Kota Sukabumi merupakan Kota yang dibentuk oleh pemerintahan Kolonial, bahkan
namanya sendiri diperkenalkan oleh seorang kolonis yang menjadi administratur wilayah ini
yaitu Andries De Wilde. Jauh sebelum terbentu
terbentuknya
knya kota Kolonial, wilayah ini merupakan
tempat singgah para nomaden yang kemudian tinggal di pinggir pinggir-pinggir
pinggir sungai yang
mengaliri kota ini yang menyediakan kebutuhan utama manusia yaitu air. Seiring waktu
berjalan mereka mulai membangun kebudayaan perta pertanian
nian bahkan budaya spiritual,
beberapa tempat
pat menjadi altar spiritual mereka misalnya di kadudampit sebelah barat kota
dan di kampung tugu sebelah timur kota yang masuk wilayah Kabupaten.
Sekitar hampir 2000 tahun yang lalu wilayah ini masuk kedalam pengaruh Tanjung Kidul,
sebuah kerajaan bawahan (mandala) dari Salakanagara (Versi naskah Wangsakerta).
Wangsakerta) Catatan
mengenai keberadaan masyarakat awal di wilayah Kota Sukabumi sekarang memang belum
terungkap jelas dan baru berupa dugaan
dugaan, namun bukti-bukti keberadaan
eradaan masyarakat pada
masa kerajaan Hindu-Budha
Budha sudah ditemukan, bahkan bisa kita sebut sebagai peradaban.
Laporan kepurbakalaan Jawa Barat tahun 1914 yang dibuat NJ Krom menyebutkan temuan
sebuah patung perunggu Amoghapaca dengan prasasti dari raja KartKartanegara
anegara dan sebuah
gagang cermin berisi prasasti di Kota Sukabumi, benda
benda-benda
benda yang dimiliki oleh Dr.
Widerhold, penduduk Sukabumi yang pernah tinggal di Surabaya, belum teridentifikasi
secara detail apa dan bagaimana masyarakat Sukabumi saat itu. Kemudian temuan senjata
kebesaran dari perunggu yang terkubur dalam tanah di Rawa Uncal Sudajaya, menunjukkan
adanya wilayah militer di Sukabumi pada masanya.
Pada masa Tarumanegara, jika ika mengacu pada ssumber Carita Parahyangan Sakeng Bhumi
Jawa Kulwan Pratama Sargah gah terjemahan Atja dan Ekadjati, jalan yang membelah kota
Sukabumi juga dimungkinkan an sudah ada sejak jaman Tarumanegara dan sudah digunakan
oleh iring-iringan
iringan kerajaan. Disebutkan sekitar tahun 526 M, terjadi iring iring-iringan Raja
Suryawarman yang hendak mer meresmikan
esmikan pemekaran wilayah di daerah Kendan (sekarang
sekitar Nagreg), peristiwa itu terjadi sekitar abad keke-5 m dimana Raja Tarumanegara yang
bernama Sri Maharaja Suryawarman memberikan wilayah Kendan kepada Resi Guru
Manikmaya Lengkap bersama para hamba ssahaya ahaya dan pasukan bersenjata lengkap, juga
ratusan masyarakat. terjadilah rombongan iring iring-iringan
iringan kerajaan Resi Guru Manikmaya
beserta keluarga, masyarakat dan pasukan bersenjata lengkap itu berjalan kaki dan menaiki
kendaraan yang ditarik kuda, berjalan b beriringan menembus hutan-hutan
hutan belantara dan
melewati punggungan-punggungan
punggungan alam antara Ibukota Kerajaan Tarumanegara yang
bertempat muara Cihaliwung menuju daerah yang kini bernama Nagreg. Para sejarawan
menilai iring-iringan
iringan tersebut memilih dataran diantara Gunung Salak dan Gunung
Pada masa-masa
masa selanjutnya tidak tercatat mengenai kegiatan di wilayah ini kecuali
Kabuyutan Cibadak sekitar 15 km sebelah barat Kota Sukabumi yang dibuat Prasasti
Sanghyang Tapak (Sri Jayabuphati) dari Kerajaan SSunda
unda yang ditulis 11 Oktober 1030 m
tentang sungai Cicatih. Kemudian panorama wilayah ini digambarkan oleh Traveller
Bujangga Manik dari atas gunung Gede pada masa Pajajaran yang catatannya tersimpan di
Perpustakaan Boedlian, Oxford University
University, Inggris sejak tahun 1627.. Namun sepanjang
Pakuan hingga Gunung Padang ditengarai ada kerajaan
kerajaan-kerajaan kecil
ecil di wilayah Pajajaran
tengah seperti pagadungan (cicurug dan sekitarnya) kemudian Kadatuan Pamingkis (Gunung
Walat Cibadak) dan Kacutakan Mangkalaya, selain kacutakan Jampang diselatan (basisir
kidul). sumber-sumbernya
sumbernya berupa tradisi lisan yang dicantu
dicantumkan
mkan dalam pantun bogor serta
literatur Belanda mengenai kisah rakyat.
