Anda di halaman 1dari 12

SEJARAH KOTA SUKABUMI

Disusun oleh: Irman Firmansyah, S. Sos, MM


Ketua Bidang Riset dan Kesejarahan Paguyuban SoekaboemiHeritages
Dirangkum dari buku Soekaboemi The Untold Story dan Buku Kota Sukabumi Menelusuri Jejak Masa Lalu

Kota Sukabumi merupakan Kota yang dibentuk oleh pemerintahan Kolonial, bahkan
namanya sendiri diperkenalkan oleh seorang kolonis yang menjadi administratur wilayah ini
yaitu Andries De Wilde. Jauh sebelum terbentu
terbentuknya
knya kota Kolonial, wilayah ini merupakan
tempat singgah para nomaden yang kemudian tinggal di pinggir pinggir-pinggir
pinggir sungai yang
mengaliri kota ini yang menyediakan kebutuhan utama manusia yaitu air. Seiring waktu
berjalan mereka mulai membangun kebudayaan perta pertanian
nian bahkan budaya spiritual,
beberapa tempat
pat menjadi altar spiritual mereka misalnya di kadudampit sebelah barat kota
dan di kampung tugu sebelah timur kota yang masuk wilayah Kabupaten.

Sekitar hampir 2000 tahun yang lalu wilayah ini masuk kedalam pengaruh Tanjung Kidul,
sebuah kerajaan bawahan (mandala) dari Salakanagara (Versi naskah Wangsakerta).
Wangsakerta) Catatan
mengenai keberadaan masyarakat awal di wilayah Kota Sukabumi sekarang memang belum
terungkap jelas dan baru berupa dugaan
dugaan, namun bukti-bukti keberadaan
eradaan masyarakat pada
masa kerajaan Hindu-Budha
Budha sudah ditemukan, bahkan bisa kita sebut sebagai peradaban.
Laporan kepurbakalaan Jawa Barat tahun 1914 yang dibuat NJ Krom menyebutkan temuan
sebuah patung perunggu Amoghapaca dengan prasasti dari raja KartKartanegara
anegara dan sebuah
gagang cermin berisi prasasti di Kota Sukabumi, benda
benda-benda
benda yang dimiliki oleh Dr.
Widerhold, penduduk Sukabumi yang pernah tinggal di Surabaya, belum teridentifikasi
secara detail apa dan bagaimana masyarakat Sukabumi saat itu. Kemudian temuan senjata
kebesaran dari perunggu yang terkubur dalam tanah di Rawa Uncal Sudajaya, menunjukkan
adanya wilayah militer di Sukabumi pada masanya.

Pada masa Tarumanegara, jika ika mengacu pada ssumber Carita Parahyangan Sakeng Bhumi
Jawa Kulwan Pratama Sargah gah terjemahan Atja dan Ekadjati, jalan yang membelah kota
Sukabumi juga dimungkinkan an sudah ada sejak jaman Tarumanegara dan sudah digunakan
oleh iring-iringan
iringan kerajaan. Disebutkan sekitar tahun 526 M, terjadi iring iring-iringan Raja
Suryawarman yang hendak mer meresmikan
esmikan pemekaran wilayah di daerah Kendan (sekarang
sekitar Nagreg), peristiwa itu terjadi sekitar abad keke-5 m dimana Raja Tarumanegara yang
bernama Sri Maharaja Suryawarman memberikan wilayah Kendan kepada Resi Guru
Manikmaya Lengkap bersama para hamba ssahaya ahaya dan pasukan bersenjata lengkap, juga
ratusan masyarakat. terjadilah rombongan iring iring-iringan
iringan kerajaan Resi Guru Manikmaya
beserta keluarga, masyarakat dan pasukan bersenjata lengkap itu berjalan kaki dan menaiki
kendaraan yang ditarik kuda, berjalan b beriringan menembus hutan-hutan
hutan belantara dan
melewati punggungan-punggungan
punggungan alam antara Ibukota Kerajaan Tarumanegara yang
bertempat muara Cihaliwung menuju daerah yang kini bernama Nagreg. Para sejarawan
menilai iring-iringan
iringan tersebut memilih dataran diantara Gunung Salak dan Gunung

Irman Firmansyah |Sejarah


Sejarah Kota Sukabumi 1
Pangrango ke daerah yang mungkin sekarang disebut Bogor, Cicurug, Cibadak. Iring
Iring-iringan
akan memasuki
masuki lembah Cimahi kemudian melewati hutan Gunung Parang, kemudian
bergerak ke dekat Gunung Padang sekitar Cianjur melewati Sungai Cisokan dan Citarum.
Kemudian iringan berlanjut ke Perbukitan Bandung melewati jalur landai menuju Cileunyi
dan berbelok ke Selatan menuju Nagreg m
melewati
elewati Gunung Geulis dan Gunung Canggak.

Pada masa-masa
masa selanjutnya tidak tercatat mengenai kegiatan di wilayah ini kecuali
Kabuyutan Cibadak sekitar 15 km sebelah barat Kota Sukabumi yang dibuat Prasasti
Sanghyang Tapak (Sri Jayabuphati) dari Kerajaan SSunda
unda yang ditulis 11 Oktober 1030 m
tentang sungai Cicatih. Kemudian panorama wilayah ini digambarkan oleh Traveller
Bujangga Manik dari atas gunung Gede pada masa Pajajaran yang catatannya tersimpan di
Perpustakaan Boedlian, Oxford University
University, Inggris sejak tahun 1627.. Namun sepanjang
Pakuan hingga Gunung Padang ditengarai ada kerajaan
kerajaan-kerajaan kecil
ecil di wilayah Pajajaran
tengah seperti pagadungan (cicurug dan sekitarnya) kemudian Kadatuan Pamingkis (Gunung
Walat Cibadak) dan Kacutakan Mangkalaya, selain kacutakan Jampang diselatan (basisir
kidul). sumber-sumbernya
sumbernya berupa tradisi lisan yang dicantu
dicantumkan
mkan dalam pantun bogor serta
literatur Belanda mengenai kisah rakyat.

