Anda di halaman 1dari 51

1.

ASAL USUL SUKU LAMPUNG

Sejarah dan Asal-usul Ulun Lampung erat kaitannya dengan istilah Lampung sendiri. Kata Lampung
sendiri berasal dari kata "anjak lambung" yang berarti berasal dari ketinggian ini karena para puyang
Bangsa Lampung pertama kali bermukim menempati dataran tinggi Sekala Brak di lereng Gunung
Pesagi. Sebagaimana I Tsing yang pernah mengunjungi Sekala Brak setelah kunjungannya dari
Sriwijaya dan dia menyebut To-Lang pohwang bagi penghuni Negeri ini. Dalam bahasa hokkian,
dialek yang dipertuturkan oleh I Tsing To-Lang pohwang berarti orang atas dan seperti diketahui
 Pesagi dan dataran tinggi Sekala brak adalah puncak tertinggi ditanah Lampung.

Prof Hilman Hadikusuma di dalam bukunya (Adat Istiadat Lampung:1983) menyatakan bahwa
generasi awal ​Ulun Lampung​ berasal dari Sekala Brak, di kaki Gunung Pesagi, Lampung Barat.
Berdasarkan penelitian terakhir diketahui bahwa Paksi Pak Sekala Brak mengalami dua era yaitu era
Keratuan Hindu Budha dan era Kesultanan Islam. Kerajaan ini terletak di dataran tinggi Sekala
Brak di kaki Gunung Pesagi (gunung tertinggi di Lampung) yang menjadi cikal-bakal suku bangsa
etnis Lampung saat ini.

Diriwayatkan didalam Tambo bahwa pendiri Paksi Pak Sekala Brak masing masing adalah Ratu
Bejalan di Way, Ratu Nyerupa, Ratu Pernong dan Umpu Belunguh. Kedatangan para Umpu Pendiri
Paksi ini tidaklah bersamaan, berdasarkan penelitian terakhir diketahui bahwa menyebarnya Agama
Islam dan pembaharuan Adat dilakukan setelah kedatangan Umpu Belunguh ke Sekala Brak yang
memerangi Sekerumong dan akhirnya dimenangkan oleh perserikatan Paksi Pak sehingga
dimulailah era Kesultanan Islam di Sekala Brak. Keempat Umpu inilah yang merupakan cikal bakal
Paksi Pak Sekala Brak sebagaimana diungkap naskah kuno Kuntara Raja Niti. Namun dalam versi
buku Kuntara Raja Niti, nama puyang itu adalah Inder Gajah, Pak Lang, Sikin, Belunguh, dan
Indarwati. Berdasarkan Kuntara Raja Niti, Prof Hilman Hadikusuma menyusun hipotesis keturunan
Ulun Lampung sebagai berikut:

a. Inder Gajah

Gelar: Umpu Lapah di Way

Kedudukan: Puncak Dalom, Balik Bukit

Keturunan: Orang Abung

1
b. Pak Lang

Gelar: Umpu Pernong

Kedudukan: Hanibung, Batu Brak

Keturunan: Orang Pubian

c. Sikin

Gelar: Umpu Nyerupa

Kedudukan: Tampak Siring, Sukau

Keturunan: Jelma Daya

d. Belunguh

Gelar: Umpu Belunguh

Kedudukan: Kenali, Belalau

Keturunan: Peminggir

e. Indarwati

Gelar: Puteri Bulan

Kedudukan: Cenggiring, Batu Brak

Keturunan: Tulang Bawang

ZAMAN HINDU ANIMISME

Perkiraan sejarah suku bangsa Lampung dimulai dari zaman Hindu animisme yang berlaku antara
tahun pertama Masehi sampai permulaan abad ke-16. Yang dimaksud dengan zaman Hindu di sini
ialah zaman masuknya ajaran-ajaran atau system kebudayaan yang berasal dari daratan India termasuk
Budhisme yang unsur-unsurnya terdapat dalam adat budaya orang Lampung. Nampaknya pengaruh
Hinduisme itu sangat sedikit yang dianut oleh orang-orang Lampung, tetapi yang banyak adalah
kepercayaan asli yang merupakan tradisi dari zaman Malayo-Polinesia, yang serba bersifat animisme.

2
Nampaknya daerah ini sudah lama dikenal orang-orang luar sekurang-kurangnya pada masa
permulaan tahun Masehi, ia merupakan tempat orang-orang lautan mencari hasil-hasil hutan. Hal ini
terbukti dari ditemukannya berbagai jenis bahan keramik dari zaman Han (206 s.M. – 220 M), begitu
pula bahan keramik dari masa post-Han (abad ke-3 sampai abad ke-7) dan seterusnya ditemukan pula
bahan-bahan keramik Cina sampai masa keramik dari zaman Ming (1368 – 1643).

Menurut berita negeri Cina dari abad ke-7, dikatakan bahwa di daerah selatan terdapat
kerajaan-kerajaan yang antara lain disebut To-lang, P’ohwang. Dengan mempersatukan kedua nama
itu maka dijumpai kembali Tulangbawang, yang ditempatkan di Lampung. Sebenranya letak bekas
kerajaan ini yang tepat belum dapat diketahui dengan pasti, kita hanya dapat memperkirakan terletak
di sekitar Way Tulangbawang, yaitu di kecamatan Tulangbawang (Menggala) di Kabupaten Lampung
Utara bagian timur.

Apa yang dikatakan rakyat sebagai peninggalan sejarah berupa bukit yang terletak di rawa-rawa
“bawang terbesu” di ujung kampong Unjung Gunung Menggala, yang disebut bukit “kapal cina” dan
“pulau daging” masih merupakan tanda Tanya sejauh mana kebenaannya. Dikatakan bahwa kedua
bukit itu adalah bekas kapal cina yang hancur dan tempat mayat yang bergelimpangan akibat perang
dengan prajurit-prajurit Tulangbawang. Begitu pula jika akan dihubungkan dengan kuburan keramat
“Minak Sengaji”, cikal bakal kebuwayan Buway Bolan yang terletak di belakang kantor camat
sekarang di Menggala, belum dapat dikatakan bahwa ia adalah salah satu keturunan dari Ratu
Tulangbawang. Oleh karena itu bila dilihat dari silsilah keturunannya sampai sekarang, yang ada baru
24 keturunan saja. Hal ini berarti bahwa kalau dikalikan dengan 20, maka Minak Sangaji yang telah
beragama Islam itu diperkirakan hidup di selitar abad 16, mungkin sezaman dengan Syarif
Hidayatullah Sunan Gunung Jati yang menduduki Sunda Kelapa tahun 1526.

Jika kita pergunakan pendapat Yamin, maka nama Tolang, Po’hwang akan berarti “orang Lampung”
atau “utusan dari Lampung” yang dating dari negeri Cina sampai abad ke 7. Yamin mengatakan
sebagai berikut: “Perbandingan bahasa-bahasa Austronesia dapat memisahkan urutan kata untuk
menamai kesaktian itu dengan nama asli, yaitu : tu (to, tuh), yang hidup misalnya dengan kata-kata
ra-tu, Tuhan, wa-tu, tu-buh, tu-mbuhan, dan lain-lainnya.

Berhubung dengan urut kata asli – tu (tuh, to) yang menunjukkan kesaktian menurut perbandingan
bahasa-bahasa yang masuk rumpun Austronesia, maka baiklah pula diperhatikan bahwa urat itu
terdapat dalam kata-kata seperti to (orang dalam bahasa Toraja), tu (Makasar dan Bugis)”.
Dengan demikian To-lang, P’ohwang berarti To-orang, sedangkan lang P’hwang = Lampung, dan

3
sejak itu orang menyebut daerah ini Lampung.

Meningkatnya kekuasaan Sriwijaya pada akhir abad ke-7 disebut dalam inskripsi batu tumpul
Kedudukan Bukit dari kaki bukit Seguntang di sebelah barat daya Kota Palembang, yang mengatakan
bahwa pada tahun 683 Sriwijaya telah berkuasa di laut dan di darat, dan pada tahun 686 negara itu
telah mengirimkan ekspedisinya untuk menaklukan daerha-daerah lain di Sumatera dan Jawa. Olah
karena itu dapatlah diperkirakan bahwa sejak masa itu Kerajaan Tulangbawang telah dikuasai oleh
Sriwijaya, atau daerah ini tidak berperan lagi sebagai kota pelabuhan sungai di pantai timur Lampung.
Riwayat lama yang disampaikan secara turun temurun di kalangan rakyat mengatakan bahwa cikal
bakal sebagian besar orang Lampung yang ada sekarang ini berasal dari Sekala Be’rak, yaitu suatu
daerah dataran tinggi gunung Pesagi (2262 m) di kecamatan Kenali (Belalau) sekarang.
Dengan demikian diperkirakan bahwa nenek moyang orang Lampung itu hidup di Bukit Barisan pada
abad ke-13 atau setidak-tidaknya sezaman dengan kerajaan Paguruyung Minangkabau yang didirikan
Adityawarman pada tahun 1339.

Di dalam kitab Kuntara Raja Niti, yaitu kitab adat istiadat orang Lampung yang hingg sekarang masih
dapat ditemukan dan dibaca, baik dalam aksara asli maupun yang sudah ditulis dalam aksara latin,
walaupun isinya sudah banyak dipengaruhi oleh agama Islam yang masuk dari Banten, dikatakan
sebagai berikut: “Siji turunan Batin tilu suku tuha lagi lewek djak Pagaruyung Menangkabau pina
turun satu putri kajangan, dikawinkan jama Kun Tunggal, ja ngadu Ruh Tunggal ja ngakon tunggal ja
ngadakan umpu sai tungau umpu sai tungau ngadakan umpu serunting umpu sai runting pendah
disekala berak jak budiri ratu pumanggilan, Ratu pumanggilan (umpu sai Runting nganak lima muari):

a. Sai tuha Indor Gadjah turun abung siwa miga


b. Sai Belungguh turunan peminggir
c. Sai Pa’lang nurunkan pubijan 2 suku
d. Si Padan ilang
e. Si sangkan wat di suka ham

Dengan demikian, menurut Kuntara Raja Niti, orang Lampung (suku Pubijan, Abung Peminggir, dan
lain-lain) berasal dari Pagaruyung, keturunan putrid Kayangan dan Kua Tunggal. Kemudian setelah
kerabat mereka berdiam di Sekala Be’rak, maka di masa cucunya, Umpu Serunting, mereka
mendirikan Keratuan Pemanggilan. Umpu Serunting ini menurunkan lima orang anak laki-laki
mereka adalah Indra Gadjah yang menurunkan orang Abung, Belunguh yang menurunkan
orang-orang Peminggir, Pa’lang yang menurunkan orang-orang Pubiyan, Pandan yang diakatakan

4
menghilang dan Sungkan yang dikatakan Suku Ham.

Selanjutnya sebagaimana diuraikan dalam Kuntara Raja Niti, karena orang-orang Bajau (perompak
laut) datang menyerang, maka keratuan Pemanggilan itu pecah sedangkan warga masyarakat beralih
tempat meninggalkan Sekala Be’rak, ke daerah dataran rendah Lampung sekarang. Keturunan Indra
Gadjah kemudian menetap di Ulok (Kecamatan Tanjungraja Lampung Utara), di mana di bawah
pimpinan Minak Rio Begeduh mereka mendirikan Keratuan Di Puncak.

Diperkirakan bahwa di masa Minak Rio Begeduh ini armada Majapahit singgah di pantai timur, yaitu
di daerah kekuasaan Keratuan Pugung yang berada di kecamatan Labuhan Maringgai sekarang tetapi
tidak sampai masuk ke daerah pedalaman.

Di masa kekuasan putra Minak Rio Begeduh yang bernama Minak Paduka Begeduh, daerah Abung
diserang lagi oleh perompak dari laut yang mengakibatkan tewasnya Minak Paduka Begeduh. Hal ini
menyebabkan keempat anak Minak Paduka Begeduh mengadakan pertahanan. Mereka adalah Unyai
(Minak Trio Disou), yang membuat pertahanan di sepanjang Way Abung dan Way Rarem, Unyi
(Minak Ratu Di Bumi), membuat pertahanan di sepanjang Way Seputih, Uban (wanita) dengan
suaminya yang membuat pertahanan di sepanjang Way Terusan. Menurut cerita turun temurun yang
kita dengar, Subing berhasil menebus kehormatan ayah mereka Minak Paduka Begeduh yang wafat
itu dengan membunuh kepala perompak yang disebut Raja Dilaut.

Menurut suatu tradisi lisannya suku bangsa Lampung berasal dari Skala Brak, yaitu suatu tempat di
wilayah Belalau, Kabupaten Lampung Utara. Nama "Lampung" sendiri dikatakan berasal dari sebuah
cerita rakyat yang berjudul "Si Lampung Ratu Bulan". Dalam kronik-kronik Cina pada abad ketujuh
daerah Lampung dikenal dengan nama To-Lang-po-whang, yaitu sebuah kerajaan yang cukup
disegani dari Sumatera bagian Selatan. Peninggalan-peninggalan prasejarahnya membuktikan bahwa
di Lampung pernah berkembang kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Buddha.
Bahkan diduga sebelumnya sudah ada juga kebudayaan megalitik yang lebih tua di daeah itu. Selain
prasasti dari masa Sriwijaya, arca-arca Buddha, berbagai keramik Cina dari Dinasti Han (200-220 M),
Tang (607-908 M), dan Dinasti Ming (1368-1643 M), juga ditemukan tradisi megalitik yang berbeda
dengan kebudayaan materi Hindu-Buddha, seperti menhir, dolmen, punden berundak, dan batu tempat
pemujaan. Pada masa sekarang orang Lampung umumnya memeluk agama Islam, yang masuk ke
daerah ini di sekitar abad ke-15. Menurut suatu tradisi lisannya suku bangsa Lampung berasal dari

5
Skala Brak, yaitu suatu tempat di wilayah Belalau, Kabupaten Lampung Utara.

Nama "Lampung" sendiri dikatakan berasal dari sebuah cerita rakyat yang berjudul "Si Lampung Ratu
Bulan". Dalam kronik-kronik Cina pada abad ketujuh daerah Lampung dikenal dengan nama
To-Lang-p'o-whang, yaitu sebuah kerajaan yang cukup disegani dari Sumatera bagian Selatan.
Peninggalan-peninggalan prasejarahnya membuktikan bahwa di Lampung pernah berkembang
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Buddha. Bahkan diduga sebelumnya sudah ada
juga kebudayaan megalitik yang lebih tua di daeah itu. Selain prasasti dari masa Sriwijaya, arca-arca
Buddha, berbagai keramik Cina dari Dinasti Han (200-220 M), Tang (607-908 M), dan Dinasti Ming
(1368-1643 M), juga ditemukan tradisi megalitik yang berbeda dengan kebudayaan materi
Hindu-Buddha, seperti menhir, dolmen, punden berundak, dan batu tempat pemujaan. Pada masa
sekarang orang Lampung umumnya memeluk agama Islam, yang masuk ke daerah ini di sekitar abad
ke-15.

