Patanjala
Volume 9 Nomor 3 September 2017
Patanjala bermakna air sungai yang tiada hentinya mengalir mengikuti alur yang dilaluinya hingga ke
muara. Seperti halnya karakteristik air sungai, manusia harus bekerja dan beramal baik, serta fokus
pada cita-citanya. Patanjala adalah majalah ilmiah yang memuat hasil-hasil penelitian tentang nilai
budaya, seni, dan film serta kesejarahan yang dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa
Barat di wilayah kerja Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Lampung. Redaksi juga menerima artikel hasil
penelitian di Indonesia pada umumnya. Patanjala diterbitkan secara berkala tiga kali setiap Maret, Juni,
dan September dalam satu tahun. Siapa pun dapat mengutip sebagian isi dari jurnal penelitian ini dengan
ketentuan menuliskan sumbernya.
Pelindung
Direktur Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Penanggung Jawab
Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat
Redaksi
Ketua : Iim Imadudin, S.S., M.Hum (Sejarah)
Anggota : 1. Dra. Ria Intani T. (Antropologi)
2. Dra. Lina Herlinawati (Sastra Indonesia)
3. Dra. Lasmiyati (Sejarah)
4. Hary Ganjar Budiman, S.S. (Sejarah)
5. Erik Rusmana, S.S., M.Hum
(Editor Bahasa Inggris)
Redaktur Pelaksana
Titan Firman, S.Kom.
Mitra Bestari
Prof. Dr. A. Sobana Hardjasaputra, S.S., M.A.
Dr. Ade Makmur K., M.Phil (Antropologi, UNPAD)
Dr. T.M. Marwanti, Dra., M.Si (Antropologi, STKS)
Dr. Mumuh Muhsin Z., M.Hum (Sejarah, UNPAD)
Diterbitkan oleh
Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jl. Cinambo No. 136 Ujungberung – Bandung 40294
Telp./Faks. (022) 7804942
e-mail: jurnalpatanjala@yahoo.com
http://bpsnt-bandung.blogspot.com
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar
http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id
Dicetak oleh
CV. HALIMAH
Jl. Dengki Selatan V No. 20
Bandung
Heksa Biopsi Puji Hastuti mengulas Kalimat Penobatan Raja dalam logika
semiotik orang Moronene di Pulau Kabaena. Cikal bakal kalimat penobatan Raja
Moronene di Kabaena adalah pesan perpisahan Tebota Tulanggadi kepada putranya
yang terdapat dalam legenda “Donsiolangi dan Wa Lu Ea”. Seorang raja dalam
pandangan filosofis orang Moronene di Kabaena harus menjalankan kepemimpinan
dengan amanah dan berkewajiban berlaku adil pada rakyatnya. Selain itu,
pengambilan keputusan seorang raja harus disertai kehati-hatian dan penuh
pertimbangan. Raja harus mampu mencari solusi bagi segala permasalahan
rakyatnya.
Ali Gufron meneliti tradisi lisan hahiwang pada perempuan di pesisir Lampung,
khususnya masyarakat 16 marga di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Hahiwang
merupakan ungkapan pengalaman dan perasaan jiwa perempuan Lampung Saibatin
atas ketidakberdayaannya menghadapi dominasi laki-laki. Ekspresi lisan hahiwang
tidak bertujuan untuk menggulingkan kekuasaan patriarki, melainkan hanya
sebagai ungkapan atas ketertindasan perempuan dalam bentuk ratapan yang
dilantunkan. Dalam perkembangan selanjutnya, hahiwang dieksploitasi kaum
patriarki menjadi sarana siar agama, pelengkap begawi adat, dan bahkan penarik
simpatisan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah. Perubahan fungsi menarik
untuk diamati dalam konteks perkembangan masyarakat.
Patanjala
Volume 9 Nomor 3 September 2017
DAFTAR ISI
Kalimat Penobatan Raja: Logika Semiotik Orang Moronene di Pulau 327 - 342
Kabaena
The King Coronation Speech:
Semiotic Logics of Moronene People in Kabaena Island
Heksa Biopsi Puji Hastuti
Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan di Desa Citatah, 359 - 374
Kabupaten Bandung Barat
The Role of Women in Traditional Ceremony of Rahengan
in Citatah Village, West Bandung Regency
Ani Rostiyati
Tradisi Lisan Hahiwang pada Perempuan di Pesisir Barat Lampung 391 - 406
Oral Tradition of Hahiwang of Women in West Coast of Lampung
Ali Gufron
Biodata Penulis
Pedoman Penulisan
Lembar Abstrak
Abstract Sheet
Indeks Penulis
Indeks Kumulatif
Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 327
Naskah Diterima: 7 Juni 2017 Naskah Direvisi: 19 Oktober 2017 Naskah Disetujui: 21 November 2017
Abstrak
Kalimat penobatan Raja Moronene di Kabaena cikal bakalnya adalah pesan perpisahan
Tebota Tulanggadi kepada putranya yang terdapat dalam legenda “Donsiolangi dan Wa Lu Ea”.
Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang bagaimana pandangan filosofis orang
Moronene di Kabaena terhadap posisi raja sebagai pemimpin tertinggi negeri, yang tercermin
dari kalimat penobatan raja yang ada dalam legenda ini. Data berupa lima kalimat perpisahan
raja dan anaknya diambil dari kisah legenda “Donsiolangi dan Wa Lu Ea”. Data dianalisis
secara deskriptif-kualitatif dengan pendekatan semiotika. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
pandangan filosofis orang Moronene di Kabaena terhadap seorang raja adalah bahwa raja harus
amanah dan mutlak berlaku adil pada rakyatnya; Raja harus berhati-hati dan penuh
pertimbangan dalam mengambil putusan. Tanggung jawab sebagai raja dapat membalikkan
kejadian; Kebijakan raja sangat berdampak bagi negerinya, baik dampak positif maupun negatif;
dan raja harus selalu siap menjawab pertanyaan dan mencari solusi bagi segala permasalahan
rakyatnya.
Kata kunci: kalimat penobatan raja, Moronene, logika semiotika.
Abstract
The Moronene king coronation speech in Kabaena was sourced form the farewell
messages of Tebota Tulanggadi to his sons which is contained in the legend "Donsiolangi and Wa
Lu Ea". This research concerns issues on Moronene philosophical point of view upon a king as top
leader in a country, which represented in king‟s coronation speech. The data was taken from
“Donsiolangi dan Wa Lu Ea” legend. Analysis data were committed by using qualitative-
descriptive method with semiotics approach. The result of data analysis shows that Moronene‟
philosophical views upon king is that a king requarely to be trust and fair to his people. The king
must be careful and considerate in taking decisions. Responsibility as a king can reverse any
circumstances; The king's policis greatly affected his country, both positive and negative; And the
king should always be ready to answer questions and seek solutions to all the problems of his
people.
Keywords: king coronation speech, Moronene, semiotic logics.
328 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342
orang yang kelak menjadi orang penting disepakati adanya pemisahan fungsi
dalam sejarah Kabaena. Pertama, seorang eksekutif dan legislatif sebagai
lelaki rupawan bernama Wakaaka yang pengawasnya.
ditemukan di dalam ruas bambu gading Kehidupan rumah tangga Mokole
yang akan mereka jadikan kalemba (alat Tebota Tulanggadi dan Tebota Wulele
pikul binatang buruan). Kedua, lelaki Waru berjalan dengan baik hingga suatu
berjubah „duba tongkiwonua‟ dan ketika, karena kesibukannya, Sang Mokole
menyandang keris „tobo tongkiwonua‟ menolak mencebokkan putranya yang
bernama Tebota Tulanggadi, yang berhajat besar. Setelah tiga kali diminta
ditemukan di dalam ruas bambu hijau dan tiga kali juga menolak, akhirnya
besar. Ruas bambu hijau itu sedianya akan Tebota Wulele Waru menceboki anaknya
digunakan untuk membuat tari (tempat itu. Ini adalah pantangan bagi dirinya
air). Ketiga, seorang perempuan cantik sebagai putri kayangan. Akibatnya, ia
penjelmaan bunga waru yang kemudian harus kembali ke kayangan dan
dinamai Tebota Wulele Waru. Ketiga meninggalkan keluarganya di bumi.
orang ini dianggap sebagai anugerah dari Sepeninggal istrinya, Mokole Tebota
langit karena kehadirannya yang tidak Tulanggadi mengasuh anak-anaknya
lazim. dengan bantuan kungku holue (bagian
Selanjutnya, disepakati untuk urusan rumah tangga istana). Mokole hidup
mengangkat Wakaaka sebagai Turuna sendiri sampai anak-anaknya cukup besar
Binta Sinangkobino Langi, Tinendeteno untuk diberi amanah menjadi mokole,
Wita (Anugerah Langit Penguasa Alam). melanjutkan roda pemerintahan di
Ketika Wakaaka diminta menjadi mokole Kerajaan Kabaena (dengan restu pihak
(raja), dia menolaknya karena menurutnya pemangku adat di Rahadopi).
Tebota Tulanggadi lebih cocok dijadikan Mokole Tebota Tulanggadi bermak-
mokole setelah dinikahkan dengan Tebota sud pergi menyusul Sang Permaisuri ke
Wulele Waru. Tebota Wulele Waru setuju kayangan. Sebelum pergi, ia berpesan
menikah dengan Tebota Tulanggadi kepada anaknya yang diamanahi menjadi
dengan syarat ia tidak memegang najis mokole, “Lanjutkan pemerintahan ini,
selamanya. Jadi, Tebota Tulanggadilah berlakulah adil pada rakyatmu. Pada
yang harus membersihkan segala kotoran dirimulah tertuang emas, dan pada
anak mereka kelak. dirimulah tertuang sampah. Jika kemarin
Setelah menikah dan menjadi engkau kuat maka hari ini kamu lemah,
mokole, Tebota Tulanggadi membangun jika kemarin engkau lemah maka hari ini
istana di Eempuu, ibu kota Kerajaan kamu kuat. Jika kamu tidak amanah, walau
Kabaena yang pertama. Sementara itu, kau besi akan terapung, walau kau sabut
Wakaaka pindah ke Rahadopi, sebuah akan tenggelam. Karena kau ibarat jarum
kampung yang selanjutnya ditentukan tempat memasukkan benang.” Setelah
sebagai kampung pemangku adat. mengucapkan kalimat-kalimat tersebut,
Wakaaka diposisikan sebagai pihak Tebota Tulanggadi menyerahkan pakaian
pemangku adat di tanah Kabaena dengan yang dipakainya pada saat ditemukan di
tugas menobatkan mokole dan menjaga buluh hijau lalu dia pergi ke kayangan dan
jalannya adat istiadat Kabaena. Pemisahan putranya sudah resmi dinobatkan menjadi
tempat dan fungsi ini dilakukan demi mokole.
menjaga berjalannya roda pemerintahan.
Apabila pemangku adat dan mokole Pesan Mokole Tebota Tulanggadi
disatukan, dikhawatirkan terjadi kepada anaknya itu digunakan sebagai
mekaumbanga (korupsi, kolusi, dan salah satu bagian dalam rangkaian kalimat
persepakatan adat) antara kedua belah dalam acara penobatan mokole di Kabaena
pihak. Jadi, di Kerajaan Kabena telah sampai sekarang. Terkait keberadaan
Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 333
Wakaaka di Rahadopi, sampai saat ini pun dimungkinkan adanya penyisipan kata-kata
masih berlaku bahwa penobatan raja (tambahan, sinonim) sebagai penjelas,
„mokole‟ di Kabaena dianggap tidak sah dilakukan pembalikan struktur, atau
tanpa restu dan persetujuan dari pemangku tindakan lain yang menjelaskan kalimat.
adat di Rahadopi. Berikut ini pembacaan heuristik atas pesan
Tebota Tulanggadi kepada putranya.
2. Pembacaan Sistem Semiotik Tingkat (a) Lanjutkan(lah) pemerintahan ini,
Pertama (Heuristik) Kalimat berlakulah adil pada rakyatmu,
Penobatan Raja Kabaena dalam (b) (Apabila dirimu berlaku adil) pada
Donsiolangi dan Wa Lu Ea Ea” dirimulah tertuang emas (puja dan puji
dari rakyatmu), dan (apabila dirimu
Pesan yang diucapkan oleh
berlaku tidak adil atau berbuat
Tebota Tulanggadi saat akan meninggal-
kesalahan) pada dirimulah tertuang
kan anak-anaknya untuk menyusul sang
sampah (hujatan, caci-maki, dan kritik
permaisuri ke kayangan hanya terdiri atas
dari rakyat).
lima kalimat. Namun, dalam praktik
(c) Jika (bisa saja) kemarin engkau kuat
sesungguhnya saat ini, kalimat penobatan
maka (dan) hari ini kamu (berubah
raja „mokole‟ di Kabaena lebih panjang.
menjadi) lemah, jika (bisa saja)
Kalimat penobatan yang lengkap memuat
kemarin engkau lemah maka (dan)
lebih banyak lagi tuturan-tuturan yang
hari ini kamu (berubah menjadi) kuat.
harus dipedomani dalam menjalankan dan
(d) Jika kamu tidak amanah, walau kau
membuat kebijakan dalam masyarakat adat
besi (mungkin saja kau) akan terapung,
serta perihal penyerahan kekuasaan
walau kau sabut (kelapa) (mungkin
(wawancara dengan Bapak Ilfan Nurdin).
saja kau) akan tenggelam.
Dalam konteks penelitian sastra, kalimat
(e) Karena kau (sebagai pemimpin) ibarat
yang dijadikan objek adalah lima kalimat
jarum, (adalah lubangnya), tempat
yang ada di dalam legenda “Donsiolangi
(orang) memasukkan benang.
dan Wa Lu Ea” berikut.
Pembacaan heuristik ini belumlah
(a) Lanjutkan pemerintahan ini,
dapat memberikan makna yang sesungguh-
berlakulah adil pada rakyatmu.
nya dari rangkaian kalimat Tebota
(b) Pada dirimulah tertuang emas, dan
Tulanggadi kepada putranya. Pembacaan
pada dirimulah tertuang sampah.
ini dilakukan sebatas pada upaya
(c) Jika kemarin engkau kuat maka hari
memahami arti bahasa dalam posisi sistem
ini kamu lemah, jika kemarin engkau
semiotik tingkat pertama, yaitu memahani
lemah maka hari ini kamu kuat.
berdasarkan konvensi bahasanya. Untuk
(d) Jika kamu tidak amanah, walau kau
mengungkap makna yang lebih mendalam
besi akan terapung, walau kau sabut
dari kalimat-kalimat tersebut diperlukan
akan tenggelam.
pembacaan lanjutan yang dikaitkan dengan
(e) Karena kau ibarat jarum tempat
konvensi sastra berupa struktur cerita.
memasukkan benang.
Dalam pembacaan heuristik atau
sistem semiotik tingkat pertama, kelima
kalimat tersebut dibaca berdasarkan pada beberapa bagian, sebuah kalimat perlu
struktur kebahasaannya. Untuk memper- disisipi atau diberikan kata penjelas agar
jelas arti5 yang terkandung di dalamnya, artinya dapat lebih dimengerti. Sementara itu,
istilah makna digunakan dalam sistem
semiotik tingkat kedua, atau pembacaan
5
Dalam pembahasan sistem semiotik tingkat retroaktif yang tidak lain adalah tahap
pertama dan sistem semiotik tingkat kedua, pemaknaan. Kalimat-kalimat dibaca dengan
dibedakan antara istilah arti dan makna. memperhatikan relasi yang mungkin ditarik
Istilah arti mengacu pada arti yang terkandung kepada aspek lain yang terkait dengan kisah
dalam kalimat secara kebahasaan, mengingat Donsiolangi dan Wa Lu Ea.
334 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342
Setelah kedua anaknya dipandang sebagai putri dari kayangan dia pantang
sudah cukup umur untuk memimpin memegang najis. Apabila Tebota
kerajaan, Tebota Tulanggadi mengutarakan Tulanggadi tidak menyepakati syarat
maksudnya menyusul permaisuri ke tersebut, dia pun tidak akan memaksa, dan
kayangan. Secara implisit terbaca maksud- akan memilih untuk tidak menikah dengan
nya untuk menyerahkan tampuk pemerin- laki-laki dari ruas bambu hijau itu. Dari
tahan kepada salah satu anaknya7. ilustrasi ini, dapat diketahui bahwa Tebota
Setelah mengucapkan kalimat-kalimat Wulele Waru adalah seorang perempuan
petuah, Tebota Tulanggadi pun menghi- yang memiliki prinsip. Sebagai perempuan
lang secara gaib. Masyarakat meyakini dia dia tidak hanya menerima apa yang
pergi ke kayangan, menyusul Permaisuri diperintahkan. Dia merasa berhak mene-
Tebota Wulele Waru. rima ataupun menolak sebuah permintaan.
Dari segmen ini, terbaca bahwa Selain memiliki prinsip, Tebota
Tebota Tulanggadi memiliki sifat visioner. Wulele Waru pun digambarkan sebagai
Apa yang akan dilakukannya, terutama seorang perempuan yang memiliki kasih
yang berkaitan dengan pemerintahan sayang serta cinta yang tinggi kepada
kerajaan, yang berarti terkait dengan hajat anak-anaknya dan bersifat konsekuen.
hidup orang banyak, terlebih dahulu Ketika suatu ketika karena suaminya sibuk,
dipikirkan masak-masak. Bisa jadi, dia meskipun sebetulnya membersihkan
semakin penuh pertimbangan setelah kotoran adalah pantangan baginya, dia
keabaiannya terhadap kesepakatan dengan tetap melakukannya. Dia sangat
Tebota Wulele Waru. Peristiwa itu menyayangi anak-anaknya dan tidak ingin
sungguh menjadi pelajaran berharga bagi anak tersebut berlama-lama kotor.
dirinya. Kematangan visi Tebota Konsekuensi pun dijalankannya. Setelah
Tulanggadi terutama sekali terlihat dari membersihkan kotoran anaknya, dia
kalimat-kalimat petuah yang pada akhirnya lenyap, menghilang menuju tempat asalnya
dijadikan sebagai kalimat penobatan raja. di kayangan.
3. Internet
“Profil Pulau Kabaena”, dalam http:/pulau
kabaena.blogspot, diakses tanggal 18
Oktober 2017.
“Sejarah Singkat Terbentuknya Kabupaten
Bombana”, diakses dari http:/bomba
nakab.go.id/?page_id=2, diakses
tanggal 18 Oktober 2017.
4. Informan
M. Ilfan Nurdin, S.Ag. (42 tahun).
2014.
Pemuka adat Moronene; Mokole
Kabaena. Wawancara, 22 Maret 2015.
Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyonugrahanto) 343
Naskah Diterima: 25 Juli 2017 Naskah Direvisi:26 Oktober 2017 Naskah Disetujui:22 November 2017
Abstrak
Tulisan ini membahas tentang peranan Bupati R.A.A. Wiratanuningrat dalam membangun
Kabupaten Tasikmalaya. Perkembangan tersebut meliputi bidang pendidikan, infrastruktur,
agama, pertanian, dan ekonomi. Ada tiga hal yang dipersoalkan yaitu (1) bagaimana kondisi
sosial, ekonomi dan pemerintahan sebelum R.A.A. Wiratanuningrat memerintah? (2) siapakah
R.A.A. Wiratanuningrat? (3) bagaimana kondisi ekonomi, sosial, dan pemerintahan ketika R.A.A.
Wiratanuningrat memerintah? Adapun metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan
tersebut yaitu menggunakan metode sejarah yang terdiri atas heuristik, kritik, interpretasi dan
historiografi. Kabupaten Tasikmalaya memang pada mulanya bernama Kabupaten Sukapura.
Perpindahan ibu kota dari Manonjaya ke Tasikmalaya boleh dikatakan sebagai tonggak awal
untuk melakukan pembangunan di Tasikmalaya walaupun memang perpindahan ini tidak terjadi
pada masa Wiratanuningrat memerintah. Meskipun Bupati R.A.A. Wiratanuningrat bukan
keturunan langsung dari Dinasti “Wiradadaha” tetapi R.A.A. Wiratanuningrat dapat
memperlihatkan kemajuan di Kabupaten Tasikmalaya baik dari segi fisik maupun nonfisik
sehingga sampai sekarang dikenal sebagai bapak pembangunan dan bapak irigasi.
Kata kunci: R.A.A. Wiratanuningrat, Tasikmalaya, bupati, kabupaten.
Abstract
This paper discusses the role of Regent of R.A.A. Wiratanuningrat in building Tasikmalaya
Regency. These developments include education, infrastructure, religion, agriculture, and
economics. There are three points in question, namely (1) how social, economic and governance
conditions before R.A.A. Wiratanuningrat ruled? (2) who is R.A.A. Wiratanuningrat? (3) how the
economic, social, and governance conditions when R.A.A. Wiratanuningrat ruled? The method
used to answer the question are using historical method consisting of heuristics, criticism,
interpretation and historiography. Tasikmalaya Regency was originally named Sukapura Regency.
The transfer of capital from Manonjaya to Tasikmalaya may be regarded as an early milestone for
development in Tasikmalaya although indeed this movement did not occur during the reign of
Wiratanuningrat. Although the R.A.A. Regent Wiratanuningrat is not a direct descendant of the
dynasty "wiradadaha" but R.A.A. Wiratanuningrat can show a progress in Tasikmalaya Regency
both physically and non-physically, so well known as the father of development and the father of
irrigation.
Keywords: R.A.A. Wiratanuningrat, Tasikmalaya, regent, regency.
344 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358
yang pada mulanya diangkat oleh Raja terhadap fakta-fakta yang diperoleh dengan
Mataram dan setelah dikuasai oleh VOC cara menghubungkan satu sama lainnya
diangkat oleh Gubernur Jenderal. untuk memperoleh fakta sejarah mengenai
Keempat, buku berjudul Sejarah hal tertentu. Lalu melakukan koroborasi
Kota Tasikmalaya 1820-1942 yang ditulis suatu data dari suatu sumber sejarah
oleh Miftahul Falah. Di dalam buku ini dengan sumber lain (dua atau lebih).
dibahas mengenai sejarah Kota Menurut Herlina interpretasi yaitu tahapan
Tasikmalaya yang komprehensif dilihat atau kegiatan menafsirkan fakta-fakta serta
dari aspek perubahan sosial. Buku ini menetapkan makna dan saling hubungan
memberikan informasi mengenai perbe- dari fakta-fakta yang diperoleh (Herlina,
daan Kabupaten Tasikmalaya, Kota 2014:15).
Tasikmalaya sehingga penulis tidak Tahap keempat adalah historiografi.
kebingungan antara kedua istilah tersebut. Dalam bahasa Inggris historiografi
Kelima, buku Sejarah Kota-Kota didefinisikan sebagai pengkajian tentang
Lama di Jawa Barat yang ditulis oleh Nina penulisan sejarah (Barnes, 1963 dalam
H. Lubis dkk. Di dalamnya terdapat bab Herlina, 2009: 9). Sedangkan menurut
yang ditulis oleh Ietje Marlina mengenai Gottschalk, historiografi diartikan sebagai
Sukapura (Tasikmalaya). Dalam tulisan- rekonstruksi imajinatif dari masa lampau
nya, Ietje menjelaskan mengenai kedu- berdasarkan data yang diperoleh dengan
dukan ibu kota Sukapura sebelum menempuh proses.
berkedudukan di Tasikmalaya dan menje-
laskan mengenai awal mula asal kata C. HASIL DAN BAHASAN
Tasikmalaya sampai perkembangan 1. Kabupaten Sukapura 1901-1908
Sukapura yang pada akhirnya berganti Paruh pertama abad ke-17 sampai
menjadi Tasikmalaya. awal abad ke-20 (1908) dikenal dengan
kepemimpinan para bupati Sukapura yang
B. METODE PENELITIAN oleh sementara orang dianggap sebagai
Metode yang digunakan dalam keturunan atau „Dinasti‟ Wiradadaha, yang
penelitian ini adalah metode sejarah yang memerintah sekitar tahun 1641 dimulai
terdiri atas empat tahap, yaitu heuristik, dari Wiradadaha I (1641-1674) sampai
kritik, interpretasi, dan historiografi. Tahap dengan Wiradadaha XII yang mendapat
pertama yang dilakukan dalam metode sebutan Dalem Bintang (1875-1901).
sejarah adalah heuristik yang merupakan Periode berikutnya, Kabupaten Sukapura
sebuah tahapan atau kegiatan menemukan dipegang oleh Dalem Bogor bernama R.T.
dan menghimpun sumber, informasi, jejak Wiraadiningrat, yang memerintah dari
masa lampau (Herlina, 2014: 7-15). tahun 1901 sampai dengan 1908. Di
Tahap kedua adalah kritik yaitu bawah kepemimpinan bupati inilah pusat
memilah dan memilih juga menyaring kota Kabupaten Sukapura dari Manonjaya
keotentikan sumber-sumber yang telah dipindahkan ke Tasikmalaya. Dia bupati
ditemukan. Pada tahap ini peneliti pertama yang mendapat gelar aria,
melakukan pengkajian terhadap sumber- sehingga terkenal dengan sebutan Dalem
sumber yang didapat untuk kebenaran Aria. Setelah wilayah afdeeling
sumber. Ada dua hal yang perlu dilakukan Mangunreja menjadi bawahan Sukapura,
pertama meneliti otentisitas sumber atau dan afdeeling Cikajang menjadi bawahan
keaslian sumber disebut kritik eksternal. Kabupaten Limbangan, sedangkan Distrik
Kedua meneliti kredibilitas sumber yang Malangbong dibagi dua, yakni sebagian
disebut kritik internal (Kuntowijoyo, 2013: bawahan Limbangan dan sebagian
77-78). bawahan Sumedang, sejak itulah, Sukapura
Tahap ketiga yaitu interpretasi, berubah nama menjadi Tasikmalaya.
memaknai atau memberikan penafsiran Pada awalnya daerah yang disebut
Sukapura itu bernama Tawang atau
346 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358
Pada tahun 1910 yang berada di bawah Tasikmalaya dijadikan ibu kota Kabupaten
kekuasaan Kabupaten Sukapura hanya Sukapura, Manonjaya menjadi sebuah
tinggal 14 distrik lagi. distrik (Regeering almanak voor
Bupati yang memerintah dari tahun Nederlandsch-Indie, 1919).
1901-1908 yaitu R. Rangga
Wiratanuwangsa. Setelah menjadi bupati 2. Kabupaten Tasikmalaya di Bawah
namanya diganti menjadi R.T. Kepemimpinan R.A.A.
Prawiraadiningrat, Bupati Sukapura ke-13. Wiratanuningrat
Pada era kepemimpinannya perpindahan Kanjeng R.A.A. Wiratanuningrat
ibu kota dari Manonjaya ke Tasikmalaya lahir pada 19 Februari 1878. R.A.
dilaksanakan. Wiratanuningrat merupakan putra Bupati
Pada tanggal 22 November 1901 Sukapura sebelumnya yaitu Tumenggung
Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Aria Prawira Adiningrat. Ayahandanya
Besluit No. 33 yang isinya menetapkan tersebut adalah anak Raden Adipati
bahwa sejak tanggal 1 Desember 1901, Wiraadegdaha, pensiunan Bupati Sukapura
Kota Tasikmalaya menggantikan yang tinggal di Karangpucung, buyut dari
Manonjaya sebagai ibu kota Kabupaten Kanjeng Dalem Tumenggung Danuningrat
Sukapura (Besluit 22 Nopember 1901 (Bupati ke-9). Dengan demikian,
No.33 Staatsblad van Nederlansch Indie). Wiratanuningrat adalah bupati yang
Ada dua pendapat mengenai penyebab memiliki darah (warisan) dari bupati
perpindahan ibu kota Kabupaten Sukapura sebelumnya yang berasal dari Dalem
dari Manonjaya ke Kota Tasikmalaya. Bogor dengan nama sebelum menjadi
Pertama, alasan ekonomi yaitu terkait bupati adalah R. Rangga Wiratanuwangsa
dengan proses penanaman, penyimpangan, (Marlina 2000: 106). Dengan demikian,
dan pengiriman nila (tarum). Penanaman Wiratanuningrat adalah Bupati di
nila dilaksanakan di daerah Gunung Sukapura, sebagaimana ayahnya, yang
Galunggung dan gudang penyimpanannya bukan dari Dinasti Wiradadaha.
terletak di daerah Pataruman, Kota R.A. Wiratanuningrat menikah
Tasikmalaya. Oleh karena penanaman nila dengan Raden Ayu Rajapamerat, putri
menjadi tanggung jawab bupati, proses Raden Jayadiningrat seorang jaksa di
pengawasan akan mengalami kesulitan Landraad Cianjur. Isterinya tersebut
karena jarak dari Manonjaya ke adalah cucu perempuan dari Raden Adipati
Galunggung cukup jauh. Kedua, alasan Aria Martanegara1. Karena perkawinannya
geografis karena pada kenyataannya Kota ini Bupati Wiratanuningrat memiliki
Tasikmalaya memiliki tanah datar yang hubungan dengan semua bupati di
jauh lebih luas daripada Manonjaya. Priangan, Rangkasbitung, dan patih
Manonjaya terletak di sebuah dataran Sukabumi.
sempit yang berbukit-bukit sehingga sulit Pendidikan formalnya diperoleh dari
untuk dikembangkan. Berbeda dengan sekolah Belanda di Sukabumi selama 2
Kota Tasikmalaya yang memiliki dataran tahun, kemudian dipindahkan ke sekolah
yang sangat luas sehingga dipandang lebih Belanda di Bogor. Setelah 2 tahun lamanya
cocok untuk dijadikan sebagai ibu kota belajar di sekolah tersebut, ketika umur 12
kabupaten (Marlina, 2007: 92-93; Falah, tahun ia masuk ke sekolah ménak
2010: 60). (Hoofden School) di Bandung sampai
Dengan demikian maka alasan tahun 1896. Sekolah ménak adalah sekolah
perpindahan ibu kota bukan hanya karena untuk mendidik calon pegawai pangreh
semata-mata masalah kondisi morfologi
tanah Kabupaten Tasikmalaya tetapi juga 1
R. Ayu Radjapamerat lahir 3 Januari 1893,
karena aspek kestrategisan daerah itu. ibunya bernama R. Ayu Tedjapamerat
Delapan belas tahun kemudian, setelah (Wirahadi Soeria, tt: 15).
348 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358
praja (sekarang: Pegawai Negeri). Calon bahwa „masa tunggu‟ yang paling singkat
murid yang akan masuk ke sekolah ini diperoleh Bupati Galuh R.A.A.
harus memenuhi syarat berikut: telah Kusumasubrata dari jabatan sebagai Mantri
duduk di kelas 7 HIS atau kelas 6 ELS dan Kabupaten (1883) menuju jabatan bupati
harus bisa berbahasa Melayu di samping hanya dalam tempo 3 tahun tanpa
bahasa daerahnya sendiri. Selain itu umur mengalami dulu menjadi wedana atau
tidak boleh lebih dari 15 tahun dan patih. Sedangkan yang paling lama adalah
diutamakan anak kaum ménak (Lubis, R.A.A. Martanegara, selama 32 tahun
1998: 214). untuk menjadi Bupati Bandung (1893).
Menurut surat Keputusan Residen Menurut Lubis (1998: 106), hal ini terjadi
tanggal 5 April 1897, No. 2932/8, R.T. disebabkan faktor keturunan langsung dan
Wiratanuningrat ditugaskan sebagai Joeroe tidak merupakan keturunan langsung dari
Serat Controluer Bandung Utara. Dia bupati yang digantikannya (sehingga lama
bertugas di wilayah tersebut kurang lebih dalam menempuh jenjang karier menuju
3 tahun lamanya. Berdasarkan surat bupati).
