan mudah bisa di temui penggunaannya di
beberapa daerah di Mandar seperti, Polmas, Mamasa,
Majene, Mamuju dan Mamuju Utara. Kendati demikian
di beberapa tempat atau daerah di Mandar juga telah
menggunakan bahasa lain, seperti untuk Polmas di daerah
Polewali juga dapat ditemui penggunaan bahasa Bugis,
sebagai bahasa Ibu dari etnis Bugis yang berdiam dan
telah menjadi to Mandar (orang Mandar-pen) di wilayah
Mandar. Begitu pula di Mamasa, menggunakan bahasa
Mamasa, sebagai bahasa mereka yang memang di
dalamnya banyak ditemui perbedaannya dengan bahasa
Mandar. Sementara di daerah Wonomulyo, juga dapat

4
ditemui banyak masyarakat yang menggunakan bahasa
Jawa, utamanya etnis Jawa yang tinggal dan juga telah
menjadi to Mandar di daerah tersebut. Kecuali di
beberapa tempat di Mandar, seperti Mamasa. Selain
daerah Mandar-atau kini wilayah Provinsi Sulawesi
Barat-tersebut, bahasa Mandar juga dapat ditemukan
penggunaannya di komunitas masyarakat di daerah Ujung
Lero Kabupaten Pinrang dan daerah Tuppa Biring

5
BAB II

KEARIFAN LOKAL SUKU MANDAR

A. Leluhur Mandar.

Leluhur orang Mandar atau asal mulanya Suku Mandar


dan juga leluhur orang Balanipa secara keseluruhan yang
terdiri dari Pitu Ulunna Salu’(tujuh kerajaan yang
bermukim diseputaran hulu sungai / pegunungan)yang di
singkat PUS yaitu disebut kelompok pertama dan Pitu
Ba’bana Binanga(tujuh kerajaan yang bermukim
diseputaran muara sungai) yang di singkat PBByaitu yang
disebut kelompok kedua dan beberapa kerajaan
lainnya,baik kerajaan besar maupun kerjaan kecil
termasuk wilayah Palili atau Paliliyang keduanya berarti
penyangga sebagai satu rumpun keluarga karena berasal
dari satu leluhur,oleh karenanya itu dalam membincang
leluhur orang Balanipa maka kita harus berbincang
leluhur orang Mandar karena Balanipa adalah bagian
integral dari Mandar itu sendiri sekaligus sebagai ketua
perserikatan,ketua federasi Pitu Ulunna Salu’ dan Pitu
Ba’bana Buinangayang kemudian mendapat
gelarArajang(yang dibesarkan / Maharaja).

6
Dalam salah satu naskah Lokal(Lontar) di Mandar
ditemukan keterangan yang menyatakan bahwa manusia
pertama yang datang di Mandar adalah seorang yang
mendarat di Hulu Sungai Saddang sementara ada pula
pendapat lain menyatakan bahwa Tomakakayang pertama
menetap di Ulu’Saddang. Keterangan lain ini
memberikan petunjuk bahwa entitas di Mandar telah
berlangsung jauh sebelum terjadi penurunan permukaan
laut(Masa Glasial).

Konsep lain tentang manusia pertama di Mandar


adalah konsep To Manurung juga artinya orang yang
turun dari langit atau orang yang tiba – tiba muncul tanpa
diketahui dengan pasti dari mana ia datang akan tetapi
mempunyai kelebihan bahkan ada yang mengatakan
bahwa dia sangat Maissi Paissangan(Sakti Manraguna)

Menurut kepercayaan disaat penduduk Mandar masih


menganut paham Anisme dan Dinamisme dan konsep ini
merupakan mitos yang menjadi kepercayaan orang
Mandar dahulu hingga saat ini.Mitos tentang
Tomanurungmengundang konsep pengakuan ketaatan
terhadap kekuasaan Raja – raja yang berasal dari Langit
atau ia adalah jelmaan Dewa yang menitis kedunia yang
di tempatkan menjadi tokoh pemersatu yang berhasil
memulihkan kehidupan masyarakat dan membangun
tatanan pemerintahan bersifat kerajaan yang terorganisir

7
dalam bentuk monarkhi akan tetapi pemerintahan yang
bersifat Raja(Mara’dia)sebagai pemegang kendali
kekuasaan namun tak mutlak sebagai layaknya seorang
Raja yang berkuasa penuh karena selain pemerintah
(kerajaan)di Balanipa khususnya dan Mandar pada
umumnya,juga dibentuk pula Dewan Hadat(Lembaga
Adat)yang berfungsi mengontrol kewenangan kendali
pemerintahan

Dalam beberapa Lontar di Mandar sepakat menunjuk


bahwa Manusia pertama adalah yang berkembang di
Mandar,ditemukan di HuluSungaiSaddangdan merekalah
Tomanurung (orang yang turun dari langit atau juga
disebut turun dari kayangan,titisan Dewa)dan
Tokombongdibura bernama Tobanuapong yang
memperistrikan Tobisse Di Tallang yang benama
Pangkapadangyang melahirkan lima orang
bersaudara,yang pertama bernama Ilandobeluak,dialah
berdiam di Makassar kedua bernama Ilasokkepang,dialah
yang berdiam di Beluak yang ketiga bernama
Ilandoguttuwanita di Ulu Sadang,yang keempat bernama
Usuksabambangdialah yang tinggal di Karonnangan
kelima bernama Pakdorangdialah yang berdiam di
Bittuang.

Pendapat lain mengatakan bahwa


Pangkapadangadalah salah satu dari tujuh orang anak

8
hasil perkawinan Tomanurung(orang yang turun dari
langit atau juga disebut
turundarikayangan.titisanDewa)danTokombongdiburaber
namaTobanuapongyangmemperistrikan
tobisseditallangmelahirkan sebelas orang anak yaitu:

1. Daeng tumana

2. Lamber susu (lombeng susu)

3. Daeng mangana

4. Sahalima

5. Palao

6. To andiri

7. Daeng palulung

8. Todipikung

9. Tolambana

10. Topani bulu

9
11. Topalili

Dari kesebelas anak tersebut diatas yang kemudian


menyebar keseluruh penjuru dalam wilayah Mandar dan
yang paling menonjol keberadaannya adalah Topalili
yang melahirkan Todipaturung Dilangi danLamber
Sususyang menetap di Kalumpang Mamuju yang dalam
catatan sejarah menurungkan 41 (empat puluh satu)
Tomakakayang kembali menyebar dalam wilayah Mandar
kemudian melakukan proses kawin mawin dengan
keturunan Todipaturung Di Langiuntuk tampil sebagai
pemimpin kemudian melahirkan generasi menjadi
pemimpin dalam beberapa kerajaan di Mandar.

Dalam catatan lain di sebut bahwa “Tomanurung


yang turun di Hulu Sungai Saddang kemudian kawin
dengan Tobisse Ditallang(orang yang turun dari
kedalaman)yang melahirkan tujuh orang anak,salah satu
di antaranya bernama Pangkopadangyang kawin mawin
denagn Torijene’(orang yang datang dari kedalam air)ada
juga pendapat yang mengatakan bahwa
Pangkopadangkawin mawin denagan Sanra Boneyang
kemudian melahirkan anak berjumlah sebelas orang
anakdiantaranya Tobabinna Ana’pangkopadang”(anak
kesayangan Pangkopadang) dan dialah cikal bakal
penduduk Pitu Ulunna Salu’ Pitu Ba’bana Binanga serta
Arua Tapparittina Uwai dan Daerah Palili.
10
Dalam catatan sejarah tersebut tidak di tulis kepada
siapa Tobabinna Ana’pangkopadangkawin yang
selanjutnya melahirkan anak yang disebut Pa’doran lalu
kemudian Pa’doranmelahirkan anak bernama Lamber
Susu(buah dada panjang) dan anak kedua dari Tobabinna
Ana’pangkopadangyaitu yang disebut Topali yang
kemidian melahirkan seorang yang bergelar To
Dipaturung Di Langi(orang yang di turunkan dari langit)
yang proses perkawinan dengan Tokommbangdi
bura(orang yang lahir dari busa air) dari hasil perkawinan
ini melahirkan generasi yang sampai pada seseorang yang
di sebut Todiurra Urra lalu melahirkan dianataranya yaitu
anak pertama bernama Luluaya yang artinya anak sulung
dan adiknya Irerasi yang artinya berleher indah karena
lehernya seakan bergaris – garis yang juga di sebut
Memebaro Pamenangan( berleher bagaikan barang antik)
Ibu kandung dari Karaeng Tumapparisi Kallona
Sombaiyya Ri Gowa Ke Ix(Raja Gowa yang ke IX) dan
yang berbungsu bernama Iweappasyang juga disebut
Itta’bittoeng (orang yang bersinar bagai bintang dilangit)
yang kawin dengan anak To Makakadi lemo yaitu Puang
diGandang maka lahirlah Imanyambungiyang juga
bernamaTomautra(manusia yang membuat
khalayaksegerabubar) yang kemudian setelah wafat
bergelar Todilalingdan ialah cikal bakal bangsawan di
Balanipa Mandar.

