Anda di halaman 1dari 172

ISSN 2085-9937

Patanjala
Volume 9 Nomor 3 September 2017
Patanjala bermakna air sungai yang tiada hentinya mengalir mengikuti alur yang dilaluinya hingga ke
muara. Seperti halnya karakteristik air sungai, manusia harus bekerja dan beramal baik, serta fokus
pada cita-citanya. Patanjala adalah majalah ilmiah yang memuat hasil-hasil penelitian tentang nilai
budaya, seni, dan film serta kesejarahan yang dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa
Barat di wilayah kerja Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Lampung. Redaksi juga menerima artikel hasil
penelitian di Indonesia pada umumnya. Patanjala diterbitkan secara berkala tiga kali setiap Maret, Juni,
dan September dalam satu tahun. Siapa pun dapat mengutip sebagian isi dari jurnal penelitian ini dengan
ketentuan menuliskan sumbernya.
Pelindung
Direktur Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Penanggung Jawab
Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat
Redaksi
Ketua : Iim Imadudin, S.S., M.Hum (Sejarah)
Anggota : 1. Dra. Ria Intani T. (Antropologi)
2. Dra. Lina Herlinawati (Sastra Indonesia)
3. Dra. Lasmiyati (Sejarah)
4. Hary Ganjar Budiman, S.S. (Sejarah)
5. Erik Rusmana, S.S., M.Hum
(Editor Bahasa Inggris)
Redaktur Pelaksana
Titan Firman, S.Kom.
Mitra Bestari
Prof. Dr. A. Sobana Hardjasaputra, S.S., M.A.
Dr. Ade Makmur K., M.Phil (Antropologi, UNPAD)
Dr. T.M. Marwanti, Dra., M.Si (Antropologi, STKS)
Dr. Mumuh Muhsin Z., M.Hum (Sejarah, UNPAD)

Diterbitkan oleh
Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jl. Cinambo No. 136 Ujungberung – Bandung 40294
Telp./Faks. (022) 7804942
e-mail: jurnalpatanjala@yahoo.com
http://bpsnt-bandung.blogspot.com
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar
http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id

Penata Sampul: Hary Ganjar Budiman


Gambar: Kelengkapan Upacara Rahengan
Sumber: BPNB Jawa Barat

Dicetak oleh
CV. HALIMAH
Jl. Dengki Selatan V No. 20
Bandung

Isi di luar tanggung jawab percetakan


PENGANTAR REDAKSI

Sejumlah artikel pada Jurnal Patanjala Vol. 9 No. 3 mencuatkan kecenderungan


makin berkembangnya kajian budaya sebagai bidang interdisipliner yang
mengambil berbagai cara pandang dari ilmu lain untuk meneliti relasi budaya dan
kuasa. Tulisan budaya mengenai tradisi lisan dalam hubungannya dengan kuasa
raja, peran perempuan dalam ritual adat, foklor dan dominasi patriarki, dan gerakan
perempuan serta persoalan lingkungan menjadi tema yang menarik. Sementara,
untuk kesejarahan, artikel yang ada mengungkap peran elit dalam pembangunan
kota dan gerakan sosial. Satu artikel dengan tema filologis, membahas tentang
pemikiran elit dalam hubungannya dengan spirit keagamaan.

Heksa Biopsi Puji Hastuti mengulas Kalimat Penobatan Raja dalam logika
semiotik orang Moronene di Pulau Kabaena. Cikal bakal kalimat penobatan Raja
Moronene di Kabaena adalah pesan perpisahan Tebota Tulanggadi kepada putranya
yang terdapat dalam legenda “Donsiolangi dan Wa Lu Ea”. Seorang raja dalam
pandangan filosofis orang Moronene di Kabaena harus menjalankan kepemimpinan
dengan amanah dan berkewajiban berlaku adil pada rakyatnya. Selain itu,
pengambilan keputusan seorang raja harus disertai kehati-hatian dan penuh
pertimbangan. Raja harus mampu mencari solusi bagi segala permasalahan
rakyatnya.

Aam Amaliah Rahmat, Nina H. Lubis, Widyonugrahanto menulis Peranan


Bupati R.A.A. Wiratanuningrat dalam pembangunan Kabupaten Tasikmalaya
1908-1937. Perkembangan tersebut meliputi bidang pendidikan, infrastruktur,
agama, pertanian, dan ekonomi. Kabupaten Tasikmalaya memang pada mulanya
bernama Kabupaten Sukapura. Perpindahan ibu kota dari Manonjaya ke
Tasikmalaya dapat dikatakan sebagai tonggak awal untuk melakukan
pembangunan di Tasikmalaya. Meski Bupati R.A.A. Wiratanuningrat bukan
keturunan langsung dinasti “wiradadaha”, namun mampu memajukan Kabupaten
Tasikmalaya dari segi fisik maupun nonfisik. Tokoh ini dikenal sebagai bapak
pembangunan dan bapak irigasi.

Ani Rostiyati menganalisis peran perempuan pada upacara tradisional rahengan di


Desa Citatah, Kabupaten Bandung Barat. Perempuan lebih banyak memegang
peranan sejak persiapan ritual hingga pasca ritual rahengan. Penampilan dalam
ritual memegang peranan signifikan seperti tampak pada rias wajah, perilaku, dan
pakaian. Performativitas yang demikian itu sebagai respons terhadap aturan adat
yang hegemonik dan memaksa perempuan agar memeroleh pengakuan masyarakat.

Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyonugrahanto


menulisWèwèkas dan Ipat-Ipat Sunan Gunung Jati Beserta Kesesuaiannya dengan
Al-Qur’an. Sunan Gunung Jati merupakan salah satu sosok penting dalam
penyebaran Islam di Jawa. Di kancah politik tradisional, beliau berhasil
melepaskan Cirebon dari Kerajaan Sunda dan mendirikan Kerajaan Islam Cirebon.
Sunan Gunung Jati berperan sebagai raja dan wali sekaligus, menguasai sebagian
wilayah yang sekarang termasuk dalam Jawa Barat sekaligus mengajak
masyarakatnya untuk memeluk agama Islam dan menjalankannya dengan
konsisten. Salah satu wujud ajakan Sunan Gunung Jati tersebut tertuang dalam
bentuk wèwèkas dan ipat-ipat (perintah dan larangan) atau nasihat yang
berhubungan dengan persoalan agama, maupun persoalan sosial-kemanusiaan.

Ali Gufron meneliti tradisi lisan hahiwang pada perempuan di pesisir Lampung,
khususnya masyarakat 16 marga di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Hahiwang
merupakan ungkapan pengalaman dan perasaan jiwa perempuan Lampung Saibatin
atas ketidakberdayaannya menghadapi dominasi laki-laki. Ekspresi lisan hahiwang
tidak bertujuan untuk menggulingkan kekuasaan patriarki, melainkan hanya
sebagai ungkapan atas ketertindasan perempuan dalam bentuk ratapan yang
dilantunkan. Dalam perkembangan selanjutnya, hahiwang dieksploitasi kaum
patriarki menjadi sarana siar agama, pelengkap begawi adat, dan bahkan penarik
simpatisan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah. Perubahan fungsi menarik
untuk diamati dalam konteks perkembangan masyarakat.

Nurmaria membahas gerakan sosial politik masyarakat Blambanganyang


dipimpinWong Agung Wilis terhadapKompeni di Blambangantahun 1767-1768.
Gerakan sosial politik di Blambangan terjadi karena didorong oleh motif politik,
sosial, etnis, agama maupun ekonomi. Walaupun Wong Agung Wilis berhasil
dibunuh Kompeni, gerakan tersebut sebenarnya tidak pernah berakhir. Para
pengikut yang militan masih meneruskan perjuangannya. Berbagai strategi terus
diupayakan Kompeni mulai dari kompromi dengan pemimpin gerakan,
mendatangkan pasukan perang dari Jawa dan Madura, dan gencatan senjata.

Setia Nugraha dan Nina H. Lubis membahas perkembangan Kota Sukabumi


dari distrik menjadi gemeente (1815-1914).Pada mulanya Sukabumi merupakan
pemukiman penduduk, bagian dari wilayah Pemerintahan District Goenoeng
Parang, Onderafdeeling Tjiheulang, bagian dari Afdeeling Tjiandjoer, Residentie
Preanger. Andries Christoffel Johannes de Wilde, seorang berkebangsaan
Belanda yang pertama kali mengenalkan nama Soekaboemi (Soeka Boemi) ke
dunia luar. Ia menjelajah Sukabumi untuk mencari lokasi tanah yang cocok bagi
perkebunan. Pada perjalanannya, dari suatu pemukiman Sukabumi mengalami
perkembangan pesat sebagai kota yang terusbertumbuh.

Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indriyani Rachman melakukan ekspalanasi


terhadap aktivisme gerakan perempuan di Bandung yang concern terhadap
persoalan lingkungan. Perempuan dalam kapasitasnya sebagai ibu rumah tangga
ternyata mendorong mereka untuk berperan sebagai subjek yang sadar lingkungan.
Pengalaman domestik/feminin sebagai ibu dan istri membuat mereka bergerak
untuk mengatasi dan memperbaiki lingkungannya. Meskipun sering dianggap
sebagai sesuatu yang sederhana dan bersifat lokal, kegiatan dan aktivisme yang
mereka lakukan bersama komunitasnya dapat dikategorikan sebagai sebuah
gerakan ekofeminisme yang berdampak pada kelestarian lingkungan.
ISSN 2085-9937

Patanjala
Volume 9 Nomor 3 September 2017

DAFTAR ISI

Kalimat Penobatan Raja: Logika Semiotik Orang Moronene di Pulau 327 - 342
Kabaena
The King Coronation Speech:
Semiotic Logics of Moronene People in Kabaena Island
Heksa Biopsi Puji Hastuti

Peranan Bupati R.A.A. Wiratanuningrat dalam Pembangunan 343 - 358


Kabupaten Tasikmalaya 1908-1937
The Role of Regent R.A.A Wiratanuningrat
in Development of Tasikmalaya Regency 1908-1937
Aam Amaliah Rahmat, Nina H. Lubis, Widyonugrahanto

Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan di Desa Citatah, 359 - 374
Kabupaten Bandung Barat
The Role of Women in Traditional Ceremony of Rahengan
in Citatah Village, West Bandung Regency
Ani Rostiyati

Wèwèkas dan Ipat-Ipat Sunan Gunung Jati 375 - 390


Beserta Kesesuaiannya dengan Al-Qur’an
Wewekas and Ipat-Ipat (Command and Prohibition)
of Sunan Gunung Jati and The Fitness With Holy Quran
Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto

Tradisi Lisan Hahiwang pada Perempuan di Pesisir Barat Lampung 391 - 406
Oral Tradition of Hahiwang of Women in West Coast of Lampung
Ali Gufron

Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan terhadap Kompeni 407 - 422


di Blambangan Tahun 1767-1768
Socio-Politics Movement of Blambangan Society Against Kompeni in Blambangan
(1767-1768)
Nurmaria

Kota Sukabumi: Dari Distrik Menjadi Gemeente (1815-1914) 423 - 438


Sukabumi City: From District to Gemeente (1815-1914)
Setia Nugraha dan Nina H. Lubis
Ekofeminisme dan Gerakan Perempuan di Bandung 439 - 454
Ecofeminsme and Women’s Movement in Bandung
Aquarini Priyatna, Mega Subekti, dan Indriyani Rachman

Tinjauan Buku 455 - 457

Biodata Penulis

Pedoman Penulisan

Lembar Abstrak

Abstract Sheet

Indeks Penulis

Indeks Kumulatif
Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 327

KALIMAT PENOBATAN RAJA:


LOGIKA SEMIOTIK ORANG MORONENE
DI PULAU KABAENA
THE KING CORONATION SPEECH:
SEMIOTIC LOGICS OF MORONENE PEOPLE IN KABAENA ISLAND

Heksa Biopsi Puji Hastuti


Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara
Jalan Haluoleo, Kompleks Bumi Praja, Anduonohu, Kendari, Indonesia
e-mail: heksa.biopsi@kemdikbud.go.id

Naskah Diterima: 7 Juni 2017 Naskah Direvisi: 19 Oktober 2017 Naskah Disetujui: 21 November 2017

Abstrak
Kalimat penobatan Raja Moronene di Kabaena cikal bakalnya adalah pesan perpisahan
Tebota Tulanggadi kepada putranya yang terdapat dalam legenda “Donsiolangi dan Wa Lu Ea”.
Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang bagaimana pandangan filosofis orang
Moronene di Kabaena terhadap posisi raja sebagai pemimpin tertinggi negeri, yang tercermin
dari kalimat penobatan raja yang ada dalam legenda ini. Data berupa lima kalimat perpisahan
raja dan anaknya diambil dari kisah legenda “Donsiolangi dan Wa Lu Ea”. Data dianalisis
secara deskriptif-kualitatif dengan pendekatan semiotika. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
pandangan filosofis orang Moronene di Kabaena terhadap seorang raja adalah bahwa raja harus
amanah dan mutlak berlaku adil pada rakyatnya; Raja harus berhati-hati dan penuh
pertimbangan dalam mengambil putusan. Tanggung jawab sebagai raja dapat membalikkan
kejadian; Kebijakan raja sangat berdampak bagi negerinya, baik dampak positif maupun negatif;
dan raja harus selalu siap menjawab pertanyaan dan mencari solusi bagi segala permasalahan
rakyatnya.
Kata kunci: kalimat penobatan raja, Moronene, logika semiotika.

Abstract
The Moronene king coronation speech in Kabaena was sourced form the farewell
messages of Tebota Tulanggadi to his sons which is contained in the legend "Donsiolangi and Wa
Lu Ea". This research concerns issues on Moronene philosophical point of view upon a king as top
leader in a country, which represented in king‟s coronation speech. The data was taken from
“Donsiolangi dan Wa Lu Ea” legend. Analysis data were committed by using qualitative-
descriptive method with semiotics approach. The result of data analysis shows that Moronene‟
philosophical views upon king is that a king requarely to be trust and fair to his people. The king
must be careful and considerate in taking decisions. Responsibility as a king can reverse any
circumstances; The king's policis greatly affected his country, both positive and negative; And the
king should always be ready to answer questions and seek solutions to all the problems of his
people.
Keywords: king coronation speech, Moronene, semiotic logics.
328 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342

A. PENDAHULUAN melekat pada aspek kesejarahan peristiwa


Masyarakat melahirkan kebuda- dalam kisahnya1. Keyakinan akan adanya
yaan untuk difungsikan dalam kaitan antara benda alam dengan sebuah
kehidupannya. Penalaran kolektif suatu kisah lisan juga ditemukan pada cerita
masyarakat direpresentasikan dalam Moronene lainnya, “Putri Lungo”. Orang
produk budayanya, termasuk sastra lisan. Moronene meyakini lesung batu di tepi
Perepresentasian ini tentunya tidak terlahir sungai di Kabaena sebagai alat untuk
secara serta merta. Proses panjang memanggil seorang putri bidadari yang
pembentukan budaya harus dilalui demi akan turun dalam bentuk hujan (Hastuti,
melahirkan produk yang matang, siap 2016). Konsep pengaitan seperti ini
digunakan dan dimanfaatkan sekaligus sifatnya universal, misalnya, ada juga
dinikmati oleh masyarakat pendukungnya. keyakinan bahwa dua kuburan di dekat
Ratna (2011: 105) menyatakan bahwa pada Jembatan Sewo merupakan kuburan tokoh
masa sekarang biasanya sesuatu yang dalam cerita “Saedah dan Saeni” sebagai
terkait dengan kerakyatan (folk) dan penguat anggapan bahwa kisah tersebut
kelisanan (orality) dianggap sebagai benar-benar pernah terjadi (Purnama,
paham pralogis dan primitif. Padahal, 2016). Kemelekatan benda-benda alam
sebagai produk hasil pemikiran komunal, sebagai bukti kebenaran sebuah kisah,
sangat mungkin banyak hal positif di yang biasanya disampaikan secara lisan,
dalamnya yang tetap dapat ditarik dapat dijadikan salah satu ciri legenda.
relevansinya dengan keadaan sekarang. Sebagai karya sastra, sebuah
Kisah “Donsiolangi dan Wa Lu legenda terbentuk sebagai hasil pemikiran,
Ea” memuat perjalanan peradaban awal di perenungan, imajinasi, pengamatan, dan
Pulau Kabaena. Dimensi mitologis dan pengalaman penciptanya dalam masyara-
historis teramu di dalam tahap-tahap alur kat pendukung di mana legenda itu lahir
ceritanya. Dalam kajian antropologis, (Yulianto, 2015). Dalam kaitannya dengan
tahapan-tahapan dalam sebuah produk hal ini, legenda “Donsiolangi dan Wa Lu
budaya lisan mengemban fungsi-fungsi Ea” lahir dan hidup di dalam budaya suku
tertentu (Vansina, 2014). Dibuka dengan Moronene di Pulau Kabaena. Apa yang
tahap mitos yang berhubungan dengan tertuang di dalamnya merupakan hasil
masa lalu yang tak berhingga kelampauan pemikiran kontemplatif sehingga mengha-
waktunya. Lalu dilanjutkan pada tahap silkan ekstraksi petuah leluhur karena
kedua yang merupakan masa pertengahan, sebagai produk kolektif, kisah legenda ini
umumnya pada tahap ini sarat akan inti dihasilkan oleh orang-orang tua zaman
muatan yang disisipkan sebagai pesan dulu yang sifatnya anonim.
moral yang bersifat filosofis. Tahap ketiga Kalimat dalam pesan sang tokoh
merupakan penautan pada waktu yang ini digunakan sebagai bagian dari kalimat
linear. penobatan mokole di Kabaena hingga saat
Dalam posisinya sebagai sastra ini. Komposisi penduduk di Pulau Kabaena
lisan, ketumpangtindihan ini cukup yang relatif homogen (suku Moronene),
menyulitkan penentuan kategorinya, memungkinkan mereka untuk setia
termasuk dalam mitos atau legenda. mempertahankan kearifan budaya leluhur
Dengan pertimbangan kentalnya aspek sebagai panduan hidup. Hal ini analog
kesejarahan orang Moronene Kabaena di dengan yang terjadi pada saudara mereka
dalam kisah “Donsiolangi dan Wa Lu Ea”,
cerita ini diklasifikasikan sebagai legenda
(Hastuti, 2015). Legenda ini diyakini oleh 1
Orang Moronene di Pulau Kabaena meyakini
masyarakat pemiliknya sebagai sebuah sumber air yang biasa disebut oneni dundu
peristiwa yang benar-benar pernah terjadi muncul di tempat jatuhnya cincin Daeng
dengan benda-benda alam yang dianggap Masaro Lampi, salah satu tokoh dalam
segmen akhir legenda ini.
Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 329

sesama suku Moronene di Hukaea-Laea2 tasinya dalam bentuk beberapa kalimat


yang masih mempertahankan sistem dan yang tersisip di dalam rangkaian kalimat
pranata sosial lokalnya secara terinsti- penobatan rajanya. Representasi yang
tusional (Muis, 2015). Dalam tesisnya, muncul di dalam kalimat-kalimat peno-
Muis (2010), berdasarkan beberapa sumber batan ini menunjukkan kedalaman berpikir
lisan, juga memaknai karakter orang dan berlogika penciptanya. Karena
Moronene dengan menarik relasi pada sifat pencipta legenda ini bersifat kolektif, dapat
tumbuhan moronene yang menjadi dasar diartikan kualitas logika kolektif orang
penamaan suku Moronene. Menurutnya, Moronene di Kabaena terwakili di situ.
filosofi yang terkandung dalam karakter Legenda sebagai produk budaya komunal,
tumbuhan moronene mengisyaratkan dianggap dapat dijadikan model represen-
dinamika peradaban leluhur suku tasi cara bernalar kelompok tersebut.
Moronene sebagai petani, peramu, dan Van Zoest mengartikan semiotika
pemburu yang senang hidup berkelompok sebagai ilmu tanda „sign‟ dan segala yang
pada daerah yang subur dan aman dari berhubungan dengannya: cara berfungsi-
gangguan musuh. Lebih jauh, Muis nya, dan penerimaanya oleh mereka yang
menyimpulkan karakter orang Moronene mempergunakannya (Sobur, 2006). Dalam
dalam menghadapi dinamika kehidupan- semiotika, sederetan objek, peristiwa, dan
nya, umumnya mereka mengidentikkan seluruh kebudayaan dianggap sebagai
diri sebagai komunitas adat yang tanda. Bertolak dari pemahaman ini,
menjunjung tinggi nilai-nilai kedamaian, semiotika mencakupi wilayah kajian yang
ketenangan, dan kesederhanaan. cukup luas. Berbagai ranah penelitian
Dengan mengangkat fokus logika dapat dianalisis dengan memanfaatkan
semiotik kepemimpinan, permasalahan pendekatan semiotika. Alam semesta yang
penelitian ini adalah bagaimanakah pan- luas merupakan sistem tanda yang sangat
dangan orang Moronene di dalam kalimat besar. Di dalamnya terdapat bagian-bagian
penobatan raja3 dalam legenda yang dimungkinkan untuk disekat demi
“Donsiolangi dan Wa Lu Ea” tentang menghasilkan pembahasan yang men-
kepemimpinan? Penelitian ini dilakukan dalam.
untuk memeroleh pemahaman bagaimana Penggunaan teori semiotika dalam
orang Moronene di Kabaena bernalar wilayah penelitian sastra, termasuk sastra
secara filosofis tentang arti sebuah lisan yang kemudian dituliskan, merupa-
kepemimpinan, lalu membuat represen- kan kelanjutan dari praktik pendekatan
struktural. Struktural klasik yang memper-
2 lakukan karya sastra sebagai sebuah
Sebagian suku Moronene mendiami wilayah
daratan Sulawesi Tenggara dan sebagian lagi kesatuan otonom an sich, dikembangkan
mendiami Pulau Kabaena. Secara admi- menjadi struktural dinamik. Sastra ter-
nistratif tempat bermukim suku Moronene susun atas unsur-unsur yang saling
ini adalah Kabupaten Bombana. berhubungan satu sama lain. Kurnianto
(2015) mengatakan bahwa untuk dapat
3
Untuk memudahkan penyebutan, penulis menemukan makna atau arti karya sastra
menggunakan istilah kalimat penobatan raja, secara utuh, pembaca atau penikmatnya
meskipun di dalam legenda “Donsiolangi dan harus mampu menguraikan sekaligus
Wa Lu Ea”, kalimat-kalimat tersebut membaca keterkaitan antarunsur pemben-
merupakan pesan Baginda Mokole Tebota
Tulanggadi kepada putranya yang akan
tuknya. Dengan penelitian struktural
ditinggalkan dan diberi tugas mengurusi dinamik, sebuah karya sastra dianggap
kerajaan. Pada kenyataannya, kalimat-kalimat memiliki dua fungsi yang saling melekat
ini dijadikan bagian dari rangkaian kalimat satu dengan lainnya, yaitu fungsi otonom
penobatan mokole (raja) di Kabaena hingga dan fungsi informasional yang di dalamnya
saat ini (wawancara dengan Ilfan Nurdin,
S.Ag.).
330 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342

meliputi fungsi penyampai pikiran, menganalisis karya sastra melibatkan dua


perasaan, dan gagasan (Sayuti, 2012: 86). tahap pembacaan. Kedua tahap ini lazim
Dalam menganalisis karya sastra, disebut sistem semiotik tingkat pertama
peneliti tidak dapat melepaskan diri dari „first order semiotics‟ dan sistem semiotik
menempatkan bahasa sebagai objek tingkat kedua „second order semiotics‟.
penelitian karena media sastra adalah Sistem semiotik tingkat pertama dilakukan
bahasa. Bahasa itu sendiri adalah bahan pada bahasa sebagai media penyampai
yang sudah memiliki konvensi terlebih karya, sedangkan sistem semiotik tingkat
dahulu. Hal yang menarik dalam penelitian kedua diaplikasikan pada aspek sastranya.
berobjek karya sastra adalah karena adanya
konvensi ketidaklangsungan ekspresi dan B. METODE PENELITIAN
konvensi hubungan antarteks. Pengarang, Penelitian ini menerapkan metode
dalam mengamanatkan gagasannya di kualitatif yang lebih berkepentingan
dalam tulisan (karya sastra), tidak akan dengan persoalan “makna”. Makna inilah
mengungkapkannya dalam sebuah rang- yang selanjutnya membawa pada orientasi
kaian kalimat yang informatif tanpa teoretisnya. Sebagai sebuah produk
selubung. Ada pertimbangan aspek etis budaya, karya sastra dapat dianggap
dan estetis dalam penciptaan kalimat- sebagai masyarakat sehingga dapat
kalimat bernilai sastra. Ketidaklangsungan dianalisis secara langsung. Hal ini
ekspresi dalam sebuah karya sastra dapat merupakan salah satu konsensus dalam
berupa penggantian arti, penyimpangan ranah kajian budaya (Ratna, 2010: 197).
arti, dan penciptaan arti (Riffaterre dalam Sumber data penelitian berupa data
Pradopo, 2012: 95). lisan legenda “Donsiolangi dan Wa Lu
Karya sastra sebagai produk Ea”4. Bagian dari legenda yang dijadikan
budaya menempatkan latar budaya sebagai data adalah lima kalimat yang diucapkan
aspek yang penting dalam mendalami oleh Tebota Tulanggadi kepada putranya
maknanya. Pemaknaan teks sastra dengan ketika dia akan pergi menyusul Tebota
mempertimbangkan aspek budaya tidak Wulele Waru ke kayangan. Kelima kalimat
akan dapat dilepaskan dari pemaknaan ini dianggap memuat pandangan filosofis
konotatif. Danesi (2010: 17) menyatakan orang Moronene atas posisi seorang raja
bahwa kebanyakan makna yang dimiliki sebagai pemimpin negeri karena hingga
tanda dalam latar budaya adalah makna saat ini digunakan sebagai salah satu
konotatif. Dia juga berpendapat bahwa bagian dari rangkaian kalimat penobatan
secara fundamental, budaya dapat raja atau mokole Moronene di Pulau
diklasifikasikan sebagai sistem makna Kabaena.
konotatif yang sangat luas yang berkenaan Data dianalisis dengan pendekatan
dengan “kode makro” asosiatif yang semiotik. Analisis terbagi menjadi dua
memungkinkan anggota budayanya untuk tahap, yaitu analisis heuristik (pembacaan
berinteraksi sepenuh tujuan serta untuk sistem semiotik tingkat pertama) dan
merepresentasikan dan memikirkan dunia analisis retroaktif (pembacaan sistem
dengan cara tertentu. Berbekal pendapat semiotik tingkat kedua). Pendekatan
ini, dapat dikatakan bahwa produk budaya, semiotik dipandang cocok diterapkan
terutama budaya klasik, seperti cerita lisan, dalam menganalisis data, karena data
merupakan representasi pandangan dan mengandung konvensi sastra yang
pemikiran kolektif masyarakat pendu- memerlukan pembacaan lanjutan untuk
kungnya, termasuk legenda “Donsiolangi menjawab permasalahan.
dan Wa Lu Ea”.
Dalam kaitannya dengan kedua 4
yang dituturkan oleh informan Ilfan Nurdin,
fungsi karya sastra yang telah disebutkan S.Ag., seorang pemangku adat Moronene di
di atas, pendekatan semiotika dalam Kabaena yang sekarang sudah dinobatkan
menjadi Mokole di Kabaena.
Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 331

pertama, di mana tokoh di dalam legenda


C. HASIL DAN BAHASAN (Tebota Tulanggadi), seorang mokole
Secara geografis, Pulau Kabaena (raja), berpesan kepada anaknya sebelum
yang terletak di Provinsi Sulawesi ia akhirnya menghilang. Pesan ini
Tenggara berbatasan dengan Selat dimaksudkan sebagai nasihat dan pedoman
Kabaena di bagian Utara, Laut Flores di bagi sang anak untuk menjalani tugas
sebelah Selatan, Selat Muna dan sebagian menggantikan sang ayah sebagai pemim-
Laut Flores di sebelah Timur, dan Teluk pin kerajaan. Terbaca di dalamnya
Bone di sebelah Barat (pulaukabaena. bagaimana orang Moronene di Kabaena
blogspot.co.id). Sementara itu, secara mempersiapkan calon pemimpin mereka,
administratif Pulau Kabaena masuk dalam terutama secara mental, melalui rangkaian
wilayah Kabupaten Bombana yang secara kalimat-kalimat sang mokole. Apa yang
historis merupakan bekas wilayah termaktub di dalam pesan mokole ini tentu
Kerajaan Moronene. Kerajaan Moronene sudah merupakan hasil pemikiran yang
yang sudah ada sejak abad ke-17 ini oleh cermat dengan berdasarkan pengalaman
pemerintah kontroliur Belanda diubah sekaligus pengamatan leluhur orang
menjadi distrik-distrik di bawah Moronene di Kabaena tentang sosok
Kesultanan Buton (bombanakab.go.id). pemimpin ideal seperti apa yang
Pada masa awal setelah kemerdekaan RI, dibutuhkan oleh masyarakat. Pertim-
eks wilayah Kerajaan Moronene, termasuk bangan-pertimbangan ini diekstraksi
Pulau Kabaena, masuk dalam wilayah sehingga kalimat yang tercetus dari lisan
Kabupaten Buton dan resmi menjadi sang mokole memang kalimat-kalimat
wilayah otonom dengan nama Kabupaten padat makna, padat fungsi, dan padat
Bombana sejak 18 Desember 2003 melalui filosofi, demi menghantarkan si calon
UU No. 29 Tahun 2003. pemimpin menjadi pemimpin yang baik.
Sebagai bekas wilayah kerajaan,
praktik bersastra secara lisan masih hidup 1. Sinopsis Legenda Donsiolangi dan
pada masyarakat Moronene di Kabaena. Wa Lu Ea
Mereka mengenal seni bercerita tula-tula Kisah legenda “Donsiolangi dan
dan tumburiou (Limba, dkk., 2015). Wa Lu Ea” berikut ini diperoleh dari
Sebagai produk budaya tradisional, penuturan Bapak Ilfan Nurdin. Dalam
legenda “Donsiolangi dan Wa Lu Ea” penuturannya, beliau juga memberikan
memuat kearifan budaya suku Moronene. informasi mengenai ihwal kalimat
Pesan-pesan leluhur dikemas dengan penobatan raja di Kabaena. Berikut
balutan cerita yang pada masanya menjadi sinopsis kisahnya.
inti dalam peradaban kelisanan orang Alkisah, Donsiolangi dan Wa Lu
Moronene di Kabaena. Legenda ini Ea, putra dan putri Raja Dendeangi dari
memuat kisah yang cukup panjang, wilayah Bombana daratan, didampingi
dimulai sejak awal peradaban dibangun di tujuh orang pengawal, berlayar menuju
Pulau Kabaena, kisah hubungan dengan Pulau Kabaena. Mereka berlabuh di
Kerajaan Gowa, Kesultanan Wolio, hingga Wumbu Geresa, dan berniat membuka
masa Belanda datang di Sulawesi pemukiman di sana. Sebagai bagian dari
Tenggara. Meskipun secara naratif legenda upaya diplomasi, kesembilan orang ini
ini terdiri atas satu kesatuan cerita, tetapi di merancang sebuah pesta rakyat „kokaha
dalamnya terbagi atas segmen-segmen ndondouwa‟ dengan warga setempat. Pesta
penceritaan dengan fokus tokoh yang ini dimaksudkan agar kehadiran mereka
berbeda-beda. sebagai pendatang diterima dengan baik
Pada penelitian ini, analisis oleh penduduk asli Pulau Kabaena.
difokuskan pada segmen yang memuat Dalam persiapan kokaha
kalimat penobatan raja, yaitu segmen ndondouwa, mereka menemukan tiga
332 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342

orang yang kelak menjadi orang penting disepakati adanya pemisahan fungsi
dalam sejarah Kabaena. Pertama, seorang eksekutif dan legislatif sebagai
lelaki rupawan bernama Wakaaka yang pengawasnya.
ditemukan di dalam ruas bambu gading Kehidupan rumah tangga Mokole
yang akan mereka jadikan kalemba (alat Tebota Tulanggadi dan Tebota Wulele
pikul binatang buruan). Kedua, lelaki Waru berjalan dengan baik hingga suatu
berjubah „duba tongkiwonua‟ dan ketika, karena kesibukannya, Sang Mokole
menyandang keris „tobo tongkiwonua‟ menolak mencebokkan putranya yang
bernama Tebota Tulanggadi, yang berhajat besar. Setelah tiga kali diminta
ditemukan di dalam ruas bambu hijau dan tiga kali juga menolak, akhirnya
besar. Ruas bambu hijau itu sedianya akan Tebota Wulele Waru menceboki anaknya
digunakan untuk membuat tari (tempat itu. Ini adalah pantangan bagi dirinya
air). Ketiga, seorang perempuan cantik sebagai putri kayangan. Akibatnya, ia
penjelmaan bunga waru yang kemudian harus kembali ke kayangan dan
dinamai Tebota Wulele Waru. Ketiga meninggalkan keluarganya di bumi.
orang ini dianggap sebagai anugerah dari Sepeninggal istrinya, Mokole Tebota
langit karena kehadirannya yang tidak Tulanggadi mengasuh anak-anaknya
lazim. dengan bantuan kungku holue (bagian
Selanjutnya, disepakati untuk urusan rumah tangga istana). Mokole hidup
mengangkat Wakaaka sebagai Turuna sendiri sampai anak-anaknya cukup besar
Binta Sinangkobino Langi, Tinendeteno untuk diberi amanah menjadi mokole,
Wita (Anugerah Langit Penguasa Alam). melanjutkan roda pemerintahan di
Ketika Wakaaka diminta menjadi mokole Kerajaan Kabaena (dengan restu pihak
(raja), dia menolaknya karena menurutnya pemangku adat di Rahadopi).
Tebota Tulanggadi lebih cocok dijadikan Mokole Tebota Tulanggadi bermak-
mokole setelah dinikahkan dengan Tebota sud pergi menyusul Sang Permaisuri ke
Wulele Waru. Tebota Wulele Waru setuju kayangan. Sebelum pergi, ia berpesan
menikah dengan Tebota Tulanggadi kepada anaknya yang diamanahi menjadi
dengan syarat ia tidak memegang najis mokole, “Lanjutkan pemerintahan ini,
selamanya. Jadi, Tebota Tulanggadilah berlakulah adil pada rakyatmu. Pada
yang harus membersihkan segala kotoran dirimulah tertuang emas, dan pada
anak mereka kelak. dirimulah tertuang sampah. Jika kemarin
Setelah menikah dan menjadi engkau kuat maka hari ini kamu lemah,
mokole, Tebota Tulanggadi membangun jika kemarin engkau lemah maka hari ini
istana di Eempuu, ibu kota Kerajaan kamu kuat. Jika kamu tidak amanah, walau
Kabaena yang pertama. Sementara itu, kau besi akan terapung, walau kau sabut
Wakaaka pindah ke Rahadopi, sebuah akan tenggelam. Karena kau ibarat jarum
kampung yang selanjutnya ditentukan tempat memasukkan benang.” Setelah
sebagai kampung pemangku adat. mengucapkan kalimat-kalimat tersebut,
Wakaaka diposisikan sebagai pihak Tebota Tulanggadi menyerahkan pakaian
pemangku adat di tanah Kabaena dengan yang dipakainya pada saat ditemukan di
tugas menobatkan mokole dan menjaga buluh hijau lalu dia pergi ke kayangan dan
jalannya adat istiadat Kabaena. Pemisahan putranya sudah resmi dinobatkan menjadi
tempat dan fungsi ini dilakukan demi mokole.
menjaga berjalannya roda pemerintahan.
Apabila pemangku adat dan mokole Pesan Mokole Tebota Tulanggadi
disatukan, dikhawatirkan terjadi kepada anaknya itu digunakan sebagai
mekaumbanga (korupsi, kolusi, dan salah satu bagian dalam rangkaian kalimat
persepakatan adat) antara kedua belah dalam acara penobatan mokole di Kabaena
pihak. Jadi, di Kerajaan Kabena telah sampai sekarang. Terkait keberadaan
Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 333

Wakaaka di Rahadopi, sampai saat ini pun dimungkinkan adanya penyisipan kata-kata
masih berlaku bahwa penobatan raja (tambahan, sinonim) sebagai penjelas,
„mokole‟ di Kabaena dianggap tidak sah dilakukan pembalikan struktur, atau
tanpa restu dan persetujuan dari pemangku tindakan lain yang menjelaskan kalimat.
adat di Rahadopi. Berikut ini pembacaan heuristik atas pesan
Tebota Tulanggadi kepada putranya.
2. Pembacaan Sistem Semiotik Tingkat (a) Lanjutkan(lah) pemerintahan ini,
Pertama (Heuristik) Kalimat berlakulah adil pada rakyatmu,
Penobatan Raja Kabaena dalam (b) (Apabila dirimu berlaku adil) pada
Donsiolangi dan Wa Lu Ea Ea” dirimulah tertuang emas (puja dan puji
dari rakyatmu), dan (apabila dirimu
Pesan yang diucapkan oleh
berlaku tidak adil atau berbuat
Tebota Tulanggadi saat akan meninggal-
kesalahan) pada dirimulah tertuang
kan anak-anaknya untuk menyusul sang
sampah (hujatan, caci-maki, dan kritik
permaisuri ke kayangan hanya terdiri atas
dari rakyat).
lima kalimat. Namun, dalam praktik
(c) Jika (bisa saja) kemarin engkau kuat
sesungguhnya saat ini, kalimat penobatan
maka (dan) hari ini kamu (berubah
raja „mokole‟ di Kabaena lebih panjang.
menjadi) lemah, jika (bisa saja)
Kalimat penobatan yang lengkap memuat
kemarin engkau lemah maka (dan)
lebih banyak lagi tuturan-tuturan yang
hari ini kamu (berubah menjadi) kuat.
harus dipedomani dalam menjalankan dan
(d) Jika kamu tidak amanah, walau kau
membuat kebijakan dalam masyarakat adat
besi (mungkin saja kau) akan terapung,
serta perihal penyerahan kekuasaan
walau kau sabut (kelapa) (mungkin
(wawancara dengan Bapak Ilfan Nurdin).
saja kau) akan tenggelam.
Dalam konteks penelitian sastra, kalimat
(e) Karena kau (sebagai pemimpin) ibarat
yang dijadikan objek adalah lima kalimat
jarum, (adalah lubangnya), tempat
yang ada di dalam legenda “Donsiolangi
(orang) memasukkan benang.
dan Wa Lu Ea” berikut.
Pembacaan heuristik ini belumlah
(a) Lanjutkan pemerintahan ini,
dapat memberikan makna yang sesungguh-
berlakulah adil pada rakyatmu.
nya dari rangkaian kalimat Tebota
(b) Pada dirimulah tertuang emas, dan
Tulanggadi kepada putranya. Pembacaan
pada dirimulah tertuang sampah.
ini dilakukan sebatas pada upaya
(c) Jika kemarin engkau kuat maka hari
memahami arti bahasa dalam posisi sistem
ini kamu lemah, jika kemarin engkau
semiotik tingkat pertama, yaitu memahani
lemah maka hari ini kamu kuat.
berdasarkan konvensi bahasanya. Untuk
(d) Jika kamu tidak amanah, walau kau
mengungkap makna yang lebih mendalam
besi akan terapung, walau kau sabut
dari kalimat-kalimat tersebut diperlukan
akan tenggelam.
pembacaan lanjutan yang dikaitkan dengan
(e) Karena kau ibarat jarum tempat
konvensi sastra berupa struktur cerita.
memasukkan benang.
Dalam pembacaan heuristik atau
sistem semiotik tingkat pertama, kelima
kalimat tersebut dibaca berdasarkan pada beberapa bagian, sebuah kalimat perlu
struktur kebahasaannya. Untuk memper- disisipi atau diberikan kata penjelas agar
jelas arti5 yang terkandung di dalamnya, artinya dapat lebih dimengerti. Sementara itu,
istilah makna digunakan dalam sistem
semiotik tingkat kedua, atau pembacaan
5
Dalam pembahasan sistem semiotik tingkat retroaktif yang tidak lain adalah tahap
pertama dan sistem semiotik tingkat kedua, pemaknaan. Kalimat-kalimat dibaca dengan
dibedakan antara istilah arti dan makna. memperhatikan relasi yang mungkin ditarik
Istilah arti mengacu pada arti yang terkandung kepada aspek lain yang terkait dengan kisah
dalam kalimat secara kebahasaan, mengingat Donsiolangi dan Wa Lu Ea.
334 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342

3. Pembacaan Retroaktif Legenda satu kepentingan dalam cerita ini. Tidak


Donsiolangi dan Wa Lu Ea : Struktur banyak deskripsi tentang watak tokoh-
Cerita tokoh ini. Simpulan terkait perwatakan
Pembacaan retroaktif dimaksudkan mereka dilakukan dengan melihat muatan
untuk memeroleh pemaknaan teks secara cerita.
lebih integral. Tahap awal pembacaan Untuk berkenalan lebih dekat
retroaktif atau hermeneutik teks sastra dengan penduduk setempat, Donsiolangi,
adalah menelaah unsur-unsur yang Wa Lu Ea, beserta rombongan sepakat
membangunnya. Analisis struktur cerita mengadakan pesta rakyat „kokaha
menjadi hal yang penting dilakukan ndondouwa‟. Persiapan pesta melibatkan
sebelum memaknai lebih lanjut kalimat seluruh rombongan dari Rumbia dan
perpisahan, yang kemudian menjadi penduduk setempat. Mereka berbaur demi
kalimat penobatan, yang diucapkan oleh terjalinnya kebersamaan dan keberadaan
Tebota Tulanggadi kepada anaknya. pendatang dari Rumbia dapat diterima oleh
Struktur cerita meliputi tokoh dan penduduk asli. Apabila dilihat dari strategi
penokohan, latar, alur, dan tema. yang dijalankan untuk meraih simpati dari
penduduk asli Kabaena, dapat disimpulkan
a. Tokoh dan Penokohan bahwa Donsiolangi dan Wa Lu Ea
Ada beberapa tokoh yang terlibat berwatak terbuka dan berpikiran positif.
dalam kisah “Donsiolangi dan Wa Lu Ea” Tidak ada keinginan untuk menonjolkan
ini. Dalam analisis tokoh dan penokohan, diri ataupun menunjukkan kelebihan
dilakukan pengelompokan tokoh yang mereka sebagai pendatang dari tempat
dianggap mewakili satu kepentingan dalam yang berperadaban lebih maju.
cerita, yaitu Donsiolangi, Wa Lu Ea, dan Watak tersebut dikuatkan dengan
tujuh pengawal; Wakaaka; Tebota kesepakatan mengangkat Wakaaka dan
Tulanggadi; dan Tebota Wulele Waru. Tebota Tulanggadi sebagai pemimpin dan
pemuka adat, alih-alih memosisikan diri
Dosiolangi , Wa Lu Ea, dan Tujuh sendiri sebagai orang nomor satu di daerah
Pengawal tersebut. Kesepakatan untuk memisahkan
Kedua tokoh yang dijadikan judul fungsi pemimpin pemerintahan (diserah-
legenda ini sesungguhnya bukanlah tokoh kan kepada Tebota Tulanggadi) dan fungsi
sentral. Akan tetapi, kedudukan mereka pemimpin adat (diserahkan kepada
sebagai pembuka kisah membuat penutur Wakaaka) pun menunjukkan sisi positif
cerita ini merasa perlu mengabadikan cara berpikir Donsiolangi da Wa Lu Ea.
nama keduanya sebagai judul. Donsiolagi 6
dan Wa Lu Ea adalah putra dan putri Wakaaka, Tebota Tulanggadi, dan
Mokole Rumbia (sekarang Bombana Tebota Wulele Waru
daratan), Dendeangi. Mereka diutus ke Baik Wakaaka, Tebota
Kabaena, disertai tujuh orang pengawal Tulanggadi, maupun Tebota Wulele Waru
kerajaan sejumlah awak kapal, untuk hadir dalam aliran cerita melalui cara yang
membangun peradaban di pulau tersebut, tidak biasa. Mereka merepresentasikan
mengingat saat itu penduduk asli Kabaena orang suci yang diturunkan dari langit
belum mengenal sistem kemasyarakatan. sebagai anugerah bagi penduduk Kabaena.
Tujuh orang pengawal yang dikisahkan Kemunculan yang gaib membuat masya-
sebagai orang-orang sakti dikelompokkan rakat, termasuk rombongan Donsiolangi,
dengan Donsiolangi dan Wa Lu Ea dalam mengistimewakan posisi ketiga orang ini.
analisis tokoh karena mereka mewakili Wakaaka ditemukan di dalam
seruas bambu gading ketika sekelompok
6
Di wilayah Bombana daratan, Donsiolangi orang bermaksud membuat kalemba untuk
dikenal dengan nama Ntina Suropa. Dia adalah mengusung hewan buruan dalam persiapan
putra dari Dendeangi atau Tongkiupuuwonua.
Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 335

pesta rakyat. Kutipan cerita berikut Wakaaka pun berinisiatif menerap-


memuat peristiwa ditemukannya Wakaaka. kan pemisahan antara pusat kekuasaan
“…Kemudian mereka mencari kerajaan yang dipimpin oleh Tebota
kalemba (pemikul) untuk memikul Tulanggadi dan pusat penjaga dan
binatang buruan yang telah berhasil pemelihara adat yang dipimpinnya. Tugas
didapat. Mereka menebas bambu raja disepakati untuk menjalankan roda
gading (awonggadi) untuk dijadikan pemerintahan, sedangkan tugas pemangku
kalemba. Tiba-tiba terdengar suara adat adalah menjaga dan memelihara
suara dari dalam ruas bambu gading dijalankannya aturan adat di dalam
yang akan ditebas, “o‟oloka perikehidupan masyarakat.
(hati2)..!”
Dalam rasa penasaran, mereka Tebota Tulanggadi
menurunkan bambu itu pelan-pelan Menurut penuturan informan
dan membelahnya dengan hati-hati. (Bapak Ilfan Nurdin), Tebota Tulanggadi
Betapa terkejutnya mereka karena ditemukan oleh kelompok Donsiolangi
ternyata di dalam ruas bambu kuning dan penduduk setempat yang sedang
itu ada seorang laki-laki dengan mencari buluh bambu hijau untuk tempat
wajah rupawan. Setelah ditanya, air. Hal itu dilakukan sebagai salah satu
laki-laki itu mengaku dirinya ber- persiapan pesta rakyat yang digagas
nama Wakaaka. Akhirnya, mereka Donsiolangi. Peristiwanya mirip dengan
memutuskan untuk membawa kejadian saat kelompok Donsiolangi
pulang Wakaaka dan binatang menemukan Wakaaka. Yang membedakan
buruan yang berhasil mereka tang- adalah jenis bambu dan kepentingan
kap.” (Kisah “Donsiolangi dan Wa bambu tersebut dipotong.
Lu Ea”, dituturkan oleh Ilfan Nurdin, Tebota Tulanggadi menikahi
S.Ag.) Tebota Wulele Waru dengan sebuah
perjanjian sebagai syaratnya, yaitu Tebota
Ketika dicapai mufakat dalam Tulanggadi selaku ayah harus mau
musyawarah Donsiolangi dan kelompok- membersihkan kotoran anak-anak mereka
nya untuk menobatkan Wakaaka sebagai kelak. Hal ini karena Tebota Wulele Waru
raja „mokole‟, dengan bijak Wakaaka sebagai seorang putri bidadari tidak
menolaknya. Dalam pandangan Wakaaka, diperbolehkan memegang najis. Tebota
Tebota Tulanggadi hadir lengkap dengan Tulanggadi menyadari bahwa pernikah-
calon pendampingnya, yaitu Tebota annya dengan Tebota Wulele Waru tidak
Wulele Waru. Jadi, dialah yang lebih hanya sekadar untuk kepentingan
cocok diangkat sebagai raja. Kebijakan pribadinya, melainkan juga untuk kepen-
Wakaaka terbaca di sini bahwa raja tingan masyarakat di Kabaena secara
menjadi simbol negeri sehingga harus umum. Dengan dasar pikiran itu, dia
betul-betul dipilih orang yang secara utuh menerima syarat yang diajukan oleh
dapat menjadi kebanggaan seluruh negeri. Tebota Wulele Waru. Selama bertahun-
Sementara itu, Wakaaka sendiri tahun dijalaninya kewajiban membersih-
mengambil posisi sebagai pemelihara adat. kan kotoran anak mereka. Hal ini
Setelah pernikahan Tebota Tulanggadi menunjukkan wataknya yang konsekuen
dilangsungkan, ia menikahi salah satu atas apa yang telah disepakati. Watak
perempuan asli Kabaena. Pernikahan ini konsekuen ini ditunjukkan pula dengan
memberi gambaran bahwa sebagai orang tanggung jawabnya sebagai orang tua
(yang dianggap) suci, Wakaaka ingin tunggal dalam mengasuh kedua orang anak
membumikan aturan adat yang kelak akan yang ditinggalkan ibunya kembali ke
menjadi pedoman masyarakat setempat. kayangan.
336 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342

Setelah kedua anaknya dipandang sebagai putri dari kayangan dia pantang
sudah cukup umur untuk memimpin memegang najis. Apabila Tebota
kerajaan, Tebota Tulanggadi mengutarakan Tulanggadi tidak menyepakati syarat
maksudnya menyusul permaisuri ke tersebut, dia pun tidak akan memaksa, dan
kayangan. Secara implisit terbaca maksud- akan memilih untuk tidak menikah dengan
nya untuk menyerahkan tampuk pemerin- laki-laki dari ruas bambu hijau itu. Dari
tahan kepada salah satu anaknya7. ilustrasi ini, dapat diketahui bahwa Tebota
Setelah mengucapkan kalimat-kalimat Wulele Waru adalah seorang perempuan
petuah, Tebota Tulanggadi pun menghi- yang memiliki prinsip. Sebagai perempuan
lang secara gaib. Masyarakat meyakini dia dia tidak hanya menerima apa yang
pergi ke kayangan, menyusul Permaisuri diperintahkan. Dia merasa berhak mene-
Tebota Wulele Waru. rima ataupun menolak sebuah permintaan.
Dari segmen ini, terbaca bahwa Selain memiliki prinsip, Tebota
Tebota Tulanggadi memiliki sifat visioner. Wulele Waru pun digambarkan sebagai
Apa yang akan dilakukannya, terutama seorang perempuan yang memiliki kasih
yang berkaitan dengan pemerintahan sayang serta cinta yang tinggi kepada
kerajaan, yang berarti terkait dengan hajat anak-anaknya dan bersifat konsekuen.
hidup orang banyak, terlebih dahulu Ketika suatu ketika karena suaminya sibuk,
dipikirkan masak-masak. Bisa jadi, dia meskipun sebetulnya membersihkan
semakin penuh pertimbangan setelah kotoran adalah pantangan baginya, dia
keabaiannya terhadap kesepakatan dengan tetap melakukannya. Dia sangat
Tebota Wulele Waru. Peristiwa itu menyayangi anak-anaknya dan tidak ingin
sungguh menjadi pelajaran berharga bagi anak tersebut berlama-lama kotor.
dirinya. Kematangan visi Tebota Konsekuensi pun dijalankannya. Setelah
Tulanggadi terutama sekali terlihat dari membersihkan kotoran anaknya, dia
kalimat-kalimat petuah yang pada akhirnya lenyap, menghilang menuju tempat asalnya
dijadikan sebagai kalimat penobatan raja. di kayangan.

Tebota Wulele Waru b. Latar Cerita


Nama Tebota Wulele Waru Cukup jelas nama-nama tempat
berkaitan erat dengan cara kemunculannya. yang disebutkan dalam cerita “Donsiolangi
Perempuan cantik ini, sebagaimana Wa dan Wa Lu Ea” ini. Nama Bombana,
Kaaka dan Tebota Tulanggadi, muncul Tokotu‟a, Keuwia, dan Leumbompori
dengan cara yang tidak lazim. Apabila merujuk pada lokasi yang secara kultural
kedua laki-laki rupawan itu muncul dari terikat pada satu kesamaan, yaitu sebagai
ruas bambu, Tebota Wulele Waru muncul wilayah asal suku Moronene, baik yang
dari tengah-tengah kelopak bunga waru berada di kepulauan maupun daratan.
yang indah. Itulah sebabnya nama Tebota Sementara itu, nama Kabaena, Wumbu
Wulele Waru (Putri Bunga Waru) melekat Geresa, Sikeli, Rahadopi, Tangkeno,
pada dirinya. Watorada, dan Eempuu menunjukkan
Ketika diminta untuk menikah secara khusus nama-nama tempat yang ada
dengan Tebota Tulanggadi, Tebota Wulele di Pulau Kabaena. Demikian pula
Waru mengajukan sebuah syarat. Syarat ini penyebutan nama geografis seperti Gunung
memang harus dia ajukan karena Watu Sangia Besar dan Gunung Watu
merupakan syarat bagi dirinya untuk tetap Sangia Kecil, dalam cerita ini
bersama dengan keluarganya di bumi menunjukkan tempat-tempat tertentu di
apabila benar mereka menikah nanti, yaitu, Pulau Kabaena. Penyebutan nama-nama
secara rinci ini membuat cerita ini semakin
7
Dalam cerita tidak dijelaskan apakah yang meyakinkan sebagai seuah cerita legenda
diberi tanggung jawab sebagai raja ini anak yang benar-benar terjadi sehingga
pertama atau anak kedua.
Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 337

menyerupai sebuah kisah sejarah. Berbeda dalam legenda Donsiolangi dan Wa Lu Ea


dengan penyebutan latar tempat yang dibaca berdasarkan konvensi-konvensi
begitu nyata dan tegas, dalam cerita ini sastra mengacu pada sistem semiotik
tidak ditemukan penyebutan latar waktu tingkat kedua. Riffattere dalam Pradopo
tertentu. (2012: 127) mengemukakan ketidaklang-
sungan ekspresi dalam konvensi sastra
c. Alur dan Tema Cerita yang memberikan makna disebabkan oleh
Cerita bermula dari peristiwa tiga faktor. Ketiga faktor itu adalah
diutusnya Donsiolangi dan rombongannya penggantian arti, penyimpangan arti, dan
ke Pulau Kabaena dengan tujuan penciptaan arti.
membangun peradaban di sana. Alur cerita 1) Lanjutkan pemerintahan ini, berlakulah
maju dan cenderung datar. Riak konflik adil pada rakyatmu.
terjada saat Tebota Tulanggadi mengabai- Kalimat pertama ini merupakan
kan kesepakatannya dengan Tebota Wulele kepala atau inti dari pesan yang
Waru. Akan tetapi, dari penceritaan tidak diucapkan oleh Tebota Tulanggadi
ada dramatisasi di bagian ini. Kesan kepada anaknya. Dalam klausa pertama
dramatis diperoleh dari efek yang “lanjutkan pemerintahan ini”, terbaca
ditimbulkan oleh pengabaian Tebota makna bahwa dengan kepergiannya
Tulanggadi, yaitu kepergian Tebota nanti menuju kayangan, dia secara serta
Wulele Waru kembali ke kayangan. merta melepaskan dan menyerahkan
Kemudian, diikuti kepergian Tebota tanggung jawab pemerintahan kerajaan
Tulanggadi sekian tahun kemudian setelah kepada anaknya. Kata “lanjutkan”
anak-anak mereka cukup dewasa mengandung makna bahwa Tebota
menerima tampuk pemerintahan. Dari Tulanggadi meminta anaknya menerus-
konflik itulah, dikisahkan, tercipta kan cara-caranya memerintah.
perubahan peraturan adat di Kabaena. Jika Apabila dikaitkan dengan tema
semula anak-anak raja hanya boleh cerita (perintisan peradaban di
dibersihkan kotorannya oleh sang ayah, Kabaena), bisa jadi, aturan adat saat itu
setelah peristiwa ini kungku holue-lah yang masih sangat dinamis karena masih
berkewajiban membersihkan kotoran para mencari bentuk dan mekanisme terbaik-
pangeran. Berawal dari konflik itu pulalah nya. Langkah-langkah yang pernah
terlahir kalimat-kalimat petuah yang dilakukan oleh Tebota Tulanggadi
kemudian menjadi kalimat penobatan raja dalam menetapkan aturan adat supaya
di Kabaena. diikuti dan diteruskan oleh anaknya.
Tema cerita ini diungkapkan Kebijakan raja terdahulu harus dijadi-
secara eksplisit pada awal cerita, yaitu kan acuan dan pertimbangan dalam
perintisan peradaban di Pulau Kabaena. menentukan kebijakan baru.
Aturan adat pertama yang lahir di sana Klausa kedua, “…berlakulah
adalah aturan adat tentang perkawinan. adil pada rakyatmu” menjadi induk bagi
Selanjutnya, setiap peristiwa penting tabiat seorang pemimpin, yaitu sifat
berpotensi untuk menjadi aturan adat yang adil. Keadilan mutlak diperlukan dalam
diberlakukan pada masyarakat. diri seorang pemimpin. Kesehariannya
yang harus memimpin warganya
d. Pembacaan Retroaktif Kalimat membawa konsekuensi bagi dirinya
Pesan Raja yang Menjadi Kalimat untuk dapat menyelami kalbu-kalbu
Penobatan Raja Kabaena dalam mereka. Keadilan dalam menentukan
Legenda Donsiolangi dan Wa Lu solusi setiap permasalahan mutlak
Easiolangi dan Wa Lu Ea” harus memenuhi azas keadilan, yaitu
Dalam pembacaan retroaktif atau tidak berat sebelah, tidak memihak,
hermeneutik ini kalimat penobatan raja
338 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342

selalu berpegang pada kebenaran, dan dibaca secara lurus, mengandung


tidak sewenang-wenang. makna kontradiktif satu sama lain. “Jika
2) Pada dirimulah tertuang emas, dan kemarin engkau kuat maka hari ini
pada dirimulah tertuang sampah. kamu lemah”, mengandung makna
Kalimat kedua memunculkan bahwa mungkin saja sebelum menjadi
dua keadaan yang bertolak belakang. raja kau dianggap kuat dan bijaksana
Pertama, “pada dirimulah tertuang dalam berpendapat. Namun, begitu
emas”, mengandung makna bahwa menjadi raja keadaan bisa berbalik total.
seorang raja sebagai pemimpin dapat Orang akan mencari kekurangan sekecil
hidup bergelimang pujian dan apa pun untuk melemahkan posisi
sanjungan dari rakyatnya. Keadaan rajanya. Hal seperti ini sangat
seperti ini hanya mungkin terjadi dimungkinkan terjadi mengingat
apabila raja berlaku adil dan bijaksana. manusia berlainan watak dan
Rakyat akan mencintai raja yang adil perilakunya. Seseorang yang diserahi
sepenuh hati. Mereka akan siap amanah sebagai raja harus penuh
membela raja yang adil sebagai pertimbangan dan kehati-hatian dalam
junjungannya. Jangankan harta atau menjalankan tugasnya. Dia tidak dapat
tenaga, jiwa pun akan dengan ikhlas lagi berbuat sekehendak hatinya karena
dikorbankan demi membela raja yang tanggung jawab segenap negeri telah
adil lagi bijak. beralih ke pundaknya. Faktor suka dan
Keadaan sebaliknya tergambar tidak suka dapat menjadi pemicu
dalam klausa kedua “pada dirimulah tindakan atau gerakan bernuansa negatif
tertuang sampah”. Sampah yang terhadap pemegang tampuk kekuasaan.
mengandung arti barang atau benda Selain faktor suka dan tidak
yang dibuang karena sudah tidak suka dari rakyat, tindakan negatif pun
dipakai, biasanya merujuk juga pada dapat disebabkan oleh ketidakpuasan
kata kotor dan secara konotatif rakyat akan model kepemimpinan raja.
bermakna sesuatu yang hina. Seorang Akumulasi kekecewaan ini menjadi
raja yang tidak berlaku adil kepada kekuatan bagi rakyat untuk
warganya akan terseret pada situasi di melemahkan posisi raja. Raja menjadi
mana segala caci-maki, sumpah- hilang wibawa. Tidak ada lagi rasa
serapah, dan hujatan ditujukan padanya. hormat rakyat kepada rajanya. Pada
Rakyat yang merasa tidak puas karena akhirnya, kedudukan sebagai raja hanya
diperlakukan tidak adil oleh raja sangat akan menjadi siksaan dan kehinaan bagi
mungkin menempatkan rajanya sendiri sang raja.
pada keadaan seperti itu sehingga Klausa “jika kemarin engkau
lenyaplah segala kewibawaan dan lemah maka hari ini kamu kuat”
martabat seorang raja. bermakna sebaliknya dari klausa
Kata “emas” mengganti arti sebelumnya. Jika sebelum menjadi raja
„displacing meaning‟ pujian, sanjungan, kau dianggap lemah, tidak mempunyai
dan pembelaan dari rakyat atau warga, daya kekuatan untuk berbuat apa-apa,
sedangkan kata “sampah” mengganti maka setelah menjadi raja keadaan
arti caci-maki, sumpah-serapah, dapat berbalik 180 derajat. Seorang raja
hujatan, dan perlakuan tidak hormat diserahi kekuasaan untuk dapat
dari mereka. menggerakkan segenap kekuatan yang
3) Jika kemarin engkau kuat maka hari ini ada di dalam kerajaannya. Pada tangan
kamu lemah, jika kemarin engkau seorang rajalah corak, arah, dan nafas
lemah maka hari ini kamu kuat. sebuah negeri akan menemukan
Kalimat ketiga pun terdiri atas bentuknya.
dua klausa. Kedua klausa ini dapat
Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 339

Sebelum menjadi raja mungkin klausa pada kalimat keempat ini


dia tidak dapat memerintahkan rakyat berbentuk nonsense atau sesuatu yang
dan perangkat kerajaan untuk berbuat tidak masuk akal. Hal ini menunjukkan
apa pun. Dengan model pengambilan betapa luar biasanya dampak yang
keputusan dan cara menjalankan roda ditimbulkan oleh ketidakamanahan
pemerintahan yang penuh pertimbangan seorang raja.
serta selalu memperhatikan kepentingan 5) Karena kau ibarat jarum tempat
rakyat, seorang raja akan semakin memasukkan benang.
mendapat kepercayaan dari rakyatnya. Semua yang dideskripsikan dari
Rakyat akan dengan senang hati kalimat (a) sampai kalimat (d), baik hal
mendukung raja mereka. Cinta dan positif maupun yang negatif, merupa-
kasih sayang rakyat menjadi bukti kan konsekuensi bagi seorang raja
keberhasilan seorang raja. Kepercayaan, karena, seorang raja diibaratkan sebagai
dukungan, dan rasa cinta rakyat inilah lubang jarum. Lubang jarum adalah
yang menjadi sumber kekuatan sang tempat memasukkan benang bagi orang
raja. Seorang raja harus siap yang hendak menggunakannya, untuk
menghadapi situasi apa pun dalam menjahit baju, misalnya. Dengan
menjalankan tugas-tugasnya. berhasilnya benang dimasukkan ke
4) Jika kamu tidak amanah, walau kau dalam lubang jarum, harapan pelakunya
besi akan terapung, walau kau sabut adalah dapat teratasinya masalah yang
akan tenggelam. dihadapi, gambarannya seperti pakaian
Kalimat keempat menggambar- yang robek atau koyak. Seorang raja
kan konsekuensi yang akan dihadapi diharapkan kehadirannya untuk dapat
raja apabila dia tidak amanah dalam selalu memberikan solusi atas
menjalankan tugas dan kewajibannya. permasalahan yang dihadapi rakyatnya.
Jika seorang raja tidak amanah, Rajalah muara berbagai permasalahan
meskipun dia besi akan terapung. Besi negeri. Pada rajalah semua keluh kesah
(Fe) adalah logam keras, kuat, dan akan disampaikan. Ibarat jarum yang
berat. Massa jenis besi lebih besar dari tidak berlubang atau rusak lubangnya
pada masa jenis air sehingga menurut sehingga tidak dapat digunakan untuk
hukum alam, besi akan tenggelam ketka menjahit, raja yang tidak dapat atau
dimasukkan ke dalam air. Sementara tidak mau menerima keluh kesah,
itu, sabut (kelapa) adalah bagian dari permasalahan, dan pertanyaan rakyat-
tanaman palma yang bersifat padat nya, dianggap tidak memiliki kemam-
tetapi relatif ringan. Massa jenis sabut puan menduduki posisi sebagai raja.
kelapa lebih rendah dibanding masa Penghadiran “lubang jarum”
jenis air sehingga apabila dimasukkan sebagai perumpamaan eksistensi
ke dalam air, akan mengapung atau seorang raja merupakan praktik
mengambang. Akan tetapi, karena penciptaan arti „creating meaning‟.
sesuatu, hukum alam ini dikatakan Lubang pada sebuah jarum dianggap
dapat berbalik keadaannya. Sesuatu tepat oleh si empunya cerita untuk
yang dapat mengubah hukum alam ini dijadikan simbol raja yang harus selalu
tentulah sesuatu yang sangat dahsyat. siap sedia menerima apa pun
Perumpamaan besi yang dapat permasalahan yang muncul di negerinya
terapung di air dan sabut yang dan harus dibarengi dengan kecakapan
tenggelam di air ini dalam sistem mencari solusinya.
semiotik tingkat kedua merupakan
konvensi sastra berupa penyimpangan Dari lima kalimat pesan terakhir
arti „distorting meaning‟. Penyim- Tebota Tulanggadi kepada anaknya,
pangan arti yang terjadi dalam kedua sebelum pergi ke kayangan menyusul
340 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342

Tebota Wulele Waru, terdapat empat raja, menyuratkan pandangan orang


kalimat yang masing-masing terdiri atas Moronene atas posisi seorang raja sebagai
dua klausa dan satu kalimat tunggal. pemimpin tertinggi sebuah negeri. Dalam
Sebagai bagian dari teks sastra, kalimat- pandangan orang Moronene, raja merupa-
kalimat tersebut memanfaatkan konvensi kan muara berbagai permasalahan yang
sastra, yakni konvensi ketaklangsungan terjadi di seluruh negeri sehingga raja
ekpresi yang membuatnya membutuhkan harus bersifat amanah dan mutlak berlaku
pembacaan sistem semiotik tingkat kedua. adil kepada rakyatnya. Keadilan dalam
Pada kalimat (a) makna dapat menentukan solusi setiap permasalahan
dengan mudah dipahami karena bersifat mutlak harus memenuhi azas keadilan,
denotatif. Kalimat (b) menggantikan yaitu tidak berat sebelah, tidak memihak,
makna kata emas dan sampah. Emas selalu berpegang pada kebenaran, dan
menggantikan makna sanjungan dan tidak sewenang-wenang. Kebijakan raja
pujian, sedangkan sampah menggantikan terdahulu harus dijadikan acuan dan
makna hujatan, celaan, dan sumpah pertimbangan dalam menentukan kebi-
serapah. Kalimat (c) sesungguhnya jakan baru. Raja memiliki konsekuensi
bermakna denotatif, tetapi pemilihan lebih tinggi dibandingkan rakyat biasa,
konteks kalimat yang terlalu umum tercermin dari pilihan kata emas dan
menyebabkannya memerlukan penjelasan sampah yang sama-sama berpotensi
lebih lanjut agar dapat dipahami. diterima oleh seorang raja. Kelakuan raja
Penjelasan kalimat (c) bertumpu pada dianggap demikian berpengaruh terhadap
keterangan waktu “kemarin” yang kehidupan, baik kehidupan pribadi maupun
mengacu pada “sebelum dinobatkan kehidupan negerinya, secara substansi
menjadi raja” dan “hari ini” yang mengacu maupun secara temporal sehingga
pada waktu “setelah dinobatkan menjadi digambarkan kelakuan yang tidak adil dari
raja”. Pada kalimat (d) terjadi konvensi sang raja dapat membuat besi
penyimpangan arti „shifting meaning‟, di mengambang dan sabut kelapa tenggelam
mana besi yang massa jenisnya lebih besar di dalam air.
dibanding air dikatakan dapat tenggelam Seseorang yang diserahi amanah
dan sabut kelapa yang massa jenisnya lebih sebagai raja harus penuh pertimbangan dan
kecil dari air dapat tenggelam. Pernyataan kehati-hatian dalam menjalankan tugasnya.
dalam kalimat (d) jelas merupakan situasi Dia tidak dapat lagi berbuat sekehendak
yang menyimpang dari hukum alam. hatinya karena tanggung jawab segenap
Penyimpangan hukum alam ini dikatakan negeri telah beralih ke pundaknya. Faktor
dapat terjadi oleh satu sebab, yaitu tidak suka dan tidak suka dapat menjadi pemicu
amanahnya raja sebagai seorang tindakan atau gerakan bernuansa negatif
pemimpin. Kalimat (e) menjadi bukti terhadap pemegang tampuk kekuasaan.
kreativitas si empunya kisah. Di dalam Selain faktor suka dan tidak suka dari
kalimat ini terdapat konvensi sastra berupa rakyat, tindakan negatif pun dapat
penciptaan arti „creating meaning‟. Di disebabkan oleh ketidakpuasan rakyat akan
situ, lubang jarum digambarkan mewakili model kepemimpinan raja. Seorang raja
eksistensi seorang raja sebagai muara harus siap menghadapi situasi apa pun
berbagai masalah sekaligus tempat utama dalam menjalankan tugas-tugasnya.
mencari solusi atas masalah-masalah itu. Cara seorang raja memerintah
akan membawa dampak yang teramat
D. PENUTUP besar bagi negerinya, baik dampak negatif
Dari uraian analisis data dalam maupun dampak positif. Hasil kerja
subbab pembahasan, kelima kalimat pesan seorang raja digambarkan dapat membalik-
Tebota Tulanggadi kepada putranya, yang kan hukum alam yang sudah menjadi
kemudian dijadikan kalimat penobatan keniscayaan. Sesuatu yang dapat
Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 341

mengubah hukum alam ini tentulah sesuatu Antropologi, Program Pascasarjana,


yang sangat dahsyat. Rakyat akan Universitas Gadjah Mada.
mencintai raja yang adil sepenuh hati. Purnama, Yuzar. 2016.
Rakyat yang merasa tidak puas karena “Mitologi Saedah Saenih: Cerita
diperlakukan tidak adil oleh raja sangat Rakyat dari Indramayu” dalam
mungkin menempatkan rajanya sendiri Patanjala Vol. 8 No. 3. September
pada keadaan seperti itu sehingga 2016. Hlm. 333-348.
lenyaplah segala kewibawaan dan martabat Yulianto, Agus. 2015.
seorang raja. Seorang raja diharapkan “Kisah Pangeran Suriansyah
kehadirannya untuk dapat selalu Membangun Masjid: Suatu Analisis
memberikan solusi atas permasalahan yang Semiotik” dalam Matrasastra Jurnal
dihadapi rakyatnya. Rajalah muara Ilmiah Kesastraan Vol. 2 No. 1. Juni
berbagai permasalahan negeri. Pada rajalah 2015. Hlm. 1-14.
semua keluh kesah akan disampaikan.
Ibarat jarum yang tidak berlubang atau 2. Buku
rusak lubangnya sehingga tidak dapat Danesi, Marcell. 2010.
Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks
digunakan untuk menjahit, raja yang tidak
Dasar Mengenai Semiotika dan Teori
dapat atau tidak mau menerima keluh Komunikasi (Evi Setyarini dan Lusi
kesah, permasalahan, dan pertanyaan Dian Piantari, penerjemah).
rakyatnya, dianggap tidak memiliki Yogyakarta: Penerbit Jalasutra.
kemampuan menduduki posisi sebagai
Limba, Rekson S., Basrin Melamba, Zainudin
raja.
Tahiyas, Anton Ferdinan. 2015.
Sejarah Peradaban Moronene.
DAFTAR SUMBER Yogyakarta: Penerbit Lukita.
1. Jurnal, Tesis, dan Laporan
Muis, Early Wulandari. 2015.
Penelitian
“Adati Totongano Wonua: Identitas
Hastuti, Heksa Biopsi Puji, Uniawati,
Moronene yang Tetap Lestari.” Dalam
dan Rahmawati. 2015.
Firman AD & Sandra Safitri Hanan
Inventarisasi Sastra Lisan Sulawesi
(Ed.), Prosiding Kongres II Bahasa-
Tenggara: Sastra Moronene. Laporan
Bahasa Daerah Sulawesi Tenggara
Penelitian. Kendari: Kantor Bahasa
Tahun 2014, hlm. 202-208. Kendari:
Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi
Hastuti, Heksa Biopsi Puji. Tenggara.
“Representasi Kultural Laki-laki dan
Pradopo, Rachmat Djoko. 2012.
Perempuan dalam Kisah “Putri
Penelitian Sastra dengan Pendekatan
Lungo” dalam Jurnal Telaga Bahasa
Semiotik. Dalam Jabrohim (Ed.),
Vol. 4 No. 2. Desember 2016. Hlm.
Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta:
187-206.
Pustaka Pelajar.
Kurnianto, Ery Agus. 2015.
Ratna, Nyoman Kutha. 2010.
“Analisis Tiga Tataran Aspek
Metodologi Penelitian Kajian Budaya
Semiotik Tzvetan Todorov pada
dan Ilmu Sosial Humaniora pada
Cerpen “Pemintal Kegelapan” Karya
Umumnya. Yogyakarta: Pustaka
Intan Paramadhita” dalam Kandai
Pelajar.
Vol. 11 No. 2. November 2015. Hlm.
206-216. _______. 2011.
Antropologi Sastra: Peranan Unsur-
Muis, Early Wulandari. 2010.
unsur Kebudayaan dalam Proses
Tumbuhan Moronene: Relasi Antara
Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budaya dan Falsafah Hidup
Masyarakat Moronene. Tesis. Sayuti, Suminto A. 2012.
Yogyakarta: Program Studi “Strukturalisme Dinamik dalam
Pengkajian Sastra”. Dalam Jabrohim
342 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342

(Ed.), Teori Penelitian Sastra.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sobur, Alex. 2006.
Analisis Teks Media, Suatu Pengantar
untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Vansina, Jan. 2014.
Tradisi Lisan sebagai Sejarah. Astrid
Reza dkk. (penerjemah), Aditya
Pratama (penyunting). Yogyakarta:
Penerbit Ombak.

3. Internet
“Profil Pulau Kabaena”, dalam http:/pulau
kabaena.blogspot, diakses tanggal 18
Oktober 2017.
“Sejarah Singkat Terbentuknya Kabupaten
Bombana”, diakses dari http:/bomba
nakab.go.id/?page_id=2, diakses
tanggal 18 Oktober 2017.

4. Informan
M. Ilfan Nurdin, S.Ag. (42 tahun).
2014.
Pemuka adat Moronene; Mokole
Kabaena. Wawancara, 22 Maret 2015.
Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyonugrahanto) 343

PERANAN BUPATI R.A.A. WIRATANUNINGRAT


DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN
TASIKMALAYA 1908-1937
THE ROLE OF REGENT R.A.A WIRATANUNINGRAT
IN DEVELOPMENT OF TASIKMALAYA REGENCY 1908-1937

Aam Amaliah Rahmat, Nina H. Lubis, Widyonugrahanto


Jurusan Ilmu Sejarah UNPAD
Jalan Raya Bandung Sumedang Km. 21 J atinangor
e-mail: amlira49@yahoo.com, nina.herlina@unpad.ac.id, widyonugrahanto73@gmail.com

Naskah Diterima: 25 Juli 2017 Naskah Direvisi:26 Oktober 2017 Naskah Disetujui:22 November 2017

Abstrak
Tulisan ini membahas tentang peranan Bupati R.A.A. Wiratanuningrat dalam membangun
Kabupaten Tasikmalaya. Perkembangan tersebut meliputi bidang pendidikan, infrastruktur,
agama, pertanian, dan ekonomi. Ada tiga hal yang dipersoalkan yaitu (1) bagaimana kondisi
sosial, ekonomi dan pemerintahan sebelum R.A.A. Wiratanuningrat memerintah? (2) siapakah
R.A.A. Wiratanuningrat? (3) bagaimana kondisi ekonomi, sosial, dan pemerintahan ketika R.A.A.
Wiratanuningrat memerintah? Adapun metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan
tersebut yaitu menggunakan metode sejarah yang terdiri atas heuristik, kritik, interpretasi dan
historiografi. Kabupaten Tasikmalaya memang pada mulanya bernama Kabupaten Sukapura.
Perpindahan ibu kota dari Manonjaya ke Tasikmalaya boleh dikatakan sebagai tonggak awal
untuk melakukan pembangunan di Tasikmalaya walaupun memang perpindahan ini tidak terjadi
pada masa Wiratanuningrat memerintah. Meskipun Bupati R.A.A. Wiratanuningrat bukan
keturunan langsung dari Dinasti “Wiradadaha” tetapi R.A.A. Wiratanuningrat dapat
memperlihatkan kemajuan di Kabupaten Tasikmalaya baik dari segi fisik maupun nonfisik
sehingga sampai sekarang dikenal sebagai bapak pembangunan dan bapak irigasi.
Kata kunci: R.A.A. Wiratanuningrat, Tasikmalaya, bupati, kabupaten.