Orang Lampung mengenal dua kelompok adat yang besar, yaitu kelompok Adat Pepaduan dan
kelompok Adat Peminggir atau Pubiyan. Selain itu juga dikenal kelompok masyarakat beradat
Semende (Semendo), Adat Ranau, Adat Belalau, Adat Pegagan, dan Adat Ogan. Kelompok Adat
pepaduan umumnya mendiami wilayah Lampung bagian timur dan tengah, dicirikan oleh sistem adat
kebangsawanan mereka yang cukup kompleks yang disebut Kepunyimbangan. Kelompok Adat
Peminggir umumnya mendiami wilayah bagian barat, dicirikan oleh sistem pelapisan sosialnya yang
dua tingkat, adat ini disebut juga Sebatin atau Seibatin.

Orang Lampung Pepadun terbagi lagi menjadi empat kelompok, yaitu Abung Siwo Megou (Abung
Sembilan Marga), Megou Pak Tulangbawang, Buay Lima, dan Pubian Telu Suku (Pubian Tiga Suku).
Setiap kelompok masih terbagi lagi atas sejumlah klen besar yang berdiam di wilayah tertentu, yang
disebut buay atau kebuayan. Orang Lampung Peminggir terbagi atas lima kelompok, yaitu Peminggir
Melinting Rajabasa, Peminggir Teluk, Peminggir Skala Brak (di daerah Liwa), Peminggir Semangka,
termasuk ke dalamnya kelompok orang Komering (yang berdiam di daerah Ranau, Komering, dan
Kayu Agung, di Sumatera Selatan).

ZAMAN ISLAM

Walaupun sudah sejak 651 M utusan Khalifah Usman bin Affan, yaitu Sayid Ibnu Abi Waqqas
bertransmigrasi ke Kwang Chou di negeri Cina dan meskipun utusan Tulangbawang pernah datang ke
negeri Cina dalam abad ke-7, namun rupanya orang-orang Lampung di kala itu belum memasuki
agama Islam.

Islam diperkirakan memasuki daerah Lampung di sekitar abad ke-15, melalui tiga arah. Pertama dari

6
arah barat (Minangkabau) memasuki dataran tinggi Belalau. Kedua daerah utara (Palembang),
memasuki daerah Komering pada permulaan abad ke-15 (1443) di Palembang. Ketiga dari Banten
oleh Fatahillah, Sunan Gunung Jati, memasuki daerah Labuhan Maringgai sekarang, yaitu di keratuan
Pugung disekitar tahun 1525, sebelum direbutnya Sunda Kelapa (1526).

Dari perkawinan Fatahillah dengan putri Sinar Alam anak Ratu Pugung maka lahirlah Minak Kejala
Ratu yang kemudian menjadi cikal bakal Keratuan Darah Putih yang menurunkan Raden Intan.
Dengan masuknya masyarakat adat Pugung ke agama Islam dan setelah itu dengan berdirinya
keratuan di daerah putih sebagai tempat penyebaran Islam di daerah Lampung yang pertama, maka
secara berangsur-angsur orang-orang Peminggir di pantai selatan memasuki agama Islam.

Dalam rangka membangun Negara Islam dan melaksanakan dakwahnya, maka antara Ratu Putih dan
Pangeran Sibangkingking (Maulana Hasanuddin) diadakan perjanjian yang terkenal sebagai
Perjanjian Dalung Kuripan yang bunyinya sebagai berikut:

“Ratu darah putih linggih dating lampung, maka dating Pangeran Sibangkingking, maka mupakat,
maka Wiraos sapa kang tua sapa kanga nom kita iki. Maka pepatutan angadu wong anyata kakak tua
kelayan anom. Maka mati wong Lampung dingin. Maka mati malih wong Banten ing buring
ngongkon ning ngadu dateng pugung ini dijeroluang. Maka nyata anom ratu darah putih, Andika kang
tua kaula kanga nom, andika ing Banten kaula ing Lampung.

Maka lami-lami ratu-ratu darah putih iku ing Banten malya kul Lampung. Anjeneng aken Pangeran
Sebangkingking ngadekaken Ratu. Maka djaneningpun Susunan Sebangkingking. Maka ratu darah
putih angaturaken Sawung galling. Maka mulih ing Lampung.”

Selanjutnya Dalung Kuripan itu mengatakan:

“Wadon Banten lamun dipaksa dening wong Lampung daring sukane, salerane, Lampung kena
upat-upat wadon Lampung lamun dipaksa wong Banten daring sukane, salerane, atawa saenake
bapakne, Banten kena upat-upat.

Wong Banten ngangkon Lampung keduk susuk ngatawa mikul Banten kena upat-upat
Lampung ngangkon Banten keduk susuk, Lampung kenang upat-upat. Lamen ana musuh Banten,
Banten pangerowa Lampung, tutburi. Lamen ana musuh Lampung, Lampung manyerowa Banten
Tutwuri. Sawossi Djandji Lampung ngalak kak Padjadjaran, Dajuh Kekuningan, Kandang besi,
Kedawung, Kang uba haruan, Parunkudjang. Kang anulis kang panji Pangeran Sebakingking wasta
ratu mas lelan raji sengaji guling, wasta minak bay Taluk kang denpangan ati ning kebo. Serat tetelu,
ing Banten Dalung, Ing Lampung saksi Dalung, Ing maningting serat kentjana.”

7
Demikianlah setelah diketahui yang mana tua dan yang mana muda antara Ratu Darah Putih dan
Maulana Hasanuddin, di mana Maulana Hasanuddin lah yang lebih tua, maka keduanya saling
bermufakat bahwa Maulana Hasanuddin berkedudukan di Banten sedangkan Ratu Darah Putih
berkedudukan di Lampung. Di antaranya disepakati pula bahwa jika ada wanita Banten yang akan
dipaksa dengan orang Lampung bukan atas kemauannya, maka Lampung akan di upat-upat,
sebaliknya jika wanita Lampung yang diperlakukan demikian, maka Banten akan di upat-upat.

Yang bersifat politik dalam Perjanjian Dalang Kuripan ini adalah, jika Banten menghadapi musuh,
Lampung akan membantu, sebaliknya jika Lampung menghadapi musuh maka Banten akan
membantu. Oleh karena musuh Banten di kala itu adalah Pajajaran, maka atas bantuan pasukan
Lampung, Pajajaran itu dapat dikalahkan. Ketika Raden Intan menghadapi Belanda ia dibantu oleh
pasukan-pasukan dari Banten.

Di masa Maulana Hasanuddin (1550 – 1570), orang-orang Abung belum ada yang melakukan seba ke
Banten. Jika di antara pemuka-pemuka Abung ada yang beragama Islam atau mengaku beragama
Islam, maka Islamnya bukan dari Banten. Sebagai contoh, Minak Sengaji suami dari Bolan yang
diperkirakan hidup pada awal abad ke-16, telah beragama Islam yang nampaknya bukan dari zaman
Banten, melainkan dari zaman Malaka yang menjadi pusat dakwah Islam dalam abad ke-15.

Ketika pemerintah Banten dibentuk oleh Sunan Gunung Jati (1530) dan dilanjutkan oleh Maulana
Hasanuddin, orang-orang Abung belum ada yang seba ke Banten. Mereka masih tetap
mempertahankan adat istiadatnya yang serba Hindu animisme. Kemudian sebagiamana diuraikan
Broersma:

“Toen oenyai was overleden, onstonden twisten tusschen Bagindo’s kloinkinderen, waarop een in
monging van den Sultan van Banten is gevoldgd”.

Setelah Unyai wafat terjadilah perselisihan pendapat antara cucu Minak Paduka Begeduh sehingga
salah satu dari mereka bergabung mengikuti kekuasaan Banten. Kami berpendapat bahwa perselisihan
ini ada hubungannya dengan peperangan antara Banten dan Palembang yang terjadi pada tahun 1596,
diaman Maulana Muhammad dari Banten gugur dalam peperangan itu.

Menurut cerita rakyat kayu Agung, disana terdapat keturunan yang disebut keturunan “Abung Bung
Mayang” yaitu keturunan Mukodum Muter dari Marga Abung, dan keturunan Raja Jungut Marga Aji
Muaradua.

Yang berangkat seba ke Banten dari masyarakat adat Abung adalah Minak Semelesem, cucu dari
Unyai (Minak Triou Disou). Ketika seba, ia memang sudah tua, oleh karena itu pendirian pepadun

8
baru dilaksanakan kemudian oleh putranya, Minak Paduka, bertempat di ilir Way Kunang, yaitu di
Bijang Penagan. Menurut perkiraan adat Pepadun Abung ini dibentuk sekitar abad ke-17,
setidak-tidaknya sebelum berlangsungnya kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1672).
Dibentuknya adat Pepadun ini berarti melaksanakan penerimaan ajaran Islam ke dalam masyarakat
dan meninggalkan adat istiadat lama yang bersifat Hindu Animisme. Namun karena kelemahan
pemerintahan Belanda sejak kekuasaan Sultan Haji (1672 – 1687), dimana VOC diizinkan untuk
membeli lada langsung dari para penyimbang kepala-kepala marga Lampung, serta sifat dakwah
Islam yang berjalan lemah di daerah pedalaman, maka dalam pelaksanaan adat Pepadun sejak abad
ke-18 dan seterusnya masih banyak dipertahankan tata cara zaman leluhurnya. Orang-orang VOC
tidak mempunyai perhatian terhadap masyarakat dsn adat istiadat penduduk, karena yang penting bagi
mereka hanyalah bagaimana mendapatkan hasil-hasil lada rakyat.

ZAMAN HINDU BELANDA

Pada tahun 1668 VOC mendirikan Petrus Albertus di Tulangbawang, sebagai tempat menampung
hasil-hasil pembelian lada di daerah Lampung bagian utara. Benteng ini tidak lama dipertahankan
karena sebagian besar orang-orang Abung tidak mau menjual hasil buminya. Maka pada tahun 1738
VOC menempatkan bentengnya “Valkenoong” di Bumiagung.

Dalam permulaan abad ke-18 kepala-kepala marga Lampung masih mengakui kedudukan penguasa
Banten sebagai atasannya, tetapi kemudian mereka tidak diurus oleh Banten lagi, dengan demikian
mereka mengatur dirinya sendiri terutama dalam menghadapi bahaya perompakan yang sering
melanda daerah pedalaman. Dalam tahun 1779 VOC bubar dan pemerintahan Hindia Belanda tidak
dapat mempengaruhi pemuka-pemuka adat di pantai selatan yang kebanyakan berpihak pada Inggris.
Di antara tahun 1801 – 1805, sebatin-sebatin Bandar di daerah Semangka membuat perjanjian
perdagangan lada dengan Inggris yang berkedudukan di Bengkulu.

Untuk menjinakkan hati orang-orang Lampung, pada tahun 1808 Daendels yang begitu kejam di Jawa
malahan mengakui Raden Intan sebagai Prins Regent dengan pangkat kolonel untuk daerah Lampung.
Sejak masa itu Raden Intan merasa bangga sebagai pimpinan orang Lampung di Keratuan Darah
Putih. Pengakuan ini dilanjutkan di masa Rafles pada tahun 1812. Namun setelah Pemerintah Hindia
Belanda menerima kembali pemerintahan dari Inggris pada tahun 1816 kekuasaan Raden Intan itu
ternyata tidak diakuinya lagi. Oleh Belanda ia hanya dianggap sebagai pimpinan marga Ratu saja dan

9
tidak berhak menjadi pimpinan masyarakat Lampung di daerah Pesisir.

Atas dasar itu maka terjadilah perang Lampung yang memakan waktu hampir 40 tahun. Di daerah
pesisir Rajabasa (Kalianda), perang dipimpin oleh keturunan Raden Intan (1817 – 18 56), sedangkan
di daerah pesisir semangka (Kotaagung) perang dipimpin oleh keturunan Magunang (1828 – 1856).
Perlawananan rakyat pesisir ini pada mulanya dibantu dengan diam-diam oleh Inggris, tetapi
kemudian mereka berjuang sendiri karena adanya tindakan Belanda yang kejam terhadap harta dan
kehormatan mereka, di sana sini banyak yang habis dibakar.

Selama perlawanan rakyat Lampung di daerah pesisir selatan, Belanda kemudian berangsur-angsur
berhasil menjinakkan pemuka-pemuka masyarakat adat pepadun, atas usaha Kapten J.A Du Bois,
asisten Residen Menggala (1818) . Ia kemudian berhasil membentuk pemerintahan keresidenan
Lampung yang pertama dan menjadi Residen denga ibukota keresidenan di Terbang Tinggi Besar
(1829). J.A Du Bois mati dalam peperangan di daerah Keratuan Darah Putih pada tahun 1834.

Pada tahun 1856 perlawanan rakyat Lampung dapat dipadamkan dan pada tahun 1857 pemerintahan
daerah ditetapkan Belanda berdasarkan susunan masyarakat adat setempat. Sejak masa ini, hukum
adat pepadun mungkin berkembang dengan jiwa pi-il pesinggiri, yang anatara lain menganut
azas-azas pokok sebagai berikut:

1. Pemerintahan adat dipimpin oleh anak tertua laki-laki sebagai punyimbang atas dasar
kekerabatan bertali darah, kerukunan suku dan musyawarah pemuka adat (perwatin).
2. Anak punyimbang adalah waris pengganti ayahnya sebagai penerus keturunan dan penanggung
jawab memegang semua harta peninggalan (hukum waris mayorat lelaki).
3. Perkawinan dilaksanakan dalam bentuk perkawinan dengan pembayaran jujur, dimana istri ikut
dipihak suami dan tidak boleh terjadi perceraian.
4. Seluruh bidang tanah yang pernah dibuka oleh anggota kerabatadalah tanah-tanah yang dikuasai
kebuwayan sebagai milik bersama. Tanah-tanah yang belum pernah dibuka adalah “tanah
Tuhan”.
5. Setiap masalah diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat kekerabatan atas dasar saling
menghargai dan menjaga kehormatan kepunyimbangan masing-masing.