Sebuah Kisah rakyat mengenai pembentukan Babakan di wilayah kota Su Sukabumi yang
termuat dalam majalah Taal, Land, Volkenkunde memperkuat hipotesa ini yaitu
penghancuran kadatuan Gunung Pamingkis di Gunung Walat (Cibadak), kisah terus berlanjut
dan melompati masa penyerangan Gunung Guruh yaitu dimasa putri Datu Ranggah Bitung
(Nyi Pudak Arum) yang sudah dewasa (dijelaskan dalam su sub
b bab sasakala kota sukabumi).
Pada masa tersebut dayeuhluhur sudah luluh lantak dan sebagian penduduk sudah lari ke
selatan sehingga Ki Wangsasuta yang hendak menikahi putri Datu Ranggah Bitung membuka
babakan anyar ditegal kole (gunung parang), kisah yan
yangg berakhir tragis ini dipercayai sebagai
asal mula babakan yang sekarang menjadi kota Sukabumi. Masyarakat mempercayai sebuah
kuburan yang disebut kuburan Embah Jaya Suta Permana sang pembuka babakan Gunung
Parang. Kuburan tersebut terletak di Kampung Baru Skip RT.04 RW 09 Kelurahan Sriwedari,
Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi. Dalam versi Sumur Wangi dapat diketahui kurun
waktu kisah pembentukan Babakan oleh Ki Wangsasuta ini adalah sekitar tahun 1614, hal ini
dapat diketahui dari keterangan tentang De Demang
mang Kartala (Kepala Cutak
Mangkalaya/Dayeuhluhur) yang hendak mengirimkan Puntang Mayang sebagai hadiah
untuk sultan Mataram.
Sejarah mulai berubah saat VOC merubah strateginya dari pedagang yang bergerak dari
pantai ke pantai berubah menjadi penguasa ter teritori
itori dan masuk ke pedalaman, hal ini
bermula dari perebutan Jayakarta oleh VOC sebagai kota pelabuhan idaman kerajaan- kerajaan
kerajaan sekitar pasca runtuhnya Pajajaran
Pajajaran,, dan berganti nama menjadi Batavia pada 1619.
1619
Dua kekuatan besar yang mengurung sukabumi saat itu adalah Banten dan Mataram,
munculnya kekuatan VOC menyebabkan terjadinya persaingan politis segitiga yang ketat
atas wilayah ini mengingat masing
masing-masing
masing mengklaim wilayah diselatan gunung gede ini
sebagai wilayah pengaruhnya. Sultan Agung sangat berhasrat srat untuk mengenyahkan VOC
dan menguasai Batavia, sayangnya dua kali penyerangan gagal dilakukan, sebagian pasukan
lari ke selatan termasuk Sukabumi (Kuburan Eyang Kuta Wesi di jalan veteran menjadi bukti
keberadaan pasukan mataram yang desersi
desersi). Dalam beberapa
berapa literatur memang dicatat
bahwa Sukabumi menjadi penunjang logistik saat penyerangan ke Batavia yang memerlukan
waktu perjalanan tiga bulan dari Mataram
Mataram. Persaingan politis berakhir pasca perjanjian VOC
dan Mataram yang terjadi sebagai imbalan matar mataramam keada VOC atas bantuannya
menumpas pemberontakan Trunojoyo. Hal ini menyebabkan Mataram melepas mele wilayah
Gunung Gede dan Gunung salak ke selatan sampai Palabuhanratu pada tanggal 20 Oktober
1677. Penyerahan tersebut kemudian diumumkan ke para kepala wila wilayah di Sukabumi
berdasarkab Dagregister tertanggal 9 Juni 1684 yang menjelaskan bahwa Gubernur Jenderal
Joanes Camphuijs membuat surat edaran tanggal 4 Juni 1684 kepada semua kepala rakyat
Irman Firmansyah |Sejarah
Sejarah Kota Sukabumi 3
