GAMBARAN GEOGRAFIS
MANDAR MAJENE
1
yang berarti “Cahaya”; sementara menurut Darwis
Hamzah berasal dari kata mandag yang berarti “Kuat”;
selain itu ada pula yang berpendapat bahwa penyebutan
itu diambil berdasarkan nama Sungai Mandar yang
bermuara di pusat bekas Kerajaan Balanipa (Saharuddin,
1985:3). Sungai itu kini lebih dikenal dengan nama
Sungai Balangnipa. Namun demikian tampak penulisnya
menyatakan dengan jelas bahwa hal itu hanya
diperkirakan (digunakan kata mungkin). Hal ini tentu
mengarahkan perhatian kita pada adanya penyebutan
Teluk Mandar dimana bermuara Sungai Balangnipa,
sehingga diperkirakan kemungkinan dahulunya dikenal
dengan penyebutan Sungai Mandar.
B. Letak Daerah Mandar.
2
Semula dari zaman dahulu, di zaman perjanjian atau
Allamungang Batu di Lujo, batas-batas wilayah Mandar
adalah :
a) Sebelah Utara dengan Lalombi, wilayah Sulawesi
Tengah
b) Sebelah timur dengan kabupaten poso, kabupaten
Lawu dan Kabupaten Tana Toraja.
c) Sebelah selatan dengan Binanga Karaeng,
kabupaten Pinrang
d) Sebelah barat dengan Selat Makasar.
C. Bahasa Mandar
Bahasa Mandar juga berasal dari rumpun bahasa Malayu
Polinesia atau bahasa Nusantara atau yang lebih acap
disebut sebagai bahasa ibunya orang Indonesia. Oleh
Esser (1938) disebutkan, seperti yag dikutip Abdul
Muttalib dkk (1992), bahwa mandfarsche dialecten yang
awal penggunaannya berangkat dari daerah Binuang
bagian utara Polewali hingga wilayah Mamuju Utara
daerah Karossa.
3
Hingga kini belum jelas benar sejak kapan penggunaan
bahasa Mandar dalam keseharian orang Mandar. Namun
dapat diduga, bahwa penggunaan bahasa Mandar sendiri
bersamaan lahirnya orang atau manusia pertama yang ada
di tanah Mandar. Hal yang lalu dapat dijadikan rujukan
adalah adanya bahasa Mandar yang telah digunakan
dalam lontar Mandar sekitar abad ke-15 M. Ibrahim Abas
(1999).
Sehingga kuat dugaan bahwa bahasa yang digunakan
sistem pemerintahan dan kemasyarakatan masa lalu di
daerah Mandar telah menggunakan bahasa Mandar, yang
untuk itu dapat dicermati dalam beberapa lontar yang
terbit pada masa-masa pemerintahan kerajaan Mandar.
4
ditemui banyak masyarakat yang menggunakan bahasa
Jawa, utamanya etnis Jawa yang tinggal dan juga telah
menjadi to Mandar di daerah tersebut. Kecuali di
beberapa tempat di Mandar, seperti Mamasa. Selain
daerah Mandar-atau kini wilayah Provinsi Sulawesi
Barat-tersebut, bahasa Mandar juga dapat ditemukan
penggunaannya di komunitas masyarakat di daerah Ujung
Lero Kabupaten Pinrang dan daerah Tuppa Biring
5
BAB II
A. Leluhur Mandar.
6
Dalam salah satu naskah Lokal(Lontar) di Mandar
ditemukan keterangan yang menyatakan bahwa manusia
pertama yang datang di Mandar adalah seorang yang
mendarat di Hulu Sungai Saddang sementara ada pula
pendapat lain menyatakan bahwa Tomakakayang pertama
menetap di Ulu’Saddang. Keterangan lain ini
memberikan petunjuk bahwa entitas di Mandar telah
berlangsung jauh sebelum terjadi penurunan permukaan
laut(Masa Glasial).