Pada tahun 1928 pemerintah Belanda menetapkan perubahan dari marga-marga geneologis-territorial
menjadi marga-marga territorial-geneologis, dengan penetuan batas-batas daerah masing-masing.
Setiap marga dipimpin oleh seorang kepala marga atas dasar pemilihan oleh dan dari
punyimbang-punyimbang yang bersangkutan. Demikian pula, kepala-kepala kampung ditetapkan
berdasarkan hasil pemilihan oleh dan dari para punyimbang.

10
2. LETAK PROVINSI LAMPUNG

Secara Geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan : Timur - Barat berada antara : 103º 40' -
105º 50' Bujur Timur dan Utara - Selatan berada antara : 6º 45' - 3º 45' Lintang Selatan. Sedangkan di
Teluk Semaka adalah Kota Agung (​Kabupaten Tanggamus​), dan di Laut Jawa terdapat pula pelabuhan
nelayan seperti Labuhan Maringgai dan Ketapang. Di samping itu, Kota Menggala juga dapat
dikunjungi kapal-kapal nelayan dengan menyusuri sungai Way Tulang Bawang, adapun di Samudra
Indonesia terdapat Pelabuhan Krui.

Provinsi Lampung memiliki luas 35.376,50 km². Daerah ini di sebelah barat berbatasan dengan ​Selat
Sunda​ dan di sebelah timur dengan ​Laut Jawa​. Beberapa pulau termasuk dalam wilayah Provinsi
Lampung, yang sebagian besar terletak di Teluk Lampung, di antaranya: Pulau Darot, Pulau Legundi,
Pulau Tegal, Pulau Sebuku, Pulau Ketagian, Pulau Sebesi, Pulau Poahawang, Pulau Krakatau, Pulau
Putus dan Pulau Tabuan. Ada juga Pulau Tampang dan Pulau Pisang di yang masuk ke
wilayah ​Kabupaten​ ​Lampung Barat​.

Keadaan alam Lampung, di sebelah barat dan selatan, di sepanjang pantai merupakan daerah yang
berbukit-bukit sebagai sambungan dari jalur ​Bukit Barisan​ di ​Pulau​Sumatera​. Di tengah-tengah
merupakan dataran rendah. Sedangkan ke dekat pantai di sebelah timur, di sepanjang tepi Laut Jawa
terus ke utara, merupakan perairan yang luas.

11
Provinsi Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 3/1964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu Provinsi
Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan ​Provinsi Sumatera Selatan​.

Kendatipun Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 Maret 1964 tersebut secara administratif masih
merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan, namun daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka
memang telah menunjukkan potensi yang sangat besar serta corak warna kebudayaan tersendiri yang
dapat menambah khasanah adat budaya di Nusantara yang tercinta ini. Oleh karena itu pada zaman
VOC daerah Lampung tidak terlepas dari incaran penjajahan Belanda.

Lampung pernah menjadi wilayah kekuasaan ​Kerajaan Tarumanagara​ dan ​Kerajaan Sunda​ sampai
abad ke-16. Waktu ​Kesultanan Banten​ menghancurkan ​Pajajaran​, ibu kota Kerajaan Sunda maka
Hasanuddin, sultan Banten yang pertama, mewarisi wilayah tersebut dari Kerajaan Sunda. Hal ini
dijelaskan dalam buku The Sultanate of Banten tulisan Claude Guillot pada halaman 19 sebagai
berikut: "From the beginning it was abviously Hasanuddin's intention to revive the fortunes of the
ancient kingdom of Pajajaran for his own benefit. One of his earliest decisions was to travel to
southern Sumatra, which in all likelihood already belonged to Pajajaran, and from which came bulk of
the pepper sold in the Sundanese region".

Tatkala Banten di bawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683) Banten berhasil menjadi
pusat perdagangan yang dapat menyaingi VOC di perairan Jawa, Sumatra dan Maluku. Sultan Ageng
ini dalam upaya meluaskan wilayah kekuasaan Banten mendapat hambatan karena dihalang-halangi
VOC yang bercokol di Batavia. Putra Sultan Ageng Tirtayasa yang bernama Sultan Haji diserahi
tugas untuk menggantikan kedudukan mahkota kesultanan Banten.

Dengan kejayaan Sultan Banten pada saat itu tentu saja tidak menyenangkan VOC, oleh karenanya
VOC selalu berusaha untuk menguasai kesultanan Banten. Usaha VOC ini berhasil dengan jalan
membujuk Sultan Haji sehingga berselisih paham dengan ayahnya Sultan Agung Tirtayasa. Dalam
perlawanan menghadapi ayahnya sendiri, Sultan Haji meminta bantuan VOC dan sebagai imbalannya
Sultan Haji akan menyerahkan penguasaan atas daerah Lampung kepada VOC. Akhirnya pada
tanggal 7 April 1682 Sultan Ageng Tirtayasa disingkirkan dan Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan
Banten.

Dari perundingan-perundingan antara VOC dengan Sultan Haji menghasilkan sebuah piagam dari
Sultan Haji tertanggal 27 Agustus 1682 yang isinya antara lain menyebutkan bahwa sejak saat itu
pengawasan perdagangan rempah-rempah atas daerah Lampung diserahkan oleh Sultan Banten
kepada VOC yang sekaligus memperoleh monopoli perdagangan di daerah Lampung.

Pada tanggal 29 Agustus 1682 iring-iringan armada VOC dan Banten membuang sauh di Tanjung

12
Tiram. Armada ini dipimpin oleh Vander Schuur dengan membawa surat mandat dari Sultan Haji dan
ia mewakili Sultan Banten. Ekspedisi Vander Schuur yang pertama ini ternyata tidak berhasil dan ia
tidak mendapatkan lada yang dicari-carinya. Agaknya perdagangan langsung antara VOC dengan
Lampung yang dirintisnya mengalami kegagalan, karena ternyata tidak semua penguasa di Lampung
langsung tunduk begitu saja kepada kekuasaan Sultan Haji yang bersekutu dengan kompeni, tetapi
banyak yang masih mengakui Sultan Ageng Tirtayasa sebagai Sultan Banten dan menganggap
kompeni tetap sebagai musuh.

Sementara itu timbul keragu-raguan dari VOC apakah benar Lampung berada di bawah Kekuasaan
Sultan Banten, kemudian baru diketahui bahwa penguasaan Banten atas Lampung tidak mutlak.

Penempatan wakil-wakil Sultan Banten di Lampung yang disebut "Jenang" atau kadang-kadang
disebut Gubernur hanyalah dalam mengurus kepentingan perdagangan hasil bumi (lada).

Sedangkan penguasa-penguasa Lampung asli yang terpencar-pencar pada tiap-tiap desa atau kota
yang disebut "Adipati" secara hierarkis tidak berada di bawah koordinasi penguasaan Jenang/
Gubernur. Jadi penguasaan Sultan Banten atas Lampung adalah dalam hal garis pantai saja dalam
rangka menguasai monopoli arus keluarnya hasil-hasil bumi terutama lada, dengan demikian jelas
hubungan Banten-Lampung adalah dalam hubungan saling membutuhkan satu dengan lainnya.

Selanjutnya pada masa Raffles berkuasa pada tahun 1811 ia menduduki daerah Semangka dan tidak
mau melepaskan daerah Lampung kepada Belanda karena Raffles beranggapan bahwa Lampung
bukanlah jajahan Belanda. Namun setelah Raffles meninggalkan Lampung baru kemudian tahun 1829
ditunjuk Residen Belanda untuk Lampung.

Dalam pada itu sejak tahun 1817 posisi Radin Inten semakin kuat, dan oleh karena itu Belanda merasa
khawatir dan mengirimkan ekspedisi kecil dipimpin oleh Assisten Residen Krusemen yang
menghasilkan persetujuan bahwa :

● Radin Inten memperoleh bantuan keuangan dari Belanda sebesar f. 1.200 setahun.

● Kedua saudara Radin Inten masing-masing akan memperoleh bantuan pula sebesar f. 600 tiap
tahun.

● Radin Inten tidak diperkenankan meluaskan lagi wilayah selain dari desa-desa yang sampai saat
itu berada di bawah pengaruhnya.

Tetapi persetujuan itu tidak pernah dipatuhi oleh Radin Inten dan ia tetap melakukan
perlawanan-perlawanan terhadap Belanda.

Oleh karena itu pada tahun 1825 Belanda memerintahkan Leliever untuk menangkap Radin Inten,

13
namun dengan cerdik Radin Inten dapat menyerbu benteng Belanda dan membunuh Liliever dan anak
buahnya. Akan tetapi karena pada saat itu Belanda sedang menghadapi perang Diponegoro (1825 -
1830), maka Belanda tidak dapat berbuat apa-apa terhadap peristiwa itu. Tahun 1825 Radin Inten
meninggal dunia dan digantikan oleh putranya Radin Imba Kusuma.

Setelah Perang Diponegoro selesai pada tahun 1830 Belanda menyerbu Radin Imba Kusuma di daerah
Semangka, kemudian pada tahun 1833 Belanda menyerbu benteng Radin Imba Kusuma, tetapi tidak
berhasil mendudukinya. Baru pada tahun 1834 setelah Asisten Residen diganti oleh perwira militer
Belanda dan dengan kekuasaan penuh, maka Benteng Radin Imba Kusuma berhasil dikuasai.

Radin Imba Kusuma menyingkir ke daerah Lingga, namun penduduk daerah Lingga ini
menangkapnya dan menyerahkan kepada Belanda. Radin Imba Kusuma kemudian di buang ke Pulau
Timor.

Dalam pada itu rakyat dipedalaman tetap melakukan perlawanan, "Jalan Halus" dari Belanda dengan
memberikan hadiah-hadiah kepada pemimpin-pemimpin perlawanan rakyat Lampung ternyata tidak
membawa hasil. Belanda tetap merasa tidak aman, sehingga ​Belanda​ membentuk tentara sewaan yang
terdiri dari orang-orang Lampung sendiri untuk melindungi kepentingan-kepentingan Belanda di
daerah Telukbetung dan sekitarnya. Perlawanan rakyat yang digerakkan oleh putra Radin Imba
Kusuma sendiri yang bernama Radin Inten II tetap berlangsung terus, sampai akhirnya Radin Inten II
ini ditangkap dan dibunuh oleh tentara-tentara Belanda yang khusus didatangkan dari Batavia.

Sejak itu Belanda mulai leluasa menancapkan kakinya di daerah Lampung. Perkebunan mulai
dikembangkan yaitu penanaman kaitsyuk, tembakau, kopi, karet dan kelapa sawit. Untuk
kepentingan-kepentingan pengangkutan hasil-hasil perkebunan itu maka tahun 1913 dibangun jalan
kereta api dari Telukbetung menuju Palembang.

Hingga menjelang Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 dan periode perjuangan fisik setelah
itu, putra Lampung tidak ketinggalan ikut terlibat dan merasakan betapa pahitnya perjuangan
melawan penindasan penjajah yang silih berganti. Sehingga pada akhirnya sebagai mana
dikemukakan pada awal uraian ini pada tahun 1964 Keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi
Daerah Tingkat I Provinsi Lampung.

Kejayaan Lampung sebagai sumber lada hitam pun mengilhami para senimannya sehingga tercipta
lagu Tanoh Lada. Bahkan, ketika Lampung diresmikan menjadi provinsi pada 18 Maret 1964, lada
hitam menjadi salah satu bagian lambang daerah itu. Namun, sayang saat ini kejayaan tersebut telah
pudar.

Daftar ​gubernur​ ​provinsi​ ​Lampung​.

14
Mulai Akhir Wakil
No Foto Nama Keterangan
Jabatan Jabatan Gubenur

Nadirsyah
Kusno [1]​
1. 1964 1966 Zaini
Danupoyo
(1966)

Pejabat
— Juli​ ​1966 April​ ​1967
Gubernur

Zainal Abidin Gubernur


2 5 April​ ​1967 5 April​ ​1972
Pagaralam Definitif

Pejabat
— 1972 1973
Gubernur

3 R. Sutiyoso 1973 1978

A. Subki
Yasir
4 1978 1988 Harun
Hadibroto
(​1984​-​1988​)

Masa jabatan Man Hasan


1988 1993
Periode 1 (​1989​-​1993​)
Poedjono
5
Pranyoto
Masa jabatan Oemarsono
1993 1997
Periode 2 Suwardi
Ramli

15
1 5 (​1994​-​1998​)

Oktober​ ​1997 Februari​ ​1998
Oemarsono
5 5
6
Februari​ ​1998 Februari​ ​2003

Lowong
Tursandi
5 Pejabat
— Alwi 2 Juni​ ​2004
Februari​ ​2003 Gubernur
(Pejabat)

Sjachroedin Masa jabatan


7 2 Juni​ ​2004 2 Juli 2008 Syamsurya
Z.P Periode 1
Ryacudu

Syamsurya
Pelaksana
— Ryacudu 2 Juli​ ​2008 2 Juni​ ​2009 Lowong
Tugas
(Pejabat)

Sjachroedin Masa jabatan Joko Umar


(7) 2 Juni​ ​2009 2 Juni​ ​2014
Z.P Periode 2 Said

16
Muhammad
Bachtiar
8. Ridho 2 Juni​ ​2014 Sekarang
Basri
Ficardo

3. ADAT ISTIADAT SUKU LAMPUNG

3.1 PERGAULAN MUDA MUDI

Budaya merupakan nilai-nilai luhur yang menjaga dan membawa hidup manusia lebih bermartabat.
Terdapat garis yang menegaskan hitam dan putih dalam bermasyarakat termasuk pergaulan
muda-mudi.