diantara Citarum dan Cimandiri ke selatan sampai laut kidul untuk melaksanakan perjanjian
penyerahan dari Mataram ke VOC VOC,, namun VOC sendiri tidak bisa langsung memanfaatkan
me
teritori tersebut mengingat wilayah ini adalah wilayah rawan dengan pemberontakkan,
Syeikh Yusuf dan Pangeran Purbaya mengobarkan perlawanan disini d dalam
alam pelariannya dari
Banten. Tahun 1687 barulah dikirimkan Sersan Scipio dan Tanujiwa (kepala kampung baru
Bogor, Kelak Tanujiwa ini ditangkap dan dibuang ke Srilangka akibat berkerjasama dengan
Prawatasari),, dan pembantu serta tentara. Mereka diperintahkan an untuk melakukan survei
atas suatu wilayah pantai selatan yang disebut Muara Ratu (Palabuhanratu). Perintah itu
resmi dari kastil Batavia dengan judul ““terter ordonnantie van sijn edelheijt den heer
gouvernoor general” dengan tanda tangan sekretaris saat iitu
tu A. van Riebeeck tertanggal 21
juli 1687. Tanujiwa dipilih karena mengetahui area Sukabumi ini. Dalam catatan hariannya
disebutkan bahwa mereka memasuki wilayah selatan Kota Sukabumi sekarang yaitu Gunung
Guruh pada hari Rabu, tanggal 7 Agustus 1687.
Scipio menggambarkan bahwa Gunung Guruh berada diantara sungai cimandiri dan
sungai Cigunung,
igunung, mereka tinggal selama kurang lebih 5 hari sambil beristirahat mereka
menyiapkan segala perbekalan karena sebagian pembantu yang ikut adalah orang Ambon
yang tidak makan nasii tapi sagu. Pada hari Senin, tanggal 11 Agustus 1687, perjalanan
mereka lanjutkan menyusuri sungai Cimandiri melewati dua gunung. Tidak banyak yang
dicatat oleh scipio selama tinggal di Sukabumi karena tujuan utamanya adalah
Palabuhanratu, penjelasan
lasan yang diberikan bahwa tanah ini berada di antara sungai
Cimandiri dan Sungai Cigunung
gunung yang bermuara kembali ke Sungai Cimandiri.
Cimandiri Kedatangan
tim Scipio ini memberi masukan kepada pemerintahan kumpeni (dari Compagnie atau
Vereenigde Oost Indies Compagn
Compagnie) mengenai
engenai gambaran wilayah sekitar Sukabumi yang
cocok untuk budi daya tanaman
tanaman. Kondisi sekitaran Sukabumi kemudian agak sedikit genting
terutama di wilayah selatan dengan munculnya Pemberontakan Prawatasari yang disebut
karaman Jawa yang juga diburu ol
oleh pasukan Scipio,, hal ini mengakibatkan wilayah Priangan
termasuk Gunung parang terkena paceklik karena selain kekacauan di selatan, di wilayah
utara juga terjadi tekanan dari dua kekuatan baru yaitu Sumedang yang berhasrat
mengambil wilayah bekas kerajaa
kerajaann Pajajaran, dan Banten yang juga berseteru dengan
Sumedang yang menyebabkan Cianjur diluluhlantakkan dengan 800 pasukannya. Pasca
pemberontakan Prawatasari, kondisi sedikit demi sedikit sudah dapat dikendalikan. VOC
kemudian memfokuskan diri untuk melaku
melakukan
kan penanaman kopi yang sudah diujicobakan di
wilayah Sukabumi dan Cianjur oleh Gubernur Jendral Van Hoorn pada 1704. Kemudian
Bupati Cianjur yang baru dilantik tahun 1707, yaitu Aria Wiratanudatar III yang menyuruh
adiknya untuk membuka perkebunan kopi pe perintis
rintis di wilayah Gunung Guruh,
Guruh hasilnya
kemudian cukup menjanjikan sehingga pemerintah VOC sangat tertarik untuk
mengembangkannya lebih lanjut.