11
B. Nilai Budaya di mandar

Irama musik dalam lagu-lagu mandar secara spesifik


mencerminkan setting laut. Deburan ombak, riak
gelombang yang dinamis, hempasan ombak dipantai dan
geliat ombak gelombang yang diterbangin angin lembut
atau badai bisa dirasakan pada melodi laut di dalam lagu-
lagu Mandar yang cenderung eksotik, romantis, dan
sentimental,apakah ini pengaruh daerah mandar yang
notabenya adalah para pelaut – pelaut ulung maksudnya
wilayah mandar adalah wilayah maritime kelautan dan
berdampak pada irama dan eksotik lirik lagu Mandar.
Lagu-lagu Mandar sering dan selincah lagu-lagu Maluku,
namun sekaligus selembut irama agraris lagu-lagu Bugis
meski tidak sedinamis lagu-lagu Makassar yang terkesan
agak cepat dan kekurangan kelembutan.Bandingkan lagu
“Tengga Tenggang Lopi” dengan “Baturate Maribulang”.

Untuk menjadi orang Mandar seseorang wajib mengenal


inti dari nilai passemandaran (rasa mandar) merupakan
puncak nilai yang terkandung di dalam tallu ponna
attongangan (tiga dasar kebajikan), yaitu :
- mesa, ponge'pallangga ; aspek ketuhanan.
- Da'dua, tassisara ; aspek hukum dan demokrasi.

12
- Tallu, tammalaesang ; aspek ekonomi, aspek keadilan
dan aspek persatuan.

Ketiga dasar kebajikan tersebut dijabarkan dalam Annang


Pappeyapu di Lita' Mandar (enam pegangan utama di
tanah Mandar), yaitu :
1. Buttu Tandira'bai (tegaknya hukum secara utuh)
2. Manu' tandipessisi' (demokrasi dalam segala lini
kehidupan)
3. Bea' tandicupa' (ekonomi kerakyatan yang merata)
4. Karra'arrang tandidappai (keadilan tanpa takaran)
5. Wai tandipolong (pertsatuan yang berkesinambunga)
6. Buttutanditema' diammemanganna tokuana tokua
(keutuhan keyakinan akan kekuasaan zat yang Maha
Tinggi)

Keseluruhan nilai itu barada di dalam satu bingkai kokoh


mesa tanggesar yaitu O di ada' O di biasa (sesuai dengan
adat dan kebiasaan adat). Odi ada' odi biasa inilah suatu
penanda masyarakat egalitarian, karena orang mandar
tidak menganal konsep to menurung yang melahirkan
masyarakat yang mempunyai stratifikasi sosial yang ketat
berdasarkan darah to manurung dan darah orang
kebanyakan. hal tersebut ditegaskan oleh Puang
Dipojjosang ke-2 yaitu I Pasu Tau Taji Barani yang
menyatakan di hadapan Tomepayung bahwa kriteria
utama seorang Mandar :

13
Ita to mandar cera mappammula sipa meppaccappurang
disesena taupiyatonganan.
(kami orang mandar kriteria darah hanya pada awalnya
dan sifatlah yang menetukan pada akhirnya bagi orang
yang mempunyai kebajikan).

Sifat itu tercermin didalam ajaran luhur orang mandar


yang disebut limai gau diajappiu na disanga peramata
matappa (lima perbuatan sebagai pertama yang percaya)
yaitu :
1. Lappu' sola rakke' (jujur bersama takut kepada sang
pencipta).
2. Loa tongang sola mattikka (perkataan benar bersama
waspada).
3. Akkalang sola nia' mappaccing (akal bersama niat
yang suci).
4. Siri' sola pannassa (siri' bersama keyakinan).
5. Barani sola pappejapu (berani bersama ketetepan hati).

Perbuatan tersebut di atas terhalang apabila :

1. Naiyya massamboi lappu gau' bawang (Adapun


menutupi kejujuran adalah perbutan sia-sia).
2. Naiyya massamboi loa tangang alosongan (adapun
yang metutupi perkataan yang benar adalah dusta).
3. Naiyya massamboi akkalang abiloang (adapun yang
menuputi akal sehat adalah kebodohan).

14
4. Naiyya massamboi siri' ke'la-ke'la (adapun yang
menutipi siri adalah pikiran jahat).
5. Naiyya nassamboi adaraniang bila balla (adapun
yang menutupi keberanian adalah khianat).

Cerminan dan aplikasi nilai budaya tersebut terdapat


dalam :
- Loa mappa'bati di ada' (perkataan tercermin didalam
adat).
- Ada mappa'bati di kedo (adat tercermin di dalam
perbuatan).
- Kedo mappa'bati di gau' (perbuatan tercermin dalam
prilaku).
- Gau' mappa'bati di tau (prilaku tercermin dalam
manusia).
- Tau mappa'bati di siri' (manusia tercermin di siri).
- Siri' mappa'bati di lokko' (siri tercermin dalam martabat
dan harga diri yang mandalam).

Berbagai konsep-konsep kebijakan dan nilai-nilai luhur


kemandaran dalam sejarah lontar Mandar yang berkaitan
dengan kemasyarakatan saat ini :

a. Kesepakatan

Mua purami dipallandang bassi pemali diliai mua purami

15
di pobamba pamali dipepondoi di sesena attongangan
bassi lambbottu palabung tarrabba.
(Apabila sudah di tantukan sesuatu haranm untuk
dilangkai, kalau sudah di ucapkan/disepakati pantang
dilankai, aturan harus tetap berjalan sesuai dangan
asasnya).

b. Penegakan Hukum

Naiyya ada' tammalo pai dipasoso'tatti, tonggang pai


lembarna, takkeindo pai, takkeamapai, takke lelluluare'
pai, takke sola pai, takkewali pai, andiappa to dikalepa'na
andiang to di suliwanna, andiang to na poriona, andiang
to nabire'na, tammappucung, tandoppas toi.
(yang disebut Badan Penegak Hukum adalah tegas dalam
mengambil keputusan, tidak berat sebelah, tidak beribu,
tidak berbapak, tidak punya saudara, tidak punya teman,
tidak punya musuh, tidak diiming-iming kesenangan,
tidak punya anak buah dan tidak pernah serakah).

c. Mencari Kebenaran - Puang Sando

Appe rupanna uru bicara tutumasagala balibali palao


balibali sa'bi balibali.
(ada 4 pokok untuk memutuskan suatu masalah yaitu
meneliti dan menganalisis perkataan kedua belah pihak,

16
kata benar dari keluarga kedua belah pihak, saksi yang
terpercaya dari kedua belah pihak).

d. Demokrasi – Mallikkrodt

Mua' mendi-mendi oloi elo'na to arajang disesena odiada


odibiasa, turu'i ada'.
Mua' mendi-mendi oloi elo'na ada' disesena odiada
odibiasa, turu'i toarajang.
(Apabila keinginan bangsawan raja agak kedepan sesuai
dengan adat dan kebiasaan adat, maka bangsawan adat
hendaknya ikut. Begitu juga sebaliknya).

e. Otonomi - Daetta Kanna I Pattang

Madondong duambongi anna diang api dinauang bakarna


napi'deitoi tia alabena, mua' andiani mala napi'dei
pendoamo'o lao di indo ada'mu, mua pitumbongi
pitungallo andiangi mala mupi'dei siola indo ada'mu
pendo'a mo'o diama ada'mu, apa nasiola mo'o mappi'dei.
(suatu hari apabila ada masalah di suatu wilayah maka
sebaiknya masalah itu dapat diselesaikan sendiri dan jika
tidak dapat diselesaikan hendaknya engkau meminta
pertolongan kepada Ibu adatmu. Jika tujuh hari tujuh
malam belum dapat diselesaikan hendaknya engkau

17
datang ke Bapak adatmu untuk datang bersama-sama
meredam api itu).