Kacutakan Mangkalaya berpusat di Dayeuhluhur Kota Sukabumi, diwilayah ini


ditemukan kuburan Embah Terong Peyot yang merupakan salah satu Kandaga Lante
Pajajaran yang menyelamatkan Mahk Mahkota
ota Pajajaran dan diserahkan kepada
SumedangLarang, namun dalam Kisah masyarakat disini yang diwariskan turun temurun
bahwa beliau adalah Puragabaya Kerajaan SumedangLarang yang datang bersama
pasukannya ke wilayah Sukabumi bermaksud untuk melakukan penyer penyerbuan
buan. Menggelitik
untuk terus ditelusuri mengenai keberadaan sebuah entitas (nungkin kota kuno) yang konon
diserang oleh Sumedanglarang mengingat Dayeuhluhur berarti kota yang berada
diketinggian (jika dijangkau oleh masyarakat selatan kota yang saat intu banyak menghuni
wilayah ini), beberapa toponimi wilayah ini juga menunjukan hubungan yang sangat
mungkin seperti nama kampung benteng dimana dalam literatur tata kota sunda benteng
(city wall) merupakan ciri kota tradisional masa lalu untuk mempertahankan kota dari
serangan. Beberapa nama kuno juga ditemukan disekitar sini seperti koleberes, sawahbera
yang sudah kurang dimengerti artinya pada masa sekarang. Keberadaan city wall yang sudah
musnah dan tingggal nama ini diduga terkait dengan penyerangan Bante
Banten ke wilayah timur
untuk megejar pasukan Pajajaran pasca runtagnya pakuan tahun 1579, seperti pola
penghancuran pakuan, Banten menghancurkan kota dan meninggalkannya begitu saja.
Adapun dugaan penyerangan Sumedanglarang masih belum meyakinkan karena tidak
pernah tercatat bahwa Sumedanglarang bermusuhan dengan Pajajaran (bahkan saat itu
Pajajaran sudah hancur oleh serangan Banten) atau melakukan serangan kearah selatan
baik dalam masa Geusan Ulun maupun Rangga Gempol. Jika dihubungkan dengan kisah
rakyat lain
n tentang singgahnya Prabu Siliwangi ke Gua Kutamaneuh (Gunung Guruh) maka
akan berhubungan dengan hipotesa larinya warga Dayeuhluhur (mengungsi) kewilayah
Irman Firmansyah |Sejarah
Sejarah Kota Sukabumi 2
terdekat di selatan yaitu Gunung Guruh yang kebetulan konturnya cocok untuk
bersembunyi selain berbukit
kit juga dihalangi oleh sungai Cigunung. Hal ini menjawab
persoalan sesudahnya, kenapa ekspedisi pertama VOC ke wilayaj ini hanya menemukan
Gunung Guruh sebagai negorij, bukan Dayeuhluhur.

Sebuah Kisah rakyat mengenai pembentukan Babakan di wilayah kota Su Sukabumi yang
termuat dalam majalah Taal, Land, Volkenkunde memperkuat hipotesa ini yaitu
penghancuran kadatuan Gunung Pamingkis di Gunung Walat (Cibadak), kisah terus berlanjut
dan melompati masa penyerangan Gunung Guruh yaitu dimasa putri Datu Ranggah Bitung
(Nyi Pudak Arum) yang sudah dewasa (dijelaskan dalam su sub
b bab sasakala kota sukabumi).
Pada masa tersebut dayeuhluhur sudah luluh lantak dan sebagian penduduk sudah lari ke
selatan sehingga Ki Wangsasuta yang hendak menikahi putri Datu Ranggah Bitung membuka
babakan anyar ditegal kole (gunung parang), kisah yan
yangg berakhir tragis ini dipercayai sebagai
asal mula babakan yang sekarang menjadi kota Sukabumi. Masyarakat mempercayai sebuah
kuburan yang disebut kuburan Embah Jaya Suta Permana sang pembuka babakan Gunung
Parang. Kuburan tersebut terletak di Kampung Baru Skip RT.04 RW 09 Kelurahan Sriwedari,
Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi. Dalam versi Sumur Wangi dapat diketahui kurun
waktu kisah pembentukan Babakan oleh Ki Wangsasuta ini adalah sekitar tahun 1614, hal ini
dapat diketahui dari keterangan tentang De Demang
mang Kartala (Kepala Cutak
Mangkalaya/Dayeuhluhur) yang hendak mengirimkan Puntang Mayang sebagai hadiah
untuk sultan Mataram.

Sejarah mulai berubah saat VOC merubah strateginya dari pedagang yang bergerak dari
pantai ke pantai berubah menjadi penguasa ter teritori
itori dan masuk ke pedalaman, hal ini
bermula dari perebutan Jayakarta oleh VOC sebagai kota pelabuhan idaman kerajaan- kerajaan
kerajaan sekitar pasca runtuhnya Pajajaran
Pajajaran,, dan berganti nama menjadi Batavia pada 1619.
1619
Dua kekuatan besar yang mengurung sukabumi saat itu adalah Banten dan Mataram,
munculnya kekuatan VOC menyebabkan terjadinya persaingan politis segitiga yang ketat
atas wilayah ini mengingat masing
masing-masing
masing mengklaim wilayah diselatan gunung gede ini
sebagai wilayah pengaruhnya. Sultan Agung sangat berhasrat srat untuk mengenyahkan VOC
dan menguasai Batavia, sayangnya dua kali penyerangan gagal dilakukan, sebagian pasukan
lari ke selatan termasuk Sukabumi (Kuburan Eyang Kuta Wesi di jalan veteran menjadi bukti
keberadaan pasukan mataram yang desersi
desersi). Dalam beberapa
berapa literatur memang dicatat
bahwa Sukabumi menjadi penunjang logistik saat penyerangan ke Batavia yang memerlukan
waktu perjalanan tiga bulan dari Mataram
Mataram. Persaingan politis berakhir pasca perjanjian VOC
dan Mataram yang terjadi sebagai imbalan matar mataramam keada VOC atas bantuannya
menumpas pemberontakan Trunojoyo. Hal ini menyebabkan Mataram melepas mele wilayah
Gunung Gede dan Gunung salak ke selatan sampai Palabuhanratu pada tanggal 20 Oktober
1677. Penyerahan tersebut kemudian diumumkan ke para kepala wila wilayah di Sukabumi
berdasarkab Dagregister tertanggal 9 Juni 1684 yang menjelaskan bahwa Gubernur Jenderal
Joanes Camphuijs membuat surat edaran tanggal 4 Juni 1684 kepada semua kepala rakyat
Irman Firmansyah |Sejarah
Sejarah Kota Sukabumi 3
diantara Citarum dan Cimandiri ke selatan sampai laut kidul untuk melaksanakan perjanjian
penyerahan dari Mataram ke VOC VOC,, namun VOC sendiri tidak bisa langsung memanfaatkan
me
teritori tersebut mengingat wilayah ini adalah wilayah rawan dengan pemberontakkan,
Syeikh Yusuf dan Pangeran Purbaya mengobarkan perlawanan disini d dalam
alam pelariannya dari
Banten. Tahun 1687 barulah dikirimkan Sersan Scipio dan Tanujiwa (kepala kampung baru
Bogor, Kelak Tanujiwa ini ditangkap dan dibuang ke Srilangka akibat berkerjasama dengan
Prawatasari),, dan pembantu serta tentara. Mereka diperintahkan an untuk melakukan survei
atas suatu wilayah pantai selatan yang disebut Muara Ratu (Palabuhanratu). Perintah itu
resmi dari kastil Batavia dengan judul ““terter ordonnantie van sijn edelheijt den heer
gouvernoor general” dengan tanda tangan sekretaris saat iitu
tu A. van Riebeeck tertanggal 21
juli 1687. Tanujiwa dipilih karena mengetahui area Sukabumi ini. Dalam catatan hariannya
disebutkan bahwa mereka memasuki wilayah selatan Kota Sukabumi sekarang yaitu Gunung
Guruh pada hari Rabu, tanggal 7 Agustus 1687.