Abstract
This paper discusses the role of Regent of R.A.A. Wiratanuningrat in building Tasikmalaya
Regency. These developments include education, infrastructure, religion, agriculture, and
economics. There are three points in question, namely (1) how social, economic and governance
conditions before R.A.A. Wiratanuningrat ruled? (2) who is R.A.A. Wiratanuningrat? (3) how the
economic, social, and governance conditions when R.A.A. Wiratanuningrat ruled? The method
used to answer the question are using historical method consisting of heuristics, criticism,
interpretation and historiography. Tasikmalaya Regency was originally named Sukapura Regency.
The transfer of capital from Manonjaya to Tasikmalaya may be regarded as an early milestone for
development in Tasikmalaya although indeed this movement did not occur during the reign of
Wiratanuningrat. Although the R.A.A. Regent Wiratanuningrat is not a direct descendant of the
dynasty "wiradadaha" but R.A.A. Wiratanuningrat can show a progress in Tasikmalaya Regency
both physically and non-physically, so well known as the father of development and the father of
irrigation.
Keywords: R.A.A. Wiratanuningrat, Tasikmalaya, regent, regency.
344 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358

A. PENDAHULUAN peneliti adalah daerah yang kini dikenal


Kedudukan bupati pada zaman dengan sebutan Tasikmalaya, yang semula
Pemerintahan Hindia Belanda mengalami bernama Sukapura tahun 1913. Artinya
perubahan, yang mulai diberlakukan sejak perubahan tersebut terjadi pada masa
Daendels menjadi gubernur jenderal Pemerintahan Bupati R.A.A.
(1808-1811). Perubahan tersebut yakni, Wiratanuningrat (1908-1937). Hal ini
sebagai pegawai Hindia Belanda yang menjadi daya tarik bagi penulis untuk
diangkat oleh Gubernur Jenderal, yang mengkaji kepemimpinan Bupati R.A.A.
ditandai dengan diberikannya gaji berupa Wiratanuningrat melalui penelitian dengan
uang (Yulifar, 2014: 19, Hardjasaputra, judul Peranan Bupati R.A.A.
2002: 40). Hal ini dilatarbelakangi oleh Wiratanuningrat dalam Pembangunan
keinginan pihak kolonial untuk Kabupaten Tasikmalaya 1908-1937.
menegakkan kekuasaannya di tanah Adapun permasalahan pokok dari
jajahan melalui pemerintahan secara penelitian ini adalah bagaimanakah rekam
langsung (direct rule). Tetapi, karena jejak R.A.A. Wiratanuningrat sebagai
kuatnya tatanan pemerintahan tradisional, bupati Kabupaten Sukapura-Tasikmalaya
dengan bupati sebagai pemimpin tahun 1908-1937?
kharismatis yang di mata rakyatnya, maka Buku yang membahas tentang
upaya Hindia Belanda tersebut sebenarnya Wiratanuningrat tidak ada, tetapi ada
tidak pernah berhasil secara utuh bahkan laporan penelitian yang membahasnya. Di
pada akhirnya gagal. Oleh karena itu, sini penulis menggunakan buku-buku yang
peran dan posisi bupati pada saat ini bahasannya tentang bupati meskipun tidak
mengalami dualisme, yakni pemimpin secara langsung membahas Wiratanu-
yang legal-rasional (pegawai kolonial) dan ningrat.
tradisional-kharismatis. Pertama, buku berjudul Bupati di
Kendati keinginan Daendels (Peme- Priangan karya A. Sobana Hardjasaputra.
rintah Kolonial) menginginkan pemerin- Buku ini menjelaskan mengenai pembu-
tahan seiring dengan berbagai cara untuk kaan Rawalakbok tahun 1925 oleh
mengurangi kekuasaan bupati. Maka Wiratanuningrat. Dalam buku ini didapat
berbagai cara dilakukan di antaranya informasi mengenai perjuangan Bupati
melalui intervensi terhadap pergantian Wiratanuningrat dalam pembukaan
bupati, bahkan berupaya dalam Lakbok yang tadinya merupakan daerah
menghapuskan jabatan yang diwariskan, yang terendam banjir. Wiratanuningrat
kemudian melakukan reorganisasi wilayah, akan menjadikan Lakbok sebagai areal
menghadirkan jabatan patih, kontroleur, pertanian demi meningkatkan ekonomi
dan lain-lain. Namun demikian, kekuasaan masyarakat.
bupati pada kabupaten yang dipimpinnya Kedua, Peranan R.A.A. Wiratanu-
tetap besar, karena rakyat tunduk dan ningrat sebagai Bupati Pembangunan
patuh pada bupati sebagai pemimpin Awal Abad ke-20 di Tasikmalaya yang
tradisional yang berakar pada struktur merupakan laporan penelitian. Laporan
sosial yang tersusun berdasar kelahiran penelitian ini diketuai oleh Itje Marlina.
(keturunan), kekayaan, dan status sosial Isinya membahas keadaan daerah
(Kartodirdjo, 1982: 226 dan Tasikmalaya dilihat dari aspek geografis,
Mangunhardjana Sj, 1976: 18 dalam demografi, sosial-ekonomi, serta Kabu-
Yulifar 2014: 23). paten Sukapura-Tasikmalaya di bawah
Peran dan posisi bupati yang Pemerintahan Wiratanuningrat.
dualisme tersebut, antara lain terjadi di Ketiga, buku karya Nina Herlina
wilayah Priangan, baik di Priangan Barat Lubis yang berjudul Kehidupan Kaum
maupun Timur. Salah satu wilayah Ménak Priangan 1800-1942. Buku ini
Priangan Timur yang menarik perhatian membahas tentang peranan para bupati
Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 345

yang pada mulanya diangkat oleh Raja terhadap fakta-fakta yang diperoleh dengan
Mataram dan setelah dikuasai oleh VOC cara menghubungkan satu sama lainnya
diangkat oleh Gubernur Jenderal. untuk memperoleh fakta sejarah mengenai
Keempat, buku berjudul Sejarah hal tertentu. Lalu melakukan koroborasi
Kota Tasikmalaya 1820-1942 yang ditulis suatu data dari suatu sumber sejarah
oleh Miftahul Falah. Di dalam buku ini dengan sumber lain (dua atau lebih).
dibahas mengenai sejarah Kota Menurut Herlina interpretasi yaitu tahapan
Tasikmalaya yang komprehensif dilihat atau kegiatan menafsirkan fakta-fakta serta
dari aspek perubahan sosial. Buku ini menetapkan makna dan saling hubungan
memberikan informasi mengenai perbe- dari fakta-fakta yang diperoleh (Herlina,
daan Kabupaten Tasikmalaya, Kota 2014:15).
Tasikmalaya sehingga penulis tidak Tahap keempat adalah historiografi.
kebingungan antara kedua istilah tersebut. Dalam bahasa Inggris historiografi
Kelima, buku Sejarah Kota-Kota didefinisikan sebagai pengkajian tentang
Lama di Jawa Barat yang ditulis oleh Nina penulisan sejarah (Barnes, 1963 dalam
H. Lubis dkk. Di dalamnya terdapat bab Herlina, 2009: 9). Sedangkan menurut
yang ditulis oleh Ietje Marlina mengenai Gottschalk, historiografi diartikan sebagai
Sukapura (Tasikmalaya). Dalam tulisan- rekonstruksi imajinatif dari masa lampau
nya, Ietje menjelaskan mengenai kedu- berdasarkan data yang diperoleh dengan
dukan ibu kota Sukapura sebelum menempuh proses.
berkedudukan di Tasikmalaya dan menje-
laskan mengenai awal mula asal kata C. HASIL DAN BAHASAN
Tasikmalaya sampai perkembangan 1. Kabupaten Sukapura 1901-1908
Sukapura yang pada akhirnya berganti Paruh pertama abad ke-17 sampai
menjadi Tasikmalaya. awal abad ke-20 (1908) dikenal dengan
kepemimpinan para bupati Sukapura yang
B. METODE PENELITIAN oleh sementara orang dianggap sebagai
Metode yang digunakan dalam keturunan atau „Dinasti‟ Wiradadaha, yang
penelitian ini adalah metode sejarah yang memerintah sekitar tahun 1641 dimulai
terdiri atas empat tahap, yaitu heuristik, dari Wiradadaha I (1641-1674) sampai
kritik, interpretasi, dan historiografi. Tahap dengan Wiradadaha XII yang mendapat
pertama yang dilakukan dalam metode sebutan Dalem Bintang (1875-1901).
sejarah adalah heuristik yang merupakan Periode berikutnya, Kabupaten Sukapura
sebuah tahapan atau kegiatan menemukan dipegang oleh Dalem Bogor bernama R.T.
dan menghimpun sumber, informasi, jejak Wiraadiningrat, yang memerintah dari
masa lampau (Herlina, 2014: 7-15). tahun 1901 sampai dengan 1908. Di
Tahap kedua adalah kritik yaitu bawah kepemimpinan bupati inilah pusat
memilah dan memilih juga menyaring kota Kabupaten Sukapura dari Manonjaya
keotentikan sumber-sumber yang telah dipindahkan ke Tasikmalaya. Dia bupati
ditemukan. Pada tahap ini peneliti pertama yang mendapat gelar aria,
melakukan pengkajian terhadap sumber- sehingga terkenal dengan sebutan Dalem
sumber yang didapat untuk kebenaran Aria. Setelah wilayah afdeeling
sumber. Ada dua hal yang perlu dilakukan Mangunreja menjadi bawahan Sukapura,
pertama meneliti otentisitas sumber atau dan afdeeling Cikajang menjadi bawahan
keaslian sumber disebut kritik eksternal. Kabupaten Limbangan, sedangkan Distrik
Kedua meneliti kredibilitas sumber yang Malangbong dibagi dua, yakni sebagian
disebut kritik internal (Kuntowijoyo, 2013: bawahan Limbangan dan sebagian
77-78). bawahan Sumedang, sejak itulah, Sukapura
Tahap ketiga yaitu interpretasi, berubah nama menjadi Tasikmalaya.
memaknai atau memberikan penafsiran Pada awalnya daerah yang disebut
Sukapura itu bernama Tawang atau
346 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358

Galunggung. Sering juga disebut Tawang- mencolok bila dibandingkan dengan


Galunggung. Tawang berarti „sawah‟ atau bupati-bupati di daerah lain. Misalnya
„tempat yang luas terbuka‟. Penyebutan Bupati Semarang dan Surabaya, masing-
Tasikmalaya muncul untuk pertama kali masing hanya menerima gaji f 14.000 dan
setelah Gunung Galunggung meletus tunjangan f 2.400 per tahun.
sehingga wilayah Sukapura berubah Data tentang penghasilan Bupati
menjadi Tasik „danau, laut‟ dan malaya Sukapura tersebut menunjukkan bahwa
dari (ma)layah bermakna „ngalayah Bupati Priangan walaupun kedudukannya
(bertebaran)‟ atau „deretan pegunungan di telah dipojokkan menjadi pegawai yang
pantai Malabar (India)‟. Tasikmalaya tidak memiliki kekuatan dalam sistem
mengandung arti „keusik ngalayah’, administrasi pemerintahan, tetapi tetap
maksudnya banyak pasir di mana-mana. memiliki fungsi dan peranan penting
Setelah R.A. Wiraadegdaha diturun- sebagai pengatur produksi agraria dalam
kan dari jabatannya, sebagai penggantinya eksploitasi kolonial Belanda. Faktor inilah
adalah adiknya R. Demang Danukusumah, yang menyebabkan posisi Bupati Priangan
patih Manonjaya. Setelah menjadi bupati berbeda dengan bupati di daerah lain
namanya menjadi R.T. Wirahadiningrat, (Hardjasaputra, 1985: 45).
bupati Sukapura ke-12, memerintah dari Walaupun para bupati Priangan
tahun 1875-1901. R.T. Wirahadiningrat umumnya memiliki tanggungan keluarga
adalah bupati terakhir yang tinggal di dalam jumlah besar, tetapi karena pengha-
Manonjaya. Pada tahun 1893 ia diberi silan tinggi dan kaya akan harta benda,
gelar adipati, tahun 1898 mendapat Payung mereka dapat hidup berkecukupan
Kuning, dan pada tahun 1900 ia mendapat (Sutherland, 1979: 22).
bintang Oranye Nassau. Itulah sebabnya Pada masa Gubernur Jenderal W.
Bupati R.T. Wirahadiningrat mendapat Rooseboom dikeluarkan peraturan/ kepu-
sebutan Dalem Bintang. R.T. tusan No. 218 tertanggal 10 Agustus 1900,
Wirahadiningrat terkenal sabar, adil, yaitu tentang penghapusan batas keresi-
dipercaya pemerintah kolonial dan mencin- denan, kabupaten, afdeeling, distrik dan
tai keluarganya. onder distrik serta peraturan pembagian
Sebagai ganti atas hak-hak bupati, batas keresidenan dan kabupaten yang
para bupati kembali menerima surat baru.
pengangkatan dari Gubernur Jenderal Pada tahun 1901 Kabupaten
sebagai pegawai pemerintah (Besluit Sukapura mendapat perubahan besar yaitu
Gubernur Jenderal 5 Mei dan 20 Juni afdeeling Mangunreja dan Tasikmalaya
1871). Berdasarkan besluit itu para Bupati dihilangkan serta bawahannya diperintah
Priangan menerima gaji (per tahun) cukup langsung oleh bupati, tapi tidak semuanya.
tinggi dengan tunjangan cukup besar pula. Dari afdeeling Mangunreja yang masuk ke
Contohnya Bupati Sukapura mendapat gaji Sukapura ialah distrik-distrik: Mangunreja,
sebesar f 20.000. Di samping gaji tetap Deudeul, Taraju, Sukaraja, Karang, dan
yang dibayar tiap bulan, bupati juga Parung. Sisanya yaitu Cikajang,
mendapat bagi hasil dari kopi sebesar f 1 Batuwangi, Kandangwesi, dan Nagara
per pikul dengan ketentuan tidak lebih dari dimasukkan ke dalam Kabupaten
f 6.000 untuk Bupati Sukapura Limbangan. Dari afdeeling Tasikmalaya
(Martanegara, 1923: 21 dalam Marlina, yaitu Ciawi, Indihiang dan Singaparna,
1988: 34). sedangkan distrik Malangbong dibagikan
Pendapatan para bupati itu ditambah kepada kedua kabupaten yaitu sebagian ke
lagi dengan hasil sawah-lungguh Kabupaten Limbangan dan sebagian lagi
(kalungguhan) atau sawah carik yang ke Sumedang. Mulai saat itu distrik-distrik
luasnya ratusan bahkan ribuan bau. bawahan Sukapura banyak yang dihilang-
Pendapatan Bupati Priangan cukup kan atau disatukan dengan kabupaten lain.
Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 347

Pada tahun 1910 yang berada di bawah Tasikmalaya dijadikan ibu kota Kabupaten
kekuasaan Kabupaten Sukapura hanya Sukapura, Manonjaya menjadi sebuah
tinggal 14 distrik lagi. distrik (Regeering almanak voor
Bupati yang memerintah dari tahun Nederlandsch-Indie, 1919).
1901-1908 yaitu R. Rangga
Wiratanuwangsa. Setelah menjadi bupati 2. Kabupaten Tasikmalaya di Bawah
namanya diganti menjadi R.T. Kepemimpinan R.A.A.
Prawiraadiningrat, Bupati Sukapura ke-13. Wiratanuningrat
Pada era kepemimpinannya perpindahan Kanjeng R.A.A. Wiratanuningrat
ibu kota dari Manonjaya ke Tasikmalaya lahir pada 19 Februari 1878. R.A.
dilaksanakan. Wiratanuningrat merupakan putra Bupati
Pada tanggal 22 November 1901 Sukapura sebelumnya yaitu Tumenggung
Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Aria Prawira Adiningrat. Ayahandanya
Besluit No. 33 yang isinya menetapkan tersebut adalah anak Raden Adipati
bahwa sejak tanggal 1 Desember 1901, Wiraadegdaha, pensiunan Bupati Sukapura
Kota Tasikmalaya menggantikan yang tinggal di Karangpucung, buyut dari
Manonjaya sebagai ibu kota Kabupaten Kanjeng Dalem Tumenggung Danuningrat
Sukapura (Besluit 22 Nopember 1901 (Bupati ke-9). Dengan demikian,
No.33 Staatsblad van Nederlansch Indie). Wiratanuningrat adalah bupati yang
Ada dua pendapat mengenai penyebab memiliki darah (warisan) dari bupati
perpindahan ibu kota Kabupaten Sukapura sebelumnya yang berasal dari Dalem
dari Manonjaya ke Kota Tasikmalaya. Bogor dengan nama sebelum menjadi
Pertama, alasan ekonomi yaitu terkait bupati adalah R. Rangga Wiratanuwangsa
dengan proses penanaman, penyimpangan, (Marlina 2000: 106). Dengan demikian,
dan pengiriman nila (tarum). Penanaman Wiratanuningrat adalah Bupati di
nila dilaksanakan di daerah Gunung Sukapura, sebagaimana ayahnya, yang
Galunggung dan gudang penyimpanannya bukan dari Dinasti Wiradadaha.
terletak di daerah Pataruman, Kota R.A. Wiratanuningrat menikah
Tasikmalaya. Oleh karena penanaman nila dengan Raden Ayu Rajapamerat, putri
menjadi tanggung jawab bupati, proses Raden Jayadiningrat seorang jaksa di
pengawasan akan mengalami kesulitan Landraad Cianjur. Isterinya tersebut
karena jarak dari Manonjaya ke adalah cucu perempuan dari Raden Adipati
Galunggung cukup jauh. Kedua, alasan Aria Martanegara1. Karena perkawinannya
geografis karena pada kenyataannya Kota ini Bupati Wiratanuningrat memiliki
Tasikmalaya memiliki tanah datar yang hubungan dengan semua bupati di
jauh lebih luas daripada Manonjaya. Priangan, Rangkasbitung, dan patih
Manonjaya terletak di sebuah dataran Sukabumi.
sempit yang berbukit-bukit sehingga sulit Pendidikan formalnya diperoleh dari
untuk dikembangkan. Berbeda dengan sekolah Belanda di Sukabumi selama 2
Kota Tasikmalaya yang memiliki dataran tahun, kemudian dipindahkan ke sekolah
yang sangat luas sehingga dipandang lebih Belanda di Bogor. Setelah 2 tahun lamanya
cocok untuk dijadikan sebagai ibu kota belajar di sekolah tersebut, ketika umur 12
kabupaten (Marlina, 2007: 92-93; Falah, tahun ia masuk ke sekolah ménak
2010: 60). (Hoofden School) di Bandung sampai
Dengan demikian maka alasan tahun 1896. Sekolah ménak adalah sekolah
perpindahan ibu kota bukan hanya karena untuk mendidik calon pegawai pangreh
semata-mata masalah kondisi morfologi
tanah Kabupaten Tasikmalaya tetapi juga 1
R. Ayu Radjapamerat lahir 3 Januari 1893,
karena aspek kestrategisan daerah itu. ibunya bernama R. Ayu Tedjapamerat
Delapan belas tahun kemudian, setelah (Wirahadi Soeria, tt: 15).
348 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358

praja (sekarang: Pegawai Negeri). Calon bahwa „masa tunggu‟ yang paling singkat
murid yang akan masuk ke sekolah ini diperoleh Bupati Galuh R.A.A.
harus memenuhi syarat berikut: telah Kusumasubrata dari jabatan sebagai Mantri
duduk di kelas 7 HIS atau kelas 6 ELS dan Kabupaten (1883) menuju jabatan bupati
harus bisa berbahasa Melayu di samping hanya dalam tempo 3 tahun tanpa
bahasa daerahnya sendiri. Selain itu umur mengalami dulu menjadi wedana atau
tidak boleh lebih dari 15 tahun dan patih. Sedangkan yang paling lama adalah
diutamakan anak kaum ménak (Lubis, R.A.A. Martanegara, selama 32 tahun
1998: 214). untuk menjadi Bupati Bandung (1893).
Menurut surat Keputusan Residen Menurut Lubis (1998: 106), hal ini terjadi
tanggal 5 April 1897, No. 2932/8, R.T. disebabkan faktor keturunan langsung dan
Wiratanuningrat ditugaskan sebagai Joeroe tidak merupakan keturunan langsung dari
Serat Controluer Bandung Utara. Dia bupati yang digantikannya (sehingga lama
bertugas di wilayah tersebut kurang lebih dalam menempuh jenjang karier menuju
3 tahun lamanya. Berdasarkan surat bupati).
Keputusan Residen tertanggal 5 Oktober Bupati R.A.A Wiratanuningrat
1901, No. 123-97/8, R.T. Wiratanuningrat memiliki empat istri, satu garwa padmi
menerima pengangkatan menjadi Asisten dan 3 selir (Marlina, 1988). Istrinya yang
Wedana di Andir, wilayah Ujung Berung pertama (garwa padmi) bernama Raden
Barat. Ayu Rajapamerat. R.A.A. Wiratanuningrat
Setelah kurang lebih 7 tahun dari pernikahannya tersebut memiliki 19
memegang jabatan tersebut di atas, orang putra dan putri. Bupati ini mendapat
berdasarkan surat keputusan pemerintah sebutan Aom Soleh. Sebutan ini
tertanggal 12 Februari 1908, No. 26, ia disebabkan dia taat pada agama, bersikap
menerima pengangkatan sebagai wedana di baik dan berpembawaan tenang, walaupun
wilayah Ciheulang daerah Sukabumi. cenderung pendiam sehingga berkesan
Setelah 7 bulan menjabat di Ciheulang, tertutup (Conduitestaat 1925 Agustus No
dengan keputusan pemerintah yang telah 745/26). Tentang pribadi yang baik dan
dijanjikan dalam pembangunan, mengolah pendiam tersebut juga digambarkan dalam
serta mengatur urusan pemerintahan, maka Conduitestaat Tahun 1913 No. 1715/14.
berdasarkan surat keputusan pemerintah Sikap pendiam tersebut menurut
tertanggal 23 Agustus 1908, No. 2 R.T. conduitestaat berupaya ditutupi dengan
Wiratanuningrat diangkat menjadi Bupati bersikap riang (ramah?), dan bertindak
di Sukapura. Gelar Adipati diperolehnya bijaksana, serta berhati-hati di dalam setiap
pada tanggal 1 Agustus 1920 No.1 mengambil keputusan. Pribadi bupati yang
(Conduitestaat, 1925). Oleh karena itu, seperti itu membuat dia dicintai rakyatnya.
jabatan bupati yang diperolehnya melalui Kemudian dijelaskan bahwa jika
sebuah proses yang cukup panjang (11 berhadapan dengan orang-orang Eropa
tahun) dan berjenjang, yang dimulai dari (Belanda) dia bersikap sangat sopan, tetapi
jabatan juru tulis kontroleur, asisten tegas kepada pihak pribumi yang berada di
wedana (sekarang: camat), dan wedana. bawah kepemimpinannya. Oleh karena itu,
Menilik portofolionya tersebut, bupati bupati R.A.A. Wiratanuningrat bukan
tersebut cukup punya pengalaman dalam hanya dicintai oleh aparat dan rakyatnya,
memegang sebuah wilayah yang cukup juga mendapat kepercayaan dari
bergengsi. Demikian juga bupati-bupati di Pemerintah Kolonial. Namun demikian,
daerah yang lain pada umumnya memiliki riwayat pernikahannya yang memiliki
pengalaman jabatan yang rata-rata dimulai lebih dari satu istri, dikritisi pihak kolonial
dari strata bawah. sebagai sebuah catatan tentang konditenya
Terkait lamanya masa karier menuju dalam berhubungan dengan kaum
bupati, Lubis (1998: 104) menjelaskan perempuan. Tidak mengherankan, sebab
Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 349

mereka mengenal perkawinan dalam


konsep monogami.
Hampir semua bupati di abad ke-19
melakukan poligami, mempunyai istri
utama, raden ayu atau padmi, yang
derajatnya setara dengan sang bupati dan
biasanya putri dari bupati lain. Kemudian
terdapat istri-istri kedua yang disebut selir
atau ampeyan. Anak-anak dari istri-istri
kedua mempunyai status yang lebih rendah
daripada anak-anak dari istri padmi
(Sutherland, 1983: 60).
Sebagai bupati, R.A.A.
Wiratanuningrat memiliki dua gelar yaitu
gelar kebangsawanan2 dan gelar jabatan3 Gambar 1. R.A.A. Wiratanuningrat
yang menurut Kartodirdjo (1987: 27) dengan Istrinya Raden Ayu Rajapamerat
dipakai di depan nama, bahkan nama itu Sumber: Koleksi KITLV. Diakses dari
sendiri sering mengidentifikasikan kebang- http://media-kitlv.nl/all-
sawanan dan jabatannya pada pemerin- media/indeling/detail/form/advanced/start/226
tahan. ?q_searchfield=tasikmalaja, tanggal 16 Juni
Atas jasa-jasanya, Bupati 2017, pukul 19.32 WIB.
Wiratanuningrat mendapat penghargaan
dari pemerintah, berdasarkan surat 3. Kiprah R.A.A. Wiratanuningrat
keputusan pada tanggal 21 Agustus 1920 pada Sepuluh Tahun Terakhir Masa
No. 1 mendapat gelar adipati. Pada 24 Pemerintahannya
Agustus 1922 No. 39 mendapat bintang Di bawah kepemimpinan R.A.A.
Offisier der Orde van Oranje Nassau. Wiratanuningrat, Kabupaten Sukapura
Berdasarkan besluit tertanggal 21 Agustus mengalami kemajuan yang sangat pesat.
1926 No. 13 ia mendapat Gale Songsong. Pembangunan di segala bidang telah
Kemudian, mendapatkan Bintang Mas berhasil dengan baik, sehingga mendapat
Besar, sebagai penghargaan atas jasa- tanggapan yang positif dari pemerintah
jasanya kepada „negeri‟ yang diberikan kolonial. Oleh karena itu, bupati ini
bersamaan dengan perayaan 25 tahun dia mendapatkan banyak penghargaan dari
memerintah (Pandji Poestaka No. 69, 29 pemerintah kolonial, dan dicintai
Agustus 1933). masyarakat Sukapura yang merasakan
langsung kemajuan pada berbagai bidang
selama bupati tersebut memerintah.
2
Gelar kebangsawanan merupakan gelar yang
Melalui kiprahnya tersebut, dike-
diturunkan secara turun-temurun seperti tahui bahwa dalam pengembangan
raden, pangeran. Selain itu, ada gelar yang Tasikmalaya, Bupati Wiratanuningrat lebih
diperoleh karena perkawinan dengan wanita berperan dalam kedudukannya sebagai
dari kalangan bangsawan. Dalam hal ini, kepala daerah, karena pengembangan pusat
gelar yang diperoleh bisa diwariskan secara kabupaten adalah tanggung jawab bupati.
turun-temurun dan akhirnya menjadi gelar Bupati Wiratanuningrat dalam menyam-
kebangsawanan (Lubis, 1998: 153). paikan instruksi pemerintah kolonial
3
Gelar jabatan merupakan gelar yang diperoleh kepada rakyat mampu memanfaatkan
karena jasa atau pengabdian kepada
kebijakan pemerintah tersebut untuk
pemerintah yang biasanya menyertai suatu
promosi jabatan seperti adipati, tumenggung,
kepentingan pemerintah kolonial, tetapi ia
rangga, ngabehi, dan demang (Lubis, 1998: juga memperhatikan kepentingan dan
153). kesejahteraan rakyatnya. Usaha-usaha
Bupati Wiratanuningrat dalam memajukan
350 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358

kesejahteraan rakyat yaitu di bidang: itu, tidak mengherankan jika masyarakat di


agama, pendidikan, pembangunan fisik, sekitarnya menganggap tempat „keramat‟,
transportasi, ekonomi dan pertanian. bahkan dikenal dengan sebutan „onom
Pada masa pemerintahan Bupati Rawa Lakbok” (makhluk halus yang
Wiratanuningrat di Tasikmalaya, bidang menguasai Rawa Lakbok). Bahkan,
pertanian sangat mendapat perhatian. dipercaya sebagian masyarakat bagaimana
Bupati ini melakukan pembangunan pada onom tersebut „menjadi tuah” bagi para
berbagai bidang dalam rangka memajukan bupati yang berkuasa di Galuh (Ciamis).
kehidupan ekonomi dan sosial-budaya. Beberapa besotan dan saluran air
Karena mata pencaharian rakyatnya adalah digali untuk membuang air rawa ke
bertani, maka bidang ini sangat Cilisung, Ciseel, Citanduy terus ke lautan
diperhatikan dengan serius. Misalnya Hindia. Pohon-pohon ditebang dan
dengan jalan memperluas lahan pertanian belukar-belukar dibabat, kegiatan ini
pada tanah atau lahan yang tadinya tidak dipimpin oleh bupati sendiri dibantu oleh
terpakai (ekstensifikasi). Di dalam upaya rakyat yang terus menerus bekerja dengan
pembukaan lahan baru tersebut dia giat. Tak berapa lama rawa yang tadinya
melibatkan rakyatnya, dan berhasil dengan hanya menjadi sarang malaria dan ular,
gemilang. Hal ini menjadikan bupati telah berubah menjadi sumber penghasilan
tersebut dikenal berhasil dalam memajukan bagi beribu-ribu petani. Desa-desa sekitar
pertanian sehingga Kabupaten Rawa Lakbok yang terbilang besar yaitu di
Tasikmalaya bertambah maju. Salah satu antaranya Pataruman, Ciawitali dan
contohnya ialah pembukaan hutan Sindangangin.
Gagayunan menjadi lahan pertanian, dan Sepuluh tahun kemudian, wilayah
ngabukbak (membuka lahan) Rawa rawa yang tadinya merupakan rimba yang
Lakbok pada tahun 1923. lebat dan belum pernah diinjak oleh
Salah satu jasa yang paling terkenal manusia, kini menjelma menjadi lahan
dari R.A.A. Wiratanuningrat adalah pertanian dan tumbuh desa-desa di sekitar
membuka rawa-rawa menjadi areal Rawa Lakbok. Desa-desa tersebut
pesawahan, yang dikenal dengan istilah terbilang besar, di antaranya Pataruman,
ngabukbak Lakbok (Membuka lahan di Ciawitali, dan Sindangangi. Seiring dengan
daerah Lakbok, saat ini menjadi bagian itu, peningkatan dalam bidang pertanian
dari wilayah administratif Kota Banjar). sangat signifikan. Oleh karena itu tidak
Rawa Lakbok terdiri atas dua bagian yaitu mengherankan jika jumlah penduduk di
Lakbok Utara dan Lakbok Selatan, luas Lakbok tahun 1933 menjadi berjumlah ±
Lakbok Utara kurang lebih 5931 ha dan 20.944 orang dan terus bertambah pada
Lakbok Selatan 600 ha. Sampai tahun tahun-tahun berikutnya, sehingga lima
2583 (1923) tanah-tanah datar tersebut di tahun kemudian (1938) bertambah menjadi
atas masih rawa yang dipenuhi oleh 30.078. Mereka mendapatkan sumber
tanaman-tanaman serta belukar dengan penghidupannya dari pertanian dan
udara yang tidak sehat. Tujuan pembukaan perikanan. Dengan demikian, sebagai
lahan ini adalah menjadikan daerah yang bupati, R.A.A. Wiratanuningrat telah
awalnya tidak produktif menjadi produktif berhasil membangun masyarakatnya ke
sehingga menjadi penghasil beras yang arah yang lebih sejahtera sesuai dengan
potensial. potensi sumber daya alam dan sumber
Rawa yang asalnya merupakan daya manusianya. Artinya, dia memiliki
rimba yang lebat dan belum pernah diinjak jiwa kepemimpinan dan kemampuan
oleh manusia, kini setelah dijadikan areal manajerial sebagai kepala daerah,
persawahan oleh Bupati Wiratanuningrat, sekaligus pemimpin tradisional.
yang kemudian melahirkan kampung- Hal ini diperlihatkan oleh kema-
kampung kecil di sekitarnya. Oleh karena hirannya di dalam mengembangkan sebuah
Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 351

lahan yang memiliki luas dengan lebarnya datang ternyata banyak yang berperan
tanah yang sudah dapat dikerjakan sebagai sebagai para tengkulak yang datang untuk
sawah kira-kira 6300 ha sedangkan yang membeli padi lalu dibawa ke tempat
sudah dijadikan tegalan dan huma 4600 ha. penggilingan-penggilingan beras milik
Menurut tinggi rendah letaknya, sawah- orang Tionghoa. Seringkali padi yang
sawah dibagi atas beberapa golongan yaitu dipotong belum begitu masak betul
sawah gogo ranca, sawah biasa, sawah akibatnya harga padi menjadi rendah
ledok, dan sawah embel. Sebagian dari sekali. Kelompok yang diuntungkan dari
Rawa Lakbok dapat ditanami padi cere dan rekayasa potensi Lakbok bukan lagi petani
gadu dua kali setahunnya, tetapi sawah melainkan tengkulak-tengkulak dan para
embel hanya dapat dikerjakan pada saat pemilik heleur atau yang punya
musim hujan saja. Hal ini disebabkan penggilingan beras.
dalam pengerjaannya yang terburu-buru Pada musim kemarau sawah-sawah
karena khawatir keburu datang banjir, di yang tidak terlalu kering ditanami padi
samping bibitnya memang bukan berasal gadu dan palawija, terong, lombok,
dari jenis bibit unggul. kacang, tembakau dan lain-lain. Tanah
Penghasilan dari embel gitak rata- yang agak tinggi dan kering dengan
rata hanya 15 kuintal per hektarnya. Tetapi singkong dan jagung. Singkong tersebut
sebenarnya rakyat bukan hanya dapat dijual ke pabrik-pabrik aci di
memperoleh hasil panen padi saja, sebab Bantardawa dan Cisaar. Artinya,
mereka menanami bagian tertentu dari pemahaman terhadap morfologi tanah
sawah yang ketika musim kering, ada digunakan untuk menentukan pengelolaan
bagian yang masih tergenang air. Sawah- tanah tersebut. Sehingga, akan terjadi
sawah yang ditanami ketika musim hujan, optimalisasi pemanfaat Sumber daya Alam
tanpa ada teknologi irigasi disebut sawah (SDA).
tadah hujan. Sayangnya, pada perkembangan
Permasalahan yang dihadapi Rawa berikutnya, ribuan bau tanaman singkong
Lakbok adalah manakala musim hujan di lereng-lereng gunung sudah tidak
volume air hujan tinggi yang membuat dipelihara lagi, karena penuh dengan
Sungai Ciseel dan Citanduy meluap. alang-alang dan belukar. Sebenarnya jika
Akibatnya terjadi banjir, sementara air tanah-tanah ini tidak dibiarkan tetapi
untuk dikonsumsi susah diperoleh. Akibat dicoba direkayasa dengan sistem-sengked,
banjir tersebut bukan hanya merusak kemudian ditanami tanaman palawija
tanaman, terutama padi, tetapi juga seperti kacang kedelai atau jenis
merendam rumah-rumah penduduk. Lebih tumbuhan lain maka persediaan makanan
jauh lagi, dampak banjir akan berakibat akan banyak. Di sinilah perlunya seorang
pada menurunnya kesehatan masyarakat. pemimpin yang kreatif.
Kondisi sebaliknya pada musim kemarau, Bukan hal yang mudah ketika
tanah ini menjadi kering dan iklimnya mereka dihadapkan pada masalah banjir di
menjadi bersuhu tinggi sehingga udaranya satu sisi, dan kekurangan air di sisi lain-
terasa panas. Hal ini disebabkan oleh yang timbul pada musim yang berbeda –
tingginya yang hanya 10 m dari permukaan benar-benar merupakan kondisi yang
laut. Oleh sebab itu, hampir setengahnya ekstrem. Belum lagi permasalahan yang
dari persawahan yang tidak dapat ditanami ditimbulkan oleh hama semacam hama
padi karena kekurangan air. Oleh karena merah dan hama dari binatang pengerat
itu, pertanian di daerah ini terkadang bisa (tikus).
surplus, atau sebaliknya. Ketika panen Pada bulan Agustus-September
berhasil, ribuan orang datang dari mana- orang beramai-ramai menangkap ikan
mana untuk mencari pekerjaan sebagai gabus, lele, betok dan belut di rawa-rawa
pembawon (pemotong padi). Mereka yang terutama di Panglelean dan Rawa Sumur di
352 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358

wilayah Lakbok Selatan. Ikan-ikan Jika pengairan sudah teratur 4/5 dari
tersebut ada yang dijual hidup-hidup ada sawah-sawah Lakbok di musim kemarau
yang dibikin lauk garang dan dikirim ke akan dapat ditanami dengan padi gadu.
Bandung, Banjar, Tasikmalaya, dan ke Sekarang hanya setengah yang dapat
seluruh Priangan. Oleh semacam Dinas diambil hasilnya di musim kemarau.
Perikanan dianjurkan untuk menanam Diharapkan dengan adanya saluran-saluran
ikan sepat siem. Oleh karena itu, setiap pengairan, rawa-rawa yang masih dalam
tahun menurut catatan-catatan tidak kurang dapat dialiri dengan air Citanduy yang
dari 240.000 kg ikan yang ditangkap dapat mengandung banyak lumpur hingga lama
dijual dengan harga f 35.000 – 40.000. kelamaan akan tertutup dan dapat
Genangan air pada musim kemarau dijadikan sawah. Kesehatan rakyat akan
membuat penduduk Lakbok senantiasa lebih baik lagi karena sarang malaria
diserang oleh penyakit muriang (malaria menjadi berkurang. Penanaman padi dapat
sawah) yang setiap tahun memakan diatur secara bersama-sama, pemberan-
korban. Tempat yang paling baik untuk tasan hama tikus dan hama merah akan
menernakkan nyamuk-nyamuk bukan lebih mudah.
rawa-rawa yang sering kebanjiran tetapi Tidak diketahui sejak kapan masya-
rawa-rawa kecil dan kolam-kolam di rakat Tasik mulai memiliki keterampilan
antara bukit-bukit yang ada di sekitar dalam menghasilkan barang-barang kera-
Lakbok. Air di rawa-rawa terlalu keruh jinan yang penuh dengan kreatifitas. Yang
bagi jentik-jentik Anopheles. Berikut ini jelas, pada masa pemerintahan R.A.
beberapa hal yang memperlambat majunya Wiratanuningrat, rakyat Tasikmalaya
Rawa Lakbok, yaitu: dikenal sebagai penghasil industri
a. Banjir di musim hujan; kerajinan yang memiliki daya tarik yang
b. Kekurangan air di musim kemarau; tinggi. Kerajinan tangan yang dihasilkan
c. Hama tikus dan hama merah; adalah barang anyaman, kain batik, tikar,
d. Terputusnya perhubungan antara topi, tempat bunga, kursi, dan barang-
desa-desa, oleh karena terendamnya barang lain dari bambu, kayu dan
jalan-jalan; tempurung. Anyaman yang jadi bahan
e. Penyakit malaria. bakunya bisa dari bahan agro yang terdiri
Sawah-sawah di Lakbok dan di atas pandan yang banyak ditanam petani
sekitar Banjar dan Rancakole semuanya lokal, bambu, dan rotan.
sawah tadah hujan. Oleh karena itu Pada awal abad ke-20, industri batik
sebagian besar pada musim kemarau tidak di Tasikmalaya tersebar di beberapa sentra
dapat dikerjakan karena kekurangan air. antara lain Burujul, Buniagara, Cipedes,
Buat mengairi Lakbok dirancang Gudang Jero, Gudang Pasantren, Bojong
mengambil air dari Citanduy. Kira-kira 20 Kaum, Panglayungan, dan Sayuran.
km dari arah hilir daerah Banjar dekat Berdasarkan data dari sumber sekunder,
Desa Leuwikeris akan dibuat bendungan kegatan membatik di Tasikmalaya dimulai
yang besar, yang akan mengalirkan airnya sekitar akhir abad XVII dan awal abad
kurang lebih pada lahan 11.531 ha sawah. XVIII (Falah, 2010: 162). Perkembangan
Sawah-sawah tadah hujan dekat Banjar seni membatik kemudian menjadi sebuah
dan Rancakole akan mendapat air dari industri rumah tangga bahkan menjadi
Citanduy juga dengan saluran lain yang salah satu komoditas penting dalam
tidak memakai bendungan. perdagangan di Tasikmalaya.
Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 353

berkumpul di rumah Raden Kartadibrata.


Pertemuan para pengusaha batik itu
berhasil membentuk sebuah koperasi yang
kemudian diberi nama Pangroyong.
Meskipun mendapat dukungan dari Bupati
R.A.A. Wiratanuningrat, keberadaan
Koperasi Pangroyong tidak dapat
mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh
industri batik Tasikmalaya.
Di sisi lain, Pemerintah Hindia
Belanda merasa terancam oleh ekspansi
ekonomi Jepang yang produksi industrinya
Gambar 2. Pengrajin Batik (1925) mulai dapat diterima oleh penduduk
Sumber: Koleksi Tropenmuseum.nl. Diakses pribumi. Departement van Economische
dari Zaken memandang bahwa ekspansi
http://collectie.wereldculturen.nl/default.aspx?l ekonomi Jepang itu dapat diatasi apabila
ang=en, tanggal 16 Juni 2017, pukul 08.10 pemerintah dapat bekerja sama dengan
WIB. para pengusaha. Tahun 1934, pengusaha
batik Tasikmalaya menuntut kepada
Foto di atas memperlihatkan perajin Pemerintah Hindia Belanda agar mereka
batik di Kabupaten Tasikmalaya, yang dapat membeli kain mori langsung dari
sudah menggunakan teknik membatik importir. Tetapi tuntutan tersebut ditolak
berupa alat dalam bentuk cap, karena itu, oleh Departement van Economische
memungkinkan dikerjakan oleh kaum laki- Zaken.
laki. Perajin batik tulis biasanya kaum Sejalan dengan itu, pada akhir tahun
perempuan. Penggunaan alat berupa cap 1930-an, jenis usaha koperasi sedang
tersebut akan mengakibatkan kapasitas gencar disosialisasikan oleh Pemerintah
produksi yang dihasilkan akan jauh lebih Hindia Belanda. Untuk keperluan itu,
banyak dibanding dengan batik yang tahun 1938 Pemerintah Hindia Belanda
dibuat dengan cara ditulis. Dimungkinkan, menempatkan R.S.A. Kosasih di
pada tahun-tahun tersebut, kabupaten ini Tasikmalaya dengan tugas membina sektor
memiliki pasar yang luas, sehingga akan koperasi di daerah tersebut. Kehadirannya
membuka lapangan kerja dan pendapatan dimanfaatkan oleh para pengusaha batik
masyarakatnya meningkat. melalui Koperasi Mitra Batik untuk melobi
Tahun 1930 pengusaha batik di para pejabat di Departement van
Tasikmalaya terkena imbas Krisis Economische Zaken di Jakarta agar
Ekonomi Dunia (Malaise) karena daya memberikan izin kepada mereka untuk
masyarakat menjadi lemah. Selain itu juga dapat membeli kain mori dan bahan-bahan
para pengusaha batik kesulitan mendapat- pembatikan lainnya langsung dari importir.
kan kain mori (cambrics) sebagai bahan Berkat upaya dari Koperasi Mitra Batik
baku pembuatan batik, hal ini terjadi serta atas bantuan R.S.A. Kosasih,
karena para pedagang Cina tidak mau Pemerintah Hindia Belanda pada akhirnya
menjual kain mori secara tunai tetapi mengeluarkan kebijakan yang mengizin-
dengan cara kredit yang bunganya sangat kan pada Koperasi Mitra Batik membeli
tinggi. Oleh karena itu, para pengusaha kain mori langsung dari importir.
batik yang memiliki modal kecil banyak Keberhasilan ini membuat pedagang Cina
yang gulung tikar. di Kota Tasikmalaya mengalami kemun-
Untuk mengatasi permasalahan duran karena tidak mampu menghadapi
tersebut dan menyelamatkan industri batik konsolidasi para pengusaha batik yang
Tasikmalaya, beberapa pengusaha semakin kuat pasca didirikannya Koperasi
354 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358

Mitra Batik. Para pedagang Cina tidak 6. Jembatan bambu beralas besi di
mampu mengonsolidasikan di antara Mangunjaya (sangat disayangkan
mereka sehingga mereka berjalan sendiri- jembatan ini tidak sampai selesai
sendiri (Falah, 2010: 168-169). karena diterjang banjir kali Ciseel)
Meski demikian, sejak pertengahan (Wirahadisoeria. tt. Sejarah Sukapura.
abad ke-19, barang kerajinan dari Kota Tidak diterbitkan dan (Hoofcomite
Tasikmalaya sudah mendapatkan reputasi Pangeling-ngeling 300 Taun Ngadegna
yang luas, terutama di kalangan orang- Kabupaten Sukapura, 1932: 41).
orang Eropa, sehingga tidak heran Sampai dengan berakhirnya masa
sebagian dari barang tersebut diekspor ke penjajahan Belanda, ulama di Indonesia
Eropa. Di antara barang kerajinan yang terbagi atas dua kelompok yaitu ulama
paling diminati adalah anyaman pandan dependen dan ulama independen. Para
dan bambu. Berikut ini salah satu aktivitas ulama yang independen merupakan ben-
penduduk Kabupaten Tasikmalaya yang teng rakyat yang menolak kolonialisme.
memproduksi topi Panama. Penamaan Mereka terang-terangan menolak untuk
atau brand Panama boleh jadi mengambil kerja sama dengan pemerintah kolonial,
model topi tersebut dari topi-topi produksi bahkan secara terang-terangan pula
Panama (Amerika Latin) yang saat itu mengadakan gerakan perlawanan. Itulah
sedang trend. Oleh karena itu, sebabnya pemerintah kolonial mencap
kemungkinan topi tersebut dibuat atas ulama sebagai “si pembuat rusuh” (trouble
dasar pesanan orang-orang Belanda makers).
(Eropa) sehingga produksi kerajinan yang Sejak terjadinya peristiwa Cilegon,
awalnya hanya sebagai barang seni pendidikan agama Islam dan gerak langkah
menjadi memiliki fungsi, mengingat tradisi para ulama diawasi oleh pemerintah
Eropa yang menjadikan topi sebagai kolonial, bahkan di Pulau Jawa terjadi
barang fashion, sekaligus melindungi “pemburuan terhadap guru agama”. Gerak
mereka dari cuaca panas. langkah guru dan pengajar agama Islam
Untuk memperlancar kehidupan dibatasi oleh peraturan yang disebut
ekonomi masyarakat, Bupati Ordonansi Guru yang dikeluarkan pada
Wiratanuningrat membangun jalan-jalan tahun 1905. Dalam ordonansi itu antara
dan jembatan-jembatan sehingga memper- lain disebutkan bahwa guru-guru agama
lancar arus transportasi. Selain mem- Islam harus mendapat surat izin dari
bangun fasilitas publik seperti jalan dan pemerintah (bupati) sebelum mereka
jembatan. Sebagaimana diungkap melakukan tugasnya. Bila mereka
Wirahadi Soeria bahwa untuk keperluan melanggar ketentuan tersebut akan
rakyat agar memudahkan dan melancarkan dikenakan hukuman kurungan maksimal
hubungan mata pencahariannya, Bupati delapan hari atau denda f 25. Pada waktu
R.A.A. Wiratanuningrat membangun itu para bupati ditugaskan oleh pemerintah
beberapa jembatan, yaitu: kolonial untuk mengawasi kegiatan-
1. Jembatan Gantung Kawat jalan ke kegiatan terutama kegiatan para kiai. Agar
Ciwarak para bupati dapat melaksanakan kewajiban
2. Jembatan Gantung Kawat jalan ke tersebut dengan baik, pengaruh para bupati
Linggasari dalam bidang keagamaan tidak diganggu
3. Jembatan Gantung Kawat jalan ke bahkan sebagian dari penghasilan mereka
Talegong pun berasal dari bidang keagamaan,
4. Jembatan Gantung Kawat jalan ke misalnya dari zakat fitrah (Alisyahbana,
Leuwi Budah – Tanjung 1981: 8). Untuk mengadakan pendekatan
5. Jembatan Gantung Kawat jalan ke dengan para alim ulama maka Bupati
Cigugur Wiratanuningrat mendirikan perkumpulan
para alim ulama yang disebut Idharu Baitil
Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 355

Mulukki Wal Umaro yang artinya Tuhu ka Tasikmalaya. Sekolah tersebut ditujukan
Ratu, tumut ka pamarentah nagara. untuk menghasilkan lulusan yang terampil
Mendirikan rumah fakir miskin dalam bidang skill tertentu. Salah satu
Islam yang biayanya sebagian dari hasil contohnya adalah Sekolah Pertukangan.
zakat fitrah untuk fakir miskin. Biasanya Berikut ini adalah Gedung Sekolah Teknik
hasil itu diberikan langsung setiap tahun pada tahun 1930-an.
kepada yang berhak menerima, tetapi Paguyuban Pasundan mengadakan
karena kurang memberi manfaat untuk kongres pada tahun 1925 untuk mendirikan
seterusnya, maka Bupati Wiratanuningrat sekolah lanjutan yakni MULO (Meer
berpendapat lebih baik mendirikan rumah Uitgebreid Lager Ounderwijs). Peserta
penampungan bagi fakir miskin kongres memberikan wewenang penuh
(Hoofcomite Pangeling-ngeling 300 Taun kepada Bale Pawulangan Pasundan.
Ngadegna Kabupaten Sukapura, 1932: 44). Sebagai tindak lanjut setelah kongres, Bale
Pendidikan yang dijalankan oleh Pawulangan Pasundan mengajukan izin
pemerintah kolonial pada dasarnya operasional kepada pemerintah kolonial
bertujuan untuk menjadikan warganegara dan tiga tahun kemudian pemerintah
yang mengabdi pada kepentingan penjajah. kolonial mengabulkan permohonan
Dengan kata lain, pendidikan dimaksudkan tersebut. Sejak tahun 1928 di Tasikmalaya
untuk mencetak tenaga-tenaga yang dapat berdiri sekolah lanjutan yang bernama
digunakan sebagai alat untuk memperkuat MULO Pasundan.
kedudukan penjajah, mengabdi kepada Jika saat ini Tasikmalaya dikenal
kepentingan pemerintah kolonial. Politik sebagai Kota Santri, secara historis
Etis telah mengubah pandangan dalam didukung oleh berdirinya pesantren-
politik kolonial sehingga pemerintah pesantren di kabupaten ini dari mulai
Belanda beranggapan bahwa Indonesia tempat belajar yang paling sederhana (di
tidak lagi sebagai wingewest (daerah yang Goa) sampai pada pesantren yang sudah
menguntungkan) tetapi menjadi daerah dalam bentuk pondok (kobong). Pesantren
yang perlu dikembangkan sehingga dapat tua yang terdapat di Kabupaten
memenuhi keperluannya, dan budaya Tasikmalaya adalah Pesantren Syekh
rakyatnya ditingkatkan. Abdul Muhyi, melalui pesantrennya di
Pamijahan yang berbasis di goa-goa.
Kemudian Pesantren Suryalaya,
Cintawana, Sukamanah, dan Cipasung.
Pesantren Suryalaya didirikan pada 5
September 1905 oleh K.H. Abdullah
Mubarak atau Abah Sepuh yang diawali
dengan pendirian sebuah masjid yang
dijadikan tempat mengaji dan mengajarkan
Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah yang
kemudian diberi nama Patapan Suryalaya
Kajembaran Rahmaniyah sebagai cikal
bakalnya (Lubis et al., 2011: 50).
Gambar 3. Sekolah Teknik di Tasikmalaya Pesantren ini pada perkembangan
(Ambachtsschool) Tahun 1933
berikutnya menjadi pesantren yang
Sumber: Koleksi Tropenmuseum.nl. Diakses
dari mengatasi ketergantungan obat, hingga
http://collectie.wereldculturen.nl/default.aspx?l memiliki cabang sampai ke Brunei dan
ang=en, Tanggal 19 Juni 2017. Pukul 06.30 Malaysia.
WIB. Pesantren tua yang ada di
Sekolah teknik atau vokasional Tasikmalaya adalah Pesantren Condong
sudah mulai muncul di Kabupaten (Riyadlul Ulum Wadda’wah) yang terletak
356 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358

di Kampung Condong, Desa Condong, Mencermati uraian di atas, diketahui


Kecamatan Cibeureum. Pesantren ini bahwa perkembangan pesantren di
didirikan sekitar awal abad ke-19 oleh Tasikmalaya ditentukan oleh beberapa
Kyai Nawawi yang berasal dari Rajapolah. faktor. Faktor pertama berkaitan dengan
Tanah yang dipergunakan untuk jumlah penduduk di Kabupaten
mendirikan pesantren itu, merupakan Tasikmalaya sebagai pemeluk agama
wakaf dari Pangeran Kornel, Bupati Islam. Bagi umat Islam, mencari ilmu
Sumedang. Dari pesantrennya itu, Kiai merupakan sebuah kewajiban, dan di kota
Nawawi menyebarkan ajaran Islam ini lahir banyak kiai yang dianggap
sehingga keberadaan pesantren di mumpuni dalam menyebarkan agama
Kampung Condong menjadi dikenal oleh Islam. Faktor kedua adanya anggapan
masyarakat Kota Tasikmalaya dan bahwa sekolah formal yang dikenalkan
sekitarnya. Ketika didirikan, pesantren oleh Pemerintah Hindia Belanda adalah
tersebut belum diberi nama Riyadlul Ulum „haram‟ karena dikembangkan oleh orang
Wadda’wah. Oleh masyarakat sekitarnya, „kafir‟. Hal ini menjadi semacam fatwa
pesantren ini dinamai Pesantren Condong, yang kemudian ditaati oleh masyarakat
sesuai dengan nama kampung tempat kabupaten ini. Sehingga, untuk mencari
pesantren itu berdiri (Falah, 2010: 195- ilmu mereka lebih memilih pesantren
196). dibanding sekolah formal. Faktor yang
Pada pertengahan tahun 1926, terakhir adalah adanya tuntutan dari para
Bupati R.A.A. Wiratanuningrat mengum- santri yang baru menyelesaikan pendi-
pulkan para ulama yang ada di dikannya di pesantren di luar Kabupaten
Tasikmalaya. Dalam pertemuan tersebut Tasikmalaya untuk mendirikan pesantren
Dalem Tasikmalaya itu mengutarakan di daerahnya sendiri (Lubis, 2011:
niatnya membentuk sebuah perkumpulan 194/195).
yang akan menjadi wadah bagi para guru
agama. Segala persiapan yang diperlukan D. PENUTUP
untuk merealisasikan rencananya itu, Sebagai bupati yang bukan
diserahkan kepada ulama pakauman antara keturunan langsung dari “Dinasti
lain K.H. M. Soedja‟i (Kudang, Bojong), Wiradadaha” yang memerintah di Kabu-
K.H. M. Djakarsyi (Jajaway), K.H. M. paten Sukapura dari abad ke-17 sampai
Fahroerodji (Sukalaya), dan K.H. M. dengan akhir abad ke-19, R.A.A.
Fachroedin (Cikalang). Hasil kerja Wiratanuningrat, yang berasal „trah‟
keempat ulama pakauman itu berupa Dalem Bogor telah membangun
rancangan pembentukan sebuah perkum- Kabupaten Tasikmalaya dalam berbagai
pulan yang akan mempersatukan seluruh bidang, yang memperlihatkan kemajuan
guru agama di Tasikmalaya. Rancangan itu dalam aspek-aspek fisik dan nonfisik
diterima dan diresmikan oleh Bupati (1908-1937).
Wiratanuningrat tanggal 15 Juni 1926 Melalui tangan „dinginnya‟ tersebut
dengan nama Perkumpulan Guru Ngaji Kabupaten Sukapura yang kemudian
(PGN). Peresmian perkumpulan itu berganti nama menjadi Kabupaten
dilaksanakan di Masjid Agung Tasikmalaya (1913), maju pesat dalam
Tasikmalaya yang dihadiri oleh seluruh berbagai bidang. Banyak hal yang luar
wedana camat yang ada di Kabupaten biasa dilakukan bupati ini. Di antaranya
Tasikmalaya (Falah, 2010: 229-230). mengubah lahan yang tidak potensial
Dengan demikian, sebenarnya semacam Rawa Lakbok, menjadi wilayah
sebelum pendidikan model Barat yang produktif, memajukan perekonomian,
diterapkan, masyarakat Kabupaten yang ditandai dengan berdirinya perke-
Sukapura-Tasikmalaya telah memiliki bunan teh (Taraju), pada 1909 estafet
sistem pendidikan sendiri, yakni pesantren. pengelolaan kebun kopi, industri kerajinan,
Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 357

berdirinya lembaga keuangan semacam DAFTAR SUMBER


koperasi dan bank perkreditan, mem- 1. Arsip dan Dokumen Tercetak
bangun lembaga pendidikan baik formal Conduite Staat van de Inlandsche Ambtenaren
maupun yang berafiliasi keagamaan seperti over het jaar en 1913, 1925. No.
masjid-masjid dan pesantren, di samping Jakarta: Arsip Nasional RI.
membangun berbagai infrastruktur. Rengeerings-Almanak voor Nederlansch-Indie.
Dengan dibangunnya infrastruktur, maka 1908, 1909 & 1919. Tweede Gedeelte.
aktivitas perekonomian masyarakat pun Batavia: Landsdrukkerij.
makin meningkat.
Untuk memeroleh historiografi 2. Buku
yang bisa dipertanggungjawabkan secara Falah, Miftahul. 2010.
akademis, tentang sejarah Kabupaten Sejarah Kota Tasikmalaya. Bandung:
Sukapura/Tasikmalaya yang lengkap tam- Uga Tatar Sunda; Yayasan Masyarakat
paknya memerlukan penelitian lebih lanjut, Sejarawan Indonesia Cabang Jawa
mengingat masih banyak periode yang Barat.
belum bisa diungkapkan. Oleh karena itu Hardjasaputra, A. Sobana. 1985.
disarankan melakukan penelitian terhadap Bupati-Bupati Priangan; Kedudukan
periode-periode kepemimpinan para bupati dan Peranannya Pada Abad ke-19.
keturunan Wiriadadaha dari I-XII. Penca- Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
rian sumber yang lebih meluas dan Herlina, Nina. 2014.
mendalam dalam meneliti Sejarah Metode Sejarah (edisi revisi). Bandung:
Kabupaten Sukapura/Tasikmalaya diperlu- YMSI.
kan lebih serius lagi agar hasil yang
Hoofcomite Pangeling-ngeling 300 Tahun
diperoleh akan menghasilkan general Ngadegna Kabupaten Sukapura. 1932.
history. Pangeling-ngeling 300 Tahun
Ngadegna Kabupaten Sukapura.
UCAPAN TERIMA KASIH Tasikmalaya.
Penulis mengucapkan terima kasih
Kartodirdjo, Sartono, Sudewo A.,
kepada Prof. Dr. Nina Herlina Lubis, MS Hatmosuprobo, Suhardjo. 1987.
dan Dr. Widyo Nugrahanto, M.Si. yang Perkembangan Peradaban Priyayi.
telah memberikan arahan dan bimbingan Yogyakarta: UGM.
dalam penelitian ini. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada staf Perpustakaan Lubis, Nina H. 1998.
Kehidupan Kaum Menak Priangan
Nasional Republik Indonesia (PNRI),
1800-1942. Bandung: Pusat Informasi
Arsip Nasional Republik Indonesia Kebudayaan Sunda. Yayasan Obor
(ANRI), Perpustakaan FIB UNPAD, dan Indonesia.
semua pihak yang telah membantu dalam
pengumpulan sumber. Marlina, Itje., dalam Lubis dkk. 2000.
Sejarah Kota-Kota Lama di Jawa Barat.
Bandung: Alqaprint.
Sutherland, Heather. 1983.
Terbentuknya Sebuah Elite Birokrasi.
Terj. Jakarta: Sinar Harapan.
Wirahadisoeria. tt. Sejarah Sukapura. Tidak
diterbitkan.

3. Tesis dan Disertasi


Alisjahbana, Samiati. 1954.
A Preliminary Study of Class Structure
among the Sundanese in the Priangan.
358 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358

Tesis unpublished. New York: Cornell


University.
Hardjasaputra, A.Sobana. 2002.
Perubahan Sosial di Bandung 1810-
1906. Disertasi. Depok: Universitas
Indonesia.
Yulifar, Leli. 2014.
Kabupaten Galuh-Ciamis 1809-1942
(Pemerintahan, Sosial Ekonomi dan
Politik). Disertasi. Bandung:
Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

4. Majalah dan Surat Kabar


Pandji Poestaka No. 69, Agustus 1933 Tahoen
XI

5. Internet
www.tropenmuseum.nl, Diakses 16-20 Juni
2017
Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 359

PERAN PEREMPUAN
PADA UPACARA TRADISIONAL RAHENGAN
DI DESA CITATAH, KABUPATEN BANDUNG BARAT
THE ROLE OF WOMEN IN TRADITIONAL CEREMONY OF RAHENGAN
IN CITATAH VILLAGE, WEST BANDUNG REGENCY

Ani Rostiyati
Balai Pelestarian dan Nilai Budaya Jawa Barat
Jl. Cinambo No. 136 Ujungberung – Bandung
e-mail: anirostiyati@yahoo.com

Naskah Diterima: 30 Agustus 2017 Naskah Direvisi: 18 Oktober 2017 Naskah Disetujui: 22 November 2017

Abstrak
Tujuan kajian ini melihat peran perempuan dalam upacara rahengan di Desa Citatah,
bagaimana performativitas perempuan membentuk konstruksi identitas perempuan di masyarakat.
Performativitas dipahami sebagai identitas yang dibentuk melalui wacana tindakan yang
dilakukan secara berulang dan memberi efek diterima secara sosial sebagai penanda identitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peran perempuan yang menonjol dilihat dari
struktur ritual yakni perempuan lebih banyak memegang peranan dari sejak persiapan ritual
hingga pasca ritual. Dewi Sri sebagai simbol kehidupan dianggap menjadi penanda utama gender
acts yang membentuk identitasnya dalam wilayah gagasan keperempuanan yang serba simbolis.
Penampilan dalam ritual juga memegang peranan signifikan seperti tampak pada rias wajah,
perilaku, dan pakaian. Performativitas dalam penampilannya itu lebih disebabkan aturan adat
yang hegemonik dan memaksa dirinya agar mendapatkan pengakuan di masyarakat. Kajian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dan fokus penelitannya tentang etnografis feminis, studi
mengenai perempuan dalam praktik budaya. Penggalian data melalui wawancara mendalam dan
studi pustaka. Kajian ini menggunakan analisis Butler tentang performativitas dan identitas dari
Hall.
Kata kunci: peran perempuan, upacara tradisional rahengan.

Abstrak
The purpose of this study is to look at the role of women in the Rahengan ceremony in
Citatah Village, how the performativity of women formed the construction of women's identity in
the community. Performativity is understood as an identity that is formed through the discourse of
repeated actions and gives socially acceptable effects as identity markers. The results showed that
there is a prominent female role seen from the ritual structure, that women play more roles than
ever since the preparation of rituals till post-ritual. Dewi Sri as a symbol of life is considered to be
a major marker of the gender acts that form her identity within the area of the all-symbolic
womanhood. The appearance in the ritual also plays a significant role as seen on makeup,
behavior, and clothing. Performativity in his appearance was due to hegemonic custom rules and
forced himself to gain recognition in society. This study uses a qualitative approach and its focus
on feminist ethnographies, the study of women in cultural practice. Digging data through in-depth
interviews and literature study. This study uses Butler's analysis of Hall's performance and
identity.
Keywords: women role, traditional ceremony of rahengan.
360 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374

A. PENDAHULUAN Peran perempuan yang lebih dominan


Perempuan menjadi fokus perhatian dalam ritual ini menjadi simbol masyarakat
karena merupakan pihak yang potensial dan penghargaan yang tinggi bagi perem-
terhadap kompleksitas dinamika budaya puan. Ritual Dewi Sri sebagai wujud rasa
etnik lokal. Bahkan sejak adanya kebijakan syukur berkat limpahan kesuburan dan
otonomi daerah atau desentralisasi yang panen yang melimpah seperti milik kaum
mendorong penguatan nilai budaya lokal, perempuan adat. Kepercayaan terhadap
perempuan memiliki peran yang cukup Dewi Sri sebagai simbol kekuatan yang
tinggi. Namun, tema kearifan lokal dan melimpahkan kesuburan membentuk
perempuan ternyata kemudian seperti pisau konstruksi identitasnya dalam suasana
bermata dua, kearifan lokal bila ia ritual suci. Terjadi relasi gender dan agama
mendominasi perempuan, maka ia menjadi yang kuat dalam ritual ini dan perempuan
kebudayaan menindas perempuan. menjadi bagian penting di dalamnya
Sebaliknya bila kebudayaan bukan sebagai (Jajang, 2014: 4).
alat dominasi maka kearifan lokal justru Penelitian ini berusaha mengkaji salah
membebaskan perempuan (Jajang, satu bentuk kearifan lokal dalam identitas
2014:3). Pengaturan busana bagi perem- dan performativitas perempuan pada
puan Aceh misalnya, sebagian contoh dari upacara rahengan yakni ritual Dewi Sri
kearifan lokal yang sering dicurigai atau bahasa setempat disebut Nyi Pohaci
menjadi budaya yang berpotensi di Desa Citatah Cipatat. Fokus utama
mengopresi perempuan. Tetapi tidak dalam penelitian ini bagaimana peran
sedikit kearifan budaya lokal yang justru perempuan dalam upacara rahengan.
membebaskan perempuan dan mendorong Bagaimana performativitas perempuan
apa yang disebut Bowen (2003:4) sebagai dalam upacara penghormatan Dewi Sri
cara pandang dengan melihat ke dalam tersebut dan bagaimana upacara rahengan
(inward) terhadap nilai otentik membentuk konstruksi identitas perem-
keindonesiaan (adat) yang mendorong puan di masyarakat.
kesetaraan sosial. Konsep Ambu, Nyi Penelitian ini menggunakan teori
Pohaci, dan pikukuh (aturan) merupakan performativitas dari Judith Butler (1990)
keseimbangan yang mampu menetralisasi dan identitas dari Hall (1990) sebagai
kekuasaan laki-laki dalam tradisi masya- pijakan teoritis. Secara umum, kajian ini
rakat patriakat. tidak mencoba mengukur secara kuantitatif
Kearifan lokal lainnya yang cen- peran yang ditampilkan laki-laki dan
derung membebaskan perempuan adalah perempuan dalam upacara rahengan, tapi
dalam pelaksanaan upacara pertanian kajian ini melihat pelaksanaan upacara
rahengan yakni upacara penghormatan rahengan sebagai praktik budaya dimana
pada Dewi Sri yang dilangsungkan jelang proses diskursif dari kontruksi identitas
musim panen pada masyarakat Citatah gender terjadi. Kajian didasarkan pada
Cipatat. Sebagaimana umumnya masya- asumsi bahwa ada interrelasi antara
rakat Sunda pedesaan masih memelihara pelaksanaan upacara rahengan dengan
keyakinan karuhun (leluhur) yang sudah wacana sosial hegemonik dan relasi kuasa
ada sejak masa pra-Islam. Perempuan dan asimetris dalam konteks gender yang
laki-laki terlibat bersama-sama sepanjang berlaku di masyarakat. Dengan cara ini,
ritual dari mulai persiapan upacara, saat akan teridentifikasi bagaimana wacana
pelaksanaan hingga berakhirnya acara sosial tentang gender yang berperan dalam
ritual. Bahkan peran perempuan terasa mendefinisikan peran dan posisi sosial
menonjol dalam ritual prosesi tari individu.
tarawangsa dengan beberapa sinden dan Judith Buttler sebagaimana yang
penari perempuan, memasak untuk ditulis oleh Abdullah (2006: 49)
hidangan tamu, dan membuat sesajen. berpendapat bahwa identitas itu dibentuk
Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 361

secara performatif melalui wacana, tidak (Prabasmoro, 2007). Perempuan dan the
muncul by nature di masyarakat atau ada others mengidentifikan diri atau mendefi-
sejak lahir, melainkan dibentuk secara nisikan dirinya, bagaimana berhubungan
performativitas. Jadi identitas gender itu dan motif apa yang mungkin muncul.
adalah efek yang diproduksi oleh individu Maka ketika interaksi itu terjadi, identitas
karena menampilkan secara berulang pun terbentuk. Karenanya, identitas
tindakan atau praktik yang secara sosial sebetulnya hasil konstruksi dalam
diterima sebagai penanda identitas laki-laki berhubungan dengan sang liyan. Dengan
atau perempuan.Tindakan atau praktik perspektif ini maka dalam identitas
sosial atau budaya itu oleh Buttler sebetulnya terkandung proses perjumpaan
diistilahkan sebagai gender acts. dan negosiasi. Di situ ada pilihan-pilihan
Performativitas gender menyiratkan bahwa tanpa henti. Tidak mungkin lagi
individu membentuk identitas gendernya, merumuskan semacam esensi tetap (fixed)
seperti layaknya memilih baju. Untuk suatu identitas yang mutlak, sebab identitas
menjadi seorang perempuan misalnya, lebih sebagai hasil proses kontestasi-
individu akan memilih baju yang secara sementara terhadap yang lain, bukan suatu
sosial dianggap menampilkan femininitas. fiksasi. Identitas karenanya lebih sebagai
Jadi pilihan baju, cara berjalan, bermake proses representasi diri yang cair (fluid)
up, bertingkah laku feminim itu bukan berhadapan dengan dan dalam resistensi
produk identitas feminim. Identitas terhadap representasi pihak yang kuat atau
feminim diperoleh karena individu diri komunitas tersebut. Sehingga dapat
menampilkan sikap dan perilaku berulang. dikatakan bahwa terdapat pelekatan
Buttler mengatakan bahwa gender acts sementara pada sebentuk wacana yang
tersebut tidak diinternalisasi oleh tubuh, menceritakan identitas tersebut.
tetapi dilekatkan atau ditorehkan pada Untuk dapat memahami identitas
tubuh. melihat juga teori yang ditawarkan oleh
Konsep tentang identitas yang Anthony Giddens (1991). Menurutnya
ditulis oleh Hall (1990) berkaitan dengan identitas adalah cara berpikir tentang diri
konsepsi yang dimiliki individu (temasuk kita berubah dari satu situasi ke situasi lain
perempuan) tentang dirinya sendiri dan menurut ruang dan waktunya. Identitas
citra individu di mata orang lain. Identitas sebagai proyek karena merupakan sesuatu
memungkinkan individu untuk melihat yang kita ciptakan dan selalu dalam proses.
persamaan atau kemiripan dan perbedaan Identitas membentuk apa yang kita pikir
antara dirinya dan orang lain. Hall tentang diri kita saat ini dari sudut masa
menegaskan bahwa identitas bukan sesuatu lalu dan masa kini. Menurut Giddens,
yang given, tetapi sebuah produksi yang identitas diri tidak diwariskan atau statis,
tidak pernah final, selalu dalam proses dan melainkan menjadi suatu proyek refleksi
selalu dikonstruksi dan direkonstruksi bahwa kita terus berupaya merefleksikan
dalam sistem penandaan atau representasi. identitas dalam aplikasi kehidupan sehari-
Identitas merupakan sebuah konstruk hari. Pada prinsipnya konsep identitas diri
sosial yang tidak pernah stabil secara tersebut berfokus pada pengembangan
kultural dan selalu menjadi subjek narasi tentang siapa kita dan bagaimana
perubahan. Seberapa jauh konstruksi kita menampilkan diri serta
identitas berkaitan dengan proses tertentu mengaplikasikan konsep diri pada
dan pengalaman sejarah yang berbeda- kehidupan sehari-hari dan menghubungkan
beda. Identitas adalah persoalan lama yang diri dengan orang lain, berdasarkan norma
menemukan vitalitasnya pada masa kini. dan nilai sosial budaya yang telah
Disadari atau tidak siapa pun (perempuan) terbentuk oleh masyarakat. Selain itu, pada
setiap saat membangun identitasnya dalam dasarnya manusia juga memiliki segala
hubungannya dengan sang liyan (others) kemampuan untuk membebaskan diri dan
362 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374

menentukan bagaimana sesungguhnya antropologi feminis bukan antropologi


eksistensi diri sebagai diri yang perempuan. Etnografi feminis yakni studi
mendapatkan ”pencerahan”. Termasuk mengenai perempuan dalam praktik
pencerahan yang didapat dari hubungan budaya, diharapkan bisa mendekonstruksi
timbal balik dengan orang lain, baik asumsi-asumsi patriarkis dan mengetahui
perseorangan maupun kelompok yang secara pasti perempuan mana yang terlibat,
dipandang oleh diri memiliki persamaan dalam bentuk kegiatan apa, di bawah
atau perbedaan. Seperti yang disebut oleh kondisi apa, dan menegaskan identitas apa
Bakker (2004:179), bahwa tidak ada esensi lewat proses apa. Teknik pengumpulan
dari sebuah identitas yang harus dicari, data dalam penelitian ini dengan
melainkan identitas secara terus menerus wawancara mendalam pada sejumlah
diproduksi dalam sebuah kesamaan dan informan dan dilakukan pengamatan
perbedaan. Di sinilah sifat identitas terlibat (participatory observation) serta
akhirnya tidak selalu stabil, karena secara studi pustaka.
temporer distabilkan oleh praktik sosial
dan perilaku yang teratur. Identitas diri Tinjauan Pustaka
seseorang dalam komunitas meskipun Tinjauan pustaka digunakan penulis
tidak mengikat dan bersifat bebas, selalu dalam rangka mencari perbandingan
mengalami proses dinamis dan saling sebagai dasar penelitian. Sejauh mana hasil
memengaruhi sehingga membentuk penelitian ini mempunyai relevansi
identitas baru. Ini menyiratkan bahwa terhadap kajian tentang peran perempuan
identitas dapat dibentuk ulang sesuai pada upacara rahengan.
dengan pilihan, meskipun dalam proses Buku pertama adalah “Ritual
selalu diwarnai pertentangan. Namun Theory, Ritual Practice” yang ditulis oleh
seseorang mampu dan bisa berubah sesuai Cathrine Bell (2002) yang menguraikan
pilihannya. tentang berbagai teori ritual dan praktik
ritual yang dilakukan oleh masyarakat.
B. METODE PENELITIAN Satu poin penting dalam buku itu diuraikan
Ritual yang menjadi objek kajian tentang ritual, kepercayaan, ideologi, serta
adalah upacara rahengan di Desa Citatah bagaimana daya ritual itu dilaksanakan
Cipatat. Ritual ini menjadi agenda rutin oleh masyarakat pendukung budayanya.
yang dilakukan masyarakat Citatah tiap Buku selanjutnya adalah “Kearifan
tahun sekali setelah musim panen padi Lokal dan Peran Perempuan dalam
tiba. Penelitian ini mengkaji performa- Memelihara Lingkungan Hidup di Jepang
tivitas perempuan dalam seluruh kegiatan dan Indonesia”.Tulisan Aquarini Priyatna
upacara tersebut sejak dari persiapan, dan Mega Subekti tahun 2016 ini
prosesi ritual, tari-tarian hingga pasca menceritakan tentang peran perempuan
ritual. Tidak semua warga perempuan dari dalam gerakan lokal. Perempuan erat
Desa Citatah mengambil bagian dalam kaitannya dengan relasi gender. Itu juga
ritual. Perempuan yang ikut berperan berarti pangan berbicara mengenai
adalah istri tokoh desa, istri kuncen, istri perempuan. Peran perempuan sangat
ketua adat, dan para sepuh desa. penting jika dikaitkan dalam lingkup yang
Perempuan tersebut tidak saja yang sudah luas dari mulai persiapan produksi,
menikah, tetapi para remaja putri yang produksi pangan, hasil panen, pengolahan
terlibat dalam proses ritual, terutama pangan, hingga penyediaan pangan dalam
sebagai penari seni tarawangsa. Penelitian ranah domestik atau publik. Peran
ini menggunakan kerangka kerja penelitian perempuan sebagai sentral terkait dengan
etnografi feminis dengan paradigma kritis. pangan. Demikian pula dalam kegiatan
(Egger, 2014: 50). Etnografi feminis yang yang berhubungan dengan ritual padi. Pada
digunakan cenderung pada kerangka bagian lain dari buku tersebut juga
Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 363

diuraikan tentang bagaimana hubungan Tulisan Jajang dan Ernawati


antara gender dengan ritual, religi, budaya, tentang perempuan dan kearifan lokal.
dan lingkungan. ”Performativitas Perempuan dalam Ritual
Tidak kalah pentingnya adalah Adat Sunda” (2014), mengkaji konstruksi
buku yang berisi kumpulan makalah dari identitas gender komunitas adat dengan
para peneliti di lingkungan Balai Kajian kearifan lokalnya. Salah satu kecende-
Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung, rungan positif bagi pembebasan
Setiawan dan Andayani (2012), berjudul perempuan adalah performativitas perem-
“Budaya Spiritual Masyarakat Sunda” dan puan dalam ritual adat Sunda. Kajian ini
Buku “Upacara Seren Taun pada memfokuskan pada masalah performa-
Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar di tivitas perempuan dalam ritual mapag Sri
Sukabumi”. Kedua buku ini cukup di komunitas adat.
informatif dan dapat memberikan Berdasarkan hasil penelaahan isi
gambaran tataran konsep dan bentuk laporan penelitian yang telah dilakukan
pelaksanaan ritual mapag Sri yang ada di oleh beberapa peneliti terdahulu, dapat
lingkungan masyarakat Sunda dewasa ini. disimpulkan baru terbatas pada pendes-
Untuk tataran visualisasi seni kripsian, dan penelitian tentang peran
ritual, kepustakaan lain adalah tentang perempuan pada upacara ritual tersebut
“Tari di Tatar Sunda” yang ditulis oleh belum dikaji secara mendalam.
Endang Caturwati (2007). Dalam buku
tersebut selain menguraikan tentang C. HASIL DAN BAHASAN
masyarakat di Tatar Sunda juga diulas Upacara tradisional pada umumnya
tentang tari sebagai sarana ritual. mempunyai tujuan untuk menghormati,
Disebutkan bahwa di Jawa Barat sampai mensyukuri, memuja dan minta kesela-
saat ini beberapa daerah masih matan pada leluhur (karuhun) dan
menyelenggarakan pertunjukan tari yang Tuhannya. Demikian pula pada upacara
ada kaitannya dengan upacara ritual, rahengan yang dilakukan masyarakat Desa
khususnya yang berkaitan dengan padi Citatah, Kecamatan Cipatat (Kampung
yang dilaksanakan menurut kebiasaan Banceuy), bertujuan sebagai ungkapan rasa
secara tetap, menurut waktu tertentu, syukur kepada dewi padi (Sri Pohaci) dan
seperti yang dilaksanakan pada upacara Tuhan YME atas hasil panen yang didapat
seren taun di Sukabumi. dan mengharapkan keberhasilan panen
Pertunjukan tarian tersebut yang mendatang agar berlimpah tidak ada
merupakan ritual untuk persembahan demi bencana apa pun. Di samping itu juga
kesuburan pertanian, dengan keyakinan sebagai permohonan agar masyarakat
penyajian tarian pada upacara padi tersebut petani di Desa Citatah diberi keselamatan,
memiliki kekuatan magis dan berpengaruh dijauhkan dari malapetaka.
terhadap upacara persembahan tersebut. Upacara rahengan adalah upacara
Heli Apriani (2010) melakukan yang ada kaitannya dengan pertanian dan
penelitian ritual padi (pare) sebagai bentuk kesuburan tanah, biasanya dilakukan oleh
syukur masyarakat terhadap karuhun di masyarakat petani di pedesaan atau
Kasepuhan Ciptagelar, Kabupaten masyarakat agraris di Indonesia pada
Sukabumi. Untuk penyusunan skripsi di umumnya. Upacara ini umumnya bertu-
Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial juan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan
dan Politik, Universitas Padjadjaran. YME termasuk juga Dewi Sri (Sri Pohaci
Dalam penelitiannya diuraikan secara – dewi padi) dan penghormatan kepada
panjang lebar tentang prosesi ritual padi para leluhur (karuhun).
dilakukan oleh masyarakat Kasepuhan Upacara rahengan yang dilaksana-
Ciptagelar. kan masyarakat Citatah merupakan tradisi
yang sudah turun temurun dilakukan bisa
364 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374

sekali atau dua kali dalam setahun. pelaksanaan upacara tersebut. Dengan
Penyelenggaraan upacara dilakukan pada perincian kurang lebih 2 juta rupiah untuk
bulan Maulud atau Muharam dan belanja keperluan sesaji dan konsumsi, 3
waktunya dimulai pukul 08.00 hingga juta rupiah untuk kesenian tarawangsa, 1
malam hari. Adapun tempat pelaksanaan di juta rupiah untuk dekorasi, dan 1 juta
Kampung Pasir Peuti, Desa Citatah, yang rupiah untuk penari (pengibing).
lokasinya dekat dengan sesepuh desa Untuk keperluan sesaji dan konsumsi,
(ketua adat). Di tempat rumah tokoh inilah para ibu belanja ke pasar sehari
semua sesaji dan tumpeng (nyongcot) dari sebelumnya, antara lain membeli bahan
warga dikumpulkan dan ditata sesuai untuk membuat tumpeng nasi kuning dan
keperluan upacara. Tumpeng ini ditaruh di nasi uduk lengkap dengan lauk pauknya
atas baskom berisi lauk pauk seperti telur, yakni ikan asin, telur rebus, dan sayur
ayam, sayur tempe orek, tahu, dan lalap. nangka. Membeli bahan untuk membuat
Upacara rahengan mengambil kata dari kue bugis, papais, leupeut, tantang angin,
rahyang memiliki makna sebutan kupat, opak, wajit, jenang, dan bahan
kehormatan untuk para leluhur termasuk lainnya. Jarak dari rumah Desa Citatah ke
Dewi Sri Pohaci (Dewi padi). Dengan pasar yang terletak di Kecamatan Cipatat
demikian upacara rahengan merupakan cukup jauh, kurang lebih 5 km dengan
bentuk upacara ritual leluhur dalam ongkos naik ojeg 60 ribu rupiah pulang
upacara pertanian. Upacara rahengan pergi. Malam hari sebelum pelaksanaan
berkaitan dengan ritual buku taun yang upacara, para ibu bergotong royong
merupakan acara puncak atau akhir dari memasak di rumah Ibu RW sampai dini
seluruh rangkaian upacara pertanian hari. Mereka membuat makanan antara lain
dengan tahapan pengelolaan tanaman padi, kue bugis, papais, leupeut, kupat, opak,
mulai dari persemaian, tanam, sampai wajit dan rangginang. Selain kue, para ibu
panen. Selain itu upacara rahengan juga juga membuat sesaji berikut ini:
digunakan dalam upacara setelah kela-
hiran, pernikahan, khitanan, syukuran dan 1) Pangradinan, terdiri atas gula merah,
upacara lainnya. sirih, gambir, pisang emas, gula putih,
Berikut ini prosesi upacara rokok, telur ayam kampung,
rahengan yang berkaitan dengan pertanian kemenyan, minyak duyung, tembakau,
di Desa Citatah, Kecamatan Cipatat: serutu siong, minyak japaron, minyak
melati, minyak hajar aswat, minyak
1. Prosesi Upacara kelentik, daun pandan, gula batu, dan
a. Pelaku Upacara pisang kapas.
Pelaksanaan upacara rahengan
didahului dengan musyawarah warga yang
dilakukan dua minggu sebelumnya.
Musyawarah dihadiri oleh para sesepuh
masyarakat antara lain Abah Enceng dan
Abah Engkus sebagai ketua penyeleng-
gara dan Bapak Idik serta Idang sebagai
pelindung. Dalam musyawarah tersebut
dibicarakan juga mengenai biaya dan tugas
panitia upacara rahengan. Biaya untuk
upacara biasanya berasal dari dana pribadi
yang punya hajat dan iuran suka rela dari
warga. Biaya yang diperlukan untuk
upacara biasanya berkisar 6 sampai 8 juta
rupiah bergantung pada besar kecilnya
Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 365

upacara dilaksanakan, warga melakukan


aktivitasnya sesuai tugas dan tanggung
jawabnya masing-masing. Para bapak
mempersiapkan tenda dengan perleng-
kapan sound system dan para ibu memasak
di dapur membuat sesaji.

b. Pihak yang Terlibat dalam Upacara


Adapun pihak yang terlibat dalam
Gambar 1. Pangradinan. upacara adalah:
Sumber: Ani, 2015. 1) Para sesepuh dan tokoh masyarakat
yakni Abah Enceng, Abah Engkus,
2) Rujak-rujakan, terdiri atas rujak asem, Abah Idik, dan Abah Idang.
rujak roti, kopi pahit, kopi manis, 2) Seni tarawangsa yang berasal dari
rujak serawung, rujak santan, serabi, Pasir Peuti, terdiri atas 6 nayaga
wajit, punar atau nasi ketan kuning untuk kecapi dan suling, penari, dan
dawegan (kelapa muda), bubur merah, 3 sinden.
bubur putih, surabi. 3) Pengibing (penari) dari warga kurang
3) Dewi padi Sri Pohaci, terdiri atas uang lebih 20 orang.
logam, minyak duyung, punar, ketan 4) Para ibu sepuh yakni mapag, pangais,
putih, wajit ngora, bubur merah, kupat, pangayun, dan panimbang.
tantang angin, leupeut, dawegan
(kelapa muda), bubur merah, bubur
putih, surabi.