Keputusan Residen tertanggal 5 Oktober Bupati R.A.A Wiratanuningrat
1901, No. 123-97/8, R.T. Wiratanuningrat memiliki empat istri, satu garwa padmi
menerima pengangkatan menjadi Asisten dan 3 selir (Marlina, 1988). Istrinya yang
Wedana di Andir, wilayah Ujung Berung pertama (garwa padmi) bernama Raden
Barat. Ayu Rajapamerat. R.A.A. Wiratanuningrat
Setelah kurang lebih 7 tahun dari pernikahannya tersebut memiliki 19
memegang jabatan tersebut di atas, orang putra dan putri. Bupati ini mendapat
berdasarkan surat keputusan pemerintah sebutan Aom Soleh. Sebutan ini
tertanggal 12 Februari 1908, No. 26, ia disebabkan dia taat pada agama, bersikap
menerima pengangkatan sebagai wedana di baik dan berpembawaan tenang, walaupun
wilayah Ciheulang daerah Sukabumi. cenderung pendiam sehingga berkesan
Setelah 7 bulan menjabat di Ciheulang, tertutup (Conduitestaat 1925 Agustus No
dengan keputusan pemerintah yang telah 745/26). Tentang pribadi yang baik dan
dijanjikan dalam pembangunan, mengolah pendiam tersebut juga digambarkan dalam
serta mengatur urusan pemerintahan, maka Conduitestaat Tahun 1913 No. 1715/14.
berdasarkan surat keputusan pemerintah Sikap pendiam tersebut menurut
tertanggal 23 Agustus 1908, No. 2 R.T. conduitestaat berupaya ditutupi dengan
Wiratanuningrat diangkat menjadi Bupati bersikap riang (ramah?), dan bertindak
di Sukapura. Gelar Adipati diperolehnya bijaksana, serta berhati-hati di dalam setiap
pada tanggal 1 Agustus 1920 No.1 mengambil keputusan. Pribadi bupati yang
(Conduitestaat, 1925). Oleh karena itu, seperti itu membuat dia dicintai rakyatnya.
jabatan bupati yang diperolehnya melalui Kemudian dijelaskan bahwa jika
sebuah proses yang cukup panjang (11 berhadapan dengan orang-orang Eropa
tahun) dan berjenjang, yang dimulai dari (Belanda) dia bersikap sangat sopan, tetapi
jabatan juru tulis kontroleur, asisten tegas kepada pihak pribumi yang berada di
wedana (sekarang: camat), dan wedana. bawah kepemimpinannya. Oleh karena itu,
Menilik portofolionya tersebut, bupati bupati R.A.A. Wiratanuningrat bukan
tersebut cukup punya pengalaman dalam hanya dicintai oleh aparat dan rakyatnya,
memegang sebuah wilayah yang cukup juga mendapat kepercayaan dari
bergengsi. Demikian juga bupati-bupati di Pemerintah Kolonial. Namun demikian,
daerah yang lain pada umumnya memiliki riwayat pernikahannya yang memiliki
pengalaman jabatan yang rata-rata dimulai lebih dari satu istri, dikritisi pihak kolonial
dari strata bawah. sebagai sebuah catatan tentang konditenya
Terkait lamanya masa karier menuju dalam berhubungan dengan kaum
bupati, Lubis (1998: 104) menjelaskan perempuan. Tidak mengherankan, sebab
Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 349
lahan yang memiliki luas dengan lebarnya datang ternyata banyak yang berperan
tanah yang sudah dapat dikerjakan sebagai sebagai para tengkulak yang datang untuk
sawah kira-kira 6300 ha sedangkan yang membeli padi lalu dibawa ke tempat
sudah dijadikan tegalan dan huma 4600 ha. penggilingan-penggilingan beras milik
Menurut tinggi rendah letaknya, sawah- orang Tionghoa. Seringkali padi yang
sawah dibagi atas beberapa golongan yaitu dipotong belum begitu masak betul
sawah gogo ranca, sawah biasa, sawah akibatnya harga padi menjadi rendah
ledok, dan sawah embel. Sebagian dari sekali. Kelompok yang diuntungkan dari
Rawa Lakbok dapat ditanami padi cere dan rekayasa potensi Lakbok bukan lagi petani
gadu dua kali setahunnya, tetapi sawah melainkan tengkulak-tengkulak dan para
embel hanya dapat dikerjakan pada saat pemilik heleur atau yang punya
musim hujan saja. Hal ini disebabkan penggilingan beras.
dalam pengerjaannya yang terburu-buru Pada musim kemarau sawah-sawah
karena khawatir keburu datang banjir, di yang tidak terlalu kering ditanami padi
samping bibitnya memang bukan berasal gadu dan palawija, terong, lombok,
dari jenis bibit unggul. kacang, tembakau dan lain-lain. Tanah
Penghasilan dari embel gitak rata- yang agak tinggi dan kering dengan
rata hanya 15 kuintal per hektarnya. Tetapi singkong dan jagung. Singkong tersebut
sebenarnya rakyat bukan hanya dapat dijual ke pabrik-pabrik aci di
memperoleh hasil panen padi saja, sebab Bantardawa dan Cisaar. Artinya,
mereka menanami bagian tertentu dari pemahaman terhadap morfologi tanah
sawah yang ketika musim kering, ada digunakan untuk menentukan pengelolaan
bagian yang masih tergenang air. Sawah- tanah tersebut. Sehingga, akan terjadi
sawah yang ditanami ketika musim hujan, optimalisasi pemanfaat Sumber daya Alam
tanpa ada teknologi irigasi disebut sawah (SDA).
tadah hujan. Sayangnya, pada perkembangan
Permasalahan yang dihadapi Rawa berikutnya, ribuan bau tanaman singkong
Lakbok adalah manakala musim hujan di lereng-lereng gunung sudah tidak
volume air hujan tinggi yang membuat dipelihara lagi, karena penuh dengan
Sungai Ciseel dan Citanduy meluap. alang-alang dan belukar. Sebenarnya jika
Akibatnya terjadi banjir, sementara air tanah-tanah ini tidak dibiarkan tetapi
untuk dikonsumsi susah diperoleh. Akibat dicoba direkayasa dengan sistem-sengked,
banjir tersebut bukan hanya merusak kemudian ditanami tanaman palawija
tanaman, terutama padi, tetapi juga seperti kacang kedelai atau jenis
merendam rumah-rumah penduduk. Lebih tumbuhan lain maka persediaan makanan
jauh lagi, dampak banjir akan berakibat akan banyak. Di sinilah perlunya seorang
pada menurunnya kesehatan masyarakat. pemimpin yang kreatif.
Kondisi sebaliknya pada musim kemarau, Bukan hal yang mudah ketika
tanah ini menjadi kering dan iklimnya mereka dihadapkan pada masalah banjir di
menjadi bersuhu tinggi sehingga udaranya satu sisi, dan kekurangan air di sisi lain-
terasa panas. Hal ini disebabkan oleh yang timbul pada musim yang berbeda –
tingginya yang hanya 10 m dari permukaan benar-benar merupakan kondisi yang
laut. Oleh sebab itu, hampir setengahnya ekstrem. Belum lagi permasalahan yang
dari persawahan yang tidak dapat ditanami ditimbulkan oleh hama semacam hama
padi karena kekurangan air. Oleh karena merah dan hama dari binatang pengerat
itu, pertanian di daerah ini terkadang bisa (tikus).
surplus, atau sebaliknya. Ketika panen Pada bulan Agustus-September
berhasil, ribuan orang datang dari mana- orang beramai-ramai menangkap ikan
mana untuk mencari pekerjaan sebagai gabus, lele, betok dan belut di rawa-rawa
pembawon (pemotong padi). Mereka yang terutama di Panglelean dan Rawa Sumur di
352 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358
wilayah Lakbok Selatan. Ikan-ikan Jika pengairan sudah teratur 4/5 dari
tersebut ada yang dijual hidup-hidup ada sawah-sawah Lakbok di musim kemarau
yang dibikin lauk garang dan dikirim ke akan dapat ditanami dengan padi gadu.
Bandung, Banjar, Tasikmalaya, dan ke Sekarang hanya setengah yang dapat
seluruh Priangan. Oleh semacam Dinas diambil hasilnya di musim kemarau.
Perikanan dianjurkan untuk menanam Diharapkan dengan adanya saluran-saluran
ikan sepat siem. Oleh karena itu, setiap pengairan, rawa-rawa yang masih dalam
tahun menurut catatan-catatan tidak kurang dapat dialiri dengan air Citanduy yang
dari 240.000 kg ikan yang ditangkap dapat mengandung banyak lumpur hingga lama
dijual dengan harga f 35.000 – 40.000. kelamaan akan tertutup dan dapat
Genangan air pada musim kemarau dijadikan sawah. Kesehatan rakyat akan
membuat penduduk Lakbok senantiasa lebih baik lagi karena sarang malaria
diserang oleh penyakit muriang (malaria menjadi berkurang. Penanaman padi dapat
sawah) yang setiap tahun memakan diatur secara bersama-sama, pemberan-
korban. Tempat yang paling baik untuk tasan hama tikus dan hama merah akan
menernakkan nyamuk-nyamuk bukan lebih mudah.
rawa-rawa yang sering kebanjiran tetapi Tidak diketahui sejak kapan masya-
rawa-rawa kecil dan kolam-kolam di rakat Tasik mulai memiliki keterampilan
antara bukit-bukit yang ada di sekitar dalam menghasilkan barang-barang kera-
Lakbok. Air di rawa-rawa terlalu keruh jinan yang penuh dengan kreatifitas. Yang
bagi jentik-jentik Anopheles. Berikut ini jelas, pada masa pemerintahan R.A.
beberapa hal yang memperlambat majunya Wiratanuningrat, rakyat Tasikmalaya
Rawa Lakbok, yaitu: dikenal sebagai penghasil industri
a. Banjir di musim hujan; kerajinan yang memiliki daya tarik yang
b. Kekurangan air di musim kemarau; tinggi. Kerajinan tangan yang dihasilkan
c. Hama tikus dan hama merah; adalah barang anyaman, kain batik, tikar,
d. Terputusnya perhubungan antara topi, tempat bunga, kursi, dan barang-
desa-desa, oleh karena terendamnya barang lain dari bambu, kayu dan
jalan-jalan; tempurung. Anyaman yang jadi bahan
e. Penyakit malaria. bakunya bisa dari bahan agro yang terdiri
Sawah-sawah di Lakbok dan di atas pandan yang banyak ditanam petani
sekitar Banjar dan Rancakole semuanya lokal, bambu, dan rotan.
sawah tadah hujan. Oleh karena itu Pada awal abad ke-20, industri batik
sebagian besar pada musim kemarau tidak di Tasikmalaya tersebar di beberapa sentra
dapat dikerjakan karena kekurangan air. antara lain Burujul, Buniagara, Cipedes,
Buat mengairi Lakbok dirancang Gudang Jero, Gudang Pasantren, Bojong
mengambil air dari Citanduy. Kira-kira 20 Kaum, Panglayungan, dan Sayuran.
km dari arah hilir daerah Banjar dekat Berdasarkan data dari sumber sekunder,
Desa Leuwikeris akan dibuat bendungan kegatan membatik di Tasikmalaya dimulai
yang besar, yang akan mengalirkan airnya sekitar akhir abad XVII dan awal abad
kurang lebih pada lahan 11.531 ha sawah. XVIII (Falah, 2010: 162). Perkembangan
Sawah-sawah tadah hujan dekat Banjar seni membatik kemudian menjadi sebuah
dan Rancakole akan mendapat air dari industri rumah tangga bahkan menjadi
Citanduy juga dengan saluran lain yang salah satu komoditas penting dalam
tidak memakai bendungan. perdagangan di Tasikmalaya.
Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 353
Mitra Batik. Para pedagang Cina tidak 6. Jembatan bambu beralas besi di
mampu mengonsolidasikan di antara Mangunjaya (sangat disayangkan
mereka sehingga mereka berjalan sendiri- jembatan ini tidak sampai selesai
sendiri (Falah, 2010: 168-169). karena diterjang banjir kali Ciseel)
Meski demikian, sejak pertengahan (Wirahadisoeria. tt. Sejarah Sukapura.
abad ke-19, barang kerajinan dari Kota Tidak diterbitkan dan (Hoofcomite
Tasikmalaya sudah mendapatkan reputasi Pangeling-ngeling 300 Taun Ngadegna
yang luas, terutama di kalangan orang- Kabupaten Sukapura, 1932: 41).
orang Eropa, sehingga tidak heran Sampai dengan berakhirnya masa
sebagian dari barang tersebut diekspor ke penjajahan Belanda, ulama di Indonesia
Eropa. Di antara barang kerajinan yang terbagi atas dua kelompok yaitu ulama
paling diminati adalah anyaman pandan dependen dan ulama independen. Para
dan bambu. Berikut ini salah satu aktivitas ulama yang independen merupakan ben-
penduduk Kabupaten Tasikmalaya yang teng rakyat yang menolak kolonialisme.
memproduksi topi Panama. Penamaan Mereka terang-terangan menolak untuk
atau brand Panama boleh jadi mengambil kerja sama dengan pemerintah kolonial,
model topi tersebut dari topi-topi produksi bahkan secara terang-terangan pula
Panama (Amerika Latin) yang saat itu mengadakan gerakan perlawanan. Itulah
sedang trend. Oleh karena itu, sebabnya pemerintah kolonial mencap
kemungkinan topi tersebut dibuat atas ulama sebagai “si pembuat rusuh” (trouble
dasar pesanan orang-orang Belanda makers).
(Eropa) sehingga produksi kerajinan yang Sejak terjadinya peristiwa Cilegon,
awalnya hanya sebagai barang seni pendidikan agama Islam dan gerak langkah
menjadi memiliki fungsi, mengingat tradisi para ulama diawasi oleh pemerintah
Eropa yang menjadikan topi sebagai kolonial, bahkan di Pulau Jawa terjadi
barang fashion, sekaligus melindungi “pemburuan terhadap guru agama”. Gerak
mereka dari cuaca panas. langkah guru dan pengajar agama Islam
Untuk memperlancar kehidupan dibatasi oleh peraturan yang disebut
ekonomi masyarakat, Bupati Ordonansi Guru yang dikeluarkan pada
Wiratanuningrat membangun jalan-jalan tahun 1905. Dalam ordonansi itu antara
dan jembatan-jembatan sehingga memper- lain disebutkan bahwa guru-guru agama
lancar arus transportasi. Selain mem- Islam harus mendapat surat izin dari
bangun fasilitas publik seperti jalan dan pemerintah (bupati) sebelum mereka
jembatan. Sebagaimana diungkap melakukan tugasnya. Bila mereka
Wirahadi Soeria bahwa untuk keperluan melanggar ketentuan tersebut akan
rakyat agar memudahkan dan melancarkan dikenakan hukuman kurungan maksimal
hubungan mata pencahariannya, Bupati delapan hari atau denda f 25. Pada waktu
R.A.A. Wiratanuningrat membangun itu para bupati ditugaskan oleh pemerintah
beberapa jembatan, yaitu: kolonial untuk mengawasi kegiatan-
1. Jembatan Gantung Kawat jalan ke kegiatan terutama kegiatan para kiai. Agar
Ciwarak para bupati dapat melaksanakan kewajiban
2. Jembatan Gantung Kawat jalan ke tersebut dengan baik, pengaruh para bupati
Linggasari dalam bidang keagamaan tidak diganggu
3. Jembatan Gantung Kawat jalan ke bahkan sebagian dari penghasilan mereka
Talegong pun berasal dari bidang keagamaan,
4. Jembatan Gantung Kawat jalan ke misalnya dari zakat fitrah (Alisyahbana,
Leuwi Budah – Tanjung 1981: 8). Untuk mengadakan pendekatan
5. Jembatan Gantung Kawat jalan ke dengan para alim ulama maka Bupati
Cigugur Wiratanuningrat mendirikan perkumpulan
para alim ulama yang disebut Idharu Baitil
Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 355
Mulukki Wal Umaro yang artinya Tuhu ka Tasikmalaya. Sekolah tersebut ditujukan
Ratu, tumut ka pamarentah nagara. untuk menghasilkan lulusan yang terampil
Mendirikan rumah fakir miskin dalam bidang skill tertentu. Salah satu
Islam yang biayanya sebagian dari hasil contohnya adalah Sekolah Pertukangan.
zakat fitrah untuk fakir miskin. Biasanya Berikut ini adalah Gedung Sekolah Teknik
hasil itu diberikan langsung setiap tahun pada tahun 1930-an.
kepada yang berhak menerima, tetapi Paguyuban Pasundan mengadakan
karena kurang memberi manfaat untuk kongres pada tahun 1925 untuk mendirikan
seterusnya, maka Bupati Wiratanuningrat sekolah lanjutan yakni MULO (Meer
berpendapat lebih baik mendirikan rumah Uitgebreid Lager Ounderwijs). Peserta
penampungan bagi fakir miskin kongres memberikan wewenang penuh
(Hoofcomite Pangeling-ngeling 300 Taun kepada Bale Pawulangan Pasundan.
Ngadegna Kabupaten Sukapura, 1932: 44). Sebagai tindak lanjut setelah kongres, Bale
Pendidikan yang dijalankan oleh Pawulangan Pasundan mengajukan izin
pemerintah kolonial pada dasarnya operasional kepada pemerintah kolonial
bertujuan untuk menjadikan warganegara dan tiga tahun kemudian pemerintah
yang mengabdi pada kepentingan penjajah. kolonial mengabulkan permohonan
Dengan kata lain, pendidikan dimaksudkan tersebut. Sejak tahun 1928 di Tasikmalaya
untuk mencetak tenaga-tenaga yang dapat berdiri sekolah lanjutan yang bernama
digunakan sebagai alat untuk memperkuat MULO Pasundan.
kedudukan penjajah, mengabdi kepada Jika saat ini Tasikmalaya dikenal
kepentingan pemerintah kolonial. Politik sebagai Kota Santri, secara historis
Etis telah mengubah pandangan dalam didukung oleh berdirinya pesantren-
politik kolonial sehingga pemerintah pesantren di kabupaten ini dari mulai
Belanda beranggapan bahwa Indonesia tempat belajar yang paling sederhana (di
tidak lagi sebagai wingewest (daerah yang Goa) sampai pada pesantren yang sudah
menguntungkan) tetapi menjadi daerah dalam bentuk pondok (kobong). Pesantren
yang perlu dikembangkan sehingga dapat tua yang terdapat di Kabupaten
memenuhi keperluannya, dan budaya Tasikmalaya adalah Pesantren Syekh
rakyatnya ditingkatkan. Abdul Muhyi, melalui pesantrennya di
Pamijahan yang berbasis di goa-goa.
Kemudian Pesantren Suryalaya,
Cintawana, Sukamanah, dan Cipasung.
Pesantren Suryalaya didirikan pada 5
September 1905 oleh K.H. Abdullah
Mubarak atau Abah Sepuh yang diawali
dengan pendirian sebuah masjid yang
dijadikan tempat mengaji dan mengajarkan
Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah yang
kemudian diberi nama Patapan Suryalaya
Kajembaran Rahmaniyah sebagai cikal
bakalnya (Lubis et al., 2011: 50).
Gambar 3. Sekolah Teknik di Tasikmalaya Pesantren ini pada perkembangan
(Ambachtsschool) Tahun 1933
berikutnya menjadi pesantren yang
Sumber: Koleksi Tropenmuseum.nl. Diakses
dari mengatasi ketergantungan obat, hingga
http://collectie.wereldculturen.nl/default.aspx?l memiliki cabang sampai ke Brunei dan
ang=en, Tanggal 19 Juni 2017. Pukul 06.30 Malaysia.
WIB. Pesantren tua yang ada di
Sekolah teknik atau vokasional Tasikmalaya adalah Pesantren Condong
sudah mulai muncul di Kabupaten (Riyadlul Ulum Wadda’wah) yang terletak
356 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358
5. Internet
www.tropenmuseum.nl, Diakses 16-20 Juni
2017
Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 359
PERAN PEREMPUAN
PADA UPACARA TRADISIONAL RAHENGAN
DI DESA CITATAH, KABUPATEN BANDUNG BARAT
THE ROLE OF WOMEN IN TRADITIONAL CEREMONY OF RAHENGAN
IN CITATAH VILLAGE, WEST BANDUNG REGENCY
Ani Rostiyati
Balai Pelestarian dan Nilai Budaya Jawa Barat
Jl. Cinambo No. 136 Ujungberung – Bandung
e-mail: anirostiyati@yahoo.com
Naskah Diterima: 30 Agustus 2017 Naskah Direvisi: 18 Oktober 2017 Naskah Disetujui: 22 November 2017
Abstrak
Tujuan kajian ini melihat peran perempuan dalam upacara rahengan di Desa Citatah,
bagaimana performativitas perempuan membentuk konstruksi identitas perempuan di masyarakat.
Performativitas dipahami sebagai identitas yang dibentuk melalui wacana tindakan yang
dilakukan secara berulang dan memberi efek diterima secara sosial sebagai penanda identitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peran perempuan yang menonjol dilihat dari
struktur ritual yakni perempuan lebih banyak memegang peranan dari sejak persiapan ritual
hingga pasca ritual. Dewi Sri sebagai simbol kehidupan dianggap menjadi penanda utama gender
acts yang membentuk identitasnya dalam wilayah gagasan keperempuanan yang serba simbolis.
Penampilan dalam ritual juga memegang peranan signifikan seperti tampak pada rias wajah,
perilaku, dan pakaian. Performativitas dalam penampilannya itu lebih disebabkan aturan adat
yang hegemonik dan memaksa dirinya agar mendapatkan pengakuan di masyarakat. Kajian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dan fokus penelitannya tentang etnografis feminis, studi
mengenai perempuan dalam praktik budaya. Penggalian data melalui wawancara mendalam dan
studi pustaka. Kajian ini menggunakan analisis Butler tentang performativitas dan identitas dari
Hall.
Kata kunci: peran perempuan, upacara tradisional rahengan.
Abstrak
The purpose of this study is to look at the role of women in the Rahengan ceremony in
Citatah Village, how the performativity of women formed the construction of women's identity in
the community. Performativity is understood as an identity that is formed through the discourse of
repeated actions and gives socially acceptable effects as identity markers. The results showed that
there is a prominent female role seen from the ritual structure, that women play more roles than
ever since the preparation of rituals till post-ritual. Dewi Sri as a symbol of life is considered to be
a major marker of the gender acts that form her identity within the area of the all-symbolic
womanhood. The appearance in the ritual also plays a significant role as seen on makeup,
behavior, and clothing. Performativity in his appearance was due to hegemonic custom rules and
forced himself to gain recognition in society. This study uses a qualitative approach and its focus
on feminist ethnographies, the study of women in cultural practice. Digging data through in-depth
interviews and literature study. This study uses Butler's analysis of Hall's performance and
identity.
Keywords: women role, traditional ceremony of rahengan.
360 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374
secara performatif melalui wacana, tidak (Prabasmoro, 2007). Perempuan dan the
muncul by nature di masyarakat atau ada others mengidentifikan diri atau mendefi-
sejak lahir, melainkan dibentuk secara nisikan dirinya, bagaimana berhubungan
performativitas. Jadi identitas gender itu dan motif apa yang mungkin muncul.
adalah efek yang diproduksi oleh individu Maka ketika interaksi itu terjadi, identitas
karena menampilkan secara berulang pun terbentuk. Karenanya, identitas
tindakan atau praktik yang secara sosial sebetulnya hasil konstruksi dalam
diterima sebagai penanda identitas laki-laki berhubungan dengan sang liyan. Dengan
atau perempuan.Tindakan atau praktik perspektif ini maka dalam identitas
sosial atau budaya itu oleh Buttler sebetulnya terkandung proses perjumpaan
diistilahkan sebagai gender acts. dan negosiasi. Di situ ada pilihan-pilihan
Performativitas gender menyiratkan bahwa tanpa henti. Tidak mungkin lagi
individu membentuk identitas gendernya, merumuskan semacam esensi tetap (fixed)
seperti layaknya memilih baju. Untuk suatu identitas yang mutlak, sebab identitas
menjadi seorang perempuan misalnya, lebih sebagai hasil proses kontestasi-
individu akan memilih baju yang secara sementara terhadap yang lain, bukan suatu
sosial dianggap menampilkan femininitas. fiksasi. Identitas karenanya lebih sebagai
Jadi pilihan baju, cara berjalan, bermake proses representasi diri yang cair (fluid)
up, bertingkah laku feminim itu bukan berhadapan dengan dan dalam resistensi
produk identitas feminim. Identitas terhadap representasi pihak yang kuat atau
feminim diperoleh karena individu diri komunitas tersebut. Sehingga dapat
menampilkan sikap dan perilaku berulang. dikatakan bahwa terdapat pelekatan
Buttler mengatakan bahwa gender acts sementara pada sebentuk wacana yang
tersebut tidak diinternalisasi oleh tubuh, menceritakan identitas tersebut.
tetapi dilekatkan atau ditorehkan pada Untuk dapat memahami identitas
tubuh. melihat juga teori yang ditawarkan oleh
Konsep tentang identitas yang Anthony Giddens (1991). Menurutnya
ditulis oleh Hall (1990) berkaitan dengan identitas adalah cara berpikir tentang diri
konsepsi yang dimiliki individu (temasuk kita berubah dari satu situasi ke situasi lain
perempuan) tentang dirinya sendiri dan menurut ruang dan waktunya. Identitas
citra individu di mata orang lain. Identitas sebagai proyek karena merupakan sesuatu
memungkinkan individu untuk melihat yang kita ciptakan dan selalu dalam proses.
persamaan atau kemiripan dan perbedaan Identitas membentuk apa yang kita pikir
antara dirinya dan orang lain. Hall tentang diri kita saat ini dari sudut masa
menegaskan bahwa identitas bukan sesuatu lalu dan masa kini. Menurut Giddens,
yang given, tetapi sebuah produksi yang identitas diri tidak diwariskan atau statis,
tidak pernah final, selalu dalam proses dan melainkan menjadi suatu proyek refleksi
selalu dikonstruksi dan direkonstruksi bahwa kita terus berupaya merefleksikan
dalam sistem penandaan atau representasi. identitas dalam aplikasi kehidupan sehari-
Identitas merupakan sebuah konstruk hari. Pada prinsipnya konsep identitas diri
sosial yang tidak pernah stabil secara tersebut berfokus pada pengembangan
kultural dan selalu menjadi subjek narasi tentang siapa kita dan bagaimana
perubahan. Seberapa jauh konstruksi kita menampilkan diri serta
identitas berkaitan dengan proses tertentu mengaplikasikan konsep diri pada
dan pengalaman sejarah yang berbeda- kehidupan sehari-hari dan menghubungkan
beda. Identitas adalah persoalan lama yang diri dengan orang lain, berdasarkan norma
menemukan vitalitasnya pada masa kini. dan nilai sosial budaya yang telah
Disadari atau tidak siapa pun (perempuan) terbentuk oleh masyarakat. Selain itu, pada
setiap saat membangun identitasnya dalam dasarnya manusia juga memiliki segala
hubungannya dengan sang liyan (others) kemampuan untuk membebaskan diri dan
362 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374
sekali atau dua kali dalam setahun. pelaksanaan upacara tersebut. Dengan
Penyelenggaraan upacara dilakukan pada perincian kurang lebih 2 juta rupiah untuk
bulan Maulud atau Muharam dan belanja keperluan sesaji dan konsumsi, 3
waktunya dimulai pukul 08.00 hingga juta rupiah untuk kesenian tarawangsa, 1
malam hari. Adapun tempat pelaksanaan di juta rupiah untuk dekorasi, dan 1 juta
Kampung Pasir Peuti, Desa Citatah, yang rupiah untuk penari (pengibing).
lokasinya dekat dengan sesepuh desa Untuk keperluan sesaji dan konsumsi,
(ketua adat). Di tempat rumah tokoh inilah para ibu belanja ke pasar sehari
semua sesaji dan tumpeng (nyongcot) dari sebelumnya, antara lain membeli bahan
warga dikumpulkan dan ditata sesuai untuk membuat tumpeng nasi kuning dan
keperluan upacara. Tumpeng ini ditaruh di nasi uduk lengkap dengan lauk pauknya
atas baskom berisi lauk pauk seperti telur, yakni ikan asin, telur rebus, dan sayur
ayam, sayur tempe orek, tahu, dan lalap. nangka. Membeli bahan untuk membuat
Upacara rahengan mengambil kata dari kue bugis, papais, leupeut, tantang angin,
rahyang memiliki makna sebutan kupat, opak, wajit, jenang, dan bahan
kehormatan untuk para leluhur termasuk lainnya. Jarak dari rumah Desa Citatah ke
Dewi Sri Pohaci (Dewi padi). Dengan pasar yang terletak di Kecamatan Cipatat
demikian upacara rahengan merupakan cukup jauh, kurang lebih 5 km dengan
bentuk upacara ritual leluhur dalam ongkos naik ojeg 60 ribu rupiah pulang
upacara pertanian. Upacara rahengan pergi. Malam hari sebelum pelaksanaan
berkaitan dengan ritual buku taun yang upacara, para ibu bergotong royong
merupakan acara puncak atau akhir dari memasak di rumah Ibu RW sampai dini
seluruh rangkaian upacara pertanian hari. Mereka membuat makanan antara lain
dengan tahapan pengelolaan tanaman padi, kue bugis, papais, leupeut, kupat, opak,
mulai dari persemaian, tanam, sampai wajit dan rangginang. Selain kue, para ibu
panen. Selain itu upacara rahengan juga juga membuat sesaji berikut ini:
digunakan dalam upacara setelah kela-
hiran, pernikahan, khitanan, syukuran dan 1) Pangradinan, terdiri atas gula merah,
upacara lainnya. sirih, gambir, pisang emas, gula putih,
Berikut ini prosesi upacara rokok, telur ayam kampung,
rahengan yang berkaitan dengan pertanian kemenyan, minyak duyung, tembakau,
di Desa Citatah, Kecamatan Cipatat: serutu siong, minyak japaron, minyak
melati, minyak hajar aswat, minyak
1. Prosesi Upacara kelentik, daun pandan, gula batu, dan
a. Pelaku Upacara pisang kapas.
Pelaksanaan upacara rahengan
didahului dengan musyawarah warga yang
dilakukan dua minggu sebelumnya.
Musyawarah dihadiri oleh para sesepuh
masyarakat antara lain Abah Enceng dan
Abah Engkus sebagai ketua penyeleng-
gara dan Bapak Idik serta Idang sebagai
pelindung. Dalam musyawarah tersebut
dibicarakan juga mengenai biaya dan tugas
panitia upacara rahengan. Biaya untuk
upacara biasanya berasal dari dana pribadi
yang punya hajat dan iuran suka rela dari
warga. Biaya yang diperlukan untuk
upacara biasanya berkisar 6 sampai 8 juta
rupiah bergantung pada besar kecilnya
Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 365
6) Kopi pahit kopi manis sebagai 17) Kue bugis, papais, wajit, opak,
simbol bahwa hidup manusia itu rangginang sebagai simbol persa-
kadang pahit kadang manis, oleh tuan, karena ketan mempunyai sifat
sebab itu harus siap menerima lengket. Manusia diharapkan ber-
keadaan. satu tidak terpecah belah.
7) Dupa kemenyan sebagai simbol agar Pembuatan sesaji ini tidak terlepas
doanya diterima oleh Tuhan YME dari peran perempuan yang selama dua
melalui asap yang membumbung ke hari memasak di dapur mempersiapkan
atas. sesaji. Sesaji ini dimasak oleh para istri
8) Buah-buahan dan sayuran sebagai sesepuh desa, untuk sesaji Sri Pohaci.
simbol hasil pertanian. Sebagai Sesaji dibuat oleh perempuan khusus
ucapan syukur mendapatkan hasil pembuat sesaji yang disebut dengan
panen yang berlimpah. mapag.
9) Telur sebagai simbol hati yang bulat,
artinya manusia harus punya tekat 2. Sri Pohaci (Dewi Sri) sebagai
yang bulat. Simbol Perempuan
10) Padi sebagai simbol makanan pokok Semua agama dan kepercayaan
manusia. dalam masyarakat memiliki ritual yang
11) Leupeut sebagai simbol persatuan, berkaitan dengan pertanian yang dilakukan
seperti ketan yang memiliki sifat secara rutin maupun sewaktu-waktu
melekat. bergantung kebutuhan. Seperti ritual yang
12) Kupat sebagai simbol saling dilakukan masyarakat Citatah untuk
memaafkan jika ada kesalahan. menghormati Dewi Pohaci mereka
13) Bubur merah dan bubur putih melaksanakan upacara rahengan. Upacara
sebagai simbol asal usul manusia, rahengan bertujuan sebagai ucapan syukur
artinya manusia tidak boleh pada Tuhan YME atas panen yang
melupakan bapak ibunya. berlimpah dan kesuburan bagi para petani.
14) Kembang tujuh warna, sebagai Terdapat banyak versi cerita Dewi
simbol keharuman, semoga namanya Sri baik di Jawa atau Sunda (Rosidi, 2001:
seharum bunga. 23). Di tatar Sunda, cerita biasanya
15) Pangradinan sebagai simbol merujuk pada peristiwa di kayangan ketika
makanan para leluhur (makhluk Sanghyang Batara Guru yang memerintah-
halus), karena para leluhur ini kan Nerada untuk memberitahu para dewa
menyukai asap kemenyan, bau agar mengumpulkan bahan-bahan ba-
cerutu, tembakau, daun sirih, minyak ngunan. Hanya satu dewa yang tidak ikut
wangi. Diharapkan dengan memberi sibuk bekerja, yaitu Dewa Antaboga yang
makanan ini para leluhur datang dan menangis karena tidak memiliki tangan
memberi keselamatan serta untuk bekerja. Tiga tetesan air matanya
perlindungan bagi warga. menimpa tiga telur yang diperintahkan
16) Empat juru lima pancer diartikan Nerada untuk dibawa kepada Guru.
sebagai 4 penjuru yakni barat, Antaboga membawa telur itu dengan
selatan, timur, utara dan pusatnya di mulutnya. Ia bertemu dengan seekor
tengah. Masyarakat Citatah burung yang bertanya kepadanya hendak
mengatakan sebagai 4 penjuru 5 ke mana ia pergi. Antaboga tidak bisa
pancer, yang artinya bahwa dunia ini menjawab sehingga burung pun marah dan
ada 4 arah mata angin dan tengah menyerangnya hingga menyebabkan dua
adalah pusatnya. Manusia yang telur terjatuh dan berubah menjadi babi
berada di tengah (pusat) harus dan anjing. Telur terakhir akhirnya
mendapat perlindungan dari leluhur diberikan kepada Guru dan menetas
yang berada di 4 penjuru. menjadi gadis cantik dinamai Dewi Pohaci
atau Dewi Sri. Sang Dewi kemudian
Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 369
diasuh Dewi Uma dan Batara Guru, untuk bekerja, menanam, dan memanen.
sebagai ayah dan ibu angkatnya. Agar Pelaksanaan upacara rahengan juga
tidak dinikahi Guru, untuk menghindari merupakan salah satu usaha untuk
inses, Sanghyang Wenang membunuhnya. memelihara dan melestarikan unsur budaya
Dewi Sri dibakar dan dari tubuhnya keluar lokal supaya manusia bisa menjaga
bermacam tanaman seperti padi, kelapa, keseimbangan dan kelestarian alam, serta
bambu dan lainnya. ungkapan penghargaan kepada leluhur
Konsep Dewi Sri atau disebut pula yang telah memberikan andil yang besar
dengan Sri Pohaci dalam ritual tersebut dalam menjaga kelangsungan hidup.
sama halnya dengan keyakinan pada
masyarakat Jawa atau Sunda lainnya, 3. Peran Perempuan dalam Upacara
berkaitan erat dengan kegiatan pertanian Rahengan
sawah atau huma (padi). Kehadirannya Sebagaimana pada masyarakat
dianggap sebagai sumber atau pembawa umumnya, dalam masyarakat Citatah, laki-
kehidupan. Di beberapa daerah di tatar laki memegang peran penting, baik di
Sunda seperti masyarakat adat Baduy, Nyi bidang sosial maupun religi (adat).