Scipio menggambarkan bahwa Gunung Guruh berada diantara sungai cimandiri dan
sungai Cigunung,
igunung, mereka tinggal selama kurang lebih 5 hari sambil beristirahat mereka
menyiapkan segala perbekalan karena sebagian pembantu yang ikut adalah orang Ambon
yang tidak makan nasii tapi sagu. Pada hari Senin, tanggal 11 Agustus 1687, perjalanan
mereka lanjutkan menyusuri sungai Cimandiri melewati dua gunung. Tidak banyak yang
dicatat oleh scipio selama tinggal di Sukabumi karena tujuan utamanya adalah
Palabuhanratu, penjelasan
lasan yang diberikan bahwa tanah ini berada di antara sungai
Cimandiri dan Sungai Cigunung
gunung yang bermuara kembali ke Sungai Cimandiri.
Cimandiri Kedatangan
tim Scipio ini memberi masukan kepada pemerintahan kumpeni (dari Compagnie atau
Vereenigde Oost Indies Compagn
Compagnie) mengenai
engenai gambaran wilayah sekitar Sukabumi yang
cocok untuk budi daya tanaman
tanaman. Kondisi sekitaran Sukabumi kemudian agak sedikit genting
terutama di wilayah selatan dengan munculnya Pemberontakan Prawatasari yang disebut
karaman Jawa yang juga diburu ol
oleh pasukan Scipio,, hal ini mengakibatkan wilayah Priangan
termasuk Gunung parang terkena paceklik karena selain kekacauan di selatan, di wilayah
utara juga terjadi tekanan dari dua kekuatan baru yaitu Sumedang yang berhasrat
mengambil wilayah bekas kerajaa
kerajaann Pajajaran, dan Banten yang juga berseteru dengan
Sumedang yang menyebabkan Cianjur diluluhlantakkan dengan 800 pasukannya. Pasca
pemberontakan Prawatasari, kondisi sedikit demi sedikit sudah dapat dikendalikan. VOC
kemudian memfokuskan diri untuk melaku
melakukan
kan penanaman kopi yang sudah diujicobakan di
wilayah Sukabumi dan Cianjur oleh Gubernur Jendral Van Hoorn pada 1704. Kemudian
Bupati Cianjur yang baru dilantik tahun 1707, yaitu Aria Wiratanudatar III yang menyuruh
adiknya untuk membuka perkebunan kopi pe perintis
rintis di wilayah Gunung Guruh,
Guruh hasilnya
kemudian cukup menjanjikan sehingga pemerintah VOC sangat tertarik untuk
mengembangkannya lebih lanjut.

Gunung Guruh yang disebut sebagai Grote Negorij dalam Plakatboek sepertinya tidak
berkembang dan muncul entitas baru yang menjanjikan yaitu Gunung Parang. Dibukanya
Irman Firmansyah |Sejarah
Sejarah Kota Sukabumi 4
perkebunan kopi di Gunung Parang menyebabkan kebutuhan jalan yang lebih layak untuk
mendistribusikan
stribusikan kopi ke Batavia ataupun untuk kunjungan para pembesar baik dari Batavia
maupun Cianjur.. Sebelum dibangunnya Jalan Daendels yang melewati puncak, hasil
produksi dari Cianjur selatan juga melewati jalan ini karena sungai
sungai-sungai
sungai di wilayah ini tidak
bermuara ke Batavia tetapi ke laut selatan. Gunung Parang kemudian ian mengalami kenaikan
status secara formal sesudah dibentuknya distrik
distrik-distrik
distrik pada tahun 1776 dan secara resmi
bernama distrik Gunung Parang. Untuk keperluan distribusi hasil perkebunan maka pada
tahun 1786,, tiga tahun sebelum kehancuran VOC, dibuatlah jalan yang layak digunakan
untuk kereta kuda yang mengangkut kopi,, rute jalan yang dibuat tidak tanggung-tanggung:
tanggung
Batavia-Buitenzorg - Goenoeng Parang – Tjiandjoer-Bandoeng. Hal ini menegaskan kenapa
Gunung Parang bisa maju sedangkan Gunung Guruh jalan di ditempat
tempat padahal punya
komoditas yang sama yaitu Kopi. ternyata akses jalan berperan penting. Akses jalan yang
membelah Sukabumi cenderung lebih ideal sebagai sebuah kota yang menghubungkan dua
kota besar yaitu Batavia dan Tjiandjoer, ini jalan satu
satu-satunya yang cukup baik sebelum jalan
melewati puncak dibangun Daendels, ini pula alasan kenapa Daendels tidak membangun
jalan melalui Sukabumi, karena dianggap masih layak. Gunung Guruh mempunyai jalan lurus
menurun di sekitar Cikujang, namun akses menuju kesana membelok jauh dan konturnya
menyulitkan sampai sekarang, begitupula aksesnya lebih cenderung utara selatan dimana ke
selatan hanya Pelabuhanratu, ke sebelah barat terhalang pegunungan Sunda dan
pegunungan Walat. Berbeda dengan Gunung Parang yang ideal untu untukk akses timur barat
yang sudah ada sejak dulu.