Kaiyang tammaccinna dikende-kende'na, kende-kende'


tammaccinna dikaiyanganna.
(yang memerintah seharusnya tidak memaksakan
kemauan kepada rakyat dan rakyat tidak seharusnya
memaksakan kehendak kepada yang memerintah).

f. Konsep Kepimimpinan - Tomatindo Dilangganna

Pallaku lakuanni mie lita'mu, apa' madondong duambongi


inai-inai mala mappatumballe' lita di Balanipa, ia tomo
tia na dianna dai dipeuluang, na dipesokkoi anna malai
toma'tia naung di tambing mangngada' dai.
(Pertahankanlah tanah air anda bila suatu hari siapapun
yang dapat menyelamatkan negeri Balanipa ia berhak
diangkat sebagai pemimpin dan saya akan turun tahta dan
mendukung dengan sepenuh hati).

Mara'diamo tu'u na ma'asayangngi banua siola pa'banua,


anna mara'dia tomo rapang ponna ayu na naengei
mettullung pa'banua.
(Rajalah yang akan menyayangi negeri dan rakyat, dan
raja pula bagaikan pohon kayu tempat rakyat berlindung).

g. Persatuan

18
- Ammana Wewang / Ammana Pattolawali
Dotai tau siamateang mie na membere di olona lita' dadi
nanaparenta tedong pute to kaper.
(lebih baik mati berkalan tanah dari pada diperintah oleh
Belanda si Kafir laknat).

- Pitu Babana Binanga anna Pitu Ulunna Salu


(Allamungan Batu di Luyo)

 Ta'lemi manurunna paneneang uppasambulo-bulo


ana' appona di Pitu Ulunna Salu, Pitu Babana
Binanga, nasa'bi dewata diaya, dewata diong,
dewata di kanang, dewata dikairi, dewata diolo,
dewata diboe', menjarimi passemandarang.
 Tannipasa' tanniatonang, ma' allonang mesa malatte
samballa, siluang sambu-sambu, sirondong langi-
langi, tassi pande peo'dong, tassi pande pelango,
tassipelei di panra', tassialuppei diapiangang.
 Sipatuppu diada', sipalele dirapang, ada tuo di Pitu
Ulunna Salu, ada' mate di Muane ada'na Pitu
Babana Binanga.
 Saputangan di Pitu Ulunna Salu, simbolong di Pitu
Babana Binanga.
 Pitu Ulunna Salu memata di sawa, Pitu Babana
Binanga memata di mangiwang.

19
 Sisara'pai mata malotong anna mata mapute, anna
sisara' Pitu Ulunna Salu - Pitu Babana Binanga.
 Mua diang tomangipi niangidang mambattangang
tommu-tommuane, iya namappasisara' Pitu Ulunna
Salu - Pitu Babana Binanga, pasungi ana'na anna
mumanusangi sau di uai tammembali.

Artinya :

 Sudah terfakta kesaktian leluhur moyang menyatu


bulatkan anak cucunya di Putu Ulunna Salu dan
Pitu Babana Binanga, diatas kesaktian dewata di
atas, dewata di bawah, dewata di kanan, dewata di
kiri, dewata di muka, dewata di belakang, lahirlah
persatuan seluruh Mandar.
 Tak berpetak tak berpembatas, bersatu tikar bertikar
selembar, sepembalut tubuh, selangit-langit, saling
tidak memberi makanan rusak, saling tidak
memberi minuman rusak, saling tidak
meninggalkan dikesusahan, saling tidak melupakan
pada kebaikan.
 Saling menghormati hukum dan peraturan masing-
masing, hukum hidup di Pitu Ulunna Salu, hukum
mati di suami adatnya Pitu Babana Binanga.
 Pitu Ulunna Salu menjaga ular (musuh dari
darat/hutan), Pitu Babana Binanga menjaga hiu
(musuh dari laut).
20
 Bila seseorang bermimpi mengidamkan seorang
anak lelaki yang bakal memisahkan Pitu Ulunna
Salu dengan Pitu Babana Binanga, bersepakatlah
untuk segera membedah perut yang hamil itu, lalu
keluarkan bayi laki-laki itu, kemudian hanyutkan ke
air yang tidak mungkin kembali lagi.

h. Menjaga amanah

Ropo'mo mai bulang, tililimo'o sau buttu, tannaulele


diuru pura loau, dotami iyami sisara' uli'i anna sisara' uru
pura loai.
(Sekiranya bulan akan runtuh, runtuhlah, gunung akan
terbang, terbanglah, namun saya tidak akan beranjak dari
kata semula, lebih baik kepala kami berpisah dengan
badan dari pada mengingkari kata semula).

i. Kesetiakawanan

Naruao lembong narua toa', tumbiringo'o na mallewaima',


tallango'o na mattimbaima, nyawa siandarang, cera'
silolongngi.
(Engkau terkena ombak saya juga terkena, engkau goyah
saya stabilkan, engkau tenggelam saya apungkan, jiwa
melayang bersama, darah mengalir bersama).

21
j. Transparansi

Pesan todilaling sebelum meninggal


Madondong duambongi anna matea, mau ana'u mau
appou, da muannai dai di pe'uluang mua' mato'dori
paunna, masu'angi pulu-pulunna, apa iyamo tu'u
marruppu-ruppu' banua.
(Bila suatu saat saya meninggal dunia, sekalipun anak
ataupun cucu saya, jangan diangkat menjadi pemimpin
bila berucap kasar, berperilaku tidak terpuji, karena
manusia semacam ini akan menghancurkan negeri).

k. wawasan ke depan

Sailei gau' pura loa, pe'gurui tongangi gau mamanya, na


mupijarammingi disese apianna gau manini makkeguna
di alawemu anna lita'.
(Tengoklah perbuatan yang telah dilakukan masa lalu,
pelajari dengan kesungguhan perbuatanmasa kini, agar ia
menjadi cermin dan ia berguna untuk dirimu dan untuk
tanah air).

l. Akuntabilitas

Akuntabilitas di dalam budaya Mandar mempunyai


kelebihan dari akuntabilitas yang lain. Sebab
akuntabilitas di Mandar bukan akuntabilitas instansi atau

22
ebuah komunitas tertentu. Di Mandar akuntabilitas
perorangan manusia terhadap alam (tuhan), manusia dan
pada diri sendiri.

Alawe membolong di nawang, nawang membolong di


alawe, alawe membolong di akkeadang, akkeadang
membolong di alawe, alawe membolong di atauang,
atauang membolong di alawe.
(diri manusia adalah bagian dari alam (Tuhan) dan alam
adalah bagian dari diri manusia, diri manusia adalah
bagian dari adat istiadat kemasyarakatan dan adat istiadat
kemasyarakatan adalah bagian dari diri manusia, diri
manusia adalah bagian dari pribadiya sendiri dan diri
pribadi manusia adalah bagian dari dirinya sendiri).

m. pengawasan

Naiya mara'dia, tammatindo di bongi, tarrarei di allo, na


mandandang mata di mamatanna daung ayu, di
malimbonganna rura, di madinginna lita', di ajarianna
banne tau, di aatepuanna agama.
(kewajiban seseorang pemimpin, tidak dibenarkan tidur
lelap di waktu malam, berdiam diri dan berpangku tangan
di waktu siang hari, seorang pemimpin wajib memikirkan
akan kesuburan tanah, pengembangbiakan tanaman,
berlimpah ruahnya tambak dan perikanan, damai dan

23
amanlah negar, sehat dan berkembanglah penduduk dan
sempurnanya ajaran agama).