Gambar 3. Sesepuh Desa


Sumber: Ani, 2015.

c. Prosesi Upacara Rahengan


Prosesi upacara rahengan dimulai
pada pagi hari sekitar pukul 08.00, para ibu
mempersiapkan sesaji yang disusun secara
rapi di atas meja segi empat. Meja ini
memiliki 4 sudut yang diartikan sebagai 4
penjuru yakni barat, selatan, timur, utara
dan pusatnya di tengah. Masyarakat
Gambar 2. Dewi Padi Sri
Citatah mengatakan sebagai 4 penjuru 5
Pohaci (berkain putih). pancer, yang artinya bahwa dunia ini ada 4
Sumber: Ani, 2015. arah mata angin dan tengah adalah
pusatnya. Manusia yang berada di tengah
(pusat) harus mendapat perlindungan dari
Sesaji tersebut ditujukan untuk
leluhur yang berada di 4 penjuru. Oleh
makanan para leluhur, agar doa yang
sebab itu sesaji yang dihidangkan harus
disampaikan dikabulkan oleh Tuhan YME.
menyimbolkan 4 penjuru 5 pancer (pusat).
Demikianlah kesibukan warga menjelang
366 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374

Sesajen yang dihidangkan antara memohon kepada Tuhan YME, para


lain tumpeng nasi kuning, bubur merah leluhur, dan para wali agar diberi
putih, Nyi Pohaci sebagai simbol padi, keselamatan. Setelah pembacaan doa ijab
rujak-rujakan, 4 dawegan (kelapa muda), kabul, kemudian dilakukan ngarajah yang
daun hanjuang, kopi pahit kopi manis, diiringi seni tarawangsa. Ngarajah adalah
buah-buahan, pangradinan, ikan asin doa tradisi yang disampaikan dalam
pepetek, telur, ayam bakakak, dan lantunan lagu dan berisi jangjawokan
panggang terasi. Semua sesaji merupakan (mantra) dengan menggunakan bahasa
simbol yang memiliki makna simbolis. Sunda buhun.
Beberapa saat setelah sesajen Setelah acara sambutan, ijab kabul
dihidangkan, para tamu berdatangan, dan ngarajah, proses selanjutnya adalah
antara lain warga, kelompok seni melanjutkan lagu seni musik tarawangsa.
tarawangsa, sesepuh adat, dan tokoh Kelompok kesenian tarawangsa terdiri
masyarakat. Sebagian besar warga adalah atas 3 orang pemegang alat musik kecapi,
petani yang biasanya membawa nasi ngekngek dan suling, 2 orang sinden, dan
tumpeng di baskom lengkap dengan lauk pengibing. Seni tarawangsa adalah
pauknya, tujuannya untuk minta berkah pertunjukan rakyat yang biasa tampil
keselamatan. Nasi tumpeng tersebut dalam acara ritual khusus terutama
setelah diberi doa oleh sesepuh desa lalu berkaitan dengan panen padi. Seni
dimakan bersama atau dibawa pulang ke tawarangsa ini adalah kesenian sakral
rumah untuk keluarga. Ada kurang lebih yang mampu membuat penarinya
30 warga yang hadir pada acara tersebut, (pengibing) menjadi kerasukan (trance).
belum lagi yang berasal dari luar desa juga Adapun lagu-lagu yang dibawakan adalah
berdatangan. lagu wajib (pamapag, panimang,
Setelah tamu berdatangan, acara jomplang, layaran, mupu kembang) dan
pertama adalah sambutan dari ketua adat lagu bebas (papatong ngisang, sarenet
yang menjelaskan sejarah upacara naek, puyuh gunung, Qulhu).
rahengan, tujuan upacara, dan makna Selain alat musik dan lagu, seni
sesajen. Ketua sesepuh desa Abah Aceng, pertunjukan tarawangsa juga menampil-
menceritakan bahwa : kan tari-tarian. Bentuk tarian ini sejenis
”Upacara rahengan dilaksanakan tari ketuk tilu, meski tidak dilengkapi
sejak tahun 1943 di Kampung Pasir dengan kendang dan goong. Tarian seni
Peuti, bertujuan agar para leluhur tarawangsa ini terbagi dalam 2 tarian
dan Tuhan YME memberi yakni tari wajib dan syukuran. Tarian
perlindungan pada masyarakat petani wajib ini dilakukan oleh 5 orang penari
di Pasir Peuti. Masyarakat juga harus yang manopause (tidak haid), karena
patuh pada pemerintah. Namun pada dianggap suci, bersih tidak najis. Namun
tahun 1950-an saat perang bergejo- sebagai pemula dilakukan oleh pangais
lak masyarakat mengungsi di Desa yakni orang yang paling sepuh. Pengais ini
Cibogo, maka upacara tersebut melantunkan lagu yang berisi doa-doa
berhenti dan dilaksanakan lagi tahun sambil berkeliling membawa bokor yang
1960-an saat situasi aman dan warga berisi beras dan uang logam. Pangais akan
kembali dari pengungsian. Sejak itu memberikan uang logam yang ada di
upacara rahengan dilaksanakan tangannya ke salah satu tamu yang hadir,
sampai sekarang”. jika uang logam ini jatuh maka orang
Setelah sambutan, proses selanjutnya tersebut akan mendapat berkah.
adalah ijab kabul sesajen yang dilakukan
oleh seorang sesepuh desa. Doa ijab kabul
secara islami ini dibacakan dalam bahasa
Sunda bernuansa pantun. Inti dari doa ini
Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 367

d. Makna Sesajen dalam Upacara


Rahengan
Setiap kegiatan upacara selalu
menggunakan perlengkapan sebagai alat
penghubung antara manusia dengan alam
supernaturalnya. Peralatan ini bisa berupa
sesaji atau benda yang dapat dipakai
sebagai simbol untuk menghubungkan ke
dunia ghaib atau sesuatu Yang Maha
Tinggi. Pada dasarnya setiap simbol atau
Gambar 4. Mendapatkan berkah uang logam lambang menunjukkan identitas yang
dari pangais. mengandung arti dan makna yang
Sumber: Ani,2015. dirumuskan secara eksplisit. Suatu simbol
juga digunakan sebagai sarana atau media
Setelah tarian wajib dilanjutkan tarian untuk membuat pesan atau mengandung
syukuran yakni tarian hiburan yang nilai-nilai tertentu bagi masyarakatnya.
berlaku untuk umum, semua warga boleh Demikian pula yang tercermin dalam
menari. Lagu-lagu yang dilantunkan dalam upacara rahengan, ternyata sesajen
tarian ini adalah lagu bebas. Dari anak- dianggap dapat memelihara keseimbangan
anak sampai dewasa, baik laki-laki kehidupan batin antara manusia dengan
maupun perempuan boleh menari atau alam supernaturalnya, karena selalu
ngibing. Cara menari adalah dengan dihubungkan dengan maksud dan harapan
mengelilingi meja yang berisi sesajen tertentu.
diiringi dengan lagu dan musik Berikut ini makna simbolis yang
tarawangsa. Dalam tarian tersebut terkandung dalam sesajen pada upacara
seringkali penari mengalami trance karena rahengan.
kerasukan makhluk halus.
1) Nasi tumpeng yakni bentuk tumpeng
yang meruncing ke atas (nyongcot),
bermakna ungkapan rasa syukur
yang ditujukan kepada Yang Esa.
Bentuk seperti gunung ini diartikan
jalan menuju Atas, sesuatu tempat
bersemayamnya Tuhan YME dan
para leluhur.
2) Ayam bakakak diartikan sebagai
simbol kejujuran dan keterbukaan.
3) Sri Pohaci sebagai simbol Dewi Sri
Gambar 5. Lima Perempuan Pengibing yakni kesuburan dan kemakmuran.
Sumber: Ani, 2015.
4) Minyak wangi sebagai simbol
Menurut kepercayaan mereka, suatu keharuman, artinya manusia harus
mempunyai perilaku baik sehingga
pertanda bahwa arwah para leluhur telah
namanya harum.
berkenan hadir dan merestui upacara yang
5) Rujak-rujakan sebagai simbol
dilaksanakan tersebut. Jika sudah
kerasukan, maka agar menjadi sadar penari kehidupan manusia yang penuh
warna, segala buah dicampur dengan
tersebut diberi mantra oleh sesepuh adat.
rasa manis pedas. Hal ini
mengandung arti bahwa hidup
manusia itu penuh dinamika ada
kalanya manis atau pedas.
368 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374

6) Kopi pahit kopi manis sebagai 17) Kue bugis, papais, wajit, opak,
simbol bahwa hidup manusia itu rangginang sebagai simbol persa-
kadang pahit kadang manis, oleh tuan, karena ketan mempunyai sifat
sebab itu harus siap menerima lengket. Manusia diharapkan ber-
keadaan. satu tidak terpecah belah.
7) Dupa kemenyan sebagai simbol agar Pembuatan sesaji ini tidak terlepas
doanya diterima oleh Tuhan YME dari peran perempuan yang selama dua
melalui asap yang membumbung ke hari memasak di dapur mempersiapkan
atas. sesaji. Sesaji ini dimasak oleh para istri
8) Buah-buahan dan sayuran sebagai sesepuh desa, untuk sesaji Sri Pohaci.
simbol hasil pertanian. Sebagai Sesaji dibuat oleh perempuan khusus
ucapan syukur mendapatkan hasil pembuat sesaji yang disebut dengan
panen yang berlimpah. mapag.
9) Telur sebagai simbol hati yang bulat,
artinya manusia harus punya tekat 2. Sri Pohaci (Dewi Sri) sebagai
yang bulat. Simbol Perempuan
10) Padi sebagai simbol makanan pokok Semua agama dan kepercayaan
manusia. dalam masyarakat memiliki ritual yang
11) Leupeut sebagai simbol persatuan, berkaitan dengan pertanian yang dilakukan
seperti ketan yang memiliki sifat secara rutin maupun sewaktu-waktu
melekat. bergantung kebutuhan. Seperti ritual yang
12) Kupat sebagai simbol saling dilakukan masyarakat Citatah untuk
memaafkan jika ada kesalahan. menghormati Dewi Pohaci mereka
13) Bubur merah dan bubur putih melaksanakan upacara rahengan. Upacara
sebagai simbol asal usul manusia, rahengan bertujuan sebagai ucapan syukur
artinya manusia tidak boleh pada Tuhan YME atas panen yang
melupakan bapak ibunya. berlimpah dan kesuburan bagi para petani.
14) Kembang tujuh warna, sebagai Terdapat banyak versi cerita Dewi
simbol keharuman, semoga namanya Sri baik di Jawa atau Sunda (Rosidi, 2001:
seharum bunga. 23). Di tatar Sunda, cerita biasanya
15) Pangradinan sebagai simbol merujuk pada peristiwa di kayangan ketika
makanan para leluhur (makhluk Sanghyang Batara Guru yang memerintah-
halus), karena para leluhur ini kan Nerada untuk memberitahu para dewa
menyukai asap kemenyan, bau agar mengumpulkan bahan-bahan ba-
cerutu, tembakau, daun sirih, minyak ngunan. Hanya satu dewa yang tidak ikut
wangi. Diharapkan dengan memberi sibuk bekerja, yaitu Dewa Antaboga yang
makanan ini para leluhur datang dan menangis karena tidak memiliki tangan
memberi keselamatan serta untuk bekerja. Tiga tetesan air matanya
perlindungan bagi warga. menimpa tiga telur yang diperintahkan
16) Empat juru lima pancer diartikan Nerada untuk dibawa kepada Guru.
sebagai 4 penjuru yakni barat, Antaboga membawa telur itu dengan
selatan, timur, utara dan pusatnya di mulutnya. Ia bertemu dengan seekor
tengah. Masyarakat Citatah burung yang bertanya kepadanya hendak
mengatakan sebagai 4 penjuru 5 ke mana ia pergi. Antaboga tidak bisa
pancer, yang artinya bahwa dunia ini menjawab sehingga burung pun marah dan
ada 4 arah mata angin dan tengah menyerangnya hingga menyebabkan dua
adalah pusatnya. Manusia yang telur terjatuh dan berubah menjadi babi
berada di tengah (pusat) harus dan anjing. Telur terakhir akhirnya
mendapat perlindungan dari leluhur diberikan kepada Guru dan menetas
yang berada di 4 penjuru. menjadi gadis cantik dinamai Dewi Pohaci
atau Dewi Sri. Sang Dewi kemudian
Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 369

diasuh Dewi Uma dan Batara Guru, untuk bekerja, menanam, dan memanen.
sebagai ayah dan ibu angkatnya. Agar Pelaksanaan upacara rahengan juga
tidak dinikahi Guru, untuk menghindari merupakan salah satu usaha untuk
inses, Sanghyang Wenang membunuhnya. memelihara dan melestarikan unsur budaya
Dewi Sri dibakar dan dari tubuhnya keluar lokal supaya manusia bisa menjaga
bermacam tanaman seperti padi, kelapa, keseimbangan dan kelestarian alam, serta
bambu dan lainnya. ungkapan penghargaan kepada leluhur
Konsep Dewi Sri atau disebut pula yang telah memberikan andil yang besar
dengan Sri Pohaci dalam ritual tersebut dalam menjaga kelangsungan hidup.
sama halnya dengan keyakinan pada
masyarakat Jawa atau Sunda lainnya, 3. Peran Perempuan dalam Upacara
berkaitan erat dengan kegiatan pertanian Rahengan
sawah atau huma (padi). Kehadirannya Sebagaimana pada masyarakat
dianggap sebagai sumber atau pembawa umumnya, dalam masyarakat Citatah, laki-
kehidupan. Di beberapa daerah di tatar laki memegang peran penting, baik di
Sunda seperti masyarakat adat Baduy, Nyi bidang sosial maupun religi (adat).
Pohaci sebagai sumber kehidupan menjadi Pimpinan keluarga, komunitas atau
pusat dan fokus pemujaan dalam kelompok, kampung, ketua adat, sesepuh
kehidupan sehari-hari yang bermata desa, kuncen dan pimpinan ritual siklus
pencaharian berladang menanam padi. hidup seperti perkawinan, kelahiran,
Begitupun di masyarakat Cirebon, ritual kematian, pemujaan terhadap leluhur,
mapag Sri juga diselenggarakan, yang termasuk dalam ritual penanaman padi,
ditandai dengan pertunjukan sakral tari laki-laki berperan penting sebagai
topeng. pemimpin. Tetapi bukan berarti kaum laki-
Hal yang sama juga dilakukan pada laki di Desa Citatah menguasai segala
masyarakat Citatah Kecamatan Cipatat, sendi kehidupan masyarakat. Perempuan di
menyebut Dewi Sri dengan Sri pohaci. Nyi Citatah juga mempunyai fungsi dan peran
Pohaci dilambangkan sebagai perempuan yang khas serta tidak boleh dilakukan oleh
yang mempunyai wujud berupa boneka laki-laki. Dengan kata lain, laki-laki dan
dari padi dan diberi selendang putih. Nyi perempuan di Desa Citatah sama-sama
Pohaci sangat dihormati karena dianggap memiliki fungsi dan peran yang penting.
sebagai perempuan yang telah memberikan Laki-laki tidak bersifat mendominasi dan
kehidupan berupa makanan pokok beras begitu juga perempuan tidak dianggap
(padi). Menurut keyakinannya upacara tersubordinasi. Dalam konteks upacara
rahengan mengandung unsur magis yang rahengan, sebagaimana dijelaskan sebe-
bisa membantu petani dalam bercocok lumnya, setidaknya terdapat lima unsur
tanam, untuk mendapatkan hasil yang penting dalam struktur ritual: 1) pelaku
berlimpah. Istilah Sri Pohaci berarti dewi ritual; 2) prosesi jalannya ritual; 3)
padi atau lambang kesuburan yang penampilan pelaku; 4) tujuan ritual; 5)
didentikkan dengan perempuan yang bisa waktu dan tempat ritual. Dalam poin satu,
melahirkan. Ritual ini merupakan perempuan memiliki perannya tersendiri.
perwujudan rasa hormat kepada Dewi Sri Penduduk di Desa Citatah, jumlah
yang dianggap telah memberikan kesejah- perempuan lebih besar bila dibandingkan
teraan dan kebahagiaan kepada para petani. dengan laki-laki, ini artinya jumlah
Masyarakat masih meyakini hal-hal mistis perempuan yang terlibat dalam upacara
dalam ritual Dewi Sri, terutama petani lebih banyak. Sementara laki-laki yang
pedesaan. Para petani tradisional ini pada terlibat dalam ritual meski kalah jumlah
saat akan melakukan kegiatan pertanian dibanding perempuan, tetapi beberapa
selalu melakukan penghitungan untuk peran dan fungsi strategis dalam
menentukan baik atau buruknya waktu pembagian tugas ritual dipegang dan
370 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374

dikendalikannya. Sebut saja ketua adat, sedangkan pangayun dan panimbang


sesepuh adat, dan tokoh masyarakat lebih adalah orang pandai melantunkan pantun
banyak laki-laki. Anggota komunitas yang berisi pesan dan nasihat. Mereka ini adalah
turut terlibat dalam hampir semua prosesi orang yang sudah manopause, ada
lebih banyak laki-laki, dengan tugas dan kepercayaan perempuan yang sudah tidak
fungsinya masing-masing. haid lagi dianggap suci dan bersih
Kaum perempuan dengan jumlah sehingga doa yang disampaikan terkabul.
yang cukup dominan memiliki fungsi yang Pada saat musik tarawangsa mengalun,
menonjol dalam beberapa prosesi ritual yang pertama kali menari (ngibing) adalah
tertentu meskipun secara hirarkis bukanlah mereka kaum perempuan, setelah itu baru
ritual inti. Ritual inti dipimpin langsung dilanjutkan dengan penari (pengibing) lain.
oleh laki-laki yakni sesepuh desa dan ketua Sebelum menari yang diiring dengan
adat. Namun perempuan lebih banyak musik tarawangsa, pangais terlebih dahulu
memegang peranan dari sejak acara melakukan ijab kabul dan ngarajah.
persiapan ritual hingga pasca ritual. Sejak Ngarajah adalah doa tradisi yang
persiapan sehari sebelumnya baik di rumah disampaikan dalam lantunan lagu dan
maupun di sawah, saat pelaksanaan ritual berisi jangjawokan (mantra) dengan
hingga selesai acara ritual, perempuan menggunakan bahasa Sunda buhun.
lebih banyak menghiasi ritual di
permukaan. Perempuan sejak pagi-pagi
sekali sibuk dengan kegiatan di rumah,
menyiapkan bahan makanan, memasak,
membuat sesaji, hingga pekerjaan yang
biasa dikerjakan laki-laki seperti mencari
kayu bakar. Peran perempuan terasa
menonjol dalam prosesi tari tarawangsa,
terlihat dari aktivitas beberapa sinden,
penari (pengibing), dan para ibu sepuh
yakni mapag, pangais, pangayun, dan
panimbang.

Gambar 7. Ijab Kabul dan Ngarajah


Sumber: Ani, 2015.

Gambar 6. Pangais, Pangayun, Panimbang, Peran perempuan yang lebih


Mapag dominan dalam ritual ini menjadi simbol
Sumber: Ani, 2015. penghargaan yang tinggi bagi perempuan.
Dari komposisi jumlah laki-laki dan
Empat ibu sepuh inilah yang perempuan ditambah fungsi dan peran
mempunyai peranan penting dalam yang dilakukan keduanya, kaum
upacara rahengan. Mapag adalah orang perempuan cenderung memiliki peran yang
yang membuat sesaji Dewi Padi Sri cukup dominan di permukaan. Sedang
Pohaci, pangais adalah orang yang beberapa kaum laki-laki tertentu meski
melakukan ijab kabul dan ngarajah dengan jumlah yang terbatas memiliki
dianggap bisa memberi keberkahan,
Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 371

peran yang sangat menentukan. Bagi untuk mengundang para leluhur. Seni
masyarakat Citatah, pembedaan peran tarawangsa ini mampu membuat
dalam ritual tersebut meski tampak penarinya menjadi kerasukan roh halus
berbeda antara laki-laki dan perempuan, (trance). Nuansa mistik terasa dalam acara
bukan berarti salah satunya dianggap tarian ini hingga beberapa mengalami
mendominasi secara mutlak dalam sendi ketidaksadaran. Masyarakat menyebut
kehidupan masyarakat. Laki-laki selain para penari sedang dimasuki roh karuhun
mempunyai fungsi dan peran yang sehingga penari tidak sadar saat menari
dominan dalam ritual inti, tetapi tetap tidak dan merasa tidak capek meski beberapa
bisa memainkan peran dan fungsi yang jam lamanya.
dimiliki perempuan seperti tukang masak, Upacara rahengan yang bertujuan
pengibing, pesinden, panimbang, pangais, sebagai penghormatan kepada Dewi Sri ini
dan mapag. dianggap penting, karena Sri Pohaci (padi)
dianggap menjadi makanan utama yang
memberi kehidupan dan menjadi simbol
perempuan dalam kepercayaan masyarakat
Desa Citatah. Melalui ritual ini yang dalam
beberapa unsurnya hanya bisa dilakukan
oleh kaum perempuan menunjukkan
berbagai bentuk penghormatan bahwa
perempuan harus dijunjung tinggi dan
diperlakukan dengan sebaik-baiknya.
Perempuan dianggap sebagai sumber
kehidupan sehingga tidak akan ada
kecerahan dan kekuatan kehidupan tanpa
adanya perempuan. Melalui keyakinan dan
pembagian perannya dalam ritual tersebut
tampak bagaimana performativitas
perempuan didefinisikan dan diperlakukan
oleh masyarakat (adat).
Dalam analisis Butler, pendefinisian
tersebut menjadi rujukan bagi kaum
Gambar 8. Kelompok Seni Tarawangsa, perempuan untuk terus-menerus berbuat
Sinden dan Penari Perempuan dan melakukan hal yang dianggap sesuai
Sumber: Ani, 2015. dengan ketentuan adat dalam
memposisikan perempuan. Dewi Sri (Sri
Demikian pula sebaliknya, Pohaci) sebagai simbol padi yang harus
perempuan Desa Citatah tidak berhak dihormati dengan serangkaian aktivitas
memegang peran dan fungsi yang dimiliki ritual di mana perempuan turut terlibat
laki-laki dalam upacara rahengan misalnya aktif dan dalam beberapa hal memegang
dalam membacakan doa dan membuka peran kunci seolah menjadi penanda
sejarah desa selalu dilakukan oleh laki- gender acts yang memaksa perempuan
laki. Dengan kata lain, laki-laki dan untuk membentuk identitasnya yang
perempuan Desa Citatah dalam ritual adat dianggap layak dan ideal dalam wilayah
apa pun termasuk ritual Dewi Sri tampak gagasan keperempuanan yang serba
sama-sama memiliki fungsi dan peran simbolis (padi). Pemaksaan dalam
yang penting. Peran perempuan juga pendefinisian perempuan dalam upacara
tampak dalam ritual tari tarawangsa. rahengan kemudian berujung pada pilihan-
Tarian tarawangsa adalah tarian sakral pilihan tertentu kaum perempuan untuk
yang berkaitan dengan upacara pertanian bernegosiasi ketika menampilkan dirinya
372 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374

dengan bentuk atribut pakaian dan gerakan dirinya seideal dan sefeminin mungkin.
tertentu sebagai identitas yang kemudian Tak sedikit remaja putri yang berusaha
dimapankan dalam masyarakat. secantik mungkin tampil di hadapan kaum
laki-laki yang kemudian mendapatkan
4. Atribut dan Penampilan Perempuan jodoh setelah perhelatan ritual ini. Seperti
dalam Upacara Rahengan dikatakan Butler, perempuan memilih
Selain struktur ritual, dimensi atribut atribut yang secara sosial dianggap
dan penampilan dalam ritual juga menampilkan femininitas. Di sini pilihan
memegang peranan signifikan dalam baju dan gerakan feminin sepanjang ritual
menggambarkan performativitas perem- rahengan pada dasarnya bukan produk dari
puan Desa Citatah. Dalam upacara identitas feminin, sebaliknya, identitas
rahengan, kaum ibu dan remaja putri feminin itu diperoleh karena perempuan
memakai pakaian penuh warna dengan menampilkan atribut pakaian, tarian
kebaya dan sinjang kain batik dalam dengan menggerakkan tubuh dan
balutan selendang. Semua perempuan bisa bertingkah feminin secara berulang-ulang.
mengekspresikan dirinya melalui beragam Perempuan sendiri tidak merasa bahwa
warna sepanjang ritual. Merah, hijau, gender acts tersebut menjadi bagian
kuning, hitam, biru, dan warna lainnya terdalam dari jiwa femininnya, karena
seolah menyatu menjadi penanda setiap perempuan bisa melakukan pilihan
kebebasan bahwa warna apa pun adalah apa pun sesuai kehendak hatinya, tetapi
feminin dan menjadi milik perempuan. performativitas dalam atribut dan
Lain halnya laki-laki yang cenderung penampilannya itu lebih disebabkan aturan
seragam dengan berpakaian baju dan adat yang hegemonik dan memaksa dirinya
celana pangsi hitam dan iket di kepala agar mendapatkan pengakuan secara sosial
yang berlaku bagi sesepuh desa, ketua di masyarakat.
adat, pinisepuh hingga anggota komunitas Meski terjadi negosiasi dalam
lainnya. Dibanding laki-laki, pakaian penerimaannya, perempuan melalui
perempuan dalam ritual terbebas dari apa pakaian dan gerakan itu kemudian
yang disebut oleh Robinson sebagai berusaha menampilkan dirinya sebagai
pembedaan fashion etnik yang diikat di perempuan yang dibayangkan secara ideal
dalam peraturan tentang diferensiasi dan oleh komunitas adat tersebut. Selain itu,
relasi gender. Wajah pun tampak berbeda perempuan yang hadir dengan beragam
dengan bedak tebal dan gincu merah pakaian dan gerakan yang dimainkannya
penghias bibir yang mencolok. dalam serangkaian ritual itu mencerminkan
Sebagai perayaan masyarakat persepsi yang sebenarnya secara religi dan
pedesaan, ritual dengan dominasi gender yang dianut masyarakat adat dalam
dandanan perempuan layaknya perayaan memposisikan mereka.
besar (pernikahan) terkesan ritual itu Perempuan dalam atribut pakaian
seperti milik kaum perempuan. Semua dan penampilannya dalam ritual diatur
perempuan dengan khusuk mengikuti sedemikian rupa melalui keyakinan akan
prosesi ritual, bersemangat dalam tarian sosok Dewi Sri yang mereka hormati. Bagi
tarawangsa dan menari (ngibing). Gerakan orang Sunda sosok Dewi Sri yang disebut
tarian tampak teratur dan monoton tetapi Nyi Pohaci itu digambarkan sebagai
lenggak-lenggok tubuh dengan tangan perempuan Sunda yang sejak lama hidup
yang gemulai mengikuti alunan irama di daerah itu dan menjelma menjadi padi.
musik tradisional menandai kenyamanan Sosok perempuan itulah yang sangat
perempuan dalam mengidentifikasikan memengaruhi kehidupan petani Desa
dirinya di hadapan laki-laki. Dengan Citatah dalam kesehariannya. Mereka
pakaian, dandanan dan gerakan tarian sangat menghormati dan senantiasa
demikian perempuan secara berulang- menyanjungnya dalam hampir semua
ulang berusaha mewujudkan identitas
Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 373

bentuk ritual pertanian yang diseleng- warna dengan bedak tebal dan gincu merah
garakan. yang mencolok. Berbeda dengan laki-laki
Jalinan keyakinan religi dan gender yang cenderung seragam dengan
tampak terpusat pada sosok Dewi Sri (Sri berpakaian pangsi hitam dan iket di kepala
Pohaci) ini. Karenanya, perlakuan terhadap tanpa hiasan berlebih. Di sini pilihan
perempuan dan bagaimana perempuan atribut dan penampilan feminin sepanjang
mengidentifikasikan dirinya tidak terlepas ritual bukan produk dari identitas feminin.
dari persepsi masyarakat akan sosok Dewi Sebaliknya, identitas feminin itu diperoleh
Sri. Performativitas perempuan dalam karena perempuan menampilkan atribut
upacara rahengan pun merupakan salah pakaian, tarian dengan menggerakkan
satu gambaran persepsi masyarakat tubuh dan bertingkah feminin secara
terhadap sosok Sri Pohaci ini. berulang-ulang. Performativitas dalam
atribut dan penampilannya itu lebih
D. PENUTUP disebabkan aturan adat yang hegemonik
Peran perempuan dalam upacara dan memaksa dirinya agar mendapatkan
rahengan di masyarakat Desa Citatah pengakuan secara sosial di masyarakat.
Cipatat, dapat dilihat dari performativitas Meski terjadi negosiasi dalam peneri-
dan pembentukan konstruksi identitasnya maannya, perempuan melalui pakaian dan
yang cenderung membebaskan. Analisis gerakan itu kemudian berusaha menam-
performatif atas struktur ritual melihat pilkan dirinya sebagai perempuan yang
bahwa meski laki-laki memegang peran dibayangkan secara ideal oleh masyarakat
penting, tetapi kaum perempuan juga tersebut.
mempunyai fungsi dan peran khas yang
tidak bisa dilakukan oleh laki-laki. Sebagai DAFTAR SUMBER
sebuah simbol penghormatan, perempuan 1. Skripsi
lebih banyak memegang peranan dari sejak Apriani, Heli. 2010.
acara persiapan ritual hingga pasca ritual. Ritual Pare di Kasepuhan Ciptagelar.
Perempuan layaknya Dewi Sri (Sri Skripsi. Bandung: UNPAD
Pohaci) dianggap sebagai sumber Jajang, A. Rohman dan Ernawati.
kehidupan sehingga menentukan kece- “Performativitas Perempuan dalam
rahan dan kekuatan kehidupan. Dengan Ritual Adat Sunda” dalam Musawa Vol.
demikian secara jelas terlihat bagaimana 13 No 2. Desember 2014. Hlm. 152.
performativitas perempuan didefinisikan
dan diperlakukan oleh masyarakat. 2. Buku
Pendefinisian tersebut menjadi rujukan Abdullah, Irwan.2006.
bagi kaum perempuan untuk terus-menerus Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan
Kontemporer. Yogyakarta: TICI Publi-
berbuat dan melakukan hal yang dianggap
cations.
sesuai dengan ketentuan adat dalam
memposisikan perempuan. Ia menjadi Abdullah, Irwan. 2015.
penanda gender acts yang memaksa Kontruksi dan Reproduksi Kebudayaan.
perempuan untuk membentuk identitasnya Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
yang dianggap layak dan ideal dalam Andayani S. Ria, Lina Herlinawati, Yanti
wilayah gagasan keperempuanan yang Nisfiyanti, Hermana. 2005.
serba simbolis (padi). Budaya Spiritual Masyarakat Sunda.
Selain struktur ritual, analisis Bandung: Alqaprint.
performativitas juga mencatat dimensi Barker Chris. 2004.
atribut dan penampilan dalam ritual yang Cultural Studies Theory and Practice.
juga memegang peranan signifikan dalam New Delhi: Sage Publication.
menggambarkan performativitas perem-
puan Desa Citatah. Dengan pakaian penuh
374 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374

Bowen, John R. 2003.


Islam, Law and Bowen, John R., Islam,
Law and Equality in Indonesia: an
Anthropology of Public Reasoning.
Cambridge-New York: Cambridge
University Press.
Butler, Yudith. 1990.
Gender Trouble: Feminism and the
Subversion of Identity. New York &
London: Routledge.
Caturwati, Endang. 2007.
Tari di Tatar Sunda. Bandung: Press-
STSI.
Egger, Ben. 2014.
Teori Sosial Kritis. Yogyakarta:
Kreasi Wacana.
Gidden, Anthony. 2011.
The Constitusion of Society Cetakan ke-
2. Yogyakarta: Pedati.
Hall, Stuart. 1990.
Cultural Identity and Diaspora. London:
Sage Publications.
Prabasmoro, Aquarini Priyatna. 2007.
Seks dan Seksualitas Perempuan dalam
Kebudayaan Kontemporer dalam Kajian
Budaya Feminis. Yogyakarta: Jakasutra.
______. 2007.
Kajian Budaya Feminis. Tubuh, Sastra,
dan Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra.

______ dan Mega Subekti. 2016.


Kearifan Lokal dan Peran Perempuan
dalam Memelihara Lingkungan Hidup di
Jepang dan Indonesia.
Rosidi, Ajip.2001.
Ensiklopedi Sunda:Alam, Manusia dan
Budaya. Jakarta: Pustaka Jaya.
Setiawan, Irvan, Rosyadi, Enden Irma R., Deti
Nurhayati, Rizky Sya’ban C., Moch.
Arief Ramadhan, Denny Hermansyah.
2012.
Upacara Seren Taun pada Masyarakat
Kasepuhan Ciptagelar di Sukabumi.
Bandung: Balai Pelestarian Nilai
Budaya Bandung.
Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyonugrahanto) 375

WÈWÈKAS DAN IPAT-IPAT SUNAN GUNUNG JATI


BESERTA KESESUAIANNYA DENGAN AL-QUR’AN
WEWEKAS AND IPAT-IPAT (COMMAND AND PROHIBITION)
OF SUNAN GUNUNG JATI AND THE FITNESS WITH HOLY QURAN

Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyonugrahanto


Jurusan Ilmu Sejarah UNPAD
Jalan Raya Bandung Sumedang Km. 21 Jatinangor
e-mail: evanurarovah@gmail.com, nina.herlina@unpad.ac.id, reizaputra@unpad.ac.id,
widyonugrahanto73@gmail.com

Naskah Diterima:18 September 2017 Naskah Direvisi: 19 Oktober 2017 Naskah Disetujui: 22 November 2017

Abstrak
Tidak ada yang menyangsikan peran Sunan Gunung Jati sebagai salah satu sosok penting
dalam penyebaran Islam di Jawa khususnya. Tidak ada yang menyangsikan kehebatannya dalam
kancah politik tradisional, karena berhasil membawa Cirebon “merdeka” dari Kerajaan Sunda
dan mendirikan Kerajaan Islam Cirebon. Dari sini Sunan Gunung Jati hadir sebagai raja dan
wali, yang menguasai sebagian wilayah (yang sekarang) Jawa Barat sekaligus mengajak dan
menyemangati sisi spiritual warganya dalam memeluk Islam. Salah satu wujud ajakan Sunan
Gunung Jati tersebut tertuang dalam bentuk wèwèkas dan ipat-ipat (perintah dan larangan) atau
nasihat yang berhubungan dengan persoalan agama, maupun persoalan sosial-kemanusiaan.
Dengan menggunakan pendekatan sejarah pemikiran serta langkah-langkah dalam penelitian
filologi, penelitian ini berusaha mengkaji bagian pangkur naskah Cirebon yang berjudul Sejarah
Peteng (Sejarah Rante Martabat Tembung Wali Tembung Carang Satus-Sejarah Ampel
Rembesing Madu Pastika Padane) di mana di dalamnya terdapat gambaran tentang wèwèkas dan
ipat-ipat Sunan Gunung Jati serta mencari kesesuaiannya dengan Al-Qur‟an dan nilai-nilai
kemanusiaan.
Kata kunci: wèwèkas, ipat-ipat, Sunan Gunung Jati, Al-Qur‟an, kemanusiaan.

Abstract
No one doubts the role of Sunan Gunung Jati as one of the important figures in the spread
of Islam in Java in particular. And, no one doubts his prowess in the traditional political arena,
having succeeded in bringing Cirebon "freedom" from the Kingdom of Sunda and establishing the
Islamic Kingdom of Cirebon. At this point, Sunan Gunung Jati is present as a king and as a Wali
(Missionaris), who controls some of the (present) region of West Java as well as invites and
encourages the spiritual side of its citizens in embracing Islam. One form of Sunan Gunung Jati's
invitation is set forth in the form of wèwèkas and ipat-ipat (command and prohibition) or advice
relating to religious matters, as well as social-humanitarian issues. By using the historical
approach of thought and the steps in philological research, this research tries to study the
Cangkebon script of Pangkur script entitled The History of Peteng (History of Rante Martabat
Tembung Wali Tembung Carang Satus-History of Ampel Rembesing Madu Pastika Padane) in
which there is a picture of wèwèkas and ipat-ipat Sunan Gunung Jati as well as looking for
conformity with the Qur'an and human values.
Keywords: wewekas, ipat-ipat, Sunan Gunung Jati, Al-Quran, humanity.

A. PENDAHULUAN Jati. Baik itu kaitannya dengan asal usul,


Ada begitu banyak sumber sejarah, pendirian kerajaan Islam Cirebon, aktivitas
baik sumber lokal maupun sumber asing dakwah, hingga nasihat-nasihat beliau. Di
yang menyebutkan sosok Sunan Gunung antara kajian yang terkait dengan nasihat-
376 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390

nasihat Sunan Gunung Jati tersebut bisa menguraikan butir-butir wèwèkas dan ipat-
dibaca dalam buku karya Hasan Effendi ipat yang terdapat dalam naskah Sejarah
yang berjudul Petatah-petitih Sunan Peteng (Sejarah Rante Martabat Tembung
Gunung Jati Ditinjau dari Aspek Nilai dan Wali Tembung Carang Satus-Sejarah
Pendidikan. Secara khusus, Hasan Effendi Ampel Rembesing Madu Pastika Padane)
memfokuskan pada nasihat Sunan Gunung sebagai salah satu bentuk aspirasi lokal
Jati serta hubungannya dengan nilai moral yang mewakili sejarah pemikiran, identitas
dan pendidikan. Di luar kajian tersebut, budaya, sekaligus harapan sang penutur;
Hasan Effendi tidak memberikan Sunan dari Cirebon. Begitu pula dengan
penjelasan yang terperinci tetang sosok pemilihan babad sebagai bahan kajian,
Sunan Gunung Jati. Lain pula dengan bukan untuk menghakimi akurasi dan nilai
karya Dadan Wildan, berjudul Sunan faktual dari teks ini, tetapi semata-mata
Gunung Jati, Petuah, Pengaruh, dan sebagai respons terhadap kajian
Jejak-Jejak Sang Wali di Tanah Jawa. historiografi tradisional yang terkadang
Dalam karyanya, meski singkat, Dadan dilihat dalam fungsinya sebagai alat politik
Wildan memberikan perhatian yang cukup dan legitimasi kekuasaan semata. Karena,
berimbang antara misi dakwah, pengaruh nyatanya yang tertulis dalam teks ini
ajaran yang Sunan Gunung Jati, serta adalah pengetahuan yang mencakup
petuah beliau. pemikiran sosial-keagamaan dan pemi-
Kajian kali ini juga seputar nasihat kiran praktis atau pengetahuan sehari-hari
Sunan Gunung Jati. Dengan menjadikan (common sense).
data tekstual sebagai sumber kajian, Dalam hal ini, langkah-langkah
penelitian kemudian dilanjutkan dengan dalam metode penelitian filologi akan
penjelasan tentang kesesuaiannya dengan sangat membantu jalannya penelitian.
ayat-ayat Al-Qur’an serta nilai kemanu- Dimulai dengan pemanfaatan naskah milik
siaan. Pertimbangan yang menjadi latar perorangan sebagai objek kajian, penelitian
belakang tulisan ini adalah, dalam dilanjutkan dengan inventarisasi naskah,
beberapa hal, wèwèkas dan ipat-ipat di sini penyajian informasi naskah atau deskripsi
tidak harus selalu dimaknai semata-mata teks, alih tulis teks, hingga terjemahan
sebagai segepok ―wejangan‖ yang rigid teks. Secara mendasar, metode yang
dan siap kunyah, tetapi diperlukan digunakan dalam penelitian ini adalah
reinterpretasi untuk mencari inti terdalam metode deskriptif analitis dengan tujuan
atas warisan berharga masa lalu tersebut untuk memaparkan berbagai jenis
dalam menghadapi persoalan kekinian penemuan yang terdapat pada teks naskah
sekaligus sebagai rabuk bagi masa depan. sebagai data analisis (Ratna, 2008: 53).
Tujuan lebih lanjut, agar kita tidak berhenti Sebagai kelanjutannya, hasil dari
pada kesadaran akan fungsi naskah kuno metode deskriptif analitis dari naskah
sebagai salah satu sumber sejarah yang tersebut dicari kesesuaiannya dengan kitab
hanya berputar di kalangan kaum suci Al-Qur’an. Tema penelitian ini
akademisi-intelektual atau para peminat menjadi penting untuk diteliti karena di
naskah kuno, tetapi bisa sampai ke dalamnya terdapat pembahasan tentang
masyarakat dan diwujudkan dalam tin- nasihat dan larangan yang ditunjukkan
dakan nyata. Kiranya wèwèkas dan ipat- kepada manusia dalam perannya sebagai
ipat Sunan Gunung Jati bisa menjadi salah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki
satu manuskrip kegamaan yang berguna kewajiban terhadap Tuhannya dan
bagi pemberdayaan kita semua. perannya sebagai manusia yang hidup
bersama dengan manusia lainnya.
B. METODE PENELITIAN Dengan begitu, mencari kesesuaian antara
Dengan menggunakan pendekatan butir-butir wewekas dan ipat-ipat Sunan
kajian teks, tulisan ini bermaksud Gunung Jati dengan ayat-ayat Al-Qur’an
Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 377

bisa dilakukan sebagai sebuah upaya ini berupa cap Singa Mahkota–
menghidupkan kembali pentingnya manus- Propatria.Tinta yang digunakan berwarna
krip kegamaan. hitam dan warna merah untuk rubrikasi
baru dengan menggunakan aksara pegon
C. HASIL DAN BAHASAN dan bahasa Cirebon.
1. Deskripsi Singkat Naskah Total halaman naskah sebanyak 280
Salah satu wujud warisan budaya halaman, yang terdiri atas 276 halaman
fisik yang dimiliki Indonesia khususnya di berupa teks pokok tentang kehidupan para
Jawa adalah naskah. Naskah ditulis dalam Wali. Sisanya 4 halaman, berisi catatan
bahasa dan aksara daerah dengan isinya pengingat tentang pengangkatan Sultan
yang sangat beragam meliputi bidang Sepuh di Kebumen (depan Gedung Bank
agama, sejarah, sastra, mitologi, legenda, Indonesia-Cirebon) pada pukul 10.00 hari
adat-istiadat, dan sebagainya. Secara Kamis tanggal 9 bulan Safar tahun Wawu,
keseluruhan naskah kuno tersebut dapat 1289 Hijriyah yang bertepatan dengan
memberikan gambaran kehidupan berting- tanggal 18 bulan April tahun 1872 Masehi.
kah laku sekaligus warisan rohani, pikiran, Bagian lainnya berisi doa-doa. Masing-
dan cita-cita luhur nenek moyang bangsa masing halaman berisi 12 baris dengan
Indonesia (Soebadio, 1973: 7). ukuran naskah 21x17 cm dan lebar teks
Untuk penelitian ini, naskah dengan 17x12 cm. Di bagian kanan halaman agak
kode LKK_EDS001 diberi judul Sejarah ke atas ada penomoran halaman yang
Peteng (Sejarah Rante Martabat Tembung tampak diberikan kemudian dengan
Wali Tembung Carang Satus-Sejarah menggunakan angka Latin. Adapun bentuk
Ampel Rembesing Madu Pastika Padane) tulisan dari teks naskah ini berupa tembang
dimiliki oleh Edwin Sujana, kerabat (puisi) yang biasa disebut dengan nama
Keraton Kacirebonan. Naskah ini berasal Macapat. Adapun bagian-bagian yang
dari warisan orang tuanya yang bernama diambil dalam tulisan ini dimulai dari
Pangeran Yopi Dendhabratha. Ditulis oleh halaman 27 sampai dengan 31 berupa
Kiyai Mas Ragil Desa Keragilan Plumbon tembang macapat pangkur, yakni bagian
dan disalin oleh Muhammad Kurdi Dukuh dari tembang macapat dengan nuansa
Kasturi Gegesik Cirebon. Berdasarkan pitutur atau nasihat. Sebagaimana
catatan yang ada di bagian akhir naskah, disebutkan dalam darikesolo.com,
naskah ini pernah dipegang oleh Kiai Patih tembang macapat pangkur biasanya
Abdurrahim Cirebon. disampaikan oleh seorang yang menginjak
Media yang digunakan kertas Eropa usia senja dan mulai menanggalkan
dengan kondisi yang sudah mulai rusak. urusan-urusan dunia. Nasihat tersebut
Beberapa bagian diberi kertas yang dilem biasanya ditunjukkan kepada anak, istri
sebagai pengikat halaman yang robek. atau khalayak pada umumnya. Adapun
Adapun sampul naskah menggunakan potongan naskah tersebut sebagaimana
kertas daluwang tebal yang sudah dilapisi tertera di bawah ini:
kain warna kuning dan dilem, juga karena
kondisinya sudah mulai rusak. Cap kertas
(watermark) yang digunakan oleh naskah
378 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390

2. Dari Timur Tengah ke Tanah Jawa:


Latar Belakang Pemikiran Sunan
Gunung Jati
Berdasarkan beberapa catatan ten-
tang Sunan Gunung Jati, beliau dilahirkan
dari ibu yang bernama Rara Santang atau
Syarifah Mudaim, anak Prabu Siliwangi,
raja Padjajaran dengan nama Syarif
Hidayatullah. Sementara ayahnya bernama
Sultan Syarif Abdullah, seorang raja
Mesir. Syarif Hidayatullah menghabiskan
masa kecilnya di Mesir seraya berguru dan
mengunjungi beberapa tempat bersejarah
seperti Jabal Kahfi dan makam Nabi
Sulaeman. Dalam usia muda, sekitar 12
tahun, sepeninggal ayahnya, Syarif
Hidayatullah ditunjuk sebagai pengganti
kedudukan ayahnya. Tetapi kedudukan ini
Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 379

ditolak Syarif Hidayatullah muda dengan Kerajaan Islam Cirebon pada tahun 1482
alasan keinginannya melakukan perjalanan (Atja, 1972: 10-15). Islam kemudian
mencari Rasulullah SAW (Wahyu, 2005: menjadi fenomena yang mengakar kuat di
14-16). kawasan ini. Dengan peran signifikan
Konon, ketika Syarif Hidayatullah yang diemban Gunung Jati, Islam menjadi
kembali ke Mesir dari perjalanannya, begitu mencolok di tengah berbagai
rakyat berkeinginan untuk menghadap ke aktivitas masyarakatnya.
raja. Namun keinginan ini juga ditolak Ditinjau dari sudut lain, secara tidak
Syarif Hidayatullah dengan alasan langsung interaksi Sunan Gunung Jati
keinginannya untuk pergi ke Baitullah dengan lingkungan yang luas dan beragam
mencari guru yang utama. Kedudukan raja menciptakan pengalaman dan penghayatan
kemudian digantikan oleh adiknya Syarif yang berbeda-beda pula. Kemungkinan
Nurullah. Syarif Hidayatullah sendiri pada besar, kompleksitas di atas kelak menja-
akhirnya berguru kepada beberapa ulama dikan Sunan Gunung Jati memiliki
di Timur Tengah seperti Syekh Najmurini perhatian serius, bukan hanya terhadap
Kubra di Makkah dan Syekh Muhammad persoalan ilmu dan spiritual kegamaan,
Atoillah di Sadili (Wahyu, 2005: 14-16). tetapi juga dalam persoalan kemanusiaan.
Setelah menimba ilmu di kawasan Sebagai pemegang otoritas politik
Timur Tengah, perjalanan keilmuan Syarif dan keagamaan, Sunan Gunung Jati
Hidayatullah kemudian dilanjutkan di nyatanya ditempatkan oleh pemeluk Islam
kawasan India, Cina dan kawasan pada posisi yang sangat terhormat.
Nusantara (Sulendraningrat, 1984: 30-31). Kepemimpinannya secara umum dipan-
Di wilayah ini Syarif Hidayatullah berguru dang kharismatik sekaligus menyebar
kepada ulama-ulama Sumatera, serta hingga ke kelompok beragam tanpa
beberapa wali di Jawa. Di antara nama- menimbulkan konflik berarti. Salah satu
nama guru Syarif Hidayatullah adalah bukti yang hingga kini masih bisa
Syekh Benthong di Karawang, Syekh disaksikan adalah kawasan Pecinan,
Nurjati, belajar Tarekat Annafsiyah pada Kampung Arab Panjunan, keraton-keraton
Syekh Datul Sidiq di Pasai, Syekh Datuk Cirebon, Kelenteng Cina atau vihara,
Barul, Sunan Ampel, Kanjeng Eyang masjid, dan gereja, seakan mencerminkan
Syekh Samsutabres, Syekh Haji Jubah, dan keragaman agama, basis ekonomi dan
beberapa ulama lain (Babad Cirebon kebudayaan pemeluknya. Semua berbaur
Naskah Keraton Kacirebonan Teks hingga membentuk struktur khas Cirebon,
KCR.39: 94-95). sebuah masyarakat multikultur yang
Perpaduan antara nasab yang kompleks sebagai representasi dari kera-
terhormat dengan pencapaian intelektual gaman berbagai etnis.
keagamaan yang cemerlang ditambah Meski dalam perjalanannya Islam
pengalaman mendatangi belahan dunia menjadi agama mayoritas penduduk
yang berbeda latar belakang Cirebon, namun dalam kenyataannya,
kebudayaannya seolah menjadi satu keyakinan dan pilihan pribadi juga
rangkaian yang saling dukung bagi misi mendapat tempat dan pengakuan. Dari sini,
da’wah Syarif Hidayatullah. Beberapa secara hipotesis bisa dikatakan bahwa
tahun kemudian, setelah kedatangan beliau suasana kondusif yang berlangsung di
di Cirebon, sekitar tahun 1470–an Syarif antara keragaman etnis Cirebon ditentuan
Hidayatullah atau kemudian dikenal oleh–di antaranya—sejauh mana Islam dan
dengan Sunan Gunung Jati, bukan hanya pemeluknya sebagai mayoritas mampu
berhasil menjalankan misi penyebaran mengakomodir berbagai ragam kepen-
Islam, tetapi juga berhasil membawa tingan. Layaknya sebuah wilayah yang
Cirebon menjadi kerajaan merdeka dari terbingkai dalam ragam budaya, multikul-
Kerajaan Sunda sekaligus menjadi raja di turalisme Cirebon bukan sesuatu yang
380 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390

diciptakan oleh pihak-pihak tertentu, termasuk ipat-ipat, mana nasihat yang


melainkan tercipta dengan sendirinya yang diperintahkan untuk dilakukan dan mana
lahir bersama dengan sejarah Cirebon yang larangan yang diperintahkan untuk tidak
panjang (Arovah, 2017: 11). dilakukan.
Jika dihubungkan dengan ide Tembang macapat pangkur yang
multikulturalisme, pluralisme, dan juga sedang dibahas ini, konon dibacakan di
humanisme, nampaknya secara tidak depan rombongan wali, di antaranya Sultan
langsung ide-ide tersebut telah disuarakan Demak, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan
Sunan Gunung Jati bersama pemeluk Islam Bonang, Sunan Drajat, dan Syekh Maulana
di Cirebon (Arovah, 2017: 12). Maghrib yang mendatangi Sunan Gunung
Reputasi intelektual keagamaan Jati ketika menetap di puncak Gunung Jati.
yang berpadu dengan nilai-nilai Wèwèkas dan ipat-ipat sendiri pada
kemanusiaan Sunan Gunung Jati di atas awalnya ditujukan kepada anak keturunan
seolah menjadi salah satu tanda bagi ―sah‖ Sunan Gunung Jati seraya meminta mereka
nya seorang wali hingga menghantar- untuk menghormati dan menjalankan
kannya menjadi ketua ―dewan wali‖ wèwèkas dan ipat-ipat tersebut.
setelah Sunan Ampel dan Sunan Giri wafat Jaminannya, jika mereka taat dan
(Hardjasaputra dan Haris, 2011: 59). Dari mengamalkannya, maka akan menjadi
sini, pemikiran yang lahir dari figur seorang wali. Sebaliknya, jika melanggar
seorang wali menjadi model yang penting akan didoakan agar pendek umurnya.
untuk disimak, sebagai jembatan antara Peristiwa kedatangan rombongan wali ini
pemikiran Sunan Gunung Jati dan menjadi istimewa karena setelah wèwèkas
masyarakat generasi berikutnya. dan ipat-ipat dibacakan, para wali yang
hadir kemudian membubarkan diri dengan
3. Nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan pertimbangan ―apa yang bermanfaat bagi
serta Kesesuaian Ipat-ipat Sunan semua sudah selamat‖ (Sejarah Peteng
Gunung Jati dengan Al-Qur’an (Sejarah Rante Martabat Tembung Wali
Tembung Carang Satus-Sejarah Ampel
Dari sisi terminologi, menurut
Rembesing Madu Pastika Padane) hlm.
Muhamad Mukhtar Zaidin1, seorang
28-31).
penggiat naskah Cirebon, kata wèwèkas
Keseluruhan wèwèkas dan ipat-ipat
dan kata ipat-ipat berasal dari bahasa
yang terdapat dalam pangkur ini berjumlah
Jawa. wèwèkas berasal dari kata wèkas
40 buah, dengan transliterasi sebagaimana
yang berarti pesan atau nasihat. Sedangkan
disebutkan di bawah ini:
ipat-ipat merujuk pada larangan atau
sesuatu yang tidak boleh dilakukan
“PANGKUR”
disebabkan nantinya berakibat buruk bagi
Parang Sunan Jati parapta, alinggi
yang melanggar. Keduanya ditulis atau
ana ing puncak Gunungjati, Makhdum
dibaca berulang menunjukkan pesan dan
Bonang Giri emut, ing wewekas (h. 27)
larangan tersebut jumlahnya banyak atau
maulana, Sharafuddin nyata prasami
lebih dari dua. Gabungan singkat dari dua
arawuh, ming Jati sarta kalawan wargi-
kata tersebut berarti pesan yang
wargi para wali.
diperintahkan untuk dilakukan dan
larangan yang harus dihindari dari Sunan
Makhdum Kali Makhdum Darajat,
Gunung Jati. Dari definisi tersebut kita
Pangeran Makhdum muwah Maulana
bisa membuat pengelompokan yang
Maghrib, Sultan Demak mapan rawuh,
berkaitan dengan dua kata; mana yang
maksud maring susunan, agung angruru
termasuk dalam wèwèkas, dan mana yang
awarni duhung, pun kebo tuwek kalayan,
duhung namanepun kunci.
1
Wawancara dilakukan di Keraton Kasepuhan
Cirebon pada tanggal 10 Januari 2017.
Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 381

Ing waktune makumpulan, Pangeran 35. Aja ilok anga(la)rani atine manusa,
Panjunan mapan sumanding, muwah 36. Aja akeh laraning atining manusa
ingkang anak putu, Sunan Jati sadaya, maring saking duryat,
adan Sunan Jati wewekas kang tangtu, 37. Yen anaha anak putu kang wangun
maring ingkang putra wayah, lan ipat-ipat larane atining manusa sun puji
kang jati. cupeten kang yuswa, aja den
awetaken urip ing dunya. Iku ipat-ipat
Raka-raka saksenana, kula wasiyat manira katemu ing anak putu ing
ming duriyat sawuri wuri-wuri,
38. Sapa kang idep ing warana manira
1. Den hormat ing leluhur, wus lalis nanging kula raksa ugi,
2. Den welas ati, 39. Kahula ahubi, kahula tanggung para
3. Hormata ing wong tuwa, wali sadaya sidaju matur, amin x3 Ya
4. Manah den syukur, Allah kang mugiyah qabulna dongane
5. Nanggunga „iddah, Suhunan Carbon. Maka Pangeran
6. Ngasorna diri, Panjunan ngandika;
7. Guguneman (gugunen) sifat kang 40. He Ki Mas Hasanuddin, poma-poma
pinujih, dika pakuwa wasiate rama dika la
8. Singkirna sifat kang den wancih, dika weruhaken sugri (sawuri) duriyat
9. Lan pangarti kang becik, Suhunan; sapa-sapa anak putu ing
10. Amepesaken barangasan, wasiat rama dika Suhunan Carbon
11. Ngadohna parpadu, pasti dadi wali sedaya, satedake
12. Aja ilok nyanah ala kang ora yakin, poma-poma dika paku, amin 3x.
13. Aja ilok anggedekaken bobad,
14. Aja ilok anyidrani jangji, Adapun perinciannya, 25 wèwèkas
15. Yen ala bayah den tuhu, dan 15 ipat-ipat. Dari sisi makna yang
16. Kang wedi ing Allah, dikandung, 7 di antaranya berisi tentang
17. Tapaha (tepaha) salira, hal-hal yang berhubungan dengan nilai-
18. Den adil ing panemu, nilai ketuhanan sekaligus menjelaskan
19. Aja gawe tingkah sembarangan kang bagaimana seharusnya manusia bertindak
ora patut anulungi, sebagai makhluk ciptaan Tuhan terhadap
20. Lan hormata ing pusaka, Tuhan sebagai sang pencipta (hablun min
21. Panganen (pengen) jangating allah). Sisanya, berjumlah 33 berisi nilai-
(jaqating / zakating) mukmin, nilai yang berhubungan dengan
22. Mulya na ing tetamu, kemanusiaan (hablun min annas);
23. Den ajer ulatira, bagaimana seharusnya manusia bertidak
24. Aja tungkul ing sahwat, dan bersikap, baik itu dalam kapasitasnya
25. Aja mangan yen ora ngeli, sebagi seorang muslim, maupun sebagai
26. Aja ilok rengu ing rarahine wong, manusia yang hidup bersama dengan
27. Aja nginum yen ora dahar, manusia lain.
28. Aja turu yen ora katekan arip, Keterangan lebih lanjut lihat tabel
29. Yen sambahyang den kongsih kaya berikut.
pucuking panah,
30. Yen puwasa den kongsih kaya tali ing Tabel 1. Butir-butir Wèwèkas dan Ipat-ipat
panah, Sunan Gunung Jati
31. Pambriya rizki kang halal, No Wèwèkas Ipat-ipat
32. Aja akeh kang den pambrih, Hormati para
1 Jauhi sifat buruk
33. Den bisah amegeng nafsu, leluhur
34. Yen duka woworana lan sukah Jangan
Hormati orang
2 mengingkari
pambriya ati gelis lilip tua
janji
382 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390

Jangan berbuat Mampukan diri


Miliki hati
sesuatu 21. menahan hawa
3 penuh
yang tidak nafsu
kasih sayang
berfaedah Jika sedih
Miliki hati yang Jangan tenggelam 22. campurlah
4
bersyukur dalam hawa nafsu bahagia
Jangan pernah Tertawalah
Bersabarlah
5 memukul untuk
dalam beribadah
muka orang 23. melepaskan
Jangan minum kepedihan
Berlakulah
6 sebelum Milikilah
rendah hati
benar-benar haus 24. pengetahuan
Janganlah makan yang baik
Peganglah sifat
7 sebelum Pendamlah
terpuji 25.
benar-benar lapar nafsu amarah
Janganlah tidur
Jika ada bahaya sebelum
8
harus dipastikan benar-benar
Tabel 2. Nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan dalam
ngantuk
Wèwèkas dan Ipat-ipat Sunan Gunung Jati
Jangan banyak
Bertakwalah
9 mencari
kepada Allah No Nilai Nilai
sesuatu
Ketuhanan Kemanusiaan
Jangan
Bersabarlah
Harus mawas memperbanyak
10 1. dalam Hormati para
diri hidup yang tidak
beribadah leluhur
berguna
Bertakwalah
Harus adil
Jangan menyakiti 2. kepada Allah Hormati orang tua
terhadap
11 hati mukmin Shalatlah
pengetahuan
Hormatilah seumpama Miliki hati penuh
12. Jauhi sifat buruk 3. ujung anak kasih sayang
pusaka
Bersungguh- panah
Jauhi perselisihan Puasalah
sungguhlah
13. dan 4. bagaikan Milikilah
menjadi
pedebatan ikatan tali Pengetahuan yang
mukmin sejati
Muliakan para Janganlah berbuat yang baik
14. mengikat
tamu dusta
Jangan berburuk panah
Ceriakan raut sangka 5. Carilah rezeki
15. yang halal Berlakulah rendah
muka terhadap hal yang
tidak yakin hati
Haruslah selalu Bersungguh-
16. 6. sungguhlah Peganglah sifat
waspada
Shalatlah menjadi terpuji
seumpama mukmin
17. sejati
ujung anak
panah Miliki hati Jika ada bahaya
Puasalah 7. yang harus dipastikan
bagaikan ikatan bersyukur
18. 8. Harus mawas diri
tali yang
mengikat panah Harus adil
Carilah rezeki 9. terhadap
19.
yang halal pengetahuan
Perbanyaklah 10. Hormatilah
20.
menangis pusaka
Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 383

Jika sedih Ini berarti, shalat dan puasa


11. campurlah memiliki dalil Al-Qur’an yang jelas. Shalat
bahagia dan puasa merupakan salah satu ibadah
12. Muliakan para mahdloh yang harus diekspresikan dengan
tamu
jelas syarat dan rukunnya oleh setiap
13. Ceriakan raut
muslim. Implikasinya juga jelas, bukan
muka
Haruslah selalu
hanya bermanfaat bagi kesehatan spiritual,
14. waspada tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan
Mampukan diri jasmani dan rohani seorang muslim. Al-
15. menahan hawa Qur’an menyatakan:“sesungguhnya
nafsu beruntunglah orang-orang yang beriman,
Tertawalah untuk yaitu orang yang khusuk dalam sholatnya”
16. melepaskan (QS. Al-Mu’minun: 1-2). Sebagaimana
kepedihan hasil penelitian Rinawi (2009: ) tentang
17. Jauhi sifat buruk khusuk dalam sholat dengan mebuat
Jangan menyakiti perbandingan antara Tafsir Al-Manar dan
18. hati mukmin Tafsir Al-Munir. Ia sampai pada
19. Perbanyaklah kesimpulan bahwa khusuk dalam sholat
menangis
adalah berkaitan dengan masalah jiwa dan
Jangan
20. memperbanyak raga manusia. Ketika melaksanakan sholat
hidup yang tidak seorang hamba mengutamakan shalatnya
berguna daripada hal lain, menyibukkan dirinya
Jangan banyak dengan shalatnya dan hanya mengingat
21. mencari sesuatu Allah, merendahkan diri kepada Allah dan
mengosongkan hatinya dari bisikan setan.
Jika diamati dengan saksama dapat Begitu pentingnya shalat dan puasa
disimpulkan bahwa semua nilai ketuhanan hingga hingga dalam wèwèkas dan ipat-
dan kemanusiaan dalam butir-butir ipat ini Sunan Gunung Jati membuat
wèwèkas dan ipat-ipat ini berkesesuaian sebuah analogi ―seumpama ujung anak
dengan teks agama lainnya, utamanya ayat panah‖ untuk salat dan ―ikatan tali yang
Al-Qur’an. Sisi ketuhanan misalnya, Sunan mengikat panah‖ untuk puasa, merujuk
Gunung Jati mengusung pemikiran yang pada dimensi pemusatan dan kesungguhan
seolah mengajak orang lain untuk serta totalitas. Jika dihubungkan dengan
sungguh-sungguh memasuki pengalaman ayat-ayat Al-Qur’an bisa menjadi semacam
ilahiyah melalui shalat dan puasa perspektif bahwa salat dan puasa adalah
(wèwèkas butir ke 17 dan 18) sebuah kewajiban dan wujud ketaatan
―sembayanga deng kongsi kaya pucukkeng seorang muslim. Agar manfaat dari salat
panah” dan puasaha deng kongsi kaya dan puasa bisa dicapai, juga agar salat dan
tetalining panah” sebagai bentuk ketaatan puasanya tidak menjadi sia-sia, seorang
serta totalitas seorang hamba yang muslim harus menjalankannya secara utuh,
menyatakan dirinya sebagai muslim. Lihat total dan sungguh-sungguh.
Al-Qur’an Surat Al-Ankabut ayat 45 yang Melengkapi kewajiban seorang
artinya: ... “dan kerjakanlah shalat, muslim, dalam wèwèkas dan ipat-ipat
sesungguhnya shalat itu bisa mencegah Sunan Gunung Jati memerintahkan kaum
perbuatan keji dan munkar”... dan surat muslim untuk mencari mencari rezeki yang
Al-Baqarah ayat 183 yang artinya:“wahai halal (wèwèkas butir ke 19) ―amambriha
orang-orang yang beriman, diwajibkan rizki halal‖. Meski jika dilihat secara
kepada kalian berpuasa sebagaimana sepintas, kewajiban mencari rezeki seolah
diwajibkan kepada orang-orang sebelum berkaitan erat dengan persoalan ―duniawi‖
kalian agar kalian bertakwa”. namun, dalam kenyataannya, menurut
384 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390

pandangan Islam, tujuan hidup seorang untuk beribadah. Al-Qur’an surat


muslim adalah mencari kebahagiaan di Muhammad ayat 31 yang artinya: “Kami
dunia dan akhirat. Dengan demikian, jika (Allah) pasti akan menguji kamu, hingga
mencari rezeki ini dihubungkan dengan nyata dan terbukti mana yang pejuang dan
aktivitas ekonomi, maka bangunan mana yang sabar dari kamu”... dengan
ekonomi yang kuat sesuai dengan ajaran terperinci Allah juga memerintahkan untuk
Islam harus dikembangkan dengan serius sabar dalam mengerjakan shalat, Dan
demi tercapainya kebahagiaan dunia dan perintahkanlah keluargamu mengerjakan
akhirat tersebut. Lebih lanjut, hal ini bisa salat dan sabar dalam mengerja-
berarti mencari rezeki yang halal menjadi kannya...(QS. Thoha ayat 132).
penting dalam Islam. Karena setiap asupan Di sini kemudian, selain sabar dalam
yang masuk ke dalam tubuh manusia akan menghadapi cobaan dan ujian, sikap sabar
memengaruhi fisik, emosional, psikologis, juga dituntut ketika berhadapan dengan
maupun spiritualnya. Rezeki yang halal hal-hal yang menjadi kendala bagi
menghadirkan ketenangan jiwa, hidup terlaksananya kewajiban ibadah tersebut.
semakin terarah, dan menjadikan pintu- Misalnya saja sikap malas atau sengaja
pintu keberkahan terbuka semakin lebar menunda-nunda terlaksananya ibadah
(republika.co.id). Akhirnya, mencari hingga penghalang lainnya. Sabar atau
rezeki yang halal dapat dicapai dalam menahan diri dari hal-hal yang meng-
kerangka beribadah kepada Allah SWT halangi terlaksananya ibadah kemudian
serta bisa disejajarkan dengan ibadah- diimplementasikan dengan melawan sikap
ibadah wajib lainnya, sebagaimana malas dan menunda-nunda tersebut demi
disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al- menuju perbaikan ibadah. Pada intinya,
Jum’at ayat 10 yang artinya “apabila sebagaimana yang dinyatakan M. Quraish
ditunaikan shalat, maka bertebaranlah Shihab dalam Tafsir Al-Misbah (2002:
kamu di muka bumi, dan carilah karunia 389-390), Allah SWT memerintahkan
allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak sabar dalam segala hal, sebagai syarat
supaya kamu beruntung”. utama bagi kebahagiaan dan kejayaan
Yang juga menjadi perhatian setiap pribadi dan masyarakat.
kemudian, dalam wèwèkas tersebut juga Masih dalam konteks ketuhanan,
memerintahkan untuk ―bersabar dalam Sunan Gunung Jati menempatkan rasa
ibadah‖ (wèwèkas butir ke 5) ―anaggunga syukur (wèwèkas butir ke 4) ―lan den
ing ibadah‖. Kata shabar atau menahan manar sukur‖ sebagai salah satu pesan
diri terhadap apa yang tidak kita sukai beliau. Syukur yang berarti membuka atau
dengan tujuan memeroleh keridloan Allah mengakui diri merupakan lawan dari kufur
SWT (Nurul Hidayati, 2007: 138), yang bermakna menutup diri. Kalau kita
merupakan lawan dari ―mengeluh‖. Shabar pahami dengan tidak benar, rasa syukur
merupakan salah satu kata dalam Al- bisa jadi hanya berhenti pada ungkapan
Qur’an dengan jumlah pengulangan yang terima kasih kita kepada Allah SWT atas
cukup banyak. Dalam Mu‟jamul Mufahras segala nikmat-Nya. Padahal jika ditelusuri
lialfadzil Qur‟an (1364), terdapat 103 kata lebih lanjut, di samping janji Allah yang
shabar dalam Al-Qur’an. Hal ini bukan sudah pasti perwujudannya, yakni
saja berarti sabar itu menjadi penting, ...“apabila seorang hamba bersyukur,
tetapi juga menjadi sesuatu yang harus maka Allah SWT akan memberikan
dicoba untuk dilakukan secara terus balasan berupa berkah yang berlipat-
menerus. Kaitannya dengan kata lipat”...(QS. Ibrahim ayat 7), rasa syukur
―bersabarlah dalam ibadah‖ menunjukkan juga memiliki efek positif karena
bahwa, ketika sesorang menyatakan ditengarai mampu membuat orang miskin
dirinya sebagai muslim, maka secara menjadi kaya, orang sedih menjadi bahagia
langsung melekat pada berbagai kewajiban (Mahfudz, 2014: 386). Dengan demikian,
Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 385

syukur merupakan perwujudan upaya melainkan menjadi dasar kehidupan dunia


manusia dalam menjaga kesehatan jiwa, dan akhirat sekaligus serta tidak
terutama pengakuan atas kemahabesaran mengabaikan kehidupan dunia (Madjid,
Allah, pengakuan akan kelemahan manusia 2005: 37). Gabungan antara takwa dan
sebagai hamba, sekaligus menjadi kendali menjadi muslim sejati ini memerintahkan
dari rasa tidak puas akan hasrat manusia. kaum muslim untuk total menjadi pemeluk
Puncaknya, rasa syukur bisa membawa Islam seraya tidak berhenti untuk berusaha
ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan untuk mewujudkan Islam yang rahmatan
hidup. lil aalamiin.
Wèwèkas dan ipat-ipat berikutnya Adapun nilai-nilai kemanusiaan,
adalah takwa dan menjadi muslim sejati dalam naskah ini nampaknya Sunan
(wèwèkas butir ke 9 dan 13) ―wedia Gunung Jati memerinci lebih luas sisi
maring Allah‖ dan ―tekanana ing ibadah yang berhubungan dengan etika
sahajating mukmin”. Keduanya seolah personal dan etika sosial. Lewat wèwèkas
menjadi benang merah yang penting dari dan ipat-ipat Sunan Gunung Jati mengajak
nilai ketuhanan dalam wèwèkas dan ipat- masyarakat untuk sampai pada kesadaran
ipat Sunan Gunung Jati. Seorang muslim akan agama sebagai sebuah keyakinan
yang dituntut senantiasa berupaya yang harus ditaati ajarannya sambil tidak
menjalankan segala perintah Allah SWT melupakan statusnya sebagai manusia.
sekaligus menjauhi larangan Allah SWt Beliau juga menekankan pentingnya
dengan sebenar-benarnya. Demikian Islam sebagai agama yang menganjurkan
definisi populer dari takwa. Definisi lain penganutnya untuk memiliki hati penuh
dari sebenar-benarnya takwa adalah kasih sayang dan rendah hati (wèwèkas
menjadikan Allah SWT sebagai yang butir ke 3 dan 6) ―den welas aten‖, dan
ditaati, tidak disanggah, diingat dan tidak ―lan anganorena diri‖. Begitu pentingnya
pernah dilupakan, disyukuri dan tidak kasih sayang, Allah SWT sampai
pernah diingkari (Asa, 2000: 234). Al- menetapkan atas diri-Nya kasih sayang
Qur’an surat Ali Imran 102 menyatakan terhadap makhluknya sebagaimana
yang artinya “Hai Orang-orang yang tercantum dalam surat Al-An’am: 12
beriman, bertakwalah kepada Allah ―...Dia telah menetapkan atas diri-Nya
dengan sebenar-benarnya takwa kasih sayang...‖. Juga awal surat Al-
kepadaNya”.... Meskipun demikian, Fatihah yang menjadi awal pembuka bagi
pengertian di atas tidak berarti berhenti surat-surat lainnya dalam Al-Qur’an, yakni
pada hubungan seorang hamba dengan bismillahirrahmanirrahim yang jika
Tuhannya, karena pada takwa tetap diterjemahkan dengan sederhana dengan
memiliki implikasi yang bersifat kema- nama Allah yang maha pengasih lagi
nusiaan. Ia bahkan menjadi kekuatan dasar maha penyayang. Di sini kata arrahman
bagi nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. (pengasih) menjadi begitu penting, karena
Hamka dalam Tafsir Al-Azhar pada hakikatnya kata rahman tersebut
(1988: 122-123) menyatakan bahwa dalam merujuk pada kasih sayang Allah SWT
kalimat takwa terkandung makna yang yang diberikan kepada seluruh
lebih komprehensif, yaitu cinta, kasih, makhluknya tanpa kecuali, tanpa pandang
harapan, cemas, tawakal, rida, sabar, bulu, bersifat universal dan menyeluruh,
berani, dan lainnya. Intinya adalah tanpa memandang sisi keyakinan
memelihara hubungan baik dengan Allah hambaNya, apakah seseorang tersebut
SWT dengan mempebanyak amal saleh muslim atau bukan, selama berada di
sebagai wujud kesadaran sebagai hamba kehidupan dunia.
Allah. Takwa, lebih lanjut dikemukakan Sementara kata arrahim (penya-
Nurcholish Madjid bukan hanya menjadi yang) kemudian menjadi perhatian berikut-
sesuatu yang condong ke sisi akhirat, nya, karena kasih sayang Allah ini hanya
386 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390

diberikan kepada hambanya yang memilih memiliki sifat terpuji dan menjauhi sifat
Islam sebagai keyakinan sekaligus buruk hingga terdapat kurang lebih 200
meyakini Allah SWT sebagai satu-satunya ayat Al-Qur’an (www.islam-damai.com)
Tuhan dengan disertai sikap takwa. Meski yang bisa dijadikan dalil sah pesan-pesan
rahim ini diberikan nanti di kehidupan Sunan Gunung Jati di atas. Di antaranya
akhirat dan hanya untuk orang-orang QS. An-Nahl ayat 91 yang artinya:
Islam, namun di atas segalanya dua “Sesungguhnya Allah SWT menyuruh
terminologi tersebut, seolah-olah berlaku adil dan berbuat kebaikan dan
menunjukkan betapa pentingnya rahman memberi kepada kaum kerabat, dan
dan rahim (kasih-sayang) bagi sesama melarang dari perbuatan keji,
(Misrawi, 2007: 98). kemungkaran dan permusuhan”... Dalam
Selanjutnya kata ―hati‖. Dalam ayat lain, yakni QS. An-Nazi’at ayat 40-41
Islam, kata ―hati‖ atau qalb menempati Allah SWT menerangkan tentang balasan
kedudukan yang agung karena menjadi surga bagi hamba-hamba Allah yang bisa
rahasia Tuhan. Secara singkat ia bermakna menahan hawa nafsu.
membalik atau membolak-balik. Sebuah Pandangan dari sisi etika personal
analisis dengan menggunakan pendekatan yang ditawarkan Sunan Gunung Jati diikuti
analisis kandungan kata, yakni Ihya pula oleh pandangan beliau terkait dengan
Ulumuddin karya Imam Ghazali sampai etika sosial. Dalam wèwèkas dan ipat-ipat
pada kesimpulan bahwa hati lebih beliau disebutkan: saling menghormati dan
berbentuk kerohanian yang mana hati berbuat baik serta kasih sayang (wèwèkas
adalah unsur yang bersifat ketuhanan butir ke 3) ―deng welas aten‖, dilanjutkan
(rabbaniyyah), bertujuan kepada ilmu dan dengan jangan mengingkari janji, jangan
bolak-balik sifatnya (Jalil et al., 2016: 59). memukul muka orang, jangan berbuat
Begitu fleksibelnya hati, hingga ia dusta, dan hingga larangan untuk berburuk
berpotensi untuk tidak konsisten. Karena sangka terhadap sesuatu yang belum jelas
sifatnya yang mudah sekali bolak-balik, atau tidak yakin, (ipat-ipat butir 2, 5, 14,
lewat wèwèkas dan ipat-ipat, Sunan 15,) ―aja ilok nyidarani ing prajanji‖, ―aja
Gunung Jati menasihati bagaimana nggedekaken bobad, ―aja ilok anggitik sira
seharusnya mengisi hati, yakni dengan cara maring rerahining jalmi‖ dan ―aja ilok
bersyukur, kasih sayang, rendah hati, dan nyana-nyana kang ora kelawan yakin‖.
menahan diri, dan lainnya (wèwèkas butir Kesesuaiannya dalam Al-Qur’an bisa kita
ke 3,6,7, 21, dan 25) ―deng welas aten‖, lihat dalam QS al-Maidah ayat 1 yang
―lan den manah sukur‖, ―lan anganorena artinya: “hai orang-orang yang beriman,
diri‖, ―amepesa brangasan‖, ―lan deng penuhilah janji-janji”...
bisa ing sira amegeng nafsu‖. Hati juga Wèwèkas lain yang termasuk dalam
yang kemudian menjadi kunci baik atau etika yang berhubungan dengan orang lain
buruknya tingkah laku seseorang sekaligus menjelaskan bagaimana cara menyenang-
menjadi representasi dari nilai moral yang kan orang lain, salah satunya dengan
harus dipatuhi. memuliakan tamu (wèwèkas butir ke 14)
Pesan lainnya, kita diperintah untuk ―amulyakaken tetamu‖. Lebih lanjut lihat
memiliki sifat terpuji dan menjauhi sifat QS. Annisa ayat 114 yang artinya: “tidak
buruk (wèwèkas butir ke 7 dan ipat-ipat ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-
butir ke 1) ―gugoni sifat pinuja‖ dan bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan
‖nyingkirana sifat ingkang den wenci‖, dari manusia yang menyuruh memberi
serta menahan diri dari hawa nafsu dan sedekah atau berbuat kebaikan atau
perilaku yang tidak berfaedah (ipat-ipat mengadakan perdamaian di antara
butir ke 1, 4, dan 10) ―aja gawe hal barang manusia”...
kang tan patut anulungi‖, ―aja katungkul Bukan hanya penghormatan kepada
ka syahwat‖. Begitu luasnya makna sesama muslim, penghormatan yang sama
Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 387

juga diperintahkan terhadap leluhur, orang prosedur ilmiah baik melalui pengamatan,
tua, ilmu pengetahuan dan pusaka, sebagai penalaran, maupun intuisi sehingga
warisan kebudayaan manusia (wèwèkas menghasilkan pengetahuan yang sistematis
butir ke 1, 2, dan 12) ―deng ormat maring mengenai alam seisinya serta mengandung
leluhur, ―den ormat ming wong tua‖,”lan nilai-nilai logika, etika, estetika, hikmah,
ormata ing pusaka‖. Dalam Islam, rahmah, dan petunjuk bagi kehidupan
penghormatan terhadap orang tua manusia baik di dunia maupun di
merupakan hal yang mutlak dilakukan kemudian hari (Syafi’ie, 1998: 253).
(wèwèkas butir ke 1, 2, dan 12). Ada Bahkan wahyu pertama yang diturunkan
begitu banyak alasan yang menjadikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad
penghormatan terhadap orang tua dan SAW, yakni Surat Al-Alaq ayat 1-5 di
leluhur menjadi begitu penting. Bukan dalamnya mengandung prinsip-prinsip
hanya alasan karena melalui kedua orang ilmu dan teknologi. Kata iqra‟ iqra‟ yang
tua kitalah kita dilahirkan dan dibesarkan, berarti bacalah, telitilah, damailah,
lebih lanjut, keberadaan leluhur juga ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam,
mampu memberikan pengalaman historis tanda-tanda zaman, sejarah maupun diri
tentang masa lalu sekaligus pelajaran bagi sendiri (Nadjmuddin, 2010: 165).
masa mendatang. Petikan ayat yang Begitu pula dengan penghormatan
membenarkan penghormatan terhadap terhadap leluhur dan pusaka. Dua hal
orang tua dapat dilihat pada QS Al-Isra terakhir, yakni leluhur dan pusaka
ayat 23 yang artinya “dan Tuhanmu telah merupakan bagian dari masa lalu yang dari
memerintahkan supaya kamu jangan keduanya kita bisa mengambil pelajaran
menyembah selain Dia dan hendaklah demi kebaikan masa kini dan masa depan.
kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu Al-Qur’an menyatakan dalam QS Al-
dengan sebaik-baiknya”... Hasyr ayat 18 yang artinya “hai orang-
Demikian butir-butir wèwèkas dan orang yang beriman, bertakwalah kepada
ipat-ipat tentang hormat kepada orang tua Allah dan hendaknya setiap orang
dan leluhur, juga penghormatan terhadap memperhatikan apa yang telah diperbuat-
sesama manusia maupun sesama muslim nya untuk hari esok”... Sebuah ayat yang
yang semuanya bisa kita temukan menjelaskan perintah untuk dapat menang-
kesesuaiannya dengan Al-Qur’an. Dan kap pesan dan pelajaran dari masa lalu
masih banyak lagi jumlah ayat Al-Qur’an bagi orang yang memahaminya sebagai
yang sesuai dengan butir wèwèkas dan bekal kebaikan hidup.
ipat-ipat di atas yang tidak lain tujuannya Hal ini sama artinya dengan kita
adalah demi kebaikan hidup manusia. mempelajari sejarah, mempelajari masa
Pada sisi lain, penghormatan lalu. Cerita para tokoh dan berbagai
terhadap ilmu pengetahuan dan perintah peristiwa masa lalu bukan hanya memiliki
untuk memiliki pengetahuan yang baik fungsi inspiratif, tetapi juga fungsi
(wèwèkas butir ke 11 dan 24,) ―lan rekreatif. Bukan hanya memberi kese-
pangarti dipun bagus‖, ―den ngadil ing nangan sebagaimana kita menikmati karya
panemu‖ jika dibedah lebih lanjut menjadi sastra, tetapi melalui sejarah juga kita bisa
sepadan artinya dengan kedudukan orang mendapatkan ide-ide dan pemecahan bagi
yang berilmu itu sendiri. Dalam surat Al- persoalan kekinian. Masa lalu, sebagai-
Mujadalah ayat 11 disebutkan “allah akan mana sejarah juga memiliki fungsi yang
meninggikan beberapa derajat orang- bersifat edukatif dan instruktif. Karena
orang yang beriman di antara kamu dan dengannya masa lalu sebagai bagian dari
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan rentetan kehidupan itu sendiri, mampu
beberapa derajat”...Ilmu pengetahuan memberikan makna kearifan dan kebijak-
yang di dalam Al-Qur’an dimaknai sebagai sanaan pada kehidupan yang berkelanjutan
rangkaian aktivitas manusia dengan di masa depan.
388 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390