Serangan Inggris ke pulau jawa menyebabkan beralihnya kekuasaan dari perancis ke


Inggris yang diwakili oleh Sir Thomas Stanford Raffles. Penjualan beberapa persil tanah di
wilayah sekitar Batavia, Krawang, Pr
Priangan
iangan dan Semarang akibat kurangnya dana pasca
perang menyebabkan wilayah Sukabumi masuk dalam daftar lelang yang akhirnya
dimenangkan olh seorang dokter bedah yang juga menjabat sebagai sersan kopi yaitu
Andries De Wilde pada tanggal 15 Januari 1813. Andries
ries De Wilde mulai mengelola tanah
yang luas tersebut (vrijeland) dan bermukim di kampung Cikole distrik Gunung Parang.
Wilde membangun sebuah rumah bata yang bagus dan besar. Rumah itulah yang menjadi
cikal bakal tempat berkumpul para perwakilan desa yan yangg membicarakan persoalan sosial
ekonomi yang dirintis oleh De Wilde sejak 1814. Cikal bakal kota mulai terbentuk, minimal
secara fungsi administratif
inistratif dan ekonomi dalam skup kecil. Rumah Wilde menjadi pusat
ekonomi dalam hal pengumpulan hasil perkebunan unt untuk
uk dijual ke pemerintah sehingga di
luar pusat kekuasaan formal Cianjur, maka Sukabumi lah sebagai pusat tata administrasi dan
ekonomi Vrijeland Soekaboemi. Menurut F. De Haan rumah tersebut adalah yang kemudian
hari dibangun Hotel Ploem (kemudian menjadi Wilhelmina School atau sekarang disebut SD
Kehidupan Baru) dengan jalan lurus yang kemudian menjadi Gudang Weg karena dulunya
adalah gudang-gudang
gudang Kopi. Dalam Joseph Arnold’s Journal, 8 Maret - 17 Desember 1815,
Disebutkan bahwa rumah Andries De Wilde adaladalah
ah rumah terbaik yang dilihat dalam jarak
40 mil dan cukup baru saat dikunjungi. Pohon damar sendiri masih banyak dipinggir alunalun-
Irman Firmansyah |Sejarah
Sejarah Kota Sukabumi 5
alun Sukabumi sampai awal abad ke 20. Saat Wilde menjadi administratur, Sukabumi juga
sempat dikunjungi oleh Raffles dan Reinwa
Reinwardt.

Secara
ecara informal Andries De Wilde membentuk semacam forum RT RT/RW
RW dimana semua
kepala adat dan dari para tetua, kokolot, kelas miskin dari setiap dusun, berkumpul di
rumah Wilde untuk meningkatkan produktifitas dan perbaikan dalam hal tanam menanam
maupun n dalam koordinasi satu sama lain sehingga semua pihak bisa bisa satu visi. Hal ini
dilakukan sejak tahun 1814 dengan frekuensi sebulan sekali. Pada pertemuan ini, setiap
anggota forum bebas untuk memberikan saran dan masukan serta ide ide-ide cerdas lainnya,
bahkan para kuli bisa mengatasnamakan majikan mereka jika diminta. Sekembalinya ke
dusun mereka mulai menyebarluaskan dari mulut ke mulut tentang hasil pembicaraan
kepada anggota masyarakat lainnya. Dalam bukunya yang berjudul Preanger
Regentschappen disebutkan bahwa setahun kemudian nama Soeka Boemie (terpisah)
diusulkan oleh para kokolot untuk menamai Kampung yang dia tinggali yaitu Cikole dan juga
seluruh tanah yang dia kuasai termasuk orang
orang-orang
orang Sunda yang tinggal didalamnya disebut
orang Sukabumi.i. Wilde juga menyukai nama tersebut, nama yang menggambarkan iklim,
cuaca dan keindahan alamnya yang berarti hasrat bumi, nama yang akan membedakan
orang-orang
orang yang tinggal di tanahnya dan di wilayah priangan yang lain. Para Kokolot
menganggap De Wilde layak ayak menjadi kepala "keluarga" Soeka Boemie tersebut. Usulan ini
kemudian diajukan oleh Wilde melalui surat kepada Engelhard pada 13 Januari 1815 tertulis
tertulis,
“This appears from his letter to Engelhard dated the 13th January, 1815. 1815." Dalam bahasa
Belanda, “Ik mag U. E. G. Achtbare niet onkundig laten dat ik opverzoek van de Inlandsche
Hoofden den naam van Tjicolle in die van Soeka Boemi veranderd heb" (Campbell:1905).
Keterangan ini dikonfirmasi oleh CME Wisboom menyebutkan bahwa berdasarkan surat
Wilde kepada teman-temannya
temannya yang salah satunya menyebutkan penamaan Sukabumi atas
usulan kepala Kampung Tjicolle. Nama Soeka Boemi dipilih karena mereka baik pribumi dan
pendatang sudah merasa betah di tempat tersebut dan disukai oleh mereka. Nama
Sukabumi cukup unik krena rena pada masa tersebut dan sebelumnya belum ada nama yang
sama diwilayah lain, hal ini berbeda dengan pola penamaan wilayah di Jawa Barat lainnya
yang seringkali sama dengan wilayah lain. Adapun nama yang bisa dikatakan Identik adalah
nama dusun Soekaboem yang berada di kadaleman Kawassen yang tercatat dalam dokumen
An Early List of Villages, Village Heads, Families, Tributes and Earnings in Priangan, West
Java tepatnya “District
District van Namen Hoofden Huijs Jaarlick,
Jaarlick,”” yaitu data mengenai penduduk,
lahan garapan,n, hasil pertanian serta pajak yang dibayar ke VOC di Priangan yang
pendataannya dilakukan oleh Claes Hendriksz. dan Jan Carstensz tahun 1686 (setahun
sebelum Scipio ke Gunung Guruh dan Palabuhanratu).