Pohaci sebagai sumber kehidupan menjadi Pimpinan keluarga, komunitas atau
pusat dan fokus pemujaan dalam kelompok, kampung, ketua adat, sesepuh
kehidupan sehari-hari yang bermata desa, kuncen dan pimpinan ritual siklus
pencaharian berladang menanam padi. hidup seperti perkawinan, kelahiran,
Begitupun di masyarakat Cirebon, ritual kematian, pemujaan terhadap leluhur,
mapag Sri juga diselenggarakan, yang termasuk dalam ritual penanaman padi,
ditandai dengan pertunjukan sakral tari laki-laki berperan penting sebagai
topeng. pemimpin. Tetapi bukan berarti kaum laki-
Hal yang sama juga dilakukan pada laki di Desa Citatah menguasai segala
masyarakat Citatah Kecamatan Cipatat, sendi kehidupan masyarakat. Perempuan di
menyebut Dewi Sri dengan Sri pohaci. Nyi Citatah juga mempunyai fungsi dan peran
Pohaci dilambangkan sebagai perempuan yang khas serta tidak boleh dilakukan oleh
yang mempunyai wujud berupa boneka laki-laki. Dengan kata lain, laki-laki dan
dari padi dan diberi selendang putih. Nyi perempuan di Desa Citatah sama-sama
Pohaci sangat dihormati karena dianggap memiliki fungsi dan peran yang penting.
sebagai perempuan yang telah memberikan Laki-laki tidak bersifat mendominasi dan
kehidupan berupa makanan pokok beras begitu juga perempuan tidak dianggap
(padi). Menurut keyakinannya upacara tersubordinasi. Dalam konteks upacara
rahengan mengandung unsur magis yang rahengan, sebagaimana dijelaskan sebe-
bisa membantu petani dalam bercocok lumnya, setidaknya terdapat lima unsur
tanam, untuk mendapatkan hasil yang penting dalam struktur ritual: 1) pelaku
berlimpah. Istilah Sri Pohaci berarti dewi ritual; 2) prosesi jalannya ritual; 3)
padi atau lambang kesuburan yang penampilan pelaku; 4) tujuan ritual; 5)
didentikkan dengan perempuan yang bisa waktu dan tempat ritual. Dalam poin satu,
melahirkan. Ritual ini merupakan perempuan memiliki perannya tersendiri.
perwujudan rasa hormat kepada Dewi Sri Penduduk di Desa Citatah, jumlah
yang dianggap telah memberikan kesejah- perempuan lebih besar bila dibandingkan
teraan dan kebahagiaan kepada para petani. dengan laki-laki, ini artinya jumlah
Masyarakat masih meyakini hal-hal mistis perempuan yang terlibat dalam upacara
dalam ritual Dewi Sri, terutama petani lebih banyak. Sementara laki-laki yang
pedesaan. Para petani tradisional ini pada terlibat dalam ritual meski kalah jumlah
saat akan melakukan kegiatan pertanian dibanding perempuan, tetapi beberapa
selalu melakukan penghitungan untuk peran dan fungsi strategis dalam
menentukan baik atau buruknya waktu pembagian tugas ritual dipegang dan
370 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374
peran yang sangat menentukan. Bagi untuk mengundang para leluhur. Seni
masyarakat Citatah, pembedaan peran tarawangsa ini mampu membuat
dalam ritual tersebut meski tampak penarinya menjadi kerasukan roh halus
berbeda antara laki-laki dan perempuan, (trance). Nuansa mistik terasa dalam acara
bukan berarti salah satunya dianggap tarian ini hingga beberapa mengalami
mendominasi secara mutlak dalam sendi ketidaksadaran. Masyarakat menyebut
kehidupan masyarakat. Laki-laki selain para penari sedang dimasuki roh karuhun
mempunyai fungsi dan peran yang sehingga penari tidak sadar saat menari
dominan dalam ritual inti, tetapi tetap tidak dan merasa tidak capek meski beberapa
bisa memainkan peran dan fungsi yang jam lamanya.
dimiliki perempuan seperti tukang masak, Upacara rahengan yang bertujuan
pengibing, pesinden, panimbang, pangais, sebagai penghormatan kepada Dewi Sri ini
dan mapag. dianggap penting, karena Sri Pohaci (padi)
dianggap menjadi makanan utama yang
memberi kehidupan dan menjadi simbol
perempuan dalam kepercayaan masyarakat
Desa Citatah. Melalui ritual ini yang dalam
beberapa unsurnya hanya bisa dilakukan
oleh kaum perempuan menunjukkan
berbagai bentuk penghormatan bahwa
perempuan harus dijunjung tinggi dan
diperlakukan dengan sebaik-baiknya.
Perempuan dianggap sebagai sumber
kehidupan sehingga tidak akan ada
kecerahan dan kekuatan kehidupan tanpa
adanya perempuan. Melalui keyakinan dan
pembagian perannya dalam ritual tersebut
tampak bagaimana performativitas
perempuan didefinisikan dan diperlakukan
oleh masyarakat (adat).
Dalam analisis Butler, pendefinisian
tersebut menjadi rujukan bagi kaum
Gambar 8. Kelompok Seni Tarawangsa, perempuan untuk terus-menerus berbuat
Sinden dan Penari Perempuan dan melakukan hal yang dianggap sesuai
Sumber: Ani, 2015. dengan ketentuan adat dalam
memposisikan perempuan. Dewi Sri (Sri
Demikian pula sebaliknya, Pohaci) sebagai simbol padi yang harus
perempuan Desa Citatah tidak berhak dihormati dengan serangkaian aktivitas
memegang peran dan fungsi yang dimiliki ritual di mana perempuan turut terlibat
laki-laki dalam upacara rahengan misalnya aktif dan dalam beberapa hal memegang
dalam membacakan doa dan membuka peran kunci seolah menjadi penanda
sejarah desa selalu dilakukan oleh laki- gender acts yang memaksa perempuan
laki. Dengan kata lain, laki-laki dan untuk membentuk identitasnya yang
perempuan Desa Citatah dalam ritual adat dianggap layak dan ideal dalam wilayah
apa pun termasuk ritual Dewi Sri tampak gagasan keperempuanan yang serba
sama-sama memiliki fungsi dan peran simbolis (padi). Pemaksaan dalam
yang penting. Peran perempuan juga pendefinisian perempuan dalam upacara
tampak dalam ritual tari tarawangsa. rahengan kemudian berujung pada pilihan-
Tarian tarawangsa adalah tarian sakral pilihan tertentu kaum perempuan untuk
yang berkaitan dengan upacara pertanian bernegosiasi ketika menampilkan dirinya
372 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374
dengan bentuk atribut pakaian dan gerakan dirinya seideal dan sefeminin mungkin.
tertentu sebagai identitas yang kemudian Tak sedikit remaja putri yang berusaha
dimapankan dalam masyarakat. secantik mungkin tampil di hadapan kaum
laki-laki yang kemudian mendapatkan
4. Atribut dan Penampilan Perempuan jodoh setelah perhelatan ritual ini. Seperti
dalam Upacara Rahengan dikatakan Butler, perempuan memilih
Selain struktur ritual, dimensi atribut atribut yang secara sosial dianggap
dan penampilan dalam ritual juga menampilkan femininitas. Di sini pilihan
memegang peranan signifikan dalam baju dan gerakan feminin sepanjang ritual
menggambarkan performativitas perem- rahengan pada dasarnya bukan produk dari
puan Desa Citatah. Dalam upacara identitas feminin, sebaliknya, identitas
rahengan, kaum ibu dan remaja putri feminin itu diperoleh karena perempuan
memakai pakaian penuh warna dengan menampilkan atribut pakaian, tarian
kebaya dan sinjang kain batik dalam dengan menggerakkan tubuh dan
balutan selendang. Semua perempuan bisa bertingkah feminin secara berulang-ulang.
mengekspresikan dirinya melalui beragam Perempuan sendiri tidak merasa bahwa
warna sepanjang ritual. Merah, hijau, gender acts tersebut menjadi bagian
kuning, hitam, biru, dan warna lainnya terdalam dari jiwa femininnya, karena
seolah menyatu menjadi penanda setiap perempuan bisa melakukan pilihan
kebebasan bahwa warna apa pun adalah apa pun sesuai kehendak hatinya, tetapi
feminin dan menjadi milik perempuan. performativitas dalam atribut dan
Lain halnya laki-laki yang cenderung penampilannya itu lebih disebabkan aturan
seragam dengan berpakaian baju dan adat yang hegemonik dan memaksa dirinya
celana pangsi hitam dan iket di kepala agar mendapatkan pengakuan secara sosial
yang berlaku bagi sesepuh desa, ketua di masyarakat.
adat, pinisepuh hingga anggota komunitas Meski terjadi negosiasi dalam
lainnya. Dibanding laki-laki, pakaian penerimaannya, perempuan melalui
perempuan dalam ritual terbebas dari apa pakaian dan gerakan itu kemudian
yang disebut oleh Robinson sebagai berusaha menampilkan dirinya sebagai
pembedaan fashion etnik yang diikat di perempuan yang dibayangkan secara ideal
dalam peraturan tentang diferensiasi dan oleh komunitas adat tersebut. Selain itu,
relasi gender. Wajah pun tampak berbeda perempuan yang hadir dengan beragam
dengan bedak tebal dan gincu merah pakaian dan gerakan yang dimainkannya
penghias bibir yang mencolok. dalam serangkaian ritual itu mencerminkan
Sebagai perayaan masyarakat persepsi yang sebenarnya secara religi dan
pedesaan, ritual dengan dominasi gender yang dianut masyarakat adat dalam
dandanan perempuan layaknya perayaan memposisikan mereka.
besar (pernikahan) terkesan ritual itu Perempuan dalam atribut pakaian
seperti milik kaum perempuan. Semua dan penampilannya dalam ritual diatur
perempuan dengan khusuk mengikuti sedemikian rupa melalui keyakinan akan
prosesi ritual, bersemangat dalam tarian sosok Dewi Sri yang mereka hormati. Bagi
tarawangsa dan menari (ngibing). Gerakan orang Sunda sosok Dewi Sri yang disebut
tarian tampak teratur dan monoton tetapi Nyi Pohaci itu digambarkan sebagai
lenggak-lenggok tubuh dengan tangan perempuan Sunda yang sejak lama hidup
yang gemulai mengikuti alunan irama di daerah itu dan menjelma menjadi padi.
musik tradisional menandai kenyamanan Sosok perempuan itulah yang sangat
perempuan dalam mengidentifikasikan memengaruhi kehidupan petani Desa
dirinya di hadapan laki-laki. Dengan Citatah dalam kesehariannya. Mereka
pakaian, dandanan dan gerakan tarian sangat menghormati dan senantiasa
demikian perempuan secara berulang- menyanjungnya dalam hampir semua
ulang berusaha mewujudkan identitas
Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 373
bentuk ritual pertanian yang diseleng- warna dengan bedak tebal dan gincu merah
garakan. yang mencolok. Berbeda dengan laki-laki
Jalinan keyakinan religi dan gender yang cenderung seragam dengan
tampak terpusat pada sosok Dewi Sri (Sri berpakaian pangsi hitam dan iket di kepala
Pohaci) ini. Karenanya, perlakuan terhadap tanpa hiasan berlebih. Di sini pilihan
perempuan dan bagaimana perempuan atribut dan penampilan feminin sepanjang
mengidentifikasikan dirinya tidak terlepas ritual bukan produk dari identitas feminin.
dari persepsi masyarakat akan sosok Dewi Sebaliknya, identitas feminin itu diperoleh
Sri. Performativitas perempuan dalam karena perempuan menampilkan atribut
upacara rahengan pun merupakan salah pakaian, tarian dengan menggerakkan
satu gambaran persepsi masyarakat tubuh dan bertingkah feminin secara
terhadap sosok Sri Pohaci ini. berulang-ulang. Performativitas dalam
atribut dan penampilannya itu lebih
D. PENUTUP disebabkan aturan adat yang hegemonik
Peran perempuan dalam upacara dan memaksa dirinya agar mendapatkan
rahengan di masyarakat Desa Citatah pengakuan secara sosial di masyarakat.
Cipatat, dapat dilihat dari performativitas Meski terjadi negosiasi dalam peneri-
dan pembentukan konstruksi identitasnya maannya, perempuan melalui pakaian dan
yang cenderung membebaskan. Analisis gerakan itu kemudian berusaha menam-
performatif atas struktur ritual melihat pilkan dirinya sebagai perempuan yang
bahwa meski laki-laki memegang peran dibayangkan secara ideal oleh masyarakat
penting, tetapi kaum perempuan juga tersebut.
mempunyai fungsi dan peran khas yang
tidak bisa dilakukan oleh laki-laki. Sebagai DAFTAR SUMBER
sebuah simbol penghormatan, perempuan 1. Skripsi
lebih banyak memegang peranan dari sejak Apriani, Heli. 2010.
acara persiapan ritual hingga pasca ritual. Ritual Pare di Kasepuhan Ciptagelar.
Perempuan layaknya Dewi Sri (Sri Skripsi. Bandung: UNPAD
Pohaci) dianggap sebagai sumber Jajang, A. Rohman dan Ernawati.
kehidupan sehingga menentukan kece- “Performativitas Perempuan dalam
rahan dan kekuatan kehidupan. Dengan Ritual Adat Sunda” dalam Musawa Vol.
demikian secara jelas terlihat bagaimana 13 No 2. Desember 2014. Hlm. 152.
performativitas perempuan didefinisikan
dan diperlakukan oleh masyarakat. 2. Buku
Pendefinisian tersebut menjadi rujukan Abdullah, Irwan.2006.
bagi kaum perempuan untuk terus-menerus Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan
Kontemporer. Yogyakarta: TICI Publi-
berbuat dan melakukan hal yang dianggap
cations.
sesuai dengan ketentuan adat dalam
memposisikan perempuan. Ia menjadi Abdullah, Irwan. 2015.
penanda gender acts yang memaksa Kontruksi dan Reproduksi Kebudayaan.
perempuan untuk membentuk identitasnya Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
yang dianggap layak dan ideal dalam Andayani S. Ria, Lina Herlinawati, Yanti
wilayah gagasan keperempuanan yang Nisfiyanti, Hermana. 2005.
serba simbolis (padi). Budaya Spiritual Masyarakat Sunda.
Selain struktur ritual, analisis Bandung: Alqaprint.
performativitas juga mencatat dimensi Barker Chris. 2004.
atribut dan penampilan dalam ritual yang Cultural Studies Theory and Practice.
juga memegang peranan signifikan dalam New Delhi: Sage Publication.
menggambarkan performativitas perem-
puan Desa Citatah. Dengan pakaian penuh
374 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374
Naskah Diterima:18 September 2017 Naskah Direvisi: 19 Oktober 2017 Naskah Disetujui: 22 November 2017
Abstrak
Tidak ada yang menyangsikan peran Sunan Gunung Jati sebagai salah satu sosok penting
dalam penyebaran Islam di Jawa khususnya. Tidak ada yang menyangsikan kehebatannya dalam
kancah politik tradisional, karena berhasil membawa Cirebon “merdeka” dari Kerajaan Sunda
dan mendirikan Kerajaan Islam Cirebon. Dari sini Sunan Gunung Jati hadir sebagai raja dan
wali, yang menguasai sebagian wilayah (yang sekarang) Jawa Barat sekaligus mengajak dan
menyemangati sisi spiritual warganya dalam memeluk Islam. Salah satu wujud ajakan Sunan
Gunung Jati tersebut tertuang dalam bentuk wèwèkas dan ipat-ipat (perintah dan larangan) atau
nasihat yang berhubungan dengan persoalan agama, maupun persoalan sosial-kemanusiaan.
Dengan menggunakan pendekatan sejarah pemikiran serta langkah-langkah dalam penelitian
filologi, penelitian ini berusaha mengkaji bagian pangkur naskah Cirebon yang berjudul Sejarah
Peteng (Sejarah Rante Martabat Tembung Wali Tembung Carang Satus-Sejarah Ampel
Rembesing Madu Pastika Padane) di mana di dalamnya terdapat gambaran tentang wèwèkas dan
ipat-ipat Sunan Gunung Jati serta mencari kesesuaiannya dengan Al-Qur‟an dan nilai-nilai
kemanusiaan.
Kata kunci: wèwèkas, ipat-ipat, Sunan Gunung Jati, Al-Qur‟an, kemanusiaan.
Abstract
No one doubts the role of Sunan Gunung Jati as one of the important figures in the spread
of Islam in Java in particular. And, no one doubts his prowess in the traditional political arena,
having succeeded in bringing Cirebon "freedom" from the Kingdom of Sunda and establishing the
Islamic Kingdom of Cirebon. At this point, Sunan Gunung Jati is present as a king and as a Wali
(Missionaris), who controls some of the (present) region of West Java as well as invites and
encourages the spiritual side of its citizens in embracing Islam. One form of Sunan Gunung Jati's
invitation is set forth in the form of wèwèkas and ipat-ipat (command and prohibition) or advice
relating to religious matters, as well as social-humanitarian issues. By using the historical
approach of thought and the steps in philological research, this research tries to study the
Cangkebon script of Pangkur script entitled The History of Peteng (History of Rante Martabat
Tembung Wali Tembung Carang Satus-History of Ampel Rembesing Madu Pastika Padane) in
which there is a picture of wèwèkas and ipat-ipat Sunan Gunung Jati as well as looking for
conformity with the Qur'an and human values.
Keywords: wewekas, ipat-ipat, Sunan Gunung Jati, Al-Quran, humanity.
nasihat Sunan Gunung Jati tersebut bisa menguraikan butir-butir wèwèkas dan ipat-
dibaca dalam buku karya Hasan Effendi ipat yang terdapat dalam naskah Sejarah
yang berjudul Petatah-petitih Sunan Peteng (Sejarah Rante Martabat Tembung
Gunung Jati Ditinjau dari Aspek Nilai dan Wali Tembung Carang Satus-Sejarah
Pendidikan. Secara khusus, Hasan Effendi Ampel Rembesing Madu Pastika Padane)
memfokuskan pada nasihat Sunan Gunung sebagai salah satu bentuk aspirasi lokal
Jati serta hubungannya dengan nilai moral yang mewakili sejarah pemikiran, identitas
dan pendidikan. Di luar kajian tersebut, budaya, sekaligus harapan sang penutur;
Hasan Effendi tidak memberikan Sunan dari Cirebon. Begitu pula dengan
penjelasan yang terperinci tetang sosok pemilihan babad sebagai bahan kajian,
Sunan Gunung Jati. Lain pula dengan bukan untuk menghakimi akurasi dan nilai
karya Dadan Wildan, berjudul Sunan faktual dari teks ini, tetapi semata-mata
Gunung Jati, Petuah, Pengaruh, dan sebagai respons terhadap kajian
Jejak-Jejak Sang Wali di Tanah Jawa. historiografi tradisional yang terkadang
Dalam karyanya, meski singkat, Dadan dilihat dalam fungsinya sebagai alat politik
Wildan memberikan perhatian yang cukup dan legitimasi kekuasaan semata. Karena,
berimbang antara misi dakwah, pengaruh nyatanya yang tertulis dalam teks ini
ajaran yang Sunan Gunung Jati, serta adalah pengetahuan yang mencakup
petuah beliau. pemikiran sosial-keagamaan dan pemi-
Kajian kali ini juga seputar nasihat kiran praktis atau pengetahuan sehari-hari
Sunan Gunung Jati. Dengan menjadikan (common sense).
data tekstual sebagai sumber kajian, Dalam hal ini, langkah-langkah
penelitian kemudian dilanjutkan dengan dalam metode penelitian filologi akan
penjelasan tentang kesesuaiannya dengan sangat membantu jalannya penelitian.
ayat-ayat Al-Qur’an serta nilai kemanu- Dimulai dengan pemanfaatan naskah milik
siaan. Pertimbangan yang menjadi latar perorangan sebagai objek kajian, penelitian
belakang tulisan ini adalah, dalam dilanjutkan dengan inventarisasi naskah,
beberapa hal, wèwèkas dan ipat-ipat di sini penyajian informasi naskah atau deskripsi
tidak harus selalu dimaknai semata-mata teks, alih tulis teks, hingga terjemahan
sebagai segepok ―wejangan‖ yang rigid teks. Secara mendasar, metode yang
dan siap kunyah, tetapi diperlukan digunakan dalam penelitian ini adalah
reinterpretasi untuk mencari inti terdalam metode deskriptif analitis dengan tujuan
atas warisan berharga masa lalu tersebut untuk memaparkan berbagai jenis
dalam menghadapi persoalan kekinian penemuan yang terdapat pada teks naskah
sekaligus sebagai rabuk bagi masa depan. sebagai data analisis (Ratna, 2008: 53).
Tujuan lebih lanjut, agar kita tidak berhenti Sebagai kelanjutannya, hasil dari
pada kesadaran akan fungsi naskah kuno metode deskriptif analitis dari naskah
sebagai salah satu sumber sejarah yang tersebut dicari kesesuaiannya dengan kitab
hanya berputar di kalangan kaum suci Al-Qur’an. Tema penelitian ini
akademisi-intelektual atau para peminat menjadi penting untuk diteliti karena di
naskah kuno, tetapi bisa sampai ke dalamnya terdapat pembahasan tentang
masyarakat dan diwujudkan dalam tin- nasihat dan larangan yang ditunjukkan
dakan nyata. Kiranya wèwèkas dan ipat- kepada manusia dalam perannya sebagai
ipat Sunan Gunung Jati bisa menjadi salah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki
satu manuskrip kegamaan yang berguna kewajiban terhadap Tuhannya dan
bagi pemberdayaan kita semua. perannya sebagai manusia yang hidup
bersama dengan manusia lainnya.
B. METODE PENELITIAN Dengan begitu, mencari kesesuaian antara
Dengan menggunakan pendekatan butir-butir wewekas dan ipat-ipat Sunan
kajian teks, tulisan ini bermaksud Gunung Jati dengan ayat-ayat Al-Qur’an
Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 377
bisa dilakukan sebagai sebuah upaya ini berupa cap Singa Mahkota–
menghidupkan kembali pentingnya manus- Propatria.Tinta yang digunakan berwarna
krip kegamaan. hitam dan warna merah untuk rubrikasi
baru dengan menggunakan aksara pegon
C. HASIL DAN BAHASAN dan bahasa Cirebon.
1. Deskripsi Singkat Naskah Total halaman naskah sebanyak 280
Salah satu wujud warisan budaya halaman, yang terdiri atas 276 halaman
fisik yang dimiliki Indonesia khususnya di berupa teks pokok tentang kehidupan para
Jawa adalah naskah. Naskah ditulis dalam Wali. Sisanya 4 halaman, berisi catatan
bahasa dan aksara daerah dengan isinya pengingat tentang pengangkatan Sultan
yang sangat beragam meliputi bidang Sepuh di Kebumen (depan Gedung Bank
agama, sejarah, sastra, mitologi, legenda, Indonesia-Cirebon) pada pukul 10.00 hari
adat-istiadat, dan sebagainya. Secara Kamis tanggal 9 bulan Safar tahun Wawu,
keseluruhan naskah kuno tersebut dapat 1289 Hijriyah yang bertepatan dengan
memberikan gambaran kehidupan berting- tanggal 18 bulan April tahun 1872 Masehi.
kah laku sekaligus warisan rohani, pikiran, Bagian lainnya berisi doa-doa. Masing-
dan cita-cita luhur nenek moyang bangsa masing halaman berisi 12 baris dengan
Indonesia (Soebadio, 1973: 7). ukuran naskah 21x17 cm dan lebar teks
Untuk penelitian ini, naskah dengan 17x12 cm. Di bagian kanan halaman agak
kode LKK_EDS001 diberi judul Sejarah ke atas ada penomoran halaman yang
Peteng (Sejarah Rante Martabat Tembung tampak diberikan kemudian dengan
Wali Tembung Carang Satus-Sejarah menggunakan angka Latin. Adapun bentuk
Ampel Rembesing Madu Pastika Padane) tulisan dari teks naskah ini berupa tembang
dimiliki oleh Edwin Sujana, kerabat (puisi) yang biasa disebut dengan nama
Keraton Kacirebonan. Naskah ini berasal Macapat. Adapun bagian-bagian yang
dari warisan orang tuanya yang bernama diambil dalam tulisan ini dimulai dari
Pangeran Yopi Dendhabratha. Ditulis oleh halaman 27 sampai dengan 31 berupa
Kiyai Mas Ragil Desa Keragilan Plumbon tembang macapat pangkur, yakni bagian
dan disalin oleh Muhammad Kurdi Dukuh dari tembang macapat dengan nuansa
Kasturi Gegesik Cirebon. Berdasarkan pitutur atau nasihat. Sebagaimana
catatan yang ada di bagian akhir naskah, disebutkan dalam darikesolo.com,
naskah ini pernah dipegang oleh Kiai Patih tembang macapat pangkur biasanya
Abdurrahim Cirebon. disampaikan oleh seorang yang menginjak
Media yang digunakan kertas Eropa usia senja dan mulai menanggalkan
dengan kondisi yang sudah mulai rusak. urusan-urusan dunia. Nasihat tersebut
Beberapa bagian diberi kertas yang dilem biasanya ditunjukkan kepada anak, istri
sebagai pengikat halaman yang robek. atau khalayak pada umumnya. Adapun
Adapun sampul naskah menggunakan potongan naskah tersebut sebagaimana
kertas daluwang tebal yang sudah dilapisi tertera di bawah ini:
kain warna kuning dan dilem, juga karena
kondisinya sudah mulai rusak. Cap kertas
(watermark) yang digunakan oleh naskah
378 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390
ditolak Syarif Hidayatullah muda dengan Kerajaan Islam Cirebon pada tahun 1482
alasan keinginannya melakukan perjalanan (Atja, 1972: 10-15). Islam kemudian
mencari Rasulullah SAW (Wahyu, 2005: menjadi fenomena yang mengakar kuat di
14-16). kawasan ini. Dengan peran signifikan
Konon, ketika Syarif Hidayatullah yang diemban Gunung Jati, Islam menjadi
kembali ke Mesir dari perjalanannya, begitu mencolok di tengah berbagai
rakyat berkeinginan untuk menghadap ke aktivitas masyarakatnya.
raja. Namun keinginan ini juga ditolak Ditinjau dari sudut lain, secara tidak
Syarif Hidayatullah dengan alasan langsung interaksi Sunan Gunung Jati
keinginannya untuk pergi ke Baitullah dengan lingkungan yang luas dan beragam
mencari guru yang utama. Kedudukan raja menciptakan pengalaman dan penghayatan
kemudian digantikan oleh adiknya Syarif yang berbeda-beda pula. Kemungkinan
Nurullah. Syarif Hidayatullah sendiri pada besar, kompleksitas di atas kelak menja-
akhirnya berguru kepada beberapa ulama dikan Sunan Gunung Jati memiliki
di Timur Tengah seperti Syekh Najmurini perhatian serius, bukan hanya terhadap
Kubra di Makkah dan Syekh Muhammad persoalan ilmu dan spiritual kegamaan,
Atoillah di Sadili (Wahyu, 2005: 14-16). tetapi juga dalam persoalan kemanusiaan.
Setelah menimba ilmu di kawasan Sebagai pemegang otoritas politik
Timur Tengah, perjalanan keilmuan Syarif dan keagamaan, Sunan Gunung Jati
Hidayatullah kemudian dilanjutkan di nyatanya ditempatkan oleh pemeluk Islam
kawasan India, Cina dan kawasan pada posisi yang sangat terhormat.