Gunung Guruh yang disebut sebagai Grote Negorij dalam Plakatboek sepertinya tidak
berkembang dan muncul entitas baru yang menjanjikan yaitu Gunung Parang. Dibukanya
Irman Firmansyah |Sejarah
Sejarah Kota Sukabumi 4
perkebunan kopi di Gunung Parang menyebabkan kebutuhan jalan yang lebih layak untuk
mendistribusikan
stribusikan kopi ke Batavia ataupun untuk kunjungan para pembesar baik dari Batavia
maupun Cianjur.. Sebelum dibangunnya Jalan Daendels yang melewati puncak, hasil
produksi dari Cianjur selatan juga melewati jalan ini karena sungai
sungai-sungai
sungai di wilayah ini tidak
bermuara ke Batavia tetapi ke laut selatan. Gunung Parang kemudian ian mengalami kenaikan
status secara formal sesudah dibentuknya distrik
distrik-distrik
distrik pada tahun 1776 dan secara resmi
bernama distrik Gunung Parang. Untuk keperluan distribusi hasil perkebunan maka pada
tahun 1786,, tiga tahun sebelum kehancuran VOC, dibuatlah jalan yang layak digunakan
untuk kereta kuda yang mengangkut kopi,, rute jalan yang dibuat tidak tanggung-tanggung:
tanggung
Batavia-Buitenzorg - Goenoeng Parang – Tjiandjoer-Bandoeng. Hal ini menegaskan kenapa
Gunung Parang bisa maju sedangkan Gunung Guruh jalan di ditempat
tempat padahal punya
komoditas yang sama yaitu Kopi. ternyata akses jalan berperan penting. Akses jalan yang
membelah Sukabumi cenderung lebih ideal sebagai sebuah kota yang menghubungkan dua
kota besar yaitu Batavia dan Tjiandjoer, ini jalan satu
satu-satunya yang cukup baik sebelum jalan
melewati puncak dibangun Daendels, ini pula alasan kenapa Daendels tidak membangun
jalan melalui Sukabumi, karena dianggap masih layak. Gunung Guruh mempunyai jalan lurus
menurun di sekitar Cikujang, namun akses menuju kesana membelok jauh dan konturnya
menyulitkan sampai sekarang, begitupula aksesnya lebih cenderung utara selatan dimana ke
selatan hanya Pelabuhanratu, ke sebelah barat terhalang pegunungan Sunda dan
pegunungan Walat. Berbeda dengan Gunung Parang yang ideal untu untukk akses timur barat
yang sudah ada sejak dulu.
Secara
ecara informal Andries De Wilde membentuk semacam forum RT RT/RW
RW dimana semua
kepala adat dan dari para tetua, kokolot, kelas miskin dari setiap dusun, berkumpul di
rumah Wilde untuk meningkatkan produktifitas dan perbaikan dalam hal tanam menanam
maupun n dalam koordinasi satu sama lain sehingga semua pihak bisa bisa satu visi. Hal ini
dilakukan sejak tahun 1814 dengan frekuensi sebulan sekali. Pada pertemuan ini, setiap
anggota forum bebas untuk memberikan saran dan masukan serta ide ide-ide cerdas lainnya,
bahkan para kuli bisa mengatasnamakan majikan mereka jika diminta. Sekembalinya ke
dusun mereka mulai menyebarluaskan dari mulut ke mulut tentang hasil pembicaraan
kepada anggota masyarakat lainnya. Dalam bukunya yang berjudul Preanger
Regentschappen disebutkan bahwa setahun kemudian nama Soeka Boemie (terpisah)
diusulkan oleh para kokolot untuk menamai Kampung yang dia tinggali yaitu Cikole dan juga
seluruh tanah yang dia kuasai termasuk orang
orang-orang
orang Sunda yang tinggal didalamnya disebut
orang Sukabumi.i. Wilde juga menyukai nama tersebut, nama yang menggambarkan iklim,
cuaca dan keindahan alamnya yang berarti hasrat bumi, nama yang akan membedakan
orang-orang
orang yang tinggal di tanahnya dan di wilayah priangan yang lain. Para Kokolot
menganggap De Wilde layak ayak menjadi kepala "keluarga" Soeka Boemie tersebut. Usulan ini
kemudian diajukan oleh Wilde melalui surat kepada Engelhard pada 13 Januari 1815 tertulis
tertulis,
“This appears from his letter to Engelhard dated the 13th January, 1815. 1815." Dalam bahasa
Belanda, “Ik mag U. E. G. Achtbare niet onkundig laten dat ik opverzoek van de Inlandsche
Hoofden den naam van Tjicolle in die van Soeka Boemi veranderd heb" (Campbell:1905).