7
dalam bentuk monarkhi akan tetapi pemerintahan yang
bersifat Raja(Mara’dia)sebagai pemegang kendali
kekuasaan namun tak mutlak sebagai layaknya seorang
Raja yang berkuasa penuh karena selain pemerintah
(kerajaan)di Balanipa khususnya dan Mandar pada
umumnya,juga dibentuk pula Dewan Hadat(Lembaga
Adat)yang berfungsi mengontrol kewenangan kendali
pemerintahan
8
hasil perkawinan Tomanurung(orang yang turun dari
langit atau juga disebut
turundarikayangan.titisanDewa)danTokombongdiburaber
namaTobanuapongyangmemperistrikan
tobisseditallangmelahirkan sebelas orang anak yaitu:
1. Daeng tumana
3. Daeng mangana
4. Sahalima
5. Palao
6. To andiri
7. Daeng palulung
8. Todipikung
9. Tolambana
9
11. Topalili
11
B. Nilai Budaya di mandar
12
- Tallu, tammalaesang ; aspek ekonomi, aspek keadilan
dan aspek persatuan.
13
Ita to mandar cera mappammula sipa meppaccappurang
disesena taupiyatonganan.
(kami orang mandar kriteria darah hanya pada awalnya
dan sifatlah yang menetukan pada akhirnya bagi orang
yang mempunyai kebajikan).
14
4. Naiyya massamboi siri' ke'la-ke'la (adapun yang
menutipi siri adalah pikiran jahat).
5. Naiyya nassamboi adaraniang bila balla (adapun
yang menutupi keberanian adalah khianat).
a. Kesepakatan
15
di pobamba pamali dipepondoi di sesena attongangan
bassi lambbottu palabung tarrabba.
(Apabila sudah di tantukan sesuatu haranm untuk
dilangkai, kalau sudah di ucapkan/disepakati pantang
dilankai, aturan harus tetap berjalan sesuai dangan
asasnya).
b. Penegakan Hukum
16
kata benar dari keluarga kedua belah pihak, saksi yang
terpercaya dari kedua belah pihak).
d. Demokrasi – Mallikkrodt
17
datang ke Bapak adatmu untuk datang bersama-sama
meredam api itu).
g. Persatuan
18
- Ammana Wewang / Ammana Pattolawali
Dotai tau siamateang mie na membere di olona lita' dadi
nanaparenta tedong pute to kaper.
(lebih baik mati berkalan tanah dari pada diperintah oleh
Belanda si Kafir laknat).
19
Sisara'pai mata malotong anna mata mapute, anna
sisara' Pitu Ulunna Salu - Pitu Babana Binanga.
Mua diang tomangipi niangidang mambattangang
tommu-tommuane, iya namappasisara' Pitu Ulunna
Salu - Pitu Babana Binanga, pasungi ana'na anna
mumanusangi sau di uai tammembali.
Artinya :
h. Menjaga amanah
i. Kesetiakawanan
21
j. Transparansi
k. wawasan ke depan
l. Akuntabilitas
22
ebuah komunitas tertentu. Di Mandar akuntabilitas
perorangan manusia terhadap alam (tuhan), manusia dan
pada diri sendiri.
m. pengawasan
23
amanlah negar, sehat dan berkembanglah penduduk dan
sempurnanya ajaran agama).
n. Profesionalisme
24
C. Kesenian Di Mandar.
1. Keke
25
alat musik tiup inipun acapkali dimainkan untuk
kepentingan seni pertunjukan dan dikolaborasikan dengan
alat musik tradisional lainnya.
2. Calong
27
sebuah tempat untuk memasukkan yang diberikan oleh
penonton yang berniat menyaksikan kerupawanan sang
gadis dari jarak dekat. Dengan gaya yang kocak para
penonton meletakkan beberapa lembar uang atau benda
berharga lainnya ke dalam wadah.