Bila hal ini bertentangan akan terjadi loppa' lita' (tanah


jadi panas), sai (tanaman rontok), polei pangolle' (banjir),
mangandei api (kebakaran), mara'ei tana-tanang (tanaman
kering), yang akan menyengsarakan rakyat.

n. Profesionalisme

Diajumai pai tu'u mesa gau' anna dialai asselna,


asselnamo tu'u mappannassa di marorona pau, kedo anna
gau anna mala makkeguna di alawe, di jama-jamang anna
lita.
(dengan kerja keras seseorang dapat mengandalkan diri
sendiri yang tercermin dari cara bicara, perbuatan, dan
pergaulan agar ia dapat berguna untuk kepentingan karir
diri demi negeri).

Nakodai mara'dia anna abanua kaiyang toilopi.


(Pemimpin bagaikan nahkoda, tanah negeri adalah
empunya perahu)

24
C. Kesenian Di Mandar.

Mengenal suku mandar tidak cukup bila membicarakan


tentang ketenaran mereka sebagai seorang yang
menjunjung tinggi nilai siri. Suku mandar dari sisi
etnografi juga terbilang cukup kaya. Mereka mempunyai
warisan leluhur yang cukup menarik untuk di bahas yaitu

1. Keke

Keke merupakan alat musik tadisional Mandar. Keke


terbuat dari bambu yang berukuran kecil yang diujungnya
terdapat daun kelapa kering yang dililitkan sebagai
pembawa efek bunyi yang dihasilkan oleh alat tiup ini.
Biasanya alat musik tradisional ini dimainkan di sawah
ata ladang milik warga untuk mengisi kesepian para
petani saat menunggui ladang atau sawah mereka. Kini,

25
alat musik tiup inipun acapkali dimainkan untuk
kepentingan seni pertunjukan dan dikolaborasikan dengan
alat musik tradisional lainnya.

2. Calong

Kabupaten Polewali Mandar pada kenyataannya tidak


bisa lepas dari banyaknya kesenian tradisi yang tumbuh
dan berkembang dalam keberagaman. Salah satu
keberagaman itu ada pada bidang seni musik tradisi.
Khusus pada bidang ini, keunikapun mulai dapat terasa
jika menyaksikan alat musik yang dipergunakan, salah
satunya adalah calong (alat musik yang terbuat dari batok
kelapa dengan tatakan bilahan bambu di atasnya).
Biasanya alat musik ini dimainkan secara solo, tetapi
pada perkembangannya, alat musik ini pun mulai
dikolaborasikan dengan beberapa alat musik lainnya.
Calong tidak jarang diusung ke atas panggung
pementasan musik secara kolaboratif.

3. Parrawana Towaine & Pakkalindaqdaq

Kepiawaian lain dari para seniman di Kabupaten Polewali


Mandar adalah kehebatan para penabuh rebana (alat
musik perkusi). Yang uniknya justru digiati oleh
kelompok perempuan atau yang acap dikenal sebagai
parrawana towaine (perempuan penabuh rebana). Untuk
menyaksikannya, biasanya pentas dilakukan saat ada
kenduri keluarga yang memang menazarkan untuk
26
menampilkan jenis kesenian ini atau pada acara-acara
pementasan kesenian lainnya yang mengundang khusus
para parrawana towaine sebagai salah satu pengisi acara.
Selain perempuan penabuh perkusi, genre kesenian sastra
lisan tradisional di Polewali Mandar yang tak kalah
menarik dan uniknya adalah kalinda'da (sastra lisan
tradisional Mandar) yang pola permainannya seperti
berpantun. Khusus untuk kesenian ini, dapat disaksikan
pada acara totamma' mangaji (khatam Al-Qur'an) yang
disertai dengan passawe sayyang pattu'du (menunggang
Kuda menari). Pakkalinda'da (pelantun syair) dengan
dibarengi gerakan-gerakan lincah melantunkan
kalinda'danya di depan kuda menari yang ditunggangi
oleh perempuan cantik.

4. Pakkacaping & Pammacco

Pakkacaping juga adalah salah satu genre kesenian


pertunjukan musik rakyat. Biasanya permainan ini
dimainkan oleh para seniman di Polewali Mandar dengan
jalan meramunya dengan beragam pola petikan kecapi
dan ditimpali dengan nyanyian dalam bentuk syair atau
yang lebih biasa disebut tere (ungkapan puitik dalam
bentuk cerita atau kelakar). Biasanya pada saat
dipentaskan, pakkacaping tidak jarang dipaketkan pula
dengan pappamacco' yang dalam pemanggungannya
dilakukan dengan menjejerkan beberapa gadis rupawan di
atas panggung pertunjukan yang didepannya disiapkan

27
sebuah tempat untuk memasukkan yang diberikan oleh
penonton yang berniat menyaksikan kerupawanan sang
gadis dari jarak dekat. Dengan gaya yang kocak para
penonton meletakkan beberapa lembar uang atau benda
berharga lainnya ke dalam wadah.

5. Tari & Pama’ca

Tari dan Pa'macca (pencak silat) merupakan salah satu


dari jenis seni gerak yang menggunakan gestur yang
sangat menarik dan indah. Tari dan pa'macca dapat
disaksikan pada beberapa even kesenian dan juga di acara
hiburan masyarakat. Seperti hajatan dan penjemputan
tamu-tamu penting. Pada seni gerak Pa'macca, tiap
gesturnya biasanya mengambil pola gerakan ilmu macca (
bela diri) kemudian diramu dalam konsep seni
pertunjukan.

6. “Saeyyang pattuduq”

A. Pengertian Saeyyang Pattuqduq

Saeyyang Pattuqduq (kuda menari), ini mulai


berkembang di Balanipa sejak jaman Daetta (Raja ke 4)
berkuasa abad 14 ada juga yang menyebut abad 16.
Daetta adalah raja Balanipa yang pertama-tama memeluk
Islam.

28
Secara etimologis saeyyang pattuqduq berarti kuda yang
menari-nari mengikuti rampak tetabuhan rebana. Saat
parrawana (pemain/penabuh) memainkan tetabuhan
rebananya maka kuda akan ikut bermain (mengangkat
dan menundukkan) kepala, disertai hentakkkan kaki kiri
dan kanan silih berganti, yang membuat kuda bergerak
seperti menari.

Momentum penyelenggaraan Saeyyang Pattuqduq terkait


erat dengan pelaksanaan khataman Qur’an (tamat
mengaji). Bila seseorang anak (laki-laki atau perempuan)
telah selesai/menamatkan bacaan Qur’annya, artinya ia
sudah bisa membaca dan menulis aksara Qur’an maka ia
dipandang sudah pantas untuk diikutkan acara khataman
dalam sebuah acara Mappatammaq.