Di samping butir-butir wèwèkas dan beriman untuk senantiasa ...“bersabarlah,


ipat-ipat di atas, Sunan Gunung Jati juga kuatkanlah kesabaranmu, bersiagalah, dan
memberi perhatian serius terhadap bertakwalah kepada Allah agar kamu
kebutuhan yang sifatnya fisik: jangan beruntung”. Selain itu, butir-butir wèwèkas
minum sebelum haus, jangan makan dan ipat-ipat di atas juga seolah menjadi
sebelum lapar, dan jangan tidur sebelum simbol sikap optimis yang seharusnya
mengantuk (Ipat-ipat butir ke 6,7,8) ―aja dimiliki oleh setiap muslim. Meski
nginum yen tan dahaga‖, ―aja mangan sira terkadang ada hal sulit dalam menjalani
yen ora ngeli, dan ―aja ilok turu yen ora liku-liku kehidupan, tetapi seorang hamba
arip sira‖. Dilihat lebih lanjut, tiga harus yakin bahwa Allah menawarkan
kebutuhan yang berdampak langsung bagi banyak solusi. Bahkan lebih banyak solusi
kesehatan jasmani ini seolah mencoba yang Allah ciptakan dari pada persoalan
ditempatkan dengan sepatutnya dan yang harus dihadapi.“Karena sesungguh-
disesuaikan kebutuhan. Ajaran Islam, nya bersamaan dengan kesulitan pasti ada
melalui Al-Qur’an dengan jelas kemudahan, sesungguhnya, sesudah kesu-
menyatakan keharusan kita untuk litan itu ada kemudahan”, demikian ayat
memenuhi kebutuhan fisik seraya Al-Qur’an surat Al-Insyiroh ayat 5-6.
memerintahkan untuk tidak berlebihan Berdasar konsep-konsep itulah,
terhadapnya. Karena dimulai dari Sunan Gunung Jati dengan penuh
pemenuhan akan kebutuhan fisik (makan) kesadaran dan rasa tanggung jawab seolah
inilah, kemudian berlanjut dengan berupaya mengantarkan masyarakatnya ke
kaitannya dengan ruhani, iman, dan arah spiritual serta tindakan sosial yang
ibadah, identitas diri, dan juga dengan beradab. Daya tarik dari wewekas dan ipat-
perilaku. Untuk itulah, di samping ipat Sunan Gunung Jati yang mengambil
diperintahkan untuk makan makanan dan pijakan jelas dengan mengambil dalil dari
minuman yang halal dan baik, kita juga Al-Qur’an seolah mengajak kita untuk
diperintahkan untuk makan dan inum berpikir lebih mendalam dan personal
dengan tidak berlebihan. ―makan dan tentang pribadi muslim sekaligus sebagai
minumlah tetapi jangan berlebihan, manusia pada umumnya.
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang
yang berlebih-lebihan” demikian bunyi D. PENUTUP
terjemahan surat Al-A’rof ayat 31 yang Dari wèwèkas dan ipat-ipat ini dapat
berkitan dengan wèwèkas tersebut. disimpulkan bahwa, wèwèkas dan ipat-ipat
Hal lain yang bisa temukan dalam Sunan Gunung Jati sesuai dengan Al-
wèwèkas dan ipat-ipat Sunan Gunung Jati Qur’an. Bisa juga dikatakan, tidak ada
adalah bagaimana hendaknya bersikap pertentangan di antara keduanya. Hal
dalam menghadapi suatu keadaan; jika ada penting lain yang berhasil dilakukan Sunan
bahaya harus dipastikan, harus mawas diri, Gunung Jati adalah membuat lompatan
ceriakan raut muka, harus selalu waspada, besar dengan menjadikan kehidupan
perbanyaklah menangis, jika sedih masyarakat Cirebon menjadi masyarakat
campurlah dengan bahagia, tertawalah muslim yang terbuka dan demokratis. Ini
untuk menghilangkan kepedihan, bisa dilihat dari isi naskah yang mencakup
(wèwèkas butir ke 8, 10, 15, 16, 20, 22, pengetahuan yang bersifat teoretis (sosial-
dan 23) ―yen baya dipun tuhu‖, ―tepa keagamaan) dan pemikiran praktis atau
sarira‖, ―den ajer ulatira‖, ―dipun emut‖, pengetahuan sehari-hari (common sense).
―den akeh tangis sira‖, ―yen duka woren Gabungan serasi dan seimbang antara
lan suka‖, dan ―gumuyung pambrihan lili‖. dimensi ketuhanan dan kemanusiaan, juga
Sejalan dengan wèwèkas dan ipat-ipat nilai sosial-keagamaan dan pemikiran
tersebut, Al-Qur’an dalam surat Ali Imron praktis inilah yang dibutuhkan sepanjang
ayat terakhir memerintahkan orang yang waktu dan pada setiap tempat sebagai salah
Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 389

satu usaha meningkatkan kualitas hidup Rinawi. 2009.


bersama. Khusuk dalam Shalat (Perbandingan
Dengan demikian, membicarakan Tafsir Al-Manar dan Tafsir Al-Munir).
kembali pemikiran Sunan Gunung Jati Skripsi. Surabaya: Jurusan Tafsir
Hadits, Fakultas Ushuluddin Institut
lewat wèwèkas dan ipat-ipat-nya meru-
Agama Islam Negeri Sunan Ampel.
pakan sebuah tindakan wajar sehingga digilib.uinsby.ac.id.
dapat dicapai suatu pemahaman yang lebih
mendalam dan persepsi yang lebih matang Syafi’ie, Imam. 1998.
atas pemikiran salah satu anggota wali ―Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-
Qur’an (Pendekatan Tafsir Tematik)‖.
sanga ini. Bahkan, penulis menduga kuat
Disertasi. Yogyakarta: Program Ilmu
wèwèkas dan ipat-ipat Sunan Gunung Jati Agama Islam, Institut Agama Islam
ini sangat bermanfaat bagi ―gerak‖ Negeri Sunan Kalijaga. digilib.uin-
spiritual-kemanusiaan. Bermanfaat bukan suka.ac.id.
hanya bagi para akademisi yang tengah
bergulat di wilayah humaniora dan kajian 2. Buku
kritis ilmu sosial, tetapi juga masyarakat Abdul Baqi, Muhammad Fuad. 1364 H.
pada umumnya. Mu‟jamul Mufahras lialfadzil Qur‟an.
Kairo: Daarul Hadits.
DAFTAR SUMBER
Asa, Syu’bah. 2000.
1. Makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi, Dalam Cahaya Al-Qur‟an, Tafsir Ayat-
dan Jurnal Ayat Sosial-Politik. Jakarta: Gramedia.
Arovah, Eva Nur. ―Cirebon in the Frame of
Multicul-turalism: Integration of Ethnic Atja. 1972.
Diversity as Regional Identity‖. Tjarita Purwaka Tjaruban Nagari
Makalah dalam International Confe- (Sedjarah Mulajadi Tjirebon), Jakarta:
rence on Islam in Southeast Asia, Ikatan Karyawan Museum.
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung
Djati, Bandung. 2017. Effendi, Hasan. 1990.
Petatah-Petitih Sunan Gunung Jati
Hidayati, Nurul. 2007. Ditinjau dari Aspek Nilai dan
Shabar dalam Al-Qur‟an Menurut Yusuf Pendidikan. Bandung: Indra Prahasta.
Al-Qordhowi. Skripsi. Yogyakarta: Hamka. 1988.
Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panji
Fakultas Dakwah Universitas Islam Mas.
Negeri Sunan Kalijaga. digilib.uin.
suka.ac.id. Hardjasaputra, A Sobana dan Tawalinuddin
Haris. 2011.
Jalil, Muhammad Hilmi et al. ―Konsep Hati Cirebon dalam Lima Zaman. Bandung:
menurut Al-Qur’an‖, dalam Jurnal Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Reflektika, Vol.11, No.11, Januai 2016 Provinsi Jawa Barat.
M. ejournal.idia.ac.id. 2016.
Madjid, Nurcholish. 2005.
Mahfudz, Choirul. ―The Power of Syukur, Pesan-Pesan Taqwa Kumpulan Khutbah
Tafsir Kontekstual Konsep Syukur Jum‟at di Paramadina. Jakarta:
dalam Al-Qur’an‖, dalam Jurnal Paramadina.
Episteme, Vol. 9, No.2, Desember 2014. Misrawi, Zuhairi. 2007.
ejournal.iain. tulungagung.ac.id. Al-Qur‟an Kitab Toleransi, Inklusivis-
me, Pluralisme, dan Multikulturalisme.
Nadjmuddin, Muchlis. ―Konsep Ilmu dalam Surabaya: Fitrah.
Al-Qur’an‖, dalam Jurnal Inspirasi, No.
X Edisi Juli 2010. Jurnal.untad.ac.id. Ratna, Nyoman Kutha. 2008.
Teori, Metode, dan Teknik Penelitian
Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
390 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390

Shihab, M.Quraish. 2002.


Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Penerbit
Lentera Hati.
Soebadio, Haryati. 1973.
Masalah Filologi, Prasaran pada
Seminar Bahasa Daerah Bali-Sunda-
Jawa.Yogyakarta.
Sulendraningrat, PS. 1982.
Babad Tanah Sunda Babad Cirebon.
TP.
TP. 1427 H.
Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Kudus:
Penerbit Menara Kudus.
TP.TT.
Babad Cirebon Naskah Keraton
Kacirebonan Teks KCR.39.
TP.TT.
Sejarah Peteng (Sejarah Rante
Martabat Tembung Wali Tembung
Carang Satus-Sejarah Ampel
Rembesing Madu Pastika Padane) Teks
LKK_EDS001.
Wahyu, Aman.N. 2005.
Sejarah Wali Syekh Ayarif Hidayatullah
Sunan Gunung Jati (Naskah
Mertasinga). Bandung: Pustaka.
Wildan, Dadan. 2007.
Sunan Gunung Jati, Patuah,
Pengaruh, dan Jejak-Jejak Sang Wali
di Tanah Jawa. Jakarta: Salima.

3. Internet
darikesolo.com, diakses tanggal 15 September
2017.
www.Islam-damai.com, diakses tanggal 15
September 2017.

4. Informan
Zaidin, Muhammad Mukhtar Zaidin (47 tahun)
Pegiat Naskah pada Keraton Kasepuhan
Cirebon. Wawancara dilakukan di
Keraton Kasepuhan, 10 Januari 2017.
Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 391

TRADISI LISAN HAHIWANG


PADA PEREMPUAN DI PESISIR BARAT LAMPUNG
ORAL TRADITION OF HAHIWANG OF WOMEN
IN WEST COAST OF LAMPUNG

Ali Gufron
Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat
Jalan Cinambo No. 136 Ujungberung - Bandung
e-mail: uunhalimah76@gmail.com

Naskah Diterima: 30 Agustus 2017 Naskah Direvisi: 27 Oktober 2017 Naskah Disetujui: 21 November 2017

Abstrak
Artikel ini bertujuan menguraikan bagaimana tradisi hahiwang berkembang pada
masyarakat 16 marga di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, yang dibagi menjadi empat bagian.
Bagian pertama membahas hahiwang sebagai salah satu bentuk tradisi lisan. Bagian kedua
membahas sistem kekerabatan yang bersifat patrilineal dan konsep patriarki pada masyarakat
Pesisir Barat. Bagian ketiga membahas tentang bentuk dan struktur hahiwang. Dan, bagian
terakhir membahas hahiwang dan dominasi laki-laki. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif. Adapun teknik untuk menjaring data dan informasi adalah wawancara dan
observasi. Hasilnya, menunjukkan bahwa hahiwang lahir akibat dominasi patriarki yang
mensubordinasikan perempuan Lampung Saibatin dalam bentuk aturan adat. Hahiwang
merupakan ungkapan pengalaman dan perasaan jiwa perempuan Lampung Saibatin atas
ketidakberdayaannya dalam menghadapi dominasi laki-laki. Hahiwang tidak bertujuan untuk
menggulingkan kekuasaan patriarki, melainkan hanya sebagai ungkapan atas ketertindasan
perempuan dalam bentuk ratapan yang dilantunkan. Namun dalam perkembangan selanjutnya,
hahiwang dieksploitasi kaum patriaki menjadi sarana siar agama, pelengkap begawi adat, dan
bahkan penarik simpatisan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah.
Kata kunci: hahiwang, perempuan, tradisi lisan, sistem kekerabatan, patriarki.

Abstract
This article aims to describe how the hahiwang tradition which develops in a community of
16 clan in West Coast District, Lampung, which is divided into four parts. The first part discusses
hahiwang as one form of oral tradition. The second section discusses the patrilineal kinship
system and the patriarchal concept of the West Coast community. The third section deals with the
shape and structure of hahiwang. And, last part discusses hahiwang and male domination. The
research method used is descriptive qualitative. The techniques getting the data and information
are used interviews and observation. The result shows that hahiwang were born due to patriarchal
dominance that subordinating Lampung Saibatin women in the form of custom rules. Hahiwang is
an expression of experience and feelings of the female soul of Lampung Saibatin for his
powerlessness in the face of male domination. Hahiwang does not aim to overthrow patriarchal
rule, but only as an expression of women's oppression in the form of laments sung. However, in
later developments, hahiwang exploited the patriarchs to be a means of religious broadcasting,
supplements of traditional begawi, and even the pullers of sympathizers in the General Election of
Regional Head.
Keywords: hahiwang, womens, oral tradition, kinship system, patriarchy.
392 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406

A. PENDAHULUAN puisi (paradinei/paghadini, papaccur/


Jauh sebelum manusia mengenal papaccogh/wawancan, pattun/adi-adi,
tulisan, proses pewarisan kebudayaan bebandung, ringget/pisaan/highing-
dilakukan dengan cara dituturkan dari satu highing/wayak/ngehahaddo, hahiwang).
generasi kepada generasi berikutnya. Cara Sebagai bagian dari sastra lisan
penyampaiannya menurut Irwanto Lampung, hahiwang berupa ungkapan
(2012:126), dapat melalui cerita rakyat pengalaman dan perasaan jiwa atau
(dongeng, legenda, mitologi), nyanyian- tanggapan perempuan Lampung atas
nyanyian, sistem kognitif, adat istiadat, lingkungannya (dalam arti luas) yang
sarana ekspresi, sistem religi dan diwujudkan dalam dunia fiksi melalui
kepercayaan, kearifan lokal atau bentuk media bahasanya (bahasa Lampung) dalam
lainnya. Proses penyampaian secara lisan bentuk tuturan. Hahiwang sendiri berasal
inilah yang kemudian disebut sebagai dari kata dasar hiwang yang berarti
tradisi lisan. menangis, mengisak, meratap atau
Tradisi lisan dapat diartikan penyesalan. Awalan /ha/ di depan kata
sebagai segala wacana yang diucapkan /hiwang/ menunjukkan arti sangat yang
meliputi yang lisan dan yang beraksara memiliki makna ―hiperbolisme‖; yakni
atau sistem wacana yang bukan beraksara sedih yang amat sangat, kesedihan
(Pudentia, 1998:vii). Kandungan wacana mendalam. Arti tersebut tergambarkan
tersebut menurut Sedyawati (1996:5-6), pada seni tutur hahiwang yang
sangat bervariasi serta mempunyai menyuarakan isi hati dengan lantunan
cakupan luas mulai dari uraian genealogis, suara yang menyayat.
sistem pengetahuan, ungkapan seremonial Hahiwang berkembang pada
ritual, hingga seni tutur atau sastra lisan. masyarakat adat Saibatin/Peminggir,
Oleh Danandjaja (1998:54), sastra lisan khususnya 16 Marga Pesisir Krui,
atau sastra rakyat (folk literature) dianggap Kabupaten Pesisir Barat. Bahasa yang
sinonim dengan folklor lisan karena digunakan dalam ber-hahiwang adalah
merupakan bagian kebudayaan yang bahasa Lampung subdialek Belalau atau
tersebar dan diwariskan turun-temurun lebih dikenal dengan dialek Api/"A"
baik yang disertai dengan gerak isyarat (Hadikusuma, 1996). Subdialek ini juga
atau alat pembantu pengingat. Sebagai dipertuturkan oleh ulun Lampung Saibatin/
bagian dari kebudayaan, sastra lisan tidak Peminggir yang berdomisili di Melinting-
lepas dari pengaruh nilai-nilai yang hidup Meranggai, Pesisir Rajabasa, Pesisir Teluk,
dan berkembang di masyarakat. Ia Pesisir Semaka, Kedondong, Belalau, Way
memberikan ciri khas daerahnya sendiri Tenong, Sumber Jaya, Ranau, Komering,
yang menganut nilai-nilai tertentu yang Kayu Agung serta ulun Lampung Pepadun
mengikat masyarakat agar tetap utuh yang berdomisili di Way Kanan, Sungkay
mempertahankan tradisinya. Utara, Natar dan Pubian (khufronimi9.
Di daerah Lampung, tepatnya di wordpress.com).
Kabupaten Pesisir Barat terdapat sejenis Sejak kapan hahiwang muncul
seni tutur yang disebut sebagai hahiwang. sudah tidak diketahui lagi. Sebab, apabila
Hahiwang merupakan satu dari beberapa mengacu pada definisi folklor lisan seperti
ragam karya sastra orang Lampung. Sanusi yang dikemukakan Danandjaja di atas,
(2001:7) membagi karya sastra lisan etnis maka seni tutur diwariskan secara oral
Lampung menjadi 5 (lima) macam, yaitu: untuk dijadikan sebagai milik komunal.
Peribahasa (sesikun/sekiman); (2) teka-teki Jadi, sudah tidak mungkin lagi untuk
(seganing/teteduhan); (3) mantera menelusuri kapan serta siapa yang pertama
(memmang, asihan, pebukkem/pebukkom, kali menciptakannya. Satu hal yang
pengheppek/pengheppok, balung, jappei/ menarik, tradisi ini masih tetap dilantunkan
jappi); (4) cerita rakyat (warahan); dan (5) oleh sebagian orang, khususnya kaum
Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 393

perempuan Pesisir Krui. Oleh karena itu, hahiwang adat berisi ketentuan adat
penelitian tentang hahiwang perlu tentang silsilah, perkawinan, dan lain
dilakukan dengan masalah: bagaimana sebagainya yang disenandungkan pada
bentuk dan struktur hahiwang serta apa acara begawi adat. Berdasarkan kedua
fungsi bagi masyarakat pendukungnya. bentuk tersebut Kurnia menyimpulkan
Adapun tujuannya adalah untuk menggam- bahwa fungsi hahiwang adalah sebagai
barkan bentuk atau struktur hahiwang serta sarana dakwah keagamaan serta pengingat
mengetahui fungsi bagi masyarakat orang Lampung akan adat istiadatnya.
khususnya kaum perempuan di 16 marga Seiring perkembangan zaman, fungsi ini
Pesisir Krui. Materi yang akan dibahas telah bergeser menjadi alat bagi sebagian
meliputi: struktur sosial masyarakat Pesisir orang untuk mendapatkan perhatian
Krui, bentuk dan struktur hahiwang, sistem publik.
kekerabatan masyarakat Pesisir Krui, dan Penelitian-penelitian tersebut me-
aturan-aturan dalam sistem kekerabatan nunjukkan bahwa aspek sistem kekera-
yang mengikat kaum perempuan batan yang bersifat patrilineal tidak
berdasarkan prinsip patriarki. menjadi sesuatu yang ditekankan oleh para
Penelitian tentang hahiwang yang peneliti. Fauziah Fattah lebih menekankan
ada di Kebupaten Pesisir Barat masih pada makna filosofis hahiwang yang
belum banyak dilakukan orang. Dari bersumber dari jati diri orang Lampung.
penelusuran literatur hanya ada beberapa Penekanan Kurnia lebih pada fungsi
tulisan yang relatif lengkap membahas hahiwang sebagai sarana berdakwah dan
tentang hahiwang. Salah satunya adalah pengingat orang Lampung akan adat
tulisan Fauzi Fattah pada harian Lampung istiadatnya. Sedangkan penelitian ini lebih
Post terbitan 20 Juli 2013 dengan judul menekankan pada hubungan hahiwang
"Menyingkap Makna Filosofis Hahiwang". dengan dominasi laki-laki yang
Dalam tulisannya Fattah membahas mensubordinasikan perempuan Lampung
tentang makna filosofis hahiwang berjudul Saibatin.
Janji Sebudi yang berkisah tentang
kekecewaan seorang bujang karena sang B. METODE PENELITIAN
kekasih menikah dengan orang lain. Metode yang digunakan dalam
Menurut Fattah, walau berisi penderitaan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
seseorang "Janji Sebudi" juga mengandung Teknik pengumpulan data dan informasi
makna filosofis yang dapat menggambar- menggunakan wawancara dan observasi.
kan kehidupan orang Lampung, yaitu: Wawancara ditujukan kepada para
agamis, patuh pada pimpinan adat, rendah pelantun hahiwang dan tokoh informal
hati, sabar, saling menghormati, dan yang menguasai adat istiadat Lampung
kesederhanaan. Saibatin di Pesisir Krui. Melalui
Selain Fattah, ada pula penelitian wawancara dengan para informan yang
dari Kurnia (2010) yang berjudul "Fungsi dilakukan pada pertengahan bulan Juni
Hahiwang pada Ulun Saibatin Krui 2016 dan awal bulan April 2017, diperoleh
Kecamatan Pesisir Tengah Lampung data dan informasi berupa: (1) definisi
Barat". Dalam penelitiannya Kurnia hahiwang; (2) struktur hahiwang; (3)
mendefinisikan hahiwang yang diperoleh pelantunan hahiwang, dan (4) struktur
dari sastrawan Mamak Lawok sebagai serta sistem kekerabatan masyarakat
puisi berbentuk cerita yang dibagi menjadi Pesisir Krui. Sementara, melalui observasi
dua bagian, yaitu hahiwang agama dan diperoleh data tentang lingkungan alam,
adat. Hahiwang agama berisi syariat dan pola pemukiman, dan perilaku masyarakat
ajaran-ajaran Islam yang umumnya Pesisir Barat dalam kehidupan sehari-hari.
disenandungkan saat memperingati hari- Selain metode beserta teknik di atas,
hari besar agama Islam, sedangkan studi literatur (kepustakaan dan atau
394 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406

dokumentasi) juga dilakukan dalam jiwa (3,34%), Way Krui 8.328 jiwa 1,95%,
kegiatan ini. Studi literatur dilakukan Krui Selatan 8.531 jiwa 1,99%, Pesisir
dalam rangka memeroleh pengertian atau Utara 8.202 jiwa 1,92%, Lemong 14.365
konsep-konsep yang berkenaan dengan jiwa 3,36%, dan Pulau Pisang dihuni oleh
hahiwang, sistem kekerabatan, patriarki, 1.343 jiwa (0,31%). Sementara jika dilihat
dan gender. Adapun data-data yang berdasarkan golongan usia, maka
berkenaan dengan Kabupaten Pesisir penduduk yang berusia 0-14 tahun ada
Barat, seperti posisi geografis, kepen- 54.825 jiwa (34,44%), kemudian yang
dudukan, pola pemukiman, dan mata berusia 15—54 tahun ada 76.632 jiwa
pencaharian diperoleh dari Badan Pusat (50,83%), dan yang berusia 55 tahun ke
Statistik Kabupaten Pesisir Barat. atas 12.559 jiwa (14,73%). Golongan umur
tersebut secara rinci dapat dilihat pada
C. HASIL DAN BAHASAN tabel di bawah ini.
1. Sekilas tentang Kabupaten Pesisir
Barat Tabel 1. Penduduk Pesisir Barat Berdasarkan
Kabupaten Pesisir Barat secara Golongan Umur
administratif termasuk dalam wilayah
Provinsi Lampung dengan batas geografis No Gol Umur Jumlah Prosentase
sebelah utara dengan Kabupaten Lampung 1. 0-4 18.784 12,98
Barat dan Kabupaten Ogan Komering Ulu 2. 5-9 19.830 13,70
3. 10-14 16.211 11,20
(Provinsi Sumatera Selatan); sebelah timur
4. 15-19 12.190 8,42
dengan Kecamatan Pematang Sawah dan 5. 20-24 10.234 7,07
Kecamatan Semaka; sebelah selatan 6. 25-29 10.883 7,52
dengan Samudera Hindia; dan sebelah 7. 30-34 10.874 7,51
barat berbatasan dengan Kabupaten Kaur 8. 35-39 9.742 6,73
(Provinsi Bengkulu). Kabupaten yang 9. 40-44 8.558 5,91
dibentuk berdasarkan Undang-undang 10. 45-49 7.788 5,38
Nomor 22 Tahun 2012 (Lembaran Negara 11. 50-54 6.363 4,40
Nomor 231, Tambahan Lembaran Negara 12. 55-59 4.596 3,17
Nomor 5364) yang diundangkan tanggal 13. 60-64 3.213 2,22
14. 65-69 2.267 1,57
17 November 2012 ini memiliki luas
15. 70-ke atas 2.183 1,51
wilayah sekitar 2.907,23 km² atau 495.04 144.763 100,00
ha dengan titik koordinat 4° 40’ 0‖ – 6° 0’
0‖ Lintang Selatan dan 103° 30’ 0‖ – 104° Sumber: (BPS Kabupaten Lampung Barat,
50’ 0‖ Bujur Timur (uun-halimah. 2013)
blogspot.co.id).
Penduduk Kabupaten Pesisir Barat Pola pemukiman penduduk Pesisir
berjumlah 144.763 jiwa, dengan jumlah Barat umumnya perumahan berada di
Kepala Keluarga (KK) 33.292. Jika dilihat sekitar jalan, baik itu jalan kabupaten,
berdasarkan jenis kelaminnya, maka kecamatan, maupun desa, berjajar, dengan
jumlah penduduk laki-lakinya mencapai arah menghadap ke jalan (pola
76.240 jiwa dan penduduk berjenis pita/ribbon). Arah rumah yang berada
kelamin perempuan mencapai 68.523 jiwa. bukan di pinggir jalan pun arahnya
Para penduduk ini tersebar di 11 mengikuti yang ada di pinggir jalan.
kecamatan, yaitu Pesisir Selatan dihuni Sebagian besar rumah tersebut masih
oleh 21.762 jiwa (5,09%), Bengkunat berbentuk tradisional yang mengelompok
dihuni oleh 7.620 jiwa (5,61%), Bengkunat dan tersebar secara sporadis. Adapun
Belimbing 24.009 jiwa (5,61%), Ngambur cirinya berupa bangunan semi permanen
17.953 jiwa 4,20%, Pesisir Tengah 18.358 berbentuk panggung, menggunakan sumur
jiwa (4,29%), Karya Penggawa 14.292 (air tanah) sebagai sumber air minum, dan
kurang atau belum mendapat pasokan
Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 395

listrik. Khusus untuk pasokan listrik, berkembang menjadi identitas kelompok


kabupaten baru ini relatif masih kurang. (Rudito, 2013:3). Menurut mitos tentang
Oleh karena itu, tidak mengherankan asal usul, orang Pesisir Barat berkeyakinan
apabila sering terjadi pemadaman listrik bahwa mereka berasal dari keturunan
secara bergilir. Bahkan, pemadaman Kepaksian Skala Brak/Sekala Beghak yang
hampir terjadi setiap hari dengan jangka lokasinya berada di kawasan lereng
waktu antara beberapa jam hingga Gunung Pesagi (sekarang di sekitar
beberapa hari. Untuk mensiasatinya Kabupaten Lampung Barat). Sebelum
hampir di setiap rumah memasang genset menjadi kepaksian, menurut Masduki
berbahan bakar solar agar tetap menikmati (2006: 23-25), pada abad 15 datang empat
listrik. kelompok masyarakat yang menduduki
Letak Kabupaten Pesisir Barat sekitar Danau Ranau. Di sebelah barat
yang relatif jauh dari ibukota provinsi danau dihuni orang-orang yang datang dari
(Bandarlampung) membuat perekonomian Pagaruyung Sumatera Barat pimpinan
mayoritas penduduknya masih mengandal- Dipati Alam Padang. Di sisi timur danau,
kan sektor pertanian untuk memenuhi kelompok orang-orang Sekala Beghak
kebutuhan hidup. Menurut data dari BPS yang dipimpin Pangeran Liang Batu dan
Lampung Barat (Kabupaten Induk) tahun Pahlawan Sawangan (berasal dari
2013, aktivitas perekonomian mencapai Kepaksian Nyekhupa) serta kelompok
2,9 triliun yang dibagi menjadi beberapa yang dipimpin Raja Singa Jukhu (dari
kategori lapangan usaha, yaitu: pertanian, Kepaksian Bejalan Di Way). Sementara
kehutanan dan perikanan 52,90%; kelompok terakhir menempati sisi utara
pertambangan dan penggalian 5,15%; danau yang dipimpin Umpu Sijadi Helau
industri pengolahan 5,37%; pengadaan air, yang juga dari Sekala Beghak.
pengelolaan sampah, limbah dan daur Mereka kemudian berbaur dan
ulang 0,06%; konstruksi 5,09%; membentuk sebuah persekutuan buway
perdagangan besar/eceran, reparasi mobil, (keturunan) bernama Kepaksian Sekala
dan sepeda motor 11,23%; transportasi dan Baghak dan membaginya menjadi empat
pergudangan 0,9%; penyedia akomodasi marga atau kebuayan, yaitu: (1) Umpu
dan makan minum 1,55%; informasi dan Bejalan Di Way memerintah daerah
komunikasi 1,56%; jasa keuangan dan Kembahang dan Balik Bukit dengan Ibu
asuransi 1,64%; real estate 3,55%; jasa Negeri Puncak, daerah ini disebut dengan
perumahan 0.14%; dan administrasi Paksi Bejalan Di Way; (2) Umpu
pemerintahan, pertanahan dan jaminan Belunguh memerintah daerah Belalau
sosial 5,17%. dengan Ibu Negerinya Kenali, daerah ini
disebut dengan Paksi Buay Belunguh; (3)
2. Struktur Masyarakat Pesisir Barat Umpu Nyerupa memerintah daerah Sukau
Masyarakat Pesisir Barat merupa- dengan Ibu Negeri Tapak Siring, daerah ini
kan pendukung adat Saibatin (Peminggir) disebut dengan Paksi Buay Nyerupa; dan
yang umumnya bertempat tinggal di (4) Umpu Pernong memerintah daerah
sekitar pantai, mulai dari Krui hingga Batu Brak dengan Ibu Negeri Hanibung,
Kayu Agung (Harsono, 2013:246). Sebagai daerah ini disebut dengan Paksi Buay
sebuah kesatuan sosial, mereka mem- Pernong.
punyai struktur tersendiri yang tercermin Keempat paksi tersebut mengutus
dalam kelas-kelas sosial yang ditentukan lima orang penggawanya (Raja Penyukang
berdasarkan asal usul serta hubungan Alam, Raja Panglima, Raja Nurakdim,
kekerabatan. Struktur tersebut diper- Raja Belang, dan Nungkah Nungkeh Dego
tahankan dari satu generasi ke generasi Pemasok Rulah) untuk membantu Lumia
berikutnya dalam bentuk mitos-mitos Ralang Pantang dari Pantau Kota Besi
sebagai perwujudan keyakinan yang yang masih keturunan Pangeran Tanah
396 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406

Jaya dari daerah Banten (Imron, 2014). Brak), Bejalan Di Way (Kembahang),
Bersama-sama mereka menumpas Nyerupa (Sukau), Bulan/Nerima
sukubangsa Tumi yang tinggal di sekitar (Lenggiring), dan Buay Menyata/Anak
wilayah Pesisir Barat. Setelah berhasil Mentuha (Luas). Namun, dari enam
ditaklukkan kelima penggawa bersepakat kebuayan tersebut hanya empat yang
mendirikan kerajaan yang diberi nama menjadi Raja. Dua buay yang tidak
Penggawa Lima di bekas wilayah orang memerintah adalah Buay Menyata/Anak
Tumi. Masing-masing menempati wilayah Mentuha dan Buay Bulan/Nerima. Buay
yang telah disepakai bersama. Raja Menyata yang merupakan penghuni
Penyukang Alam bersama marga-marga pertama Kerajaan Skala Brak diangkat
yang dinaunginya menempati wilayah sebagai Anak Mentuha atau yang
Cukuh Mersa (Bandar), Raja Panglima dihormati, sedangkan Buay Nerima
menempati wilayah Pekon Teba merupakan Nakbar/Mirul (anak perempuan
(Perpasan), Raja Nurakdim menempati yang diambil orang).
wilayah Pematang Gedung (Pekon Balak - Saat ini, berdasarkan SK Gubernur
Laay), Raja Belang menempat wilayah Lampung No. G/362/B.II/HK/1996,
Pematang Gedung (Pekon Laay), dan Raja wilayah adat marga-marga di wilayah
Nungkah Nungkeh Dego Pemasok Rulah Pesisir memiliki batas yang cukup jelas.
menempati wilayah Pagar Dewa (Imron, Masing-masing marga dipimpin oleh
2014). seorang kepala marga dan memiliki tujuh
Pada masa kekuasaan Inggris, tingkatan Gelar yaitu: Suntan, Raja, Batin,
wilayah pesisir barat Lampung menjadi Radin, Minak, Kimas dan Mas. Adapun
salah satu Onderafdeelling dalam wilayah nama-nama Marga di wilayah pesisir di
administrasi Regenschap (Keresidenan) Kabupaten Pesisir Barat Lampung yakni:
Bengkulu. Sebagai konsekuensinya, Belimbing Bandar Dalam Bengkunat,
struktur kekuasaan lokal berada di bawah Bengkunat Sukamarga Bengkunat, Ngaras
Onderafdeeling melalui Inlandsche Negeri Ratu Ngaras Bengkunat, Ngambur
Gemeent Ordonantie Buitengewestan Negeri Ratu Ngambur Pesisir Selatan,
(peraturan dasar mengenai pemerintahan Tenumbang Negeri Ratu Tenumbang
desa) (Imron, 2014). Menurut Masduki Pesisir Selatan, Way Napal Way Napal
(2006: 27) pada masa ini kekuasaan Pesisir Tengah, Pasar Krui Krui Pesisir
marga-marga Penggawa Lima dan Tengah, Ulu Krui Gunung Kemala Pesisir
kebuayan Sekala Bekhak dipecah menjadi: Tengah, Pedada (Penggawa V Ilir) Pedada
(1) Bukti-bukti terdiri atas Marga Sukau, Pesisir Tengah, Bandar (Penggawa V
Marga Liwa, Marga Kembahang, Marga Tengah) Bandar Pesisir Tengah, Laay
Batu Brak, Marga Kenali, Marga Suoh, (Penggawa V Ulu) Laay Karya Penggawa,
Marga Way Tenong; (2) Krui Utara terdiri Way Sindi Karya Penggawa, Pulau Pisang
atas Marga Pulau Pisang, Marga Pugung Pesisir Utara, Pugung Tampak Pesisir
Tampak, Marga Pugung Penengahan, Utara, Pugung Penengahan Lemong, dan
Marga Pugung Malaya; (3) Krui Tengah Pugung Malaya Lemong.
terdiri atas Marga Way Sindi, Marga Laay,
Marga Bandar, Marga Pedada, Marga Ulu 3. Sistem Kekerabatan dan Ideologi
Krui, Marga Pasar Krui, Marga Way Patriarki
Napal; dan (4) Krui Selatan terdiri atas Sistem kekerabatan memiliki
Marga Tenumbang, Marga Ngambur, peranan penting untuk menggambarkan
Marga Ngaras, Marga Bengkunat, Marga struktur sosial masyarakat. Menurut
Belimbing. Lowie, sebagaimana yang dikutip oleh
Perkembangan selanjutnya, kebu- Hermaliza (2011:124), kekerabatan adalah
ayan Paksi Sekala Beghak menjadi enam, hubungan-hubungan sosial melalui jalur
yaitu: Belunguh (Kenali), Pernong (Batu genealogis dan atau perkawinan yang
Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 397

terjadi antara seseorang dengan saudara- marga yang membangun buay dan
saudaranya atau keluarganya (baik kepaksian di Pesisir Barat. Oleh karena itu,
keluarga inti maupun luas). Lebih lanjut, dalam setiap marga kedudukan adat
interaksi antarkerabat berdasarkan peran tertinggi berada pada anak laki-laki tertua
dan statusnya masing-masing membentuk dari keturunan tertua yang disebut
sebuah sistem yang meliputi istilah Penyimbang. Seseorang yang memeroleh
kekerabatan, keluarga inti, peran dan gelar dan status sebagai penyimbang
fungsi anggota keluarga, keluarga luas, dan marga akan sangat dihormati dalam
peran dalam tatanan adat. masyarakatnya karena menjadi penentu
Sistem kekerabatan dalam suatu dalam setiap proses pengambilan kepu-
masyarakat dapat berbentuk unilineal, tusan adat. Sementara kesatuan hidup
bilateral, dan sistem keturunan ganda. masyarakatnya tercermin dalam ikatan
Menurut Koentjaraningrat (1985: 129-130) kekerabatan yang menganut sistem keluar-
sistem kekerabatan matrilineal bersama ga luas (extended family). Ikatan
dengan patrilineal termasuk ke dalam kekerabatan didasarkan pada hubungan
sistem kekerabatan yang menetapkan garis keturunan (ikatan darah), ikatan perka-
keturunan berdasarkan satu garis atau winan, ikatan mewarei (pengangkatan
unilineal. Dalam sistem kekerabatan saudara), dan ikatan berdasarkan pengang-
matrilineal menghitung hubungan katan anak.
kekerabatan melalui garis perempuan Kontruksi sosial berdasar hu-
sementara sistem kekerabatan patrilineal bungan patrilineal ini mengarah pada
menetapkan garis keturunan menurut ayah dominasi kekuasaan laki-laki atau
atau laki-laki. Sistem kekerabatan lainnya Patriarki. Menurut Wably sebagaimana
adalah sistem kekerabatan non unilineal yang dikutip oleh Wiyatmi (2015:7),
yaitu bilineal dan bilateral. Sistem patriarki adalah sebuah sistem dari struktur
kekerabatan bilineal menghitung hubungan sosial yang menempatkan laki-laki dalam
kekerabatan melalui laki-laki saja untuk posisi dominan, menindas, dan
sejumlah hak dan kewajiban tertentu dan mengeksploitasi perempuan. Patriarki
melalui perempuan saja untuk sejumlah muncul sebagai bentuk kepercayaan atau
hak dan kewajiban tertentu pula. ideologi yang menempatkan kedudukan
Sedangkan sistem kekerabatan bilateral laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan
menghitung hubungan kekerabatan melalui melalui lembaga-lembaga sosial, politik,
laki-laki maupun perempuan. dan ekonomi.
Pada masyarakat adat Saibatin di Kultur patriarki di Kepaksian
Pesisir Barat sistem kekerabatannya ditarik Sekala Beghak memengaruhi struktur
secara patrilineal mulai dari asal usul sosial masyarakatnya, mulai dari level
mereka. Adapun penerapannya bersifat paling tinggi (Kepaksian) hingga ke level
primogenitur, yaitu bahwa harta pusaka terendah yaitu keluarga. Dalam kehidupan
berupa rumah, pekarangan, sawah dan atau rumah tangga misalnya, laki-laki
ladang serta seluruh harta kekayaan sebuah ditempatkan sebagai pusat kekuasaan. Bila
keluarga hanya akan diwariskan pada anak berasal dari kalangan bangsawan, maka
laki-laki tertua (sulung). Dengan demikian dialah yang berhak mewarisi gelar
harta pusaka tidak pecah terbagi-bagi. kebangsawanan ayahnya. Bila dia berasal
Anak laki-laki lainnya tidak mendapat dari kalangan kebanyakan, dia berhak
warisan dan apabila tetap tinggal di desa meneruskan garis keturunannya kepada
sebagai petani, hanya sebagai penggarap anak-anaknya. Sebagai pusat kekuasaan,
tanah pusaka yang dikuasai oleh kakak laki-laki memiliki kuasa untuk mengambil
laki-laki tertua (Imron, 2014). keputusan dalam kerumahtanggaan. Ia
Aturan kekerabatan yang bersifat digambarkan sebagai orang yang kuat,
patrilineal-primogenitur dianut seluruh jantan, berani, bersifat pelindung, pantang
398 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406

menyerah dan rasional. Sementara perem- dihadapinya dalam lantunan khas yang
puan dicitrakan sebagai lemah lembut, menyayat hati. Adapun struktur hahiwang
emosional, dan selalu mengandalkan yang dilantunkan itu sama seperti setiap
insting sehingga ditempatkan pada posisi puisi tradisional lainnya yang terikat oleh
subordinasi yang hanya berkiprah di sektor bentuk dan isi. Dalam hahiwang bentuknya
domestik. terdiri atas bait-bait yang bersajak. Sebuah
Berdasarkan konstruksi sosial di bait secara tradisional dibangun oleh
atas, Herwanto (2012), menyatakan bahwa sejumlah baris dan pola-pola sajak pada
orang tua cenderung memberi kebebasan setiap akhir larik. Banyaknya jumlah baris
pada anak laki-lakinya untuk melakukan pada setiap bait sangat bergantung pada
aktivitas di luar rumah, baik siang maupun kemampuan seorang dalam
malam hari serta kegiatan yang cenderung mengungkapkan ekspresi jiwanya.
mengukuhkan sifat kelaki-lakiannya Penelaahan pada sejumlah
sehingga memungkinkan anak laki-laki hahiwang diperoleh petunjuk (1) pola
secara fisiologi, sosiologis maupun sajak akhir tidak harus sama; bisa saja bait
psikologis tumbuh sebagai pribadi yang pertama mempunyai pola sajak akhir a-b-
kuat dan mandiri. Sedangkan terhadap a-b-a-b, sedangkan bait kedua berpola c-d-
anak perempuan cenderung mendiskri- c-d-c-d; dan (2) Jumlah baris pada setiap
minasikan dengan memberi pembelajaran bait tidak selalu sama. Ada yang berjumlah
yang berkenaan dengan peran domestiknya enam baris setiap baitnya, ada pula yang
untuk menyelesaikan pekerjaan di ling- delapan baris atau empat baris. Berikut
kungan rumah tangga saja. contoh hahiwang yang berjumlah 4 baris
Pembedaan kewajiban dan hak dengan pola sajak a-b-a-b.
antara kedua gender itu melahirkan
ketidakadilan terhadap kaum perempuan Sakik sikam ji nimbang
dalam melakukan kegiatan sosial, Kak kapan ago segai
ekonomi, politik, maupun budaya. Hiwang ni sanak malang
Manifestasinya tercermin dalam berbagai Sikal kilu mahap pai
bentuk ketidakadilan, marginalisasi, dan
subordinasi peran yang merugikan Hgatong mangedok sai di usung
perempuan. Namun karena telah Ya gila sanak aghuk
berlangsung sejak lama, maka dianggap Apak ni saka lijung
sebagai suatu kebiasaan turun-temurun dan Sisi di tinggal induk
tidak dipersoalkan lagi sebagai tindakan
ketidakadilan dan subordinasi gender. Mangedok daya lagi
Posisi subordinasi ini diterima sebagai Sikam ghatong jak bungkuk
ketentuan adat yang harus ditaati, tetapi di Nyeghahko jama kuti
dalam diri sebagian perempuan timbul Tabikpun di puskam kaunyinna,
suatu "perlawanan". Salah satu bentuknya kalau ya keteghima
adalah muncul tradisi tutur hahiwang.
Lain mak ngaku gila
4. Hahiwang Kindang payu juga mu
a. Struktur Hahiwang Ajo ku kak dia
Sebagaimana disebutkan di atas, Mak santor pengandanmu
hahiwang merupakan satu dari beberapa
ragam karya sastra tutur masyarakat Mula kunduh katinuh
Lampung, khususnya masyarakat 16 Seno sai nyak mak nyakak
Marga Pesisir Krui. Hahiwang umumnya Mak nambak ku kintu luh
dilantunkan oleh kaum perempuan sebagai Kak niku mak ku liak
ungkapan perasaan jiwa atas situasi yang
Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 399

Lain ki basi bacakh Ati ngelaruh mulang


Wat aga ti rancaka Kakak di perantauan
Nyak ku jak nengiis kabakh
Daleh ti tengan diya Ya Allah tulung babang
Ngadapi garis tangan
Way ni uma dunggak ni atakh Jarak pulau nyeberang
Sanak pungaji cawa Jejama seandanan
Kintu ya mak muhellakh
Masa do niku muba Kira kak dapat mulang
Kapan gham setunggaan
Sumber: Mardiah, (61 tahun), Sandaran Agung Ngesaikan pilih tunang
Penggawa 5 Krui, Lampung Pesisir. Wa ati sai tujuwan
Baris atau larik pada hahiwang Diri ku ngambang-kambang
tidak memiliki sampiran. Semua baris Debingi ngegabah bulan
mengandung isi. Tidak ada larik yang Kakak ku bayang-bayang
mengandung kata atau kalimat samar- Kunah di lam lamunan
samar. Oleh karena itu, mudah dipahami
apabila isi hahiwang dapat berbentuk Hahiwang di atas bercerita tentang
cerita yang terdiri atas puluhun bait/tidak ratapan hati para perempuan. Hahiwang
terbatas. Penulis memiliki kebebasan untuk pertama berkisah tentang perempuan yang
mencurahkan ide, ekspresi jiwa dan ditinggal pergi oleh suaminya. Sang suami
pandangannya sesuai dengan pergi merantau mencari kerja hingga ke
keperluannya. Hal ini pula menjadi Pulau Jawa dan berjanji setelah berhasil
petunjuk bahwa hahiwang merupakan akan segera pulang ke kampung halaman.
―tuturan bercerita‖, tuturan yang memiliki Namun, janji hanya tinggal janji. Setelah
cerita tertentu. ditunggu sekian lama suami tidak kunjung
Pemakaian sebuah bait dalam 2 pulang. Dia hanya dapat meratapi nasib
(dua) baris sebagaimana ditunjukkan data dan tidak dapat berbuat apa-apa selain
di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. menunggu sang suami pulang.
Pertama, tidak semua bentuk hahiwang
memakainya. Kedua, peletakan bait 2 baris Sumber: Mardiah, (61 tahun), Sandaran Agung
Penggawa 5 Krui, Lampung Pesisir.
terpola pada bagian awal dan akhir atau
pada pergantian bahasan. Pemakaian pada
bagian awal digunakan sebagai salam Minyak khum ni minyak khum
pembukaan dan pada akhir digunakan Tebeli di Pulau Pisang
Asalamualaikum
sebagai penutup cerita. Adapun di tengah
Skinda nyembuka
berfungsi sebagai jeda atau pengalihan
bahasan. Ketiga, berfungsi penyingkat
cerita semacam pantun kilat dalam sastra Ajo ngebuka kisah
Kisah ni Bebai Ganding
Melayu.
Lamon sai bugindah
Untuk lebih jelasnya, berikut
adalah beberapa contoh hahiwang. Tilaju muneh pusing

Ngegetas ditekhatas
Badan Siji sai ghayang
Siwok campokh sajekhu
Lain nyak kurang mengan
Ngegham semanjang-manjang Lamon muli sai ngusung tas
Guwai neghasa badan Mikhat ti ucak gukhu

Ngedekhing kuol mangking


Nengah bingi nyak miweng
Halipu sakik tengah
Ngipi gham setunggaan
400 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406

Anjak di khok angging Dang sedih daleh miwang


Mikudo sai kupenah Tiwewah kon hati

Apisai nyining sining Banjer muneh way kunjer


Mendikha ampai mesak Iwani mak ngedok lagi
Khadu saka nyak gekhing Hahap ni Lampung pesisir
Kidang mak kuawa ngucak Haga wat do majuni

Bukhung nyalai di hatok Taru pai antak ija


Makdacok nginong kayu Karangngani mak lagi
Sabah jawoh makmirok Kitubang salah cawa
Pekhulang nyak ulihmu Ampun beribu kali

Tekhuk mid suoh Pelepai betik sapai


Kidang cakak pekharu Di dwakha tambulek
Tekhoknya munggak medoh Wayak ji antak ija pai
Duaan jama niku Nanti tisambung muneh

Bejukung patoh dayung Hahiwang di atas berkisah tentang


Belabuh di kuala perempuan yang akan menikah. Sebagai
Mulang nyaku mik Lampung bagian dari masyarakat Saibatin yang
Merantau mak dok kerja patrilineal dan beradat menetap patrilokal,
setelah menikah dia akan tinggal di
Nutuk tian mik pugung lingkungan kerabat suaminya. Selain itu,
Nebukak pulan rimba dia juga harus melepas status sebagai
Nanom kupi rek tiyung bagian dari marga orang tua karena akan
Tiselang muneh lada mengikuti marga suami. Oleh karenanya,
sebelum menikah dia berhahiwang
Kupi muakni ngagung mengungkapkan kesedihan hati sekaligus
Bang dialau ko papi'a salam perpisahan kepada para perempuan
Tisuah muneh anjung di rumahnya (nenek, ibu, bibi, dan kaum
Delom ni kupi rek lada kerabat lain) secara satu per satu mulai
tengah malam hingga adzan subuh
Jak miwang tumpak lalang berkumandang.
Kelitah jak sekeli
Najin kuti masenang Sumber: Lakma Dewi, (54 tahun), Sandaran
Dang lupa dipuari Agung Penggawa 5 Krui, Lampung Pesisir.

Kipak kham tungga ralang 4. Hahiwang dan Dominasi Patriarki


Dang lupa jak lom hati a. Hahiwang sebagai Ungkapan
Kipak pokon kham sumang Ketidakberdayaan Perempuan
Dang putus siratu rohmi Beberapa hahiwang di atas
merupakan ungkapan perempuan atas
Ibarat ramji tandang problematika ketimpangan yang mengarah
Pagun mak munsa huwi pada ketidakadilan gender. Gender yang
Biluk ram laju mulang oleh Mansour Fakih (1997:7) didefinisikan
Tikekoh dibi khani sebagai suatu sifat yang melekat pada
kaum laki-laki dan perempuan yang
Najin gumah tisandang dikonstruksi secara sosial maupun kultural,
Nekham huhik dibumi
Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 401

dalam masyarakat 16 marga Pesisir Krui patrilineal dengan adat menetap patrilokal.
digunakan untuk membedakan hak dan Setelah menikah seorang perempuan harus
kewajiban dalam melakukan kegiatan masuk dalam marga dan tinggal di
sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. lingkungan keluarga suaminya (mengiyan).
Perbedaan peran berdasar gender ini terjadi Melalui mas kawin atau yang lebih dikenal
melalui proses sosialisasi norma-norma dengan sistem dowry yang nominalnya
kultural dan keagamaan yang lama dan antara puluhan hingga ratusan juta rupiah,
sangat panjang sehingga seolah-olah telah perempuan "diambil" oleh kerabat suami
menjadi kodrat Ilahi. untuk dijadikan sebagai aset tenaga kerja.
Bagi perempuan Saibatin Krui, Konsekuensinya, perempuan harus keluar
mulai dari masa kanak-kanak telah dari keluarganya sendiri dan memaksanya
disosialisasikan berbagai macam nilai dan menjadi "pelayan" laki-laki. Dia menjadi
norma yang dibentuk oleh budaya tidak berdaya dan teralineasi karena
patriarki, baik oleh keluarganya sendiri seluruh aktivitas hidupnya hanya
(terutama pihak ibu) maupun lingkungan merupakan kelengkapan bagi orang lain.
di sekitarnya (kerabat dan para Ketidakberdayaan perempuan
tetangganya) dengan tujuan agar dapat untuk menghadapi dominasi laki-laki
berinteraksi dengan lingkungan komu- disiasati dengan membangun aktivitas-
nitasnya. Bentuk sosialisasi yang aktivitas tertentu sebagai pengibur diri.
dilakukan adalah pembelajaran yang Hahiwang merupakan salah satu
berkenaan dengan peran perempuan dalam bentuknya. Apabila dihayati lantunannya
menyelesaikan urusan domestik saja. dipenuhi rasa kesedihan yang mencermin-
Selain itu, anak perempuan juga dibentuk kan kenestapaan hati. Hal itu mengindi-
sedemikian rupa dengan tidak diberi ruang kasikan penderitaan seseorang terhadap
atau keleluasaan berada di sektor publik, satu hal. Seorang informan menceritakan
sesuai dengan kehendak budaya masya- pengalaman hidupnya saat menikah
rakat maupun ajaran agamanya. dahulu. Ia demikian galau, sedih yang
Hasil sosialisasi konstruksi sosial teramat mendalam. Terbayang dalam
tentang gender ini memengaruhi perkem- benak pikirannya akan berpisah dengan
bangan kondisi fisik dan psikis kaum sanak keluarganya. Malam hari sebelum
perempuan. Mereka menjadi pribadi yang pernikahan, ia mendatangi sanak keluarga
kurang berani, penurut, rajin, lemah, terdekatnya untuk menyampaikan salam
emosional, dan selalu meminta dilindungi. perpisahan. Semalaman menangis, ber-
Akibatnya kehidupan perempuan menjadi cucur air mata menyalami satu per satu
sangat dependen pada laki-laki yang kerabatnya sambil ber-hahiwang.
dianggap mempunyai posisi lebih tinggi. Seiring waktu hahiwang tidak
Laki-laki memanfaatkan kebergantungan hanya digunakan saat masa peralihan saja,
ini untuk mengekalkan kekuasaannya melainkan juga ke segala aspek yang
dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan membentuk pencitraan inferioritas pada
budaya. Akibatnya timbul berbagai bentuk diri perempuan. Misalnya, ketika seorang
ketidakadilan, marginalisasi, dan sub- perempuan kawin dengan "Bang Toyib"
ordinasi peran yang merugikan perempuan. yang jarang pulang, atau ketika sang suami
Salah satu bentuk ketidakadilan jarang menafkahi (lahir-batin), ia akan ber-
gender tersebut berkaitan dengan pranata hahiwang juga. Oleh karena sifatnya yang
perkawinan. Masyarakat Saibatin di Pesisir sangat personal, hahiwang biasanya
Barat menganut sistem perkawinan yang disenandungkan seorang diri tatkala
mengutamakan jalur lineage atau sedang mengerjakan sesuatu hal di dalam
keturunan yang saling berkaitan dari nenek rumah atau di kebun. Adapun tujuannya
moyang yang sama (Masduki, 2006:65). hanya sebagai ratapan yang diperuntukkan
Selain itu, perkawinan juga bersifat bagi diri sendiri. Sebab, perempuan yang
402 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406

telah tersubordinasi oleh konstruksi adat Struktur dan bahasan hahiwang


patriarkis cenderung memilih bungkam pun tidak lagi sesuka hati, melainkan
dan tidak akan melalukan perlawanan. Dia memiliki pola umum seperti pada
tetap akan berperan sebagai fixer dan penulisan bentuk sastra tradisional. Pola
pleaser untuk menjaga hubungannya tetap umum tersebut diawali dengan pembukaan
stabil, harmonis, dan menyenangkan. (salam penghormatan kepada para
Selain itu, dia juga akan tetap mencoba pendengar, maksud dan tujuan pelan-
sebagai martyr untuk memenuhi harapan tunan), kemudian isi atau kandungan yang
pasangannya walau harus mengorbankan bergantung pada pesanan atau acara yang
diri. sedang diikuti, dan diakhiri dengan
penutup berupa harapan pelantun,
b. Hahiwang sebagai Sebuah Kesenian permintaan maaf, serta salam.
Dalam perkembangannya saat ini, Dalam konteks ini, teks hahiwang
hahiwang telah mengalami pergeseran telah bergeser fungsi dari ratapan diri
fungsi. Ia tidak lagi sebatas "kepentingan menjadi sebuah kesenian. Isinya pun tidak
pribadi" dalam upaya melepas kegundahan lagi sebatas "kepentingan pribadi" dalam
hati. Hahiwang juga difungsikan sebagai upaya melepas kegundahan hati,
kesenian pelengkap acara muda-mudi melainkan telah berkembang ke arah
(nyambai, miyah damagh, kedayek), lingkungan sosial yang lebih luas,
hiburan pengisi waktu luang, media bergantung dari situasi dan kondisi ketika
dakwah, penyampai nasihat kepada dilantunkan. Berdasarkan fungsinya
masyarakat, peningkat apresiasi masya- tersebut Kurnia (2010) mengkategorikan
rakat terhadap kesenian daerah (Sanusi, hahiwang menjadi tiga, yaitu: hahiwang
2001:109), senandung pada saat kesedihan, hahiwang agama, dan
menidurkan anak, hingga penarik sim- hahiwang adat. Hahiwang kesedihan tidak
patisan dalam Pemilukada. hanya berupa ekspresi kesedihan dalam
Perkembangan fungsi tersebut hidup berumah tangga, tetapi juga
tidak terlepas dari kungkungan budaya tanggapan terhadap kerusakan lingkungan.
patriarki. Para lelaki yang merasa tertarik Hahiwang agama menceritakan hal-hal
mendengar lantunan hahiwang, bukan seputar syariat (hukum-hukum Islam),
menjadikannya sebagai ajang introspeksi rukun iman, rukun Islam, peristiwa Isra
diri agar lebih baik dalam memposisikan Miraj, aturan membaca dalam Al Quran,
kaum perempuan. Mereka malah perjuangan para nabi, dan lain sebagainya
"memaksa" para perempuan pelantun yang berhubungan dengan agama Islam.
membuat hahiwang sesuai dengan maksud Sedangkan hahiwang adat berisi tentang
dan tujuannya masing-masing. Apabila silsilah keturunan suatu keluarga atau
difungsikan sebagai pelengkap dalam pesan-pesan khusus bagi pasangan yang
upacara adat, pelantun akan membuat teks menikah. Hahiwang adat umumnya
hahiwang yang sesuai dengan maksud dan dikumandangkan pada acara-acara adat
tujuan upacara. Apabila digunakan sebagai (perkawinan, pemberian gelar adat,
media dakwah, pelantun diharuskan nyambai, dan lain sebagainya).
membuat teks hahiwang yang berkaitan Dominasi laki-laki tidak hanya
dengan keagamaan, seperti: ketauhidan, dalam bentuk "perintah" membuat lirik
imbauan beribadah atau kisah-kisah para yang tidak lagi bersifat personal. Bahkan
nabi. Sedangkan bila dijadikan sebagai ada beberapa di antara mereka yang ikut
penarik simpatisan dalam Pemilukada, terjun menjadi pelantun hahiwang. Namun
pelantun membuat teks hahiwang yang tidak semua orang sanggup melantun-
berkenaan dengan kondisi daerah serta kannya karena hahiwang memiliki gaya
calon wakil rakyat yang memesan dan irama atau cengkok khas yang relatif
hahiwang. sukar dipelajari. Hanya para seniman yang
Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 403

telah terbiasa bergelut dengan seni tradisi yang ingin belajar hahiwang harus mampu
yang dapat membuat teks sekaligus menciptakan bait-bait terdiri atas 3-6 baris
melantunkannya. yang membentuk rangkaian cerita atau
Salah seorang di antaranya adalah kisah. Selain itu, juga mampu
Mursi M atau lebih dikenal dengan nama melantunkannya menjadi sebuah tembang
panggung Mamak Lawok. Dia adalah yang memiliki cengkok-cengkok tertentu
seniman tradisi yang biasa membawakan sehingga terdengar memilukan dan
segata, bebandung, ringget, wayak/muayak menyayat hari. Oleh karena itu, untuk
dan hahaddo yang berirama mirip seperti mempelajarinya tentu membutuhkan waktu
hahiwang. Mamak Lawoklah yang yang relatif lama.
mengembangkan hahiwang agama dan Perempuan pelantun hahiwang
adat dengan cara menampilkan di setiap yang sudah mahir dan ingin menularkan
acara begawi yang dihadirinya. ilmunya kepada orang lain tidak dapat
Hahiwangnya tidak berupa ekspresi begitu saja melaksanakan niatnya. Dia
kesedihan mengenai pengalaman hidup, harus melihat statusnya dalam masyarakat
melainkan menembus ranah adat istiadat yang mempunyai struktur tersendiri yang
dan keagamaan. tercermin dalam kelas-kelas sosial yang
Penghilangan unsur ratapan ini ditentukan berdasarkan asal usul serta
berkaitan dengan konstruksi budaya hubungan kekerabatan. Masyarakat adat
patriarki yang mencitrakan bahwa laki-laki Saibatin di Pesisir Barat membagi diri
haruslah memiliki sifat pemberani, kuat, menjadi 16 marga. Masing-masing marga
agresif, mandiri, cekatan, pantang dipimpin oleh seorang Saibatin (Kepala
menyerah yang menjadikannya terlatih dan Marga) dan memiliki tujuh tingkatan Gelar
termotivasi mempertahankan sifat tersebut. yaitu: Suntan, Raja, Batin, Radin, Minak,
Hahiwang yang berarti ratapan hati hanya Kimas dan Mas.
ada dalam konstruksi gender perempuan Struktur sosial berdasarkan ting-
Saibatin yang dicitrakan sebagai lemah katan gelar adat tersebut memengaruhi
lembut, emosional, penakut, penurut, serta ruang gerak masyarakat, mulai dari level
keibuan. Oleh karena itu, teks hahiwang paling tinggi (Kepaksian) hingga ke level
yang dibuat oleh Mamak Lawok atau terendah yaitu keluarga. Atau dengan kata
seniman laki-laki di Pesisir Barat lain, terdapat rambu-rambu tertentu yang
umumnya berisi tentang petuah-petuah mengatur hubungan antarstatus dalam
adat dan aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang tidak
agama Islam. Yang penting adalah nada, dapat sesuka hati berhubungan tanpa
irama, dan suara pekau yang khas mengindahkan statusnya karena akan
hahiwang sehingga membuat pendengar mendapat sanksi-sanksi tertentu (adat
tersentuh hati bila mendengarnya. maupun sosial) apabila melanggarnya.
Apabila pelantun hahiwang berada
c. Pewarisan Hahiwang dalam Budaya dalam keluarga berstatus atau bergelar
Patriarki Minak misalnya, dia akan relatif mudah
Dalam hal pewarisan hahiwang menggerakkan anak-anak dari keluarga
pun budaya patriarki tetap berperan. yang berstatus di bawahnya (Kimas dan
Seorang informan menyatakan bahwa dia Mas) untuk belajar hahiwang. Namun,
sulit mengajarkan hahiwang kepada anak- sulit "memaksa" anak-anak dari keluarga
anak yang berada di sekitar tempat berstatus Radin, Batin, Raja, apalagi
tinggalnya. Adapun penyebabnya tidak Suntan tanpa persetujuan orang tua
hanya karena relatif sulit mempelajari seni mereka. Apabila orang tua menyetujui,
tradisi hahiwang, tetapi juga oleh dalam menentukan jadwal latih pun tidak
stratifikasi sosial masyarakat adat Saibatin dapat begitu saja menyuruh anak-anak
Krui. Dalam proses regenerasi seseorang mereka datang. Dia harus membujuk atau
404 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406

merayu sedemikian rupa pada anak yang penghibur diri atas


akan diajari agar orang tuanya tidak ketidakberdayaan
tersinggung. meng-counter
Dominasi patriarki membuat dominasi laki-laki.
perempuan pelantun hanya mampu Hahiwang
difungsikan sebagai
mengajarkan hahiwang pada orang-orang
kesenian atau media
terdekat saja (keluarga atau tetangga). hiburan. Laki-laki
Konstruksi sosial demikian menghendaki mengeksploitasi
perempuan agar "taat aturan" atau tidak perempuan pelantun
boleh berlaku sembarangan terhadap membuat teks
orang-orang yang lebih tinggi statusnya. hahiwang sesuai
Disadari atau tidak, Agen-agen sosial dengan maksud dan
(mulai dari keluarga, sekolah, hingga tujuan tertentu,
masyarakat), memelihara praktik tersebut seperti pelengkap
yang justru mempertahankan ketimpangan Sebagai acara adat, media
2.
Kesenian dakwah, dan
gender.
penyampai nasihat.
Hasilnya, saat ini tradisi hahiwang Laki-laki dapat
hampir ditinggalkan oleh masyarakat melantunkan
Pesisir Barat. Pelantunnya hanya hahiwang dengan
didominasi oleh orang tua-tua penikmat menghilangkan unsur
hahiwang serta para seniman saja. ratapan menjadi
Sementara generasi muda hampir nasihat atau petuah
melupakannya. Hanya beberapa gelintir adat. Struktur
saja yang mau menggeluti hahiwang. hahiwang menjadi
Sisanya cenderung memilih seni tradisi berpola seperti sastra
tradisional pada
lain yang lebih mudah dipelajari.
umumnya.
Untuk lebih jelasnya mengenai Budaya patriarki
tahap perkembangan beserta fungsi membatasi pewarisan
hahiwang dapat dilihat pada tabel 1 di hahiwang.
bawah ini. Stratifikasi
masyarakat yang
Tabel 2. Tahap Perkembangan Hahiwang dibentuk oleh budaya
Perkembangan ini membatasi ruang
No Tahap Fungsi 3.
Terakhir gerak perempuan
dalam menularkan
Sarana penghibur diri
ilmu pada generasi
dari kungkungan
muda. Ada aturan
Dominasi laki-laki
main tertentu yang
yang memarginalkan
mengatur hubungan
dan mensubrodinasi
antarstatus dalam
peran perempuan
masyarakat.
sehingga hanya
Ungkapan berkutat di sektor Sumber: Hasil Wawancara dengan Informan,
Ketidakberda-
1. domestik. Konstruksi 2016 dan 2017
yaan sosial tentang gender
Perempuan memposisikan
perempuan lebih Tabel di atas menunjukkan bahwa
rendah serta dibuat
ada perubahan fungsi hahiwang mulai dari
bergantung secara
sosial dan ekonomi tahap awal muncul hingga perkem-
pada laki-laki. bangannya saat ini yang tidak terlepas dari
Hahiwang digunakan dominasi patriarki. Pada tahap awal,
sebagai sarana hahiwang digunakan sebagai sarana
Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 405

penghibur diri dari kungkungan adat yang DAFTAR SUMBER


mendiskriminasi dan mensubrodinasi 1. Jurnal, Makalah, Laporan Penelitian,
perempuan. Pada tahap berikutnya, Skripsi, dan Tesis
hahiwang dieksploitasi oleh laki-laki Danandjaja, James. 1998.
menjadi sarana hiburan. Dan, tahap ―Folklor dan Pembangunan Kalimantan
terakhir merupakan tahap berkurangnya Tengah: Merekonstruksi Nilai Budaya
eksistensi hahiwang pada masyarakat Orang Dayak Ngaju dan Ot Danum
Melalui Cerita Rakyat Mereka‖.
Lampung Pesisir karena aturan adat yang
Dalam Metodologi Kajian Tradisi
membatasi ruang gerak perempuan. Lisan. Editor Pudentia MPSS. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan
D. PENUTUP Asosiasi Tradisi Lisan.
Hahiwang sebagai khasanah tradisi
Harsono, Dibyo. 2013.
masyarakat Lampung, khususnya Kabu-
"Upacara Lingkaran Hidup Orang
paten Pesisir Barat, tidak lepas dari latar Lampung", dalam Ekspresi Budaya
belakang budayanya. Perbedaan biologis sebagai Strategi Adaptasi. Hal. 245-
antara laki-laki dan perempuan yang 268. Bandung: Izda Prima.
membedakan peran di antara keduanya
Hermaliza, Essi. 2011.
menjadi dasar munculnya kesenian ini.
"Sistem Kekerabatan Suku Bangsa
Laki-laki dikonstruksi dan disosialisasikan Kluet di Aceh Selatan", dalam
dalam hubungan-hubungan sosial yang Widyariset, Vol. 14 No.1, 2011. Hlm.
lebih dominan sehingga mengungkung 124.
posisi perempuan hanya dalam sektor
domestik. Konsekuensinya, perempuan Irwanto, Dedi. 2012.
"Kendala dan Alternatif Penggunaan
menjadi tersubordinasi dan selalu Tradisi Lisan dalam Penulisan Sejarah
bergantung pada laki-laki. Hahiwang hadir Lokal di Sumatera Selatan", dalam
hanya sebatas penyalur kepedihan hati Forum Sosial, Volume V No. 2,
sekaligus "protes sosial" perempuan September 2012. hlm. 123-126.
Saibatin Krui. Hahiwang besifat sangat
Kurnia. 2010.
personal (untuk diri sendiri) dan tidak
Fungsi Hahiwang pada Ulun Saibatin
bertujuan untuk menggulingkan dominasi Krui Kecamatan Pesisir Tengah
laki-laki. Lampung Barat. Skripsi, Fakultas
Dalam perkembangan selanjutnya, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
hahiwang malah dieksploitasi kaum Universitas Lampung, Bandar
patriakh menjadi sarana siar agama, Lampung.
pelengkap begawi adat, hingga penarik Masduki, Aam.
simpatisan dalam Pemilukada. Hegemoni 2006. Upacara Pineng Ngerabung
patriarki membuat hahiwang tidak lagi Sanggagh pada Masyarakat Lampung.
bersifat personal, melainkan telah ditarik Bandung: Balai Kajian Sejarah dan
ke ranah publik dengan aturan main atau Nilai Tradisional.
pakem seperti seni tradisi pada umumnya. Rudito, Bambang.
Pelantun hahiwang dapat dilakukan oleh "Etnografi", Makalah pada
laki-laki dengan mengeliminasi unsur Bimbingan Teknis Penelitian 2013,
"ratapan" yang dikonstruksi hanya sebagai Balai Pelestarian Nilai Budaya
milik perempuan. Bandung.
Sedyawati, Edi. 1996.
"Kedudukan Tradisi Lisan dalam
Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu
Budaya", dalam Warta Atl. Jurnal
Pengetahuan dan Komunikasi Peneliti
dan Pemerhati Tradisi Lisan. Edisi II
Maret. Jakarta: ATL.
406 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406

Wiyatmi. 2015. Imron, Ali. 2014. "Selayang Pandang


"Menggugat Kuasa Patriarki melalui Kabupaten Pesisir Barat Propinsi
Sastra Feminis", makalah pada Lampung", diakses dari http://kar
Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan yaaliimron.blogspot.co.id/2014/01/sel
Kekuasaan di Universitas Negeri ayang-pandang-kabupaten-pesi sir-
Yogyakarta, 26 November 2015. barat.html, tanggal 20 Juli 2017,
pukul 13.20 WIB.
2. Buku "Kabupaten Pesisir Barat", diakses dari
Fakih, Mansour. 1997. http://uun-halimah.blogspot.co.id/
Analisis Gender dan Transformasi 2017/02/kabupaten-pesisir-barat.
Sosial. Cet. Ke-2. Yogyakarta: html, tanggal 20 Februari 2017, pukul
Pustaka Pelajar. 20.55 WIB.
Hadikusuma, Hilman. 1996.
Adat Istiadat Daerah Lampung. 5. Informan
Bandarlampung: Bagian Proyek Yalissani, 49 tahun, SMP, Ibu Rumah Tangga,
Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Sandaran Agung Penggawa 5 Krui,
Budaya Daerah Lampung. Lampung Pesisir.
Koentjaraningrat. 1985. Mardiah, 61 tahun, SPG, Ibu Rumah Tangga,
Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Sandaran Agung Penggawa 5 Krui,
Aksara Baru. Hlm 129-130. Lampung Pesisir.
Lampung Barat Dalam Angka 2013. Lakma Dewi, 54 tahun, SMP, Seniwati,
Liwa: Badan Pusat Statistik Sandaran Agung Penggawa 5 Krui,
Kabupaten Lampung Barat. Lampung Pesisir.
Pudentia MPSS (ed). 1998. Zulhaidar, 48 tahun, SMA, Seniman, Way
Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Suluh, Pesisir Barat.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan
Cik Den Hamdan, 45 tahun, SMA, Pegawai
Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan.
Negeri Sipil, Liwa, Lampung Barat.
Sanusi, A. Effendi. 2001.
Sastra Lisan Lampung. Bandar
Lampung: Universitas Lampung.

3. Surat Kabar dan Majalah


Fattah, Fauzi.
"Menyingkap Makna Filosofis
Hahiwang", Lampung Post, Sabtu, 20
Juli 2013, hlm. 12.