6. “Saeyyang pattuduq”
28
Secara etimologis saeyyang pattuqduq berarti kuda yang
menari-nari mengikuti rampak tetabuhan rebana. Saat
parrawana (pemain/penabuh) memainkan tetabuhan
rebananya maka kuda akan ikut bermain (mengangkat
dan menundukkan) kepala, disertai hentakkkan kaki kiri
dan kanan silih berganti, yang membuat kuda bergerak
seperti menari.
29
5) ada tersedia pesarung (Pendamping)
30
bagi yang pesaweang. Sepanjang perjalanan arak-arakan
keliling kampung tim parrawana akan menabuh
rebananya sepanjang jalan, sementara seniman
kalindaqdaq akan silih berganti tampil
mengumandangkan syair-syair yang berisi nasehat atau
puji-pujian yang kadang berbumbu hal-hal jenaka yang
membuat orang-orang mendengarnya merasa senang dan
tertawa di sepanjang jalan yang dilewati.Penyelenggaran
acara mappatammaq dan arak-arakan saeyyang
pattuqduq ini biasanya bertepatan dengan acara
peringatan maulid Nabi Mauhammad SAW. Kegiatan
telah menjadi agenda tahunan di beberapa tempat di
Balanipa (Kelurahan Tinambung, Desa Pambusuang,
Desa Galung Tulu, dan Desa Karama/manjopai
Kecamatan Tinambung Kabupaten Polewali Mandar, dan
di Kampung Alawose Kabupaten Majene).
31
pendidikan, keberadaan saeyyang pattuqduq ini
merupakan hadiah (reward) bagi anak yang telah
menyelesaikan pendidikan, khususnya dalam hal
pendidikan keagamaan. Sebab pada saat anak diserahkan
ke guru mengajinya, maka kelak ia akan dididik bukan
hanya tata cara membaca Al Quran dengan baik dan
benar, anak juga akan diajarkan pendidikan akhlak dan
budi pekerti yang baik.
32
positif dari kegiatan festival ini adalah bahwa para
pemilik kuda yang pintar menari ini mendapatkan
penghasilan tambahan, karena kuda pintar mereka
dipersewakan dengan tarif yang lebih dari biasanya. Pada
momentum ini biasanya melibatkan sekitar 20 sampai 50
kuda pattuqduq. Memang duduk di atas saeyyang
pattuqduq akan menakutkan dan melelahkan, tapi cukup
menyenangkan bagi mereka yang baru pertama kali
merasakannya (tidak terbiasa). Oleh karenanya untuk
menaiki punggung saeyyang pattuqduq, haruslah
seseorang memiliki nyali yang besar, karena ia cukup
menantang.
33
Pattuqduq tau biasa,oleh orang umum, dipertunjukkan
apabila sewaktu-waktu ada acara raja dan anggota hadat
dipertunjukkan sebagai hiburan rakyat.
35
kena sindiran masuk di tengah arena peqoro untuk
mappaccoq. Acara meqdaq ini dapat dilakukan pada
waktu malam dan dapat berlangsung sampai larut
malam.
c. Ayangan Toloq (lagu yang dinyanyikan dengan iringan
keke atau kecapi), dilakukan pada waktu malam. Isi
nyanyian yang dibawakan menggambarkan atau
memaparkan suatu kejadian atau peristiwa, baik
berupa biografi seseorang maupun romantis.