Keterangan ini dikonfirmasi oleh CME Wisboom menyebutkan bahwa berdasarkan surat
Wilde kepada teman-temannya
temannya yang salah satunya menyebutkan penamaan Sukabumi atas
usulan kepala Kampung Tjicolle. Nama Soeka Boemi dipilih karena mereka baik pribumi dan
pendatang sudah merasa betah di tempat tersebut dan disukai oleh mereka. Nama
Sukabumi cukup unik krena rena pada masa tersebut dan sebelumnya belum ada nama yang
sama diwilayah lain, hal ini berbeda dengan pola penamaan wilayah di Jawa Barat lainnya
yang seringkali sama dengan wilayah lain. Adapun nama yang bisa dikatakan Identik adalah
nama dusun Soekaboem yang berada di kadaleman Kawassen yang tercatat dalam dokumen
An Early List of Villages, Village Heads, Families, Tributes and Earnings in Priangan, West
Java tepatnya “District
District van Namen Hoofden Huijs Jaarlick,
Jaarlick,”” yaitu data mengenai penduduk,
lahan garapan,n, hasil pertanian serta pajak yang dibayar ke VOC di Priangan yang
pendataannya dilakukan oleh Claes Hendriksz. dan Jan Carstensz tahun 1686 (setahun
sebelum Scipio ke Gunung Guruh dan Palabuhanratu).
Sebelum menjadi kota afdeling, V.J. Veth menyebutkan bahwa Sukabumi pada tahun
1869 adalah ”hoofdplaats Van
an het district Goenoeng Parang
Parang”,
”, yang bisa diartikan sebagai
“lokasi balai desa Gunung Parang.” Kemudian dalam Regeerings Almanaks tahun 1872,
Raad
aad Van Indie yang pada akhirnya menyetujui untuk memberi otonomi terhadap
kota yang memenuhi syarat. Atas usul Idenburg p pada tahun 1903, dilakukan perubahan
terhadap pasal 68 Regeringsreglement 1854, dengan penambahan pasal 68a, 68b, dan 68c,
yang memberikan kesempatan untuk membentuk daerah daerah-daerah
daerah otonom. Kemudian
diundangkan Wethoudende Decentralitatie Van het Bestuur innederlandsch Indie, Indie yang
dikenal sebagai Undang-Undang
Undang Desentralisasi (Decentralisatiewet) yang disusul dengan
aturan teknis pada tahun 1905 berupa Decentralitatie Besluit dan Local raden Ordonnantie
dengan maksud memberikan pemeritahan sendiri pada wila
wilayah
yah Karesidenan dan Kabupaten
(afdeling). Decentralitatie Besluit tersebut mengemukakan tentang pokok-pokokpokok
pembentukan, susunan, kedudukan, dan wewenang dewanmenjadi
dewanmenjadiraad dalam pengelolaan
keuangan yang dipisahkan dari pemerintah pusat. Sedangkan Local Raden Rad ordonnantie
merupakan aturan pelaksanaan yang menentukan status, struktur, kewenangan, dan
pembentukan berbagai Raad, yaitu Gewestelijke Raad, Plaatslijk Raad, dan Gemeenteraad.
Wilayah-wilayah
wilayah hukum yang mandiri ini akan diperintah oleh dewan
dewan-dewan lokal,
yaitu dewan wilayah (Kabupaten) dan dewan Kotamadya ((Gemeenteraad
Gemeenteraad). Ketua dewan
wilayah adalah Asisten Residen, sedangkan didalam dewan Kotamadya untuk sementara
dijabat oleh Asisten Residen, yang selanjutnya dikepalai Walikota ((Burgeemester
Burgeemester). Undang-
undang ini akhirnya memunculkan pembentukan kota kota-kota
kota baru seperti Batavia, Meester
Cornelis, Buitenzorg, Bandoeng. Maka berkembanglah wacana di masyarakat untuk
membentuk sebuah pemerintahan kota resmi sebagai jembatan pemerintah desa dan pusat
kolonial. Di samping itu berdasarkan pertimbangan banyaknya orang Belanda dan Eropa
pemilik perkebunan serta pegawai sipil Belanda di Kota Sukabumi, memunculkan gagasan
untuk mempunyai wilayah otonom sendiri dan tidak diperintah oleh patih pribumi. Para
pengusaha dan n penduduk Sukabumi yang kebanyakan orang Belanda, mengajukan
rekomendasi kepada pemerintahan Hindia Belanda dengan surat tertanggal 15 januari 1913
yang ditujukan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk menjadi wilayah otonom
atau Burgelijk Bestuur dengan status “Gemeenteraad Van Sukabumi”. Sukabumi” Berdasarkan
rekomendasi tersebut, maka pada 1914 Onderafdeling Sukabumi dirubah menjadi
Irman Firmansyah |Sejarah
Sejarah Kota Sukabumi 9
Gemeente Soekaboemi yang d diundangkan dalam Staatsblad nomor 310 tahun 1914 dengan
anggaran biaya yang dundangkan dalam Staatsblad nomor 311 tahun 1914. Kedua
Staasblad ditandatangai oleh Gubernur Jenderal AWJ Idenburg di Istana Cipanas dan diberi
tanggal 28 Maret 1914. Dalam pasal 10 ditulis "Deze Ordonantie treedt in werking op 1 April
1914.” Jadi, meskipun besluit tersebut ditandatangani
andatangani tanggal 28 Maret 1914, namun besluit
tersebut mulai berlaku efektif tanggal 1 April 1914 yang kemudian menjadi hari jadi kota
Sukabumi.