Dalam budaya Lampung Saibatin, acara tersebut salah satunya adalah nyambai pada marga Liwa.
Pada acara perkenalan, kelompok meghanai dan muli serta tuan rumah atau baya dan tamu atau kori
dipisahkan. Selain itu perkenalan dilakukan melalui pantun dan surat-menyurat.

Budaya nyambai ini biasanya dilaksanakan pada acara-acara nayuh, tepatnya pada malam sebelum
resepsi. Kegiatan tersebut biasanya digunakan mengisi waktu sembari muli-meghanai dari pihak baya
menyelesaikan peralatan yang akan dipakai dalam resepsi esok harinya. Sore hari dipakai para orang
tua untuk menggelar dziker, setelah mereka selesai dan muli-meghanai baya juga selesai
membereskan peralatan, barulah dimulai acara nyambai.

Acara dimulai dengan pembukaan oleh "kepala" meghanai di kampung tempat nayuh digelar. Baru
kemudian dilanjutkan dengan penampilan tari dan pantun penyambutan dari pihak baya.

17
Robikum ya robikum, robikum sholialam. Assalamu’alaikum, Mula kata ku salam.

(Artinya: Robikum ya robikum, robikum sholialam. Assalamu'alaikaum, awal mula kata dari kari
untuk memberi salam)

Biasanya pantun seperti itu didendangkan kelompok meghanai atau muli baya menyapa para
tamu-tamunya dalam nyambai. Hal itu menjadi bentuk penerimaan dan terima kasih mereka atas
kehadiran para kelompok muli-meghanai dari pihak baya atau juga kampung sekitar.

Kelompok itu terus menari dan berpantun yang biasanya berisi tentang terima kasih sampai
permohonan maaf jika dalam penyambutan tidak berkenan. Selain itu mereka mengajak para tamu
bersuka ria dalam acara itu, jangan sampai ada keributan.

Sembari kelompok itu terus berpantun, panitia lainnya mulai membagikan kertas sebagai alat saling
sapa antarpeserta yang hadir. Atau juga perkenalan dan hasrat ingin lebih dekat dengan, biasanya surat
diawali tulisan para meghanai. Untuk pengantar surat itu, panitia menunjuk sepasang kurir yang
mengambil antarsurat.

Bait pantun demi pantun dari kelompok baya terus dikumandangkan, sembari diiringi tabuh terbang.
Setelah berakhir sajian tari dan pantun dari kelompok itu, disusul kelompok kori. Biasanya pantun
berisi terima kasih telah disambut.

Buah ni jambu batu, dibatok dilom talam

Sambutan niti halu, manjakkon hati sekam

(Artinya: Buahnya jambu batu, ditaruh di dalam nampan. Sambutannya yang diterima membuat hati
senang)

Setelah selesai kelompok baya, barulah kelompok-kelompok muli-meghanai undangan dari


kampung-kampung dipersilakan nengah atau menari dan berpantun di tengah lingkaran. Secara
bergiliran kelompok-kelompok itu terus bersahutan nengah.

Untuk yang kelompok meghanai juga biasanya disisipkan pantun yang bunyinya merayu seorang muli
yang berada di lingkaran arena itu. Seperti pantun:

Adik sai kawai handak, injuk Evi Tamala

Negliak mu nyak panjak

18
Api lagi kik cawa

(Artinya: Adiknya baju putih, seperti artis Evi Tamala. Melihatnya saja sudah senang, apalagi saat dia
bicara)

Bismilah cakak buah, Alhamdu cakak jambu

Apah gham kawin kidah, Cakak lamban penghulu

(Artinya: Bismillah naik pohon pinang, alahamdu naik pohon jambu. Mari kita segera menikah,
datang ke rumah penghulu)

Dengan adanya pantun ini, pihak muli langsung saja menyahutinya. Bisa dengan jawaban berisi
terima kasih, dapat juga dengan jawaban "nakal" berupa penolakan.

Kik abang ngusung talam, nyak nyambut anjak kudan

Kilu mahap jak sikam, adu nerima ghasan

(Artinya: Kalau abang membawa talamnya, saya menyambutnya dari belakang. Mohon maaf dari
kami, kami telah menerima lamaran)

Begitu terus sambut menyambut pantun antar kelompok peserta, sampai seluruh perwakilan kelompok
dapat nengah semua. Dan sampai di akhir acara, biasanya panitia menghidangkan makan malam
untuk disantap bersama seluruh peserta.

Ini menjadi pertanda bahwa budaya, memang sangat berarti untuk mengangkat martabat manusia dan
kelompoknya. Agar tidak saling terpicu keributan, dilakukan sindiran-sindiran dengan pantun. Juga
dibuatkan pertemuan acara bujang gadis secara beramai-ramai sehingga tidak menimbulkan fitnah
terhadap mereka.

Manjau Muli

Manjau muli atau nganjang gadis adalah salah satu budaya, adat istiadat, tata cara pergaulan antara
muda mudi atau muli mekhanai lampung generasi 1950an dan sebelumnya. Bagi muda mudi sekarang
atau muda mudi setelah generasi 1960an, nampaknya, tata cara pergaulan ini sudah tidak lagi atau
jarang sekali dilakukan, wabil khusus pada masyarakat lampung pesisir.

Manjau muli dilakoni setelah matahari terbenam, yang disebut juga sebagai manjau dibingi. Diawali
dengan bersiap-siapnya sang pemuda, berdandan ria, menyediakan segala sesuatunya seperti, batere
atau senter. Maklum sang mekhanai, dalam melakoni manjau muli, terkadang harus masuk kampung

19
keluar kampung. Melewati hutan, kebon, daerah persawahan yang gelap gulita, menyeberangi sungai
yang berarus deras dan sebagainya.

Selain senter dipersiapkan pula kain sarung. Kain sarung diperlukan untuk menutupi wajah, terutama
saat berjalan di jalan desa, baik secara sendiri-2 maupun bergerombol, bersamaan dengan
kawan-kawannya. Kain sarung sekaligus pula digunakan untuk penghangat tubuh, menutupi anggota
badan dari serangan serangga dan angin malam yang dingin itu.

Manjau muli dilaksanakan sebagai berikut; mekhanai mendatangi muli dari bagian belakang rumah.
Biasanya para muli setelah malam tiba, banyak melakukan aktivitas di bagian belakang rumah
sekitar dapur, sendiri atau bersama teman2nya. Sehingga para mekhanai, akan dapat mengetahui
apakah dirumah itu ada bidadarinya. Bila mekhanai sudah mengetahui bahwa sang muli ada, dia akan
memanggil menggunakan kode tertentu, misal mengetok batu kecil, bersiul, bersuit dan sebagainya,
dengan maksud sang muli mendekat ke dinding, jendela, dimana terdapat celah, supaya suara bisa
terdegar dari luar dan dari dalam ruangan. Setelah muli mendekat, terjadilah komunikasi dua arah
antara dua insan yang sebelumnya tidak pernah kenal, memang sudah kenal, sudah berpacaran, atau
bahkan sudah merencanakan untuk meningkatkan hubungan ke jenjang perkawinan.

Dalam adat manjau muli, terdapat adab atau kode etik tidak tertulis, yang harus dipatuhi oleh muli dan
mekhanai, antara lain :

a. Apabila merkhanai dan muli sudah mulai berbicara atau disebut "Satekut-an" maka mereka harus
mau memberikan waktu sejenak kepada mekhanai lain yang datang kemudian, untuk sekedar
berkenalan atau bicara-2 ringan lainnya kepada si muli.
b. Mekhanai yang datang harus meminta izin terlebih dahulu kepada mekhanai yang sedang
satekutan, untuk berbicara dengan mulinya, dengan catatan tidak boleh terlalu lama, sekitar 5
sampai dengan 10 menit, dan setelah itu harus mengembalikan muli kepada mekhanainya.

Berdasarkan etika ini, maka pergaulan muli mekhanai lampung, telah menganut sistim komunikasi
pergaulan yang sangat terbuka, dalam arti siapa saja, boleh bicara dengan siapa saja. Katakanlah
mekhanai A, belum punya pacar, tetapi dia bisa ngobrol dengan banyak gadis dalam satu malam.
Asalkan dia bersedia berkeliling dari desa ke desa, sekedar untuk meminta waktu sejenak, berbicara
kepada muli yang notabene adalah pacar orang lain atau pacar si B. Demikian pula, apabila muli
tertarik kepada dirinya, mekhanai tersebut dapat saja diberi waktu oleh si muli untuk berbicara lebih
banyak lagi pada kesempatan lain, untuk itu mereka akan janjian. Akhirnya mekhanai A, berhasil
merebut pacar B secara gentle. Mekhanai B, setelah mengetahui, mulinya satekutan dengan A,
sama sekali dia tidak boleh marah apalagi mengancam A. Ketika B datang dan menemui mulinya
sedang satekutan dengan A, maka dia boleh minta waktu untuk bicara dengan muli itu, dalam rangka

20
minta klarifikasi misalnya, apakah hubungan mereka bisa berlanjut atau hanya sampai disitu saja.

Adat Manjau Muli di Lampung, ternyata telah menerapkan suatu tata cara pergaulan yang sangat fair,
terbuka, objektif, dan persaingan sempurna. Itulah hal yang unik dan menjadi daya tarik, bagi muli
mekhanai lampung waktu itu, untuk selalu pulang ke kampung halaman, walaupun mereka sudah
merantau keseantero negeri.

Pada saat Satekutan, mekhanai dan muli mulai merenda hubungan mereka. Berbicara ngalor ngidul,
saling menghibur, cerita lucu, cerita pekerjaan hari itu, cerita pengalaman dirantau dan lain lain.
Biasanya, untuk mengutarakan isi hatinya masing-masing muli dan mekhanai, tidak jarang mereka
berpantun bersambutan. Misalnya bila mereka rindu, meluncurlah pantun sebagai berikut:

Mekhanai : Kiniku Kawai Handak, Nyak Kawai Handak Muneh, Kiniku Tiram dinyak, Nyak Tiram
Niku Muneh. (Kalau kamu berbaju putih, aku juga berbaju putih, kalo kamu merindukan aku, aku
juga merindukan kamu).

Muli: Kiniku Kawai Suluh, Nyak Kawai Suluh Muneh, Kiniku Rawang diluh, Nyak rawang diluh
Muneh. (Kalau kamu berbaju merah, saya juga berbaju merah, kalu kamu banjir air mata, aku juga
banjir air mata).

Banyak sekali pantun bersambut digunakan oleh mereka, bahkan karena kepiawaian sang merakhanai,
akhirnya sang muli tidak mampu menjawab, kecuali hanya dengan satu kata "Ya".

Acara Satekutan, bisa berlangsung berjam-jam, tergantung kebutuhan dan kebetahan mereka berdua.
Muli duduk didinding sebelah dalam rumah dan mekhanai duduk didinding sebelah luarnya.
Terkadang orang tua muli ikut mengawasi, dengan mengingatkan putrinya untuk istirahat dan segera
tidur karena sudah larut malam.

Ketika hubungan telah terjalin dengan baik antara muli dan mekhanai, dalam artian mereka sudah
mulai berpacaran, memadu janji untuk saling setia, ber cita – cita membangun rumah tangga bahagia,
dimungkinkan bagi mereka untuk bertemu pada siang hari, yang disebut dengan istilah
"Satatungga-an". Tempatnya bisa di rumah salah satu keluarga muli, di kebon sembari muli mencari
kayu bakar, di gubuk pinggiran sawah, atau pada hari raya, mereka boleh saja berboncengan sepeda,
untuk menghadiri atau menonton acara Halal Bil Halal muda mudi, yang diselenggarakan oleh Desa2
tetangga.

Dalam perjalanan waktu, hubungan mekhanai dan muli bisa berlanjut, atau meningkat dari hubungan
biasa menjadi hubungan luar biasa. Apabila hal itu terjadi, maka pembicaraan mereka sudah mulai
mengarah pada hal-hal serius. Untuk meningkatkan status hubungan, masing-masing muli dan

21
mekhanai harus melaporkan kepada orang tua mereka. Istilahnya Nyakakkon Kicek-an"

Orang tua mekhanai bersama wakil keluarga, bertemu dan bicara dengan orang tua dan keluarga muli,
biasanya sekaligus melamar dan menentukan rencana – rencana selanjutnya, termasuk besarnya mahar
yang harus disiapkan oleh keluarga mekhanai. Oleh karena itu, pembicaraan tidak hanya cukup
dilakukan sekali dua kali saja, tetapi berkali – kali, sampai tercapai kesepakan mengenai semua hal
oleh kedua keluarga.

3.2 PERKAWINAN ADAT LAMPUNG

22
3.2.1 SEBELUM PERNIKAHAN

a. Nindai/Nyubuk

Merupakan proses awal, dimana orangtua calon mempelai pria menilai apakah si gadis berkenan
dihati atau tidak. Salah satu upacara adat yang diadakan pada saat Begawi (Cakak Pepadun)
adalah Cangget Pilangan, dimana bujang gadis hadir dengan mengenakan pakaian adat, disinilah
utusan keluarga calon pengantin pria nyubuk atau nindai gadis di balai adat.

b. Nunang (ngelamar)

Pada hari yang di tentukan calon pengantin pria datang melamar dengan membawa bawaan
berupa makanan, kue-kue, dodol, alat meroko, alat-alat nyireh ugay cambai (sirih pinang), yang
jumlahnya disesuaikan dengan tahta atau kedudukan calon pengantin pria. Lalu dikemukakanlah
maksud dan tujuan kedatangan yaitu untuk meminang si gadis.

c. Nyirok (ngikat)

Bisa digabungkan pada saat melamar. Ini merupakan peluang bagi calon pengantin pria untuk
memberi tanda pengikat dan hadiah bagi si gadis berupa mas berlian, kain jung sarat dan
sebagainya. Tata cara nyirok : Orang tua calon pngantin pria mengikat pinggang si gadis dengan
benang lutan (benang dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang 1 meter
dengan niat semoga menjadi jodoh, dijauhi dari halangan.