d. Ayangan Tipalayo (lagu yang dinyanyikan oleh
seseorangdengan iringan kecapi untuk menyalurkan
perasaan rindu lelaki terhadap pujaannya atau
kekasihnya). Biasanya dinyanyikan pada saat bulan
purnama dikala seseorang sedang rindu kepada sang
kekasih. Ayangan ini ada 2 (dua) macam yaitu :
– Tipalayo Biasa
– Tipalayo Canandi
Ayangan Tipalayo ini pada mulanya muncul di Luaor
Kecamatan Pamboang Kabupaten Majene oleh
seorang pemuda nelayan ketika sedang di laut lepas
menangkap ikan.Untuk melawan kantuk dan
sementara dimabuk rindu kepada sang kekasih gadis
pujaan yang ada di kampong halaman. Karena
kebetulan perawakan tubuh sang kekasihnya tinggi
semampai, maka dengan spontan menyanyilah sang
pemuda tersebut dengan ayangan tersendiri yang
dimulai dengan kata “TIPALAYO”. Kosa kata
36
Tipalayo ini terdiri dari dua buah kata dasar yakni ;
tipa dari kata matipa yang artinya lemah lembut atau
semampai , layo sama denagn malayo atau malinggao
yang artinya tinggi. Jadi “TIPALAYO” artinya
“TINGGI SEMAMPAI”. Selanjutnya lagu tersebut
popular dengan nama “AYANGANG TIPALAYO”.
Demikian populernya ayangan ini, maka kata Tipalayo
ini diabadikan.
e. Ayangang Nasauaq Dialangang (lagu untuk menjemput
Ammana I
I Wewang seorang raja juga seorang pahlawan
menentang penjajah Belanda yang dibuang ke
Belitung).
f. Ayangang Buraq Sendana (lagu yang diciptakan oleh
permaisuri seorang raja Balanipa bergelar Toniallung
di Kaeli) untuk menyalurkan perasaannya rindunya
kepada sang suami yang tak kunjung datang (kembali
ke Balanipa).
g. Ayangan Sayang-sayang (lagu yang menyatakan
perasaan rindu dan cinta kasih di kalangan muda-
mudi ). Biasanya dibawakan oleh oleh dua orang
penyanyi secara berbalasan dan diiringi ndengan
petikan gitar.
h. Ayangan Tomenjari Luyung (lagu yang memithoskan
seorang ibu yang menjelma menjai seekor ikan duyung
yang meninggalkan seorang anak yang masih
menyusu).
37
i. Dan beberapa lagu klasik lainnya seperti : Andu-andu
ruqdang (berasal dari kata andiq-andiq duruqdang),
Kelloqmaq, Gayueq, Kanjilo dll.
Lagu-lagu klasik pada zamannya itu biasanya
dilagukan dengan iringan alat-alat instrumental
tradisional pula seperti :
– Kecaping, Sattung, alat nikoqbiq (dipetik)
– Suling, keke; alat nituei (ditiup)
– Gesoq; alat nigesoq (digesek)
– Jarumbing ; alat nepettuttuang (dipukulkan)
– Ganrang, gong, tawaq-tawaq, calong, katto-kattoq, alat
nituttuq (dipukul)
Lagu-lagu yang telah dimodernisir dan lagu-lagu
modern dibawakan oleh para biduan dengan iringan
alat-alat instrumental modern pula melalui group-
group musik dan Band yamg sedang bermunculan di
daerah ini oleh seniman putra-putri Mandar sendiri
yang cukup berbakat.
Lagu-lagu tersebut antara lain : Battu Timor, Diwattu
Talloqbeqna, Passurunggaqi Salili, Tengga-tenggang
Lopi, Tunggara Pallariko, Duriang Anjoro Pitu,
Rapang Daiq Timbogading, Abaga, Pappukaq dll.
j. Untuk menghibur orang-orang sakit adanya suatu
ayangang yang disebut “Ayangang Layauela”,
nyanyian yang bersifat menyembuhkan penyakit ;
sama dengan pelipur lara. Biasanya dinyanyikan oleh 2
(dua) orang dukun secara bersamaan.
38
9. Jenis Alat-Alat Tradisional
– Alat-alat bertani
Uwase (kapak besar), bacci (kapak kecil), kowik
passembaq (parang), pambuar (tual), peduiq
(linggis), sodo (sodo), basse (pengikat padi), joppa
(pemikul padi), pewulle (pemikul), kandao (sabit),
daqala (bajak), raqapang (ani-ani).