Acara mappatammaq ini biasanya akan melibatkan


sejumlah antara lain sebagai berikut :

1) ada satu atau lebih orang (biasanya anak-anak) laki-


laki atau perempuan yang akan ditamatkan karena
ia/meraka sudah dapat membaca Al Quran dengan lancar,

2) ada semacam panitia,

3) ada tim satu atau lebih parrawana (penabuh


rebana),

4) ada saeyyang pattuqduq,

29
5) ada tersedia pesarung (Pendamping)

6) ada tersedia pesaweang (yaitu seorang perempuan


tengah baya atau agak tua umurnya) untuk mendampingi
orang/anak yang telah khatam bacaan Qurannya
(messawe),

7) ada pakkalindaqdaq (orang yang


mengumandangkan pantun/syair Mandar pada saat arak-
arakan messawe diadakan.Pakkalindaqdaq ini biasanya
ada yang memang disiapkan oleh panitia atau orang tua
anak, bisa pula berasal dari masyarakat umum yang
secara spontan dan sukarela tampil menghadiahi anak
yang telah tamat bacaan Qurannya satu dua bait syair
kalindaqdaq sebagai apresiasi positif mereka terhadap
anak yang rajin belajar, 8) ada tersedia makan adat yang
tersimpan dalam bukkaweng, wadah yang terbuat dari
bambu yang diisi dengan 40 buah kue khas Mandar.
Bukkaweng ini akan diberikan kepada guru mengaji yang
mengajari anak bacaan Quran serta buat para hadirin
yang turut serta menyaksikan acara
mappatammaq.Puncak dari prosesi khataman, anak
dimaksud akan diarak keliling kampung dengan
menunggangi saeyyang pattuqduq. Anak yang khatam
Qur’an (todzisaweang) duduk dibelakang Pesaweang
(perempuan yang berumur tengah baya). Kostum yang
diekanakan adalah pakaian haji (sejenis pakaian Arab)
bagi anak yang khatam Quran dan pakaian adat Mandar

30
bagi yang pesaweang. Sepanjang perjalanan arak-arakan
keliling kampung tim parrawana akan menabuh
rebananya sepanjang jalan, sementara seniman
kalindaqdaq akan silih berganti tampil
mengumandangkan syair-syair yang berisi nasehat atau
puji-pujian yang kadang berbumbu hal-hal jenaka yang
membuat orang-orang mendengarnya merasa senang dan
tertawa di sepanjang jalan yang dilewati.Penyelenggaran
acara mappatammaq dan arak-arakan saeyyang
pattuqduq ini biasanya bertepatan dengan acara
peringatan maulid Nabi Mauhammad SAW. Kegiatan
telah menjadi agenda tahunan di beberapa tempat di
Balanipa (Kelurahan Tinambung, Desa Pambusuang,
Desa Galung Tulu, dan Desa Karama/manjopai
Kecamatan Tinambung Kabupaten Polewali Mandar, dan
di Kampung Alawose Kabupaten Majene).

B. Peran dan Fungsi Saeyyang Pattuqduq di Balanipa


Mandar

Penyelenggaraan tradisi saeyyang pattuqduq bagi orang


Mandar lebih merupakan apresiasi positif masyarakat
dalam hal ini orang tua anak yang telah khatam bacaan
Qurannya. Kehadirannya lebih merupakan motivasi
bahwa ketika anak tamat mengaji (sudah lancar membaca
Al Quran dengan baik dan benar) maka kelak iak akan
diarak keliling kampung dengan mengendarai kuda yang
pintar menari (saeyyang pattuqduq). Ditilik dari kaidah

31
pendidikan, keberadaan saeyyang pattuqduq ini
merupakan hadiah (reward) bagi anak yang telah
menyelesaikan pendidikan, khususnya dalam hal
pendidikan keagamaan. Sebab pada saat anak diserahkan
ke guru mengajinya, maka kelak ia akan dididik bukan
hanya tata cara membaca Al Quran dengan baik dan
benar, anak juga akan diajarkan pendidikan akhlak dan
budi pekerti yang baik.

Dengan janji akan diarak berkeliling dengan


menunggangi saeyyang pattuqduq anak-anak kelak akan
rajin mengikuti pembelajaran di tempat mengajinya (TPA
dan sejenisnya).

C. Peran dan Fungsi Saeyyang Pattuqduq Masa Kini Se


iring dengan perkembangan jaman, peran dan fungsi
sayyangpatuuqduqjugamengalamiperkembangan.

Saeyyang pattuqduq tidak diperuntukkan bagi anak-anak


yang sudah khatam Quran, bahkan lebih dari itu peran
dan fungsinya bergeser. Tradisi ini juga sering
diselenggarakan manakala ada tokoh (pejabat publik, elit
politik) saat datang di tanah Balanipa Mandar, mereka di
jemput dan diarak dengan saeyyang pattuqduq. Bahkan
sudah menjadi agenda tahunan penyelenggaraan
festival saeyyang pattuqduq bagi ibu-ibu pejabat di
sejumlah tempat di Kabupaten Polewali Mandar dan
Kabupaten Majene Propinsi Sulawesi Barat. Dampak

32
positif dari kegiatan festival ini adalah bahwa para
pemilik kuda yang pintar menari ini mendapatkan
penghasilan tambahan, karena kuda pintar mereka
dipersewakan dengan tarif yang lebih dari biasanya. Pada
momentum ini biasanya melibatkan sekitar 20 sampai 50
kuda pattuqduq. Memang duduk di atas saeyyang
pattuqduq akan menakutkan dan melelahkan, tapi cukup
menyenangkan bagi mereka yang baru pertama kali
merasakannya (tidak terbiasa). Oleh karenanya untuk
menaiki punggung saeyyang pattuqduq, haruslah
seseorang memiliki nyali yang besar, karena ia cukup
menantang.

7. Seni Gerak Tradisional

Seni gerak tradisional atau tari dalam bahasa Mandar


disebut “TUQDUQ” dan pelakunya disebut
“PATTUQDUQ”.

Dahulu pada pemerintahan raja-raa di Mandar pattuqduq


digolongkan atas 3 (tiga) macam menurut stratifikasi
pelaku dan kebutuhannya yaitu :

Pattuqduq anaq pattola paying , oleh bangsawan penuh.

Pattuqduq anaq pattola tau pia, oleh keturunan hadat


(masing-masing dipertunjukkan apabila ada upacara
kerajaan).

33
Pattuqduq tau biasa,oleh orang umum, dipertunjukkan
apabila sewaktu-waktu ada acara raja dan anggota hadat
dipertunjukkan sebagai hiburan rakyat.

Jenis tari tradisional ini adalah :


– Sarwadang
– Kumabaq
– Cakkuriri
– Palappaq
– Losa-losa
– Sawawar
– Sore
– Dego
Pelakunya ada khusus anak-anak gadis ada pula khusus
anak-anak putra. Dilakukan dengan ayunan tangan yang
lemah lembut dan gerakkan kaki yang seirama dengan
pukulan genang.Gerakan ke depan dengan angkat dan
uluran tangan ke samping serta tebaran kipas silih
berganti jongkok putar dan berdiri lalu maju dst.
Dewasa ini di samping tuqduq tradisional yang
modernisasi juga telah bermunculan pula tari kreasi baru
seperti : Tari Tomassengaq, Tari Pahlawan, Beruq-beruq
to Kandemeng, Tari Layang-layang, Tengga-tenggang
Lopi, Parri-Parriqdiq, Toaja dll.
Di dalam melaksanakan acara ini para pemnna
menggunakan keris dengan sebagai berikut :
a. Pelakunya jongkok,lutut sebelah kiri bertumpuh ke
tanah.
34
b. Sementara mengucapkan Sumpah Setia teqo
(gagang) keris dipegang terus dengan tangan kanan.
c. Selesai mengucapkan Sumpah Setia, secepat kilat
keris dicabut dari sarungnya dengan :

– Tidak boleh melintasi tubuh raja yang akan menerima


Ikrar atau Sumpah Setia itu. Bila terjadi sengaja atau
tidak dianggap kurang sopan dan dapat dipassala
(dihukum).
– Ujung keris mengarah ke belakang, atau ke
kiri.
Ikrar yang diucapkan berlain-lainan, disesuaikan dengan
jabatan tingkatan orang yang memanna. Misalnya di
kerajaan Pamboang terdiri atas :
– Famili raja yang tidak punya jabatan.
– Anggota Hadat
– Andongguru joaq matoa dan malolo
– Sariang, Kalula, dll.