23
d. Berunding (Menjeu)

Utusan pengantin pria datang ke rumah calon mempelai wanita (manjau) dengan membawa dudul
cumbi untuk membicarakan uang jujur, mas kawin, adat macam apa yang akan dilaksanakan,
serta menentukan tempat acara akad nikah.

e. Sesimburan (dimandikan)

Sesimburan dilaksanakan di kali atau sumur dengan arak-arakan. Calon pengantin wanita
dipayunngi dengan payung gober, diiringi tetabuhan (gender, gujih dll), talo lunik. Lalu bersama
gadis-gadis dan ibu-ibu mandi bersama dan saling simbur, sebagai tanda permainan berakhir dan
sebagai tolak bala karena akan melaksanakan akad nikah.

f. Betanges (mandi uap)

Rempah-rempah wewangian (pepun) direbus sampai mendidih dan diletakan dibawah kursi.
Calon pengantin wanita duduk di atas kursi tersebut dan dilingkari tikar pandan (dikurung),
bagian atas tikar ditutup dengan tampah atau kain, sehingga uap menyebar keseluruh tubuh, agar
tubuh mengeluarkan aroma harum, dan agar calon pengantin tidak terlalu banyak berkeringat.
Betanges memakan waktu kira-kira 15-25 menit.

g. Berparas (meucukur)

Setelah betanges dilanjutkan dengan berparas, untuk menghilangkan bulu-bulu halus dan
membentuk alis agar tampak menarik dan mudah membentuk cintok pada dahi dan pelipis, dan
pada malam hari dilanjutkan memasang pacar pada kuku calon mempelai wanita.

3.2.2 PADA HARI PERNIKAHAN


a. Upacara Adat

Beberapa jenis upacara adat dan tata laksana ibal serbo sesuai perundingan akan dilaksanakan
dengan cara tertentu. Ditempat keluarga gadis dilaksanakan 3 acara pokok dalam 2 malam, yaitu:

● Maro Nanggep
● Cangget pilangan
● Temu di pecah aji
b. Upacara akad nikah atau ijab kabul

Menurut tradisi lampung, biasanya pernikahan dilaksanakan di rumah calon mempelai pria,

24
namun dengan perkembangan zaman dan kesepakatan, maka akad nikah sudah sering diadakan di
rumah calon mempelai wanita.

Rombongan calon mempelai pria diatur sebagai berikut :

● Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru bicara)
● Rombongan calon mempelai pria diterima oleh rombongan calon mempelai wanita dengan
barisan paling depan pembarep pihak calon mempelai wanita.
● Rombongan calon pengantin pria dan calon pengantin wanita disekat atau dihalangi dengan
Appeng (rintangan kain sabage/cindai yang harus dilalui).
● Setelah tercapai kesepakatan, maka juru bicara pihak calon pengantin pria menebas atau
memotong Appeng dengan alat terapang.

Baru rombongan calon pengantin pria dipersilahkan masuk dengan membawa seserahan berupa :

● dodol,
● urai cambai (sirih pinang),
● juadah balak (lapis legit),
● kue kering, dan
● uang adat.

Kemudian calon pengantin pria dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah, didudukan di kasur
usut. Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua, kedua mempelai
juga melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.

3.2.3 SESUDAH PERNIKAHAN


a. Upacara Ngurukken Majeu/Ngekuruk

Mempelai wanita dibawa ke rumah mempelai pria dengan menaiki rato, sejenis kereta roda
empat dan jepanon atau tandu. Pengantin pria memegang tombak bersama pengantin wanita
dibelakangnya. Bagian ujung mata tombak dipegang pengantin pria, digantungi kelapa tumbuh
dan kendi berkepala dua, dan ujung tombak bagian belakang digantungi labayan putih atau tukal
dipegang oleh pengantin wanita, yang disebut seluluyan. Kelapa tumbuh bermakna panjang umur
dan beranak pinak, kendi bermakna keduanya hendaknya dingin hati dan setia dunia sampai
akhirat, dan lebayan atau benang setungkal bermakna membangun rumah tangga yang sakinah
dan mawadah. pengantin berjalan perlahan diiringi musik tradisional talo balak, dengan tema
sanak mewang diejan.

25
b. Tabuhan Talo Balak

Sesampai di rumah pengantin pria, mereka disambut tabuhan talo balak irama girang-girang dan
tembakan meriam, serta orangtua dan keluarga dekat mempelai pria, sementara itu, seorang ibu
akan menaburkan beras kunyit campur uang logam.

Berikutnya pengantin wanita mencelupkan kedua kaki kedalam pasu, yakni wadah dari tanah liat
beralas talam kuningan, berisi air dan anak pisang batu, kembang titew, daun sosor bebek dan
kembang tujuh rupa, pelambang keselamapan, dingin hati dan berhasil dalam rumah tangga. Lalu
dibimbing oleh mertua perempuan, pengantin wanita bersama pengantin pria naik ke rumah,
didudukan diatas kasur usut yang digelar didepan appai pareppu atau kebik temen, yaitu kamat
tidur utama. Kedua mempelai duduk bersila dengan posisi lutut kiri mempelai pria menindih lutut
mempelai wanita. Maknanya agar kelak mempelai wanita patuh pada suaminya.

Selanjutnya siger mempelai wanita diganti dengan kanduk tiling atau manduaro (selendang dililit
di kepala),dan dimulailah serangkaian prosesi:

● Ibu mempelai pria menyuapi kedua mempelai , dilanjutkan nenek serta tante.
● Lalu ibu mempelai wanita menyuapi kedua mempelai, diikuti sesepuh lain.
● Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.
● istri kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan telunjuk tangan kiri diatas
dahi kedua mempelai secara bergantian, sambil berkata sai(1), wow (2), tigou(3), pak(4),
limau(5), nem(6), pitew(7), adekmu untuk mempelai pria Ratu Bangsawan, untuk mempelai
wanita adekmu Ratu Rujungan.
● Netang sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai mempelai wanita sambil
berkata : “Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu temban jadi cahyo begito bagiku”,
lalu dipasangkan di leher adik perempuannya, dengan maksud agar segera mendapat jodoh.
● Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula kepada gadis-gadis yang
hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.
● Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan lauk pauk lain sisa
kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat keturunan.

26
3.3 RUMAH ADAT

Rumah Adat Nuwou Sesat Nuwou berasal dari bahasa Lampung yang berarti tempat ibadah seperti
masjid, musholla, surau, Rang Ngaji atai Pok Ngajei. Persamaan kata Nuwou adalah Lamban,
Lambahana yang berarti tempat tinggal. Sedangkan Sesat atau juga disebut Bantaian adalah bangunan
tempat bermusyawarah dan penyimpanan bahan makanan. Dengan demikian Nuwou Sesat dapat
diartikan sebagai tempat berkumpul untuk bermusyawarah. Dalam perkembangan selanjutnya, Nuwou
Sesat disebut juga Sesat Balai Agung, yang juga digunakan sebagai tempat pertemuan adat sekaligus
tempat pelaksanaan upacara-upacara adat. Namun saat ini, lebih banyak digunakan sebagai tempat
tinggal seperti pada umumnya.

Rumah adat Lampung secara umum berbentuk panggung dan terdiri dari bagian bagian ruangan
tertentu yang mempunyai sebutan dan fungsi tersendiri. Atapnya terbuat dari anyaman ilalang dan
sebagian besar bahnnya terbuat dari kayu. Struktur rumah panggung pada rumah Nuwou Sesat pada
masa silam ditujukan sebagai upaya untuk menghindari serangan binatang buas bagi penghuninya.
Seperti diketahui bahwa dahulu hutan-hutan di Lampung memang mengandung kekayaan hayati yang
tinggi, sehingga memungkinkan berbagai jenis binatang buas tinggal berdampingan dengan manusia.
Selain itu, struktur panggung juga sengaja digunakan sebagai desain rumah tahan gempa.
Sebagaimana diketahui, beberapa daerah di Lampung juga dikenal berada di lempeng perbatasan antar
benua sehingga sering mengalami bencana gempa. Dengan struktur rumah panggung, dibutuhkan
sebuah tangga sebagai akses keluar masuk rumah. Dalam adat Lampung, tangga tersebut bernama Ijan
Geladak. Tangga ini terletak di bagian depan rumah sehingga sering kali dihiasi dengan ukiran-ukiran
etnik Lampung untuk mempercantik tampak depannya. Bagian depan rumah adat Lampung umumnya
juga akan dilengkapi dengan serambi kecil yang bernama anjungan. Anjungan berfungsi sebagai
tempat pertemuan kecil atau sebagai tempat bersenda gurau. Pada bagian belakang rumah biasanya
terdapat bangunan yang disebut Balai, yaitu sebuah bangunan lumbung tempat penyimpanan padi.

Dalam Bahasa Lampung dialek Nyow, rumah adat Lampung disebut dengan Nuwo. Bagi entitas
Lampung yang beradat Pepadun atau yang menganut Sistem Kepenyimbangan, rumah adatnya

27
dikenal dengan sebutan Nuwo, ada dua jenis rumah adat yaitu Nuwo Balak dan Nuwo Sesat. Nuwo
Balak aslinya merupakan rumah tinggal bagi para Kepala Adat atau Penyimbang yang dalam bahasa
Lampung juga disebut Balai Keratun. Bangunan ini terdiri dari beberapa bagian seperti Lawang
Kuri yaitu gapura masuk, Pusiban sebagai tempat tamu melapor, Ijan Geladak adalah tangga naik ke
rumah, Anjung anjung merupakan serambi depan tempat menerima tamu, Serambi Tengah adalah
tempat duduk anggota kerabat pria, Lapang Agung tempat kerabat wanita berkumpul, Kebik
Temen atau Kebik Kerumpu merupakan kamar tidur bagi anak Penyimbang Bumi atau anak
tertua, Kebik Rangek merupakan kamar tidur bagi anak Penyimbang Ratu atau anak kedua, Kebik
Tengah yaitu kamar tidur untuk anak Penyimbang Batin atau anak ketiga.

Bangunan lain adalah Nuwo Sesat yang pada dasarnya merupakan balai pertemuan adat tempat para
Perwatin pada saat mengadakan Pepung atau musyawarah adat, karenanya itu juga disebut
sebagai Sesat Balai Agung. Bagian bagian dari bangunan ini adalah Ijan Geladak, tangga masuk yang
dilengkapi dengan atap yang disebut Rurung Agung. Selanjutnya adalah Anjungan, yaitu serambi
yang digunakan untuk pertemuan kecil, lalu Pusiban sebagai ruang tempat musyawarah resmi. Ruang
Tetabuhan merupakan tempat menyimpan alat musik tradisional dan Ruang Gajah Merem sebagai
tempat istirahat bagi para Penyimbang. Hal lain yang khas di rumah sesat ini adalah hiasan payung
payung besar di atapnya (Rurung Agung) yang berwarna putih, kuning, dan merah yang
melambangkan tingkat Kepenyimbangan bagi masyarakat adat Lampung Pepadun.

Bagian dari rumah adat Lampung lainnya adalah sebagai berikut :

a. Pondasi dan Tiang Penyangga


Pondasi rumah adalah umpak batu yang berbentuk persegi. Di setiap umpak batu ditaruh tihang
duduk (tiang penyangga) yang berjumlah kurang lebih 35 tiang dan tihang induk (tiang utama)
berjumlah 20 tiang.
b. Atap Ujung bubungan
Atap Rumah Adat Lampung memusat ke titik tengah bagian paling atas yang terbuat dari kayu
bulat (disebut dengan button). Di atas kayu bulat tersebut diletakkan satu kayu bulat lagi yang
berlapis tembaga kemudian di atasnya ada 2 tingkat dari tembaga atau kuningan. Dan bagian
paling atasnya diletakkan perhiasan dari batu sesuai selera pemilik rumah.
c. Lantai
Nuwou Sesat berlantaikan bambu atau bisa disebut khesi atau papan yang berasal dari kayu
klutum, bekhatteh dan belasa.
d. Dinding
Dinding rumah merupakan susunan papan-papan kayu yang dipasang berjajar di setiap rangka
rumah dalam posisi berdiri.

28
e. Pintu dan jendela
Pintu berbentuk setangkup ganda berbentuk persegi panjang. Sedangkan jendela berbentuk sama
namun dengan ukuran yang lebih pendek. Setiap jendela dilengkapi dengan teralis dari kayu.
Terdapat 4 jendela pada bagian depan rumah, sedangkan bagian lainnya jumlah jendela
tergantung dari panjangnya badan rumah.

Pembagian ruangan Ketika memasuki Rumah Adat Lampung kita akan menemukan beberapa bagian,
yaitu:

a. Panggakh
Loteng rumah yang digunakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang adat, senjata atau
benda pusaka.
b. Ijan
Tangga menuju rumah.
c. Lepau/ Bekhanda
Ruangan terbuka luas di depan rumah seperti serambi yang digunakan sebagai ruang tamu atau
tempat Himpun (bermusyawarah adat).
d. Lapang Lom
Ruang keluarga. Digunakan sebagai tempat berkumpulnya keluarga atau acara-acara adat seperti
Himpun atau Bedua.
e. Bilik kebik
Merupakan kamar tidur utama untuk kepala keluarga.
f. Tebelayakh
Kamar tidur kedua.
g. Sekhudu
Terletak di bagian belakang yang digunakan oleh ibu-ibu.
h. Dapokh
Dapur. Terletak di bagian paling belakang rumah, terdiri dari beberapa ruangan lagi, yaitu:
gakhang atau tempat mencuci peralatan dapur dan bah lamban atau tempat penyimpanan hasil
panen.

Salah satu yang menjadi keunikan dari rumah adat Lampung adalah beragam ornamen yang sering
dipajang di setiap bilik rumahnya. Ornamen-ornamen ini berisi petuah yang diambil dari kitab kuno
peninggalan leluhur Lampung yang bernama kitab Kuntara Raja Niti. Kitab ini mengandung beberapa
prinsip yang wajib dianut oleh setiap keturunan suku Lampung. Falsafah Hidup Ulun Lampung yang
termaktub dalam kitab Kuntara Raja Niti, yaitu:

29
● Piil-Pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri)
● Juluk-Adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya)
● Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu)
● Nengah-Nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis)
● Sakai-Sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya)

Sifat-sifat di atas dilambangkan dengan ‘lima kembang penghias sigor’ pada lambang provinsi
Lampung.