– Alat-alat mengolah padi
Palungang (lesung panjang), issung (lessung),
parridiq (alu), tappiang (tampi), Galeong (ayak
besar).
– Alat-alat mengolah sagu
Passulung (alat pembelah batang), lakung
(pemukul), saringang (alat untuk menyaring sagu),
sakung (alat untuk menghancurkan sagu dari
batangnya), balanu (uncak).
– Alat-alat untuk mengolah kopra
Endeq (tangga), kowiq (parang), passukkeang (alat
untuk mengupas kulit kelapa), panisi (alat untuk
mengeluarkan gading kelapa dari tempurung).
– Alat-alat untuk berburu
Doe (tombak), marepeq masandeq (bambu
runcing), kowiq (parang).
– Alat Bantu untuk Mapparondong Lopi
(menurunkan dan menaikkan perahu).
Pallaga seqde (penopang samping), paqdisang
(pengganjal bagian bawah), sambeta (kayu
39
penopang kiri-kanan),kalandada (kayu melintang
bagian bawah), landurang (rel roda), kaqjoliq
(roda), gulang (tali-temali).
– Alat-alat untuk beternak
Pattoq (tiang tambatan), gulang (tali), kaleqer
(cincin hidung kerbau atau sapi), tallotong (alat
mengikat kambing), balanu (uncak).
– Alat-alat untuk menangkap ikan
Bandoang (kail), tuluq (tali pancing), parrittaq
(pancing untuk menangkap cumi-cumi), ladung
(alat pemberat pancing), dapoq, buaro, dao-dao,
lawaq (keramba), banding, panabe, jarring (alat
penangkap ikan yang ditenun dari bahan serat
tumbuh-tumbuhan), pukaq (pukat).
– Alat-alat tenun.
Cca, pamaluq, passa, talutang, awerang, balida,
pattanraq, aleq, saqar, patakko, palapa, bitting
kolliq, kolliq, toraq, pallossorang, pappamalinang,
sissir daiq, (kesemuanya adalah alat untuk
menenun), unusang roeng, galenrong,
pappamalinang, ayungang, (alat untuk mengolah
sutera), sautang (tempat membuat lungsing),
balaqbaq (contoh corak)
– Alat-alat dapur atau memasak
Dapurang (dapur), patuapi (para-para), pallu
(tempat belanga atau kuali dijerang), laliang
(tungku), pattapang (anglo), talongngeq
40
(semblokan), panasil (pangganjal), balenga
(belanga), towang (tempat beras), gusi
(tempayan), cibor (alat menimba air dari
tempayan), suger (sendok nasi), sekor (gayung),
sipiq (sepit), tulilling (embusan api), jepang (alat
membuat jepa), kukusan, tapis (tapisan), paruq
(parut), pekelluq (kukuran kelapa).
– Alat-alat membuat dan menyalakan api
Manggeseq (alat untuk membuat api dari
bamboo), tulilling (alat menyalakan api ari
bamboo bulat dan ini khusus dipakai menempa
oleh pandai besi).
– Alat bantu mendirikan rumah
Pappeuma (alat untuk penegak), jakaq (alat
penopang), gulang (tali), lakung (alat pemukul),
pattuas (pengungkit).
– Alat-alat menganyam
Kowiq-kowiq (pisau), pangarruq (pisau raut),
pandarris (alat untuk meraut), panetteq (alat untuk
merapatkan).
– Alat-alat pertukangan
Guma kattang (gagang ketam), palu, paeq (pahat),
kettang (kettam), petuttuq paeq (palu pahat),
lakung (palu besar), bassiq (pelurus), soqolo
(pelurus), bangko pakkattangang (kuda-kuda),
passangerang (batu asah), garagaji (gergaji),
gorogori (pelubang), seqo-seqong (engkol), batu
41
toying (batu apung untuk menghaluskan barang
yang telah dibuat).