Sepeninggal Andries De Wilde wilayah Soeka Boemie praktis dikendalikan langsung


oleh Pemerintahan Hindia Belanda. Kondisi keuangan pemerintah saat itu terkuras oleh
perang Diponegoro
iponegoro yang baru usai. Johannes Van Den Bosch pada tahun 1830 melakukan
peninjuan terhadap sistem se
sewa
wa tanah dan membuat gagasan baru, yaitu cultuur stelsel
Irman Firmansyah |Sejarah
Sejarah Kota Sukabumi 6
(tanam paksa). Cultuur stelsel adalah kewajiban rakyat untuk menanam tanaman ekspor
yang laku dijual di Eropa. Setiap desa harus menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami
komoditi ekspor khususnya Kopi, Tebu, dan Nila. ila. Hasil tanaman ini akan dijual kepada
pemerintah Kolonial dengan harga yang sudah dipastikan (20%) dan hasil panen diserahkan
kepada pemerintah Kolonial.
olonial. Penduduk diharuskan menyediakan sebagian tanahnya untuk
tanaman yang laku dijual (diekspor) ke Eropa. Tanah yang dipergunakan tidak melebihi 1
menjadi 5 tanah yang dimiliki penduduk desa. Waktu untuk memelihara tanaman tidak
melebihi waktu yang diperlukan untuk memelihara tanaman padi. Bagian tanah yang
ditanami tersebut bebas pajak. Jika gagal panen yang tidak disebabkan oleh kesalahan
petani maka kerugian ditanggung pemerintah. Bila hasil bumi melebihi nilai pajak yang
harus dibayar rakyat maka kelebihan hasil bumi tersebut diberikan kepada rakyat. Jika gagal
panen yang tidak disebabkan
kan oleh kesalahan petani, maka kerugian ditanggung pemerintah.

Perubahan administratif yang berpusat di Onderdistrik Sukabumi menyebabkan terjadi


perubahan besar pada tata Kota Sukabumi, lambat laun Sukabumi mulai terlihat sebagai
sebuah Kota. Mr. Crockewit it pernah mengunjungi Sukabumi sekitar tahun 1864 yang
dikisahkan dalam bukunya yang berjudul Ze Werken in de Preanger Regentschappen
diterbitkan tahun 1866. Dalam keterangannya disebutkan bahwa Sukabumi situasinya sudah
seperti standar sebuah kota, sudah dibangun dengan pagar batu putih dikedua sisi jalan
yang menghiasi hampir di sepanjang jalan. Penamaan sebagai Kota juga sudah mulai
digunakan dalam dokumen-dokumen
dokumen resmi pemerintah. Dalam laporan polisi terhadap Said
Achmad bin Moehammed As Sagaf tanggal 1 November 1865 di Sukabumi, disebutkan
sebagai berikut: “Dipersembahkan dengan segala hormat kehadapan Padoeka Toewan
Direkteur PF Wegener, jang termadjelis di Soekaboemi, Kangdjeng Toewan Directeur Priksa
Bapa Arnas, Toekang Besi Warangtjerme, K Kotta Soekaboemi,
kaboemi, nanti Padoeka Kangdjeng
Toewan Directeur boleh dapat resia lebih panjang dan menoeroet dija poenja bitjara satoe
kaboektian besar, dija tiada maoe bitjara dihadapan kangdjeng toewan assistent resident
Soekaboemi, tetapi nanti maoe dihadapan perdat
perdata-perdata
perdata agoeng, karena takoet pada
patih....”(Mencari
(Mencari Tuhan dengan KKacamata Barat karya Karel A Steenbrink).

Sejak tanggal 1 Januari 1871 secara resmi Cian Cianjur


jur dan Sukabumi dipisah menjadi
afdeling tersendiri. Jabatan Asisten Residen ditambah menjadi asisten
sisten residen Residen
Sukabumi, diangkat
iangkat pula patih melalui Staatsblad No. 121 Tahun 1870 pada tanggal 10
September 1870 (beberapa bulan sebelum pemisahan resmi), maka secara administratif
muncul istilah Afdeling Sukabumi yang terpisah dengan Afdeling Cianjur.
Cia Pada tahun
tersebut kota Sukabumi masih disebut hoofdplaats Van het Goenoeng Parang, namun
secara administratif sudah menjadi Ibukota afdeling.

Sebelum menjadi kota afdeling, V.J. Veth menyebutkan bahwa Sukabumi pada tahun
1869 adalah ”hoofdplaats Van
an het district Goenoeng Parang
Parang”,
”, yang bisa diartikan sebagai
“lokasi balai desa Gunung Parang.” Kemudian dalam Regeerings Almanaks tahun 1872,

Irman Firmansyah |Sejarah


Sejarah Kota Sukabumi 7
nama Soekaboemi mulai tercatat sebagai pemukiman penduduk, tapi bukan sebagai pusat
pemerintahan daerah. Secara adinistratif ampai dengan tahun 1872, onderafdeeling Soeka
Boemi (kota) belum terbentuk, meskipun afdeling Sukabumi sudah ada sejak 1870.
Pembentukan Onderafdeeling Soeka Boemi dimuat dalam Staatsblad Nomor 80 yang
diterbitkan tanggal 17 Maret 1891 dan di dipisahkan
pisahkan dari Onderafdeeling Tjiheulang
sedangkan Onderafdeeling Tjiheulang berganti nama menjadi Cibadak. Kota Sukabumi
sebagai Ibu Kota pemerintahan Afdeling dan kedudukan kepala pemeritahan tertinggi
bukanlah kawasan yang memiliki pemerintahan sendiri yang otonom, tetapi merupakan
bagian dari wilayah pemerintahan induknya. Dalam Staatsblad Nomor 80 tahun 1891
disebutkan bahwa Onderafdeeling Sukabumi meliputi Cisarua, Salabintana, Kabandungan,
Situ, Kramat, Gunung Puyuh, Nyomplong, Pabuaran, Baros, Gedon
Gedongg Panjang, Limusnunggal
dan jalan Palabuhan. Tahun 1914 mulai sebutan ganda selain Gunung Parang juga Sukabumi
dalam laporan-laporan
laporan pemerintah, serta para pelancong, hingga statusnya menjadi
Oderafdeling Soekaboemi dengan luas 225 km2.