3.4 TARI LAMPUNG

Ada berbagai jenis tarian yang merupakan aset budaya Provinsi Lampung. Salah satu jenis tarian yang
terkenal adalah ​Tari Sembah​ dan ​Tari Melinting​ (saat ini nama Tari Sembah sudah dibakukan
menjadi ​Sigeh Pengunten​). Ritual tari sembah biasanya diadakan oleh masyarakat lampung untuk
menyambut dan memberikan penghormatan kepada para tamu atau undangan yang datang, mungkin
bolehlah dikatakan sebagai sebuah tarian penyambutan. Selain sebagai ritual penyambutan, tari
sembah pun kerap kali dilaksanakan dalam upacara adat pernikahan masyarakan Lampung.

3.4.1 Tari Sembah

Tari Sembah (Sigeh Penguten) adalah tari tradisional indonesia yang berasal dari propinsi lampung.
Tarian ini pada awalnya bernama Tari Sembah. Namun telah begitu banyak jenis tarian sembah, maka
untuk membedakannya kemudian di bakukan menjadi Tari Sigeh Penguten. Namun pada
perjalanannya akhirnya di kenal dengan istilah Tari Sembah Sigeh Penguten.

Tari Sembah Sigeh Penguten merupakan tari adat budaya lampung yang berasal dari suku Pepadun.
Semula tarian ini di persembahkan untuk menyambut kedatangan para raja dan tamu-tamu istimewa,
sebagai cara menunjukan keramahan dan penghormatan. Mungkin karena hal ini kemudian Tari
Sembah Sigeh Penguten identik sebagai tari penyambutan. Selain diperagakan diupacara-upacara adat
serta upacara penyambutan tamu agung, Tari Sembah juga sering di peragakan di acara pernikahan
adat Lampung. Fungsinya tetap sama yaitu sebagai upacara penyambutan untuk para tamu yang hadir
di acara tersebut.

Sebagai sebuah tarian daerah, Tari Sembah Sigeh Penguten dalam setiap penampilannya sangat

30
menonjolkan ciri-ciri budaya adat istiadat Lampung. Terutama dalam busana yang dikenakan oleh
para penari. Busana yang dikenakan oleh para penari adalah busana asli daerah seperti yang
dikenakan pengantin wanita asli suku Lampung lengkap dengan siger dan tanggainya.

Busana dan atribut yang dikenakan oleh para penari Tari Sembah Sigeh Penguten antara lain adalah:

1. Sesapur adalah baju kurung bewarna putih atau baju yang tidak berangkai pada sisinya namun
pada sisi bagian bawah terdapat hiasan berbentuk koin berwarna perak atau emas yang digantung
secara berangkai (rumbai ringgit). Baju ini digunakan sebagai baju atasan para penari.
2. Kain tapis adalah kain tenun tradisional lampung yang terbuat dari bahan katun bersulam emas
dengan motif tumpal atau pucuk rebung. Kain tapis bermotif sepeti ini biasanya disebut dengan
nama kain tapis Dewasana (Dewo sanaw). Kain tapis ini biasanya di gunakan oleh para wanita
saat upacara Begawi. Kain ini digunakan sebagai baju bawahan para penari
3. Mahkota Siger Pending, yaitu ikat pinggang dari uang ringgit Belanda dengan gambar ratu
Wihelmina di bagian atas.
4. Bulu serti, yaitu ikat pinggang yang terbuat dari kain beludru berlapis kain merah. Bagian atas
ikat pinggang ini dijaitkan kuningan yang digunting berbentuk bulat dan bertahtakan hiasan
berupa bulatan kecil-kecil. ikat pinggang bulu serti dikenakan diatas pending.
5. Mulan temanggal, yaitu hiasan dari kuningan berbentuk seperti tanduk tanpa motif yang
digantungkan di leher sebatas dada.
6. Dinar, yaitu mata uang Arab dari emas yang diberi peniti dandigantungkan pada sesapur,tepatnya
di bagian atas perut.
7. Buah jukum, yaitu hiasan berbentuk buah-buah kecil di atas kain yang dirangkai menjadiuntaian
bunga dengan benang dan dijadikan kalung panjang yang dipakai melingkar mulai dari bahu ke
bagian perut sampai ke belakang.
8. Gelang burung, yaitu hiasan dari kuningan berbentuk burung bersayap yang diatasnya direkatkan
bebe yaitu kain halus yang berlubang-lubang. Gelang burung ini diikatkan pada lengan kiri dan
kanan, tepatnya di bawah bahu.
9. Gelang kana adalah sebuah gelang yang terbuat dari kuningan berukir dan gelang Arab, yang
dikenakan bersama-sama di lengan atas dan bawah.
10. Tanggai adalah hiasan yang berbentuk seperti kuku berwarna keemasan terbuat dari bahan
kuningan yang dikenakan di jari penari.
11. Mahkota Siger adalah mahkota berbentuk seperti tanduk yang ditatah hias bertitik-titik rangkaian
bunga. Siger ini berlekuk ruji tajam berjumlah sembilan buah. Disetiap puncak lekukan diberi
hiasan bunga cemara dari kuningan. Sedangkan bagian puncak siger diberi hiasan serenja bulan,
yaitu hiasan berupa mahkota kecil yang mempunyai lengkungan di bagian bawah dan beruji

31
tajam-tajam pada bagian atas serta berhiaskan bunga. Mahkota siger ini secara keseluruhan
terbuat dari bahan kuningan.

Tari Sembah di iringi dengan lantunan alat musik khas adat Lampung. Penari Tari Sembah terdiri dari
beberapa orang wanita yang mengenakan kain tapis dan mahkota siger, dan para penari dirias
menggunakan kuku palsu sehingga terlihat lentik, yang mana ada satu dari penari (pemimpin tari)
yang membawa sebuah kotak kecil yang bisanya di isi permen atau daun sirih atau rokok yang akan di
berikan kepada para tamu.

3.4.2 TARI MELINTING

Tari Melinting adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Lampung. Tarian ini
merupakan tarian klasik peninggalan Kerajaan Melinting yang ada di Lampung Timur. Tari Melinting
tergolong tarian tertua yang pernah ada di sana, karena diperkirakan tarian ini sudah ada sejak
masuknya agama Islam di Indonesia, khususnya di daerah Lampung sendiri. Tarian ini biasanya
dibawakan oleh penari pria dan penari wanita. Sering ditampilkan di berbagai acara baik acara adat
maupun acara budaya yang diselenggarakan di sana.

3.4.2.1 Sejarah Tari Melinting

Menurut sejarahnya, Tari Melinting merupakan salah satu tarian klasik peninggalan Kerajaan
Melinting yang ada di Labuhan Meringgai, Lampung Timur. Tarian ini pertama kali diciptakan pada
abad ke-16 oleh Ratu Melinting II yang bergelar Pangeran Panembahan Mas. Tari Melinting
merupakan salah satu kesenian tari yang menggambarkan Keperkasaan dan Keagungan Keratuan
Melinting. Awalnya tarian ini hanya dikenal di lingkungan kerajaan saja, dan hanya ditampilkan pada
acara gawi adat di Kerajaan Melinting. Pada saat itu tarian ini hanya bisa dibawakan oleh para putera
dan puteri Ratu Melinting saja.

Pada tahun 1958, Tari Melinting ini mulai mengalami perkembangan dan penyempurnaan. Tarian
yang awalnya hanya ditampilkan di lingkungan kerajaan ini, kemudian berkembang menjadi tarian
rakyat. Tarian ini kemudian sering ditampilkan di berbagai acara besar seperti upacara penyambutan,
perayaan, maupun acara budaya yang diselenggarakan di sana.

3.4.2.2 Fungsi Dan Makna Tari Melinting

Tarian melinting ini awalnya difungsikan sebagai tarian yang bersifat sakral dan hanya ditampilkan
pada acara gawi adat kerajaan saja. Namun seiring dengan perkembangannya, tarian ini kemudian
difungsikan sebagai tarian pertunjukan yang sering ditampilkan di berbagai acara seperti
penyambutan, acara budaya dan acara besar lainnya. Tarian ini dimaknai sebagai ungkapan rasa

32
syukur dan kebahagiaan masyarakat atas apa yang mereka dapatkan. Selain itu setiap gerakan dalam
Tari Melinting ini tentu memiliki makna dan filosofi tersendiri di dalamnya.

3.4.2.3 Pertunjukan Tari Melinting

Tari Melinting biasanya dibawakan oleh penari pria dan penari wanita. Untuk jumlah para penari
biasanya terdapat 8 penari yang terdiri dari 4 penari pria dan 4 penari wanita. Dengan menggunakan
busana adat serta diiringi oleh alunan musik pengiring, penari menari dengan gerakannya yang khas
dan menggunakan kipas sebagai atribut menarinya.

Dalam pertunjukan Tari Melinting biasanya dibagi menjadi beberapa babak, diantaranya babak
pembuka, babak kugawo ratu, babak knui melayang, dan babak penutup. Pada babak pembuka ini
penari memberikan penghormatan kepada para tamu. Kemudian pada babak kugawo ratu
menggambarkan kelemahlembutan penari wanita dan kelincahan serta keperkasaan penari pria.
Sedangkan pada babak knui melayang menggambarkan keagungan dan keanggunan para penari. Lalu
pada babak penutup diakhiri dengan salam dan penghormatan dari para penari.

Gerakan para penari pria dan penari wanita dalam Tari Melinting ini pada dasarnya berbeda. Gerakan
para penari pria biasanya didominasi oleh gerakan yang lincah dan dinamis. Gerakan tersebut meliputi
gerakan babar kipas, jong sumbah, sukhung, sekapan balik palau, kenui melayang nyiduk, salaman,
suali, niti batang, luncat kijang, dan lapah ayun. Sedangkan para penari wanita lebih didominasi
gerakan yang lembut yang meliputi gerakan babar kipas, jong sumbah, sukhung, sekapan, timbangan/
terpipih mabel melayang, ngiyau bias, nginjak lado, nginjak tahi manuk, dan lapah ayun.

3.4.2.4 Pengiring Tari Melinting

Dalam pertunjukan Tari Melinting biasanya diiringi oleh alunan musik tradisional yang terdiri dari
kalo bala (kelittang), gong, gendang dan beberapa alat musik tambahan lainnya. Fungsi musik pada
seni tari ini ada tiga, yaitu sebagai pengiring, pemberi suasana, dan ilustrasi. Musik tradisional
dimainkan secara apik dan dipadukan dengan gerakan para penari. Setiap babak dalam Tari Melinting
ini biasanya diiringi dengan irama yang berbeda, karena harus menyesuaikan dengan gerakan para
penari.

3.4.2.5 Kostum Tari Melinting

Kostum yang digunakan para penari dalam pertunjukan Tari Melinting biasanya merupakan pakaian
tradisional. Untuk kostum para penari wanita biasanya menggunakan siger bercadar bunga pandan

33
Subang, kalung buah jukum, gelang kano, bulu seretei, gelang rui sesapurhanda, tapis, dan jungsarat.
Sedangkan untuk kostum para penari pria biasanya menggunakan kopiah emas, kembang melur bunga
pandan, buah jukum, jungsarat, papan jajar, bulu seretei, sesapur handap, injang tuppal, dan celana
reluk belanga. Fungsi rias adalah memberikan bantuan dengan jalan memberikan dandanan atau
perubahan pada pemain hingga berbentuk suasana yang cocok dan wajar.

3.4.2.6 Perkembangan Tari Melinting

Dalam pertunjukannya, Tari Melinting masih terus dilestarikan dan dikembangkan hingga sekarang.
Berbagai kreasi dan variasi dalam segi gerak, kostum, dan musik pengiring juga sering ditambahkan
di setiap pertunjukannya agar terlihat menarik namun tidak meninggalkan keaslian dan ciri khasnya.
Tari Melinting ini juga masih sering ditampilkan di berbagai acara seperti penyambutan tamu agung,
acara adat dan acara besar lainnya.

Selain itu tarian ini juga sering ditampilkan di berbagai acara budaya seperti pertunjukan seni, festival
budaya, bahkan promosi pariwisata. Hal ini tentu dilakukan sebagai salah satu usaha untuk
melestarikan serta memperkenalkan kepada generasi muda dan masyarakat luas akan warisan budaya,
khususnya Tari Melinting ini.

3.5 ADAT TRADISIONAL

Jika Orang Lampung berpesta, seperti juga semua suku lainnya di nusantara, maka terlihatlah para
pesertanya mengenakan pakaian dan hiasan yang diperuntukkan bagi keperluan itu. Busana pesta.
Satu yang menonjol hiasan penduduk yang mukim di ujung Selatan Pulau Sumatera itu adalah siger.
Perhiasan kepala yang terbuat dari logam yang umumnya emas dengan batu permata. Siger atau
perhiasan kepala dipakai kalangan perempuan ketika mengikuti upacara, terutama ketika
beriring-iring dalam anjau-anjau marga, ketika dijemput, dan ketika menari. Tariannya disebut
cangget.

3.5.1 Apakah Cangget itu?

Menurut Depdikbud dalam Ensiklopedi Tari Indonesia, Jakarta 1984. Tari Cangget adalah tari tradisi
Lampung yang dilakukan oleh sedikitnya 20 orang penari wanita dan 2 orang penari pria yang
berpakaian adat. Pakaian wanita: siger, tapis, selapai, bebe, tangkal, serambi bulan, pending, gelang
burung, kano, ruwi, dan betulu. Pakaian pria: kopiah emas, baju dan celana putih, betupai, selempang
pinang, tangkal, pending, keris, kano, ruwi, gelang burung. Seorang wanita menari di atas talam
dengan gerak tangan kenui melayang dan kaki kesekh. Sedangkan gerak penari pria bergaya igel.

34
Musik pengiring tabuh kulintang dengan irama lagu Hujan Lijung. Tari Cangget dilaksanakan dalam
rangka upacara adat atau begawi, sebagai kebesaran dan kehormatan.