-Alat-alat Senjata
Gayang (keris), doe (tombak), badiq (badik),
jambia (belati), kanda wulo (parang panjang),
suppiq (sumpit), panah.
-Wadah
Bakuq (bakul), karajing (keranjang), tedaq dan
rakkiq (empat bahan makanan), tappiang (tampi),
katoang (tempat air), bokki (alat mengambil air
dari tanah liat), patti (peti), basung (tempat
menyimpan pancing/alat perikanan).
Alat-alat Upacara
Pappeundungang (pedupaan), barang kuningan
yang khusus dibeli seperti : pamenangang,
tuquduang, rattiga, cepe-ceper, kapar jarangang,
kappar (baki), laqlang (payung).
-Alat-alat Kesenian
Alat yang dipetik : kacaping, sattung
Alat yang ditiup : suling, keke
Alat yang digesek : gesoq
Alat yang dipukulkan : jarumbing
Alat yang dipukul : calong, katto-kattoq,
ganrang (gendang) dan Yang dibeli dari luar, gong,
tawaq-tawaq.
-Alat-alat Transpor
42
bendi (alat kendaraan yang ditarik oleh kuda). Alat
transport di sungai misalnya rakiq (rakit), lepa-
lepa (sampan). Dan alat-alat transport di laut
adalah berbagai macam type dan jenis perahu.
BAB III
A. Agama Di Mandar.
43
Sebagian besar suku Mandar adalah penganut agama
Islam yang setia tetapi dalam kehidupan sehari-hari tidak
dapat lepas dari kepercayaan-kepercayaan seperti pemali,
larangan-larangan dan perbuatan magis seperti pemakaian
jimat atau benda-benda keramat dan sesaji.
Di daerah pedalaman seperti di pegunungan Pitu Ulunna
Salu sebelum Islam masuk, religi budaya yang dikenal
ketika itu adalah adat Mappurondo yang diterjemahkan
sebagai bepeganng pada falsafah Pemali Appa Randanna,
Sedangkan untuk wilayah persekutuan Pitu Ba’bana
Binanga sendiri, religi budayanya dapat ditemui pada
peninggalanya yang berupa ritual dan upacara-upacara
adat yang tampaknya bisa dijadikan patokan bahwa ia
bersumber dari religi budaya dan kepercayaan masa
lalunya. Seperti ritualMappasoro (menghanyutkan sesaji
di sungai) atau Mattola bala’ (menyiapkan sesai untuk
menolak musibah) dan lain sebagainya yang diyakini
akan membawa manfaat kepada masyarakat yang
melakukannya.
44
merupakan sebuah penyatuan diri dengan laut. Chistian
Pelras dalam Manusia bugis (Nalar, 2006) menilai bahwa
sebenarnya leluhur orang Mandarlah yang ulung melaut
bukan orang Bugis seperti pendapat banyak orang.
Rumpon atau roppong dalam bahasa Mandar adalah
tehnologi penangkapan ikan yang pertama kali ditemukan
oleh pelaut Mandar, perahu sandeq adalah perahu
tradisional bercadik yang tercepat dan ramah lingkunagn
dikawasan Austronesia. Ide penciptanya berasal dari aral
yang ditemukan pelaut mandar dilaut.Mencari hidup
dilaut bukanlah pekerjaan sembarangan bagi orang
Mandar. Mereka tahu betul bagaimana beradaptasi
dengan perubahan-perubahan yang terjadi dilaut.
Dikampung-kampung Mandar, alat tangkap tak semuanya
sama, ada yang menggunakan sandeq dan ada juga yang
menggunakan Baago, perahu Mandar yang tak bercadik.