Nusantara (Sulendraningrat, 1984: 30-31). Kepemimpinannya secara umum dipan-
Di wilayah ini Syarif Hidayatullah berguru dang kharismatik sekaligus menyebar
kepada ulama-ulama Sumatera, serta hingga ke kelompok beragam tanpa
beberapa wali di Jawa. Di antara nama- menimbulkan konflik berarti. Salah satu
nama guru Syarif Hidayatullah adalah bukti yang hingga kini masih bisa
Syekh Benthong di Karawang, Syekh disaksikan adalah kawasan Pecinan,
Nurjati, belajar Tarekat Annafsiyah pada Kampung Arab Panjunan, keraton-keraton
Syekh Datul Sidiq di Pasai, Syekh Datuk Cirebon, Kelenteng Cina atau vihara,
Barul, Sunan Ampel, Kanjeng Eyang masjid, dan gereja, seakan mencerminkan
Syekh Samsutabres, Syekh Haji Jubah, dan keragaman agama, basis ekonomi dan
beberapa ulama lain (Babad Cirebon kebudayaan pemeluknya. Semua berbaur
Naskah Keraton Kacirebonan Teks hingga membentuk struktur khas Cirebon,
KCR.39: 94-95). sebuah masyarakat multikultur yang
Perpaduan antara nasab yang kompleks sebagai representasi dari kera-
terhormat dengan pencapaian intelektual gaman berbagai etnis.
keagamaan yang cemerlang ditambah Meski dalam perjalanannya Islam
pengalaman mendatangi belahan dunia menjadi agama mayoritas penduduk
yang berbeda latar belakang Cirebon, namun dalam kenyataannya,
kebudayaannya seolah menjadi satu keyakinan dan pilihan pribadi juga
rangkaian yang saling dukung bagi misi mendapat tempat dan pengakuan. Dari sini,
da’wah Syarif Hidayatullah. Beberapa secara hipotesis bisa dikatakan bahwa
tahun kemudian, setelah kedatangan beliau suasana kondusif yang berlangsung di
di Cirebon, sekitar tahun 1470–an Syarif antara keragaman etnis Cirebon ditentuan
Hidayatullah atau kemudian dikenal oleh–di antaranya—sejauh mana Islam dan
dengan Sunan Gunung Jati, bukan hanya pemeluknya sebagai mayoritas mampu
berhasil menjalankan misi penyebaran mengakomodir berbagai ragam kepen-
Islam, tetapi juga berhasil membawa tingan. Layaknya sebuah wilayah yang
Cirebon menjadi kerajaan merdeka dari terbingkai dalam ragam budaya, multikul-
Kerajaan Sunda sekaligus menjadi raja di turalisme Cirebon bukan sesuatu yang
380 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390
Ing waktune makumpulan, Pangeran 35. Aja ilok anga(la)rani atine manusa,
Panjunan mapan sumanding, muwah 36. Aja akeh laraning atining manusa
ingkang anak putu, Sunan Jati sadaya, maring saking duryat,
adan Sunan Jati wewekas kang tangtu, 37. Yen anaha anak putu kang wangun
maring ingkang putra wayah, lan ipat-ipat larane atining manusa sun puji
kang jati. cupeten kang yuswa, aja den
awetaken urip ing dunya. Iku ipat-ipat
Raka-raka saksenana, kula wasiyat manira katemu ing anak putu ing
ming duriyat sawuri wuri-wuri,
38. Sapa kang idep ing warana manira
1. Den hormat ing leluhur, wus lalis nanging kula raksa ugi,
2. Den welas ati, 39. Kahula ahubi, kahula tanggung para
3. Hormata ing wong tuwa, wali sadaya sidaju matur, amin x3 Ya
4. Manah den syukur, Allah kang mugiyah qabulna dongane
5. Nanggunga „iddah, Suhunan Carbon. Maka Pangeran
6. Ngasorna diri, Panjunan ngandika;
7. Guguneman (gugunen) sifat kang 40. He Ki Mas Hasanuddin, poma-poma
pinujih, dika pakuwa wasiate rama dika la
8. Singkirna sifat kang den wancih, dika weruhaken sugri (sawuri) duriyat
9. Lan pangarti kang becik, Suhunan; sapa-sapa anak putu ing
10. Amepesaken barangasan, wasiat rama dika Suhunan Carbon
11. Ngadohna parpadu, pasti dadi wali sedaya, satedake
12. Aja ilok nyanah ala kang ora yakin, poma-poma dika paku, amin 3x.
13. Aja ilok anggedekaken bobad,
14. Aja ilok anyidrani jangji, Adapun perinciannya, 25 wèwèkas
15. Yen ala bayah den tuhu, dan 15 ipat-ipat. Dari sisi makna yang
16. Kang wedi ing Allah, dikandung, 7 di antaranya berisi tentang
17. Tapaha (tepaha) salira, hal-hal yang berhubungan dengan nilai-
18. Den adil ing panemu, nilai ketuhanan sekaligus menjelaskan
19. Aja gawe tingkah sembarangan kang bagaimana seharusnya manusia bertindak
ora patut anulungi, sebagai makhluk ciptaan Tuhan terhadap
20. Lan hormata ing pusaka, Tuhan sebagai sang pencipta (hablun min
21. Panganen (pengen) jangating allah). Sisanya, berjumlah 33 berisi nilai-
(jaqating / zakating) mukmin, nilai yang berhubungan dengan
22. Mulya na ing tetamu, kemanusiaan (hablun min annas);
23. Den ajer ulatira, bagaimana seharusnya manusia bertidak
24. Aja tungkul ing sahwat, dan bersikap, baik itu dalam kapasitasnya
25. Aja mangan yen ora ngeli, sebagi seorang muslim, maupun sebagai
26. Aja ilok rengu ing rarahine wong, manusia yang hidup bersama dengan
27. Aja nginum yen ora dahar, manusia lain.
28. Aja turu yen ora katekan arip, Keterangan lebih lanjut lihat tabel
29. Yen sambahyang den kongsih kaya berikut.
pucuking panah,
30. Yen puwasa den kongsih kaya tali ing Tabel 1. Butir-butir Wèwèkas dan Ipat-ipat
panah, Sunan Gunung Jati
31. Pambriya rizki kang halal, No Wèwèkas Ipat-ipat
32. Aja akeh kang den pambrih, Hormati para
1 Jauhi sifat buruk
33. Den bisah amegeng nafsu, leluhur
34. Yen duka woworana lan sukah Jangan
Hormati orang
2 mengingkari
pambriya ati gelis lilip tua
janji
382 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390
diberikan kepada hambanya yang memilih memiliki sifat terpuji dan menjauhi sifat
Islam sebagai keyakinan sekaligus buruk hingga terdapat kurang lebih 200
meyakini Allah SWT sebagai satu-satunya ayat Al-Qur’an (www.islam-damai.com)
Tuhan dengan disertai sikap takwa. Meski yang bisa dijadikan dalil sah pesan-pesan
rahim ini diberikan nanti di kehidupan Sunan Gunung Jati di atas. Di antaranya
akhirat dan hanya untuk orang-orang QS. An-Nahl ayat 91 yang artinya:
Islam, namun di atas segalanya dua “Sesungguhnya Allah SWT menyuruh
terminologi tersebut, seolah-olah berlaku adil dan berbuat kebaikan dan
menunjukkan betapa pentingnya rahman memberi kepada kaum kerabat, dan
dan rahim (kasih-sayang) bagi sesama melarang dari perbuatan keji,
(Misrawi, 2007: 98). kemungkaran dan permusuhan”... Dalam
Selanjutnya kata ―hati‖. Dalam ayat lain, yakni QS. An-Nazi’at ayat 40-41
Islam, kata ―hati‖ atau qalb menempati Allah SWT menerangkan tentang balasan
kedudukan yang agung karena menjadi surga bagi hamba-hamba Allah yang bisa
rahasia Tuhan. Secara singkat ia bermakna menahan hawa nafsu.
membalik atau membolak-balik. Sebuah Pandangan dari sisi etika personal
analisis dengan menggunakan pendekatan yang ditawarkan Sunan Gunung Jati diikuti
analisis kandungan kata, yakni Ihya pula oleh pandangan beliau terkait dengan
Ulumuddin karya Imam Ghazali sampai etika sosial. Dalam wèwèkas dan ipat-ipat
pada kesimpulan bahwa hati lebih beliau disebutkan: saling menghormati dan
berbentuk kerohanian yang mana hati berbuat baik serta kasih sayang (wèwèkas
adalah unsur yang bersifat ketuhanan butir ke 3) ―deng welas aten‖, dilanjutkan
(rabbaniyyah), bertujuan kepada ilmu dan dengan jangan mengingkari janji, jangan
bolak-balik sifatnya (Jalil et al., 2016: 59). memukul muka orang, jangan berbuat
Begitu fleksibelnya hati, hingga ia dusta, dan hingga larangan untuk berburuk
berpotensi untuk tidak konsisten. Karena sangka terhadap sesuatu yang belum jelas
sifatnya yang mudah sekali bolak-balik, atau tidak yakin, (ipat-ipat butir 2, 5, 14,
lewat wèwèkas dan ipat-ipat, Sunan 15,) ―aja ilok nyidarani ing prajanji‖, ―aja
Gunung Jati menasihati bagaimana nggedekaken bobad, ―aja ilok anggitik sira
seharusnya mengisi hati, yakni dengan cara maring rerahining jalmi‖ dan ―aja ilok
bersyukur, kasih sayang, rendah hati, dan nyana-nyana kang ora kelawan yakin‖.
menahan diri, dan lainnya (wèwèkas butir Kesesuaiannya dalam Al-Qur’an bisa kita
ke 3,6,7, 21, dan 25) ―deng welas aten‖, lihat dalam QS al-Maidah ayat 1 yang
―lan den manah sukur‖, ―lan anganorena artinya: “hai orang-orang yang beriman,
diri‖, ―amepesa brangasan‖, ―lan deng penuhilah janji-janji”...
bisa ing sira amegeng nafsu‖. Hati juga Wèwèkas lain yang termasuk dalam
yang kemudian menjadi kunci baik atau etika yang berhubungan dengan orang lain
buruknya tingkah laku seseorang sekaligus menjelaskan bagaimana cara menyenang-
menjadi representasi dari nilai moral yang kan orang lain, salah satunya dengan
harus dipatuhi. memuliakan tamu (wèwèkas butir ke 14)
Pesan lainnya, kita diperintah untuk ―amulyakaken tetamu‖. Lebih lanjut lihat
memiliki sifat terpuji dan menjauhi sifat QS. Annisa ayat 114 yang artinya: “tidak
buruk (wèwèkas butir ke 7 dan ipat-ipat ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-
butir ke 1) ―gugoni sifat pinuja‖ dan bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan
‖nyingkirana sifat ingkang den wenci‖, dari manusia yang menyuruh memberi
serta menahan diri dari hawa nafsu dan sedekah atau berbuat kebaikan atau
perilaku yang tidak berfaedah (ipat-ipat mengadakan perdamaian di antara
butir ke 1, 4, dan 10) ―aja gawe hal barang manusia”...
kang tan patut anulungi‖, ―aja katungkul Bukan hanya penghormatan kepada
ka syahwat‖. Begitu luasnya makna sesama muslim, penghormatan yang sama
Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 387
juga diperintahkan terhadap leluhur, orang prosedur ilmiah baik melalui pengamatan,
tua, ilmu pengetahuan dan pusaka, sebagai penalaran, maupun intuisi sehingga
warisan kebudayaan manusia (wèwèkas menghasilkan pengetahuan yang sistematis
butir ke 1, 2, dan 12) ―deng ormat maring mengenai alam seisinya serta mengandung
leluhur, ―den ormat ming wong tua‖,”lan nilai-nilai logika, etika, estetika, hikmah,
ormata ing pusaka‖. Dalam Islam, rahmah, dan petunjuk bagi kehidupan
penghormatan terhadap orang tua manusia baik di dunia maupun di
merupakan hal yang mutlak dilakukan kemudian hari (Syafi’ie, 1998: 253).
(wèwèkas butir ke 1, 2, dan 12). Ada Bahkan wahyu pertama yang diturunkan
begitu banyak alasan yang menjadikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad
penghormatan terhadap orang tua dan SAW, yakni Surat Al-Alaq ayat 1-5 di
leluhur menjadi begitu penting. Bukan dalamnya mengandung prinsip-prinsip
hanya alasan karena melalui kedua orang ilmu dan teknologi. Kata iqra‟ iqra‟ yang
tua kitalah kita dilahirkan dan dibesarkan, berarti bacalah, telitilah, damailah,
lebih lanjut, keberadaan leluhur juga ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam,
mampu memberikan pengalaman historis tanda-tanda zaman, sejarah maupun diri
tentang masa lalu sekaligus pelajaran bagi sendiri (Nadjmuddin, 2010: 165).
masa mendatang. Petikan ayat yang Begitu pula dengan penghormatan
membenarkan penghormatan terhadap terhadap leluhur dan pusaka. Dua hal
orang tua dapat dilihat pada QS Al-Isra terakhir, yakni leluhur dan pusaka
ayat 23 yang artinya “dan Tuhanmu telah merupakan bagian dari masa lalu yang dari
memerintahkan supaya kamu jangan keduanya kita bisa mengambil pelajaran
menyembah selain Dia dan hendaklah demi kebaikan masa kini dan masa depan.
kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu Al-Qur’an menyatakan dalam QS Al-
dengan sebaik-baiknya”... Hasyr ayat 18 yang artinya “hai orang-
Demikian butir-butir wèwèkas dan orang yang beriman, bertakwalah kepada
ipat-ipat tentang hormat kepada orang tua Allah dan hendaknya setiap orang
dan leluhur, juga penghormatan terhadap memperhatikan apa yang telah diperbuat-
sesama manusia maupun sesama muslim nya untuk hari esok”... Sebuah ayat yang
yang semuanya bisa kita temukan menjelaskan perintah untuk dapat menang-
kesesuaiannya dengan Al-Qur’an. Dan kap pesan dan pelajaran dari masa lalu
masih banyak lagi jumlah ayat Al-Qur’an bagi orang yang memahaminya sebagai
yang sesuai dengan butir wèwèkas dan bekal kebaikan hidup.
ipat-ipat di atas yang tidak lain tujuannya Hal ini sama artinya dengan kita
adalah demi kebaikan hidup manusia. mempelajari sejarah, mempelajari masa
Pada sisi lain, penghormatan lalu. Cerita para tokoh dan berbagai
terhadap ilmu pengetahuan dan perintah peristiwa masa lalu bukan hanya memiliki
untuk memiliki pengetahuan yang baik fungsi inspiratif, tetapi juga fungsi
(wèwèkas butir ke 11 dan 24,) ―lan rekreatif. Bukan hanya memberi kese-
pangarti dipun bagus‖, ―den ngadil ing nangan sebagaimana kita menikmati karya
panemu‖ jika dibedah lebih lanjut menjadi sastra, tetapi melalui sejarah juga kita bisa
sepadan artinya dengan kedudukan orang mendapatkan ide-ide dan pemecahan bagi
yang berilmu itu sendiri. Dalam surat Al- persoalan kekinian. Masa lalu, sebagai-
Mujadalah ayat 11 disebutkan “allah akan mana sejarah juga memiliki fungsi yang
meninggikan beberapa derajat orang- bersifat edukatif dan instruktif. Karena
orang yang beriman di antara kamu dan dengannya masa lalu sebagai bagian dari
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan rentetan kehidupan itu sendiri, mampu
beberapa derajat”...Ilmu pengetahuan memberikan makna kearifan dan kebijak-
yang di dalam Al-Qur’an dimaknai sebagai sanaan pada kehidupan yang berkelanjutan
rangkaian aktivitas manusia dengan di masa depan.
388 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390
3. Internet
darikesolo.com, diakses tanggal 15 September
2017.
www.Islam-damai.com, diakses tanggal 15
September 2017.
4. Informan
Zaidin, Muhammad Mukhtar Zaidin (47 tahun)
Pegiat Naskah pada Keraton Kasepuhan
Cirebon. Wawancara dilakukan di
Keraton Kasepuhan, 10 Januari 2017.
Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 391
Ali Gufron
Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat
Jalan Cinambo No. 136 Ujungberung - Bandung
e-mail: uunhalimah76@gmail.com
Naskah Diterima: 30 Agustus 2017 Naskah Direvisi: 27 Oktober 2017 Naskah Disetujui: 21 November 2017
Abstrak
Artikel ini bertujuan menguraikan bagaimana tradisi hahiwang berkembang pada
masyarakat 16 marga di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, yang dibagi menjadi empat bagian.
Bagian pertama membahas hahiwang sebagai salah satu bentuk tradisi lisan. Bagian kedua
membahas sistem kekerabatan yang bersifat patrilineal dan konsep patriarki pada masyarakat
Pesisir Barat. Bagian ketiga membahas tentang bentuk dan struktur hahiwang. Dan, bagian
terakhir membahas hahiwang dan dominasi laki-laki. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif. Adapun teknik untuk menjaring data dan informasi adalah wawancara dan
observasi. Hasilnya, menunjukkan bahwa hahiwang lahir akibat dominasi patriarki yang
mensubordinasikan perempuan Lampung Saibatin dalam bentuk aturan adat. Hahiwang
merupakan ungkapan pengalaman dan perasaan jiwa perempuan Lampung Saibatin atas
ketidakberdayaannya dalam menghadapi dominasi laki-laki. Hahiwang tidak bertujuan untuk
menggulingkan kekuasaan patriarki, melainkan hanya sebagai ungkapan atas ketertindasan
perempuan dalam bentuk ratapan yang dilantunkan. Namun dalam perkembangan selanjutnya,
hahiwang dieksploitasi kaum patriaki menjadi sarana siar agama, pelengkap begawi adat, dan
bahkan penarik simpatisan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah.
Kata kunci: hahiwang, perempuan, tradisi lisan, sistem kekerabatan, patriarki.
Abstract
This article aims to describe how the hahiwang tradition which develops in a community of
16 clan in West Coast District, Lampung, which is divided into four parts. The first part discusses
hahiwang as one form of oral tradition. The second section discusses the patrilineal kinship
system and the patriarchal concept of the West Coast community. The third section deals with the
shape and structure of hahiwang. And, last part discusses hahiwang and male domination. The
research method used is descriptive qualitative. The techniques getting the data and information
are used interviews and observation. The result shows that hahiwang were born due to patriarchal
dominance that subordinating Lampung Saibatin women in the form of custom rules. Hahiwang is
an expression of experience and feelings of the female soul of Lampung Saibatin for his
powerlessness in the face of male domination. Hahiwang does not aim to overthrow patriarchal
rule, but only as an expression of women's oppression in the form of laments sung. However, in
later developments, hahiwang exploited the patriarchs to be a means of religious broadcasting,
supplements of traditional begawi, and even the pullers of sympathizers in the General Election of
Regional Head.
Keywords: hahiwang, womens, oral tradition, kinship system, patriarchy.
392 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406
perempuan Pesisir Krui. Oleh karena itu, hahiwang adat berisi ketentuan adat
penelitian tentang hahiwang perlu tentang silsilah, perkawinan, dan lain
dilakukan dengan masalah: bagaimana sebagainya yang disenandungkan pada
bentuk dan struktur hahiwang serta apa acara begawi adat. Berdasarkan kedua
fungsi bagi masyarakat pendukungnya. bentuk tersebut Kurnia menyimpulkan
Adapun tujuannya adalah untuk menggam- bahwa fungsi hahiwang adalah sebagai
barkan bentuk atau struktur hahiwang serta sarana dakwah keagamaan serta pengingat
mengetahui fungsi bagi masyarakat orang Lampung akan adat istiadatnya.
khususnya kaum perempuan di 16 marga Seiring perkembangan zaman, fungsi ini
Pesisir Krui. Materi yang akan dibahas telah bergeser menjadi alat bagi sebagian
meliputi: struktur sosial masyarakat Pesisir orang untuk mendapatkan perhatian
Krui, bentuk dan struktur hahiwang, sistem publik.
kekerabatan masyarakat Pesisir Krui, dan Penelitian-penelitian tersebut me-
aturan-aturan dalam sistem kekerabatan nunjukkan bahwa aspek sistem kekera-
yang mengikat kaum perempuan batan yang bersifat patrilineal tidak
berdasarkan prinsip patriarki. menjadi sesuatu yang ditekankan oleh para
Penelitian tentang hahiwang yang peneliti. Fauziah Fattah lebih menekankan
ada di Kebupaten Pesisir Barat masih pada makna filosofis hahiwang yang
belum banyak dilakukan orang. Dari bersumber dari jati diri orang Lampung.
penelusuran literatur hanya ada beberapa Penekanan Kurnia lebih pada fungsi
tulisan yang relatif lengkap membahas hahiwang sebagai sarana berdakwah dan
tentang hahiwang. Salah satunya adalah pengingat orang Lampung akan adat
tulisan Fauzi Fattah pada harian Lampung istiadatnya. Sedangkan penelitian ini lebih
Post terbitan 20 Juli 2013 dengan judul menekankan pada hubungan hahiwang
"Menyingkap Makna Filosofis Hahiwang". dengan dominasi laki-laki yang
Dalam tulisannya Fattah membahas mensubordinasikan perempuan Lampung
tentang makna filosofis hahiwang berjudul Saibatin.
Janji Sebudi yang berkisah tentang
kekecewaan seorang bujang karena sang B. METODE PENELITIAN
kekasih menikah dengan orang lain. Metode yang digunakan dalam
Menurut Fattah, walau berisi penderitaan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
seseorang "Janji Sebudi" juga mengandung Teknik pengumpulan data dan informasi
makna filosofis yang dapat menggambar- menggunakan wawancara dan observasi.
kan kehidupan orang Lampung, yaitu: Wawancara ditujukan kepada para
agamis, patuh pada pimpinan adat, rendah pelantun hahiwang dan tokoh informal
hati, sabar, saling menghormati, dan yang menguasai adat istiadat Lampung
kesederhanaan. Saibatin di Pesisir Krui. Melalui
Selain Fattah, ada pula penelitian wawancara dengan para informan yang
dari Kurnia (2010) yang berjudul "Fungsi dilakukan pada pertengahan bulan Juni
Hahiwang pada Ulun Saibatin Krui 2016 dan awal bulan April 2017, diperoleh
Kecamatan Pesisir Tengah Lampung data dan informasi berupa: (1) definisi
Barat". Dalam penelitiannya Kurnia hahiwang; (2) struktur hahiwang; (3)
mendefinisikan hahiwang yang diperoleh pelantunan hahiwang, dan (4) struktur
dari sastrawan Mamak Lawok sebagai serta sistem kekerabatan masyarakat
puisi berbentuk cerita yang dibagi menjadi Pesisir Krui. Sementara, melalui observasi
dua bagian, yaitu hahiwang agama dan diperoleh data tentang lingkungan alam,
adat. Hahiwang agama berisi syariat dan pola pemukiman, dan perilaku masyarakat
ajaran-ajaran Islam yang umumnya Pesisir Barat dalam kehidupan sehari-hari.
disenandungkan saat memperingati hari- Selain metode beserta teknik di atas,
hari besar agama Islam, sedangkan studi literatur (kepustakaan dan atau
394 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406
dokumentasi) juga dilakukan dalam jiwa (3,34%), Way Krui 8.328 jiwa 1,95%,
kegiatan ini. Studi literatur dilakukan Krui Selatan 8.531 jiwa 1,99%, Pesisir
dalam rangka memeroleh pengertian atau Utara 8.202 jiwa 1,92%, Lemong 14.365
konsep-konsep yang berkenaan dengan jiwa 3,36%, dan Pulau Pisang dihuni oleh
hahiwang, sistem kekerabatan, patriarki, 1.343 jiwa (0,31%). Sementara jika dilihat
dan gender. Adapun data-data yang berdasarkan golongan usia, maka
berkenaan dengan Kabupaten Pesisir penduduk yang berusia 0-14 tahun ada
Barat, seperti posisi geografis, kepen- 54.825 jiwa (34,44%), kemudian yang
dudukan, pola pemukiman, dan mata berusia 15—54 tahun ada 76.632 jiwa
pencaharian diperoleh dari Badan Pusat (50,83%), dan yang berusia 55 tahun ke
Statistik Kabupaten Pesisir Barat. atas 12.559 jiwa (14,73%). Golongan umur
tersebut secara rinci dapat dilihat pada
C. HASIL DAN BAHASAN tabel di bawah ini.
1. Sekilas tentang Kabupaten Pesisir
Barat Tabel 1. Penduduk Pesisir Barat Berdasarkan
Kabupaten Pesisir Barat secara Golongan Umur
administratif termasuk dalam wilayah
Provinsi Lampung dengan batas geografis No Gol Umur Jumlah Prosentase
sebelah utara dengan Kabupaten Lampung 1. 0-4 18.784 12,98
Barat dan Kabupaten Ogan Komering Ulu 2. 5-9 19.830 13,70
3. 10-14 16.211 11,20
(Provinsi Sumatera Selatan); sebelah timur
4. 15-19 12.190 8,42
dengan Kecamatan Pematang Sawah dan 5. 20-24 10.234 7,07
Kecamatan Semaka; sebelah selatan 6. 25-29 10.883 7,52
dengan Samudera Hindia; dan sebelah 7. 30-34 10.874 7,51
barat berbatasan dengan Kabupaten Kaur 8. 35-39 9.742 6,73
(Provinsi Bengkulu). Kabupaten yang 9. 40-44 8.558 5,91
dibentuk berdasarkan Undang-undang 10. 45-49 7.788 5,38
Nomor 22 Tahun 2012 (Lembaran Negara 11. 50-54 6.363 4,40
Nomor 231, Tambahan Lembaran Negara 12. 55-59 4.596 3,17
Nomor 5364) yang diundangkan tanggal 13. 60-64 3.213 2,22
14. 65-69 2.267 1,57
17 November 2012 ini memiliki luas
15. 70-ke atas 2.183 1,51
wilayah sekitar 2.907,23 km² atau 495.04 144.763 100,00
ha dengan titik koordinat 4° 40’ 0‖ – 6° 0’
0‖ Lintang Selatan dan 103° 30’ 0‖ – 104° Sumber: (BPS Kabupaten Lampung Barat,
50’ 0‖ Bujur Timur (uun-halimah. 2013)
blogspot.co.id).
Penduduk Kabupaten Pesisir Barat Pola pemukiman penduduk Pesisir
berjumlah 144.763 jiwa, dengan jumlah Barat umumnya perumahan berada di
Kepala Keluarga (KK) 33.292. Jika dilihat sekitar jalan, baik itu jalan kabupaten,
berdasarkan jenis kelaminnya, maka kecamatan, maupun desa, berjajar, dengan
jumlah penduduk laki-lakinya mencapai arah menghadap ke jalan (pola
76.240 jiwa dan penduduk berjenis pita/ribbon). Arah rumah yang berada
kelamin perempuan mencapai 68.523 jiwa. bukan di pinggir jalan pun arahnya
Para penduduk ini tersebar di 11 mengikuti yang ada di pinggir jalan.
kecamatan, yaitu Pesisir Selatan dihuni Sebagian besar rumah tersebut masih
oleh 21.762 jiwa (5,09%), Bengkunat berbentuk tradisional yang mengelompok
dihuni oleh 7.620 jiwa (5,61%), Bengkunat dan tersebar secara sporadis. Adapun
Belimbing 24.009 jiwa (5,61%), Ngambur cirinya berupa bangunan semi permanen
17.953 jiwa 4,20%, Pesisir Tengah 18.358 berbentuk panggung, menggunakan sumur
jiwa (4,29%), Karya Penggawa 14.292 (air tanah) sebagai sumber air minum, dan
kurang atau belum mendapat pasokan
Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 395
Jaya dari daerah Banten (Imron, 2014). Brak), Bejalan Di Way (Kembahang),
Bersama-sama mereka menumpas Nyerupa (Sukau), Bulan/Nerima
sukubangsa Tumi yang tinggal di sekitar (Lenggiring), dan Buay Menyata/Anak
wilayah Pesisir Barat. Setelah berhasil Mentuha (Luas). Namun, dari enam
ditaklukkan kelima penggawa bersepakat kebuayan tersebut hanya empat yang
mendirikan kerajaan yang diberi nama menjadi Raja. Dua buay yang tidak
Penggawa Lima di bekas wilayah orang memerintah adalah Buay Menyata/Anak
Tumi. Masing-masing menempati wilayah Mentuha dan Buay Bulan/Nerima. Buay
yang telah disepakai bersama. Raja Menyata yang merupakan penghuni
Penyukang Alam bersama marga-marga pertama Kerajaan Skala Brak diangkat
yang dinaunginya menempati wilayah sebagai Anak Mentuha atau yang
Cukuh Mersa (Bandar), Raja Panglima dihormati, sedangkan Buay Nerima
menempati wilayah Pekon Teba merupakan Nakbar/Mirul (anak perempuan
(Perpasan), Raja Nurakdim menempati yang diambil orang).
wilayah Pematang Gedung (Pekon Balak - Saat ini, berdasarkan SK Gubernur
Laay), Raja Belang menempat wilayah Lampung No. G/362/B.II/HK/1996,
Pematang Gedung (Pekon Laay), dan Raja wilayah adat marga-marga di wilayah
Nungkah Nungkeh Dego Pemasok Rulah Pesisir memiliki batas yang cukup jelas.
menempati wilayah Pagar Dewa (Imron, Masing-masing marga dipimpin oleh
2014). seorang kepala marga dan memiliki tujuh
Pada masa kekuasaan Inggris, tingkatan Gelar yaitu: Suntan, Raja, Batin,
wilayah pesisir barat Lampung menjadi Radin, Minak, Kimas dan Mas. Adapun
salah satu Onderafdeelling dalam wilayah nama-nama Marga di wilayah pesisir di
administrasi Regenschap (Keresidenan) Kabupaten Pesisir Barat Lampung yakni:
Bengkulu. Sebagai konsekuensinya, Belimbing Bandar Dalam Bengkunat,
struktur kekuasaan lokal berada di bawah Bengkunat Sukamarga Bengkunat, Ngaras
Onderafdeeling melalui Inlandsche Negeri Ratu Ngaras Bengkunat, Ngambur
Gemeent Ordonantie Buitengewestan Negeri Ratu Ngambur Pesisir Selatan,
(peraturan dasar mengenai pemerintahan Tenumbang Negeri Ratu Tenumbang
desa) (Imron, 2014). Menurut Masduki Pesisir Selatan, Way Napal Way Napal
(2006: 27) pada masa ini kekuasaan Pesisir Tengah, Pasar Krui Krui Pesisir
marga-marga Penggawa Lima dan Tengah, Ulu Krui Gunung Kemala Pesisir
kebuayan Sekala Bekhak dipecah menjadi: Tengah, Pedada (Penggawa V Ilir) Pedada
(1) Bukti-bukti terdiri atas Marga Sukau, Pesisir Tengah, Bandar (Penggawa V
Marga Liwa, Marga Kembahang, Marga Tengah) Bandar Pesisir Tengah, Laay
Batu Brak, Marga Kenali, Marga Suoh, (Penggawa V Ulu) Laay Karya Penggawa,
Marga Way Tenong; (2) Krui Utara terdiri Way Sindi Karya Penggawa, Pulau Pisang
atas Marga Pulau Pisang, Marga Pugung Pesisir Utara, Pugung Tampak Pesisir
Tampak, Marga Pugung Penengahan, Utara, Pugung Penengahan Lemong, dan
Marga Pugung Malaya; (3) Krui Tengah Pugung Malaya Lemong.
terdiri atas Marga Way Sindi, Marga Laay,
Marga Bandar, Marga Pedada, Marga Ulu 3. Sistem Kekerabatan dan Ideologi
Krui, Marga Pasar Krui, Marga Way Patriarki
Napal; dan (4) Krui Selatan terdiri atas Sistem kekerabatan memiliki
Marga Tenumbang, Marga Ngambur, peranan penting untuk menggambarkan
Marga Ngaras, Marga Bengkunat, Marga struktur sosial masyarakat. Menurut
Belimbing. Lowie, sebagaimana yang dikutip oleh
Perkembangan selanjutnya, kebu- Hermaliza (2011:124), kekerabatan adalah
ayan Paksi Sekala Beghak menjadi enam, hubungan-hubungan sosial melalui jalur
yaitu: Belunguh (Kenali), Pernong (Batu genealogis dan atau perkawinan yang
Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 397
terjadi antara seseorang dengan saudara- marga yang membangun buay dan
saudaranya atau keluarganya (baik kepaksian di Pesisir Barat. Oleh karena itu,
keluarga inti maupun luas). Lebih lanjut, dalam setiap marga kedudukan adat
interaksi antarkerabat berdasarkan peran tertinggi berada pada anak laki-laki tertua
dan statusnya masing-masing membentuk dari keturunan tertua yang disebut
sebuah sistem yang meliputi istilah Penyimbang. Seseorang yang memeroleh
kekerabatan, keluarga inti, peran dan gelar dan status sebagai penyimbang
fungsi anggota keluarga, keluarga luas, dan marga akan sangat dihormati dalam
peran dalam tatanan adat. masyarakatnya karena menjadi penentu
Sistem kekerabatan dalam suatu dalam setiap proses pengambilan kepu-
masyarakat dapat berbentuk unilineal, tusan adat. Sementara kesatuan hidup
bilateral, dan sistem keturunan ganda. masyarakatnya tercermin dalam ikatan
Menurut Koentjaraningrat (1985: 129-130) kekerabatan yang menganut sistem keluar-
sistem kekerabatan matrilineal bersama ga luas (extended family). Ikatan
dengan patrilineal termasuk ke dalam kekerabatan didasarkan pada hubungan
sistem kekerabatan yang menetapkan garis keturunan (ikatan darah), ikatan perka-
keturunan berdasarkan satu garis atau winan, ikatan mewarei (pengangkatan
unilineal. Dalam sistem kekerabatan saudara), dan ikatan berdasarkan pengang-
matrilineal menghitung hubungan katan anak.
kekerabatan melalui garis perempuan Kontruksi sosial berdasar hu-
sementara sistem kekerabatan patrilineal bungan patrilineal ini mengarah pada
menetapkan garis keturunan menurut ayah dominasi kekuasaan laki-laki atau
atau laki-laki. Sistem kekerabatan lainnya Patriarki. Menurut Wably sebagaimana
adalah sistem kekerabatan non unilineal yang dikutip oleh Wiyatmi (2015:7),
yaitu bilineal dan bilateral. Sistem patriarki adalah sebuah sistem dari struktur
kekerabatan bilineal menghitung hubungan sosial yang menempatkan laki-laki dalam
kekerabatan melalui laki-laki saja untuk posisi dominan, menindas, dan
sejumlah hak dan kewajiban tertentu dan mengeksploitasi perempuan. Patriarki
melalui perempuan saja untuk sejumlah muncul sebagai bentuk kepercayaan atau
hak dan kewajiban tertentu pula. ideologi yang menempatkan kedudukan
Sedangkan sistem kekerabatan bilateral laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan
menghitung hubungan kekerabatan melalui melalui lembaga-lembaga sosial, politik,
laki-laki maupun perempuan. dan ekonomi.
Pada masyarakat adat Saibatin di Kultur patriarki di Kepaksian
Pesisir Barat sistem kekerabatannya ditarik Sekala Beghak memengaruhi struktur
secara patrilineal mulai dari asal usul sosial masyarakatnya, mulai dari level
mereka. Adapun penerapannya bersifat paling tinggi (Kepaksian) hingga ke level
primogenitur, yaitu bahwa harta pusaka terendah yaitu keluarga. Dalam kehidupan
berupa rumah, pekarangan, sawah dan atau rumah tangga misalnya, laki-laki
ladang serta seluruh harta kekayaan sebuah ditempatkan sebagai pusat kekuasaan. Bila
keluarga hanya akan diwariskan pada anak berasal dari kalangan bangsawan, maka
laki-laki tertua (sulung). Dengan demikian dialah yang berhak mewarisi gelar
harta pusaka tidak pecah terbagi-bagi. kebangsawanan ayahnya. Bila dia berasal
Anak laki-laki lainnya tidak mendapat dari kalangan kebanyakan, dia berhak
warisan dan apabila tetap tinggal di desa meneruskan garis keturunannya kepada
sebagai petani, hanya sebagai penggarap anak-anaknya. Sebagai pusat kekuasaan,
tanah pusaka yang dikuasai oleh kakak laki-laki memiliki kuasa untuk mengambil
laki-laki tertua (Imron, 2014). keputusan dalam kerumahtanggaan. Ia
Aturan kekerabatan yang bersifat digambarkan sebagai orang yang kuat,
patrilineal-primogenitur dianut seluruh jantan, berani, bersifat pelindung, pantang
398 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406
menyerah dan rasional. Sementara perem- dihadapinya dalam lantunan khas yang
puan dicitrakan sebagai lemah lembut, menyayat hati. Adapun struktur hahiwang
emosional, dan selalu mengandalkan yang dilantunkan itu sama seperti setiap
insting sehingga ditempatkan pada posisi puisi tradisional lainnya yang terikat oleh
subordinasi yang hanya berkiprah di sektor bentuk dan isi. Dalam hahiwang bentuknya
domestik. terdiri atas bait-bait yang bersajak. Sebuah
Berdasarkan konstruksi sosial di bait secara tradisional dibangun oleh
atas, Herwanto (2012), menyatakan bahwa sejumlah baris dan pola-pola sajak pada
orang tua cenderung memberi kebebasan setiap akhir larik. Banyaknya jumlah baris
pada anak laki-lakinya untuk melakukan pada setiap bait sangat bergantung pada
aktivitas di luar rumah, baik siang maupun kemampuan seorang dalam
malam hari serta kegiatan yang cenderung mengungkapkan ekspresi jiwanya.
mengukuhkan sifat kelaki-lakiannya Penelaahan pada sejumlah
sehingga memungkinkan anak laki-laki hahiwang diperoleh petunjuk (1) pola
secara fisiologi, sosiologis maupun sajak akhir tidak harus sama; bisa saja bait
psikologis tumbuh sebagai pribadi yang pertama mempunyai pola sajak akhir a-b-
kuat dan mandiri. Sedangkan terhadap a-b-a-b, sedangkan bait kedua berpola c-d-
anak perempuan cenderung mendiskri- c-d-c-d; dan (2) Jumlah baris pada setiap
minasikan dengan memberi pembelajaran bait tidak selalu sama. Ada yang berjumlah
yang berkenaan dengan peran domestiknya enam baris setiap baitnya, ada pula yang
untuk menyelesaikan pekerjaan di ling- delapan baris atau empat baris. Berikut
kungan rumah tangga saja. contoh hahiwang yang berjumlah 4 baris
Pembedaan kewajiban dan hak dengan pola sajak a-b-a-b.
antara kedua gender itu melahirkan
ketidakadilan terhadap kaum perempuan Sakik sikam ji nimbang
dalam melakukan kegiatan sosial, Kak kapan ago segai
ekonomi, politik, maupun budaya. Hiwang ni sanak malang
Manifestasinya tercermin dalam berbagai Sikal kilu mahap pai
bentuk ketidakadilan, marginalisasi, dan
subordinasi peran yang merugikan Hgatong mangedok sai di usung
perempuan. Namun karena telah Ya gila sanak aghuk
berlangsung sejak lama, maka dianggap Apak ni saka lijung
sebagai suatu kebiasaan turun-temurun dan Sisi di tinggal induk
tidak dipersoalkan lagi sebagai tindakan
ketidakadilan dan subordinasi gender. Mangedok daya lagi
Posisi subordinasi ini diterima sebagai Sikam ghatong jak bungkuk
ketentuan adat yang harus ditaati, tetapi di Nyeghahko jama kuti
dalam diri sebagian perempuan timbul Tabikpun di puskam kaunyinna,
suatu "perlawanan". Salah satu bentuknya kalau ya keteghima
adalah muncul tradisi tutur hahiwang.