4. Internet
"Bahasa Lampung", diakses dari
https://khufronimi9.wordpress.com/ba
hasa-lampung/, tanggal 15 Januari
2017, pukul 00.10 WIB.
Herwanto, AM. 2012. "Diskriminasi Gender
dan Hegemoni Patriarkhi", diakses
dari http://herwanto-a-d-fisip.web.
unair.ac.id/artikel_detail-68475
UmumDiskriminasi%20Gender%20da
n%20Hegemoni%20Patriarkhi.html,
tanggal 15 Desember 2016, pukul
10.34 WIB.
Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 407

GERAKAN SOSIAL POLITIK MASYARAKAT


BLAMBANGAN TERHADAP KOMPENI
DI BLAMBANGAN TAHUN 1767-1768
SOCIO-POLITICS MOVEMENT OF BLAMBANGAN SOCIETY AGAINST
KOMPENI IN BLAMBANGAN (1767-1768)

Nurmaria
Pascasarjana Ilmu Sejarah UNPAD
Jalan Raya Bandung Sumedang Km. 21 Jatinangor
e-mail: maria.nur54@yahoo.com

Naskah Diterima: 8 Mei 2017 Naskah Direvisi: 26 September 2017 Naskah Disetujui: 22 November 2107

Abstrak
Kajian ini membahas tentang gerakan sosial politik di Blambangan pada masa
Pemerintahan Kolonial. Sekarang, Blambangan dikenal dengan Kabupaten Banyuwangi.
Letaknya strategis, perbatasan antara Pulau Jawa dan Pulau Bali, sehingga sering terjadi konflik.
Salah satu konflik tersebut berupa gerakan sosial politik yang dilakukan oleh Wong Agung Wilis
terhadap Pemerintah Kompeni pada tahun 1767-1768. Melalui penggunaan metode sejarah,
tulisan ini bertujuan untuk mengkaji munculnya, intensitas dan akibat gerakan sosial politik
tersebut. Berbagai perspektif mengenai gerakan ini dibangun dengan memanfaatkan sumber-
sumber VOC, babad dan kajian historis mengenai Blambangan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, gerakan sosial politik di Blambangan terjadi karena adanya beberapa alasan, dari segi
politik, sosial, etnis, agama maupun ekonomi. Gerakan tersebut sebenarnya tidak pernah
berakhir, bahkan ketika pemimpin gerakan tersebut (Wilis) dibunuh oleh Kompeni, para
pengikutnya masih melanjutkannya. Akhirnya, Kompeni melakukan berbagai strategi baik
kompromi dengan pemimpin gerakan, mendatangkan pasukan perang dari Jawa dan Madura
maupun melakukan gencatan senjata untuk menghentikannya.
Kata kunci: gerakan sosial, Wong Agung Wilis, VOC, Blambangan.

Abstract
This research will discuss about the socio-political movement that took place in
Blambangan during the colonial period. Today, Blambangan is known as Banyuwangi Regency. It
is a border area between the island of Java and the island of Bali. Because of this strategic
location it makes the area often happened conflict. One of the conflicts was a social-political
movement by Wong Agung Wilis against the Government of the Company in 1767-1768. Through
the historical methods, this paper aims is to examine the emergence of social political movements
in Blambangan and the achievements that achieved from the socio-political movement. Various
perspectives on the movement were built on the use of VOC sources, chapters and several
historical studies on Blambangan. Based on research conducted, the social political movement in
Blambangan occurred due to several reasons, both in terms of political, social, ethnic, religious
and economic. The socio-political movement in Blambangan actually never ended, even when the
leader of the movement (Wilis) was killed by the Kompeni, His followers continued the movement.
Until the end, the Company undertook various strategies either compromising with the movement's
leaders, bringing in war troops from Java and Madura as well as conducting a ceasefire to stop it.
Keywords: social movement, Wong Agung Wilis, VOC, Blambangan.
408 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422

A. PENDAHULUAN jadi Banyuwangi (Bali Post, 19 November


Kajian yang menyuarakan tentang 1993).
gerakan sosial di Indonesia memang Pada tahun 1987, Bupati
banyak dihasilkan. Akan tetapi kajian yang Banyuwangi kembali membentuk tim baru,
secara spesifik membahas gerakan sosial untuk mengkaji ulang rekomendasi tanggal
yang terjadi di Blambangan belum ada. hari jadi dari tim pertama. Tim baru
Artikel ini berusaha untuk menelaah tersebut dipimpin oleh Mas Soepranoto.
peristiwa perlawanan yang dilakukan oleh Sesuai dengan penelitian yang dilakukan,
Wong Agung Wilis terhadap Kompeni tim ini mengusulkan tanggal 7 Desember
pada tahun 1767-1768 dari sudut pandang 1773 sebagai hari jadi Banyuwangi,
gerakan sosial. Gerakan sosial adalah alasannya, berlangsung pengangkatan Mas
upaya untuk mengubah keadaan atau Alit sebagai bupati Banyuwangi yang
melawan ketidakadilan (Fadhilah, 2006: pertama.
1). Terdapat beberapa jenis gerakan sosial, Tentu saja usulan tersebut
misalnya millenarianisme, messianisme mendapat penolakan keras dari tim
dan lain sebagainya. Millenarianisme pertama, sampai terjadi perdebatan pan-
biasanya membayangkan kedatangan jang dan belum ada keputusan atas hari
zaman emas yang akan menghilangkan jadi Banyuwangi. Sampai pada tahun
semua ketidakadilan, kekacauan, perten- 1991, Bupati Banyuwangi kembali
tangan, dan penderitaan. Sedangkan, membentuk tim baru dan membubarkan
messianisme mengharapkan juru selamat, tim-tim sebelumnya. Tim ini dipimpin oleh
yaitu tokoh yang diyakini akan membawa Sekwilda, Widodo Pribadi. Akan tetapi,
masa adil dan makmur (Kartodirdjo, 1973: tim baru ini tidak melahirkan rekomendasi
8-11). apa pun. Hingga muncul sebuah buku yang
Dari berbagai jenis gerakan sosial ditulis oleh budayawan lokal, Sri Adi
tersebut, perlawanan yang dilakukan oleh Oetomo, yang berjudul “Menelusuri dan
Wong Agung Wilis merupakan salah satu Mencari Hari Jadi Kota Banyuwangi”.
gerakan millenarianisme. Membebaskan Penulis ini mengusulkan dua alternatif
masyarakat Blambangan dari belenggu tanggal hari jadi. Pertama, 7 Desember
Kompeni menjadi motif utama 1773, berarti sepakat dengan tim kedua.
berlangsungnya gerakan sosial tersebut. Selanjutnya, tanggal 2 Februari 1774 saat
Meskipun gerakan sosial berlangsung pelantikan Mas Alit sebagai Bupati
dalam waktu singkat, namun telah Banyuwangi.
menimbulkan dampak yang luas. Baik bagi Meluasnya pandangan-pandangan
masyarakat setempat, maupun bagi baru mengenai hari jadi Banyuwangi ini
Kolonial Belanda, bahkan bagi daerah mendorong pemerintah daerah untuk
sekitar Blambangan, misalnya Bali. Oleh mengadakan seminar yang khusus
karena itu, perlu diadakan kajian sejarah membahas hal tersebut. Beberapa kali
yang lebih mendalam, karena sejak awal seminar diadakan oleh Dinas Pariwisata,
abad ke-20 hingga saat ini belum ada Seni, dan Budaya Kabupaten Banyuwangi
kajian yang membahas secara khusus dengan mengundang sejarawan lokal,
dalam bentuk sejarah lokal yang bersifat sejarawan dari Jawa Timur, budayawan,
analitis. kelompok pejuang 1945, bahkan
Upaya-upaya penulisan sejarah mendatangkan arkeolog dari Yogyakarta,
lokal di Banyuwangi sudah muncul pada Abdul Choliq Nawawi. Arkeolog tersebut
abad ke-20. Produk pertama historiografi mengusulkan 24 April 1477 sebagai hari
lokal tersebut berupa buku yang berjudul jadi Banyuwangi.
Selayang Pandang Blambangan, terbit Pada akhirnya, tahun 1993
tahun 1977. Selain berhasil menerbitkan diadakan kembali seminar yang khusus
buku, tim tersebut juga mengusulkan hari membahas hari jadi Banyuwangi, dengan
Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 409

agenda mengkaji ulang lima usulan tanggal Wilis dijelaskan sebagai adik dari
yang pernah muncul pada penelitian Pangeran Pati dan diangkat sebagai patih,
sebelumnya. Seminar merekomendasikan namun kemudian dipecat karena adanya
18 Desember 1771 sebagai hari jadi polemik politik yang terjadi di kalangan
Banyuwangi. Tidak lama setelah seminar istana. Adapun Rempeg, berdasarkan
tersebut berlangsung, muncullah SK sumber lokal dikenal sebagai Jagapati,
DPRD mengenai penetapan hari jadi seorang pemuda yang mempunyai titisan
Banyuwangi (Margana, dalam Lembaran dari Wong Agung Wilis dan melanjutkan
Kebudayaan, 201224: 23-25). perjuangannya. Selanjutnya, Sayu Wiwit
Seminar tersebut juga melahirkan adalah putri dari Wong Agung Wilis yang
nama tiga orang yang kemudian diusulkan melakukan pemberontakan di Blambangan
menjadi pahlawan Banyuwangi, yaitu bagian barat dan kemudian bergabung
Wong Agung Wilis, Rempeg Jagapati, dan dengan pemberontakan yang dilakukan
Sayu Wiwit. Terbitnya buku “Nagari oleh Rempek Jagapati, namun akhirnya
Tawon Madu” yang berisi tentang keadaan tertangkap oleh VOC (2012: 14-20).
politik di Blambangan pada abad ke-18 Dari beberapa kajian historis yang
semakin menguatkan upaya tersebut, dilakukan oleh berbagai kalangan, baik
bahkan kelompok-kelompok yang awalnya dari pihak pemerintahan daerah, sejarawan,
bersikukuh dengan pendapat masing- budayawan, dan masyarakat umum, belum
masing, melebur jadi satu mendukung ada kajian yang secara spesifik membahas
pengusulan nama pahlawan Banyuwangi tentang gerakan sosial politik di
(Sujana, 2001). Akan tetapi usulan ketiga Blambangan yang dilakukan oleh Wong
nama tersebut ditolak, “karena belum ada Agung Wilis terhadap Kompeni Belanda.
riwayat perjuangan lengkap yang disusun Oleh karena itu, perlu diadakan
dalam bentuk kajian akademis, sehingga penelusuran lebih lanjut mengenai
sumber yang digunakan hanya berdasarkan peristiwa tersebut. Bahkan berdasarkan
babad dan sedikit sumber VOC”. 1 Margana sumber VOC, perlawanan yang dilakukan
dalam artikelnya yang berjudul Melukis oleh Wong Agung Wilis sangat berbahaya
Tiga Roh: Stigmatisasi dan Kebangkitan jika dibandingkan dengan perlawanan yang
Historiografi Lokal di Banyuwangi, juga dilakukan oleh Rempeg Jagapati dan Sayu
menyepakati hal tersebut, dengan Wiwit, karena menguras banyak tenaga
mengatakan bahwa “belum pernah dilaku- dan membutuhkan banyak biaya untuk
kan kajian akademis terhadap tiga tokoh menumpasnya. Intensitas perlawanannya
tersebut, setidaknya hingga tesis I Made juga berlangsung sengit, bahkan ketika
Sujana tahun 1995” (Lembaran Wong Agung Wilis sudah diasingkan ke
Kebudayaan, 201224: 8-9). Banda, mampu kembali ke Bali dalam
Pada tahun 2012, disertasi S. keadaan selamat (Lekkerkerker, 1923: 37).
Margana diterbitkan, dari disertasi ini Hal tersebut menimbulkan rasa penasaran
terungkap gambaran yang lebih jelas yang mendalam, sehingga penulis memu-
tentang peristiwa heroik yang terjadi pada tuskan untuk mengangkat topik ini untuk
paruh ke-2 abad ke-18 yang menjadi titik diteliti.
perdebatan hari jadi dan juga tokoh-tokoh Beberapa sejarawan juga mem-
sejarah yang diajukan sebagai pahlawan. punyai pendapat yang berbeda mengenai
Dengan menggunakan data naskah dan perlawanan Wilis. Seperti I Made Sujana,
sumber VOC, Margana seolah mampu memandang perlawanan Wilis sebagai
menghidupkan tokoh yang selama ini reaksi politik terhadap observasi VOC di
dianggap fiktif. Misalnya, Wong Agung Blambangan, dan mengungkap tokoh
sebagai panglima perang, adanya polemik
1
Wawancara dengan Nina Herlina Lubis, Tim politik sebagai pemicu perlawanan
Pengusulan Pahlawan Banyuwangi, tersebut. Akan tetapi, dalam disertasi
Bandung, 3 Februari 2017.
410 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422

Margana muncul kesan berbeda, yaitu sosial terjadi dan diakhiri tahun 1768
dengan menghadirkan faktor sosial dan setelah VOC berhasil melumpuhkan
religi sebagai benih-benih perlawanan gerakan sosial-politik yang dipimpin oleh
tersebut. Adapun pentingnya topik ini Wong Agung Wilis. Berdasarkan uraian di
diangkat kembali adalah untuk melihat atas, pertanyaan-pertanyaan yang hendak
perlawanan Wong Agung Wilis dari sudut dijawab adalah sebagai berikut:
pandang gerakan sosial-politik. Sehingga 1. Mengapa muncul gerakan sosial-politik
dapat memunculkan kesan berbeda dengan di Blambangan?
hasil penelitian sebelumnya. 2. Bagaimana intensitas jalannya gerakan
Hal lain yang menarik dari sosial-politik tersebut?
fenomena sejarah Blambangan pada abad 3. Apa saja akibat dari gerakan sosial-
ke-18 ini adalah tentang gerakan politik bagi Blambangan?
masyarakatnya dalam upaya membangkit-
kan historiografi lokal. Kemunculan kajian B. METODE PENELITIAN
ilmiah, seperti karya I Made Sujana dan Sri Penelitian ini menggunakan
Margana, turut serta dalam upaya metode sejarah. Metode sejarah adalah
membangkitkan aktivitas penelusuran proses menguji dan menganalisis secara
sejarah lokal dan artefak-artefak kritis rekaman dan peninggalan masa
peninggalan sejarah. Misalnya, dengan lampau. Melalui metode sejarah, tulisan ini
membangun monumen di tempat diharapkan mampu menampilkan suatu
bersejarah, memburu dan mencari makam rekonstruksi sejarah dengan tingkat
ketiga tokoh tersebut dan juga objektivitas semaksimal mungkin. Metode
mevisualisasikan ketiga tokoh dalam sejarah terdiri atas 4 tahap, yaitu heuristik,
bentuk lukisan (Margana, dalam Lembaran kritik, interpretasi, dan histriografi
Kebudayaan, 201224: 7). Tidak berhenti (Garraghan, 1957: 34; Kosim, 1984: 36;
pada makam dan lukisan, usaha Gottschalk, 1985: 32; Renier, 1997: 113;
masyarakat Banyuwangi semakin melam- Lubis, 2015: 15).
bung dengan menerbitkan buku biografi Heuristik sebagai tahap pertama
tiga tokoh tersebut, melalui kerja sama dalam metode sejarah adalah kegiatan
dengan sejarawan dan budayawan lokal.2 menemukan dan menghimpun sumber,
Apa yang dipaparkan di atas informasi, dan jejak masa lampau.
menimbulkan beberapa pertanyaan, Sumber-sumber yang dihimpun mengacu
sehingga penulis tertarik untuk mencari pada tiga jenis sumber, yakni sumber
penjelasan (eksplanasi) tentang peristiwa tertulis, lisan, benda (Garraghan, 1957:
tersebut dan menuangkannya dalam sebuah 103; Gottschalk, 1985: 35-40; Renier,
artikel yang berjudul ”Gerakan Sosial- 1997: 104; Kuntowijoyo, 2013: 73-76;
Politik Masyarakat Blambangan Terhadap Lubis, 2015: 7). Sumber-sumber tertulis
Kompeni di Blambangan Tahun 1767- dapat berupa arsip, sumber resmi tercetak,
1768”. Lingkup geografisnya adalah dokumen, artikel sezaman, tradisi lisan
Blambangan, yang saat ini berada di baik tertulis maupun lisan, buku, disertasi,
Kabupaten Banyuwangi. Sementara itu, tesis, skripsi, laporan penelitian, artikel
tahun 1767 adalah tahun ketika gerakan yang dimuat dalam jurnal atau surat kabar.
Sumber-sumber berupa arsip, sumber
2 resmi tercetak, dokumen, artikel sezaman
Basri. H (ed), Pangeran Jagapati, Wong
Agung Wilis, Sayu Wiwit (Tiga Pejuang Dari
dapat ditelusuri di Arsip Nasional
Blambangan), (Pemerintah Kabupaten Republik Indonesia (ANRI) di Jakarta,
Banyuwangi, 2006); Sundoro et al., Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Pangeran Rempeg Jagapati Pahlawan di Jakarta, dan melalui akses online pada
Perjuangan Kemerdekaan di Tanah situs KITLV.
Blambangan Tahun 1771, (Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi, 2008).
Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 411

Tahap kedua adalah kritik baik terlalu dekat dan menimbulkan bias.
secara internal maupun eksternal. Kritik Dalam kedua cara tersebut ada berbagai
sering disebut juga verifikasi jenis interpretasi, mulai dari interpretasi
(Kuntowijoyo, 2013: 77; Lubis, 2015: 25). verbal, teknis, logis, psikologis, dan
Kritik harus dilakukan agar penulis tidak faktual (Garraghan, 1957: 321-337; Lubis,
menerima begitu saja apa yang tercantum 2015: 36-39).
dan tertulis pada sumber-sumber tersebut Tahap keempat adalah penulisan
(Sjamsuddin, 2012: 103). Dalam tahap ini, yang disebut historiografi yang merupakan
ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama, tahapan terakhir dalam metode sejarah
meneliti otentisitas sumber atau keaslian (Gottschalk, 1985: 32; Lubis, 2015: 55).
sumber disebut kritik eksternal. Kedua, Dalam tahap ini yang diperlukan adalah
meneliti kredibilitas sumber yang disebut kemampuan menulis. Sebuah tulisan yang
kritik internal (Kuntowijoyo, 2013: 77-78). kreatif tentu membutuhkan kecerdasan dan
Kritik eksternal dilakukan untuk mencegah imajinasi. Kecerdasan di sini berarti
sejarawan menggunakan sumber palsu atau bersikap kritis pada setiap sumber disertai
menipu. Sementara dalam kritik internal dengan analisis yang tajam. Imajinasi di
hanya dapat dilakukan terhadap penulisan sini berarti penulis harus mampu
yang ada dalam dokumen-dokumen atau membayangkan bagaimana sebuah
pada inskripsi pada monumen, mata uang, peristiwa terjadi sehingga menghasilkan
medali, atau stempel (Renier, 1997: 116). sebuah historiografi yang baik.
Setelah sumber-sumber tersebut Adapun untuk menjelaskan
dikritik, sumber tersebut harus dikoro- permasalahan dalam kasus yang diteliti ini
borasikan antara sumber yang satu dengan digunakan teori dari Neil J. Smelser, yang
sumber yang lain sehingga melahirkan dikenal sebagai teori collective behaviour.
sebuah fakta sejarah yang mendekati Yang dimaksud dengan collective
kebenaran. Tidak hanya berhenti sampai di behaviour adalah tindakan yang dilakukan
sana fakta tersebut tidak dapat berbicara oleh dua orang atau lebih. Sebagai contoh,
sendiri tanpa adanya sentuhan dari penulis beberapa kegiatan yang termasuk dalam
kecuali pada sumber yang tidak ada perilaku kolektif adalah kerja bakti,
kontradiksi atau dikenal dengan sebutan gotong-royong, demonstrasi, pemberon-
argumentum ex silentio (Garraghan, 1957: takan, dan revolusi. Menurut Smelser, ada
294; Gottschalk, 1985: 116; Lubis, 2015: enam determinan yang harus dipenuhi
34-35). untuk terjadinya sebuah gerakan sosial
Tahap ketiga ini disebut (Smelser, 1969: 15-17) :
interpretasi yang bisa dilakukan dengan 1. Structural conduciveness.
dua cara, yaitu sintesis dan analisis. 2. Structural strain.
Interpretasi sering disebut biangnya 3. Growth and spread of generalized
subjektivitas karena dalam proses ini belief.
masuk pemikiran-pemikiran penulis atas 4. The precipitating factor.
suatu fakta sejarah. Fakta-fakta tersebut 5. Mobilization of participant for action.
dirangkai menjadi suatu rentetan tak 6. The operation of sosial control.
terputus dari suatu peristiwa. Dalam
penulisan sejarah subjektivitas itu diakui C. HASIL DAN BAHASAN
namun subjektivitas itu harus dihindari 1. Blambangan Periode Awal
(Ankersmit, 1987: 331; Kuntowijoyo, Blambangan adalah sebuah
2013: 78). Interpretasi merupakan sebuah wilayah yang terletak di ujung timur Pulau
tahapan yang cukup sulit karena penulis Jawa. Blambangan didirikan dan
harus bersikap netral terhadap sumber berkembang bersamaan dengan Kerajaan
yang ada. Oleh karena itu, penulis harus Hindu terbesar di Jawa, Majapahit.
mengambil jarak dengan sumber agar tidak Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya
pada tahun 1293, dengan dibantu oleh
412 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422

Arya Wiraraja. Arya Wiraraja adalah Sumber Babad Tawang Alun serta
seorang senopati Madura yang berbagai kajian historis menyebutkan
berkedudukan di Sumenep. Atas jasanya bahwa pada tahun 1665, Pangeran Tawang
dan kesetiaannya kepada Majapahit, pada Alun II naik takhta, menggantikan
tahun 1309, Raden Jayanegara yang ayahnya, dan Wila diangkat sebagai patih.
merupakan putra dari Raden Wijaya, Pangeran Tawang Alun II memerintah
memberi hadiah kepada Arya Wiraraja Blambangan selama 4 tahun, kemudian
sebuah wilayah Kerajaan Majapahit bagian takhta diserahkan kepada Wila. Menurut
timur. Di dalam kajiannya yang berjudul Babad Blambangan, penyerahan takhta
Beknopte Geschiedenish van Indonesie tot terhadap adiknya dilakukan, karena
aan de komst der Hollanders, Ennen Pangeran Tawang Alun II mendengar
mengatakan bahwa, “De Koning bedacht desas-desus yang tidak menyenangkan
zijn getrouwe helpers van vroeger goed. mengenai pemberontakan yang akan
Wiraradja werd aangesteld als bestuurder dilakukan untuk menggulingkan jabatan-
van Loemadjang, het latere Rijk van nya. Satu-satunya upaya untuk menghin-
Blambangan3” (Ennen, 1930: 64). Di dari terjadinya pertumpahan darah, maka ia
wilayah itulah Kerajaan Blambangan menyerahkan takhta tersebut kepada
didirikan dan berkembang hingga abad ke- adiknya. Akan tetapi, Wikkerman menye-
18 (Lekkerkerker, 1923: 1032-1033; butkan bahwa sudah terjadi pemberontakan
Nugroho, 2011: 139; Ricklefs, 2011: 26; yang dilakukan oleh Wila. Dua sumber ini
Margana, 2012: 25; Rush, 2013: 2). tidak memiliki perbedaan yang signifikan
Kerajaan Blambangan memang dan bertentangan, keduanya menyatakan
sudah berdiri sejak kekuasaan Majapahit. bahwa terjadi perselisihan antara Wila dan
Akan tetapi, puncak kejayaannya dialami Pangeran Tawang Alun II. Fakta mengenai
ketika masa pemerintahan Pangeran perselisihan tersebut masih berupa desas-
Tawang Alun II, yaitu pada tahun 1665- desus atau sudah terjadi pemberontakan,
1691. Berdasarkan sumber babad dan belum ada sumber yang menjelaskan
sumber kolonial, kekuasaan dinasti namun informasi yang bisa diterima adalah
Tawang Alun berawal pada abad ke-17, Pangeran Tawang Alun II memutuskan
dengan ditandai adanya ibu kota baru untuk melepaskan takhtanya (Wikkerman
Blambangan yang terletak di Kedawung dalam Lekkerkerker, 1923: 1041; Pigeaud,
(Puger, Kabupaten Jember sekarang). Raja 1929 :100; Arifin, 1995: 105; Sujana,
yang berkuasa adalah Tampa Una dan 2001: 28; Margana, 2012: 35).
mempunyai gelar Pangeran Tawang Alun I Tidak lama setelah turun takhta,
(Arifin, 1995: 105; Lekkerkerker, 1923: Tawang Alun pergi untuk mengasingkan
1045). Babad Tawang Alun menyebutkan, diri di hutan rimba Bayu. Di tempat ini
dia mempunyai lima anak; dua putra, yaitu Tawang Alun membuka pemukiman baru.
Mas Kembar (Tawang Alun) dan Mas Lambat laun pemukiman tersebut menjadi
Wila, dan tiga putri, yaitu Mas Ayu ramai, karena penduduk dari Blambangan
Tunjungsari, Mas Ayu Melok dan Mas berduyun-duyun pindah ke Bayu. Selama
Ayu Gringsing. Putra pertamanya, Mas enam tahun penduduk Bayu semakin
Kembar akan menggantikannya sebagai banyak jumlahnya. Keadaan ini membuat
raja kelak ketika Tampa Una sudah Wila cemburu, dan marah karena sebagian
meninggal, sedangkan putra kedua, Mas besar penduduknya memilih untuk pindah
Wila akan mendampingi kakaknya selama ke Bayu. Akhirnya, Wila memutuskan
bertahta sebagai patih (Arifin, 1995: 105). untuk melakukan penyerangan dan
pengepungan atas Bayu. Akan tetapi, Wila
3
Raja berpikir bahwa pengikut yang setia harus mengalami kekalahan, dan terbunuh
diperlakukan dengan baik. Wiraraja diangkat (Brandes, dalam Margana, 2012: 35).
menjadi pemimpin Lumajang, kemudian
Kerajaan Blambangan.
Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 413

Kejadian tersebut membawa Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi.


Tawang Alun menjadi satu-satunya Luasnya daerah pengaruh kekuasaan
penguasa Blambangan dan berhasil Blambangan di ujung timur Jawa,
membawa Blambangan menjadi kerajaan dikuatkan oleh pernyataan Vlekke bahwa
yang berdaulat (Lekkerkerker, 1923: 1045- “Blambangan di ujung timur Pulau Jawa
1046). Sekitar tahun 1676, Tawang Alun itu yang masih bebas dari dominasi
memutuskan untuk membebaskan diri dari Mataram. Penyerangan Mataram atas
Mataram dengan cara menghentikan Blambangan berkali-kali gagal karena
pemberian upeti serta kunjungan tahunan konflik Mataram dengan VOC” (Vlekke,
ke Mataram. Kemudian memakai gelar 2008: 145-146). Dari pernyataan Vlekke
Susuhunan Blambangan. Dari kumpulan tersebut, dapat kita ketahui bahwa sampai
naskah VOC yang disusun ulang oleh De kira-kira akhir abad XVII, Blambangan
Jonge, tulisan yang cukup jelas dari masih menguasai hampir seluruh ujung
Brandes mengenai babad Blambangan, timur Jawa. Tahun 1691 Tawang Alun
kajian Wikkerman yang ditulis berdasar- meninggal karena sakit. Babad Tawang
kan keterangan penduduk lokal, karangan Alun menyebutkan, jasadnya dikremasi
Krom mengenai peninggalan-peninggalan dan akhirnya mengalami moksa di Keraton
kuno dari Kerajaan Blambangan, serta Macan Putih (Arifin, 1995: 280).
kajian-kajian historis yang dilakukan Babad Blambangan menjelaskan
sejarawan Indonesia, misalnya I Made bahwa setelah kematian Tawang Alun,
Sujana, Sri Margana, Edi Burhan Arifin, Sasranagara, salah satu anak Tawang Alun,
Moch Hadi Sundoro dan kajian filologi menobatkan dirinya sendiri menjadi raja
yang dilakukan oleh Danusaprapta, tanpa melakukan perundingan dengan
Winarsih Arifin, dapat diketahui bahwa keluarganya. Anak Tawang Alun yang
pada zaman Pangeran Tawang Alun II, lain, Macanapura, tidak menerima
daerah-daerah yang ada di bawah pengaruh keputusan sepihak yang diambil oleh
kekuasaan Blambangan sangat luas. Sasranagara. Macanapura melakukan
Daerah-daerah pengaruh kekuasa- pemberontakan dan berhasil menduduki
an Blambangan, meliputi hampir seluruh takhta. Setelah memerintah selama enam
Ujung Timur Jawa, yaitu dari Malang, tahun, terjadi perebutan kekuasaan lagi.
Probolinggo, hingga Banyuwangi. Peperangan sengit terjadi antara Pangeran
Macanapura melawan Mas Purba. Mas
Purba ialah putra Sasranagara, usianya
sekitar 13 tahun, namun berani
memberontak karena dukungan dari ibunya
yang meminta bantuan Bali. Mas Purba
berhasil menang, sehingga kekuasaan
mutlak menjadi miliknya dan dia
dinobatkan sebagai Raja Blambangan
dengan julukan Pangeran Adipati Danureja
(Arifin, 1995: 281-282). Tahun 1736 ia
Peta 1 Wilayah Kerajaan Blambangan Pada meninggal. Mengenai jasadnya juga masih
Masa Tawangalun II misterius, sumber VOC mengatakan jasad
Sumber: Diolah dari Babad Wilis. Danureja dibakar dengan sembilan orang
istrinya menurut adat istiadat Blambangan,
Berdasarkan ilustrasi peta di atas, dan dijuluki Dewa Nyurga oleh orang Bali
selama mengalami golden age, terdapat 7 (Leckerkerker, 1923: 1040). Akan tetapi
daerah di bawah kekuasaan Blambangan. Babad Tawang Alun mengatakan, jasad
Negara daerah yang merupakan bagian Danureja dimakamkan di Tuban (Arifin,
dari Kerajaan Blambangan, yaitu: Malang, 1995:109).
Lumajang, Probolinggo, Jember,
414 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422

Kematian Danureja pada tahun b. Puger j. Rogojampi


1736 menjadikan Mas Sepuh naik takhta c. Tomogoro k. Genteng
menjadi pangeran. Akan tetapi, salah satu d. Bayu l. Banyuwangi
sumber menyebutkan bahwa usianya masih e. Songggon m. Gambiran
terlalu muda (13 tahun) untuk memimpin f. Macan Putih n. Pakis
sebuah kerajaan. Karena usianya masih g. Panarukan o. Ketapang
terlalu dini untuk memegang takhta, h. Grajakan
diangkatlah Ranggasatata, seorang Bali Selain mampu mempertahankan
dari Klungkung, untuk mengatur wilayah kekuasaan yang luasnya tidak
administrasi kerajaan (Lekkerkerker, 1939: mengalami perubahan. Adanya perkiraan
1050). Berdasarkan kajiannya mengenai jumlah penduduk pada tahun 1750 yang
Babad Tawangalun, Pigeaud juga ditulis oleh Pieter semakin memperkuat
mengatakan bahwa Ranggasatata dikirim keadaan Blambangan pada masa
ke Blambangan dari Klungkung untuk pemerintahan Danuningrat. Pieter
memelihara ketertiban dan mengambil alih menyebutkan bahwa terdapat sekitar
kewajiban Danuningrat untuk sementara 20.000 orang penduduk Blambangan
waktu (Pigeaud, 1929: 341). Pada tahun (Pieter, 1939: 40). Akan tetapi tidak
1745, Danuningrat mulai mengendalikan dijelaskan komponen laki-laki, perempuan,
kekuasaannya sendiri. dewasa maupun anak-anak.
Kajian I Made Sujana menyebut- Kedamaian pada masa pemerin-
kan bahwa Kerajaan Blambangan tahan Danuningrat, berakhir pada tahun
mengalami zaman kertayuga atau 1763. Penjelasannya dapat ditemukan
ketenangan, bebas dari konflik fisik di dalam beberapa babad, misalnya Babad
bawah pemerintahan Danuningrat (Sujana, Wilis dan Babad Mas Sepuh, sebagai
2001: 35). Hal ini dikuatkan oleh sumber lokal, sangat gamblang menjelas-
Lekkerkerker dengan menyatakan bahwa kan keruntuhan pemerintahan Danuningrat
“Sekarang terjadi ketenangan di daerah disebabkan oleh adanya konflik internal
yang tadinya sering diancam bahaya yang terjadi antara Danuningrat dan Wong
perang” (Lekkerkerker, 1923: 1051). Agung Wilis4. Konflik tersebut dimulai
Berikut gambaran mengenai wilayah dari adanya fitnah yang didalangi oleh
kekuasaan Pangeran Danuningrat selama Tepasana,5 yang menurut babad berwatak
pemerintahannya. seperti Durno. Fitnah tersebut bermuara
pada keputusan Danuningrat untuk
memecat Wilis dari jabatannya sebagai
patih, dan mengangkat Sutajiwa sebagai
penggantinya. Atas kejadian tersebut,
Gusti Agung Mengwi mengirim

4
Di dalam sumber Babad Blambangan dan
Babad Tawang Alun disebutkan bahwa
Wong Agung Wilis ketika masih kanak-
Peta 2. Wilayah Blambangan Tahun 1736- kanak bernama Mas Sirna dan lahir di
1763 Blambangan. Berdasarkan silsilah yang
Sumber: Diolah dari Babad Wilis, Babad ditemukan, Mas Sirna adalah keturunan dari
Tawangalun, Nagari Tawon Madu. seorang penguasa Blambangan, Pangeran
Danureja, yang memerintah pada tahun
Peta di atas adalah ilustrasi 1697. Ibu Mas Sirna adalah seorang selir,
kekuasaan Blambangan ketika pemerin- yang berasal dari Bali (Arifin, 1995: 109).
5
Tepasana adalah aristokrat dari Lumajang,
tahan Danuningrat, yang meliputi:
yang muncul sekitar tahun 1760-an, dan
a. Nusa Barung i. Ulupampang menjadi mertua Danuningrat.
Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 415

pasukannya yang dipimpin oleh Wilis membangun benteng tersebut”


6
untuk menangkap Tepasana dan Sutajiwa (Margana, 2012: 45) .
di Blambangan. Pertempuran pun terjadi, Margana juga menegaskan bahwa
namun Danuningrat mundur dan berhasil surat perjanjian tersebut ditulis langsung
melarikan diri bersama Sutajiwa (Arifin, oleh Danuningrat. Kemudian Hendrik
1980: 33). Breton, Gezaghebber dari Surabaya segera
Informasi lain mengenai penye- mengirimkan proposal tawaran pengajuan
rangan Mengwi terhadap Blambangan kerja sama tersebut kepada VOC. Adanya
dapat ditemukan pada Babad Tawang tawaran kerja sama yang dilakukan oleh
Alun, selain adanya konflik internal antara Danuningrat juga dibenarkan oleh De
Danuningrat dan Wilis, terdapat konflik Jonge. Ia mengatakan bahwa, “Pangeran
eksternal yang terjadi di Kerajaan Patti lebih suka menyerahkan daerahnya
Blambangan, yaitu adanya ambisi kepada Kompeni, daripada daerahnya itu
Danuningrat yang ingin menjadikan tetap berada dibawah kekuasaannya orang
kerajaannya independent. Keputusannya Bali, yang selalu berpura-pura baik dan
untuk membunuh Ranggasatata, utusan selalu membantu rakyat Blambangan” (De
Kerajaan Mengwi-Bali, dengan tidak Jonge, 1923: 3).
didasari alasan yang logis, membuktikan Akan tetapi, respons dari Batavia
bahwa ia ingin mewujudkan ambisinya. dan Semarang tidak sesuai dengan
Atas kejadian tersebut, Kerajaan Mengwi ekspektasi Danuningrat dan Hendrik
mengundang Danuningrat untuk Breton. Gubernur di Batavia secara terang-
menghadap ke Mengwi sebanyak dua kali, terangan menolak tawaran kerja sama yang
namun undangan tersebut diabaikan, diajukan oleh Danuningrat. De Jonge
kemudian Mengwi memutuskan untuk mengungkap penolakan kerja sama
menyerang Blambangan (Arifin, 1995: 14- tersebut dalam kajiannya dengan
21). menyatakan bahwa:
Berdasarkan sumber babad dan “Daerah bagian selatan sudut timur
sumber kolonial yang sudah dikaji oleh Jawa benar telah diserahkan pada
Margana, ia menyebutkan bahwa selama kompeni, akan tetapi mereka yang
meninggalkan istana Blambangan, menyerahkannya tidak pernah ber-
Danuningrat meminta bantuan kepada kuasa sungguh-sungguh atas daerah
Kompeni untuk merebut kembali Kerajaan tersebut, dan mereka yang sementara
Blambangan dari Mengwi dengan memegang kekuasaan di daerah itu,
membuat surat pernyataan yang isinya telah menolak untuk tunduk dan
sebagai berikut: patuh”.7
“Danuningrat berjanji untuk mengirim Dari keterangan di atas dapat
600 koyan beras, sepuluh pikul lilin disimpulkan bahwa gubernur menganggap
dan empat pikul sarang burung. Dalam daerah ujung timur Jawa, termasuk
keadaan damai, jumlah itu akan Blambangan, sudah menjadi wilayah
ditingkatkan. Dia juga meminta kekuasaan Kompeni. Sehingga Kompeni
Kompeni untuk mendirikan sebuah tidak perlu mengadakan perjanjian dan
benteng militer di Blambangan guna
mencegah invasi Bali di masa depan. 6
Informasi berdasarkan NA, Koleksi
Dia bahkan menjanjikan untuk
Engelhard 19a, Proposal tentang
menyediakan bahan-bahan yang Blambangan oleh Hendrik Breton, Surabaya
dibutuhkan sekaligus pekerjanya untuk 30 Oktober 1763, hlm. 152.
7
“De Oosthoek was haar wel afgestaan, maar
zij die dien afstand deden hadden er geen
gesag nitgeoefend, en zij die er het gezag in
hadden hadden weigerden zich te
onderwerpen” (De Jonge, 1923: 1).
416 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422

kesepakatan apa pun dengan Danuningrat. pindah ke Desa Seseh. Dari perintah kedua
Akan tetapi, meskipun Kompeni merasa ini, Danuningrat baru menyadari maksud
memiliki Blambangan sejak dikeluar- Gusti Agung Mengwi yang sesungguhnya,
kannya Perjanjian Giyanti oleh Mataram, bahwa ia menginginkan kematiannya.
hingga tahun 1764 Kompeni belum begitu Setelah sampai di desa Seseh, Danuningrat
memperhatikan daerah tersebut. Wilayah diserang oleh penduduk dan prajurit yang
timur yang diperhatikan oleh Kompeni dikirim oleh Gusti Agung Mengwi.
baru melampaui Pasuruan. Danuningrat dan pengikutnya kalah,
Atas penolakan tersebut, semuanya mati di Pantai Seseh.
Danuningrat merasa kecewa dan Penjelasan dari Babad Wilis
selanjutnya mengajukan bantuan kepada mengatakan bahwa setibanya di Bali,
Kartanegara, Bupati Lumajang. Berdasar- Danuningrat yang berpakaian serba putih
kan Babad Wilis, Gusti Agung Mengwi bertemu dengan Gusti Agung Mengwi dan
mendengar kabar keberadaan Danuningrat sempat membuat beberapa pengakuan.
di Lumajang, maka dengan segera Pengakuan Danuningrat mengenai peris-
diutuslah beberapa duta dari Blambangan tiwa pemecatan Wilis dan pembunuhan
dan Bali untuk membujuk Danuningrat Ranggasatata serta keputusan untuk
kembali ke Blambangan. Danuningrat mau meninggalkan kerajaan membuat Gusti
kembali ke Blambangan, kemudian Agung Mengwi terkejut dan tidak bisa
bersama dengan Wilis, ia menghadap Gusti menahan amarahnya. Gusti Agung
Agung Mengwi. Mengwi kemudian memutuskan untuk
Babad Mas Sepuh mengemukakan menahan Danuningrat dan menyuruh dia
bahwa setibanya di Bali, Danuningrat tidak tinggal di Seseh. Mendengar berita ini,
bertemu dengan Gusti Agung Mengwi. Nawangsari, istri Danuningrat, dan anak-
Gusti Agung Mengwi memerintahkan dia anaknya menyusul ke Seseh. Setelah tiba
untuk tinggal di sebuah desa terpencil dan di Seseh, Danuningrat dibunuh oleh
sudah lama tidak berpenghuni. pasukan Mengwi. Sementara istri dan
Kemungkinan, perintah ini adalah sebuah anak-anak Danuningrat kembali ke
hukuman yang diberikan oleh Gusti Agung Blambangan (Arifin, 1980: 37).
Mengwi kepada Danuningrat, yang mana Walaupun sumber-sumber yang
Danuningrat belum menyadarinya dan mengkisahkan kematian Danuningrat
bahkan dengan suka rela membangun desa tergolong dalam jenis sastra, namun
tersebut serta mendirikan puri Tanah Ayu, tidaklah mustahil pula bahwa sumber-
untuk beribadah. Mengetahui hal ini, Gusti sumber tersebut masih menyimpan
Agung Mengwi menjadi sangat marah dan peristiwa sejarah dari masa lampau. Karya
memerintahkan rakyatnya untuk tidak Lekkerkerker juga mengulas sedikit kisah
melakukan aktivitas apa pun ke desa tentang kematian Danuningrat oleh orang
tempat Danuningrat dan keluarganya Bali (Lekkerkerker, 1923: 1041). Dengan
tinggal (Arifin, 1995: 128). Hal ini demikian, bisa dikatakan bahwa peristiwa
dilakukan supaya Danuningrat mengalami kematian Danuningrat pada tahun 1763
kesulitan memeroleh makanan dan menandakan bahwa berakhirnya eksistensi
meninggal pelan-pelan. Dinasti Tawang Alun yang telah berkuasa
Babad Mas Sepuh juga lebih dari seratus tahun lamanya di
memberikan informasi bahwa ada salah Kerajaan Blambangan. Berikut bagan
satu bangsawan Bali, yang bernama Gusti mengenai pohon keluarga keturunan
Agung Kamasan Dhimandhe yang diam- Tawang Alun:
diam memberi makanan Danuningrat
beserta keluarganya. Mengetahui hal ini,
Gusti Agung Mengwi memutuskan untuk
mengusir Danuningrat dari desa itu dan
Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 417

menjadi kota yang ramai dan


pelabuhannya sering dikunjungi para
pedagang, misalnya dari Cina, Bugis,
Mandar, Melayu, dan lain-lain.
Blambangan menjadi tidak kondusif.
Kejadian tersebut mendorong
VOC untuk menguasai Blambangan karena
apabila dibiarkan dapat mengganggu
eksistensi VOC di Pulau Jawa.
Berkuasanya VOC di Blambangan menjadi
sebab awal terjadinya gerakan sosial-
politik di Blambangan.
Berdasarkan informasi dari surat
dinas Kapten Blanke yang dikirim ke
Gubernur Johanes Vos di Batavia, pada
akhir Maret 1767, bendera Belanda
Gambar 1. Pohon Keluarga Blambangan berhasil dikibarkan untuk pertama kalinya
Sumber: Babad Blambangan. di Blambangan (VOC 3215, 1767: 131-
136). Gusti Ketut Kaba-Kaba dan Gusti
Setelah Danuningrat meninggal, Kuta Beda berhasil disingkirkan dari
Blambangan sepenuhnya dikuasai oleh Blambangan. Kejadian ini merupakan
Kerajaan Mengwi. Gusti Agung Mengwi pertempuran awal yang terjadi antara
menunjuk Gusti Ketut Kaba-Kaba dan masyarakat Blambangan terhadap VOC
Gusti Kuta Beda untuk memimpin dalam memperebutkan kekuasaan politik
Blambangan. Berdasarkan kajian Margana, di Blambangan. Sampai pada akhirnya
dua pemimpin ini membentuk Blambangan meluas ke berbagai faktor dan mengkristal,
menjadi kota perdagangan dengan kemudian bermuara pada berlangsungnya
membiarkan para pedagang lokal dan asing gerakan sosial politik.
mengunjungi Blambangan (Margana, Faktor politik, Kompeni menunjuk
2012: 48). Mas Anom dan Mas Uno untuk menjadi
pemimpin baru di Blambangan. Selain itu
2. Penyebab Terjadinya Gerakan Sosial dari faktor religi, paksaan untuk memeluk
Politik Blambangan Agama Islam sekaligus Kristen mulai
Ada beberapa penyebab terjadinya terjadi di masyarakat Blambangan.
gerakan sosial-politik yang dilakukan oleh Misalnya dengan menikahkan Raja
Wong Agung Wilis terhadap Kompeni. Blambangan dengan anggota elite Islam
Bermula ketika adanya laporan seorang dari wilayah Mataram yang didukung oleh
mata-mata pribumi yang diutus oleh VOC, Belanda. Tentu saja hal tersebut memicu
menyatakan bahwa pada bulan Agustus munculnya pertentangan dari penduduk
1766 terdapat tiga kapal besar Inggris yang lokal, yang memang sejak awal memeluk
membawa para pelaut Bugis dan Madura agama Hindu (Lekkerkerker, 1923: 1060).
tiba di Blambangan, di bawah komando Faktor ekonomi, VOC mulai
Edward Coles, anggota English East India dengan semangat perdagangan yang
Company (VOC 3186, 1766: 673-677). kemudian bermuara pada nafsu monopoli.
Kedatangan EIC ke Blambangan bertujuan Berawal pada tahun 1699, Belanda
untuk memasarkan senjata, opium, kapas, mengenalkan komoditas perkebunan pada
dan kain yang harganya relatif murah. Blambangan. Bibit-bibit kopi, teh, tebu,
Sedangkan pedagang lokal menawarkan dibawa ke daerah tersebut (Yahmadi,
beras, garam, hewan ternak, dan kayu. 2000: 180). Lahirnya perkebunan
Sehingga hubungan dagangnya bersifat mendatangkan penderitaan baru bagi
barter. Keadaan ini membuat Blambangan
418 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422

rakyat Blambangan. Rakyat Blambangan 3. Intensitas Gerakan Sosial Politik


hidup tertekan baik secara sosial maupun Kesan baik di mata masyarakat
ekonomi. VOC memerintahkan rakyat menjadi modal utama bagi Wilis untuk
untuk membuat jalan-jalan dan membabat menghimpun massa dan memeroleh
pepohonan di hutan untuk ditanami dukungan dari daerah lain. Menurut Babad
tanaman perkebunan. Akan tetapi VOC Wilis, langkah pertama yang dilakukan
tidak menyediakan makanan bagi rakyat oleh Wilis adalah memengaruhi penduduk
yang bekerja dalam kondisi kelaparan dan untuk tidak melaksanakan kerja wajib
kekurangan serta kesengsaraan penyakit dalam pembangunan benteng Kompeni
(Arifin, 1995: 93). Keberhasilan berdagang (Arifin, 1980: 31). Langkah selanjutnya
melalui monopoli ini, kemudian digunakan dapat dilihat berdasarkan informasi dari
VOC untuk memanjakan penguasa lokal surat Gubernur Vos, yang mengatakan
dengan kenyamanan ekonomi, utamanya bahwa Wilis melakukan perjalanan
untuk berperang meluaskan kekuasaan mengelilingi daerah dan membagi-bagikan
menghadapi musuhnya. Cara ini uang Bali dan senjata-senjata buatan
menciptakan jurang pemisah antara Inggris (De Jonge, 1923: 12). Sepertinya
kehidupan penguasa dan rakyat. Sehingga dua langkah ini merupakan cara Wilis
muncullah konflik sosial di masyarakat. untuk mengambil hati rakyat dan berusaha
Bukan hanya tenaga yang diperas, menjauhkan rakyat dari Kompeni.
tapi demi kepentingan VOC, para Berdasarkan kajian Margana, ia
penguasa beroperasi ke pelosok-pelosok mengatakan bahwa Wilis juga mencari
kampung untuk menyita semua beras dukungan dari para diaspora seperti Bugis,
simpanan dan hasil panen, serta bahan Sumbawa, Melayu dan Cina (Margana,
makanan lainnya dan mengangkutnya. 2012: 115). Berdasarkan laporan dari Vos
Apabila tidak dapat diangkut, VOC kepada Gubernur Jenderal dan Dewan
menyuruh membakarnya, kemudian Komisaris pada tanggal 20 Desember
menyuruh rakyat menanam padi kembali 1767, pasukan yang berhasil dikumpulkan
dengan perintah yang sangat memaksa. oleh Wilis, adalah sekitar 6000 orang. Vos
Setelah panen, jerih payah penduduk disita juga mengatakan bahwa:
lagi (Arifin, 1995: 12). “Yang pasti adalah di Kotalateng
Pemerintahan Kompeni di terdapat sekelompok manusia
Blambangan berjalan selama kurang lebih pungutan. Di situ terdapat orang Bali,
enam bulan, kemudian setelah itu muncul Bugis, Mandar, Melayu, Punakawan
situasi yang tidak kondusif, karena rakyat (yaitu yang lahir campuran antara Bali
Blambangan merasa tertekan dengan dan Blambangan), Cina dan bahkan
besarnya pajak dan kerja wajib yang harus juga Inggris” (Vos kepada Gubernur
dilakukan untuk Kompeni. Menurut Babad Jendral dan Dewan Komisaris, 20
Wilis, “Lima puluh orang setiap hari Desember 1767).8
diwajibkan masuk kerja untuk Kompeni Kutipan tersebut di atas, menjelas-
dan menyerahkan lembu dan sapi”. kan bahwa pasukan yang dihimpun oleh
Kejadian-kejadian inilah yang Wilis berasal dari orang-orang Bali, Bugis,
mengkristalkan dan mendorong tumbuh- Mandar, Melayu, Punakawan (yaitu yang
nya kekuatan-kekuatan rakyat yang sudah lahir campuran antara Bali dan
lemah untuk bersatu mengadakan gerakan
sosial yang kuat dalam rangka 8
Zeker was te Cotta een zonderling
menumbangkan kekuatan VOC. Terjadilah zamenraapsel bijeen. Men telde er
gerakan sosial politik besar-besaran pada Balinezen, Boeginezen, Mandarezen,
tanggal 18 Februari 1768 yang dipimpin Maleijers, Panakawangs (uit de vermenging
oleh Wong Agung Wilis. van Baliers met Baloemboangers geboren),
Chinezen, en zelfs Engelschen (Vos aan
Gouvern. Gen. en Rade, 20 December 1767).
Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 419

Blambangan), Cina, dan bahkan juga melaporkan terdapat 150 orang pasukan
Inggris. Hal ini menunjukkan bahwa Wilis tewas, sedangkan pasukan Kompeni
betapa Wilis menjadi orang yang yang gugur di medan perang tidak
mempunyai kedudukan penting di disebutkan jumlahnya. Pada pertempuran
Blambangan. Terlepas bergabungnya pertama ini, pasukan Kompeni dinyatakan
mereka menjadi pasukan Wilis karena kalah, ratusan pasukan Wilis yang
terpaksa atau tidak, seperti yang dikatakan bergerak di bawah komando Encik Kamis
oleh Vos, namun dengan adanya jumlah berhasil mengambil alih benteng Kompeni
pasukan tersebut sudah membuktikan di Ulupampang dan memenggal beberapa
bahwa Wilis mampu menjadi seorang mata-mata Kompeni di Ulupampang (VOC
pemimpin. 3248: folio 9-16). Wilis berada pada
Mendengar kabar bahwa Wilis puncak kejayaan untuk sementara waktu,
membentuk pasukan dan akan melakukan Mas Anom dan Mas Weka, bupati
gerakan sosial politik untuk merebut Blambangan yang ditunjuk oleh Kompeni,
Blambangan dari Kompeni, Van Rijcke 9 menyatakan bergabung dengan Wilis.
memutuskan untuk mengunjungi dan Posisinya di kota semakin kuat karena
mengadakan perundingan dengan Wilis di dukungan datang silih berganti. Selain
Kutalateng. Kunjungan tersebut dimaksud- menguasai Ulupampang, pasukan Wilis
kan agar Wilis mau mendukung juga ditugaskan untuk mengkondisikan
pemerintahan Kompeni di Blambangan daerah sekitar Banyualit supaya pihak
dan tidak terjadi pertumpahan darah. Wilis Kompeni kekurangan pasokan makanan di
tidak menjanjikan apa pun kepada bentengnya sendiri.
Kompeni, ia hanya mengatakan akan Dalam surat dinas Gubernur Vos
berkunjung ke Banyualit pada hari ketiga yang diolah oleh De Jonge dijelaskan
bulan Februari (Margana, 2012: 125). kondisi Van Rijcke dan pasukannya di
Namun pada kenyataannya, Wilis tidak Benteng Banyualit semakin mengenaskan.
pernah melakukan kunjungan ke Pasukannya menderita kelaparan dan
Banyualit, sehingga terjadilah beberapa penyakit mematikan, bahkan dirinya
kali pertempuran antara Wilis dan sendiri juga terserang penyakit. Rijcke
Kompeni di Blambangan sepanjang tahun mengirim surat kepada Vos, menceritakan
1768. keadaannya dan memohon pengiriman
Menurut laporan dari Rijcke kepada bantuan. Bantuan dikirim oleh Vos pada
Gubernur Vos, pada tanggal 18 Februari tanggal 24 April 1768, di bawah komando
1768 Wilis melakukan serangan Gezaghebber Coop a Groen dengan
pertamanya. Serangan ini difokuskan membawa 2.000 prajurit menuju
untuk merebut benteng Kompeni di Banyualit. Bahkan Vos rela pindah ke
Ulupampang. Kapten Maurer, Skipper Surabaya untuk memantau perkembangan
Pietersz, Letnan Diest, dan Letnan Blambangan. Setelah pasukan sampai di
Wipperman bersama pasukannya meng- Banyualit, Vos memerintahkan untuk
hadapi Wilis dan pasukannya. Pertempuran menyusun strategi merebut Ulupampang
ini terjadi pada musim hujan, sehingga kembali sebelum menyerang Kotalateng,
Kompeni merasa kewalahan menghadapi tempat Wilis berada (De Jonge, 1923 xi:
Wilis dan sekutunya. Senjata api tidak bisa 13).
digunakan secara total, pasukan Kompeni Berdasarkan kajian Lekkerkerker,
mundur teratur ke Pagon, sebuah pedesaan pada tanggal 14 Mei 1768 Gezaghebber
Islam dekat kota, dan membakar Coop a Groen melancarkan serangannya
perkampungan di sekitarnya. Rijcke ke Ulupampang. Di sana pasukan Kompeni
mendapat serangan yang sangat hebat di
9
Van Rijcke adalah panglima perang Kompeni bawah pimpinan Encik Kamis. Akan
yang di tunjuk oleh Gubernur Jenderal dan tetapi, akhirnya Ulupampang dapat
ditempatkan di Benteng Banyualit.
420 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422

ditundukkan. Para pasukan Wilis di semuanya diangkut sebagai tahanan ke


jadikan tawanan. Pasukan yang menyerah Edam.
dikirim ke Semarang. Namun Encik Kamis Berdasarkan kajian Lekkerkerker,
berhasil melarikan diri, meskipun dalam pada tahun 1778, Wilis bersama dengan
keadaan terluka (Lekkerkerker, 1923: putra-putranya berhasil melarikan diri dari
1052). Banda. Pernyataan tersebut didukung oleh
Sasaran selanjutnya setelah laporan utusan Gezaghebber Van der
menguasai Ulupampang, Gezaghebber Nieport Semarang yang ditugaskan
Coop a Groen merencanakan penyerangan membeli budak ke Bali. Utusan tersebut
tanggal 18 Mei 1768 ke Kotalateng. Akan melaporkan bahwa Wilis bersama dengan
tetapi, belum sampai penyerangan anaknya dan empat orang lainnya,
dilakukan, Kompeni mendapat serangan termasuk Mas Bagus Lumajang, Patih
terlebih dahulu dari pasukan Wilis. Tidak Malang dan Antang, Natakusuma berhasil
banyak prajurit Kompeni yang terluka dan membunuh para pengawal Kompeni,
tewas dalam serangan dadakan tersebut. kemudian bertemu dengan seorang pendeta
Sehingga Kompeni tetap melanjutkan dan berhasil membawa mereka ke Sasak,
serangannya ke Kotalateng, petahanan Bali melalui Buton. Tidak lama setelah
Wilis sangat kuat dengan pasukannya yang Wilis berada di Bali, dia mengalami sakit
berjumlah 6.000 orang. Kompeni tidak dan akhirnya meninggal dunia. Jasadnya
mungkin bisa menembus istana dimakamkan di Blambangan (VOC 3528,
(Lekkerkerker, 1923: 1052). 29 Mei 1778, folio 151-152 dalam
Berdasarkan laporan dari Margana, 2012: 153-154).
Gezaghebber Coop a Groen terhadap
Gubernur Vos, tiba-tiba terjadi 4. Dampak Gerakan
pengkhianatan dari pasukan Wilis. Setelah Wilis dan pengikutnya
Sutanagara dan 2.000 orang pasukannya berhasil dilumpuhkan, Gezaghebber Coop
menyerang Wilis dari belakang. a Groen memutuskan untuk membumi-
Pengkhianatan ini membuat pertahanan hanguskan Kotalateng, sebagai pusat
kocar-kacir dan semakin lemah, istana terjadinya gerakan sosial-politik tersebut.
terkepung. Pada tanggal 18 Mei 1768, Laporan Gezaghebber Coop a Groen
Gezaghebber Coop a Groen berhasil kepada Vos menjelaskan tentang kebijakan
mendobrak benteng Wilis, Kutalateng yang diambil pasca terjadinya gerakan. Isi
dibakar dan sisa-sisa bangunan istana laporan tersebut yaitu:
digunakan untuk membangun benteng baru “Saat ini saya tengah sibuk
untuk pertahanan Kompeni, sekaligus membangun sebuah benteng kecil
menunjukkan pada rakyat bahwa Kompeni untuk menunjukkan pada rakyat
berhasil menguasai Blambangan. Blambangan bahwa kita akan
Pengkhianatan terhadap Wilis, juga menduduki tempat ini. Kita mencari
dilakukan oleh Mas Uno dan Mas Anom, tempat yang sehat di antara desa-desa
yang dengan sengaja memberikan kecil dimana kita dapat mengen-
informasi kepada Kompeni mengenai dalikannya. Saya ingin Vaandrig
keberadaan Wilis sehingga Kompeni Guttenberger ditempatkan di sini
dengan sangat mudah menangkap Wilis sebagai komandan. Saya harap dengan
(VOC 3248, 18 Mei 1768: folio 13-14). didirikannya benteng kecil ini,
Berdasarkan kajian Lekkerkerker, setelah beberapa perubahan dapat dilakukan.
Wilis tertangkap, maka semua prajurit dan Saya sendiri telah meruntuhkan
penduduk yang menjadi tawanan seluruh perkampungan di Kotalateng.
dibebaskan dari tahanan dan mendapatkan Saat ini, kita masih disibukkan dengan
pengampunan. Wilis, Anom, dan Uno pembakaran. Saya pikir hal itu akan
menyebabkan para penduduk patah
Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 421

semangat jika mereka melihat tidak keseluruhan. Sutanagara dipaksa memeluk


hanya sebuah benteng kecil dibangun Islam dan mewajibkan rakyat Blambangan
untuk mengepung mereka, namun meninggalkan Hindu dan memeluk Islam
mereka juga akan mengerti bahwa (De Jonge, 1923xi: 242).
Kotalateng telah dibumihanguskan Dampak terhadap aspek etnis dan
tanpa seorang pun berkesempatan budaya dibuktikan dengan adanya
untuk membangunnya lagi” (Surat penggantian elite birokrasi Blambangan,
Gezaghebber Coop a Groen pada diganti dengan orang-orang Jawa dan
Gubernur Vos, 25 Mei 1768 dalam beragama Islam. Unsur-unsur Bali,
Margana, 2012: 131). dihilangkan dari Blambangan. Hal tersebut
Pernyataan Gezaghebber Coop a terbukti pada keputusan Luzac untuk tetap
Groen di atas, menunjukkan bahwa menghukum para tawanan yang berasal
gerakan yang dipimpin oleh Wilis dari Bali meskipun tawanan tersebut
berdampak secara nyata dalam hal adalah saudara Sutanagara.
ekonomi, khususnya terkait dengan
sandang, pangan, dan papan masyarakat D. PENUTUP
Blambangan yang dibumihanguskan oleh Gerakan sosial-politik yang
Kompeni. dilakukan oleh Wong Agung Wilis
Secara mental, masyarakat bertujuan untuk membawa rakyat
Blambangan juga dihantam habis-habisan. Blambangan menuju Blambangan yang
Kompeni ingin membuat rakyat bebas dari tekanan mana pun. Wong
Blambangan jera dan tidak lagi dapat Agung Wilis menginginkan Blambangan
melakukan gerakan melawan pemerintah. lepas dari cengkeraman Bali, Jawa, dan
Keamanan diperketat untuk mencegah Kolonial Belanda. Penolakan atas tawaran
kemungkinan terjadinya ekor dari gerakan menjadi Pangeran Blambangan yang
sosial-politik yang dilakukan Wilis. diberikan oleh Gusti Agung Mengwi
Tindakan tersebut sangat merugikan rakyat setelah kematian Danuningrat, menunjuk-
Blambangan yang tinggal di Kotalateng. kan bahwa Wilis adalah seorang tokoh
Rakyat yang pro dengan Kompeni, yang memiliki loyalitas tinggi terhadap
dipersilahkan untuk memulai kehidupan kerajaannya. Keberadaan Kolonial yang
baru di Blambangan, wajib patuh dan awalnya dianggap sebagai harapan baru
tunduk terhadap semua aturan Kompeni. yang bisa membawa Blambangan semakin
Sedangkan keluarga Wilis dan rakyat biasa sejahtera, justru sebaliknya. Hal tersebut
yang menjadi pendukung Wilis dan yang menjadi alasan kuat bagi Wilis untuk
dicurigai menjadi penggerak, ditahan dan melangsungkan gerakan sosial-politik
ada yang dijadikan budak. terhadap Kompeni, meskipun akhirnya
Dampak gerakan tersebut dalam gerakan tersebut mengalami kegagalan dan
segi politik, terlihat pada pengangkatan Wilis dapat dilumpuhkan.
Sutanagara menjadi bupati baru
Blambangan. Sutanagara dianggap sebagai DAFTAR SUMBER
orang yang loyal terhadap Kompeni dan 1. Arsip
tidak mempunyai garis keturunan pangeran Banyuwangi, 1691-1881: No. 1-6
Blambangan. Ayahnya adalah salah satu VOC 3186
orang kepercayaan Danuningrat yang VOC 3215, 1767
ditugaskan untuk mengurus administrasi VOC 3248, 18 Mei 1768
VOC 3528, 29 Mei 1778
istana. Ibunya berasal dari Bali.
Dampak gerakan tersebut juga 2. Tesis, Disertasi dan Jurnal
terjadi pada aspek religi. Gezaghebber Darusaprapta, 1984.
Pieter Luzac membuat keputusan untuk Babad Blambangan: Pembahasan-
mengislamkan Blambangan secara Suntingan Naskah- Terjemahan.
Disertasi: Yogyakarta: FIB UGM.
422 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422

Made Sujana. 1995. Lekkerkerker, C. 1923.


Nagari Blambangan. Tesis: Jakarta: Blambangan, de Indische Gids II.
Fakultas Ilmu Budaya UI. Amsterdam: De Bussy.
Margana, Sri. 2012. Lubis, Nina H. 1998.
“Melukis Tiga Roh: Stigmatisasi dan Kehidupan Kaum Menak Priangan
Kebangkitan Historiografi Lokal di (1800-1942). Bandung: Pusat Informasi
Banyuwangi”. Jurnal. Banyuwangi: Kebudayaan Sunda.
Lembaran Kebudayaan Volume 24.
_____, 2015.
Metode Sejarah. Jawa Barat: Yayasan
3. Buku Sejarawan Masyarakat Indonesia.
Ankersmit, F. R. 1987.
Refleksi tentang Sejarah. Jakarta: Margana, Sri. 2012.
Gramedia. Ujung Timur Jawa 1763-1813: Perebutan
Hegemoni Blambangan. Yogyakarta:
Arifin Burhan, Edi. 2006. Pustaka Ifada.
Wong Agung Wilis. Banyuwangi: Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten P. A, Winarsih. 1995.
Banyuwangi. Babad Blambangan. Yogyakarta:
Bentang.
Arifin, Winarsih. 1980.
Babad Wilis. Jakarta. Pieter van Dam. 1939.
Beschijvinge van de Oost-Indische
Fadhillah. 2006. Compagnie III. „s-Gravenhage.
Gerakan Sosial. Malang: Averroes Press.
Pigeaud, TH. 1932.
Garraghan, Gilbert J. 1957. Aantekeningen Betreffende den
A Guide To Historical Method. New Javaanschen Oosthoek. Amsterdam: De
York: Fordham University Press. Bussy.
Gottschalk, Louis. 1985. Renier, G. J. 1997.
Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah.
Indonesia Press. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hasan, Ali. 1997. Ricklefs, M.C. 2011.
Sekilas Perang Puputan Bayu. A History of Modern Indonesia.
Banyuwangi: Pemda TK II Kabupaten Yogyakarta: Gajah Mada University
Banyuwangi. Press.
Kartodirdjo, Sartono, 1978. Rush R, James. 2013.
Protest Movements in Rural Java. New Jawa Tempo Doeloe: 600 Tahun Bertemu
York: Oxford University Press. Dunia Barat 1330-1985. Depok.
_____. 1984. Komunitas Bambu.
Pemberontakan Petani Banten 1888. Sjamsuddin, Helius. 2012.
Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
_____. 1993. Smelser, Neil. J. 1969.
Pendekatan Ilmu Sosial dalam Theory of Collective Behaviour. USA:
Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Collier-Macmillan Canada.
Pustaka.
Sujana,I Made. 2001.
Kosim. E. 1984. Nagari Tawon Madu, Kuta-Bali. Bali:
Metode Sejarah: Asas dan Proses. Larasan Sejarah.
Bandung: Universitas Padjadjaran
Fakultas Sastra.
4. Surat Kabar
Kuntowijoyo, 2013. Bali Post, 19 November 1993.
Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Kota Sukabumi…(Setia Nugraha, Nina H. Lubis) 423

KOTA SUKABUMI:
DARI DISTRIK MENJADI GEMEENTE
(1815-1914)

SUKABUMI CITY: FROM DISTRICT TO GEMEENTE (1815-1914)

Setia Nugraha dan Nina H. Lubis


Jurusan Ilmu Sejarah UNPAD
Jalan Raya Bandung Sumedang Km. 21 Jatinangor
e-mail: setia_nugraha@yahoo.com, nina.herlina@unpad.ac.id

Naskah Diterima: 24 Mei 2017 Naskah Direvisi:10 Oktober 2017 Naskah Disetujui: 22 November 2017

Abstrak
Kota Sukabumi merupakan suatu wilayah di Jawa Barat yang mengalami perkembangan
pesat dibanding daerah lainnya. Pada awalnya Sukabumi merupakan pemukiman penduduk
bagian dari wilayah pemerintahan District Goenoeng Parang, Onderafdeeling Tjiheulang. bagian
dari Afdeeling Tjiandjoer, Residentie Preanger (Regeerings Almanaks tahun 1872). Andries
Christoffel Johannes de Wilde, seorang berkebangsaan Belanda yang pertama kali mengenalkan
nama Soekaboemi (Soeka Boemi) ke dunia luar. Awalnya ia menjelajah di Sukabumi untuk
mencari lokasi tanah yang cocok bagi perkebunan. Dari sebuah pemukiman, selanjutnya
Sukabumi mengalami perkembangan pesat melampaui Cianjur yang sebelumnya berada di depan
garis pacu. Perkembangan ini menarik perhatian penulis. Untuk menjabarkan dinamika Kota
Sukabumi (1914-1942), dilakukan kajian historis dengan menggunakan metode sejarah yang
terdiri atas heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini memfokuskan perhatian
pada asal-usul terbentuknya Kota Sukabumi, dinamika pemerintahan, sosial dan ekonomi Kota
Sukabumi dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Kota Sukabumi berkembang pesat dari
district menjadi gemeente.

Kata kunci: Kota Sukabumi, dinamika, sosial ekonomi.

Abstract
The city of Sukabumi is a region in West Java that is experiencing rapid development
compared to other regions. In the beginning, Sukabumi is a residential part of the district
government area of District Goenoeng Parang, Onderafdeeling Tjiheulang. Part of Afdeeling
Tjiandjoer, Residentie Preanger. (Regeerings Almanaks in 1872). Andries Christoffel Johannes de
Wilde, a Dutch nationality who first introduced the name Soekaboemi (Soeka Boemi) to the
outside. Initially he explored in Sukabumi to find a suitable land for plantation. From a settlement,
Sukabumi subsequently experienced a rapid development beyond Cianjur previously in front of the
race line. This development attracts the author's attention. To describe the dynamics of Sukabumi
City (1914-1942), a historical study was conducted using historical method consisting of
heuristics, criticism, interpretation, and historiography. This research focuses on the origin of
Sukabumi city, the dynamics of government, social and economy of Sukabumi City and what
factors cause the city of Sukabumi to grow rapidly from district to gemeente.
Keywords: Sukabumi city, dynamic, socio-economy.
424 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438

A. PENDAHULUAN (66,87%) atau seluas 3.210 ha merupakan


Kota Sukabumi adalah kota tanah kering dan lain-lain.
transit antara Bandung-Jakarta yang Fenomena yang terjadi di daerah
sejuk dan nyaman untuk disinggahi. perkotaan menunjukkan bahwa luas lahan
Kota ini terletak di bagian selatan Jawa sawah akan semakin berkurang sejalan
Barat, berada di kaki Gunung Gede dan dengan banyaknya pembangunan di bidang
Gunung Pangrango pada ketinggian 584 perumahan, perdagangan atau pun industri,
meter di atas permukaan laut (koordinat sehingga fungsi lahan pertanian beralih
106˚45’50” Bujur Timur dan fungsi menjadi lahan pertanian.
106˚45’10” Bujur Timur, serta 6˚50’44” Pada awalnya Kota Sukabumi
Lintang Selatan. Berjarak 120 km dari merupakan pemukiman penduduk
ibukota negara (Jakarta) atau 96 km dari bagian dari wilayah pemerintahan
ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung). District Goenoeng Parang, Onder-
Sebelah utara berbatasan dengan afdeeling Tjiheulang. Afdeeling
Kecamatan Sukabumi Kabupaten Tjiandjoer, Residentie Preanger.
Sukabumi, sebelah selatan berbatasan (Regeerings Almanaks tahun 1872).
dengan Kecamatan Nyalindung Kabu- Dalam tata pemerintahan Hindia
paten Sukabumi, sebelah barat Belanda, Sukabumi pada tahun 1913 masih
berbatasan dengan Kecamatan Cisaat disebut sebagai ”hoofdplaats van het
Kabupaten Sukabumi, dan sebelah timur district Goenoeng Parang”. (Encyclo-
berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja paedie van Nederlandsch Indie) (ENI),
Secara administratif, Kota hlm. 814 dan 815) Tahun 1914, nama
Sukabumi terbagi ke dalam 7 (tujuh) Gunung Parang mendapat sebutan ganda.
kecamatan yaitu Kecamatan Gunung Selain disebut Gunung Parang disebut pula
Puyuh, Cikole, Citamiang, Warudoyong, Sukabumi. Hal ini terjadi ketika Gunung
Baros, Lembursitu, dan Cibeureum. Parang berkembang menjadi pemukiman
Jarak terjauh dari balai kota adalah berpenghuni pengusaha perkebunan
Kecamatan Lembur Situ, yakni sejauh 7 berkebangsaan Belanda dan Cina (Mukhtar
km (Bappeda Kota Sukabumi: 29). 2013:18). Status district (kewedanaan)
Iklim dan curah hujan Kota Gunung Parang kemudian berubah menjadi
Sukabumi sepanjang tahun 2013 Onderafdeeling Soekaboemi (Kecamatan
cenderung basah. Berdasarkan hasil Sukabumi), Afdeeling Regentschappen
pemantauan dari empat stasiun Tjiandjoer, Residentie Preanger, dengan
pemantau, tiga di antaranya yakni luas wilayah sekitar 225 km2.
Stasiun Cimandiri, Ciaul, dan Cisalada Pada tahun 1914 Pemerintah
mencatat bahwa setiap bulan di Kota Hindia Belanda mengubah Onderafdeeling
Sukabumi terjadi hujan dengan Soekaboemi menjadi Gemeente
intensitas tertentu. Curah hujan tertinggi Soekaboemi (Kota Sukabumi) dengan
terjadi pada bulan Januari di Stasiun status Burgerlijkbestuur (pemerintahan
Cimandiri yakni sebanyak 461 mm 3 sipil yang otonom atau kota swapraja).
dengan jumlah hari hujan 26 hari. Dipimpin oleh seorang Burgemeester
Penggunaan lahan di Kota (Walikota). Selama 12 tahun pemerintahan
Sukabumi dibedakan menjadi lahan sawah belum berjalan karena belum ada pejabat
dan lahan bukan sawah (lahan kering). yang diangkat.
Lahan bukan sawah dibedakan atas lahan Pada bulan Oktober 1926
pekarangan/rumah, tegal/kebun, kolam/ Pemerintah Hindia Belanda mengangkat
tebat/empang dan lahan lain-lain. Dari luas Mr. G.F. Rambonnet sebagai Eerste
wilayah Kota Sukabumi yang 4.800 ha, Burgemeester Soekaboemi, merangkap
32,31%-nya atau sebesar 1.551 ha Sekretaris kota dengan 10 orang Anggota
digunakan untuk tanah sawah dan sisanya Dewan Kota. Sesuai undang-undang, tiga
Kota Sukabumi…(Setia Nugraha dan Nina H. Lubis) 425

orang di antaranya adalah warga setempat penting dalam perekonomian Nusantara,


dan satu orang warga keturunan Cina, nilai historis yang melekat namun sedikit
yaitu: Raden Djajakoesoemah, Raden literatur tentang kota ini menjadikan rasa
Sadeli, Raden Demang Karnabrata, dan penasaran dan motivasi penulis untuk
Oeij Djin Tjiang. G.F. Rambonnet membahas Kota Sukabumi. Untuk
menduduki jabatan walikota sampai melakukan memudahkan pemahaman,
dengan tahun 1934. tulisan ini dibatasi pada dinamika sosial
Dalam Regeerings Almanak dari ekonomi antara tahun 1914 s.d. 1942.
tahun 1934 sampai dengan tahun 1940 Adapun permasalahan yang diteliti adalah
tidak ditemui catatan mengenai siapa yang 1) Bagaimana asal mula terbentuknya Kota
menggantikan Mr. Rambonnet sebagai Sukabumi; 2) Faktor apa saja yang
walikota. Namun demikian, dalam buku menyebabkan Kota Sukabumi berkembang
saku terbitan Bappeda Sukabumi tahun pesat dari district menjadi gemeente?
1981 disebutkan pengganti Rambonnet Adapun penelitian ini ditujukan untuk
secara berturut-turut sampai tahun 1942 menjawab kedua permasalahan tersebut di
adalah Ouwenkerk (1935-1939), A .L.A. atas.
van Unen (1940-1941), dan terakhir W.J. Ada lima buku yang menjadi
Ph. Van Waning (1942). acuan penulis dalam penelitian ini. Kelima
Perkembangan kota dan struktur buku tersebut adalah: 1) Sejarah Kota-kota
pemerintahan Sukabumi berjalan demikian Lama di Jawa Barat, karya Prof. Dr. Nina
cepat melampaui Cianjur yang sebelumnya Herlina Lubis, M.S. dkk. Buku ini
berada di depan. Pada tahun 1929, struktur memberi informasi awal pada penulis
tata pemerintahan Hindia Belanda untuk tentang kota-kota lama di Jawa Barat
wilayah yang menjadi Jawa Barat berubah. terutama Sukabumi yang pada awalnya
Kata Preanger berganti Priangan. merupakan bagian dari Afdeeling
Residenschap Priangan dibagi menjadi tiga Tjiandjoer. 2) Sejarah Provinsi Jawa
afdeeling; Afdeeling West-Priangan Barat karya Prof. Dr. Hj. Nina Herlina
dengan Sukabumi sebagai hoofdplaats Lubis dkk. Buku ini membahas sejarah
(Ibukota), Midden-Priangan dengan Jawa Barat dari masa prasejarah sampai
ibukota Bandung, dan Oost-Priangan zaman kolonial Belanda di Tatar Sunda.
dengan ibukota Tasikmalaya. Dengan Selain itu disajikan juga informasi tentang
demikian Sukabumi (dan Cianjur) Priangan sejak zaman Gubernur Jenderal
tergabung dalam Afdeeling West-Priangan Daendels (1808-1811) hingga van den
van de Provincie West-Java, dengan Bosch (1930-1933). Informasi tentang
Hoofdafdeeling Mr. A.A. de Waas. Sukabumi dan perubahannya terangkum di
Setelah Indonesia merdeka, buku ini. 3) Herinneringen aan
berturut-turut terjadi perubahan nama dari Soekaboemi tulisan J.M. Knaud. Terbitan
Gemeente Soeka Boemi (1914-1942) tahun 1980. Dalam buku ini termuat surat-
menjadi Soekaboemi Shi (1942-11945), surat resmi dan catatan-catatan beberapa
Kota Kecil Sukabumi (Undang-undang orang yang pernah jadi mukimin di Kota
No. 17 Tahun 1950), Kota Praja Sukabumi Sukabumi dan terlibat dalam pemerintahan
(UU No. 1 Tahun 1957), Kotamadya serta pekerjaan lainnya yang berkaitan
Sukabumi (UU No. 18 Tahun 1965), dengan dinamika Kota Sukabumi.
Kotamadya Daerah Tingkat II Sukabumi Berbagai informasi seperti kehidupan
(UU No. 5 Tahun 1974) dan akhirnya sosial budaya, perkembangan ekonomi,
melalui Undang-undang No. 22 tahun politik dan pemerintahan juga tersaji di
1999, UU No 32 Tahun 2003 hingga buku ini. 4) Soekaboemi Tempo Doeloe
sekarang menjadi Kota Sukabumi. terbitan Bagian Hukum Sekotda
Kota transit yang menarik, Soekaboemi tahun 1984. Buku ini
perkembangan yang pesat, posisi yang menyajikan perkembangan pemerintahan,
426 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438

sarana-prasarana serta daftar walikota yang memeroleh staatsblad tentang penetapan


pernah menjabat di Kota Sukabumi, Sukabumi sebagai gemeente, besluit,
dilengkapi dengan sumber-sumber doku- regerings almanak serta dokumen lain
menter berupa foto. 5) Citra Kota yang mendukung tulisan ini.
Sukabumi dalam Arsip terbitan Arsip Setelah sumber sejarah terhimpun,
Nasional tahun 2013. Banyak informasi penulisan melangkah ke tahap berikutnya,
yang tersaji, terutama arsip-arsip dan foto- yaitu tahap kritik sumber. Pada tahap ini
foto tentang Kota Sukabumi. dilakukan dua jenis kritik, yaitu kritik
ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern
B. METODE PENELITIAN dilakukan untuk menentukan otentisitas
Penelitian ini dilakukan atau keaslian sumber sejarah dengan
menggunakan metode sejarah, yakni memberi penilaian terhadap fisik sumber
proses menguji dan menganalisis secara tersebut seperti jenis kertas yang dipakai,
kritis rekaman dan peninggalan agar tinta, tulisan, huruf, watermark, dan
peristiwa masa lampau dapat dire- stempel yang digunakan. Kritik intern
konstruksi secara imajinatif (Gottschalk dilakukan dengan cara penilaian intrinsik
dalam Herlina 2014: 57). Tahapan yang terhadap sumber tersebut, misalnya
dilalui ada empat yakni heuristik, kritik, menilai penulis atau penyusun sumber
interpretasi dan historiografi. yang diperoleh. Selain itu akan dilakukan
Tahap heuristik merupakan proses juga koroborasi, yaitu mempertentangkan
mencari, menemukan, dan memproses data yang ada dalam sumber yang didapat
sumber sejarah yang relevan. Terkait dengan sumber lain yang independen.
dengan pelaksanaan heuristik, penulis Karena melalui proses ini akan diperoleh
mendatangi Perpustakaan Fakultas Ilmu sumber yang dapat dipercaya atau kredibel.
Budaya dan Universitas Padjadjaran. Di Tahap ketiga adalah tahap
perpustakaan Unpad, Penulis mendapatkan interpretasi, yaitu proses menafsirkan
starting point tentang sejarah kota-kota di berbagai fakta menjadi sebuah rangkaian
Jawa Barat. Kemudian penulis ke kisah yang logis. Dalam tatanan
Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota operasionalnya interpretasi dilakukan
Bandung dan Jawa Barat. Dari tempat ini secara analisis, yaitu menguraikan fakta
diperoleh buku Sejarah Provinsi Jawa maupun secara sistesis atau menghimpun
Barat dan Tradisi dan Transformasi fakta. Tahap terakhir adalah tahap
Masyarakat Sunda. Selanjutnya ke historiografi, yaitu tahap penulisan
Perpustakaan dan Arsip Kota Sukabumi. peristiwa masa lampau menjadi sebuah
Di tempat ini penulis memeroleh beberapa kisah sejarah yang kronologis dan
buku tentang Sukabumi dan data-data yang imajinatif. Untuk memudahkan pema-
dapat mendukung bahasan perkembangan haman, historiografi yang dihasilkan
Sukabumi. Di Sukabumi penulis pun dibagi ke dalam beberapa bab dan subbab
mengunjungi komunitas Heritage yang merupakan satu kesatuan yang utuh.
Sukabumi yang memberi masukan data
dan tempat-tempat bersejarah Sukabumi. C. HASIL DAN BAHASAN
Kemudian penulis mengunjungi Perpusta- 1. Kondisi-kondisi Kota Sukabumi yang
kaan Nasional dan Arsip Nasional. Dipertimbangan Menjadi Gemeente
Di Perpustakaan Nasional penulis
Sukabumi (Soekaboemi) adalah
mendapatkan sumber-sumber berharga
nama yang digunakan untuk menyebut dua
berupa foto-foto. Selain foto diperoleh juga
daerah administratif pemerintahan di Jawa
buku Sejarah Sukabumi karya Suryatna
Barat, yaitu Kota Sukabumi yang terletak
Jaya, peta Sukabumi tahun 1921, 1999,
di kaki Gunung Gede-Pangrango dan
dan peta laporan Amerika, serta koran dan
beribukota Cikole serta Kabupaten
majalah. Di Arsip Nasional penulis
Kota Sukabumi…(Setia Nugraha dan Nina H. Lubis) 427