Pasca 1891 penulis Eropa yang berkunjung ke Sukabumi rata rata-rata


rata menyebut Sukabumi
sebagai Town, misalnya William Basil dalam bukunya ““A A Visit to Java With an Account of The
Founding of Singapore: 1893,” ,” menyebutkan sebagai berikut, “the name Soekaboemi means
‘pleasant place,’ and the town is the centre of the planting interest in java (hal 74).” Dalam
Bahasa Inggris, town berarti an urban area that has a name, defined boundaries, and local
government, and that is larger than a village and generally smaller than citycity. Lambat laun
Kota kecil ini juga semakin ramai, dimata para Traveller maupun peneliti sudah mengangga
menganggap
Sukabumi sebagai Kota yang cukup besar Setingkat Bogor Bogor.. F. Bernard dalam bukunya
berjudul “Project
Project Gutenberg's van Batavia naar Atjeh
Atjeh”” tahun 1904 menyebut Tjibadak
sebagai tempat diantara Bogor dan Sukabumi. Dapat diasumsikan dua tempat itu dianggap
setara sebagai sebuah kota.

Munculnya Pemerintahan otonom kota di Suabumi dipicu dengan dicabutnya larangan


membawa istri bagi orang-orang
orang Eropa pada abad ke ke-18, gelombang
ang kedatangan orang
Eropa yang membawa istri dan anak anak-anaknya
anaknya semakin banyak, jumlah orang eropa
kemudian melonjak tajam. Banyak pula diantara mereka yang mempunyai selir atau Nyai
baik orang Sunda maupun Tionghoa yang melahirkan kelas baru yaitu Indo
Indo-Eropa, anak-anak
mereka kemudian menikah dan terus bertambah, rata
rata-rata
rata mereka tinggal di Kota Sukabumi
dan enggan tinggal dipedesaan bergabung dengan masyarakat, kecuali pengusaha
perkebunan yang tinggal dipedesaan secara eksklusif karena tempat bersosialisa
bersosialisasi dan
berlibur mereka tetap di Kota Sukabumi, desa hanya sekedar tempat bekerja dan
mengumpulkan uang. Pada awalnya mereka nyaman
nyaman-nyaman
nyaman saja tinggal di Kota Sukabumi,
namun lama kelamaan seiring berdatangannya penduduk lokal ke perkotaan baik untuk
mencariri nafkah maupun menetap menyebabkan muncul rasa kurang nyaman. Kota
Sukabumi tidak bisa seideal kota Eropa yang benar
benar-benar
benar teratur, bisa kita lihat foto-foto
foto
Sebagian sudut Kota Sukabumi pada awal dan pertengahan abad ke ke-19
19 terlihat kumuh.
Irman Firmansyah |Sejarah
Sejarah Kota Sukabumi 8
Bahkan rumah-rumah
umah orang Sunda di kantong
kantong-kantong
kantong pribumi terlihat semrawut, kotor
dan tidak terurus. Sebagian orang Eropa menuduh rumah
rumah-rumah
rumah pribumi itu sebagai sarang
penyakit yang bisa menulari warga Kota lainnya. Mereka berasumsi bahwa
ketidaknyamanan ini disebabka
disebabkan n Kota Sukabumi tidak dikelola oleh sebuah otonom yang
khusus mengelola kota dan diberi kewenangan untuk mengatur keuangan secara mandiri.
Ibu Kota Afdeling Sukabumi berada di bawah kendali Gubernur Jenderal yang berkedudukan
di Batavia sehingga kontrol te
terhadap
rhadap kota sangat lemah. Anggaran untuk pemeliharaan kota
serta untuk melengkapi berbagai fasilitas yang diperlukan warga kota, terutama orang
Eropa, sangat tergantung dari kebijakan Gubernur Jenderal. Sementara kekuasaan patih
nyaris tidak pernah menguru
mengurusi si urusan kota dan hanya jadi alat feodal Gubernur Jenderal.
Hal yang sama terjadi dikota-kota
kota lainnya yang dihuni orang Belanda.

Raad
aad Van Indie yang pada akhirnya menyetujui untuk memberi otonomi terhadap
kota yang memenuhi syarat. Atas usul Idenburg p pada tahun 1903, dilakukan perubahan
terhadap pasal 68 Regeringsreglement 1854, dengan penambahan pasal 68a, 68b, dan 68c,
yang memberikan kesempatan untuk membentuk daerah daerah-daerah
daerah otonom. Kemudian
diundangkan Wethoudende Decentralitatie Van het Bestuur innederlandsch Indie, Indie yang
dikenal sebagai Undang-Undang
Undang Desentralisasi (Decentralisatiewet) yang disusul dengan
aturan teknis pada tahun 1905 berupa Decentralitatie Besluit dan Local raden Ordonnantie
dengan maksud memberikan pemeritahan sendiri pada wila
wilayah
yah Karesidenan dan Kabupaten
(afdeling). Decentralitatie Besluit tersebut mengemukakan tentang pokok-pokokpokok
pembentukan, susunan, kedudukan, dan wewenang dewanmenjadi
dewanmenjadiraad dalam pengelolaan
keuangan yang dipisahkan dari pemerintah pusat. Sedangkan Local Raden Rad ordonnantie
merupakan aturan pelaksanaan yang menentukan status, struktur, kewenangan, dan
pembentukan berbagai Raad, yaitu Gewestelijke Raad, Plaatslijk Raad, dan Gemeenteraad.