Lain mak ngaku gila
4. Hahiwang Kindang payu juga mu
a. Struktur Hahiwang Ajo ku kak dia
Sebagaimana disebutkan di atas, Mak santor pengandanmu
hahiwang merupakan satu dari beberapa
ragam karya sastra tutur masyarakat Mula kunduh katinuh
Lampung, khususnya masyarakat 16 Seno sai nyak mak nyakak
Marga Pesisir Krui. Hahiwang umumnya Mak nambak ku kintu luh
dilantunkan oleh kaum perempuan sebagai Kak niku mak ku liak
ungkapan perasaan jiwa atas situasi yang
Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 399
Ngegetas ditekhatas
Badan Siji sai ghayang
Siwok campokh sajekhu
Lain nyak kurang mengan
Ngegham semanjang-manjang Lamon muli sai ngusung tas
Guwai neghasa badan Mikhat ti ucak gukhu
dalam masyarakat 16 marga Pesisir Krui patrilineal dengan adat menetap patrilokal.
digunakan untuk membedakan hak dan Setelah menikah seorang perempuan harus
kewajiban dalam melakukan kegiatan masuk dalam marga dan tinggal di
sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. lingkungan keluarga suaminya (mengiyan).
Perbedaan peran berdasar gender ini terjadi Melalui mas kawin atau yang lebih dikenal
melalui proses sosialisasi norma-norma dengan sistem dowry yang nominalnya
kultural dan keagamaan yang lama dan antara puluhan hingga ratusan juta rupiah,
sangat panjang sehingga seolah-olah telah perempuan "diambil" oleh kerabat suami
menjadi kodrat Ilahi. untuk dijadikan sebagai aset tenaga kerja.
Bagi perempuan Saibatin Krui, Konsekuensinya, perempuan harus keluar
mulai dari masa kanak-kanak telah dari keluarganya sendiri dan memaksanya
disosialisasikan berbagai macam nilai dan menjadi "pelayan" laki-laki. Dia menjadi
norma yang dibentuk oleh budaya tidak berdaya dan teralineasi karena
patriarki, baik oleh keluarganya sendiri seluruh aktivitas hidupnya hanya
(terutama pihak ibu) maupun lingkungan merupakan kelengkapan bagi orang lain.
di sekitarnya (kerabat dan para Ketidakberdayaan perempuan
tetangganya) dengan tujuan agar dapat untuk menghadapi dominasi laki-laki
berinteraksi dengan lingkungan komu- disiasati dengan membangun aktivitas-
nitasnya. Bentuk sosialisasi yang aktivitas tertentu sebagai pengibur diri.
dilakukan adalah pembelajaran yang Hahiwang merupakan salah satu
berkenaan dengan peran perempuan dalam bentuknya. Apabila dihayati lantunannya
menyelesaikan urusan domestik saja. dipenuhi rasa kesedihan yang mencermin-
Selain itu, anak perempuan juga dibentuk kan kenestapaan hati. Hal itu mengindi-
sedemikian rupa dengan tidak diberi ruang kasikan penderitaan seseorang terhadap
atau keleluasaan berada di sektor publik, satu hal. Seorang informan menceritakan
sesuai dengan kehendak budaya masya- pengalaman hidupnya saat menikah
rakat maupun ajaran agamanya. dahulu. Ia demikian galau, sedih yang
Hasil sosialisasi konstruksi sosial teramat mendalam. Terbayang dalam
tentang gender ini memengaruhi perkem- benak pikirannya akan berpisah dengan
bangan kondisi fisik dan psikis kaum sanak keluarganya. Malam hari sebelum
perempuan. Mereka menjadi pribadi yang pernikahan, ia mendatangi sanak keluarga
kurang berani, penurut, rajin, lemah, terdekatnya untuk menyampaikan salam
emosional, dan selalu meminta dilindungi. perpisahan. Semalaman menangis, ber-
Akibatnya kehidupan perempuan menjadi cucur air mata menyalami satu per satu
sangat dependen pada laki-laki yang kerabatnya sambil ber-hahiwang.
dianggap mempunyai posisi lebih tinggi. Seiring waktu hahiwang tidak
Laki-laki memanfaatkan kebergantungan hanya digunakan saat masa peralihan saja,
ini untuk mengekalkan kekuasaannya melainkan juga ke segala aspek yang
dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan membentuk pencitraan inferioritas pada
budaya. Akibatnya timbul berbagai bentuk diri perempuan. Misalnya, ketika seorang
ketidakadilan, marginalisasi, dan sub- perempuan kawin dengan "Bang Toyib"
ordinasi peran yang merugikan perempuan. yang jarang pulang, atau ketika sang suami
Salah satu bentuk ketidakadilan jarang menafkahi (lahir-batin), ia akan ber-
gender tersebut berkaitan dengan pranata hahiwang juga. Oleh karena sifatnya yang
perkawinan. Masyarakat Saibatin di Pesisir sangat personal, hahiwang biasanya
Barat menganut sistem perkawinan yang disenandungkan seorang diri tatkala
mengutamakan jalur lineage atau sedang mengerjakan sesuatu hal di dalam
keturunan yang saling berkaitan dari nenek rumah atau di kebun. Adapun tujuannya
moyang yang sama (Masduki, 2006:65). hanya sebagai ratapan yang diperuntukkan
Selain itu, perkawinan juga bersifat bagi diri sendiri. Sebab, perempuan yang
402 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406
telah terbiasa bergelut dengan seni tradisi yang ingin belajar hahiwang harus mampu
yang dapat membuat teks sekaligus menciptakan bait-bait terdiri atas 3-6 baris
melantunkannya. yang membentuk rangkaian cerita atau
Salah seorang di antaranya adalah kisah. Selain itu, juga mampu
Mursi M atau lebih dikenal dengan nama melantunkannya menjadi sebuah tembang
panggung Mamak Lawok. Dia adalah yang memiliki cengkok-cengkok tertentu
seniman tradisi yang biasa membawakan sehingga terdengar memilukan dan
segata, bebandung, ringget, wayak/muayak menyayat hari. Oleh karena itu, untuk
dan hahaddo yang berirama mirip seperti mempelajarinya tentu membutuhkan waktu
hahiwang. Mamak Lawoklah yang yang relatif lama.
mengembangkan hahiwang agama dan Perempuan pelantun hahiwang
adat dengan cara menampilkan di setiap yang sudah mahir dan ingin menularkan
acara begawi yang dihadirinya. ilmunya kepada orang lain tidak dapat
Hahiwangnya tidak berupa ekspresi begitu saja melaksanakan niatnya. Dia
kesedihan mengenai pengalaman hidup, harus melihat statusnya dalam masyarakat
melainkan menembus ranah adat istiadat yang mempunyai struktur tersendiri yang
dan keagamaan. tercermin dalam kelas-kelas sosial yang
Penghilangan unsur ratapan ini ditentukan berdasarkan asal usul serta
berkaitan dengan konstruksi budaya hubungan kekerabatan. Masyarakat adat
patriarki yang mencitrakan bahwa laki-laki Saibatin di Pesisir Barat membagi diri
haruslah memiliki sifat pemberani, kuat, menjadi 16 marga. Masing-masing marga
agresif, mandiri, cekatan, pantang dipimpin oleh seorang Saibatin (Kepala
menyerah yang menjadikannya terlatih dan Marga) dan memiliki tujuh tingkatan Gelar
termotivasi mempertahankan sifat tersebut. yaitu: Suntan, Raja, Batin, Radin, Minak,
Hahiwang yang berarti ratapan hati hanya Kimas dan Mas.
ada dalam konstruksi gender perempuan Struktur sosial berdasarkan ting-
Saibatin yang dicitrakan sebagai lemah katan gelar adat tersebut memengaruhi
lembut, emosional, penakut, penurut, serta ruang gerak masyarakat, mulai dari level
keibuan. Oleh karena itu, teks hahiwang paling tinggi (Kepaksian) hingga ke level
yang dibuat oleh Mamak Lawok atau terendah yaitu keluarga. Atau dengan kata
seniman laki-laki di Pesisir Barat lain, terdapat rambu-rambu tertentu yang
umumnya berisi tentang petuah-petuah mengatur hubungan antarstatus dalam
adat dan aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang tidak
agama Islam. Yang penting adalah nada, dapat sesuka hati berhubungan tanpa
irama, dan suara pekau yang khas mengindahkan statusnya karena akan
hahiwang sehingga membuat pendengar mendapat sanksi-sanksi tertentu (adat
tersentuh hati bila mendengarnya. maupun sosial) apabila melanggarnya.
Apabila pelantun hahiwang berada
c. Pewarisan Hahiwang dalam Budaya dalam keluarga berstatus atau bergelar
Patriarki Minak misalnya, dia akan relatif mudah
Dalam hal pewarisan hahiwang menggerakkan anak-anak dari keluarga
pun budaya patriarki tetap berperan. yang berstatus di bawahnya (Kimas dan
Seorang informan menyatakan bahwa dia Mas) untuk belajar hahiwang. Namun,
sulit mengajarkan hahiwang kepada anak- sulit "memaksa" anak-anak dari keluarga
anak yang berada di sekitar tempat berstatus Radin, Batin, Raja, apalagi
tinggalnya. Adapun penyebabnya tidak Suntan tanpa persetujuan orang tua
hanya karena relatif sulit mempelajari seni mereka. Apabila orang tua menyetujui,
tradisi hahiwang, tetapi juga oleh dalam menentukan jadwal latih pun tidak
stratifikasi sosial masyarakat adat Saibatin dapat begitu saja menyuruh anak-anak
Krui. Dalam proses regenerasi seseorang mereka datang. Dia harus membujuk atau
404 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406
4. Internet
"Bahasa Lampung", diakses dari
https://khufronimi9.wordpress.com/ba
hasa-lampung/, tanggal 15 Januari
2017, pukul 00.10 WIB.
Herwanto, AM. 2012. "Diskriminasi Gender
dan Hegemoni Patriarkhi", diakses
dari http://herwanto-a-d-fisip.web.
unair.ac.id/artikel_detail-68475
UmumDiskriminasi%20Gender%20da
n%20Hegemoni%20Patriarkhi.html,
tanggal 15 Desember 2016, pukul
10.34 WIB.
Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 407
Nurmaria
Pascasarjana Ilmu Sejarah UNPAD
Jalan Raya Bandung Sumedang Km. 21 Jatinangor
e-mail: maria.nur54@yahoo.com
Naskah Diterima: 8 Mei 2017 Naskah Direvisi: 26 September 2017 Naskah Disetujui: 22 November 2107
Abstrak
Kajian ini membahas tentang gerakan sosial politik di Blambangan pada masa
Pemerintahan Kolonial. Sekarang, Blambangan dikenal dengan Kabupaten Banyuwangi.
Letaknya strategis, perbatasan antara Pulau Jawa dan Pulau Bali, sehingga sering terjadi konflik.
Salah satu konflik tersebut berupa gerakan sosial politik yang dilakukan oleh Wong Agung Wilis
terhadap Pemerintah Kompeni pada tahun 1767-1768. Melalui penggunaan metode sejarah,
tulisan ini bertujuan untuk mengkaji munculnya, intensitas dan akibat gerakan sosial politik
tersebut. Berbagai perspektif mengenai gerakan ini dibangun dengan memanfaatkan sumber-
sumber VOC, babad dan kajian historis mengenai Blambangan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, gerakan sosial politik di Blambangan terjadi karena adanya beberapa alasan, dari segi
politik, sosial, etnis, agama maupun ekonomi. Gerakan tersebut sebenarnya tidak pernah
berakhir, bahkan ketika pemimpin gerakan tersebut (Wilis) dibunuh oleh Kompeni, para
pengikutnya masih melanjutkannya. Akhirnya, Kompeni melakukan berbagai strategi baik
kompromi dengan pemimpin gerakan, mendatangkan pasukan perang dari Jawa dan Madura
maupun melakukan gencatan senjata untuk menghentikannya.
Kata kunci: gerakan sosial, Wong Agung Wilis, VOC, Blambangan.
Abstract
This research will discuss about the socio-political movement that took place in
Blambangan during the colonial period. Today, Blambangan is known as Banyuwangi Regency. It
is a border area between the island of Java and the island of Bali. Because of this strategic
location it makes the area often happened conflict. One of the conflicts was a social-political
movement by Wong Agung Wilis against the Government of the Company in 1767-1768. Through
the historical methods, this paper aims is to examine the emergence of social political movements
in Blambangan and the achievements that achieved from the socio-political movement. Various
perspectives on the movement were built on the use of VOC sources, chapters and several
historical studies on Blambangan. Based on research conducted, the social political movement in
Blambangan occurred due to several reasons, both in terms of political, social, ethnic, religious
and economic. The socio-political movement in Blambangan actually never ended, even when the
leader of the movement (Wilis) was killed by the Kompeni, His followers continued the movement.
Until the end, the Company undertook various strategies either compromising with the movement's
leaders, bringing in war troops from Java and Madura as well as conducting a ceasefire to stop it.
Keywords: social movement, Wong Agung Wilis, VOC, Blambangan.
408 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422
agenda mengkaji ulang lima usulan tanggal Wilis dijelaskan sebagai adik dari
yang pernah muncul pada penelitian Pangeran Pati dan diangkat sebagai patih,
sebelumnya. Seminar merekomendasikan namun kemudian dipecat karena adanya
18 Desember 1771 sebagai hari jadi polemik politik yang terjadi di kalangan
Banyuwangi. Tidak lama setelah seminar istana. Adapun Rempeg, berdasarkan
tersebut berlangsung, muncullah SK sumber lokal dikenal sebagai Jagapati,
DPRD mengenai penetapan hari jadi seorang pemuda yang mempunyai titisan
Banyuwangi (Margana, dalam Lembaran dari Wong Agung Wilis dan melanjutkan
Kebudayaan, 201224: 23-25). perjuangannya. Selanjutnya, Sayu Wiwit
Seminar tersebut juga melahirkan adalah putri dari Wong Agung Wilis yang
nama tiga orang yang kemudian diusulkan melakukan pemberontakan di Blambangan
menjadi pahlawan Banyuwangi, yaitu bagian barat dan kemudian bergabung
Wong Agung Wilis, Rempeg Jagapati, dan dengan pemberontakan yang dilakukan
Sayu Wiwit. Terbitnya buku “Nagari oleh Rempek Jagapati, namun akhirnya
Tawon Madu” yang berisi tentang keadaan tertangkap oleh VOC (2012: 14-20).
politik di Blambangan pada abad ke-18 Dari beberapa kajian historis yang
semakin menguatkan upaya tersebut, dilakukan oleh berbagai kalangan, baik
bahkan kelompok-kelompok yang awalnya dari pihak pemerintahan daerah, sejarawan,
bersikukuh dengan pendapat masing- budayawan, dan masyarakat umum, belum
masing, melebur jadi satu mendukung ada kajian yang secara spesifik membahas
pengusulan nama pahlawan Banyuwangi tentang gerakan sosial politik di
(Sujana, 2001). Akan tetapi usulan ketiga Blambangan yang dilakukan oleh Wong
nama tersebut ditolak, “karena belum ada Agung Wilis terhadap Kompeni Belanda.
riwayat perjuangan lengkap yang disusun Oleh karena itu, perlu diadakan
dalam bentuk kajian akademis, sehingga penelusuran lebih lanjut mengenai
sumber yang digunakan hanya berdasarkan peristiwa tersebut. Bahkan berdasarkan
babad dan sedikit sumber VOC”. 1 Margana sumber VOC, perlawanan yang dilakukan
dalam artikelnya yang berjudul Melukis oleh Wong Agung Wilis sangat berbahaya
Tiga Roh: Stigmatisasi dan Kebangkitan jika dibandingkan dengan perlawanan yang
Historiografi Lokal di Banyuwangi, juga dilakukan oleh Rempeg Jagapati dan Sayu
menyepakati hal tersebut, dengan Wiwit, karena menguras banyak tenaga
mengatakan bahwa “belum pernah dilaku- dan membutuhkan banyak biaya untuk
kan kajian akademis terhadap tiga tokoh menumpasnya. Intensitas perlawanannya
tersebut, setidaknya hingga tesis I Made juga berlangsung sengit, bahkan ketika
Sujana tahun 1995” (Lembaran Wong Agung Wilis sudah diasingkan ke
Kebudayaan, 201224: 8-9). Banda, mampu kembali ke Bali dalam
Pada tahun 2012, disertasi S. keadaan selamat (Lekkerkerker, 1923: 37).
Margana diterbitkan, dari disertasi ini Hal tersebut menimbulkan rasa penasaran
terungkap gambaran yang lebih jelas yang mendalam, sehingga penulis memu-
tentang peristiwa heroik yang terjadi pada tuskan untuk mengangkat topik ini untuk
paruh ke-2 abad ke-18 yang menjadi titik diteliti.
perdebatan hari jadi dan juga tokoh-tokoh Beberapa sejarawan juga mem-
sejarah yang diajukan sebagai pahlawan. punyai pendapat yang berbeda mengenai
Dengan menggunakan data naskah dan perlawanan Wilis. Seperti I Made Sujana,
sumber VOC, Margana seolah mampu memandang perlawanan Wilis sebagai
menghidupkan tokoh yang selama ini reaksi politik terhadap observasi VOC di
dianggap fiktif. Misalnya, Wong Agung Blambangan, dan mengungkap tokoh
sebagai panglima perang, adanya polemik
1
Wawancara dengan Nina Herlina Lubis, Tim politik sebagai pemicu perlawanan
Pengusulan Pahlawan Banyuwangi, tersebut. Akan tetapi, dalam disertasi
Bandung, 3 Februari 2017.
410 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422
Margana muncul kesan berbeda, yaitu sosial terjadi dan diakhiri tahun 1768
dengan menghadirkan faktor sosial dan setelah VOC berhasil melumpuhkan
religi sebagai benih-benih perlawanan gerakan sosial-politik yang dipimpin oleh
tersebut. Adapun pentingnya topik ini Wong Agung Wilis. Berdasarkan uraian di
diangkat kembali adalah untuk melihat atas, pertanyaan-pertanyaan yang hendak
perlawanan Wong Agung Wilis dari sudut dijawab adalah sebagai berikut:
pandang gerakan sosial-politik. Sehingga 1. Mengapa muncul gerakan sosial-politik
dapat memunculkan kesan berbeda dengan di Blambangan?
hasil penelitian sebelumnya. 2. Bagaimana intensitas jalannya gerakan
Hal lain yang menarik dari sosial-politik tersebut?
fenomena sejarah Blambangan pada abad 3. Apa saja akibat dari gerakan sosial-
ke-18 ini adalah tentang gerakan politik bagi Blambangan?
masyarakatnya dalam upaya membangkit-
kan historiografi lokal. Kemunculan kajian B. METODE PENELITIAN
ilmiah, seperti karya I Made Sujana dan Sri Penelitian ini menggunakan
Margana, turut serta dalam upaya metode sejarah. Metode sejarah adalah
membangkitkan aktivitas penelusuran proses menguji dan menganalisis secara
sejarah lokal dan artefak-artefak kritis rekaman dan peninggalan masa
peninggalan sejarah. Misalnya, dengan lampau. Melalui metode sejarah, tulisan ini
membangun monumen di tempat diharapkan mampu menampilkan suatu
bersejarah, memburu dan mencari makam rekonstruksi sejarah dengan tingkat
ketiga tokoh tersebut dan juga objektivitas semaksimal mungkin. Metode
mevisualisasikan ketiga tokoh dalam sejarah terdiri atas 4 tahap, yaitu heuristik,
bentuk lukisan (Margana, dalam Lembaran kritik, interpretasi, dan histriografi
Kebudayaan, 201224: 7). Tidak berhenti (Garraghan, 1957: 34; Kosim, 1984: 36;
pada makam dan lukisan, usaha Gottschalk, 1985: 32; Renier, 1997: 113;
masyarakat Banyuwangi semakin melam- Lubis, 2015: 15).
bung dengan menerbitkan buku biografi Heuristik sebagai tahap pertama
tiga tokoh tersebut, melalui kerja sama dalam metode sejarah adalah kegiatan
dengan sejarawan dan budayawan lokal.2 menemukan dan menghimpun sumber,
Apa yang dipaparkan di atas informasi, dan jejak masa lampau.
menimbulkan beberapa pertanyaan, Sumber-sumber yang dihimpun mengacu
sehingga penulis tertarik untuk mencari pada tiga jenis sumber, yakni sumber
penjelasan (eksplanasi) tentang peristiwa tertulis, lisan, benda (Garraghan, 1957:
tersebut dan menuangkannya dalam sebuah 103; Gottschalk, 1985: 35-40; Renier,
artikel yang berjudul ”Gerakan Sosial- 1997: 104; Kuntowijoyo, 2013: 73-76;
Politik Masyarakat Blambangan Terhadap Lubis, 2015: 7). Sumber-sumber tertulis
Kompeni di Blambangan Tahun 1767- dapat berupa arsip, sumber resmi tercetak,
1768”. Lingkup geografisnya adalah dokumen, artikel sezaman, tradisi lisan
Blambangan, yang saat ini berada di baik tertulis maupun lisan, buku, disertasi,
Kabupaten Banyuwangi. Sementara itu, tesis, skripsi, laporan penelitian, artikel
tahun 1767 adalah tahun ketika gerakan yang dimuat dalam jurnal atau surat kabar.
Sumber-sumber berupa arsip, sumber
2 resmi tercetak, dokumen, artikel sezaman
Basri. H (ed), Pangeran Jagapati, Wong
Agung Wilis, Sayu Wiwit (Tiga Pejuang Dari
dapat ditelusuri di Arsip Nasional
Blambangan), (Pemerintah Kabupaten Republik Indonesia (ANRI) di Jakarta,
Banyuwangi, 2006); Sundoro et al., Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Pangeran Rempeg Jagapati Pahlawan di Jakarta, dan melalui akses online pada
Perjuangan Kemerdekaan di Tanah situs KITLV.
Blambangan Tahun 1771, (Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi, 2008).
Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 411
Tahap kedua adalah kritik baik terlalu dekat dan menimbulkan bias.
secara internal maupun eksternal. Kritik Dalam kedua cara tersebut ada berbagai
sering disebut juga verifikasi jenis interpretasi, mulai dari interpretasi
(Kuntowijoyo, 2013: 77; Lubis, 2015: 25). verbal, teknis, logis, psikologis, dan
Kritik harus dilakukan agar penulis tidak faktual (Garraghan, 1957: 321-337; Lubis,
menerima begitu saja apa yang tercantum 2015: 36-39).
dan tertulis pada sumber-sumber tersebut Tahap keempat adalah penulisan
(Sjamsuddin, 2012: 103). Dalam tahap ini, yang disebut historiografi yang merupakan
ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama, tahapan terakhir dalam metode sejarah
meneliti otentisitas sumber atau keaslian (Gottschalk, 1985: 32; Lubis, 2015: 55).
sumber disebut kritik eksternal. Kedua, Dalam tahap ini yang diperlukan adalah
meneliti kredibilitas sumber yang disebut kemampuan menulis. Sebuah tulisan yang
kritik internal (Kuntowijoyo, 2013: 77-78). kreatif tentu membutuhkan kecerdasan dan
Kritik eksternal dilakukan untuk mencegah imajinasi. Kecerdasan di sini berarti
sejarawan menggunakan sumber palsu atau bersikap kritis pada setiap sumber disertai
menipu. Sementara dalam kritik internal dengan analisis yang tajam. Imajinasi di
hanya dapat dilakukan terhadap penulisan sini berarti penulis harus mampu
yang ada dalam dokumen-dokumen atau membayangkan bagaimana sebuah
pada inskripsi pada monumen, mata uang, peristiwa terjadi sehingga menghasilkan
medali, atau stempel (Renier, 1997: 116). sebuah historiografi yang baik.
Setelah sumber-sumber tersebut Adapun untuk menjelaskan
dikritik, sumber tersebut harus dikoro- permasalahan dalam kasus yang diteliti ini
borasikan antara sumber yang satu dengan digunakan teori dari Neil J. Smelser, yang
sumber yang lain sehingga melahirkan dikenal sebagai teori collective behaviour.
sebuah fakta sejarah yang mendekati Yang dimaksud dengan collective
kebenaran. Tidak hanya berhenti sampai di behaviour adalah tindakan yang dilakukan
sana fakta tersebut tidak dapat berbicara oleh dua orang atau lebih. Sebagai contoh,
sendiri tanpa adanya sentuhan dari penulis beberapa kegiatan yang termasuk dalam
kecuali pada sumber yang tidak ada perilaku kolektif adalah kerja bakti,
kontradiksi atau dikenal dengan sebutan gotong-royong, demonstrasi, pemberon-
argumentum ex silentio (Garraghan, 1957: takan, dan revolusi. Menurut Smelser, ada
294; Gottschalk, 1985: 116; Lubis, 2015: enam determinan yang harus dipenuhi
34-35). untuk terjadinya sebuah gerakan sosial
Tahap ketiga ini disebut (Smelser, 1969: 15-17) :
interpretasi yang bisa dilakukan dengan 1. Structural conduciveness.
dua cara, yaitu sintesis dan analisis. 2. Structural strain.
Interpretasi sering disebut biangnya 3. Growth and spread of generalized
subjektivitas karena dalam proses ini belief.
masuk pemikiran-pemikiran penulis atas 4. The precipitating factor.
suatu fakta sejarah. Fakta-fakta tersebut 5. Mobilization of participant for action.
dirangkai menjadi suatu rentetan tak 6. The operation of sosial control.
terputus dari suatu peristiwa. Dalam
penulisan sejarah subjektivitas itu diakui C. HASIL DAN BAHASAN
namun subjektivitas itu harus dihindari 1. Blambangan Periode Awal
(Ankersmit, 1987: 331; Kuntowijoyo, Blambangan adalah sebuah
2013: 78). Interpretasi merupakan sebuah wilayah yang terletak di ujung timur Pulau
tahapan yang cukup sulit karena penulis Jawa. Blambangan didirikan dan
harus bersikap netral terhadap sumber berkembang bersamaan dengan Kerajaan
yang ada. Oleh karena itu, penulis harus Hindu terbesar di Jawa, Majapahit.
mengambil jarak dengan sumber agar tidak Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya
pada tahun 1293, dengan dibantu oleh
412 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422
Arya Wiraraja. Arya Wiraraja adalah Sumber Babad Tawang Alun serta
seorang senopati Madura yang berbagai kajian historis menyebutkan
berkedudukan di Sumenep. Atas jasanya bahwa pada tahun 1665, Pangeran Tawang
dan kesetiaannya kepada Majapahit, pada Alun II naik takhta, menggantikan
tahun 1309, Raden Jayanegara yang ayahnya, dan Wila diangkat sebagai patih.
merupakan putra dari Raden Wijaya, Pangeran Tawang Alun II memerintah
memberi hadiah kepada Arya Wiraraja Blambangan selama 4 tahun, kemudian
sebuah wilayah Kerajaan Majapahit bagian takhta diserahkan kepada Wila. Menurut
timur. Di dalam kajiannya yang berjudul Babad Blambangan, penyerahan takhta
Beknopte Geschiedenish van Indonesie tot terhadap adiknya dilakukan, karena
aan de komst der Hollanders, Ennen Pangeran Tawang Alun II mendengar
mengatakan bahwa, “De Koning bedacht desas-desus yang tidak menyenangkan
zijn getrouwe helpers van vroeger goed. mengenai pemberontakan yang akan
Wiraradja werd aangesteld als bestuurder dilakukan untuk menggulingkan jabatan-
van Loemadjang, het latere Rijk van nya. Satu-satunya upaya untuk menghin-
Blambangan3” (Ennen, 1930: 64). Di dari terjadinya pertumpahan darah, maka ia
wilayah itulah Kerajaan Blambangan menyerahkan takhta tersebut kepada
didirikan dan berkembang hingga abad ke- adiknya. Akan tetapi, Wikkerman menye-
18 (Lekkerkerker, 1923: 1032-1033; butkan bahwa sudah terjadi pemberontakan
Nugroho, 2011: 139; Ricklefs, 2011: 26; yang dilakukan oleh Wila. Dua sumber ini
Margana, 2012: 25; Rush, 2013: 2). tidak memiliki perbedaan yang signifikan
Kerajaan Blambangan memang dan bertentangan, keduanya menyatakan
sudah berdiri sejak kekuasaan Majapahit. bahwa terjadi perselisihan antara Wila dan
Akan tetapi, puncak kejayaannya dialami Pangeran Tawang Alun II. Fakta mengenai
ketika masa pemerintahan Pangeran perselisihan tersebut masih berupa desas-
Tawang Alun II, yaitu pada tahun 1665- desus atau sudah terjadi pemberontakan,
1691. Berdasarkan sumber babad dan belum ada sumber yang menjelaskan
sumber kolonial, kekuasaan dinasti namun informasi yang bisa diterima adalah
Tawang Alun berawal pada abad ke-17, Pangeran Tawang Alun II memutuskan
dengan ditandai adanya ibu kota baru untuk melepaskan takhtanya (Wikkerman
Blambangan yang terletak di Kedawung dalam Lekkerkerker, 1923: 1041; Pigeaud,
(Puger, Kabupaten Jember sekarang). Raja 1929 :100; Arifin, 1995: 105; Sujana,
yang berkuasa adalah Tampa Una dan 2001: 28; Margana, 2012: 35).
mempunyai gelar Pangeran Tawang Alun I Tidak lama setelah turun takhta,
(Arifin, 1995: 105; Lekkerkerker, 1923: Tawang Alun pergi untuk mengasingkan
1045). Babad Tawang Alun menyebutkan, diri di hutan rimba Bayu. Di tempat ini
dia mempunyai lima anak; dua putra, yaitu Tawang Alun membuka pemukiman baru.
Mas Kembar (Tawang Alun) dan Mas Lambat laun pemukiman tersebut menjadi
Wila, dan tiga putri, yaitu Mas Ayu ramai, karena penduduk dari Blambangan
Tunjungsari, Mas Ayu Melok dan Mas berduyun-duyun pindah ke Bayu. Selama
Ayu Gringsing. Putra pertamanya, Mas enam tahun penduduk Bayu semakin
Kembar akan menggantikannya sebagai banyak jumlahnya. Keadaan ini membuat
raja kelak ketika Tampa Una sudah Wila cemburu, dan marah karena sebagian
meninggal, sedangkan putra kedua, Mas besar penduduknya memilih untuk pindah
Wila akan mendampingi kakaknya selama ke Bayu. Akhirnya, Wila memutuskan
bertahta sebagai patih (Arifin, 1995: 105). untuk melakukan penyerangan dan
pengepungan atas Bayu. Akan tetapi, Wila
3
Raja berpikir bahwa pengikut yang setia harus mengalami kekalahan, dan terbunuh
diperlakukan dengan baik. Wiraraja diangkat (Brandes, dalam Margana, 2012: 35).
menjadi pemimpin Lumajang, kemudian
Kerajaan Blambangan.
Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 413
4
Di dalam sumber Babad Blambangan dan
Babad Tawang Alun disebutkan bahwa
Wong Agung Wilis ketika masih kanak-
Peta 2. Wilayah Blambangan Tahun 1736- kanak bernama Mas Sirna dan lahir di
1763 Blambangan. Berdasarkan silsilah yang
Sumber: Diolah dari Babad Wilis, Babad ditemukan, Mas Sirna adalah keturunan dari
Tawangalun, Nagari Tawon Madu. seorang penguasa Blambangan, Pangeran
Danureja, yang memerintah pada tahun
Peta di atas adalah ilustrasi 1697. Ibu Mas Sirna adalah seorang selir,
kekuasaan Blambangan ketika pemerin- yang berasal dari Bali (Arifin, 1995: 109).
5
Tepasana adalah aristokrat dari Lumajang,
tahan Danuningrat, yang meliputi:
yang muncul sekitar tahun 1760-an, dan
a. Nusa Barung i. Ulupampang menjadi mertua Danuningrat.
Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 415
kesepakatan apa pun dengan Danuningrat. pindah ke Desa Seseh. Dari perintah kedua
Akan tetapi, meskipun Kompeni merasa ini, Danuningrat baru menyadari maksud
memiliki Blambangan sejak dikeluar- Gusti Agung Mengwi yang sesungguhnya,
kannya Perjanjian Giyanti oleh Mataram, bahwa ia menginginkan kematiannya.
hingga tahun 1764 Kompeni belum begitu Setelah sampai di desa Seseh, Danuningrat
memperhatikan daerah tersebut. Wilayah diserang oleh penduduk dan prajurit yang
timur yang diperhatikan oleh Kompeni dikirim oleh Gusti Agung Mengwi.
baru melampaui Pasuruan. Danuningrat dan pengikutnya kalah,
Atas penolakan tersebut, semuanya mati di Pantai Seseh.
Danuningrat merasa kecewa dan Penjelasan dari Babad Wilis
selanjutnya mengajukan bantuan kepada mengatakan bahwa setibanya di Bali,
Kartanegara, Bupati Lumajang. Berdasar- Danuningrat yang berpakaian serba putih
kan Babad Wilis, Gusti Agung Mengwi bertemu dengan Gusti Agung Mengwi dan
mendengar kabar keberadaan Danuningrat sempat membuat beberapa pengakuan.
di Lumajang, maka dengan segera Pengakuan Danuningrat mengenai peris-
diutuslah beberapa duta dari Blambangan tiwa pemecatan Wilis dan pembunuhan
dan Bali untuk membujuk Danuningrat Ranggasatata serta keputusan untuk
kembali ke Blambangan. Danuningrat mau meninggalkan kerajaan membuat Gusti
kembali ke Blambangan, kemudian Agung Mengwi terkejut dan tidak bisa
bersama dengan Wilis, ia menghadap Gusti menahan amarahnya. Gusti Agung
Agung Mengwi. Mengwi kemudian memutuskan untuk
Babad Mas Sepuh mengemukakan menahan Danuningrat dan menyuruh dia
bahwa setibanya di Bali, Danuningrat tidak tinggal di Seseh. Mendengar berita ini,
bertemu dengan Gusti Agung Mengwi. Nawangsari, istri Danuningrat, dan anak-
Gusti Agung Mengwi memerintahkan dia anaknya menyusul ke Seseh. Setelah tiba
untuk tinggal di sebuah desa terpencil dan di Seseh, Danuningrat dibunuh oleh
sudah lama tidak berpenghuni. pasukan Mengwi. Sementara istri dan
Kemungkinan, perintah ini adalah sebuah anak-anak Danuningrat kembali ke
hukuman yang diberikan oleh Gusti Agung Blambangan (Arifin, 1980: 37).
Mengwi kepada Danuningrat, yang mana Walaupun sumber-sumber yang
Danuningrat belum menyadarinya dan mengkisahkan kematian Danuningrat
bahkan dengan suka rela membangun desa tergolong dalam jenis sastra, namun
tersebut serta mendirikan puri Tanah Ayu, tidaklah mustahil pula bahwa sumber-
untuk beribadah. Mengetahui hal ini, Gusti sumber tersebut masih menyimpan
Agung Mengwi menjadi sangat marah dan peristiwa sejarah dari masa lampau. Karya
memerintahkan rakyatnya untuk tidak Lekkerkerker juga mengulas sedikit kisah
melakukan aktivitas apa pun ke desa tentang kematian Danuningrat oleh orang
tempat Danuningrat dan keluarganya Bali (Lekkerkerker, 1923: 1041). Dengan
tinggal (Arifin, 1995: 128). Hal ini demikian, bisa dikatakan bahwa peristiwa
dilakukan supaya Danuningrat mengalami kematian Danuningrat pada tahun 1763
kesulitan memeroleh makanan dan menandakan bahwa berakhirnya eksistensi
meninggal pelan-pelan. Dinasti Tawang Alun yang telah berkuasa
Babad Mas Sepuh juga lebih dari seratus tahun lamanya di
memberikan informasi bahwa ada salah Kerajaan Blambangan. Berikut bagan
satu bangsawan Bali, yang bernama Gusti mengenai pohon keluarga keturunan
Agung Kamasan Dhimandhe yang diam- Tawang Alun:
diam memberi makanan Danuningrat
beserta keluarganya. Mengetahui hal ini,
Gusti Agung Mengwi memutuskan untuk
mengusir Danuningrat dari desa itu dan
Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 417
Blambangan), Cina, dan bahkan juga melaporkan terdapat 150 orang pasukan
Inggris. Hal ini menunjukkan bahwa Wilis tewas, sedangkan pasukan Kompeni
betapa Wilis menjadi orang yang yang gugur di medan perang tidak
mempunyai kedudukan penting di disebutkan jumlahnya. Pada pertempuran
Blambangan. Terlepas bergabungnya pertama ini, pasukan Kompeni dinyatakan
mereka menjadi pasukan Wilis karena kalah, ratusan pasukan Wilis yang
terpaksa atau tidak, seperti yang dikatakan bergerak di bawah komando Encik Kamis
oleh Vos, namun dengan adanya jumlah berhasil mengambil alih benteng Kompeni
pasukan tersebut sudah membuktikan di Ulupampang dan memenggal beberapa
bahwa Wilis mampu menjadi seorang mata-mata Kompeni di Ulupampang (VOC
pemimpin. 3248: folio 9-16). Wilis berada pada
Mendengar kabar bahwa Wilis puncak kejayaan untuk sementara waktu,
membentuk pasukan dan akan melakukan Mas Anom dan Mas Weka, bupati
gerakan sosial politik untuk merebut Blambangan yang ditunjuk oleh Kompeni,
Blambangan dari Kompeni, Van Rijcke 9 menyatakan bergabung dengan Wilis.
memutuskan untuk mengunjungi dan Posisinya di kota semakin kuat karena
mengadakan perundingan dengan Wilis di dukungan datang silih berganti. Selain
Kutalateng. Kunjungan tersebut dimaksud- menguasai Ulupampang, pasukan Wilis
kan agar Wilis mau mendukung juga ditugaskan untuk mengkondisikan
pemerintahan Kompeni di Blambangan daerah sekitar Banyualit supaya pihak
dan tidak terjadi pertumpahan darah. Wilis Kompeni kekurangan pasokan makanan di
tidak menjanjikan apa pun kepada bentengnya sendiri.
Kompeni, ia hanya mengatakan akan Dalam surat dinas Gubernur Vos
berkunjung ke Banyualit pada hari ketiga yang diolah oleh De Jonge dijelaskan
bulan Februari (Margana, 2012: 125). kondisi Van Rijcke dan pasukannya di
Namun pada kenyataannya, Wilis tidak Benteng Banyualit semakin mengenaskan.
pernah melakukan kunjungan ke Pasukannya menderita kelaparan dan
Banyualit, sehingga terjadilah beberapa penyakit mematikan, bahkan dirinya
kali pertempuran antara Wilis dan sendiri juga terserang penyakit. Rijcke
Kompeni di Blambangan sepanjang tahun mengirim surat kepada Vos, menceritakan
1768. keadaannya dan memohon pengiriman
Menurut laporan dari Rijcke kepada bantuan. Bantuan dikirim oleh Vos pada
Gubernur Vos, pada tanggal 18 Februari tanggal 24 April 1768, di bawah komando
1768 Wilis melakukan serangan Gezaghebber Coop a Groen dengan
pertamanya. Serangan ini difokuskan membawa 2.000 prajurit menuju
untuk merebut benteng Kompeni di Banyualit. Bahkan Vos rela pindah ke
Ulupampang. Kapten Maurer, Skipper Surabaya untuk memantau perkembangan
Pietersz, Letnan Diest, dan Letnan Blambangan. Setelah pasukan sampai di
Wipperman bersama pasukannya meng- Banyualit, Vos memerintahkan untuk
hadapi Wilis dan pasukannya. Pertempuran menyusun strategi merebut Ulupampang
ini terjadi pada musim hujan, sehingga kembali sebelum menyerang Kotalateng,
Kompeni merasa kewalahan menghadapi tempat Wilis berada (De Jonge, 1923 xi:
Wilis dan sekutunya. Senjata api tidak bisa 13).
digunakan secara total, pasukan Kompeni Berdasarkan kajian Lekkerkerker,
mundur teratur ke Pagon, sebuah pedesaan pada tanggal 14 Mei 1768 Gezaghebber
Islam dekat kota, dan membakar Coop a Groen melancarkan serangannya
perkampungan di sekitarnya. Rijcke ke Ulupampang. Di sana pasukan Kompeni
mendapat serangan yang sangat hebat di
9
Van Rijcke adalah panglima perang Kompeni bawah pimpinan Encik Kamis. Akan
yang di tunjuk oleh Gubernur Jenderal dan tetapi, akhirnya Ulupampang dapat
ditempatkan di Benteng Banyualit.
420 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422
KOTA SUKABUMI:
DARI DISTRIK MENJADI GEMEENTE
(1815-1914)
Naskah Diterima: 24 Mei 2017 Naskah Direvisi:10 Oktober 2017 Naskah Disetujui: 22 November 2017
Abstrak
Kota Sukabumi merupakan suatu wilayah di Jawa Barat yang mengalami perkembangan
pesat dibanding daerah lainnya. Pada awalnya Sukabumi merupakan pemukiman penduduk
bagian dari wilayah pemerintahan District Goenoeng Parang, Onderafdeeling Tjiheulang. bagian
dari Afdeeling Tjiandjoer, Residentie Preanger (Regeerings Almanaks tahun 1872). Andries
Christoffel Johannes de Wilde, seorang berkebangsaan Belanda yang pertama kali mengenalkan
nama Soekaboemi (Soeka Boemi) ke dunia luar. Awalnya ia menjelajah di Sukabumi untuk
mencari lokasi tanah yang cocok bagi perkebunan. Dari sebuah pemukiman, selanjutnya
Sukabumi mengalami perkembangan pesat melampaui Cianjur yang sebelumnya berada di depan
garis pacu. Perkembangan ini menarik perhatian penulis. Untuk menjabarkan dinamika Kota
Sukabumi (1914-1942), dilakukan kajian historis dengan menggunakan metode sejarah yang
terdiri atas heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini memfokuskan perhatian
pada asal-usul terbentuknya Kota Sukabumi, dinamika pemerintahan, sosial dan ekonomi Kota
Sukabumi dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Kota Sukabumi berkembang pesat dari
district menjadi gemeente.
Abstract
The city of Sukabumi is a region in West Java that is experiencing rapid development
compared to other regions. In the beginning, Sukabumi is a residential part of the district
government area of District Goenoeng Parang, Onderafdeeling Tjiheulang. Part of Afdeeling
Tjiandjoer, Residentie Preanger. (Regeerings Almanaks in 1872). Andries Christoffel Johannes de
Wilde, a Dutch nationality who first introduced the name Soekaboemi (Soeka Boemi) to the
outside. Initially he explored in Sukabumi to find a suitable land for plantation. From a settlement,
Sukabumi subsequently experienced a rapid development beyond Cianjur previously in front of the
race line. This development attracts the author's attention. To describe the dynamics of Sukabumi
City (1914-1942), a historical study was conducted using historical method consisting of
heuristics, criticism, interpretation, and historiography. This research focuses on the origin of
Sukabumi city, the dynamics of government, social and economy of Sukabumi City and what
factors cause the city of Sukabumi to grow rapidly from district to gemeente.
Keywords: Sukabumi city, dynamic, socio-economy.
424 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438
orang yang tidak kompeten tentang teh. setelah kebun-kebun teh pemerintah
Hal ini terjadi karena belum banyaknya dihapuskan.
ahli teh. Selain itu seringkali anggota Teh dari perkebunan-perkebunan
komisi lebih tertarik dan terpengaruh oleh Afdeeling Sukabumi sudah dikenal di
pesta penyambutannya daripada melaku- pasaran Amsterdam sejak sekitar tahun
kan pengkajian teh. Demikian pula yang 1850-an. Dimulai dengan perkebunan
terjadi dengan perkebunan teh di Afdeeling Sinagar pada tahun 1848 di bawah merek
Sukabumi. perusahaannya, menyusul kemudian
Menteri Jajahan De Greve pada Parakan Salak pada tahun 1852, keduanya
bulan Juli 1858 mengatakan bahwa dikenal sebagai teh jawa. Harga teh pada
pemeriksaannya pada umumnya dilakukan tahun 1857-1862, di pasaran Amsterdam
tanpa membuka peti. Jadi berdasarkan untuk produksi perkebunan Parakan Salak
nama jenis tehnya dan atas kepercayaan adalah f. 1,- dan untuk perkebunan
saja. Para pengontrak Cina dari kebun Sinagar f. 0,89,- setiap setengah
Sinagar pada waktu itu baru memper- kilogramnya.
silahkan inspektur pemerintah memeriksa Sesudah tahun 1865 dimulailah
tehnya setelah dijamu terlebih dahulu. masa budi daya teh kedua yang diusahakan
Sudah barang tentu minuman keras yang oleh pengusaha-pengusaha swasta. Awal-
disuguhkan mengakibatkan pandangan nya para pengusaha swasta mengalami
inspektur itu terganggu dan tidak beberapa kesukaran karena bersaing
mengherankan kalau kemudian ternyata dengan perusahaan pemerintah. Namun
mutu teh itu berkurang. lambat laun para pengusaha teh swasta
Pemerintah mengalami kerugian mulai eksis setelah perusahaan teh negara
karena harga jual sebesar f. 1,40 sampai mengalami kerugian hingga enam juta
f. 1,60 bruto dengan ongkos produksi gulden, akhirnya perkebunan teh berada di
f. 1,40. Secara keseluruhan kerugian tangan pihak swasta.
pemerintah antara tahun 1835 dan 1840 Perkembangan budi daya teh pada
berjumlah f. 300.000,- dan pada tahun awalnya masih agak sukar karena ada rasa
1846 menjadi f. 500.000,-. Setelah itu naik takut pemerintah Hindia Belanda akan
lagi menjadi dua kali lipat. Tahun 1860 pengaruh buruknya. Perluasan budi daya
kerugian meningkat menjadi f. 6 juta. teh memerlukan banyak tenaga dan hal ini
Dalam keadaan demikian atas usul dapat berpengaruh buruk terhadap budi
menteri jajahan pada waktu itu, akhirnya daya kopi. Selain itu kesulitan terbesar
diputuskan membebaskan perusahaan- adalah pengangkutan yang tidak memadai
perusahaan teh untuk disewakan kepada dan mahal. Jalan-jalannya tidak baik
pengusaha-pengusaha swasta dengan sehingga teh harus diangkut di atas
harga antara f. 25 sampai f. 50,- tiap punggung kerbau dan kuda atau oleh kuli.
baunya. Jumlah uang sewa ini ditentukan Dengan demikian perluasan perkebunan
dengan penaksiran seorang ahli. Beberapa teh menjadi lambat, walaupun demikian
kontrak langsung dibatalkan, yang lain hasil awal beberapa perkebunan tidak
setelah jangka waktunya dinyatakan habis. dapat dikatakan buruk sama sekali.
Dengan demikian pihak swasta mulai Misalnya saja pada tahun 1856,
secara penuh mengelola perkebunan teh. Perkebunan Teh Sinagar dengan luas 250
Perkebunan Parakan Salak bau menghasilkan 213.000 pon. Namun
disewakan kepada A.W. Holle pada tahun produksinya tidak stabil, bahkan cepat
1862. Kemudian menyusul perkebunan menurun, hal ini terjadi karena adanya
Sinagar dan Cirohani kepada A. Holle kesalahan-kesalahan cara pemetikan dan
pada tahun 1863. Dengan demikian pemangkasannya.
keluarga Holle merupakan perintis dalam Setelah diberlakukannya Undang-
pembudidayaan teh di Afdeeling Sukabumi Undang Agraria (Agrarische Wet) oleh
430 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438
Menteri De Waal dalam tahun 1870, yang Weltervreden memberitahukan tentang hal
memungkinkan pihak swasta mendapat ini. Ayahnya adalah seorang pedagang
hak guna usaha selama 75 tahun, dan perantara dari Firma Dennyson & Co, yang
kebebasan untuk perluasan perkebunan mendatangkan beberapa biji teh assam dan
dengan tidak ada lagi ketergantungan dan menyemaikannya di perkebunan
izin pegawai-pegawai yang mempunyai (Onderneming) Ciguntur dekat Pacet. Pada
kepentingan pada budi daya kopi. Setelah tahun 1876 tanahnya beralih ke tangan
itu lambat laun makin banyak didirikan orang lain dan tanaman tehnya menjadi
perkebunan teh. Kontrak-kontrak sewa mati karena tidak terurus. Sementara itu L.
yang ada diubah menjadi hak guna usaha. Baron Van Heeckeren tot Walian, seorang
Walaupun demikian antara tahun 1870 pekebun senior dari S'Gravenhage,
sampai tahun 1880-an merupakan suatu mengatakan bahwa masuknya biji-biji teh
masa yang cukup sulit bagi budi daya teh, dari Assam ini terjadi pada tahun 1878,
karena tidak semua tanah yang diberikan dengan perkebunan Sinagar-Tjirohani
dalam hak guna usaha untuk pertanian itu (Munjul) yang terletak dekat Cibadak di
ditanami teh. Afdeeling Sukabumi sebagai pelopornya.
Para perantara yang berdagang teh A. Holle, direktur dari perkebunan tersebut
dari Hindia Inggris banyak memberikan pada tahun itu menerima sejumlah biji
keterangan yang diperlukan dan dengan (benih) teh assam dari John Peet. Biji-biji
demikian dapat diketahui oleh para ini kemudian disebar untuk disemaikan.
pengusaha teh di Jawa, bahwa Jawa Pada tahun 1879 diterima sejumlah
ketinggalan dalam mutu, cara pengolahan biji teh, partai kedua, dari van Heeckeren
maupun jenis tehnya. Salah seorang yang yang disemaikan di Sinagar. Sayang jenis
memegang peranan penting dalam yang terakhir dikirim ini tidak begitu bagus
pengembangan budi daya teh di Hindia kualitasnya. Biji yang menjadi benih teh
Belanda adalah John Peet, orang Inggris, dari kebun Munjul kemudian dijual ke
pendiri suatu firma menggunakan perkebunan-perkebunan lainnya.
namanya. Dia mengetahui tentang Perkebunan Teh Sinagar yang
persyaratan pasaran teh, pengolahan teh di terletak di Afdeeling Sukabumi menjadi
Srilangka dan India. Dia menyampaikan contoh penanaman teh jenis assam yang
pengalaman-pengalamannya kepada baik bagi perkebunan lainnya. Misalnya
pengusaha-pengusaha teh di Jawa. saja bagi R.E. Kerkhoven administratur
Pedagang-pedagang perantara dari Gambung (Bandung) yang
Inggris berbaik hati menunjukkan mengunjungi perkebunan Sinagar pada
kekuranganan-kekurangan dari produk teh waktu itu, dalam kurun waktu yang singkat
jawa kepada para pengolah yang mengikuti jejaknya untuk mencoba
berkepentingan, dengan disertai contoh- menanam teh jenis assam. Pada tahun 1877
contoh teh yang baik dari India. Akibatnya dan tahun berikutnya ia menerima biji teh
beberapa pekebunan teh di Jawa terutama jenis assam dari Srilangka dan
di Afdeeling Sukabumi mengubah cara menyemaikannya di kebunnya. Sayang
kerjanya, dan pada tahun 1878 memesan percobaannya gagal karena teh dari
biji teh dari Assam. Sejak itu jenis ini lebih Srilangka ini tidak banyak perbedaannya
disukai, baik untuk perluasan dan dengan teh jawa atau teh cina. Oleh karena
pergantian yang berangsur-angsur dari itu, percobaan ini kemudian dihentikan dan
tanaman teh yang sudah ada, maupun baru dimulai lagi setelah Kerkhoven
untuk perkebunan baru karena lebih cocok bersama pamannya, E.J. Kerkhoven dari
dengan tanah dan iklim di Jawa. perkebunan Sinagar memangkas dan
Percobaan penanaman teh assam mencabut tanaman tersebut. Pada tahun
yang pertama dilakukan pada tahun 1872, 1882 satu partai biji teh jaipur dari Assam
P. Bosch seorang pekebun senior dari didatangkan dan ditempatkan di kebunnya,
Kota Sukabumi…(Setia Nugraha dan Nina H. Lubis) 431
yang kemudian sukses menjadi tanaman misalnya saja pada tahun 1881 dibuka jalur
teh yang baik dan subur. lalu lintas kereta api dari Bogor ke Cicurug
Di Afdeeling Sukabumi sampai dan tahun 1882 Cicurug-Sukabumi.
dengan tahun 1880 tercatat sekitar 24 buah Kemudian pada tahun 1883 dibuat jalur
persil yang digunakan untuk perkebunan, Sukabumi-Cianjur.
namun tidak semuanya ditanami teh. Faktor ketiga adalah terbentuknya
Sebagian besar dari persil yang merupakan suatu sindikat perkebunan yang bernama
tanah erpacht ini masih ditanami kopi dan Soekaboemische Landbouw Vereerigine;
padi. Perkebunan teh saat itu kira-kira baru (SLV), tanggal 20 Desember 1891. SLV
berjumlah enam buah. didirikan karena adanya kesadaran di
Suksesnya penanaman teh jenis antara para pangusaha perkebunan
assam mengakibatkan semakin bersema- (pekebun) untuk kerjasama menanggulangi
ngatnya para pengusaha perkebunan di kesukaran-kesukaran yang ada. Di
Afdeeling Sukabumi untuk mengelola antaranya adalah kemampuan teknis dalam
perkebunan teh. Pada tahun 1880 untuk membudidayakan teh yang tidak sama
pertama kalinya dilakukan impor biji antara perkebunan yang satu dengan
(benih) teh dalam skala yang besar. John perkebunan yang lain, dan adanya
Peet memesannya untuk Albert Holle dari beberapa ketidakpahaman para pekebun
perkebunan (onderneming) Munjul, B.B.J. akan perkebunannya.
Crone dari Tenjo-Ayu, E.J. Kerkhoven dari Antara tahun 1881-1883 beberapa
Sinagar, G. Mundt dari Parakan Salak dan perkebunan di Afdeeling Sukabumi
F. Philippeau dari Cisalak. Perkebunan terserang penyakit karat, di antaranya
Teh Munjul berhasil mendapatkan biji-biji adalah Perkebunan Parakan Salak
teh yang berkualitas sangat baik, dan sebanyak 60 bau, Sindengsari 45 bau dan
seperti yang telah disebutkan di muka Tenjo-Ayu 30 bau. Oleh karena itu, Mundt
menjadi perkebunan pertama yang berhasil pada tahun 1885 belajar ke Srilangka atas
membudidayakan dan kemudian menjual- usul Parker yang berada di Colombo.
nya kepada perkebunan lain yang Dengan menimba pengetahuan di sana,
membutuhkannya. perbaikan demi perbaikan dan penelitian
Setelah tahun 1880 perkebunan teh mengenai keadaan tanah, hama penyakit,
di Afdeeling Sukabumi menjadi semakin pemupukan dan pengolahan yang baik
banyak dan lebih berkembang. Beberapa akan teh terus dilakukan agar dapat dicapai
faktor yang menyebabkannya: Pertama hasil yang lebih baik. Hal ini dibicarakan
bahwa mulai sekitar tahun-tahun itu bibit dalam rapat-rapat SLV.
teh assam yang ditanam ternyata lebih baik Pada tahun 1893 diadakan
dibandingkan dengan teh jenis bohea persetujuan antara E.J. Kerkhoven yang
(Cina) dan lebih cocok dengan kondisi pada waktu itu menjadi wakil ketua SLV
alam dan iklim di Afdeeling Sukabumi dengan direktur Kebun Raya, Dr. Treub.
khususnya dan di Hindia Belanda Persetujuan itu menetapkan bahwa bebe-
umumnya. Teh jenis assam dapat tumbuh rapa perkebunan akan menyediakan dana
lebih subur dan produksinya lebih baik dari untuk menggaji seorang asisten yang akan
segi kualitas maupun kuantitasnya. Kedua, mempelajari hal-hal yang penting untuk
semakin baiknya sarana dan sistem pembudidayaan teh, di laboratorium Kimia
transportasi dari dan ke Afdeeling Pertanian Kebun Raya. Lohmann, sebagai
Sukabumi. Hal ini menguntungkan bagi ahli kimianya diangkat pada tanggal Juni
perkebunan teh yang memerlukan 1823 dan bekerja di bawah pimpinan dan
transportasi yang murah dan cepat untuk kerja sama dengan Dr. Von Ronburgh. Ini
menjual hasil perkebunannya ke pabrik merupakan permulaan dari Thee
atau pun ke kota. Beberapa jalur lalu-lintas proefstation (Balai Penelitian Teh) yang
dibuka dan yang sudah ada diperlebar, kemudian pada tahun 1902 menjadi
432 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438
bau. Perkebunan ini terletak di Distrik Terdiri atas tanah erfpacht Tenjo-Ayu I
Ciheulang di lereng Gunung Gede, dan II yang luasnya masing-masing 257
kurang lebih tiga paal dari Cibadak dan dan 52 bau. Perkebunan ini juga
dekat Karang Tengah. Adapun Cirohani menerima daun teh dari perkebunan teh
berada sekitar 1,5 paal dari Parung rakyat (kampung) Jayasari. Adminis-
Kuda. Sinagar terletak pada ketinggian traturnya D. Van Strelendroft, mulai
503 meter sedangkan Cirohani pada mempunyai tanah erfpacht yang sah
ketinggian 1.300-1.700 kaki, perke- pada 17 Januari 1878 dan 22 Februari
bunan ini milik Cultuurmaatscappij 1882. Pada akhir tahun 1915, sekitar 77
Sinagar-Tjirohani. Administratur bau ditanami dengan teh assam.
Sinagar yang terakhir menurut data 5. Perbawatie; terdiri atas kebun-kebun di
tahun 1929 adalah F.W.H. Jacobs, tanah erfpacht Sukasari I dan II,
sedangkan Cirohani adalah J.H. Otto. Cibunartani, Slabintana I-IV dan
Tanah perkebunan ini dimiliki sebagai Wanasari I dan II. Perkebunan ini
erfpacht untuk usaha per perkebunan terletak di Distrik Gunung Parang
secara hukum. Mulai pada tahun 1841 (Sukabumi) dengan luas keselu-
sampai dengan akhir tahun 1924 sekitar ruhannya berjumlah 1.114 bau.
638,36 hektar memproduksi teh, 561 Letaknya sekitar 7 paal dari Sukabumi,
hektar tidak berproduksi dan sisanya berada di atas ketinggian 2.835-4.350
untuk tanaman hevea. kaki dari permukaan air laut. Nama
3. Goalpara; mempunyai banyak tanah perusahaannya adalah Cultuur
(persil) sebagai erfpacht yaitu maatschappij Perbawatie, dengan
Sukangangon I, II, III, Cineros I dan II, administraturnya sebelum depresi
Pasir Tangkil I dan II, Tangsel I-IV dan ekonomi tahun 1930 adalah N.J.
Gekbrong (Pasir Pogor I dan II) serta Weelburg. Mulai mempunyai tanah
Pasir Kandang Kuda I dan II. Luas erfpacht secara sah untuk usaha
masing-masing persil itu berturut-turut perkebunan berturut-turut tanggal 12
adalah 105, 25, 50, 467, 52, 11, 43, 60, Juni 1886, 15 September 1887, 4
1, 10, 340 dan 61 bau. Keseluruhannya Oktober 1887, 4 Desember 1884.
berjumlah 1.225 bau tanah erfpacht, Agustus 1888 dan 2 Oktober 1890.
274 bau tanah sewaan, dan 25 bau Pada akhir tahun 1916 kebun yang
merupakan tanah hak opstal. khusus ditanami teh seluas lebih kurang
Perkebunan ini terletak di Distrik 612 bau.
Gunung Parang (kemudian menjadi 6. Artana (Cibojong); terdiri atas kebun-
Distrik Sukabumi). Administraturnya kebun di tanah erfpacht Artana I-IV,
O.A. Van Polanel Petel. Perusahaan ini Cikerud, Cirajeg dan pasir Sarongge
mulai memiliki tanah erpfacht pada 2 Perkebunan ini memproduksi teh dan
Maret 1886, 13 Oktober 1884, 14 karet, luasnya 1.415 bau, terletak di
Februari 1893, 10 April 1886, 24 distrik Jampang Tengah sekitar 26 paal
Desember 1920, 31 Agustus 1886, 15 dari Sukabumi, dekat Kampung
Agustus 1914, 12 Januari 1899, 15 Cimerang. Berada di atas ketinggian
Agustus 1914, 27 Februari 1900 dan 15 1.500-3.000 kaki. Perusahaannya
Agustus 1914. Pada akhir tahun 1927 bernama Cultuurmaatschappij Artana,
tanah yang ditanami teh berjumlah administraturnya menurut data tahun
1.158 bau. 1929 adalah B.K. Hollander. Mulai
4. Tenjo-Ayu; perkebunan ini terletak di secara hukum mempunyai erfpacht
Distrik Cicurug di lereng Gunung tanggal 10 Mei 1893, 4 Agustus 1894,
Gedeh, lebih kurang 1,5 paal dari halte 23 November 1896, 11 September
kereta api Cicurug dan berada di atas 1900, 11 November 1904, 25
ketinggian lebih kurang 1.600 kaki. September 1907. Di tahun 1927 sekitar
434 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438
Aquarini Priyatna
Mega Subekti
Departemen Susastra dan Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, UNPAD
Indriyani Rachman
Faculty of Environmental Engineering, Kitakyushu University
e-mail: aquarini@unpad.ac.id, mega.subekti@unpad.ac.id, r-indriyani@kitakyushu-u.ac.jp
Naskah Diterima: 2 Mei 2017 NaskahDirevisi: 25 Juli 2017 Naskah Disetujui: 21 November 2017
Abstrak
Dengan menggunakan perspektif ekofeminisme, tulisan ini bertujuan untuk menggam-
barkan kegiatan dan aktivisme gerakan perempuan di Bandung yang fokus pada persoalan
lingkungan. Subjek penelitian adalah tiga perempuan yang terlibat aktif dalam komunitas lokal di
Bandung dalam kapasitasnya sebagai ibu rumah tangga. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dari hasil wawancara dan observasi langsung.
Hasilnya didapatkan bahwa alih-alih menempatkan tiga perempuan itu sebagai objek,
kapasitasnya sebagai ibu rumah tangga memicu mereka untuk berperan sebagai subjek yang
sadar lingkungan. Ketiganya menunjukkan bahwa pengalaman domestik/feminin sebagai ibu dan
istri membuat mereka bergerak untuk mengatasi dan memperbaiki lingkungan yang ada di sekitar
mereka. Meskipun acapkali dianggap sebagai sesuatu yang sederhana dan bersifat lokal,
kegiatan dan aktivisme yang mereka lakukan bersama komunitasnya dapat dikategorikan sebagai
sebuah gerakan ekofeminisme. Tidak saja karena posisi dan status mereka sebagai ibu rumah
tangga akan tetapi juga karena kegiatan dan aktivisme itu mampu berdampak pada kelestarian
lingkungan.
Abstract
By using ecofeminism perspective, this paper aims to describe the activity and activism of
women's movement in Bandung that focuses on environmental issues. The subjects of this research
are three women who pioneered environmental movements in urban communities in Bandung in
their capacity as housewives. This research uses qualitative methods that produce descriptive data
from interviews and direct observation. The results of research reveals that despite positioning
themselves as objects, their status as housewives and their domestic/feminine roles have enabled
them to act as environmentally conscious subjects. Though often regarded as simple and local,
their activities and activism can be categorized as an eco-feminist movement. Not only because of
their position and their status as housewives but also because of the activities and activism have
obviously a direct positive impact on environmental sustainability and improvement, particularly
in the area where they live.
Keywords: ecofeminism, women’smovement, environment.