8. Seni Vokal dan Instrumental

Seni vokal orang Mandar dapat dikenal melalui lagu-lagu


rakyat antara lain:
a. Ayngang Peondo (lagu untuk menina-bobokkan anak)
b. Ayangang Meqdaq (lagu yang dinyanyikan dengan
iringan petikan kecapi sambil menyidir pemuda yang

35
kena sindiran masuk di tengah arena peqoro untuk
mappaccoq. Acara meqdaq ini dapat dilakukan pada
waktu malam dan dapat berlangsung sampai larut
malam.
c. Ayangan Toloq (lagu yang dinyanyikan dengan iringan
keke atau kecapi), dilakukan pada waktu malam. Isi
nyanyian yang dibawakan menggambarkan atau
memaparkan suatu kejadian atau peristiwa, baik
berupa biografi seseorang maupun romantis.
d. Ayangan Tipalayo (lagu yang dinyanyikan oleh
seseorangdengan iringan kecapi untuk menyalurkan
perasaan rindu lelaki terhadap pujaannya atau
kekasihnya). Biasanya dinyanyikan pada saat bulan
purnama dikala seseorang sedang rindu kepada sang
kekasih. Ayangan ini ada 2 (dua) macam yaitu :
– Tipalayo Biasa
– Tipalayo Canandi
Ayangan Tipalayo ini pada mulanya muncul di Luaor
Kecamatan Pamboang Kabupaten Majene oleh
seorang pemuda nelayan ketika sedang di laut lepas
menangkap ikan.Untuk melawan kantuk dan
sementara dimabuk rindu kepada sang kekasih gadis
pujaan yang ada di kampong halaman. Karena
kebetulan perawakan tubuh sang kekasihnya tinggi
semampai, maka dengan spontan menyanyilah sang
pemuda tersebut dengan ayangan tersendiri yang
dimulai dengan kata “TIPALAYO”. Kosa kata

36
Tipalayo ini terdiri dari dua buah kata dasar yakni ;
tipa dari kata matipa yang artinya lemah lembut atau
semampai , layo sama denagn malayo atau malinggao
yang artinya tinggi. Jadi “TIPALAYO” artinya
“TINGGI SEMAMPAI”. Selanjutnya lagu tersebut
popular dengan nama “AYANGANG TIPALAYO”.
Demikian populernya ayangan ini, maka kata Tipalayo
ini diabadikan.
e. Ayangang Nasauaq Dialangang (lagu untuk menjemput
Ammana I
I Wewang seorang raja juga seorang pahlawan
menentang penjajah Belanda yang dibuang ke
Belitung).
f. Ayangang Buraq Sendana (lagu yang diciptakan oleh
permaisuri seorang raja Balanipa bergelar Toniallung
di Kaeli) untuk menyalurkan perasaannya rindunya
kepada sang suami yang tak kunjung datang (kembali
ke Balanipa).
g. Ayangan Sayang-sayang (lagu yang menyatakan
perasaan rindu dan cinta kasih di kalangan muda-
mudi ). Biasanya dibawakan oleh oleh dua orang
penyanyi secara berbalasan dan diiringi ndengan
petikan gitar.
h. Ayangan Tomenjari Luyung (lagu yang memithoskan
seorang ibu yang menjelma menjai seekor ikan duyung
yang meninggalkan seorang anak yang masih
menyusu).

37
i. Dan beberapa lagu klasik lainnya seperti : Andu-andu
ruqdang (berasal dari kata andiq-andiq duruqdang),
Kelloqmaq, Gayueq, Kanjilo dll.
Lagu-lagu klasik pada zamannya itu biasanya
dilagukan dengan iringan alat-alat instrumental
tradisional pula seperti :
– Kecaping, Sattung, alat nikoqbiq (dipetik)
– Suling, keke; alat nituei (ditiup)
– Gesoq; alat nigesoq (digesek)
– Jarumbing ; alat nepettuttuang (dipukulkan)
– Ganrang, gong, tawaq-tawaq, calong, katto-kattoq, alat
nituttuq (dipukul)
Lagu-lagu yang telah dimodernisir dan lagu-lagu
modern dibawakan oleh para biduan dengan iringan
alat-alat instrumental modern pula melalui group-
group musik dan Band yamg sedang bermunculan di
daerah ini oleh seniman putra-putri Mandar sendiri
yang cukup berbakat.
Lagu-lagu tersebut antara lain : Battu Timor, Diwattu
Talloqbeqna, Passurunggaqi Salili, Tengga-tenggang
Lopi, Tunggara Pallariko, Duriang Anjoro Pitu,
Rapang Daiq Timbogading, Abaga, Pappukaq dll.
j. Untuk menghibur orang-orang sakit adanya suatu
ayangang yang disebut “Ayangang Layauela”,
nyanyian yang bersifat menyembuhkan penyakit ;
sama dengan pelipur lara. Biasanya dinyanyikan oleh 2
(dua) orang dukun secara bersamaan.

38
9. Jenis Alat-Alat Tradisional
– Alat-alat bertani
Uwase (kapak besar), bacci (kapak kecil), kowik
passembaq (parang), pambuar (tual), peduiq
(linggis), sodo (sodo), basse (pengikat padi), joppa
(pemikul padi), pewulle (pemikul), kandao (sabit),
daqala (bajak), raqapang (ani-ani).
– Alat-alat mengolah padi
Palungang (lesung panjang), issung (lessung),
parridiq (alu), tappiang (tampi), Galeong (ayak
besar).
– Alat-alat mengolah sagu
Passulung (alat pembelah batang), lakung
(pemukul), saringang (alat untuk menyaring sagu),
sakung (alat untuk menghancurkan sagu dari
batangnya), balanu (uncak).
– Alat-alat untuk mengolah kopra
Endeq (tangga), kowiq (parang), passukkeang (alat
untuk mengupas kulit kelapa), panisi (alat untuk
mengeluarkan gading kelapa dari tempurung).
– Alat-alat untuk berburu
Doe (tombak), marepeq masandeq (bambu
runcing), kowiq (parang).
– Alat Bantu untuk Mapparondong Lopi
(menurunkan dan menaikkan perahu).
Pallaga seqde (penopang samping), paqdisang
(pengganjal bagian bawah), sambeta (kayu

39
penopang kiri-kanan),kalandada (kayu melintang
bagian bawah), landurang (rel roda), kaqjoliq
(roda), gulang (tali-temali).
– Alat-alat untuk beternak
Pattoq (tiang tambatan), gulang (tali), kaleqer
(cincin hidung kerbau atau sapi), tallotong (alat
mengikat kambing), balanu (uncak).
– Alat-alat untuk menangkap ikan
Bandoang (kail), tuluq (tali pancing), parrittaq
(pancing untuk menangkap cumi-cumi), ladung
(alat pemberat pancing), dapoq, buaro, dao-dao,
lawaq (keramba), banding, panabe, jarring (alat
penangkap ikan yang ditenun dari bahan serat
tumbuh-tumbuhan), pukaq (pukat).
– Alat-alat tenun.
Cca, pamaluq, passa, talutang, awerang, balida,
pattanraq, aleq, saqar, patakko, palapa, bitting
kolliq, kolliq, toraq, pallossorang, pappamalinang,
sissir daiq, (kesemuanya adalah alat untuk
menenun), unusang roeng, galenrong,
pappamalinang, ayungang, (alat untuk mengolah
sutera), sautang (tempat membuat lungsing),
balaqbaq (contoh corak)
– Alat-alat dapur atau memasak
Dapurang (dapur), patuapi (para-para), pallu
(tempat belanga atau kuali dijerang), laliang
(tungku), pattapang (anglo), talongngeq

40
(semblokan), panasil (pangganjal), balenga
(belanga), towang (tempat beras), gusi
(tempayan), cibor (alat menimba air dari
tempayan), suger (sendok nasi), sekor (gayung),
sipiq (sepit), tulilling (embusan api), jepang (alat
membuat jepa), kukusan, tapis (tapisan), paruq
(parut), pekelluq (kukuran kelapa).
– Alat-alat membuat dan menyalakan api
Manggeseq (alat untuk membuat api dari
bamboo), tulilling (alat menyalakan api ari
bamboo bulat dan ini khusus dipakai menempa
oleh pandai besi).
– Alat bantu mendirikan rumah
Pappeuma (alat untuk penegak), jakaq (alat
penopang), gulang (tali), lakung (alat pemukul),
pattuas (pengungkit).
– Alat-alat menganyam
Kowiq-kowiq (pisau), pangarruq (pisau raut),
pandarris (alat untuk meraut), panetteq (alat untuk
merapatkan).
– Alat-alat pertukangan
Guma kattang (gagang ketam), palu, paeq (pahat),
kettang (kettam), petuttuq paeq (palu pahat),
lakung (palu besar), bassiq (pelurus), soqolo
(pelurus), bangko pakkattangang (kuda-kuda),
passangerang (batu asah), garagaji (gergaji),
gorogori (pelubang), seqo-seqong (engkol), batu