Sukabumi yang saat ini beribukota di Kebijakan Desentralisasi, Perubahan


Pelabuhanratu. Pemerintahan Negeri (Bestuur Hervor-
Dalam catatan arsip Hindia ming), dan keberadaan orang-orang
Belanda, Nama Sukabumi pertama kali Belanda (Eropa) di Sukabumi.
digunakan oleh Andries Christoffel
Johannes de Wilde, seorang ahli bedah dan a. Perkebunan Teh
administratur perkebunan kopi dan teh Kota Sukabumi berhubungan
berkebangsaan Belanda (Preanger erat dengan perkembangan perkebunan
Planter) tanggal 13 Januari 1815. Dia yang teh di Sukabumi. Berawal dari
membuka lahan perkebunan di Kepatihan kedatangan Andries Christoffel
Tjikole. Dalam laporan surveynya, De Johannes de Wilde, seorang berkebang-
Wilde mencantumkan nama Soeka Boemi saan Belanda yang menjelajah di
sebagai tempat ia menginap di Kepatihan Sukabumi untuk mencari lokasi tanah
Tjikole. De Wilde lalu mengirim surat yang cocok bagi perkebunan teh.
kepada temannya Nicolaus Engelhard yang Tanaman teh pertama kali mulai
menjabat sebagai administrator Hindia dikenal di Pulau Jawa sekitar tahun 1690,
Belanda. Ia meminta Engelhard untuk Camphuys, Gubernur Jenderal, Vereenigde
mengajukan penggantian nama Tjikole Oost Indische Compagnie (VOC) ke-15
menjadi Soekaboemi kepada Thomas menanam teh di halaman rumahnya
Stamford Raffles, Letnan Gubernur Hindia sebagai tanaman hias untuk kesenangan
Belanda saat itu (Knaud, 1976:8). (hobi).
Terdapat dua pendapat mengenai Jenis teh yang ditanam saat itu
asal nama Sukabumi yang digunakan oleh adalah jenis Bohea (teh cina). Jenis teh ini
De Wilde. Pendapat pertama mengatakan adalah satu dari dua jenis yang masuk
bahwa nama Sukabumi berasal dari kata dalam species Camelia Sinensis yang
bahasa Sunda, yaitu suka dan bumen kemudian dikenal sebagai teh jawa. Teh
‘menetap’, yang bermakna suatu kawasan Jenis lainnya adalah Assamica yang
yang disukai untuk menetap, disebabkan dikenal sebagai teh assam.
iklim Sukabumi yang sejuk. Pendapat Usaha pembudidayaan teh mulai
kedua mengatakan bahwa nama Sukabumi dilakukan oleh Vereenigde Oost Indische
berasal dari kata bahasa Sansekerta, yaitu Compagnie (VOC) pada tahun 1729. VOC
suka (kesenangan, kebahagiaan, kesukaan) menganggap teh merupakan tanaman
dan bhumi (bumi, tanah) sehingga nama produksi yang penting dan menguntung-
Sukabumi memiliki arti "Bumi yang kan. Dewan Tujuh Belas orang (Heeren
disenangi" atau "Bumi yang disukai", Dari XVII) pada tanggal 15 Maret 1728 menulis
dua pendapat tersebut tampaknya pendapat surat kepada pemerintah VOC di Jawa,
pertama lebih mendekati kebenaran karena tentang perlunya pembudidayaan teh,
lebih jelas sumbernya, sementara pendapat Pemerintah VOC di Jawa
kedua lebih mengarah pada perkiraan nampaknya tidak begitu tertarik pada
(kirata atau dikira-kira tapi terasa dalam budidaya teh. Dalam menjawab surat dari
kenyataan) mengingat Sukabumi kebetulan Dewan Tujuh Belas, pada bulan Desember
berada di daerah Sunda dan kondisinya pemerintah VOC di Jawa menjanjikan
nyaman untuk ditinggali. akan berusaha mengadakan percobaan
budidaya teh. Namun usaha ini ternyata
2. Latar Belakang Terbentuknya Kota tidak memberikan hasil dan sampai tahun
Sukabumi 1826, tidak nampak usaha yang sungguh
Perkembangan Kota Sukabumi sungguh untuk memajukan budidaya teh.
tidak dapat dilepaskan dari lima hal yakni Usaha pembudidayaan teh
Perkebunan Teh, pembangunan rel kereta dilanjutkan Letnan Gubernur Jendral
api jalur Batavia-Bogor-Cianjur-Bandung, Hindia Belanda, Hendrik Merkus de
428 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438

Kock. Ia menindaklanjuti permintaan Perkembangan berikutnya Peme-


direktur Kebun Raya, Dr. Carl Ludwig rintah Hindia Belanda secara terus
Blume, seorang botaniwan Jerman- menerus menderita kerugian besar dalam
Belanda. De Kock mengeluarkan surat mengusahakan perkebunan teh, maka
keputusan Pemerintah Hindia Belanda pemerintah memutuskan untuk mengon-
No, 6 tanggal 10 Juni 1824. Surat trakkan beberapa kebunnya pada
Keputusan tersebut berisi permintaan usahawan-usahawan swasta sebagai
kepada Kepala Perwakilan Pemerintah percobaan. Pengusaha-pengusaha ini men-
Hindia Belanda di Jepang untuk dapat bantuan uang muka dari pemerintah
menugaskan Mayor Dr. Philipp Franz untuk bekerja, sebagai konpensasinya
Von Siebo1d agar mengirimkan mereka harus menyerahkan daun yang
beberapa tanaman dari Jepang untuk telah diolah di kebun itu ke pabrik pusat di
Negeri Belanda. Walaupun teh tidak Jatinegara dengan harga yang telah
disebut dalam daftar lampiran surat ditentukan.
keputusan tersebut namun Von Siebold Pada tahun 1841 di daerah
mengirimkannya beserta tanaman yang Priangan terdapat delapan perkebunan teh
diminta yaitu Cikajang, Jatinangor, Ciumbuleuit,
Pada tahun 1826 Von Siebold Parakan Salak, Sinagar, Cisangkan (sekitar
kembali melakukan pengiriman sesuai Garut), Cicurug, dan Rajamandala. Dua di
pesanan Komisaris Jendral Leonard antaranya, yaitu Parakan Salak dan Sinagar
Pierre Joseph Burggraaf du Bus de merupakan perkebunan teh yang terdapat
Gisignies atas nasihat inspektur di Afdeeling Sukabumi. Walaupun hasil
Budidaya, ahli fisika yaitu Diard. produksi perkebunan-perkebunan teh
Hal penting dalam pembudi- makin lama makin baik, namun biaya
dayaan teh di Hindia Belanda adalah produksinya tetap lebih tinggi daripada
datangnya Jacobus Isidorus Loudewijk hasil penjualannya. Pada tahun 1849
Levian Jacobson, seorang ahli pencicip pabrik pusat di Jatinegara, yang didirikan
teh (expert-theeproever) dari tahun 1838 ditutup dan kontrak-kontrak
Nederlandsche Handel Maatschappij ke dengan perkebunan diubah, hasil kese-
Jawa pada tanggal 2 September 1827. Ia luruhan harus diolah di kebun. Baru
kemudian mengadakan beberapa kali setelah itu diserahkan kepada pemerintah
perjalanan dari Jawa ke Cina untuk dalam keadaan jadi.
mengumpulkan keterangan tentang Usaha tersebut di atas kurang
penanaman dan pengolahan teh seperti berhasil memperbaiki keadaan, sehingga
yang ditugaskan oleh pemerintah Hindia kerugian pemerintah semakin besar. Salah
Belanda. satu sebabnya adalah karena setelah
Ketika Jacobson menjadi inspektur produk itu disetor maka pemerintah
budidaya teh, percobaan-percobaan pem- langsung membayar sesuai dengan harga
budidayaan teh terus dilakukan di yang dicapai di pasaran Amsterdam.
antaranya di daerah Priangan. Afdeeling Antara tahun 1848 dan 1853, pemerintah
Sukabumi sebagai bagian dari Preanger rata-rata membayar 65,5 sen untuk setiap
Regenschappen, merupakan salah satu setengah kilogram teh kepada para
daerah percobaan perluasan budidaya teh. pengontrak. Sebelum dikirim teh tersebut
Tidak ada keterangan tanggal yang pasti diperiksa terlebih dulu di pabrik Jatinegara.
dimulainya budidaya teh di Afdeeling Menjelang tahun 1850, pemerintah
Sukabumi. Namun dapat disimpulkan menentukan bahwa pemeriksaan dilakukan
bahwa munculnya perkebunan teh di langsung di pabrik-pabrik pengontrak
Sukabumi sejalan dengan adanya perluasan perkebunan oleh seorang pegawai yang
budidaya teh yang dilakukan Jacobson diangkat pemerintah. Ternyata pemerik-
pada tahun 1835. saan ini kebanyakan dilakukan oleh orang-
Kota Sukabumi…(Setia Nugraha dan Nina H. Lubis) 429

orang yang tidak kompeten tentang teh. setelah kebun-kebun teh pemerintah
Hal ini terjadi karena belum banyaknya dihapuskan.
ahli teh. Selain itu seringkali anggota Teh dari perkebunan-perkebunan
komisi lebih tertarik dan terpengaruh oleh Afdeeling Sukabumi sudah dikenal di
pesta penyambutannya daripada melaku- pasaran Amsterdam sejak sekitar tahun
kan pengkajian teh. Demikian pula yang 1850-an. Dimulai dengan perkebunan
terjadi dengan perkebunan teh di Afdeeling Sinagar pada tahun 1848 di bawah merek
Sukabumi. perusahaannya, menyusul kemudian
Menteri Jajahan De Greve pada Parakan Salak pada tahun 1852, keduanya
bulan Juli 1858 mengatakan bahwa dikenal sebagai teh jawa. Harga teh pada
pemeriksaannya pada umumnya dilakukan tahun 1857-1862, di pasaran Amsterdam
tanpa membuka peti. Jadi berdasarkan untuk produksi perkebunan Parakan Salak
nama jenis tehnya dan atas kepercayaan adalah f. 1,- dan untuk perkebunan
saja. Para pengontrak Cina dari kebun Sinagar f. 0,89,- setiap setengah
Sinagar pada waktu itu baru memper- kilogramnya.
silahkan inspektur pemerintah memeriksa Sesudah tahun 1865 dimulailah
tehnya setelah dijamu terlebih dahulu. masa budi daya teh kedua yang diusahakan
Sudah barang tentu minuman keras yang oleh pengusaha-pengusaha swasta. Awal-
disuguhkan mengakibatkan pandangan nya para pengusaha swasta mengalami
inspektur itu terganggu dan tidak beberapa kesukaran karena bersaing
mengherankan kalau kemudian ternyata dengan perusahaan pemerintah. Namun
mutu teh itu berkurang. lambat laun para pengusaha teh swasta
Pemerintah mengalami kerugian mulai eksis setelah perusahaan teh negara
karena harga jual sebesar f. 1,40 sampai mengalami kerugian hingga enam juta
f. 1,60 bruto dengan ongkos produksi gulden, akhirnya perkebunan teh berada di
f. 1,40. Secara keseluruhan kerugian tangan pihak swasta.
pemerintah antara tahun 1835 dan 1840 Perkembangan budi daya teh pada
berjumlah f. 300.000,- dan pada tahun awalnya masih agak sukar karena ada rasa
1846 menjadi f. 500.000,-. Setelah itu naik takut pemerintah Hindia Belanda akan
lagi menjadi dua kali lipat. Tahun 1860 pengaruh buruknya. Perluasan budi daya
kerugian meningkat menjadi f. 6 juta. teh memerlukan banyak tenaga dan hal ini
Dalam keadaan demikian atas usul dapat berpengaruh buruk terhadap budi
menteri jajahan pada waktu itu, akhirnya daya kopi. Selain itu kesulitan terbesar
diputuskan membebaskan perusahaan- adalah pengangkutan yang tidak memadai
perusahaan teh untuk disewakan kepada dan mahal. Jalan-jalannya tidak baik
pengusaha-pengusaha swasta dengan sehingga teh harus diangkut di atas
harga antara f. 25 sampai f. 50,- tiap punggung kerbau dan kuda atau oleh kuli.
baunya. Jumlah uang sewa ini ditentukan Dengan demikian perluasan perkebunan
dengan penaksiran seorang ahli. Beberapa teh menjadi lambat, walaupun demikian
kontrak langsung dibatalkan, yang lain hasil awal beberapa perkebunan tidak
setelah jangka waktunya dinyatakan habis. dapat dikatakan buruk sama sekali.
Dengan demikian pihak swasta mulai Misalnya saja pada tahun 1856,
secara penuh mengelola perkebunan teh. Perkebunan Teh Sinagar dengan luas 250
Perkebunan Parakan Salak bau menghasilkan 213.000 pon. Namun
disewakan kepada A.W. Holle pada tahun produksinya tidak stabil, bahkan cepat
1862. Kemudian menyusul perkebunan menurun, hal ini terjadi karena adanya
Sinagar dan Cirohani kepada A. Holle kesalahan-kesalahan cara pemetikan dan
pada tahun 1863. Dengan demikian pemangkasannya.
keluarga Holle merupakan perintis dalam Setelah diberlakukannya Undang-
pembudidayaan teh di Afdeeling Sukabumi Undang Agraria (Agrarische Wet) oleh
430 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438

Menteri De Waal dalam tahun 1870, yang Weltervreden memberitahukan tentang hal
memungkinkan pihak swasta mendapat ini. Ayahnya adalah seorang pedagang
hak guna usaha selama 75 tahun, dan perantara dari Firma Dennyson & Co, yang
kebebasan untuk perluasan perkebunan mendatangkan beberapa biji teh assam dan
dengan tidak ada lagi ketergantungan dan menyemaikannya di perkebunan
izin pegawai-pegawai yang mempunyai (Onderneming) Ciguntur dekat Pacet. Pada
kepentingan pada budi daya kopi. Setelah tahun 1876 tanahnya beralih ke tangan
itu lambat laun makin banyak didirikan orang lain dan tanaman tehnya menjadi
perkebunan teh. Kontrak-kontrak sewa mati karena tidak terurus. Sementara itu L.
yang ada diubah menjadi hak guna usaha. Baron Van Heeckeren tot Walian, seorang
Walaupun demikian antara tahun 1870 pekebun senior dari S'Gravenhage,
sampai tahun 1880-an merupakan suatu mengatakan bahwa masuknya biji-biji teh
masa yang cukup sulit bagi budi daya teh, dari Assam ini terjadi pada tahun 1878,
karena tidak semua tanah yang diberikan dengan perkebunan Sinagar-Tjirohani
dalam hak guna usaha untuk pertanian itu (Munjul) yang terletak dekat Cibadak di
ditanami teh. Afdeeling Sukabumi sebagai pelopornya.
Para perantara yang berdagang teh A. Holle, direktur dari perkebunan tersebut
dari Hindia Inggris banyak memberikan pada tahun itu menerima sejumlah biji
keterangan yang diperlukan dan dengan (benih) teh assam dari John Peet. Biji-biji
demikian dapat diketahui oleh para ini kemudian disebar untuk disemaikan.
pengusaha teh di Jawa, bahwa Jawa Pada tahun 1879 diterima sejumlah
ketinggalan dalam mutu, cara pengolahan biji teh, partai kedua, dari van Heeckeren
maupun jenis tehnya. Salah seorang yang yang disemaikan di Sinagar. Sayang jenis
memegang peranan penting dalam yang terakhir dikirim ini tidak begitu bagus
pengembangan budi daya teh di Hindia kualitasnya. Biji yang menjadi benih teh
Belanda adalah John Peet, orang Inggris, dari kebun Munjul kemudian dijual ke
pendiri suatu firma menggunakan perkebunan-perkebunan lainnya.
namanya. Dia mengetahui tentang Perkebunan Teh Sinagar yang
persyaratan pasaran teh, pengolahan teh di terletak di Afdeeling Sukabumi menjadi
Srilangka dan India. Dia menyampaikan contoh penanaman teh jenis assam yang
pengalaman-pengalamannya kepada baik bagi perkebunan lainnya. Misalnya
pengusaha-pengusaha teh di Jawa. saja bagi R.E. Kerkhoven administratur
Pedagang-pedagang perantara dari Gambung (Bandung) yang
Inggris berbaik hati menunjukkan mengunjungi perkebunan Sinagar pada
kekuranganan-kekurangan dari produk teh waktu itu, dalam kurun waktu yang singkat
jawa kepada para pengolah yang mengikuti jejaknya untuk mencoba
berkepentingan, dengan disertai contoh- menanam teh jenis assam. Pada tahun 1877
contoh teh yang baik dari India. Akibatnya dan tahun berikutnya ia menerima biji teh
beberapa pekebunan teh di Jawa terutama jenis assam dari Srilangka dan
di Afdeeling Sukabumi mengubah cara menyemaikannya di kebunnya. Sayang
kerjanya, dan pada tahun 1878 memesan percobaannya gagal karena teh dari
biji teh dari Assam. Sejak itu jenis ini lebih Srilangka ini tidak banyak perbedaannya
disukai, baik untuk perluasan dan dengan teh jawa atau teh cina. Oleh karena
pergantian yang berangsur-angsur dari itu, percobaan ini kemudian dihentikan dan
tanaman teh yang sudah ada, maupun baru dimulai lagi setelah Kerkhoven
untuk perkebunan baru karena lebih cocok bersama pamannya, E.J. Kerkhoven dari
dengan tanah dan iklim di Jawa. perkebunan Sinagar memangkas dan
Percobaan penanaman teh assam mencabut tanaman tersebut. Pada tahun
yang pertama dilakukan pada tahun 1872, 1882 satu partai biji teh jaipur dari Assam
P. Bosch seorang pekebun senior dari didatangkan dan ditempatkan di kebunnya,
Kota Sukabumi…(Setia Nugraha dan Nina H. Lubis) 431

yang kemudian sukses menjadi tanaman misalnya saja pada tahun 1881 dibuka jalur
teh yang baik dan subur. lalu lintas kereta api dari Bogor ke Cicurug
Di Afdeeling Sukabumi sampai dan tahun 1882 Cicurug-Sukabumi.
dengan tahun 1880 tercatat sekitar 24 buah Kemudian pada tahun 1883 dibuat jalur
persil yang digunakan untuk perkebunan, Sukabumi-Cianjur.
namun tidak semuanya ditanami teh. Faktor ketiga adalah terbentuknya
Sebagian besar dari persil yang merupakan suatu sindikat perkebunan yang bernama
tanah erpacht ini masih ditanami kopi dan Soekaboemische Landbouw Vereerigine;
padi. Perkebunan teh saat itu kira-kira baru (SLV), tanggal 20 Desember 1891. SLV
berjumlah enam buah. didirikan karena adanya kesadaran di
Suksesnya penanaman teh jenis antara para pangusaha perkebunan
assam mengakibatkan semakin bersema- (pekebun) untuk kerjasama menanggulangi
ngatnya para pengusaha perkebunan di kesukaran-kesukaran yang ada. Di
Afdeeling Sukabumi untuk mengelola antaranya adalah kemampuan teknis dalam
perkebunan teh. Pada tahun 1880 untuk membudidayakan teh yang tidak sama
pertama kalinya dilakukan impor biji antara perkebunan yang satu dengan
(benih) teh dalam skala yang besar. John perkebunan yang lain, dan adanya
Peet memesannya untuk Albert Holle dari beberapa ketidakpahaman para pekebun
perkebunan (onderneming) Munjul, B.B.J. akan perkebunannya.
Crone dari Tenjo-Ayu, E.J. Kerkhoven dari Antara tahun 1881-1883 beberapa
Sinagar, G. Mundt dari Parakan Salak dan perkebunan di Afdeeling Sukabumi
F. Philippeau dari Cisalak. Perkebunan terserang penyakit karat, di antaranya
Teh Munjul berhasil mendapatkan biji-biji adalah Perkebunan Parakan Salak
teh yang berkualitas sangat baik, dan sebanyak 60 bau, Sindengsari 45 bau dan
seperti yang telah disebutkan di muka Tenjo-Ayu 30 bau. Oleh karena itu, Mundt
menjadi perkebunan pertama yang berhasil pada tahun 1885 belajar ke Srilangka atas
membudidayakan dan kemudian menjual- usul Parker yang berada di Colombo.
nya kepada perkebunan lain yang Dengan menimba pengetahuan di sana,
membutuhkannya. perbaikan demi perbaikan dan penelitian
Setelah tahun 1880 perkebunan teh mengenai keadaan tanah, hama penyakit,
di Afdeeling Sukabumi menjadi semakin pemupukan dan pengolahan yang baik
banyak dan lebih berkembang. Beberapa akan teh terus dilakukan agar dapat dicapai
faktor yang menyebabkannya: Pertama hasil yang lebih baik. Hal ini dibicarakan
bahwa mulai sekitar tahun-tahun itu bibit dalam rapat-rapat SLV.
teh assam yang ditanam ternyata lebih baik Pada tahun 1893 diadakan
dibandingkan dengan teh jenis bohea persetujuan antara E.J. Kerkhoven yang
(Cina) dan lebih cocok dengan kondisi pada waktu itu menjadi wakil ketua SLV
alam dan iklim di Afdeeling Sukabumi dengan direktur Kebun Raya, Dr. Treub.
khususnya dan di Hindia Belanda Persetujuan itu menetapkan bahwa bebe-
umumnya. Teh jenis assam dapat tumbuh rapa perkebunan akan menyediakan dana
lebih subur dan produksinya lebih baik dari untuk menggaji seorang asisten yang akan
segi kualitas maupun kuantitasnya. Kedua, mempelajari hal-hal yang penting untuk
semakin baiknya sarana dan sistem pembudidayaan teh, di laboratorium Kimia
transportasi dari dan ke Afdeeling Pertanian Kebun Raya. Lohmann, sebagai
Sukabumi. Hal ini menguntungkan bagi ahli kimianya diangkat pada tanggal Juni
perkebunan teh yang memerlukan 1823 dan bekerja di bawah pimpinan dan
transportasi yang murah dan cepat untuk kerja sama dengan Dr. Von Ronburgh. Ini
menjual hasil perkebunannya ke pabrik merupakan permulaan dari Thee
atau pun ke kota. Beberapa jalur lalu-lintas proefstation (Balai Penelitian Teh) yang
dibuka dan yang sudah ada diperlebar, kemudian pada tahun 1902 menjadi
432 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438

Proefstation Voor de Theecultuur (Balai didominasi oleh Afdeeling Sukabumi


Penelitian Budidaya Teh). Balai ini (tahun 1921 sudah menjadi kabupaten).
merupakan bagian khusus dari Kebun Dari sekian banyak perkebunan teh di
Raya yang dikelola oleh suatu panitia yang Afdeeling ini ada beberapa perkebunan
ditunjuk oleh SLV. Pada tahun 1905 atas yang sangat terkenal seperti Perkebunan
kerja sama SLV dan prakarsa Firma Teh Parakan Salak, Sinagar-Cirohani,
Dunlop Kolft, didirikanlah suatu badan Goalpara, Tenjo-Ayu, Perbawatie dan
lain yang sangat penting untuk para Artana.
pekebun teh, yaitu Thee Expert Bureau 1. Parakan Salak; terdiri atas kebun-kebun
(Biro Ahli Teh), mula-mula di Bandung di atas tanah erfpacht Calorama 1,
kemudian di Jakarta. Biro ini banyak seluas 688 bau, Calorama II 500 bau,
berjasa dalam perbaikan produksi teh Calorama III 386 bau, dan tanah
termasuk produksi dari Afdeeling erfpacht Pakuwon sebanyak 208 bau
Sukabumi. jumlah luas keseluruhan perkebunan
Dengan diperbaikinya teknik adalah 1.782 bau. Letaknya di distrik
penanaman dan pengolahannya, teh dari Cicurug di lereng Gunung Perbakti dan
Jawa lambat laun mulai disukai di pasaran Gunung Endut, termasuk wilayah
London maupun Amsterdam. Hasil tiap vulkanik Gunung Salak. Perkebunan
hektar makin lama makin hesar, yaitu teh Parakan Salak berada di atas
sebesar 600-750 kg bahkan sampai 1.000 ketinggian 2.000 – 3.000 kaki. Jaraknya
kg tiap bau di atas tanah yang baik dapat lebih kurang 7 paal dari halte kereta api
dicapai. Tahun 1900 sampai dengan 1914 Parung Kuda. Parakan Salak
merupakan masa emas perkebunan teh di merupakan perkebunan dari Cultuur
Hindia Belanda. Produksinya yang pada maatschappi Parakan Salak. Pada
tahun 1890 masih rendah menanjak dengan tahun 1929 dari luas keseluruhan
kuatnya, sehingga produksi total dalam perkebunan, sebanyak 888 bau lebih
tahun 1910 sudah mencapai 18.500.000 kg. ditanami dengan teh assam dan 545 bau
Lambat laun jumlah perkebunan ditanami karet.
bertambah hingga mencapai 200 buah pada
tahun itu. Menjelang tahun 1910 keadaan
budi daya dan harapan kemudian hari
demikian besarnya sehingga terjadi
semacam "boom” perkebunan-perkebunan
bertambah banyak, pencarian tanah-tanah
baru untuk ditanami teh dilakukan dengan
giat. Di daerah Priangan boleh dikatakan
sudah tidak tersedia tanah lagi. Pada tahun
1913 produksi total perkebunan teh Hindia
Belanda mencapai 47.000.000 kg. Gambar 1.
termasuk dari perkebunan teh di Afdeeling Suasana di Perkebunan Teh Sinagar 1890
Sukabumi. Sumber :
Walaupun sempat tersendat karena https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:COLL
pecahnya Perang Dunia I pada tahun 1914. ECTIE_TROPENMUSEUM_40jarige_agat
Dalam masa emas 1900-1914, perkebunan hisaanplant_Sinagar_TMnr_10012884.jpg
teh di Afdeeling Sukabumi meningkat diakses tanggal 2 Januari 2017.
kembali dengan pesat. Sampai dengan
tahun 1929 harga teh tetap tinggi, 2. Sinagar-Cirohani; terdiri atas tiga tanah
demikian pula harga penjualan daun basah. erfpacht Sinagar-Cirohani 1-III, luas-
Pembelian atau penjualan daun teh nya masing-masing 1.222 bau, 773 bau
terbanyak antara tahun 1926-1940 dan 49 bau, jadi luas seluruhnya 2.044
Kota Sukabumi…(Setia Nugraha dan Nina H. Lubis) 433

bau. Perkebunan ini terletak di Distrik Terdiri atas tanah erfpacht Tenjo-Ayu I
Ciheulang di lereng Gunung Gede, dan II yang luasnya masing-masing 257
kurang lebih tiga paal dari Cibadak dan dan 52 bau. Perkebunan ini juga
dekat Karang Tengah. Adapun Cirohani menerima daun teh dari perkebunan teh
berada sekitar 1,5 paal dari Parung rakyat (kampung) Jayasari. Adminis-
Kuda. Sinagar terletak pada ketinggian traturnya D. Van Strelendroft, mulai
503 meter sedangkan Cirohani pada mempunyai tanah erfpacht yang sah
ketinggian 1.300-1.700 kaki, perke- pada 17 Januari 1878 dan 22 Februari
bunan ini milik Cultuurmaatscappij 1882. Pada akhir tahun 1915, sekitar 77
Sinagar-Tjirohani. Administratur bau ditanami dengan teh assam.
Sinagar yang terakhir menurut data 5. Perbawatie; terdiri atas kebun-kebun di
tahun 1929 adalah F.W.H. Jacobs, tanah erfpacht Sukasari I dan II,
sedangkan Cirohani adalah J.H. Otto. Cibunartani, Slabintana I-IV dan
Tanah perkebunan ini dimiliki sebagai Wanasari I dan II. Perkebunan ini
erfpacht untuk usaha per perkebunan terletak di Distrik Gunung Parang
secara hukum. Mulai pada tahun 1841 (Sukabumi) dengan luas keselu-
sampai dengan akhir tahun 1924 sekitar ruhannya berjumlah 1.114 bau.
638,36 hektar memproduksi teh, 561 Letaknya sekitar 7 paal dari Sukabumi,
hektar tidak berproduksi dan sisanya berada di atas ketinggian 2.835-4.350
untuk tanaman hevea. kaki dari permukaan air laut. Nama
3. Goalpara; mempunyai banyak tanah perusahaannya adalah Cultuur
(persil) sebagai erfpacht yaitu maatschappij Perbawatie, dengan
Sukangangon I, II, III, Cineros I dan II, administraturnya sebelum depresi
Pasir Tangkil I dan II, Tangsel I-IV dan ekonomi tahun 1930 adalah N.J.
Gekbrong (Pasir Pogor I dan II) serta Weelburg. Mulai mempunyai tanah
Pasir Kandang Kuda I dan II. Luas erfpacht secara sah untuk usaha
masing-masing persil itu berturut-turut perkebunan berturut-turut tanggal 12
adalah 105, 25, 50, 467, 52, 11, 43, 60, Juni 1886, 15 September 1887, 4
1, 10, 340 dan 61 bau. Keseluruhannya Oktober 1887, 4 Desember 1884.
berjumlah 1.225 bau tanah erfpacht, Agustus 1888 dan 2 Oktober 1890.
274 bau tanah sewaan, dan 25 bau Pada akhir tahun 1916 kebun yang
merupakan tanah hak opstal. khusus ditanami teh seluas lebih kurang
Perkebunan ini terletak di Distrik 612 bau.
Gunung Parang (kemudian menjadi 6. Artana (Cibojong); terdiri atas kebun-
Distrik Sukabumi). Administraturnya kebun di tanah erfpacht Artana I-IV,
O.A. Van Polanel Petel. Perusahaan ini Cikerud, Cirajeg dan pasir Sarongge
mulai memiliki tanah erpfacht pada 2 Perkebunan ini memproduksi teh dan
Maret 1886, 13 Oktober 1884, 14 karet, luasnya 1.415 bau, terletak di
Februari 1893, 10 April 1886, 24 distrik Jampang Tengah sekitar 26 paal
Desember 1920, 31 Agustus 1886, 15 dari Sukabumi, dekat Kampung
Agustus 1914, 12 Januari 1899, 15 Cimerang. Berada di atas ketinggian
Agustus 1914, 27 Februari 1900 dan 15 1.500-3.000 kaki. Perusahaannya
Agustus 1914. Pada akhir tahun 1927 bernama Cultuurmaatschappij Artana,
tanah yang ditanami teh berjumlah administraturnya menurut data tahun
1.158 bau. 1929 adalah B.K. Hollander. Mulai
4. Tenjo-Ayu; perkebunan ini terletak di secara hukum mempunyai erfpacht
Distrik Cicurug di lereng Gunung tanggal 10 Mei 1893, 4 Agustus 1894,
Gedeh, lebih kurang 1,5 paal dari halte 23 November 1896, 11 September
kereta api Cicurug dan berada di atas 1900, 11 November 1904, 25
ketinggian lebih kurang 1.600 kaki. September 1907. Di tahun 1927 sekitar
434 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438

629 bau kebunnya ditanami teh didasarkan atas pertimbangan untuk


sedangkan sisanya untuk penyemaian meningkatkan sarana transportasi tradisional
benih teh dan perkebunan karet. berupa kereta yang ditarik sapi dan kerbau
serta meningkatkan daya angkut bagi
b. Jalan Kereta Api barang-barang ekspor (Reitsma, 1928: 7;
Sarana transportasi kereta api Jellema, 1929: 10).
mempunyai arti yang sangat penting Pada tahun 1846 Gubernur
bagi kegiatan ekonomi di Sukabumi, Jenderal J.J. Rochussen (1845-1851)
Angkutan kereta api diperlukan untuk mengusulkan kepada pemerintah kerajaan
memindahkan barang maupun penum- di negeri induknya, Belanda, agar
pang dari satu tempat ke tempat lain. menolak permohonan konsesi dari pihak
Selain itu angkutan kereta api swasta yang waktu itu menampakkan
dapat menjadi andalan dalam mening- ketertarikan penanaman modal di bidang
katkan ekspor. Bagi masyarakat transportasi. 1a berpendapat bahwa
Sukabumi kehadiran kereta api pengadaan alat transportasi kereta api
memudahkan mobilisasi sehingga dapat hendaknya dilakukan oleh pemerintah. Untuk
meningkatkan kehidupan ekonomi. itu ia mengajukan agar pemerintah
Usulan pembangunan jalan menyediakan dana sebesar 2.500.000,00
kereta api untuk mengatasi kesulitan gulden untuk biaya pemasangan jalan rel
prasarana dan sarana transportasi di Pulau antara Jakarta dan Bogor.
Jawa untuk pertahanan, keamanan dan Bertolak belakang dengan usul
ekonomi awal abad ke-19 muncul dari Rochussen, Gubernur Jenderal A.J.
Kolonel Jhr. Van Der Wijk, seorang Duymaer Van Twist (1851-1856)
militer pada tanggal 15 Agustus 1840. la malah mengajukan usul agar pemerintah
mengusulkan agar di Pulau Jawa dibangun kerajaan di Belanda mempertimbangkan
alat transportasi baru, yaitu kereta api. Ia usulan konsesi pihak swasta. Usul Twist
menunjukkan bahwa kereta api di Eropa disetujui oleh parlemen Belanda yang
telah berhasil mengatasi kesulitan serupa. Di didominasi kaum liberal yang mendukung
Negeri Belanda sendiri telah dibangun peran swasta. Sebagai jawaban atas usul-
jaringan rel yang membuktikan hasil usul tersebut, pada tanggal 31 Oktober 1852
yang cukup baik sebagai sarana pemerintah Kerajaan Belanda mengeluar-
pengangkutan. Menurut dia, pemasangan kan surat keputusan (No. H22, Ind. Stbl.
jalan rel di Pulau Jawa akan mendatangkan 1853 No. 4) yang menetapkan
keuntungan yang tak ternilai harganya pemberian kemudahan-ke m ud a ha n
bagi kepentingan. pertahanan. Yang b a gi ka l a nga n p e ngus a ha s wa s t a
diusulkannya ialah jalan rel yang terbentang ya ng bermaksud untuk mendapat konsesi
dari Surabaya ke Jakarta melalui Surakarta, (izin) pembukaan jalan rel atau usaha
Yogyakarta dan Bandung beserta alat transportasi kereta api di Pulau
simpangan-simpangannya (Reitsma, Jawa (Reitsma, 1928: 10; Jellema, 1929:
1928: 7). 17).
Usulan tersebut didukung oleh Berdasarkan Surat Keputusan
J. Trom, seorang insinyur kepala pada Raja Belanda tanggal 31 Oktober 1852,
Bagian Pengairan dan Bangunan serta banyak kalangan pengusaha swasta
dipandang baik, sehingga pemerintah mengajukan permohonan konsesi untuk
Kerajaan Belanda mengeluarkan Surat membuka pengusahaan kereta api di
Keputusan (Kotiinklyk Besluit) nomor 270 Pulau Jawa. Beberapa permohonan
tertanggal 28 Mei 1842 yang menetapkan konsesi itu berasal dari perusahaan
bahwa pemerintah akan membangun jalan perkebunan swasta yang sudah mulai
rel dari Semarang ke Kedu dan bermunculan. Maksud mereka ialah agar
Yogyakarta/Surakarta. Keputusan tersebut perusahaan mereka bisa lebih mampu
Kota Sukabumi…(Setia Nugraha dan Nina H. Lubis) 435

mengangkut basil produksi perkebunan jalur jalan rel Jakarta-Bogor itu


mereka yang mulai melimpah. Sampai dipandang (1) mempunyai nilai ekonomi
tahun 1861 permohonan konsesi yang cukup tinggi sebab bertalian erat
kalangan pengusaha swasta itu tidak dengan pengangkutan hasil produksi
satu pun diterima dengan pertimbangan- tanaman ekspor dari wilayah Priangan,
pertimbangan sebagai berikut. seperti kopi, teh, kina; (2) penting
1) Belum ada kesepakatan di kalangan ditinjau dari sudut politik dan
pemerintah, apakah pengusahaan komunikasi pemerintahan, sebab Bogor
kereta api itu akan diserahkan kepada menjadi tempat kedudukan Gubernur
pihak pengusaha swasta atau akan Jenderal dan pusat administrasi
dikerjakan oleh pemerintah sendiri. pemerintahan. Begitu pentingnya
2) Kesulitan lapangan, karena belum kedudukan jalan rel ini sehingga
ada peta yang dapat dipercaya pinjaman modalnya diberikan untuk
sehingga harus melakukan penelitian jangka waktu 99 tahun, terhitung dari
dan pemetaan terlebih dahulu. kereta apinya dioperasikan untuk umum
3) Anggaran biaya yang diajukan oleh (Oma Sutarma, 1988: 43-44).
para pemohon konsesi masih Staatsspoorwegen (SS), perusa-
merupakan perkiraan-perkiraan yang haan pemerintah mulai turut dalam
belum nyata. pembangunan rel dan pengoperasian
4) Tidak ada data mengenai sarana kereta api. Antara tahun 1884 s.d. tahun
transportasi, sehingga sulit memper- 1898 SS membuka 8 jalur kereta api,
kirakan keuntungan yang bisa yakni (1) Pasuruan-Probolinggo tanggal
diperoleh (Reitsma, 1928: 7 - 19). 03-05-1884, (2) Surabaya-Surakarta
5) Sulit menentukan tenaga kerja dan tahun 1884, (3) Sidoarjo-Madiun-Blitar
upah kerja mereka (Gani, 1978: 31). tanggal 16-05-1884, (4) Bogor-
Oleh karena itu, masih diragukan Bandung-Cicalengka tanggal 04-09-
sumber pendapatan yang diperoleh dari 1884, (5) Cicalengka-Garut tahun 1896,
pengoperasian kereta api yang berasal (6) Yogyakarta-Cilacap tahun 1887, (7)
dari mobilitas penduduk dan angkutan Cicalengka-Cilacap dan (8)
barang, apakah akan menguntungkan Wonokromo-Tarik tahun 1894.
atau akan mendatangkan kerugian Pembukaan jalur kereta Api
Pada tahun 1861 Gubernur Bogor-Bandung-Cicalengka yang melin-
Jenderal Baron Sloet van den Beele atas tasi Sukabumi tanggal 4 September
arahan Menteri Jajahan menyetujui 1884 membawa keuntungan bagi
konsesi swasta. Setahun kemudian perkebunan teh yang memerlukan
konsesi swasta dikabulkan Pemerintah transportasi yang murah dan cepat untuk
Hindia Belanda. Tahun 1863 berdiri menjual hasil perkebunannya ke pabrik
N.V. NISM (Naamlooze Venootschap ataupun ke kota.
Nederlanssch-Indische Spoorweg Maats Beberapa jalur lalu-lintas dibuka
chappy). dan yang sudah ada diperlebar, misalnya
Pada tanggal 27 Maret 1864 saja pada tahun 1881 dibuka jalur lalu
konsesi bagi pemasangan jalan rel dan lintas kereta api dari Bogor ke Cicurug
pengoperasian alat angkut kereta api dan tahun 1882 Cicurug-Sukabumi.
jalur Jakarta-Bogor diperoleh NISM Kemudian pada tahun 1883 dibuat jalur
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sukabumi-Cianjur.
Jenderal Hindia Belanda (Gouvernenent
atau GB) nomor 1 tanggal 19 Juni 1865
serta Surat Keputusan Raja Belanda
(Koninklijk Besluit atau KB) tanggal 22
Juli 1868. Konsesi ini diberikan, karena
436 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438

perubahan yang dapat dimunculkan.


Berbagai peraturan yang ber-
kenaan dengan desentralisasi diundangkan
antara tahun 1903 hingga 1905:
1) Decentralisatie Wet (Undang-
Undang Desentralisasi) tanggal 23
Gambar 2. Stasiun kereta api Sukabumi Juli 1903 yang dimuat dalam
(1880). Staatsblad van Nederlandsch Indie
Sumber: Katam, Sudarsono.2014. Kereta Api No. 329.
di Priangan Tempoe Doeloe. Bandung : 2) Decentratisatie Bestuit (Keputusan
Pustaka Jaya
Pemerintah tentang Desentralisasi)
c. Desentralisasi yang dimuat dalam Staatsblad van
Desentralisasi secara resmi diper- Nederlandsch Indie Tahun 1905 No.
kenalkan dalam pemerintahan sejak tahun 137.
1903. Kebijakan ini merupakan 3) Locale Raden Ordonnantie
konsekuensi dari Politik Etis (Ethische (Ordonansi tentang Dewan-Dewan
Politiek) yang gencar dikampanyekan sejak Lokal) yang dimuat dalam Staatsblad
akhir abad XX. Desentralisasi dipandang van Nederlandsch Indie Tahun 1905
perlu karena sistem sentralisasi yang
No. 181.
selama ini dipergunakan ternyata tidak
mampu lagi melaksanakan pekerjaan- Implementasi dari Ordonansi
pekerjaan yang bersifat lokal, Berdasarkan Dewan-Dewan Lokal adalah dengan
sistem sentralisasi, pejabat-pejabat di pembentukan sejumlah gemeente
daerah hanya melaksanakan tugas yang (kotapraja) di kota-kota besar di Jawa.
diberikan oleh pusat. Tapi berhubung Sebuah gemeente diperintah oleh seorang
dengan makin banyaknya urusan yang walikota (burgemeester) yang dalam
harus dilayani, maka pekerjaan yang tugas-tugasnya didampingi oleh sebuah
bersifat lokal dan sederhana pun harus Dewan Kotapraja (Gemeente Raad).
diurus pemerintah pusat. Keadaan ini Yang patut disimak dalam hal
membuat pemerintah pusat tidak mampu gemeente ini adalah bahwa pemben-
lagi memikul beban tugas yang makin tukannya lebih dilandasi atas dasar besar-
berat. Perlu memulai menyerahkan urusan kecilnya jumlah warga penduduk bangsa
dan kepentingan lokal kepada pemerintah Eropa yang bermukim di suatu tempat. Oleh
daerah setempat. Ketentuan ini kemudian karena itu, tidak mengherankan jika
diundangkan dalam De Indische Sukabumi menjadi gemeente (kotapraja)
Comptabiliteit Wet (1864). Undang- bersama Semarang, Bandung, Tegal, dan
Undang Desentralisasi baru dapat Surabaya. Sebelumnya penetapan
direalisasikan tahun 1903. gemeente ini menyusul Batavia yang
menjadi kota pertama melalui Staatsblad
Pada prinsipnya Undang-Undang van Nederlandsch Indie Tahun 1905 No.
Desentralisasi bertujuan membuka kemung- 204, Meester-Cornelis (sekarang Jatinegara)
kinan pembentukan daerah otonom dengan menurut Staatsblad Tahun 1905 No. 206
nama Locale Ressorten (diundangkan dalam dan Buitenzorg (sekarang Bogor)
Staatsblad 1905 No. 181). Untuk (Staatsblad Tahun 1905 No. 208) 1
melaksanakan tugas-tugas lokal dibentuk- April 1905. Sejak saat itu berbagai kota
lah Locale Raden (Dewan-Dewan Lokal). yang memiliki warga penduduk bangsa
Dibentuknya dewan-dewan daerah, walau Eropa yang jumlahnya dianggap cukup
pada tahun-tahun pertama undang-undang signifikan memeroleh status gemeente
tersebut dijalankan tidak banyak (kotapraja).
Kota Sukabumi…(Setia Nugraha dan Nina H. Lubis) 437

Pada Tahun 1926 Gemeente Dewan-dewan daerah lainnya,


Sukabumi baru memiliki walikota seperti Dewan Kabupaten (Regents
(Burgermeester). Seiring kebijakan chapsraad) dan Dewan Provinsi
pemerintah yang menerapkan desentrali- (Provinciale Raad), dibentuk mengikuti
sasi umum (tidak hanya bidang adanya perubahan pemerintahan tahun
ekonomi), keluarlah Undang-Undang 1922.
Perubahan Pemerintah (Bestuurs
hervormingwet). Sukabumi akhirnya D. PENUTUP
menjadi Stadsgemente (kotapraja). Pada Sukabumi berawal dari sebuah
tahun 1939 telah terbentuk 32 kotapraja, district kemudian berkembang menjadi
19 di antaranya berada di Pulau Jawa. sebuah gemeente (kotapraja). Perkem-
Tahun 1935 Gemeente Meester-Cornelis bangan ini dimungkinkan karena letak
lain digabungkan dengan Batavia, maka wilayah Sukabumi yang strategis terutama
artinya untuk wilayah Keresidenan setelah dibangun jalan raya pos oleh
Batavia hanya ada satu kotapraja. Daendels. Keberadaan Perkebunan teh di
Dewan Kotapraja (Gemeente Sukabumi menjadi faktor penarik
Raad) adalah badan perwakilan pada penduduk di sekitar untuk datang ke
tingkat kotapraja yang anggota- Sukabumi. Mereka datang mengadu nasib
anggotanya dipilih untuk masa kerja untuk meningkatkan taraf hidupnya.
empat tahun. Menurut Kiesordonnantie Akhirnya Sukabumi tumbuh menjadi pusat
(Ordonansi tentang Pemilihan) yang perekonomian. Penduduk Sukabumi dapat
dikeluarkan 1 Januari 1908, mereka memenuhi sebagian besar kebutuhan
yang memiliki hak untuk memilih ekonominya di pasar lokal. Barang-barang
adalah laki-laki, kawula Belanda itu harus dihasilkan oleh penduduk dari
(Nederlandsch-onderdaan), berusia pedalaman dan diperjualbelikan di pasar.
sekurang-kurangnya 21 tahun, dapat Sukabumi tumbuh. Wilayah ini akhirnya
membaca-menulis bahasa Belanda tumbuh dengan sistem hukum dan
(untuk pemilih bumiputra harus berkembang ke arah kosmopolitan seperti
menguasai bahasa Melayu dan bahasa yang dikemukakan Weber. Kondisi ini
daerah yang bersangkutan tinggal), menjadikan pertimbangan Pemerintah
berdomisili di kotapraja tersebut, dan Hindia Belanda untuk membangun lintasan
membayar pajak pendapatan minimal jalan kereta api yang menghubungkan
sebesar 300 gulden per tahun. Syarat Batavia dengan Sukabumi. Dengan
untuk menjadi anggota Dewan lintasan jalan kereta api ini kehidupan
Kotapraja tidak jauh berbeda kecuali sosial ekonomi masyarakat semakin
dari segi umur, yaitu harus minimal 25 berkembang. Pemerintah Hindia Belanda
tahun, dan penguasaan bahasa Betanda juga membangun sejumlah irigasi untuk
yang cukup. mengairi kegiatan pertanian di wilayah
Melihat persyaratan tersebut di Sukabumi. Tidak kurang dari tujuh belas
atas, baik untuk menjadi pemilih talang air melintas di atas jalan raya yang
maupun calon anggota yang akan menghubungkan Bogor dengan Cianjur
dipilih, dominasi penduduk warga melalui Sukabumi. Bangsa Eropa
Eropa dalam keanggotaan Dewan berlomba datang ke Sukabumi untuk
Kotapraja tampak jelas. Seperti terlihat berinvestasi. Kehadiran dan komposisi
pada keanggotaan Dewan Kotapraja penduduk Eropa membawa dampak besar
Batavia dari tahun 1905 sampai 1929, dalam perubahan Sukabumi menjadi
ada 173 warga Eropa, 67 bumiputra, dan sebuah gemeente. Kebijakan Desentralisasi
19 warga Cina, serta 10 Timur Asing dan perubahan pemerintahan negeri
yang umumnya adalah warga Arab. (bestuurshervorming) memberi ruang bagi
mereka untuk menjadikan Sukabumi
438 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438

sebagai daerah otonom. Arsip-arsip yang Knaud, J.M. 1980.


tersedia menunjukkan bahwa geliat Herinneringen aan Soekaboemi. Den
kehidupan ekonomi di wilayah Sukabumi Haag: Frans Coene.
dikendalikan dari Kota Sukabumi. Kartodirdjo, Sartono. 1992.
Pendekatan Ilmu Sosial dalam
UCAPAN TERIMA KASIH Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia
Penulis mengucapkan terima kasih Utama.
kepada para staf Perpustakaan Nasional Lapian AB, dkk. 2012.
Republik Indonesia (PNRI), Arsip Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid 5.
Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve.
Perpustakaan FIB UNPAD, Perpustakaan Mukhtar, Asep Mawardi dkk. 2013. Citra
Daerah Kota Bandung, Perpustakaan Kota Sukabumi dalam Arsip. Jakarta:
Daerah Kota Sukabumi dan Perpustakaan Arsip Nasional RI.
Daerah Provinsi Jawa Barat, dalam
membantu penulis mendapatkan berbagai Pemerintah Dati II Kotamadya Sukabumi.
1984.
sumber informasi dan dokumen yang
Soekaboemi Tempoe Doeloe.
dibutuhkan pada penelitian Sukabumi: Bappeda Sukabumi.

DAFTAR SUMBER Rahmat, Redi. 1990.


1. Arsip dan Dokumen Perkebunan Teh di Afdeeling Sukabumi
Regeeringsalmanak voor Nederlandsch- Akhir Abad XIX – Awal XX (Skripsi).
Indie. 1872 hal 254. Jakarta: Fasa UI.

____. voor Nederlandsch-Indie. 1872 hal Setyamidjaja. Djoehana. 1986. Budidaya


254. Teh. Bogor: C.V. Yasaguna.

Staatshlad 1914, no. 310 dan 311, tentang 3. Internet


Pengesahan Status Sukabumi Kota Asal Usul Teh di Indonesia dari
Menjadi Gemeente. Arsip Nasional http://www.tehgelas.com/artikel/asal-
Republik Indonesia. usul-teh-di-indonesia/asal-usul-teh-di-
indonesia/.
2. Buku
Bappeda Kota Sukabumi. 2014. https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:COLLE
Basis Data Informasi dan Perencanaan CTIE_TROPENMUSEUM_40jarige_ag
Kota Sukabumi 2014. Sukabumi: athisaanplant_Sinagar_TMnr_1001288
Bappeda. 4.jpg diakses tanggal 2 Januari 2017.

Budiardjo. Miriam. 1992.


Memahami Ilmu Politik. Jakarta:
Gramedia.
Daldjoeni, N. 1987.
Geografi Kota dan Desa. Bandung:
Alumni.
Encyclopedie van Nederlands indie Derde
Deel. 1818. S’Gravenhage Martinus
Nijhoff.
Herlina, Nina Lubis, dkk. 2000.
Sejarah Kota-Kota Lama di Jawa
Barat. Bandung: Alqaprint.
____. 2011.
Sejarah Provinsi Jawa Barat Jilid I
dan II. Bandung: Pemprov Jabar.
Ekofeminisme…(Aquarin Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 439

EKOFEMINISME DAN GERAKAN PEREMPUAN


DI BANDUNG
ECOFEMINSME AND WOMEN’S MOVEMENT IN BANDUNG

Aquarini Priyatna
Mega Subekti
Departemen Susastra dan Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, UNPAD
Indriyani Rachman
Faculty of Environmental Engineering, Kitakyushu University
e-mail: aquarini@unpad.ac.id, mega.subekti@unpad.ac.id, r-indriyani@kitakyushu-u.ac.jp

Naskah Diterima: 2 Mei 2017 NaskahDirevisi: 25 Juli 2017 Naskah Disetujui: 21 November 2017

Abstrak
Dengan menggunakan perspektif ekofeminisme, tulisan ini bertujuan untuk menggam-
barkan kegiatan dan aktivisme gerakan perempuan di Bandung yang fokus pada persoalan
lingkungan. Subjek penelitian adalah tiga perempuan yang terlibat aktif dalam komunitas lokal di
Bandung dalam kapasitasnya sebagai ibu rumah tangga. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dari hasil wawancara dan observasi langsung.
Hasilnya didapatkan bahwa alih-alih menempatkan tiga perempuan itu sebagai objek,
kapasitasnya sebagai ibu rumah tangga memicu mereka untuk berperan sebagai subjek yang
sadar lingkungan. Ketiganya menunjukkan bahwa pengalaman domestik/feminin sebagai ibu dan
istri membuat mereka bergerak untuk mengatasi dan memperbaiki lingkungan yang ada di sekitar
mereka. Meskipun acapkali dianggap sebagai sesuatu yang sederhana dan bersifat lokal,
kegiatan dan aktivisme yang mereka lakukan bersama komunitasnya dapat dikategorikan sebagai
sebuah gerakan ekofeminisme. Tidak saja karena posisi dan status mereka sebagai ibu rumah
tangga akan tetapi juga karena kegiatan dan aktivisme itu mampu berdampak pada kelestarian
lingkungan.

Kata kunci: ekofeminisme, gerakan perempuan, lingkungan.

Abstract
By using ecofeminism perspective, this paper aims to describe the activity and activism of
women's movement in Bandung that focuses on environmental issues. The subjects of this research
are three women who pioneered environmental movements in urban communities in Bandung in
their capacity as housewives. This research uses qualitative methods that produce descriptive data
from interviews and direct observation. The results of research reveals that despite positioning
themselves as objects, their status as housewives and their domestic/feminine roles have enabled
them to act as environmentally conscious subjects. Though often regarded as simple and local,
their activities and activism can be categorized as an eco-feminist movement. Not only because of
their position and their status as housewives but also because of the activities and activism have
obviously a direct positive impact on environmental sustainability and improvement, particularly
in the area where they live.
Keywords: ecofeminism, women’smovement, environment.
440 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454

A. PENDAHULUAN hidup adalah bagian dari kesatuan sistem


Terminologi “ekofeminisme” diaju- kehidupan yang tidak menciptakan
kan pertama kali oleh Francoise pembedaan dan pemisahan tubuh secara
D’Eaubonne melalui esainya La feminisme sosial seperti yang ada dalam sistem
ou la mort– Feminisme atau Kematian patriarki. Sistem pembedaan seperti itulah
(Eaubonne, 1974). Sebagai terminologi yang berujung pada munculnya pihak yang
yang mengawinkan konsep ekologi dan mendominasi dan yang didominasi. Dalam
feminisme, ekofeminisme oleh Warren, hal ini, para ekofeminis melihat bahwa
sebagaimana dibahas Lorentzen dan Eaton perempuan dan alamlah yang menjadi
(2002), diibaratkan sebuah filosofi yang pihak yang didominasi.
memayungi atau menghubungkan ke- Pegiat ekofeminis umumnya meru-
beragaman pendekatan feminisme dan pakan kaum perempuan yang memang
lingkungan. Keterhubungan feminisme dan telah memiliki kesadaran akan posisi
lingkungan ini tidak terlepas dari adanya strategis dan politis mereka terkait dengan
kesamaan situasi dan posisi perempuan keterhubungan dengan alam. Banyak pihak
dan alam yang selalu ditindas oleh yang menganggap keterikatan perempuan
kekuatan patriarkal (Mies & Shiva, 2014). dengan alam lebih kuat daripada laki-laki.
Ekofeminisme lebih berkembang di Bahkan Lorentzen dan Eaton (2002:2)
Benua Amerika dan menjadi sebuah dengan lugas mengatakan“The fact that
pergerakan baru pada tahun 1974. Seperti women are most adversely affected by
disebutkan oleh Lafortune (1997), eks- environmental problems makes them better
ploitasi terhadap alam dan perempuan qualified as experts on such conditions and
menjadi dua isu mengkhawatirkan yang therefore places them in a position of
mendorong lahir dan berkembangnya epistemological priviledge; that is, women
gerakan ekofeminis di Amerika. Tak have more knowledge about earth systems
berbeda jauh dengan apa yang disuarakan than men”. Dalam hal ini, perempuan
D’Eaubonne, gerakan itu setidaknya berada dalam posisi istimewa untuk
mampu menyuarakan tentang ketidak- mendorong menciptakan sebuah paradig-
adilan dalam konsep hubungan antar ma intelektual dan praktis mengenai
sesama manusia maupun antara manusia ekologi.
dengan alam, yang disebabkan oleh Selain itu, peran perempuan yang
kekuatan laki-laki, sistem hirarki, kekuatan secara biologis dapat “melahirkan”
dominasi dan ketidakpekaan manusia dianggap memiliki kesamaan dengan alam.
terhadap hidup atau lingkungan yang Di beberapa kebudayaan seperti Indonesia
berkelanjutan. misalnya, acuan terhadap alam hampir
Sebagai sebuah gerakan sosial, selalu bersifat feminin. Priyatna dan
ekofeminisme berkembang pesat pada Subekti (2017: iv) mencatat dalam bahasa
tahun 1980-1990-an. Ditandai dengan Indonesia bahkan bumi sering menyebut
dilangsungkannya konferensi pertama sebagai “Ibu Pertiwi”. Peran sebagai
mengenai “The Women and Life Earth: seorang ibu seperti itulah yang membuat
Ecofeminisme in the Eighties” pada tahun perempuan akrab dengan kegiatan mera-
1980 di Amhrest, Hungaria (Lorentzen & wat, mengasuh atau menjaga lingkungan
Eaton, 2002). Keduanya juga mencatat seperti yang mereka lakukan pada
bahwa penyelenggaraan konferensi inilah anaknya. Setidaknya kegiatan seperti itu
yang kemudian menginspirasi muncul dan jugalah yang dibutuhkan oleh alam yang
berkembangnya aksi dan organisasi- sekali lagi dalam perspektif ekofeminis
organisasi ekofeminis di berbagai tempat telah begitu lama dieksploitasi secara
di dunia. masif, menjadi objek yang dikuasai dan
Ekofeminisme sebenarnya menekan- didominasi.
kan pada gagasan bahwa semua makhluk
Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 441

Dalam perspektif ekofeminis, kultural terkait dengan cara pandang


perempuan dengan segala kekhasan dan perempuan di masing-masing budaya
pengetahuannya dituntut hadir dalam terhadap sistem patriarkal. Tak heran jika
mengelola alam dan sumber-sumber pendekatan dan persoalan yang diper-
kehidupan. Keterlibatan perempuan dalam juangkan perempuan pegiat ekofeminsme
gerakan ekofeminis merupakan sesuatu di berbagai budaya pun akan bervariasi dan
yang penting bukan saja karena persoalan kontekstual bergantung dari situasi politis,
kekhasan mereka sebagai perempuan tapi ideologis serta kulturalnya masing-masing.
juga karena keterlibatan mereka berperan Keterlibatan perempuan dalam
untuk membongkar persoalan sistem pengelolaan lingkungan seperti dalam
gender dalam pengelolaan lingkungan. konsep ekofeminisme setidaknya juga
Seperti dikatakan Warren (2000:2), terlihat melalui aktivitas beberapa
ekofeminisme sering (tapi tidak eksklusif) perempuan yang kami temui di Kota
berfokus pada perempuan, “So, in order to Bandung. Meskipun (mungkin) sebagian
unpack specific gender features of human dari mereka secara sadar akan menolak
systems of domination, ecofeminists often disebut sebagai ekofeminis, para pegiat
(but not exclusively) focus on women”. lingkungan di ibu kota Jawa Barat ini
Ada keterhubungan yang kuat antara dapat dianggap sebagai perempuan yang
women-other human dengan others-natur, memiliki kepedulian tinggi terhadap
yang diterminologikan oleh Warren lingkungan atau setidaknya telah memiliki
sebagai interconection. Dalam hal ini, kesadaran tentang peran strategis mereka
perempuan merupakan pihak yang lebih sebagai perempuan dalam persoalan
banyak menderita, berisiko dirugikan lingkungan. Beberapa di antaranya bahkan
daripada kelompok manusia lainnya. telah diakui secara profesional oleh
Persoalan perempuan dalam konteks komunitas dan anggota masyarakat lain
ekofeminisme merupakan hal yang sebagai figur penting yang mampu
kompleks, “multi-faceted, multi-located” menggerakkan kesadaran masyarakat.
karena berhubungan dengan perspektif Paling tidak di lingkungan tempat
gender yang acap kali berkelindanan tinggalnya untuk peka dan mampu terlibat
dengan hal-hal yang bersifat politis, secara partisipatif terhadap persoalan
ideologis, atau bahkan kultural. Seperti lingkungan di Kota Bandung pada
diungkapkan Hobgood-Oster, 2006:2, umumnya.
“Ecofeminist positions reflect varied Menjadi seorang perempuan pegiat
political stances that may be, and usually lingkungan di Kota Bandung relatif tidak
are, transformed through time and place. mudah. Kuatnya akar budaya patriarkal
In other words, the political activisms and yang ada dalam sistem sosial masyarakat
alliances stemming from ecofeminism telah mengharuskan mereka untuk mampu
modify in relationship to the perceived membagi waktu antara berkegiatan di
justice issues being confronted in differing dalam dan di luar rumah dengan sama
cultural and historical settings.” baiknya. Terlebih bagi mereka yang
Kompleksitas persoalan lingkungan dan berstatus sebagai seorang istri sekaligus
perempuan dalam perspektif ekofeminis ibu. Tuntutan untuk tetap berada di rumah
merupakan objek kajian yang potensial dan menuntaskan pekerjaan domestik menjadi
terbuka untuk dibicarakan dalam berbagai lebih besar sekaligus penting dilakukan
aspek. untuk menunjukkan eksistensi mereka
Dalam hal ini, aspek ruang dan sebagai figur ibu atau pun istri yang “baik”
waktu juga yang menyebabkan kajian dalam perspektif patriarkal.
ekofeminisme tidak pernah bersifat statis, Dalam hal ini, negosiasi menjadi hal
ia selalu membuka ruang untuk terus yang penting dilakukan, bukan saja pada
berubah. Ditambah lagi dengan persoalan persoalan pembagian waktu antara menjadi
442 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454

ibu yang mengurusi pekerjaan domestik di in which we live and why things are
rumah dan menjadi pegiat lingkungan di the way they are”.
masyarakat tapi juga pada persoalan Terkait dengan pengumpulan data,
bagaimana memosisikan diri sebagai dilakukan melalui teknik observasi
seorang ibu, istri, pegiat lingkungan dalam lapangan dan wawancara langsung
ruang dan waktu yang hampir bersamaan. terhadap tiga perempuan yang menjadi
Lalu bagaimana perempuan-perempuan sumber lisan/informan dalam penelitian
lokal tersebut dapat menjalankan aktivitas ini. Observasi lapangan dan wawancara
mereka sebagai pegiat lingkungan lokal langsung dilakukan pada periode bulan
dan seperti apa gerakan mereka sehingga Januari sampai Februari 2017 mengenai
dapat dikatakan sebagai gerakan perem- kegiatan dan “aktivisme” mereka sebagai
puan ekofeminis? Analisis dalam tulisan ibu rumah tangga sekaligus aktivis
ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan (lingkungan). Data yang didapatkan dari
itu. observasi dan wawancara itulah yang
Ruang lingkup penelitian ini kemudian diolah secara sistematis,
meliputi penggambaran keterlibatan dianalisis, dan diinterpretasikan untuk
perempuan-perempuan tersebut dalam keperluan menjawab identifikasi masalah
komunitas lokal yang ada di Bandung. yang diajukan dalam penelitian ini.
Untuk itu, setidaknya ada tiga hal yang Tiga perempuan yang dijadikan
menjadi fokus utama yang dianalisis dalam sumber data acuan primer dalam penelitian
penelitian ini. Yang pertama adalah ini, dalam komunitas dan lingkungan
strategi yang mereka lakukan agar dapat tempat tinggalnya telah dianggap sebagai
terlibat secara aktif dalam urusan publik figur penting yang telah mempelopori
sembari tetap menyelesaikan tanggung gerakan dan terlaksananya kegiatan
jawab mereka sebagai ibu rumah tangga. masyarakat di bidang lingkungan. Bersama
Selanjutnya adalah pemaparan isu komunitas masing-masing, mereka juga
lingkungan yang menjadi salah satu alasan dianggap telah mampu menggerakkan atau
keterlibatan mereka dalam komunitas dan (setidaknya) mampu menularkan semangat
yang terakhir adalah mengungkapkan untuk melibatkan anggota masyarakat lain
dampak dari kegiatan dan aktivisme agar terlibat atau bahkan berpartisipasi
mereka bersama komunitasnya masing- secara aktif dalam persoalan lingkungan di
masing. daerah tempat tinggal masing-masing.
Selain aspek kegiatan dan aktivisme
B. METODE PENELITIAN dalam komunitas, pemilihan mereka
Penelitian ini menggunakan metode sebagai informan yang dilakukan dalam
kualitatif dengan menekankan pada penelitian ini juga mempertimbangkan
pendekatan deskriptif analitik. Penelitian status sosial mereka sebagai seorang
kualitatif sendiri dilakukan dengan tujuan perempuan yang telah menikah dan
untuk menghasilkan data deskriptif melalui masing-masing telah memiliki anak.
kata-kata lisan ataupun tertulis dan tingkah
laku yang diamati dari orang yang diteliti. C. HASIL DAN BAHASAN
Menurut Hancock dkk. (2009: 7), Pada bagian ini, fokus pembahasan
penelitian kualitatif berkaitan dengan memang akan terpusat pada data yang
usaha untuk memaparkan fenomena sosial didapatkan melalui hasil wawancara dan
di masyarakat. Dia menyebutkan: observasi langsung pada tiga perempuan
“Qualitative research is concerned yang menjadi sumber lisan/informan
with developing explanations of social utama. Perempuan pertama bernama Tini
phenomena. That is to say, it aims to Martini Tapran (48 tahun) yang tinggal di
help us to understand the social world Kecamatan Sumur, Kota Bandung. Ibu dua
anak ini adalah pendiri komunitas GSSI
Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 443

(Generasi Semangat Selalu Ikhlas). Secara pekerjaan di luar rumah, maka istri atau
umum, bersama komunitasnya Tini ibu sebaliknya pada persoalan domestik.
memfokuskan diri pada gerakan sosial di Bagi ketiga perempuan yang
Kota Bandung. Keaktifan Tini bersama diwawancarai Tini Martini Tapran
komunitasnya membuat namanya cukup (selanjutnya disebut Tini), Isti Khairani
dikenal sebagai aktivis perempuan di Kota (selajutnya disebut Isti), dan Dedah
Bandung. Zubaedah (selanjutnya disebut Dedah),
Selanjutnya ada Isti Khairani (37 persoalan pembagian tugas seperti itu
tahun) yang tinggal di daerah Cisitu Indah, merupakan sesuatu hal yang lumrah dan
Dago yang menjadi pendiri dari komunitas sangat kultural di masyarakat sosial
Bumi Inspirasi. Komunitas ini fokus pada Bandung yang menganut sistem patriarkal.
kegiatan edukasi mengenai persoalan Namun ternyata pada praktiknya,
lingkungan terutama sampah dan edukasi pembagian seperti itu tidak dianggap
finansial. Bersama Bumi Inspirasi, Isti ikut sebagai penghalang bagi mereka untuk
mengkampanyekan dan mengedukasikan tetap menjadi perempuan yang memiliki
program Bank Sampah. Yang terakhir kesibukan dan aktif dalam berkegiatan di
adalah Dedah Zubaedah (40 tahun) luar rumah. Meskipun sebenarnya,
seorang kader penggerak PKK RW 19 keterlibatan mereka sebagai ibu dan istri
Sadang Serang, Coblong yang memiliki 3 dalam kegiatan di luar rumah harus
orang anak. Tak berbeda dengan Tini dan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan
Isti, meskipun (hanya) berafiliasi dengan dan dukungan suami serta anggota
komunitas lokal PKK tingkat RW, Dedah keluarga lain. Persetujuan dan dukungan
pun secara aktif terlibat dalam kegiatan suami serta anggota keluarga lain bagi
pemberdayaan perempuan dan lingkungan ketiga perempuan itu merupakan sesuatu
di daerah tempat tinggalnya. yang penting didapatkan, agar nantinya
Selain karena status mereka sebagai tugas yang diemban dalam ruang publik itu
ibu rumah tangga yang mampu terlibat dapat mereka jalankan sepenuh hati.
secara aktif dalam urusan domestik Meskipun berisiko untuk mengu-
maupun publik, pemilihan ketiga rangi kuantitas waktu untuk mengerjakan
perempuan itu dilakukan atas keberhasilan tugas domestik di rumah, pada kenya-
mereka dalam menjalankan program dan taannya mereka mampu menjalankan dua
aktivisme dalam hal lingkungan. Mengenai kegiatan tersebut sekaligus. Memang
profil ketiga perempuan tersebut bersama dalam praktiknya, bukan perkara mudah
dengan aktivitas mereka bersama komu- dijalankan, terkadang ada perasaan
nitasnya akan dipaparkan lebih lanjut pada bersalah muncul dalam diri mereka karena
subbab berikutnya. di satu sisi telah mengurangi kuantitas
family time. Namun di sisi lain, muncul
1. Berafiliasi dalam Sebuah Komunitas: juga rasa puas dan bangga karena di tengah
Sebuah Strategi Ideologis, Politis kesibukan mereka sebagai istri dan ibu di
dan Kultural keluarga mereka tetap dapat berkontribusi
Menjadi seorang istri dan ibu dalam positif. Tentu saja rasa puas dan bangga itu
perspektif budaya patriarkal seolah juga didapatkan setelah melihat respons
mewajibkan perempuan untuk berada di positif dari masyarakat terhadap apa yang
rumah dan bertanggung jawab pada telah mereka lakukan. Kesemua itu,
persoalan domestik. Dalam struktur perlahan membuat rasa bersalah mereka
keluarga patriarkal bahkan secara kaku setidaknya berkurang atau bahkan hilang
membuat pembagian tugas antara istri/ sama sekali. Apalagi jika anggota keluarga
suami atau ayah/ibu. Jika suami atau ayah yang lain secara terang-terangan
bertanggung jawab pada persoalan publik mendukung atau memahami konsekuensi
yang membuat mereka terbiasa melakukan dari aktivitas yang dilakukan istri atau ibu
444 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454

mereka di luar rumah dan bahkan juga ikut sebenarnya tidak murni berasal dari anak
terlibat di dalamnya. perempuannya, Aghnie Hasya Rif. Pada
Risiko untuk berkurangnya kuantitas saat itu bernama GSSI (Garage Sale
family time atau persoalan mengenai Sekolah Ibu) yang muncul sebagai sebuah
potensi kegagalan mereka menjalankan gerakan kecil untuk mengumpulkan dana
pekerjaan domestik sambil tetap bisa untuk membantu teman sekolah anaknya
beraktivitas di luar rumah telah memaksa yang tidak mampu membeli buku,
Tini, Isti, dan Dedah untuk mampu dibentuk bersama empat rekan Aghnie
bersiasat dengan baik. Salah satunya yang lain; Fitri, Arisa, Rika dan Afni. Pada
adalah dengan berafiliasi dalam sebuah saat itu GSSI hanya fokus untuk menjual
komunitas. Jika Tini dan Isti mengawali barang-barang rumah tangga yang tidak
kegiatan sosialnya dengan membentuk digunakan lagi dan keuntungan itulah yang
komunitas yang mereka beri nama GGSI dimanfaatkan untuk membantu teman-
dan Bumi Inspirasi maka Dedah secara teman Aghnie.
sadar melibatkan diri dalam kegiatan PKK Selanjutnya, kegiatan GSSI Aghnie
yang ada di lingkungan RW tempat dia pun berkembang lebih luas. Tidak lagi
tinggal. Bagi ketiga perempuan itu, sekadar mengumpulkan kemudian menjual
bergabung dalam sebuah komunitas barang-barang sumbangan donatur yang
merupakan sebuah strategi cerdas karena semakin hari semakin besar jumlahnya dan
nyatanya mereka bisa membagi peran dan menyalurkannya tapi juga pada layanan
tanggung jawab sosial bersama anggota pendidikan alternatif dan pelatihan
komunitas yang lain. Meskipun menjadi keterampilan anak. Memang pada saat itu,
co-founder dan figur penting dalam pendidikan anak menjadi perhatian khusus
komunitas masing-masing, pembagian komunitas ini seperti yang tertera pada
peran dan tanggung jawab seperti itu misi mereka yakni menyediakan
tentunya membuat pekerjaan mereka di lingkungan yang kondusif sehingga anak
luar rumah menjadi relatif lebih ringan memiliki kesempatan untuk mengem-
sehingga tidak terlalu membebani bangkan seluruh potensinya yang meliputi
tanggung jawab mereka sebagai seorang aspek moral, nilai-nilai agama, sosial,
ibu rumah tangga. Selanjutnya, subbab ini emosional dan kemandirian, kemampuan
akan dibagi menjadi tiga bagian yang berbahasa, kognitif, fisik/motorik, dan
masing-masing difokuskan pada seni.
pembahasan yang komprehensif mengenai Tak berhenti pada pendidikan anak,
komunitas, tempat berafiliasinya ketiga komunitas GSSI versi Aghnie kemudian
perempuan yang dijadikan sumber menyasar para orang tua murid, terutama
lisan/informan dalam penelitian ini dan ibu-ibu yang kebetulan anak mereka
kegiatan yang mereka lakukan bersama bersekolah di tempat Tini mengajar.
komunitas masing-masing. Memang sebagian besar anak yang
bersekolah di tempat Tini mengajar berasal
a. Semangat GGSI Menyebarkan golongan ekonomi rendah. Oleh GSSI,
Good Practice ibu-ibu tersebut dikumpulkan dan
Membentuk sebuah komunitas kemudian diberi bekal keterampilan untuk
menjadi salah satu strategi politis dan mengkreasikan produk-produk kerajinan
ideologis bagi Tini. Bukan sekadar untuk yang nantinya bisa dijual. Secara ekonomi,
menyebarkan semangat “berbaginya” “kelas” itu memang sengaja dibentuk agar
sebagai seorang perempuan kepada para ibu mempunyai penghasilan tambahan
masyarakat di sekitarnya tapi juga untuk biaya sekolah anak-anaknya. Selain
semangat ideologisnya tentang lingkungan. itu, secara khusus para ibu itu juga diberi
Ide dasar membentuk komunitas GSSI edukasi melalui kelas parenting tentang
yang dibentuk sekitar tahun 2010 cara mendidik anak agar nantinya anak
Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 445

mereka mampu berkembang menjadi dengan lingkungan dan saling berinteraksi.