3.5.2 Begawai Cakak Pepadun

Cangget dilaksanakan pada malam terakhir ​begawai cakak pepadun​. Siang hari dilaksanakan
anjau-anjau marga. Menurut tata cara Adat Lampung ada dua pihak yang melaksanakan begawai atau
gawi. Yaitu pihak pelaksana adat yang diwakili panitia gawi dengan tamu-tamu yang datang
memenuhi undangan. Segala yang berhubungan dengan pelaksanaannya menjadi tanggung jawab
panitia. Misalnya dalam mengatur siapa saja yang akan menari, bagaimana caranya, dan apa saja
kelengkapan sesuai martabat dan fungsinya dalam strata kemasyarakatan. Hal mana turun kepada
generasi penerus dalam mengambil peran adat. Satu episode cangget yaitu bagaimana bila muda-mudi
menari menjadi titik perhatian utama. Ternyata di balik semua aturan-aturan ketat pelaksanaan adat
adalah bermakna sekali dalam kehidupan mereka. Tari muda-mudi atau cangget muda-mudi adalah
tari khusus seperti dituturkan tokoh adat Sutan Jaya Sejati, terutama ketika Orang Abung yang
bermukim di Lampung Tengah melaksanakan upacara begawai dimana dilaksanakan kesenian
Lampung diantaranya cangget. Suatu kesenian tentulah mengakar pada tradisi. Yang sudah dilakukan
secara turun temurun dan tertinggal sebagai suatu tradisi. Tradisi itu baik tertulis maupun lisan dapat
ditarik ke garis awalnya yang bisa jadi pada satu titik lepas-konteks. Dengan demikian ada satu bidang
yang sebetulnya bebas penafsiran. Adapun keterangan mereka disampaikan secara apa-adanya.
Karena mereka pelaku adat. Mereka berbicara sebagaimana mereka lakukan pada umumnya. Adapun
statemen tentang tradisi disampaikan oleh sesepuh adat Sutan Makdum Sakti dengan fokus Legenda
Sang Ruwa Jurai.

Yang terakhir keterangan tentang pelaksanaan adat seperti anjau-anjau marga dimana para tamu
disambut dengan suatu tatakrama yang baku menurut adat kebiasaan masyarakat tradisional Lampung
Tengah. Upacara penyambutan tamu nantinya akan dijelaskan Sutan Rajo Negeri.

3.5.3 Lapan Sala Lapan

Cangget sebagai ekspresi budaya Lampung pada umumnya, dan secara khusus di Lampung Tengah
berada pada suatu rangkaian kegiatan upacara adat. Kegiatan itu dinamakan gawi. Berhubungan
dengan tata cara melaksanakan cangget, seorang dari panitia Sutan Jaya Sejati yang menjadi asisten
protokol gawi menguraikan maknanya: “Cangget itu namanya cangget pepadun atau cangget
istilahnya mengurai bumi terdiri dari cangget turun mandi, cangget siasat bekatan, dan cangget
pepadun. Pada hari H-nya atau sebelum mencapai puncaknya ada tari muda-mudi. Tari muda-mudi itu
artinya muda-mudi bersukaria. Bisa juga muda-mudi yang ada di marga Kunang. Bisa juga dari
marga-marga lain, atau dari kampung lain yang melambangkan bersukaria bahwa salah satu
kawan-kawannya mau menumpang nari boleh melapor ke panitia gawi. Nanti panitia gawi atur sesuai

35
dengan ini anak siapa, lawannya anak siapa. Kalau dia anak sutan dengan anak sutan. Anak susuhunan
dengan anak susuhunan. Dan anak pangeran dengan anak pangeran. Nanti panitia gawi, saya sebagai
protokol panitia gawi akan panggil. Sesudah kita pakaikan, istilah Lampung kita dedan sesuai dengan
apa yang jadi pakaian dia. Kalau dia anak sultan kita pergunakan payung adat, payung kuning, awan
telapak dan jalananda. Kalau ia anak raja kita beri penjaga sesuai dengan pangkat kerajaan bahwa
bapaknya ini tokoh atau raja di kampungnya atau marganya. Kalau selesai kita panggil. Lalu
dipilah-pilah. Kalau anak pangeran dengan anak pangeran. Tidak boleh anak sutan dengan anak
pangeran. Anak susuhunan mau lapan anak pangeran tidak bisa, kecuali ada persetujuan orangtuanya.
Kami tidak mau disalahkan kalau ada gugatan nanti. Sebelum dipanggil sudah diberitahu. Jangan
lapan sala lapan. Artinya jangan sampai salah ke delapan kalinya.”

Demikian keterangan Sutan Jaya Sejati yang bertindak sebagai asisten protokol gawi.

3.5.4 Anjau-anjau Marga

Sutan Makdum Sakti yang dalam hal ini bertindak sebagai penasehat adat marga Kunang,
mengutarakan latar belakangnya. “Sang Ajisaka menurunkan Kunang, Beliuk, Anaktuho dan
Kerajaan Tulangbawang berikut pemuka Pak di Way Kanan. Setelah pecah dari Keratuan
Pemanggilan terbentuklah Abung 9 Marga. Antara marga-marga itu: Unyai, Unyi, Nuban, Subing,
Beliuk, Selagai, Kunang, Anaktuho.”

Jadi Kunang adalah bagian dari Abung 9 Marga. Prosesi yang dilakukan hari ini adalah anjau-anjau
marga. Anjau-anjau dari marga Unyi dan marga Pak Sekala Brak Buay Pernong dan marga-marga
yang ada di kampung kagungan marga Kunang. Begitulah upacara adat yang sedang dilakukan bila
kita melakukan upacara adat yang dinamakan begawi, gawi Lampung.

Setiap gawi Lampung ada anjau-anjau antara kedua pihak. Pihak dimana yang mengambil dengan
pihak dimana yang diambil.”

Para undangan yang datang berombongan dipimpin rajanya dan didampingi para bangsawan yang
lengkap dengan para pengawal. Panitia gawi menyambutnya dan mempersilahkan yang datang
memasuki tempat yang disediakan. Pelaksanaannya berlangsung menurut tata cara gawi Lampung
yang berlaku di Lampung Tengah menurut adat Abung 9 Marga.

3.5.5 Cangget

Sutan Rajo Negeri adalah orang yang paling sibuk dalam kegiatan itu karena sebagai panitia pesta
menjadi protokolnya. Dalam melaksanakan tugasnya Sutan Rajo Negeri menjadi tokoh sentral karena
memerlukan pengetahuan khusus tentang jalannya upacara. Apalagi bahasa yang digunakan harus
berformat baku dan mengacu kepada fungsi dan posisi para undangan yang datang silih berganti.
Adapun tentang pelaksanaan adat seperti anjau-anjau marga dimana para tamu disambut dengan suatu

36
tatakrama yang baku menurut cara Lampung Tengah, begini menurut Sutan Rajo Negeri yang
bertugas sebagai protokol panitia gawi.

“Prosesi pedang itu tadi adalah untuk menjaga raja-raja yang ada dan sekaligus menunggu raja-raja
yang datang menaiki rato balak ditarik naga dan dibayang-bayangi burung garuda. Dan yang
menunggu itu adalah memakai alat serano, panji nanda, payung kuning, awan telapak, dan ditunggu
tuho-tuho, purwati tuho-tuho, purwana dan purwani mulimanai. Atau ditunggu dengan kebesaran.”

Setelah para undangan menempati posisi masing-masing maka urutan selanjutnya adalah menjamu
tamu dan mengantarnya. Pada malamnya khususnya pada malam terakhir begawai cakak pepadun
diselenggarakanlah cangget. Sebelumnya diadakan penjemputan. Dalam penjemputan itulah calon
penari diarak masuk ke tempat pesta dimana arena tari akan diadakan. Pelaksanaannya sangat rumit,
bertele-tele, boros waktu, dan menegangkan. Mendukung apa yang disampaikan tadi maka disini
peran protokol sangat penting karena sudah sifatnya orang timur perhatian sekali terhadap bahasa
sanjung-menyanjung. Dan ini bukan basa-basi. Seperti kelengkapan pesta juga. Yang penting jangan
sampai ’lapan salah lapan,’ Ungkapan Sutan Jaya. Kalau salahnya baru 7X tak apa-apa, masih
dimaafkan. Begitukah bapak-bapak?

3.6 MAKANAN KHAS LAMPUNG

3.6.1. SERUIT

Seruit adalah makanan khas Provinsi lampung yaitumasakan ikan yang digoreng atau dibakar
dicampur sambel terasi, tempoyak (olahan durian) atau mangga. Jenis ikan adalah besarnya ikan
sungai seperti belide, baung, layis dll, ditambah lalapan. Sedangkan minumannya adalah serbat,
terbuat dari jus buah mangga kwini. Di toko-toko makanan dan
oleh-oleh, juga terdapat makanan khas yaitu sambel Lampung,
lempok (dodol), keripik pisang, kerupuk kemplang, manisan
dll.

Untuk menikmatinya, seruit harus ditambahkan dengan

37
tempoyak, yakni durian yang sudah diawetkan dan dihaluskan. Tak ketinggalan untuk menambahkan
beberapa jenis lalapan, seperti daun kemangi timur, terong baker, jengkol, dan daun jambu monyet.
Bahan tambahan ini kemudian dicampurkan dan diaduk menjadi satu. Setelah itu, seruit pun siap
dinikmati dengan nasi hangat. Di Lampung, salah satu rumah makan yang menyediakan menu seruit
adalah Rumah Makan Rusdi Gendut. Rumah makan ini terletak di Jalan Pangeran Tirtayasa
Sukabumi, Bandar Lampung. Lokasinya cukup strategis karena terletak di pinggir jalan utama.
Rumah makan milik Rusdi ini adalah rumah makan yang menjual makanan khas Lampung. Ia berdiri
pada Januari 2010.

3.6.2 KERUPUK KEMPLANG KHAS LAMPUNG

Kemplang adalah kerupuk khas dari lampung, sumatera


selatan dan sekitarnya.Kerupuk ini cukup istimewa
karena tidak digoreng dengan minyak melainkan di
panggang sehingga tidak mengandung minyak goreng, ini
bagus sekali buat yang mengurangi goreng-gorengan.
Keenakan Kemplang sudah sangat terkenal karena
disamping gurih juga tidak mengenyangkan sehingga bisa
dimakan sebagai cemilan. biasanya makan Kemplang
dengan cocolan sambel atau juga dengan cuka, rasanya muantep dijamin akan membuat kita
ketagihan.

Untuk mendapatkannya sekarang tidaklah sulit karena sudah banyak dijual di pasar maupun di
supermarket-supermarket. dilampung sendiri sangat mudah ditemukan dengan harga mulai dari Rp.
1000 s/d Rp, 25.000 per bungkusnya tergantung banyaknya dan kandungan ikannya.

Jadi, panganan ini bisa direkomendasikan sebagai oleh-oleh ketika kita berkunjung ke Lampung dan
sekitarnya.

3.2.3 KERIPIK PISANG

Kripik Pisang Khas Lampung tersedia beberapa rasa


yaitu keju, coklat, strawberry, susu, mocca, melon,
sapi panggang, balado, dan sebagainya. Lampung
merupakan daerah penghasil pisang. Di salah satu
daerah Lampung terdapat central pembuatan keripik
pisang serta tempat penjualan oleh-oleh khas

38
lampung.

3.6.4 PINDANG

Pindang biasanya disuguhkan dalam mangkuk berukuran


sedang dengan kuah hangat berwarna kuning. Uniknya,
Pindang Lampung terasa asam gurih, seperti Tom Yam
dari Thailand. Aroma kuahnyapun lebih harum berkat
daun kemangi yang dicampur di dalam kuahnya. Ada
beberapa jenis pindang yang ditawarkan, Bawung
Pindang Nanas, Cumi Pindang Kemangi dan Udang
Pindang. Harganyapun berkisar antara Rp. 10.000,- s/d
Rp. 12.500,- perporsi.

Untuk menghidangkannya, taruh di dalam piring besar dan diatur sedemikian rupa agar nampak
menarik. Dengan komposisi bahan seperti ini, maka makanan ini cukup dihidangkan untuk sekeluarga
atau 8 orang. Peralatan yang digunakan dalam pengolahan masakan ini adalah baskom untuk tempat
mencuci ikan, sengkal (cobekan) untuk menggiling bumbu, pisau, parutan kelapa, serta piring untuk
menghidangkannya.

3.6.5 GABING

Gabing ialah makanan khas lampung yang terbuat dari


batang kelapa muda. Wah pasti banyak nih para pembaca
yang belum makan atau belum pernah dengar. Ya, batang
kelapa muda tersebut di potong dengan ukuran sedang,
setelah itu di sayur dengan kuah santan. Rasa yang di
berikan oleh batang kelapa ini adalah rasa manis dan gurih.

39
Apabila di gigit, rasa yang di timbulkan ialah rasa unik dan menarik.

3.6.6 SAMBAL LAMPUNG

Sambal dari salah satu daerah di Sumatera ini memang


sangat terkenal karena rasanya yang super pedas.
Sambal ini dikemas dalam botol-botol kaca kecil
sehingga sangat praktis. Mau dinikmati langsung atau
dimasak bersama lauk-pauk lainnya pun menjadi
mudah.

Lampung bisa dibilang bukan hanya terkenal akan


ragam makanannya seperti keripik pisang, tempoyak, atau pempek saja. Sambal Lampung merupakan
salah satu oleh-oleh yang seringkali diburu. Sambal botolan ini populer karena rasanya yang sangat
pedas menyetrum lidah sehingga menciptakan sensasi tersendiri.

Di daerah asalnya sendiri, sambal Lampung biasa dijual dengan merk-merk yang beragam sebut saja
yang populer Sambal Lampung Yen Yen atau Sambal Lampung Ny.Lily. Sebenarnya sambal ini
diracik dari bahan-bahan sederhana seperti ulekan kasar cabai rawit merah, bawang putih lalu diberi
garam dan cuka. Tak heran kalau biji cabai banyak mendominasi sambal ini.

Selain enak dinikmati begitu saja bersama lauk-pauk, sambal ini juga enak dibubuhkan untuk
menikmati bakso, nasi goreng, dan bumbu telor dadar. Rasa bawang yang menonjol serta setruman
cabai nan pedas menjadi ciri khas sambal yang memiliki penggemar tersendiri ini.