Sistematis pengetahuan yang harus dimiliki nelayan
Mandar, terdiri dari kegiatan: berlayar (paissangang
asumombalang), kelautan (paissangang aposasiang),
keperahuan (paissangang paalopiang) dan kegaiban (biasa
disebut paissangang). Sebelum melaut, mereka
melangsungkan upacara Kuliwa, yaitu pemujaan terhadap
sang pencipta, sebagai prasyarat melaut. Upacara Kuliwa
ini semakin berarti dalam aktivitas Motangnga yaitu
mengakap ikan terbang beserta telurnya diakhir
musimbarat dan diawal musim timur (april-agustus).
b. Sistem Kekerabatan
45
Suku Mandar, pada umumnya mengikuti kedua garis
keturunan ayah dan ibu yaitu bilateral.Suku Mandar
biasanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang biasanya
bersekolah di daerah lain. Adapun keluarga luas di
Mandar terkenal dengan istilah Mesangana, kelurag luas
yaitu famili-famili yang dekatan sudah jauh tetapi masih
ada hubungan keluarga. Status dalam suku Mandar
berbeda dengan suku Bugis, karena didaerah Bugis pada
umunya wanita yang memegang peran dalam peraturan
rumah tangga. Suami sebagai kepala rumah tangga yang
bertanggung jawab atas keluarganya mempunyai tugas
tertentu, yaitu mencari nafkah untuk menghidupi
keluarganya. Sebaliknya di Mandar, wanita tidak hnaya
mengurus rumah tangga, tetapi mereka aktif dalam
mengurus pencarian nafkah, mereka mempunyai prinsif
hidup, yaitu Sibalipari yang artinya sama-sama menderita
(sependeriataan) seperti: kalu laki-lakinnya mengakap
ikan, setelah samapi didarat tugas suami sudah dianggap
selesai, maka untuk penyelesaian selanjutnya adalah
tugas istri terserah apakah ikan tersebut akan dijual atau
dimakan, dikeringkan, semua itu adalah tugas si istri.
Didaerah Bugis wanita juga turut mencari nafkah tetapi
terbatas pada industri rumah, kerajinan tangan, menenun
anyaman dan lain-lain. Didaerah Mandar terkenal dengan
istilah hidup, Sirindo-rondo, Siamasei, dan Sianuang
pa’mai. Sirondo-rondoi maksudnya bekerjasama Bantu
membantu dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan baik
46
yang ringan maupun yang berat. Jadi dalam rumah tangga
kedua suami istri begotong royong dalam membina
keluarga. Siamamasei, sianuang pa’mai( sayang
menyayangi, kasih mengasihi, gembira sama gembira
susah sama susah). Secara keseluruhan dapat ditarik
kesimpulan bahwa adanya kerjasama Bantu membantu
baik yang bersifat materil maupun non materil.
1.Aqikah
47
dank e-21. Pada upacara ini ada 2tata-cara pokok yaitu :
pemotongan hewan dan pembacaan barzanji. Kemudian
beberapa cara yang sering dikaitkan yaitu: persiapan
yang diperlukan pada upacara ini antara lain : kue,
songkol, pisang berbagai jenis. Kemudian alat-alat antara
lain : gunting, kelapa muda yang telh dilubangi, patties
atau lilin , dan dupa.