440 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454
ibu yang mengurusi pekerjaan domestik di in which we live and why things are
rumah dan menjadi pegiat lingkungan di the way they are”.
masyarakat tapi juga pada persoalan Terkait dengan pengumpulan data,
bagaimana memosisikan diri sebagai dilakukan melalui teknik observasi
seorang ibu, istri, pegiat lingkungan dalam lapangan dan wawancara langsung
ruang dan waktu yang hampir bersamaan. terhadap tiga perempuan yang menjadi
Lalu bagaimana perempuan-perempuan sumber lisan/informan dalam penelitian
lokal tersebut dapat menjalankan aktivitas ini. Observasi lapangan dan wawancara
mereka sebagai pegiat lingkungan lokal langsung dilakukan pada periode bulan
dan seperti apa gerakan mereka sehingga Januari sampai Februari 2017 mengenai
dapat dikatakan sebagai gerakan perem- kegiatan dan “aktivisme” mereka sebagai
puan ekofeminis? Analisis dalam tulisan ibu rumah tangga sekaligus aktivis
ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan (lingkungan). Data yang didapatkan dari
itu. observasi dan wawancara itulah yang
Ruang lingkup penelitian ini kemudian diolah secara sistematis,
meliputi penggambaran keterlibatan dianalisis, dan diinterpretasikan untuk
perempuan-perempuan tersebut dalam keperluan menjawab identifikasi masalah
komunitas lokal yang ada di Bandung. yang diajukan dalam penelitian ini.
Untuk itu, setidaknya ada tiga hal yang Tiga perempuan yang dijadikan
menjadi fokus utama yang dianalisis dalam sumber data acuan primer dalam penelitian
penelitian ini. Yang pertama adalah ini, dalam komunitas dan lingkungan
strategi yang mereka lakukan agar dapat tempat tinggalnya telah dianggap sebagai
terlibat secara aktif dalam urusan publik figur penting yang telah mempelopori
sembari tetap menyelesaikan tanggung gerakan dan terlaksananya kegiatan
jawab mereka sebagai ibu rumah tangga. masyarakat di bidang lingkungan. Bersama
Selanjutnya adalah pemaparan isu komunitas masing-masing, mereka juga
lingkungan yang menjadi salah satu alasan dianggap telah mampu menggerakkan atau
keterlibatan mereka dalam komunitas dan (setidaknya) mampu menularkan semangat
yang terakhir adalah mengungkapkan untuk melibatkan anggota masyarakat lain
dampak dari kegiatan dan aktivisme agar terlibat atau bahkan berpartisipasi
mereka bersama komunitasnya masing- secara aktif dalam persoalan lingkungan di
masing. daerah tempat tinggal masing-masing.
Selain aspek kegiatan dan aktivisme
B. METODE PENELITIAN dalam komunitas, pemilihan mereka
Penelitian ini menggunakan metode sebagai informan yang dilakukan dalam
kualitatif dengan menekankan pada penelitian ini juga mempertimbangkan
pendekatan deskriptif analitik. Penelitian status sosial mereka sebagai seorang
kualitatif sendiri dilakukan dengan tujuan perempuan yang telah menikah dan
untuk menghasilkan data deskriptif melalui masing-masing telah memiliki anak.
kata-kata lisan ataupun tertulis dan tingkah
laku yang diamati dari orang yang diteliti. C. HASIL DAN BAHASAN
Menurut Hancock dkk. (2009: 7), Pada bagian ini, fokus pembahasan
penelitian kualitatif berkaitan dengan memang akan terpusat pada data yang
usaha untuk memaparkan fenomena sosial didapatkan melalui hasil wawancara dan
di masyarakat. Dia menyebutkan: observasi langsung pada tiga perempuan
“Qualitative research is concerned yang menjadi sumber lisan/informan
with developing explanations of social utama. Perempuan pertama bernama Tini
phenomena. That is to say, it aims to Martini Tapran (48 tahun) yang tinggal di
help us to understand the social world Kecamatan Sumur, Kota Bandung. Ibu dua
anak ini adalah pendiri komunitas GSSI
Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 443
(Generasi Semangat Selalu Ikhlas). Secara pekerjaan di luar rumah, maka istri atau
umum, bersama komunitasnya Tini ibu sebaliknya pada persoalan domestik.
memfokuskan diri pada gerakan sosial di Bagi ketiga perempuan yang
Kota Bandung. Keaktifan Tini bersama diwawancarai Tini Martini Tapran
komunitasnya membuat namanya cukup (selanjutnya disebut Tini), Isti Khairani
dikenal sebagai aktivis perempuan di Kota (selajutnya disebut Isti), dan Dedah
Bandung. Zubaedah (selanjutnya disebut Dedah),
Selanjutnya ada Isti Khairani (37 persoalan pembagian tugas seperti itu
tahun) yang tinggal di daerah Cisitu Indah, merupakan sesuatu hal yang lumrah dan
Dago yang menjadi pendiri dari komunitas sangat kultural di masyarakat sosial
Bumi Inspirasi. Komunitas ini fokus pada Bandung yang menganut sistem patriarkal.
kegiatan edukasi mengenai persoalan Namun ternyata pada praktiknya,
lingkungan terutama sampah dan edukasi pembagian seperti itu tidak dianggap
finansial. Bersama Bumi Inspirasi, Isti ikut sebagai penghalang bagi mereka untuk
mengkampanyekan dan mengedukasikan tetap menjadi perempuan yang memiliki
program Bank Sampah. Yang terakhir kesibukan dan aktif dalam berkegiatan di
adalah Dedah Zubaedah (40 tahun) luar rumah. Meskipun sebenarnya,
seorang kader penggerak PKK RW 19 keterlibatan mereka sebagai ibu dan istri
Sadang Serang, Coblong yang memiliki 3 dalam kegiatan di luar rumah harus
orang anak. Tak berbeda dengan Tini dan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan
Isti, meskipun (hanya) berafiliasi dengan dan dukungan suami serta anggota
komunitas lokal PKK tingkat RW, Dedah keluarga lain. Persetujuan dan dukungan
pun secara aktif terlibat dalam kegiatan suami serta anggota keluarga lain bagi
pemberdayaan perempuan dan lingkungan ketiga perempuan itu merupakan sesuatu
di daerah tempat tinggalnya. yang penting didapatkan, agar nantinya
Selain karena status mereka sebagai tugas yang diemban dalam ruang publik itu
ibu rumah tangga yang mampu terlibat dapat mereka jalankan sepenuh hati.
secara aktif dalam urusan domestik Meskipun berisiko untuk mengu-
maupun publik, pemilihan ketiga rangi kuantitas waktu untuk mengerjakan
perempuan itu dilakukan atas keberhasilan tugas domestik di rumah, pada kenya-
mereka dalam menjalankan program dan taannya mereka mampu menjalankan dua
aktivisme dalam hal lingkungan. Mengenai kegiatan tersebut sekaligus. Memang
profil ketiga perempuan tersebut bersama dalam praktiknya, bukan perkara mudah
dengan aktivitas mereka bersama komu- dijalankan, terkadang ada perasaan
nitasnya akan dipaparkan lebih lanjut pada bersalah muncul dalam diri mereka karena
subbab berikutnya. di satu sisi telah mengurangi kuantitas
family time. Namun di sisi lain, muncul
1. Berafiliasi dalam Sebuah Komunitas: juga rasa puas dan bangga karena di tengah
Sebuah Strategi Ideologis, Politis kesibukan mereka sebagai istri dan ibu di
dan Kultural keluarga mereka tetap dapat berkontribusi
Menjadi seorang istri dan ibu dalam positif. Tentu saja rasa puas dan bangga itu
perspektif budaya patriarkal seolah juga didapatkan setelah melihat respons
mewajibkan perempuan untuk berada di positif dari masyarakat terhadap apa yang
rumah dan bertanggung jawab pada telah mereka lakukan. Kesemua itu,
persoalan domestik. Dalam struktur perlahan membuat rasa bersalah mereka
keluarga patriarkal bahkan secara kaku setidaknya berkurang atau bahkan hilang
membuat pembagian tugas antara istri/ sama sekali. Apalagi jika anggota keluarga
suami atau ayah/ibu. Jika suami atau ayah yang lain secara terang-terangan
bertanggung jawab pada persoalan publik mendukung atau memahami konsekuensi
yang membuat mereka terbiasa melakukan dari aktivitas yang dilakukan istri atau ibu
444 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454
mereka di luar rumah dan bahkan juga ikut sebenarnya tidak murni berasal dari anak
terlibat di dalamnya. perempuannya, Aghnie Hasya Rif. Pada
Risiko untuk berkurangnya kuantitas saat itu bernama GSSI (Garage Sale
family time atau persoalan mengenai Sekolah Ibu) yang muncul sebagai sebuah
potensi kegagalan mereka menjalankan gerakan kecil untuk mengumpulkan dana
pekerjaan domestik sambil tetap bisa untuk membantu teman sekolah anaknya
beraktivitas di luar rumah telah memaksa yang tidak mampu membeli buku,
Tini, Isti, dan Dedah untuk mampu dibentuk bersama empat rekan Aghnie
bersiasat dengan baik. Salah satunya yang lain; Fitri, Arisa, Rika dan Afni. Pada
adalah dengan berafiliasi dalam sebuah saat itu GSSI hanya fokus untuk menjual
komunitas. Jika Tini dan Isti mengawali barang-barang rumah tangga yang tidak
kegiatan sosialnya dengan membentuk digunakan lagi dan keuntungan itulah yang
komunitas yang mereka beri nama GGSI dimanfaatkan untuk membantu teman-
dan Bumi Inspirasi maka Dedah secara teman Aghnie.
sadar melibatkan diri dalam kegiatan PKK Selanjutnya, kegiatan GSSI Aghnie
yang ada di lingkungan RW tempat dia pun berkembang lebih luas. Tidak lagi
tinggal. Bagi ketiga perempuan itu, sekadar mengumpulkan kemudian menjual
bergabung dalam sebuah komunitas barang-barang sumbangan donatur yang
merupakan sebuah strategi cerdas karena semakin hari semakin besar jumlahnya dan
nyatanya mereka bisa membagi peran dan menyalurkannya tapi juga pada layanan
tanggung jawab sosial bersama anggota pendidikan alternatif dan pelatihan
komunitas yang lain. Meskipun menjadi keterampilan anak. Memang pada saat itu,
co-founder dan figur penting dalam pendidikan anak menjadi perhatian khusus
komunitas masing-masing, pembagian komunitas ini seperti yang tertera pada
peran dan tanggung jawab seperti itu misi mereka yakni menyediakan
tentunya membuat pekerjaan mereka di lingkungan yang kondusif sehingga anak
luar rumah menjadi relatif lebih ringan memiliki kesempatan untuk mengem-
sehingga tidak terlalu membebani bangkan seluruh potensinya yang meliputi
tanggung jawab mereka sebagai seorang aspek moral, nilai-nilai agama, sosial,
ibu rumah tangga. Selanjutnya, subbab ini emosional dan kemandirian, kemampuan
akan dibagi menjadi tiga bagian yang berbahasa, kognitif, fisik/motorik, dan
masing-masing difokuskan pada seni.
pembahasan yang komprehensif mengenai Tak berhenti pada pendidikan anak,
komunitas, tempat berafiliasinya ketiga komunitas GSSI versi Aghnie kemudian
perempuan yang dijadikan sumber menyasar para orang tua murid, terutama
lisan/informan dalam penelitian ini dan ibu-ibu yang kebetulan anak mereka
kegiatan yang mereka lakukan bersama bersekolah di tempat Tini mengajar.
komunitas masing-masing. Memang sebagian besar anak yang
bersekolah di tempat Tini mengajar berasal
a. Semangat GGSI Menyebarkan golongan ekonomi rendah. Oleh GSSI,
Good Practice ibu-ibu tersebut dikumpulkan dan
Membentuk sebuah komunitas kemudian diberi bekal keterampilan untuk
menjadi salah satu strategi politis dan mengkreasikan produk-produk kerajinan
ideologis bagi Tini. Bukan sekadar untuk yang nantinya bisa dijual. Secara ekonomi,
menyebarkan semangat “berbaginya” “kelas” itu memang sengaja dibentuk agar
sebagai seorang perempuan kepada para ibu mempunyai penghasilan tambahan
masyarakat di sekitarnya tapi juga untuk biaya sekolah anak-anaknya. Selain
semangat ideologisnya tentang lingkungan. itu, secara khusus para ibu itu juga diberi
Ide dasar membentuk komunitas GSSI edukasi melalui kelas parenting tentang
yang dibentuk sekitar tahun 2010 cara mendidik anak agar nantinya anak
Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 445
untuk menyediakan minimal tiga tempat tergerak untuk melakukan kegiatan serupa
sampah di rumah masing-masing. Tiga bersama komunitas masing-masing.
tempat sampah itu dimaksudkan untuk Sebagai ibu rumah tangga mereka
memisahkan jenis sampah agar nantinya mempunyai perspektif yang sama tentang
memudahkan untuk diolah kembali. Cara bagaimana cara untuk memanfaatkan dan
ini juga, menurut Dedah dinilai cukup mengelola sampah yang diproduksi di
efektif untuk mengedukasi anak-anak tingkat rumah tangga. Perspektif yang
bahkan yang masih balita untuk mulai sedikit banyak membuat masyarakat
belajar memilah sampah sejak dini. terutama ibu-ibu dapat ikut terlibat dalam
Kegiatan terkait lingkungan yang program pengelolan sampah. Baik Tini,
dilakukan Tini, Isti, maupun Dedah Isti dan Dedah percaya, jika para ibu di
tersebut memang tidak lepas dari masing-masing keluarga sudah terlibat
kepentingan mereka sebagai perempuan akan lebih mudah untuk mengajak anggota
yang dalam berbagai mitos sering keluarga lainnya untuk terlibat dalam hal
dianggap sebagai pihak yang memproduksi yang sama.
sampah terbesar. Memang secara historis
dan kultural konstruksi masyarakat di 3. Perempuan-Perempuan Penggerak
Indonesia, khususnya di Bandung Perubahan
menempatkan perempuan sebagai pihak Seperti yang telah diungkapkan di
yang paling bertanggung jawab dalam subbab sebelumnya, masing-masing dari
urusan domestik yang sekali lagi tiga perempuan yang diwawancarai
dimitoskan sebagai ruang yang terkait memegang peranan tertinggi dalam
dengan proses produksi sampah rumah struktur organisasi di komunitasnya
tangga. Atas dasar itu pula sekiranya masing-masing. Peran seperti itu membuat
kegiatan-kegiatan tentang lingkungan yang mereka punya kuasa untuk menentukan
dilakukan oleh ketiga perempuan itu arah kebijakan komunitas yang tentunya
menyasar ibu-ibu rumah tangga dan juga berimplikasi pada bergeraknya anggota
anak-anak. Dalam hal ini, anak-anak harus yang berada di bawahnya. Mereka juga
diberikan edukasi sejak dini agar ke dapat dengan leluasa mengajak orang-
depannya diharapkan mereka dapat orang yang memiliki kepentingan yang
tumbuh menjadi generasi yang sadar sama untuk terlibat secara aktif dalam
lingkungan. setiap kegiatan. Tak salah jika figur ketiga
Menginisiasi pendirian bank sampah perempuan yang dijadikan informan dalam
menjadi salah satu strategi yang dirasa penelitian ini dianggap sebagai perempuan
sesuai dan kontekstual dengan situasi dan luar biasa.
keadaan sosial masyarakat di tempat- Alih-alih menjadi objek, peran aktif
tempat Tini, Isti, dan Dedah memfokuskan mereka sebagai istri dan ibu rumah tangga
kegiatan mereka. Nilai ekonomi yang dalam ruang domestik justru malah
didapatkan dari kegiatan menabung membuka kesadaran mereka untuk dapat
sampah dirasa cukup berhasil dalam berbuat sesuatu yang kontributif kepada
menggerakkan (terutama) ibu-ibu rumah masyarakat terkait dengan lingkungan.
tangga dan anak-anak untuk merasa Seperti yang dialami oleh Isti, salah satu
bertanggung jawab dengan jumlah dan pendiri Bumi Inspirasi. Sebelum
jenis produksi sampah yang dihasilkan di mendirikan Bumi Inspirasi, Isti merupakan
rumah mereka masing-masing. salah satu karyawati mapan disebuah
Selain karena memang sampah di perusahaan besar. Niatannya untuk
Bandung telah menjadi persoalan bersama, berhenti salah satunya karena ingin fokus
kedekatan ibu rumah tangga seperti Tini, mengurus anak yang mulai beranjak besar.
Isti dan Dedah terhadap persoalan sampah Tak lagi bekerja di kantor membuat Isti
telah membuat ketiga perempuan itu memiliki lebih banyak waktu untuk
Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 451
keluarga dan orang-orang terdekatnya dan diterapkan Tini dalam komunitasnya. Hal
kembali akrab dengan urusan rumah itu juga terlihat melalui misi komunitasnya
tangga yang bersifat domestik. Dari situlah GSSI yakni mendorong terciptanya
Isti kemudian tersadar bahwa ada lingkungan yang bersih dan sehat,
persoalan sampah di lingkungan tempat melibatkan pemuda sebagai agen
tinggalnya dan akhirnya tergerak untuk pembangunan dan menumbuhkan budaya
mengajak tetangga dan ibu rumah tangga literasi. Misi tersebut mulai dieja-
lain untuk mencari solusinya. wantahkan dengan membentuk kelompok
Isti menyadari bahwa kegiatan bank bermain (Kober GSSI) yang pada mulanya
sampah tidak mungkin dapat berjalan didedikasikannya untuk anak-anak di
sendiri tanpa didukung oleh masyarakat lingkungan tempat tinggalnya sendiri.
sekitarnya. Dalam berbagai kesempatan, Kegiatan Kober GSSI pun banyak diisi
dia selalu berupaya merangkul remaja- dengan kegiatan pembelajaran yang
remaja di lingkungannya untuk terlibat disisipkan edukasi tentang lingkungan.
menjadi pengurus bank sampah. Meski Konsistensinya mengelola GSS dan Kober
tidak digaji, tak kurang dari 15 remaja membuat Pemkot Bandung memilihnya
mulai dari tingkat SMP sampai pada untuk menjadi pendamping pengembangan
mereka yang sudah bekerja berhasil diajak Desa Cibunut yang sebelumnya dikenal
untuk mengelola bank sampah secara masyarakat sebagai kawasan “beling”
mandiri. Setelah berhasil diajak, tak lupa karena tingginya kasus premanisme dan
para remaja itu diberi pelatihan kenakalan remaja di sana.
pengetahuan dan keterampilan dalam Seperti diakui Tini, awalnya
mengelola sampah hingga akhirnya memang tak mudah untuk mengubah pola
diharapkan mereka dapat menularkan pikir warga Cibunut tentang lingkungan.
informasi dan pengetahuan yang mereka Sebagai kawasan kumuh, padat, dan
dapatkan kepada orang-orang terdekat. langganan banjir, warga di sana telah
Seperti diakui Isti, gerakan yang terbiasa dengan pola hidup yang tidak
dikampanyekan komunitasnya memang sehat. Pendekatan ke warga pun menjadi
fokus menyasar ibu dan anak. Seorang ibu, hal yang tak mudah dilakukan dan
dalam struktur keluarga patriarkal membutuhkan usaha yang keras dan
memegang peran penting dalam urusan strategi yang tepat. Awalnya, Tini sempat
domestik. Mereka biasanya bertanggung harus bermalam dan membersihkan jalan-
jawab dalam urusan sampah rumah tangga. jalan di gang-gang sempit seorang diri
Selain itu, seorang ibu dianggap memiliki hanya untuk mendapatkan simpati warga
akses yang lebih besar untuk menularkan di Cibunut. Perlahan tapi pasti banyak
semangat menjaga kebersihan kepada warga yang simpati melihat strategi
anggota keluarga yang lain termasuk anak pendekatannya hingga akhirnya tergerak
dibandingkan dengan ayah. Jika produksi untuk berpartisipasi dan diedukasi untuk
sampah dari tiap rumah dapat ditekan dan menjaga kebersihan lingkungan, mera-
dikontrol, maka volume sampah di ling- watnya dan mempercantik lingkungan
kungannya pun dapat ditekan sedemikian tempat tinggalnya.
rupa. Sedangkan edukasi pada anak Khusus untuk anak-anak, dibuatkan
diharapkan dapat menumbuhkembangkan komunitas kecil yang diberi nama
sikap atau karakter peduli lingkungan sejak PasGeber (Pasukan Gerakan Bersih) yang
dini sehingga mereka mampu menjadi diberi tugas piket untuk menyapu dan
agen cilik yang dapat menularkan karakter membersihkan sampah di lingkungan
berwawasan lingkungan mereka pada tempat tinggalnya. Sementara para remaja
orang-orang terdekatnya. “dipaksa” untuk bergabung di Karang
Proses edukasi yang menyasar ibu Taruna dan bersama komunitas Oh
dan anak seperti dilakukan Isti juga DarLing menyelenggarakan kegiatan rutin
452 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454
terkait dengan lingkungan. Tak heran jika Posisi sentral mereka sebagai ibu
di kawasan Cibunut sangat mudah ditemui rumah tangga membuka peluang bagi
pemuda-pemuda yang sadar lingkungan, mereka untuk dapat berbagi pengetahuan
bahkan dengan sukarela mereka ikut dan kesadaran tentang lingkungan dengan
terlibat dalam kegiatan kerja bakti yang ibu-ibu yang lainnya. Mereka bukan saja
rutin dilakukan seminggu dua kali. Selain telah memberikan teladan tapi juga
faktor lingkungan, keterlibatan para menjadi agen yang mampu menggerakkan
pemuda itu juga dimaksudkan untuk orang-orang di sekitar mereka untuk
mengubah stigma negatif masyarakat yang melakukan hal yang sama dengan yang
kadung melekat sebagai kawasan kumuh mereka lakukan. Setidaknya mereka
yang padat dan tidak produktif. mampu menularkan semangat untuk
Tak berhenti di Cibunut, Tini menjaga kelestarian lingkungan.
dengan GSSI-nya juga pernah diminta Dari gambaran di atas terlihat
bantuan lagi-lagi oleh Pemkot Bandung dampak dari kegiatan dan aktivisme yang
untuk mengembangkan potensi desa yang dilakukan oleh ketiga perempuan itu. Jika
memiliki persoalan yang sama dengan Tini dianggap mampu menularkan
Cibunut. Tini diminta untuk fokus pada semangat dan perhatiannya pada warga
persoalan kesehatan lingkungan dan masyarakat di daerah Cibunut hingga
meningkatkan kreativitas warganya, seperti akhirnya masyarakat di sana menjadi sadar
di Kelurahan Maleer, Bagusrangin, Lebak akan pentingnya proses pengelolaan
Gede, dan lain-lain. Mulai dari sampah. Maka Isti bersama Bumi
memberikan edukasi pada anak-anak dan Inspirasinya dan Dedah dengan kelompok
ibu-ibu tentang pentingnya kesadaran PKK-nya dianggap mampu memengaruhi
lingkungan sampai pada pendampingan masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga
membuat komunitas lokal kecil yang dan anak-anak untuk terlibat dalam
berwawasan lingkungan. program bank sampahnya. Keterlibatan
Tak jauh berbeda dengan Isti dan masyarakat dalam program Bank sampah
Tini, Dedah pun dianggap berhasil yang dikelola Isti dan Dedah turut
menggerakkan dan memotivasi anggota membuktikan bahwa setidaknya ada
tim PKK lain serta ibu-ibu yang tinggal di perubahan paradigma masyarakat tentang
lingkungannya untuk sadar dan peka sampah dan keinginan untuk menciptakan
terhadap persoalan lingkungan. Meskipun lingkungan yang lebih asri dan sehat.
saat ini posisi Dedah sebagai ketua tim
penggerak PKK telah digantikan oleh D. PENUTUP
penerusnya setidaknya semangat untuk Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
tetap menjaga kelestarian lingkungan di Isti, Tini, maupun Dedah mungkin oleh
tempat tinggal Dedah tetap terjaga. sebagian orang dianggap sebagai sesuatu
Menurut Dedah, mengubah yang sederhana. Sederhana karena ruang
paradigma dan tata laku masyarakat lingkupnya hanya bersifat lokal, hanya
tentang lingkungan tidaklah mudah. sebatas di lingkungan tempat tinggal dan
Bahkan untuk sekadar mengubah juga jarang terpublikasikan. Sederhana
paradigma kader-kader PKK lain yang karena hanya menyasar orang-orang
secara struktur organisasi berada di bawah terdekat dan sederhana karena hanya
Dedah. Butuh kerja ekstra dan pendekatan mengurusi persoalan domestik yang
yang persuasif serta intensif agar tingkat memang dalam budaya patriarkal acapkali
kesuksesannya jadi lebih besar. Untuk dicap sebagai sesuatu yang kurang penting.
itulah dibutuhkan dukungan semua pihak Tapi kesederhanaan kegiatan dan
termasuk (yang paling penting) anggota aktivisme yang mereka lakukan sebagai
keluarga. perempuan ibu rumah tangga itu pada
praktiknya lebih berdampak positif untuk
Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 453
3. Internet
Bumi Inspirasi. 2015. “Bank Sampah Bumi
Inspirasi”, diakses dari
//www.bumiinspirasi.or.id/p/gallery.html,
tanggal 16 April 2017, pukul 12.30 WIB.
Hancock, Beverley. 2009. “An Introduction to
Qualitative Research”, diakses dari
https://www.rds-yh.nihr.ac.uk/wp-
content/uploads/2013/05/5_Introduction-
to-qualitative-research-2009.pdf, tanggal
21 Juli 2017, pukul 20.00WIB.
Hobgood-Oster, L. (2006). “The Encyclopedia
of Religion and Nature”, diakses dari http:
//www.clas.ufl.edu/users/bron/PDF-
Christianity/Hobgood-Oster-Ecofeminism-
International%20Evolution.pdf , tanggal 27
Maret 2017, pukul 10.00 WIB.
Lorentzen, L. A., & Eaton, H. (2002).
“Ecofeminism: An Overview”, diakses
dari http://fore.yale.edu/disciplines/gender,
tanggal 26 Maret 2017, pukul 14.00WIB.
Tinjauan Buku 455
Tinjauan Buku
Judul Buku:
Ekologi Manusia & Pembangunan
Berkelanjutan
dalam bab ini ialah adanya dua pandangan (world view) yang saling bertolak
belakang melihat kaitan interaksi manusia dengan alam. Pertama ialah pandangan
imanen yang menganggap manusia sebagai bagian dari eksosistemnya; kedua
ialah pandangan transenden yang menganggap manusia tidak bergantung pada
alam dan berada di luar lingkungan alam. Kedua pandangan ini, pada tataran
praktis berimplikasi pada perlakuan manusia dalam memanfaatkan alam. Dengan
berpedoman pada pandangan imanen, kegiatan manusia mengolah alam dilandasi
perilaku dengan tujuan untuk memelihara keseimbangan ekosistem alam. Di lain
pihak, dengan berpedoman pada pandangan transenden, manusia mengeksploitasi
alam untuk keperluan material dan tidak memerhatikan pemeliharaan lingkungan
sehingga terjadi kerusakan lingkungan.
Dalam pandangan imanen terkait erat dengan kebijakan ekologis
masyarakat tradisional atau yang lebih kita kenal dengan pengetahuan lokal yang
berkelindan dengan pengaturan organisasi sosial dalam masyarakat. Pengetahuan
lokal tersebut penting untuk kita pelajari dan manfaatkan. Di sisi lain,
pengetahuan lokal ini sering kali dibalut dengan penjelasan yang irasional
(takhyul) dalam bentuk tabu dan larangan, namun terbukti efektif dalam menjaga
kelestarian alam. Dalam kaitamya dengan hal tersebut, penulis menyarankan agar
“kita tidak sepenuhnya menggantungkan pengelolaan alam saat ini kepada
pengetahuan lokal karena tidak seluruh pengetahuan lokal dapat diterapkan dan
adaptif terhadap perubahan zaman” (hal.12). Dalam konteks inilah salah satu
tugas ilmuwan untuk mengetahui dan menjelaskan landasan rasional dan praktis
dari kepercayaan non-ilmiah tersebut. Hal ini berarti memadukan antara
pengetahuan lokal yang dalam bahasa penulis disebut „Ilmu Kampung’ dengan
Ilmu Pengetahuan atau „Ilmu Kampus’, sehingga mampu mendukung terhadap
pembangunan berkelanjutan. Dalam khazanah Antropologi, kategori pertama
dikenal dengan istilah emik (pengetahuan dari tineliti) dan etik (ilmu pengetahuan
peneliti) untuk kategori kedua.
Konsep-konsep dasar ekologi manusia diuraikan dalam bab dua. Konsep-
konsep kunci tersebut di antaranya ialah ekosistem, adaptasi, evolusi, habitat dan
relung ekologis (niche) serta daya dukung Lingkungan. Terkait dengan ekosistem
ialah pembahasan mengenai arus energi, materi dan informasi. Sementara itu,
dijelaskan pula mengenai faktor yang memengaruhi proses adaptasi manusia
berupa faktor biogeofisik dan juga faktor sosial budayanya
Pada bab tiga dipaparkan mengenai beberapa teori dan pendekatan yang
biasa digunakan dalam bidang kajian ekologi manusia. Pendekatan yang dibahas
ialah determinasi lingkungan, kementakan pengaruh lingkungan, ekologi budaya,
pendekatan ekosistem dan ekologi politik. Sebagaimana kita ketahui dalam
perkembangan suatu ilmu pengetahuan, suatu teori berfungsi untuk menjelaskan
fenomena yang tejadi. Munculnya teori-teori baru merupakan reaksi terhadap teori
sebelumnya yang dianggap tidak mampu menjelaskan berbagai fenomena yang
terjadi. Maka dari itulah dalam perkembangan disiplin ilmu ekologi manusia,
muncul beberapa teori dan pendekatan dalam menjelaskan fenomena yang ada.
Dalam teori determinasi lingkungan diasumsikan bahwa faktor lingkungan alam,
sepenuhnya akan menentukan bentuk kehidupan sosial budaya manusia. Adapun
dalam teori kementakan pengaruh lingkungan, memandang manusia mampu
Tinjauan Buku 457
BIODATA PENULIS
Nama Penulis (Times New Roman 11, Bold, spasi 1, tanpa menyebut gelar)
Afiliasi lembaga (nama lembaga tempat penulis bekerja, alamat lembaga, tanpa nomor telp/fax
lembaga)
Alamat e-mail penulis (Times New Roman 10, spasi 1, spacing after 6 pt)
Abstrak (Times New Roman 10, Bold, spasi 1, before 0 pt, after 6 pt)
Abstrak diletakkan di bawah email pribadi. Abstrak bukan ringkasan, melainkan esensi isi
keseluruhan tulisan yang di dalamnya memuat: (1) tujuan penelitian; (2) metode yang digunakan;
(3) pernyataan singkat hasil yang diperoleh dari lapangan; (4) kesimpulan. Panjang abstrak
antara 100 sampai 150 kata, 1 spasi, dan ditulis dalam bentuk 1 paragraf. Di bawah abstrak
dituliskan kata kunci antara 3-5 kata. Kata kunci dapat berupa kata tunggal dan kata majemuk.
Kata kunci: panduan, penulis, artikel.
Abstract (Times New Roman 10, Bold, spasi 1, before 0 pt, after 6 pt)
Abstract put under the email of author. Abstract is a not a summary, but the essence of the
entire article that contains: (1) research purposes, (2) the methods that used, (3) a brief statement
of the results obtained from the field; (4) conclusion. Abstract length between 100 to 150 words, 1
space, and written in one paragraph. Under the abstract, write down keyword between 3-5 words.
Keywords can be single word and compound words.
Keywords: guidelines, author, article.
Hasil dan Bahasan, memuat uraian Tabel 1. Jumlah Perusahaan Industri dan
data hasil lapangan dan analisisnya. Hasil Tenaga Kerja di Provinsi Lampung
dan Bahasan menggunakan font Times Tahun Industri Besar
New Roman 11, spasi 1.
DAFTAR SUMBER
(Albertus Extra Bold 10, spasi 1)
Jumlah acuan sumber minimal
Gambar 5. Piduduk sepuluh, terdiri atas 80 persen sumber
Sumber: Wajidi, 2014.
primer (antara lain: jurnal, skripsi, tesis,
dan disertasi) dan 20 persen sumber
b. Instrumen Tabel
(Albertus Extra Bold 10) sekunder dan diwajibkan menggunakan
Untuk instrumen pendukung berupa lima sumber terbaru (sepuluh tahun
tabel, judul tabel dicantumkan di atas. terakhir). Derajat kebaruan tulisan yang
Adapun sumber tabel dicantumkan di diacu dengan melihat proporsi terbitan
bawah tabel. Tabel hanya menggunakan mutakhir merupakan tolok ukur mutu
garis horizontal. Contoh Tabel: berkala ilmiah yang penting. Hal tersebut
merupakan bagian dari state of the art ilmu
Judul Artikel… (nama penulis)
dan kebaruan temuan bagi ilmu (novelties, Bunga Rampai Kehidupan Sosial
new to science). Budaya Masyarakat Sumedang.
Bandung: Balai Pelestarian Nilai
1. Jurnal, Makalah, Laporan Budaya Bandung.
Penelitian, Skripsi, dan Tesis
(Albertus Extra Bold 10, spasi 1) 3. Surat Kabar dan Majalah
Abdalla, Ulil Abshar.
Penulisan daftar sumber menggunakan huruf “Serat Centhini, Sinkretisme Islam dan
Times New Roman, Ukuran 10. Untuk sumber Dunia Jawa”. Kompas, 4 Agustus 2000,
berupa blog/internet tidak dapat dijadikan hlm. 27.
rujukan utama.