generasi unggul. Berbagai kegiatan yang Hal yang sama juga berlaku pada misinya
memang khusus diadakan untuk ibu-ibu yang menurut Tini dapat dibagi dalam tiga
seperti belajar kerajinan yang bahannya poin penting yakni, mendorong terciptanya
didapatkan dari hasil sampah dan barang lingkungan yang bersih dan sehat,
bekas yang mereka kumpulkan. Hasil melibatkan pemuda sebagai agen
produknya pun dijual di garage sale yang pembangunan, serta menumbuhkan budaya
dikelola GSSI. literasi di masyarakat. Perluasan cakupan
Hal kecil yang dikembangkan visi dan misi itu yang menjadi landasan
anaknya itu ternyata menjadi inspirasi dan pergerakan GSSI sebagai sebuah komu-
motivasi tersendiri bagi Tini untuk terjun nitas yang bergerak dalam bidang sosial.
lebih dalam lagi pada kegiatan sosial Dia mengakui bahwa bersama
lainnya, tentu saja tetap berada di bawah GSSI, pergerakannya sebagai aktivis
payung GSSI. Fokus dan kesibukan relatif lebih mudah dilakukan. Masyarakat
Aghnie pada kegiatan sekolah yang pun akan lebih mudah untuk mengenal
membuat kuantitas waktunya untuk aktivitas yang dia lakukan bersama GSSI.
mengelola kegiatan GSSI membuat Tini Sebagai warga Bandung, Tini berharap
tergerak untuk mengambil alih dan agar dirinya dan GSSI dapat terus
menjalankan GSSI sepenuhnya. Sejak berkontribusi bagi kemajuan dan
dipegang oleh Tini, kegiatan GSSI pun kehidupan yang lebih baik bagi warga
semakin berkembang lebih luas lagi tidak Bandung.
hanya fokus pada persoalan pendidikan
pada anak dan ibu tapi juga pada persoalan b. Komunitas Bumi Inspirasi dan
sosial yang sifatnya lebih umum dan ruang Kampanye Edukasi Lingkungan
lingkup wilayah yang lebih luas lagi, tidak Berafiliasi dengan komunitas seperti
hanya persoalan sosial yang ada di sekitar yang dilakukan Tini dengan GSSI, juga
tempat tinggalnya saja. Posisi dan peran dilakukan oleh informan kedua dalam
sebagai perempuan dewasa (ibu rumah penelitian ini. Adalah Isti seorang ibu yang
tangga dan istri) diyakini membuat bersama teman-temannya mendirikan
perspektif Tini sebagai penerus kegiatan Bumi Inspirasi. Mereka terdiri atas
GSSI Aghnie terkait dengan persoalan perempuan-perempuan yang memiliki
sosial menjadi lebih sensitif dan “impian” yang sama yakni agar “Rumah”
berkembang. Tini mampu melihat berbagai bisa menjadi tempat untuk berbagi
persoalan sosial dari perspektifnya sebagai inspirasi kepada seluruh masyarakat.
ibu rumah tangga yang banyak bergelut Impian itu yang kemudian diejawantahkan
pada urusan domestik. dalam wujud mendirikan komunitas yang
Berkembang dan lebih bervariasinya memiliki visi untuk mewujudkan Keluarga
ruang lingkup kegiatan yang dilakukan Indonesia Cerdas Finansial, Ramah
Tini dan GSSI tersebut berimplikasi Lingkungan, dan Ahlak Islami.
membuat kepanjangan GSSI berubah, dari Sebagai sebuah komunitas yang
yang sebelumnya Garage Sale Sekolah Ibu bersifat lokal (khusus Bandung), Bumi
menjadi Generasi Semangat Selalu Ikhlas. Inspirasi memiliki misi yang memang
Sebagai sebuah komunitas, perubahan secara umum ditujukan untuk peningkatan
kepanjangan GSSI itu tentunya disertai kualitas hidup keluarga Indonesia. Untuk
dengan perluasan cakupan visi dan misi itu, Bumi Inspirasi berupaya meningkatkan
komunitas dari yang sebelum hanya peran ibu agar bisa menjadi seorang
berfokus pada layanan pendidikan manajer keuangan keluarga yang baik, dan
alternatif dan pelatihan keterampilan peran anak dalam membantu mewujudkan
praktis menjadi lebih luas yakni tujuan keuangan keluarga, menjadikan
menciptakan masyarakat yang bahagia Gaya Hidup Keluarga Ramah Lingkungan
446 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454

sebagai lifestyle yang bergengsi di kesadaran finansial keluarga, tidak saja


masyarakat, meningkatkan akhlak Ibu dan pada masyarakat di sekitar tempat
Anak sesuai Al-Quran dan yang terakhir tinggalnya tapi juga pada masyarakat yang
adalah meningkatkan peran remaja sebagai ruang lingkupnya lebih luas lagi. Tak
Agent of Change (agen pembawa heran jika akhirnya Isti bersama komunitas
perubahan) yang senantiasa akan berbagi Bumi Inspirasi bisa menjalin kerja sama
dan menularkan virus Gaya Hidup Cerdas dengan organisasi, institusi, ataupun
Finansial dan Ramah Lingkungan kepada komunitas lain seperti di antaranya Institut
masyarakat. Ibu Profesional (IIP) Bandung, Lembaga
Isti mengatakan bahwa dirinya Pengembangan Teknologi Tepat (LPTT),
banyak belajar dari ibunya yang juga bisa PD Kebersihan Kota Bandung, BPLHD
dikategorikan sebagai seorang aktivis Provinsi Jawa Barat, Greenation, Green
lingkungan yang bergerak dalam Citarum dan masih banyak lagi.
komunitas Ibu Cisitu Indah Peduli (ICIP). Kolaborasi kerja sama itu membuka
Meskipun ruang lingkup kegiatannya peluang untuk memperluas cakupan
hanya di lingkungan tempat tinggal (RW wilayah dan warga yang bisa disasar Isti
04 Cisitu Dago,Kota Bandung) komunitas bersama komunitasnya.
ibunya aktif dalam kegiatan sosial Tak hanya melakukan kegiatan
bermasyarakat seperti subsidi silang nyata di lapangan, komunitas Bumi
pemberian susu untuk balita, sunatan Inspirasi juga aktif memberikan edukasi
massal, penggalangan dana untuk anak melalui internet dan jaringan media sosial.
sekolah, penyediaan sembako murah. Salah satunya bisa diakses melalui laman
Secara umum, sasaran kegiatan komunitas http://www.bumiinspirasi.or.id. Laman ini
ibunya itu memang terlihat lebih secara aktif menampilkan kegiatan-
difokuskan untuk menyasar pada persoalan kegiatan yang dilakukan Bumi Inspirasi.
ekonomi keluarga yang biasanya dialami Tujuannya agar Isti dan komunitas Bumi
ibu-ibu rumah tangga di lingkungan tempat Inspirasi dapat terus berkampanye secara
tinggalnya. sehat, setidaknya memengaruhi pembaca
Terkait dengan pergerakan komu- laman untuk melakukan perubahan positif
nitas, Isti mengakui banyak hambatan, di untuk masyarakat.
antaranya adalah persaingan dengan
pengepul sampah di Cisitu serta masih c. PKK sebagai Ruang Aktualisasi Diri
kuatnya budaya atau gaya hidup praktis Jika Tini dan Isti secara sadar
anggota masyarakat. Masih banyak warga memutuskan untuk membuat komunitas
yang belum memiliki kesadaran akan sebagai bagian dari perjuangan mereka
bahaya penggunaan sampah plastik atau untuk menyebarkan kepedulian mereka
pun stereofom bagi lingkungan. Oleh sebab pada lingkungan di sekitar tempat tinggal
itu, kegiatan di komunitas Bumi Inspirasi mereka maka Dedah dengan sadar dan
juga sebenarnya difokuskan untuk sukarela memutuskan untuk bergabung
setidaknya mampu mengenalkan dan dalam sebuah komunitas PKK (Pember-
membiasakan budaya atau gaya hidup dayaan Kesejahteraan Keluarga). Keterli-
keluarga yang ramah dan sadar lingkungan batannya pada komunitas yang berang-
serta menanamkan bahwa gaya hidup gotakan kaum perempuan yang sudah
seperti itu merupakan gaya hidup yang menikah itu diakuinya telah membe-
bergengsi. rikannya kesempatan untuk dapat ber-
Komunitas Bumi Inspirasi yang interaksi dengan masyarakat sosial dan
dibentuk bersama teman-temannya itu membuatnya dapat mengaktualisasikan diri
membuat Isti menjadi lebih leluasa untuk sebagai seorang ibu maupun istri di ruang
menyebarkan aktivismenya, tidak saja publik.
mengenai persoalan lingkungan tapi juga
Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 447

PKK sendiri merupakan komunitas yang didapatkan sebagai ketua sekaligus


yang awalnya dibentuk pemerintahan Orde istri “pejabat RW” membuatnya lebih
Baru sebagai wadah bagi perempuan untuk leluasa untuk mengontrol dan menentukan
terlibat dalam pembangunan daerah. Pada kebijakan yang tepat bahkan menjadi suri
saat itu, kegiatan PKK mencakup semua teladan yang menularkan good practice
program pemerintah yang dikhususkan kepada masyarakat.
untuk kaum perempuan. Akan tetapi pada Terlepas dari hal itu, sekali lagi
praktiknya PKK lebih sering melakukan Dedah menegaskan bahwa kegiatan yang
kegiatan-kegiatan yang bisa dikategorikan dilakukannya bersama anggota tim PKK
bersifat sangat domestik, seperti membuat dijalankan sepenuh hati, karena ia
karangan bunga, jahit-menjahit, masak- menyukai kegiatan yang membuatnya
memasak, mengikuti penataran-penataran dapat berinteraksi dengan orang lain.
indoktrinasi ideologi negara, dan siap Buktinya, banyak kegiatan yang telah
membantu setiap saat pemerintah memer- dilakukan Dedah bersama tim penggerak
lukannya (Wieringa, 34:2010). Tak heran PKK lainnya terutama yang berhubungan
jika akhirnya tak sedikit orang yang dengan peningkatan kualitas hidup
mencibir PKK sebagai salah satu program anggotanya melalui program mereka mulai
pemerintah yang turut melegitimasi dari bidang lingkungan hidup, seperti
“kewajiban” perempuan Indonesia dalam pembuatan bank sampah tingkat RW
urusan domestik. Negara seolah meme- sampai pada urusan kesehatan melalui
gang kontrol dan berusaha mengatur peran Posyandu. Program-program itu menurut
kaum perempuan. Namun, tak sedikit pula Dedah, cukup efektif untuk menumbuhkan
yang menganggap PKK sebagai wadah dan membangkitkan kesadaran masyarakat
bagi para perempuan Indonesia untuk agar peduli pada kebersihan dan
setidaknya belajar berorganisasi dan kelestarian lingkungannya minimal di
terlibat secara aktif dalam ruang publik. tingkat keluarga. Hal itulah yang nantinya
Dedah sendiri mengatakan bahwa akan berimplikasi pada peningkatan
aktivitas yang telah dilakukannya bersama kualitas hidup anggota masyarakatnya.
anggota tim PKK lainnya setidaknya telah Membentuk sebuah komunitas
membuat dirinya bangga dan puas karena seperti yang dilakukan Tini dan Isti atau
ternyata di tengah kesibukannya sebagai bergabung dengan komunitas yang telah
ibu rumah tangga, dia tetap mampu ada sebelumnya seperti yang dilakukan
berkontribusi dan berdedikasi kepada Dedah dirasa sangat memudahkan mereka
warga. Keterlibatan Dedah di PKK telah untuk bergerak. Setidaknya, berada dalam
dimulai sejak tahun 2008. Pada waktu itu jejaring komunitas membuat mereka
suaminya menjabat sebagai sekretaris RW nyaman dan lebih leluasa untuk
19 di Kelurahan Sadang Serang, menjalankan kegiatan sesuai dengan
Kecamatan Coblong sehingga mau tidak ideologi dan misi pribadi tentang
mau sebagai istri, Dedah harus juga lingkungan masing-masing. Bersama
melibatkan diri dalam struktur organisasi komunitas, mereka juga seolah memiliki
pemerintahan desa. Begitu pula ketika kuasa dan legalitas lebih untuk dapat
suaminya diangkat menjadi ketua RW, merangkul warga lain agar terlibat
secara otomatis Dedah pun harus bersama-sama menjalankan kegiatan ter-
mengemban tugas sebagai ketua PKK RW kait lingkungan yang digagas oleh
19. Dalam struktur organisasi PKK, komunitas. Seperti diakui Tini sendiri
jabatan ketua biasanya otomatis diemban dalam Priyatna dan Subekti (2017: 30),
oleh istri dari ketua RW, Lurah, Camat, “kegiatan menjaga lingkungan adalah kerja
dan seterusnya. Meski pun keterlibatannya kolaborasi bukan kerja individu”.
di PKK terkesan sangat politis, Dedah Berafiliasi dengan komunitas juga
merasa bersyukur, karena ternyata “kuasa” menciptakan rasa aman secara psikologis
448 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454

sebagai perempuan, serta memudahkan tangga terbiasa mengurus sampah yang


mereka untuk membangun relasi dan dihasilkan dari aktivitas domestik di
berkolaborasi dengan institusi atau rumah. Keterkaitan seperti inilah yang
lembaga lain seperti yang diakui Tini. membuat perempuan dianggap sebagai
Bersama GSSI, dirinya dapat bekerja sama sosok yang paling bertanggung jawab
dengan institusi maupun komunitas lain terhadap jumlah sampah domestik yang
yang memiliki visi yang sama tentang dihasilkan di rumah.
lingkungan. Dari pengamatan dan wawancara
Sekali lagi, membentuk sebuah langsung yang dilakukan di lapangan,
komunitas seperti yang dilakukan Tini dan terlihat ada kesamaan terkait dengan
Isti atau pun bergabung dengan komunitas kegiatan lingkungan yang dilakukan Tini,
yang sudah ada seperti Dedah merupakan Isti dan Dedah bersama komunitas masing-
pilihan strategi yang terasa cukup politis masing, yakni kegiatan pengelolaan
dan kultural. Seperti pada kasus Tini dan sampah. Faktor keterkaitan posisi dan
Isti, keterlibatan mereka dapat dianggap status mereka sebagai ibu rumah tangga
sebagai sesuatu yang ideologis. Dengan yang setiap hari berurusan dengan sampah
semangat yang gigih mereka berusaha ditengarai menjadi salah satu alasan kuat
untuk dapat selalu menyebarkan good yang membuat urusan itu menjadi isu
practice mereka bersama komunitas penting yang harus dicari solusinya.
masing-masing pada masyarakat. Terkait Program pengelolaan sampah
dengan persoalan gender, pilihan mereka memang telah menjadi perhatian Pemkot
untuk berafiliasi itu telah membuka Bandung sejak lama. Telah banyak
peluang untuk dapat dengan leluasa program yang telah mereka luncurkan
mengaktualisasikan diri mereka sebagai terkait dengan permasalahan sampah.
ibu atau istri di ruang publik. Ruang yang Yang paling nyaring terdengar salah
dalam budaya patriarkal sering diasosiasi- satunya adalah Bandung Green and Clean
kan sebagai ruangnya laki-laki. Bergabung yang telah diluncurkan sejak tahun 2009
dengan komunitas juga membuka kesem- (Tempo.co, 2010). Program yang
patan bagi mereka untuk berinteraksi dan menitikberatkan pada permasalahan
berorganisasi dalam ruang sosial ataupun penghijauan dan kebersihan terutama
sekadar interaksi dengan sesama sampah bertujuan pada perubahan sikap
(perempuan lain) yang memiliki kesamaan masyarakat Kota Bandung dalam
visi tentang lingkungan sekalipun. Selain menangani persoalan lingkungan hidup.
itu berafiliasi dengan komunitas juga Seperti diakui oleh Isti, kegiatan
sekiranya memudahkan mereka untuk komunitasnya dalam pengelolaan sampah
bergerak lebih nyaman dan fleksibel dengan program Bank Sampah Bumi
sebagai aktivis atau pegiat lingkungan dan Inspirasi merupakan salah satu
berbagi ruang dengan perempuan lain pada pengembangan dari program Pemerintah
konteks lokal. Kota Bandung yang mewajibkan RW-RW
di Kota Bandung untuk memiliki dan
2. Pengalaman Domestik dan Perhatian mengelola bank sampah secara mandiri.
tentang Persoalan Sampah Tapi sebelumnya, dalam diri Isti sendiri
Dalam tradisi patriarki, pekerjaan memang telah muncul kesadaran dan
domestik selalu dikaitkan dengan urusan kepedulian akan persoalan sampah di
perempuan. Mulai dari memasak, lingkungannya. Terlebih volume sampah
mengurus anak dan rumah, mencuci, yang tiap hari dihasilkan oleh warga
berbelanja, dan lain sebagainya. Tanggung ternyata sudah tak mampu lagi ditampung
jawab pada urusan domestik di rumah di tempat penampungan sampah sementara
seperti itu membuat perempuan, terlebih tingkat RW. Selain itu Isti juga melihat
lagi jika dia berposisi sebagai ibu rumah masih rendahnya kesadaran masyarakat
Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 449

tentang pemanfaatan dan pengelolaan sehingga bisa dimanfaatkan menjadi pupuk


sampah yang sebenarnya dapat disulap kompos.
menjadi benda yang mempunyai nilai Terkait dengan kegiatan yang
ekonomis. Bagi Isti, komunitas Bumi dikelola Tini dan OH DarLing, seperti
Inspirasi, terutama program Bank Sampah diakui Tini, telah dilakukan pendekatan
yang didirikan bersama dua rekannya kepada masyarakat yang mengacu pada
diharapkan mampu menemukan solusi dari tiga program. Yang pertama adalah
beragam persoalan sampah yang ada di kegiatan bank sampah yang secara rutin
lingkungan tempat tinggalnya. dibuka tiap hari Kamis. Warga yang
Tak berbeda jauh dengan Bumi menyerahkan sampahnya dianggap sebagai
Inspirasi, salah satu kegiatan penting Tini nasabah yang kemudian diberikan buku
dan komunitas GSSI-nya adalah tabungan. Pada buku tabungan itulah data
pengelolaan sampah dan pengedukasian jumlah sampah yang mereka kumpulkan
masyarakat tentang pengelolaan sampah. tertera sesuai dengan jenis sampah, berat
Bagaimana memisahkan sampah yang dan harga per kilonya. Semakin banyak
dihasilkan dari tiap rumah seperti plastik, sampah yang dikumpulkan maka semakin
kertas, botol dan memanfaatkannya besar juga jumlah tabungan yang bisa
menjadi benda yang mempunyai nilai mereka ambil sewaktu-waktu. Sistem
ekonomis. Keterlibatan Tini dan GSSI pengelolaan yang mirip dengan bank
pada urusan sampah memang tidak konvensional pada umumnya. Sistem yang
terlepas dari peran yang diembannya dikelola Tini dan OH DarLing ini juga
sebagai pendamping pengembangan desa. memiliki kemiripan dengan apa yang
Peran itu diberikan oleh Badan Pengelola dilakukan Isti dan Dedah.
Lingkungan Hidup Kota Bandung karena Selanjutnya adalah PasGeBer
rekam jejak Tini yang telah teruji sebagai (Pasukan Gerakan Bersih) yang diperun-
pegiat perempuan bersama GSSI. tukkan secara khusus untuk memfasilitasi
Melalui program Kawasan Bebas ketertarikan anak-anak pada program OH
Sampah yang menjadi program kerja DarLing. Oleh OH DarLing anak-anak
BPLH, Tini dan GSSI berusaha tidak hanya dilibatkan sebagai “penonton”,
menggandeng masyarakat setempat untuk tapi juga menjadi pegiat lingkungan cilik
bergerak aktif membangun “kampung dengan membuat jadwal piket tetap untuk
hijau”. Cibunut, Bagus Rangin, dan Maleer melakukan gerakan pungut sampah.
menjadi kawasan kerja Tini dan GSSI. Program yang ketiga adalah pengolahan
Masing-masing kawasan menurut Tini sampah menjadi benda yang bernilai
memiliki persoalan dan pendekatan yang ekonomis berupa kerajinan tangan seperti
berbeda-beda mengenai sampah. Jika di tas dan gaun. Kerajinan itulah yang
Cibunut, Tini berhasil menginisiasi kemudian ditawarkan kepada para
warganya untuk membuat Bank Sampah pengunjung yang datang untuk melihat
bersama komunitas baru yang dibentuknya aktivitas pengelolaan sampah yang
bersama warga Cibunut yang diberi nama dilakukan oleh warga.
OH DarLing (Orang Hebat Sadar Seperti Isti, Dedah dan tim PKK
Lingkungan), maka di Maleer Tini berhasil RW 19 juga mengelola bank sampah yang
menyebarkan good practice-nya kepada mereka namakan “Binangkit”. Bank
ibu-ibu PKK setempat untuk belajar sampah itu dikelola bersama masyarakat
mengelola sampah sendiri secara yang didominasi oleh ibu-ibu dan
sederhana. Sedangkan di kawasan selanjutnya sampah yang sudah dipisahkan
Bagusrangin, persoalan sampah difokuskan tersebut diserahkan ke pengepul Hijau
pada proses pengelolaan sampah untuk Lestari. Selain itu dirinya juga memberikan
bisa diolah dalam mesin komposter edukasi tidak hanya pada anggota timnya
tapi juga ibu-ibu rumah tangga di RW 19
450 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454

untuk menyediakan minimal tiga tempat tergerak untuk melakukan kegiatan serupa
sampah di rumah masing-masing. Tiga bersama komunitas masing-masing.
tempat sampah itu dimaksudkan untuk Sebagai ibu rumah tangga mereka
memisahkan jenis sampah agar nantinya mempunyai perspektif yang sama tentang
memudahkan untuk diolah kembali. Cara bagaimana cara untuk memanfaatkan dan
ini juga, menurut Dedah dinilai cukup mengelola sampah yang diproduksi di
efektif untuk mengedukasi anak-anak tingkat rumah tangga. Perspektif yang
bahkan yang masih balita untuk mulai sedikit banyak membuat masyarakat
belajar memilah sampah sejak dini. terutama ibu-ibu dapat ikut terlibat dalam
Kegiatan terkait lingkungan yang program pengelolan sampah. Baik Tini,
dilakukan Tini, Isti, maupun Dedah Isti dan Dedah percaya, jika para ibu di
tersebut memang tidak lepas dari masing-masing keluarga sudah terlibat
kepentingan mereka sebagai perempuan akan lebih mudah untuk mengajak anggota
yang dalam berbagai mitos sering keluarga lainnya untuk terlibat dalam hal
dianggap sebagai pihak yang memproduksi yang sama.
sampah terbesar. Memang secara historis
dan kultural konstruksi masyarakat di 3. Perempuan-Perempuan Penggerak
Indonesia, khususnya di Bandung Perubahan
menempatkan perempuan sebagai pihak Seperti yang telah diungkapkan di
yang paling bertanggung jawab dalam subbab sebelumnya, masing-masing dari
urusan domestik yang sekali lagi tiga perempuan yang diwawancarai
dimitoskan sebagai ruang yang terkait memegang peranan tertinggi dalam
dengan proses produksi sampah rumah struktur organisasi di komunitasnya
tangga. Atas dasar itu pula sekiranya masing-masing. Peran seperti itu membuat
kegiatan-kegiatan tentang lingkungan yang mereka punya kuasa untuk menentukan
dilakukan oleh ketiga perempuan itu arah kebijakan komunitas yang tentunya
menyasar ibu-ibu rumah tangga dan juga berimplikasi pada bergeraknya anggota
anak-anak. Dalam hal ini, anak-anak harus yang berada di bawahnya. Mereka juga
diberikan edukasi sejak dini agar ke dapat dengan leluasa mengajak orang-
depannya diharapkan mereka dapat orang yang memiliki kepentingan yang
tumbuh menjadi generasi yang sadar sama untuk terlibat secara aktif dalam
lingkungan. setiap kegiatan. Tak salah jika figur ketiga
Menginisiasi pendirian bank sampah perempuan yang dijadikan informan dalam
menjadi salah satu strategi yang dirasa penelitian ini dianggap sebagai perempuan
sesuai dan kontekstual dengan situasi dan luar biasa.
keadaan sosial masyarakat di tempat- Alih-alih menjadi objek, peran aktif
tempat Tini, Isti, dan Dedah memfokuskan mereka sebagai istri dan ibu rumah tangga
kegiatan mereka. Nilai ekonomi yang dalam ruang domestik justru malah
didapatkan dari kegiatan menabung membuka kesadaran mereka untuk dapat
sampah dirasa cukup berhasil dalam berbuat sesuatu yang kontributif kepada
menggerakkan (terutama) ibu-ibu rumah masyarakat terkait dengan lingkungan.
tangga dan anak-anak untuk merasa Seperti yang dialami oleh Isti, salah satu
bertanggung jawab dengan jumlah dan pendiri Bumi Inspirasi. Sebelum
jenis produksi sampah yang dihasilkan di mendirikan Bumi Inspirasi, Isti merupakan
rumah mereka masing-masing. salah satu karyawati mapan disebuah
Selain karena memang sampah di perusahaan besar. Niatannya untuk
Bandung telah menjadi persoalan bersama, berhenti salah satunya karena ingin fokus
kedekatan ibu rumah tangga seperti Tini, mengurus anak yang mulai beranjak besar.
Isti dan Dedah terhadap persoalan sampah Tak lagi bekerja di kantor membuat Isti
telah membuat ketiga perempuan itu memiliki lebih banyak waktu untuk
Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 451

keluarga dan orang-orang terdekatnya dan diterapkan Tini dalam komunitasnya. Hal
kembali akrab dengan urusan rumah itu juga terlihat melalui misi komunitasnya
tangga yang bersifat domestik. Dari situlah GSSI yakni mendorong terciptanya
Isti kemudian tersadar bahwa ada lingkungan yang bersih dan sehat,
persoalan sampah di lingkungan tempat melibatkan pemuda sebagai agen
tinggalnya dan akhirnya tergerak untuk pembangunan dan menumbuhkan budaya
mengajak tetangga dan ibu rumah tangga literasi. Misi tersebut mulai dieja-
lain untuk mencari solusinya. wantahkan dengan membentuk kelompok
Isti menyadari bahwa kegiatan bank bermain (Kober GSSI) yang pada mulanya
sampah tidak mungkin dapat berjalan didedikasikannya untuk anak-anak di
sendiri tanpa didukung oleh masyarakat lingkungan tempat tinggalnya sendiri.
sekitarnya. Dalam berbagai kesempatan, Kegiatan Kober GSSI pun banyak diisi
dia selalu berupaya merangkul remaja- dengan kegiatan pembelajaran yang
remaja di lingkungannya untuk terlibat disisipkan edukasi tentang lingkungan.
menjadi pengurus bank sampah. Meski Konsistensinya mengelola GSS dan Kober
tidak digaji, tak kurang dari 15 remaja membuat Pemkot Bandung memilihnya
mulai dari tingkat SMP sampai pada untuk menjadi pendamping pengembangan
mereka yang sudah bekerja berhasil diajak Desa Cibunut yang sebelumnya dikenal
untuk mengelola bank sampah secara masyarakat sebagai kawasan “beling”
mandiri. Setelah berhasil diajak, tak lupa karena tingginya kasus premanisme dan
para remaja itu diberi pelatihan kenakalan remaja di sana.
pengetahuan dan keterampilan dalam Seperti diakui Tini, awalnya
mengelola sampah hingga akhirnya memang tak mudah untuk mengubah pola
diharapkan mereka dapat menularkan pikir warga Cibunut tentang lingkungan.
informasi dan pengetahuan yang mereka Sebagai kawasan kumuh, padat, dan
dapatkan kepada orang-orang terdekat. langganan banjir, warga di sana telah
Seperti diakui Isti, gerakan yang terbiasa dengan pola hidup yang tidak
dikampanyekan komunitasnya memang sehat. Pendekatan ke warga pun menjadi
fokus menyasar ibu dan anak. Seorang ibu, hal yang tak mudah dilakukan dan
dalam struktur keluarga patriarkal membutuhkan usaha yang keras dan
memegang peran penting dalam urusan strategi yang tepat. Awalnya, Tini sempat
domestik. Mereka biasanya bertanggung harus bermalam dan membersihkan jalan-
jawab dalam urusan sampah rumah tangga. jalan di gang-gang sempit seorang diri
Selain itu, seorang ibu dianggap memiliki hanya untuk mendapatkan simpati warga
akses yang lebih besar untuk menularkan di Cibunut. Perlahan tapi pasti banyak
semangat menjaga kebersihan kepada warga yang simpati melihat strategi
anggota keluarga yang lain termasuk anak pendekatannya hingga akhirnya tergerak
dibandingkan dengan ayah. Jika produksi untuk berpartisipasi dan diedukasi untuk
sampah dari tiap rumah dapat ditekan dan menjaga kebersihan lingkungan, mera-
dikontrol, maka volume sampah di ling- watnya dan mempercantik lingkungan
kungannya pun dapat ditekan sedemikian tempat tinggalnya.
rupa. Sedangkan edukasi pada anak Khusus untuk anak-anak, dibuatkan
diharapkan dapat menumbuhkembangkan komunitas kecil yang diberi nama
sikap atau karakter peduli lingkungan sejak PasGeber (Pasukan Gerakan Bersih) yang
dini sehingga mereka mampu menjadi diberi tugas piket untuk menyapu dan
agen cilik yang dapat menularkan karakter membersihkan sampah di lingkungan
berwawasan lingkungan mereka pada tempat tinggalnya. Sementara para remaja
orang-orang terdekatnya. “dipaksa” untuk bergabung di Karang
Proses edukasi yang menyasar ibu Taruna dan bersama komunitas Oh
dan anak seperti dilakukan Isti juga DarLing menyelenggarakan kegiatan rutin
452 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454

terkait dengan lingkungan. Tak heran jika Posisi sentral mereka sebagai ibu
di kawasan Cibunut sangat mudah ditemui rumah tangga membuka peluang bagi
pemuda-pemuda yang sadar lingkungan, mereka untuk dapat berbagi pengetahuan
bahkan dengan sukarela mereka ikut dan kesadaran tentang lingkungan dengan
terlibat dalam kegiatan kerja bakti yang ibu-ibu yang lainnya. Mereka bukan saja
rutin dilakukan seminggu dua kali. Selain telah memberikan teladan tapi juga
faktor lingkungan, keterlibatan para menjadi agen yang mampu menggerakkan
pemuda itu juga dimaksudkan untuk orang-orang di sekitar mereka untuk
mengubah stigma negatif masyarakat yang melakukan hal yang sama dengan yang
kadung melekat sebagai kawasan kumuh mereka lakukan. Setidaknya mereka
yang padat dan tidak produktif. mampu menularkan semangat untuk
Tak berhenti di Cibunut, Tini menjaga kelestarian lingkungan.
dengan GSSI-nya juga pernah diminta Dari gambaran di atas terlihat
bantuan lagi-lagi oleh Pemkot Bandung dampak dari kegiatan dan aktivisme yang
untuk mengembangkan potensi desa yang dilakukan oleh ketiga perempuan itu. Jika
memiliki persoalan yang sama dengan Tini dianggap mampu menularkan
Cibunut. Tini diminta untuk fokus pada semangat dan perhatiannya pada warga
persoalan kesehatan lingkungan dan masyarakat di daerah Cibunut hingga
meningkatkan kreativitas warganya, seperti akhirnya masyarakat di sana menjadi sadar
di Kelurahan Maleer, Bagusrangin, Lebak akan pentingnya proses pengelolaan
Gede, dan lain-lain. Mulai dari sampah. Maka Isti bersama Bumi
memberikan edukasi pada anak-anak dan Inspirasinya dan Dedah dengan kelompok
ibu-ibu tentang pentingnya kesadaran PKK-nya dianggap mampu memengaruhi
lingkungan sampai pada pendampingan masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga
membuat komunitas lokal kecil yang dan anak-anak untuk terlibat dalam
berwawasan lingkungan. program bank sampahnya. Keterlibatan
Tak jauh berbeda dengan Isti dan masyarakat dalam program Bank sampah
Tini, Dedah pun dianggap berhasil yang dikelola Isti dan Dedah turut
menggerakkan dan memotivasi anggota membuktikan bahwa setidaknya ada
tim PKK lain serta ibu-ibu yang tinggal di perubahan paradigma masyarakat tentang
lingkungannya untuk sadar dan peka sampah dan keinginan untuk menciptakan
terhadap persoalan lingkungan. Meskipun lingkungan yang lebih asri dan sehat.
saat ini posisi Dedah sebagai ketua tim
penggerak PKK telah digantikan oleh D. PENUTUP
penerusnya setidaknya semangat untuk Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
tetap menjaga kelestarian lingkungan di Isti, Tini, maupun Dedah mungkin oleh
tempat tinggal Dedah tetap terjaga. sebagian orang dianggap sebagai sesuatu
Menurut Dedah, mengubah yang sederhana. Sederhana karena ruang
paradigma dan tata laku masyarakat lingkupnya hanya bersifat lokal, hanya
tentang lingkungan tidaklah mudah. sebatas di lingkungan tempat tinggal dan
Bahkan untuk sekadar mengubah juga jarang terpublikasikan. Sederhana
paradigma kader-kader PKK lain yang karena hanya menyasar orang-orang
secara struktur organisasi berada di bawah terdekat dan sederhana karena hanya
Dedah. Butuh kerja ekstra dan pendekatan mengurusi persoalan domestik yang
yang persuasif serta intensif agar tingkat memang dalam budaya patriarkal acapkali
kesuksesannya jadi lebih besar. Untuk dicap sebagai sesuatu yang kurang penting.
itulah dibutuhkan dukungan semua pihak Tapi kesederhanaan kegiatan dan
termasuk (yang paling penting) anggota aktivisme yang mereka lakukan sebagai
keluarga. perempuan ibu rumah tangga itu pada
praktiknya lebih berdampak positif untuk
Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 453

melahirkan perubahan. Setidaknya mengu- sembari tetap melaksanakan tanggung


bah cara pandang segelintir orang tentang jawab mereka sebagai istri dan ibu rumah
lingkungan atau setidaknya mengubah tangga. Oleh karena itu, keberhasilan dan
perilaku segelintir orang untuk dapat kesuksesan kegiatan yang mereka lakukan
memanfaatkan dan mengelola sampah pun sebenarnya tidak seharusnya diukur
untuk mendapatkan nilai tambah secara dengan seberapa banyak warga yang
ekonomi. Dalam perspektif ekofeminsime, terlibat untuk menjadi relawan.
kegiatan yang mereka lakukan itu dapat Mereka memang hanya tiga orang
dikategorikan sebagai gerakan ekofeminis ibu rumah tangga yang karena
yang memang berorientasi pada pengalamannya berurusan dengan hal-hal
pergerakan perempuan dan lingkungan dan domestik menjadi sadar bahwa gerakan
karena itu, dalam perspektif ini, mereka yang mereka mulai dari diri sendiri sebagai
bisa dianggap sebagai aktivis ekofeminis. ibu rumah tangga dan istri mampu
Tidak saja karena posisi dan status mereka membawa perubahan pada cara pandang
sebagai perempuan ibu rumah tangga tapi dan tata laku masyarakat tentang
juga aktivisme yang secara nyata akan lingkungan. Identitas komunitas yang
berdampak langsung terhadap kelestarian melekat pada diri mereka sebagai pegiat
atau keberlangsungan lingkungan. lingkungan memang hanya bersifat lokal
Keputusan untuk mendirikan tapi semangat mereka untuk terus
komunitas lokal seperti dilakukan Isti dan menyebarkan good practice akan tetap
Tini atau bergabung dalam komunitas bertahan. Seperti disebutkan Rootes,
lokal seperti yang dilakukan Dedah dengan sebagaimana dibahas oleh Mihaylov &
PKK-nya menjadi suatu pilihan logis di Perkins, (2015: 126), aktivisme lingkungan
tengah tuntutan dan kewajiban patriarkal lokal ada di mana-mana dan dapat terus
sebagai ibu maupun istri. Sebuah negosiasi bertahan hidup bahkan di waktu-waktu
cerdas yang di satu sisi menunjukkan ketika isu lingkungan tidak lagi dianggap
pilihan strategi politis, ideologis, dan penting dalam agenda nasional.
kultural mereka agar dapat tetap ikut aktif
dalam kegiatan di luar rumah sekaligus UCAPAN TERIMA KASIH
juga tetap memikirkan dan bertanggung Penulis mengungkapkan terima
jawab pada urusan domestik di keluarga kasih kepada SUMITOMO FOUN-
masing-masing. Berafiliasi dengan DATION yang telah memberikan hibah
komunitas juga membuat posisi tawar penelitian Sumitomo 2016 untuk melak-
mereka sebagai gerakan lokal ke institusi sanakan penelitian ini. Selain itu ucapan
lain atau bahkan ke masyarakat umum terima kasih juga disampaikan kepada tiga
semakin besar hingga membuka informan yang telah bersedia memberikan
kemungkinan terciptanya kerja kolaborasi segala informasi yang penulis butuhkan
yang dapat membuat ruang lingkup sasaran serta berbagai pihak yang telah
kegiatan menjadi semakin luas. memberikan bantuan pada saat penelitian
Tulisan ini memang tidak ditujukan ini dilakukan.
secara khusus untuk mengukur besar
kecilnya kiprah ketiga perempuan tersebut DAFTAR SUMBER
dalam pemeliharaan lingkungan di Kota 1. Jurnal, Makalah dan Laporan
Bandung melainkan pada keberhasilan Penelitian
mereka sebagai perempuan yang mampu Eaubonne, F. d. 1974.
terlibat secara aktif dalam urusan publik Le Feminisme ou la mort,éd. P. Horay In:
yang berkaitan dengan lingkungan. Mereka Les Cahiers du GRIF, n°4, 1974.
terbukti dapat mengerjakan urusan publik L'insécurité sociale des femmes. hlm. 66-
yang dalam tradisi patriarkal acapkali 67.
distereotipkan sebagai urusan laki-laki
454 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454

Lafortune, A. 1997. Martini, Tini T. 2016. “Asiknya Kegiatan


Écologie, féminisme, écoféminisme et Komunitasku”, diakses dari http://cerita
théologie. L’autre Parole: mamihaghluth.blogspot.co.id/2016/,
Écofeminsme,hlm. 4-8. tanggal 16 April 2017, pukul 12.45 WIB.
Mihaylov, N. L., & Perkins, D. D. 2015. Tempo.co. 2010.
Local environmental grassroots activism: https://m.tempo.co/read/news/2010/06/03/
contributions from environmental 178252385/bandung-luncurkan-program-
psychology, sociology and politics. green-and-clean, d iakses tanggal 17 April
Behavioral sciences (Basel, Switzerland), 2017, pukul 09.40 WIB.
5(1), hlm. 121-153.
4. Sumber Lisan/Informan
2. Buku Khairani, Isti (37 thn). 2017. Founder Bumi
Mies, M., & Shiva, V. 2014. Inspirasi Bandung, Januari 2017.
Ecofeminism. London: Zed Books.
Martini, Tini Tapran. 2017. Ketua GSSI
Priyatna, A., & Subekti, M. 2017. Bandung, Januari 2017.
Kearifan Lokal dan Peran Perempuan
dalam Memelihara Lingkungan Hidup di Zubaedah, Dedah (40 thn). 2017. Kader
Jepang dan Indonesia. Medan: Obelia. penggerak PKK RW 19 Sadang Serang,
Bandung, Januari 2017.
Warren, K. 2000.
Ecofeminist philosophy: a western
perspective on what it is and why it
matters. Lanham: Rowman & Littlefield
Publishers.
Wieringa, S. 2010.
Pasang Surut Gerakan Perempuan
Indonesia. In Rumadi, W. R. Fathurahman,
B. S. Fata, & D. Madanih (Eds.),
Perempuan dalam Relasi Agama dan
Negara (hlm. 26-35). Jakarta: Komnas
Perempuan.

3. Internet
Bumi Inspirasi. 2015. “Bank Sampah Bumi
Inspirasi”, diakses dari
//www.bumiinspirasi.or.id/p/gallery.html,
tanggal 16 April 2017, pukul 12.30 WIB.
Hancock, Beverley. 2009. “An Introduction to
Qualitative Research”, diakses dari
https://www.rds-yh.nihr.ac.uk/wp-
content/uploads/2013/05/5_Introduction-
to-qualitative-research-2009.pdf, tanggal
21 Juli 2017, pukul 20.00WIB.
Hobgood-Oster, L. (2006). “The Encyclopedia
of Religion and Nature”, diakses dari http:
//www.clas.ufl.edu/users/bron/PDF-
Christianity/Hobgood-Oster-Ecofeminism-
International%20Evolution.pdf , tanggal 27
Maret 2017, pukul 10.00 WIB.
Lorentzen, L. A., & Eaton, H. (2002).
“Ecofeminism: An Overview”, diakses
dari http://fore.yale.edu/disciplines/gender,
tanggal 26 Maret 2017, pukul 14.00WIB.
Tinjauan Buku 455

Tinjauan Buku

Judul Buku:
Ekologi Manusia & Pembangunan
Berkelanjutan

Penulis : Oekan S. Abdoellah


Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Kota : Jakarta
Tahun : 2017
Halaman : xxi + 256 hlm

Meneropong Pembangunan Melalui Kacamata Ekologi Manusia


Ekologi manusia mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dan
lingkungannya. Sebagai suatu bidang ilmu yang interdisipliner, ekologi manusia
mengitegrasikan ilmu alam dan ilmu sosial.
Sejak awal, pembaca diingatkan bahwa buku ini ditulis sebagai buku
pengantar dalam bidang ekologi manusia. Buku ini menawarkan sebuah pengantar
yang cukup komprehensif dalam bidang kajian ekologi manusia. Pemaparan dan
diskusi konseptual-teoritis yang dipadukan dengan berbagai contoh analisis-
empiris, membuat penjelasannya cukup mudah dipahami.
Melalui uraiannya yang padat dan jelas, penulis mengajak pembacanya
memahami apa itu bidang kajian ekologi manusia. Dimulai dengan landasan
filosofis, konsep dasar, teori dan pendekatannya. Lebih lanjut diuraikan pula
beberapa contoh hasil kajian dalam bidang ekologi manusia yang menggunakan
beberapa konsep kunci dan penerapan analisisnya. Hasil kajian yang dipaparkan
merupakan kajian di Indonesia yang dilakukan sendiri oleh penulis maupun ditulis
bersama koleganya.
Lebih dari itu, penulis yang merupakan Profesor dalam bidang Ekologi
Manusia (Human Ecology) pada Program Studi Antropologi Universitas
Padjadjaran, memerikan bagaimana ekologi manusia dapat diterapkan dalam
upaya untuk mengatasi masalah-masalah pembangunan. Dengan bahasa yang
bernas, penulis memperkenalkan bidang kajian ekologi manusia dan
pembangunan berkelanjutan. Rujukan penulisannya diambil dari buku-buku kunci
dalam bidang ekologi manusia; serta pengalaman penulis yang telah
berkecimpung dalam bidang hubungan manusia dan lingkungan beserta berbagai
permasalahannya selama lebih dari 25 tahun.
Buku ini ditulis dalam dua bagian. Bagian pertama membahas mengenai
dasar-dasar ekologi manusia yang terbagi dalam tiga bab. Bab pertama
menjelaskan mengenai landasan filosofis ekologi manusia. Salah satu bahasan
456 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017:455 - 457

dalam bab ini ialah adanya dua pandangan (world view) yang saling bertolak
belakang melihat kaitan interaksi manusia dengan alam. Pertama ialah pandangan
imanen yang menganggap manusia sebagai bagian dari eksosistemnya; kedua
ialah pandangan transenden yang menganggap manusia tidak bergantung pada
alam dan berada di luar lingkungan alam. Kedua pandangan ini, pada tataran
praktis berimplikasi pada perlakuan manusia dalam memanfaatkan alam. Dengan
berpedoman pada pandangan imanen, kegiatan manusia mengolah alam dilandasi
perilaku dengan tujuan untuk memelihara keseimbangan ekosistem alam. Di lain
pihak, dengan berpedoman pada pandangan transenden, manusia mengeksploitasi
alam untuk keperluan material dan tidak memerhatikan pemeliharaan lingkungan
sehingga terjadi kerusakan lingkungan.
Dalam pandangan imanen terkait erat dengan kebijakan ekologis
masyarakat tradisional atau yang lebih kita kenal dengan pengetahuan lokal yang
berkelindan dengan pengaturan organisasi sosial dalam masyarakat. Pengetahuan
lokal tersebut penting untuk kita pelajari dan manfaatkan. Di sisi lain,
pengetahuan lokal ini sering kali dibalut dengan penjelasan yang irasional
(takhyul) dalam bentuk tabu dan larangan, namun terbukti efektif dalam menjaga
kelestarian alam. Dalam kaitamya dengan hal tersebut, penulis menyarankan agar
“kita tidak sepenuhnya menggantungkan pengelolaan alam saat ini kepada
pengetahuan lokal karena tidak seluruh pengetahuan lokal dapat diterapkan dan
adaptif terhadap perubahan zaman” (hal.12). Dalam konteks inilah salah satu
tugas ilmuwan untuk mengetahui dan menjelaskan landasan rasional dan praktis
dari kepercayaan non-ilmiah tersebut. Hal ini berarti memadukan antara
pengetahuan lokal yang dalam bahasa penulis disebut „Ilmu Kampung’ dengan
Ilmu Pengetahuan atau „Ilmu Kampus’, sehingga mampu mendukung terhadap
pembangunan berkelanjutan. Dalam khazanah Antropologi, kategori pertama
dikenal dengan istilah emik (pengetahuan dari tineliti) dan etik (ilmu pengetahuan
peneliti) untuk kategori kedua.
Konsep-konsep dasar ekologi manusia diuraikan dalam bab dua. Konsep-
konsep kunci tersebut di antaranya ialah ekosistem, adaptasi, evolusi, habitat dan
relung ekologis (niche) serta daya dukung Lingkungan. Terkait dengan ekosistem
ialah pembahasan mengenai arus energi, materi dan informasi. Sementara itu,
dijelaskan pula mengenai faktor yang memengaruhi proses adaptasi manusia
berupa faktor biogeofisik dan juga faktor sosial budayanya
Pada bab tiga dipaparkan mengenai beberapa teori dan pendekatan yang
biasa digunakan dalam bidang kajian ekologi manusia. Pendekatan yang dibahas
ialah determinasi lingkungan, kementakan pengaruh lingkungan, ekologi budaya,
pendekatan ekosistem dan ekologi politik. Sebagaimana kita ketahui dalam
perkembangan suatu ilmu pengetahuan, suatu teori berfungsi untuk menjelaskan
fenomena yang tejadi. Munculnya teori-teori baru merupakan reaksi terhadap teori
sebelumnya yang dianggap tidak mampu menjelaskan berbagai fenomena yang
terjadi. Maka dari itulah dalam perkembangan disiplin ilmu ekologi manusia,
muncul beberapa teori dan pendekatan dalam menjelaskan fenomena yang ada.
Dalam teori determinasi lingkungan diasumsikan bahwa faktor lingkungan alam,
sepenuhnya akan menentukan bentuk kehidupan sosial budaya manusia. Adapun
dalam teori kementakan pengaruh lingkungan, memandang manusia mampu
Tinjauan Buku 457

memanfaatkan alam dalam batas-batas tertentu. Alam dipandang sebagai salah


satu faktor pengaruh saja, bukan penentu dan memandang manusia sebagai faktor
yang aktif. Sementara pendekatan ekologi budaya menitikberatkan pada kajian
terhadap proses adaptasi masyarakat terhadap lingkungan. Pendekatan ekosistem
dipinjam dari konsep biologi untuk mengkaji kebudayaan dan pendekatan ekologi
politik melihat kaitan antara faktor-faktor politik, ekonomi dan sosial dengan
persoalan lingkungan dan perubahannya.
Selanjutnya pada bagian kedua buku ini ditampilkan isu-isu terkait bidang
ekologi manusia terkait dengan pembangunan. Bagian ini berisi kajian-kajian
yang telah dilakukan dalam bidang ekologi manusia. Tulisan-tulisan yang ada
merupakan contoh penerapan konsep dasar dan analisis sebagaimana yang telah
dipaparkan dalam bagian sebelumnya. Terdapat lima kajian yang dipaparkan
dalam buku ini sebagai bentuk penjelasan mengenai penerapan analisis bidang
ekologi manusia. Pada bagian ini, setiap kasus ditulis dalam bab-bab tersendiri.
Dimulai dengan bahasan mengenai Perubahan ekosistem pekarangan di hulu
daerah aliran Sungai Citarum; Pekarangan dan kebun talun (sistem agroferestri)
dalam konteks perubahan; Kerusakan lingkungan daerah aliran sungai, Adaptasi
transmigran di daerah pasang surut di Kalimantan Selatan; serta Permukiman
kembali dan adaptasi. Sayangnya, dalam bagian kedua buku ini, tidak disertakan
contoh kajian yang menggunakan pendekatan ekologi politik.
Pada bab terakhir dibahas mengenai analisis dan refleksi penulis terkait
peran ekologi manusia dalam pembangunan berkelanjutan. Pembangunan
berkelanjutan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini dan
generasi mendatang harus ditopang oleh kelanjutan ekologis, ekonomis dan sosial.
Dalam konteks inilah penulis berpendapat bahwa “Pemahaman tentang ekologi
manusia sangat diperlukan sebagai langkah awal dalam meniti pembangunan
berkelanjutan di Indonesia secara benar dan bertanggung jawab, tak hanya
terhadap kepentingan manusia Indonesia, tetapi juga kepentingan lingkungan
yang kelak diwariskan kepada generasi mendatang” (hlm. 219-220).
Membaca buku ini tidak saja memberikan gambaran bagaimana interaksi
manusia dengan lingkungannya, namun juga menunjukkan bagaimana dimensi
kemanusiaan berperan penting dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia
(Arief Dwinanto).
Biodata Penulis

BIODATA PENULIS

AAM AMALIAH RAHMAT, lahir di Bandung pada 3 Juli 1990. Memeroleh


gelar sarjana Pendidikan Sejarah, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia pada tahun 2013. Menyelesaikan
jenjang S2 Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Padjadjaran pada tahun 2017. Saat ini bekerja sebagai Asisten Dosen di
Universitas Pendidikan Indonesia. Karya yang pernah diterbitkan, di
antaranya: Peristiwa 27 Juli 1996 (Konflik Partai Demokrasi Indonesia antara
Kubu Megawati dengan Kubu Soerjadi); Profil Desa Panjalu; dan
Penelusuran Sejarah Cimahi.

ALI GUFRON, lahir di Yogyakarta 16 Oktober 1979. Memeroleh gelar


Sarjana Antropologi pada Universitas Padjadjaran tahun 2006. Mulai Bekerja
di Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Bandung pada
tahun 2010. Sekarang menduduki jabatan sebagai Peneliti Muda di BPNB
Jawa Barat. Adapun hasil penelitian yang pernah dipublikasikan antara lain:
Sistem Pengetahuan Tradisional Masyarakat Petani Desa Cijagang
Kecamatan Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur (2012) ; Pasar Tradisional:
Studi Kasus Pasar Wisata 46 dan Pasar Wisata Cibiru, Kelurahan Cipadung,
Kecamatan Cibiru (2014); dan Pengetahuan Lokal Masyarakat Nelayan Desa
Gebang Mekar (2015).

ANI ROSTIYATI,lahir di Surabaya pada tanggal 24 November 1962.


Memeroleh gelar sarjana Antropologi pada 1987 di UGM. Sejak tahun 1992
hingga sekarang menjadi peneliti di BPNB Jawa Barat. Sebelumnya, bekerja
di BPSNT Yogyakarta sejak tahun 1988. Hampir 24 tahun menjadi peneliti dan
sekarang menduduki jabatan fungsional Peneliti Utama. Karya ilmiah yang
pernah ditulis dan sudah diterbitkan antara lain: Upacara Siraman dan
Ngalungsur Geni di Desa Dangiang Kabupaten Garut (2010); Sakai
Sambaian: Sistem Gotong Royong di Lampung Timur (2012); Tipologi Rumah
Tradisional Kampung Wana di Lampung Timur (2013); dan Perempuan Punk:
Budaya Perlawanan terhadap Gender Normatif (Kasus di Desa Cijambe
Ujungberung) (2017).

AQUARINI PRIYATNA adalah pengajar pada Fakultas Ilmu Budaya,


Universitas Padjadjaran. Aquarini memeroleh gelar Doctor of Philosophy
(Ph.D.) yang diperolehnya dari Center for Women’s Studies and Gender
Research, Monash University, Australia. Ia telah menerbitkan buku Kajian
Budaya Feminis: Tubuh, Sastra dan Budaya Pop (2006); and Becoming White:
Representasi Ras, Kelas, Femininitas dan Globalitas dalam Iklan Sabun
(2003; edisi revisi tahun 2013), dan buku Perempuan dalam Tiga Novel Karya
Nh. Dini (2015).

EVA NUR AROVAH lahir di Balerante-Palimanan, Cirebon pada 25 Mei


1975. Pendidikan S1ditempuh di jurusan Tafsir Hadits IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, dilanjutkan dengan jenjang S2 di jurusan Sejarah Universitas
Gadjah Mada. Saat ini sedang menempuh pendidikan S3 jurusan Sejarah
Universitas Padjajaran. Bersama Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT)
UGM dan Netherland Institute for War Documentation (NIOD) pernah
melakukan riset tentang Simbol Kota (2004-2005); bersama pusat Studi
Sejarah Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya UGM meneliti Sejarah
Sosial Ekonomi Wakaf di Indonesia 1900-2006 (2006); dan bersama Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat, pernah menulis buku
Cirebon dalam Lima Zaman (2012).
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

HEKSA BIOPSI PUJI HASTUTI, lahir di Bogor pada 6 Oktober 1972.


Memeroleh gelar Magister Humaniora di Universitas Halu Oleo, Kendari. Saat
ini menjabat sebagai Peneliti Pertama Bidang Sastra di Kantor Bahasa
Provinsi Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian yang pernah diterbitkan di
antaranya: Karakter Tokoh Perempuan dalam Mitos “Wekoila” (2013);
Bahasa Tolaki dari Generasi ke Generasi: Pergeseran Penggunaan Bahasa
Daerah dalam Kegiatan Mendongeng pada Keluarga Suku Tolaki (2012);
Laku Dramatis Tiga Tokoh Perempuan dalam Cerpen “Lelaki dengan Bibir
Tersenyum”: Sebuah Kajian Feminis (2011); dan Mitos Oheo dan Asas
Hubungan dalam Konsep O Rapu Menguak Posisi Perempuan dalam
Keluarga Suku Tolaki (2014).

NURMARIA, lahir di Bojonegoro pada 1 November 1992. Menyelesaikan


pendidikan S1 di Universitas Jember (UNEJ) dengan skripsi berjudul The
Effect of Blawan Plantation Towards The Social Economy of The People in
Kalianyar Village, Sempol Subdistrict, Bondowoso Regency in 1998-2012.
Saat ini tinggal di Kabupaten Bojonegoro, JawaTimur.

SETIA NUGRAHA, lahir di Bandung pada 30 Maret 1971. Memeroleh gelar


Sarjana (S1) pada program ilmu Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas
Padjadjaran tahun 1996. Menyelesaikan jenjang S2 pada Program Studi Ilmu
Sejarah, Fakultas ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran pada tahun 2017.
Saat ini bekerja sebagai Guru SMAN 11 Bandung.
Judul Artikel… (nama penulis)

PANDUAN BAGI PENULIS


JURNAL PATANJALA
(font Berlin Sans FB 16, bold, spasi 1. Judul harus mencerminkan inti dari isi
tulisan, bersifat spesifik, efektif, dan panjangnya maksimal 11 kata. Judul
ditulis dengan huruf kapital tebal)

GUIDELINES FOR AUTHORS OF PATANJALA JOURNAL


(font Berlin Sans FB 12, italic, spasi 1)

Nama Penulis (Times New Roman 11, Bold, spasi 1, tanpa menyebut gelar)
Afiliasi lembaga (nama lembaga tempat penulis bekerja, alamat lembaga, tanpa nomor telp/fax
lembaga)
Alamat e-mail penulis (Times New Roman 10, spasi 1, spacing after 6 pt)

Abstrak (Times New Roman 10, Bold, spasi 1, before 0 pt, after 6 pt)
Abstrak diletakkan di bawah email pribadi. Abstrak bukan ringkasan, melainkan esensi isi
keseluruhan tulisan yang di dalamnya memuat: (1) tujuan penelitian; (2) metode yang digunakan;
(3) pernyataan singkat hasil yang diperoleh dari lapangan; (4) kesimpulan. Panjang abstrak
antara 100 sampai 150 kata, 1 spasi, dan ditulis dalam bentuk 1 paragraf. Di bawah abstrak
dituliskan kata kunci antara 3-5 kata. Kata kunci dapat berupa kata tunggal dan kata majemuk.
Kata kunci: panduan, penulis, artikel.

Abstract (Times New Roman 10, Bold, spasi 1, before 0 pt, after 6 pt)
Abstract put under the email of author. Abstract is a not a summary, but the essence of the
entire article that contains: (1) research purposes, (2) the methods that used, (3) a brief statement
of the results obtained from the field; (4) conclusion. Abstract length between 100 to 150 words, 1
space, and written in one paragraph. Under the abstract, write down keyword between 3-5 words.
Keywords can be single word and compound words.
Keywords: guidelines, author, article.

A. PENDAHULUAN B. METODE PENELITIAN


(jenis huruf Albertus Extra Bold (Albertus Extra Bold 10)
ukuran 10) Metode Penelitian memuat metode
Pendahuluan memuat latar belakang, yang digunakan dan proses penelitian.
permasalahan, tinjauan pustaka, teori, Metode Penelitian menggunakan font
konsep-konsep, tujuan, dan ruang lingkup Times New Roman 11, spasi 1.
(materi dan wilayah). Tinjauan pustaka
tidak sekadar menilai isi buku, tetapi apa C. HASIL DAN BAHASAN
yang membedakan artikel penulis dengan (Albertus Extra Bold 10)
kajian terdahulu. Unsur-unsur dalam 1. Subbab
Pendahuluan tersebut tidak perlu Subbab menggunakan angka: 1, 2, 3,
dieksplisitkan. Panjang bagian selanjutnya a, b, c, dst. Selanjutnya 1), 2),
Pendahuluan sekitar 2-3 halaman. Bagian 3), 4) dst. Selanjutnya a), b), c), d) dst.
Pendahuluan menggunakan font Times Selanjutnya (1), (2), (3), dst.
New Roman 11, spasi 1.
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 1 - 16

Hasil dan Bahasan, memuat uraian Tabel 1. Jumlah Perusahaan Industri dan
data hasil lapangan dan analisisnya. Hasil Tenaga Kerja di Provinsi Lampung
dan Bahasan menggunakan font Times Tahun Industri Besar
New Roman 11, spasi 1.

2. Acuan Sumber (Albertus Extra Bold 10) Industri Tenaga


Acuan sumber harus dicantumkan di kerja
dalam teks. Acuan sumber di dalam teks, 1984 74 10.258
dicantumkan dalam kurung, dengan
1985 74 10.258
susunan: nama belakang penulis, tahun
terbit, dan nomor halaman yang dikutip. 1986 76 11.925
Catatan kaki (footnote) berisi penjelasan
tentang teks dan diketik di bagian bawah Sumber: Bappeda Tk.I Lampung, 1992.
dari lembar teks yang dijelaskan. Khusus
untuk sumber internet diletakkan di Penyajian instrumen pendukung
footnote. dimaksudkan sebagai sarana informasi
dalam melengkapi dan mendukung
3. Instrumen Pendukung (Albertus Extra deskripsi tulisan. Semua unsur dalam
Bold 10) instrumen pendukung dapat terbaca dengan
Instrumen pendukung dapat berupa jelas.
gambar, foto, grafik, bagan, tabel, dan
sebagainya. D. PENUTUP (Albertus Extra Bold 10,
spasi 1)
a. Instrumen Foto Penutup, memuat simpulan dan
(Albertus Extra Bold 10) saran. Unsur-unsur dalam penutup tersebut
Untuk instrumen pendukung berupa tidak perlu dieksplisitkan.
foto, keterangan dan sumber dicantumkan
di bawah foto. Penulisannya menggunakan
huruf kapital di awal judul. UCAPAN TERIMA KASIH (Albertus
Contoh foto: Extra Bold 10, spasi 1)
Ucapan terima kasih kepada pihak
atau institusi yang secara signifikan
membantu penelitian. Dalam hal ini
dinyatakan nama, tempat kerja, dan jenis
bantuan yang diberikan. Ucapan terima
kasih sifatnya tidak wajib.

DAFTAR SUMBER
(Albertus Extra Bold 10, spasi 1)
Jumlah acuan sumber minimal
Gambar 5. Piduduk sepuluh, terdiri atas 80 persen sumber
Sumber: Wajidi, 2014.
primer (antara lain: jurnal, skripsi, tesis,
dan disertasi) dan 20 persen sumber
b. Instrumen Tabel
(Albertus Extra Bold 10) sekunder dan diwajibkan menggunakan
Untuk instrumen pendukung berupa lima sumber terbaru (sepuluh tahun
tabel, judul tabel dicantumkan di atas. terakhir). Derajat kebaruan tulisan yang
Adapun sumber tabel dicantumkan di diacu dengan melihat proporsi terbitan
bawah tabel. Tabel hanya menggunakan mutakhir merupakan tolok ukur mutu
garis horizontal. Contoh Tabel: berkala ilmiah yang penting. Hal tersebut
merupakan bagian dari state of the art ilmu
Judul Artikel… (nama penulis)

dan kebaruan temuan bagi ilmu (novelties, Bunga Rampai Kehidupan Sosial
new to science). Budaya Masyarakat Sumedang.
Bandung: Balai Pelestarian Nilai
1. Jurnal, Makalah, Laporan Budaya Bandung.
Penelitian, Skripsi, dan Tesis
(Albertus Extra Bold 10, spasi 1) 3. Surat Kabar dan Majalah
Abdalla, Ulil Abshar.
Penulisan daftar sumber menggunakan huruf “Serat Centhini, Sinkretisme Islam dan
Times New Roman, Ukuran 10. Untuk sumber Dunia Jawa”. Kompas, 4 Agustus 2000,
berupa blog/internet tidak dapat dijadikan hlm. 27.
rujukan utama.
4. Internet
Anatona. “Antara Buruh dan Budak: Nasib Hardjasaputra, A. Sobana. “Dinamika
Kuli Kontrak Perkebunan di Sumatera Kehidupan Sosial Ekonomi di Priangan
Timur pada Akhir Abad ke-19 Hingga 1870-1906”,diaksesdari http://resources
Awal Abad ke-20”, Makalah dalam .unpad.ac.id, tanggal 24 April 2011,
Konferensi Nasional Sejarah IX, Pukul 9.14 WIB.
Jakarta, 5-7 Juli 2011.

Damayanti, S. 2000. 5. Sumber Lisan/Informan


Perbandingan Ibing Pencak Silat dan Kherustika, Zuraida (53 tahun). 2012.
Pencak Silat Gaya Cimande dan Gaya Kepala Museum Negeri Provinsi
Cikalong dan Sanggar Pager Kencana Lampung Ruwa Jurai. Wawancara,
dan Sanggar Panglipur Bandung. Bandar Lampung, 26 November 2012.
Skripsi. Bandung: FPBS UPI. Kuswandi Md (68 tahun). 2013.
Purnama, Yuzar. “Fungsi dan Simbol Batik Pensiunan Sekretaris Direksi PTPN
VIII. Wawancara, Bandung, 18 Juni
Khas Lampung” dalam Patanjala Vol. 5
2013.
No. 3. September 2013. Hlm. 505-519.
Somantri, Ria Andayani dan Nina Merlina. Catatan:
“Upacara Baritan pada Masyarakat  Redaksi menerima artikel hasil
Betawi di Jakarta Timur” dalam penelitian sejarah dan nilai budaya di
Patanjala Vol. 6 No. 3. September wilayah kerja BPNB Jawa Barat (Jawa
2014. Hlm. 381-396. Barat, DKI Jakarta, Banten, dan
Lampung) khususnya, dan umumnya
2. Buku di Indonesia.
Ekadjati, Edi S. 1984.  Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia
Masyarakat Sunda dan Kebudayaan. atau bahasa Inggris dan ditik 1 spasi.
Jakarta: Girimukti Pusaka. Banyaknya halaman adalah 16
(termasuk daftar sumber) dan dicetak
Lubis, Nina H., Ade Makmur, Abdurrachman, pada kertas A4, dengan ketentuan
Patji, Awaludin Nugraha. 2003. sebagai berikut: jenis huruf Times New
Kota Bontang Sejarah Ekonomi. Roman ukuran 11, margin kiri 4 cm,
Bandung: Satya Historika. margin kanan 3 cm, margin atas 4 cm,
margin bawah 3 cm. Jumlah halaman
Scott, James C. 1993. tersebut dalam format template (2
Perlawanan Kaum Tani. Jakarta: column). Tiap alinea menjorok 10
Yayasan Obor Indonesia. ketukan spasi atau satu ketukan tab.

Thee, Kian Wie. 1981.  Penulis dapat melakukan copy-paste


Pemerataan Kemiskinan Ketimpangan. artikel ke dalam template Panduan
Jakarta: Sinar Harapan. Jurnal Patanjala terbaru. Bagian yang
di-copy dari artikel kemudian di-paste
Muhsin, Mumuh dan Bambang Rudito (eds).
2014.
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 1 - 16

special, dan pilih menu unformatted


text. File template disediakan redaksi.

 Untuk penulisan nama-nama lokal yang


belum terdaftar KBBI (upacara,
permainan, judul, kesenian, lagu)
menggunakan huruf kecil dan miring.
 Artikel yang masuk akan diedit oleh
Dewan Redaksi terkait dengan format
penulisan dan ditinjau substansinya
oleh Mitra Bestari yang sesuai dengan
kepakarannya. Dewan Redaksi berhak
menolak artikel yang formatnya
tidak sesuai dengan pedoman
penulisan, gaya selingkung dan
substansinya tidak memenuhi syarat
berdasarkan hasil telaah Mitra Bestari.
 Penulis melampirkan biodata meliputi:
nama, tempat/tanggal lahir, pendidikan
terakhir, jabatan fungsional dalam
instansi, 3 (tiga) judul hasil penelitian
dalam 3 tahun terakhir. Biodata
dilengkapi pasfoto yang diserahkan
dalam bentuk file.
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

LEMBAR ABSTRAK
penggabungan antara keduanya. Dulu, ketika
DDC: 909.825 982 172 batik hanya diproduksi untuk lingkungan
keraton, pembuatnya masih terbatas.
Miftahul Falah, Nina Herlina dan Kunto Manakala batik keluar dari lingkungan
Sofianto keraton, pembuat batik meluas. Itu dulu,
Morfologi Kota-Kota di Priangan Timur zaman di mana orang masih memiliki banyak
pada Abad XX– XXI; Studi Kasus Kota waktu luang dan jenis pekerjaan belum
Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya beragam. Saat ini apabila di antara sejumlah
orang masih ada yang mendedikasikan dirinya
Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 1-14 untuk menggeluti batik sebagai pengrajinnya,
tentu ada alasan yang melatarinya. Penelitian
Tulisan ini akan mengkaji perubahan ini bertujuan untuk mengetahui cara
Morfologi Kota-Kota di Priangan Timur pada perekrutan pengrajin, pengetahuan membatik,
Abad XX-XXI dengan memfokuskan pada Kota kondisi pengrajin, serta konsep kerja
Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya. Untuk pengrajin. Penelitian ini menggunakan metode
mencapai tujuan itu, dalam penelitian ini kualitatif dengan hasil penelitiannya
digunakan metode sejarah yang meliputi dituangkan secara deskriptif. Hasil penelitian
empat tahap yakni heuristik, kritik, menunjukkan bahwa dedikasi menjadi
interpretasi, dan historiografi. Hasil pengrajin batik dilatari oleh rasa tanggung
penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan jawab dan kecintaan yang mendalam dengan
morfologi kota dengan mengkaji tata ruang dunia perbatikan. Dapatlah disimpulkan
dan infrastruktur kota, simbol kota, bangunan, bahwa tanpa adanya keterlibatan hati, sulit
dan ruang terbuka di Kota Garut, Ciamis, dan bagi seseorang untuk dapat bertahan menjadi
Tasikmalaya menunjukkan kecenderungan pengrajin. Mengingat, banyak jenis pekerjaan
yang berbeda. Pada awalnya, struktur dan lain yang besaran penghasilannya lebih
pola kota ketiganya menunjukkan menjanjikan.
kecenderungan yang sama karena mendapat Kata kunci: aktor, selembar batik.
pengaruh struktur kota tradisional. Akan
tetapi, dalam perkembangannya menunjukkan
perbedaan yang terlihat dari struktur dan pola DDC: 392.598 21
kota Tasikmalaya yang cenderung
mengabaikan struktur dan pola kota Nandang Rusnandar, Sri Sulastri, dan Yani
tradisional. Unsur-unsur kota kolonial di Achdiani
ketiga kota tersebut cukup nampak sehingga
terjadi perpaduan antara kota tradisional dan Pranata Pendidikan pada Upacara
kota kolonial yang salah satunya terlihat dari Ngeuyeuk Seureuh, Upacara Masa
bangunan yang mendapat pengaruh budaya Kehamilan, dan Ngasuh Budak
indis.
Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 31-44
Kata kunci: Morfologi Kota, Garut, Ciamis,
Tasikmalaya. Dalam pranata pendidikan dibahas
mengenai pendidikan informal dalam
keluarga di masyarakat Sunda. Tulisan ini
DDC: 751.459 816 menguraikan tentang bagaimana pendidikan
Ria Intani Tresnasih informal diterapkan dalam sebuah keluarga
dan mensosialisasikan nilai-nilai kehidupan
Aktor di Balik Selembar Batik kepada anak-anak mulai dari masa kanak-
(Studi Kasus di Lembur Batik Cimahi) kanak melalui kegiatan ngasuh budak,
memasuki masa perkawinan melalui ngeuyeuk
Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 15-30 seureuh, dalam rangka mempersiapkan anak
menjadi pasangan suami istri, dan pada masa
Batik adalah selembar kain yang kehamilan dengan serangkaian upacara adat
dibuat secara ditulis, dicap, atau
Lembar Abstrak

kehamilannya, sehingga suami istri siap kolonial mencerminkan statusnya sebagai


dalam menghadapi masa kehamilan dan pegawai pemerintah dan pemimpin sukunya
menjadi orang tua. Dalam perjalanan waktu, masing-masing, sedangkan gaya hidup elite
pendidikan informal pada keluarga intelektual lebih banyak menyerap budaya
mengalami perubahan seiring dengan Barat. Meskipun demikian, baik elite
perubahan struktur keluarga dan cara tradisional maupun elite intelektual tetap
pandang terhadap pranata pendidikan. Hal itu menunjukkan cirinya sebagai orang
dipangaruhi oleh tumbuhnya pranata sosial Minangkabau, dapat diperhatikan dari agama
pendidikan sejenis pada masa kini, baik pada dan tradisi adat yang tetap dilakukan hingga
lingkup nasional maupun global. Tujuan saat ini.
penelitian ini adalah untuk mendapatkan
Kata kunci: elite tradisional Minangkabau,
gambaran secara utuh dan mendalam tentang
elite intelektual, Afdeeling Agam.
pranata pendidikan di masyarakat Sunda.
Metode penelitian adalah metode kualitatif
dengan pendekatan deskriptif. Teknik DDC: 930.598 3
pengumpulan data melalui observasi langsung
dan wawancara. Dari hasil penelitian, Halwi Dahlan
diketahui bahwa pranata sosial merupakan Konfrontasi Republik Indonesia dengan
himpunan norma yang mengatur kehidupan Militer Jepang Menjelang Masuknya
manusia secara bersama, tentunya dalam Sekutu 1945-1946
budaya Sunda memiliki beberapa pranata.
Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 61-76
Kata kunci :Pranata Pendidikan, Ngeuyeuk
Seureuh, Ngasuh Budak, Upacara Kehamilan. Perlawanan pejuang (laskar, BKR
kemudian TKR) dengan militer Jepang di
Indonesia ditandai dengan peristiwa
perlucutan senjata oleh pejuang tersebut.
DDC: 909.815 981 3
Berbagai insiden terjadi disebabkan baru saja
Dwi Vina Lestari, Nina Herlina Lubis, dan Jepang memperlihatkan sikap tegas dalam
R.M. Mulyadi menjajah, tiba-tiba semua berubah dengan
sikap menyerah kepada Sekutu. Bagi
Gaya Hidup Elite Minangkabau Indonesia kondisi ini sebenarnya merupakan
di Afdeeling Agam (1837-1942) peluang untuk melengkapi diri dari segi
peralatan perang yang akan menjadi aset bagi
Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 45-60 pasukan perangnya. Tetapi hal itu menjadi
sulit karena sesuai aturan hukum perang
Elite Minangkabau di Afdeeling Agam internasional tentang tawanan perang, selain
mengalami perubahan, baik meliputi status, pasukan Jepang turut diserahkan seluruh
kekuasaan, maupun sumber penghasilan. Hal peralatan perangnya. Beberapa daerah
tersebut terjadi bersamaan dengan sempat menerima atau pun merampas
ditetapkannya kebijakan politik Pemerintahan persenjataan tersebut, namun kemudian
Hindia Belanda di Sumatera Barat (1837- direbut kembali oleh Militer Jepang. Militer
1942). Untuk menjabarkan persoalan tersebut Jepang yang mempertahankan senjata mereka
diperlukan kajian historis menggunakan dan patuh pada konvensi Jenewa 1929,
metode sejarah, terdiri atas heuristik, kritik, berhadapan dengan semangat kemerdekaan
interpretasi, dan historiografi. Selain itu, dari seluruh rakyat Indonesia. Di Jawa Barat
untuk menghasikan karya yang bersifat insiden perlucutan senjata tersebut sempat
analitis, dilakukan pendekatan ilmu terjadi tetapi tidak meluas, berbeda dengan di
antropologi dan sosiologi politik. Berdasarkan Jawa Timur yang hampir seluruh pejuangnya
penelitian yang dilakukan, gaya hidup elite memiliki senjata rampasan. Perbedaan
Minangkabau di Afdeeling Agam pada 1837- tersebut ternyata terletak pada lambatnya
1942 tidak mengalami perubahan seutuhnya, informasi yang sampai dari pemerintah pusat
melainkan terjadi akulturasi budaya asli kepada pemerintah daerah. Jawa Barat
Minangkabau dengan budaya Barat. diuntungkan karena jaraknya yang relatif
Umumnya, gaya hidup elite tradisional dekat dengan Jakarta sehingga dengan cepat
Minangkabau yang menduduki jabatan pemerintah daerah dan pimpinan BKR/TKR
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

dapat mengkonsolidasi anggota pasukannya. Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 95-110