41
toying (batu apung untuk menghaluskan barang
yang telah dibuat).
-Alat-alat Senjata
Gayang (keris), doe (tombak), badiq (badik),
jambia (belati), kanda wulo (parang panjang),
suppiq (sumpit), panah.
-Wadah
Bakuq (bakul), karajing (keranjang), tedaq dan
rakkiq (empat bahan makanan), tappiang (tampi),
katoang (tempat air), bokki (alat mengambil air
dari tanah liat), patti (peti), basung (tempat
menyimpan pancing/alat perikanan).
Alat-alat Upacara
Pappeundungang (pedupaan), barang kuningan
yang khusus dibeli seperti : pamenangang,
tuquduang, rattiga, cepe-ceper, kapar jarangang,
kappar (baki), laqlang (payung).
-Alat-alat Kesenian
Alat yang dipetik : kacaping, sattung
Alat yang ditiup : suling, keke
Alat yang digesek : gesoq
Alat yang dipukulkan : jarumbing
Alat yang dipukul : calong, katto-kattoq,
ganrang (gendang) dan Yang dibeli dari luar, gong,
tawaq-tawaq.
-Alat-alat Transpor

42
bendi (alat kendaraan yang ditarik oleh kuda). Alat
transport di sungai misalnya rakiq (rakit), lepa-
lepa (sampan). Dan alat-alat transport di laut
adalah berbagai macam type dan jenis perahu.

BAB III

ETNOGRAFI SUKU MANDAR

A. Agama Di Mandar.

43
Sebagian besar suku Mandar adalah penganut agama
Islam yang setia tetapi dalam kehidupan sehari-hari tidak
dapat lepas dari kepercayaan-kepercayaan seperti pemali,
larangan-larangan dan perbuatan magis seperti pemakaian
jimat atau benda-benda keramat dan sesaji.
Di daerah pedalaman seperti di pegunungan Pitu Ulunna
Salu sebelum Islam masuk, religi budaya yang dikenal
ketika itu adalah adat Mappurondo yang diterjemahkan
sebagai bepeganng pada falsafah Pemali Appa Randanna,
Sedangkan untuk wilayah persekutuan Pitu Ba’bana
Binanga sendiri, religi budayanya dapat ditemui pada
peninggalanya yang berupa ritual dan upacara-upacara
adat yang tampaknya bisa dijadikan patokan bahwa ia
bersumber dari religi budaya dan kepercayaan masa
lalunya. Seperti ritualMappasoro (menghanyutkan sesaji
di sungai) atau Mattola bala’ (menyiapkan sesai untuk
menolak musibah) dan lain sebagainya yang diyakini
akan membawa manfaat kepada masyarakat yang
melakukannya.

a. Mata pencarian dan system kekerabatan

Mata Pencarian Masyarakat Mandar memiliki mata


pencarian sebagai nelayan. Melaut bagi suku Mandar

44
merupakan sebuah penyatuan diri dengan laut. Chistian
Pelras dalam Manusia bugis (Nalar, 2006) menilai bahwa
sebenarnya leluhur orang Mandarlah yang ulung melaut
bukan orang Bugis seperti pendapat banyak orang.
Rumpon atau roppong dalam bahasa Mandar adalah
tehnologi penangkapan ikan yang pertama kali ditemukan
oleh pelaut Mandar, perahu sandeq adalah perahu
tradisional bercadik yang tercepat dan ramah lingkunagn
dikawasan Austronesia. Ide penciptanya berasal dari aral
yang ditemukan pelaut mandar dilaut.Mencari hidup
dilaut bukanlah pekerjaan sembarangan bagi orang
Mandar. Mereka tahu betul bagaimana beradaptasi
dengan perubahan-perubahan yang terjadi dilaut.
Dikampung-kampung Mandar, alat tangkap tak semuanya
sama, ada yang menggunakan sandeq dan ada juga yang
menggunakan Baago, perahu Mandar yang tak bercadik.
Sistematis pengetahuan yang harus dimiliki nelayan
Mandar, terdiri dari kegiatan: berlayar (paissangang
asumombalang), kelautan (paissangang aposasiang),
keperahuan (paissangang paalopiang) dan kegaiban (biasa
disebut paissangang). Sebelum melaut, mereka
melangsungkan upacara Kuliwa, yaitu pemujaan terhadap
sang pencipta, sebagai prasyarat melaut. Upacara Kuliwa
ini semakin berarti dalam aktivitas Motangnga yaitu
mengakap ikan terbang beserta telurnya diakhir
musimbarat dan diawal musim timur (april-agustus).

b. Sistem Kekerabatan
45
Suku Mandar, pada umumnya mengikuti kedua garis
keturunan ayah dan ibu yaitu bilateral.Suku Mandar
biasanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang biasanya
bersekolah di daerah lain. Adapun keluarga luas di
Mandar terkenal dengan istilah Mesangana, kelurag luas
yaitu famili-famili yang dekatan sudah jauh tetapi masih
ada hubungan keluarga. Status dalam suku Mandar
berbeda dengan suku Bugis, karena didaerah Bugis pada
umunya wanita yang memegang peran dalam peraturan
rumah tangga. Suami sebagai kepala rumah tangga yang
bertanggung jawab atas keluarganya mempunyai tugas
tertentu, yaitu mencari nafkah untuk menghidupi
keluarganya. Sebaliknya di Mandar, wanita tidak hnaya
mengurus rumah tangga, tetapi mereka aktif dalam
mengurus pencarian nafkah, mereka mempunyai prinsif
hidup, yaitu Sibalipari yang artinya sama-sama menderita
(sependeriataan) seperti: kalu laki-lakinnya mengakap
ikan, setelah samapi didarat tugas suami sudah dianggap
selesai, maka untuk penyelesaian selanjutnya adalah
tugas istri terserah apakah ikan tersebut akan dijual atau
dimakan, dikeringkan, semua itu adalah tugas si istri.
Didaerah Bugis wanita juga turut mencari nafkah tetapi
terbatas pada industri rumah, kerajinan tangan, menenun
anyaman dan lain-lain. Didaerah Mandar terkenal dengan
istilah hidup, Sirindo-rondo, Siamasei, dan Sianuang
pa’mai. Sirondo-rondoi maksudnya bekerjasama Bantu
membantu dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan baik

46
yang ringan maupun yang berat. Jadi dalam rumah tangga
kedua suami istri begotong royong dalam membina
keluarga. Siamamasei, sianuang pa’mai( sayang
menyayangi, kasih mengasihi, gembira sama gembira
susah sama susah). Secara keseluruhan dapat ditarik
kesimpulan bahwa adanya kerjasama Bantu membantu
baik yang bersifat materil maupun non materil.

B. Aqikah & Niuri

1.Aqikah

Bagi keluarga yang mampu, akikah sebaiknya


dilakukan sedini mungkin misalnya : hari ke-7, ke-14,

47
dank e-21. Pada upacara ini ada 2tata-cara pokok yaitu :
pemotongan hewan dan pembacaan barzanji. Kemudian
beberapa cara yang sering dikaitkan yaitu: persiapan
yang diperlukan pada upacara ini antara lain : kue,
songkol, pisang berbagai jenis. Kemudian alat-alat antara
lain : gunting, kelapa muda yang telh dilubangi, patties
atau lilin , dan dupa.

1. Pemotongan Hewan

Bagi anak laki-laki dianjurkan dipotongkan 2.ekor


kambing dewasa, jantan dan sehat, sedangakan anak
wanita dianjurkan seekor, juga dewasa, jantan dan
sehat.Secara tradisional pemotongan ini dimaksudkan
sebagai syukuran, selamatan dan penolak bala dari
gangguan roh-roh jahat.