1. Pemotongan Hewan
2. Pembacaan Barzanji.
1. Niuri
49
Niuri dalam masyarakat Mandar adalah upaya
penyelamatan lahirnya seorang bayi. Bagi wanita
utamanya yang baru pertama kalinya hamil sudah
menjadi tradisi (kebiasaan) diadakan acara niuri dalam
masa kehamilan 7 sampai 8 bulan.Untuk melaksanakan
acara ini, yang lebih dahulu disiapkan yaitu : Kue-kue
sebanyak mungkin, ayam betina satu ekor, tempayan
berisi air, kayu api, beras dan lain-lain. Tata cara
melaksanakan sebagai berikut :Wanita yang akan niuri
duduk bersanding dengan suaminya, keduanya dalam
busana tradisional lengkap. Wanita boleh memakai
perhiasan emas seperti pattu’du boleh juga memakai boko
atau pasangan berwarna biru atau putih. Keduanya
disuruh memilih kue-kue yang muncul diseleranya
masing-masing. Jika yang dipilih yang bundar misalnya :
Onde-onde, gogos dan semacamnya maka diperkirakan
akan lahir bayi laki-laki. Jika yang gepeng-gepeng
misalnya : Pupu, kue lapis, katiri mandi dan semacamnya,
diharapkan akan lahir seorang bayi wanita.Sesudah
makan bersama, istilah Mandarnya “nipande mangidang”
orang yang akan niuri dibaringkan oleh “sando peana”
atau “dukun beranak” dihamparan kasur di lantai rumah.
Setelah dibaringkan si dukun menaburkan beras di bagian
dahi dan perut to-niuri. Kemudian ayam yang telah
tersedia yang sehat dan tidak cacat di suruh mencocot
beras-beras yang bertaburan tadi sampai habis. Masih
dalam posisi berbaring, si dukun mengambil piring yang
50
berisi beras ketan, telur dan lilin yang sedang menyala
diletakkan sejenak di atas perut lalu ke bagian dahi,
kemudian diayun-ayunkan beberapa kali mulai dari
kepala sampai ke kaki. Sesudah itu ayam pencotot tadi
dilambai-lambaikan ke sekujur tubuh toniuri sebanyak 3
atau 5 atau 7 kali. Sesudah itu dilepaskan melalui pintu
depan dan toniuri di bangunkan. Selesai tahap ke-
3,toniuri diantar ke pintu depan rumah kemudian diambil
kayu-api yang masih menyala, lalu dipegang diatas
kepala. Setelah itu diambil air yang telah dicampur
dengan burewe tadu, bagot tuo, ribu-ribu, daun atawang
dan daun alinduang, dan dengan timbah khusus
disiramkan di atas kayu api langsung ke kepala dan
membasahi seluruh tubuh serta memadamkan api yang
masih menyala di kayu api. Sesudah itu secepatnya kayu
api yang sudah padam dibuang ke tanah. Seluruh busana
yang dikenakan oleh toniuri diserahkan kepada si dukun
untuk dimiliki. Dalam istilah Mandarnya disebut
“nilullus”. Menimba air cukup 14 kali saja. Sementara
seluruh tahap-tahap peurian berlangsung bagi keturunan
bangsawan yang ada darah Bugis-Makasarnya, alat musik
siasia dibunyikan terus dengan lagu-lagu bersifat doa
yang contohnya sebagai berikut :
51
Artinya :
Artinya :
52
4. Daun atawang, dimaksudkan agar si bayi tetap
terhindar dari penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
53
FaisaL ArsitekturMandarSu/awesiBarat. jakarta: Ditjen
Nilai Budaya,
www.bali-directory.com/education/folks-tale/
PanglimaLidahHitam.asp
www.wisatamelayu.com/id/tour/624-Pesta-AdatSayyang-
Pattudu/navgeo
www.panoramio.com/photo/33423897
kapi.kkp.go.id datastudi.wordpress.com
..regional.kompas.com/read/2013/06/07/14052224/
54
Majene.dan.Kotabaru.Rebutan. Pulau. ' Penghasil.Minyak
makassar.antaranews.com/berita/46163/dewanpendidikan
-minta-majene-buat-konseppendidikan
kampung-mandar.web.id/sejarah/pus-pbb.html
lontaraa.com/bala-tau-mandar-hukum-kerajaanbalanipa-
29101721.htm|
kampung-mandar.web.id/artikel/kalindaqdaq.htm|
kebudayaanindonesia.net/id/culture/926/baju-bodo#.
Ub__ththdI
Wikipedia.org
55
56