Penulisan ini menggunakan metode
kepustakaan dan historiografi yang dihasilkan Cetik/gamolan pekhing merupakan
bersifat deskriptif analisis. Untuk mendukung alat musik yang berasal dari Provinsi
penulisan ini digunakan teori konfrontasi. Lampung khususnya Kabupaten Lampung
Barat. Cetik terbuat dari bambu, alat musik
Kata kunci: Konfrontasi, pejuang, Indonesia,
ini hanya digunakan untuk keperluan upacara
Jepang, Sejarah.
adat dan pengiring dalam penyambutan tamu,
karena cetik sulit untuk dipelajari. Pengrajin
DDC: 930.159 818 3 cetik di Provinsi Lampung jumlahnya relatif
tidak banyak, mereka tetap menggeluti
Lia Nuralia & Iim Imadudin pekerjaan tersebut walaupun hasilnya tidak
mencukupi. Hal inilah yang menarik bagi
Pengaruh Akulturasi Budaya Terhadap penulis untuk meneliti tentang pengrajin cetik
Dualisme Sistem Ekonomi Masyarakat dan alat musik cetik. Penulisan ini bertujuan
Kampung Tua di Kecamatan Abung untuk mendapatkan informasi yang jelas
Timur, Kabupaten Lampung Utara tentang alat musik cetik dan pengrajinnya.
Penulisan ini dibatasi dalam bentuk
Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 77-94 pertanyaan, apa cetik itu? Bagaimana
membuatnya? Bagaimana perkembangannya?
Tulisan ini bertujuan mengungkap Bagaimana sosok Antoni sebagai pengrajin
sejarah dan budaya masyarakat adat cetik? Apakah memiliki etos kerja? Penelitian
Kampung Tua di Lampung. Sumber tulisan ini menggunakan metode deskriptif dengan
merupakan hasil penelitian dengan pendekatan kualitatif. Kesimpulan penelitian,
menggunakan metode survey, dan teknik cetik mengalami kesulitan untuk dipelajari
pengumpulan data melalui studi literatur, dan dimasyarakatkan, setelah dimodifikasi
observasi langsung, dan wawancara. Kajian dari pentagonis menjadi diatonis, cetik lebih
dilakukan dengan menerapkan konsep-konsep mudah dipelajari. Namun, cetik asli tetap
ilmu sosial, yaitu konsep akulturasi budaya dipertahankan dan dilestarikan. Pengrajin
dan sistem ekonomi dualistis (tradisional dan cetik harus begulat antara kebutuhan hidup
modern), menghasilkan sistem nilai yang unik dengan tanggung jawab sebagai penerus
dan menjadi pedoman dalam kehidupan leluhur untuk melestarikan warisan budaya.
sehari-hari masyarakat Kampung Tua. Perjuangan hidup pengrajin cetik yang
Akulturasi budaya tampak pada gaya dilematis menciptakan etos kerja yang dapat
bangunan rumah tinggal dan dua sistem adat
diadopsi oleh generasi penerus bangsa.
lama (pepadun dan sebatin), beserta benda-
benda upacara adat Begawi, sedangkan Kata kunci: Antoni pengrajin cetik, alat musik
sistem ekonomi dualistis dengan keberadaan cetik, Lampung Barat, dan nilai etos kerja.
umbulan dan kuwayan. Tata nilai yang
berlangsung mengalami perubahan dalam
berbagai segi kehidupan, tetapi tetap DDC: 394.259 821 85
berpedoman pada nilai-nilai kehidupan lama
Risa Nopianti
yang masih bertahan sampai sekarang.
Perekonomian tradisional di wilayah umbulan Makna Ritual Mulud dalam Mewujudkan
dan kuwayan tergantikan dengan masuknya Popularitas Golok Ciomas
perekonomian modern.
Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 111-126
Kata kunci: akulturasi budaya, dualisme
ekonomi, Kampung Tua.
Penelitian difokuskan pada ritual
Mulud golok Ciomas yang diselenggarakan
DDC: 658.559 818 setiap tanggal 12 Mulud. Ritual ini berfungsi
sebagai ajang silaturahmi para pemilik golok
Yuzar Purnama
Ciomas, hingga golok Ciomas akhirnya dapat
Antoni Pengrajin Cetik dari Kabupaten dikenal dan mengharumkan nama Ciomas.
Lampung Barat; Kajian Nilai Etos Kerja Prosesi ritual ngoles/ngulas pada golok
Ciomas yang telah jadi, dan tempa pada besi
Lembar Abstrak

bakal pembuatan golok Ciomas, merupakan DDC: 808.835 986 11


filosofi bertemunya antara guru dan murid
Salmin Djakaria
yang hanya terjadi satu tahun sekali yaitu
pada bulan Mulud. Pertanyaannya kemudian Tahuli dan Tahuda: Tradisi Lisan dan
bagaimana ritual tersebut diselenggarakan Pembentuk Karakter Bangsa di
hingga menarik minat masyarakat, kemudian Masyarakat Gorontalo
faktor-faktor apa saja yang ada dalam sistem
ritual Mulud, yang menjadikan golok Ciomas Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 147-162
begitu populer di mata masyarakat. Penelitian
Sastra dan tradisi lisan selalu memiliki
ini dilakukan dengan menggunakan metode
pengaruh tersendiri dalam pola pikir setiap
kualitatif dengan pendekatan etnografis.
individu, tidak terkecuali sastra dan tradisi
Adapun data diperoleh melalui proses
lisan Tahuli dan Tahuda di Gorontalo,
wawancara, pengamatan, dan studi pustaka.
warisan sastra sebagai pembentuk karakter
Akhirnya penelitian ini menemukan bahwa
bangsa, meskipun dalam lingkup lokalitas
kepopuleran golok Ciomas dicapai karena
kedaerahan. Tujuan dari kajian ini untuk
adanya usaha dan kerja sama yang erat
menunjukkan bahwa sastra dan tradisi lisan
antara beberapa stakeholder yang ada di
dapat menjadi salah satu alternatif wadah
lingkaran golok Ciomas yaitu pande golok,
untuk pembentukan karakter bangsa. Tulisan
pemimpin ritual, dan pemegang pusaka
ini menggunakan metode deskriptif-analisis.
godam Si Denok.
Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa
Kata kunci: golok, Ciomas, ritual Mulud. sastra dan tradisi lisan menjadi salah satu
pendukung pembentukan karakter bangsa di
masyarakat Gorontalo yang sesuai dengan
DDC: 930.59821 pedoman “Adat bersendikan syara‟, syara‟
bersendikan Kitabullah”.
Nandang Firman Nurgiansyah & Miftahul
Falah Kata Kunci: Sastra, Tradisi Lisan,
Pembentukan Karakter Bangsa
Gedung Merdeka Sebagai Objek Wisata di
Kota Bandung DDC: 909.598 21
Hary Ganjar Budiman
Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 127-142
Modernisasi dan Terbentuknya Gaya
Penelitian ini bertujuan untuk Hidup Elit Eropa di Bragaweg (1894-1949)
menjelaskan upaya yang diperlukan bagi
pengembangan fungsi Gedung Merdeka Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 163-180
sebagai objek wisata. Penelitian ini
menggunakan metode sejarah, yang terdiri Penelitian ini menguraikan perubahan
atas tahapan heuristik, kritik, interpretasi, dan Bragaweg dari 1894 hingga 1949. Selain itu,
historiografi. Berdasarkan hasil penelitian, penelitian ini menguraikan bentuk aktivitas
Gedung Merdeka belum dimanfaatkan secara golongan Eropa di Jalan Braga yang
optimal sebagai daya tarik wisata dan merepresentasikan nuansa modern di masa
kurangnya fasilitas wisata di gedung tersebut. kolonial. Metode sejarah digunakan untuk
Oleh sebab itu, perlu optimalisasi fungsi mengkontruksi kisah Braga. Untuk menunjang
komplek Gedung Merdeka sebagai daya tarik analisis, penelitian ini, penulis memakai
wisata. konsep modernisasi yang digunakan Lawrence
V. Stockman. Menurutnya, modernisasi tidak
Kata Kunci: Gedung Merdeka,
menciptakan sesuatu yang baru tetapi
pengembangan, dan pariwisata
menerima sesuatu yang baru dari bangsa atau
negara lain yang lebih maju. Pada awalnya
elit Eropa berusaha beradaptasi, kemudian
mengupayakan terbentuknya kehidupan khas
Eropa di negeri jajahan. Bragaweg adalah
gambaran suksesnya upaya elit Eropa
tersebut. Transformasi Bragaweg merepresen-
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

tasikan pertumbuhan ekonomi di kawasan DDC: 385.259 821


tersebut; dari munculnya toko kebutuhan
Lasmiyati
pokok hingga munculnya toko barang mewah
dan industri. Kesan modern terlihat dari gaya Transportasi Kereta Api di Jawa Barat
hidup yang dipraktikkan elit Eropa serta Abad Ke-19 (Bogor-Sukabumi-Bandung)
lengkapnya sarana dan teknologi di kawasan Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 197-212
Bragaweg. Pada masa perang kemerdekaan,
suasana gemerlap Eropa redup dan Kopi merupakan jenis tanaman yang
digantikan dengan suasan perang. laku di pasaran Eropa. Kopi yang pernah
diuji coba ditanam di Batavia dan Karawang
Kata Kunci: Bragaweg, modern, gaya hidup,
hasilnya kurang memuaskan dibandingkan
elit Eropa. dengan kopi yang ditanam di dataran
Sukabumi. Selain kopi, tanaman yang laku di
DDC: 709. 598 217 9 pasaran Eropa adalah teh, kapas, dan nila.
Dengan produk hasil bumi yang melimpah
Anggi Agustian Junaedi, Nina Herlina, dan laku di pasaran Eropa tersebut belum
Kunto Sofianto didukung adanya sarana transportasi yang
mamadai, pasalnya jenis transportasi yang
Kesenian Sisingaan Subang: ada masih menggunakan hewan beban, dan
Suatu Tinjauan Historis sarana jalan yang ada masih jalan setapak.
Dari permasalahan tersebut, para pemilik
Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 181-196 perkebunan memikirkan adanya jenis
transportasi kereta api yang dapat
Kesenian Sisingaan merupakan mengangkut hasil bumi dari gudang
kesenian yang berasal dari daerah di sebelah penyimpanan ke pelabuhan. Penelitian ini
utara Provinsi Jawa Barat bernama dilakukan untuk mengetahui transportasi di
Kabupaten Subang. Sampai saat ini, kesenian Jawa Barat (Bogor-Sukabumi-Bandung) pada
sisingaan dipersepsikan oleh banyak orang abad ke-19. Metode yang digunakan adalah
sebagai bagian dari perjuangan rakyat yang metode sejarah yang meliputi heuristik, kritik,
dalam hal ini perlawanan terhadap tuan tanah interpretasi, dan historiografi. Dari hasil
atau penjajah. Namun, pendapat ini perlu penelitian yang dilakukan, diperoleh
ditinjau ulang mengingat beberapa pakar informasi bahwa jalur transpotasi kereta api
kesenian seperti Edih dan Armin Asdi yang dari Bogor-Sukabumi-Bandung dibangun
mengatakan bahwa pada awalnya kesenian ini untuk mengangkut hasil perkebunan yang
berfungsi sebagai alat untuk mengarak anak- ternyata pembangunan jalur transportasi
anak yang akan dikhitan. Maka, untuk tersebut telah membawa dampak pada
menjabarkan persoalan tersebut peneliti pertumbuhan wilayah dan pergerakan
menggunakan metode sejarah yang terdiri penduduk dari desa ke kota.
atas heuristik, kritik, interpretasi dan
historiografi. Berdasarkan penelitian yang Kata kunci: Transportasi Kereta Api, Bogor-
dilakukan, kesenian sisingaan tidak lahir Sukabumi-Bandung, Pertumbuhan Kota.
sebagai aksi perlawanan karena sebelum aksi
tersebut terjadi, kesenian ini telah ada dan
beberapa kali digelar pada acara khitanan.
Setidak-tidaknya ada dua indikator yang DDC: 303.4
dapat dikemukakan untuk menjelaskan latar Ezzah Fathinah, Aquarini Priyatna,
belakang terbentuknya sisingaan. Pertama, ia Muhamad Adji
merupakan bagian integral dari proses
islamisasi di Subang. Kedua, sebagai bentuk Maskulinitas Baru dalam Iklan Kosmetik
penghormatan kepada P.W. Hofland karena Korea: Etude House dan Tonymoly
telah berjasa membangun Subang beserta Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 213-228
penduduknya.
Kata kunci: kesenian sisingaan, historis, Penelitian ini membahas maskulinitas
Subang. dalam iklan produk kecantikan Korea Etude
House dan TonyMoly. Iklan-iklan ini
Lembar Abstrak

menampilkan laki-laki cantik yang merawat pola konsumsinya bersifat primer bagi sang
diri dan mementingkan penampilan. Laki-laki pengrajin. Kesimpulan dari penelitian ini
tersebut ditampilkan ramah dan membawa bahwa ada satu mata rantai dalam pembuatan
atribusi „cantik‟, yang digemari serta terompet, yakni antara percetakan, pengepul
diidolakan beberapa kelompok perempuan cones, distributor lem, toko grosir mainan,
tertentu di Indonesia. Hal ini sangat berbeda dan pengrajin terompet.
dengan konsep maskulinitas yang menjadi
Kata kunci: pengrajin terompet, sistem
standar ideal konstruksi sosial budaya di
ekonomi.
Indonesia, yang cenderung kaku, kuat dan
otoriter. Artikel ini berargumentasi bahwa
kecenderungan itu juga dipengaruhi media, DDC : 615.839 863
salah satunya iklan, sehingga representasi
serta opini publik mengenai maskulinitas S. Dloyana Kusumah
hegemonik terekonstruksi. Penelitian ini
menggunakan pendekatan semiotika Barthes, Pengobatan Tradisional
dengan mengkaji tanda-tanda pada iklan di Orang Bugis-Makassar
dalam data tekstual maupun visual. Dari data
yang dianalisis, ditemukan adanya Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 245-260
maskulinitas baru yang bersifat lebih cair, di
Sesungguhnya, masyarakat Bugis-
mana laki-laki tidak harus mengikuti standar
Makassar sebagaimana halnya suku-suku
ideal maskulinitas hegemonik.
bangsa lain di Indonesia, sejak lama telah
Kata kunci: maskulinitas, laki-laki, iklan, memiliki sistem pengetahuan tentang
kosmetik. pengobatan tradisional yang bersumber dari
kearifan lokal mereka. Namun sangat
disayangkan pengetahuan tersebut kini hanya
DDC: 331.7 diketahui oleh kalangan terbatas yaitu orang
tua, sementara tulisan yang ada masih dalam
Ria Intani T.
bahasa dan aksara daerah. Oleh karena itu
Perjalanan Seorang Pengrajin Terompet sedikit sekali yang memahami pengetahuan
dalam Kajian Sistem Ekonomi tentang pengobatan tradisional. Dengan
tujuan untuk mengkaji sistem pengetahuan
Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 229-244 pengobatan tradisional Bugis-Makassar dan
menyediakan alternatif pilihan bagi warga
Terompet identik dengan tahun baru. untuk pengobatan penyakit. Penelitian ini
Kehadirannya di penghujung tahun tidak lain dilaksanakan dengan menggunakan metode
untuk merayakan pergantian tahun. etnografi, sebagai cara untuk memahami
Fenomena ini sudah lama terjadi. Namun sistem budaya dan model perawatan
nyaris orang tidak tahu bagaimana kegiatan kesehatan mereka, pengumpulan data juga
pengrajin terompet di belakang layar. dilakukan dengan studi kepustakaan,
Bagaimana pola produksi, pola distribusi, observasi, dan wawancara mendalam.
pola penyimpanan, dan pola konsumsi Diketahui bahwa hingga kini masyarakat
pengrajin terompet. Sehubungan dengan itu, Bugis Makassar masih memegang teguh
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan tentang pengobatan tradisional
sistem ekonomi seorang pengrajin terompet. sebagai bagian dari sistem budaya mereka.
Metode yang digunakan dalam penelitian
adalah metode kualitatif dengan hasil Kata kunci: kearifan lokal, pengobatan
penelitiannya dituangkan secara deskriptif. tradisional, orang Bugis-Makassar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat ini,
pembuatan terompet tidak dimonopoli oleh
DDC: 304. 259 821 6
tukang terompet itu sendiri. Ada bagian-
bagian tertentu yang dihasilkan oleh orang Ani Rostiyati dan Aquarini Priyatna
lain yang sebagian darinya bersifat pabrikan.
Distribusi ada tiga macam, dilakukan oleh Perempuan Punk: Budaya Perlawanan
penjaja terompet eceran, oleh grosir, dan Terhadap Gender Normatif
oleh pengrajin terompet itu sendiri. Adapun (Kasus di Desa Cijambe Ujungberung)
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 261-276 kuliner tradisional Kabupaten Purwakarta


dengan menitikberatkan pada sisi sejarah
Punk merupakan sekelompok orang berikut asal mula penamaan sate maranggi,
yang memiliki budaya tersendiri, berbeda proses pembuatan dan upaya pelestarian yang
dengan budaya yang lebih banyak dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
dipraktikkan orang. Punk dicirikan sebagai Purwakarta. Diperoleh data di lokasi
bentuk budaya tanding yakni perlawanan penelitian sebuah hasil yang cukup positif dari
terhadap budaya dominan. Tulisan ini upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh
bertujuan untuk mengemukakan cara Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta
perempuan punk mengidentifikasi dirinya sehingga nama sate maranggi sudah bergaung
melalui makna penampilan dan fashion yang dari tingkat nasional hingga ke mancanegara.
dikenakan, sehingga terungkap ide, gagasan, Upaya kreatif baik dari segi variasi rasa, pola
dan cara pandang mereka dalam meresistensi sajian, dan promosi yang gencar terbukti
diri dari kontruksi gender normatif. Hasil ampuh untuk mengangkat salah satu warisan
penelitian terungkap bahwa dalam estetika budaya tak benda yang ada di Kabupaten
punk, mereka berupaya untuk menghilangkan Purwakarta.
diri dari budaya dominasi dan gender
Kata kunci: Sate maranggi, kuliner, khas,
normatif yang diresepkan. Mereka keluar dari
Purwakarta.
pusat patriarki dan menentang ide-ide
feminitas. Penelitian ini berupa studi kasus
terhadap 5 (lima) perempuan punk di
DDC: 709. 598 21
Ujungberung Bandung dan dikaji secara
mendalam dengan menggunakan pendekatan Teguh Vicky Andrew, Riama Maslan
kualitatif utuk memeroleh data akurat, Sihombing, Hafiz Aziz Ahmad
menyeluruh, dan detail mengenai makna
penampilan perempuan punk. Jenis penelitian Musik, Media, dan Karya:
bersifat analisis deskriptif yakni menganalisis Perkembangan Infrastruktur
dan menyajikan fakta sehingga lebih mudah Musik Bawah Tanah (Underground) di
untuk dipahami dan disimpulkan. Adapun Bandung (1967-1997)
pengambilan data melalui observasi,
wawancara mendalam, foto, dan studi Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 293-308
pustaka.
Tren musik populer dari tahun ke tahun
Kata kunci: perempuan punk, budaya
semakin menguntungkan aliran musik bawah
perlawanan, gender normatif.
tanah (underground). Infrastruktur musik
yang mandiri dan fleksibel, baik dalam
tataran produksi, distribusi, dan konsumsi,
DDC: 641.359 821 81 menjadi kunci sukses aliran musik bawah
tanah. Hal ini berlaku pula di Bandung.
Irvan Setiawan
Namun pencapaian musik bawah tanah saat
Sate Maranggi: Kuliner Khas Kabupaten ini sebenarnya telah dirintis sejak 1970. Oleh
Purwakarta karena itu, penelitian ini mencoba menelaah
rintisan infrastruktur musik bawah tanah yang
Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 277-292 memiliki kontribusi bagi generasi sekarang.
Untuk itu, penelitian ini dilakukan dengan
Istilah khas pada sate maranggi adalah menggunakan metode sejarah dengan pisau
cara halus untuk menyembunyikan kata analisis skena musik dan musik bawah tanah.
tradisional yang terkadang dimaknai secara Berdasarkan telaah yang dilakukan,
sensitif oleh sebagian kalangan khususnya infrastrukstur musik yang dibangun pada
pada jenis kuliner tradisional. Strategi ini periode 1967-1990 tidak saja terkait dengan
tidak lain diarahkan pada upaya mengundang aliran dan grup musik belaka, tetapi juga
daya tarik wisatawan lokal dan mancanegara beragam media (cetak dan radio) dan album
untuk datang dan menikmati sate maranggi di independen. Infrastruktur ini kemudian
Kabupaten Purwakarta. Penelitian yang dijadikan model dan dikembangkan dalam
menggunakan metode deskriptif kualitatif ini
bertujuan untuk mengangkat salah satu
Lembar Abstrak

sistem yang lebih kompleks sesuai dengan tren DDC: 409.598 64


musik bawah tanah di Bandung.
Heksa Biopsi Puji Hastuti
Kata kunci: musik bawah tanah, infrastruktur,
Kalimat Penobatan Raja:
media, karya musik.
Logika Semiotik Orang Moronene di Pulau
Kabaena
DDC: 901.598 21 Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017:
327-342
Agung Purnama, Nina Herlina Lubis,
Widyonugrahanto Kalimat penobatan Raja Moronene
di Kabaena cikal bakalnya adalah pesan
Pergulatan Pemikiran Kiai Nahdlatul
perpisahan Tebota Tulanggadi kepada
Ulama Dengan Kaum Modernis Islam di
putranya yang terdapat dalam legenda
Jawa Barat (1930-1937)
“Donsiolangi dan Wa Lu Ea”. Penelitian ini
Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 309-324 mengangkat permasalahan tentang
bagaimana pandangan filosofis orang
Nahdlatul Ulama adalah organisasi Moronene di Kabaena terhadap posisi raja
bercorak Islam tradisional yang dibentuk sebagai pemimpin tertinggi negeri, yang
pada tahun 1926 di Surabaya Jawa Timur. tercermin dari kalimat penobatan raja yang
Selanjutnnya NU menyebar luas ke wilayah ada dalam legenda ini. Data berupa lima
lain di Pulau Jawa. Sementara itu, Jawa Barat kalimat perpisahan raja dan anaknya diambil
adalah sebuah wilayah yang pada dekade dari kisah legenda “Donsiolangi dan Wa Lu
1920-1930-an merupakan lahan subur tempat Ea”. Data dianalisis secara deskriptif-
tumbuh dan berkembangnya organisasi Islam kualitatif dengan pendekatan semiotika. Hasil
bercorak modernis Di sana banyak analisis data menunjukkan bahwa pandangan
bermunculan tokoh-tokoh pembaharu yang filosofis orang Moronene di Kabaena
“agresif” dalam berdakwah menentang terhadap seorang raja adalah bahwa: Raja
amaliah-amaliah keagamaan masyarakat harus amanah dan mutlak berlaku adil pada
Islam tradisional. Oleh karena itu, ketika NU rakyatnya; Raja harus berhati-hati dan penuh
masuk ke Jawa Barat, sangat mungkin akan pertimbangan dalam mengambil putusan;
disertai “gesekan” dengan organisasi Islam Tanggung jawab sebagai raja dapat
modernis setempat. Dalam mengkaji membalikkan kejadian; Kebijakan raja sangat
permasalahan ini penulis menggunakan berdampak bagi negerinya, baik dampak
metode sejarah yang terdiri atas empat tahap; positif maupun negatif; dan Raja harus selalu
heuristik, kritik, interpretasi, dan siap menjawab pertanyaan dan mencari solusi
historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bagi segala permasalahan rakyatnya.
bahwa di Jawa Barat kerap terjadi pergulatan
Kata kunci: Kalimat penobatan raja,
pemikiran dalam masalah sumber penetapan
Moronene, logika semiotika.
hukum agama. Bagi para kiai NU taqlid
kepada hasil ijma‟ para ulama mazhab
hukumnya boleh, tetapi bagi kaum modernis
DDC: 928. 598 2172
perilaku bermazhab adalah haram. Umat
Islam wajib kembali kepada Al-Qur‟an dan Aam Amaliah Rahmat, Nina H. Lubis,
Hadis sebagai sumber hukum utama. Selain Widyonugrahanto
itu, yang menjadi topik perdebatan adalah
Peranan Bupati R.A.A. Wiratanuningrat
permasalahan bid‟ah atau sunnah-nya tradisi-
dalam Pembangunan Kabupaten
tradisi keagamaan yang berkembang di
Tasikmalaya 1908-1937
masyarakat sejak lama.
Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017:
Kata kunci: kiai NU, kaum modernis,
343-358
pegulatan pemikiran, perdebatan, Jawa Barat.
Tulisan ini membahas tentang
peranan Bupati R.A.A. Wiratanuningrat dalam
membangun Kabupaten Tasikmalaya.
Perkembangan tersebut meliputi bidang
pendidikan, infrastruktur, agama, pertanian,
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

dan ekonomi. Ada tiga hal yang dipersoalkan simbol kehidupan dianggap menjadi penanda
yaitu (1) bagaimana kondisi sosial, ekonomi utama gender acts yang membentuk
dan pemerintahan sebelum R.A.A. identitasnya dalam wilayah gagasan
Wiratanuningrat memerintah? (2) siapakah keperempuanan yang serba simbolis.
R.A.A. Wiratanuningrat? (3) bagaimana Penampilan dalam ritual juga memegang
kondisi ekonomi, sosial, dan pemerintahan peranan signifikan seperti tampak pada rias
ketika R.A.A. Wiratanuningrat memerintah? wajah, perilaku, dan pakaian. Performativitas
Adapun metode yang digunakan untuk dalam penampilannya itu lebih disebabkan
menjawab pertanyaan tersebut yaitu aturan adat yang hegemonik dan memaksa
menggunakan metode sejarah yang terdiri dirinya agar mendapatkan pengakuan di
atas heuristik, kritik, interpretasi dan masyarakat. Kajian ini menggunakan
historiografi. Kabupaten Tasikmalaya pendekatan kualitatif dan fokus penelitannya
memang pada mulanya bernama Kabupaten tentang etnografis feminis, studi mengenai
Sukapura. Perpindahan ibukota dari perempuan dalam praktik budaya. Penggalian
Manonjaya ke Tasikmalaya boleh dikatakan data melalui wawancara mendalam dan studi
sebagai tonggak awal untuk melakukan pustaka. Kajian ini menggunakan analisis
pembangunan di Tasikmalaya walaupun Butler tentang performativitas dan identitas
memang perpindahan ini tidak terjadi pada dari Hall.
masa Wiratanuningrat memerintah. Meskipun
Kata kunci: peran perempuan, upacara
Bupati R.A.A. Wiratanuningrat bukan
tradisional rahengan.
keturunan langsung dari dinasti
“Wiradadaha” tetapi R.A.A. Wiratanuningrat
DDC: 306.6
dapat memperlihatkan kemajuan di
Kabupaten Tasikmalaya baik dari segi fisik Eva Nur Arovah, Reiza D. Dienaputra,
maupun nonfisik sehingga sampai sekarang Widyo Nugrahanto
dikenal sebagai bapak pembangunan dan
bapak irigasi. Wèwèkas dan Ipat-Ipat Sunan Gunung Jati
Beserta Kesesuaiannya dengan Al-Qur’an
Kata kunci: R.A.A. Wiratanuningrat,
Tasikmalaya, Bupati, Kabupaten. Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017:
375-390
Tidak ada yang menyangsikan peran
DDC: 392. 598 216 Sunan Gunung Jati sebagai salah satu sosok
penting dalam penyebaran Islam di Jawa
Ani Rostiyati
khususnya. Dan tidak ada yang menyangsikan
kehebatannya dalam kancah politik
Peran Perempuan pada Upacara
tradisional, karena berhasil membawa
Tradisional Rahengan di Desa Citatah,
Cirebon “merdeka” dari Kerajaan Sunda dan
Kabupaten Bandung Barat
mendirikan Kerajaan Islam Cirebon. Dari sini
Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: Sunan Gunung Jati hadir sebagai raja dan
359-374 sebagai wali, yang menguasai sebagian
wilayah (yang sekarang) Jawa Barat sekaligus
Tujuan kajian ini melihat peran mengajak dan menyemangati sisi spiritual
perempuan dalam upacara rahengan di Desa warganya dalam memeluk Islam. Salah satu
Citatah, bagaimana performativitas wujud ajakan Sunan Gunung Jati tersebut
perempuan membentuk konstruksi identitas tertuangkan dalam bentuk wèwèkas dan ipat-
perempuan di masyarakat. Performativitas ipat (perintah dan larangan) atau nasihat
dipahami sebagai identitas yang dibentuk yang berhubungan dengan persoalan agama,
melalui wacana tindakan yang dilakukan maupun persoalan sosial-kemanusiaan.
secara berulang dan memberi efek diterima Dengan menggunakan pendekatan sejarah
secara sosial sebagai penanda identitas. Hasil pemikiran serta langkah-langkah dalam
penelitian menunjukkan bahwa terdapat peran penelitian filologi, penelitian ini berusaha
perempuan yang menonjol dilihat dari mengkaji bagian Pangkur naskah Cirebon
struktur ritual yakni perempuan lebih banyak yang berjudul Sejarah Peteng (Sejarah Rante
memegang peranan dari sejak persiapan Martabat Tembung Wali Tembung Carang
ritual hingga pasca ritual. Dewi Sri sebagai Satus-Sejarah Ampel Rembesing Madu
Lembar Abstrak

Pastika Padane) di mana di dalamnya DDC: 361.259 824


terdapat gambaran tentang wèwèkas dan ipat-
Nurmaria
ipat Sunan Gunung Jati serta mencari
kesesuiannya dengan Al-Qur‟an dan nilai-
Gerakan Sosial Politik Masyarakat
nilai kemanusiaan.
Blambangan Terhadap Kompeni di
Kata kunci: wèwèkas, ipat-ipat, Sunan Blambangan Tahun 1767-1768
Gunung Jati, Al-Qur‟an, Kemanusiaan.
Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017:
DDC: 392. 598 18 407-422
Ali Gufron
Kajian ini membahas tentang
Tradisi Lisan Hahiwang pada Perempuan gerakan sosial politik di Blambangan pada
di Pesisir Barat Lampung masa Pemerintahan Kolonial. Sekarang,
Blambangan dikenal dengan Kabupaten
Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: Banyuwangi. Letaknya strategis, perbatasan
391-406 antara Pulau Jawa dan Pulau Bali, sehingga
sering terjadi konflik. Salah satu konflik
Artikel ini bertujuan menguraikan tersebut berupa gerakan sosial politik yang
bagaimana tradisi hahiwang berkembang dilakukan oleh Wong Agung Wilis terhadap
pada masyarakat 16 marga di Kabupaten Pemerintah Kompeni pada tahun 1767-1768.
Pesisir Barat, Lampung, yang dibagi menjadi Melalui penggunaan metode sejarah, tulisan
empat bagian. Bagian pertama membahas ini bertujuan untuk mengkaji munculnya,
hahiwang sebagai salah satu bentuk tradisi intensitas dan akibat gerakan sosial politik
lisan. Bagian kedua membahas sistem tersebut. Berbagai perspektif mengenai
kekerabatan yang bersifat patrilineal dan gerakan ini dibangun dengan memanfaatkan
konsep patriarki pada masyarakat Pesisir sumber-sumber VOC, babad dan kajian
Barat. Bagian ketiga membahas tentang historis mengenai Blambangan. Berdasarkan
bentuk dan struktur hahiwang. Dan, bagian penelitian yang dilakukan, gerakan sosial
terakhir membahas hahiwang dan dominasi politik di Blambangan terjadi karena adanya
laki-laki. Metode penelitian yang digunakan beberapa alasan, dari segi politik, sosial,
adalah deskriptif kualitatif. Adapun teknik etnis, agama maupun ekonomi. Gerakan
untuk menjaring data dan informasi adalah tersebut sebenarnya tidak pernah berakhir,
wawancara dan observasi. Hasilnya, bahkan ketika pemimpin gerakan tersebut
menunjukkan bahwa hahiwang lahir akibat (Wilis) dibunuh oleh Kompeni, para
dominasi patriarki yang mensubordinasikan pengikutnya masih melanjutkannya. Akhirnya,
perempuan Lampung Saibatin dalam bentuk Kompeni melakukan berbagai strategi baik
aturan adat. Hahiwang merupakan ungkapan kompromi dengan pemimpin gerakan,
pengalaman dan perasaan jiwa perempuan mendatangkan pasukan perang dari Jawa dan
Lampung Saibatin atas ketidakberdayaannya Madura maupun melakukan gencatan senjata
dalam menghadapi dominasi laki-laki. untuk menghentikannya.
Hahiwang tidak bertujuan untuk
Kata kunci: gerakan sosial, Wong Agung
menggulingkan kekuasaan patriarki,
Wilis, VOC, Blambangan.
melainkan hanya sebagai ungkapan atas
ketertindasan perempuan dalam bentuk
ratapan yang dilantunkan. Namun dalam DDC: 930.598 214
perkembangan selanjutnya, hahiwang
dieksploitasi kaum patriaki menjadi sarana Setia Nugraha dan Nina H. Lubis
siar agama, pelengkap begawi adat, dan
bahkan penarik simpatisan dalam Pemilihan Kota Sukabumi: Dari Distrik Menjadi
Umum Kepala Daerah. Gemeente (1815-1914)

Kata kunci: hahiwang, perempuan, tradisi Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017:


lisan, sistem kekerabatan, patriarki. 423-438
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

Kota Sukabumi merupakan suatu yang menghasilkan data deskriptif dari hasil
wilayah di Jawa Barat yang mengalami wawancara dan observasi langsung. Hasilnya
perkembangan pesat dibanding daerah didapatkan bahwa alih-alih menempatkan tiga
lainnya. Pada awalnya Sukabumi merupakan perempuan itu sebagai objek, kapasitasnya
pemukiman penduduk bagian dari wilayah sebagai ibu rumah tangga memicu mereka
pemerintahan District Goenoeng Parang, untuk berperan sebagai subjek yang sadar
Onderafdeeling Tjiheulang. bagian dari lingkungan. Ketiganya menunjukkan bahwa
Afdeeling Tjiandjoer, Residentie Preanger pengalaman domestik/feminin sebagai ibu dan
(Regeerings Almanaks tahun 1872). Andries istri membuat mereka bergerak untuk
Christoffel Johannes de Wilde, seorang mengatasi dan memperbaiki lingkungan yang
berkebangsaan Belanda yang pertama kali ada di sekitar mereka. Meskipun acapkali
mengenalkan nama Soekaboemi (Soeka dianggap sebagai sesuatu yang sederhana
Boemi) ke dunia luar. Awalnya ia menjelajah dan bersifat lokal, kegiatan dan aktivisme
di Sukabumi untuk mencari lokasi tanah yang yang mereka lakukan bersama komunitasnya
cocok bagi perkebunan. Dari sebuah dapat dikategorikan sebagai sebuah gerakan
pemukiman, selanjutnya Sukabumi mengalami ekofeminisme. Tidak saja karena posisi dan
perkembangan pesat melampaui Cianjur yang status mereka sebagai ibu rumah tangga akan
sebelumnya berada di depan garis pacu. tetapi juga karena kegiatan dan aktivisme itu
Perkembangan ini menarik perhatian penulis. mampu berdampak pada kelestarian
Untuk menjabarkan dinamika Kota Sukabumi lingkungan.
(1914-1942), dilakukan kajian historis dengan
menggunakan metode sejarah yang terdiri Kata kunci: ekofeminisme, gerakan
atas heuristik, kritik, interpretasi, dan perempuan, lingkungan.
historiografi. Penelitian ini memfokuskan
perhatian pada asal-usul terbentuknya Kota
Sukabumi, dinamika pemerintahan, sosial dan
ekonomi Kota Sukabumi dan faktor-faktor apa
saja yang menyebabkan Kota Sukabumi
berkembang pesat dari district menjadi
gemeente.

Kata kunci: Kota Sukabumi, dinamika, sosial


ekonomi.

DDC: 302.359 821


Aquarini Priyatna, Mega Subekti,
Indriyani Rachman

Ekofeminisme dan Gerakan Perempuan di


Bandung

Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017:


439-454

Dengan menggunakan perspektif


ekofeminisme, tulisan ini bertujuan untuk
menggambarkan kegiatan dan aktivisme
gerakan perempuan di Bandung yang fokus
pada persoalan lingkungan. Subjek penelitian
adalah tiga perempuan yang terlibat aktif
dalam komunitas lokal di Bandung dalam
kapasitasnya sebagai ibu rumah tangga.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

ABSTRACT SHEET
makers were expanding. That was then, an era
DDC: 909.825 982 172 where people still had a lot of spare time and
the type of work had not been varied. Today, if
Miftahul Falah, Nina Herlina, Kunto among a number of people consist of people
Sofianto who dedicate themselves as batik craftsmen,
Cities Morfologi in East Priangan of The absolutely there is a reason behind of it. This
20th and 21 St Century: A Case Study of study aims were to determine how the
Garut, Ciamis and Tasikmalaya recruitment, knowledge, the condition, and
working concept of batik craftsmen. This study
Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 1-14 uses qualitative research and the findings are
outlined descriptively. The results shows that
This paper examines the morphology the dedication of batik craftsmen is backed by
changes of Cities in East Priangan in the 20th a sense of responsibility and a deep love with
and 21st century by focusing on the city of the world of batik. It can be concluded that
Garut, Ciamis and Tasikmalaya. To achieve without the involvement of their love, it is
that goal, this study uses historical method difficult for a person to be able to survive into
which includes four stages of heuristics, a batik craftsman. Bearing in mind,there are
criticism, interpretation, and historiography. many other types of work that have more
The results showed that the growth of the city promising incomethe amount of income is
by studying morphology and spatial more promising.
infrastructure of the city, a symbol of the city, Keywords: Actor, Piece of Batik.
buildings and open spaces in the city of Garut,
Ciamis and Tasikmalaya shows a different
trend. At first, the structure and pattern of the DDC: 392.598 21
three cities showed the same tendency as Nandang Rusnandar, Sri Sulastri, Yani
under the influence of traditional city Achdiani
structures. However, in its development shows
the differences seen from the structure and Education Institutions on Ngeuyeuk Seureuh
pattern of Tasikmalaya which tends to Ceremony, Pregnancy Ceremony, and
undermine the structure and pattern of Ngasuh Budak (Child Care)
traditional town. The elements of the colonial
city in the three cities are quite visible, Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 31-44
causing a blend of traditional and colonial
city. One of which is visible from the building In educational institutions it is
that received cultural influences of Indies. discussed about informal education in the
Keywords: Morphology City, Garut, Ciamis, family of in Sundanese society. This paper
Tasikmalaya. describes on how informal education is are
implemented in a family and how to socialize
DDC: 751.459 816 the values of life to children ranging from
infancy through ngasuh budak/childbearing,
Ria Intani T. entering a period of marriage through
ngeuyeuk seureuh, in order to prepare children
Actor Behind a Piece of Batik to become husband and wife, and during
a Case Study in Batik Village, Cimahi pregnancy with a series of pregnancy
ceremonies, so that husband and wife are
Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 15-30 ready to face the pregnancy and parenthood.
In the course of time, the informal education
Batik is a cloth made in written, printed, on family changes along with the changes in
or a combination between the two. In the past, family structure and the perspective of the
when batik was only produced for the palace, educational institutions. It is influenced by the
the makers were still limited. Another case growth of similar social education institutions
with when batik came out of the palace, batik at the present time, both national and global.
Abstract Sheet

The purpose of this study is to get a full and DDC: 930.598 3


depth picture of educational institutions in the
Halwi Dahlan
Sundanese society community.The research
method is qualitative method with descriptive Confrontation of Indonesia Republic With
approach. The data are collected through Japanese Military Ahead of The Entry of The
direct observation and interviews The result Allies 1945-1946
shows that the social order is a set of norms
that govern human life together, and Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 61-76
Sundanese culture has several institutions that
govern human life in their society. The resistance of fighters (paramilitary
troops, BKR then the TKR) with the Japanese
Keywords: education institution, ngeuyeuk
military in Indonesia was marked by events of
seureuh, pregnancy ceremony, ngasuh budak
disarmament by fighters. Various incident
(child bearing).
occurred just due to Japan showed a firm
stance in colonizing, suddenly all changed
with the attitude of surrender to the Allies. For
DDC: 909.815 981 3
Indonesia, this condition was actually an
Dwi Vina Lestari, Nina Herlina Lubis, dan opportunity to equip themselves in terms of
R.M. Mulyadi armaments that became an asset to the troops
for war. But it was difficult because according
The Life Style of Minangkabau Elite in to the rules of international law concerning
Afdeeling Agam (1837-1942) prisoners of war, not only Japanese forces but
also entirety of the war equipment were also
Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 45-60 should be handed. Some areas could receive
or seize such weapons, but was later
Minangkabau Elite in Afdeeling recaptured by the Japanese military. Japanese
Agam has been changed, including status, military retained their weapons and abided by
power, and income sources. It coincided with the 1929 Geneva Convention, dealing with the
the enactment of the Dutch East Indies spirit of independence of the entire people of
government policy in West Sumatra (1837- Indonesia. In West Java, the disarmament
1942). To describe these issues, it needs incident had occurred but did not extend,
historical study by using the historical unlike in East Java, where nearly all of the
method; it consists of heuristics, criticism, fighters had looted weapons. The difference
interpretation, and historiography. In lied in the slow of turning up information from
addition, to generate the analytical work, the central government to the regions. West Java
writer does anthropology and political had benefit because it was relatively close to
sociology approach. Based on the research, the Jakarta, so the local government and the
Minangkabau elite lifestyle in Afdeeling Agam leadership of BKR / TKR could quickly
in 1837-1942 did not change completely, but consolidate the fighters. This study uses
there were an acculturation between native literature and historiography that produces a
Minangkabau and Western culture. Generally, descriptive analysis. To support this study, the
the traditional Minangkabau elite lifestyle theory of confrontation is used.
which has colonial positions reflected its
Keywords: Confrontation, fighters, Indonesia,
status as government officials and leaders of
Japan, History.
their own people. Meanwhile, the intellectual
elite lifestyle absorbed Western culture.
Nonetheless, both the traditional elite and DDC: 930.159 818 3
intellectual elite continued to show the
character as the Minangkabau, it can be Lia Nuralia & Iim Imadudin
considered from the religious and customary
traditions which are still being done until The Effect on Culture Acculturation Toward
today. The Dualism of Kampung Tua Community
Economic System In Eastern District of
Keywords: Minangkabau Traditional elite, Abung, North District Lampung
intellectual elite, afdeeling Agam.
Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 77-94
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

This paper aims to reveal the history The conclusion of this research is cetik faces a
and culture of indigenous people in Kampung problem to be studied and promoted. After it is
Tua of Lampung. The writing source is the modified from pentatonic be diatonic, cetik is
result of research by using survey method, and easier to be learnt. However, the original cetik
the data is collected through the study of is still maintained and preserved. Cetik
literature, direct observation, and interviews. craftsmen must struggle between the
The study is conducted by applying the necessities of life with the responsibility as a
concepts of social sciences, acculturation, and successor to the ancestors for preserving
dualistic economic systems (traditional and cultural heritage. Life struggle of cetik
modern), it produces a unique value system craftsmen dilemma created a work ethic that
and guide people's daily lives of Kampung can be adopted by the next generation.
Tua. Acculturation can be seen from the style
Keywords: Antoni, a cetik craftsman, cetik
of houses and two old custom system (pepadun
musical instruments, West Lampung, and the
and sebatin), along with the customary
value of work ethic.
ceremonial objects of Begawi. Meanwhile, the
dualistic economic system can be seen from
DDC: 394.259 821 85
the existence of umbulan and kuwayan. The
lasting value changes in various aspects of Risa Nopianti
life, but remain guided by the values of the old
life until now. Traditional economy in the The Ritual Meaning of Mulud in Ciomas
region of kuwayan and umbulan is replaced by Machete Popularity
the entry of modern economy.
Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 111-
Keywords: acculturation, economic dualism,
126
Kampung Tua.
The study focuses on the Mulud ritual
of Ciomas machete held annually on 12 of
DDC: 658.559 818
Mulud. This ritual serves as a gathering place
Yuzar Purnama of Ciomas machete owners, and then Ciomas
machete finally can be popular and becomes
Antoni, A Cetik Craftsman From District of
the icon of the Ciomas. Ritual procession of
West Lampung; A Study On The Work Ethic
ngoles or ngulas of finished Ciomas machete,
Value
and wrought iron of Ciomas machete
designate, become a meeting philosophy
Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 95-110
between teachers and students that only
happens once in a year, i.e. in Mulud. The
Cetik / gamolan pekhing is a musical
question is then how the ritual is held to
instrument that originated from province of
attract people, and then what factors are
Lampung, especially in West Lampung
presented in the system of Mulud ritual which
District. Cetik is made from bamboo; this
makes Ciomas machete, becomes so popular.
instrument is used only for ceremonial
This research is conducted by applying a
purposes and accompanist in welcoming
qualitative method with ethnographic
guests, because cetik is difficult to learn. Cetik
approach. The data is obtained through
Craftsmen in Lampung Province relatively few
interviews, observation, and literature study.
in number, they still wrestle the job although
Finally, it is found that the Ciomas machete
the results are not sufficient. This is
achieved popularity for the efforts and close
interesting for the writer to investigate about
cooperation between multiple stakeholders in
cetik craftsmen and cetik musical instruments.
the circle of Ciomas. It is Pande, a leader of
This research aims to obtain clear information
the ritual, and the holder of the heritage
about cetik musical instruments and
sledgehammer, Si Denok.
craftsmen. The writing is restricted in the
following questions: What is cetik? How to Keywords: machete, Ciomas, Mulud ritual.
make it? What about its progress? How to
figure Antoni as a cetik craftsman? Does he
have work ethic? This research uses
descriptive method with qualitative approach.
Abstract Sheet

Keywords: literature, oral tradition, national


DDC: 930.59821 character.
Nandang Firman Nurgiansyah & Miftahul
Falah DDC: 909.598 21
Hary Ganjar Budiman
Merdeka Building as A Tourism Object in
Bandung Modernization and Form The Lifestyle of
The European Elite in Bragaweg
Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 111- (1894-1949)
126
Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 163-180
This research purpose is to explain the
will or effort to develop the function of This study describes the Bragaweg
Merdeka Building as tourism object. This changes from 1894 to 1949. In addition, this
research use historical method which consist study describes the form of activity European
of several steps, there are; heuristic, critics, people in Braga Street that represents the
interpretation, and historiography. The result modern nuances of the colonial period. The
of the research proved that the building not historical method is used to construct the
yet optimized as one of the magnet of tourism Braga story. To support the analysis of this
because of lack of tourism facilities. study, the author uses the concept of
Therefore, the building area (inside/outside) modernization of Lawrence V. Stockman. He
need to optimize to attract the tourist and to stated that modernization does not create
acknowledge it as one of the tourism object. something new but accept something new from
another nation or other developed country. At
Keywords: Merdeka Buildings, development,
first the European elite tried to adapt, then
and tourism.
seek the formation of a typical European life
in the colony. Bragaweg is a picture of the
success of the European elit. The Bragaweg
DDC: 808.835 986 11
transformation represents economic growth in
Salmin Djakaria the region; From the emergence of staple
stores to the rise of luxury and industrial
Tahuli and Tahuda: Oral Tradition and goods stores. Modern impression is seen from
Shaping Society National Character in the lifestyle practiced by the European elite
Gorontalo and the full range of facilities and technology
in the Bragaweg region. In the war of
Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 147-162 independence, the sparkling atmosphere of
Europe was dimmed and replaced by the
atmosphere of war.
Literature and oral tradition has
always had its own influence in the mindset of Keywords: Bragaweg, modern, life style,
each individual, is no exception literature and European elite.
oral tradition tahuli and tahuda in Gorontalo,
the literary heritage as forming the character
DDC: 709. 598 217 9
of the nation, although within the scope of
regional locality. The purpose of this study to Anggi Agustian Junaedi, Nina Herlina,
show that literature and oral tradition can be Kunto Sofianto
an alternative container to the formation of
national character. This script uses a A Sisingaan (Lion) Dance Art Subang: A
descriptive-analytic methods. The results of Historical Review
this study showed that literature and oral Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 181-196
tradition became one of supporting the
establishment of a national character in Sisingaan (lion dance) is an art that
society in accordance with guidelines comes from the area in the north of West Java
Gorontalo society “Adat bersendikan syara’, Province; Subang Regency. Until now, the
syara’ bersendikan Kitabullah”. Sisingaan has been defined as a part of
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

people’s struggle against the landlords or the out the construction of the transportation line
colonialists. However, this opinion needs to be has had an impact on the growth of the region
reviewed considering some art experts such as and the movement of villagers to the city.
Edih and Armin Asdi who said that firstly this
Keywords: train transportation, Bogor-
art is served as a tool to parade children who
Sukabumi-Bandung, city growth.
will be circumcised. Therefore, to describe the
problem, researchers use historical methods
consisting of heuristics, criticism, DDC: 303.4
interpretation and historiography. Based on
research conducted, Sisingaan was not born Ezzah Fathinah, Aquarini Priyatna,
as an action of resistance because before the Muhamad Adji
action occured, this art has existed and
several times held at circumcision event. New Masculinity in Korean Cosmetic
There are at least two indicators that can be Advertising: Etude and Tonymoly
put forward to explain the background of the
formation of Sisingaan. First, it is an integral Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 213-228
part of the Islamization process in Subang.
This research discusses masculinity in
Second, as a form of respect to P.W. Hofland
the advertisement of beauty products of
for his contribution in building Subang and its
Korean Etude House and TonyMoly. These
residents.
ads feature beautiful men who look after
Keywords: sisingaan, historic, Subang. themselves and concerned with appearances.
The man is shown friendly and carries the
'beauty' attribution, which is liked and idolized
DDC: 385.259 821 by certain groups of women in Indonesia. This
Lasmiyati is very different from the concept of
masculinity which becomes the ideal standard
Train Transportation in West Java in 19th of socio-cultural construction in Indonesia,
Century (Bogor-Sukabumi-Bandung) which tends to be rigid, strong and
authoritarian. This article argues that the
Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 197-212 trend is also influenced by the media, one of it
is advertising, and hence the representation
Coffee is a plant that sells in the and public opinion about hegemonic
European market. Coffee ever tested planted masculinity is reconstructed. This research
in Batavia and Karawang but the result is less uses Barthes's semiotic approach through
satisfactory compared to the coffee grown in examining the signs on the ads in textual data
the plains of Sukabumi. Beside coffee, the as well as visual. From the data analyzed, new
plants that sell well in the European market masculinity is found that is more lithe, in
are tea, cotton, and nila. This abundant which men do not have to follow the ideal
produce of crops and products which is sold in standard of hegemonic masculinity.
the European market has not been supported
by the well transportation. The transportation Keywords: masculinity, men, advertising,
is still using load animals, and the existing cosmetics.
road facilities are still paths. From these
problems, plantation owners think of the kind DDC: 331.7
of rail transport that can transport crops from
the warehouse to the harbor. This research Ria Intani
was conducted to know the transportation in The Journey of The Trumpet Craftsmen
West Java (Bogor-Sukabumi-Bandung) in the Leader in Economic System Review
19th century. The method that used is a
historical method that includes heuristics, Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 229-244
criticism, interpretation, and historiography.
From the results of the research, obtained Trumpet identical to the new year. Its
information that the railway transportation presence at the end of the year and is nothing
from Bogor-Sukabumi-Bandung was built to but celebrating the turn of the year. This
transport the results of plantations that turned phenomenon has long been happening. But
Abstract Sheet

almost no one knows how the activity of Keywords: local wisdom, traditional medicine,
trumpet craftsmen behind the scenes. How the Bugis-Makassar people.
pattern of production, distribution patterns,
patterns of storage, and patterns of
consumption of trumpet craftsmen. DDC: 304. 259 821 6
Accordingly, this study aims to determine the
economic system of a trumpet craftsman. The Ani Rostiyati dan Aquarini Priyatna
method used in this research is qualitative
method with the result of the research is Punks Women: Counter Culture Against
written descriptively. The results show that Normative Gender (A Study Case In Cijambe
currently, the manufacture of trumpets is not Village, Ujungberung)
monopolized by the trumpet himself. There are
certain parts produced by others that are part Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 261-276
of it are manufacturer. Distribution is of three
Punk is a group of people who have
kinds, done by retail trumpeter, by
their own culture, unlike the more widely
wholesalers, and by trumpet artisans
practiced cultures. Punk is characterized as a
themselves. The pattern of consumption is
form of sparring culture that is the opposition
primary for the craftsmen. The conclusion
to a dominant culture. Counter culture
from this research that there is one link in
movements are expressed in various forms of
making trumpet, between printing, collector of
identity,such as, work, and lifestyle to show
cones, distributor of glue, toy wholesaler shop,
their ideology and ideals. This paper aims to
and trumpet craftsman.
reveal women punk, based on their
Keywords: trumpet craftsmen, economic appearance or fashion that has a symbolic
system. meaning as a form of resistance to normative
gender that tends to be established. A dirty,
dull punk, a "sneaky" behavior shows
DDC : 615.839 863 resistance against something considered ideal.
This paper also wants to find out how punk
S. Dloyana Kusumah
women identify themselves through the
The Traditional Medicine of Bugis-Makassar meaning of appearance and fashion, so that
People their ideas, and perceptions are expressed in
self-respecting of normative gender
Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 245-260 constructions. The results reveal that in a
punk aesthetics, they seek to remove
Indeed, Bugis-Makassar society as well themselves from the normative dominance
as other tribes in Indonesia has long had a culture and gender that are prescribed. They
system of knowledge of traditional medicine emerge from the patriarchal center and
sourced from their local wisdom. But, oppose the ideas of femininity. Punk women
unfortunately the knowledge is now only have different gender experiences and
known by the limited circles, while the existing relationships with women in general, this can
writing is still in the language and local script. be seen from gender acts (gender aesthetics).
Therefore, very few understand the knowledge Punk women exhibit gender acts subjectively
of traditional medicine. In order to assess the that are not subject to social rules as their
traditional Bugis-Makassar treatment system identity. This research is a case study of 5
and provide alternative options for citizens for (five) punk women in the Edge of Bandung
health care, this study was conducted by using and studied in depth using qualitative
ethnographic methods, as a way of approach. With a qualitative approach, it will
understanding their cultural systems and obtain accurate, comprehensive and detailed
health care models, data collection was also data about the actions and the meaning behind
done by literature study, observation , And in- the appearance of punk women. The type of
depth interviews. It is known that until now the research is descriptive analysis which
Bugis-Makassar people still hold the firm analyzes and presents facts systematically.
knowledge of traditional medicine as part of Therefore, it is easier to understand and
their cultural system. concluded. The data collection through
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

observation, in-depth interview, photo and Independent and flexibel musical


literature study. infrastructure, in term of production,
distribution, and consumption, becomes key
Keywords: Punk Women, counter culture, and
success for underground music. This also
normative gender.
applies in Bandung. However, the current
achievement of underground music acctually
DDC : 641.359 821 81 was began since 1970. Therefore, this
research tries to analyze infrastructure
Irvan Setiawan formation in underground music that has
contributed for the current generation. For
Maranggi Sate: A Culinary From that reason, this research was conducted by
Purwakarta Regency using historical method with music scene and
underground music concept. Based on the
Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 277-292 analysis, the musical infrastructure that built
in 1967-1990, not only related to the genre
Typical term on sate Maranggi is a and music grup, but also various media (print
subtle way to hide the traditional word that is and radio) and independent album. The
sometimes interpreted sensitively by some infrastructure subsequently became raw model
circles, especially on traditional culinary type. and developed in more complex system in
This strategy is directed to invite the attraction accordance with the underground music trend
of local and foreign tourists to come and enjoy in Bandung.
sate Maranggi in Purwakarta Regency. The
research uses qualitative descriptive method Keywords : underground music,
which is aimed to lift one of traditional infrastructure, media, musical work..
culinary in Purwakarta District with
emphasizing on the history of naming sate
Maranggi, the process of making it and
DDC: 901.598 21
conservation efforts conducted by the
Regional Government of Purwakarta Regency. Agung Purnama, Nina Herlina Lubis,
The data obtained in the research location Widyonugrahanto
showed a positive result of the empowerment
The Thought of Struggle of Nadhlatul Ulama
efforts undertaken by the Regional
Kyai with Islam Modernist In West Java
Government of the District of Purwakarta.
(1930-1937)
Hence the name of sate Maranggi has well-
known both national and international. Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 309 – 324
Creative efforts both in terms of taste
variations, dish patterns, and promotions are Nahdlatul Ulama is a traditional
vigorous proven to lift one of the cultural Islamic organization formed in 1926 in
heritage in Purwakarta District. Surabaya East Java. NU then spread widely to
other regions on the island of Java. In the
Keywords: Sate Maranggi, Culinary, Typical,
1920 to the 1930s, West Java is a region
Purwakarta.
which was an appropriate land for the growth
and development of modernist Islamic
DDC: 709. 598 21 organizations. There were many emerging
reformers who are "aggressive" in preaching
Teguh Vicky Andrew, Riama Maslan
against the religious amaliah of traditional
Sihombing, Hafiz Aziz Ahmad
Islamic society. Therefore, it is possible that
the development of NU in West Java will be
Music, Media, and Works; Infrastructure
accompanied by "friction" with the local
Development Underground Music in
modernist Islamic organization. In studying
Bandung (1967-1997)
this problem the author uses a historical
method consisting of four stages; Heuristics,
Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 293 - 308
criticism, interpretation, and historiography.
The results show that in West Java there is
Popular music trend from year to
often a struggle of thought between the NU
year more prospering for underground music.
kyai with the modernists in the issue of the
Abstract Sheet

source of the determination of religious law. DDC: 928. 598 2172


For the NU kyais, taqlid to the result of ijma
Aam Amaliah Rahmat, Nina H. Lubis,
'the scholars of the legal school may be, but
Widyonugrahanto
for the modernists the behavior of the schools
of thought is haram and the Muslims are The Role of Regent R.A.A Wiratanuningrat
obliged to return to the Qur'an and Hadith as in Development of Tasikmalaya Regency
the main source of law. In addition, the topic 1908-1937
of the debate between NU kyais and
modernists is the heresy or sunnah of religious Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017:
traditions that have developed in society for a 343-358
long time. The struggle of thought between the This paper discusses the role of Regent of
NU kyai and the modernist was raised several R.A.A. Wiratanuningrat in building
times in the forums shown to the public. Tasikmalaya Regency. These developments
include education, infrastructure, religion,
Keywords: kyai NU, modernist, thought
agriculture, and economics. There are three
struggle, debate, West Java.
points in question, namely (1) how social,
economic and governance conditions before
DDC: 409.598 64 R.A.A. Wiratanuningrat ruled? (2) who is
R.A.A. Wiratanuningrat? (3) how the
Heksa Biopsi Puji Hastuti economic, social, and governance conditions
when R.A.A. Wiratanuningrat ruled? The
The King Coronation Speech: method used to answer the question are using
Semiotic Logics of Moronene People in historical method consisting of heuristics,
Kabaena Island criticism, interpretation and historiography.
Tasikmalaya Regency was originally named
Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: Sukapura Regency. The transfer of capital
327-342 from Manonjaya to Tasikmalaya may be
regarded as an early milestone for
The Moronene king coronation development in Tasikmalaya although indeed
speech in Kabaena was sourced form the this movement did not occur during the reign
farewell messages of Tebota Tulanggadi to his of Wiratanuningrat. Although the R.A.A.
sons which is contained in the legend Regent Wiratanuningrat is not a direct
"Donsiolangi and Wa Lu Ea". This research descendant of the dynasty "wiradadaha" but
concerns issues on Moronene philosophical R.A.A. Wiratanuningrat can show a progress
point of view upon a king as top leader in a in Tasikmalaya Regency both physically and
country, which represented in king’s non-physically, so well known as the father of
coronation speech. The data was taken from development and the father of irrigation.
“Donsiolangi dan Wa Lu Ea” legend that was Keywords: R.A.A. Wiratanuningrat,
told by Ilfan Nurdin, S.Ag. Analysis data were Tasikmalaya, Regent, Regency.
committed by using qualitative-descriptive
method with semiotics approach. The result of DDC: 392. 598 216
data analysis shows that Moronene’
philosophical views upon king is that a king Ani Rostiyati
requarely to be trust and fair to his people. The Role of Women in Traditional Ceremony
The king must be careful and considerate in of Rahengan in Citatah Village,
taking decisions. Responsibility as a king can West Bandung Regency
reverse any circumstances; The king's policis
greatly affected his country, both positive and Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017:
negative; And the king should always be ready 359-374
to answer questions and seek solutions to all
the problems of his people. The purpose of this study is to look at
Keywords: King coronation speech, the role of women in the Rahengan ceremony
Moronene, semiotic logics. in Citatah Village, how the performativity of
women formed the construction of women's
identity in the community. Performativity is
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

understood as an identity that is formed approach of thought and the steps in


through the discourse of repeated actions and philological research, this research tries to
gives socially acceptable effects as identity study the Cangkebon script of Pangkur script
markers. The results showed that there is a entitled The History of Peteng (History of
prominent female role seen from the ritual Rante Martabat Tembung Wali Tembung
structure, that women play more roles than Carang Satus-History of Ampel Rembesing
ever since the preparation of rituals till post- Madu Pastika Padane) in which there is a
ritual. Dewi Sri as a symbol of life is picture of wèwèkas and ipat-ipat Sunan
considered to be a major marker of the gender Gunung Jati as well as looking for conformity
acts that form her identity within the area of with the Qur'an and human values.
the all-symbolic womanhood. The appearance
Keywords: Wewekas, Ipat-ipat, Sunan Gunung
in the ritual also plays a significant role as
Jati, Al-Quran, Humanity.
seen on makeup, behavior, and clothing.
Performativity in his appearance was due to
hegemonic custom rules and forced himself to
gain recognition in society. This study uses a
DDC: 392. 598 18
qualitative approach and its focus on feminist
ethnographies, the study of women in cultural Ali Gufron
practice. Digging data through in-depth
interviews and literature study. This study uses Oral Tradition of Hahiwang of Women in
Butler's analysis of Hall's performance and West Coast of Lampung
identity.
Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017:
Keywords: Women Role, Traditional 391-406
ceremony of Rahengan.
This article aims to describe how the
hahiwang tradition which develops in a
community of 16 clan in West Coast District,
DDC: 306.6 Lampung, which is divided into four parts. The
Eva Nur Arovah, Reiza D. Dienaputra, first part discusses hahiwang as one form of
Widyo Nugrahanto oral tradition. The second section discusses
the patrilineal kinship system and the
Wewekas and Ipat-Ipat (Command and patriarchal concept of the West Coast
Prohibition) of Sunan Gunung Jati and The community. The third section deals with the
Fitness with Holy Quran shape and structure of hahiwang. And, last
Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: part discusses hahiwang and male
375-390 domination. The research method used is
descriptive qualitative. The techniques getting
No one doubts the role of Sunan the data and information are used interviews
Gunung Jati as one of the important figures in and observation. The result shows that
the spread of Islam in Java in particular. And, hahiwang were born due to patriarchal
no one doubts his prowess in the traditional dominance that subordinating Lampung
political arena, having succeeded in bringing Saibatin women in the form of custom rules.
Cirebon "freedom" from the Kingdom of Hahiwang is an expression of experience and
Sunda and establishing the Islamic Kingdom feelings of the female soul of Lampung
of Cirebon. At this point, Sunan Gunung Jati Saibatin for his powerlessness in the face of
is present as a king and as a Wali male domination. Hahiwang does not aim to
(Missionaris), who controls some of the overthrow patriarchal rule, but only as an
(present) region of West Java as well as expression of women's oppression in the form
invites and encourages the spiritual side of its of laments sung. However, in later
citizens in embracing Islam. One form of developments, hahiwang exploited the
Sunan Gunung Jati's invitation is set forth in patriarchs to be a means of religious
the form of wèwèkas and ipat-ipat (command broadcasting, supplements of traditional
and prohibition) or advice relating to begawi, and even the pullers of sympathizers
religious matters, as well as social- in the General Election of Regional Head.
humanitarian issues. By using the historical
Abstract Sheet

Keywords: Hahiwang, Womens, oral tradition, DDC: 930.598 214


kinship system, patriarchy.
Setia Nugraha dan Nina H. Lubis

DDC: 361.259 824 Sukabumi City: From District to Gemeente


(1815-1914)
Nurmaria
Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017:
Socio-Politics Movement of Blambangan 423-438
Society Against Kompeni in Blambangan
The city of Sukabumi is a region in
(1767-1768)
West Java that is experiencing rapid
Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: development compared to other regions. In the
407-422 beginning, Sukabumi is a residential part of
the district government area of District
This research will discuss about the Goenoeng Parang, Onderafdeeling
socio-political movement that took place in Tjiheulang. Part of Afdeeling Tjiandjoer,
Blambangan during the colonial period. Residentie Preanger. (Regeerings Almanaks in
Today, Blambangan is known as Banyuwangi 1872). Andries Christoffel Johannes de Wilde,
Regency. It is a border area between the a Dutch nationality who first introduced the
island of Java and the island of Bali. Because name Soekaboemi (Soeka Boemi) to the
of this strategic location it makes the area outside. Initially he explored in Sukabumi to
often happened conflict. One of the conflicts find a suitable land for plantation. From a
was a social-political movement by Wong settlement, Sukabumi subsequently
Agung Wilis against the Government of the experienced a rapid development beyond
Company in 1767-1768. Through the Cianjur previously in front of the race line.
historical methods, this paper aims is to This development attracts the author's
examine the emergence of social political attention. To describe the dynamics of
movements in Blambangan and the Sukabumi City (1914-1942), a historical study
achievements that achieved from the socio- was conducted using historical method
political movement. Various perspectives on consisting of heuristics, criticism,
the movement were built on the use of VOC interpretation, and historiography. This
sources, chapters and several historical research focuses on the origin of Sukabumi
studies on Blambangan. Based on research city, the dynamics of government, social and
conducted, the social political movement in economy of Sukabumi City and what factors
Blambangan occurred due to several reasons, cause the city of Sukabumi to grow rapidly
both in terms of political, social, ethnic, from district to gemeente.
religious and economic. The socio-political
Keywords: Sukabumi city, dynamic, socio-
movement in Blambangan actually never
ended, even when the leader of the movement economy.
(Wilis) was killed by the Kompeni, His
followers continued the movement. Until the DDC: 302.359 821
end, the Company undertook various
strategies either compromising with the Aquarini Priyatna, Mega Subekti,
movement's leaders, bringing in war troops Indriyani Rachman
from Java and Madura as well as conducting
a ceasefire to stop it. Ecofeminsme And Women’s Movement in
Bandung
Keywords: social movement, Wong Agung
Wilis, VOC, Blambangan. Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017:
439-454

By using ecofeminism perspective, this


paper aims to describe the activity and
activism of women's movement in Bandung
that focuses on environmental issues. The
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

subjects of this research are three women who


pioneered environmental movements in urban
communities in Bandung in their capacity as
housewives. This research uses qualitative
methods that produce descriptive data from
interviews and direct observation. The results
of research reveals that despite positioning
themselves as objects, their status as
housewives and their domestic/feminine roles
have enabled them to act as environmentally
conscious subjects. Though often regarded as
simple and local, their activities and activism
can be categorized as an eco-feminist
movement. Not only because of their position
and their status as housewives but also
because of the activities and activism have
obviously a direct positive impact on
environmental sustainability and
improvement, particularly in the area where
they live.
Keywords: ecofeminism,
women’smovement, environment.
Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

INDEKS PENULIS
JURNAL PATANJALA VOLUME 9, TAHUN 2017

Andrew, Teguh Vicky, Riama Maslan Sihombing dan Hafiz Aziz Ahmad. “Musik,
Media, dan Karya: Perkembangan Infrastruktur Musik Bawah Tanah
(Underground) di Bandung (1967-1997)”, 9 (2): 293-308.
Arovah, Eva Nur., Reiza D. Dienaputra, dan Widyo Nugrahanto. “Wèwèkas dan Ipat-
Ipat Sunan Gunung Jati Beserta Kesesuaiannya dengan Al-Qur’an”, 9 (3): 375-
390.
Budiman, Hary Ganjar. “Modernisasi dan Terbentuknya Gaya Hidup Elit Eropa di
Bragaweg (1894-1949)”, 9 (2): 163-180.
Dahlan, Halwi. “Konfrontasi Republik Indonesia dengan Militer Jepang Menjelang
Masuknya Sekutu 1945-1946”, 9 (1): 61-76.
Djakaria, Salmin. “Tahuli dan Tahuda: Tradisi Lisan dan Pembentuk Karakter Bangsa
di Masyarakat Gorontalo” 9 (2): 147-162.
Falah, Miftahul, Nina Herlina dan Kunto Sofianto. “Morfologi Kota-Kota di Priangan
Timur pada Abad XX– XXI; Studi Kasus Kota Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya”,
9 (1): 1-14.
Fathinah, Ezzah., Aquarini Priyatna, dan Muhamad Adji. “Maskulinitas Baru Dalam
Iklan Kosmetik Korea: Etude House dan Tonymoly”, 9 (2): 213-228.
Gufron, Ali. “Tradisi Lisan Hahiwang Pada Perempuan di Pesisir Barat Lampung”, 9
(3): 391-406.
Hastuti, Heksa Biopsi Puji. “Kalimat Penobatan Raja: Logika Semiotik Orang
Moronene di Pulau Kabaena”, 9 (3): 327-342.
Junaedi, Anggi Agustian., Nina Herlina, dan Kunto Sofianto. “Kesenian Sisingaan
Subang: Suatu Tinjauan Historis”, 9 (2): 181-196.
Kusumah, S. Dloyana. “Pengobatan Tradisional Orang Bugis-Makassar”, 9 (2): 245-
260.
Lasmiyati. “Transportasi Kereta Api di Jawa Barat Abad Ke-19 (Bogor-Sukabumi-
Bandung)”, 9 (2): 197-212.
Lestari, Dwi Vina., Nina Herlina Lubis, dan R.M. Mulyadi. “Gaya Hidup Elite
Minangkabau di Afdeeling Agam (1837-1942)”, 9 (1): 45-60.
Nopianti, Risa. “Makna Ritual Mulud dalam Mewujudkan Popularitas Golok Ciomas”,
9 (1): 111-126.
Nugraha, Setia. “Kota Sukabumi: Dari Distrik Menjadi Gemeente (1815-1914)”, 9 (3):
423-438.
Indeks Penulis

Nuralia, Lia dan Iim Imadudin. “Pengaruh Akulturasi Budaya terhadap Dualisme
Sistem Ekonomi Masyarakat Kampung Tua di Kecamatan Abung Timur,
Kabupaten Lampung Utara”, 9 (1): 77-94.
Nurgiansyah, Nandang Firman dan Miftahul Falah. “Gedung Merdeka Sebagai Objek
Wisata di Kota Bandung”, 9 (1): 127-142.
Nurmaria. “Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan Terhadap Kompeni di
Blambangan Tahun 1767-1768”, 9 (3): 407-422.
Purnama, Yuzar . “Antoni Pengrajin Cetik dari Kabupaten Lampung Barat; Kajian Nilai
Etos Kerja”, 9 (1): 95-110.
Purnama, Agung., Nina Herlina Lubis dan Widyonugrahanto. “Pergulatan Pemikiran
Kiai Nahdlatul Ulama dengan Kaum Modernis Islam di Jawa Barat (1930-1937)”,
9 (2): 309-324.
Priyatna, Aquarini, Mega Subekti, dan Indriyani Rachman. “Ekofeminisme dan
Gerakan Perempuan di Bandung”, 9 (3): 439-454.
Rostiyati, Ani dan Aquarini Priyatna. “Perempuan Punk: Budaya Perlawanan terhadap
Gender Normatif (Kasus di Desa Cijambe Ujungberung)”, 9 (2): 261-276.
Rostiyati, Ani. “Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan di Desa Citatah,
Kabupaten Bandung Barat”, 9 (3): 359-374.
Rusnandar, Nandang., Sri Sulastri, dan Yani Achdiani. “Pranata Pendidikan pada
Upacara Ngeuyeuk Seureuh, Upacara Masa Kehamilan, dan Ngasuh Budak”, 9
(1): 31-44.
Setiawan, Irvan. “Sate Maranggi: Kuliner Khas Kabupaten Purwakarta”, 9 (2): 277-292.
Tresnasih, Ria Intani. “Aktor di Balik Selembar Batik (Studi Kasus di Lembur Batik
Cimahi)”, 9 (1): 15-30.
Tresnasih, Ria Intani. “Perjalanan Seorang Pengrajin Terompet dalam Kajian Sistem
Ekonomi”, 9 (2): 229-244.

.
Patanjala Vol.9, No. 3, September 2017

INDEKS KUMULATIF SUBJEK


JURNAL PATANJALA VOLUME 9, TAHUN 2017

A Bragaweg, 163, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171,


Abah Enceng, 364, 365 172, 173, 174, 175, 176, 177, 178, 179
Abah Engkus, 364, 365 Bubur lolos, 36, 37, 38, 42
Abdul Rojak, 10, 11 Budaya Dominan, 261, 262, 263, 265, 267
Aegyo, 223 Budaya Perlawanan,261, 263, 267
Afdeeling, 5 Budaya Tanding,262, 262, 263, 265, 267
Afdeeling Agam, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 55, 58 Bugis–Makassar, 245,246, 247,248, 252, 253, 254,
Agus Salim, 47, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 58, 60 255, 256, 257, 258
Ambon, 62 Bukit Tinggi, 47, 50, 52, 54, 55, 58, 59, 68
Ambu,360 Buku taun,364
Andreas Christoffel Johannes de Wilde, 423, 427
Angku Datuak Bandaharo Pandjang, 53 C
Angku Datuak Batuah, 53 Cageur, 34, 39
Angku Datuah Kayo, 53 Cetik, 95, 96, 97, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105,
Angku Mas Warido Tilatang, 53 106, 107, 108
Antoni, 95, 96, 97, 98, 99, 11, 101, 107, 108, 109 Ciamis, 1, 2, 3, 5, 6, 8, 9, 10, 11,14, 18
Ardi Winangun, 73 Cianjur, 18
Armin Asdi, 181, 183, 185, 186, 189, 193 Ciawitali, 21, 24
Asmadi, 64, 66, 71, 72, 73, 74, 76 Cibungur, 278, 279, 283, 284, 287, 288
A.W. Holle, 429 Cijambe, 261, 262, 269
Cimahi, 15, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28,
29,30, 63, 72
B Cirebon, 4, 18, 25, 26, 27, 277, 279, 281, 282,
Baguer, 34 Cireundeu, 21
Balastrang, 286, 288, 289 Congcot, 364
Balikpapan, 62 C. P. Wolff Schoemaker, 130
Banda Neira, 62 Curug, 21, 24
Bandung, 2, 5, 6, 13, 14, 15, 18, 20, 24, 29, 31, 34, C.W.A. Abbenhuis, 66
44, 62, 63, 66, 67, 68, 71, 72, 73, 74, 76, 127, 128,
164, 165, 166, 167, 168, 169, 170,171, 172, 173,
174, 175, 176, 177, 178, 179, 180, 197, 198, 199, D
200, 202, 204, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 230, Dai Toa Kaikan, 132
234, 243, 439, 441, 442, 443, 445, 446, 448, 449, Danuningrat, 347, 414, 415, 416, 417, 421
450, 451, 452, 453 Dataran Tinggi Agam, 48
Banjar, 350, 352 Datuak, 46, 47, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 58,
Banten, 5, 6, 13, 62, 66 Datuk Djamin, 73
Banyumas, 4 Dawegan, 365
Banyuwangi, 407, 408, 409, 410, 413, 414, 421, Dedah Zubaedah, 443
422 Desa Citatah, 359, 360, 362, 363, 364, 369, 371,
Batagak Pangulu, 54 372, 373
Batavia, 55, 59, 62, 65, 66, 67, 68, 69 Deta Saluak, 54
Batujajar, 20 Dikeprak, 35
Bener, 34 Dileumpeuh, 37
Blambangan, 407, 408, 409,410,411, 412, 413, District Goenoeng Parang, 423, 424
414, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 421, 422 Djaa Datuak Batuah, 47, 51, 56, 58
Bogor, 6, 18, 197, 198, 199, 200, 202, 204, 205,
206, 207, 209, 2010, 211, 347, 356 E
Bohea, 427, 431 E.A. Voorneman, 66
Bonjol, 46, 47, 49, 60 Edih, 181, 183, 185, 194
Braga, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 171, 177, Eerste Burgemeester, 424
178, 179 Enen, 39
Indeks Kumulatif

Encik, 419, 420 Jayapura, 62


Eropa, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, Jenang, 364
171, 172, 173,174, 175, 176, 177, 178, 179 Jember, 412, 413
Jenderal A.J. Duymaer Van Twist, 434
F Jenderal Mabuci, 63, 74, 75
Fujinkai, 62 Jenderal Matsui Iani, 64
Jibakutai. 62
G Jimat, 37
Gadang Bagala, 50 John R.W Smail, 63
Gakkutotai, 62 Jukut Palias, 37
Gala Pusako, 50
Gamolan pekhing, 102, 105 K
Garut, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 Kabupaten Bandung Barat, 359
Gawangan, 23 Kabupaten Barru, 247, 249, 250, 251, 258
Gedung Merdeka, 127, 128, 129, 130, 131, 133, Kabupaten Purwakarta, 277, 278, 279, 280, 281,
134, 136, 136, 137, 138, 139, 1401, 141 282, 283, 284, 289, 290, 291
Goalpara, 432, 433 Kaisar Hirohito, 65
Godam si Denok, 121,122, 125 Kalemba, 332, 335
Golok Ciomas, 111, 112, 113, 116,117, 118, Kamikaze, 69
119,120, 121, 122, 123, 124, 125 Kampar, 45
Golok sulangkar, 119, 120 Kanteh, 35
Gorontalo. 147, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154, Karawang, 18
155, 156, 157, 158, 159 Karl Federick Holle, 11
Gubernur Jenderal Baron Sloet van den Beele, Karl Jespers, 41
436 Karuhun, 34
Gusti Agung Kamasan Dhimande, 416 Keibodan, 62
Kelarasan, 49, 51
H Kelurahan Cijambe, 263
Hajat bangsal, 36, 38, 42 Kempeiho, 62
Harakiri, 69 Kendit, 37
Hatta, 70, 74 K.H. Anwar Sanusi, 313, 314
Hayang hade, 37 Khilafiyah, 310, 322
Heiho, 62, 71 Kidung, 35
Hendrik Merkus de Kock, 428 Kimung, 263, 266, 267, 276, 296, 303, 305, 308
Hideng, 34 Kokaha ndondouwa, 331, 332, 334
Hihid, 282, 284, 285, 290, Konferensi Asia Afrika, 128, 129, 130, 133, 134,
Hindia Belanda, 163, 164, 165, 169, 170, 172, 173, 135, 138, 139, 141
174, 177 Ki Cengkuk, 120, 121, 123
Hirohito, 65, 69, 70 Kolonel Jhr. Van Der Wijk, 434
Hiroshima, 69 Kolonel Matsui, 6
Hitoshi Imamura, 68 Konfrontasi, 61, 62, 63, 66, 69, 70, 73, 74, 75
Hirup jeung hurip, 35 Korea, 213, 214,215, 216, 217, 223, 227, 228
H.W. Daendels, 66 Kotalateng, 418, 419, 420, 421
Koto, 48, 49, 50, 51, 53, 54, 56
I Koto Gadang, 47, 50, 51, 54, 55, 56, 59,60
Idang, 364, 365 Kuantan, 45
Idik, 364, 365 Kungku holue, 332, 337
Ijtihad, 314, 316, 317 Kuwayan, 77, 79, 80, 89, 90, 91,
Indung beurang, 36, 37
ipat-ipat, 277, 278, 282, 283, 284, 285, 287, 288, L
289, 290, 291 Laksamana Madya Nagumo, 64
Isti Khairani, 443 Laksamana Nagamo Osami, 65
Laksamana Saetsugu Nobusama, 64
J Lampung Barat, 95, 96, 907, 98, 99, 100, 101, 102,
Jakarta, 61, 69, 71, 72, 74, 76, 353, 357 104, 107, 108, 109
Jalan Pedati, 166, 167, 178 Lampung Utara, 77, 79, 81, 83, 91, 92
Jangjawokan, 366, 370 Laras, 46, 49, 50, 51, 52,53, 54
Patanjala Vol.9, No. 3, September 2017

Lasa ati, 252 Nyiram, 37


Lasa masobu, 252
Lasa rilaleng, 252 O
Lasa talle, 252 Onderafdeeling, 49
Lasa tubuh, 252 Onghokam, 68
Lasa watakalle, 252 Otto Iskandan Dinata, 6
Lembang, 63, 68, 73 Oud Agam, 49, 51
Leupeut, 364, 365, 368
Limbangan, 345, 346 P
Liwa, 97, 99,11, 105 Padalarang, 20
Lontarak (pabbura), 250, 256 Padang, 48, 54, 55, 56, 59, 60, 62
Luhak Agam, 48, 57 Padang Panjang, 50, 51, 53, 55
Padang Pariaman, 48
M Pancer, 365, 368
Macanapura, 413 Pangais,365, 367, 370, 371
Madoko, 252 Pangayun, 365, 370
Majalaya, 63, 73 Pangeran Tawang Alun II, 412, 413
Majalengka, 18 Pangeuyeuk, 35
Makassar, 62, 69 Panglay, 37
Makdokkong, 252 Pangradinan, 364, 365, 366, 368
Mak Eroh, 10, 11 Panimbang, 365, 370, 371
Malam, 16, 22, 23, 37, 38 Papais,364, 368
Malasa, 252 Papaypapayan, 39
Manado, 62 Paraji, 36
Manonjaya, 343, 345, 346, 347 Parakan Muncang, 5
Mapag, 365, 368, 369, 370 Parigi, 2
Mayang jambe, 35, 37 Parijs Van Java, 164, 171, 172, 179
Mbatik, 16 Pasaman, 48
Medan, 50,55, 57, 61 Payakumbuh, 51
Mepende, 39 P. Bosch, 430
Merauke, 62, 67 Penghulu Andiko, 47
Minangkabau, 45, 46, 47,48, 49, 50, 51, 52, 53, Perbawatie, 432, 433
54, 55, 56, 57, 58, 59, 60 Perkebunan Parakan Salak,429, 431
Mohamad Rivai, 63 Perkebunan The Sinagar, 429, 430, 432
Mohammad Djamil, 50 Peta, 62, 71, 76
Mohammad Hatta, 6, 47, 50, 52, 54, 55, 58, 59 Pinter, 34
Mohawk, 267, 305 Preanger, 423, 424, 425, 427, 428
Mokole, 328, 329, 330, 331, 332, 333, 334,335, Proefstation Voor de Theecultuur, 432
342 Pulau Kabaena, 327, 328, 329, 330, 331, 332, 336,
Mokuju, 62 337
Morfologi, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 13 Punk handcove, 267
Moronene, 327, 328, 329, 330, 331, 336, 340,341, Punk hardcore, 267
342 Punk rock, 267
Museum KAA, 135, 137, 138, 139, 141 Purwakarta, 18
P. W. Hofland, 181, 192, 193
N
Nagari, 46, 49, 50, 55, 56 R
Nagasaki, 69 R.A.A. Wiratanuningrat, 343
Nangkuban, 39 Raden Adipati Aria Martanegara, 347
Ngarajah, 366, 370 Raden Ayu Rajamerat, 347, 348, 349
Ngaruat Bumi, 186 Raden Demang Karnabrata, 425
Ngasuh budak, 31, 33, 34, 39, 43 Raden Djajakoesoemah, 425
Ngeunyeuk seureuh, 31, 33, 34, 40, 41, 43, 44 Raden Sadeli, 425
Ngider, 282 Rahengan, 359, 360, 362, 363, 364, 365, 366, 367,
Ngupahan, 39 368, 369, 370, 371, 372, 373
Nino Oktorino, 64 Ranggasatata, 414, 415, 416
Nyagigir, 39 Rangkas bitung, 347
Indeks Kumulatif

Rempeg Jagapati, 408 Tangtang angin, 364


Remy Sylado, 300, 301, 307 Tanudireja, 185
Rereng Kujang, 21 Taqlid, 309, 310, 315, 316, 317, 319, 322
Residentie, 5 Tarakan, 62
Reuneuh Mundingeun, 37, 38, 42 Tarawangsa, 360, 362, 364, 365, 366, 367, 370,
ritual Mulud golok Ciomas, 111, 112 371, 372
Ritual Mulud, 111, 112, 113, Tari, 332
R. Poeradiredja, 6 Tasik, 18
R.T. Prawiraadiningrat, 347 Tasikmalaya, 1, 2, 3, 5, 6, 8, 10, 11, 12, 13,
R.T. Wiriaadiningrat, 346 343,344, 345, 346, 347, 349, 350, 352, 353, 354,
Rumah Gadang, 51 355,356, 357
Tebota Tulanggadi, 327, 329, 330, 331, 332, 333,
S 334, 335, 336, 337, 340
Sabang, 62 Tebota Wulele Waru, 330, 332, 334, 335, 336,
Sanro, 249, 250, 251, 253, 255, 256, 257,258 337, 340
Sanro pabbura-bura, 255 Teluk Benggala, 54
Sanro pajjappi, 255 Tenjo – Ayu, 431, 432, 433
Sanro pattirotiro, 255 Ter Poorten, 67, 68
Sanro pekdektek tilo, 255 Theeproefstation, 432
Sanro tapolo, 255 Timor, 62, 65
Sasranagara, 413 Tingkeb, 38
Seinendan, 62 Tini Martini Tapran, 442
Sejarah Peteng, 278, 279 Tjarda van Starkenborgh, 65, 66
Sisingaan, 181, 182, 183, 184, 185, 186, 187, 189, Toshinori Shoji, 68
190, 192, 193, 194, 195 Tri tangtu di buana, 34
Soceiteit Concordia, 131, 132, 165, 167, 175, 176, Tri tangtu di bumi, 34
177, 178 Tri tangtu di jalma rea, 34
Soekaboemi shi, 425 Tri tangtu di lamba, 34
Soekarno, 70, 74, 75 Tula-tula, 331
Sorong, 62
Stasiun Plered, 283, 284, 290 U
Subang, 181,182,183,184, 185, 186, 187, 188, Ukat Mulyana, 181
189, 190, 191,192, 193, 194,195, 196 Ulupampang, 414, 419, 420
Sukabumi, 18, 197, 198, 199, 204, 205, 206, 207, Underground, 293, 294, 295, 297, 298, 300, 304,
208, 210, 212,347, 348 305, 306, 307
Sukapura, 5, 343, 344, 345, 346, 347, 348, 349, Urang cekkek, 253
354, 355,356, 357 Urang pella, 253
Sukarno, 6
Sulaeman Datuak Tumangguang, 47 V
Sumedang, 18, 63, 72, 73, 345, 356 Van Gallen Last, 130
Sunan Gunung Jati, 277, 278, 280, 281, 282, 285,
288, 290, 291 U
Sutan, 50, 51, 52, 55, 58 Umbulan, 77, 79, 86, 88, 89, 90, 91
Sutan Mohammad Salim, 51
Sutan Syahrir, 50, 51 W
Sutanagara, 420, 421 Wanayasa, 280, 281, 283, 284, 286, 287
Sutardjo Kartohadikusumo, 73 Wewekas, 277, 278, 282, 283, 284, 285, 286, 287,
Syarif Hidayatullah, 280, 281 288, 289, 290, 291
Wiraadegdaha, 346, 347
T Wiradadaha, 343, 345, 346, 347
Tahuda, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, Wong Agung Wilis, 407, 408, 409, 410, 414, 417,
156, 157, 159, 160 418
Tahuli, 147, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154,
155, 155, 157, 158, 159, 160 Y
Takeyari, 62 Yahya Datuak Kayo, 47
Tanah Datar, 48
Tanggungan, 283

Anda mungkin juga menyukai