2. Pembacaan Barzanji.

Pada saat dupa dan lilin dibakar, barzanji mulai dibaca,


anak yang telah diakikah ditimbang oleh dukun beranak
atau ibunya atau siapa saja yang ditunjuk di sekitar
pembaca barzanji. Saat bacaan tiba pada kalimat
“ASYARAKAL BADRU ALAINA”, pembaca barzanji,
ibu yang memangku si bayi diangkat ke tengah-tengah
para penggunting yang telah diundang untuk acara
tersebut. Ada dua cara untuk melakukan pengguntingan
rambut yaitu secara “aturan adapt” dan secara “biasa”
atau “umum” atau “bebas”.
48
Secara aturan adat dilakukan pengguntingan rambut
menurut Anggota Hadat. Untuk Kerajaan Pamboang

Setelah rambut bayi tergunting, guntingannya


dimasukkan ke dalam kelapa muda yang sudah dilubangi,
langsung oleh masing-masing para penggunting.
Penggunaan kelapa muda pada acara ini, dimaksudkan
agar si anak tetap kelihatan bersih dan tahan serangan
penyakit.Jika kita perhatikan acara pengguntingan rambut
ini terlihat ada maksud-maksud tertentu dan rahasia dari
orang tua si bayi, bahwa dengan pengguntingan rambut
ini diharapkan si bayi kelak bernasib sama dengan para
penggunting rambut pada acara ini.Sementara
pengguntingan rambut pembacaan barzanji jaln terus dan
sesudah pengguntingan pembaca barzanji duduk bersama
seluruh hadirin.Sesudah pembacaan barzani konsumsi
khusus berupa songkol, cucur, telur, dan pisang berbagai
macam dibagikan kepada para segenap peserta. Khusus
untuk pembagian Kadhi, Raja dan anggota Hadat
diantarkan langsung ke rumahnya.Kemudian pada acara
istirahat kambing sembelihan untuk akikah dimakan
bersama. Sesudah itu maka selesailah upacara akikah dan
seluruh rangkaiannya.

1. Niuri

49
Niuri dalam masyarakat Mandar adalah upaya
penyelamatan lahirnya seorang bayi. Bagi wanita
utamanya yang baru pertama kalinya hamil sudah
menjadi tradisi (kebiasaan) diadakan acara niuri dalam
masa kehamilan 7 sampai 8 bulan.Untuk melaksanakan
acara ini, yang lebih dahulu disiapkan yaitu : Kue-kue
sebanyak mungkin, ayam betina satu ekor, tempayan
berisi air, kayu api, beras dan lain-lain. Tata cara
melaksanakan sebagai berikut :Wanita yang akan niuri
duduk bersanding dengan suaminya, keduanya dalam
busana tradisional lengkap. Wanita boleh memakai
perhiasan emas seperti pattu’du boleh juga memakai boko
atau pasangan berwarna biru atau putih. Keduanya
disuruh memilih kue-kue yang muncul diseleranya
masing-masing. Jika yang dipilih yang bundar misalnya :
Onde-onde, gogos dan semacamnya maka diperkirakan
akan lahir bayi laki-laki. Jika yang gepeng-gepeng
misalnya : Pupu, kue lapis, katiri mandi dan semacamnya,
diharapkan akan lahir seorang bayi wanita.Sesudah
makan bersama, istilah Mandarnya “nipande mangidang”
orang yang akan niuri dibaringkan oleh “sando peana”
atau “dukun beranak” dihamparan kasur di lantai rumah.
Setelah dibaringkan si dukun menaburkan beras di bagian
dahi dan perut to-niuri. Kemudian ayam yang telah
tersedia yang sehat dan tidak cacat di suruh mencocot
beras-beras yang bertaburan tadi sampai habis. Masih
dalam posisi berbaring, si dukun mengambil piring yang

50
berisi beras ketan, telur dan lilin yang sedang menyala
diletakkan sejenak di atas perut lalu ke bagian dahi,
kemudian diayun-ayunkan beberapa kali mulai dari
kepala sampai ke kaki. Sesudah itu ayam pencotot tadi
dilambai-lambaikan ke sekujur tubuh toniuri sebanyak 3
atau 5 atau 7 kali. Sesudah itu dilepaskan melalui pintu
depan dan toniuri di bangunkan. Selesai tahap ke-
3,toniuri diantar ke pintu depan rumah kemudian diambil
kayu-api yang masih menyala, lalu dipegang diatas
kepala. Setelah itu diambil air yang telah dicampur
dengan burewe tadu, bagot tuo, ribu-ribu, daun atawang
dan daun alinduang, dan dengan timbah khusus
disiramkan di atas kayu api langsung ke kepala dan
membasahi seluruh tubuh serta memadamkan api yang
masih menyala di kayu api. Sesudah itu secepatnya kayu
api yang sudah padam dibuang ke tanah. Seluruh busana
yang dikenakan oleh toniuri diserahkan kepada si dukun
untuk dimiliki. Dalam istilah Mandarnya disebut
“nilullus”. Menimba air cukup 14 kali saja. Sementara
seluruh tahap-tahap peurian berlangsung bagi keturunan
bangsawan yang ada darah Bugis-Makasarnya, alat musik
siasia dibunyikan terus dengan lagu-lagu bersifat doa
yang contohnya sebagai berikut :

“ Alai sipa’uwaimmu Pidei sipa’ apimmu

Tallammo’o liwang Muammung pura beremu”

51
Artinya :

“ Ambil sifat airmu (gampang mengalir) Padamkan sifat


apimu (panas)Keluarlah engkauMembawa takdirmu”.
Uwai penjarianmu Uwai pessungammuUwai pellosormu
Uwai pellene’muUwai peoromuUwai pellambamuUwai
atuo-tuoammu”.

Artinya :

“ Engkau tercipta dari air Keluarlah merangkak, duduk


dan berjalan seperti lancarnya air mengalir.Murahlah
rezekimu an dingin seperti air”Ada beberapmaksud-
maksud tersembunyi dalam upacara niuri ini yaitu :

1. Menimba air 14 kali, dimaksudkan agar si bayi setelah


dewasa, memiliki wajah seperti bulan purnama

2. Bangot tuo yaitu semacam tumbuh-tumbuh biar


dimana saja gampang tumbuh dan tumbuh subur.
Bangong artinya bangun dan tuo artinya hidup.
Dimaksudkan agar si bayi sampai dewasa tetap sehat
bugar.

3. Ribu-ribu juga semacam tumbuh-tumbuhan yang


bunganya lebih banyak dari pada daunnya. Ini
dimaksudkan agar si bayi setelah dewasa menjadi orang
kaya.

52
4. Daun atawang, dimaksudkan agar si bayi tetap
terhindar dari penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

53
FaisaL ArsitekturMandarSu/awesiBarat. jakarta: Ditjen
Nilai Budaya,

Seni dan Film Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

Sarman, Sahuding. 2004. Pitu ulunna Salu dalam


imperium Sejarah; Menguak

Kisah rakyat Mandar. Makassar. Pemerintah Kabupaten


Mamuju.

Alimuddin Muhammad Ridwan. 2005. Orang mandar


Orang Laut. Jakarta:

Kepustakaan populer ramedia

Media Online: www.pantai.org/sulawesi/cerita-pantai-


dato-majene

www.bali-directory.com/education/folks-tale/
PanglimaLidahHitam.asp

www.wisatamelayu.com/id/tour/624-Pesta-AdatSayyang-
Pattudu/navgeo

www.panoramio.com/photo/33423897

kapi.kkp.go.id datastudi.wordpress.com

..regional.kompas.com/read/2013/06/07/14052224/

54
Majene.dan.Kotabaru.Rebutan. Pulau. ' Penghasil.Minyak

makassar.antaranews.com/berita/46163/dewanpendidikan
-minta-majene-buat-konseppendidikan

kampung-mandar.web.id/sejarah/pus-pbb.html

lontaraa.com/bala-tau-mandar-hukum-kerajaanbalanipa-
29101721.htm|

kampung-mandar.web.id/artikel/kalindaqdaq.htm|

kebudayaanindonesia.net/id/culture/926/baju-bodo#.
Ub__ththdI

Wikipedia.org

55
56

Anda mungkin juga menyukai