4. Internet
Anatona. “Antara Buruh dan Budak: Nasib Hardjasaputra, A. Sobana. “Dinamika
Kuli Kontrak Perkebunan di Sumatera Kehidupan Sosial Ekonomi di Priangan
Timur pada Akhir Abad ke-19 Hingga 1870-1906”,diaksesdari http://resources
Awal Abad ke-20”, Makalah dalam .unpad.ac.id, tanggal 24 April 2011,
Konferensi Nasional Sejarah IX, Pukul 9.14 WIB.
Jakarta, 5-7 Juli 2011.
LEMBAR ABSTRAK
penggabungan antara keduanya. Dulu, ketika
DDC: 909.825 982 172 batik hanya diproduksi untuk lingkungan
keraton, pembuatnya masih terbatas.
Miftahul Falah, Nina Herlina dan Kunto Manakala batik keluar dari lingkungan
Sofianto keraton, pembuat batik meluas. Itu dulu,
Morfologi Kota-Kota di Priangan Timur zaman di mana orang masih memiliki banyak
pada Abad XX– XXI; Studi Kasus Kota waktu luang dan jenis pekerjaan belum
Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya beragam. Saat ini apabila di antara sejumlah
orang masih ada yang mendedikasikan dirinya
Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 1-14 untuk menggeluti batik sebagai pengrajinnya,
tentu ada alasan yang melatarinya. Penelitian
Tulisan ini akan mengkaji perubahan ini bertujuan untuk mengetahui cara
Morfologi Kota-Kota di Priangan Timur pada perekrutan pengrajin, pengetahuan membatik,
Abad XX-XXI dengan memfokuskan pada Kota kondisi pengrajin, serta konsep kerja
Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya. Untuk pengrajin. Penelitian ini menggunakan metode
mencapai tujuan itu, dalam penelitian ini kualitatif dengan hasil penelitiannya
digunakan metode sejarah yang meliputi dituangkan secara deskriptif. Hasil penelitian
empat tahap yakni heuristik, kritik, menunjukkan bahwa dedikasi menjadi
interpretasi, dan historiografi. Hasil pengrajin batik dilatari oleh rasa tanggung
penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan jawab dan kecintaan yang mendalam dengan
morfologi kota dengan mengkaji tata ruang dunia perbatikan. Dapatlah disimpulkan
dan infrastruktur kota, simbol kota, bangunan, bahwa tanpa adanya keterlibatan hati, sulit
dan ruang terbuka di Kota Garut, Ciamis, dan bagi seseorang untuk dapat bertahan menjadi
Tasikmalaya menunjukkan kecenderungan pengrajin. Mengingat, banyak jenis pekerjaan
yang berbeda. Pada awalnya, struktur dan lain yang besaran penghasilannya lebih
pola kota ketiganya menunjukkan menjanjikan.
kecenderungan yang sama karena mendapat Kata kunci: aktor, selembar batik.
pengaruh struktur kota tradisional. Akan
tetapi, dalam perkembangannya menunjukkan
perbedaan yang terlihat dari struktur dan pola DDC: 392.598 21
kota Tasikmalaya yang cenderung
mengabaikan struktur dan pola kota Nandang Rusnandar, Sri Sulastri, dan Yani
tradisional. Unsur-unsur kota kolonial di Achdiani
ketiga kota tersebut cukup nampak sehingga
terjadi perpaduan antara kota tradisional dan Pranata Pendidikan pada Upacara
kota kolonial yang salah satunya terlihat dari Ngeuyeuk Seureuh, Upacara Masa
bangunan yang mendapat pengaruh budaya Kehamilan, dan Ngasuh Budak
indis.
Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 31-44
Kata kunci: Morfologi Kota, Garut, Ciamis,
Tasikmalaya. Dalam pranata pendidikan dibahas
mengenai pendidikan informal dalam
keluarga di masyarakat Sunda. Tulisan ini
DDC: 751.459 816 menguraikan tentang bagaimana pendidikan
Ria Intani Tresnasih informal diterapkan dalam sebuah keluarga
dan mensosialisasikan nilai-nilai kehidupan
Aktor di Balik Selembar Batik kepada anak-anak mulai dari masa kanak-
(Studi Kasus di Lembur Batik Cimahi) kanak melalui kegiatan ngasuh budak,
memasuki masa perkawinan melalui ngeuyeuk
Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 15-30 seureuh, dalam rangka mempersiapkan anak
menjadi pasangan suami istri, dan pada masa
Batik adalah selembar kain yang kehamilan dengan serangkaian upacara adat
dibuat secara ditulis, dicap, atau
Lembar Abstrak
menampilkan laki-laki cantik yang merawat pola konsumsinya bersifat primer bagi sang
diri dan mementingkan penampilan. Laki-laki pengrajin. Kesimpulan dari penelitian ini
tersebut ditampilkan ramah dan membawa bahwa ada satu mata rantai dalam pembuatan
atribusi „cantik‟, yang digemari serta terompet, yakni antara percetakan, pengepul
diidolakan beberapa kelompok perempuan cones, distributor lem, toko grosir mainan,
tertentu di Indonesia. Hal ini sangat berbeda dan pengrajin terompet.
dengan konsep maskulinitas yang menjadi
Kata kunci: pengrajin terompet, sistem
standar ideal konstruksi sosial budaya di
ekonomi.
Indonesia, yang cenderung kaku, kuat dan
otoriter. Artikel ini berargumentasi bahwa
kecenderungan itu juga dipengaruhi media, DDC : 615.839 863
salah satunya iklan, sehingga representasi
serta opini publik mengenai maskulinitas S. Dloyana Kusumah
hegemonik terekonstruksi. Penelitian ini
menggunakan pendekatan semiotika Barthes, Pengobatan Tradisional
dengan mengkaji tanda-tanda pada iklan di Orang Bugis-Makassar
dalam data tekstual maupun visual. Dari data
yang dianalisis, ditemukan adanya Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 245-260
maskulinitas baru yang bersifat lebih cair, di
Sesungguhnya, masyarakat Bugis-
mana laki-laki tidak harus mengikuti standar
Makassar sebagaimana halnya suku-suku
ideal maskulinitas hegemonik.
bangsa lain di Indonesia, sejak lama telah
Kata kunci: maskulinitas, laki-laki, iklan, memiliki sistem pengetahuan tentang
kosmetik. pengobatan tradisional yang bersumber dari
kearifan lokal mereka. Namun sangat
disayangkan pengetahuan tersebut kini hanya
DDC: 331.7 diketahui oleh kalangan terbatas yaitu orang
tua, sementara tulisan yang ada masih dalam
Ria Intani T.
bahasa dan aksara daerah. Oleh karena itu
Perjalanan Seorang Pengrajin Terompet sedikit sekali yang memahami pengetahuan
dalam Kajian Sistem Ekonomi tentang pengobatan tradisional. Dengan
tujuan untuk mengkaji sistem pengetahuan
Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 229-244 pengobatan tradisional Bugis-Makassar dan
menyediakan alternatif pilihan bagi warga
Terompet identik dengan tahun baru. untuk pengobatan penyakit. Penelitian ini
Kehadirannya di penghujung tahun tidak lain dilaksanakan dengan menggunakan metode
untuk merayakan pergantian tahun. etnografi, sebagai cara untuk memahami
Fenomena ini sudah lama terjadi. Namun sistem budaya dan model perawatan
nyaris orang tidak tahu bagaimana kegiatan kesehatan mereka, pengumpulan data juga
pengrajin terompet di belakang layar. dilakukan dengan studi kepustakaan,
Bagaimana pola produksi, pola distribusi, observasi, dan wawancara mendalam.
pola penyimpanan, dan pola konsumsi Diketahui bahwa hingga kini masyarakat
pengrajin terompet. Sehubungan dengan itu, Bugis Makassar masih memegang teguh
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan tentang pengobatan tradisional
sistem ekonomi seorang pengrajin terompet. sebagai bagian dari sistem budaya mereka.
Metode yang digunakan dalam penelitian
adalah metode kualitatif dengan hasil Kata kunci: kearifan lokal, pengobatan
penelitiannya dituangkan secara deskriptif. tradisional, orang Bugis-Makassar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat ini,
pembuatan terompet tidak dimonopoli oleh
DDC: 304. 259 821 6
tukang terompet itu sendiri. Ada bagian-
bagian tertentu yang dihasilkan oleh orang Ani Rostiyati dan Aquarini Priyatna
lain yang sebagian darinya bersifat pabrikan.
Distribusi ada tiga macam, dilakukan oleh Perempuan Punk: Budaya Perlawanan
penjaja terompet eceran, oleh grosir, dan Terhadap Gender Normatif
oleh pengrajin terompet itu sendiri. Adapun (Kasus di Desa Cijambe Ujungberung)
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017
dan ekonomi. Ada tiga hal yang dipersoalkan simbol kehidupan dianggap menjadi penanda
yaitu (1) bagaimana kondisi sosial, ekonomi utama gender acts yang membentuk
dan pemerintahan sebelum R.A.A. identitasnya dalam wilayah gagasan
Wiratanuningrat memerintah? (2) siapakah keperempuanan yang serba simbolis.
R.A.A. Wiratanuningrat? (3) bagaimana Penampilan dalam ritual juga memegang
kondisi ekonomi, sosial, dan pemerintahan peranan signifikan seperti tampak pada rias
ketika R.A.A. Wiratanuningrat memerintah? wajah, perilaku, dan pakaian. Performativitas
Adapun metode yang digunakan untuk dalam penampilannya itu lebih disebabkan
menjawab pertanyaan tersebut yaitu aturan adat yang hegemonik dan memaksa
menggunakan metode sejarah yang terdiri dirinya agar mendapatkan pengakuan di
atas heuristik, kritik, interpretasi dan masyarakat. Kajian ini menggunakan
historiografi. Kabupaten Tasikmalaya pendekatan kualitatif dan fokus penelitannya
memang pada mulanya bernama Kabupaten tentang etnografis feminis, studi mengenai
Sukapura. Perpindahan ibukota dari perempuan dalam praktik budaya. Penggalian
Manonjaya ke Tasikmalaya boleh dikatakan data melalui wawancara mendalam dan studi
sebagai tonggak awal untuk melakukan pustaka. Kajian ini menggunakan analisis
pembangunan di Tasikmalaya walaupun Butler tentang performativitas dan identitas
memang perpindahan ini tidak terjadi pada dari Hall.
masa Wiratanuningrat memerintah. Meskipun
Kata kunci: peran perempuan, upacara
Bupati R.A.A. Wiratanuningrat bukan
tradisional rahengan.
keturunan langsung dari dinasti
“Wiradadaha” tetapi R.A.A. Wiratanuningrat
DDC: 306.6
dapat memperlihatkan kemajuan di
Kabupaten Tasikmalaya baik dari segi fisik Eva Nur Arovah, Reiza D. Dienaputra,
maupun nonfisik sehingga sampai sekarang Widyo Nugrahanto
dikenal sebagai bapak pembangunan dan
bapak irigasi. Wèwèkas dan Ipat-Ipat Sunan Gunung Jati
Beserta Kesesuaiannya dengan Al-Qur’an
Kata kunci: R.A.A. Wiratanuningrat,
Tasikmalaya, Bupati, Kabupaten. Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017:
375-390
Tidak ada yang menyangsikan peran
DDC: 392. 598 216 Sunan Gunung Jati sebagai salah satu sosok
penting dalam penyebaran Islam di Jawa
Ani Rostiyati
khususnya. Dan tidak ada yang menyangsikan
kehebatannya dalam kancah politik
Peran Perempuan pada Upacara
tradisional, karena berhasil membawa
Tradisional Rahengan di Desa Citatah,
Cirebon “merdeka” dari Kerajaan Sunda dan
Kabupaten Bandung Barat
mendirikan Kerajaan Islam Cirebon. Dari sini
Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: Sunan Gunung Jati hadir sebagai raja dan
359-374 sebagai wali, yang menguasai sebagian
wilayah (yang sekarang) Jawa Barat sekaligus
Tujuan kajian ini melihat peran mengajak dan menyemangati sisi spiritual
perempuan dalam upacara rahengan di Desa warganya dalam memeluk Islam. Salah satu
Citatah, bagaimana performativitas wujud ajakan Sunan Gunung Jati tersebut
perempuan membentuk konstruksi identitas tertuangkan dalam bentuk wèwèkas dan ipat-
perempuan di masyarakat. Performativitas ipat (perintah dan larangan) atau nasihat
dipahami sebagai identitas yang dibentuk yang berhubungan dengan persoalan agama,
melalui wacana tindakan yang dilakukan maupun persoalan sosial-kemanusiaan.
secara berulang dan memberi efek diterima Dengan menggunakan pendekatan sejarah
secara sosial sebagai penanda identitas. Hasil pemikiran serta langkah-langkah dalam
penelitian menunjukkan bahwa terdapat peran penelitian filologi, penelitian ini berusaha
perempuan yang menonjol dilihat dari mengkaji bagian Pangkur naskah Cirebon
struktur ritual yakni perempuan lebih banyak yang berjudul Sejarah Peteng (Sejarah Rante
memegang peranan dari sejak persiapan Martabat Tembung Wali Tembung Carang
ritual hingga pasca ritual. Dewi Sri sebagai Satus-Sejarah Ampel Rembesing Madu
Lembar Abstrak
Kota Sukabumi merupakan suatu yang menghasilkan data deskriptif dari hasil
wilayah di Jawa Barat yang mengalami wawancara dan observasi langsung. Hasilnya
perkembangan pesat dibanding daerah didapatkan bahwa alih-alih menempatkan tiga
lainnya. Pada awalnya Sukabumi merupakan perempuan itu sebagai objek, kapasitasnya
pemukiman penduduk bagian dari wilayah sebagai ibu rumah tangga memicu mereka
pemerintahan District Goenoeng Parang, untuk berperan sebagai subjek yang sadar
Onderafdeeling Tjiheulang. bagian dari lingkungan. Ketiganya menunjukkan bahwa
Afdeeling Tjiandjoer, Residentie Preanger pengalaman domestik/feminin sebagai ibu dan
(Regeerings Almanaks tahun 1872). Andries istri membuat mereka bergerak untuk
Christoffel Johannes de Wilde, seorang mengatasi dan memperbaiki lingkungan yang
berkebangsaan Belanda yang pertama kali ada di sekitar mereka. Meskipun acapkali
mengenalkan nama Soekaboemi (Soeka dianggap sebagai sesuatu yang sederhana
Boemi) ke dunia luar. Awalnya ia menjelajah dan bersifat lokal, kegiatan dan aktivisme
di Sukabumi untuk mencari lokasi tanah yang yang mereka lakukan bersama komunitasnya
cocok bagi perkebunan. Dari sebuah dapat dikategorikan sebagai sebuah gerakan
pemukiman, selanjutnya Sukabumi mengalami ekofeminisme. Tidak saja karena posisi dan
perkembangan pesat melampaui Cianjur yang status mereka sebagai ibu rumah tangga akan
sebelumnya berada di depan garis pacu. tetapi juga karena kegiatan dan aktivisme itu
Perkembangan ini menarik perhatian penulis. mampu berdampak pada kelestarian
Untuk menjabarkan dinamika Kota Sukabumi lingkungan.
(1914-1942), dilakukan kajian historis dengan
menggunakan metode sejarah yang terdiri Kata kunci: ekofeminisme, gerakan
atas heuristik, kritik, interpretasi, dan perempuan, lingkungan.
historiografi. Penelitian ini memfokuskan
perhatian pada asal-usul terbentuknya Kota
Sukabumi, dinamika pemerintahan, sosial dan
ekonomi Kota Sukabumi dan faktor-faktor apa
saja yang menyebabkan Kota Sukabumi
berkembang pesat dari district menjadi
gemeente.
ABSTRACT SHEET
makers were expanding. That was then, an era
DDC: 909.825 982 172 where people still had a lot of spare time and
the type of work had not been varied. Today, if
Miftahul Falah, Nina Herlina, Kunto among a number of people consist of people
Sofianto who dedicate themselves as batik craftsmen,
Cities Morfologi in East Priangan of The absolutely there is a reason behind of it. This
20th and 21 St Century: A Case Study of study aims were to determine how the
Garut, Ciamis and Tasikmalaya recruitment, knowledge, the condition, and
working concept of batik craftsmen. This study
Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 1-14 uses qualitative research and the findings are
outlined descriptively. The results shows that
This paper examines the morphology the dedication of batik craftsmen is backed by
changes of Cities in East Priangan in the 20th a sense of responsibility and a deep love with
and 21st century by focusing on the city of the world of batik. It can be concluded that
Garut, Ciamis and Tasikmalaya. To achieve without the involvement of their love, it is
that goal, this study uses historical method difficult for a person to be able to survive into
which includes four stages of heuristics, a batik craftsman. Bearing in mind,there are
criticism, interpretation, and historiography. many other types of work that have more
The results showed that the growth of the city promising incomethe amount of income is
by studying morphology and spatial more promising.
infrastructure of the city, a symbol of the city, Keywords: Actor, Piece of Batik.
buildings and open spaces in the city of Garut,
Ciamis and Tasikmalaya shows a different
trend. At first, the structure and pattern of the DDC: 392.598 21
three cities showed the same tendency as Nandang Rusnandar, Sri Sulastri, Yani
under the influence of traditional city Achdiani
structures. However, in its development shows
the differences seen from the structure and Education Institutions on Ngeuyeuk Seureuh
pattern of Tasikmalaya which tends to Ceremony, Pregnancy Ceremony, and
undermine the structure and pattern of Ngasuh Budak (Child Care)
traditional town. The elements of the colonial
city in the three cities are quite visible, Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 31-44
causing a blend of traditional and colonial
city. One of which is visible from the building In educational institutions it is
that received cultural influences of Indies. discussed about informal education in the
Keywords: Morphology City, Garut, Ciamis, family of in Sundanese society. This paper
Tasikmalaya. describes on how informal education is are
implemented in a family and how to socialize
DDC: 751.459 816 the values of life to children ranging from
infancy through ngasuh budak/childbearing,
Ria Intani T. entering a period of marriage through
ngeuyeuk seureuh, in order to prepare children
Actor Behind a Piece of Batik to become husband and wife, and during
a Case Study in Batik Village, Cimahi pregnancy with a series of pregnancy
ceremonies, so that husband and wife are
Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 15-30 ready to face the pregnancy and parenthood.
In the course of time, the informal education
Batik is a cloth made in written, printed, on family changes along with the changes in
or a combination between the two. In the past, family structure and the perspective of the
when batik was only produced for the palace, educational institutions. It is influenced by the
the makers were still limited. Another case growth of similar social education institutions
with when batik came out of the palace, batik at the present time, both national and global.
Abstract Sheet
This paper aims to reveal the history The conclusion of this research is cetik faces a
and culture of indigenous people in Kampung problem to be studied and promoted. After it is
Tua of Lampung. The writing source is the modified from pentatonic be diatonic, cetik is
result of research by using survey method, and easier to be learnt. However, the original cetik
the data is collected through the study of is still maintained and preserved. Cetik
literature, direct observation, and interviews. craftsmen must struggle between the
The study is conducted by applying the necessities of life with the responsibility as a
concepts of social sciences, acculturation, and successor to the ancestors for preserving
dualistic economic systems (traditional and cultural heritage. Life struggle of cetik
modern), it produces a unique value system craftsmen dilemma created a work ethic that
and guide people's daily lives of Kampung can be adopted by the next generation.
Tua. Acculturation can be seen from the style
Keywords: Antoni, a cetik craftsman, cetik
of houses and two old custom system (pepadun
musical instruments, West Lampung, and the
and sebatin), along with the customary
value of work ethic.
ceremonial objects of Begawi. Meanwhile, the
dualistic economic system can be seen from
DDC: 394.259 821 85
the existence of umbulan and kuwayan. The
lasting value changes in various aspects of Risa Nopianti
life, but remain guided by the values of the old
life until now. Traditional economy in the The Ritual Meaning of Mulud in Ciomas
region of kuwayan and umbulan is replaced by Machete Popularity
the entry of modern economy.
Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 111-
Keywords: acculturation, economic dualism,
126
Kampung Tua.
The study focuses on the Mulud ritual
of Ciomas machete held annually on 12 of
DDC: 658.559 818
Mulud. This ritual serves as a gathering place
Yuzar Purnama of Ciomas machete owners, and then Ciomas
machete finally can be popular and becomes
Antoni, A Cetik Craftsman From District of
the icon of the Ciomas. Ritual procession of
West Lampung; A Study On The Work Ethic
ngoles or ngulas of finished Ciomas machete,
Value
and wrought iron of Ciomas machete
designate, become a meeting philosophy
Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 95-110
between teachers and students that only
happens once in a year, i.e. in Mulud. The
Cetik / gamolan pekhing is a musical
question is then how the ritual is held to
instrument that originated from province of
attract people, and then what factors are
Lampung, especially in West Lampung
presented in the system of Mulud ritual which
District. Cetik is made from bamboo; this
makes Ciomas machete, becomes so popular.
instrument is used only for ceremonial
This research is conducted by applying a
purposes and accompanist in welcoming
qualitative method with ethnographic
guests, because cetik is difficult to learn. Cetik
approach. The data is obtained through
Craftsmen in Lampung Province relatively few
interviews, observation, and literature study.
in number, they still wrestle the job although
Finally, it is found that the Ciomas machete
the results are not sufficient. This is
achieved popularity for the efforts and close
interesting for the writer to investigate about
cooperation between multiple stakeholders in
cetik craftsmen and cetik musical instruments.
the circle of Ciomas. It is Pande, a leader of
This research aims to obtain clear information
the ritual, and the holder of the heritage
about cetik musical instruments and
sledgehammer, Si Denok.
craftsmen. The writing is restricted in the
following questions: What is cetik? How to Keywords: machete, Ciomas, Mulud ritual.
make it? What about its progress? How to
figure Antoni as a cetik craftsman? Does he
have work ethic? This research uses
descriptive method with qualitative approach.
Abstract Sheet
people’s struggle against the landlords or the out the construction of the transportation line
colonialists. However, this opinion needs to be has had an impact on the growth of the region
reviewed considering some art experts such as and the movement of villagers to the city.
Edih and Armin Asdi who said that firstly this
Keywords: train transportation, Bogor-
art is served as a tool to parade children who
Sukabumi-Bandung, city growth.
will be circumcised. Therefore, to describe the
problem, researchers use historical methods
consisting of heuristics, criticism, DDC: 303.4
interpretation and historiography. Based on
research conducted, Sisingaan was not born Ezzah Fathinah, Aquarini Priyatna,
as an action of resistance because before the Muhamad Adji
action occured, this art has existed and
several times held at circumcision event. New Masculinity in Korean Cosmetic
There are at least two indicators that can be Advertising: Etude and Tonymoly
put forward to explain the background of the
formation of Sisingaan. First, it is an integral Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 213-228
part of the Islamization process in Subang.
This research discusses masculinity in
Second, as a form of respect to P.W. Hofland
the advertisement of beauty products of
for his contribution in building Subang and its
Korean Etude House and TonyMoly. These
residents.
ads feature beautiful men who look after
Keywords: sisingaan, historic, Subang. themselves and concerned with appearances.
The man is shown friendly and carries the
'beauty' attribution, which is liked and idolized
DDC: 385.259 821 by certain groups of women in Indonesia. This
Lasmiyati is very different from the concept of
masculinity which becomes the ideal standard
Train Transportation in West Java in 19th of socio-cultural construction in Indonesia,
Century (Bogor-Sukabumi-Bandung) which tends to be rigid, strong and
authoritarian. This article argues that the
Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 197-212 trend is also influenced by the media, one of it
is advertising, and hence the representation
Coffee is a plant that sells in the and public opinion about hegemonic
European market. Coffee ever tested planted masculinity is reconstructed. This research
in Batavia and Karawang but the result is less uses Barthes's semiotic approach through
satisfactory compared to the coffee grown in examining the signs on the ads in textual data
the plains of Sukabumi. Beside coffee, the as well as visual. From the data analyzed, new
plants that sell well in the European market masculinity is found that is more lithe, in
are tea, cotton, and nila. This abundant which men do not have to follow the ideal
produce of crops and products which is sold in standard of hegemonic masculinity.
the European market has not been supported
by the well transportation. The transportation Keywords: masculinity, men, advertising,
is still using load animals, and the existing cosmetics.
road facilities are still paths. From these
problems, plantation owners think of the kind DDC: 331.7
of rail transport that can transport crops from
the warehouse to the harbor. This research Ria Intani
was conducted to know the transportation in The Journey of The Trumpet Craftsmen
West Java (Bogor-Sukabumi-Bandung) in the Leader in Economic System Review
19th century. The method that used is a
historical method that includes heuristics, Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 229-244
criticism, interpretation, and historiography.
From the results of the research, obtained Trumpet identical to the new year. Its
information that the railway transportation presence at the end of the year and is nothing
from Bogor-Sukabumi-Bandung was built to but celebrating the turn of the year. This
transport the results of plantations that turned phenomenon has long been happening. But
Abstract Sheet
almost no one knows how the activity of Keywords: local wisdom, traditional medicine,
trumpet craftsmen behind the scenes. How the Bugis-Makassar people.
pattern of production, distribution patterns,
patterns of storage, and patterns of
consumption of trumpet craftsmen. DDC: 304. 259 821 6
Accordingly, this study aims to determine the
economic system of a trumpet craftsman. The Ani Rostiyati dan Aquarini Priyatna
method used in this research is qualitative
method with the result of the research is Punks Women: Counter Culture Against
written descriptively. The results show that Normative Gender (A Study Case In Cijambe
currently, the manufacture of trumpets is not Village, Ujungberung)
monopolized by the trumpet himself. There are
certain parts produced by others that are part Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 261-276
of it are manufacturer. Distribution is of three
Punk is a group of people who have
kinds, done by retail trumpeter, by
their own culture, unlike the more widely
wholesalers, and by trumpet artisans
practiced cultures. Punk is characterized as a
themselves. The pattern of consumption is
form of sparring culture that is the opposition
primary for the craftsmen. The conclusion
to a dominant culture. Counter culture
from this research that there is one link in
movements are expressed in various forms of
making trumpet, between printing, collector of
identity,such as, work, and lifestyle to show
cones, distributor of glue, toy wholesaler shop,
their ideology and ideals. This paper aims to
and trumpet craftsman.
reveal women punk, based on their
Keywords: trumpet craftsmen, economic appearance or fashion that has a symbolic
system. meaning as a form of resistance to normative
gender that tends to be established. A dirty,
dull punk, a "sneaky" behavior shows
DDC : 615.839 863 resistance against something considered ideal.
This paper also wants to find out how punk
S. Dloyana Kusumah
women identify themselves through the
The Traditional Medicine of Bugis-Makassar meaning of appearance and fashion, so that
People their ideas, and perceptions are expressed in
self-respecting of normative gender
Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 245-260 constructions. The results reveal that in a
punk aesthetics, they seek to remove
Indeed, Bugis-Makassar society as well themselves from the normative dominance
as other tribes in Indonesia has long had a culture and gender that are prescribed. They
system of knowledge of traditional medicine emerge from the patriarchal center and
sourced from their local wisdom. But, oppose the ideas of femininity. Punk women
unfortunately the knowledge is now only have different gender experiences and
known by the limited circles, while the existing relationships with women in general, this can
writing is still in the language and local script. be seen from gender acts (gender aesthetics).
Therefore, very few understand the knowledge Punk women exhibit gender acts subjectively
of traditional medicine. In order to assess the that are not subject to social rules as their
traditional Bugis-Makassar treatment system identity. This research is a case study of 5
and provide alternative options for citizens for (five) punk women in the Edge of Bandung
health care, this study was conducted by using and studied in depth using qualitative
ethnographic methods, as a way of approach. With a qualitative approach, it will
understanding their cultural systems and obtain accurate, comprehensive and detailed
health care models, data collection was also data about the actions and the meaning behind
done by literature study, observation , And in- the appearance of punk women. The type of
depth interviews. It is known that until now the research is descriptive analysis which
Bugis-Makassar people still hold the firm analyzes and presents facts systematically.
knowledge of traditional medicine as part of Therefore, it is easier to understand and
their cultural system. concluded. The data collection through
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017
INDEKS PENULIS
JURNAL PATANJALA VOLUME 9, TAHUN 2017
Andrew, Teguh Vicky, Riama Maslan Sihombing dan Hafiz Aziz Ahmad. “Musik,
Media, dan Karya: Perkembangan Infrastruktur Musik Bawah Tanah
(Underground) di Bandung (1967-1997)”, 9 (2): 293-308.
Arovah, Eva Nur., Reiza D. Dienaputra, dan Widyo Nugrahanto. “Wèwèkas dan Ipat-
Ipat Sunan Gunung Jati Beserta Kesesuaiannya dengan Al-Qur’an”, 9 (3): 375-
390.
Budiman, Hary Ganjar. “Modernisasi dan Terbentuknya Gaya Hidup Elit Eropa di
Bragaweg (1894-1949)”, 9 (2): 163-180.
Dahlan, Halwi. “Konfrontasi Republik Indonesia dengan Militer Jepang Menjelang
Masuknya Sekutu 1945-1946”, 9 (1): 61-76.
Djakaria, Salmin. “Tahuli dan Tahuda: Tradisi Lisan dan Pembentuk Karakter Bangsa
di Masyarakat Gorontalo” 9 (2): 147-162.
Falah, Miftahul, Nina Herlina dan Kunto Sofianto. “Morfologi Kota-Kota di Priangan
Timur pada Abad XX– XXI; Studi Kasus Kota Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya”,
9 (1): 1-14.
Fathinah, Ezzah., Aquarini Priyatna, dan Muhamad Adji. “Maskulinitas Baru Dalam
Iklan Kosmetik Korea: Etude House dan Tonymoly”, 9 (2): 213-228.
Gufron, Ali. “Tradisi Lisan Hahiwang Pada Perempuan di Pesisir Barat Lampung”, 9
(3): 391-406.
Hastuti, Heksa Biopsi Puji. “Kalimat Penobatan Raja: Logika Semiotik Orang
Moronene di Pulau Kabaena”, 9 (3): 327-342.
Junaedi, Anggi Agustian., Nina Herlina, dan Kunto Sofianto. “Kesenian Sisingaan
Subang: Suatu Tinjauan Historis”, 9 (2): 181-196.
Kusumah, S. Dloyana. “Pengobatan Tradisional Orang Bugis-Makassar”, 9 (2): 245-
260.
Lasmiyati. “Transportasi Kereta Api di Jawa Barat Abad Ke-19 (Bogor-Sukabumi-
Bandung)”, 9 (2): 197-212.
Lestari, Dwi Vina., Nina Herlina Lubis, dan R.M. Mulyadi. “Gaya Hidup Elite
Minangkabau di Afdeeling Agam (1837-1942)”, 9 (1): 45-60.
Nopianti, Risa. “Makna Ritual Mulud dalam Mewujudkan Popularitas Golok Ciomas”,
9 (1): 111-126.
Nugraha, Setia. “Kota Sukabumi: Dari Distrik Menjadi Gemeente (1815-1914)”, 9 (3):
423-438.
Indeks Penulis
Nuralia, Lia dan Iim Imadudin. “Pengaruh Akulturasi Budaya terhadap Dualisme
Sistem Ekonomi Masyarakat Kampung Tua di Kecamatan Abung Timur,
Kabupaten Lampung Utara”, 9 (1): 77-94.
Nurgiansyah, Nandang Firman dan Miftahul Falah. “Gedung Merdeka Sebagai Objek
Wisata di Kota Bandung”, 9 (1): 127-142.
Nurmaria. “Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan Terhadap Kompeni di
Blambangan Tahun 1767-1768”, 9 (3): 407-422.
Purnama, Yuzar . “Antoni Pengrajin Cetik dari Kabupaten Lampung Barat; Kajian Nilai
Etos Kerja”, 9 (1): 95-110.
Purnama, Agung., Nina Herlina Lubis dan Widyonugrahanto. “Pergulatan Pemikiran
Kiai Nahdlatul Ulama dengan Kaum Modernis Islam di Jawa Barat (1930-1937)”,
9 (2): 309-324.
Priyatna, Aquarini, Mega Subekti, dan Indriyani Rachman. “Ekofeminisme dan
Gerakan Perempuan di Bandung”, 9 (3): 439-454.
Rostiyati, Ani dan Aquarini Priyatna. “Perempuan Punk: Budaya Perlawanan terhadap
Gender Normatif (Kasus di Desa Cijambe Ujungberung)”, 9 (2): 261-276.
Rostiyati, Ani. “Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan di Desa Citatah,
Kabupaten Bandung Barat”, 9 (3): 359-374.
Rusnandar, Nandang., Sri Sulastri, dan Yani Achdiani. “Pranata Pendidikan pada
Upacara Ngeuyeuk Seureuh, Upacara Masa Kehamilan, dan Ngasuh Budak”, 9
(1): 31-44.
Setiawan, Irvan. “Sate Maranggi: Kuliner Khas Kabupaten Purwakarta”, 9 (2): 277-292.
Tresnasih, Ria Intani. “Aktor di Balik Selembar Batik (Studi Kasus di Lembur Batik
Cimahi)”, 9 (1): 15-30.
Tresnasih, Ria Intani. “Perjalanan Seorang Pengrajin Terompet dalam Kajian Sistem
Ekonomi”, 9 (2): 229-244.
.
Patanjala Vol.9, No. 3, September 2017