Wilayah-wilayah
wilayah hukum yang mandiri ini akan diperintah oleh dewan
dewan-dewan lokal,
yaitu dewan wilayah (Kabupaten) dan dewan Kotamadya ((Gemeenteraad
Gemeenteraad). Ketua dewan
wilayah adalah Asisten Residen, sedangkan didalam dewan Kotamadya untuk sementara
dijabat oleh Asisten Residen, yang selanjutnya dikepalai Walikota ((Burgeemester
Burgeemester). Undang-
undang ini akhirnya memunculkan pembentukan kota kota-kota
kota baru seperti Batavia, Meester
Cornelis, Buitenzorg, Bandoeng. Maka berkembanglah wacana di masyarakat untuk
membentuk sebuah pemerintahan kota resmi sebagai jembatan pemerintah desa dan pusat
kolonial. Di samping itu berdasarkan pertimbangan banyaknya orang Belanda dan Eropa
pemilik perkebunan serta pegawai sipil Belanda di Kota Sukabumi, memunculkan gagasan
untuk mempunyai wilayah otonom sendiri dan tidak diperintah oleh patih pribumi. Para
pengusaha dan n penduduk Sukabumi yang kebanyakan orang Belanda, mengajukan
rekomendasi kepada pemerintahan Hindia Belanda dengan surat tertanggal 15 januari 1913
yang ditujukan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk menjadi wilayah otonom
atau Burgelijk Bestuur dengan status “Gemeenteraad Van Sukabumi”. Sukabumi” Berdasarkan
rekomendasi tersebut, maka pada 1914 Onderafdeling Sukabumi dirubah menjadi
Irman Firmansyah |Sejarah
Sejarah Kota Sukabumi 9
Gemeente Soekaboemi yang d diundangkan dalam Staatsblad nomor 310 tahun 1914 dengan
anggaran biaya yang dundangkan dalam Staatsblad nomor 311 tahun 1914. Kedua
Staasblad ditandatangai oleh Gubernur Jenderal AWJ Idenburg di Istana Cipanas dan diberi
tanggal 28 Maret 1914. Dalam pasal 10 ditulis "Deze Ordonantie treedt in werking op 1 April
1914.” Jadi, meskipun besluit tersebut ditandatangani
andatangani tanggal 28 Maret 1914, namun besluit
tersebut mulai berlaku efektif tanggal 1 April 1914 yang kemudian menjadi hari jadi kota
Sukabumi.

Namun burgelijkbestuur ini belum berjalan selama 12 tahun karena belum ada
pejabatnya sehingga sementara wa waktu
ktu diwakilkan kepada Asisten Residen Buiitenzorg untuk
Sukabumi. Beragam Infrastruktur lainnya mulai dibangun, apalagi semenjak 1914 Sukabumi
sudah ditetapkan sebagai Gemeente, meskipun belum berjalan karena masih dibawah
Asisten Residen Bogor, namun pena
penataan
taan sudah mulai dilakukan. Hal ini dilakukan mengingat
Kota Sukabumi mulai mengalami persoalan kekumuhan. Bila kita lihat foto-foto foto Kota
Sukabumi pada awal abad 19 kelihatan sekali sangat kumuh dengan jalan tanah berdebu
dan rumah-rumah
rumah kayu yang kurang llayak. Hanya ada satu dua bangunan permanen yang
indah dilihat. Pembangunan di Kota Sukabumi pasca terbentuknya otonomi terbatas
(Gemeente)) cukup signifikan, dikampanyekan dengan istilah Soekaboemi Vooruit (Sukabumi
Melangkah).

Kota Sukabumi mengalami perubahan administrasi kembali pada tahun 1921, berupa
perubahan Afdeling Soekaboemi menjadi Regentschap (Kabupaten) Soekaboemi terpisah
dari Regentschap Tjiadjoer berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal tanggal 25 April 1921
Nomor 21 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 1921.kemudian Besluit Nomor 71 tanggal
7 Juli 1921 diangkat Raden (Adipati Aria) Soeria Nata Brata yang terkenal dengan sebutan
Aom Dolih atau Dalem Gentong karena bertempat tinggal di Kampong Gentong, Kecamatan
Sukaraja
araja sebagai Bupati Sukabumi. Soeria Natabrata ini pernah dipuji Snouck Hurgronje
sebagai patih yang rajin dan maju. Disusul pengangkatan Raden (Demang) Karnabrata pada
tanggal 26 Desember 1921 sebagai patih (sekarang setingkat sekda) menggantikan Soeria
Natabrata yang sebelumnya menjabat patih Afdeling Soekaboemi sejak tanggal 29
Desember 1902. Seiring dengan berubahnya status Afdeling Sukabumi menjadi Kabupaten
Sukabumi sejak 1 Juni 1921, maka wilayah Geografis Sukabumi pun beralih menjadi bagian
wilayahh Kabupaten Sukabumi dan Kota Sukabumi menjadi Ibukota Kabupaten merangkap
Gemeente yang belum beroperasi penuh. Pada tahun 1922, terbentuklah Bestuursher
Voorings Ordonantie atau Undang
Undang-Undang
Undang Perubahan Tata Pemerintahan Negeri Hindia
Belanda (Staatsblad 1922 No. 216), sehingga pada tahun 1922 terbentuklah Regentschaps
Ordonantie (OrdonantieKabupaten) yang membuat ketentuan
ketentuan-ketentuan
ketentuan daerah Otonomi
Kabupaten (Staatsblad 1925 No. 79).

Pada masa pemerintahan Bupati R.A.A. Soeria Nata Brata tepatnya tahun 1923
terjadi pemekaran wilayah dimana Priangan dipecah menjadi 3 (tiga) Karesidenan, yaitu