Sebotol sambal Lampung ini dihargai Rp 14.000,00 - Rp 16.000,00. Kini penggemar pedas tak perlu
jauh-jauh pergi ke Lampung untuk menikmatinya, sebab di beberapa toko oleh-oleh di Jakarta dan
supermarket sambal ini sudah tersedia meski dengan harga yang sedikit lebih mahal.

3.6.7 GEGUDUH

Geguduh adalah penganan khas Lampung yang terbuat


dari pisang yang dihaluskan dan dicampur dengan terigu,
dimasak dengan cara digoreng, penganan isi memiliki
citarasa manis karna menggunakan jenis pisang tertentu.

40
3.6.8 GULAI TABOH

Gulai Taboh, adalah kuliner khas Lampung yang juga dapat


diartikan sebagai gulai santan. Gulai ini biasanya berisi khattak
atau kacang kacangan seperti kacang/khattak gelinyor, kacang
merah/khattak ngisi, kacang panjang/khattak kejung, khattak
tuwoh, rebung, kentang dan lain lain.

3.6.9 LAPIS LEGIT

Lapis legit adalah kue berlapis-lapis dengan aroma bumbu


yang harum. Pembuatan kue walaupun tidak sulit tapi perlu
sedikit ketelatenan karena kue harus dipanggang selapis demi
selapis.

3.6.10 SAMBAL TEMPOYAK

Tempoyak adalah masakan yang berasal dari buah durian


yang difermentasi. Tempoyak merupakan makanan yang

41
biasanya dikonsumsi sebagai lauk teman nasi. Tempoyak juga dapat dimakan langsung (hal ini jarang
sekali dilakukan, karena banyak yang tidak tahan dengan keasaman dan aroma dari tempoyak itu
sendiri). Selain itu, tempoyak dijadikan bumbu masakan.

Citarasa dari Tempoyak adalah masam, karena terjadinya proses fermentasi pada daging buah
durianyang menjadi bahan bakunya. Tempoyak dikenal di Indonesia, serta Malaysia. Di Lampung,
Tempoyak menjadi bahan dalam hidangan Seruit atau campuran dalam sambal

3.6.11 ENGKAK

Kue engkak ketan merupakan jenis kue basah khas nusantara


yang populer di daerah Palembang, Sumatera Selatan,
Lampung dan mungkin daerah sumatera lainnya. kue ini
bahan dasarnya dominan ke telur dan mentega. Dipanggang
berlapis lapis dengan menggunakan loyang (cetakan).

3.7 PARIWISATA

Tempat pariwisata di Provinsi Lampung terdiri dari pantai hingga objek wisata alam di Lampung yang
mempesona sangat cocok untuk menghabiskan liburan kita. ​Tahun 2009 Pemerintah Provinsi
Lampung mencanangkan tahun kunjungan wisata. Jenis wisata yang dapat dikunjungi di Lampung

42
adalah Wisata Budaya di beberapa Kampung Tua di Sukau, Liwa, Kembahang, Batu Brak, Kenali,
Ranau dan Krui di Lampung Barat serta Festival Sekura yang diadakan dalam seminggu setelah Idul
Fitri di Lampung Barat, Festival Krakatau di Bandar Lampung, Festival Teluk Stabas di Lampung
Barat, Festival Teluk Semaka di Tanggamus, dan Festival Way Kambas di Lampung Timur. ​Sepuluh
tempat pariwisata yang mempesona dan wajib dikunjungi yaitu :

3.7.1 Pantai Pasir Putih

Terletak sekitar 20 KM dari kota Bandar Lampung, Pantai Pasir Putih adalah salah satu tempat wisata
di Lampung yang paling favorit karena dekat dengan ibukota, hanya membutuhkan waktu perjalanan
sekitar 20 menit saja untuk dapat menikmati pantai yang menyegarkan mata ini. Sesuai dengan
namanya, pantai ini mempunyai pasir yang berwarna putih, dilengkapi dengan pepohonan yang
melambai tertiup angin dan lautan yang bewarna biru. Tempat wisata ini juga merupakan tempat
wisata akhir pekan favorit warga Bandar Lampung sehingga jangan kaget bila berkunjung pada akhir
pekan dan mendapati keramaian.

3.7.2 Teluk Kiluan

43
Kiluan adalah salah satu tempat wisata di Lampung yang paling terkenal karena pengalaman unik
yang ditawarkannya. Pengalaman seperti apa yang dapat Anda nikmati di Teluk Kiluan? Seperti di
Pantai Lovina, Bali, Teluk Kiluan menawarkan pengalaman melihat lumba-lumba langsung di
habitatnya. Sensasi melihat lumba-lumba di lautan sangatlah berbeda dengan pada saat Anda melihat
lumba-lumba yang telah dijinakkan. Waktu terbaik untuk melihat lumba-lumba di Teluk Kiluan
adalah pada bulan April hingga September di mana sedang musim kemarau. Saran saya, sebelum
berangkat bertanyalah dahulu pada pengelola homestay mengenai cuaca dan keberadaan
lumba-lumba, karena kemunculan lumba-lumba secara alami di Teluk Kiluan sangat dipengaruhi oleh
cuaca.

3.7.3 Taman Nasional Way Kambas

Taman Nasional Way Kambas merupakan salah satu taman nasional yang berumur paling tua di
Indonesia. Taman Nasional Way Kambas adalah taman nasional yang berfokus pada pelatihan dan
pelindungan gajah, sehingga hal yang wajib dilihat di Taman Nasional Way Kambas adalah gajahnya.
Selain gajah, Taman Nasional Way Kambas juga melindungi beberapa hewan yang hampir punah
seperti Harimau Sumatera dan Badak Sumatera. Taman Nasional Way Kambas berlokasi sekitar 2 jam
perjalanan dari kota Bandar Lampung. Untuk dapat masuk ke kawasan ini, Anda harus memperoleh
ijin yang dapat diperoleh di gerbang masuk Taman Nasional Way Kambas. Di sini Anda dapat

44
melihat berbagai pertunjukan gajah, misalnya sepak bola gajah, menaiki gajah, dan lain-lain.
3.7.4 Pulau Kubur

Pulau Kubur mungkin terdengar seram bagi sebagian orang, namun sebenarnya Pulau Kubur adalah
surganya para pecinta kegiatan memancing. Menurut cerita warga setempat, pulau ini dinamai Pulau
Kubur karena dulunya pulau ini digunakan untuk acara penaburan abu jenazah. Berlokasi di Teluk
Lampung, pulau ini dapat dicapai dengan menggunakan perahu dalam waktu kurang lebih 20 menit.
Pulau Kubur relatif sepi pada hari-hari biasa, namun pada hari libur dapat terlihat cukup banyak
wisatawan yang datang untuk memancing. Ikan di sekitar Pulau Kubur sangat banyak dan beragam
karena ada banyak karang besar yang merupakan habitat ikan di sekitar Pulau Kubur.

3.7.5 Menara Siger

Menara Siger adalah bangunan indah berwarna kuning yang saat ini sudah menjadi ikon Lampung.
Berdiri cantik di atas sebuah bukit, Menara Siger adalah titik nol jalan lintas Sumatera yang sudah
menjadi salah satu tempat transit dan tempat wisata di Lampung. Untuk dapat memasuki kawasan
Menara Siger, Anda harus membayar tiket masuk dan biaya parkir yang tidak mahal. Menara Siger
adalah bangunan kebanggan masyarakat provinsi Lampung karena mempunyai arsitektur tradisional
khas Lampung.

45
3.7.6 Air Terjun Putri Malu

Terletak di wilayah Way Kanan, Air Terjun Putri Malu adalah salah satu tempat wisata di Lampung
yang mungkin jarang Anda dengar namanya. Nama unik Air Terjun Putri Malu berasal dari bentuk air
terjun yang bengkok sehingga terkesan seperti malu-malu. Air Terjun Putri Malu mempunyai
ketinggian kurang lebih 80 meter, dilengkapi dengan lingkungan yang asri dan sejuk. Air Terjun Putri
Malu banyak dikunjungi oleh para pecinta alam yang kemudian berfoto-foto dan berenang di danau
yang ada di bawah Air Terjun Putri Malu. Selain itu, di lokasi ini Anda juga dapat menikmati wisata
panjat tebing, berkemah, dan trekking.

3.6.7 Gunung Krakatau

Gunung Krakatau tentu semua orang sudah pernah mendengarnya. Terletak di Selat Sunda, Gunung
Krakatau adalah tempat wisata di Lampung yang menawarkan tidak hanya wisata pegunungan,

46
melainkan juga wisata bahari. Gunung Krakatau dahulu kala pernah meletus pada tahun 1883,
sekarang telah menjadi tempat wisata yang terkenal. Saat ini Gunung Krakatau sudah menjadi daerah
konservasi alam, oleh karena itu, untuk memasuki area Gunung Krakatau, Anda harus memiliki ijin
terlebih dahulu. Ijin ini dapat diperoleh dari balai konservasi Lampung.

3.7.8 Taman Wisata Lembah Hijau

Taman Wisata Lembah Hijau mulai dibuka pada tahun 2006. Mempunyai lahan seluas kurang lebih
30 hektar, Taman Wisata Lembah Hijau adalah tempat wisata di Lampung yang mempunyai konsep
cagar alam, budaya, dan adat. Dari 30 hektar tersebut, 80%-nya adalah areal alami dan sisanya adalah
bangunan. Mempunyai taman rekreasi, water boom, dan kebun binatang mini, Taman Wisata Lembah
Hijau adalah tempat wisata yang cukup lengkap untuk wisata keluarga. Harga tiket masuk Taman
Wisata Lembah Hijau adalah Rp10.000. Untuk dapat masuk ke areal water boom, Anda harus
membayar tambahan harga tiket sebesar Rp35.000/orang. Water boom sendiri adalah wahana paling
favorit di Taman Wisata Lembah Hijau.

3.7.9 Pantai Tanjung Setia

Pantai Tanjung Setia adalah alternatif bagus untuk para pecinta selancar yang sudah bosan berselancar
di Pantai Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Terletak di sisi barat Lampung, Pantai Tanjung Setia
mempunyai salah satu ombak terbaik di dunia, menurut para peselancar yang telah mencoba tantangan
selancar di Pantai Tanjung Setia. Lokasinya memang cukup jauh, sektiar 270 KM dari Bandar
Lampung, dan membutuhkan waktu sekitar 6 jam untuk mencapainya, namun tidak perlu kuatir,
pecinta selancar tidak akan kecewa! Mengingat lokasinya yang lumayan jauh dan terpencil, Pantai
Tanjung Setia mempunyai kondisi yang baik dan tidak rusak oleh kegiatan manusia, bagaikan mutiara
yang bersembunyi dengan sempurna.

47
3.7.10 Taman Purbakala Pugung Raharjo

Terletak di Desa Pugung Raharjo, Taman Purbakala Pugung Raharjo adalah kompleks peninggalan
kebudayaan masa lalu. Berlokasi sekitar 52 Km dari kota Bandar Lampung, Taman Purbakala Pugung
Raharjo mempunyai koleksi peninggalan purbakala berupa kuburan batu, meja batu, altar batu, batu
mayat, dan lain-lain. Wisata sejarah ini memang kurang begitu diminati oleh anak muda jaman
sekarang, namun tidak ada salahnya mencoba jenis wisata ini supaya tidak bosan.

48
3.8 AKSARA

Penelitian ilmiah tentang bahasa dan aksara Lampung dipelopori oleh Prof. Dr. Herman Neubronner
van der Tuuk melalui artikel “Een Vergelijkende Woordenlijst van Lampongsche Tongvallen” dalam
jurnal ilmiah Tijdschrift Bataviaasch Genootschap (TBG), volume 17, 1869, hal. 569-575, serta
artikel “Het Lampongsch en Zijne Tongvallen”, dalam TBG, volume 18, 1872, hal. 118-156,
kemudian diikuti oleh penelitian Prof. Dr. Charles Adrian van Ophuijsen melalui artikel
“Lampongsche Dwerghertverhalen” dalam jurnal Bijdragen Koninklijk Instituut (BKI), volume 46,
1896, hal. 109-142. Juga Dr. Oscar Louis Helfrich pada 1891 menerbitkan kamus
Lampongsch-Hollandsche Woordenlijst. Lalu ada tesis Ph.D. dari Dale Franklin Walker pada
Universitas Cornell, Amerika Serikat, yang berjudul A Grammar of the Lampung Language (1973).

Menurut Prof. C.A. van Ophuijsen, bahasa Lampung tergolong bahasa tua dalam rumpun
Melayu-Austronesia, sebab masih banyak melestarikan kosakata Austronesia purba, seperti apui, bah,
balak, bingi, buok, heni, hirung, hulu, ina, ipon, iwa, luh, pedom, pira, pitu, telu, tuha, tutung, siwa,
walu, dsb. Prof. H.N. van der Tuuk meneliti kekerabatan bahasa Lampung dengan bahasa-bahasa
Nusantara lainnya. Bahasa Lampung dan bahasa Sunda memiliki kata awi (bambu), bahasa Lampung
dan bahasa Sumbawa memiliki kata punti (pisang), bahasa Lampung dan bahasa Batak memiliki kata
bulung (daun). Hal ini membuktikan bahwa bahasa-bahasa Nusantara memang satu rumpun, yaitu
rumpun Austronesia yang meliputi kawasan dari Madagaskar sampai pulau-pulau di Pasifik.

Saat ini, Penggunaan Aksara Lampung tidak seumum penggunaan ​huruf latin​. ​Ulun Lampung​ sendiri
lebih banyak menggunakan ​huruf latin​ untuk menulis ​Bahasa Lampung​. Oleh kaum muda,
penggunaan Aksara Lampung biasanya dipakai untuk menulis hal yang bersifat pribadi seperti buku
harian dan surat cinta. Selain itu, tidak sedikit yang menulis ​Bahasa Indonesia​ dengan menggunakan
Aksara Lampung.

Penggunaan Aksara Lampung bisa kita lihat pada penulisan nama jalan di Provinsi ​Lampung​. Selain
itu, penggunaan Aksara Lampung juga bisa kita lihat pada logo provinsi, kabupaten, dan kota di
Provinsi Lampung.

49
Angka dalam Aksara Lampung

Aksara Lampung

50
Anak huruf dalam Aksara Lampung

51

Anda mungkin juga menyukai