Namun burgelijkbestuur ini belum berjalan selama 12 tahun karena belum ada
pejabatnya sehingga sementara wa waktu
ktu diwakilkan kepada Asisten Residen Buiitenzorg untuk
Sukabumi. Beragam Infrastruktur lainnya mulai dibangun, apalagi semenjak 1914 Sukabumi
sudah ditetapkan sebagai Gemeente, meskipun belum berjalan karena masih dibawah
Asisten Residen Bogor, namun pena
penataan
taan sudah mulai dilakukan. Hal ini dilakukan mengingat
Kota Sukabumi mulai mengalami persoalan kekumuhan. Bila kita lihat foto-foto foto Kota
Sukabumi pada awal abad 19 kelihatan sekali sangat kumuh dengan jalan tanah berdebu
dan rumah-rumah
rumah kayu yang kurang llayak. Hanya ada satu dua bangunan permanen yang
indah dilihat. Pembangunan di Kota Sukabumi pasca terbentuknya otonomi terbatas
(Gemeente)) cukup signifikan, dikampanyekan dengan istilah Soekaboemi Vooruit (Sukabumi
Melangkah).
Kota Sukabumi mengalami perubahan administrasi kembali pada tahun 1921, berupa
perubahan Afdeling Soekaboemi menjadi Regentschap (Kabupaten) Soekaboemi terpisah
dari Regentschap Tjiadjoer berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal tanggal 25 April 1921
Nomor 21 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 1921.kemudian Besluit Nomor 71 tanggal
7 Juli 1921 diangkat Raden (Adipati Aria) Soeria Nata Brata yang terkenal dengan sebutan
Aom Dolih atau Dalem Gentong karena bertempat tinggal di Kampong Gentong, Kecamatan
Sukaraja
araja sebagai Bupati Sukabumi. Soeria Natabrata ini pernah dipuji Snouck Hurgronje
sebagai patih yang rajin dan maju. Disusul pengangkatan Raden (Demang) Karnabrata pada
tanggal 26 Desember 1921 sebagai patih (sekarang setingkat sekda) menggantikan Soeria
Natabrata yang sebelumnya menjabat patih Afdeling Soekaboemi sejak tanggal 29
Desember 1902. Seiring dengan berubahnya status Afdeling Sukabumi menjadi Kabupaten
Sukabumi sejak 1 Juni 1921, maka wilayah Geografis Sukabumi pun beralih menjadi bagian
wilayahh Kabupaten Sukabumi dan Kota Sukabumi menjadi Ibukota Kabupaten merangkap
Gemeente yang belum beroperasi penuh. Pada tahun 1922, terbentuklah Bestuursher
Voorings Ordonantie atau Undang
Undang-Undang
Undang Perubahan Tata Pemerintahan Negeri Hindia
Belanda (Staatsblad 1922 No. 216), sehingga pada tahun 1922 terbentuklah Regentschaps
Ordonantie (OrdonantieKabupaten) yang membuat ketentuan
ketentuan-ketentuan
ketentuan daerah Otonomi
Kabupaten (Staatsblad 1925 No. 79).
Pada masa pemerintahan Bupati R.A.A. Soeria Nata Brata tepatnya tahun 1923
terjadi pemekaran wilayah dimana Priangan dipecah menjadi 3 (tiga) Karesidenan, yaitu