Irman Firmansyah |Sejarah


Sejarah Kota Sukabumi 10
West Preanger (Priangan Barat), Midden Preanger (Priangan Tengah) dan Oost Preanger
(Priangan Timur). West Preanger terdiri dari Sukabumi dan Cianjur dengan Ibukotanya di
Kota Sukabumi. Dipilihnya Kota Sukabumi sebagai Ibukota Priangan Barat, sehubungan
dengan perkembangan dan kemajuan perkebunan di Sukabumi sangat pesat. Bupati yang
terakhir pada masa kolonial adalah Raden Soeria Danoeningrat yang dikenal dekat dengan
orang Belanda.
Sesudah
esudah dibentuknya Provincie West Java (Provinsi Jawa Barat) pada tanggal 1 Januari
1926 (diundangkan dalam Staatsblad tahun 1925 No. 378 tanggal 14 Agustus 1925).
Sukabumi masuk wilayah West Java termasuk Karesidenan Banten (Kabupaten Lebak) dan
Karesidenan
nan Buitenzorg (Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor). Untuk menata lebih
lanjut Kabupaten Sukabumi berdasarkan Staatsblad Nomor 386 tahun 1925 telah dibentuk
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kabupaten Sukabumi yang jumlahnya 29 orang anggota dan
Bupati sebagai
agai ketuanya yang beranggotakan wakil masyarakat yang dipilih oleh rakyat
maupun yang ditunjuk. Berikut adalah nama
nama-nama
nama wakil masyarakat Kota Sukabumi pada
tahun 1925.
A. Dipilih rakyat:
1. Rd. Rangga Wirahadiredja (Wedana Soekaboemi)
2. Rd. H. Achmad Kosasih (Naib Soekaboemi)
3. M. Soekardi (Particulier Soekaboemi)
4. Rd. Soeradiradja (Adj. Landb Consulent Soekaboemi)
B. Ditunjuk oleh P.K. Gouverneur Provincie West
West-Java.
1. P. Beijen (Particulier Soekaboemi)
2. Ir. EE Hens (Sectie Ingenieur)
Pada
da tanggal 1 Mei 1926 dan baru ditetapkan pada 31 Mei 1926 seorang Burgemeester
Soekaboemi Pertama bernama G.F Rambonnet, diangkat sebagai Burgemeester namun
belum mulai bekerja karena Gemeente belum terbentuk. Kemudian Gemeente tersebut
dikukuhkan menjadi wilayah otonom melalui Or Ordonantie Van 27 Agustus 1926 yang
merupakan bagian dari Dezentralitatie West Java. Artikel 2 Ordonantie tersebut
mensyaratkan bahwa struktur personalia Dewan Kota Soekaboemi harus terdiri dari 7 orang
Belanda, 3 orang pribumi dan 1 orang bukan Belanda dan bukan pribumi, karena memang
tujuan dibuatnya pemerintahan kota ini adalah untuk memerintah orang orang-orang asing yang
tidak mau diperintah Bupati pribumi. Pasca terbentuknya Gemeente sebagai wilayah
otonom, maka terjadi desentralisasi wewenang pengurusan dia diantaranya
ntaranya perawatan,
pembetulan, pembaharuan, dan pembuatan jalan umum, jalan raya, lapangan, pekarangan,
taman dan tanaman-tanaman,
tanaman, parit, sumur, rambu
rambu-rambu
rambu jalan umum, papan nama,
jembatan, dinding dam, penguatan dinding selokan dan got, pemandian umum, cuci dan
kakus, pemotongan hewan, dan pasar. Penyiraman jalan raya, pengambilan sampah di
sepanjang jalan, pengambilan sampah di jalan
jalan-jalan
jalan kecil dan di lapangan, penerangan jalan,
pemadam kebakaran dan pembuatan makam.

Irman Firmansyah |Sejarah


Sejarah Kota Sukabumi 11
Awal tahun 1926 Rambonnet sudah diberitahu tentang rencana pengangkatannya
untuk menjadi Burgemester Sukabumi. Saat meninjau Sukabumi yang dia rasakan adalah
harus melakukan pembangunan dari nol nol, seperti puing-puing kota yang tidak tertata
sehingga dia merasa penunjukkan ini sebagai Pemb
Pembuangan (sebelumnya akan dipromosikan
menjadi Residen Priangan Barat
Barat). Melihat kondisi kota yang masih amburadul akhirnya pada
Bulan Mei 1926 Rambonnet mengirimkan telegram kepada seorang Arsitek Soerabajasche
en Oudbow yang track recordnya cukup mengagumka
mengagumkan, n, yaitu Eugene Knaud. Bulan Oktober
1926, Mr. GF Rambonnet diangkat sebagai Eerste Burgeeester Soekaboemi merangkap
Sekretaris Kota. Kelengkapan Gemeente antara lain Burgemeester (Walikota),
Gemeenteraad (yang anggotanya meliputi perwakilan golongan EropaEropa,, bumiputra Tionghoa,
dan Timur Asing), dinas-dinas
dinas Gemeente (antara lain: bagian urusan umum [sekretariat],
bagian pekerjaan umum, bagian perusahaan
perusahaan-perusahaan
perusahaan [bedrijven], dan urusan kesehatan
umum). wilayah Gemeente dibagi menjadi wilayah yang lebih kec kecilil yang disebut Wijk
(lingkungan permukiman setingkat desa). Wijk dipimpin oleh Wijkhoofd atau Wijkmeester
(kepala lingkungan). Pada 1926 keluar StadsGemeente Ordonnantie yang dimuat dalam
Staatsblad No. 365. Ordonnantie tersebut merupakan ketentuan mengen mengenai peningkatan
status Gemeente (otonomi terbatas) menjadi Stadsgemeente (otonomi penuh). Salah satu
perbedaanya adalah Stadsgemeente diberi wewenang sepenuhnya untuk mengelola kota
(otonomi penuh), dan diberi hak untuk membuat berbagai peraturan (perangkat hukum
untuk mengatur kota). Oleh karena itu di dalam Stadsgemeente diberi perangkat tambahan
yang bernama College Van Burgemeester en Wethouders
Wethouders,, sedangkan Gemeenteraad
berubah menjadi StadsGemeenteraad yang dipimpin oleh Burgemeester. Anggota
stadsgemeentete non eropa diantaranya adalah Raden Djajakoesoemah, Raden Sadeli, Raden
Demang Karnabrata, dan Oeij Djin Tjiang. Rambonnet
ambonnet menduduki jabatan Burgemeester
sampai tahun 1934. Kemudian sampai tahun 1942 berturut
berturut-turut Burgemeester dijabat oleh
Ouwenkerk, A.l.A A Van Unen, dan terakhir W.J Ph Van Waning. Pasca terbentuknya
Gemeente struktur pemerintahan kemudian berubah sebagai berikut:

Tabel 2: Perubahan Nama Pemerintahan

No Nama Pemerintahan Keterangan


1 Gemeente Soeka Boemi Tahun 1914-1942
2 Soekaboemi SHI Tahun 1942-1945
3 Kota Kecil Sukabumi Undang-undang
undang No. 17 Tahun 1950
4 Kota Praja Sukabumi Undang-undang
undang No. 1 Tahun 1957
5 Kotamadya Sukabumi Undang-undang
undang No. 18 Tahun 1965
6 Kotamadya Daerah TK II Sukabumi Undang-undang
undang No. 5 Tahun 1974
Undang-undang
undang No. 22 tahun 1999, UU
7 Kota Sukabumi
No 32 Tahun 2003

Irman Firmansyah |Sejarah


Sejarah Kota Sukabumi 12

Anda mungkin juga menyukai